MAPPI Insight Masyarakat Profesi Penilai Indonesia

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAPPI Insight Masyarakat Profesi Penilai Indonesia"

Transkripsi

1 2017 MAPPI Insight Masyarakat Profesi Penilai Indonesia Volume 1 No. 1 IMPLEMENTASI PENILAIAN GANTI KERUGIAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Agus nus Tamba STRATEGI PENILAIAN SEMI-MASAL DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Ni Luh As Widyahari PENGARUH NILAI WAJAR ASET BIOLOGIS DALAM PEMBENTUKAN RASIO PENILAIAN Hamid Yusuf PENGARUH INTELECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI INTRINSIK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA Handy Octavianus MODEL NILAI PASAR APARTEMEN DAN KESEDIAAN MEMBAYAR VIEW APARTEMEN DI SURABAYA Anastasia Monica Irooth, Njo Anastasia Web h p://mappi.or.id VOL 1 No. 1, Maret 2017, Jakarta

2 2017 MAPPI Insight Masyarakat Profesi Penilai Indonesia Volume 1 No. 1 IMPLEMENTASI PENILAIAN GANTI KERUGIAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Agustinus Tamba STRATEGI PENILAIAN SEMI-MASAL DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Ni Luh Asti Widyahari PENGARUH NILAI WAJAR ASET BIOLOGIS DALAM PEMBENTUKAN RASIO PENILAIAN Hamid Yusuf PENGARUH INTELECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI INTRINSIK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA Handy Octavianus MODEL NILAI PASAR APARTEMEN DAN KESEDIAAN MEMBAYAR VIEW APARTEMEN DI SURABAYA Anastasia Monica Irooth, Njo Anastasia Web VOL 1 No. 1, Maret 2017, Jakarta

3 Volume 1 Nomor 1, Maret 2017 DEWAN REDAKSI (Periode Januari s/d Desember 2017) Penerbit Masyarakat Profesi Penilai Indonesia Pelindung Ketua Masyarakat Profesi Penilai Indonesia Penanggung Jawab Ketua Bidang Riset dan Pengembangan MAPPI Pengarah Ir. Hamid Yusuf, MAPPI (Cert.) Ir. M.A. Muttaqin, MSc, MAPPI (Cert.) Ir. Budi Prasodjo, MEcDev, MAPPI (Cert.) Ir. Rizki Novarino, MT, MAPPI (Cert.) Ketua Redaksi Alberth, ST, MAPPI (Cert.) Redaktur Ir. Rudi M. Safrudin, MAPPI (Cert.) Ir. Joyce Heryanto, MSc, MAPPI (Cert.) M. Adlan, MEcDev, MAPPI (Cert.) Martono Ponijan, ST, MAPPI (Cert.) Editor Alberth, ST, MAPPI (Cert.) Bendahara Bendahara DPN MAPPI Sekretariat Redaksi Jurnal Penilai/MAPPI Insight Masyarakat Asosiasi Profesi Penilai Indonesia Office 18 Lt. 3 Suite F Jalan TB Simatupang Kav. 18 Jakarta Selatan insight@mappi.or.id Telp: (021) / Fax: (021) Website:

4 Volume 1 Nomor 1, Maret 2017 KATA PENGANTAR Marilah bersama-sama kita panjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya MAPPI Insight Edisi Perdana ini. Semoga terbitan ini dapat menjadi awal yang baik untuk lebih membudayakan lagi saling berbagi pengetahuan secara tertulis tentang penilaian di Indonesia. Kami persembahkan terbitan ini sebagai sumbangsih untuk kemajuan profesi dan ilmu penilaian di Indonesia. MAPPI Insight adalah nama yang dipilih untuk Jurnal Penilai terbitan awal, yang direncanakan akan terbit setiap tiga bulan sekali. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada para penulis yang telah rela untuk menyisihkan waktu dan tenaga untuk mengisi edisi perdana ini. Walaupun waktu yang disediakan sangat singkat, namun yang artikel yang dikirimkan sangat padat berisi, sehingga langsung menetapkan standar yang tinggi untuk terbitan ini. Kami yakin artikel tersebut akan sangat bermanfaat bagi pembaca dan profesi penilai di Indonesia. Dengan ini juga kami ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk mengirimkan artikel, sanggahan, kritik, saran, masukan, dan pertanyaan umum melalui di insight@mappi.or.id. Beberapa pertanyaan pilihan akan diterbitkan dalam kolom Surat Penilai pada edisi berikutnya. Bagi para penulis, artikel untuk edisi ke-2 harap dikirimkan selambat-lambatnya sebelum tanggal 30 Juni Akhir kata, selamat membaca, dan majulah terus Penilai Indonesia! Salam Ketua Dewan Redaksi

5 Volume 1 Nomor 1, Maret 2017 DAFTAR ISI VOLUME 1 NOMOR 1 TAHUN 2017 IMPLEMENTASI PENILAIAN GANTI KERUGIAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Agustinus Tamba STRATEGI PENILAIAN SEMI-MASAL DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Ni Luh Asti Widyahari PENGARUH NILAI WAJAR ASET BIOLOGIS DALAM PEMBENTUKAN RASIO PENILAIAN Hamid Yusuf PENGARUH INTELECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI INTRINSIK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA Handy Octavianus MODEL NILAI PASAR APARTEMEN DAN KESEDIAAN MEMBAYAR VIEW APARTEMEN DI SURABAYA Anastasia Monica Irooth, Njo Anastasia

6 PEDOMAN PENULISAN ARTIKEL/MAKALAH MAPPI INSIGHT/JURNAL PENILAI 1. Redaksi menerima tulisan/naskah karya ilmiah bidang penilaian dari kalangan profesi penilai, dosen, dan kalangan umum. 2. MAPPI Insight/Jurnal Penilai dapat menerima naskah-naskah karya ilmiah yang berupa: Hasil penelitian asli Catatan pendidikan Kajian pustaka yang mempunyai kontribusi yang baru bagi ilmu pengetahuan Komentar/kritik tentang naskah yang pernah dimuat oleh MAPPI Insight/Jurnal Penilai 3. Naskah yang dikirim ke Redaksi MAPPI Insight/Jurnal Penilai akan di-review terlebih dahulu oleh Dewan Redaksi atau pakar-pakar di bidangnya. Keputusan diterima atau tidak diterimanya suatu artikel merupakan hak dari Dewan Redaksi berdasarkan saran-saran dari reviewer. 4. Proses review akan dilaksanakan oleh Dewan Redaksi sehingga untuk kelancaran transfer file sebaiknya lewat agar lebih cepat prosesnya dan korespondensi akan ditujukan kepada alamat penulis pertama atau Corresponding Author (setiap makalah harus ditandai siapa yang menjadi Penulis penanggungjawabnya). Penulis harus segera memperbaiki artikel sesuai petunjuk Reviewer dan petunjuk penulisan Jurnal dan dikirimkan kembali segera. 5. Makalah yang ditulis harus sesuai dengan format yang ditentukan (mengikuti standard Transaction Journal IEEE) dan harus mengandung komponen-komponen berikut (sesuai urutan): Judul, Nama Penulis, Kata Kunci, Abstrak (dalam Bahasa Inggris yang baik dan benar) Pendahuluan Bahan dan Metodologi Penelitian Hasil dan Pembahasan Kesimpulan Ucapan Terima Kasih (jika ada) Biografi Singkat Penulis di akhir bagian 6. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggris. Naskah berisi maksimum 10 halaman A4 termasuk gambar dan tabel. 7. Artikel harus ditulis pada kertas ukuran HV ukuran A4 (210 x 297 mm) dan dengan format margin kiri 25 mm, margin kanan 25 mm, margin bawah 30 mm, dan margin atas 20 mm, serta harus diketik dengan jenis huruf Times New Roman dengan font 10 (kecuali judul), satu spasi dan dalam format dua kolom (kecuali judul, nama penulis) yang terpisah sejauh 10 mm. 8. Judul tulisan dibuat sesingkat mungkin dan jelas, menunjukkan dengan tepat masalah yang hendak dikemukakan, tidak memberi peluang penafsiran yang beraneka ragam. 9. Nama Penulis ditulis di bawah Judul Artikel tanpa disertai gelar akademik. Apabila Penulis lebih dari satu orang, maka nama-nama ditulis pada satu baris dipisahkan oleh koma. Nama instansi ditulis di catatan kaki halaman pertama makalah. 10. Abstrak (dalam Bahasa Inggris yang baik dan benar) harus memuat inti permasalahan yang dikemukakan, metode pemecahannya, dan hasil-hasil yang diperoleh serta kesimpulan, dan tidak lebih dari 200 kata. 11. Kata-kata atau istilah asing yang digunakan harus ditulis dengan menggunakan huruf miring (italic). Paragraf baru dimulai pada ketikan ke enam dari batas kiri, sedangkan antar paragraph tidak diberi antara. Semua bilangan ditulis dengan angka, kecuali pada awal kalimat. Tabel dan gambar harus diberi keterangan yang jelas.

7 IMPLEMENTASI PENILAIAN GANTI KERUGIAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM Agustinus Tamba Proses Pembangunan di Nusantara ini bergeliat cukup kencang bagai meteor mengejar ketertinggalan dengan negara-negara lain yang sudah maju terutama di kawasan ASEAN, tentunya dengan era pemerintahan sekarang terjadi percepatan pembangunan di semua lini atau sektor. Peran profesi keuangan dalam hal ini penilai sebagai salah satu profesi yang dibutuhkan di dalam proses pembangunan tersebut sudah dimuliakan dengan mewajibkan peran serta Penilai Publik di dalam pengadaan lahan untuk pembangunan infrastruktur dan pembangunan fisik lainnya untuk kepentingan umum. Hal ini menjadikan profesi Penilai keberadaannya menjadi suatu keharusan di dalam pelaksanaan pembangunan tersebut. I. LANDASAN PERATURAN PERUNDANGAN Peraturan perundangan yang terkini adalah Undang-undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan pada tanggal 14 Januari 2012 berikut Penjelasannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Peraturan turunan sebagai aturan pelaksanaan Undang-undang tersebut yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 2012 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dimana di dalam Ketentuan Peralihannya pasal 123 ayat (1) disebutkan bahwa pada saat Perpres ini mulai berlaku, proses pengadaan tanah yang sedang dilaksanakan sebelum berlakunya Perpres ini diselesaikan berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya Perpres ini, dan diselesaikan paling lama sampai dengan 31 Desember 2014, ayat (3). Yang dimaksud dengan Perpres sebelumnya adalah Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang 1 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017 Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagaimana telah diubah dengan Perpres nomor 65 Tahun 2006 serta peraturan pelaksanaannya, yaitu Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum sebagimana telah diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum. Ada proses peralihan selama tiga tahun dari Perpres Lama ke Penerapan Perpres Baru sesuai UU Nomor 2 Tahun 2012, hal ini merupakan peralihan yang cukup lama dari penerapan suatu UU, tetapi peralihan yang cukup panjang ini menunjukkan bahwa peraturan lama tentang pengadaan tanah bagi kepentingan umum tidak memiliki batas waktu (limit time) berapa lama proses pengadaan tersebut dilaksanakan, contoh pembangunan Waduk Jatigede untuk Pengairan dan Ketenagalistrikan sebagai kepentingan umum dicanangkan dan dimulai pada era Presiden Sukarno tetapi baru bisa diairi, jadi waduk setelah masa Presiden Joko Widodo pada bulan Agustus 2015, sekitar 40 tahun. Di dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 ini dengan peraturan turunannya yaitu Perpres Nomor 71 Tahun 2012 dengan semua keempat Perpres perubahan atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 dan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2012, telah ditentukan berapa lama waktu yang dibutuhkan di dalam proses Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, apakah di setiap Tahapan Pengadaan Tanah (Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan dan Penyerahan Hak) selalu ada keberatan dari masyarakat/pemilik tanah yaitu paling lama dua tahun atau tanpa ada keberatan dari masyarakat/pemilik tanah mulai dari Persiapan

8 sampai dengan Penyerahan Hasil sekitar tiga ratus hari atau paling lama setahun. Hal ini menjadikan proses Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan umum memiliki kepastian hukum, baik bagi masyarakat/pemilik tanah maupun Instansi Pemerintah yang melaksanakannya. Dan dalam tempo 3 tahun setelah Perpres Nomor 71 Tahun 2012 ditetapkan, telah terjadi perubahan sebanyak empat kali, Perubahan tersebut adalah Pertama; Perpres RI Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan pada tanggal 24 April 2014 ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kedua; Perpres RI Nomor 99 Tahun 2014 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan tanggal 15 September 2014 ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Ketiga; Perpres RI Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Perubahan Ketiga Atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan tanggal 17 Maret 2015 ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. Keempat; Perpres RI Nomor 148 Tahun 2015 Tentang Perubahan Keempat Atas Perpres Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum yang ditetapkan tanggal 28 Desember 2015 ditandatangani Presiden Joko Widodo. Secara hirarki diterbitkan juga beberapa peraturan setingkat Kementerian dan Lembaga untuk lebih dapat menerapkan UU dan Perpres tersebut yaitu Peraturan Kepala Badan Pertanahan RI Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah ditetapkan tanggal 30 Oktober 2012 ditandatangani oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Hendarman Supandji, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Agraria Dan Tataruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2015 ditetapkan tanggal 28 April 2015 ditandatangani Menteri Agraria dan Tataruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan. Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 72 Tahun 2012 Tentang Biaya Operasional Dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ditetapkan 7 November 2012 ditandatangani Menteri Dalam Negeri RI Gamawan Fauzi. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 13/PMK.02/2013 Tentang Biaya Operasional Dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara ditetapkan 4 Januari 2013 ditandatangani Menteri Keuangan RI Agus D.W. Martowardojo. Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) bersama Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI juga menerbitkan Standar Penilaian Indonesia 306 (SPI 306) Tentang Penilaian Terhadap Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum merupakan Standar Teknis didalam Kode Etik Penilai Indonesia & Standar Penilaian Indonesia (KEPI & SPI) 2013 ditetapkan 25 April 2013 dan sudah dilakukan perubahan dan penambahan standar baru yaitu KEPI & SPI Edisi VI 2015 ditetapkan 1 Juli 2015 ditandatangani Komite Penyusun Standar Penilaian Indoneia (KPSPI) Rengganis Kartomo bersama Ketua Umum MAPPI Hamid Yusuf, dan Mengetahui Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan RI Langgeng Subur. Banyaknya Perpres, peraturan setingkat Kementerian dan Lembaga, bahkan Standar Penilaian Indonesia oleh MAPPI dan PPPK tersebut adalah merupakan aturan pelaksanaan UU No. 2 tahun 2012 yang tentunya agar dapat mengakomodasi kebutuhan pembangunan yang adil dan layak, dan tentunya agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan Good Corporate Governance serta tepat sasaran atau berdaya guna dan berhasil guna. Peraturan perundangan yang perlu juga diketahui dalam rangka melakukan penilaian pengadaan tanah untuk kepentingan umum yaitu apabila tanah yang dibutuhkan instansi pemerintah berupa Tanah Kas Desa, Tanah Wakaf, Tanah Kehutanan, dan lain-lain. Peraturan perundangan tersebut antara lain adalah UU RI Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, Peraturan Pemerintah RI Nomor 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, dan lain-lain. II. NILAI PENGGANTIAN WAJAR Pemahaman Nilai Penggantian Wajar (NPW) adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas properti dimaksud. NPW diartikan sama dengan Nilai Ganti Kerugian sebagaimana dimaksud dalam UU No. 2 tahun MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

9 NPW merupakan hasil penggabungan/ penjumlahan Nilai Pasar dari fisik objek yang diganti rugi seperti tanah, bangunan, tanaman, ruang atas tanah dan bawah tanah, dan benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan sarana pelengkap bangunan yang merupakan Kerugian Fisik, ditambah Kerugian Non Fisik yaitu dapat berupa penggantian terhadap kerugian pelepasan hak dari pemilik seperti kehilangan pekerjaan atau pendapatan, kerugian emosional (solatium), biaya transaksi, kompensasi masa tunggu, kerugian sisa tanah dan kerusakan fisik lainnya. NPW paling tidak sama dengan Nilai Pasar bila tidak ada kerugian non fisik, NPW merupakan ganti kerugian yang adil dan layak bagi pemilik dan instansi pemerintah yang membutuhkan tanah. Terjadi perdebatan di kalangan Penilai dalam melakukan penilaian pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum untuk skala kecil, dimana disebutkan dalam Perpres No.148 tahun 2015 bahwa Pengadaan Tanah skala kecil di bawah 5 hektar dapat diselenggarakan tanpa mengikuti tahapan Pengadaan Tanah atau dapat diadakan secara langsung, namun tetap menggunakan Penilai dalam menentukan besaran Nilai Ganti Ruginya. Ada pendapat Penilai yang mengatakan bahwa Pengadaan Tanah skala kecil secara langsung oleh instansi pemerintah, menggunakan Dasar Nilai yaitu Nilai Pasar karena instansi pemerintah yang membutuhkan tanah dapat mencarinya di pasar secara langsung, dan ada juga pendapat Penilai bahwa Dasar Nilai yaitu Nilai Penggantian Wajar, dengan alasan bahwa tujuan pengadaan tanahnya walaupun skala kecil dipergunakan bagi pembangunan untuk kepentingan umum dan sesuai dengan amanat UU No. 2 tahun 2012 pasal 10 yaitu ada delapan belas item, dan walaupun skala kecil bukan berarti tanah yang dibutuhkan di lokasi tertentu hendak dijual, contoh untuk pelebaran jalan dimana lokasi tanah yang dibutuhkan tidak bisa didapatkan di lokasi lain selain di lokasi jalan yang dilebarkan tersebut walaupun luasnya tidak sampai lima hektar. Tetapi bila instansi pemerintah yang membutuhkan tanah menyebutkan dalam Lingkup Penugasan Penilai bahwa Dasar Nilai yang digunakan adalah Nilai Pasar tentunya dasar nilai yang digunakan adalah sesuai dengan Lingkup Penugasan tersebut. Namun saat ini instansi pemerintah yang membutuhkan tanah belum semua memahami Dasar Nilai yang digunakan, oleh karena itu Penilai yang ditunjuk dan ditetapkan oleh instansi pemerintah harus memiliki Kompetensi di dalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum dan dapat menjelaskan dengan baik tentang Dasar Nilai dan Proses Penilaian kepada Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan Penilaian tentang Dasar Nilai yang akan digunakan dalam Laporan Penilaian untuk tujuan pembangunan. Agar di kemudian hari tidak terjadi permasalahan hukum yang melibatkan Penilai sebagai Profesi yang menentukan besaran ganti rugi yang dibayarkan kepada pemilik tanah sesuai amanat UU. Penilaian Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum memiliki konsekwensi hukum yang tidak dapat dihindarkan oleh Penilai di kemudian hari bila terjadi masalah yang berkaitan dengan hukum seperti besaran opini Nilai yang dilaporkan dan Proses Penilaian, oleh karena itu dalam melakukan Penilaian Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum Penilai harus memahami dengan baik standar penilaian yang berkaitan mengaturnya dan juga harus memahami peraturan perundangan yang berkaitan tentang pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. 3 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

10 Proses Penilaian menjadi pusat pertanyaan dari aparat hukum bila hasil Penilaian yang dilakukan menjadi permasalahan hukum, mulai dari proses pengadaan bagaimana Penilai mendapat penugasan dari instansi pemerintah yang membutuhkan tanah, prosedur penilaian, dasar nilai dan standar penilaian yang digunakan, dan kesimpulan nilai yang dihasilkan, bahkan biaya jasa penilaian yang diterima oleh Penilai juga menjadi pertanyaan. Terkadang pemberi tugas meminta agar hasil penilaian disesuaikan dengan anggaran yang tersedia, dimana anggaran tersebut bisa jadi lebih rendah atau tinggi dari NPW sebenarnya, kehati-hatian dan objektivitas dari Penilai harus diutamakan, jangan sampai dalam melakukan penilaian terjadi pelanggaran Kode Etik, SPI dan pelanggaran peraturan perundangan yang berlaku. Dokumentasi proses Penilaian yang dilakukan menjadi sangat penting disimpan dengan baik, bentuk hardcopy maupun softcopy, karena bila hasil penilaian dipermasalahkan dan masuk wilayah hukum, menjadi penting semua catatan, kertas kerja, data-data pembanding, analisa penilaian sangat dibutuhkan dan bisa jadi masalah itu muncul setelah setahun ataupun beberapa tahun kemudian. III. IMPLEMENTASI Penilaian tentunya dimulai dari penentuan Lingkup Penugasan, tahapan Investigasi, aplikasi pendekatan penilaian dan proses dokumentasi untuk mendukung hasil penilaian/penugasan yang kredibel. Implementasi adalah bagian dari tugas penilaian, merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian. Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan dan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Investigasi dalam konteks penilaian adalah proses pengumpulan data yang cukup dengan cara melakukan inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis sesuai tujuan penilaian. Inspeksi adalah kunjungan yang dilakukan terhadap suatu aset (objek penilaian) untuk memeriksa dan memperoleh informasi yang relevan dalam rangka pemberian opini nilai yang kredibel. Merupakan kelemahan yang kurang disadari oleh Penilai pada saat melakukan Inspeksi ke lokasi objek penilaian dan lokasi data pembanding sering terjadi kesalahan pengambilan data pembanding dan pengamatan terhadap objek penilaian yang tidak sejenis atau kurang sebanding atau tidak apple to apple sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan analisa penyesuaian data pembanding terhadap objek penilaian yang mengakibatkan terjadinya kekurangakuratan atau bahkan dapat terjadi kesalahan dalam membuat kesimpulan nilai. Penilai sangat perlu melakukan klarifikasi atau review terhadap objek penilaian dan data pembanding yang digunakan oleh staff atau asisten penilai, bila penilai tidak ikut serta melakukan inspeksi. Dewasa ini para aparat penegak hukum atau masyarakat pemilik tanah membaca peraturan perundangan dan standar penilaian yang digunakan dalam melaksanakan penugasan penilaian (das sollen) dan yang dilaporkan di dalam laporan penilaian yang telah dilakukan (das sein) tidak sesuai atau malah bertentangan, tentunya hal ini akan mengakibatkan permasalahan hukum tersendiri bagi Penilai di kemudian hari, apakah kesimpulan nilai dalam laporan penilaian rendah atau tinggi sesuai pemahaman pemilik tanah/masyarakat dan aparat hukum. Harapan atau ekspektasi masyarakat pemilik tanah yang akan diganti rugi juga memengaruhi data di lokasi rencana pembangunan yang telah mengalami fluktuasi harga sehingga sulit bagi Penilai untuk mendapatkan data yang wajar, artinya data yang terjadi atau sedang ditawarkan telah terkontaminasi atau terpengaruh oleh rencana pembangunan, kondisi seperti ini tentunya Penilai dapat menggunakan data di lokasi lain yang memiliki karakteristik yang sama/sejenis dengan objek penilaian sebagai data kontrol untuk mendapatkan kesimpulan yang wajar. Adalah tugas Penilai menerapkan keahliannya untuk merefleksikan pertimbangan pasar yang relevan dalam setiap waktu melalui analisis dari bukti pasar yang sebanding. Hal ini merupakan faktor fundamental dalam penentuan indikasi Nilai Pasar tanah untuk kepentingan ganti kerugian. Apabila terdapat informasi yang diperoleh dari pihak ketiga, Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi tersebut dapat dipercaya atau dapat diandalkan tanpa memengaruhi kredibilitas hasil penilaian. Penilai seharusnya melakukan review, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka informasi tersebut tidak digunakan (SPI ). Seharusnya Penilai jangan memaksakan menggunakan data yang tidak handal untuk mengurangi risiko kesalahan dalam melakukan analisa penilaian, lebih baik kembali ke lokasi objek penilaian melakukan investigasi yang lebih akurat dari pada terjadi kesalahan dalam melakukan penilaian. IV. KESIMPULAN Tujuan penilaian untuk ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Dasar Nilai adalah Nilai Penggantian Wajar, dalam pelaksanaan proses penilaian Ganti Kerugian, Penilai wajib mengacu kepada peraturan perundang-undangan terkait dari tingkat pusat sampai tingkat daerah. 4 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

11 Ganti Kerugian tidak akan lebih rendah dari Nilai Pasar Tanah, walaupun terjadi penurunan atau kenaikan nilai tanah dikarenakan adanya pengumuman penetapan lokasi pengadaan tanah. Besaran dari NPW apabila sesuai, diterapkan terkait dengan sejumlah uang diatas Nilai Pasar yang merefleksikan manfaat tertentu bagi pemilik tanah. Dalam setiap proses penilaian Ganti Kerugian yang terkait dengan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, Penilai wajib menggunakan SPI 306. Penilai harus memiliki Kompetensi di dalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pengadaan tanah bagi kepentingan umum sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam Kode Etik Penilaian Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia. V. SARAN Penilai yang memiliki Lisensi Pertanahan dari Lembaga Pertanahan perlu melakukan konsolidasi sesama Penilai Pertanahan untuk melakukan koordinasi dalam perkembangan peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengadaan tanah agar selalu ter-update dan mengantisipasi permasalahan hukum yang mungkin terjadi di kemudian hari dalam melakukan pekerjaan penilaian yang berkaitan dengan ganti kerugian. Hal ini dapat memanfaatkan Kompartemen Penilai Pertanahan yang telah ada di dalam struktur organisasi MAPPI, atau apakah perlu membuat suatu forum penilai pertanahan nasional seperti forum yang telah ada di MAPPI, tentunya hal ini perlu kajian agar tidak terjadi tumpang tindih dari tugas bagan organisasi yang telah ada. Dinamika ini harus diantisipasi dengan arif dan bijak oleh para pemangku kepentingan, karena sudah seharusnya ada lembaga internal MAPPI yang menjadi jembatan antara Penilai Pertanahan dan Kementerian Agraria dan Tataruang/Badan Pertanahan Nasional yang juga membuat regulasi atau aturan yang berkaitan dengan Penilai dan Penilaian, ini merupakan suatu keniscayaan. Salam Penilai. DAFTAR PUSTAKA KPSPI - MAPPI Kode Etik Penilai Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia Edisi VI Tahun Jakarta: MAPPI. KPSPI - MAPPI Petunjuk Teknis SPI 306. Jakarta: MAPPI. Peraturan Presiden No. 71 Tahun Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 40 Tahun Perubahan Pertama atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 99 Tahun Perubahan Kedua atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 30 Tahun Perubahan Ketiga atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 148 Tahun Perubahan Keempat atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-Undang No. 2 Tahun Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. 5 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

12 STRATEGI PENILAIAN SEMI-MASAL DALAM RANGKA PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Ni Luh Asti Widyahari Pemerintah Indonesia tengah fokus mempercepat pembangunan infrastruktur untuk memperkuat pondasi pembangunan yang berkelanjutan. Tujuannya ialah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pembangunan infrastruktur tersebut membutuhkan ketersediaan lahan dan tidak jarang memerlukan pengadaan tanah. Pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, yakni Undang- Undang No. 2 Tahun 2012 dan peraturan turunannya. Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, menyatakan bahwa penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa Penilai atau Penilai Publik (Pasal 63, ayat 1). Pelaksanaan tugas Penilai dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya Penilai oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah (Perpres No. 71 Tahun 2012, Pasal 63, ayat 5). Namun, seringkali kasus pengadaan tanah membutuhkan area yang sangat luas dengan ribuan pemilik aset sehingga mustahil untuk dikerjakan dalam waktu 30 hari kerja. Untuk itu, diperlukan suatu strategi pelaksanaan penilaian nilai ganti kerugian untuk turut mempercepat pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum di Indonesia. Tujuan penulisan ini adalah untuk menghasilkan strategi penilaian semi-masal yang dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, juga turut mempercepat pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia namun tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta Standar Penilaian Indonesia (SPI). Sasarannya ialah mempercepat tahapan verifikasi data dan tahapan analisis dengan menggunakan metode terkomputerisasi. Strategi pada tahapan verifikasi data adalah dengan penggunaan surveyor. Tentu saja, sebelum surveyor turun ke lapangan, penilai terlebih dahulu melakukan pra-survei untuk mendapatkan database yang digunakan untuk keperluan analisis data dengan metode komputersiasi. Penilaian dengan komputerisasi penting dilakukan untuk menghindari kesalahan perhitungan manual. Sehingga data yang diinput dapat langsung menghasilkan nilai ganti kerugian sebagai output. Strategi penilaian semi-masal yang terkomputerisasi ini dapat dilakukan oleh semua penilai. Teknik dan metode yang digunakan dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya, serta turut mempercepat pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia. Kata Kunci: Penilaian, Pengadaan Tanah, Metode Terkomputerisasi, Kepentingan Umum I. PENDAHULUAN Di tahun 2016, Pemerintah Indonesia tengah fokus untuk mempercepat pembangunan infrastruktur untuk memperkuat pondasi pembangunan yang berkualitas (APBN, 2016). Sasarannya ialah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi nasional sendiri penting untuk 6 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

13 meningkatkan kesejahteraan masyarakat, meningkatkan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas, dan memperbaiki distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi nasional juga penting untuk mempersiapkan perekonomian negara menjalani tahapan kemajuan selanjutnya. Hal ini dikarenakan, sebuah perekonomian yang mampu terus-menerus tumbuh dalam jangka panjang umumnya telah mampu untuk menjadi modern. Untuk menunjang pertumbuhan ekonomi jangka panjang, yang dibutuhkan bukan hanya tenaga kerja, bahan baku, teknologi, ataupun lembaga sosial. Namun, dibutukan pula adanya infrastruktur yang memadai. Di tahun 2016, anggaran infrastruktur nasional adalah Rp 106 triliun. Bahkan di tahun 2015, anggaran infrastruktur nasional mencapai Rp 290 triliun. Anggaran ini merupakan anggaran terbesar dalam 6 (enam) tahun terakhir dan merupakan yang terbesar dalam sejarah.1) Untuk dapat melaksanakan pembangunan infrastruktur guna mempercepat pertumbuhan nasional, Pemerintah Indonesia telah melakukan perbaikan pada peraturan dan perundang-undangan terkait pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur untuk kepentingan umum. Peraturan dan perundangundangan yang diterbitkan ialah Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan undang-undang terdahulu, yakni (1) adanya kejelasan jangka waktu pelaksanaan pengadaan tanah; (2) adanya kejelasan pihak-pihak yang bertanggungjawab untuk setiap tahapan pengadaan tanah; dan (3) adanya kejelasan hasil (output) untuk setiap tahap pengadaan tanah. Undang-undang ini pun memiliki turunan peraturanperaturan terkait. Kepentingan Umum. Salah satu pasalnya, yakni Pasal 63, ayat 1, menyebutkan bahwa penetapan besarnya nilai ganti kerugian dilakukan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa Penilai atau Penilai Publik. Pasal lain yang mengatur mengenai pekerjaan Penilai dalam proses pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, adalah Pasal 63, ayat 3, Peraturan Presiden No. 71 Tahun Pasal tersebut menegaskan bahwa tugas Penilai dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak ditetapkannya Penilai oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Peraturan tersebut bersifat mengikat sedangkan kasus pengadaan tanah seringkali beragam. Pertama, area pengadaan tanah yang sangat luas, misalnya ribuan hektar. Kedua, jumlah Pihak yang Berhak atau pemilik aset yang terkena pengadaan tanah sangatlah banyak, hingga mencapai ribuan orang. Kondisikondisi tersebut tentunya memerlukan waktu penyelesaian yang lebih lama dari ketentuan 30 (tiga puluh) hari kerja. Oleh karena itu, diperlukan suatu strategi untuk mengatasi kondisi tersebut. Strategi yang dibutuhkan adalah strategi penilaian semi-masal yang dapat membantu percepatan pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia namun tetap sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta Standar Penilaian Indonesia (SPI). II. METODOLOGI Pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia seringkali memerlukan lahan yang luas dengan ribuan pemilik aset. Hal ini sangat menantang bagi Penilai, dikarenakan tuntutan waktu perumusan nilai ganti kerugian selama jangka waktu 30 (tiga Peraturan dan Perundang- Undangan terkait Pengadaan Tanah bagi Pembagunan untuk Kepentingan Umum Standar Penilaian Indonesia (SPI) 306 dan Petunjuk Teknis SPI 306 Konsep Nilai Ganti Kerugian Permasalahan: 1. Area yang luas 2. Pemilik aset yang sangat banyak Peranan Penilai pada Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum Langkah-Langkah Penilaian Nilai Ganti Kerugian Strategi Penilaian Nilai Ganti Kerugian Gambar 1. Kerangka Studi Salah satu turunan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 adalah Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2014 yang merupakan perubahan kedua atas Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk puluh) hari kerja. Permasalahan studi ini adalah belum adanya strategi penilaian nilai ganti kerugian untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia yang dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. 7 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

14 Untuk itu, studi ini bertujuan untuk menghasilkan strategi penilaian semi-masal yang dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, juga turut mempercepat pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia namun tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta Standar Penilaian Indonesia (SPI) dengan cara: (1) mempercepat tahapan verifikasi data; (2) mempercepat tahapan analisis dengan menggunakan metode terkomputerisasi. Pendekatan yang digunakan pada studi ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif untuk mengetahui regulasi dan ketentuan terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Selain itu, digunakan analysis method berupa content analysis. Content analysis dilakukan berdasarkan data sekunder untuk menghasilkan strategi untuk penilaian nilai ganti kerugian dan berfokus pada pengembangan penilaian semi-masal yang terkomputerisasi berdasarkan konsep penilaian, prosedur penilaian, serta peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pembahasan dimulai dengan deskripsi dari peraturan dan perundang-undangan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum, serta peranan Penilai terkait dengan pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Selanjutnya, dilakukan deskripsi mengenai konsep nilai ganti kerugian dan langkah-langkah analisis untuk menghasilkan nilai ganti kerugian. Analisis untuk menghasilkan suatu strategi yang efektif dan efisien bagi penilai dalam proses penilaian untuk pengadaan tanah terkait pembangunan untuk kepentingan umum difokuskan ke dalam dua tahap penting yang dapat diintervensi. Yakni, percepatan verifikasi data ke lapangan oleh Penilai dan percepatan analisis nilai ganti kerugian. Dari analisis ini dihasilkan strategi penilaian semi-masal terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia. Studi ini memiliki beberapa catatan. Pertama, studi ini berfokus pada penilaian nilai ganti kerugian untuk area pengadaan tanah yang luas dan jumlah pemilik lahan yang banyak sehingga berorientasi pada percepatan waktu penyelesaian pekerjaan. Kedua, strategi penilaian yang dirumuskan adalah semi-masal, karena menggunakan pendekatan penilaian masal, namun tetap melakukan analisis bidang per bidang berdasarkan karakteristik yang dimilikinya. Ketiga, metode terkomputerisasi yang dimaksud adalah suatu formula perhitungan penilaian dalam bentuk tabel yang dibuat sendiri oleh penilai sesuai dengan kebutuhan atau kasus yang dihadapi menggunakan Microsoft Excel atau lainnya. Sehingga studi ini menghasilkan strategi penilaian semi-masal untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. III. PERATURAN, PERUNDANG-UNDANGAN, DAN PERANAN PENILAI TERKAIT PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Pengadaan tanah telah lama dilaksanakan. Peraturan pertama yang mengaturnya secara khusus adalah Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2005, hingga muncul yang terbaru yakni Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 beserta turunannya. III.1 PERATURAN DAN PERUNDANG- UNDANGAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Kondisi terkini, pemerintah telah mereformasi peraturan dan perundang-undangan terkait pengadaan tanah berupa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum, termasuk peraturan pendukungnya, yaitu (1) Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012; (2) Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2014; (3) Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2014; (4) Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2015; (5) 8 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

15 Peraturan Presiden Nomor 148 Tahun 2015; (6) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012; (7) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 6 Tahun 2015; (8) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 22 Tahun 2015; (9) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2012; dan (7) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 13/PMK.02/2013. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2012, pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap, yaitu: 1. Tahap Perencanaan; Pada tahap ini setiap instansi yang memerlukan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum menyusun Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah. Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah tersebut disusun berdasarkan studi kelayakan (feasibility study) yang mencakup survei sosial ekonomi, kelayakan lokasi, analisis biaya dan manfaat pembangunan bagi wilayah dan masyarakat, perkiraan harga tanah, dampak lingkungan dan dampak sosial yang mungkin timbul akibat pengadaan tanah dan bangunan, serta studi lain yang diperlukan. Dokumen Perencanaan tersebut selanjutnya diserahkan oleh instansi yang memerlukan tanah kepada Gubernur yang melingkupi wilayah letak tanah berada. 2. Tahap Persiapan; Dalam tahap persiapan, Gubernur membentuk Tim Persiapan, yang beranggotakan Bupati/Walikota, SKPD Provinsi terkait, instansi yang memerlukan tanah, dan instansi terkait lainnya. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas Tim Persiapan, Gubernur membentuk sekretariat persiapan Pengadaan Tanah yang berkedudukan di Sekretariat Daerah Provinsi. Adapun tugas Tim Persiapan sebagai berikut: (1) melaksanakan pemberitahuan rencana pembangunan; (2) melakukan pendataan awal lokasi rencana pengadaan; (3) melaksanakan konsultansi publik rencana pembangunan; (4) menyiapkan penetapan lokasi pembangunan (5) mengumumkan penetapan lokasi pembangunan. 3. Tahap Pelaksanaan Berdasarkan Penetapan Lokasi Pembangunan untuk kepentingan umum, instansi yang memerlukan tanah mengajukan pelaksanaan Pengadaan Tanah kepada Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dengan dilengkapi/dilampiri Dokumen Perencanaan Pengadaan Tanah dan Penetapan Lokasi Pembangunan. Ketentuan mengenai penyelenggaraan pengadaan tanah diserahkan kepada Kepala BPN, yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah BPN selaku Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Pelaksanaan pengadaan tanah meliputi: (1) inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah; (2) penilaian ganti kerugian; (3) musyawarah penetapan ganti kerugian; dan (4) pemberian ganti kerugian. Pada tahap penilaian ganti kerugian, hasil pengumuman dan/atau verifikasi serta perbaikan atas hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah. Penetapan besarnya nilai ganti kerugian oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah berdasarkan hasil penilaian jasa penilai atau penilai publik yang ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah yang penilaiannya dilaksanakan paling lama 30 hari kerja. 4. Tahap Penyerahan Hasil Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah disertai data Pengadaan Tanah paling lama 7 hari kerja sejak pelepasan hak Objek Pengadaan Tanah dengan berita acara. Setelah proses penyerahan, paling lama 30 hari kerja instansi yang memerlukan tanah wajib melakukan pendaftaran/pensertifikatan untuk dapat dimulai proses pembangunan. Tabel 1. Empat Tahap Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 Tahap Output Pelaksana Perencanaan Dokumen perencanaan: maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian rencana tata ruang, letak dan luas tanah (konsultasi publik) Instansi yang memerlukan tanah Persiapan Pelaksanaan Penetapan Lokasi: didahului konsultansi publik dan masyarakat dapat mengajukan keberatan kepada PTUN hingga MA Pemutusan hubungan hukum dan pembayaran ganti rugi pada pihak yang berhak. Gubernur (dapat didelegasikan ke bupati/walikota) Kepala Kantor Wilayah BPN (dapat didelegasikan ke Kepala Kantor Pertanahan 9 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

16 Penyerahan Hasil Penetapan penilai publik. Masyarakat dapat mengajukan keberatan. Penyerahan sertifikat ke instansi yang memerlukan tanah. Kab/Kota) BPN III.2. PERAN PENILAI PUBLIK DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BAGI KEPENTINGAN UMUM Melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012, Pemerintah telah menetapkan Penilai yang diberi tugas untuk menilai objek yang terkena pengadaan tanah dan sekaligus merumuskan kriteria penilai, yaitu pengertian Penilai Pertanahan/Penilai Publik adalah perseorangan yang telah diangkat oleh Menteri Keuangan dan telah mendapatkan lisensi dari Lembaga Pertanahan. Penilai Publik di dalam melakukan tugasnya bersifat profesional dan independen sedangkan dalam pengadaannya dilakukan melalui lelang terbuka atau umum. Peranan Penilai Publik terkait pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum ini dijamin oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun Pasal-pasal yang menyangkut mengenai peran penilai adalah sebagai berikut: 1. Pasal 1, ayat 11: Penilaian Pertanahan selanjutnya disebut Penilai, adalah orang atau perseorangan yang melakukan penilaian secara independen dan profesional yang telah mendapat ijin praktik penilaian dari Menteri Keuangan dan telah mendapat lisensi dari Lembaga Pertanahan untuk menghitung nilai/harga objek pengadaan tanah. 2. Pasal 31, ayat 1: Lembaga Pertanahan menetapkan penilai sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan. 3. Pasal 32, ayat 1: Penilai yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31, ayat 1, wajib bertanggung jawab terhadap penilaian yang telah dilaksanakan. Pelanggaran terhadap kewajiban Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif dan/atau pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. IV. KONSEP DAN PROSEDUR PENILAIAN NILAI GANTI KERUGIAN DI INDONESIA IV.1. KONSEP PENILAIAN NILAI GANTI KERUGIAN DI INDONESIA BERDASARKAN STANDAR PENILAIAN INDONESIA (SPI) 2015 AND PERATURAN DAN PERUNDANG- UNDANGAN YANG BERLAKU Konsep nilai dalan penilaian nilai ganti kerugian berdasarkan Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 menganut pada: (1) pembeli (Instansi yang memerlukan tanah) berminat membeli bahkan cenderung terpaksa membeli; dan (2) penjual (Pihak yang Berhak) tidak berminat menjual tetapi cenderung terpaksa menjual. Sedangkan nilai pada transaksi normal yang merujuk pada harga pasar memiliki prinsip pembeli yang berminat membeli (willing buyer), penjual yang berminat menjual (willing seller), pembeli dan penjual mengetahui manfaat dari properti; dan transaksi dilakukan tanpa paksaan. Untuk itu, SPI membuat konsep Nilai Penggantian Wajar (Fair Replacement Value) atau yang disebut juga Nilai Ganti Kerugian. Definisi dari Nilai Ganti Kerugian adalah nilai untuk kepentingan pemilik yang didasarkan kepada kesetaraan dengan Nilai Pasar atas suatu Properti, dengan memperhatikan unsur luar biasa berupa kerugian non-fisik yang diakibatkan adanya pengambilalihan hak atas properti dimaksud. (SPI 306; 3.10). Nilai ganti kerugian terdiri dari 2 (dua) komponen, yakni kerugian fisik (material) dan kerugian non-fisik (immaterial). Objek kerugian fisik meliputi tanah, ruang atas tanah dan bawah tanah, bangunan, tanaman, dan benda yang berkaitan dengan tanah, seperti utilitas dan saran pelengkap bangunan (SPI 306; 5.8). Sedangkan objek penilaian kerugian non-fisik terdiri dari kerugian yang berkaitan dengan kehilangan pekerjaan, kehilangan bisnis, termasuk alih profesi; kerugian emosional (solatium); biaya transaksi; kompensasi masa tunggu (bunga), kerugian tanah sisa, dan kerugian fisik lain (SPI 306; 5.9). Untuk menghasilkan nilai ganti kerugian tersebut, maka nilai dari setiap komponen dijumlahkan, baik nilai dari komponen fisik dan komponen non-fisik. IV.2. PROSEDUR PELAKSANAAN PENILAIAN NILAI GANTI KERUGIAN DI INDONESIA Untuk dapat melaksanakan pekerjaan penilaian nilai ganti kerugian, berikut ini prosedur pelaksanaan penilaian ganti kerugian yang umum dilaksanakan. 1. Persiapan/pendekatan survei sekunder/desk study (identifikasi masalah dan definisi penugasan); 2. Survei lapangan/pendekatan survei primer (pengumpulan dan pemilihan data): 10 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

17 Gambar 2. Alur Penilaian Semi-Masal untuk Penilaian Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum di Indonesia a. Pemeriksanaan fisik dan legal aset di lapangan (data khusus); b. Pengumpulan data umum dan data pasar; 3. Melakukan analisis: a. Penilaian aset sesuai dengan pendekatan dan metode terpilih; b. Rekonsiliasi indikasi nilai dan opini nilai akhir; 4. Penyusunan laporan; 5. Presentasi dan diskusi; 6. Penyampaian laporan akhir. V. ANALISIS DAN DISKUSI Pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia seringkali memerlukan lahan yang luas dengan ribuan pemilik aset. Hal ini sangat menantang bagi Penilai, dikarenakan tuntutan waktu perumusan nilai ganti kerugian selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Permasalahan studi ini adalah belum adanya strategi penilaian nilai ganti kerugian untuk pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia yang dapat menghemat waktu, tenaga, dan biaya. Untuk itu, studi ini bertujuan untuk menghasilkan strategi penilaian semi-masal yang dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, juga turut mempercepat pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia namun tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta Standar Penilaian Indonesia (SPI) dengan cara: (1) mempercepat tahapan verifikasi data; (2) mempercepat tahapan analisis dengan menggunakan metode terkomputerisasi. V.1. KONSEP PENILAIAN SEMI-MASAL UNTUK PENILAIAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DI INDONESIA Konsep dari penilaian semi-masal untuk penilaian pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia menggunakan metode terkomputerisasi yang dibuat berdasarkan kebutuhan penilai. Metode terkomputerisasi ini adalah suatu tabel perhitungan yang mampu mengolah cara menghitung manual ke dalam perhitungan komputerisasi berdasarkan input data hasil verifikasi di lapangan. Komputerisasi disini menggunakan Microsoft Excel ataupun lainnnya sesuai kenyamanan penilai. Selanjutnya, nilai ganti kerugian dihasilkan secara otomatis tanpa perlu melakukan copy-paste formula untuk setiap bidang seperti proses penilaian umumnya. Berikut ini merupakan alur penilaian semi-masal untuk penilaian pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia. Langkah-langkah pada strategi penilaian semimasal untuk penilaian pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia, yakni: 1. Persiapan Pekerjaan persiapan ini sangat penting untuk diperhatikan karena berpengaruh terhadap kelancaran pekerjaan di lapangan. Tahap persiapan di dalam pekerjaan ini adalah identifikasi masalah dan lingkup penugasan, serta perencanaan implementasi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan termasuk mekanisme dan prosedurnya. Penilai pada umumnya memulai pekerjaan penilaian setelah diterbitkannya penetapan oleh Lembaga Pertanahan. Namun, strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan persiapan pekerjaan sebelum menerima data dari Lembaga Pertanahan. Maka, diperlukan hal-hal sebagai berikut: a. Penilai melakukan persiapan terkait identifikasi masalah dan lingkup penugasan; b. Perencanaan implementasi pelaksanaan pekerjaan secara keseluruhan meliputi: 1) Penyusunan tim dan pembekalan teknis kepada tim Penilai dan tim keseluruhan (data typist, administrasi) yang terlibat. 2) Penyiapan peralatan pra-survei dan survei, termasuk menyiapkan Formulir Isian Verifikasi Aset. 11 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

18 2. Melakukan Pra-Survei Mengingat area/aset yang dinilai cukup besar & tersebar dan waktu penyelesaian pekerjaan sangat terbatas, maka perlu dilakukan prasurvei data primer maupun sekunder yang relevan dengan objek penilaian untuk mempercepat proses penilaian nilai ganti kerugian, yakni: a. Pra-survei nilai pasar tanah; b. Pra-survei nilai bangunan dan fasilitas bangunan permukiman; c. Pra-survei nilai bangunan dan fasilitas bangunan industri; d. Pra-survei lainnya sesuai kebutuhan. Data yang dikumpulkan pada pra-survei, dikompilasi dan dimasukkan sebagai data dasar dari tabel penilaian terkomputerisasi tersebut. 3. Melakukan Survei/Verifikasi Data di Lapangan Survei dilaksanakan untuk pengumpulan data umum dan data khusus. Untuk verifikasi data, dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan legal aset di lapangan setelah mendapat daftar nominatif pemilik dari Lembaga Pertanahan, meliputi: lokasi, karakteristik tanah, legalitas, fisik bangunan, proses produksi, peralatanperalatan pendukung atau sarana-sarana lainnya, fisik alat berat dan kendaraan, dan bukti penguasaan. 4. Analisis Data Untuk menentukan nilai ganti kerugian maka data yang dikumpulkan dianalisis dengan melakukan input data hasil verifikasi di lapangan. 5. Penyusunan Laporan V.2. ANALISIS PERCEPATAN PADA TAHAP VERIFIKASI DATA Setelah penilai mendapat daftar nominatif pemilik (DNP) dari Lembaga Pertanahan yang merupakan data hasil inventarisasi dan identifikasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, DNP wajib diumumkan di kantor desa/kelurahan, kantor kecamatan, dan tempat Pengadaan Tanah dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja (UU No. 2/2012, Pasal 29, Ayat 1). Setelah diumumkan dan melewati masa keberatan Pihak yang Berhak, hasil pengumuman atau verifikasi dan perbaikan ditetapkan oleh Ketua Pelaksana Pengadaan Tanah dan selanjutnya menjadi dasar penentuan Pihak yang Berhak dalam pemberian Ganti Kerugian (UU No. 2/2012, Pasal 30). Berdasarkan pasal-pasal tersebut, Penilai hanya dapat mengeluarkan nilai Ganti Kerugian berdasarkan DNP. Selanjutnya Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai menjadi dasar musyawarah penetapan bentuk Ganti Kerugian. (UU No. 2/2012, Pasal 32, Ayat 3). Umumnya langkah yang dilakukan penilai adalah adalah terjun ke lapangan untuk melakukan verifikasi data. Namun, untuk menghemat waktu, tenaga, biaya dan mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan dan SPI adalah dengan melakukan terobosan pada tahap data verifikasi. Tahap data verifikasi tersebut dimulai persiapannya sejak pada tahap pengumpulan data dari kegiatan pra-survei. Adapaun langkah-langkah yang dapat dilakukan secara adalah: 1. Melakukan Pra-Survei Data Nilai Pasar Penilai melakukan survei ke lapangan untuk mengumpulkan data transaksi pembanding (data permintaan dan penawaran) yang relevan dengan objek penilaian. Contoh data yang dikumpulkan: a. Data Nilai Pasar Tanah: Mencari data nilai tanah untuk tipe tanah berdasarkan lebar jalan dan bukti kepemilikan (akta jual beli, girik, maupun sertifikat). Jumlah tipe tanah dan tipe lebar jalan yang dinilai tergantung dari kondisi area pengadaan tanah. b. Data Nilai Bangunan dan Fasilitas Bangunan Permukiman: Data yang dikumpulkan berdasarkan tipe bangunan (bangunan rumah tinggal, bangunan kontrakan, bangunan tempat usaha, bangunan fasilitas umum, fasilitas bangunan). Selanjutnya, tipe-tipe tersebut juga dikategorikan. 1. Bangunan Rumah Tinggal a. Bangunan Permanen 2 Lantai: Tipe 1, Tipe 2, dan seterusnya. Dibedakan berdasarkan spesifikasi bangunan. b. Bangunan Permanen 1 Lantai: Tipe 1, Tipe 2, dan seterusnya. Dibedakan berdasarkan spesifikasi bangunan. c. Bangunan Semi Permanen, Tipe 1, Tipe 2, dan seterusnya. Dibedakan berdasarkan spesifikasi bangunan. d. Teras (berdasarkan spesifikasi) e. Kamar mandi luar (semi permanen, permanen) 2. Bangunan Kontrakan (dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan spesifikasi bangunan) 3. Bangunan Tempat Usaha (dibagi menjadi beberapa tipe berdasarkan spesifikasi bangunan) 4. Fasilitas Umum, mencakup bangunan fasilitas umum (kantor pemerintahan, bangunan ibadah, sekolah) dan fasilitas bangunan (septic tank, torn air, tanki air, pagar, pintu pagar, perkerasan halaman, kanopi, kandang binatang, kolam ikan, saluran, dan lain-lain sesuai kebutuhan). c. Data Nilai Bangunan dan Fasilitas Bangunan Industri Dikategorikan menjadi pabrik, gudang (dengan berbagai tipe), los/workshop, ground tank, bangunan genset, trafo. Fasilitas bangunan, 12 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

19 BPN DNP Koordinator Penilai Not OK OK Data Typist Pelaporan Penilai Review Review Akhir dan Finalisasi Tim Field Work Analisis Verifikasi Supervisor dan Koordinator Review Tim dan Wakil Ketua Tim Gambar 3. Alur Pengolahan Data Selama Proses Penilaian Nilai Ganti Kerugian Menggunakan Perhitungan Terkomputerisasi antara lain perkerasan halaman dan jalan industri (paving area gudang, beton area pabrik, aspal/hotmix area pabrik dan gudang), pagar (berdasarkan ketinggian dan material), septic tank, tangki air industri (tangki horizontal, tangki rectangular), deep well (pompa deep well, pengeboran deep well berdasarkan kedalaman). 2. Input Data Hasil Pra-Survei ke Perhitungan Terkomputerisasi Berdasarkan hasil pra-survei, data yang dikumpulkan menjadi data dasar (database) untuk metode terkomputerisasi ini. Tabel Perhitungan Terkomputerisasi menjadikan data dasar ini menjadi acuan perhitungan untuk menghasilkan nilai ganti kerugian. Hal ini yang menyebabkan strategi penilaian yang dilakukan bersifat semi-masal, karena penilaian yang dilakukan tetap satu per satu objek dan bidang per bidang berdasarkan database yang telah terkategori sesuai dengan kebutuhan. 3. Penggunaan Surveyor untuk Membantu Verifikasi Data Setelah hasil pra-survei tersinkronisasi ke dalam tabel perhitungan terkomputerisasi, selanjutnya adalah malakukan verifikasi data ke lapangan. Selain berbekal formulir verifikasi yang telah disesuaikan dengan tabel perhingan terkomputerisasi, data yang dibutuhkan untuk verifikasi data di lapangan adalah DNP dari Lembaga Pertanahan. Surveyor yang digunakan tergantung dari volume objek penilaian. Namun yang tetap diperhatikan pada tahap ini adalah surveyor harus mendapat pemahaman mengenai penilaian nilai ganti kerugian dan selama pelaksanaan pekerjaan diawasi oleh penilai. Hal ini dilakukan untuk mencegah surveyor melakukan kesalahan selama verifikasi data dan jalannya pekerjaan penilaian nilai ganti kerugian tetap sesuai dengan SPI. Pada strategi ini, penilai tetap melakukan verifikasi data dan dibantu dengan surveyor. Sehingga diharapkan penggunaan surveyor dapat membantu percepatan proses penilaian nilai ganti kerugian sehingga proses pekerjaan ini tetap sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan. V.3. ANALISIS PERCEPATAN PADA TAHAP ANALISIS PENILAIAN MENGGUNAKAN METODE TERKOMPUTERISASI Hasil dari pra-survei, DNP yang telah diverifikasi menjadi input pada tabel perhitungan terkomputerisasi. Untuk melaksanakan proses ini memerlukan proses input data yang sudah ditelaah oleh Penilai. Sehingga, berikut ini adalah alur pengolahan data selama proses penilaian nilai ganti kerugian. Berdasarkan strategi percepatan pada tahap verifikasi data dan tahap analisis menggunakan metode terkomputerisasi, maka kelebihan dan kekurangan dari strategi ini adalah: A. Kelebihan: 1. Menghindari kesalahan perhitungan manual 2. Menghindari kesalahan perhitungan excel biasa, karena tidak membutuhkan copy paste template perhitungan untuk setiap bidang 3. Dapat diterapkan untuk bidang yang sangat luas dengan jumlah Pihak yang Berhak yang banyak, sehingga Penilai/Badan Usaha Penilai tidak perlu melakukan konsorsium dengan badan usaha Penilai lainnya 4. Menghemat waktu, tenaga, dan biaya 5. Indikasi nilai ganti kerugian bisa didapat sebelum dilakukan verifikasi di lapangan 6. Perhitungan nilai tidak bisa diubah-ubah per bidang, sehingga dapat mencegah permainan nilai. 13 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

20 B. Kekurangan: 1. Membutuhkan persiapan yang sangat matang 2. Butuh waktu untuk menyusun perhitungan yang terkomputerisasi secara otomatis 3. Apabila data dasar yang dimasukkan tidak valid atau salah, maka akan berpengaruh pada banyak nilai bidang. VI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia seringkali memerlukan area yang luas dengan ribuan pemilik aset. Hal ini sangat menantang bagi Penilai, dikarenakan tuntutan waktu perumusan nilai ganti kerugian selama jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja. Untuk itu, perlu dilakukan strategi penilaian semi-masal yang dapat menghemat waktu, tenaga, biaya, juga turut mempercepat pembangunan untuk kepentingan umum di Indonesia namun tetap sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, serta Standar Penilaian Indonesia (SPI) dengan cara: 1. Mempercepat tahapan verifikasi data dengan melakukan pra-survei untuk data yang dapat mewakili objek dan karakteristik pengadaan tanah dan dengan menggunakan jasa surveyor dalam verifikasi data di lapangan. Pra-survei dilakukan untuk mendapatkan data nilai pasar dari tanah, bangunan dan fasilitas bangunan permukiman (rumah tinggal, kontrakan, tempat usaha, dan fasilitas umum). Data yang dihimpun menjadi database untuk tabel perhitungan terkomputerisasi. Selanjutnya adalah menggunakan jasa surveyor untuk verifikasi data di lapangan sebagai pembantu Penilai di lapangan. 2. Mempercepat tahapan analisis dengan menggunakan metode terkomputerisasi. Berdasarkan hasil tahapan sebelumnya, data yang dikumpulkan dapat diinput langsung ke dalam tabel metode terkomputerisasi yang langsung menghasilkan nilai ganti kerugian. Sedangkan, rekomendasi yang dapat diberikan adalah: 1. Penentuan batas waktu pelaksanaan penilaian ganti kerugian menjadi 30 hari belum memperhatikan banyaknya kasus pengadaan tanah di Indonesia. Sehingga, akan lebih bijaksana apabila aturan tersebut dibuat berdasarkan luas area pengadaan tanah dan jumlah Pihak yang Berhak. 2. Tabel perhitungan terkomputerisasi dapat dibawa lebih lanjut menjadi suatu aplikasi terbuka yang terstandardisasi, yakni pengguna dapat memasukkan input database maupun data nominatif hasil verifikasi di lapangan dan dapat langsung menghasilkan nilai ganti kerugian. 3. Penilai perlu untuk terus merangkul teknologi informasi sehingga dapat memudahkan Penilai dalam melakukan pekerjaannya. DAFTAR PUSTAKA Kementerian Keuangan Informasi APBN Jakarta: Kemenkeu. Kementerian Keuangan Informasi APBN Jakarta: Kemenkeu. KPSPI - MAPPI Kode Etik Penilai Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia Edisi VI Tahun Jakarta: MAPPI. KPSPI - MAPPI Petunjuk Teknis SPI 306. Jakarta: MAPPI. Peraturan Presiden No. 71 Tahun Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 40 Tahun Perubahan Pertama atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 99 Tahun Perubahan Kedua atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 30 Tahun Perubahan Ketiga atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Peraturan Presiden No. 148 Tahun Perubahan Keempat atas Peraturan presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Undang-Undang No. 2 Tahun Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Yusuf, Hamid Memahami Nilai Penggantian Wajar: Penilaian Terkait Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum. Jakarta: MAPPI. 14 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

21 PENGARUH NILAI WAJAR ASET BIOLOGIS DALAM PEMBENTUKAN RASIO PENILAIAN Hamid Yusuf Abstrak Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh rasiorasio keuangan seperti return on equity (ROE), return on biological asset (ROBA), terhadap rasio penilaian price to book value (PBV) pada masing-masing perusahaan perkebunan yang tercatat di bursa saham Indonesia (IDX) dan di bursa saham Singapore (SGX), dimana pengaruh tersebut didasari kepada penerapan pengukuran nilai aset biologis yang berbeda. Nilai tanaman (aset biologis) pada perusahaan perkebunan yang tercatat di IDX selama ini masih diukur menggunakan model biaya (Nilai Buku). Sedangkan perusahaan perkebunan yang tercatat di SGX selama ini telah menerapkan model revaluasi (Nilai Wajar). Pengujian terhadap sampling digunakan model pengujian regresi data panel dengan pilihan model fixed effect (FEM). Hasil penelitian yang diperoleh, menunjukan bahwa hanya variabel ROBA pada masing-masing wilayah studi berpengaruh terhadap rasio penilaian PBV. Namun secara bersama-sama, kedua variabel ROE dan ROBA berpengaruh signifikan. Pengujian lain menunjukan bahwa terdapat perbedaan rata-rata nilai PBV dari kedua wilayah sampel IDX dan SGX. Sehingga perbedaan ini memberikan pengertian bahwa terdapat indikasi pengaruh nilai aset tanaman atau aset biologis terhadap pembentukan rasio penilaian. Hal ini dapat disebabkan adanya penerapan Standar Akuntansi Keuangan terkait pengukuran aset biologis yang berbeda dari kedua bursa efek IDX dan SGX. Kata kunci: ROBA, ROE, PBV, Biological Asset dan Nilai Wajar I. PENDAHULUAN Besarnya potensi sumberdaya perkebunan di wilayah Asia Tenggara, telah mendorong usaha perkebunan menjadi salah satu andalan yang menggerakan ekonomi pada wilayah ini secara signifikan. Terdapat sejumlah perusahaan perkebunan telah mengambil peran dalam peningkatan sumberdaya keuangannya dengan menggunakan instrumen pasar modal. Beberapa perusahaan perkebunan Indonesia telah memasuki dan terdaftar di bursa efek Indonesia, antara lain PT. Astra Agro Lestari, PT. PP London Sumatera Indonesia, Sinar Mas Agro Resources and Technology, PT. Tunas Baru Lampung, PT. Sampurna Agro, PT. Gozco Plantation dan PT. BW. Plantation. Selain terdapat juga sejumlah perusahaan yang berafiliasi dengan perusahaan Indonesia lainnya telah mencatatkan diri di bursa regional lainnya seperti di Singapore antara lain Golden Agri Recources, First Resouces, LTD, Ltd., Wilmar International, Ltd., Indofood Agri Resources Ltd., Bumitama, Ltd dan Kencana Agri, Ltd (lihat Tabel 1). Selama ini, perusahaan perkebunan di Indonesia dalam pengukuran nilai aset tanamannya masih menggunakan konsep historical cost (model biaya atau nilai buku). Hal ini dikarenakan pengaturan standar akuntansi keuangan (SAK) di Indonesia masih belum mengatur pengukuran nilai aset tanaman, sehingga selama ini masih menggunakan PSAK 16 (Aset Tetap). Sementara itu, beberapa negara lain terutama Singapore telah menerapkan Nilai Wajar (Fair Value) pada aset-aset yang terkelompok aset biologis (Biological Assets) dimana salah satu yang termasuk kelompok ini adalah tanaman. Tanaman sebagai aset biologis digolongkan kepada aset tidak lancar, yang mana menurut Standar 15 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

22 Akuntansi Keuangan Internasional nomor 41 (International Accounting Standard/IAS) dipisahkan dari aset tak lancar lainnya seperti kelompok Aset Tetap. Sejak diberlakukannya IAS-41 tentang Agriculture oleh IASB - sebagai informasi IASB pada tahun 2015 telah mengupdate IAS 41 - aset-aset yang terkelompok dalam aset biologis tersebut dalam pencatatannya diukur dengan menggunakan Nilai Wajar (IFRS 13). Perbedaan pengukuran dalam pencatatan aset tanaman (Biological Asset) yang merupakan bagian dari aset tetap tersebut, akan berpotensi memberikan perbedaan dalam kehandalan penyajian dan terdapat kendala dalam melihat tranparansi perbandingan diantara suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya yang memiliki perbedaan pengukuran nilai aset tanamannya secara signifikan. Sehingga, seorang investor yang akan melakukan pilihan untuk berinvestasi di sektor perkebunan yang ada di Indonesia atau yang di Singapore, tidak dapat secara langsung membandingkan nilai aset tanaman dari kedua perusahaan tersebut karena perbedaan dari penerapan sistem pencatatan aset tanaman tersebut yang secara langsung dapat mempengaruhi posisi ekuitas pada bagian lain. Untuk tingkat pendapatan yang relatif sama, perusahaan perkebunan yang tercatat di bursa Indonesia akan cenderung memiliki tingkat PBV (Price to Book Value) yang lebih tinggi dari perusahaan perkebunan yang tercatat di bursa Singapore. Hal ini dikarenakan konsep historical cost yang diterapkan akan menyebabkan nilai aset yang cenderung rendah sedangkan kebijakan penilaian aset tanaman akan menyebabkan nilai aset yang cenderung tinggi karena mengakomodir asumsiasumsi yang berasal dari kegiatan usaha perkebunan saat ini (Gambar 1 dan 2). Terlihat adanya potensi pengaruh terhadap penyusunan laporan keuangan terkait dengan penggunaan standar akuntansi lama yang berbasis kepada nilai buku dengan laporan keuangan yang disusun dengan mengadopsi penggunaan standar akuntansi keuangan internasional (IFRS). Penelitian Terzi, Oktem dan Kiymetli Sen (2013), telah melakukan penelitian mengenai pengaruh pengadopsian standar akuntansi internasional (versi baru) IFRS sebagai suatu studi empiris di pasar modal Turkey. Penelitian ini melihat hubungan variabel beberapa rasio keuangan yang diperoleh menggunakan standar akuntansi keuangan lokal (GAAP) dibanding standar keuangan internasional (IFRS). Kesimpulannya adalah, pertama terdapat perbedaan signifikan diantara penggunaan standar lokal GAAP dan IFRS yang mendasari pernyataan keuangan atas rasio-rasio keuangan. Kedua, tidak terdapat perbedaan signifikan diantara penggunaan standar lokal GAAP dan IFRS atas analisis rasio nilai buku/nilai pasar. Sementara penelitian Saut Maruli dan Aria Farah Mita (2011) dalam melihat pendekatan Nilai Wajar dan Nilai Historis dalam penilaian aset biologis pada perusahaan agrikultur (Tinjauan kritis rencana adopsi IAS 41 dengan menguji perbedaan volatilitas aset, pendapatan, laba, ROA dan ISI atas dasar nilai historis dengan nilai wajar). Hasil yang diperoleh adalah, tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai dan volatilitas aset, pendapatan, laba, ROA dan Income Smothing Index (ISI) antar perusahaanperusahaan agrikultur yang menggunakan pendekatan nilai wajar dengan yang menggunakan pendekatan nilai historis. Tinjauan pengaruh rasio-rasio keuangan yang diantaranya rasio probabilitas seperti Return on Biological Asset (ROBA) dan Return on Equity (ROE) terhadap rasio penilaian seperti Price to Book Value (PBV) dapat memberikan dugaan kepada hasil yang berbeda bila dasar pengukuran yang diterapkan terhadap penyajian laporan keuangan berbeda. Perbedaan tersebut salah satunya dapat disebabkan oleh perbedaan penggunaan standar akuntansi dimana pada perusahaan perkebunan, pengukuran nilai tanaman ada yang diukur menggunakan biaya historis (nilai buku) dan ada juga yang diukur menggunakan nilai saat ini (Nilai Wajar). II. TUJUAN PENELITIAN DAN BATASAN Cakupan dari penelitian ini adalah (1). Untuk mengetahui sampai seberapa besarkah pengaruh ROE dan ROBA terhadap PBV secara individu atau bersama-sama pada masing-masing perusahaan perkebunan yang tercatat di IDX dan SGX. (2). Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan di antara PBV, ROE dan ROBA pada perusahaan perkebunan yang tercatat di BEI dan perusahaan perkebunan yang tercatat di SGX. (3). Untuk membandingkan indikasi hubungan penggunaan standar akuntansi keuangan terkait aset tanaman (biological assets) berbasis IAS 16 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

23 41 (Agriculture) yang menggunakan Nilai Wajar pada perusahaan perkebunan yang terdaftar di Singapore dengan perusahaan perkebunan yang terdaftar di Indonesia yang masih menggunakan PSAK 16 tentang aset tetap (nilai buku). (4) Untuk melihat seberapa relevan ROBA sebagai suatu rujukan untuk menentukan hubungan laba usaha terhadap nilai aset tanaman pada perusahan-perusahaan perkebunan. Penelitian ini dibatasi kepada beberapa hal antara lain, faktor-faktor keuangan yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengacu pada faktorfaktor fundamental saja, tidak mengacu pada faktorfaktor ekonomi makro dan ekonomi mikro. Data yang diperoleh dari penelitian ini berasal dari perusahaan perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (IDX/Bursa Efek Jakarta) dan Singapore Stock Exchange (SGX) pada tahun Pengukuran kinerja perusahaan dalam penelitian ini, hanya didasarkan pada data laporan keuangan seperti Laporan Posisi Keuangan dan Laporan Laba Rugi yang dipublikasikan kepada masyarakat dalam tahun dan digunakan untuk kepentingan penelitian ini. III. TINJAUAN TEORI Konsep Nilai Wajar dalam definisinya adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk transfer liabilitas dalam transaksi yang teratur di antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (IFRS 13/SPI 102). Merujuk kepada IAS 41 yang merupakan standar untuk Pertanian (Agriculture) mulai dipublikasi oleh Badan Standar Akuntansi Internasional sejak tahun Standar ini mengatur kepada aset-aset yang disebut dengan aset biologis (biological assets) dimana pengelompokannya dicatatkan pada aset tidak lancar. Dalam pengaturannya, Aset biologis merupakan aset yang terdiri hewan hidup (ternak) dan tanaman (di luar tanah). Selisih perbedaan Nilai Wajar tercatat tahun berjalan terhadap tahun sebelumnya dapat dihasilkan keuntungan atau kerugian. Keuntungan atau kerugian pada pengukuran Nilai Wajar setelah dikurangi estimasi biaya penjualan seharusnya dicatatkan sebagai profit atau kerugian untuk periode pelaporan (IAS 41). Rasio Profitabilitas Rasio-rasio profitabilitas dilihat dari sumbernya dapat dibagi kepada dua kelompok. Pertama rasio-rasio yang didasarkan kepada aset dan ekuitas dan yang kedua penjualan. Rasio-rasio yang berhubungan dengan aset tanaman dapat digunakan return on biological asset (ROBA) merupakan ukuran kemampuan perusahaan berbasis tanaman untuk menghasilkan tingkat keuntungan bersih terhadap total tanaman tanaman (biological assets) yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi nilai ROBA pada gilirannya dapat menunjukkan semakin efisien perusahaan memanfaatkan aset tanamannya dalam memberikan konstribusi terhadap pendapatan. Rasio-rasio yang berhubungan dengan ekuitas digunakan Return On Equity (ROE) merupakan ukuran kemampuan perusahaan untuk menghasilkan tingkat pengembalian atas suatu bisnis atas menghasilkan keuntungan bersih suatu perusahaan terhadap total ekuitas (shareholder s equity) yang dimiliki oleh perusahaan. Semakin tinggi nilai ROE menunjukkan semakin efisien perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba (Brigham dan Ehrhardt, 2005). 17 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

24 Rasio Penilaian Rasio Penilaian dalam pengertian lain dapat juga dikenal sebagai rasio Nilai Pasar dimana salah satu rasio dimaksud adalah Price to Book Value (PBV). Rasio PBV menggambarkan seberapa besar harga pasar saham dibanding nilai buku saham suatu perusahaan. Makin tinggi rasio ini berarti pasar makin percaya akan prospek perusahaan tersebut (Brigham dan Ehrhardt, 2005). IV. METODE Perusahaan yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah perusahaan perkebunan yang telah go public dan terdaftar di bursa efek Indonesia dan Singapore, selanjutnya disebut wilayah IDX (Indonesia Stock Exchange) dan wilayah SGX (Singapore Stock Exchange) dalam periode observasi dalam kisaran tahun Pengambilan sampling untuk dua wilayah bursa efek yang berbeda dimaksudkan untuk dapat membandingkan kinerja keuangan dari perusahaan-perusahaan sejenis dari sektor perkebunan dengan menggunakan rasio profitabilitas dan rasio penilaian. Karena masingmasing wilayah memiliki perbedaan penerapan dalam mengukur nilai aset tanamannya. Tabel 1. Sampel Perusahaan Perkebunan yang Terdaftar di IDX dan SGX No. Kode IDX Nama Perusahaan IDX 1. AALI:JK Astra Agro Lestari 2 LSIP:JK PP London Sumatera Indonesia Kode SGX WIL:SP GAR:SP Nama Perusahaan SGX Wilmar International Limited Golden Agri Resources Limited 3. BWPT:JK B.W. Plantation* FR:SP First Resources Limited 4. SGRO:JK Sampurna Agro IFAR;SP Indofood Agri Resources Limited 5. TBLA:JK Tunas Baru Lampung KAGR:SP Kencana Agri Limited 6. SMAR:JK Sinar Mas Agro BGA;SP Bumitama Resources & Technology 7. GZCO:JK Gozco Plantation GGR:SP Global Palm Resources Limited Note : *)Tahun 2015 telah berubah menjadi PT Eagle High Plantation, Tbk Sumber : IDX dan SGX, 2016 Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan menggunakan kriteria tertentu. Adapun kriteria penarikan sampel yang digunakan antara lain, Perusahaan tersebut terdaftar di BEI dan SGX dan mempublikasikan laporan keuangan untuk periode tahun Perusahaan tersebut memiliki kelengkapan data periode tersebut, yaitu berupa harga saham. Perusahaan tersebut merupakan perusahaan perkebunan dan pada laporan keuangannya mencantumkan aset tanaman (biological aset). Dari kriteria tersebut, diambil 7 (tujuh) perusahaan perkebunan yang terdaftar di BEI dan sebanyak 7 (tujuh) perusahaan perkebunan yang terdaftar di SGX (Tabel 1). Regresi Data Panel Data panel merupakan data yang bersumber dari kombinasi atau gabungan data antar waktu (time series) dan gabungan data antar individu perusahaan (cross section). Secara umum penggunaan data panel akan menghasilkan intersep dan slope koefisien yang berbeda pada setiap perusahaan dan setiap periode waktu (Widarjono, 2013). Pemilihan persamaan regresi melalui data panel dapat diambil dari salah satu dari tiga model yang dikenal pada analis regresi data panel meliputi Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM), Random Effect Model (REM) yang akan digunakan. Pengujian atas data panel yang telah dianalisis dapat dilakukan dengan dua cara secara terpisah. Pertama pemilihan dengan uji Chow atas FEM terhadap CEM dengan menggunakan uji signifikansi fixed effect atau disebut dengan Uji Chow. Kedua, pemilihan dengan Uji signifikansi Fixed Effect atau Random Effect disebut juga Uji Hausman atas REM terhadap FEM. Persamaan regresi yang digunakan pada model ini adalah sebagai berikut: PBV it = α i + β1.roe + β2.roba + ε it dimana : i = waktu (T); dan t = jumlah sampel (N); β= koefisien regresi Uji Pengaruh dan Uji Beda Uji simultan dengan F-test bertujuan untuk mengetahui pengaruh sacara bersama- sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test menunjukkan variabel independen secara bersama sama berpengaruh terhadap variabel dependen jika p- value (pada kolom sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan. Uji parsial ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing masing varaibel independen secara individual (parsial) terhadap variabel independen. Uji parsial digunakan uji t-test dapat dilihat pada tabel Coeffisients. Hasil t-test menunjukkan variabel independen secara individual (parsial) berpengaruh terhadap variabel dependen jika p-value (pada kolom sig.) lebih kecil dari level of significant yang ditentukan. Untuk membandingkan kinerja keuangan melalui rasio penilaian maupun rasio profitabilitas dari kedua kelompok saham yaitu kelompok perusahaan perkebunan yang terdaftar di IDX dan SGX maka digunakan rumus uji beda (test of equality) dua rata-rata secara independen. 18 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

25 V. HASIL TEMUAN STUDI Deskriptif statistik dapat menjelaskan tentang karakteristik data yang digunakan dalam penelitian dilihat dari nilai mean (rerata), minimum, maksimum, dan standar deviasi. Hasil yang diperoleh dari variabel yang diuji seperti PBV, ROE dan ROBA menggambarkan bahwa untuk wilayah IDX rata-rata masing-masing variabel diperoleh 2,05, 17,24% dan 38,44%, dimana untuk wilayah SGX diperoleh masing-masing 1,51, 10,91% dan 27,82%. Hasil ini dapat menjelaskan bahwa nilai rata-rata untuk wilayah IDX memiliki perbedaan rata-rata lebih tinggi dibanding wilayah SGX (Tabel 1). Tabel 2: Deskripsi Statistik IDX PBV ROE ROBA Mean % 38.44% Maximum % % Minimum % % Std. Dev % 35.46% Observations Cross sections SGX Mean % 27.82% Maximum % 65.78% Minimum % % Std. Dev % 19.04% Observations Cross sections Pengujian lebih lanjut terkait uji pengaruh dilakukan menggunakan analisis regresi dengan menggunakan data panel. Pemilihan model regresi menggunakan data panel telah dilakukan uji terhadap beberapa kemungkinan model yang ada seperti model fixed effect (FEM) dan model random effect (REM). Selain itu, telah dicoba juga dengan melihat apakah ada potensi heteroskedasitas menggunakan metode white. Pemilihan model akhir menghasilkan pilihan terhadap model fixed effect (FEM) dengan cross section weights dimana hal ini sejalan dengan pendapat yang mengatakan bila data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (T) lebih besar dibanding jumlah individu (N) maka disarankan untuk menggunakan FEM (Nachrowi dan Usman, hal 318, 2006). Untuk menganulir adanya potensi heteroskedastisitas karena data yang digunakan adalah data cross section maka, telah diterapkan perlakuan yang dimiliki program eviews dengan menyertakan white cross section. Sedangkan pengaruh autokorelasi dapat diabaikan karena FEM tidak membutuhkan asumsi terbebaskan model dan serial korelasi (Nachrowi dan Usman, hal 330, 2006). Persamaan model regresi secara umum untuk masing-masing wilayah IDX dan SGX adalah sebagai berikut : PBVidx= 1, ,6525*ROE + 0,8189*ROBA + ε PBVsgx = 1,9946-0,1049*ROE - 0,7168*ROBA + ε Uji signifikansi yang dilakukan pada variabel bebas untuk wilayah IDX maupun SGX di atas menjelaskan bahwa variabel ROE merupakan variabel yang tidak mempengaruhi PBV dari perusahaan perkebunan yang terdaftar di bursa efek IDX. Untuk selanjutnya, untuk variabel ROBA terdapat pengaruh yang signifikan mempengaruhi PBV, dimana untuk 19 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

26 wilayah IDX signifikansi (0,01<0,05) tersebut bersifat positif (searah) dengan nilai koefisien ROBA sebesar 0,8188 yang dapat diartikan bahwa setiap terjadi kenaikan atas nilai ROBA sebesar 1 satuan akan terjadi kenaikan nilai PBV sebesar 81,88%, atau sebaliknya. Sementara untuk wilayah SGX didapat hasil sebaliknya, dengan tingkat signifikansi di bawah 5% (0,042<0,05) diperoleh hasil pengarus negative sebesar 1,7168 yang dapat diartikan bahwa setiap terjadi penurunan atas nilai ROBA sebesar 1 satuan akan terjadi penurunan nilai PBV sebesar 71,68%, atau sebaliknya (lihat Tabel 2). ROBA merupakan salah satu variabel yang dapat digunakan sebagai proxy imbal hasil (berupa laba bersih) terhadap nilai total aset tanaman (biological assets) pada perusahaan-perusahaan perkebunan yang mendasari usahanya kepada budidaya tanaman atau pertanian. Pada sisi lain, perbandingan laba bersih terhadap nilai aset yang dikenal dengan return on asset (ROA) banyak digunakan untuk melihat kinerja aset dalam memberikan kontribusinya terhadap laba perusahaan. Dengan mengambil pandangan yang sama dengan ROA, bila suatu perusahaan perkebunan ingin melihat kinerja aset tanamannya terhadap pencapaian laba perusahaan, maka ROBA menjadi alternatif yang dapat digunakan. Melengkapi analisis pengujian, dari Tabel 2 dapat diketahui besarnya koefisien determinasi untuk mengetahui besarnya kontribusi dari variabel independen terhadap variabel dependennya, dimana pengujian koefisien determinasi dilakukan dengan melihat besarnya nilai R2. Sedangkan Uji signifikansi antara variabel bebas terhadap variabel terikat secara bersama-sama (serentak) dilakukan dengan menggunakan uji statistik F. Tabel 3 : Pengujian PBV Dengan Model Regresi Data Panel (FEM) Variabel Coefficient Std. Error t-statistic Prob. Hasil IDX C ROE tidak signifikan ROBA signifikan R-squared Adjusted R- squared F-statistic Prob(Fstatistic) SGX R-squared Adjusted R- squared C tidak ROE signifikan ROBA signifikan R-squared Adjusted R- squared F-statistic Prob(Fstatistic) Sumber : Hasil Analisis Menggunakan Eviews 8, 2016 Tabel 2, menjelaskan hasil pengujian dengan koefisien determinasi R2 untuk masing-masing wilayah studi IDX dan SGX sebesar 0,6189 dan 0,5809 dengan adjusted R2 masing-masing 0,5540 dan 0,5096. Hasil ini dapat diartikan bahwa variabel dependen PBV pada wilayah penelitian IDX dapat dijelaskan signifikan dipengaruhi oleh variabel independen terdiri dari ROE dan ROBA sebesar 61,89%. Sedangkan sisanya sebesar 38,11% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti atau tidak masuk dalam model regresi. Untuk wilayah SGX diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi R2 diperoleh sebesar 58,09%, yang artinya variabel dependen PBV pada wilayah penelitian SGX dapat dijelaskan oleh variabel independen terdiri dari ROE dan ROBA. Sedangkan sisanya sebesar 41,91% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak diteliti atau tidak masuk dalam model regresi. Dari kedua wilayah studi IDX dan SGX diperoleh keseluruhan variabel independen ROE dan ROBA secara bersama-sama menunjuk pengaruh secara signifikan terhadap PBV. Hal ini dapat dijelaskan dengan menggunakan pengujian nilai Prob (F-statistic) sebesar 0,00< 0,05 pada tingkat kepercayaan 95%. Pengujian terhadap variabel bebas secara simultan untuk kedua objek sampel apakah di IDX maupun di SGX menunjukan hasil yang konsisten dari keduanya. Seluruh variabel ROBA dan ROE secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PBV. Hasil ini konsisten dengan beberapa hasil penelitian sebelumnya seperti, Kabajeh, Al Nu aimat dan Dahmash (2012) yang menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara rasio-rasio ROA, ROE dan ROI secara bersama-sama terhadap harga saham; Nasehan dan Widyarti (2012), menyimpulkan adanya pengaruh antara ROE, DER, DPR, pertumbuhan dan ukuran perusahaan terhadap PBV. Pada penelitian ini, secara keseluruhan variabel yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan yang mewakili rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang didasari kepada return atau imbal hasil yang diukur mengukuran perbandingan laba bersih perusahaan terhadap investasi atau aset suatu perusahaan (Van Horne dan Wachowicz, 2012). Sementara di sisi lain, rasio penilaian seperti PBV merupakan rasio yang didasari kepada nilai pasar saham perusahaan perkebunan terhadap nilai buku saham perusahaan. Sehingga, bila melihat hubungan dari kedua rasio profitabilitas terhadap rasio penilaian yang siginifikan, maka hal ini memberi arti kepada manajemen maupun investor bahwa setiap keputusan investasi yang dilakukan dengan memperhatikan besaran dari profitabilitas kinerja perusahaan yang tumbuh dan berkembang akan memberikan andil kepada keuntungan investasi yang meningkat. Melihat hasil penelitian sebelumnya oleh Yusuf (2014) tentang Analisis Hubungan Profitabilitas Berbasis Nilai Tanaman Terhadap Rasio 20 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

27 Penilaian Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia dan Singapore (Tinjauan atas Perbandingan Pengukuran Nilai Historis dan Nilai Wajar Pada Aset Tanaman), ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara ROBA dengan PBV hanya pada wilayah SGX sedangkan pada wilayah IDX tidak signifikan.. Hasil yang dilakukan oleh Yusuf tersebut relevan dalam melihat hubungan yang signifikan antara ROBA terhadap PBV sebagai proxy nilai pasar saham pada sampel perusahaan-perusahaan perkebunan di wilayah IDX. Hal ini memberikan arti bahwa keputusan investasi yang menyebabkan ROBA meningkat akan mempengaruhi kenaikan harga saham. Namun, hasil yang diperoleh di wilayah SGX dijumpai adanya hubungan terbalik (negatif) dan signifikan antara ROBA terhadap PBV. Hasil pengujian ROE untuk kedua wilayah menghasilkan hubungan yang lemah terhadap PBV. Hasil ini bertolak belakang dengan beberapa penelitian sebelumnya. Damodaran (2011) yang menyatakan bahwa hubungan ROE dan PBV memiliki pengaruh yang kuat sehingga memang belum sepenuhnya konsisten dengan hasil penelitian ini. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, seperti hasil analisis yang dilakukan Damodaran mengatakan hubungannya positif (searah) dan objek penelitiannya juga untuk sektor perbankan. Karena lemah atau kuatnya hubungan ROE terhadap PBV dapat saja disebabkan hal yang spesifik dari bidang, ukuran perusahaan yang diteliti dan waktu pengukuran yang berbeda. Seperti pada penelitian ini sampelnya adalah perusahaan perkebunan yang hasil usahanya didasarkan kepada hasil pertanian dengan siklus pasar komoditi yang bisa tidak stabil. Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Yusuf (2014), terdapat hubungan signifikan namun tidak searah (negatif) atas ROE terhadap PBV di wilayah SGX, namun untuk wilayah IDX tidak terdapat hubungan yang kuat. Hasil tersebut agak berbeda dengan penelitian saat ini dimana pada kedua wilayah dijumpai tidak memiliki hubungan yang kuat. Uji Beda Hasil pengujian untuk melihat perbedaan PBV, ROE dan ROBA pada wilayah IDX dan SGX dapat dilihat pada Tabel 3. Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah diantara variabel dependen PBV secara individu berbeda untuk sampel di wilayah IDX dan SGX dengan menggunakan Independent Sample Test. Independent Sample Test dilakukan untuk menguji perbedaan rata-rata dari suatu variabel untuk sampel yang tidak saling berhubungan (sampel wilayah IDX & SGX). Dasar pengambilan keputusan adalah berdasarkan nilai signifikansi dibandingkan dengan tingkat kesalahannya (α = 5%) jika Sig. > 5%, maka H0 diterima jika Sig. < 5%, maka H0 ditolak. Secara keseluruhan metode pengujian yang tertera pada Tabel 3 untuk melihat perbedaan rata-rata atas PBV, ROE dan ROBA pada wilayah IDX dan SGX apakah menunjukan hasil yang berbeda atau tidak. Variabel PBV diperoleh nilai t-test, Satterhwaite-Welch-test, Anova F-test dan Welch F- test yang semuanya lebih kecil dari alpha = 0,05 (Sig. < 5%), sehingga hal ini menunjukan terdapat perbedaan. Berbeda dengan PBV, variabel ROE dan ROBA secara keseluruhan diperoleh nilai t-test, Satterhwaite-Welch-test, Anova F-test dan Welch F- test yang semuanya lebih besar dari alpha = 0,05 (Sig >5%) sehingga hal ini dapat menjelaskan tidak adanya perbedaan besaran rasio ROE dan ROBA diantara SGX yang telah menerapkan Nilai Wajar atas nilai tanaman dan IDX yang masih menerapkan Nilai Buku pada nilai tanaman. Hanya pengujian PBV dan ROBA yang masih konsisten dengan hasil penelitian Yusuf (2014) yang menyatakan terdapat perbedaan pada PBV dan tidak terdapat perbedaan ROBA dan ROE dari kedua wilayah studi. Sementara penelitian Yusuf sebelumnya terhadap ROE terdapat perbedaan, namun pada penelitian saat ini bertolak belakang menjadi tidak ada perbedaan. Tabel 4 : Uji Beda PBV, ROE dan ROBA Wilayah IDX dan SGX Method df Value Probability PBV t-test Satterthwaite-Welch t-test* Anova F-test (1, 110) Welch F-test* (1, ) ROE t-test Satterthwaite-Welch t-test* Anova F-test (1, 110) Welch F-test* (1, ) ROBA t-test Satterthwaite-Welch t-test* Anova F-test (1, 110) Welch F-test* (1, ) Sumber : Hasil Analisis Menggunakan Eviews 8, 2016 Salah tujuan penelitian pada paper ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan dari penggunaan standar akuntansi internasional (IAS 41) yang menggunakan basis Nilai Wajar dalam pengukuran aset-aset tanaman (biological assets) dengan menggunakan basis nilai buku (nilai historis). Penelitian terdahulu terkait implementasi pengukuran nilai menggunakan Nilai Wajar setidaknya telah dilakukan oleh Terzi, Oktem dan Kiymeti Sen (2013), kesimpulan penelitian tersebut menyebutkan terdapat perbedaan signifikan terhadap penggunaan standar lokal GAAP dan IFRS yang mendasari pernyataan atas rasio-rasio keuangan. Namun, peneliti yang sama menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan diantara penggunaan standar lokal GAAP dan IFRS atas analisis rasio nilai buku/nilai pasar. Hasil yang berbeda juga diungkapkan oleh Saut Maruli dan Aria Farah Mita (2011) menyimpulkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai dan volatilitas aset, pendapatan, laba, ROA dan Income Smothing Index (ISI) antara perusahaan agrikultur yang menggunakan pendekatan Nilai Wajar dengan menggunakan pendekatan nilai historis. 21 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

28 Hasil yang diperoleh oleh peneliti Terzi, Oktem dan Kiymeti Sen (2013) sejalan dengan hasil penelitian ini berdasarkan uji beda yang telah dilakukan pada variabel PBV dan ROBA atas perusahaan pada sampel wilayah IDX dan sampel wilayah SGX. Namun, untuk variabel ROE, penelitian ini menjelaskan berbeda bahwa tidak dapat perbedaan dan hal ini sejalan dengan penelitian berbeda juga diungkapkan oleh Saut Maruli dan Aria Farah Mita. Hasil uji pengaruh diantara rasio profitabilitas terhadap rasio penilaian (rasio nilai pasar) yang telah diteliti untuk masing-masing perusahaan-perusahaan perkebunan pada bursa efek/wilayah IDX maupun di wilayah SGX secara utama dapat dianalisis dari perbedaan PBV rata-rata sampel wilayah IDX terhadap SGX. Alasan diambilnya rasio PBV sebagai faktor utama yang perlu dianalis disebabkan rasio ini adalah salah satu rasio yang dapat digunakan dalam pengukuran nilai pasar perusahaan (Brigham dan Ehrhardt, 2005). Seperti diketahui, ROBA telah dicoba untuk digunakan sebagai rasio untuk melihat laba usaha terhadap nilai aset tanaman. Dengan menggunakan ROBA sebagai ukuran analisis, maka analis tersebut dapat digunakan untuk melihat sampai sejauh mana hasil pengukuran nilai aset tanaman yang menggunakan basis standar akuntansi keuangan dengan pengukuran yang berbeda akan saling berpengaruh satu sama lainnya. Perbedaan tersebut juga memberikan efek kepada perlakuan pencatatan atas selisih perubahan Nilai Wajar tanaman dalam pencatatan setiap tahunnya, apakah positif atau negatif akan menjadi pendapatan lain-lain setelah dikurangi biaya penjualanan (IAS 41) pada pos laba rugi. Selanjutnya, kenaikan atau penurunan laba akibat selisih Nilai Wajar tersebut akan berpengaruh kepada besaran ekuitas perusahaan. Pada sisi yang berbeda untuk nilai aset tanaman yang masih menggunakan model biaya akan menghasilkan nilai buku yang diperoleh dari harga perolehan aset tanaman yang disusutkan (secara akumulasi) berdasarkan umur tanaman. Beban depresiasi atau penyusutan yang diperoleh akan dibebankan menjadi biaya dalam laporan laba rugi. Karena depresiasi menjadi beban biaya maka sudah tentu akan menjadi pengurang laba yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap ekuitas. Nilai aset yang berasal dari tanaman akan menjadi pembentuk potensi usaha perusahaan secara langsung karena hasil produksi yang dihasilkan tanaman akan menjadi sumber pendapatan usaha perusahaan. Sehingga salah satu rasio yang relevan dan perlu dipertimbangkan adalah rasio Return on Biological Asset (ROBA). Khusus untuk perusahaan yang berbasis kepada budidaya pertanian atau perkebunan seperti perkebunan kelapa sawit dan karet, rasio ROBA dapat digunakan secara langsung untuk melihat seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan tingkat pengembalian atas investasi yang dibiayakan pada aset pertanian atau tanaman. Secara bersamaan, nilai aset tanaman juga berpotensi menjadi pembentuk besaran nilai aset total dan secara menyeluruh (aset lancar dan aset tak lancar). Pembentukan aset secara total dimana aset tanaman ikut berpengaruh, tentu perusahaan secara langsung akan dapat melihat pengaruh laba usaha terhadap total nilai aset melalui Rasio ROA. Perbandingan ROA dan ROBA terletak pada masing-masing nilai aset yang dijadikan pembagi oleh laba bersih perusahaan. Bila dalam ROA digunakan total aset, maka dalam ROBA digunakan total nilai tanaman atau aset pertanian (biological asset). Sehingga beberapa indikasi yang dapat dijadikan dasar penentuan ROBA sebagai salah satu alternatif untuk dijadikan rujukan sebagai rasio profitabilitas dalam mengukur kinerja aset dan PBV dalam mengukur nilai perusahaan, dapat memiliki kelebihan dan kekurangan dengan penjelasan sebagai berikut : Bila aset tanaman atau aset pertanian menjadi salah satu basis aset yang signifikan dalam memberikan andil terhadap total aset dan/atau terhadap return perusahaan, maka ROBA menjadi sebagai alternatif untuk dapat digunakan selain ROA; Pengukuran aset tanaman berdasarkan Nilai Wajar dalam hasil uji pengaruh yang telah dilakukan pada penelitian ini menunjukan bahwa ROBA berpengaruh signifikan dan positif terhadap rasio penilaian atau rasio nilai pasar yang diwakili PBV. Sehingga ROBA menjadi relevan untuk digunakan pada perusahaan perkebunan yang menerapkan Nilai Wajar dalam pengukuran nilai aset tanamannya. Karena sesungguhnya, Nilai Wajar berdasarkan konsep definisinya adalah nilai berbasis kepada pasar (IFRS 13); Apabila data dan/atau rasio keuangan hendak digunakan sebagai data perbandingan dalam menentukan nilai perusahaan atau nilai saham/ekuitas (terutama perusahaan tertutup) berasal dari hasil penggunaan standar akuntansi keuangan yang berbeda maka perlakuan ini akan menjadi tidak cocok pada pendekatan pasar (Damodaran, 2012); Kurang konsistennya besaran nilai wajar dari masing-masing perusahaan per hektar di SGX (Tabel 5) dapat menjelaskan adanya potensi perbedaan model pengukuran dalam penentuan Nilai Wajar, selain adanya perbedaan kualitas dan produktifitas tanaman yang berbeda pada satu perusahaan dengan perusahaan lainnya. Perbedaan atas informasi keuangan diantara satu perusahaan dengan perusahaan lain bila ingin digunakan dalam menentukan beberapa alternatif rencana investasi, seharusnya informasi keuangan tersebut menjadi pertimbangan bagi para praktisi dan manajer keuangan dengan meneliti lebih jauh basis 22 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

29 standar akuntansi keuangan yang digunakan. Bila tidak ditemukan sebanding maka perlu dilakukan penyesuaian sebelum rasio penilaian tersebut digunakan (Pratt, 2008) Tabel 5: Perbandingan Nilai Aset Tanaman Wilayah IDX dan SGX IDX Nilai Buku SGX Nilai Wajar Rp /Ha Rp /Ha AALI 22,448 WIL 104,199 LSIP 25,316 GAR 230,890 BWPT 58,676 FR 66,745 SGRO 29,686 IFAR 64,454 TBLK 25,485 KAGR 76,079 SMAR 11,629 BGA 66,984 GZCO 56,773 GGR 45,427 Rata-rata 32,859 Rata-rata 93,540 Sumber : Diolah dari Annual Report 2015 masing-masing perusahaan VI. KESIMPULAN Bahwa tidak semua variabel independen untuk masing-masing wilayah studi secara individu berpengaruh terhadap rasio penilaian PBV kecuali ROBA yang secara parsial berpengaruh positif di IDX dan negatif di SGX. Sedangkan untuk ROE hubungannya lemah terhadap PBV untuk kedua wilayah. Namun disisi lain, secara bersama-sama semua variabel yang diuji (ROE, ROBA) berpengaruh signifikan. Pengujian lain diperoleh juga bahwa adanya perbedaan rata-rata nilai PBV dari kedua wilayah sampel IDX dan SGX. Sehingga hal ini memberikan pengertian bahwa terdapat indikasi pengaruh nilai aset tanaman terhadap pembentukan rasio penilaian yang disebabkan adanya penerapan Standar Akuntansi Keuangan terkait pengukuran aset biologis yang berbeda dari kedua bursa efek IDX dan SGX. Terdapatnya perbedaan rata-rata rasio penilaian antara dua entitas yang berbeda penggunaan standar akuntasi keuangannya, perlu menjadi perhatian Penilai dalam menentukan asumsi yang digunakan dalam penilaian aset maupun ekuitas. Pengukuran Nilai Wajar sebagaimana mana yang diatur oleh SAK maupun Standar Penilaian seharusnya dapat menyajikan kepercayaan dan kehandalan hasil pelaporan bagi pemegang saham dan investor. DAFTAR PUSTAKA Agca Ahmet, Aktas Rafet (2007). Aplikasi Pertama terhadap IFRS dan Pengaruhnya atas Rasio Keuangan; Suatu Studi terhadap Perusahan-perusahaan yang Terdaftar di Turkey), Problem and Perpectives Management/Volume 5, Issue 2, hal Ankarath, Nandakumar, Ghost,T.P, Mehta, J, Kalpesh, Alkafaji, A, Yass. (2010). ED Bahasa Indonesia (2012). Memahami IFRS Standar Pelaporan Keuangan Internasional, Indeks Jakarta. Azevedo, Graca Maria do Carmo, (2007). The Impact of International Accounting Standard 41 Agriculture in the Wine Industry, Social Science Electronic Publishing, Inc Atkinson, A. A., Kaplan, R. S., Matsumura, E. M., Young, S. M. (2007). Management Accounting, Fifth Edition. Pearson International Edition. Baltagi, Badi H. Econometric Analysis of Panel Data, Third Edition, John Wiley & Sons, Inc Brigham, E. F. and Ehrhardt, M. C. (2005). Financial Management, Theory and Practice. International Student Edition, 11th edition. Damodaran, Aswath. Applied Corporate Finance, (2011), Third Edition, John Wiley & Sons, Inc. Damodaran, Aswath. Investment Valuation Tool and Techniques for Determining The Value of Assets, (2012), Third Edition, John Wiley & Sons, Inc. Damodaran, Aswath. Investment Philosophies, (2012), Second Edition, Wiley Finance, Gujarati, N Damodar, Porter Down C. Basic Econometrics, (2009), Fifth Edition, McGraw-Hill. Gujarati, Damodar. Econometrics by Example, (2012), Palgrave Macmillan Yusuf, Hamid (2011). Nilai Wajar Akuntansi Dalam Perspektif Penilaian Properti, Media Penilai Ed. Desember 2011, MAPPI Yusuf, Hamid (2014), Analisis Hubungan Profitabilitas Berbasis Nilai Tanaman Terhadap Rasio Penilaian Perusahaan Perkebunan di Bursa Efek Indonesia dan Singapore (Tinjauan atas Perbandingan Pengukuran Nilai Historis dan Nilai Wajar Pada Aset Tanaman), Tugas Akhir Program Magister, Magister Manajemen Universitas Terbuka International Accounting Standard Board (IASB), International Accounting Standard 41, Agriculture (IAS 41), 2008 International Accounting Standard Board (IASB), International Financial Reporting Standard 13 Fair Value Measurement (IFRS 13), 2011 Majid Kabajeh Majed Abdel, Al Nu aimat Said Mukhled Ahmed & Dahmash Firas Naim (2012). Hubungan diantara Rasio ROA, ROE dan ROI dengan Harga Pasar Saham Jordanian Insurance Public Companies International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2 No. 11; Hal Maruli, Saur dan Farahmita, Aria. The Analysis Of Application Of Fair Value And Historical Cost Approaches In The Valuation Of Biological Assets in The Agricultural Companies, Asia Pasific Journal od Accounting and Finance, Vol I (2), June 2011 Nachrowi, D Nacrowi dan Usman, Hardius. (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrik Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit FEUI. Nasehah Durrotun, Tri Widyarti Endang (2012), Analisis Pengaruh ROE, DER, DPR, Growth, dan Firm Size Terhadap Price To Book Value (PBV) (Studi Kasus pada Perusahaan Manufaktur yang Listed di BEI Periode Tahun ), Diponegoro Journal of Management Volume 1, Nomor 1, Hal 1-9. Pratt, Shannon P, Niculita, V Alina, Valuing a Business, The Analysis and Appraisal of Closely Held Companies, (2008). Fifth edition, McGraw-Hill. Standar Akuntansi Keuangan 1 Juni (2012). Ikatan Akuntansi Indonesia. Penerbit Salemba Empat. Terzi Serkan, Oktem Recep & Sen Ilker (2013). Pengaruh adopsi Standar Akuntansi Internasional; Pembuktian Empiris dari Turkey, International Business Research, Vol. 6 No. 4, hal Tandelilin, Eduardus, Manajemen Investasi, BMP EKMA5312, (2012). Universitas Terbuka. Van Horne, James C dan Wachowicz, Jr John, M. (2012). Prinsipprinsip Manajemen Keuangan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta, Salemba Empat. Widarjono, Agus, Ekonometrika (Pengantar dan APlikasi), (2013). Jakarta UPP STIM YKPN. 23 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

30 PENGARUH INTELECTUAL CAPITAL TERHADAP NILAI INTRINSIK PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI INDONESIA Handy Octavianus I. PENDAHULUAN Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki aset, baik perusahaan perseorangan, perusahaan dagang, perusahaan industri, maupun perusahaan jasa. Aset berwujud (tangible assets) maupun aset tidak berwujud (intangible assets) memegang peranan penting dalam kegiatan operasional perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan. Organisasi-organisasi bisnis, para pemangku kepentingan, para peneliti, dan pembuat kebijakan semakin menyadari pentingnya aset tak berwujud sebagai sumber daya fundamental untuk menciptakan kekayaan dan sebagai sumber inovasi (Yudhanti dan Santi, 2011). Hulten dan Hao (2008) mengemukakan bahwa diperlukan suatu transformasi di dalam satu perusahaan yang terlalu mengutamakan tangible assets sebagai kekuatan utamanya. Studi kasus pada negara China menemukan bahwa intangible assets mempunyai pengaruh signifikan dalam meningkatkan performa perusahaan. China memiliki perkembangan yang luar biasa dalam berbagai sektor kehidupannya. Hal ini tidak terlepas dari pengaruh transformasi ekonomi yang dilakukan oleh China, dimana perusahaan-perusahaan China menyadari akan pentingnya membesarkan porsi intangible assets dalam perusahaannya. Gambar 1.1, Hulten dan Hao (2008) membagi proporsi aset di dalam perusahaan, dimana intangible assets memiliki proporsi terbesar yaitu 40%, sedangkan aset lancar 24 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret % dan aset tetap 19%, goodwill dan aset jangka panjang masing-masing 9%. Gambar 1.1 Perbandingan Tangible dengan Intangible assets dalam satu perusahaan, Sumber Hulten and Hao (2008) Hal ini menunjukkan bahwa investasi terbesar yang harus dilakukan oleh perusahaan seharusnya dilakukan pada investasi terhadap intangible assets, yang menurut Hulten dan Hao (2008) dapat meningkat performa perusahaan secara signifikan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 1.1, di mana peranan intangible assets mencapai 40% dari total investasi pada perusahaan. Munculnya kesadaran ini menandakan dimulainya era ekonomi baru, yang salah satu cirinya adalah didominasi oleh peran penting informasi dan

31 pengetahuan sebagai suatu knowledge assets bagi perusahaan (Castro and Verde, 2012). Dunia mulai menyadari, bahwa investasi pada intangible assets, merupakan suatu investasi yang menjanjikan untuk kemajuan perusahaan mereka, pemberdayaan intangible assets, sebagai salah satu kekuatan yang menentukan kinerja perusahaan, layak untuk mendapat perhatian (Corrado et al., 2012). Pada Gambar 1.2. dapat dilihat bahwa perkembangan investasi pada intangible assets di Amerika Serikat dalam kurun waktu enam puluh tahun, memiliki kecenderungan meningkat dibandingkan dengan investasi pada tangible assets, yang memiliki kecenderungan mendatar. Gambar 1.2. U.S. Tangible vs Intangible Investment, Sumber : Corrado and Hulten (2010) and Corrado et. al. (2012). Intellectual capital / Modal Intelektual, yang juga merupakan salah satu bagian dari Intangible assets. Pertama kali dikembangkan oleh John Kenneth Galbraith pada tahun 1969 dan kemudian dikembangkan oleh Peter F. Drucker pada tahun 1993 (Bontis, 2001). Intellectual capital merupakan proses penciptaan nilai melalui pengetahuan dan informasi yang diaplikasikan pada pekerjaaan (William, 2001 dalam Rachmawati, 2012). Pendapat yang serupa juga dikemukan oleh Rupert (1998) dalam Sawarjuwono (2003) bahwa aktiva tetap dalam neraca keuangan perusahaan dapat berkurang bahkan hilang, namun tidak menyebabkan hilangnya perhargaan pasar terhadap mereka. Hal ini tercermin dari banyaknya perusahaan yang memiliki aktiva berwujud namun tidak signifikan dalam laporan keuangan, akan tetapi penghargaan pasar atas perusahaan-perusahaan tersebut sangat tinggi. Pada perusahaan-perusahaan perbankan di Indonesia, fenomena penghargaaan pasar atas perusahaan tersebut terlihat dari nilai pasarnya yang berada di atas nilai aset bersihnya sebagaimana disajikan pada pada Tabel 1.1). Tabel 1.1 Rupiah) Market Value and Assets (in Milyar Company Market Value Revenue Profits Net Assets Bank BNI Bank BCA Bank BII Bank MEGA Hidden Value (36%) (77%) (57%) 5.21 (45%) Sumber : Laporan keuangan perusahaan perbankan yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2012 (Diolah) Dari Tabel 1.1, terdapat selisih antara market value dengan net assets. Hal tersebut merupakan suatu indikasi adanya hidden value, yang mana tidak terungkapkan dalam laporan keuangan. Contohnya Bank Central Asia (BCA) memiliki market value sebesar 224 trilliun rupiah, sementara aset bersihnya hanyalah 52 trilliun rupiah, terdapat selisih sekitar 172 trilliun rupiah yang merupakan nilai yang tersembunyi, dan tidak tercatat didalam laporan keuangan. Dalam hal ini, intangible assets dianggap merupakan faktor yang menyebabkan terjadinya hidden value tersebut. Dilihat dari segi net assets maupun market value, bank MEGA berada di bawah bank BII, namun bank MEGA memberikan profits lebih besar dibandingkan bank BII. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kemungkinan intangible assets pada bank MEGA lebih baik dibandingkan bank BII. Berdasarkan data tersebut dapat dinyatakan bahwa ada intangible assets yang merupakan hidden value sehingga terdapat perbedaan yang besar antara market value dengan book value, dan berperan dalam meningkatkan nilai pasar perusahaan, Steward (1997) dalam Astuti (2005). Perbedaan antara nilai buku dan nilai kapitalisasi saham pada industri yang berbasis pengetahuan (knowledge based industries) mengakibatkan terjadinya missing value pada laporan keuangan, yang oleh Steward (1997) disebut sebagai intellectual capital. Hal ini memberi suatu pandangan baru bahwa intellectual capital adalah sumber daya yang penting bagi perusahaan, sama halnya dengan physical capital dan financial capital (Andriessen dan Stam,2005). Petty dan Guthrie (2000) mengemukakan pendekatan yang sering yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran aset tidak berwujud adalah Intellectual capital yang telah menjadi fokus dan perhatian di berbagai bidang keilmuan, baik teknologi informasi, manajemen dan akuntansi. Intellectual capital perusahaan tidak diukur secara langsung, akan tetapi Pulic (1998, 2000) mengemukakan suatu ukuran penilaian efisiensi dari nilai tambah (value added) sebagai hasil dari kemampuan intelektual perusahaan (value added intellectual capital VAIC TM ). Komponen utama dari VAIC TM dilihat dari sumber daya perusahaan, 22 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

32 yaitu physical capital (VACA-value added capital employed), human capital (VAHU-value added human capital), dan structural capital (STVAstructural capital value added). Menurut Pulic (1998) tujuan utama dari ekonomi yang berbasis pengetahuan adalah untuk menciptakan value added, sedangkan untuk menciptakan value added tersebut dibutuhkan ukuran yang lebih tepat tentang physical capital dan intellectual potential yang disebut dengan VAIC TM yang menunjukkan sejauh mana kedua sumber daya tersebut (physical capital dan intellectual potential) telah dimanfaatkan secara efisien oleh perusahaan. Semakin besar nilai Intellectual capital semakin efisien penggunaan modal perusahaan, sehingga menciptakan value added bagi perusahaan (Appuhami, 2007) Abdolmohammadi (2005) berpendapat Intellectual capital berperan penting dalam peningkatan nilai perusahaan maupun kinerja keuangan. Setiap perusahaan yang mampu memanfaatkan modal intelektualnya secara efisien, maka nilai pasarnya akan meningkat. Firer dan Williams (2003) di Afrika Selatan melakukan penelitian yang menemukan hubungan antara VAIC TM dengan kinerja keuangan dan hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara intellectual capital dengan profitabilitas ROA dan menunjukkan bahwa physical capital (VACA) merupakan faktor yang paling signifikan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di Afrika Selatan, sementara human capital (VAHU) dan structural capital (STVA) tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja perusahaan. Chen et al. (2005) melakukan pengujian antara intellectual capital dengan nilai pasar dan kinerja keuangan pada perusahaan di Taiwan, dan menemukan pengaruh signifikan yang positif terhadap nilai pasar dan kinerja keuangan perusahaan. Tan et al. (2007) melakukan penelitian dengan menggunakan 150 perusahaan yang terdaftar di bursa efek Singapore, dan hasilnya sejalan dengan penelitian Chen et al. (2005), bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Beberapa penelitian di Indonesia juga mengukur hubungan antara intellectual capital terhadap nilai perusahaan, apakah nilai perusahaan baik nilai bukunya (book value), maupun nilai pasarnya (market value) dipengaruhi oleh intellectual capital. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Solikhah et al. (2010), menemukan bahwa intellectual capital tidak mempengaruhi nilai pasar perusahaan, sementara Yudhanti dan Shanti (2011), menemukan bahwa intellectual capital berpengaruh terhadap peningkatan nilai perusahaan yang diproksikan oleh book value. Menurut Abidin (2000), perusahaanperusahaan di Indonesia menggunakan basis konvensional dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang dihasilkan kurang memiliki kandungan teknologi. Selanjutnya Abidin (2000) menyatakan bahwa perhatian lebih harus diberikan kepada intellectual capital sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat mulai memanfaatkan keunggulan yang akan membawa perusahaan dalam menghasilkan produk-produk yang semakin diminati oleh konsumen. Penelitian ini menguji pengaruh intellectual capital yang diproksikan dengan VAIC TM (Value Added Intellectual capital), terhadap nilai intrinsik perusahaan dengan dimediasi oleh kinerja keuangan yang ditunjukkan oleh ROA, yang mana nilai perusahaan ditentukan dengan menggunakan metode discounted free cash flow model (FCFF) yang merupakan suatu teori untuk menentukan nilai intrinsik (nilai wajar) perusahaan didasarkan atas pendapatan bersih perusahaan yang diproyeksikan selama beberapa tahun ke depan. Discounted free 23 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

33 cash flow juga memperkenalkan konsep discounting dalam teorinya yang pada dasarnya merupakan proses menilai aliran pendapatan di masa yang akan datang pada saat sekarang. Penelitian ini berusaha membuktikan hubungan IC dan nilai perusahaan dengan mengacu pada penelitian Chen et al. (2005) dengan melakukan modifikasi terhadap variabel dependennya yaitu nilai perusahaan. Penelitian Chen et al (2005) mengukur nilai perusahaan dengan menggunakan nilai book value, dan penelitian ini mengukur nilai perusahaan dengan menggunakan metoda discounted free cash flow to firm. Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan bahwa permasalahan yang akan diteliti adalah sejauh mana peranan intellectual capital di dalam meningkatkan kinerja keuangan dan nilai intrinsik perusahaan. II. TINJAUAN PUSTAKA Intellectual capital Intangibles telah dirujuk sebagai goodwill, (ASB, 1997; IASB, 2004), dan IC adalah bagian dari goodwill. Dewasa ini, sejumlah skema klasifikasi kontemporer telah berusaha mengidentifikasi perbedaan tersebut dengan secara spesifik memisahkan IC ke dalam kategori eksternal (customer-related) capital, internal (structural) capital, dan human capital (Brennan dan Connell, 2000; Edvinsson dan Malone, 1997). Bukh (2003) menyebut bahwa IC dan aset tidak berwujud adalah sama dan seringkali saling menggantikan. Paragraph 08 PSAK 19 (revisi 2000) mendefinisikan aktiva tidak berwujud sebagai aktiva non-moneter yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak lainnya, atau untuk tujuan administratif. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang disajikan oleh IAS 38 tentang intangible assets yang relatif sama dengan definisi yang diajukan dalam FRS 10 tentang goodwill and intangible assets. Keduanya, baik IAS 38 maupun FRS 10, menyatakan bahwa aktiva tidak berwujud harus (1) dapat diidentifikasi, (2) bukan aset keuangan (non-financial/non-monetary assets), dan (3) tidak memiliki substansi fisik. Sementara APB 17 tentang intangible assets tidak menyajikan definisi yang jelas tentang aktiva tidak berwujud. Stewart (dalam Ulum, 2009) mendefiniskan Intellectual capital sebagai keseluruhan manusia yang berada di dalam perusahaan yang mampu menempatkan perusahaan ke dalam persaingan pasar, melalui pengetahuan, informasi, pengalaman, yang menciptakan kesejahteraan perusahaan. Edvinson dan Malone (dalam Ulum, 2009) mendefinisikan Intellectual capital sebagai nilai yang tersembunyi dari perusahaan, yang akan membawa perusahaan menuju kesejahteraan. Intellectual capital merupakan perbedaan antara nilai pasar perusahaan dengan nilai bukunya (Roslender dan Fincham, 2004 dalam Ulum, 2009) Bontis et al. (2000) menyatakan modal intelektual memiliki tiga bagian utama, yaitu: human capital (HC), structural capital (SC), dan customer capital (CC). Secara sederhana HC melukiskan individual knowledge suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh karyawannya. Sedangkan SC merupakan non-human knowledge dalam perusahaan, seperti database, struktur organisasi, strategi, dan lain sebagainya yang dapat membuat nilai perusahaan lebih besar dari nilai bukunya. CC adalah pengetahuan yang terdapat di dalam sistim pemasaran dan hubungan dengan pelanggan. Value Added Intellectual Capital (VAIC TM ) Metode VAIC TM, dikembangkan oleh Pulic (1998), didesain untuk menyajikan informasi tentang penciptaan nilai dari aset berwujud (tangible asset) dan aset tidak berwujud (intangible assets) yang dimiliki perusahaan. Model ini dimulai dengan kemampuan perusahaan untuk menciptakan value added (VA). Value added adalah indikator paling objektif untuk menilai keberhasilan bisnis dan menunjukkan kemampuan perusahaan dalam penciptaan nilai (value creation) (Pulic, 1998) sementara VA dihitung sebagai selisih antara output dan input. Tan et al. (2007) menyatakan bahwa output (OUT) merepresentasikan revenue dan mencakup seluruh produk dan jasa yang dijual di pasar, sedangkan input (IN) mencakup seluruh beban yang digunakan dalam memperoleh revenue. Menurut Tan et al. (2007), hal penting dalam model ini adalah bahwa beban karyawan (labour expenses) tidak termasuk dalam beban. Karena peran aktifnya dalam proses value creation, maka beban karyawan tidak dihitung sebagai biaya. Tan et al., 2007 menyebutkan aspek kunci dalam model Pulic adalah memperlakukan tenaga kerja sebagai value creating entity, sehingga VA dipengaruhi oleh efisiensi dari Human Capital (HC) dan Structural Capital (SC). Hubungan lainnya dari VA adalah capital employed (CE), yang dalam hal ini disebut dengan VACA (value added capital employed). VACA merupakan indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Pulic (1998) mengasumsikan bahwa apabila sebuah perusahaan menghasilkan return yang lebih besar dari setiap 1 unit dari CE, maka berarti perusahaan tersebut telah memanfaatkan CE dengan baik. Sehingga menurut Tan et al., 2007 pemanfaatan CE yang lebih baik merupakan bagian dari intellectual capital. Hubungan selanjutnya adalah VA dan HC. Value Added Human Capital (VAHU) menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja. Hubungan antara VA dan HC mengindikasikan kemampuan dari HC untuk menciptakan nilai di dalam perusahaan (Tan et al., 24 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

34 2007). Pulic (1998) berargumen bahwa total salary dan wage costs adalah indikator dari HC perusahaan. Hubungan ketiga adalah value added structural capital (STVA), yang menunjukkan kontribusi structural capital (SC) dalam penciptaan nilai. STVA mengukur jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai (Tan et al., 2007). SC bukanlah ukuran yang independent sebagaimana HC, ia dependent terhadap value creation (Pulic, 1999). Artinya, menurut Pulic (1999), semakin besar kontribusi HC dalam value creation, maka akan semakin kecil kontribusi SC dalam hal tersebut. Pulic (1999) menyatakan bahwa SC adalah VA dikurangi HC, yang hal ini telah diverifikasi melalui penelitian empiris pada sektor industri tradisional (Pulic, 2000). Rasio terakhir adalah menghitung intellectual capital perusahaan dengan menjumlahkan koefisienkoefisien yang telah dihitung sebelumnya. Hasil penjumlahan tersebut dirumuskan dalam indikator baru yang unik, yaitu VAIC TM (Tan et al., 2007). Keunggulan metode VAIC TM adalah karena data yang dibutuhkan mudah diperoleh dari berbagai sumber dan jenis perusahaan. Data yang dibutuhkan untuk menghitung berbagai rasio tersebut adalah angkaangka keuangan yang standar yang umumnya tersedia dari laporan keuangan perusahaan. Alternatif pengukuran IC lainnya terbatas hanya menghasilkan indikator keuangan dan nonkeuangan yang unik yang hanya untuk melengkapi profil suatu perusahaan secara individu. Indikatorindikator tersebut, khususnya indikator nonkeuangan, tidak tersedia atau tidak tercatat oleh perusahaan yang lain (Tan et al., 2007). Konsekuensinya, kemampuan untuk menerapkan pengukuran IC alternatif tersebut secara konsisten terhadap sample yang besar dan terdiversifikasi menjadi terbatas (Firer dan Williams, 2003) Kinerja Keuangan Perusahaan Untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba dan peningkatan nilai, biasanya digambarkan dalam kinerja keuangan perusahaan tersebut. ROA merupakan salah satu rasio profitabilitas yang dapat mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. ROA merupakan perbandingan antara laba bersih setelah bunga dan pajak (EAT) dengan total aktiva yang dimiliki perusahaan. ROA yang positif menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan untuk beroperasi, perusahaan mampu memberikan laba bagi perusahaan. Sebaliknya apabila ROA negatif, menunjukkan bahwa dari total aktiva yang dipergunakan, perusahaan mendapatkan kerugian (Van Horne, 2005) Nilai Perusahaan Semula teori perusahaan didasarkan pada asumsi bahwa maksud atau tujuan perusahaan adalah memaksimumkan laba sekarang atau jangka pendek. Akan tetapi, berdasarkan pengamatan perusahaan sering kali mengorbankan laba jangka pendek untuk meningkatkan laba masa depan atau jangka panjang. Karena baik keuntungan jangka pendek maupun jangka panjang sangat penting, teori perusahaan (theory of the firm) sekarang mempostulatkan bahwa maksud atau tujuan utama perusahaan adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Hal ini dicerminkan dari nilai sekarang atas semua keuntungan perusahaan yang diharapkan di masa depan. Nilai dari perusahaan bergantung tidak hanya pada kemampuan menghasilkan arus kas, tetapi juga 25 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

35 bergantung pada karakteristik operasional dan keuangan dari perusahaan yang diambil alih. Beberapa variabel kuantitatif yang sering digunakan untuk memperkirakan nilai perusahaan sebagai berikut: 1. Nilai Buku Nilai buku per lembar saham (BVS) digunakan untuk mengukur nilai shareholders equity atas setiap saham, dan besarnya nilai BVS dihitung dengan cara membagi total shareholders equity dengan jumlah saham yang beredar. Adapun komponen dari shareholders equity yaitu agio saham (paidup capital in excess of par value) dan laba ditahan (retained earning). 2. Nilai Pasar Saham Nilai pasar saham sebagaimana dinyatakan dalam kuotasi pasar modal adalah pendekatan lain untuk memperkirakan nilai bersih dari suatu bisnis. Apabila saham didaftarkan dalam bursa sekuritas utama dan secara luas diperdagangkan, sebuah nilai pendekatan dapat dibangun berdasarkan nilai pasar. Pendekatan nilai pasar adalah salah satu yang paling sering dipergunakan dalam menilai perusahaan besar. Bagaimanapun nilai ini dapat berubah secara cepat. Faktor analisis berkompetisi dengan pengaruh spekulatif murni dan berhubungan dengan sentimen masyarakat dan keputusan pribadi. 3. Nilai Intrinsik Nilai intrinsik perusahaan disebut juga sebagai nilai wajar, yang merupakan keseluruhan nilai kini dari aliran tunai bersih bebas. Untuk menentukan nilai intrinsik perusahaan adalah dengan rumusan sebagai berikut : Nilai perusahaan = ( t= FCFF t (1+WACC) t t=1 ) + ( TV ) (1+WACC ) t Keterangan : FCFF t = Free cash flow to Firm tahun ke-t WACC = Weighted average cost of capital TV = Terminal Value yaitu nilai sisa yang dihitung dengan cara membagi FCFF tahun ke-t, dengan capitalization rate Weighted Average Cost of Capital (WACC) Discount rate yang digunakan untuk menentukan nilai kini perusahaan adalah Weighted average cost of capital (WACC). Menurut Iramani dan Febrian (2005), WACC digunakan sebagai Discount rate, apabila pembiayaan atau pendanaan perusahaan diperoleh dari berbagai sumber. Dengan demikian biaya riil yang ditanggung oleh perusahaan merupakan keseluruhan biaya untuk semua sumber pembiayaan yang digunakan. Menurut Fitriani et.al (2006), Cash flow proyeksi akan didiskon dengan suatu Discount rate tertentu yaitu Weighted Average Cost of Capital (WACC) yang memperhitungkan adanya komposisi struktur pendanaan pada investasi modal. Untuk menentukan jumlah biaya modal perlu dipertimbangkan struktur modal perusahaan. Pada umumnya komponen struktur modal yang digunakan dalam menghitung WACC adalah : a. Sumber dana (saham preferen, saham biasa, hutang bank, obligasi) b. Jumlah dana dari masing-masing sumber dana c. Besarnya biaya dari masing-masing sumber Sehingga untuk menghitung WACC digunakan rumusan sebagai berikut : WACC = Wd.Kd(1-T) + Wps.Kps + Wcs.Kcs + Dengan : Wd= Jumlah dana / proporsi dana dari obligasi Kd = Biaya modal obligasi Wps = Proporsi dana dari saham preferen Kps = Biaya modal saham preferen Wcs = Proporsi dana dari saham biasa Kcs = Biaya modal saham biasa Free Cash Flow to Firm (FCFF) Free cash flow to firm adalah aliran kas yang merupakan sisa dari pendanaan seluruh proyek yang menghasilkan Net Present Value (NPV) positif yang didiskontokan pada tingkat biaya modal yang relevan. Free cash flow ini lah yang sering menjadi pemicu timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajer (Jensen, 1986) White et al (2003) mendefinisikan free cash flow sebagai aliran kas diskresioner yang tersedia bagi perusahaan. Free cash flow adalah kas dari aktivitas operasi dikurangi capital expenditures yang dibelanjakan perusahaan untuk memenuhi kapasitas produksi saat ini. Free cash flow dapat digunakan untuk penggunaan diskresioner seperti akuisisi dan pembelanjaan modal dengan orientasi pertumbuhan (growth-oriented), pembayaran hutang, dan pembayaran kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen. Semakin besar free cash flow yang tersedia dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang, dan dividen. Free cash flow menunjukkan gambaran bagi investor bahwa dividen yang dibagikan oleh perusahaan tidak sekedar strategi menyiasati pasar dengan maksud meningkatkan nilai perusahaan. Bagi perusahaan yang melakukan pengeluaran modal, free cash flow akan mencerminkan dengan jelas mengenai perusahaan manakah yang masih mempunyai kemampuan di masa depan dan yang tidak (Uyara dan Tuasikal, 2003). Cara untuk mendapatkan FCFF adalah dengan mengestimasi arus kas sebelum dilakukan pembayaran klaim, yaitu : 26 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

36 FCFF = EBIT(1-tax) + depresiasi capital expenditure Δnon-cash working capital Capital expenditure adalah pengeluaran yang menciptakan manfaat masa depan yang biasanya digunakan untuk membeli aktiva tetap, dihitung dengan mengurangkan aset tetap tahun kini dengan tahun sebelumnya, sedangkan non-cash working capital adalah investasi jangka pendek bersih yang dibutuhkan untuk melaksanakan setiap aktivitas, dihitung dengan mengurangkan antara aset lancar dengan hutang lancar. Growth (Pertumbuhan) Growth (pertumbuhan) memegang peranan yang sangat penting di dalam menentukan nilai perusahaan, kesalahan dalam menentukan growth akan mengakibatkan kesalahan didalam melakukan proyeksi arus kas tunai bersih bebas (FCFF) yang merupakan komponen utama di dalam nilai perusahaan. Growth merupakan komponen untuk menentukan arus kas tunai bersih bebas (FCFF). Untuk menentukan growth digunakan beberapa pendekatan, yakni: Pendekatan Data Historis Apabila pada data historis perusahaan, ditemukan bahwa growth cenderung stabil, maka growth tersebut dapat digunakan kembali sebagai dasar dalam melakukan prediksi growth di masa yang akan datang. Pertumbuhan perusahaan dapat diprediksi dengan memperhatikan rencana jangka pendek maupun jangka panjang perusahaan. Pendekatan Forecast Analysis Pada umumnya, pendekatan ini yang paling aktual untuk digunakan di dalam penentuan growth perusahaan di masa yang akan datang, karena pendekatan ini merupakan hasil analisis dari para analis manajemen keuangan. Forecast analis dapat dipergunakan dan biasanya cukup akurat karena mereka sudah terbiasa mengamati pertumbuhan banyak perusahaan dalam jangka waktu yang cukup lama dan memiliki intuisi yang cukup kuat. Para analis memperhatikan banyak aspek antara lain perekonomian secara makro, rencana ekspansi perusahaan di masa yang akan datang, laju inflasi, dan lain sebagainya. Apabila growth historis perusahaan tidak stabil atau tidak konstan, maka pendekatan inilah yang digunakan untuk memprediksi pertumbuhan perusahaan di masa depan. Pendekatan Growth in Operating Income Pendekatan ini digunakan untuk menentukan growth yang memiliki kecenderungan pertumbuhan yang stabil, dapat dihitung dengan rumusan: Expected Growth(g) = Reinvestment Rate x ROC Reinvestment Rate = (Capex-depreciation+ noncash working capital)/ebit(1-t) ROC = EBIT(1-T)/Capital invested III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS Kerangka Konseptual Modal Intelektual (intellectual capital) yang merupakan salah satu dari aset tidak berwujud, dikarenakan tidak tercantum di dalam laporan keuangan, sering diabaikan didalam menilai perusahaan. Salah satu pendekatan yang digunakan dalam penilaian dan pengukuran knowledge asset (aset pengetahuan) tersebut adalah Intellectual capital (IC). Intellectual capital seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan dan dianggap sebagai suatu kekuatan dalam mencapai kesuksesan dalam dunia bisnis. Variabel independen intellectual capital (IC) diukur dengan menggunakan VAIC TM. Adapun komponen VAIC TM meliputi value added capital employee (VACA), yaitu kalkulasi dari kemampuan mengelola modal perusahaan, value added human capital (VAHU), yaitu kalkulasi dari kemampuan sumber daya manusia perusahaan, dan structural capital value added (STVA), yaitu kalkulasi untuk kemampuan organisasi dalam perusahaan. Ketiga variabel independen tersebut akan dimediasi oleh sebuah variabel lainnya, yaitu kinerja keuangan, yang dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA). Variabel dependen yang digunakan didalam penelitian ini adalah nilai perusahaan yang diintepretasikan oleh discounted free cash flow, yaitu merupakan Net Present Value dari free cash flow to firm (FCFF) yang diproyeksikan. Tan et al. (2007) dan Chen et al. (2005) menemukan bahwa secara statistik seluruh komponen VAIC (VAHU, VACA, dan STVA) signifikan berpengaruh untuk menjelaskan kinerja keuangan perusahaan dan nilai buku perusahaan. Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka model kerangka konseptual dapat dilihat pada Gambar 3.1. Kerangka konseptual atau disebut juga sebagai kerangka teoritis dibangun berdasarkan teori yang telah ada, penelitian ini mengadopsi penelitian Chen et al. (2005) dengan melakukan modifikasi terhadap 27 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

37 variabel dependennya yaitu nilai intrinsik perusahaan yang dihitung berdasarkan FCFF yang didiskontokan pada discount rate tertentu. Hipotesis Berdasarkan rumusan permasalahan dan kerangka konseptual yang telah diuraikan di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut : 1. H1: Human Capital yang disebut juga VAHU, berpengaruh signifikan terhadap Kinerja keuangan perusahaan. 2. H2: Capital Employee, yang disebut juga VACA, berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. 3. H3: Structural Capital yang disebut juga STVA, berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan. 4. H4: Human Capital yang disebut juga VAHU, berpengaruh signifikan terhadap nilai intrinsik perusahaan 5. H5: Capital Employee yang disebut juga VACA, berpengaruh signifikan terhadap nilai intrinsik perusahaan 6. H6: Structural Capital yang disebut juga STVA, berpengaruh signifikan terhadap nilai intrinsik perusahaan 7. H7: Kinerja keuangan yang disebut juga ROA, berpengaruh signifikan terhadap nilai intrinsik perusahaan IV. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini merupakan studi empiris korelasional yang dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara intellectual capital yang diukur dengan VAIC TM dengan kinerja keuangan yang diukur dengan ROA, serta pengaruhnya terhadap nilai intrinsik perusahaan yang diukur dengan metode discounted free cash flow. Penelitian ini merupakan pengujian hipotesis yang diajukan terkait dengan pengaruh antara variabel independen terhadap variabel dependen. Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia mulai tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 dan secara rutin melaporkan posisi keuangannya kepada bursa efek Indonesia. Total populasi perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia adalah sebanyak tiga puluh satu perusahaan. Dalam penelitian ini digunakan metode sensus, artinya seluruh populasi dijadikan sebagai objek penelitian. Adapun kriteria populasi sasaran yang akan digunakan adalah sebagai berikut: 1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI tahun Mengeluarkan laporan keuangan tahunan lengkap selama tahun Memiliki data yang lengkap yang berhubungan dengan variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian. Daftar perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Daftar Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI (2012) No Perusahaan Perbankan Kode 1 Bank Agroniaga Tbk. AGRO 2 Bank Artha Graha Internasional Tbk. INPC 3 Bank Bukopin Tbk. BBKP 4 Bank Bumi Artha Tbk. BNBA 5 Bank Capital Indonesia Tbk. BACA 6 Bank Central Asia Tbk. BBCA 7 Bank CIMB Niaga Tbk. BNGA 8 Bank Danamon Indonesia Tbk. BDMN 9 Bank Ekonomi Raharja Tbk. BAEK 10 Bank Pundi Indonesia Tbk. BEKS 11 Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk. SDRA 12 Bank ICB Bumiputera Tbk. BABP 13 Bank Internasional Indonesia Tbk. BNII 14 BPD Jawa Barat dan Banten Tbk. BJBR 15 Bank QNB Kesawan Tbk. BKSW 16 Bank Mandiri (Persero) Tbk. BMRI 17 Bank Mayapada Tbk. MAYA 18 Bank Mega Tbk. MEGA 19 Bank Mutiara Tbk. BCIC 20 Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. BBNI 21 Bank Nusantara Parahyangan Tbk. BBNP 22 Bank OCBC NISP Tbk. NISP 23 Bank Pan Indonesia Tbk. PNBN 24 Bank Permata Tbk. BNLI 25 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. BBRI 26 Bank Sinarmas Tbk. BSIM 27 Bank of India Indonesia Tbk. BSWD 28 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. BBTN 29 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk. BTPN 30 Bank Victoria International Tbk. BVIC 31 Bank Windu Kentjana International Tbk. MCOR Sumber : Homogenitas karyawan pada perusahaan perbankan cukup tinggi. Homogenitas yang dimaksud adalah bahwa seluruh karyawan memiliki tingkat pengetahuan yang tidak terlalu beragam (heterogen), sehingga perlakuan terhadap human capital-nya menjadi lebih objektif. Perlakuan human capital dalam hal ini terkait dengan gaji, pelatihan, kesempatan jenjang karir, dan sebagainya. Jenis dan Prosedur Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder berupa laporan keuangan masing-masing perusahaan, yang disampaikan kepada BEI. Laporan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahunan periode Desember 2010, 2011, dan Laporan keuangan tersebut diperoleh melalui website resmi BEI. Data penelitian adalah cross section selama periode tahun Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 28 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

38 Keseluruhan variabel dan definisi operasional yang digunakan di dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Definisi, Pengukuran dan Skala Ukur Variabel Variabel Definisi Pengukuran Variabel Skala Ukur Return on Assets (Y1) Perbandingan antara laba bersih dengan total aset, merefleksikan efisiensi dalam pemanfaatan total aset Laba bersih / Total Aset Rasio Nilai Intrinsik Perusah aan (Y2) VAHU (X1) VACA (X2) STVA (X3) Nilai pasar perusahaan, nilai penghargaan pasar terhadap suatu perusahaan Menunjukkan berapa banyak VA dapat dihasilkan dengan dana yang dikeluarkan untuk tenaga kerja Indikator untuk VA yang diciptakan oleh satu unit dari physical capital. Jumlah SC yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 rupiah dari VA dan merupakan indikasi bagaimana keberhasilan SC dalam penciptaan nilai Nilai kini dari proyeksi FCFF perusahaan untuk 3 tahun ke depan ditambah dengan nilai terminal. Nilai tambah (VA) / Beban Karyawan (HC) Nilai Tambah (VA) / Ekuitas Structural Capital (SC)/ Nilai Tambah (VA) Rasio Rasio Rasio Rasio Pengujian terhadap data dilakukan dengan melakukan dua tahap, yaitu : a. Uji Asumsi Klasik b. Uji Goodness of Fit V. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian Perusahaan industri perbankan memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan industri sektor lainnya, perbedaan yang dimaksud antara lain : a. Hutang Perusahaan pada umumnya mempergunakan modal yang berasal dari ekuitas maupun hutang sebagai sarana melakukan produksi, hasil dari produksi tersebut akan memberi laba pada perusahaan sedangkan perusahaan perbankan umumnya memperoleh keuntungan melalui selisih (spread) antara beban bunga yang dibayarkan kepada debitur dengan beban bunga yang diterima dari kreditur. Sehingga pada laporan laba rugi tahunan perbankan, beban bunga merupakan beban yang tertinggi dibanding dengan beban lainnya. Ilustrasi di bawah ini mencoba menjelaskan perbedaan di atas : Pada perusahaan manufaktur pengolahan baja, bahan baku (raw material) adalah baja mentah diolah menjadi produk yang dapat dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi, sementara pada perusahaan perbankan bahan baku (raw material) adalah hutang yang dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi. b. Regulasi Pemerintah Seluruh lembaga keuangan, termasuk Bank dibatasi oleh regulasi yang sangat ketat oleh pemerintah. Pengawasan yang ketat oleh pemerintah dapat berupa pengawasan terhadap rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio) dan investasi-investasi yang dilakukan oleh Bank, hampir seluruh investasi yang dilakukan mendapat pengawasan dari pemerintah. Peraturan pemerintah mengekang cara investasi dilakukan, dimana investasi dilakukan, dan berapa banyak modal yang diinvestasikan, seluruhnya mendapat perhatian dari pemerintah. Dalam kepentingan penilaian, perubahan regulasi mengakibatkan rentannya tingkat resiko dalam penentuan growth perusahaan, perubahan peraturan pemerintah menjadi salah satu pertimbangan yang penting dalam menentukan nilai perusahaan. c. Tingkat Leverage Keuangan Sebagaimana telah disebutkan bahwa perusahaan perbankan menggunakan hutang sebagai sumber modalnya, sehingga menyebabkan tingkat leverage perusahaan perbankan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan sektor non-perbankan. Tingginya tingkat leverage pada perusahaan perbankan mengakibatkan tingginya beban biaya yang ditanggung oleh perusahaan, baik biaya tetap operasi maupun biaya finansial. Jadi, beban atau biaya tetap sebenarnya merupakan risiko yang harus ditanggung perusahaan dalam pelaksanaan keputusankeputusan keuangan. Dalam perusahaan perbankan, akibat tingginya tingkat leverage, menyebabkan perusahaan harus efisien dalam menggunakan hutang, ketidak-seimbangan antara hutang dengan dana yang dipinjamkan kepada nasabah, akan menyebabkan Bank menanggung beban yang tinggi. Hal ini perlu mendapat perhatian dan strategi yang khusus pada perusahaan perbankan. 29 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

39 Berdasarkan karakteristik yang unik tersebut, maka tidak mudah untuk melakukan penilaian terhadap perusahaan sektor perbankan, terutama ketika menentukan free cash flow perusahaan. Hal tersebut dikarenakan sulitnya mendefinisikan hutang perbankan yang besar dan tingkat reinvestment perbankan yang cenderung negatif. Analisis Statistik Deskriptif Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada Bank Performance VAIC Score Top Performance > 5,00 Good Performance 4,00 5,00 Common Performance 2,50 4,00 Bad Performance < 2,50 perusahaan perbankan periode tahun 2010 sampai tahun 2012 diperoleh gambaran penelitian yang dilakukan dengan statistik deskriptif untuk seluruh variabel yang dianalisis yaitu VAIC (Value Added Intellectual capital) yang terdiri dari VAHU (Value Added Human Capital), VACA (Value Added Capital Employee) dan STVA (Value Added Structural Capital), kinerja keuangan perusahaan yang diproksikan oleh ROA (Return on Assets) dan nilai intrinsik perusahaan. Statistik deskriptif ini dipaparkan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik dari variabel yang dianalisis secara terperinci yang meliputi jumlah sampel, range, rata-rata, minimum, maksimum dan standar deviasi. Tabel 5.1 berikut menunjukkan statistik deskriptif yang dimaksud. Tabel 5.1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian N Minimum Maximum Mean VAHU 31 0,731 3,697 2,26423 VACA 31 0,025 1,037 0,34755 STVA 31-0,369 0,73 0,49621 VAIC 31 0,499 4,657 3,108 ROA 31-0,006 0,034 0,01483 NILAI Valid N (listware) 31 Sumber : sampel penelitian yang diolah (2013) Intellectual capital Berdasarkan statistik deskriptif Tabel 5.1 nilai minimum VAHU adalah sebesar 0,731 (Bank QNB Kesawan, Tbk) dan nilai maksimum 3,697 (Bank Pan Indonesia, Tbk). Nilai Mean VAHU adalah 2,264 dengan standar deviasi 0,723 dengan jumlah sampel pengamatan sebesar 31 data, hal ini dapat dijelaskan bahwa Bank Pan Indonesia, Tbk adalah Bank yang paling mampu menciptakan nilai tambah dengan menggunakan human capital. Nilai minimum VACA adalah sebesar 0,025 (Bank ICB. Bumiputra, Tbk) dan maksimum untuk VACA adalah 1,037 (Bank Pundi Indonesia, Tbk). Nilai rata-rata perusahaan perbankan untuk VACA adalah 0,348. Berdasarkan data tersebut maka Bank Pundi Indonesia adalah perusahaan yang paling mampu memanfaatkan capital (modal, ekuitas) di antara 31 perusahaan perbankan yang diteliti. Kontribusi struktur modal (Structural Capital) dalam penciptaan nilai pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diproksikan oleh STVA, di mana perusahaan yang paling mampu mengelola struktur organisasinya adalah Bank Pan Indonesia, Tbk (0,730), sementara rata-rata STVA untuk perusahaan perbankan adalah 0,496. Mean VAIC perusahaan perbankan di Indonesia pada tahun 2012 adalah 3,108, sementara Bank Pan Indonesia, Tbk. memiliki skor VAIC tertinggi (4,657). Kamath (2007) mengelompokkan suatu bank berdasarkan skor VAIC sebagai berikut: Tabel 5.2. Klasifikasi Perbankan Berdasarkan VAIC TM versi Kamath (2007) Sumber : Kamath (2007) diolah Apabila mengacu kepada klasifikasi yang dibentuk oleh Kamath (2007), maka pada tahun 2012, perusahaan perbankan di Indonesia termasuk kepada kelompok Common Performance dengan rata-rata VAIC perbankan Indonesia adalah 3,108. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat ditentukan peringkat perusahaan perbankan berdasarkan VAIC pada tahun 2012, disajikan dalam tabel 5.3 berikut : Tabel Peringkat Bank Berdasarkan Kinerja VAIC TM (Intellectual capital) Perin gkat Perusahaan Perbankan 2012 VAIC(In tellectual capital) 1 Bank Pan Indonesia Tbk. 4,657 2 Bank Rakyat Indonesia 4,562 (Persero) Tbk. 3 Bank Central Asia Tbk. 4,519 4 Bank Mandiri (Persero) Tbk. 4,455 5 Bank CIMB Niaga Tbk. 4,039 6 Bank Victoria International 4,014 Tbk. 7 Bank Tabungan Negara 3,839 (Persero) Tbk. 8 Bank Bukopin Tbk. 3,720 9 Bank of India Indonesia Tbk. 3, Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 3,484 Sumber: Sampel Penelitian yang diolah (2012) Menurut hasil penelitian ini, bahwa pada tahun 2012 tidak ada perusahaan perbankan yang menempati klasifikasi Top Performance, dan hanya enam Bank yang memiliki klasifikasi Good Performance Kinerja Keuangan Perusahaan Kinerja keuangan perusahaan salah satunya dapat dilihat dari kemampuan perusahaan 30 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

40 menghasilkan laba bersih dengan menggunakan total asetnya, yang sering disebut dengan ROA. Perusahaan perbankan yang memiliki ROA tertinggi di dalam penelitian ini adalah Bank Rakyat Indonesia, Tbk sebesar 0,034 (3.4%). Peringkat Bank berdasarkan ROA dalam penelitian ini, dapat disajikan pada Tabel 5.4 berikut : Tabel 5.4 Peringkat Bank Berdasarkan Kinerja Keuangan (ROA) Perin Perusahaan Perbankan 2012 ROA gkat 1 Bank Rakyat Indonesia 3,39% (Persero) Tbk. 2 Bank Tabungan Pensiunan 3,35% Nasional Tbk. 3 Bank Central Asia Tbk. 2,74% 4 Bank Danamon Indonesia 2,64% Tbk. 5 Bank Mandiri (Persero) Tbk. 2,52% 6 Bank of India Indonesia Tbk. 2,16% 7 Bank CIMB Niaga Tbk. 2,15% 8 Bank Negara Indonesia 2,11% (Persero) Tbk. 9 Bank Mega Tbk. 2,11% 10 BPD Jawa Barat dan Banten Tbk. 1,68% Sumber : Sampel Penelitian yang diolah (2012) Penentuan Nilai Intrinsik Perusahaan Pembahasan variabel penelitian telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, namun pada sub bab ini, penulis berusaha memaparkan lebih jelas mengenai nilai intrinsik perusahaan, hal ini disebabkan dalam menentukan nilai intrinsik perusahaan memiliki prosedur yang cukup sulit, berbeda dengan variabel VAIC TM (VAHU, VACA, dan STVA) serta ROA (return on assets) yang relatif mudah untuk menentukannya karena seluruh komponen pembentuknya tercantum jelas pada laporan keuangan masing-masing perusahaan. Nilai intrinsik perusahaan merupakan variabel terpenting dalam penelitian ini, penulis menggunakan kurang lebih 2/3 dari total keseluruhan waktu penelitian ini untuk menentukan nilai intrinsik perusahaan (31 perusahaan perbankan). Pembahasan mengenai nilai intrinsik perusahaan, tidak dapat dipisahkan dari free cash flow to firm (FCFF), growth (pertumbuhan), Discount rate, terminal value, capitalization rate dan Net Present Value. FCFF dapat diartikan sebagai aliran kas tunai bersih bebas yang dimiliki perusahaan untuk membiayai keseluruhan perusahaan tersebut dalam jangka waktu satu tahun. FCFF merupakan operating income perusahaan (setelah dikurangkan pajak), dan dikurangkan dengan capital expenditure (setelah dikurangkan depresiasi) serta dikurangkan dengan working capital. FCFF = Operating income(1-tax) (capexdepresiasi)-nwc a. Operating income adalah laba bersih perusahaan dalam waktu satu tahun dan tercantum pada laporan keuangan perusahaan. b. Capex (capital expenditure) merupakan investasi yang dilakukan terhadap fix assets untuk memperoleh manfaat di masa yang akan datang, ditentukan dengan cara mengurangkan fix assets tahun t dengan fix assets tahun t-1. c. Working Capital Pada dasarnya working capital merupakan selisih antara aset lancar terhadap hutang lancar, namun menurut Damodaran (1994) dalam kepentingan valuasi (penilaian), maka komponen Kas yang seharusnya merupakan bagian dari aset lancar, harus dikeluarkan, menurut Damodaran (1994) kas merupakan wasting assets, yang berarti, bahwa kas tidak dapat menghasilkan return yang sebanding dengan return pasar, sehingga keberadaannya di dalam aset lancar akan menyebabkan perhitungan menjadi tidak akurat, sehingga oleh Damodaran (1994) working capital disebut juga non-cash working capital. Non-cash working capital bernilai negatif, menurut Damodaran (1994) hal ini disebabkan oleh perusahaan menggunakan hutang sebagai modal kerja, hal ini dianggap masih layak apabila untuk jangka waktu yang pendek, namun akan menjadi tidak layak bilamana berlangsung dalam jangka waktu panjang, hal ini disebabkan oleh biaya modal hutang yang akan semakin tidak relevan. Sebagaimana diketahui bahwa perusahaan perbankan memiliki modal sebahagian besar berasal dari hutang (dana nasabah), sehingga NWC pada perusahaan perbankan cenderung memiliki nilai yang negatif. d. Growth (Pertumbuhan perusahaan) Growth rate (tingkat pertumbuhan) perusahaan memegang peranan yang penting dalam melakukan proyeksi terhadap FCFF. Dalam penelitian ini, NWC yang negatif mengakibatkan perhitungan growth tidak dapat menggunakan rumusan baku Expected Growth = Reinvestment Rate x Return on Capital. Nilai NWC yang negatif akan mengakibatkan reinvestment rate cenderung menjadi negatif, sehingga growth akan menjadi negatif. Growth yang negatif tidak diperbolehkan dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, diperlukan metode lain untuk 31 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

41 menentukan growth yaitu metode historical growth. Metode ini membutuhkan data historis minimal tiga tahun. Penelitian ini membutuhkan growth rate untuk setiap tahun proyeksi sampai tahun ketiga, dan kemudian ditentukan stable growth untuk memperoleh nilai terminal value. Dasar acuan penentuan growth pada penelitian ini adalah pertumbuhan total assets perusahaan pada tahun sebelumnya, mengingat bahwa pertumbuhan yang diinginkan adalah untuk seluruh perusahaan (firm), maka total assets dianggap paling relevan sebagai acuan pertumbuhan (Damodaran, 1994). Pertumbuhan total assets pada tahun-tahun sebelumnya dirata-ratakan dan kemudian dilakukan penyesuaian (adjustment) berdasarkan data-data perusahaan di masa lalu dan rencana-rencana perusahaan di masa yang akan datang dengan tetap berpedoman terhadap rata-rata pertumbuhan perbankan menurut SPI (Statistik Perbankan Indonesia) tahun 2012, yaitu sebesar 14%. e. Discount rate Penelitian Discount rate pada penelitian ini menggunakan rata-rata tertimbang (weighted average cost of capital) dari seluruh biaya modal perusahaan perbankan, mencakup saham, pinjaman, hutang subordinasi dan obligasi. Bagian tersulit dalam menentukan WACC penelitian ini adalah perhitungan biaya modal obligasi yang dikeluarkan oleh perbankan, hal ini disebabkan banyaknya jenis obligasi yang dikeluarkan oleh perbankan, seperti obligasi Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) mengeluarkan obligasi I, II, dan III, masing-masing seri A dan B, serta obligasi berkelanjutan I dan II, seri A dan B. f. Free cash flow to firm (FCFF) FCFF perusahaan diperoleh dengan rumusan sebagai berikut : FCFF = EBIT(1-T) (Capex-Depresiasi) - NWC Perhitungan free cash flow to firm dilakukan untuk 31 perusahaan perbankan yang terdaftar di BEI. g. Proyeksi FCFF FCFF yang diperoleh diproyeksikan nilainya selama tiga tahun ke depan, kemudian pada tahun keempat perusahaan diasumsikan telah mencapai tingkat pertumbuhan yang stabil (stable growth) sehingga dapat ditentukan terminal valuenya. Proyeksi FCFF dilakukan dengan menggunakan tingkat pertumbuhan yang telah diperoleh sebelumnya dan setelah penyesuaian dilakukan. h. Terminal Value Setelah pertumbuhan perusahaan dianggap konstan, maka dilakukan proses kapitalisasi terhadap free cash flow pada tahun pertumbuhan stabil, hal ini dilakukan karena tidak mungkin melakukan proyeksi sampai dengan tahun tidak terhingga. Terminal value diperoleh dengan rumusan sebagai berikut : TV = FCFF t x (1+g) k g i. Net Present Value sebagai Nilai Intrinsik Nilai kini dari keseluruhan hasil proyeksi dan terminal value, merupakan nilai intrinsik perusahaan. Nilai kini diperoleh dengan melakukan proses diskonto terhadap nilai FCFF dengan menggunakan Discount rate yang diperoleh sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya, nilai yang digunakan adalah nilai pasar saham dan nilai buku perusahaan, penulis tidak berhasil menemukan penelitian yang mencari hubungan intellectual capital terhadap nilai intrinsik, sehingga dalam melakukan perbandingan terhadap penelitian sebelumnya, penulis mengasumsikan bahwa nilai intrinsik identik dengan nilai pasar, berdasarkan teori pasar yang tidak efisien, bahwa pasar diasumsikan melakukan kesalahan dalam menentukan nilai, dan diasumsikan seiring dengan waktu akan melakukan koreksi terhadap perbedaan nilai tersebut. Dalam penelitian ini perusahaan perbankan yang memiliki nilai intrinsik tertinggi adalah Bank Central Asia, Tbk dengan nilai intrinsiknya adalah Rp.130,6 trilliun, sementara Rata-rata perbankan adalah Rp. 16,99 trilliun. Pada Tabel 5.8 berikut disajikan peringkat perusahaan perbankan berdasarkan nilai intrinsiknya. Tabel 5.8 Peringkat Bank Berdasarkan Nilai Intrinsik Perusahaan (Dalam Jutaan Rupiah) Pering kat Perusahaan Perbankan 2012 Nilai Intrinsik 1 Bank Central Asia Tbk Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. 3 Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. 4 Bank Mandiri (Persero) Tbk. 5 Bank Danamon Indonesia Tbk. 6 Bank CIMB Niaga Tbk Bank Mega Tbk Bank Pan Indonesia Tbk Bank Internasional Indonesia Tbk. 10 Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

42 11 Bank Bukopin Tbk Bank OCBC NISP Tbk BPD Jawa Barat dan Banten Tbk. 14 Bank Permata Tbk Bank Mayapada Tbk Bank Nusantara Parahyangan Tbk. 17 Bank Mutiara Tbk Bank Artha Graha Internasional Tbk. 19 Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. 20 Bank Ekonomi Raharja Tbk. 21 Bank Bumi Artha Tbk Bank Himpunan Saudara Tbk. 23 Bank Victoria International Tbk. 24 Bank ICB Bumiputera Tbk. 25 Bank Pundi Indonesia Tbk. 26 Bank QNB Kesawan Tbk. 27 Bank Capital Indonesia Tbk. 28 Bank of India Indonesia Tbk. 29 Bank Sinarmas Tbk Bank Windu Kentjana International Tbk. 31 Bank Agroniaga Tbk Sumber : Sampel Penelitian yang diolah (2012) Analisis Statistik Deskriptif (Ringkasan) No Hipotesis Hasil 1 VAHU berpengaruh positif Ditolak dan signifikan terhadap ROA 2 VACA berpengaruh positif Diterima dan signifikan terhadap ROA 3 STVA berpengaruh positif Ditolak dan signifikan terhadap ROA 4 VAHU berpengaruh positif Ditolak dan signifikan terhadap nilai intrinsik 5 VACA berpengaruh positif Ditolak dan signifikan terhadap nilai intrinsik 6 STVA berpengaruh positif Ditolak dan signifikan terhadap nilai intrinsik 7 ROA berpengaruh positif dan Diterima signifikan terhadap nilai intrinsik Sintesis Penelitian Penelitian ini berusaha membuktikan pengaruh intangible assets terhadap nilai perusahaan, perbedaan antara nilai buku perusahaan terhadap nilai pasar perusahaan mengindikasikan terdapat hidden value yang kemungkinan diciptakan oleh intangible assets. Penelitian ini menggunakan intellectual capital sebagai bagian dari intangible assets, hal ini disebabkan inttelectual capital lebih terukur dibandingkan jenis intangible assets lainnya, sementara nilai perusahaan dalam penelitian ini adalah nilai wajar atau disebut juga nilai intrinsik. Intellectual capital diukur dengan VAIC TM (value added intellectual capital) yang terdiri dari human capital (VAHU), capital employed (VACA) dan structural capital (STVA), sedangkan kinerja keuangan diukur dengan ROA (return on assets) dan nilai intrinsik perusahaan merupakan nilai kini dari proyeksi free cash flow to firm perusahaan yang diproyeksikan tiga tahun ke depan ditambah dengan terminal value-nya Temuan penelitian ini adalah, intellectual capital tidak dapat mempengaruhi nilai intrinsik perusahaan secara langsung, akan tetapi intellectual capital dapat mempengaruhi nilai intrinsik perusahaan melalui pengaruhnya terhadap kinerja keuangan perusahaan (ROA), dengan perkataan lain bahwa intellectual capital dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, membaiknya kinerja keuangan perusahaan akan meningkatkan nilai intrisik perusahaan. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Solikhah et. al (2010) yang juga menguji pengaruh IC terhadap kinerja keuangan dan nilai pasar perusahaan pada perusahaan perbankan, Solikhah et.al (2010) menemukan bahwa IC hanya berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA namun tidak signifikan terhadap nilai pasar perusahaan. Suhendah (2012) juga tidak menemukan pengaruh positif dan signifikan antara IC terhadap nilai pasar perusahaan. Diantara tiga konstruk VAIC TM, hanya VACA (capital employed) yang signifikan berpengaruh terhadap nilai intrinsik perusahaan melalui kinerja keuangan, hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan perbankan di Indonesia lebih memberi perhatian terhadap sumber daya fisik yang dimiliki. DAFTAR PUSTAKA Abdolmohammadi (2005), Intellectual capital Disclosure and Market Capitalization, Journal of Intellectual capital, Vol.6 Iss: 3, pp Abidin (2000), Pelaporan MI: Upaya Mengembangkan Ukuranukuran Baru, Media Akuntansi, Edisi 7, Thn. VIII, pp Andriessen and Stam (2005), Intellectual capital of the European Union, Paper for the 7 th McMaster World Congress on the Management of Intellectual capital and Innovation, January 19-21, 2005, Hamilton, Ontario, Canada Artinah dan Muslih (2011), Pengaruh Intellectual capital terhadap Capital Gain (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia), Jurnal Spread-April 2011, Vol.1 No.1 33 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

43 Astuti (2005), Hubungan Intellectual capital dan Business Performance, SNA VIII Solo, September 2005 Appuhami, B.A. Ranjith. (2007), The Impact of Intellectual capital on Investors Capital Gains on Share: An Empirical Investigation of Thai Banking, Finance & Insurance Sector. International Management Review. Vol.3 No.2. Basyar, Fahmi (2009), Pengaruh Modal Intelektual (Intellectual capital/ic) terhadap Return on Asset Perusahan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun Bram Boekestein, (2006) "The relation between intellectual capital and intangible assets of pharmaceutical companies", Journal of Intellectual capital, Vol. 7 Iss: 2, pp Bontis, N. 1998b Intellectual capital: an exploratory study that develops measures and models. Management Decision. Vol 36, Assesing knowledge assets: a review of the models used to measure intellectual capital. International Journal of Technology Management. Vol. 3 No. 1 Castro and Verde (2012), Assessing Knowledge Assets in Technology-Intensive Firms: Proposing a Model of Intellectual capital, Journal of CENTRUM Cathedra Volume 5, Issue 1, 2012, Chen, M-C., Cheng, S-J and Hwang, Y. (2005). An Empirical Investigation of the Relationship Between Intellectual capital and Firms Market Value and Financial Performance, Journal of Intellectual capital Vol.6, No.2, Corrado et. al (2012), New Sources of Growth : Intangible assets, IPTS Steering Workshop on Industrial Research and Innovation June 2012 Damodaran Aswath (1994), Valuation : Security Analysis for Investment and Corporate Finance Wiley 1994 Dimitrios G. Mavridis, (2004) "The intellectual capital performance of the Japanese banking sector", Journal of Intellectual capital, Vol. 5 Iss: 1, pp Edvinsson, L. and M. Malone. (1997), Intellectual capital: Realizing Your Company s True Value by Finding Its Hidden Brainpower, HarperCollins, New York, NY. Ekawati, Erni (2004), Manajemen Keuangan, Materi Pokok Manajemen Keuangan Modul 1-9, Jakarta, Universitas Terbuka 2004 Firer, S., and S.M. Williams. (2003). Intellectual capital and traditional measures of corporate performance. Journal of Intellectual capital. Vol. 4 G. Barathi Kamath, (2007) "The intellectual capital performance of the Indian banking sector", Journal of Intellectual capital, Vol. 8 Iss: 1, pp Ghozali, Imam (2009), Ekonometrika Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS 17 Penerbit Universitas Diponegoro, Mei 2009 Hulten and Hao (2008), The Role of Intangible Capital in the Transformation and Growth of the Chinese Economy, NBER Working Paper No September 2012, JEL No. O11,O30,O47,O53 Jensen, Michael (1986), Agency Costs of Free Cash Flow, Corporate Finance, and Takeovers, American Economic Review, May 1986, Vol. 76, No. 2, pp Jones, Charles P. (2008) Investment Analysis And Management, An Indonesian Adaptation. 10 th Edition. Salemba Empat Kamath, G.B The Intellectual capital Performance of Indian Banking Sector. Journal of Intellectual capital. Vol. 8 No. 1, Kristanto, Dwi Agung. (2012) Pengaruh Modal Intelektual terhadap Harga Saham melalui ROA pada Perbankan yang Go Public di BEI periode Malang Program Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Malang Niamh Brennan, Brenda Connell, (2000) "Intellectual capital: current issues and policy implications", Journal of Intellectual capital, Vol. 1 Iss: 3, pp Martina, Antonius, Dyna (2008), Analisis Pengaruh Human Capital Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Kantor Akuntan Publik di Indonesia), Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 10, No. 1, Mei 2008: Mavridis, D.G The Intellectual capital Performance of the Japanese Banking Sector. Journal of Intellectual capital. Vol. 5 No. 3, Muhammed N.M. N.and Ismail M. K.A (2009), Intellectual capital Efficiency and Firm s Performance: Study on Malaysian Financial Sectors, International Journal of Economic and Finance, Vol. 1, No. 2, pp Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), No.19, Aktiva Tidak Berwujud, Revisi 2000 Petty and Guthrie, (2000) "Intellectual capital literature review: Measurement, reporting and management", Journal of Intellectual capital, Vol. 1 Iss: 2, pp Pulic (1998), Measuring the performance of intellectual potential in knowledge economy. Paper presented at the 2nd McMaster Word Congress on Measuring and Managing Intellectual capital by the Austrian Team for Intellectual Potential. Rachmawati (2012), Pengaruh Intellectual capital terhadap Return on Asset (ROA) perbankan, Jurnal Nominal / Volume I Nomor I / Tahun 2012 Sawarjuwono (2003), Intellectual capital : Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan(Sebuah Library Research), Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 5, No. 1, Mei 2003: Sekaran, Uma. (2003), Research Methods For Business, Wiley. Shannon P. Pratt, Alina V. Niculita (2007) Valuing a Business, 5th Edition,The Analysis and Appraisal of Closely Held Companies, McGraw-Hill Solikhah, Badingatus, Abdul Rohman, Wahyu Meiranto. (2010), Implikasi Intellectual capital terhadap Financial Performance, Growth dan Market Value; Studi Empiris dengan Pendekatan Simplisitic Specification. Makalah Disampaikan dalam Simposium Nasional Akuntansi XIII. Purwokerto: Oktober Statistik Perbankan Indonesia - Vol. 10, No. 3, Februari 2012 Suhendah (2012), Pengaruh Intellectual capital Terhadap Profitabilitas, Produktivitas dan Penilaian Pasar Pada Perusahaan yang Go Public di Indonesia Tan, H.P., D. Plowman, P. Hancock. (2007), Intellectual capital and financial returns of companies. Journal of Intellectual capital. Vol. 8 Uyara, Ali Sani dan Askam Tuasikal (2003), Moderasi Aliran Kas Bebas terhadap Hubungan Rasio Pembayaran Dividen dan Pengeluaran Modal dengan Earnings Response Coefficients, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 6 No. 2. Ulum, Ihyaul Pengaruh Intellectual capital terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Perbankan di Indonesia. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro. Ulum, Ghozali, Chairiri (2009), Intellectual capital dan Kinerja Keuangan Perusahaan: Suatu analisis dengan pendekatan Partial Least Squares Van Horne, James C. dan Wachowicz, Jr. (1998). Fundamental of Financial Management. Prentice Hall, Inc. 10th edition. White, Gerald I., Sondhi, Ashwinpul C., dan Fried, Dov. (1998) The Analysis and Use Of Financial Statements, John Wiley and Sons, Inc. New York Yudhanti dan Shanti (2011), Intellectual capital dan Ukuran Fundamental Ukuran Perusahaan, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.13, No.2, November 2011: Yudha dan Nasir (2012), Analisis Pengaruh Komponen Intellectual capital Terhadap Kepercayaan dan Reaksi Investor : Studi Kasus Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia, Diponegoro Journal of Accounting, Volume 1, Nomor 2, Tahun 2012, Halaman MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

44 MODEL NILAI PASAR APARTEMEN DAN KESEDIAAN MEMBAYAR VIEW APARTEMEN DI SURABAYA Anastasia Monica Irooth dan Njo Anastasia Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor fisik dan lokasi terhadap nilai apartemen serta kesediaan membayar konsumen pada view apartemen. Variabel yang digunakan adalah view dari apartemen, fasilitas umum, fisik, dan lokasi. Pengambilan sampel dilakukan pada pemilik apartemen dan konsumen yang berminat membeli apartemen di Surabaya. Metode yang digunakan adalah regresi berganda dengan dummy variabel. Hasil penelitian menunjukkan view taman, view golf, jumlah kamar, luas, akses ke pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, dan ke tempat kerja berpengaruh pada nilai apartemen. Konsumen juga menunjukkan willingness to pay pada view apartemen dengan tingkat persentase kesediaan pada view laut dan kota sebesar 2,1% hingga 4%, view taman, kolam renang, dan gunung sebesar 1,1% hingga 2%, view pertanian sebesar 4,1% hingga 6%, dan view golf sebesar 4,1% hingga 8%. I. PENDAHULUAN Tingginya harga rumah tapak atau landed house saat ini mendorong masyarakat untuk beralih tinggal di hunian vertikal, seperti apartemen. Bagi masyarakat urban (perkotaan), terutama keluarga maupun eksekutif muda, tinggal di apartemen merupakan pilihan yang terbaik. Kehidupan masyarakat perkotaan yang sibuk dan cepat membuat pilihan untuk tinggal di apartemen, dianggap lebih praktis dan terjangkau (Kurniawan, 2015). Berdasarkan riset Colliers International Indonesia, meskipun pasar apartemen di Surabaya hanya 12% 35 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017 dari jumlah unit apartemen di Jakarta, namun pertumbuhannya begitu tinggi yaitu sebesar 142%. Pada tahun 2015 hingga 2018 ada unit apartemen yang dibangun dari 27 proyek di Surabaya (Salanto, 2014). Pertumbuhan proyek apartemen yang tinggi tersebut mendorong developer bersaing untuk menarik konsumen dengan menawarkan harga yang beragam sesuai dengan spesifikasi unit apartemen yang dimiliki. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi keberagaman nilai apartemen yaitu faktor fisik dan faktor lokasi apartemen. Faktor fisik meliputi desain, ukuran, dan kualitas bangunan, sedangkan faktor lokasi menggunakan indikator aksesibilitas yaitu jarak properti ke CBD (central business district) ataupun fasilitas lain yang berdekatan dengan hunian, seperti sekolah, toko-toko, dan tempat kerja (Ratchatakulpat, Miller, & Marchant, 2009). Mandell dan Wilhelmsson (2011) melakukan penelitian tentang willingness to pay pada lingkungan yang berkelanjutan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa 70% dari variasi harga dapat dijelaskan dari faktor fisik yang dimiliki hunian. Untuk faktor lokasi, Tan (2011) menyatakan pengaruh faktor lokasi terhadap willingness to pay hunian di lingkungan yang berkelanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa lokasi yang strategis adalah lokasi yang berdekatan dengan berbagai tempat umum maupun tempat kerja, harga hunian dapat mengalami peningkatan sebesar 16% sampai 31%. Tinggal di hunian vertikal dengan view indah dan mempunyai prospek cerah banyak diinginkan

45 konsumen yang tidak sekedar mencari sebuah tempat tinggal, tetapi juga mencari ketenangan. Ranto (Manajer Business Development and Finance Paragon Square) mengatakan banyak pesanan unit atas apartemen yang mempunyai view indah seperti view lapangan golf dapat dijadikan indikasi ketertarikan konsumen dalam membeli apartemen. Sebagai contoh, penjualan apartemen Paragon Square di Tangerang-Banten, sejak awal peluncurannya pada akhir bulan Juni 2015, dalam satu bulan 70% unit apartemen dengan view lapangan golf sudah terjual (Ranto, 2013). Bahkan di kota Surabaya, sebagai kota metropolitan di Indonesia bagian Timur, hampir semua apartemen yang dibangun menawarkan view yang menarik dan diminati konsumen. Seperti apartemen Bale Hinggil (MERR Surabaya), ada 5 view yang ditawarkan, yaitu view Suramadu, view laut, view gunung, view kota, serta view kolam renang. Sedangkan apartemen Educity Surabaya menawarkan city view, lagoon view, dan panoramic sea view. Berdasarkan penelitian sebelumnya, view merupakan faktor fisik yang menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan dalam keputusan pembelian apartemen. Roulac (2006) mengemukakan view adalah salah satu faktor dari keunikan dan keindahan properti yang ditangkap dalam konsep beauty. Keindahan tersebut berpengaruh pada nilai properti dan merupakan komponen penting dalam penilaian. Keindahan memberikan kontribusi 29,3% terhadap nilai properti di United States. Makinde dan Tokunboh (2013) juga mengemukakan view yang menjadi akses untuk berinteraksi dengan alam banyak dicari konsumen terutama untuk estetika, keindahan, dan ketenangan. Pengaruh view dapat meningkatkan harga hunian sebesar 47,9%. Kesediaan untuk membayar atau willingness to pay (WTP) merupakan kesediaan seseorang untuk membayar atas produk atau jasa dengan harga lebih tinggi. Konsumen bersedia melakukan pembayaran untuk view yang indah pada apartemen di Australia sebesar 15% lebih tinggi dari harga sewa (Bishop, Eckart, dan Mahbubul, 2004). Uraian di atas menunjukkan penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh faktor fisik dan lokasi pada nilai apartemen di Surabaya serta mengukur willingness to pay peminat pembeli apartemen yang ditawarkan berdasarkan view. II. TEORI PENUNJANG Apartemen adalah bangunan gedung bertingkat yang terbagi dalam beberapa bagian yang dibangun dalam suatu lingkungan, terstruktur secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal serta merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, dilengkapi dengan bagianbersama, benda bersama dan tanah bersama (Undang Undang Republik Indonesia No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun). Neufert (1980) juga menyatakan apartemen merupakan suatu bangunan hunian yang dipisahkan secara horizontal dan vertikal agar tersedia hunian yang berdiri sendiri dan mencakup bangunan bertingkat rendah atau bangunan tinggi, dilengkapi berbagai fasilitas yang sesuai dengan standar yang ditentukan. Ukuran fisik unit apartemen berdasarkan besar dan kecilnya, misalnya berukuran lima dari sembilan unit rumah atau lima dari dua belas unit rumah. Faktor fisik apartemen juga meliputi ketinggian unit apartemen yang dikelompokkan menjadi high-rise, mid-rise, atau garden apartment (Mills, Parli, & Reynolds, 2008, p. 2) serta umur bangunan, ukuran, desain, dan kualitas konstruksi dari strukturnya (Ling & Archer, 2005, p. 5). Menurut Fanning (2005), alam di sekeliling properti adalah faktor fisik dari properti tersebut. Alam merupakan fitur geologi yang dapat menjadi perhatian utama karena alam menyediakan fasilitas fisik bagi pengguna properti seperti view atau pemandangan indah, muara sungai, maupun sungaisungai kecil. Bagi masyarakat yang kehidupannya berada di gedung tinggi seperti apartemen, view yang terlihat dari jendela merupakan salah satu sarana penghubung dengan lingkungan luar. Bishop et al. (2004) membagi menjadi empat view yang dapat mewakili lingkungan, yaitu view lokasi yang tertutup air (seperti laut dan sungai), view ruang hijau (seperti taman), view industri, dan kawasan komersial (termasuk bangunan tinggi lainnya). Sedangkan Chan, Chung, Baldwin, dan Lee (2009) berpendapat bahwa ada empat jenis pemandangan yaitu: sea view (pemandangan laut atau pantai), road facing view (pemandangan kota), mountain view (pemandangan gunung), dan normal view (pemandangan ke gedung apartemen). View juga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu konten alam dan elemen yang telah dibangun. Konten alam meliputi pemandangan ke arah taman, pohon, kolam, lahan pertanian, sungai, dan hewan-hewan yang terlihat (seperti tupai, burung, atau hewan lainnya). Untuk elemen yang telah dibangun meliputi area parkir, jalan-jalan sibuk atau jalan raya, trotoar, tanah kosong, rumah atau apartemen, serta dinding-dinding bangunan. Manfaat psikologis dari adanya view ditunjukkan dari tingkat kesejahteraan dan kepuasan masyarakat saat menikmati view dari jendela tempat tinggalnya. Manfaat psikologis view diuraikan menjadi: 1. Kesejahteraan psikologis, fokus pada mental masyarakat yang merasa lelah (misal: menjadi pelupa dan bingung) dan aspek positif terkait pemulihan mental (misal: merasa santai dan lebih efektif). 2. Kepuasan pada lingkungan hunian dimana masyarakat dapat berinteraksi dengan lingkungan melalui pemandangan atau view yang dilihat. Kepuasan terkait perasaan yang merasa dipulihkan ketika melihat pemandangan atau view (Kaplan, 2001). 35 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

46 Harga adalah sejumlah uang yang diminta, ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu aset karena kemampuan keuangan, motivasi atau kepentingan khusus dari pembeli atau penjual (KPSPI, 2015). Studi empiris lain menyebutkan harga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atau diminta dalam suatu transaksi khusus (Fisher, Martin, & Mosbaugh, 1991). Penelitian yang dilakukan Makinde dan Takunboh (2013) di Nigeria menunjukkan ukuran dari hunian vertikal berpengaruh terhadap harga dan meningkatkan harga sebesar 122%. Sedangkan jumlah kamar tidur meningkatkan harga hunian sebesar 15,6%. Variabel lain yaitu pemandangan yang dapat dilihat dari unit yang dihuni di Victoria Garden City, Nigeria memberikan view maksimal dan berpengaruh postitif yaitu peningkatan harga hunian sebesar 47,9%. Mandell dan Wilhelmsson (2011) juga mengungkapkan bahwa 70% dari variasi harga dapat dijelaskan dari atribut fisik yang melekat pada unit hunian. Lokasi ditunjukkan dengan variabel akses ke tempat kerja, sekolah, dan area berbelanja yang sering menjadi pertimbangan utama dalam pemilihan apartemen, termasuk akses ke fasilitas rekreasi, tempat ibadah, dan toko. Faktor lokasi lainnya yang akan mempengaruhi konsumen adalah lebar jalan dan adanya trotoar. Semakin lebar jalan, kapasitas untuk parkir menjadi bertambah dan meminimalisir parkir yang tidak rapi. Adanya trotoar juga berpengaruh penting karena banyak dari konsumen menginginkan adanya trotoar untuk berjalan di samping jalan (Mills, et al., 2008). Faktor lokasi mempengaruhi harga apartemen dari aksesibilitas yang dilalui. Tan (2011) berpendapat ada pengaruh yang signifikan antara aksesibilitas ke tempat kerja, toko-toko, rumah sakit, dan sekolah terhadap harga hunian. Sebuah hunian yang terletak 500 meter dari tempat kerja memiliki harga lebih tinggi, karena jarak yang jauh ke tempat kerja berarti menimbulkan lebih banyak waktu dan biaya perjalanan, sehingga menurunkan harga hunian. Berdasarkan pre-survei harga apartemen yang terletak dekat dengan toko-toko, sekolah dan rumah sakit menunjukkan harga lebih tinggi dari harga rata-rata pada lokasi yang lebih jauh. Salah satu indikator faktor fisik yang mempengaruhi harga apartemen yaitu view yang dapat dinikmati konsumen dari jendela unit apartemen, sehingga untuk mendapatkan view tersebut, konsumen bersedia untuk membayar lebih pada view apartemen yang diinginkannya. Zhao dan Kling (2004) mengemukakan kesediaan untuk membayar atau willingness to pay (WTP) merupakan harga maksimum yang pembeli ingin bayarkan atas suatu barang pada waktu tertentu. WTP juga diartikan sebagai tingkat kesanggupan konsumen untuk membeli suatu barang (Horowitz & McConnell, 2001). Pada penelitian lain WTP adalah harga maksimum yang konsumen ingin bayar (Prasmatiwi, Irham, Suryantini, & Jamhari, 2011). Pada umumnya, WTP merupakan refleksi dari jumlah maksimum yang konsumen pikirkan atas nilai suatu barang atau jasa/pelayanan. Penelitian Bishop et al. (2004) mengenai estimasi pengaruh view pada harga apartemen bertingkat tinggi dengan analisa regresi memberikan hasil yaitu variabel view air dan ruang hijau memiliki koefisien positif. Sedangkan view bangunan dan kawasan industri, keduanya memiliki koefisien negatif. Dengan kata lain, view air dan dan ruang hijau lebih diminati konsumen dan berpengaruh signifikan pada WTP. Sedangkan untuk view bangunan dan kawasan industri tidak berpengaruh signifikan pada WTP. Penelitian tersebut juga menunjukkan konsumen bersedia membayar 15% lebih tinggi dari harga sewa untuk view yang dimiliki apartemen tersebut. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah variabel fisik dan lokasi apartemen berpengaruh signifikan terhadap nilai apartemen di Surabaya. 36 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

47 terdekat dengan apartemen (km), jarak tempuh apartemen ke tempat kerja terdekat dengan apartemen (km). Willingness to pay menggunakan indikator respon atau minat konsumen pada view apartemen yang ditawarkan dalam satuan persen (%). Teknik analisis data yang digunakan regresi berganda dummy variabel. Langkah-langkah yang dilakukan adalah uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, uji normalitas, uji F, dan uji t. Gambar 1. Kerangka Pemikiran III. METODE PENELITIAN Jenis penelitian adalah penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner pada sampel penelitian yaitu pembeli dan calon pembeli apartemen di Surabaya menggunakan metode snowball sampling. Penentuan indikator penelitian meliputi nilai apartemen menggunakan harga transaksi pembelian apartemen. Fisik apartemen menggunakan indikator view (view laut, view taman, view kota, view pertanian, view gunung, view golf, view kolam renang), luasan unit apartemen (m2), jumlah kamar tidur (jumlah kamar), lantai letak unit apartemen berada (lantai ke-n). Lokasi menggunakan indikator jarak tempuh apartemen ke CBD area terdekat dengan apartemen (km), jarak tempuh apartemen ke pusat perbelanjaan terdekat dengan apartemen (km), jarak tempuh apartemen ke rumah sakit terdekat dengan apartemen (km), jarak tempuh apartemen ke sekolah IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN Kuesioner dibagikan pada 106 responden dan berdasarkan seleksi data digunakan 100 kuesioner. Karakteristik responden ditinjau dari jenis kelamin, penghasilan tiap bulan, wilayah apartemen, view apartemen yang diminati, dan persentase kesediaan untuk membayar lebih pada view apartemen. Kemudian data tersebut digunakan untuk analisa regresi berganda dummy variabel, namun sebelumnya dilakukan uji multikolinearitas, uji heterokedastisitas, dan uji normalitas. Dimana nilai tolerance memperlihatkan tidak ada nilai dibawah 0,1 (nilai tolerance berkisar antara 0,357 sampai 0,870) atau nilai VIF tidak ada yang berada di atas 10 (nilai VIF berkisar antara 2,799 sampai 1,150). Jadi, tidak terdapat gejala multikolinearitas. Berdasarkan uji heterokedastisitas, terlihat view laut, taman, pertanian, gunung, kolam renang, jumlah kamar, luas, lantai, akses ke CBD, pusat perbelanjaan, rumah sakit, sekolah, dan tempat kerja memiliki nilai signifikansi > 0,05 yang artinya tidak terjadi heterokedastisitas. Namun, untuk variabel view kota dan golf terjadi 37 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

48 Tabel 1. Output Analisa Regresi Dummy Variabel Variabel Independen Collinearity Statistics Unstandarized Coefficients ABSRES Tolerance VIF Beta Error t Sig. (Constant) ,455 0,149 View Laut (V_Laut).802 View Taman (V_TAMAN) 0,684 1, ,952 0,054** View Kota (V_KOTA) 0,679 1, , ,3 0,909 0,366 View Pertanian (V_PERTANIAN) 0,669 1, , ,3 0,052 0,959 View Gunung (V_GUNUNG) 0,629 1, , ,3 0,012 0,991 View Golf (V_GOLF) 0,776 1, ,067 0,003* View Kolam Renang (V_KLM_RNG) 0,772 1, , ,438 0,662 Jumlah Kamar (KMR) 0,435 2, ,7-2,230 0,028* Luas 0,357 2, , ,60 11,481 0,000* Letak Lantai (LVL) 0,823 1, , ,14 0,060 0,952 Akses ke CBD (CBD) 0,703 1, , ,5 1,410 0,162 Akses ke Pusat Perbelanjaan (MALL) 0,857 1, ,3 2,314 0,023* Akses ke Rumah Sakit (RS) 0,687 1, ,2-1,962 0,053** Akses ke Sekolah (SKLH) 0,780 1, ,082 0,040* Akses ke Tempat Kerja (KTR) 0,870 1, ,0-2,077 0,041* Kolmogorov-Smirnov 0,68 F 28,022 Sig. 0,000 R Square 0,822 Adjusted R Square 0,793 *. Signifikan pada tingkat signifikansi 5% atau 0,05 **. Signifikan pada tingkat signifikansi 10% atau 0,1 heterokedastisitas, namun diabaikan dan tetap digunakan dalam penelitian. Penelitian ini tetap menggunakan kedua view tersebut sebab merupakan variabel yang diuji. Proporsi jumlah sampel penelitian pada view kota banyak pada kelompok minat beli dan kepemilikan unit apartemen serta sebagian apartemen di Surabaya juga lebih banyak menawarkan view kota. Sampel penelitian pada view golf sangat sedikit dan hanya sedikit apartemen yang menawarkan view golf jadi tetap merupakan salah satu view yang diuji dalam penelitian ini. Hasil uji normalitas dengan tes Kolmogorov-Sminorv menunjukkan bahwa nilai p- value > 0,05 yaitu 0,68 artinya data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Setelah uji asumsi tersebut dilakukan maka model dari analisa regresi menunjukkan: Y = ,4 TAMAN ,22 KOTA ,56 PERTANIAN GUNUNG GOLF ,9 KLM_RNG - 1,373 KMR ,6 LUAS ,852 LVL ,6 CBD MALL RS - 3,618 SKLH KTR Hasil uji menunjukkan p-value pada uji t yaitu view kota, view pertanian, view gunung, view kolam renang, letak lantai, dan akses ke CBD memiliki signifikansi > 0,05 yang artinya tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap nilai apartemen. Sedangkan view golf, jumlah kamar, luas, akses ke pusat perbelanjaan, akses ke sekolah, akses ke tempat kerja, view taman dan akses ke rumah sakit berpengaruh signifikan terhadap nilai apartemen. Hasil uji statistik juga memperlihatkan variabel luas unit dan letak lantai memiliki koefisien positif yang artinya semakin semakin besar luas unit apartemen dan semakin tinggi lantai unit tersebut maka semakin tinggi harga beli apartemen. Menurut Betts & Ely (2001), luas unit apartemen adalah dasar untuk penilaian dan penentuan harga beli apartemen. Luas unit dan bangunan apartemen adalah sama dan tidak dapat berubah maka semakin besar luasan unit apartemen, maka semakin besar pula harga transaksi apartemen. Lantai yang tinggi membuat view yang dimiliki unit apartemen menjadi semakin luas dan bagus. 38 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

49 Variabel jumlah kamar memiliki koefisien negatif, artinya semakin banyak jumlah kamar dapat mengurangi harga apartemen. Hal ini dikarenakan luas unit dan luas bangunan apartemen tidak dapat berubah sehingga tidak memungkinkan untuk pengurangan maupun penambahan jumlah kamar. Hasil tersebut bertentangan dengan penelitian Makinde dan Tokunboh (2013) yang menyatakan bahwa jumlah kamar dapat meningkatkan harga. Variabel aksesibilitas apartemen ke CBD dan pusat perbelanjaan berpengaruh positif terhadap harga apartemen yang artinya semakin jauh jarak apartemen ke CBD dan pusat perbelanjaan maka harga apartemen akan mengalami kenaikan. Area CBD adalah wilayah pusat kegiatan masyarakat. Begitu pula dengan pusat perbelanjaan dimana tempat ini adalah sarana hiburan dan banyak dikunjungi. Karena itu, secara umum masyarakat akan menghindari wilayah yang seringkali terjadi kemacetan dan keramaian sehingga lebih memilih tempat tinggal yang agak jauh dari area CBD dan pusat perbelanjaan. Untuk variabel aksesibilitas apartemen ke rumah sakit, hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap harga apartemen yang artinya semakin jauh apartemen dengan rumah sakit, harga apartemen menjadi semakin turun. Hal ini dapat disebabkan masyarakat lebih merasa aman apabila terjadi gangguan pada kesehatan dapat menjangkau rumah sakit terdekat yang selalu siaga 24 jam. Sejalan dengan penelitian Tan (2011) yang menyebutkan bahwa aksesibilitas hunian ke rumah sakit dapat mempengaruhi harga menjadi lebih tinggi. Variabel aksesibilitas apartemen ke sekolah dan tempat kerja memiliki pengaruh negatif terhadap harga apartemen. Semakin jauh apartemen ke sekolah dan tempat kerja, maka harga apartemen mengalami penurunan. Menurut Tan (2011), jarak yang dekat dengan sekolah dan tempat kerja dapat mengurangi waktu dan biaya perjalanan. Jarak yang dekat juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi. Pada penelitian ini, view taman, view pertanian, view kota, view gunung, view golf, dan view kolam renang mempunyai koefisien positif terhadap apartemen. Dapat diartikan bahwa jika sebuah apartemen memiliki salah satu dari view tersebut, harga apartemen akan mengalami peningkatan. Hal tersebut terjadi karena view yang bagus dapat meningkatkan kenyamanan dan ketenangan serta dapat menjadi sarana refreshing masyarakat. Bishop et al. (2004) menyatakan bahwa view ruang hijau dan view air mempunyai pengaruh positif terhadap harga. Sedangkan view bangunan mempunyai pengaruh negatif terhadap harga dan tidak sejalan dengan hasil penelitian ini dimana view bangunan pada penelitian ini adalah view kota. Untuk view ruang hijau yaitu view taman, view pertanian, dan view golf. View air yaitu view kolam renang. Responden laki-laki bersedia membayar view apartemen pada kisaran 1,1% sampai 2% dan jenis kelamin perempuan bersedia membayar pada kisaran 2,1% sampai 4%. Terdapat 13 responden dengan penghasilan kurang dari Rp bersedia untuk membayar view apartemen sebesar 1,1% sampai 2%. Sedangkan responden yang berpenghasilan Rp Rp dan lebih dari Rp bersedia membayar lebih pada kisaran 2.1% sampai 4% untuk view apartemen. Responden dengan penghasilan Rp Rp sebanyak 7 responden bersedia untuk membayar view apartemen pada kisaran 4,1-6%. Responden yang sudah memiliki apartemen maupun belum sebagian besar bersedia membayar pada kisaran 1,1% sampai 2%. Ditinjau dari wilayah keberadaan apartemen di Surabaya yang diminati adalah di Surabaya Barat, Surabaya Pusat, dan Surabaya Timur, bersedia untuk membayar view apartemen pada kisaran 1,1% sampai 39 MAPPI Insight Vol. 1, No 1, Maret 2017

Nilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS

Nilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS Nilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Komentar atas draf ini dapat diberikan sampai dengan tanggal 10 Desember

Lebih terperinci

Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro

Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro 2016 Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro Volume 6 No. 2 PENGEMBANGAN SISTEM PENJADWALAN KULIAH MENGGUNAKAN ALGORITMA STEEPEST ASCENT HILL CLIMBING Shoffan Saifullah,

Lebih terperinci

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Dipublikasikan tanggal : 8 Januari 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft SPI 366 ini selambatnya dapat

Lebih terperinci

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang Dipublikasikan tanggal : 8 Januari 2017 Tanggapan dan/atau masukan atas Eksposur Draft SPI 366 ini selambatnya dapat

Lebih terperinci

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 148 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.22,2012 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro

Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro 2016 Jurnal Sistem Komputer Program Studi Sistem Komputer Universitas Diponegoro Volume 6 No. 1 TIMESTAMP LINKING SCHEME DENGAN HASHED MESSAGE AUTHENTICATION CODE PADA MANAJEMEN PENGELOLAAN NASKAH DI PENERBIT

Lebih terperinci

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.719, 2014 KEMENKEU. Publik. Penilai. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 101/PMK.01/2014 TENTANG PENILAI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan

2017, No Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan No.289, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN OJK. Pasar Modal. Kegiatan. Penilai. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6157) PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2017 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/9/PADG/2017 TENTANG LEMBAGA PENDUKUNG PASAR UANG YANG MELAKUKAN KEGIATAN TERKAIT SURAT BERHARGA KOMERSIAL DI PASAR UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. UU No. 30 Tahun 2009 (Pasal 2) tentang Ketenagalistrikkan

PENDAHULUAN. UU No. 30 Tahun 2009 (Pasal 2) tentang Ketenagalistrikkan PENDAHULUAN Pembangunan ketenagalistrikan bertujuan untuk menjamin ketersediaan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, dan harga yang wajar dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.216, 2014 PERDAGANGAN. Standardisasi. Penilaian Kesesuaian Perumusan. Pemberlakuan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5584) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.27, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pengadaan Tanah. Pembangunan. APBN. Biaya. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG BIAYA OPERASIONAL

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BERITA NEGARA. BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL No.1013, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL. Surveyor. Berlisensi. Pengukuran. Pemetaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI TUNJANGAN PROFESI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA DAERAH PROVINSI, KABUPATEN,

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG

PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN PROVINSI JAWA BARAT WALI KOTA DEPOK PERATURAN WALI KOTA DEPOK NOMOR 32 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM SKALA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PMK.01/2014 TENTANG AKUNTAN BEREGISTER NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK

Lebih terperinci

Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian

Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian Dipublikasikan tanggal : 13 Februari 2018 Masukan dan/atau tanggapan atas Ekspose Draf ini diharapkan selambatnya tanggal 30

Lebih terperinci

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL

- 2 - SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL - 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 68 /POJK.04/2017 TENTANG PENILAI YANG MELAKUKAN KEGIATAN DI PASAR MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 284, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34/PMK.07/2012 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN ALOKASI TUNJANGAN PROFESI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH KEPADA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 2011 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS DAN INFRASTRUKTUR SELAT SUNDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /PMK.01/2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 101/PMK.01/2014 TENTANG PENILAI PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH 1 of 13 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

1 of 6 18/12/ :00

1 of 6 18/12/ :00 1 of 6 18/12/2015 16:00 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 190/PMK.05/2011 TENTANG SISTEM AKUNTANSI INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintah Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2011, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir

2011, No Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.200, 2011 KEMENTERIAN KEUANGAN. Tunjangan Profesi Guru. PNS. Daerah. Pedoman Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71/PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM RESI GUDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 125/PMK.01/2008 TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN, Menimbang : a. bahwa sejalan dengan tujuan Pemerintah dalam rangka mendukung perekonomian yang sehat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.737, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Pengawasan. Pelaksanaan. Tata Cara Tetap. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 91 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA TETAP

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1311, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Biaya Konstruksi. Proyek Kerja Sama. Infrastruktur. Dukungan Kelayakan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2010 TENTANG STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah

Lebih terperinci

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio

2015, No c. bahwa untuk mewujudkan pengawasan tersebut dalam huruf b, diperlukan peran Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsio BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1728, 2015 KEMENKEU. Anggaran. Bendahara Umum Negara. Pelaksanaan. Pengawasan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 204/PMK.09/2015 TENTANG PENGAWASAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13/PMK.02/2013 TENTANG BIAYA OPERASIONAL DAN BIAYA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BATANG TUBUH PENJELASAN

BATANG TUBUH PENJELASAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /POJK.03/2016 TENTANG TATA CARA DALAM MENGGUNAKAN JASA AKUNTAN PUBLIK DAN KANTOR AKUNTAN PUBLIK BAGI LEMBAGA YANG DIAWASI OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 064 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG AUDIT PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK

PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG AUDIT PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK -- 1 -- PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG AUDIT PENYELENGGARAAN SISTEM ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Lebih terperinci

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M

2017, No Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); M No.73, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041) PERATURAN

Lebih terperinci

1 of 9 21/12/ :39

1 of 9 21/12/ :39 1 of 9 21/12/2015 12:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 223/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN DUKUNGAN KELAYAKAN ATAS SEBAGIAN BIAYA KONSTRUKSI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH 1 of 11 1/22/2013 2:37 PM MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata No.1275, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ATR/BPN. PRONA. Percepatan. PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45/PMK.06/2013 TENTANG PENERAPAN PRINSIP MENGENALI PENGGUNA JASA BAGI BALAI LELANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19

-2- Pasal 68 ayat huruf c dan Pasal 69 ayat UndangUndang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.621, 2017 KEMEN-LHK. Pengelolaan Pengaduan Dugaan Pencemaran. Perusakan Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Hutan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PUNGUTAN OLEH OTORITAS JASA KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem

2011, No Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lem No.201, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Dana Tambahan Penghasilan. Guru PNS Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 /PMK.07/2011 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis

2012, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Komite Profesi Akuntan Publik yang selanjutnya dis LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.196, 2012 ADMINISTRASI. Akuntan Publik. Komite. Profesi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5352) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL

KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL KETENTUAN UMUM PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN PEMODAL OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 50 /POJK.04/2016 TENTANG PENYELENGGARA DANA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011

BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 BERITA DAERAH KOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 PERATURAN WALIKOTA SALATIGA NOMOR 34 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR

DIKLAT PENGADAAN TANAH KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Modul Diklat Pengadaan Tanah. Modul ini disusun agar peserta diklat dapat mempelajari

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG BERITA DAERAH KOTA BEKASI NOMOR : 30 2010 SERI : E PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 30 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA BEKASI DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 28 TAHUN 2000 TENTANG USAHA DAN PERAN MASYARAKAT JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN. No.261, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA HAK ASASI MANUSIA. Organisasi Kemasyarakatan. Pelaksanaan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5958) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

1 of 6 21/12/ :39

1 of 6 21/12/ :39 1 of 6 21/12/2015 14:39 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 111/PMK.07/2012 TENTANG TATA CARA PENERBITAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN OBLIGASI DAERAH

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2012 TENTANG BIAYA OPERASIONAL DAN BIAYA PENDUKUNG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentan

2016, No Peraturan Menteri Ketenagakerjaan tentang Akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentan No.1799, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. LPK. Akreditasi. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG AKREDITASI LEMBAGA PELATIHAN KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84 TAHUN 2012 TENTANG KOMITE PROFESI AKUNTAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria

KERANGKA RPMK AKTUARIS. Perubahan Nama dan/atau Bentuk Badan Usaha Konsultan Aktuaria KERANGKA RPMK AKTUARIS Kerangka RPMK Aktuaris BAB I Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga BAB II BAB III Bagian Kesatu Bagian Kedua BAB IV Bagian Kesatu Bagian Kedua Bagian Ketiga Bagian Keempat Bagian

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pelaporan Transaksi. Penyedia Barang. Jasa

BERITA NEGARA. PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pelaporan Transaksi. Penyedia Barang. Jasa No.929, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN. Pelaporan Transaksi. Penyedia Barang. Jasa PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.284, 2010 KEMENETERIAN KEUANGAN. Tunjangan Profesi Guru. Daerah. Pedoman.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.284, 2010 KEMENETERIAN KEUANGAN. Tunjangan Profesi Guru. Daerah. Pedoman. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.284, 2010 KEMENETERIAN KEUANGAN. Tunjangan Profesi Guru. Daerah. Pedoman. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 117/PMK.07/2010 TENTANG PEDOMAN UMUM DAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/Per/M.KUKM/VI/2016 TENTANG PENDATAAN KOPERASI, USAHA KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KOPERASI

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran

2012, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.215, 2012 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5357) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN

Lebih terperinci

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.9, 2017 EKONOMI. Pembangunan. Perindustrian. Sarana. Prasarana. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6016) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci