I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. merawat maloklusi. Komponen utama alat ortodonti cekat diantaranya adalah

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Alat ortodonti cekat merupakan alat yang paling banyak digunakan untuk merawat maloklusi. Komponen utama alat ortodonti cekat diantaranya adalah braket, band dan kawat busur. Keberadaan alat tersebut dapat mempersulit pemeliharaan oral hygiene karena dapat menjadi tempat retensi plak sehingga terjadi akumulasi plak yang dapat menyebabkan karies dan inflamasi gingiva (Bollen dkk., 2008). Pemasangan alat ortodonti cekat merangsang perubahan ekologi rongga mulut dan mengubah karakteristik plak gigi. Perubahan struktur, metabolisme dan komposisi plak gigi menyebabkan peningkatan populasi mikroba, terutama Streptococcus sp. dan Lactobacilus yang dianggap sebagai bakteri yang paling berperan pada proses terjadinya karies (Sukontapatipark dkk., 2001; Ahn dkk., 2007; Lundström dan Krasse, 1987 sit Fard dkk., 2011). Seiring meningkatnya jumlah bakteri kariogenik, memperbesar resiko terjadinya demineralisasi , terutama pada area yang berbatasan dengan braket (Mitchell, 1992). Prevalensi demineralisasi atau lesi putih setelah perawatan ortodonti adalah sekitar 50% dari pasien ortodonti (Artun dan Brobakken, 1986). Upaya pencegahan dan kontrol karies terdiri dari bermacam-macam cara. Kontrol secara periodik, brushing dengan dentrifice yang mengandung fluor, aplikasi fluor topikal, diet rendah sukrosa, aplikasi sealant dan peresepan obat 1

2 kumur merupakan upaya pencegahan karies yang sering dilakukan. Pada beberapa kasus, upaya preventif ini memerlukan kontrol yang lebih efektif. Alasan tersebut menarik para peneliti untuk meneliti lebih jauh bahan alami, yang menjanjikan respon antimikrobial sekaligus efek samping yang rendah (Dualibe dkk., 2007). Saat ini berkembang trend untuk menggunakan bahan yang bersifat natural dalam mengobati berbagai penyakit. Bahan alami mulai diteliti efektivitasnya, termasuk dalam pengobatan penyakit di rongga mulut, salah satu bahan alami tersebut adalah propolis. Propolis merupakan alternatif pengobatan yang menarik perhatian sejak lama. Saat ini propolis sudah digunakan dalam berbagai bidang kedokteran seperti dermatologi, otolaringologi, gineakologi, odonologi dan kedokteran hewan (Gebaraa dkk., 2003). Dalam dunia kedokteran gigi, manfaat propolis antara lain untuk mengatasi ulser dan stomatitis karena gigi tiruan, halitosis, perawatan poket/abses periodontal, sensitivitas akibat karies pada leher gigi, dentin dan akar, perawatan lichen planus, infeksi kandida, angular cheilitis, xerostomia, ulserasi traumatik karena perawatan ortodonti, sakit saat erupsi gigi, pulp capping, restorasi sementara dan dressing, mumifikasi pada gigi desidui, penutup soket pasca pencabutan, perawatan dry socket, pra-anastesi, perikoronitis dan lain-lain (Ikeno dkk., 1991; Koo dkk., 1999; Park dkk., 2003). Manfaat dan kandungan propolis sering dikemukakan dalam jurnal ilmiah, namun bukti klinis yang merekomendasikan dosis spesifik dari propolis masih sangat terbatas. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dosis efektif obat kumur propolis belum banyak dilakukan. Diantara penelitian tersebut menyebutkan beberapa konsentrasi yang diteliti, dengan berbagai tujuan penelitian seperti 2

3 melihat pengaruh konsentrasi propolis terhadap kekuatan antibakteri atau terhadap jaringan sekitar rongga mulut, dengan menggunakan metoda pembuatan propolis yang beragam (Ozan, dkk.,2007; Pereira, dkk.,2011) Propolis yang diindikasikan untuk daerah orodental banyak beredar secara komersial di pasaran misalnya dalam bentuk oral gel, pasta gigi, oral spray, tablet hisap dan obat kumur, namun dosis efektif berdasarkan hasil penelitian klinisnya masih samar. Bezzera dkk. (2015) melakukan review sistematik terhadap jurnal yang mempublikasikan berbagai penelitian mengenai propolis antara tahun Kesimpulannya menyatakan bahwa penelitian-penelitian tersebut mempunyai bukti yang lemah untuk digunakan dalam evidence-based practice, misalnya dalam hal konsentrasi dan bentuk sediaan propolis yang digunakan. Penelitian yang telah dilakukan sering dipertanyakan karena bukan merupakan penelitian klinis dan dilakukan secara in vitro. Penelitian in vitro tidak mewakili semua keadaan di rongga mulut walaupun sudah dilakukan pengendalian. Berbagai penelitian dilakukan dengan bantuan ahli farmakologi dan ahli fitokimia untuk meneliti kandungan propolis. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa sampel propolis yang berbeda memiliki sifat kimia dan aktivitas biologis yang berbeda, tergantung dari jenis lebah dan jenis tanaman lokal tempat lebah mengambil eksudat resin yang menjadi bahan dasar propolis. Letak geografis dan karakteristik iklim mempengruhi komposisi kimiawi sekret yang dihasilkan tanaman sehingga dapat mempengaruhi kandungan kimiawi propolis. Bankova (2005) menganggap perlu adanya suatu kriteria untuk standarisasi bermacammacam jenis propolis. Kriteria seperti itu sampai saat ini belum ada. Kriteria 3

4 berdasarkan kandungan kimiawi propolis dapat mengungkapkan informasi mengenai aktivitas biologis dan lebih informatif untuk kuantifikasi komponen individual propolis, sehingga jika telah terstandarisasi akan memudahkan ilmuwan untuk merekomendasikan formula obat propolis bagi para praktisi. Menyikat gigi dan penggunaan benang gigi merupakan metode dasar untuk membersihkan bakteri plak penyebab karies dan penyakit periodontal, namun mayoritas individu tidak dapat melakukan penyikatan maupun flossing dengan baik sehingga pembersihan plak menjadi tidak efektif. Penggunaan obat kumur yang dinilai mudah dapat menjadi metode tambahan untuk kontrol bakteri plak. Telah terbukti bahwa penggunaan obat kumur merupakan cara yang efektif untuk melengkapi metode pembersihan plak selain menyikat gigi dan flossing(sharma dkk., 2004 sit Akca dkk., 2016). Klorheksidin sampai saat ini merupakan standar emas obat kumur, namun klorheksidin memiliki efek samping misalnya pewarnaan atau staining berwarna kuning kecokelatan pada lidah, gigi, pinggir tumpatan dan protesa, juga berupa gangguan pada indera pengecapan. Pengguna obat kumur melaporkan rasa pahit, berkurangnya sensitivitas membedakan rasa sampai kehilangan kemampuan pengecapan sementara. Alasan tersebut mendorong para peneliti untuk mengembangkan obat kumur herbal yang diharapkan dapat menyamai efektivitas klorheksidin, dengan efek samping yang lebih ringan (Mangundjaja dkk., 2000). Penelitian obat kumur propolis yang dilakukan oleh Ozan dkk. (2007) menggunakan propolis yang dipanen dari daerah beriklim subtropis dengan vegetasi tanaman subtropis yang berbeda dengan di Indonesia sehingga kandungan 4

5 kimiawi propolis yang dihasilkan kemungkinan besar berbeda dengan propolis dari daerah tropis seperti Indonesia. Berdasarkan penelitian Ozan, obat kumur propolis konsentrasi 1%; 2,5%; 5% dan 10% memiliki daya antibakteri yang lebih rendah dibanding klorheksidin. Penelitian ini menggunakan propolis yang dipanen di daerah Jawa Tengah dengan jenis tanaman mayoritas pohon jati dan karet. Obat kumur propolis yang diteliti pada penelitian ini mengandung propolis dengan konsentrasi 6%, 8% dan 10%, tidak jauh berbeda dengan konsentrasi yang diteliti oleh Ozan, namun diharapkan menghasilkan obat kumur dengan potensi antibakteri yang berbeda sehubungan perbedaan asal propolis. Alasan lain pemilihan konsentrasi yang diteliti yaitu pertimbangan bentuk sediaan obat kumur propolis yang terlalu pekat jika mengandung propolis lebih dari 10% karena metode ekstraksi yang dilakukan pada penelitian ini merupakan ekstraksi sederhana yang masih belum dilakukan pemurnian terhadap zat aktif. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan: 1. Apakah obat kumur propolis 6%, 8% dan 10% berpengaruh terhadap penurunan jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans pada plak gigi pemakai alat ortodonti cekat? 2. Apakah obat kumur propolis 6%, 8% dan 10% berpengaruh terhadap penurunan jumlah koloni bakteri Lactobacillus pada plak gigi pemakai alat ortodonti cekat? 5

6 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh obat kumur propolis pada konsentrasi 6%, 8% dan 10% terhadap jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus pada pemakai alat ortodonti cekat. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada ortodontis mengenai pengaruh obat kumur propolis terhadap jumlah koloni bakteri Streptococcus mutans dan Lactobacillus pada pemakai alat ortodonti cekat. E. Keaslian Penelitian Penelitian in vivo mengenai sifat antimikroba ekstrak propolis terhadap bakteri Streptococcus mutans pernah dilakukan oleh Dualibe dkk. (2007) namun konsentrasi ekstrak propolis tidak disebutkan dan penelitian dilakukan pada subjek penelitian yang tidak dalam perawatan ortodontik cekat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa obat kumur yang mengandung ekstrak propolis memiliki sifat antimikroba terhadap Streptococcus mutans dan dapat dijadikan sebagai metode alternatif untuk pencegahan karies. Penelitian tentang penggunaan obat kumur yang mengandung propolis konsentrasi 1%; 2,5%; 5% dan 10% dilakukan oleh Ozan dkk. (2007), yang meneliti pengaruh obat kumur propolis terhadap mikro organisme rongga mulut dan fibroblas gingiva. Penelitian Ozan ini dilakukan secara in vitro. Hasil 6

7 penelitiannya menunjukkan bahwa obat kumur dari keempat konsentrasi tersebut memiliki efek antimikroba yang efektivitasnya lebih rendah dibandingkan klorheksidin, namun memiliki efek sitotoksik yang lebih ringan terhadap fibroblas gingiva dibandingkan klorheksidin. Kashi dkk. (2011) melakukan penelitian in vitro mengenai efek antibakteri dari propolis Iran terhadap mikroorganisme rongga mulut. Hasil penelitian menyatakan bahwa ekstrak propolis memiliki efek antibakteri yang baik terhadap bakteri Streptococcus mutans, Streptococcus salivarius, Staphylococcus aureus, Enterococcus faecalis dan Lactobacillus casei. Obat kumur propolis 5% pada penelitian Pereira dkk. (2011) diketahui dapat mereduksi plak dan gingivitis. Penelitian ini dilakukan secara in vivo pada subjek yang tidak memakai alat ortodontik. Sepengetahuan penulis, penelitian tentang pengaruh obat kumur yang mengandung ekstrak propolis 6%, 8% dan 10% terhadap jumlah koloni bakteri Streprococcus mutans dan Lactobacillus secara in vivo pada pemakai alat ortodonti cekat belum pernah dilakukan. 7