EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009"

Transkripsi

1 1 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009 SHINTA AMALIA WIDYASIH FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO 2011

2 2 EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN PEDIATRI PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PURBALINGGA TAHUN 2009 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada program studi farmasi SHINTA AMALIA WIDYASIH FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2011 i

3 ii 3

4 iii 4

5 5 SURAT PERNYATAAN Yang bertandatangan dibawah ini, saya : Nama : Shinta Amalia Widyasih NIM : Program Studi : Farmasi Fakultas/Universitas : Farmasi / Universitas Muhammadiyah Purwokerto Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil dari proses penelitian saya yang telah dilakukan dengan prosedur penelitian yang benar dengan arahan dari dosen pembimbing dan bukan hasil penjiplakan dari karya orang lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Demikian pernyataan ini, dan apabila kelak dikemudian hari terbukti ada unsure penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Purwokerto, Februari 2011 Yang menyatakan SHINTA AMALIA WIDYASIH iv

6 6 MOTTO Hidup ini sekali janganlah kita bersedih dan berputus asah Lebih baik kita gunakan hidup ini buat belajar, bertawakal dan tetap berdoa pada Alloh SWT v

7 7 PERSEMBAHAN Alhamdullahirobil alamin terima kasih Ya Alloh atas karunia dan hidayahmu sehingga skripsi ini dapat selesai Buat KeluargaQ yang telah membantuq, buat my special love yang selalu memberi semangat dan cintamu. Buat temen2 angkatan 2006 terimakasih atas kebersamaannya vi

8 8 ABSTRAK SHINTA AMALIA W. Evaluasi Penggunaan Antiobiotika Pada Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga Tahun Di bawah bimbingan SOEDARSO dan ANJAR MAHARDIAN K. Demam Tifoid merupakan permasalahan kesehatan global yang penting dan harus mendapatkan perhatian secara khusus. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden yang sebenarnya adalah kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penggunaan antibiotika pada pasien pediatri penderita demam tifoid di RSUD Purbalingga sudah sesuai, dibandingkan dengan standar terapi yang digunakan dan untuk mengetahui ada tidaknya interaksi obat yang timbul dari pengobatan demam tifoid. Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga tahun 2009 dengan menggunakan metode retrospektif dan dianalisis secara deskriptif non analitik dari data rekam medik. Sampel yang digunakan diambil secara menyeluruh dengan jumlah sampel sebanyak 117 pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pasien terbanyak yaitu anakanak sebanyak 106 (45,74%) pasien, berdasarkan jenis kelamin jumlah terbanyak yaitu pada jenis kelamin laki-laki sebanyak 68 (58,12%) pasien. Kesesuaian jenis antibiotika dengan SPM RSUD Purbalingga sebesar 30,44%, dengan SPM PAPDI 80,34%. Kesesuaian dosis berdasarkan SPM RSUD Purbalingga sebesar 64,95%, dengan SPM PAPDI sebesar 67,42%. Kesesuaian lama pemberian antibiotika tidak dapat dianalisa kesesuaiannya dengan standar terapi yang digunakan. Sedangkan untuk interaksi obat yang terjadi yaitu antara antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dan kloramfenikol dengan PCT. Kata kunci: Antibiotika, Pasien pediatri instalasi rawat inap, Demam tifoid, RSUD Purbalingga, interaksi obat. vii

9 9 ABSTRAK SHINTA AMALIA W. Evaluation Use of Antibiotics in Pediatric Patient with Thypoid Fever Inpatien In Hospital Purbalingga Year Under direction of SOEDARSO and ANJAR MAHARDIAN K. Thypoid fever is a global healthy problem that important and must have attention specially. In emergent disease which 95% is case careway but the real incident is times bigger than care in patient report in hospital. Purpose of this research for know the using of antibiotic to patient. Thypoid fever in Purbalingga Hospital was suitable with the standard therapy that use and for know if there is medicine interaction that appear from thypoid fever in pediatric patient. The study was conducted using retrospective and descriptive analysis of non-analytic medical record data. The whole samples were collected in a total amount of 117 samples. The result showed the number of patients that most children were 106 (90,6%) patients. The result showed that the number of man 68 (58,12%) patients. Suitability of antibiotics with SPM RSUD Purbalingga 30,77%, with SPM PAPDI 80,34%. Suitability of the dose based on SPM RSUD Purbalingga 64,95%, with 67,42% SPM PAPDI. Suitability mode of duration of antibiotics can not be analyzed for conformance with the standar therapy used. The medicine interaction which happened is between antibiotic penisilin with kloramfenikol and between kloramfenikol with PCT. Key words: Antibiotics, Patient pediatric inpatient installation, Thypoid fever, Purbalingga District Hospital, drug interaction. viii

10 10 PRAKATA Bismillahirrohmaanirrohim Segala puji bagi ALLOH SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Evaluasi Penggunaan Antibiotika Pada Paisen Pediatri Penderita Demam Tifoid Di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga tahun Skripsi ini dibuat untuk melengkapi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana farmasi program studi farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dalam Penyusunan skripsi penulis menyadari bahwa pelaksanaan maupun pembuatan skripsi dapat berjalan berkat dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Syamsuhadi Irsyad, S.H.,M.H. selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 2. Bapak Drs. Moeslich Hasanmihardja Apt., selaku Dekan Fakultas farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 3. Bapak Drs. Soedarso Apt., selaku Dosen Pembimbing I atas segala bimbingan dan arahannya. 4. Bapak Anjar Mahardian K,M.Sc,Apt. selaku Dosen Pembimbing II atas segala bimbingan, waktu, dan arahannya. 5. Seluruh Dosen dan Staf Karyawan Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Purwokerto. 6. SODIKUN S.T dan almh. SUPINAH selaku orang tua yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil dan doa yang tidak pernah lepas dalam mengiringi langkahku walaupun almh. SUPINAH selaku ibuku tidak ix

11 11 dapat menyaksikan dan melihat semua ini tapi beliau selalu ada disetiap waktu dan langkahku. 7. Kakak-kakakku, adikku dan teman-teman farmasi angkatan 2006 yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. 8. Seluruh staf dan karyawan RSUD Purbalingga yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Penulis menyadarai bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Amien Purwokerto, Februari 2011 Shinta Amalia Widyasih x

12 12 DAFTAR ISI Halaman JUDUL... i HALAMAN PERSETUJUAN... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii SURAT PERNYATAAN... iv MOTTO... v ABSTRAK... vi ABSTRAK... vii PRAKATA... viii DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Perumusan Masalah... 2 C. Tujuan Penelitian... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Demam Tifoid Definisi Etiologi Patogenesis Gejala Klinis Diagnosis... 4 B. Antibiotik Definisi Jenis Antibiotik Pengobatan dalam Demam Tifoid Obat Interaksi Obat Pola Pengobatan yang Rasional... 9 xi

13 13 C. Rumah Sakit Definisi Klasifikasi Rumah Sakit D. Rekam Medik BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian B. Batasan Variabel C. Metode Penelitian D. Penentuan Sampel E. Tahapan Penelitian F. Analisis Data BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Penelusuran Data B. Karakteristik Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid Berdasarkan umur Berdasarkan Jenis kelamin C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Kesesuaian Jenis Antibiotika Kesesuaian Dosis Lama Pemberian Antibiotika Interaksi Obat BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA xii

14 1 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Jumlah dan persentase umur Tabel 2 Jumlah dan persentase jenis kelamin pasien pediatric penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga Tabel 3 Kesesuaian antibiotika pada rekam medik di RSUD Purbalingga dibandingkan dengan SPM RS Tabel 4 Kesesuaian antibiotika pada rekam medik di RSUD Purbalingga dibandingkan dengan SPM PAPDI Tabel 5 Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari Data rekam medik dibandingkan dengan SPM RS Tabel 6 Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari data rekam medik dibandingkan dengan SPM PAPDI Tabel 7 Evaluasi lama pemberian antibiotika pada rekam medik dibandingkan dengan SPM RS dan SPM PAPDI Tabel 8 Data Interaksi antibiotika dengan obat yang lain di RSUD Purbalingga27 xiii

15 2 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lamp 1 Data Pasien pediatri penderita demam tifoid Lamp 2 Surat Penelitian dari Fakultas Farmasi Lamp 3 Surat Penelitian dari Kesbangpolinmas Kab.Purbalingga Lamp 4 Surat Penelitian dari Bappeda Kab.Purbalingga Lamp 5 Surat Penelitian dari RSUD Purbalingga xiv

16 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan global yang penting dan harus mendapatkan perhatian secara khusus. Diseluruh dunia penyakit ini diperkirakan mencapai 16 juta kasus tiap tahunnya dengan kasus dilaporkan berakhir dengan kematian. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insiden yang sebenarnya adalah kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insiden di daerah pedesaan 258/ penduduk/tahun dan didaerah perkotaan 760/ penduduk/tahun atau sekitar dan 1,5 juta kasus per tahun umur penderita yang terkena, di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus. Terapi untuk pengobatan demam tifoid antara lain yaitu terapi non farmokologis meliputi tirah baring dan makan makanan lunak yang rendah serat. Untuk terapi non farmakologinya yaitu dengan simptomatis dan antimikroba, bersamaan dengan itu digunakan juga antibiotika yang lain. Penggunaan antibiotika yang kurang bijaksana akan menyebabkan banyaknya bakteri yang menjadi resisten terhadap antibiotika, khususnya antibiotika yang mengganggu resisten kolonisasi di usus, ternyata lebih sering mengakibatkan timbulnya resisten (Tan&Rahardja, 2002 : 63). Terapi simptomatis dapat diberikan untuk perbaikan keadaan umum pasien yakni vitamin, antipiretik (penurun panas) untuk kenyamanan penderita terutama anak. Untuk antimikroba digunakan kloramfenikol dan untuk antibiotika yang lain yaitu tiamfenikol, kotrimoksazol, ampicillin, amoksisilin, sefalosporin generasi III. Penggunaan antibiotik yang terlalu banyak dapat menimbulkan masalah atau yang dikenal dengan polifarmasi. Polifarmasi adalah kombinasi obat yang dapat berupa kombinasi tetap dan kombinasi tidak tetap. Akibat dari polifarmasi yaitu timbulnya interaksi obat semakin besar, timbulnya efek 1

17 2 samping serta penyakit karena obat semakin meningkat. Pada keadaan tertentu, apabila interaksi antara obat dengan mikroba kurang baik atau tidak terjadi sama sekali, maka dikatakan bahwa antibiotik tersebut telah resisten terhadap mikroba tertentu. Berdasarkan uraian diatas dan laporan dari unit rekam medik RSUD Purbalingga tercatat bahwa pada tahun 2009 penyakit demam tifoid merupakan penyakit dengan tingkat persentase yang tinggi. Rumah sakit dalam menjalankan fungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan kepada masyarakat banyak dengan menggunakan antibiotika sebagai pengobatan penyakit infeksi. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang evaluasi penggunaaan antibiotika pada pasien pediatri penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Purbalingg tahun 2009 dengan membandingkan standar pelayanan medis yang digunakan. B. PERUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam tifoid di RSUD Purbalingga dibandingkan dengan standar terapi yang digunakan? 2. Apakah terjadi interaksi obat dalam pengobatan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam tifoid? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Mengetahui penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam tifoid di RSUD Purbalingga sudah sesuai dibandingkan dengan standar terapi yang digunakan. 2. Mengetahui ada tidaknya interaksi obat yang terjadi dalam pengobatan demam tifoid di RSUD Purbalingga.

18 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Anonim, 1985 : 593). 2. Etiologi Salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida), antigen H (flagela) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ketiga macam antigen tersebut (Anonim, 1985 : 593). 3. Patogenesis Salmonella typhi masuk tubuh manusia melalaui makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid. Endotoksin Salmonella thypi berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan tempat kuman tersebut berkembang biak. Salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen dan leukosit pada jaringan yang meradang, sehingga terjadi demam (Mansjoer, 2001 : 422). 4. Gejala Klinis Gejala klinis demam tifoid pada anak biasanya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa inkubasi mungkin 3

19 4 ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu : a. Demam b. Gangguan pada saluran pencernaan c Gangguan kesadaran (Anonim, 1985 : ). 5. Diagnosis Untuk memastikan diagnosis perlu dikerjakan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : a. Pemeriksaan yang berguna untuk menyokong diagnosis. 1) Pemeriksaan darah tepi Terdapat gambaran leucopenia, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit. Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan. Pemeriksaan darah tepi ini sederhana, mudah dikerjakan dilaboratorium yang sederhan akan tetapi berguna untuk membantu diagnosis yang cepat. 2) Pemeriksaan sumsum tulang Dapat digunakan untuk menyokong diagnosis. pemeriksaan ini tidak termasuk pemeriksaan rutin yang tidak sederhana. Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif RES dngan adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granulopoesis dan trombopoesis berkurang. b. Pemeriksaan laboratorium untuk membuat diagnosis Biakan empedu untuk menemukan Salmonella typhosa dan pemeriksaan Widal ialah pemeriksaan yang dapat dipakai untuk membuat diagnosis tifus abdominalis yang pasti. Kedua pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya.

20 5 1) Biakan empedu Pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses 2x berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier). 2) Pemeriksaan Widal Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen Salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglitinasi. Dengan jalan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan yaitu pengenceran tertinggi yang masih menimbulkan reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosi. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaa dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak diperlukan untuk diagnosis, karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh. Tidak selamanya pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis sebagaimana terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia (Anonim, 1985 : ). B. ANTIBIOTIK 1. Definisi Antibiotik berasal dari bahasa Latin yaitu anti yang artinya adalah lawan dan bios yang artinya hidup. Jadi antibiotika

21 6 adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil (Tan & Raharja, 2002 : 65). 2. Jenis antibiotik Berdasarkan luas aktifitasnya terhadap banyak sedikit jenis kuman dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : (Tan & Rahardja, 2002 : 56) a. Antibiotik aktifitas sempit (narrow spectrum). Obat-obat ini terutama aktif terhadap beberapa jenis kuman saja, misalnya penisilin G dan penisilin V, eritromisin, klindamisin, kanamisin, dan asam fusidat hanya bekerja terdap kuman gram positif sedangkan stertomisin, gentamisin, polimiksin B dan asam nalidiksat khususnya terhadap kuman gram negatif. b. Antibiotik aktifitas lebar (broad spectrum) Bekerja terhadap lebih banyak jenis kuman gram positif maupun gram negatif diantaranya sulfonamid, ampisilin, sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin. 3. Pengobatan demam tifoid Pengobatan demam tifoid terdiri atas 3 bagian yaitu : a. Perawatan Pasien demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit isolasi, observasi, dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus (Juwono, 1996 : 439). b. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak menimbulkan

22 7 banyak gas. Susu 2x satu gelas sehari perlu diberikan. Jenis makanan untuk penderita dengan kesadaran menurun ialah makanan cair yang dapat diberikan melalui pipa lambung. Bila anak sadar dan nafsu makan baik, maka dapat diberikan makanan lunak (Anonim, 1985 : 597). c. Obat 1) Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4 x 500 mg sehari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Dengan penggunaan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari (Juwono, 1985 : 440). 2) Tiamfenikol Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologist pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang daripada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pad demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari (Juwono, 1985 : 440). 3) Kotrimoksazol Efektifitas kotrimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 x 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam ( 1 tablet mengandung 80 mg trimetropim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari. 4) Ampisillin dan Amoxicillin Dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoxisillin lebih kecil

23 8 dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leucopenia. Dosis yang dianjurkan berkisar antara mg/kg BB sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisillin atau amoxisillin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari. C. INTERAKSI OBAT Interaksi obat adalah peristiwa dimana kerja obat dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan atau hampir bersamaan. Interaksi obat dapat terjadi sebagai berikut : 1. Obat - Makanan Pada pemberian obat-obat tertentu bersamaan dengan makanan dapat terjadi interaksi yang berakibat : a. Makanan dapat mengubah aktivitas obat yang mengakibatkan respons terhadap obat berkurang atau sebaliknya respons terhadap obat justru meningkat. b. Sebaliknya obat dapat pula memberikan efek negatif terhadap makanan, misalnyaberkurangnya nutrisi makanan tersebut (Nanizar, 2001 : 152). 2. Obat - Obat Dalam hal terjadi interaksi obat maka hasil farmakologisnya dapat sebagai berikut : a. Obat yang satu memperkuat efek obat yang lain sehingga efek total obat melebihi dari jumlah aljabarnya. b. Obat yang satu menghambat kerja obat yang lain, sehingga efeknya berkurang. c. Inaktvasi obat yang satu oleh obat yang lain menyebabkan obat pertama tidak/kurang memberikan efek yang dikehendaki (Nanizar, 2001 : 136).

24 9 Mekanisme interaksi obat ada 3 yaitu : 1) Interaksi farmasetik (Inkompatibilitas) Inkompatibilitas ini terjadi diluar tubuh (sebelum obat diberikan) antara obat yang tidak dapat dicampur (inkompatibel). Bagi tenaga kesehatan, interaksi farmasetik yang penting adalah interaksi antar obat suntik dan antara obat suntik dengan cairan infus. 2) Interaksi farmakokinetika Interaksi farmakokinetika terjadi bila salah satu obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua sehingga kadar plasma obat meningkat atau menurun. Akibatnya, terjadi peningkatan toksisitas atau penurunan efektivitas obat tersebut. 3) Interaksi farmakodinamik Interaksi farmakodinamik adalah interaksi antara obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologis yang sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik atau antagonistik. D. POLA PENGOBATAN YANG RASIONAL Pola pengobatan adalah jenis model atau gambaran pengobatan dengan menggunakan antibiotika meliputi jenis antibiotika yang digunakan, dosis, durasi pemberian dan harga obat. Pola pengobatan yang rasional menurut WHO adalah menyangkut tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien dan mewaspadai ESO. Seperti halnya dengan proses ini dalam kedokteran, penulisan resep harus didasarkan pada satu seri tahapan rasional. Proses ini dapat digambarkan sebagai berikut : 1. Membuat diagnosis spesifik 2. Pertimbangan patofisiologi dari diagnosis yang terpilih 3. Pemilihan sasaran terapi yang spesifik 4. Penentuan obat pilihan 5. Penentuan regimen dosis yang sesuai

25 10 6. Perancangan untuk memonitor kerja obat dan menentukan kapan terapi berakhir 7. Perencanaan program pendidikan pasien (Katzung, 2002 : 611). E. RUMAH SAKIT 1. Definisi Rumah sakit adalah suatu organisasi yang kompleks, menggunakan gabungan alat ilmiah khusus dan rumit dan difungsikan oleh berbagai kesatuan personil terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik modern, yang semuanya terikat bersama-sama dalam maksud yang sama untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik (Siregar, 2003:8). Pada umumnya tugas rumah sakit ialah menyediakan keperluan untuk pemeliharaaan dan pemulihan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar, 2003 : 10) 2. Klasifikasi Rumah Sakit Rumah Sakit Umum Pemerintah Pusat dan Daerah diklasifikasikan menjadi Rumah Sakit kelas A, B, C, D. Klasifikasi tersebut didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan. a) Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. b) Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasiitas dan kemampuan pelayanan kemampuan medik sekurang-kurangnya 11 spealistik dan subspesialistik terbatas.

26 11 c) Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar. d) Rumas Sakit Umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai kemampuan dan pelayanan medik dasar (Siregar, 2003 : 11). F. REKAM MEDIK Setiap rumah sakit dipersyaratkan mengadakan dan memelihara rekam medik yang memadai dari setiap penderita, baik untuk penderita rawat tinggal maupun penderita rawat jalan. Rekam medik ini harus secara akurat didokumentasikan, segera tersedia, dapat digunakan, mudah ditelusuri kembali (retrieving), dan lengkap informasi. Rekam medik adalah sejarah singkat, jelas dan akurat dari kehidupan dan kesakitan penderita ditulis dari sudut pandang medik (Siregar, 2003 : 17). Kegunaan rekam medik : 1. Digunakan sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan penderita. 2. Merupakan suatu sarana komunikasi antar dokter dan setiap profesional yang berkonstribusi pada perawatan penderita. 3. Melengkapi bukti dokumen terjadinya / penyebab kesakitan penderita dan penanganan / pengobatan selama tinggal di rumah sakit. 4. Digunakan sebagai dasar untuk kaji ulang studi dan evaluasi perawatan yang diberikan kepada penderita. 5. Membantu perlindungan kepentingan hukum penderita, rumah sakit dan praktisi yang bertanggung jawab. 6. Menyediakan data untuk digunakan dalam penelitian dan pendidikan. 7. Sebagai dasar perhitungan biaya, dengan menggunakan data dalam rekaman medik, bagian keuangan dapat menetapkan besarnya biaya pengobatan seorang penderita (Siregar, 2003 : 18)

27 12 BAB III METODE PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada Maret - April 2010, menggunakan data tahun 2009 dan bertempat di RSUD Purbalingga. B. BATASAN VARIABEL OPERASIONAL 1) Antibiotika adalah senyawa khas yang dihasilkan oleh organisme hidup, termasuk turunan senyawa dan struktur analoginya yang dibuat secara sintetik dan dalam kadar rendah maupun menghambat kehidupan mikroba lain. 2) Evaluasi penggunaan antibiotika meliputi jenis antibiotika, ketepatan dosis, lama pemberian obat pada pasien demam tifoid serta interaksi obat yang terjadi dalam pengobatan. 3) Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhosa ditandai dengan demam 7 hari atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Anonim, 1985 : 546). 4) Pasien pediatri yang menjalani perawatan di instalasi rawat inap RSUD Purbalingga adalah yang berumur 0-12 tahun. 5) Data yang diambil dari rekam medik penderita yang terdiagnosis dan selesai perawatan tahun ) Rekam medik adalah dokumen yang memberikan catatan tentang identitas pasien, diagnosis, pemeriksaan pasien, pengobatan, tindakan serta pelayanan kesehatan lain pada pasien. 7) Karakteristik pasien demam tifoid meliputi umur dan jenis kelamin. 8) Dosis ( takaran ) suatu obat merupakan banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada seseorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun luar. 9) Lama pemberian merupakan waktu yang dibutuhkan untuk suatu obat atau antibiotika untuk bekerja dalam tubuh secara biologis. 12

28 13 10) Interaksi obat merupakan modifikasi efek suatu obat akibat obat lain yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan atau bila dua atau lebih obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat atau lebih berubah. C. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat kebelakang (backward looking), dalam hal ini adalah melakukan penelusuran terhadap tindakan yang dilakukan tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Purbalingga kepada pasien demam tifoid di instalasi rawat inap. Kemudian hasil penelusuran tersebut dianalisis secara deskriptif non analitik. D. PENENTUAN SAMPEL Penentuan sampel diperoleh dari jumlah pasien pediatri (umur 0 12 tahun) penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Purbalingga selama tahun Sampel yang diambil adalah secara menyeluruh dari jumlah pasien pediatri penderita demam tifoid yang dirawat di instalasi rawat inap RSUD Purbalingga selama tahun 2009 yaitu sebanyak 117 pasien.

29 14 E. TAHAPAN PENELITIAN Pembuatan Proposal Pembuatan surat ijin Pengambilan data rekam medik Analisis Data Pembahasan Kesimpulan F. ANALISIS DATA Untuk keseuaian penggunaan antibiotika pada pasien pediatri penderita demam tifoid yang meliputi jenis antibiotika, dosis antibiotika, lama pemberian dan interaksi obat yang disesuaikan dengan SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI. 1) Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan usia, dihitung dengan menjumlahkan masing-masing kelompok usia pediatri kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%. 2) Jumlah dan persentase karakteristik pasien berdasarkan jenis kelamin dihitung dengan menjumlahkan masing-masing kelompok jenis kelamin kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%. 3) Jumlah dan persentase jenis obat dihitung dengan menjumlahkan masing-masing kelompok jenis antibiotika yang disesuaiakan dengan

30 15 SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%. 4) Jumlah dan persentase dosis antibiotika dihitung dengan menjumlahkan masing-masing kelompok dosis antibiotika yang disesuaiakan dengan SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI kemudian dibagi dengan jumlah total pasien dikali 100%.

31 16 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Penelusuran Data Pada bab ini akan diuraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama tahun Terdapat 117 pasien pediatri penderita demam tifoid tanpa penyakit penyerta yang dirawat inap di RSUD Purbalingga selama tahun Data yang diambil meliputi data karakteristik pasien pediatri (meliputi umum, jenis kelamin, berat badan) dan data penggunaan antibiotik pada pasien pediatri penderita demam tifoid (meliputi jenis antibiotik, dosis, lama pemberian serta cara pemberian). Teknik pengambilan data yang digunakan adalah secara menyeluruh dari jumlah pasien pediatri penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama tahun 2009 yaitu sejumlah 117 pasien. B. Karakteristik Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid 1. Bedasarkan Umur Dalam Penelitian ini menggunakan data umur pasien untuk menjadi batasan dalam mengetahui banyaknya penderita demam tifoid pada pasien pediatri. Tabel 1 menunjukkan jumlah dan persentase umur pediatri selam tahun 2009 yang menderita demam tifoid. Tabel 1. Jumlah dan persentase umur pediatri Umur Jumlah Persentase (%) 0 1 bulan (Neonatus) 0 0 1bulan 2 tahun (bayi) 11 9, tahun (anak-anak) ,6 Total Dari tabel 1 dapat disimpulkan bahwa pada usia 2 12 tahun (anak-anak) memiliki persentase paling tinggi yaitu 90,6 % dibandingkan dengan kelompok usia bayi (1 bulan 2 tahun) dengan persentase sebesar 16

32 17 9,4%. Ini menunjukkan bahwa pada usia anak terutama anak sekolah adalah usia paling rawan terjangkitnya demam tifoid karena pada usia anak kebersihan individu kurang terkontrol. Menurut Juwono ( 1996 ; 435 ), demam tifoid dapat disebabkan karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu kurang baik sehingga kuman penyebab demam tifoid mudah menginfeksi jaringan tubuh. 2. Berdasarkan Jenis Kelamin Pasien Pediatri Penderita Demam Tifoid Pasien demam tifoid terdiri dari pria dan wanita, akan tetapi penyakit demam tifoid tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin. Tabel 2. Jumlah dan persentase jenis kelamin pasien pediatri penderita demam tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUD Purbalingga selama tahun 2009 No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Laki - Laki 68 58,12 2 Perempuan 49 41,88 Total Berdasarka Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis kelamin laki laki penderita demam tifoid sebanyak 68 pasien ( 58,12% ), sedangkan untuk jenis kelamin perempuan lebih rendah yaitu sebanyak 49 pasien ( 41,88% ). Demam tifoid tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin melainkan dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh, pola makan, status gizi, keadaan hygiene dan sanitasi lingkungan. C. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Evaluasi penggunaan antibiotik dalam penelitian ini meliputi kesesuaian jenis antibiotika yang digunakan, ketepatan dosis, lama pemberian dan interaksi obat meliputi interaksi antar antibiotika maupun antibiotika dengan obat yang bukan antibiotika. Standar terapi yang digunakan yaitu Standar Pelayanan Medik RSUD Purbalingga ( SPM RS ) tahun 2009 dan Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia ( SPM PAPDI ).

33 18 1. Kesesuaian Jenis Antibiotika Untuk Kesesuaian pemilihan antibiotika dengan Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit ( SPM RS ) dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini : Tabel 3. Jenis antibiotika Pada SPM RS Kesesuaian antibiotika pada data rekam medik di RSUD Purbalingga tahun 2009 dibandingakan dengan SPM RS Jenis antibiotika pada rekam medik Jumlah Pasien Kesesuaian pada RS SP TSP % Kesesuaian jumlah pasien Penisilin Amoxsisillin 29 SP - 24,79 Ampicillin 2 SP - 1,71 Kloramfenikol Kloramfenikol 4 SP - 3,42 Thiamfenikol 1 SP - 0,86 Sefalosporin Cefotaxime 33 - TSP 28,21 Lapixime 5 - TSP 4,27 Taxegram 20 - TSP 17,10 Kombinasi Penisilin - Sefalosporin 8 - TSP 6,84 Penisilin - Kloramfenikol 9 - TSP 7,69 Sefalosporin - Kloramfenikol 6 - TSP 5,13 Keterangan : Total SP : Sesuai Pedoman SPM RS TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM RS Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa penggunaan antibiotika yang sesuai dengan SPM RS adalah antibiotika golongan penisilin yaitu untuk amoxisillin dengan persentase sebesar 24,79% dan ampisillin dengan persentase sebesar 1,71%. Selain antibiotika golongan penisilin ada antibiotika golongan kloramfenikol yang sesuai dengan SPM RS yaitu kloramfenikol dengan persentase sebesar 3,42% dan thiamfenikol dengan persentase sebesar 0,86%. Sedangkan unutuk antibiotika golongan sefalosporin dan antibiotika kombinasi tidak sesuai dengan SPM RS karena antibiotika yang tertera pada SPM RS sudah biasa digunakan oleh para dokter dan menurut para dokter di RSUD Purbalingga antibiotika kloramfenikol dan penisilin dianggap paling efektif untuk membunuh bakteri Salmonella thyposa.

34 19 Untuk mengetahui persentase kesesuaian antibiotika dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut : % Kesesuaian = x 100% Keterangan : n = Jumlah antibiotika Sampel = Jumlah total antibiotika Diketahui : n SP = 36 n TSP = 81 Sampel = 117 % Kesesuaian SP = x 100 % = 30,77 % % Kesesuaian TSP = x 100 % = 69,23 % Dari data perhitungan persentase kesesuaian antibiotika diatas dapat diketahui bahwa persentase kesesuaian yang tidak sesuai standar terapi (69,23%) jauh lebih besar dari persentase kesesuaian yang sesuai standar terapi (30,77%) yang digunakan di RSUD Purbalingga. Hal ini dikarenakan penggunaan antibiotik sefalosporin yang lebih banyak dari antibiotik penisilin dan kloramfenikol karena sefalosporin dianggap paling efektif untuk membunuh bakteri dengan efek samping yang tidak membahayakan bagi tubuh. Selain itu pada SPM RSUD Purbalingga juga tidak tercantum antibiotik sefalosporin yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan bakteri Salmonella thyposa. Tabel 4. Kesesuaian antibiotika pada data rekam medik di RSUD Jenis antibiotika Pada SPM RS Purbalingga tahun 2009 yang dibandingkan dengan SPM PAPDI Jenis antibiotika pada rekam medik Jumlah Pasien Kesesuaian pada RS SP TSP % Kesesuaian jumlah pasien Penisilin Amoxsisillin 29 SP - 24,79 Ampicillin 2 SP - 1,71 Kloramfenikol Kloramfenikol 4 SP - 3,42 Thiamfenikol 1 SP - 0,86 Sefalosporin Cefotaxime 33 SP - 28,21 Lapixime 5 SP - 4,27

35 20 Kombinasi Keterangan : Taxegram 20 SP - 17,10 Penisilin - Sefalosporin 8 - TSP 6,84 Penisilin - Kloramfenikol 9 - TSP 7,69 Sefalosporin - Kloramfenikol 6 - TSP 5,13 Total SP : Sesuai Pedoman SPM PAPDI TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM PAPDI Untuk mengetahui persentase kesesuaian antibiotika dapat diketahui dengan perhitungan sebagai berikut : % Kesesuaian = x 100% Keterangan : n = Jumlah antibiotika Sampel = Jumlah total antibiotika Diketahui : n SP = 94 n TSP = 23 Sampel = 117 % Kesesuaian SP = x 100% = 80,34% % Kesesuaian TSP = x 100% = 19,66% Dari perhitungan persentase kesesuaian antibiotika diatas dapat diketahui bahwa persentase kesesuaian yang sesuai standar terapi yang digunakan (80,34%) dari persentase kesesuaian yang tidak sesuai standar terapi yang digunakan (19,66%). Hal ini dikarenakan pada SPM PAPDI tercantum antibiotik sefalosporin yang dapat digunakan untuk membunuh bakteri Salmonella thyposa. Jenis penisilin yang digunakan pada data rekam medik yaitu amoxisillin dan ampisillin merupakan penisilin spectrum luas, turunan ampisillin dan memiliki spectrum antibakteri yang sama dengan ampisillin. Amoxisillin absorpsinya tidak terganggu oleh makanan dilambung sehingga

36 21 absorpsi amoxisillin di saluran cerna jauh lebih baik daripada ampisillin. Sedangkan untuk ampisillin cukup efektif terhadap Salmonella thyposa, merupakan penisilin spectrum luas terhadap bacilli gram negatif antara lain Salmonella (Tan & Rahardja, 2002 : 72). Dengan ampisillin atau amoxisillin demam tifoid turun rata-rata setelah 7 9 hari (Juwono, 1996 : 460). Selain golongan penisilin, golongan antibiotika yang sesuai dengan SPM RSUD Purbalingga adalah golongan kloramfenikol dan yang digunakan adalah biothycol dan thiamfenikol. Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti beberapa strain Salmonella thyposa, juga terhadap sebagian besar kuman gram positif dan gram negatif. Dibandingkan dengan ampisillin, perbaikan klinik pada kloramfenikol jauh lebih cepat dibandingkan dengan ampisillin. Tetapi pada kenyataannya pada penanganan demam tifoid pada pasien pediatri di RSUD Purbalingga lebih banyak digunakan antibiotika sefalosporin. Hal ini dikarenakan pada antibiotika golongan kloramfenikol efek samping yang terjadi terlalu berat yaitu berupa kerusakan sumsum tulang yang dapat menyebabkan anemia aplastik (Tan&Rahardja, 2002 : 85). Pada penggunaan antibiotika untuk pengobatan demam tifoid, dari data rekam medik juga digunakan antibiotika kombinasi. Penggunaan antibiotika kombinasi antara lain penggunaan antibiotika penisilin dengan sefalosporin, antibiotika penisilin dengan kloramfenikol, dan antibiotika kloramfenikol dengan sefalosporin dengan persentase yang hamper sama yaitu 6,98%. Sefalosporin bekerja menghambat sintesis dinding sel dan hal ini akan mempermudah golongan kloramfenikol untuk menghambat sintesis protein bakteri tersebut yaitu menghambat penerjemahan dan transkripsi material genetika. Pada umumnya penggunaan kombinasi dari dua atau lebih antibiotika tidak dianjurkan, terlebih pula kombinasi dengan dosis tetap tetapi beberapa kombinasi obat dapat bermanfaat sbb : 1. Pengobatan infeksi campuran 2. Untuk mengatasi resistensi 3. Mendapat efek sinergis

37 22 4. Untuk mengurangi toksisitas 5. Untuk memperoleh potensiasi (Tan&Rahardja, 2002 : 63) Kerugian dari penggunaan antibiotika kombinasi yaitu sejumlah antibiotika bekerja bila hanya organism tumbuh, sehingga penggunaan antibiotika kedua secara bersamaan yang bersifat bakteriostatika akan mempengaruhi kerja obat pertama yang bersifat bakterisidal. 2. Ketepatan Dosis Karena pada penelitian ini menggunakan data pasien anak sedangkan pada SPM tidak disebutkan dosis untuk anak, maka perlu dilakukan perhitungan dosis anak terhadap dosis dewasa pada SPM. Perlunya perhitungan dosis anak karena respon tubuh anak terhadap obat tertentu tidak dapat disamakan dengan respon tubuh orang dewasa terhadap orang yang sama. Ketepatan dalam dosis harus diperhatikan agar efek terapi yang dihasilkan lebih optimal. Pemberian dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan adanya gangguan fungsi organ atau sistem tubuh, khususnya hati dan ginjal. Untuk Perhitungan dosis anak berdasarkan berat badan : Dosis anak = ( Dosis/kg BB ) x Berat badan Tabel 5. Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari data rekam medik dibandingkan SPM RSUD Purbalingga Jenis Rekam Medik Antibiotika pada SPM RS Jumlah pasien Dosis dewasa pada SPM RS Dosis Pustaka SP % TSP % Amoxisillin mg/kgbb 250 mg 3 2,56% 26 22,22 Ampisillin mg/kgbb 250 mg ,71 Kloramfenikol mg mg/kgbb 4 3, Thiamfenikol mg mg/kgbb 1 0, Cefotaxim mg 1000 mg 32 27,25 1 0,86

38 23 Lapixim mg 1000 mg 3 2,56 2 1,71 Taxegram mg 1000 mg 19 16,24 1 0,86 Kombinasi : Penisilin - Sefalosporin ,56 5 4,27 Penisilin - Kloramfenikol ,27 4 3,42 Sefalosporin - Kloramfenikol , Jumlah , ,05 Keterangan : SP : Sesuai Pedoman SPM RS TSP : Tidak Sesuai Pedoman SPM RS Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa untuk antibiotika amoxisillin persentase ketidaksesuaiannya lebih besar daripada persentase kesesuaiannya yaitu sebesar 22,22% dan untuk ampisillin persentase kesesuaiannya juga lebih kecil dari persentase ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 1,71%. Hal ini berdasarkan berat atau ringannya penyakit dan obat lain yang digunakan (Mutschler, 1991 : 637). Untuk dosis pustaka diperoleh dari BNF (British National Formulary, 2009 : ). Tabel 6. Evaluasi antibiotika berdasarkan ketepatan dosis antibiotika dari data rekam medik dibandingkan dengan SPM PAPDI Jenis Antibiotika pada SPM RS Jumlah pasien Dosis dewasa pada SPM RS Amoxisillin mg/kgbb Ampisillin mg/kgbb Kloramfenikol mg Thiamfenikol mg Rekam Medik Dosis Pustaka SP % TSP % 250 mg 3 2, , mg , mg/kg 4 3, BB mg/kg 1 0,86 - -

39 24 BB Cefotaxim mg 1000 mg 32 27,25 1 0,86 Lapixim mg 1000 mg 3 2,56 2 1,71 Taxegram mg 1000 mg 19 16,24 1 0,86 Kombinasi : Penisilin - Sefalosporin ,27 3 2,56 Penisilin - Kloramfenikol ,13 3 2,56 Sefalosporin - Kloramfenikol , Jumlah , ,48 Keterangan : SP : Sesuai Pedoman TSP : Tidak Sesuai Pedoman Dari tabel 6 dapat diketahui bahwa data kesesuaian dosis antibiotika yang dibandingkan dengan SPM PAPDI hampir sama dengan yang yang dibandingkan dengan SPM RS hanya pada kombinasi obat pada penisilin dengan sefalosporin untuk persentase kesesuaiannya lebih besar dari persentase ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 4,27%, dan untuk penisilin dengan kloramfenikol persentase kesesuaiannya juga lebih besar dari ketidaksesuaiannya yaitu sebesar 5,13%. Dalam pemberian dosis harus diperhatikan masalah ketepatan dosis karena untuk menghasilkan efek terapi yang optiomal. Semakin tepat pemberian dosis maka semakin tepat pula tercapainya kadar antibiotika pada tempat infeksi. Untuk golongan kloramfenikol, ketidaktepatan dosis dapat menimbulkan gangguan umum berupa gangguan lambung-usus, neuropati optis dan perofer, tetapi yang sangat berbahaya adalah depresi sumsum tulang yang dapat berwujud dalam dua bentuk anemia yaitu penghambatan pembentukan sel-sel darah dan anemia aplastik (Tan&Rahardja, 2002 : 85). Pada golongan penisilin, pemberian dosis yang tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya efek samping seperti gangguan lambung-usus. Begitu puladengan pemberian sefalosporin yang tidak tepat, efek sampingnya sama dengan penisilin tapi lebih ringan.

40 25 3. Lama Pemberian Antibiotika Untuk lama pemberian antibiotika pada tiap jenis antibiotika sangat bervariasi. Pada tabel 7 untuk lama pemberian antibiotika yang dibandingkan dengan SPM RSUD Purbalingga dijadikan satu dengan yang dibandingkan SPM PAPDI karena hasilnya sama. Pemakaian antibiotika yang berlebihan atau irrasional dapat membunuh kuman yang baik dan berguna yang ada didalam tubuh kita, sehingga tempat yang semula ditempati oleh bakteri baik akan diisi oleh bakteri jahat oleh jamur atau yang disebut superinfection. Aturan lama pemberian antibiotika harus cukup panjang untuk menjamin semua kuman telah mati dan menghindarkan kekambuhan. Lazimnya terapi diteruskan 2 3 hari setelah gejala lenyap. Tabel 7. Evaluasi lama pemberian antibiotika pada rekam medik dibandingkan dengan SPM RSUD Purbalingga dan SPM PAPDI Rekam Medik Jenis antibiotika Berdasarkan pada rekam SPM RS dan medik hari hari hari hari hari hari hari SPM PAPDI Penisilin Kloramfenikol Sefalosporin Kombinasi : Penisilin - Sefalosporin Penisilin - Kloramfenikol Kloramfenikol - Sefalosporin Pada tabel 7 dapat diketahui bahwa lama pemberian antibiotika di rumah sakit tidak dapat diketahui kesesuaiannya dengan SPM RS maupun dengan SPM PAPDI karena lama pemberian antibiotika di rumah sakit tidak bisa menggambarkan durasi pengobatan yang sebenarnya dari seluruh antibiotika yang diberikan, sebab mungkin saja terdapat pasien yang menerima terapi antibiotika rawat jalan saat pasien diperbolehkan pulang.

41 26 Dalam penelitian ini lama pemberian antibiotika dihitung sesuai dengan lama pemberian yang tercatat dalam rekam medik. Padahal sebagian besar rekam medik dalam penelitian ini tidak menyebutkan antibiotika yang dibawa pulang oleh pasien. Menurut Tan&Rahardja (2002 : 85), bahwa antibiotika resisten pada kurun waktu kurang dari 2 minggu karena jika digunakan lebih dari 2 minggu akan menimbulkan efek yang membahayakan bagi kesehatan. Untuk antibiotika penisilin menurut tabel 7 dengan jumlah pasien 31 dengan persentase sebesar 28,18% semuanya sudah sesuai dengan batas waktu resistensi. Sedangkan untuk antibiotika kloramfenikol dengan jumlah pasien 5 (4,27%), serta antibiotika sefalosporin dengan jumlah pasien sebanyak 58 (49,57%) sudah sesuai dengan batas waktu resistensi. Apabila lama pemberian antibiotika kiurang dari waktu yang ditentukan (batas minimal yang ada pada standar) maka akan terjadi kegagalan pengobatan, adanya bakteri resisten terhadap obat antibiotika tersebut, bahkan dapat lebih bahaya lagi yaitu terjadinya efek samping obat yang merugikan. 4. Interaksi Obat Interaksi obat yang terjadi pada pasien demam tifoid ini dapat terjadi antara antibiotika dengan antibiotika yang lainnya maupun antar antibiotika dengan obat lain yang bukan antibiotika yang digunakan dalam waktu yang bersamaan dalam kurun waktu 24 jam. Tabel 8. Data interaksi obat antara antibiotika dengan obat yang lain pada data rekam medik di RSUD Purbalingga tahun 2009 No Antibiotika x Obat Lain Signifikansi 1 Penisilin x Kloramfenikol 4 2 Kloramfenikol x PCT 5 Data yang diperoleh menunjukkan bahwa interaksi yang terjadi antara antibiotika dengan obat yang lain terjadi pada penisilin dengan kloramfenikol yang termasuk dalam signifikansi 4 artinya interaksi berat / berbahaya sampai sedang dengan data kejadiann yang sangat terbatas.

42 27 Penggunaaan antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dapat menimbulkan efek yang tidak akan terlihat sampai obat diberikan dalam jangka waktu berhari-hari atau berminggu-minggu akan tetapi efek potensialnya akan membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen (Tatro, 2001 : 932). Penggunaan antibiotika penisilin dengan kloramfenikol dapat meningkatkan efek penisilin berkurang, akibatnya infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan (Harkness, 1989 : 209). Mekanisme yang terjadi tidak pasti karena belum terbukti dalam penelitian. Untuk interaksi obat antara kloramfenikol dengan PCT (Asetaminofen) termasuk dalam signifikansi 5 artinya interaksi tidak berbahaya ( ringan ) dan beberapa interaksi ini belum teruji secara klinis (Tatro, 2001 : 297). Mekanismenya tidak diketahui secara pasti dan efeknya tidak akan terlihat sampai jangka waktu berhari-hari atau berminggu-minggu. Selain itu efek potensial yang ditimbulkan juga ringan akan tetapi tidak mempengaruhi signifikansi terhadap efek obat yang diinginkan. Namun penggunaan kedua obat tersebut harus selalu dipantau sehingga tidak terjadi efek yang sangat merugikan.

43 28 BAB V KESIMPULAN A. Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotika pada pasien pediatric penderita demam tifoid di instalasi rawat inap RSUD Purbalingga tahun 2009 sebagai berikut : 1. Karakteristik kasus terbanyak pasien pediatri penderita demam tifoid berdasarkan umur adalah pada umur 2 12 tahun ( anak-anak ) yaitu sebanyak 106 pasien dengan persentase sebesar 90,6%, sedangkan untuk karakteristik kasus terbanyak berdasarkan jenis kelamin yaitu pada jenis kelamin sebanyak 68 pasien dengan persentase sebesar 58,12%. 2. Keseuaian jenis antibiotika berdasarkan SPM RSUD Purbalingga dengan jumlah persentase kesesuaian sebesar 30,77 %, sedangkan untuk kesesuaian jenis antibiotika berdasarkan SPM PAPDI dengan jumlah persentase sebesar 80,34 %. 3. Kesesuaian dosis antibiotika berdasarkan SPM RS dengan jumlah persentase kesesuaian sebesar 64,95 %, sedangkan untuk kesesuaian dosis antibiotika berdasarkan SPM PAPDI dengan jumlah persentase sebesar 67,42 %. 4. Kesesuaian lama pemberian berdasarkan SPM RS dan SPM PAPDI tidak dapat dianalisis karena tidak dicantumkan dalam SPM tersebut. 5. Interaksi obat yang terjadi yaitu antara penisilin dengan kloramfenikol dan antara kloramfenikol dengan PCT ( Asetaminofen ). B. Saran Demi perbaikan dan peningkatan bidang kesehatan pada umumnya, dan bidang pengobatan pada khususnya, maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Untuk Rumah Sakit Umum Daerah ( RSUD ) Purbalingga, sebaiknya data rekam medik disajikan lebih baik lagi sehingga para peneliti mudah untuk mengambil data yang diperlukan. 28

44 29 2. Untuk petugas kesehatan diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pada standar yang ada supaya terjadi peningkatan yang lebih baik terhadap kesesuaian pengobatan dengan standar terapi yang ada. 3. Dikarenakan keterbatasan penulis, dalam penulisan skripsi ini mempunyai banyak kekurangan diharapkan dapat membangkiykan ideide baru tentang penelitian evaluasi penggunaan antibiotika pada pasien pediatri penderita demam tifoid yang lebih kompleks sehingga dapat meningkatkan dalam penanganan kasus demam tifoid.

45 30 DAFTAR PUSTAKA Anonim Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid II. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Anonim British National Formulary. Germany : GGP Media GmbH. Anonim Standar Pelayanan Medik RSUD Purbalingga. Purbalingga : RSUD. Aziz, R Standar Pelayanan Medik Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI). Jakarta: PAPDI. Harkness, R Interaksi Obat. Bandung : Penerbit ITB Joenoes, Nanizar ARS PRESCRIBENDI Resep yang Rasional Edisi 3. Surabaya : Airlangga University Press. Juwono, P Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Katzung, B.G Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi III. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. Mansjoer, Arif Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mutschler, E Dinamika Obat ( Buku Ajar Farmakologi & Toksikologi ). Bandung : Penerbit ITB. Nawawi, H Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta : UGM Press. Siregar, P.J.T Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Tatro, D.S Drug Interaction, Factor and Comparisons. California : A Walter Klower Company. Tan, H.T., dan Rahardja, K Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek Sampingnya Edisi IV. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. 30

46 31 DEMAM TIFOID RSUD PURBALINGGA Tanggal Terbit : 2 Januari 2009 No. Revisi : 1 Hal : 1 / 2 1. Nama Penyakit : Demam Tifoid 2. Kriteria Diagnosis : Anamnesis Panas lebih 7 hari, terus-menerus tinggi terutama malam hari Gejala GIT : mual, muntah, diare, obstipasi, kembung Pemeriksaan fisik Kesadaran menurun, mengigau Hepatomegali, splenomegali Lidah kotor tepi hiperemis 3. Diagnosa Banding Malaria ISK 4. Pemeriksaan Penunjang : Laboratorium Darah : AL, Diff Tell, Hb, Widal, Biakan kuman Urin lengkap, biakan kuman Faeces Lengkap, Biakan kuman 5. Konsultasi : Spesialis Bedah (Bila ada komplikasi) 6. Perawatan RS : Rawat Inap 7. Terapi :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DEMAM TIFOID 1. Definisi Tifus abdominalis (demam tifoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia demam tifoid sering disebut dengan penyakit tifus. Penyakit ini biasa dijumpai di daerah sub tropis terutama di daerah dengan sumber mata air yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi saluran napas disusul oleh infeksi saluran cerna. 1. Menurut World Health Organization (WHO) 2014, demam tifoid BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar tidak saja di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Selain virus sebagai penyebabnya,

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Interaksi Obat Interaksi obat adalah peristiwa dimana aksi suatu obat di ubah atau dipengaruhi oleh obat lain yang di berikan bersamaan. Interaksi obat terjadi jika suatu obat

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Tahun 201 ISBN: 978-602-196-2-8 Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN SKRIPSI EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS SLAMET RIYADI SURAKARTA TAHUN 2010-2011 SKRIPSI Oleh : AMILIA FITRIANGGRAINI K 100080186 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI

EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN NASKAH PUBLIKASI EVALUASI POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RS X TAHUN 2010-2011 NASKAH PUBLIKASI Oleh : AMILIA FITRIANGGRAINI K 100 080 186 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Advisedly, Tarigan A, Masykur-Berawi M. Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Drug Related Problems (DRPs) merupakan penyebab kurangnya kualitas pelayanan rumah sakit yang didefinisikan sebagai kejadian tidak diinginkan yang menimpa pasien yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan

I. PENDAHULUAN. besar di Indonesia, kasus tersangka tifoid menunjukkan kecenderungan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan salah satu penyakit yang masih mengancam kesehatan masyarakat di Indonesia. Di Indonesia, penyakit ini bersifat endemik dan merupakan masalah kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid (enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut pada saluran cerna yang disebabkan oleh bakteri gram negatif Salmonella enterica serotipe Typhi. Bila

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014 RASIONALITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI RSUD UNDATA PALU TAHUN 2012 Puspita Sari*, Oktoviandri Saputra** * Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

* Dosen FK UNIMUS. 82

* Dosen FK UNIMUS.  82 Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Unit Rawat Inap Bagian Anak dan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Periode Januari Desember 2004 Drug Use Evaluation of Adults and Children

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.08 No. 01 April 2011 ISSN

PHARMACY, Vol.08 No. 01 April 2011 ISSN EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK TERHADAP PASIEN ANAK PENDERITA DEMAM TIFOID DI RUMAH SAKIT WIJAYAKUSUMA PURWOKERTO TAHUN 2009 Muhammad Abbas Rifa`i, Sudarso, Anjar M.K. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid adalah suatu penyakit infeksi sistemik bersifat akut pada usus halus yang disebabkan oleh Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi) (Kidgell

Lebih terperinci

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN ABSTRAK KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN Riska Ramdaniyah 1 ; Ratih Pratiwi Sari 2 ; Erwin Fakhrani 3 Ketepatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Farmakoekonomi juga didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis dari biaya terapi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Farmakoekonomi Farmakoekonomi adalah ilmu yang mengukur biaya dan hasil yang diperoleh dihubungkan dengan penggunaan obat dalam perawatan kesehatan (Orion, 1997). Farmakoekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Demam tifoid adalah salah satu infeksi yang terjadi di usus halus dan banyak terjadi di negara yang beriklim tropis. persamaan demam tifoid masyarakat umum biasa menyebutnya

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP PENDERITA DEMAM TIFOID DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE 2008 SKRIPSI Oleh : ISMIATI WULANDARI K 100 050 240 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik

Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Jangan Sembarangan Minum Antibiotik Beragamnya penyakit infeksi membuat kebanyakan orang segera berobat ke dokter meski hanya penyakit ringan. Rasanya tidak puas jika dokter tidak memberi obat apapun dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Antibiotika merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia. Tahun 2006, World Health Organization melaporkan lebih dari seperempat anggaran Rumah Sakit

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007

PHARMACY, Vol 05 No 01 April 2007 POLA PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PNEUMONIA BALITA PADA RAWAT JALAN PUSKESMAS I PURWAREJA KLAMPOK KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2004 Indri Hapsari dan Ika Wahyu Budi Astuti

Lebih terperinci

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA

INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA INTISARI TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA DALAM PENGGUNAAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA PASIEN BALITA DI PUSKESMAS SUNGAI KAPIH SAMARINDA Ruli Yanti ¹; Amaliyah Wahyuni, S.Si, Apt ²; drg. Rika Ratna Puspita³

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS

DRUG RELATED PROBLEMS DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM ISLAM KUSTATI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: AMALIA FATIMAH K 100 040 178 FAKULTAS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi.

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam Typhoid atau Typhus Abdominalis adalah suatu infeksi akut yang terjadi pada usus kecil yang disebabkan oleh kuman Salmonella Typhi. Typhi dengan masa tunas 6-14

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

OBAT SALAH, KETIDAKTEPATAN DOSIS DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PNEUMONIA PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD

OBAT SALAH, KETIDAKTEPATAN DOSIS DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PNEUMONIA PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMs KATEGORI OBAT SALAH, KETIDAKTEPATAN DOSIS DAN INTERAKSI OBAT PADA PASIEN PNEUMONIA PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir, biaya pelayanan kesehatan dirasakan semakin meningkat sebagai akibat dari berbagai faktor. Dilain pihak biaya yang tersedia untuk kesehatan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010

PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010 Seminar Hasil-Hasil Penelitian LPPM UNIMUS 2012 ISBN : 978-602-18809-0-6 PEMAKAIAN ANTIBIOTIK PADA KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE ANAK DI RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG TAHUN 2010 Afiana Rohmani* dan Merry

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DENGAN DIARE AKUT DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD Dr. MOEWARDI PERIODE SEPTEMBER-DESEMBER 2015 SKRIPSI Oleh : CANTIKA NUKITASARI K100130065 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN

PHARMACY, Vol.13 No. 02 Desember 2016 ISSN EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PENGOBATAN PENDERITA PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG PERIODE JANUARI JUNI 2015 EVALUATION OF ANTIBIOTIC USE AT CHILDRENS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan masalah terbanyak yang dihinggapi oleh negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Jumlah korban yang meninggal karena infeksi masih

Lebih terperinci

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3 INTISARI GAMBARAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUANG DAHLIA (PARU) DENGAN DIAGNOSIS TB PARU DENGAN ATAU TANPA GEJALA HEMAPTO DI RSUD ULIN BANJARMASIN PADA TAHUN 2013 Ari Aulia Rahman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. subtropis terutama di negara berkembang dengan kualitas sumber air yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan.demam tifoid dapat dijumpai secara luas di daerah tropis dan subtropis terutama

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si

ABSTRAK. Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli, dr, M.Kes Pembimbing II : Fanny Rahardja, dr, M.Si ABSTRAK Gambaran Leukosit dan Hitung Jenis pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid dengan Gall Culture Positif di RS Immanuel periode Januari 2007 Juni 2008 Billy Lesmana, 2009; Pembimbing I : Lisawati Sadeli,

Lebih terperinci

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat (Antibiotic prescription of children outpatient in BLUD RS Ratu Zalecha Martapura:

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ABSTRAK Maria Roberty Tressy Da Helen Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik

BAB I PENDAHULUAN. Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah biaya kesehatan sejak beberapa tahun ini telah banyak menarik perhatian. Sementara itu sesuai dengan kebijakan pemerintah, tenaga kesehatan diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42

INTISARI. Kata Kunci : Antibiotik, ISPA, Anak. Muchson, dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten 42 KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK PENDERITA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI INSTALASI RAWAT JALAN RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU MUCHSON, YETTI OKTAVIANINGTYAS K, AYU WANDIRA INTISARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi merupakan penyakit infeksi sistemik, bersifat endemis dan masih menjadi masalah kesehatan penting di banyak negara

Lebih terperinci

SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus HASIL ISOLASI SPUTUM PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KEMBARAN I KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK

SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus HASIL ISOLASI SPUTUM PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KEMBARAN I KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK 1 SENSITIVITAS BAKTERI Staphylococcus aureus HASIL ISOLASI SPUTUM PENDERITA ISPA DI PUSKESMAS KEMBARAN I KABUPATEN BANYUMAS TERHADAP BEBERAPA ANTIBIOTIK PURWI LISTANTI 0808010070 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO Siti Nurmanti Badu, Teti Sutriyati Tuloli, Nurain Thomas *) *) Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak

Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak Analisis Efektivitas Seftriakson dan Sefotaksim pada Pasien Rawat Inap Demam Tifoid Anak di RSUD Sultan Syarif Mohamad Alkadrie Kota Pontianak 1 Gina Hamu Rizka, 2 Esy Nansy, 2 Ressi Susanti 1 Prodi Farmasi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi penyakit multisistemik yang disebabkan oleh kuman Salmonella 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Typhoid Abdominalis atau sering disebut Thypus Abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit multisistemik

Lebih terperinci

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi.

dalam terapi obat (Indrasanto, 2006). Sasaran terapi pada pneumonia adalah bakteri, dimana bakteri merupakan penyebab infeksi. BAB 1 PENDAHULUAN Infeksi pada Saluran Nafas Akut (ISPA) merupakan penyakit yang umum terjadi pada masyarakat. Adapun penyebab terjadinya infeksi pada saluran nafas adalah mikroorganisme, faktor lingkungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Demam Tifoid a. Definisi Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid termasuk dalam 10 besar masalah kesehatan di negara berkembang dengan prevalensi 91% pada pasien anak (Pudjiadi et al., 2009). Demam tifoid merupakan penyakit

Lebih terperinci

ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER

ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER ANALISIS GEJALA EFEK SAMPING AMINOFILLIN PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT PARU JEMBER SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD BANJARNEGARA

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD BANJARNEGARA HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD BANJARNEGARA Oleh : DEVIANI RETNO PALUPI 0611020025 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y DENGAN GASTRITIS EROSIF DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y DENGAN GASTRITIS EROSIF DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. Y DENGAN GASTRITIS EROSIF DI RUANG BOUGENVILE RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANYUMAS TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat mencapai derajat Ahli Madya Oleh : WISNU DWI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Subyek Penelitian 1. Distribusi pasien yang terdiagnosa diare anak Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pasien anak dengan diagnosa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 4.1 Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di apotek Mega Farma Kota Gorontalo pada tanggal 30 Mei-29 Juni tahun 2013. Dengan menggunakan tehnik accidental sampling,

Lebih terperinci

HIPERTERMIA PADA An. A DENGAN FEBRIS TYPHOID DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

HIPERTERMIA PADA An. A DENGAN FEBRIS TYPHOID DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA 1 HIPERTERMIA PADA An. A DENGAN FEBRIS TYPHOID DI RUANG CEMPAKA RSUD dr. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi sebagai syarat mencapai derajat Ahli Madya Oleh : NUR

Lebih terperinci

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN

ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN PASIEN GASTRITIS TERHADAP PENGGUNAAN TERAPI KOMBINASI RANITIDIN DAN ANTASIDA DI PUSKESMAS S. PARMAN BANJARMASIN Deisy Octaviani 1 ;Ratih Pratiwi Sari 2 ;Soraya 3 Gastritis merupakan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR.MOEWARDI SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: TOUDA KURNIA ANDRIYA K 100 040 180 FAKULTAS

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI JUNI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP. PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JULI 2013 - JUNI 2014 Fahijratin N.K.Mantu 1), Lily Ranti Goenawi 1),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik diperkotaan maupun di pedesaan. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH. PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo

KARYA TULIS ILMIAH. PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo KARYA TULIS ILMIAH PENGETAHUAN PASIEN TYPHOID ABDOMINALIS TENTANG DIET TYPHOID ABDOMINALIS di Rumah sakit Kabupaten Ponorogo Oleh: SITI ROKAYAH NIM: 11612092 PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PROFILAKSIS PADA PASIEN BEDAH APENDISITIS DI RSUD PEKANBARU PADA TAHUN 2010 SKRIPSI Oleh: REVTY AMELIA K100070004 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE

ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE ABSTRAK GAMBARAN PENDERITA ARTRITIS GOUT DI RUMAH SAKIT IMMANUEL PERIODE 2012-2014 Darrel Ash - Shadiq Putra, 2015. Pembimbing I : Budi Liem, dr., M.Med dan Pembimbing II : July Ivone, dr.,mkk.,mpd.ked

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Ciri-ciri Salmonella sp. Gambar 1. Mikroskopis kuman Salmonella www.mikrobiologi Lab.com) sp. (http//. Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora,

Lebih terperinci

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR ABSTRAK PROFIL PEMBERIAN ANTIBIOTIK DAN PERBAIKAN KLINIS DEMAM PADA PASIEN ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI RSUP SANGLAH DENPASAR Demam tifoid merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena insiden demam tifoid

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau

BAB I PENDAHULUAN. Salmonella typhi, suatu bakteri gram-negative. Demam tifoid (typhoid fever atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit menular masih merupakan salah satu masalah kesehatan utama di negara berkembang termasuk di Indonesia. Penyakit menular ini terkait erat dengan

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI

DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI DRUG RELATED PROBLEMS KATEGORI DOSIS LEBIH, DOSIS KURANG, DAN OBAT SALAH DI INTENSIVE CARE UNIT RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA PERIODE TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ARI TYAS UTAMININGSIH K 100 040 176 FAKULTAS

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI

EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA DIARE AKUT PEDIATRI TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Ahli Madya D3 Farmasi Diajukan oleh : Bekti Handayani M3513013 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

PEMBUATAN KUESIONER STANDAR UNTUK MENILAI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

PEMBUATAN KUESIONER STANDAR UNTUK MENILAI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK 1 PEMBUATAN KUESIONER STANDAR UNTUK MENILAI STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK DIKI KURNIAWAN 0708010058 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO PURWOKERTO 2012 PEMBUATAN KUESIONER STANDAR

Lebih terperinci

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014

RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014 RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA PERIODE JANUARI - DESEMBER 2014 TUGAS AKHIR Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid

BAB I PENDAHULUAN. dapat menurunkan tingkat kesadaran (Rahmatillah et al., 2015). Demam tifoid BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit demam tifoid merupakan infeksi akut pada usus halus dengan gejala demam lebih dari satu minggu, mengakibatkan gangguan pencernaan dan dapat menurunkan

Lebih terperinci

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was

Sikni Retno Karminigtyas, Rizka Nafi atuz Zahro, Ita Setya Wahyu Kusuma. with typhoid fever in inpatient room of Sultan Agung Hospital at Semarang was THE EVALUATION OF THE ACCURACY OF THE DOSE OF ANTIBIOTICS IN CHILDREN WITH TYPHOID FEVER IN INPATIENT INSTALLATION AT SULTAN AGUNG HOSPITAL SEMARANG AND AT NU ISLAMIC HOSPITAL DEMAK IN 2015 Sikni Retno

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. PENGUMPULAN/PENYAJIAN DATA DASAR SECARA LENGKAP Pengumpulan dan penyajian data penulis lakukan pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 15.00 WIB,

Lebih terperinci