KAJIAN AWAL ESTIMASI KERUGIAN FISIK AKIBAT AMBLESAN TANAH DI KOTA SEMARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN AWAL ESTIMASI KERUGIAN FISIK AKIBAT AMBLESAN TANAH DI KOTA SEMARANG"

Transkripsi

1 ABSTRAK KAJIAN AWAL ESTIMASI KERUGIAN FISIK AKIBAT AMBLESAN TANAH DI KOTA SEMARANG Dwi Sarah 1, Nugroho Aji Satriyo 1, Asep Mulyono 2, dan Eko Soebowo 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang, Bandung UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana LIPI, Liwa, Lampung Barat sarahpr28@gmail.com Amblesan tanah merupakan bencana yang berlangsung lambat dan hingga sekarang masih terjadi di daerah pesisir Kota Semarang sejak tahun 1980-an. Proses amblesan tanah terjadi bertahap meliputi daerah yang luas dan belum sepenuhnya disadari masyarakat meskipun dampakdampaknya sudah terlihat jelas seperti banjir rob, kerusakan pada bangunan, jalan, jembatan, daerah industri dan kehilangan tempat tinggal. Tipikal bencana amblesan tanah berdampak pada kerugian material dibandingkan dengan kerugian jiwa. Meskipun kerugian yang disebabkan bencana ini terlihat jelas, namun belum ada tindak lanjut khusus untuk mengurangi dampak-dampaknya. Kurangnya kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan dapat menunjukkan kurangnya pengetahuan mengenai proses dan mekanisme amblesan tanah dan juga besarnya kerugian ekonomi yang disebabkan oleh amblesan ini. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk memberikan informasi berapa besar biaya ekonomis yang disebabkan oleh kerugian dan kerusakan fisik akibat amblesan tanah di Kota Semarang. Kerusakan fisik ini dibatasi berupa kerusakan jalan, jembatan, rumah dan bangunan. Metode penelitian meliputi penyelidikan lapangan, kompilasi data-data sekunder, analisis biaya kerugian akibat kerusakan fisik dan zonasi daerah berdasarkan tingkat kerusakan dan estimasi biayanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zonasi tersebut berhubungan dengan tingkat laju amblesan dan estimasi harga kerugian dapat mencapai ±3,5 triliun Rupiah. Kata kunci: amblesan tanah, Semarang, kerusakan fisik, biaya ekonomis ABSTRACT Land subsidence is a slow, on-going hazard currently experienced in the coastal area of Semarang city since the 1980s. The gradual and widespread nature of this downward movement of is seldom recognized by people although the impacts are clearly visible such as regular coastal floodings, damages to buildings, roads, bridges, industrial estates, and loss of homes. The land subsidence is typically more hazardous to property than to life. Although the damages due to land subsidence are widely visible, no specific actions have been imposed to mitigate the impacts. The lack of awareness of the public and stakeholders could be attributed to the insufficient knowledge regarding the land subsidence process and mechanism and also the magnitude of the economic impacts due to subsidence. This paper aims to provide preliminary assessment of physical damage costs due to land subsidence in Semarang city. The physical damages are limited to roads, bridges, houses and buildings. Study methods included field survey, compilation of secondary data, analysis of physical damage economic costs and zonation of physically damaged area and its corresponding costs. Study results showed that the zones are strongly related to the land subsidence rate and the total costs could reach 3.5 trillion Rupiah. Keywords: land subsidence, Semarang, physical damage, economic cost PENDAHULUAN Bencana amblesan tanah dengan laju yang lambat saat ini sedang berlangsung di wilayah pesisir kota Semarang dan telah dirasakan sejak tahun 1980an (Marfai dan King, 2008). Sifat amblesan tanah yang lambat, bertahap dan meluas membuat bencana ini jarang dikenali dan disadari oleh masyarakat, walaupun dampaknya telah tampak nyata seperti banjir pesisir (rob), kerusakan 37

2 ISBN: bangunan, jalan, kawasan industri dan lainnya (Abidin dkk.,2013; Marfai dan King, 2008; Arbiyakto dan Kadaryanto, 2002). Kota Semarang terletak di pesisir utara Pulau Jawa, antara LS and BT, terdiri dari topografi dataran di utara dan perbukitan di selatan. Daerah amblesan tanah berada pada daerah dataran (Gambar 1). Pemantauan amblesan tanah telah dilakukan menggunakan berbagai metode seperti GPS (Abidin dkk., 2013), PSI (persistent scatter interferometry (Kuehn dkk., 2009), citra satelit InSAR (Lubis dkk., 2011) dan sifat datar (Tobing dkk., 2000). Hasil pemantauan menunjukkan bahwa laju amblesan tanah bervariasi secara spasial 1 - >8 cm/tahun semakin besar ke arah timur-timurlaut. Amblesan tanah disebabkan oleh kombinasi faktor konsolidasi alami, pengambilan airtanah berlebihan dan beban bangunan (Sarah dkk., 2013) (Gambar 1). Dataran Semarang berupa endapan aluvium yang berumur Holosen (Thaden dkk., 2001) secara alamiah rawan amblesan. Adanya beban permukaan (reklamasi dan bangunan), maka meningkatkan tegangan efektif bawah permukaan dan mempercepat laju amblesan tanah. Gambar 1. Lokasi studi, distribusi laju dan faktor pengaruh amblesan tanah Bencana amblesan tanah mempunyai tipikal lebih berbahaya terhadap properti dibandingkan jiwa, walaupun bencana amblesan ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti gangguan kesehatan masyarakat akibat sanitasi yang buruk disebabkan oleh kerusakan saluran drainase dan banjir. Dalam studi bencana, kerusakan akibat bencana diperlukan untuk mengetahui kebutuhan mendesak bagi korban sehingga material dan sumberdaya lainnya yang dibutuhkan dan kelayakan struktur bangunan yang dapat digunakan dapat segera diidentifikasi (McEntire 2002) dan juga membantu menentukan daerah bahaya serta faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan bencana (McEntire dan Cope 2004). Studi yang berkaitan dengan kerusakan akibat bencana amblesan tanah di Kota Semarang telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Arbiyakto dan Kadaryanto (2002) menyatakan bahwa amblesan tanah di Kelurahan Tanjung Mas telah menyebabkan penduduk setempat untuk menaikkan 38

3 permukaan tanah (mengurug) setinggi 15 cm/tahun, kehilangan keseluruhan struktur bangunan dalam tahun dan penggantian perabotan rumah tangga setiap tiga tahun sekali. Arbiyakto dan Kadaryanto (2002) juga mencatat dampak psikologis akibat amblesan tanah berupa perasaan tidak aman, ketakutan bahwa banjir bisa datang menggenangi rumah mereka setiap saat. Marfai dan King (2008) menghitung potensi kerugian akibat genangan banjir pesisir (rob) yang disebabkan oleh kenaikan muka airlaut akibat amblesan tanah dan perubahan iklim. Genangan setinggi 120 cm berpotensi menyebabkan kerugian 1,812.8 juta Euro dan genangan setinggi 180 cm berpotensi menyebabkan kerugian 2,330.8 Euro. Perhitungan potensi kerugian ekonomis pada studi Marfai dan King (2008) sangat bergantung pada model dugaan tinggi dan luas genangan yang pada kenyataannya tidak selalu seragam. Abidin dkk (2013) mengidentifikasi lokasi kerusakan akibat amblesan tanah berupa lokasi banjir, retakan bangunan, bangunan miring dan rusak, kombinasi rumah rusak dan kebanjiran dan kerusakan infrastruktur (jalan dan jembatan). Meskipun kerugian akibat amblesan tanah terlihat nyata, namun belum ada tindak lanjut khusus yang dilakukan untuk mengurangi dampak-dampaknya. Kurangnya kesadaran masyarakat dan pemangku kepentingan disebabkan oleh kurangnya pengetahuan mengenai mekanisme amblesan serta besarnya dampak ekonomi akibat amblesan tanah. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi berapa besar biaya kerugian ekonomis yang disebabkan oleh kerusakan fisik akibat amblesan tanah di Kota Semarang. Kerusakan fisik pada studi ini dibatasi berupa kerusakan jalan, jembatan,saluran/kanal, rumah dan bangunan di zona amblesan tanah. METODE Metode penelitian meliputi kompilasi data-data sekunder, survei lapangan, analisis biaya kerugian akibat kerusakan fisik dan zonasi daerah berdasarkan tingkat kerusakan dan estimasi biayanya. Survei lapangan dilakukan untuk mengidentifikasi titik lokasi jalan, jembatan, rumah dan bangunan yang mengalami kerusakan akibat amblesan tanah. Data hasil survei lapangan kemudian dikombinasikan dengan data sekunder (Abidin dkk, 2013; Arbiyakto dan Kadaryanto,2002; peta tata guna lahan dan citra Google Earth) untuk membuat peta sebaran kerusakan fisik dan perhitungan luasan terdampak; selanjutnya dilakukan analisis kerugian ekonomi dengan mengalikan luas zona terdampak dengan nilai unit kerugiannya (Gambar 2). 39

4 ISBN: Gambar 2. Diagram alir metode penelitian Analisis kerugian ekonomis dilakukan dengan menghitung biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan bangunan dan infrastruktur yang rusak akibat amblesan tanah. Prakiraan estimasi harga kerugian mengacu pada satuan biaya perencanaan Bappenas untuk Provinsi Jawa Tengah (2000) dan Provinsi DKI Jakarta (2013). Identifikasi kerusakan dan satuan biaya kerugian yang diestimasi adalah sebagai berikut : Tabel 1. Satuan biaya pekerjaan berdasarkan satuan biaya perencanaan Bappenas untuk Provinsi Jawa Tengah (2000) dan Provinsi DKI Jakarta (2013) No Pekerjaan Satuan biaya (Rp) 1 Pemeliharaan jalan rutin 120,000/ m 2 2 Pembangunan jembatan/kanal 1,500,000/ m 2 3 Harga pembangunan gedung 851,000/ m 2 4 Harga pembangunan gedung tidak bertingkat 739,000/ m 2 5 Harga pembangunan rumah sederhana 687,000/m 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil survei lapangan menunjukkan kerusakan bangunan dan infrastruktur di seluruh zona amblesan (Gambar 3 dan 4), antara lain berupa: - Banjir pesisir (rob) yang terjadi secara rutin di Pasar Johar, Pelabuhan, Terboyo, Madukoro, Kaligawe. - Penurunan badan jalan raya yang memerlukan aktivitas pengurugan tanah rutin tiap tahun - Amblesan pada landasan dan hanggar bandara Ahmad Yani - Kerusakan drainase dan pipa PDAM di kawasan Semarang Utara - Kegagalan pondasi : patahnya pondasi tiang pancang di daerah Pelabuhan Tanjung Mas; amblasnya pondasi plat penuh dan tiang pancang di Rusun Bandarharjo 40

5 - Bangunan retak dan menghilangnya struktur bangunan (ambles) di daerah Semarang Utara, Madukoro, Masjid Agung Propinsi, kawasan industri Kaligawe, Terboyo, Kuningan, Poncol, dan lain-lain. Gambar 3. Identifikasi dampak amblesan tanah di Kota Semarang berupa banjir rob Gambar 4. Identifikasi dampak amblesan tanah di Kota Semarang berupa kerusakan bangunan Peta sebaran kerusakan fisik pada bangunan dan infrastruktur di zona amblesan tanah kota Semarang terlihat pada Gambar 5. 41

6 ISBN: Gambar 5. Peta sebaran kerusakan fisik di zona amblesan tanah Kota Semarang Hasil perhitungan estimasi kerugian fisik untuk masing- masing zona amblesan tercantum pada Tabel 2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa estimasi nilai kerugian fisik untuk masing-masing zona bervariasi terbesar pada zona amblesan 6-8 cm/tahun dan >8 cm/tahun. Nilai kerugian pada zona amblesan tanah 6-8 cm/tahun lebih besar daripada zona amblesan >8 cm/tahun disebabkan tata guna lahan di zona ini yang lebih padat. Total estimasi harga kerugian dapat mencapai 3,5 triliun Rupiah. Studi serupa mengenai estimasi kerugian ekonomi akibat amblesan tanah di Cekungan Bandung telah dilakukan oleh Gumilar (2013). Gumilar menghitung perkiraan kerugian yang disebabkan oleh dampak amblesan tanah tahun 2010 dengan menggunakan mengalikan jumlah area terdampak dengan nilai unit kerusakan fisik dan asumsi penyusutan aset sehingga dihasilkan estimasi kerugian total 2 trilyun Rupiah. Estimasi kerugian fisik akibat amblesan tanah di Kota Semarang merupakan studi awal dengan asumsi penyederhanaan nilai biaya kerugian (Tabel 1). Amblesan tanah di Kota Semarang meliputi area yang lebih luas dari titik-titik sebaran amblesan tanah di Cekungan Bandung, sehingga hasil kajian awal ini dapat memberikan estimasi yang dapat disebandingkan dengan kajian yang lebih komprehensif pada kasus amblesan tanah di Cekungan Bandung. 42

7 Zona amblesan tanah Tabel 2. Perhitungan estimasi kerugian fisik pada zona amblesan tanah kota Semarang Identifikasi kerusakan fisik Dimensi Harga satuan (Rp) Estimasi (Rp) Kerugian (luas/panjang) Satuan > 8cm/ tahun pemukiman 1,450,000 m2 687, ,150,000,000 gedung 11,000 m2 851,000 9,361,000,000 kanal dan jembatan 4,832 m 1,500,000 7,248,000,000 Jalan 8,995 m 190,000 1,708,989,580 Kerugian Zona amblesan > 8 cm/tahun 1,014,467,989, cm/tahun pemukiman 1,280,000 m2 687, ,360,000,000 gedung dan pemukiman 24,000 m2 739,000 17,736,000,000 gedung 85,000 m2 851,000 72,335,000,000 bangunan industri 450,500 m2 739, ,919,500,000 bangunan pelabuhan 65,900 m2 1,500,000 98,850,000,000 jalan 8,760 m 120,000 1,051,200,000 Kerugian Zona amblesan 6-8 cm/tahun 1,402,251,700, cm/tahun pemukiman 153,100 m2 687, ,179,700,000 gedung dan pemukiman 200,000 m2 739, ,800,000,000 gedung 250,600 m2 851, ,260,600,000 bangunan industri 184,800 m2 739, ,567,200,000 jembatan 33 m 1,500,000 49,545,000 jalan 2,084 m 120, ,110,720 Kerugian Zona amblesan 4-6 cm/tahun 603,107,155, cm/tahun pemukiman 34,300 m2 687,000 23,564,100,000 gedung 55,400 m2 851,000 47,145,400,000 stasiun 14,000 m2 739,000 10,346,000,000 industri 380,000 m2 739, ,820,000,000 jalan 2,448 m 120, ,760,000 Kerugian Zona amblesan 2-4 cm/tahun 362,169,260, cm/tahun pemukiman 250,900 m2 687, ,368,300,000 KESIMPULAN gedung dan pemukiman 6,300 m2 739,000 4,655,700,000 gedung 27,500 m2 851,000 23,402,500,000 jembatan 20 m 1,500,000 30,000,000 Kerugian Zona amblesan 0-2 cm/tahun 200,456,500,000 Total Kerugian 3,582,452,605,300 Amblesan tanah di Kota Semarang telah menimbulkan berbagai dampak kerugian fisik yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Hingga saat ini belum ada upaya khusus untuk mengurangi/menghentikan laju amblesan tanah. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap mekanisme dan dampak amblesan tanah ini diduga menjadi faktor penting, khususnya terkait dampak kerugian ekonomis yang diderita. Kajian awal estimasi kerugian fisik akibat amblesan tanah Kota Semarang menunjukkan bahwa besaran nilai kerugian berhubungan dengan tingkat laju amblesan tanah. Semakin besar laju amblesan kerugian yang ditimbulkan semakin besar, kecuali 43

8 ISBN: pada zona laju amblesan tanah >8 cm/tahun tingkat kerugian lebih kecil dari zona amblesan 6-8 cm/tahun yang memiliki tataguna lahan lebih padat. Nilai kerugian total akibat kerusakan fisik dapat mencapai 3,5 trilyun Rupiah. Kajian awal ini dapat memberikan estimasi yang dapat disebandingkan dengan kajian yang lebih komprehensif pada kasus amblesan tanah di Cekungan Bandung. UCAPAN TERIMAKASIH Penelitian ini merupakan bagian dari hasil penelitian " Kajian Geologi Teknik Amblesan Tanah (land subsidence) di Kota Semarang" pada program DIPA Kompetitif Sub Kegiatan Kebencanaan dan Lingkungan Tahun Anggaran Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI dan seluruh pihak yang membantu kelancaran penelitian. DAFTAR PUSTAKA Abidin, H.Z., Andreas, H., Gumilar, I., Sidiq, T. P., dan Fukuda, Y. (2013): Land subsidence in coastal city of Semarang (Indonesia): Characteristics, impacts and causes. Geomatics, Natural Hazards and Risk v.4 no. 3, p DOI: / Arbiyakto, D. Dan Kadaryanto, D. (2002): Identifikasi Pengukuran Kerugian Fisik Bangunan Rumah dan Kerugian Sosial Penduduk Kawasan Pantai Kota Semarang. Prosiding Seminar Dampak Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia. Bandung Maret Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Badan Penelitian dan Pengembangan Kimpraswil. Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman. Bappeda DKI Jakarta (2013). Perkiraan dan Referensi Harga Satuan Perencanaan. Diakses : 25 Juni 2014 Bappenas (2000). Pedoman harga satuan per m-2 tertinggi bangunan gedung tahun anggaran 1999/2000 kawasan tengah. satuan/pedoman-harga-satuan-per-m2-tertinggi-bangunan-gedung-negara-ta kawasan-tengah/. Diakses : 25 Juni Gumilar, I. (2013): Pemetaan Karakteristik Penurunan Muka Tanah (land subsidence) Berdasarkan Pengamatan Metode Geodetik Serta Estimasi Kerugian Ekonomi Akibat Dampak Penurunan Muka Tanah (Wilayah Studi: Cekungan Bandung). Disertasi Program Doktor Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi Bandung. Kuehn, F., Albiol,D., Cooksley, G., Duro,J., Granda, J., Haas,S., Hoffmann-Rothe,A. dan Murdohardono, D. (2009): Detection of land subsidence in Semarang, Indonesia, using stable points network (SPN) technique. Environmental Earth Sciences, DOI /s x. 44

9 Lubis, A.M., Sato,T., Tomiyama, N., Isezaki, N., Yamanokuchi, T.(2010): Ground subsidence in Semarang-Indonesia investigated by ALOS PALSAR satellite SAR interferometry. Journal of Asian Earth Sciences. Vol 4 Issue 5, Marfai, M.A. dan King, L. ( 2008): Coastal flood management in Semarang, Indonesia. Environmental Geology, vol 55, Springer, McEntire, David A Understanding and Improving Damage Assessment. IAEM Bulletin (May): 9, 12. McEntire, David A. and Jill Cope Damage Assessment After the Paso Robles (San Simeon, California) Earthquake: Lessons for Emergency Management. Quick Response Report 166, Natural Hazards Center, University of Colorado at Boulder. Sarah, D., Soebowo, E., Murdohardono, D., Mulyono,A., Satriyo, N.A. (2013). Kontribusi Faktor Penyebab Amblesan Tanah di Kota Semarang. Buku Perspektif Terhadap Kebencanaan dan Lingkungan di Indonesia Vol.2. Studi kasus dan pengurangan dampak risikonya. Editor: Herryal Z.Anwar dan Hery Harjono.Penerbit ANDIRA, 324 hal. ISBN: Thaden, R.E., Sumadirja, H., dan Richards, P.W. (1975): Peta Geologi Lembar Magelang- Semarang, Jawa. Direktorat Geologi, Bandung. Tobing, M.H.L, Syarief, E.A., dan Murdohardono, D. (2000): Penyelidikan Geologi Teknik Amblesan Daerah Semarang dan Sekitarnya, Propinsi Jawa Tengah.Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 45

PERHITUNGAN PENURUNAN TANAH LINTASAN BANDARHARJO-PONCOL, KOTA SEMARANG BERDASARKAN PERMODELAN 2 DIMENSI

PERHITUNGAN PENURUNAN TANAH LINTASAN BANDARHARJO-PONCOL, KOTA SEMARANG BERDASARKAN PERMODELAN 2 DIMENSI PERHITUNGAN PENURUNAN TANAH LINTASAN BANDARHARJO-PONCOL, KOTA SEMARANG BERDASARKAN PERMODELAN 2 DIMENSI Dwi Sarah 1, Eko Soebowo 1, Arifan Jaya Syahbana 1, Dodid Murdohardono 2, Taat Setiawan 2, Asep Mulyono

Lebih terperinci

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN

Kata kunci: Alluvial, Amblesan, Genangan, PLAXIS, GIS ISBN PENGARUH AMBLESAN TANAH (LAND SUBSIDENCE) TERHADAP PERUBAHAN LUAS GENANGAN AIR PADA DATARAN ALLUVIAL KOTA SEMARANG (STUDI KASUS : KECAMATAN SEMARANG BARAT) Muhammad Bustomi Shila Huddin 1, Pratikso 2,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup signifikan setiap tahunnya (Abidin, 2009). Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

MODEL GEOLOGI TEKNIK DAERAH AMBLESAN TANAH KOTA SEMARANG BAGIAN BARAT

MODEL GEOLOGI TEKNIK DAERAH AMBLESAN TANAH KOTA SEMARANG BAGIAN BARAT MODEL GEOLOGI TEKNIK DAERAH AMBLESAN TANAH KOTA SEMARANG BAGIAN BARAT Dwi Sarah 1, Eko Soebowo 1, Asep Mulyono 2, dan Nugroho Aji Satriyo 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI 2 UPT UPT Loka Uji Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir merupakan prioritas utama sebagai pusat pengembangan kegiatan industri, pariwisata, agribisnis, agroindustri, permukiman, transportasi, dan pelabuhan.

Lebih terperinci

ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG

ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG G.1 ANALISA GEOSPASIAL PENYEBAB PENURUNAN MUKA TANAH DI KOTA SEMARANG Bambang Darmo Yuwono 1, Hasanuddin Z.Abidin 2, Muhammad Hilmi 3 1 Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa II. TINJAUAN PUSTAKA Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa penelitian dan kajian berkaitan dengan banjir pasang antara lain dilakukan oleh Arbriyakto dan Kardyanto (2002),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi dan pembangunan yang pesat di Kota Surabaya menyebabkan perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Surabaya merupakan kota yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat dan menyumbang pendapatan Negara yang sangat besar. Surabaya juga merupakan kota terbesar kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM Kota Semarang adalah ibukota Provinsi Jawa Tengah, yang terletak di dataran pantai Utara Jawa. Secara topografi mempunyai keunikan yaitu bagian Selatan berupa pegunungan

Lebih terperinci

5.1. Area Beresiko Sanitasi

5.1. Area Beresiko Sanitasi 5.1. Area Beresiko Sanitasi Risiko sanitasi adalah terjadinya penurunan kualitas hidup, kesehatan, bangunan dan atau lingkungan akibat rendahnya akses terhadap layanan sektor sanitasi dan perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Gorontalo merupakan salah satu kota di Indonesia yang rawan terjadi banjir. Hal ini disebabkan oleh curah hujan yang tinggi berkisar antara 106 138mm/tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pada wilayah ini terdapat begitu banyak sumberdaya alam yang sudah seharusnya dilindungi

Lebih terperinci

BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta

BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta BENCANA BANJIR ROB Studi Pendahuluan Banjir Pesisir Jakarta Penulis: Dr. rer.nat. Muh Aris Marfai, M.Sc. Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Lebih terperinci

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN

PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN PEMETAAN PARTISIPATIF UNTUK ESTIMASI KERUGIAN AKIBAT BANJIR ROB DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1, Ahmad Cahyadi 2, Achmad Arief Kasbullah 3, Luthfi Annur Hudaya 4 dan Dela Risnain Tarigan 5 1,2,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pesisir adalah wilayah bertemunya daratan dan laut, dengan dua karakteristik yang berbeda. Bergabungnya kedua karakteristik tersebut membuat kawasan pesisir memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN - 1 - BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG DAN PERMASALAHAN Kota Semarang sebagai ibukota propinsi Jawa Tengah merupakan sebuah kota yang setiap tahun mengalami perkembangan dan pembangunan yang begitu pesat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987).

BAB I PENDAHULUAN. mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan (Brundtland, 1987). BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA

PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA PENENTUAN DAERAH REKLAMASI DILIHAT DARI GENANGAN ROB AKIBAT PENGARUH PASANG SURUT DI JAKARTA UTARA Veri Yulianto*, Wahyu Aditya Nugraha, Petrus Subardjo Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Oseanografi,

Lebih terperinci

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN

DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN DAMPAK BENCANA BANJIR PESISIR DAN ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAPNYA DI KABUPATEN PEKALONGAN Muh Aris Marfai 1,2, Ahmad Cahyadi 1, Achmad Arief Kasbullah 1, Luthfi Annur Hudaya 2, Dela Risnain Tarigan 2,

Lebih terperinci

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG

APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG APLIKASI METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI POLE-POLE UNTUK MENENTUKAN SEBARAN DAN KEDALAMAN BATUAN SEDIMEN DI DESA WONOSARI KECAMATAN NGALIYAN SEMARANG Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

EDUKASI FENOMENA AMBLESAN-INTRUSI AIR LAUT DAN PENANGGULANGANNYA DI SEMARANG UTARA

EDUKASI FENOMENA AMBLESAN-INTRUSI AIR LAUT DAN PENANGGULANGANNYA DI SEMARANG UTARA EDUKASI FENOMENA AMBLESAN-INTRUSI AIR LAUT DAN PENANGGULANGANNYA DI SEMARANG UTARA Supriyadi, Khumaedi Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang Email:

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN BERBASIS MITIGASI BENCANA TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 13 PERENCANAAN TATA RUANG BERBASIS MITIGASI BENCANA GEOLOGI 1. Pendahuluan Perencanaan tataguna lahan berbasis mitigasi bencana geologi dimaksudkan untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN POLA ADAPTASI MASYARAKAT TERHADAP KETERBATASAN LAHAN DI PULAU PANGGANG KEPULAUAN SERIBU DKI JAKARTA Dini Feti Anggraini *) Ahmad Cahyadi **) Abstrak : Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG

BAPPEDA Kabupaten Probolinggo 1.1 LATAR BELAKANG 1.1 LATAR BELAKANG merupakan wilayah dengan karateristik geologi dan geografis yang cukup beragam mulai dari kawasan pantai hingga pegunungan/dataran tinggi. Adanya perbedaan karateristik ini menyebabkan

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENANGANAN KAWASAN BENCANA ALAM DI PANTAI SELATAN JAWA TENGAH Totok Gunawan dkk Balitbang Prov. Jateng bekerjasama dengan Fakultas Gegrafi UGM Jl. Imam Bonjol 190 Semarang RINGKASAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau yang lebih dikenal dengan DKI Jakarta atau Jakarta Raya adalah ibu kota negara Indonesia. Jakarta yang terletak di bagian barat laut

Lebih terperinci

Model Sebaran Penurunan Tanah di Wilayah Pesisir Semarang

Model Sebaran Penurunan Tanah di Wilayah Pesisir Semarang ISSN 0853-7291 Model Sebaran Penurunan Tanah di Wilayah Pesisir Semarang Aris Ismanto 1, Anindya Wirasatriya 1, Muhammad Helmi 1, Agus Hartoko 2, Prayogi 3 1 Program Studi Oseanografi Universitas Diponegoro

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bencana alam tampak semakin meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh proses alam maupun manusia itu sendiri. Kerugian langsung berupa korban jiwa, harta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya

Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya C389 Identifikasi Permukiman Kumuh Berdasarkan Tingkat RT di Kelurahan Keputih Kota Surabaya Elpidia Agatha Crysta dan Yanto Budisusanto Departemen Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 39 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Geografi dan Iklim Kota Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata ±7 meter diatas permukaan laut, terletak pada posisi 6º12 LS dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang mempunyai 13.466 pulau dan mempunyai panjang garis pantai sebesar 99.093 km. Luasan daratan di Indonesia sebesar 1,91 juta

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penataan Gambaran Umum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penataan 1.1.1. Gambaran Umum Kota Semarang selaku ibukota dari Provinsi Jawa Tengah memiliki keterletakan astronomis di antara garis 6º 50-7º 10 LS dan garis 109º

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daerah Pasirmunjul, Kabupaten Purwakarta, masuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah yang cukup tinggi karena memiliki batu lempung mengembang formasi jatiluhur,

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id,

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Peta Indeks Rawan Bencana Indonesia Tahun Sumber: bnpb.go.id, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara geologis, Indonesia merupakan negara kepulauan yang berada di lingkungan geodinamik yang sangat aktif, yaitu pada batas-batas pertemuan berbagai lempeng tektonik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah 17.506 pulau besar dan kecil, dengan total garis pantai yang diperkirakan mencapai 81.000 Km, Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menggali potensi lahan daerah kabupaten wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan investasi pada daerah tersebut.

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Sabua Vol.6, No.2: 215-222, Agustus 2014 ISSN 2085-7020 HASIL PENELITIAN KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO Arifin Kamil 1, Hanny Poli, 2 & Hendriek H. Karongkong

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan

BAB I. PENDAHULUAN. Kota Semarang berada pada koordinat LS s.d LS dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Semarang berada pada koordinat 6 0 55 34 LS s.d. 7 0 07 04 LS dan 110 0 16 20 BT s.d. 110 0 30 29 BT memiliki wilayah pesisir di bagian utara dengan garis pantai

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK LAND SUBSIDENCE TERHADAP PENINGKATAN LUAS GENANGAN ROB DI KOTA SEMARANG

KAJIAN DAMPAK LAND SUBSIDENCE TERHADAP PENINGKATAN LUAS GENANGAN ROB DI KOTA SEMARANG KAJIAN DAMPAK LAND SUBSIDENCE TERHADAP PENINGKATAN LUAS GENANGAN ROB DI KOTA SEMARANG Impact Of Land Subsidence On Inundated Area Extensivication At Semarang City IR Suhelmi Puslitbang Sumberdaya Laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 3.700 pulau dan wilayah pantai sepanjang 80.000 km. Wilayah pantai ini merupakan daerah yang cukup banyak

Lebih terperinci

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi

DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN. Sub Kompetensi DRAINASE PERKOTAAN BAB I PENDAHULUAN Sub Kompetensi Mengerti komponen-komponen dasar drainase, meliputi : Pengantar drainase perkotaan Konsep dasar drainase Klasifikasi sistem drainase Sistem drainase

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di I. PENDAHULUAN Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di wilayah pesisir pantai dan berkaitan dengan kenaikan muka air laut. Dampak banjir pasang dirasakan oleh masyarakat, ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Kawasan Pantai Utara Surabaya merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik topografi rendah sehingga berpotensi terhadap bencana banjir rob. Banjir rob ini menyebabkan

Lebih terperinci

Tata Wilayah dan Kota Jakarta

Tata Wilayah dan Kota Jakarta Tata Wilayah dan Kota Jakarta Pasca Banjir Teguh Kurniawan Dialog Indonesia Siang, TVRI Nasional, Kamis, 24 Januari 2013 Dampak Tata Kota yang buruk terhadap aspek sosial ekonomi Kota sebagai mesin pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prasarana dan sarana kota yang lengkap dan baik serta merupakan pusat utama

BAB I PENDAHULUAN. prasarana dan sarana kota yang lengkap dan baik serta merupakan pusat utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DKI Jakarta terdiri atas wilayah yang datar dan pulau-pulau dalam kelompok Kepulauan Seribu, dan sebagian besar berada pada ketinggian antara 0-10 meter di atas permukaan

Lebih terperinci

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii

Interpretasi dan Uji Ketelitian Interpretasi. Penggunaan Lahan vii DAFTAR ISI Halaman Judul... i Intisari... ii Abstract... iii Kata Pengantar... iv Daftar Isi... vi Daftar Tabel... ix Daftar Gambar... xi Daftar Lampiran... xiii BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang...

Lebih terperinci

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI PENYEMPURNAAN RANCANGAN RTR KAWASAN STRATEGIS PANTURA JAKARTA 5.1. KESIMPULAN Kawasan Strategis Pantai Utara yang merupakan Kawasan Strategis Provinsi DKI Jakarta sesuai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 186 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Berdaasarkan hasil analisis dari tingkat risiko bencana dapat disimpulkan bahaya faktor utama dalam menentukan risiko bahaya gempa bumi di kota bengkulu

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN Model banjir rob dalam penelitian ini dibangun menggunakan neighbourhood operations (operasi ketetanggaan) dalam software ILWIS

METODOLOGI PENELITIAN Model banjir rob dalam penelitian ini dibangun menggunakan neighbourhood operations (operasi ketetanggaan) dalam software ILWIS ESTIMASI RISIKO KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR ROB MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KECAMATAN PENJARINGAN, JAKARTA UTARA Setyawan Purnama, Muh. Aris Marfai, Dini Feti Anggraini, Ahmad Cahyadi

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Peta administrasi kota Semarang (Citra Ikonos, 2012)

Gambar 2.1. Peta administrasi kota Semarang (Citra Ikonos, 2012) BAB 2 WILAYAH SEMARANG DAN KARAKTERISTIKNYA 2.1. Letak Geografis Kota Semarang berada antara 6º50-7º10 LS dan 109º35-110º50 BT dengan luas wilayah 373.70 km 2 dengan batas sebelah utara adalah Laut Jawa,

Lebih terperinci

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso

Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 C-58 Pemintakatan Risiko Bencana Banjir Bandang di Kawasan Sepanjang Kali Sampean, Kabupaten Bondowoso Bambang Budi Utomo dan Rima Dewi Supriharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipenuhi oleh berbagai aktivitas manusia meskipun daerah ini rawan terhadap bencana. Wilayah permukiman, pertanian,

Lebih terperinci

PERTAMBAHAN ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR DENGAN PENGARUH PENURUNAN TANAH DI JAKARTA

PERTAMBAHAN ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR DENGAN PENGARUH PENURUNAN TANAH DI JAKARTA 182 Gea. Jurnal Pendidikan Geografi, Volume 17, Nomor 2, Oktober 2017. PERTAMBAHAN ESTIMASI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT BANJIR DENGAN PENGARUH PENURUNAN TANAH DI JAKARTA Nurul Yuhanafia 1, Heri Andreas 2 1

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA SURVEI 4.1 GAMBARAN UMUM KOTA SEMARANG Kota Semarang secara geografis terletak pada koordinat 6 0 50-7 0 10 Lintang Selatan dan garis 109 0 35-110 0 50 Bujur Timur

Lebih terperinci

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif xvii Ringkasan Eksekutif Pada tanggal 30 September 2009, gempa yang berkekuatan 7.6 mengguncang Propinsi Sumatera Barat. Kerusakan yang terjadi akibat gempa ini tersebar di 13 dari 19 kabupaten/kota dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH

ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH ANALISIS KARAKTERISTIK AKUIFER BERDASARKAN PENDUGAAN GEOLISTRIK DI PESISIR KABUPATEN CILACAP JAWA TENGAH Setyawan Purnama 1, Erik Febriarta 2, Ahmad Cahyadi 3, Nurul Khakhim 4, Lili Ismangil 5 dan Hari

Lebih terperinci

POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY

POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY POTENSI KERUGIAN EKONOMI AKIBAT GENANGAN BANJIR DAN ROB DI KOTA SEMARANG POTENTIAL ECONOMIC LOSSES DUE TO TIDAL INUNDATION DAN FLOOD AT SEMARANG CITY Ifan R Suhelmi 1), Achmad Fahrudin 2) dan Hariyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian

BAB I PENDAHULUAN. dikarenakan adanya kondisi geologi Indonesia yang berupa bagian dari rangkaian 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Tanah longsor adalah salah satu bencana yang berpotensi menimbulkan korban jiwa masal. Ini merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Hal ini

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kota Provinsi Sumatera Barat (Gambar 5), dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Kota merupakan salah satu dari

Lebih terperinci

STUDI PENYEBAB DAN IDENTIFIKASI DAMPAK PENURUNAN TANAH DI WILAYAH SEMARANG. Oleh

STUDI PENYEBAB DAN IDENTIFIKASI DAMPAK PENURUNAN TANAH DI WILAYAH SEMARANG. Oleh STUDI PENYEBAB DAN IDENTIFIKASI DAMPAK PENURUNAN TANAH DI WILAYAH SEMARANG TUGAS AKHIR Karya ilmiah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh RIKO MAIYUDI NIM. 151 08 077 PROGRAM

Lebih terperinci

Geo Image 1 (1) (2012) Geo Image.

Geo Image 1 (1) (2012) Geo Image. Geo Image 1 (1) (2012) Geo Image http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/geoimage ANALISIS SEBARAN GENANGAN PASANG AIR LAUT (ROB) BERDASARKAN HIGH WATER LEVEL DAN DAMPAKNYA PADA PENGGUNAAN LAHAN DI KE-

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI

BAB III METODOLOGI BAB III METODOLOGI 3.1 TAHAP PERSIAPAN Dalam tahap persiapan ini disusun hal-hal penting yang harus segera dilakukan dengan tujuan untuk mengefektifkan waktu dan pekerjaan. Dalam tahap persiapan ini meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hampir seluruh negara di dunia mengalami masalah banjir, tidak terkecuali di negara negara yang telah maju sekalipun. Masalah tersebut mulai muncul

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Sekretaris Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Saefullah NIP KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas selesainya penyusunan KLHS Raperda RTR Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan baik. Kegiatan ini adalah kelanjutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dengan luas daratan ± 1.900.000 km 2 dan laut 3.270.00 km 2, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan ditinjau dari luasnya terdiri atas lima pulau

Lebih terperinci

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit.

Tabel 3 Kenaikan muka laut Kota Semarang berdasarkan data citra satelit. 11 dianggap nol. Sehingga biaya proteksi pantai dapat diketahui dari biaya kehilangan lahan basah dan biaya kehilangan lahan kering. Lahan basah merupakan lahan yang tergenang sepanjang tahun, dalam hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Sigar Bencah merupakan daerah perbukitan yang terletak di Kelurahan Bulusan Kecamatan Tembalang Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah. Pada daerah ini terdapat

Lebih terperinci

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013

Jurnal Geodesi Undip Oktober 2013 STUDI PERUBAHAN NILAI TANAH DAN PENGGUNAAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN GENANGAN BANJIR ROB DI KECAMATAN SEMARANG UTARA Fanni Kurniawan 1) Arief Laila Nugraha, ST., M.Eng. 2) Moehammad Awaluddin, ST., MT. 3)

Lebih terperinci

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] [ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN] AY 11 LOGO Pendahuluan Perencanaan Tata Guna lahan pada hakekatnya adalah Pemanfaatan lahan yang ditujukan untuk suatu permukaan tertentu. Permasalahan yang mungkin

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 10 SUMBERDAYA LAHAN Sumberdaya Lahan Lahan dapat didefinisikan sebagai suatu ruang di permukaan bumi yang secara alamiah dibatasi oleh sifat-sifat fisik serta bentuk

Lebih terperinci

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR MOTIVASI MASYARAKAT BERTEMPAT TINGGAL DI KAWASAN RAWAN BANJIR DAN ROB PERUMAHAN TANAH MAS KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: DINA WAHYU OCTAVIANI L2D 002 396 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

Prediksi luas genangan pasang surut (rob) berdasarkan analisis data spasial di Kota Semarang, Indonesia

Prediksi luas genangan pasang surut (rob) berdasarkan analisis data spasial di Kota Semarang, Indonesia Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 4 No. 1 April 2013: 71-87 Prediksi luas genangan pasang surut (rob) berdasarkan analisis data spasial di Kota Semarang, Indonesia The prediction of tidal inundation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Perumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sumberdaya air bawah tanah merupakan sumberdaya yang vital dan strategis, karena menyangkut kebutuhan pokok hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktivitas masyarakat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah

BAB 1 PENDAHULUAN. tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara kepulauan dengan tingkat kepadatan penduduk nomor empat tertinggi di dunia, dengan jumlah penduduk lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang terdiri dari ribuan pulau besar dan kecil yang ada di dalamnya. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sering terjadi bencana, seperti bencana banjir, tanah longsor, kekeringan, gempa bumi, dan lain-lainnya. Bencana yang terjadi di kota-kota

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Global warming merupakan isu lingkungan terbesar dalam kurun waktu terakhir. Jumlah polutan di bumi yang terus bertambah merupakan salah satu penyebab utama terjadinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah telah mencatat bahwa Indonesia mengalami serangkaian bencana bumi, dimulai dari letusan gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami karena wilayah nusantara dikepung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur

Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Pemodelan Aliran Lahar Menggunakan Perangkat Lunak LAHARZ Di Gunung Semeru, Jawa Timur Kushendratno 1, Emi Sukiyah 2, Nana Sulaksana 2, Weningsulistri 1 dan Yohandi 1 1 Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana

Lebih terperinci

I. Permasalahan yang Dihadapi

I. Permasalahan yang Dihadapi BAB 34 REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI DI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DAN KEPULAUAN NIAS PROVINSI SUMATRA UTARA, SERTA PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DAN PROVINSI JAWA TENGAH I. Permasalahan

Lebih terperinci

Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.2 ( 2007)

Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 17 No.2 ( 2007) Galih & Handayani et al. / Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Jilid 7 No. ( 7) -6 Catatan Pemetaan Pola Terjadinya Gempa Bumi Di Indonesia Dengan Metode Fraktal DODI RESTUNING GALIH a, LINA HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. TINJAUAN UMUM Drainase merupakan prasarana suatu kawasan, daerah, atau kota yang berfungsi untuk mengendalikan dan mengalirkan limpasan air hujan yang berlebihan dengan aman, juga

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur

Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Pengembangan Pantai Utara Jakarta dalam Review Perpres 54/2008 tentang Penataan Ruang Jabodetabekpunjur Disampaikan dalam FGD Reklamasi Wilayah Perairan sebagai Alternatif Kebutuhan Pengembangan Kawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Padang secara geografis berada dipertemuan patahan Lempeng Indo dan Eurasia yang menyebabkan aktivitas tektonik sangat aktif. Peristiwa gempa September 2009 di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Uraian Umum Banjir besar yang terjadi hampir bersamaan di beberapa wilayah di Indonesia telah menelan korban jiwa dan harta benda. Kerugian mencapai trilyunan rupiah berupa rumah,

Lebih terperinci