MEDIKOLEGAL PENGOBATAN UNTUK DIRI SENDIRI (SWAMEDIKASI) SEBAGAI UPAYA MENYEMBUHKAN PENYAKIT. Sumartini Dewi ABSTRACT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MEDIKOLEGAL PENGOBATAN UNTUK DIRI SENDIRI (SWAMEDIKASI) SEBAGAI UPAYA MENYEMBUHKAN PENYAKIT. Sumartini Dewi ABSTRACT"

Transkripsi

1 ISSN : NO MEDIKOLEGAL PENGOBATAN UNTUK DIRI SENDIRI (SWAMEDIKASI) SEBAGAI UPAYA MENYEMBUHKAN PENYAKIT Sumartini Dewi * ABSTRACT It has become a habit of self-medication with non-prescription drugs done by most Indonesians. In the Regulation of the Minister of Health No. 924 / MENKES / PER / X / 1993 Regarding the Medication List of Pharmacies regulates certain hard drugs that pharmacists can give to people without a prescription. The purpose of the publication of Permenkes is to swamedikasi, a person can self-medicate rationally and supported by the pharmacy's mandatory drugs, although in general pharmacists can not sell hard drugs without a prescription, but there are certain hard drugs based on Permenkes may be sold without a doctor's prescription. The issue raised is how medikolegal swamedikasi in the perspective of healing disease? as well as how are the barriers and medicolegal swamedikasi solutions in the perspective of curing diseases? swamedikasi most places done in pharmacies, knowing drugs purchased through news media such as advertising the reason is the first attempt before treatment to health care facilities, swamedikasi actors get an explanation of doses and how to drink by pharmacist / clerk / drug seller, surveillance of swamedikasi drug use carried out with how to monitor / inspect pharmacies, the results obtained are frequent pharmacists are not in place at open pharmacy hours, selling OWA (Pharmacy Drug Compensation) without the presence of pharmacists and administrative violations. The obstacles are not yet optimal supervision from the government solution with counseling about the rule of law of drug delivery, the second barrier of the lack of awareness of drug sellers in pharmacies that do not fit the provisions of the solution by giving counseling to the owner of pharmacy facilities so as not to pursue Profit Oriented but pay attention to Patient Oriented, the third obstacle of lack of knowledge the swamediciator of the drug classes that the solution can buy is the government to increase socialization or counseling to the community about proper and responsible swamedication. Keywords: Medikolegal, swamedikasi, Disease Healing. PENDAHULUAN U p a y a m a s y a r a k a t u n t u k melakukan pengobatan dengan cara pelayanan obat tanpa resep terhadap dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Swamedikasi atau pengobatan mandiri adalah kegiatan atau tindakan mengobati diri sendiri dengan obat tanpa resep secara 1 tepat dan bertanggung jawab (rasional). Swamedikasi merupakan pilihan masyarakat dalam melakukan pengobatan terhadap dirinya sendiri, karena jika harus berobat ke dokter maka pasien dibebankan biaya diagnose dan biaya obat, hal ini yang menjadikan alasan mendasar mengapa banyak masyarakat masih tetap mengandalkan swamedikasi atau * Sumartini Dewi, Dosen Fakultas Hukum 1 Ipang Djunarko dan Y.Dian Hendrawati, UNTAG Semarang dapat dihubungi melalui Swamedikasi Yang Baik dan Benar,PT Citra Aji sumartini.dewi@gmail.com Parana,Yogyakarta,2011,hlm.6 86

2 pengobatan mandiri tanpa dibekali patologi dalam rangka penetapan keilmuan terkait obat-obatan dan penyakit diagnosis, pencegahan, penyembuhan, yang memadai. pemulihan, peningkatan kesehatan dan Kesehatan adalah keadaan sehat, kontrasepsi untuk manusia (Undangbaik secara fisik,mental,spiritual maupun undang Republik Indonesia Nomor 36 sosial yang memungkinkan setiap orang Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 1). untuk hidup produktif secara sosial dan Obat dapat didefinisikan sebagai benda ekonomis (Undang-undang Republik atau zat yang dapat digunakan untuk Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang merawat penyakit, membebaskan gejala, Kesehatan Pasal 1). Pembangunan atau mengubah proses kimia dalam tubuh. kesehatan sebagai salah satu upaya Obat selama ini berperan sebagai suatu pembangunan nasional diarahkan guna bahan atau panduan yang dimaksudkan tercapainya kesadaran, kemauan dan untuk digunakan dalam menetapkan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap diagnosis, mencegah, menghilangkan, penduduk agar terwujud derajat kesehatan menyembuhkan sebagai efek terapi, masyarakat yang optimal. Pembangunan mengurangi penderitaan, membuat pasien kesehatan bertujuan untuk meningkatkan merasa nyaman serta untuk rehabilitasi. kesadaran,kemauan dan kemampuan hidup Untuk menekan biaya pengobatan, sehat bagi setiap orang agar terwujud sebagian besar masyarakat seringkali derajat kesehatan masyarakat yang mengobati penyakit yang dianggap ringan setinggi-tingginya sebagai investasi bagi dengan obat yang dibeli tanpa resep dokter pembangunan sumber daya manusia yang dan tidak dikonsultasikan ke dokter terlebih produktif secara social dan ekonomis dahulu. (Undang-undang Republik Indonesia Penggunaan obat keras, seperti Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan antibiotic tanpa resep dokter sudah pasal 3). merupakan hal yang umum dijumpai dalam Berdasarkan hasil Susenas (Survei masyarakat. Penggunaan obat keras tanpa 2 Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2011, resep dokter dapat menimbulkan masalah, BPS (Badan Pusat Statistik) mencatat misalnya penggunaan antibiotic yang tidak bahwa terdapat 66,82% orang sakit di terkendali. Oleh sebab itu penggunaan obat Indonesia yang melakukan upaya keras tanpa resep dokter selalu menjadi swamedikasi. Angka ini relative lebih topic hangat di masyarakat. Hal ini tinggi dibandingkan persentase penduduk disebabkan karena di sejumlah apotik yang berobat jalan ke dokter 45,8%. memang ada kecenderungan menjual obat Swamedikasi sendiri bertujuan untuk keras tanpa resep dokter. Tidak hanya meningkatkan kemampuan masyarakat antibiotic obat keras lainnya pun dapat dalam menolong dirinya sendiri guna dibeli tanpa resep dokter di hampir semua mengatasi masalah kesehatan secara tepat, apotik. Menurut peraturan yang berlaku, aman dan rasional. Obat untuk apotiker hanya boleh menjual obat keras swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat dengan resep dokter, namun untuk dibeli tanpa resep yang meliputi obat wajib meningkatkan kemampuan masyarakat apotik (OWA), obat bebas terbatas (OBT) dalam menolong dirinya sendiri guna dan obat bebas (OB). mengatasi masalah kesehatan dirasa perlu Obat adalah bahan atau paduan ditunjang dengan sarana yang dapat bahan, termasuk produk biologi yang meningkatkan pengobatan mandiri secara digunakan untuk mempengaruhi atau tepat,aman dan rasional, maka pemerintah menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan 2 Diakses 5 Oktober 2016 Nomor 924/MENKES/PER/X/

3 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik Nomor 2 1. Bagaimana medikolegal pengobatan yang mengatur beberapa obat keras tertentu untuk diri sendiri (Swamedikasi) yang dapat diberikan oleh apotiker kepada sebagai upaya menyembuhkan pasien tanpa resep dokter, tujuan utama penyakit? diterbitkannya Peraturan Menteri 2. Bagaimana hambatan dan solusi Kesehatan saat ini adalah untuk medikolegal pengobatan untuk diri swamedikasi, pasien dapat mengobati sendiri (Swamedikasi) sebagai upaya dirinya sendiri secara rasional dan menyembuhkan penyakit? ditunjang dengan adanya obat wajib apotik tersebut. Jadi meskipun secara umum Pembahasan apotiker tidak dapat menjual obat keras tanpa resep dokter, namun ada obat keras Medikolegal Pengobatan Untuk Diri tertentu yang berdasarkan Peraturan Sendiri (Swamedikasi) Sebagai Upaya Menteri Kesehatan boleh dijual tanpa resep Menyembuhkan Penyakit. dokter, meskipun telah ada berbagai peraturan yang mengatur mengenai 1. Manfaat Swamedikasi Ditinjau Dari penjualan obat keras tanpa resep dokter, Segi Medis dalam penerapannya antara namun kenyataan yang ada tidak sesuai lain adalah : dengan peraturan yang berlaku. a. Lebih mudah karena pengobatan Berdasarkan Peraturan Menteri dilakukan sendiri menggunakan Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/ obat-obatan yang mudah diperoleh. X/1993 Tentang Kriteria Obat Yang Dapat b. Biaya yang dikeluarkan tidak Diserahkan Tanpa Resep pada pasal 2 banyak karena tidak harus ke rumah menyebutkan bahwa obat yang dapat sakit atau dokter. diserahkan tanpa resep harus memenuhi c. Kualitas pengobatan terjamin criteria : karena dilakukan sendiri, secara 1. Tidak dikontraindikasikan untuk tidak sadar pasien akan mengupaya penggunaan pada wanita hamil, anak di kan yang terbaik bagi dirinya bawah usia 2 tahun dan orang tua di atas sendiri. Penggunaan obat tanpa 65 tahun resep untuk swamedikasi menuntut 2. Pengobatan sendiri dengan obat kepastian bahwa obat tersebut dimaksud tidak memberikan risiko terbukti aman, berkualitas dan pada kelanjutan penyakit memberikan hasil sesuai yang 3. Penggunaannya tidak memerlukan cara diharapkan atau alat khusus yang harus dilakukan d. Aman karena obat yang dipakai oleh tenaga kesehatan adalah obat yang telah melewati 4. Penggunaannya diperlukan untuk serangkaian pengujian dan tertera penyakit yang prevalensinya tinggi di aturan/dosis pemakaian obat. Indonesia Biaya dalam pengobatan umum 5. Memiliki rasio khasiat keamanan yang terdiri dari biaya konsultasi dan biaya obat. dapat dipertanggungjawabkan untuk Dalam upaya swamedikasi, biaya pengobatan sendiri. konsultasi dokter bisa dipangkas, selain itu penggunaan obat generic bisa lebih Permasalahan menghemat biaya pengobatan. Untuk melakukan pengobatan swamedikasi, Berdasarkan latar belakang masalah pasien atau keluarga pasien harus di atas, maka permasalahan yang perlu mempunyai pengetahuan tentang penyakit untuk dikaji adalah sebagai berikut : yang diderita dan obat yang digunakan 88

4 untuk mengatasi gangguan kesehatan itu. B1,B6 dan B12 pada penyakit Berkembangnya teknologi informasi Polyneuritis memudahkan pasien untuk mendapatkan Obat-obatan yang beredar di informasi mengenai penyakit dan obat Indonesia digolongkan ke dalam beberapa tersebut melalui internet.informasi yang 3 kelompok sebagai berikut: lengkap memberikan keberanian pada 1. Kelompok Obat Bebas, obat dalam pasien untuk melakukan pengobatan golongan ini dapat diperjualbelikan swamedikasi. bebas, tanpa resep dokter dan dapat Setiap orang yang melakukan dibeli di apotik atau took obat. Tanda swamedikasi juga harus menyadari khususnya berupa warna hijau di dalam kelebihan ataupun kekurangan dari lingkaran warna hitam pengobatan yang dilakukan, dengan 2. Kelompok obat bebas terbatas, obat ini mengetahui manfaat dan resikonya, maka disebut juga daftar W (Waarschuing pasien dapat melakukan penilaian apakah adalah peringatan).golongan ini dapat pengobatan tersebut perlu dilakukan atau diperjualbelikan secara bebas dengan tidak, bila gejala tidak membaik atau tidak jumlah terbatas dan disertai tanda sembuh dalam waktu tiga hari, segera peringatan. Tanda peringatan ditulis berobat ke dokter untuk mendapat dengan huruf putih di atas kertas penanganan yang lebih baik. Bila muncul berwarna hitam,yang terdiri dari enam gejala seperti sesak napas, kulit kemerahan, macam yaitu : gatal, bengkak di bagian tertentu, mual dan a. Peringatan No.1 : Awas! Obat muntah, maka kemungkinan telah terjadi Keras. Bacalah aturan memakainya gejala efek samping obat atau reaksi alergi b. Peringatan No.2 : Awas! Obat terhadap obat yang diminum. Segera Keras. Hanya untuk kumur, jangan hentikan pengobatan dan periksa ke dokter ditelan. untuk mendapatkan penanganan medis. c. Peringatan No.3 : Awas! Obat 2. Regulasi Yang Mengatur Obat Keras. Hanya untuk bagian luar Swamedikasi badan Jenis obat yang boleh digunakan d. Peringatan No.4 : Awas! Obat dalam swamedikasi adalah : Keras. Hanya untuk dibakar (untuk a. Obat OTC ( Over the counter) tanpa rokok asma). resep dokter yang terdiri dari : e. Peringatan No.5 : Awas! Obat 1. Obat bebas : tanda lingkaran hitam, Keras. Tidak boleh ditelan. dasar hijau f. Peringatan No.6 : Awas! Obat 2. Obat terbatas : tanda lingkaran Keras. Obat Wasir. Jangan ditelan. hitam, dasar biru 3. Kelompok obat keras dan psikotropika, b. Obat Wajib Apotik (OWA), yaitu obat obat ini terkenal obat golongan daftar G keras (tanda lingkaran hitam,dasar (gevaarlijk adalah berbahaya). merah dengan huruf K besar ) yang Golongan ini sangat berbahaya dapat dibeli di apotik tanpa resep mempunyai efek samping yang sangat dokter, tetapi harus diserahkan besar dan untuk mendapatkannya perlu langsung oleh seorang apoteker kepada resep dokter. Obat Psikotropika adalah pasien disertai dengan informasi obat keras baik alamiah maupun sintetis lengkap tentang penggunaan obat. bukan narkotik, yang berkhasiat C. Suplemen makanan (vitamin, kalsium psikoaktif melalui pengaruh selektif dll), biasanya digunakan untuk pada susunan saraf pusat yang memenuhi kebutuhan vitamin dalam tubuh, seperti kekurangan vitamin 3 Yosef Wijoyo, Penggolongan Obat,PT.Citra Aji Parana,Yogyakarta,2011,hlm.3 89

5 menyebabkan perubahan khas pada Metakualon. aktivitas mental dan perilaku. 4. Kelompok Narkotika : Beberapa ketentuan mengenai obat Obat ini juga obat daftar O ( Opium ) daftar G/obat keras : dan hanya dapat diperoleh di apotik a. Pada bungkus luar harus disebutkan dengan resep dokter. Obat narkotika bahwa obat itu hanya boleh diserahkan merupakan zat atau obat yang berasal dengan resep dokter. dari tanaman atau bukan tanaman baik b. Semua obat baru dimasukkan ke dalam s i n p e n e l i t i a n m a u p u n s e m i daftar G, kecuali apabila oleh sinpenelitian yang dapat menyebabkan Kementerian Kesehatan telah dinyata penurunan atau perubahan kesadaran, kan secara tertulis bahwa obat baru itu hilangnya rasa, mengurangi sampai tidak membahayakan kesehatan menghilangkan rasa nyeri dan dapat manusia. menimbulkan ketergantungan. Obat ini c. Obat baru adalah semua obat yang tidak pada kemasannya ditandai dengan tercantum dalam Farmakope Indonesia lingkaran yang di dalamnya terdapat dan Daftar Obat Keras atau obat yang palang (+) berwarna merah. Obat secara resmi,belum pernah diimpor Narkotika bersifat adiksi dan atau digunakan di Indonesia, sehingga penggunaannya diawasi dengan ketat, t i d a k d i k e t a h u i k h a s i a t d a n sehingga obat golongan narkotika keamanannya. hanya diperoleh di apotik dengan resep d. Kecuali bila ditentukan lain, maka dokter asli (tidak dapat menggunakan semua bahan yang tergolong obat daftar copy resep). Contoh dari obat narkotika G, berlaku bagi obat itu sebagai antara lain : opium, coca, ganja/ substansi dan juga bagi semua sediaan marijuana, morfin, heroin dan lain yang mengandung obat tersebut. sebagainya. Dalam bidang kesehatan, Sedangkan obat psikotropika obat-obat narkotika biasa digunakan adalah obat yang mempengaruhi susunan sebagai anestesi/ obat bius dan saraf pusat dengan cara menyebabkan analgetik / obat penghilang rasa sakit. depresi susunan syaraf pusat. Istilah-istilah Dalam penggolongan obat di atas, lain yang digunakan adalah psikomimetik, golongan obat keras, narkotika dan psikotogenik yaitu suatu bahan halusinogen golongan psikotropika tidak diperbolehkan dapat memberikan halusinasi, termasuk dijual secara bebas di apotik tanpa resep halusinogen :semua obat serta semua dokter, tetapi pemerintah menerbitkan sediaan yang mengandung obat berikut : peraturan yang mengatur tentang Obat 1. LSD atau LSD-25, DMT, DMNP, Wajib Apotik (OWA). Obat Wajib Apotik THC, STP, DOM, Mescaline, (OWA) adalah obat keras yang dapat Psilocine, Psilocybin. diserahkan oleh apoteker pengelola apotik 2. Semua isomer dari 3-methyl-2- tanpa resep dokter, hal tersebut diatur dalam phenylmorpholine. Peraturan Menteri Kesehatan No.922/ 3. Perangsang susunan saraf pusat : MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan Amfetamin, Deksamfetamin, Dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik pasal Metamfetamin, Metilfenidat, 18 ayat (1) disebutkan bahwa Apoteker Pipradrol. Pengelola Apotik, Apoteker Pendamping 4. Penekan susunan saraf pusat : atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk Barbitural dan semua derivate serta menjual obat keras yang dinyatakan garamnya antara lain Fenobarbital, sebagai Daftar Obat Wajib Apotik tanpa Amobarbital,Pentobarbital dan resep. Tujuan dibuatnya daftar OWA Hipnotika antara lain Metilprilon, adalah untuk meningkatkan kemampuan 90

6 masyarakat dalam menolong dirinya sesuai ketentuan. Faktor utama sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, penjual obat di apotik yang tidak sehingga dirasa perlu ditunjang dengan sesuai ketentuan. Faktor utama sarana yang dapat meningkatkan penjual dalam hal ini apoteker/ pengobatan sendiri secara tepat, aman dan asisten apoteker dalam melakukan rasional. penjualan obat. Orientasi dari suatu apotik yang masih mengarah pada Hambatan dan solusi medikolegal profit oriented menyebabkan obat pengobatan untuk diri sendiri yang seharusnya dilarang penjualan ( S w a m e d i k a s i ) s e b a g a i u p a y a nya tanpa resep dokter masih dapat menyembuhkan penyakit. dengan bebas dibeli di apotik tanpa resep dokter. Pencapaian omset Upaya pengaturan terhadap suatu apotik merupakan hal utama swamedikasi dan penjualan obat tanpa yang dituntut oleh para pemilik resep sacara normatif sudah dilaksanakan sarana apotik. o l e h p e m e r i n t a h, n a m u n p a d a c. Kurangnya pengetahuan pelaku perkembangannya pengaturan tersebut swamedikasi tentang golongan obat tidak mampu membatasi keinginan yang dapat dibeli dalam upaya masyarakat untuk mendapatkan obat yang swamedikasi; tidak termasuk obat bebas, obat bebas Sebagian besar pelaku swamedikasi terbatas dan obat wajib apotik dalam upaya t i d a k m e m a h a m i t e n t a n g melakukan swamedikasi. penggolongan obat, sehingga 1. Hambatan - hambatan dalam dalam upaya swamedikasi mereka pelaksanaan swamedikasi dalam beranggapan bahwa dapat membeli perspektif penyembuhan penyakit semua obat yang diinginkan di yaitu : apotik/toko obat, padahal golongan a. Belum optimalnya pengawasan dari obat yang boleh dibeli di apotik pemerintah; adalah obat bebas dan bebas Selama ini upaya pemerintah dalam terbatas serta OWA (Obat Wajib mengawasi peredaran obat yang Apotik), khusus OWA hanya boleh digunakan dalam upaya pelaksana dibeli dan diserahkan oleh an swamedikasi masih lemah. Hal apoteker,sedangkan pada toko obat tersebut dapat dilihat masih banyak hanya menyediakan obat bebas dan dijumpai apotik yang menjual obat obat bebas terbatas. OWA tanpa kehadiran apoteker 2. Solusi medikolegal pengobatan untuk tetapi hanya dilayani oleh asisten diri sendiri (Swamedikasi) sebagai apoteker. Fakta di lapangan juga upaya menyembuhkan penyakit. dijumpai apotik memberikan obat Upaya dilakukan untuk mengatasi keras tanpa resep dokter, misalnya hambatan tersebut adalah : antibiotik amoxicillin 500 mg. a. Solusi yang bisa dilakukan yaitu b. Kurangnya kesadaran penjual obat dengan langkah konkrit dari di apotik yang tidak sesuai pemerintah melalui penyuluhan ketentuan peraturan perundang- tentang aturan hukum pemberian undangan; obat swamedikasi terhadap apotik. Salah satu hambatan dalam Apabila telah dilakukan penyuluh pelaksanaan upaya swamedikasi an masih saja menjual obat keras adalah kurangnya kesadaran tidak sesuai dengan aturan maka penjual obat di apotik yang tidak Dinas Kesehatan akan menindak 91

7 dengan memberikan peringatan, Kesimpulan pembekuan ijin apotik sampai dengan memberikan peringatan, Dari uraian pembahasan di atas pembekuan ijin apotik sampai dapat ditarik kesimpulan mengenai dengan pencabutan ijin apotik yang medikolegal pengobatan mandiri atau bersangkutan. Namun apabila swamedikasi dalam perspektif penyembuh dalam penyaluran obat keras an penyakit : tersebut terbukti sebagai suatu 1. Medikolegal pengobatan mandiri atau tindakan pidana sesuai yang diatur swamedikasi dalam perspektif dalam perundang-undangan, maka penyembuhan penyakit dari segi dinas kesehatan bekerjasama medis dilaksanakan dengan pelaku dengan BBPOM melalui Penyidik swamedikasi memegang tanggung Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dapat jawab penuh terhadap obat yang menindaklanjuti dengan pro digunakan. Oleh sebab itu sebelum justitia, dengan adanya koordinasi mengkonsumsi obat sebaiknya yang baik antara instansi yang membaca label dan brosur obat dengan berwenang yaitu Dinas Kesehatan seksama dan teliti. Jika pasien memilih dan BBPOM dalam pembinaan untuk melakukan pengobatan sendiri, apotik sebagai suatu sarana yang maka ia harus dapat mengenali gejala diijinkan menyalurkan obat keras, yang dirasakan, menentukan apakah maka diharapkan kontrol terhadap kondisi mereka sesuai untuk peredaran obat keras dapat lebih pengobatan sendiri atau tidak, memilih maksimal. produk obat yang sesuai dengan b. Untuk mengatasi hambatan kondisinya, mengetahui ada atau kurangnya kesadaran penjual obat tidaknya riwayat alergi terhadap obat di apotek yang tidak sesuai yang digunakan, mengikuti petunjuk ketentuan yaitu dari IAI (Ikatan yang tertera pada label obat yang Apotek Indonesia) organisasi dikonsumsi. profesi apoteker memberikan Sedangkan dari segi yuridis adalah masukan kepada pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri khususnya Dinas Kesehatan, Kesehatan Nomor 919/Menkes/Per/X/ solusinya memberikan penyuluhan 1993 Tentang Kriteria Obat Yang Dapat kepada Pemilik Sarana Apotek Diserahkan Tanpa Resep. Mengenai (PSA) supaya tidak hanya mengejar obat yang boleh dibeli dalam upaya Profit Orientedtetapi memperhati swamedikasi hanya obat bebas dan kan Patient Oriented. bebas terbatas serta OWA (Obat Wajib c. Untuk mengatasi hambatan kurang Apotik), khusus OWA hanya boleh nya pengetahuan pelaku swa dibeli dan diserahkan oleh apoteker. medikasi tentang golongan obat 2. Hambatan dan solusi medikolegal yang dapat dibeli dalam upaya pengobatan mandiri atau swamedikasi swamedikasi maka pemerintah dalam perspektif penyembuhan harus meningkatkan sosialisasi atau penyakit adalah penyuluhan kepada masyarakat a. Belum optimalnya pengawasan dari tentang swamedikasi yang benar pemerintah, solusi yang dapat dan bertanggung jawab serta dilakukan dengan penyuluhan penyuluhan tentang golongan obat tentang aturan hukum pemberian yang dapat dibeli dalam upaya obat swamedikasi terhadap apotik. swamedikasi. b. Kurangnya kesadaran penjual obatd 92

8 di apotik yang tidak sesuai Pelaku swamedikasi agar lebih aktif ketentuan, solusi untuk mengatasi bertanya kepada apoteker atau tenaga nya adalah dengan memberikan kefarmasian lainnya supaya tepat penyuluhan kepada Pemilik Sarana mendapatkan obat, tepat dosisnya dengan Apotik (PSA) tidak hanya mengejar efek samping Profit Oriented tetapi memperhati kan Patient Oriented. DAFTAR PUSTAKA c. Kurangnya pengetahuan pelaku swamedikasi tentang golongan obat Ipang Djunarko dan Y.Dian Hendrawati, yang dapat dibeli dalam upaya 2011, Swamedikasi Yang Baik dan swamedikasi, solusinya adalah Benar, PT Citra Aji Parana, pemerintah harus meningkatkan Yogyakarta. sosialisasi atau penyuluhan kepada Septadina,I.S,2008, Penggunaan Analgesik masyarakat tentang swamedikasi Untuk Mengatasi Sakit Kepala Pada yang benar dan bertanggung jawab Masyarakat Perkotaan, Universitas serta penyuluhan tentang golongan Sriwijaya obat yang dapat dibeli dalam upaya Suryawati S, 1997, Menuju Swamedikasi swamedikasi Yang Rasional. Pusat Studi Farmakologi Klinik Dan Kebijakan Saran Obat, Universitas Gajah Mada : Yogyakarta. Pemerintah agar meningkatkan Yosef Wijoyo, 2011, Penggolongan Obat, pengawasan dan monitoring / pemeriksaan PT.Citra Aji Parana, Yogyakarta. kepada apotik / toko obat mengenai Peraturan Perundang-undangan penjualan obat kepada masyarakat Undang-undang Republik Indonesia khususnya di luar golongan obat bebas, Nomor 36 Tahun 2009 Tentang obat bebas terbatas dan obat wajib apotik Kesehatan (OWA) sehingga masyarakat mendapatkan Permenkes Nomor 919/Menkes/Per/X/ kepastian keamanan obat saat swamedikasi 1993 Tentang Kriteria Obat Yang dan melaksanakan penyuluhan kepada Dapat Diserahkan Tanpa Resep apoteker/penjual obat agar memberikan Kepmenkes Nomor 924/Menkes/Per/X/ informasi dan edukasi kepada pelaku 1993 Tentang Daftar Obat Wajib swamedikasi. Apotik Dinas Kesehatan harus melakukan Internet penyuluhan kepada masyarakat tentang aturan swamedikasi, bahaya swamedikasi dan swamedikasi yang tepat dan bertanggung jawab. 93

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pilihan Pengobatan Masalah kesehatan masyarakat termasuk penyakit ditentukan oleh 2 faktor utama, yaitu faktor perilaku seperti pergi ke apotek membeli obat dan non perilaku

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1.menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING

PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT SOSIALISASI MENGENAL OBAT AGAR TAK SALAH OBAT PADA IBU-IBU PENGAJIAN AISYIYAH PATUKAN AMBARKETAWANG GAMPING Oleh : Sri Tasminatun, M.Si., Apt NIK 173 036 PROGRAM STUDI PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional:

Tujuan Instruksional: Oleh: Isnaini Tujuan Instruksional: Setelah mengikuti perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu: 1. menjelaskan definisi obat sesuai SK. Menkes RI No.193/Kab/B.VII/71 dan memahami 5 macam pengertian obat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pharmaceutical care atau asuhan kefarmasian merupakan bentuk optimalisasi peran yang dilakukan oleh apoteker terhadap pasien dalam melakukan terapi pengobatan sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, manfaat, perlindungan dan diarahkan untuk dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat keberhasilan pembangunan suatu negara. Tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk mencapai derajat

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS)

OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) OTC (OVER THE COUNTER DRUGS) Obat adalah bahan atau panduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi, yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya perkembangan dan perubahan pola hidup pada manusia (lifestyle) dapat berdampak langsung salah satunya pada kesehatan, sehingga kesehatan menjadi salah satu hal

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT

PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT. Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT PENGELOLAAN OBAT DAN PENYULUHAN OBAT KEPADA MASYARAKAT Lecture EMI KUSUMAWATI., S.FARM., APT Meliputi aktifitas Profesi kesehatan yang terlibat Dokter Apoteker Perawat Asisten Apoteker Promotif, Preventif,

Lebih terperinci

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi

Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat. Tri Widyawati_Wakidi Kebijakan Obat Nasional, Daftar Obat Esensial Nasional, Perundangan Obat Tri Widyawati_Wakidi Blok FM_Oktober2009 KONAS Sebagai landasan, arah dan pedoman dalam pembangunan obat yang mencakup tujuan, landasan

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit (illness) berbeda dengan penyakit (disease). Sakit berkaitan dengan keluhan yang dirasakan seseorang dan bersifat subjektif, sedangkan penyakit berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. suksesnya sistem kesehatan adalah pelaksanaan pelayanan kefarmasian (Hermawati, kepada pasien yang membutuhkan (Menkes RI, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting di dalam kehidupan. Seseorang yang merasa sakit akan melakukan upaya demi memperoleh kesehatannya kembali. Pilihan untuk

Lebih terperinci

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa

Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa PENGGOLONGAN OBAT Penggolongan sederhana dapat diketahui dari definisi yang lengkap di atas yaitu obat untuk manusia dan obat untuk hewan. Selain itu ada beberapa penggolongan obat yang lain, dimana penggolongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berkembangnya penyakit mendorong masyarakat untuk mencari alternatif pengobatan yang efektif secara terapi tetapi juga efisien dalam hal biaya. Berkenaan dengan

Lebih terperinci

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN PADA PEMAKAIAN AMOXICILLIN TABLET 500 MG DI APOTEK NAZHAN FARMA BANJARMASIN

GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN PADA PEMAKAIAN AMOXICILLIN TABLET 500 MG DI APOTEK NAZHAN FARMA BANJARMASIN ABSTRAK GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN PADA PEMAKAIAN AMOXICILLIN TABLET 500 MG DI APOTEK NAZHAN FARMA BANJARMASIN Fahrurizanie 1 ;Amaliyah Wahyuni 2 ;Iwan Hidayat 3 Penggunaan amoxicillin tablet 500mg di Apotek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. dan tempat pelayanan kesehatan (DepKes RI, 2002). paling tepat dan murah (Triyanto & Sanusi, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat adalah sebuah benda kecil yang mampu menyembuhkan sekaligus dapat menjadi bumerang bagi penderitanya. Benda kecil yang awalnya dijauhi ini kemudian berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Definisi apotek menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 yaitu sebagai suatu tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian, penyaluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Faridlatul Hasanahdkk (2013), tentang profil penggalian informasi dan rekomendasi pelayanan swamedikasi oleh

Lebih terperinci

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009

ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 ANALISIS IKLAN OBAT BEBAS DAN OBAT BEBAS TERBATAS PADA ENAM MEDIA CETAK YANG BEREDAR DI KOTA SURAKARTA PERIODE BULAN FEBRUARI-APRIL 2009 SKRIPSI Oleh : ANGGA ALIT ANANTA YOGA K.100.040.182 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan serta didukung dengan kesadaran masyarakat yang semakin tinggi memunculkan tantangan dan harapan dalam

Lebih terperinci

MAKALAH FARMASI SOSIAL

MAKALAH FARMASI SOSIAL MAKALAH FARMASI SOSIAL KONDISI SOSIAL MASYARAKAT DENGAN ASUHAN KEFARMASIAN DAN KESEHATAN DISUSUN OLEH KELOMPOK 1 DIANSARI CITRA LINTONG ADE FAZLIANA MANTIKA JURUSAN FARMASI FAKULTASMATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN TERHADAP SWAMEDIKASI BATUK DI APOTEK PANASEA BANJARMASIN Ernita ¹; Eka Kumalasari, S.Farm., Apt ²; Maria Sofyan Teguh, S.Farm., Apt ³ Berkembangnya penyakit sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Apotek sebagai sarana pelayanan kesehatan dapat menyediakan obat bagi pasien melalui pelayanan resep. Resep merupakan perwujudan akhir kompetensi dokter dalam medical

Lebih terperinci

Farmaka Volume 15 Nomor 4 1

Farmaka Volume 15 Nomor 4 1 Volume 15 Nomor 4 1 UPAYA PENGAWASAN BBPOM DI BANDUNG DALAM KEJADIAN POTENSI PENYALAHGUNAAN OBAT Silvi Wulandari, Resmi Mustarichie Progam Studi Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di era globalisasi seperti sekarang ini, pola pikir masyarakat semakin berkembang sesuai dengan perkembangan dunia saat ini. Demikian juga dalam hal kesehatan, masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini masyarakat mulai menyadari pentingnya menjaga kesehatan, dimana kesehatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mendukung dan mempengaruhi pekerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode zaman penjajahan sampai perang kemerdekaaan tonggak sejarah. apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode (Anonim. 2008 b ). 1. Periode zaman penjajahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang Kemerdekaaan Tonggak sejarah. asisten apoteker semasa pemerintahan Hindia Belanda. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Profesi Kefarmasian Secara historis perubahan mendasar dalam profesi kefarmasian dapat dibagi dalam beberapa periode. 1. Periode Zaman Penjajahan sampai Perang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu hak asasi manusia dan kebutuhan hidup yang diwujudkan dan dilaksanakan dalam mencapai kesejahteraan kehidupan dalam masyarakat. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan

BAB VI PENUTUP. Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : kepada oknum Dokter maupun Apoteker yang memang tidak mengindahkan BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : 1. Metode atau cara masyakarat untuk mendapatkan obat yang mengandung hormon prostagladin yang disalahgunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

BAB I PENDAHULUAN. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah apoteker (PP 51, 2009 ; Permenkes RI, 2014). Apoteker sangat erat kaitannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan yang esensial dari setiap individu, keluarga, dan masyarakat. Kesehatan juga merupakan perwujudan dari tingkat kesejahteraan suatu masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi setiap manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitasnya sehari-hari.

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT

LEBIH DEKAT DENGAN OBAT BUKU PANDUAN LEBIH DEKAT DENGAN OBAT LAILATURRAHMI 0811012047 FAKULTAS FARMASI KKN-PPM UNAND 2011 Bab DAFTAR ISI Halaman I. Pengertian obat 2 II. Penggolongan obat 2 1. Obat bebas 2 2. Obat bebas terbatas

Lebih terperinci

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti

PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti 35 PEMILIHAN OBAT SECARA AMAN PADA KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN KESEHATAN MASYARAKAT Oleh : Astri Widiarti ABSTRAK Untuk meningkatkan kesehatan sosial masyarakat diperlukan adanya upaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengobatan Sendiri (Swamedikasi) Pengobatan sendiri adalah penggunaan obat oleh masyarakat dengan tujuan mengobati penyakit atau gejala sakit tanpa menggunakan

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya

PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI. Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya PERAN APOTEKER DALAM PELAYANAN SWAMEDIKASI Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Swamedikasi Pemilihan dan penggunaan obat-obatan oleh individu, termasuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan sendiri Pengobatan sendiri merupakan upaya masyarakat untuk menjaga kesehatan sendiri dan merupakan cara yang mudah, murah praktis untuk mengatasi gejala yang masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang penting dan menjadi hak semua orang. Kesehatan yang dimaksud tidak hanya sekedar sehat secara fisik atau jasmani, tetapi juga secara mental,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pokok yang harus selalu tersedia dan tidak tergantikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan salah satu unsur penting dalam pelayanan kesehatan. Diawali dari pencegahan, diagnosa, pengobatan dan pemulihan, obat menjadi salah satu komponen

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

ABSTRAK. Hairun Nisa 1 ;Erna Prihandiwati,S.F.,Apt 2 ;Riza Alfian,M.Sc.,Apt 3

ABSTRAK. Hairun Nisa 1 ;Erna Prihandiwati,S.F.,Apt 2 ;Riza Alfian,M.Sc.,Apt 3 ABSTRAK HUBUNGAN JENJANG PENDIDIKAN DAN LAMA KERJA DENGAN TINGKAT PENGETAHUAN TENAGA TEKNIS KEFARMASIAN TENTANG INJEKSI NEUROBION 5000 DI APOTEK WILAYAH BANJARMASIN UTARA Hairun Nisa 1 ;Erna Prihandiwati,S.F.,Apt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented)

BAB I PENDAHULUAN. yang semula hanya berfokus kepada pengelolaan obat (drug oriented) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kunci pokok suksesnya sistem kesehatan. Pelayanan kefarmasian telah mengalami perubahan yang semula hanya berfokus kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA

INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA INTISARI GAMBARAN TEMPAT PENYIMPANAN DAN KELENGKAPAN ADMINISTRATIF RESEP NARKOTIKA DI APOTEK KECAMATAN BANJARMASIN UTARA Lita Hendriani 1 ; Riza Alfian, S.Farm., M.Sc., Apt 2 ; Ratih Pratiwi Sari, S.Farm.,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang. benda asing eksternal seperti debu dan benda asing internal seperti dahak. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batuk adalah refleks pertahanan tubuh ketika saluran nafas sedang dimasuki oleh benda asing yang mengiritasi atau bersentuhan dengan dinding saluran nafas. Refleks tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumber daya manusia yang baik dan berkualitas diperoleh dari tubuh yang sehat. Kesehatan sendiri merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah pengobatan sendiri, meskipun belum terlalu populer, namun praktiknya telah berkembang secara luas dan menjadi tren di masyarakat. Pengobatan sendiri menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Dengan hidup sehat, setiap orang dapat lebih produktif secara sosial dan ekonomis.

Lebih terperinci

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek

2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek 2. Bagi Apotek Kabupaten Cilacap Dapat dijadikan sebagai bahan masukan sehingga meningkatkan kualitas dalam melakukan pelayanan kefarmasian di Apotek Cilacap. 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Focus Group Discusion

Lebih terperinci

FARMASI FORENSIK TINGKAT KEHADIRAN APOTEKER SERTA PEMBELIAN OBAT KERAS TANPA RESEP DI APOTEK

FARMASI FORENSIK TINGKAT KEHADIRAN APOTEKER SERTA PEMBELIAN OBAT KERAS TANPA RESEP DI APOTEK FARMASI FORENSIK TINGKAT KEHADIRAN APOTEKER SERTA PEMBELIAN OBAT KERAS TANPA RESEP DI APOTEK OLEH : RAI GUNAWAN 0708505029 I PUTU SUARDITA PUTRA 0708505033 I MADE DWI MULYA PURBANDIKA 0708505035 MADE CHANDRA

Lebih terperinci

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI

ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI ANALISIS KEPUASAN KONSUMEN TERHADAP PELAYANAN OBAT DI APOTEK KELURAHAN WONOKARTO KABUPATEN WONOGIRI SKRIPSI Oleh : WAHYU TRI WULANDARI K100040040 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

INTISARI GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI PUSKESMAS BUNTOK

INTISARI GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI PUSKESMAS BUNTOK INTISARI GAMBARAN PEMBERIAN INFORMASI OBAT DI PUSKESMAS BUNTOK Sidiq Arifatulah 1 ; Erna Prihandiwati 1 ; Lisa Nuryanti 2 Pemberian informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan pemberian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan menentukan mutu kehidupan dalam pembangunan nasional. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal yang paling penting dan utama dalam kehidupan. Dengan menjaga kesehatan, manusia dapat memenuhi pekerjaan atau aktivitas sehari-hari dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam struktur kesehatan, apotek termasuk salah satu pilar penunjang yang sering menjadi korban ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan apotek yang menganggap

Lebih terperinci

DRA. HELNI, APT, M.KES

DRA. HELNI, APT, M.KES DRA. HELNI, APT, M.KES 1.Obat Bebas 2.Obat bebas terbatas 3. Obat Keras 4. Obat narkotika Obat bebas adalah obat yang dijual bebas tanpa resep dokter. Obat bebas ditandai dengan lingkaran hitam warna hijau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang salah satunya adalah kesehatan. Pengertian dari kesehatan tidak hanya sebatas sehat secara jasmani dan rohani, namun sehat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum yang harus diwujudkan sesuai cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27

Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol : 20-27 20 Jurnal Kefarmasian Indonesia. Vol 2.1.2012 : 20-27 Kajian Peraturan...(Sudibyo Supardi, e t.al) sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi secara elektronik ataupun non elektronik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis

Lebih terperinci

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS

Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 3/24/2015 Farmasi UNS Heru Sasongko, M.Sc.,Apt. 1 Ilmu Etika Praktik Kefarmasian Hukum 2 PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI (MANAGERIAL) PELAYANAN FARMASI KLINIK PROMOSI DAN EDUKASI 3 Resep datang Skrining resep Resep diberi harga

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015

Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015 Prosiding Farmasi ISSN: 2460-6472 Survey Pola Konsumsi Obat untuk Swamedikasi Selama Triwulan Akhir 2015 Consumption Pattern Medicine Survey on Swamedikasi for The Last Triwulan ( Three Months) in 2015

Lebih terperinci

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa

Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Gerakan Nasional Peduli Obat dan Pangan Aman (GNPOPA) Edukasi terkait OBAT pada Remaja dan Dewasa Samakah minum obat 3x1 dengan 1x3? Kadang masih ada pertanyaan dari masyarakat baik remaja maupun orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA KAJIAN PERESEPAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1197/MENKES/SK/X/2004 PADA RESEP PASIEN RAWAT JALAN DI INSTALASI FARMASI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan setiap manusia dan menjadi suatu hal yang penting untuk dapat menjalankan segala bentuk aktifitas sehari-hari dengan baik. Menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.1 Hasil Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Daenaa Kecamatan Limboto Barat selama ± 2 minggu dari tanggal 12-25 Juni tahun 2013. Dengan jumlah sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakikatnya kesehatan adalah hak dasar yang senantiasa dimiliki oleh setiap manusia, tak terkecuali seluruh rakyat Indonesia. Menurut Undang - Undang Republik

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA UMUM Pembangunan kesehatan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, Kemauan,

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obat merupakan zat yang dikonsumsi tubuh untuk mengurangi rasa sakit maupun menghilangkan suatu penyakit. Obat dapat berguna untuk menyembuhkan jenis-jenis penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kefarmasian serta makin tingginya kesadaran masyarakat dalam meningkatkan kesehatan, maka dituntut

Lebih terperinci