EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM"

Transkripsi

1 EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Negila Sativa) TERHADAP KADAR ANTI - HBs PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI VAKSIN HEPATITIS B SKRIPSI RAHMAD HIDAYAT KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2017

2 EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Negila Sativa) TERHADAP KADAR ANTI- HBs PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI VAKSIN HEPATITIS B Skripsi ini diajukan Sebagai salah satus yarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Terapan RAHMAD HIDAYAT NIM. P KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN 2017 i

3 LEMBAR PERSETUJUAN EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP KADAR ANTI-HBs PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI VAKSIN HEPATITIS B Oleh RAHMAD HIDAYAT NIM : P Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui isi serta susunannya sehingga dapat diajukan pada Ujian Sidang Skripsi yang diselenggarakan oleh Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Surabaya, Juli 2017 Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Evy Diah Woelansari,S.Si,M.Kes NIP Wisnu Istanto, M.Pd NIP Mengetahui : Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya Drs. Edy Haryanto, M.Kes NIP ii

4 LEMBAR PENGESAHAN EFEKTIVITAS IMUNOMODULATOR EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa) TERHADAP KADAR ANTI-HBs PADA TIKUS WISTAR (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI VAKSIN HEPATITIS B Oleh RAHMAD HIDAYAT NIM : P Skripsi ini telah dipertanggungjawabkan di hadapan Tim Penguji Skripsi Jenjang Pendidikan Tinggi Diploma 4 Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Surabaya Surabaya, Juli 2017 Tim Penguji, Tanda tangan Penguji 1 : Evy Diah Woelansari, S.Si, M.Kes... NIP Penguji 2 : Wisnu Istanto, M.Pd... NIP Penguji 3 : Suhariyadi, S.Pd, M.Kes... NIP Mengetahui, Ketua Jurusan Analis Kesehatan Politeknik Kesehatan Surabaya Drs. Edy Haryanto, M.Kes NIP iii

5 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas imunomodulator ekstrak jintan hitam (Nigella sativa) terhadap kadar anti-hbs tikus wistar yang diinduksi vaksin hepatitis B. Vaksin hepatitis B dipilih untuk menggantikan strain virus hepatitis B murni, dikarenakan tingkat penyebaran dan penularan serta infektifitas virus hepatitis B yang tinggi. Vaksin hepatitis B mengandung komponen virus hepatitis B yang telah dilemahkan yaitu protein spesifik surface hepatitis B (HBsAg). Pemberian vaksin dosis konversi manusia ke tikus dikalikan 10x untuk menkondisikan tikus menjadi hepatitis. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan rancangan penelitian Post Test Only Control Group Disegn. Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan di PT. Media Diagnostika pada bulan juni - juli 2017 dengan menggunakan 24 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 4 kelompok. Dosis ekstrak jinta hitam yang diberikan adalah 75 mg/kgbb dan 150 mg/kgbb. Hasil penelitian menunjukkan ada peningkatan nilai rata-rata kadar antara pemberian dosis 75 mg/kgbb yaitu sebesar 2,08 miu/ml dan pemberian dosis 150 mg/kgbb sebesar 8,28 miu/ml. Pada hasil analisa data statistik menggunakan uji Anova One Way diketahui bahwa nilai signifikan p = 0,000 pada α = 0,05 yang artinya nilai signifikan lebih kecil dari alfa (p < α), oleh karena itu H0 ditolak dan menerima H1 yang artinya pemberian ekstrak jintan hitam berpengaruh dalam meningkatkan kadar anti-hbs pada tikus wistar yang diinduksi vaksin hepatitis B, sehingga ekstrak jintan hitam dapat diaplikasikan sebagai upaya pencegahan maupun terapi pada hepatitis B. Kata Kunci : Hepatitis B, Anti-HBs, Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa). v

6 ABSTRACT This study was conducted to determine the effectiveness of black cumin extract (Nigella sativa) as an immunomodulatory of anti-hbs on Wistar rats were induced hepatitis B vaccine. The hepatitis B vaccine was chosen to replace the pure strain of hepatitis B virus, because the level of distribution and its transmission virus infectivity is high. The hepatitis B vaccine contains a hepatitis B virus component that has been attenuated of specific protein surface hepatitis B (HBsAg). The vaccine dosage of human converted to rats dosage and multiplied 10 times to make the condition of the mice into hepatitis. The type of research used in this study is laboratory experimental with Post Test Only Control Group Disegn. The research was conducted at the Faculty of Veterinary Medicine of Airlangga University and at PT. Media Diagnostics in June - July 2017 using 24 male wistar rats divided into 4 groups. The dose of black cumin extract given is 75 mg per kilogram of body wieght and 150 mg per kilogram of body wieght. The results showed no increase in the average value between the dose levels of 75 mg per kilogram of body wieght to 2.08 miu/ml and a dose of 150 mg per kilogram of body wieght to 8.28 miu/ml. On the results of statistical data analysis using One Way Anova known that the significant value of p = at α = 0.05, which means a smaller significant value of alpha (p <α), hence H0 refused and accept H1, which means cumin extract black influence in increasing levels of anti-hbs in wistar rats induced hepatitis B vaccine, so that black cumin extract can be applied as a preventive and therapeutic hepatitis B. Keywords: Hepatitis B, Anti-HBs, Black Cumin Extract (Nigella sativa). vi

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii LEMBAR PERSEMBAHAN... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iv ABSTRAK... v ABSTRACT... vi KATA PENGANTAR... vii UCAPAN TERIMAKASIH... viii DAFTAR ISI... xi DAFTAR SINGKATAN... xiv DAFTAR TABEL... xv DAFTAR GAMBAR... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Batasan Masalah Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Hepatitis B Definisi Hepatitis B Etiologi Hepatitis B Epidemiologi Penularan Hepatitis B Patogenesis Hepatitis B Replikasi Virus Respon Imun Terhadap Infeksi Hepatitis B Respon Imun Antibodi Hepatitis B surface (Anti-HBs) Manifestasi Klinis Hepatitis B Dignosis Hepatitis B Pencegahan dan Pengobatan Hepatitis B Jintan Hitam Deskripsi Tumbuhan Klasifikasi Ilmiah Morfologi dan Karakteristik Jintan Hitam Kandungan Jintan Hitam Manfaat Jintan Hitam Imunomodulator Ekstraksi xi

8 2.4.1 Definisi Ekstraksi Metode Ekstraksi Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Wistar Standar Pemeliharaan dan Perlakuan Hewan Coba Tiga Prinsip Dasar Etik Pelaksanaan Penelitian Menggunakan Hewan Coba Prinsip Etik Penggunaan Hewan Percobaan (3R) Prinsip Etik Pemeliharaan / Perlakuan Terhadap Hewan Percobaan Prosedur Penanganan Hewan Coba BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA Kerangka Konsep Penjelasan Kerangka Konsep Hipotesis BAB 4 METODE PENELITIAN Jenis dan Rancangan Penelitian Waktu dan Tempat Penelitian Populasi dan Sampel Penelitian Populasi Sampel Penelitian Besar Sampel Variabel Penelitian Definisi Operasional Alat dan Bahan Penelitian Alat Penelitian Bahan Penelitian Teknik Pengumpulan Data Prosedur Penelitian Proses Pembuatan Bahan Uji Jintan Hitam Penentuan Dosis Pemberian Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa) Penentuan Dosis Pemberian Induksi Vaksin Hepatitis B Pada Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus) Perlakuan Terhadap Hewan Coba Prosedur Pemeriksaan Anti-HBs Teknik Analisa Data Alur Penelitian BAB 5 HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Sampel Hasil Penelitian Analisa Data Uji Normalitas Uji Homogenitas Uji Anova One Way Uji Post Hoc xii

9 BAB 6 PEMBAHASAN BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiii

10 DAFTAR SINGKATAN ACIP ALP APC CAH CCC CTL DNA ELISA HBcAg HBeAg HBsAg HCC HCV HLA HSG IFN IgG IgM IL ISG MAF NF-Kb NK PAMP PCR PMN PRRs RIA RNA SGOT SGPT TLR TNF-α VHB WHO : Advisory Committe on Immunization Practices : Alkali Phospatase : Antigen Precenting Cell : Chronic Active Hepatitis : Covalently Closed Circular : Cytotoxic T-lymphocyte : Deoxyribo Nucleic Acid : Enzim linked Immunosorbent Assay : Hepatitis B core Antigen : Hepatitis B envelope Antigen : Hepatitis B surface Antigen : Hybrid Capture Chemiluminescence : Hepatitis C Virus : Human Lymphocyte Antigen : Immune Serum Hyperimmune : Interferon : Imunoglobulin G : Imunoglobulin M : Interleukin : Immune Serum Globulin : Macrophage Activiting Factor : Nucear Factor kappa B : Natural Killer : Phatogen Asociated Molekuler Pattern : Polymerase Chain Reaction : Polymhorponuclear : Pattern Recognition Receptors : Radioimmunoassay : Ribonucleic Acid : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase : Serum Glutamic Piruvic Transaminase : Toll Like Receptor : Tumor Nekrosis Faktor α : Virus Hepatitis B : World Health Organitation xiv

11 Daftar Tabel Tabel 2.1 Komposisi Kimia Jintan Hitam Tabel 2.2 Komposisi Minyak Volatil Jintan Hitam Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak Jintan Hitam Tabel 4.1 Perlakuan Pada Hewan Coba Tabel 5.2 Nilai rata-rata hasil pemeriksaan anti-hbs pada sampel xv

12 Daftar Gambar Gambar 2.1 Struktur Virus Hepatitis B... 8 Gambar 2.2 Tanaman Jintan Hitam Gambar 2.3 Biji Jintan Hitam Gambar 4.1 Skema Alur Penelitian Gambar 5.1 Grafik Hasil Pemeriksaan Anti-HBs xvi

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 1. Lembar Kartu Bimbingan Proposal Skripsi 2. Lembar Bukti Revisian Proposal Skripsi 3. Lembar Kartu Bimbingan Skripsi 4. Lembar Bukti Revisi Skripsi 5. Surat Permohonan Izin Untuk Pengekstrakkan Simplisia Jintan Hitam di Unit Layanan Pengujuian Fakultas Farmasi Universitas Airlangga. 6. Surat Permohonan Izin Peminjaman Kandang dan Penelitian di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. 7. Surat Izin Peminjaman Kandang dan Penelitian di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga 8. Surat Permohonan Peminjaman Alat dan Penelitian di PT. Media Diagnostika. 9. Surat Izin Penggunaan Alat dan Penelitian di PT. Media Diagnostika. 10. Lembar Persetujuan Etik Hewan Coba Lampiran 2 1. Hasil Penelitian Pemeriksaan Anti-HBs 2. Hasil Uji Normalitas 3. Hasil Uji Homogenitas 4. Hasil Uji Anova One Way 5. Hasil Uji Post Hoc Lampiran 3 1. Proses Ekstraksi Jintan Hitam 2. Proses Pembuatan Dosis Ekstrak Jintan Hitam 3. Proses adaptasi Hewan Coba 4. Proses Pemberia Ekstrak Jintan Hitam Dan Induksi Vaksin Hepatitis B 5. Proses Pengambilan Darah Pada Tikus 6. Pemeriksaan Anti-HBs (Persiapan Alat dan Bahan) 7. Pemeriksaan Anti-HBs metode Double Antigen Sandwich ELISA. xvii

14 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB) bersifat akut maupun kronis yang dapat menyebabkan sirosis hati, kanker hati dan kematian (WHO, 2015). Jumlah penderita di dunia diperkirakan terdapat 350 juta (Astuti, 2014), dengan prevalensi tertinggi di sub- Sahara Afrika dan Asia Timur. Kebanyakan orang di wilayah ini terinfeksi dengan virus Hepatitis B selama masa anak-anak, 5-10% dari populasi orang dewasa terinfeksi secara kronis (WHO, 2015). Prevalensi rata-rata Hepatitis B di Indonesia adalah 10%, dengan variasi antara 3,4-20,3% di setiap daerah (Astuti, 2014). Jumlah kasus Hepatitis B di Jawa Barat tahun 2012 yaitu 1673 kasus, dengan jumlah penderita laki-laki 993 kasus dan perempuan 680 kasus. Di Bandung tahun 2012, didapatkan 246 kasus hepatitis B dengan jumlah laki-laki 164 kasus dan perempuan 82 kasus (Depkes, 2012). Hepatitis B secara umum dapat ditularkan melalui kegiatan transfusi darah, kontak seksual dengan orang yang terinfeksi, penggunaan jarum non steril atau berbagi jarum suntik pada tato, injeksi obat dan akupunktur, dan paparan perinatal dari ibu yang terinfeksi (Yogarajah, 2013). Virus Hepatitis B (VHB) yang masuk tubuh akan dipresentasikan oleh antigen precenting cells (APC) kepada sel T helper (CD4) spesifik yang mengenali kompleks molekul HLA II dan peptida HbsAg pada permukaan APC. Sel T CD4 memacu sel B menjadi sel plasma melalui mediator IL2. Sel plasma akan mengeluarkan antibodi spesifik terhadap HBsAg yang dikenal 1

15 2 sebagi anti-hbs. Anti-HBs muncul apabila seseorang pernah terinfeksi virus Hepatitis B (VHB) ataupun setelah melakukan vaksinasi Hepatitis B. (Rosalina, 2012). Anti-HBs diinterpretasikan sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit hepatitis B. Pemeriksaan anti-hbs adalah salah satu parameter pemeriksaan serologi penanda infeksi hepatitis B. Selain itu pemeriksaan anti-hbs, terutama yang kuantitatif digunakan untuk menilai hasil vaksinasi hepatitis B (Andini, 2016). Hepatitis B merupakan salah satu penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi. Advisory Committee on Immunization Practices (ACIP), WHO dan International Group of Hepatitis Experts menggunakan kadar anti-hbs lebih dari 10 miu/ml sebagai kadar protektif pasca vaksinasi Hepatitis B. Pengobatan untuk Hepatitis B pada umumnya menggunakan obat kimia. Akan tetapi, penggunaan obat kimia dalam jangka waktu tertentu memiliki dampak efek samping bagi tubuh. Dibutuhkan bahan alami yang memiliki efek samping lebih kecil dari obat kimia yang mampu meningkatkan kekebalan tubuh. Di Indonesia sangat banyak bahan-bahan alami yang memiliki khasiat sebagai imunomodulator yaitu bahan atau suatu senyawa yang dapat meningkatkan fungsi sistem imun pada manusia, salah satunya adalah jintan hitam. Jintan hitam (Nigella sativa L.) yang juga dikenal dengan black cumin merupakan tanaman herba tahunan yang termasuk dalam keluarga Ranunculaceae. Tanaman ini berasal dari daerah laut mediterania. Biji jintan hitam dipercaya dapat menjaga kesehatan manusia. Selain itu jintan hitam juga penting untuk memelihara fungsi hati, dan digunakan untuk meningkatkan sistem imun. Secara tradisional biji

16 3 ini sering digunakan oleh masyarakat khususnya di Timur Tengah dan beberapa negara Asia (Sulisti dan Radji, 2014). Penelitian terhadap biji jintan hitam telah membuktikan kemampuannya untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Aspek farmakologis yang telah dieksplorasi mencakup kemampuan jintan hitam sebagai imunomodulator dan dapat mencegah gangguan fungsi hati. (Suryohastari., 2016). Zat aktif utama pada jintan hitam yang memiliki potensi sebagai imunomodulator adalah Thymoquinone. Thymoquinone pada jintan hitam menunjukkan bahwa zat ini mempunyai efek anti bakterial, antioksidan, antihistamin, anti inflamasi, anti diabetik, analgesik, anti piretik dan anti neoplastik (Barnianto, 2012). Thymoquinone juga memiliki fungsi proteksi melawan nefrotoksisitas dan hepatotoksisitas. Pada penelitian lain Thymoquinone terbukti mampu meningkatkan fungsi sel-sel imun baik seluler maupun humoral (Yusuf, 2014). Jintan hitam dapat memberikan efek imuno stimulan yang digambarkan dengan adanya peningkatan sel sel imun, respon imun humoral dan ekspresi gen sitokin yang membantu mempercepat menghilangkan virus serta mengurangi patogenitas virus Avian Influenza (H2N9) di Turki dengan menghambat replikasi virus (Umar dkk, 2016). Pemberian jintan hitam dapat mengakibatkan penurunan jumlah infeksi virus yang signifikan, rata-rata tingkat RNA HCV (PCR) ( ,2 ± ,6) secara signifikan relatif menurun terhadap tingkat dasar nilai rata-rata tingkat RNA HCV ( ,7 ± , P = 0,001) dengan 16,67% dari pasien menjadi seronegatif, dan 50% menunjukkan penurunan yang signifikan dalam jumlah virus kuantitatif (Barakat dkk., 2013). Penurunan jumlah infeksi virus juga ditunjukan pada pasien hepatitis C setelah melakukan pengobatan selama satu bulan dengan

17 4 campuran ekstrak jintan hitam dan jahe, dan ada lima kasus yang menunjukkan veremia negatif (Monniem dkk, 2013). Berdasar data di atas, maka peneliti akan melakukan penelitian tentang efektivitas jintan hitam terhadap kadar anti-hbs pada hewan coba tikus wistar yang diinduksi vaksin Hepatitis B. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Apakah jintan hitam (Negila sativa L.) berpengaruh dalam meningkatkan kadar anti-hbs secara efektif pada tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi vaksin Hepatitis B? 1.3 Batasan Masalah Dalam skripsi ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian sabagai berikut: 1. Virus yang digunakan untuk menginfeksi hewan coba diambil dari Vaksin Hepatitis B Engerix yang didapat dari Kimia Farma Surabaya. 2. Bahan penelitian yang digunakan adalah ekstrak jintan hitam. 3. Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus galur wistar (Rattus norvegicus) jantan, umur 2 3 bulan, berat gram. 1.4 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Untuk mengetahui efektivitas imunomodulator ekstrak jintan hitam (Negila sativa L.) terhadap kadar anti-hbs pada hewan coba tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi vaksin Hepatitis B.

18 Tujuan Khusus 1. Mengetahui kadar anti-hbs pada hewan coba tikus wistar (Rattus norvegicus) yang diinduksi vaksin Hepatitis B yang telah diberi ekstrak jintan hitam. 2. Mengetahui dosis jintan hitam yang efektif sebagai imunomodulator terhadap virus Hepatitis B. 1.5 Manfaat Penelitian 1. Dengan hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah akan manfaat jintan hitam bagi kesehatan terutama sebagai bahan imunomodulator. 2. Memberikan informasi ilmiah tentang efektifitas jintan hitam sebagai bahan imunomodulator alami dalam upaya pencegahan dan sebagai terapi penyakit hepatitis.

19

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hepatitis B Definisi Hepatitis B Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) (WHO, 2015). Virus hepatitis B dapat menyebabkan peradangan hati akut atau kronis yang pada sebagian kecil kasus dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Hepatitis B merupakan peradangan hati yang bersifat sistemik, akan tetapi hepatitis bisa bersifat asimtomatik (Wijayanti, 2016). Secara klinis, infeksi virus hepatitis B dapat dibagi menjadi infeksi akut dan kronis (Slamet dkk., 2014). Dikatakan Hepatitis B akut jika perjalanan penyakit kurang dari 6 bulan sedangkan dikatakan Hepatitis B kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi selama 6 bulan (Marinda, 2015). Infeksi hepatitis B akut ditandai dengan adanya HBsAg dan immunoglobulin M (IgM) antibodi terhadap antigen inti, HBcAg. Selama fase awal infeksi, HBeAg pasien juga positif. Infeksi kronis ditandai dengan positifnya HBsAg ( lebih dari 6 bulan), dengan atau tanpa HBeAg. HBsAg adalah penanda utama risiko untuk berkembang menjadi penyakit hati kronis dan karsinoma hepatoseluler di kemudian hari. Adanya HBeAg mengindikasikan bahwa darah dan cairan tubuh dari individu yang terinfeksi sangat menular (WHO, 2015). Virus hepatitis B pertama kali ditemukan oleh Blumberg dan kawan kawan pada tahun 1965 pada saat mereka melakukan penelitian untuk mencari antibodi yang timbul terhadap lipoprotein. Pada penelitian tersebut ia menemukan suatu 6

21 7 antibodi dari seorang penderita hemophilia yang sering mendapatkan transfusi darah. Dimana antibodi ini dapat dipergunakan untuk mendeteksi suatu antigen dalam darah seorang amborigin Australia yang dikenal dengan nama antigen Australia (Au-Ag). Antigen australia lebih dikenal dengan nama antigen permukaan virus hepatitis B atau HbsAg (Saleh., 2012) Etiologi Hepatitis B Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B yang terbungkus serta mengandung genoma DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) yang berasal dari suatu genus Orthohepadnavirus anggota famili Hepadnavirus berdiameter nm dengan inti nukleokapsida, densitas elektron, diameter 27 nm. Selubung luar lipoprotein dengan ketebalan 7 nm. Inti virus hepatitis B mengandung double-stranded DNA partial (3,2 kb) dan protein polimerase DNA dengan aktivitas reverse transkriptase. Antigen hepatitis B core (HBcAg) merupakan protein struktural. Antigen hepatitis B e (HBeAg) protein non-struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif virus hepatitis B. Selubung lipoprotein virus hepatitis B mengandung antigen permukaan hepatitis B (HBsAg) dengan tiga selubung protein: utama, besar, dan menengah. Lipid minor dan komponen karbohidrat. HBsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22 nm atau tubular (Ekasari, 2016). Masa inkubasi virus hepatitis B berkisar antara hari dengan rata-rata Virus ini dapat terus berkembang biak dalam sel-sel hati atau hepatosit dan merusak fungsi hati. Akibat serangan virus hepatitis B sistem kekebalan tubuh kemudian akan memberi respon dan melawan virus hepatitis B. Apabila tubuh berhasil melawan maka virus akan terbasmi habis, tetapi jika gagal virus akan tetap

22 8 tinggal dan menyebabkan hepatitis B kronis dimana pasien menjadi karier atau pembawa virus seumur hidup. Infeksi virus hepatitis B terjadi bila partikel utuh virus hepatitis B berhasil masuk ke dalam hepatosit, kemudian kode genetik virus hepatitis B masuk ke dalam sel hati untuk memerintahkan sel hati memproduksi protein-protein yang merupakan komponen virus hepatitis B. Virus yang ada dalam tubuh penderita dibuat sendiri oleh hepatosit penderita dengan genom virus hepatitis B yang pertama masuk sebagai cetak biru. Adanya infeksi dari virus hepatitis B secara alamiah akan mendorong respon imun tubuh untuk bereaksi melawan virus yang masuk baik secara humoral maupun seluler. Apabila proses ini berhasil maka virus dapat dibasmi habis. Namun jika gagal virus akan tetap tinggal dan menyebabkan hepatitis B. Virus hepatitis B pada dasarnya memiliki 3 jenis antigen spesifik HBsAg, HBeAg dan HBcAg. Protein pada selubung virus membentuk HBsAg, sedangkan pada inti virus terdapat HBcAg dan pada nucleocapsid terdapat HBeAg (Andini, 2016). Gambar 2.1 : Struktur Virus Hepatitis B (Sumber : Andini, 2016)

23 Epidemiologi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di seluruh dunia (WHO, 2015). Virus hepatitis B merupakan penyebab utama penyakit hepatitis B karena dapat menyebabkan penyakit hati kronis dan hepatoma di seluruh dunia dan merupakan penyebab utama dari terjadinya penyakit kanker hati di dunia. Hepatitis yang disebabkan oleh virus hepatitis B menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di Indonesia karena manifestasinya sebagai hepatitis akut dengan segala komplikasinya serta risiko menjadi kronik. Penyakit hepatitis B sangat berbahaya karena penderita Hepatitis B dapat berbentuk carrier chronic yang merupakan sumber penularan bagi lingkungan dan dapat berkembang menjadi penyakit hati kronik seperti Chronic Active Hepatitis (CAH), sirosis dan Hepatoselular Carsinoma (Aminah, 2013). World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa lebih dari 2 milyar populasi dunia pernah terpajan virus hepatitis B. Jumlah penderita di dunia diperkirakan terdapat 350 juta (Astuti, 2014) dan 240 juta orang secara kronis terinfeksi virus hepatitis B di seluruh dunia, yang merupakan penyebab utama dari penyakit hati, sirosis dan karsinoma hepatoseluler (Pham dkk, 2016). Di wilayah Asia Tenggara diperkirakan 100 juta orang hidup dengan Hepatitis B kronis. Setiap tahun di wilayah tersebut, Hepatitis B menyebabkan hampir 1,4 juta kasus baru dan kematian. Menurut data WHO, penyakit hepatitis B menjadi pembunuh nomer 10 di dunia dan endemis di China dan bagian lain di Asia termasuk Indonesia. Indonesia menjadi negara dengan penderita hepatitis B ketiga terbanyak setalah China dan India, sementara di Jakarta diperkirakan satu dari 20 penduduk menderita penyakit hepatitis B (Mutiara, 2013). Prevalensi rata-rata hepatitis B di

24 10 Indonesia adalah 10%, dengan variasi antara 3,4-20,3% di setiap daerah (Astuti, 2014). Infeksi kronis lebih sering dialami bayi dan anak-anak dibanding orang dewasa. Mereka yang tertular dengan kronis bisa menyebarkan virus hepatitis B pada orang lain, sekalipun jika mereka tidak tampak sakit. Hingga 1,4 juta penduduk Amerika mungkin menderita infeksi Hepatitis B yang kronis (Mustofa & Kurniawaty, 2013) Penularan Hepatitis B Penularan dari virus hepatitis B seringkali berasal dari paparan infeksi darah atau cairan tubuh yang mengandung darah (Wijayanti, 2016). Penularan hepatitis B dapat terjadi bila seseorang mengalami kontak dengan cairan tubuh pasien hepatitis B di daerah yang mengalami luka. Virus hepatitis B dapat ditemukan di cairan tubuh penderita seperti darah, air liur, cairan serebrospinalis, peritoneum, pleura, amnion, semen, cairan vagina, dan cairan tubuh lainnya, namun tidak semuanya memiliki kadar virus yang infeksius (Slamet dkk., 2014). Virus hepatitis B juga dapat menetap di berbagai permukaan benda yang berkontak dengannya selama kurang lebih satu minggu, seperti ujung pisau cukur, meja, noda darah, tanpa kehilangan kemampuan infeksinya. Virus hepatitis B tidak dapat melewati kulit atau barier membran mukosa, dan sebagian akan hancur ketika melewati barier. Kontak dengan virus terjadi melalui benda-benda yang bisa dihinggapi oleh darah atau cairan tubuh manusia, misalnya sikat gigi, alat cukur dan lain sebagainya. Infeksi virus hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dimana infeksi bisa ditularkan melalui hubungan seksual, kontak parenteral atau dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya saat lahir dan apabila sudah menginfeksi sejak awal

25 11 kehidupan, dapat menyebabkan penyakit hati kronik, termasuk sirosis dan karsinoma hepatoseluler (Andini, 2016). Secara umum, penularan bisa terjadi secara vertikal maupun horizontal. Pola transmisi di Indonesia umumnya terjadi secara vertikal. Penularan secara vertikal adalah penularan yang terjadi pada masa perinatal, yaitu penularan dari ibu kepada anaknya yang baru lahir. Infeksi yang terjadi saat neonatus akan menyebabkan kronisitas pada 90% kasus, sedangkan infeksi yang terjadi saat dewasa hanya 10% yang akan mengalami kronisitas. Penularan hepatitis secara horizontal yang lebih umum terjadi adalah lewat hubungan seksual yang tidak aman. Selain itu, transmisi horizontal hepatitis B juga bisa terjadi lewat penggunaan jarum suntik bekas pasien hepatitis B, transfusi darah yang terkontaminasi virus hepatitis B, pembuatan tato, penggunaan pisau cukur, sikat gigi, dan gunting kuku bekas pasien hepatitis B. Kebanyakan orang yang terinfeksi tampak sehat dan tanpa gejala, namun bisa saja bersifat infeksius (Marinda, 2015). Kelompok yang beresiko tinggi tertular virus hepatitis B antara lain yaitu penyalahgunaan obat intravena atau pengguna narkoba jarum suntik, homoseksual dan heteroseksual yang sering berganti pasangan, bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, karyawan rumah sakit, pasien dengan immunocompromised serta pasien yang sering mendapatkan transfuse darah (Telaumbanua, 2012) Patogenesis Hepatitis B Beberapa penelitian melaporkan bahwa virus hepatitis B bukan merupakan suatu virus yang sitopatik. Kelainan sel hati yang terjadi akibat infeksi virus heptitis

26 12 B disebabkan karena reaksi imun tubuh terhadap sel heptosit yang terinfeksi virus hepatitis B dengan tujuan mengeliminir virus tersebut (Pasaribu, 2014). Masa inkubasi virus hepatitis B bervariasi, yaitu sekitar hari, dengan rata-rata hari, dimana setelah 2 minggu infeksi virus hepatitis B terjangkit, HbsAg dalam darah penderita sudah mulai dapat dideteksi (Andini, 2016). Variasi masa inkubasi virus hepatitis B tergantung jumlah virus yang menginfeksi, cara penularan, dan faktor host. Sel hati manusia merupakan target organ bagi virus hepatitis B (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah masuk ke dalam hati dan terjadi proses replikasi virus. Virus ini mula-mula melekat pada reseptor spesifik di membran sel hati kemudian akan masuk ke dalam sitoplasma sel hati. Dalam sitoplasma, virus hepatitis B melepaskan mantelnya (selubung) sehingga melepaskan nukleokapsid. Selanjutnya nukleokapsid akan menembus dinding sel hati. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus (Ekasari, 2016). Kemudian DNA virus hepatitis B ditransport ke nukleus sel penjamu untuk selanjutnya membentuk covalently closed circular (ccc) yang disajikan sebagai bahan untuk transkripsi (Pham dkk, 2016). Hasil transkripsi dan translasi virus di dalam sel hati akan memproduksi protein-protein virus seperti protein surface, core dan polimerase. Protein tersebut akan dibungkus oleh retikulum endoplasma dan dikeluarkan dari sel hati sebagai antigen, salah satunya yaitu HbsAg. Antigen virus hepatitis B diekspresikan pada permukaan hepatosit dan melalui antigen presenting cell (APC) akan dipresentasikan kepada sel T helper. Sel T helper yang teraktivasi

27 13 akan meningkatkan pembentukan sel B yang distimulasi antigen menjadi sel plasma penghasil antibodi dan meningkatkan aktivasi sel T sitotoksik. Sel T sitotoksik bersifat menghancurkan secara langsung sel hati yang terinfeksi. Hal ini yang diperkirakan menjadi penyebab utama kerusakan sel hati. Sel T sitotoksik juga dapat menghasilkan interferon-γ dan tumor nekrosis faktor alfa (TNF-α) yang memiliki efek antivirus tanpa menghancurkan sel target (Marinda, 2015). Apabila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat di akhiri, sedangkan bila proses tersebut kurang efisien maka terjadilah infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminasi virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus ataupun faktor penjamu. Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel-sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepattis B yang tidak memproduksi HBeAg, integrasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati. Faktor penjamu dipengaruhi oleh faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin atau hormonal (Ekasari, 2016) Replikasi Virus Replikasi merupakan suatu cara virus untuk tetap bertahan hidup. Virus hepatitis B memiliki DNA beruntai ganda namun terdapat bagaian yang beruntai tunggal sehingga terbentuk gap atau jarak. Replikasi virus hepatitis B terjadi pada bagian DNA virus (Andini, 2016). Siklus hidup virus hepatitis B dimulai dengan attachment atau menempelnya partikel Dane pada hepatosit. Penempelan tersebut dapat terjadi dengan perantara protein pre S1, protein pre S2 dan lain lain.

28 14 Penempelan virus hepatitis B akan diikuti proses penetrasi virus hepatitis B kedalam hepatosit, kemudian ditranspor kedalam sitoplasma dan kemudian terjadi pelepasan DNA kedalam nukleus. DNA virus hepatitis B yang masuk ke dalam nukleus mulamula berupa dua rantai DNA yang tidak sama panjang. Kemudian terjadi proses DNA repair berupa pemanjangan rantai DNA yang pendek (DNA (+) strand) sehingga menjadi dua untai DNA yang sama panjang atau covalently closed circle DNA (cccdna). Selanjutnya terjadi pregenom RNA dan beberapa Mrna. Translasi pregenom RNA akan menghasilkan protein core (HbcAg), HbeAg dan enzim polymerase. Selanjutnya terjadi proses encapsidation yaitu uptake pregenom RNA kedalam protein core (HbcAg), dilanjutkan dengan proses perakitan di dalam sitoplasma. Proses maturasi genom dimulai dengan proses reserved transcription pregenom RNA menjadi DNA untai (-). Proses ini terjadi bersamaan dengan degradasi pregenom RNA. Dilanjutkan denga proses maturasi dengan cara sintesa DNA (+) strand. Proses envelopment partikel core yang telah mengalami maturasi genom terjadi di dalam retikulum endoplasma. Disamping itu disini juga terjadi sintesa partikel virus hepatitis B lainnya yaitu partikel tubular dan pertikel bentuk bulat yang tidak mengandung partikel core dan genom virus heptitis B. Selanjutnya melalui aparatus golgi, partikel partikel dane, partikel tubular, partikel bentuk bulat dan juga HBeAg, disekresikan dengan cara budding atau lisis langsung kedalam sirkulasi darah (Pasaribu, 2014) Respon Imun Terhadap Infeksi Hepatitis B Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda asing dan patogen yang disebut sebagai sistem imun. Sistem imun didefinisikan sebagai suatu proses dan mekanisme pertahanan tubuh. Respon imun timbul karena

29 15 adanya reaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap mikroba dan bahan lainnya. Mekanisme sistem imun secara umum dibagi menjadi dua yaitu sistem imun alamiah atau non spesifik (natural/innate/native) dan sistem imun didapat atau spesifik (adaptive/acquired). Baik sistem imun non spesifik maupun spesifik memiliki peran masing-masing, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebut memiliki kerja sama yang erat. Sistem imun non-spesifik merupakan mekanisme pertahanan alamiah yang dibawa sejak lahir (innate) dan dapat ditujukan untuk berbagai macam agen infeksi atau antigen. Sistem non-spesifik meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fagosit, komplemen, lisozim, dan inteferon. Sistem imun ini merupakan garis pertahanan pertama yang harus dihadapi oleh agen infeksi yang masuk ke dalam tubuh. Jika sistem imun non-spesifik tidak berhasil mengatasi patogen, barulah sistem imun adaptif berperan (Lepe, 2013). Respon imun tubuh manusia pada infeksi virus heptitis B dapat menyebabkan keadaan berikut : 1. Tidak terjadi proses peradangan dan sel hati masih berfungsi normal tetapi produksi virus berlangsung terus yang biasanya disebut dengan infeksi persisten. Infeksi persisten adalah keadaan dimana pasien tetap sehat dengan titer HBsAg yang tinggi. 2. Terjadi proses peradangan pada sel hati dan sistensi virus ditekan yang disebut sebagai hepatitis Akut. 3. Terjadi proses peradangan yang berlebihan yang mana dengan keadaan ini akan menyebabkan kerusakan sel hati, yang disebut dengan hepatitis fulminant (Telaumbanua, 2012).

30 16 Pada infeksi hepatitis B akut, reaksi imunologik yang timbul di dalam tubuh individu dapat bersifat humoral maupun seluler. Reaksi humoral dilihat dengan timbulnya anti HBs, anti HBc, maupun anti Hbe. Sedangkan reaksi imunologik seluler ditandai dengan aktifasi sel sitotoksik yang dapat menghancurkan HBcAg atau HBsAg yang terdapat pada dinding sel hati. Pada seseorang individu yang terkena infeksi virus hepatitis B tergantung pada aktivitas terpadu sistem pertahanan tubuh individu yang terdiri dari interferon dan respon imun. Bila aktivitas sistem pertahanan ini baik, akan terjadi infeksi hepatitis B akut yang diikuti oleh proses penyembuhan, sebaliknya bila salah satu sistem pertahanan ini terganggu akan terjadi proses infeksi hepatitis B kronis (Panggabean, 2010) Respon Imun Antibodi Hepatitis B Surface (Anti-HBs) Virus heptitis B merangsang respon imun tubuh yang pertama kali dirangsang adalah respons imun nonspesifik (innate immune respons) karena dapat terangsang dalam waktu pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa restriksi HLA yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T. Proses eradikasi virus hepatitis B lebih lanjut diperlukan respons imun spesifik yaitu dengan mengaktifkan sel limfosit T dan sel limfosit B (Ekasari, 2016). Virus hepatitis B (HBsAg) yang menginfeksi tubuh akan dipresentasikan oleh antigen precenting cells (APC) kepada sel T helper (CD4) spesifik yang mengenali kompleks molekul HLA II dan peptida HBsAg pada permukaan APC. Sel T CD4 memacu sel B menjadi sel plasma melalui mediator IL2. Sel plasma akan mengeluarkan antibodi IgG spesifik terhadap HBsAg yang disebut anti-hbsag IgG yang dikenal sebagi anti-hbs (Rosalina, 2012). Fungsi anti-hbs adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah

31 17 masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-hbs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel (Ekasari, 2016). Anti-HBs merupakan antibodi spesifik untuk HBsAg. Anti-HBs adalah imunitas humoral yang timbul setelah kontak dengan HBsAg, setelah sembuh dari infeksi virus hepatitis B atau setelah vaksinasi hepatitis B yang menunjukkan sudah terjadi kekebalan terhadap infeksi virus hepatitis B. Anti-HBs muncul lebih lambat dari anti-hbc maupun anti-hbe yaitu pada fase penyembuhan beberapa saat setelah HBsAg menghilang dari peredaran darah. Kecepatan pembentukan anti-hbs tergantung pada kecepatan pembersihan HBsAg dari darah. Biasanya muncul di darah 1 4 bulan setelah terinfeksi virus hepatitis B. Anti-HBs diinterpretasikan sebagai kekebalan atau dalam masa penyembuhan penyakit hepatitis B. Anti-HBs dapat bertahan dalam tubuh dalam waktu yang lama. Vaksinasi hepatitis B dapat membentuk anti-hbs yang mampu memberikan perlindungan lebih dari 20 tahun pada individu yang sehat melalui imun memori spesifik HBsAg yang tetap ada. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa titer anti-hbs masih memberikan proteksi pada 2-4 tahun, bahkan sampai 10 tahun setelah vaksinasi primer. Kadar antibodi hepatitis B dikatakan protektif bila kadar antibodi anti-hbs lebih dari 10 mlu/ml. Beberapa faktor yang mempengaruhi kadar anti-hbs setelah vaksinasi, seperti status imun, genetik, kualitas dan kuantitas vaksin, penyakit keganasan, dan penyakit kronik. Pemeriksaan anti-hbs dilakukan untuk mengetahui adanya antibodi spesifik terhadap virus hepatitis B pada serum pasien. Pemeriksaan anti-hbs dapat dilakukan dengan metode rapid test, EIA dan ELISA (Andini, 2016).

32 Manifestasi Klinis Hepatitis B Pada fase awal, penderita hepatitis belum merasakn gejala yang spesifik. Keluhan yang dirasakan antara lain mual, muntah, tidak ada nafsu makan, badan terasa lemas dan mudah lelah. Berkurangnya nafsu makan yang drastis dijumpai pada penderita hepatitis B akut atau jika telah terjadi sirosis (Saleh, 2012). Hepatitis B menunjukkan gejala klinis yang bervariasi mulai dari asimtomatik, gagal hati fulminan, dan menjadi kronis. Gejala klinis ini dapat bervariasi tergantung pada usia mereka saat terinfeksi VHB. Gejala klinis muncul kurang dari 10 % pada anakanak di bawah usia 5 tahun, sementara pada orang dewasa sekitar %. (Wirayuda, 2014). Manifestasi klinis infeksi VHB pada pasien dengan hepatitis akut cenderung ringan. Kondisi asimtomatik ini terbukti dari tingginya angka pengidap tanpa adanya riwayat hepatitis akut. Apabila menimbulkan gejala hepatitis, gejalanya menyerupai hepatitis virus yang lain tetapi dengan intesitas yang lebih berat. Infeksi hepatitis B yang akut terjadi dalam waktu 30 sampai 180 hari setelah virus memasuki tubuh. Pengaruh infeksi hepatitis B pada banyak kasus tidak menunjukkan gejala klinis yang khas. Sementara pada sebagian orang menunjukkan gejala klinis yang klasik seperti dimulai dengan gejala prodromal atau gejala pertama yang dirasakan oleh pasien adalah demam tidak terlalu tinggi, rasa tidak selera makan, mual, dan kadang-kadang muntah serta timbul kuning atau ikterus dan pembesaran hati yang akan berakhir setelah 6-8 minggu. Gejala lainnya juga terjadi seperti misalnya rasa lemas, sakit kepala, rasa takut cahaya, tenggorokan sakit ketika menelan, batuk dan pilek. Setelah gejala-gejala tersebut, timbul fase resolusi yang biasanya berada dalam rentang waktu 2-12 minggu. Pada

33 19 fase ini, ikterus dan pembesaran hati akan berangsur kembali normal. Demikian juga dengan hasil pemeriksaan laboratorium fungsi hati seperti SGOT dan SGPT berangsur-angsur mencapai normal kembali. Hepatitis B akut yang tidak mengalami komplikasi, akan mengalami fase resolusi lengkap yang berkisar antara 3 sampai 4 bulan. Apabila pemeriksaan fungsi hati tidak mencapai normal dalam waktu 6 bulan atau lebih, maka disebut sebagai Hepatitis B kronis (Andini, 2016). Saat dilakukan pemeriksaan fisik pada penderita hepatitis maka akan terlihat warna kuning pada kulit, bola mata bagian putih dan kuku. Perut kanan atas teraba membesar karena terjadi pembesaran hati, dan juga teraba adanya tegangan didaerah hati. Selain itu, dapat juga terjadi penurunan berat badan ringan sebanyak 2-5 kg (Saleh, 2012) Diagnosis Hepatitis B Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis umumnya tanpa keluhan, mempelajari riwayat tarnsmisi seperti transfusi darah, seks bebas, riwayak sakit sebelumnya. Pemeriksaan fisik didapatkan heptomegali. Pemeriksaan penunjang terdiri dari pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan Biopsi hepar. Pemeriksaan USG abdomen tampak gambaran hepatitis kronis, selanjutnya pada biopsi hepar dapat menunjukkan gambaran peradangan dan fibrosis hati (Mustofa & Kurniawaty, 2013). Pemeriksaan laboratorium pada infeksi virus hepatitis B terdiri dari pemeriksaan biokimia, serologis, dan molekuler. 1. Pemeriksaan Biokimia Stadium akut virus hepatitis B ditandai dengan meningkatnya nilai AST dan ALT lebih dari 10 kali nilai normal, serum bilirubin normal atau hanya

34 20 meningkat sedikit, terjadi peningkatan Alkali Fosfatase (ALP) lebih dari 3 kali nilai normal, dan kadar albumin serta kolestrol dapat mengalami penurunan. Stadium kronik virus hepatitis B ditandai dengan nilai AST dan ALT kembali menurun hingga 2 10 kali nilai normal dan kadar albumin rendah tetapi kadar globulin meningkat. 2. Pemeriksaan Serologis Indikator serologi awal dari infeksi virus hepatitis B akut dan kunsi penanda infeksi hepatitis B kronis adalah HBsAg, dimana infeksi bertahan di serum lebih dari 6 bulan. Pemeriksaan HBsAg berhubungan dengan selubung permukaan virus. Sekitar 5-10% pasien, HBsAg menetap dalam darah yang menandakan terjadinya hepatitis kronis atau carrier. Setelah HBsAg menghilang, anti-hbs terdeteksis dalam serum pasien sampai batas waktu yang tidak terbatas, karena terdapat variasi waktu timbulnya anti-hbs, kadang terdapat suatu tenggang waktu (window periode) beberapa minggu atau lebih yang memisahkan hilangnya HBsAg dan timbulnya anti-hbs. Selama periode tersebut, anti-hbc dapat menjadi bukti serologi pada infeksi virus hepatitis B. Hepatitis B core antigen (HBcAg) dapat ditemukan pada sel hati yang terinfeksi, tetapi tidak ditemukan dalam serum. Hal tersebut dikarenakan HBcAg terpencil dalam selubung mantel HBsAg. Penanda anti-hbc dengan cepat terlihat dalam serum, dimulai dalam 1 hingga 2 minggu pertama timbulnya HBsAg dan mendahului terdeteksinya kadar anti-hbs. Beberapa metode yang digunakan untuk mendiagnosis hepatitis adalah Immunochromatography (ICT), Enzim-linked immunosorbent assay (ELISA), EIA dan PCR. Metode EIA dan PCR tergolong mahal dan hanya tersedia pada

35 21 laboratorium yang memiliki peralatan lengkap. Peralatan rapid diagnostic ICT adalah metode pemeriksaan yang tergolong lebih murah dan tidak emerlukan peralatan kompleks, tetapi hasil yang dikeluarkan bersifat kualitatif. Pemeriksaan dengan metode ELISA adalah pilihan yang tepat untuk digunakan karena hasil yang dikeluarkan bersifat kuantitatif dan pemeriksaannya tidak semahal metode EIA dan PCR. Enzim-linked immunosorbent assay (ELISA) atau dalam bahas Indonesia disebut sebagai uji penentuan kadar imunosorben taut-enzim, merupakan teknik pengujian serologi yang didasarkan pada prinsip interaksi antara antibodi dan antigen. Pada awalnya, teknik ELISA hanya digunakan dalam bidang imunologi untuk mendeteksi keberadaan antigen maupun antibodi dalam suatu sampel seperti mendeteksi antibodi IgM, IgG, dan IgA pada ssat terjadi infeksi. Namun seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik ELISA juga diaplikasikan dalam bentuk lain termasuk menganalisis kadar hormon yang terdapat dalam suatu organisme. Antigen yang berlabel dan antigen yang tidak berlabel saling bersaing untuk berikatan dengan antibodi yang terdapat dalam jumlah terbatas. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor. Prinsip pemeriksaan ELISA adalah reaksi antigen-antibodi (Ag-Ab) dimana setelah penambahan konjugat yaitu antigen atau antibodi yang dilabel enzim dan subtrat akan terjadi perubahan warna. Perubahan warna ini yang akan diukur intensitasnya dengan spektofotometer atau ELISA reader dengan menggunakan panjang gelombang

36 22 tertentu. Ada beberapa macam metode ELISA diantaranya ada Direct, Inderect, Sandwich dan Kompetitif (Andini, 2016). 3. Pemeriksaan Molekuler Pemeriksaan molekuler menjadi standar pendekatan secara laboratorium untuk mendeteksi dan mengukur DNA virus hepatitis B dalam serum atau plasma. Pengukuran kadar secara rutin bertujuan untuk mengidentifikasi carrier, menentukan prognosis, dan monitoring pengobatan antiviral. Metode pemeriksaannya antara lain: Radioimmunoassay (RIA), Hybrid Capture Chemiluminescence (HCC), Branched DNA/Bdna, dan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Andini, 2016) Pencegahan dan Pengobatan Hepatitis B Masalah hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat, pecegahan adalah upaya terbaik yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan maupun kematian akibat infeksi virus hepatitis B (Rozalina, 2012). Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi pencegahan primordial, primer, dan sekunder. Pencegahan primordial adalah upaya untuk memberikan kondisi pada masyarakat yang memungkinkan penyakit tidak mendapat dukungan dari kebiasaan, gaya hidup, maupun kondisi lain yang merupakan faktor risiko untuk munculnya suatu penyakit. Pencegahan primer meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian suatu penyakit atau gangguan sebelum terjadi penyakit ketika seseorang sudah terpapar faktor resiko. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain seperti program promosi kesehatan dan program imunisasi. Pencegahan sekunder merupakan upaya yang dilakukan terhadap orang yang sakit agar lekas

37 23 sembuh dan menghambat progresifitas penyakit melalui diagnosis dini dan pengobatan yang tepat (Panggabean, 2010). Ada tiga strategi untuk mencegah penularan infeksi virus hepatitis B, yaitu melalui : a. Mengubah Pola Hidup Virus hepatitis B ditularkan secara vertukal dan horizontal. Penularan virus terjadi melalui kulit atau selaput lendir. Mencegah penularan melalui kulit diupayakan agar seseorang menghindari tatto, tindik, suntikan yang tidak aman (narkoba), dan menjamin sterilitas alat medis serta menjamin ketersediaan darah untuk donor yang bebas dari kontaminasi hepatitis B. Menghindari hubungan seks bebas berarti menghindari penularan melalui selaput lendir. b. Imunisasi Pasif Pemberian imunisasi pasif atau pemberian hepatitis B imunoglobulin /HBIg harus segera dilakukan pada mereka yang baru saja terpapar virus hepatitis B. HBIg merupakan suatu sediaan yang mengandung antibodi yang sudah siap untuk menetralisir virus heptitis B (berisi anti HBs titer tinggi). HBIg digunakan untuk mencegah virus heptitis B pasca paparan,yaitu pencegahan infeksi yang dilakukan ketika paparan terhadap sumber infeksi virus heptitis B telah terjadi sebelum tindakan pencegahan dilakukan. Misalnya pada bayi yang lahir dari ibu dengan hepatitis B kronis atau pada mereka yang baru saja melakukan hubungan seks dengan pasangan yang menderita heptitis B.

38 24 c. Imunisasi Aktif Pencegahan terhadap infeksi virus hepatitis B melalui vaksinasi. Tidak ada cara pencegahan terhadap penyakit infeksi yang lebih efektif dibandingkan dengan vaksinasi (Rozalina, 2012) Pengobatan hepatitis B bertujuan untuk mengurangi peradangan hati serta untuk mencegah atau menghentikan radang hati (liver injury) dengan cara menekan replikasi dari virus hepatitis B atau menghilangkan infeksi. Pengobatan bahkan digunakan untuk mencegah terjadinya fibrosis. Dalam pengobatan hepatitis B, titik akhir yang sering dipakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap seperti HBeAg dan DNA virus hepatitis B. Saat ini terdapat dua kelompok terapi yang digunakan untuk hepatitis B yaitu kelompok terapi antiviral dan kelompok imunomodulasi. Pengobatan atau terapi antiviral seperti Lamivudin, Adefovir Dipivoxil, Entecavir, Telbivudine dan Tenofovir harus diberikan sebelum virus sempat berintegrasi ke dalam denom penderita. Jadi pemberiannya dilakukan sedini mungkin sehingga kemungkinan terjadinya sirosis dan hepatoma dapat dikurangi. Sedangkan pengobatan atau terapi dengan imunomodulator seperti interferon (IFN), thymosin alfa 1 dan vaksinasi terapi digunakan untuk menekan atau merangsang sistem imun (Wirayuda, 2014). 2.2 Jintan Hitam (Nigella sativa) Deskripsi Jintan Hitam Jintan hitam merupakan tumbuhan herbal yang banyak ditemukan di wilayah Mediterania dan kawasan yang beriklim gurun seperti Timur Tengah, Eropa Timur dan Asia Tengah. Jintan hitam merupakan spesies tumbuhan semak rendah. Jintan hitam selama berabad-abad telah dipercaya berkhasiat dan digunakan

39 25 sebagai obat tradisional atau rempah-rempah dari minyak yang di peroleh dengan cara memeras oleh orang-orang Asia, Timur Tengah dan Afrika (Clorinda, 2012). Jintan hitam sering digunakan sebagai obat-obatan tradisional untuk mengobati berbagai penyakit seperti demam, flu, sakit kepala, asma, rematik, infeksi oleh mikroba, untuk mengatasi cacing pada saluran pencernaan dan juga untuk meningkatkan status kesehatan (Yusuf, 2014) Klasifikasi Ilmiah Berdasarkan penggolongan dan tata nama tumbuhan, klasifikasi ilmiah dari tanaman jintan hitam adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Kingdom : Traceabionta Super Divisi Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Spermatophyta : Magnoliophyta : Magnoliopsida : Ranunculales : Ranunculaceae : Nigella Linn. : Nigella sativa Nama lain dari jintan hitam adalah : Kalonji (bahasa Hindi), Kezah (Hebrew), Hamuskha (Rusia), Habbatus Suda (Arab), Siyah daneh (Persian), Fennel Flower / Black Carraway / Nutmeg Flower / Roman Coriander / Black Onion Seed / Black Cumin (Inggris), Jintan Hitan (Indonesia) (Zikriah, 2014).

40 Morfologi dan Karakteristik Jintan Hitam Jintan hitam merupakan tanaman herba tahunan, tegak, dengan tinggi berkisar antara 30 sampai 60 cm. Daun berbentuk lanset, linearis, ujung lancip. Dan bewarna hijau keabu-abuan, halus dan berbulu. Bunga bewarna hijau pucat ketikas muda dan biru terang ketika masak, kemudain menjadi biru pucat atau putih. Daun bagian bawah bertangkai dan bagian atas duduk. Daun membalut bunga kecil. Memiliki lima kelopak bunga, berbentuk bulat telur, ujungnya meruncing sampai agak tumpul, pangkal mengecil membentuk sudut pendek dan besar. Mahkota bunga pada umumnya ada delapan, berbentuk agak memanjang, lebih kecil dari kelopak bunga, berbulu jarang dan pendek. Bibir bunga ada dua, bibir bunga bagian atas pendek, lanset, ujung memanjang beerbentuk benang, ujung bunga bagian bawah berbentuk tumpul. Benang sari banyak, gundul. Kepala sari jarang dan sedikit tajam, bewarna kuning. Buah berbentuk bulat telur atau agak bulat. Bunga memiliki nektar yang banyak, umunya ada 10 dan berbentuk seperti saku bulat (Zikriah, 2014). Gambar 2.2 Tanaman Jintan Hitam (Sumber : Rahmi 2011) Biji jintan hitam berukuran kecil dengan berat antara 1-5 mg berwarna abuabu gelap atau hitam, trigonal, panjang 1,5 3 mm dengan permukaan kulit yang

41 27 berkerut. Mahkota bunganya berjumlah 8 berwarna putih kekuningan dengan benang sari yang banyak dan berwarna kuning. Buahnya berupa kapsul yang besar dan menggembung terdiri dari 3-7 folikel yang menjadi satu, dimana masingmasing folikel ini mengandung beberapa biji. Biji ini biasanya digunakan sebagai bumbu dapur. Biji jintan hitam berujung tajam saperti bentuk biji wijen, keras, dan lebih menggelembung. Pada awalnya bijinya berwarna putih, lalu seiring dengan proses pematangan warna bijinya menjadi hitam. Memiliki bau khas seperti rempah-rempah dan agak pedas, yang akan semakin tajam baunya setelah dikunyah. Gambar 2.3 Biji Jintan Hitam (Sumber : Rahmi 2011) Biji jintan hitam juga mengandung lebih dari 100 nutrisi berharga. Minyak esensial dari jintan hitam diperoleh senyawa carvacrol, t-anethole, 4- terpineol, dan thymoquinone yang berperan sebagai penangkal radikal bebas hingga antitumor. senyawa dalam jintan hitam itu aman digunakan dalam jangka panjang (Yusuf, 2014) Kandungan Kimia Jintan Hitam Jintan hitam mengandung nutrisi monosakarida yang dengan mudah diserap oleh tubuh sebagai sumber energi, juga mengandung non-starch polisakarida yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Etiologi Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B (HBV). HBV merupakan famili Hepanadviridae yang dapat menginfeksi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B adalah infeksi hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB) yang dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis (WHO, 2015). Penularan hepatitis virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis virus masih menjadi masalah serius di beberapa negara. Insiden penyakit ini masih relatif tinggi di Indonesia dan merupakan masalah kesehatan di beberapa

Lebih terperinci

RESPON PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM

RESPON PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM RESPON PEMBERIAN EKSTRAK JINTAN HITAM (Nigella sativa Linn) TERHADAP KADAR C-Reactive Protein (CRP) PADA TIKUS WISTAR YANG DIINDUKSI VAKSIN HEPATITIS B SKRIPSI PUTRI RAHAYU KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B 2.1.1 Definisi Virus hepatitis adalah gangguan hati yang paling umum dan merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia.(krasteya et al, 2008) Hepatitis B adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap Sikap merupakan suatu respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak langsung dilihat akan tetapi harus ditafsirkan

Lebih terperinci

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN

VIRUS HEPATITIS B. Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage. Oleh AROBIYANA G0C PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN 1 VIRUS HEPATITIS B Untuk Memenuhi Tugas Browsing Artikel Webpage Oleh AROBIYANA G0C015009 PROGRAM DIPLOMA III ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNUVERSITAS MUHAMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang

Lebih terperinci

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/

Hepatitis Marker. oleh. dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker oleh dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ozar Sanuddin SpPK(K)/ dr.ricke L SpPK(K)/ Hepatitis Marker Adalah suatu antigen asing a antibodi spesifik thdp antigen tsb. Penanda adanya infeksi, kekebalan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hepatitis B VHB (Virus Hepatitis B) termasuk dalam anggota famili Hepadnavirus yang memiliki 3 jenis antigen spesifik yaitu HBsAg, HBeAg dan HBcAg. Protein pada selubung virus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan.

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan antara virus hepatitis ini terlatak pada kronisitas infeksi dan kerusakan jangka panjang yang ditimbulkan. BAB I PENDAHULUAN Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti alkohol, menyaring

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B terdistribusi di seluruh dunia. Penderita infeksi hepatitis B diperkirakan berjumlah lebih dari 2 milyar orang

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. kronik dan termasuk penyakit hati yang paling berbahaya dibandingkan dengan. menularkan kepada orang lain (Misnadiarly, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatits B disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) yang termasuk virus DNA, yang menyebakan nekrosis hepatoseluler dan peradangan (WHO, 2015). Penyakit Hepatitis B

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik

BAB I PENDAHULUAN. tersering dan terbanyak dari hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus hepatotropik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan terdapatnya peradangan pada organ tubuh yaitu hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hati Hati adalah organ intestinal terbesar dengan berat rata-rata 1500 gram pada badan orang dewasa dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi sangat kompleks yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Hepatitis B 2.1.1. Pengertian Hepatitis merupakan suatu proses peradangan (infeksi) pada jaringan hati yang memberikan gambaran klinis yang khas, dan dapat disebabkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis 2.1.1. Definisi Hepatitis virus adalah radang hati yang disebabkan oleh virus. Dikatakan akut apabila inflamasi (radang) hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dibatasi pada pemeriksaan HBsAg strip test pada perawat di RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya.

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dibatasi pada pemeriksaan HBsAg strip test pada perawat di RSI PKU Muhammadiyah Palangka Raya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekitar 8,98 juta kasus hepatitis di Asia dengan kematian sekitar 585.800 kematian (WHO, 2011.b). Di Asia Tenggara ditemukan kejadian hepatitis B sekitar 1.380.000

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016

KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 KAJIAN ILMIAH TEMATIK HARI HEPATITIS SEDUNIA 19 MEI 2016 EPIDEMIOLOGI HEPATITIS Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk di Indonesia, yang terdiri dan Hepatitis A, B,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit. sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis karena infeksi virus merupakan penyakit sistemik yang menyerang hepar. Penyebab paling banyak dari hepatitis akut yang berhubungan dengan virus pada

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini

Hepatitis Virus. Oleh. Dedeh Suhartini Hepatitis Virus Oleh Dedeh Suhartini Fungsi Hati 1. Pembentukan dan ekskresi empedu. 2. Metabolisme pigmen empedu. 3. Metabolisme protein. 4. Metabolisme lemak. 5. Penyimpanan vitamin dan mineral. 6. Metabolisme

Lebih terperinci

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis

Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Hepatitis: suatu gambaran umum Hepatitis Apakah hepatitis? Hepatitis adalah peradangan hati. Ini mungkin disebabkan oleh obat-obatan, penggunaan alkohol, atau kondisi medis tertentu. Tetapi dalam banyak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis B disebabkan oleh virus Hepatitis B (HBV). HBV ditemukan pada tahun 1966 oleh Dr. Baruch Blumberg berdasarkan identifikasi Australia antigen yang sekarang

Lebih terperinci

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si

PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII

SISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi yang kompleks terhadap agen penyebab jejas, seperti mikroba dan kerusakan sel. Respon inflamasi berhubungan erat dengan proses penyembuhan,

Lebih terperinci

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR

ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME ZUHRIAL ZUBIR PENDAHULUAN Acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit yg disebabkan oleh virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) HIV : HIV-1 : penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB).

BAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang. Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular. berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit infeksi menular berbahaya yang disebabkan oleh virus hepatitis B (VHB). Virus ini menginfeksi melalui cairan tubuh manusia secara akut

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hepatitis B 2.1.1. Definisi Hepatitis B merupakan penyakit peradangan hati yang disebabkan oleh VHB. Hepatitis B yang berlangsung kurang dari 6 bulan disebut hepatitis B akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat. menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Virus hepatitis B (VHB) merupakan virus yang dapat menyebabkan infeksi kronis pada penderitanya (Brooks et al., 2008). Virus ini telah menginfeksi lebih dari 350 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah. kesehatan global, terutama pada daerah berkembang. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Infeksi Virus Hepatitis B (VHB) merupakan masalah kesehatan global, terutama pada daerah berkembang. Sepertiga dari populasi dunia atau lebih dari dua miliar orang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan

Lebih terperinci

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B.

Mengenal Hepatitis C dan B. Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. Mengenal Hepatitis C dan B Buklet ini ditujukan untuk masyarakat agar lebih mengetahui informasi seputar Hepatitis C dan B. 1 3 Pengantar H E P A T I T I S C 4 5 5 5 6 7 8 10 11 13 14 14 15 15 16 16 17

Lebih terperinci

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS

TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada

Lebih terperinci

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala

BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh

Lebih terperinci

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati

Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Hepatitis C: Bom Waktu didalam Hati Apa hati itu? Hati adalah organ terbesar dalam tubuh manusia. Berat sekitar 1,5-3 kg pada orang dewasa. Apa saja fungsi hati? Membuat bahan yang diperlukan tubuh u/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Hepatitis B Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, suatu anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati

Lebih terperinci

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi

Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlukaan merupakan rusaknya jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan suhu,

Lebih terperinci

PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI

PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI PENGARUH VOLUME SAMPEL SERUM DAN WAKTU INKUBASI TERHADAP KADAR ASAM URAT SKRIPSI FITRI JUNITASARI KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA JURUSAN ANALIS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS

BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS A. Kerangka Teori dan Konsep Penelitian 1. Kerangka Teori HIV masuk ke dalam tubuh manusia melalui berbagai cara yaitu secara vertical, horizontal dan transeksual.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah mengkudu (Morinda citrifolia L.) dikenal masyarakat Indonesia sebagai obat antihipertensi (Palu et al., 2008). Senyawa aktif yang terkandung seperti polisakarida,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World

BAB I PENDAHULUAN. masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dunia termasuk Indonesia (global epidemic). World Health Organization

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... LEMBAR PENGESAHAN... SURAT PERNYATAAN... PRAKATA... DAFTAR ISI... DAFTAR SINGKATAN... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... i ii iii iv vii

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis

BAB 1 PENDAHULUAN. penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hepatitis B merupakan masalah kesehatan masyarakat global yang perlu penanganan serius, dilihat dari tingginya prevalensi kasus dan komplikasi kronis penyakit yang

Lebih terperinci

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI Aplikasi Bioteknologi mampu meningkatkan kualitas suatu organisme dengan memodifikasi fungsi biologis suatu organisme

Lebih terperinci

PATOLOGI SERANGGA (BI5225)

PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 1 PATOLOGI SERANGGA (BI5225) 3. Mekanisme Pertahanan Tubuh dan Imun pada Manusia PENDAHULUAN Perubahan lingkungan (suhu, suplai makanan), luka, serangan Sistem pertahanan : imuniti (Immunity) Immunity

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired

BAB I PENDAHULUAN. Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan agen penyebab Acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) dan AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. AIDS didefinisikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Malaria merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi penyakit endemis di beberapa daerah tropis dan subtropis dunia. Pada tahun 2006, terjadi 247 juta kasus malaria,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Enzim yang berkaitan dengan kerusakan hati antara lain SGOT, SGPT, GLDH, LDH.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Enzim yang berkaitan dengan kerusakan hati antara lain SGOT, SGPT, GLDH, LDH. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hati adalah salah satu organ yang paling penting. Organ ini berperan sebagai gudang untuk menimbun gula, lemak, vitamin dan gizi. Memerangi racun dalam tubuh seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia masalah penyakit hepar masih menjadi masalah kesehatan (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 1999). Kerusakan sel hepar dan fungsi hepar disebabkan oleh

Lebih terperinci

Patogenesis Virus Hepatitis B

Patogenesis Virus Hepatitis B Tinjauan Pustaka Patogenesis Virus Hepatitis B Donna Mesina R. Pasaribu* *Bagian Mikrobiologi FK UKRIDA Alamat Korespondensi : Jl Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat Abstrak Penyakit hepatitis yang disebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas

BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH. Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah. satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas 1 BAB I PENDAHULUAN I.A. LATAR BELAKANG MASALAH Infeksi virus hepatitis B (VHB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia meskipun vaksin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan juta diantaranya

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan juta diantaranya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Hepatitis B merupakan masalah kesehatan utama di dunia. Lebih dari dua milyar penduduk dunia terinfeksi oleh Virus Hepatitis B (VHB). Diperkirakan 400-450 juta

Lebih terperinci

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN

TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN TEORI SISTEM IMUN - SMA KELAS XI SISTEM IMUN PENDAHULUAN Sistem Imun merupakan semua mekanisme pertahanan yang dapat dimobilisasi oleh tubuh untuk memerangi berbagai ancaman invasi asing. Kulit merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba

Lebih terperinci

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun.

ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. ii ABSTRAK Penggunaan asam glycyrrhizic yang merupakan bahan aktif dari Viusid Pet sudah lazim digunakan untuk meningkatkan respon imun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Viusid Pet terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEK PROPOLIS TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS (Rattus norvegicus) GALUR WISTAR JANTAN Richard Ezra Putra, 2010. Pembimbing I: Sylvia Soeng, dr., M.Kes. Pembimbing II: Fen Tih,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu. Penurunan imunitas seluler penderita HIV dikarenakan sasaran utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) merupakan salah satu infeksi yang perkembangannya terbesar di seluruh dunia, dalam dua puluh tahun terakhir diperkirakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi dengue adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue I, II, III, dan IV yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopticus.

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN TIKUS WISTAR JANTAN Linda Lingas, 2016 ; Pembimbing I : Lusiana Darsono, dr., M.Kes Pembimbing II

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan sebagai penyebab utama terjadinya kesakitan dan kematian, serta tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat di seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak tiga jenis teripang yang berasal dari Pantai Timur Surabaya (Paracaudina australis,

Lebih terperinci

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh

Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Mekanisme Pembentukan Kekebalan Tubuh Apabila tubuh mendapatkan serangan dari benda asing maupun infeksi mikroorganisme (kuman penyakit, bakteri, jamur, atau virus) maka sistem kekebalan tubuh akan berperan

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B

Famili : Picornaviridae Genus : Rhinovirus Spesies: Human Rhinovirus A Human Rhinovirus B RHINOVIRUS: Bila Anda sedang pilek, boleh jadi Rhinovirus penyebabnya. Rhinovirus (RV) menjadi penyebab utama dari terjadinya kasus-kasus flu (common cold) dengan presentase 30-40%. Rhinovirus merupakan

Lebih terperinci

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A)

REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI. Oleh : Rini Rinelly, (B8A) REAKSI ANTIGEN-ANTIBODI DAN KAITANNYA DENGAN PRINSIP DASAR IMUNISASI Oleh : Rini Rinelly, 1306377940 (B8A) REAKSI ANTIGEN DAN ANTIBODI Pada sel B dan T terdapat reseptor di permukaannya yang berguna untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tubuh memiliki sistem imun sebagai pelindung dari berbagai jenis patogen di lingkungan, seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit yang dapat menyebabkan infeksi. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyerang banyak orang sehingga menimbulkan wabah. Demam BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki berbagai masalah kesehatan antara lain masih banyak dijumpai penyakit-penyakit infeksi. Salah satu penyakit infeksi yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan wujud penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan tersebut terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran,

Lebih terperinci

Asuhan Keperawatan Hepatitis D

Asuhan Keperawatan Hepatitis D Asuhan Keperawatan Hepatitis D Hepatitis D (sering disebut Hepatitis Delta) adalah suatu peradangan pada sel-sel hati yang disebabkan oleh virus hepatitis D (HDV). Virus Hepatitis D (HDV) adalah virus

Lebih terperinci

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS

SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS SISTEM IMUN. ORGAN LIMFATIK PRIMER. ORGAN LIMFATIK SEKUNDER. LIMPA NODUS LIMFA TONSIL. SUMSUM TULANG BELAKANG KELENJAR TIMUS Sistem Imun Organ limfatik primer Sumsum tulang belakang Kelenjar timus Organ

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penurunan sistem imun dapat menjadi penyebab timbulnya berbagai penyakit akibat tubuh tidak mampu melawan zat asing yang masuk ke dalam tubuh (Murphy et al.,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat,

BAB I PENDAHULUAN. imunologi sel. Sel hati (hepatosit) mempunyai kemampuan regenerasi yang cepat, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati merupakan organ yang sangat penting dalam pengaturan homeostasis tubuh meliputi metabolisme, biotransformasi, sintesis, penyimpanan dan imunologi sel. Sel hati

Lebih terperinci

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN

ABSTRAK. EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN ABSTRAK EFEKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP PENINGKATAN KADAR KOLESTEROL HDL PADA TIKUS WISTAR JANTAN Steffanny H H Katuuk, 1310114, Pembimbing I : Lusiana Darsono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

SISTEM PERTAHANAN TUBUH

SISTEM PERTAHANAN TUBUH SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk

I. PENDAHULUAN. Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rifampisin (RFP) dan isoniazid (INH) merupakan obat lini pertama untuk terapi anti tuberkulosis (TB), tetapi hepatotoksisitas yang dihasilkan dari penggunaan obat

Lebih terperinci

EFEK CENDAWAN ULAT CINA

EFEK CENDAWAN ULAT CINA ABSTRAK EFEK CENDAWAN ULAT CINA (Cordyceps sinensis [Berk.] Sacc.) TERHADAP KADAR INTERLEUKIN 1 PADA MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI PARASETAMOL Banu Kadgada Kalingga Murda, 2009. Pembimbing I

Lebih terperinci

Imunisasi Hepatitis B Manfaat Dan Kegunaannya Dalam Keluarga

Imunisasi Hepatitis B Manfaat Dan Kegunaannya Dalam Keluarga Imunisasi Hepatitis B Manfaat Dan Kegunaannya Dalam Keluarga Chairuddin P. Lubis Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Virus Hepatitis B (HVB) merupakan

Lebih terperinci

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER

IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER BAB 8 IMUNITAS HUMORAL DAN SELULER 8.1. PENDAHULUAN Ada dua cabang imunitas perolehan (acquired immunity) yang mempunyai pendukung dan maksud yang berbeda, tetapi dengan tujuan umum yang sama, yaitu mengeliminasi

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Infeksi hepatitis B merupakan masalah global, diperkirakan 6% atau 387 juta dari seluruh penduduk dunia adalah pembawa kronis penyakit hepatitis B (Zanetti et al., 2008).

Lebih terperinci

Imunisasi: Apa dan Mengapa?

Imunisasi: Apa dan Mengapa? Imunisasi: Apa dan Mengapa? dr. Nurcholid Umam K, M.Sc, Sp.A Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jogjakarta Penyebab kematian pada anak di seluruh dunia Campak

Lebih terperinci

BAB II DATA DAN ANALISA

BAB II DATA DAN ANALISA BAB II DATA DAN ANALISA 2.1 Sumber Data Data dan informasi untuk mendukung proyek Tugas Akhir ini diperoleh dari : 1. Internet, www.who.org 2. Internet, www.ashm.org.au 3. Internet, www.yakita.or.id 4.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi akut maupun kronis. Risiko kronisitas tergantung pada usia saat terjadi infeksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. infeksi akut maupun kronis. Risiko kronisitas tergantung pada usia saat terjadi infeksi 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Hepatitis B 1,3 Hepatitis B adalah infeksi virus yang menyerang hati dan dapat menyebabkan infeksi akut maupun kronis. Risiko kronisitas tergantung pada usia saat

Lebih terperinci