ABSTRAK PEMBERIAN RESVERATROL ORAL MENCEGAH PENINGKATAN F2-ISOPROSTAN URIN TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR TARTRAZINE

Transkripsi

1 ABSTRAK PEMBERIAN RESVERATROL ORAL MENCEGAH PENINGKATAN F2-ISOPROSTAN URIN TIKUS (Rattus norvegicus) WISTAR JANTAN YANG DIPAPAR TARTRAZINE Tartrazine merupakan zat aditif makanan yang digunakan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan dengan pewarna alami. Tartrazine memberikan efek yang lebih berisiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress oksidatif melalui pembentukan radikal bebas. Kondisi stres oksidatif dapat dideteksi dengan menggunakan indikator F2-isoprostan yang merupakan hasil dari peroksidase lipid. Resveratrol adalah senyawa polifenol (stilbene) yang ditemukan pada tanaman yang tinggi antioksidan dan dapat mencegah terjadinya penuaan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan pemberian resveratrol oral mencegah peningkatan F2-Isoprostan urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar tartrazine. Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan pretest-posttest control group design yang menggunakan 24 ekor tikus (Rattus norvegicus), galur wistar, sehat, berumur 2-3 bulan, dengan berat badan gram, yang terbagi menjadi 2 (dua) kelompok masing-masing berjumlah 12 ekor tikus. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol yang diberikan tartrazine 75 mg/kgbb dan 2 jam setelahnya diberikan plasebo berupa aquadest 2ml (P0), dan kelompok kedua adalah kelompok perlakuan yang diberikan tartrazine 75 mg/kgbb dan 2 jam setelahya diberikan resveratrol 20 mg/kgbb (P1). Sebelum dan sesudah perlakuan selama 4 minggu, urin tikus dikoleksi untuk pemeriksaan kadar F2-Isoprostan menggunakan 8-iso-PGF2α enzyme immuno assay kit. Analisis komparasi sebelum perlakuan (pretest) menunjukkan rerata kadar F2-Isoprostan pada kedua kelompok tidak berbeda nyata (5,45±0,62 ng/ml vs 5,42±0,64 ng/ml) (p>0,05). Sedangkan setelah perlakuan selama 4 minggu, rerata kadar F2-Isoprostan pada kelompok kontrol (P0) berbeda nyata dibandingkan kelompok perlakuan (P1) (6,61 ± 0,93 ng/ml vs 3,79 ± 0,48 ng/ml) (p<0,01). Analisis efek perlakuan pada kelompok kontrol menunjukkan terjadi peningkatan kadar F2-Isoprostan pada kelompok kontrol (P0), dan penurunan yang signifikan pada kelompok perlakuan (P1) (p<0,01). Dapat disimpulkan bahwa pemberian resveratrol oral mencegah peningkatan F2-Isoprostan urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar tartrazine. Kata kunci : Tartrazine, resveratrol, F2-isoprostan, tikus wistar ix

2 ABSTRACT ORAL RESVERATROL PREVENTED URINARY F2-ISOPROSTANE ELEVATION IN TARTRAZINE-EXPOSED WISTAR RAT (RATTUS NORVEGICUS) Tartrazine is one out of several food additives that are widely used to get an ideal color with a low cost compared with natural dyes. A hig dose of tartrazine exposure can induce oxidative stress through the formation of free radicals. The oxidative stress state can be detected using F2-isoprostane indicator that is the result of lipid peroxidation. Resveratrol is a polyphenol compound (stilbene) found in plants that are high in antioxidants and can prevented aging caused by free radicals. The purpose of this study was to prove that the oral administration of resveratrol prevented urinary F2-isoprostane elevation in tartrazine-induced male wistar rats (Rattus norvegicus). This study was an experimental study using pretest-posttest control group design that uses 24 rats (Rattus norvegicus), Wistar strain, healthy, 2-3 months old, weighing grams, as a subject. Rats were divided into 2 (two) groups with 12 rats each. The first group was the control group given a tartrazine 75 mg/kg body weight and 2 hours afterward given placebo of 2 ml distilled water (P0), and the second group was the treatment group given tartrazine of 75 mg/kg body weight and 2 hours afterward given resveratrol of 20 mg/kg body weight (P1). Before and after treatment for 4 weeks, the rat s urine were collected for examine the level of F2-isoprostane using an 8-iso-PGF2α enzyme immuno assay kit. Comparative analysis of the pretest groups showed the average levels of F2-isoprostane in both groups was not different (5.45±0.62 ng/ml in P0 group vs 5.42±0.64 ng/ml in P1 group) (p> 0.05). Meanwhile, after treatment for 4 weeks, the mean levels of F2-isoprostane in the control group (P0) was significantly different than the treatment group (P1) (6.61±0.93 ng/ml vs 3.79±0.48 ng/ml) (p<0.01). Analysis of the treatment effect in the control group showed a significant increase of F2-isoprostane levels in the control group (P0), and a significant decrease in the treatment group (P1) (p <0.01). It can be concluded that oral administration of resveratrol prevented urinary F2-isoprostane elevation in tartrazine-induced male wistar rats (Rattus norvegicus). Keywords: Tartrazine, resveratrol, F2-isoprostane, Wistar rats x

3 DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN... PENETAPAN PENGUJI... SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR SINGKATAN... ii iii iv v vi ix x xi xv xvi xvii xviii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat penelitian... 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA Proses Penuaan Teori proses penuaan (Aging) Tanda-tanda penuaan Anti Aging Medicine (AAM) xi

4 2.2 Radikal Bebas Definisi radikal bebas Sifat-sifat radikal bebas Tahapan terbentuknya radikal bebas Peranan radikal bebas dalam penuaan Stres Oksidatif Tartrazine Definisi Tartrazine Tartrazine dan Oksidatif Stres F2-Isoprostan Mekanisme Pembentukan F2-Isoprostan Absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi F2- Isoprostan F2-Isoprostan sebagai biomarker peroksidasi lipid dan stress oksidatif Antioksidan Definisi Antioksidan Jenis-jenis Antioksidan Resveratrol Hewan Coba Tikus (Rattus novergicus) Penggunaan tikus (Rattus novergicus) Pemantauan keselamatan tikus BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Konsep Penelitian Hipotesis Penelitian xii

5 BAB IV METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi dan Sampel Populasi Kriteria subjek Penentuan Besaran sampel Cara pengambilan sampel Variabel Identifikasi dan klasifikasi variabel Hubungan antar variabel Definisi operasional variabel Bahan dan Subjek Instrumen Penelitian Prosedur Penelitian Pemeliharaan tikus coba Pelaksanaan Perlakuan Pemeriksaan F2-Isoprostan Urin Alur Penelitian Analisis Data BAB V HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Uji Normalitas Data Uji Homogenitas Data Uji Komparabilitas xiii

6 5.4.1 Identifikasi dan klasifikasi variabel Hubungan antar variabel Analisis Efek Perlakuan BAB VI PEMBAHASAN Subyek Penelitian Distribusi dan homogenitas Data Hasil Penelitian Pengaruh Pemberian Tartrazine terhadap Kadar F2- Isoprostan Pengaruh Pemberian Resveratrol terhadap Kadar F2- Isoprostan BAB VII SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA xiv

7 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 2.1 Spesies oksigen reaktif dan antioksidannya Kandungan Resveratrol pada Berbagai jenis Sumber Data Biologis Tikus Analisis Deskriptif Kadar F2-Isoprostan Antar Kelompok Hasil Uji Normalitas Data Antar Kelompok Uji Homogenitas Data Komparasi Kadar F2-Isoprostan antar Kelompok Sebelum Perlakuan Komparasi Kadar F2-Isoprostan antar Kelompok Sesudah Perlakuan Analisis Pre-Post Kadar F2-Isoprostan antar Kelompok xv

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1 Struktur Kimia Tartrazine Biosintesis F2-Isoprostan pada Stres Oksidatif Struktur Kimia Resveratrol Konsep Penelitian Rancangan Penelitian Hubungan antar variabel Alur Penelitian Perbandingan Rerata Kadar F2-Isoprostan antar Kelompok xvi

9 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Ethical Clearance Lampiran 2. Sertifikat Kemurnian Resveratrol Lampiran 3. Sertifikat Kemurnian Tartrazine Lampiran 4. Hasil Penelitian Pendahuluan Lampiran 5. Konversi Dosis Manusia dan Hewan Lampiran 6. Batas Maksimum Penggunaan Tartrazine pada Pangan Lampiran 7. Hasil Penelitian Lampiran 8. Analisis SPSS Lampiran 9. Dokumentasi Penelitian xvii

10 DAFTAR SINGKATAN A4M AAM BTP CAT COX DMSO DNA EIA GPx GR : American Academy of Anti Aging Medicine : Anti-Aging Medicine : Bahan tambahan pangan : Catalase : Cyclooxygenase : Dymethyl sulfoxid : Deoxyribo Nucleic Acid : Enzyme immuno assay : Glutathione peroxidase : Gluthatione reductase HO-1 : Heme oxigenase 1 HbA1c IU MDA SOD TBARS TA UV XO : Hemoglobin A1c : International Unit : Malondialdehid : superoksida dismutase : Thiobarbituric acid reactive substances : Total activity : Ultraviolet : Xantin Oksidase xviii

11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada makhluk hidup. Penuaan akan terjadi pada seluruh system dalam tubuh manusia. Meskipun proses penuaan merupakan gambaran yang universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan dan mengapa manusia menjadi tua pada usia yang berbeda-beda. Pesatnya perkembangan ilmu dan tehnologi secara ilmiah menemukan bahwa proses penuaan dapat diperlambat sehingga menyebabkan sebagian orang berusaha melakukan berbagai upaya untuk menghambat ataupun mengobati penuaan. Proses penuaan dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor ekstrinsik maupun intrinsik. Proses penuaan intrinsik merupakan proses penuaan yang berlangsung secara alamiah yang disebabkan berbagai faktor dari dalam tubuh sendiri, seperti genetik, hormonal, dan ras. Proses penuaan ekstrinsik terjadi akibat berbagai faktor dari luar tubuh seperti sinar matahari/ultraviolet, kelembaban udara, suhu, asap rokok, polusi, dan berbagai faktor eksternal lainnya yang dapat mempercepat proses penuaan sehingga terjadi penuaan dini. Proses ini dapat dicegah dengan menghindari faktor-faktor yang mempercepat proses tersebut (Pangkahila, 2007). Berdasarkan proyeksi penduduk pada tahun 2010 di Indonesia, diperkirakan pada tahun 2020, jumlah penduduk usia lanjut sebesar 11,34%. Dengan semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi penurunan berbagai fungsi 1

12 2 organ tubuh dan terjadinya perubahan fisik baik tingkat seluler, organ, maupun sistem karena proses penuaan (Baskoro dan Konthen, 2008). Hingga tahun 2020, populasi dunia diperkirakan mencapai lebih dari 1 milyar orang berumur 60 tahun atau lebih, dan sebagian besar di negara sedang berkembang (Beers, 2005). Salah satu teori penyebab penuaan adalah teori radikal bebas. Teori radikal bebas mengenai proses penuaan menjelaskan bahwa radikal bebas merusak sel-sel tubuh manusia (Goldman and Klatz, 2003). Bila pembentukan radikal bebas di dalam tubuh terjadi secara berlebihan akan terjadi kerusakan oksidatif yang berujung pada kerusakan berbagai makromolekul dalam sel yang berperan dalam pathogenesis penyakit degeneratif (Winarsi, 2007). Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktifitas tinggi, karena kecenderungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas akan merusak molekul yang elektronnya ditarik oleh radikal bebas tersebut sehingga menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel. Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohusodo, 2000). Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga merangsang mutasi sel, yang akhirnya membawa pada kanker dan kematian. Selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin, suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan

13 3 menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, di mana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2003). Selain itu radikal bebas akan memicu peroksidasi lipid yang dapat menyebabkan kerusakan membran sel yang mengakibatkan munculnya berbagai kondisi patologis (Woolf et al., 2005). Akibat akhir dari reaksi peroksidasi lipid tersebut yaitu terputusnya rantai asam lemak menjadi berbagai senyawa yang bersifat toksik terhadap sel, antara lain berbagai aldehida seperti malondialdehid (MDA) dan bermacam-macam hidrokarbon (Ayala et al., 2014). Hal inilah yang menyebabkan penuaan pada organisme, karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Stres oksidatif dapat merusak molekul biologi yang terdapat di dalam tubuh. Jika hal ini terjadi dalam waktu terus-menerus, maka akan terjadi akumulasi hasil kerusakan oksidatif di dalam sel dan jaringan sehingga menyebabkan jaringan tersebut kehilangan fungsinya (Bagiada, 2001). Stres oksidatif dapat terjadi secara lokal, seperti pada penyakit artritis dan aterosklerosis, maupun secara sistemik, seperti pada systemic lupus erythematosus dan diabetes (Baynes dan Dominiczak, 2014). Tingginya kadar radikal bebas dalam tubuh tanpa disertai peningkatan antioksidan menyebabkan faktor-faktor inflamasi seperti leukosit PMN, makrofag, dan peroksisom menjadi terstimulasi kemudian mengakibatkan berbagai macam penyakit inflamasi yang berhubungan kerusakan oksidatif (Hajjouli et al., 2014). Kondisi stres oksidatif dapat dideteksi dengan menggunakan indikator F2-

14 4 isoprostan (8-iso-PGF2α) yang merupakan hasil dari peroksidase lipid membran sel di dalam tubuh akibat radikal bebas (Hanak, 2010). F2-isoprostan adalah komponen prostaglandin-like yang terbentuk dari katalisis peroksidasi radikal bebas dari asam lemak esensial (primarilyarachidonicacid) tanpa perintah atau aksi langsung dari enzim cyclooxygenase (COX). F2-isoprostan merupakan eicosanoids non klasikal dan memiliki aktivitas biologikal yang poten sebagai mediator inflamasi yang menimbulkan persepsi nyeri. F2-isoprostan merupakan indikator yang akurat dari peroksidasi lipid baik pada manusia maupun hewan dalam konteks terjadinya stres oksidatif (Morrowet al., 2002). Salah satu sumber oksidatif stres adalah lingkungan yang dapat berasal dari makanan, asap rokok, asap kendaraan, paparan sinar UV dan lain sebagainya (Pangkahila, 2007). Gaya hidup masa kini penuh dengan persaingan dalam segala hal, yang mengakibatkan masyarakat kita didesak untuk cenderung memilih segala sesuatu yang serba mudah dan cepat, terutama masyarakat yang hidup diperkotaan, termasuk pemilihan makanan cepat saji. Hal ini menjadikan bisnis produsen pangan menjadi marak dan persaingan menjadi ketat. Penggunaan senyawa aditif yang meliputi pengawet dan pewarna makanan ini digunakan untuk mempertinggi nilai pangan (Moutinho et al, 2007) sebagai konsekuensi dari industrialisasi dan perkembangan proses teknologi pangan. Warna pada makanan merupakan daya tarik terbesar untuk menikmati makanan setelah aroma. Pewarna dalam pangan dapat meningkatkan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Produsen pun berlomba menawarkan aneka produknya dengan tampilan yang menarik dan warna-warni.

15 5 Penambahan pewarna sintetik secara berlebihan dapat menyebabkan toksitas pada tubuh penggunanya. Pada bulan November 2007, sebuah hasil penelitian yang diterbitkan di jurnal medis terkemuka Lancet mengungkapkan bahwa beberapa zat pewarna makanan meningkatkan tingkat hiperaktivitas anakanak usia 3-9 tahun. Anak-anak yang mengkonsumsi makanan yang mengandung pewarna buatan selama bertahun-tahun lebih berisiko menunjukkan tanda-tanda hiperaktif. Selain risiko hiperaktif, sekelompok sangat kecil dari populasi anak (sekitar 0,1%) juga mengalami efek samping lain seperti: ruam, mual, asma, pusing dan pingsan (Fatkhiyah, 2013). Jenis pewarna yang sering ditemukan dalam beberapa produk pangan diantaranya adalah Sunset Yellow dan Tartrazine. Tartrazine dan Sunset Yellow secara komersial digunakan sebagai zat aditif makanan, dalam pengobatan dan kosmetika yang sangat menguntungkan karena dapat dengan mudah dicampurkan untuk mendapatkan warna yang ideal dan juga biaya yang rendah dibandingkan dengan pewarna alami (Sumarlin, 2010). Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan efek negatif dari tartrazine. Studi yang dilakukan menyimpulkan bahwa pewarna makanan tartrazine dapat memberikan pengaruh negatif dan mengubah beberapa penanda biokimia pada organ-organ penting seperti hati dan ginjal, baik pada dosis tinggi ataupun rendah. Lebih jauh lagi, tartrazine juga memberikan efek yang lebih beresiko pada dosis yang lebih tinggi karena dapat menginduksi stress oksidatif melalui pembentukan radikal bebas (Amin et al., 2010).

16 6 Saat ini telah dikenal banyak jenis antioksidan meliputi antioksidan enzimatin (antioksidan endogenus) seperti enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase, dan antioksidan non-enzimatis (eksogenous) seperti resveratrol, tokoferol, karotenoid, flavonoid, qinon, dan bilirubin, asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, protein pengikat heme (Kaur dan Kapoor, 2001). Belakangan ini banyak sekali penelitian yang dilakukan terhadap potensi resveratrol sebagai antioksidan yang sangat kuat dan dapat mencegah terjadinya penuaan. Resveratrol (3,5,4 -trihydroxystilbene) adalah senyawa polifenol (stilbene) yang ditemukan pada tanaman yang tinggi antioksidan seperti anggur (Burns et al., 2002). Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa kadar resveratrol berkisar antara 0,24 1,25 mg/ 160 g anggur merah, dan 1,14 8,69 mg/l jus anggur (Burns et al., 2002). Selain anggur, blueberry, kacang-kacangaan, dan coklat hitam juga mengandung resveratrol dalam jumlah cukup besar (Enos, 2013). Banyak penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa resveratrol memiliki efek antioksidan (Caoet al., 2004). Telah banyak bukti yang menunjukkan aktivitas antioksidan resveratrol dapat mencegah terjadinya penuaan yang diakibatkan oleh radikal bebas (Baur et al., 2006; Kaplan, 2014).

17 7 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut: Apakah pemberian resveratrol oral mencegah peningkatan F2-Isoprostan urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar tartrazine? 1.3 Tujuan Penelitian Untuk membuktikan bahwa pemberian resveratrol oral mencegah peningkatan F2-Isoprostan urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar tartrazine. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) Manfaat ilmiah : memberikan informasi mengenai efektivitas pemberian resveratrol dalam mencegah peningkatan F2-Isoprostan urin tikus (Rattus norvegicus) wistar jantan yang dipapar tartrazine, sehingga dapat dipergunakan sebagai dasar untuk penelitian klinis. 2) Manfaat praktis : resveratrol sebagai antioksidan dapat digunakan sebagai bahan suplemen untuk mencegah terjadinya penuaan dini jika terbukti secara uji klinis.