DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI..."

Transkripsi

1 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL DALAM.... HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM.... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI.... HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... HALAMAN KATA PENGANTAR.... HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.... HALAMAN DAFTAR ISI.... ABSTRAK.... ABSTRACT.... i ii iii iv v x xi xiv xv BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Ruang Lingkup Masalah Orisinalitas Penelitian Tujuan Penulisan Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Manfaat Praktis Landasan Teoritis... 12

2 1.8. Metode Penelitian Jenis Penelitian Jenis Pendekatan Sifat Penelitian Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik Pengolahan dan Analisa Data BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENEGAKAN HUKUM, EFEKTIFITAS HUKUM, PENGELOLAAN SAMPAH Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum Pengertian Penegakan Hukum Unsur Penegakan Hukum Tinjauan Umum Tentang Efektifitas Hukum Tinjauan Umum Tentang Pengelolaan Sampah Pengertian Sampah Pengertian Pengelolaan Sampah Kewenangan Pengelolaan Sampah BAB III PELAKSANAAN PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA Aturan Hukum Pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA Pelaksanaan Pengelolaan Sampah di TPA Regional SARBAGITA BAB IV FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKTIFITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA ii

3 4.1. Faktor Penghambat Efektifitas Pengelolaan Sampah di TPA Regional SARBAGITA Upaya Pemerintah Daerah Dalam Efektifitas Pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA BAB V PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA RINGKASAN SKRIPSI LAMPIRAN iii

4 ABSTRAK Judul penelitian ini yakni efektifitas pengelolaan sampah TPA regional SARBAGITA. UU 18/2008 merupakan payung hukum yang mendasari pengelolaan sampah Indonesia. Pengelolaan sampah di Provinsi Bali diatur dalam Perda 5/2011 yang menjadi dasar hukum dari pelaksanaan pengelolaan di TPA regional SARBAGITA. Aturan hukum terkait pengelolaan sampah regional SARBAGITA juga terdapat dalam Keputusan Bersama Walikota Denpasar, Bupati Badung, Bupati Gianyar, dan Bupati Tabanan. Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut yaitu, bagaimanakah aturan hukum dan pelaksanaan pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA dan faktor apakah yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan aturan hukum pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA. Penelitian ini dapat dikualifikasikan kedalam jenis penelitian hukum empiris. Dalam Penelitian hukum empiris maka hukum dikonsepkan sebagai suatu gejala empiris yang dapat diamati di dalam kehidupan nyata. Dalam analisisnya, penelitian ini menggunakan Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan, efektifitas Penegakan Hukum dan Good Enviromental Governance. Penelitian ini menggunakan beberapa metode pendekatan yakni pendekatan Undang-Undang dan pendekatan fakta. Menurut UU 18/2008 pengelolaan sampah didefinisikan sebagai kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi penanganan sampah. Pengelolaan sampah di TPA regional SARBAGITA telah diatur dalam Perda 5/2011, Pergub Bali 100/2011, dan Keputusan Bersama Walikota Denpasar, Bupati Badung, Bupati Gianyar, Bupati Tabanan. Sebagai aturan pelaksana dari Perda 5/2011 maka dalam pengaturannya Pergub Bali 100/2011 memberikan kewenangan kepada UPT Pengelolaan Sampah untuk mengatur dan mengelola sampah di regional SARBAGITA sedangkan pada isi dari Keputusan Bersama Walikota/Bupati SARBAGITA memberikan kewenangan kepada BPKS untuk mengatur dan mengelola sampah di regional SARBAGITA. Maksud dan tujuan pembentukan BPKS adalah mengupayakan satuan tindak dalam mengkoordinasikan pelaksanaan badan pengatur dan pengendali kebersihan sehingga BPKS dapat menyelesaikan berbagai permasalahan pengelolaan lingkungan hidup dan kebersihan secara terpadu, terutama untuk mewujudkan kepentingan bersama di wilayah SARBAGITA atau untuk memanfaatkan dan memelihara sumber daya daerah secara optimal dan berkelanjuitan bagi kesejahteraan masyarakat wilayah SARBAGITA. Sebagai faktor penghambat efektivitas pelaksanaan Pengelolaan sampah di TPA regional SARBAGITA adalah kesadaran masyarakat yang masih lemah dan adanya 2 (dua) pihak yang sama-sama dapat mengelola sampah di TPA regional SARBAGITA, yaitu BPKS dengan DKP di masing-masing pemerintahan daerah SARBAGITA. Kata kunci: Pengelolaan, Sampah, Efektifitas. iv

5 ABSTRACT The title of this study the effectiveness of regional waste management landfill Sarbagita. Law 18/2008 is the legal umbrella of the underlying waste management Indonesia. Waste management in Bali Provincial Regulation 5/2011 is set in the legal basis of the implementation of management at the regional landfill Sarbagita. The rule of law related to waste management regional Sarbagita also contained in the Joint Decree of the Mayor of Denpasar, Badung Regent, Regent of Gianyar and Tabanan regent. Based on these descriptions can be formulated as follows research problem, namely, how the rule of law and the implementation of waste management in Regional Landfill Sarbagita and whether factors that influence the effectiveness of implementing the rule of law in the waste management Sarbagita Regional Landfill. This research may be classified into types of empirical legal research. In an empirical study of law then the law is conceptualized as an empirical phenomenon that can be observed in real life. In his analysis, this study using the Theory of the State of Law, Theory of Authority, the effectivity of Law Enforcement and Good Environmental Governance. This study uses several methods of approach to the approach of the Act and approach the facts. According to Law 18/2008 of waste management is defined as a systematic, comprehensive and sustainable which includes waste management. Waste management at the regional landfill Sarbagita been regulated in Regulation 5/2011, Bali Governor Regulation 100/2011, and the Joint Decree of the Mayor of Denpasar, Badung Regent, Regent of Gianyar, Tabanan regent. As the implementing rules of Regulation 5/2011 then in Bali gubernatorial regulation 100/2011 gives authority to the Waste Management Unit to regulate and manage waste in regional Sarbagita while the contents of Joint Decree of Regent / Mayor Sarbagita gives authority to BPKS to organize and manage waste in regional Sarbagita. The purpose and goals of establishing BPKS is to strive for a unit of action in coordinating the implementation of the regulatory agencies and controlling cleanliness so BPKS can solve various problems of environmental management and cleanliness in an integrated manner, and to achieve common interests in the region Sarbagita or to utilize and preserve local resources optimally and berkelanjuitan for public welfare Sarbagita region. As factors inhibiting the effectivity of the implementation of waste management at the regional landfill Sarbagita is public awareness is still weak and the two (2) parties alike can manage waste at the regional landfill Sarbagita, namely BPKS with DKP in each regional administration Sarbagita. Keywords: Management, Waste, Effectivity. v

6 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia dan atau proses alam yang berbentuk padat. Bertambahnya sampah erat kaitannya dengan peningkatan aktivitas manusia dan pertambahan penduduk serta keanekaragaman kehidupan manusia. Hal ini berakibat pada menumpuknya sampah yang secara otomatis tidak dapat diuraikan oleh alam, sehingga menimbulkan pencemaran. Dengan demikian, sudah semestinya pada suatu daerah diperlukan sistem pengelolaan sampah tersebut. Begitu pula halnya di Provinsi Bali, dengan bertambahnya jumlah penduduk maka bertambah pula bahan buangan atau sampah yang dihasilkan. Tingginya aktivitas penduduk di Provinsi Bali secara tidak langsung akan mempengaruhi jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya. Dapat dipahami bahwa lingkungan mempunyai batas kemampuan tertinggi. Kemampuan tertinggi tersebut jika terlampaui, maka terjadilah pelanggaran daya dukung lingkungan yang mengakibatkan ekosistem dalam lingkungan tersebut tidak seimbang. Setiap orang memiliki Hak untuk mendapatkan lingkungan yang layak, baik dan sehat. Sebagai manusia yang memiliki Hak Asasi sejak lahir yang dikenal dengan Hak Asasi Masusia (selanjutnya disebut HAM) berhak mendapatkan hak lingkungan yang layak dan juga berhak memperoleh pelayanan kesehatan. HAM juga tidak terlepas dari setiap orang berhak memperoleh hidup yang tentram, damai, 1

7 bahagia, sejahtera lahir dan batin. Yang diatur dalam Pasal 28H Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945). Berdasarkan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851, selanjutnya disebut UU 18/2008) sampah adalah sisa kegiatan sehari hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat pada Pasal 1 angka 1. Sampah merupakan masalah yang harus dihadapi oleh masyarakat, karena sampah merupakan salah satu wujud pencemaran lingkungan, dimana karena aktifitas manusia (faktor eksternal) menyebabkan zat asing yang pada mulanya tidak ada dalam kawasan lingkungan hidup masuk kedalam lingkungan tersebut. 1 Setiap aktifitas manusia pasti menghasilkan sampah. Jumlah atau volume sampah sebanding dengan tingkat konsumsi kita terhadap barang/material yang kita gunakan sehari hari demikian juga dengan jenis sampah, sangat tergantung dari jenis material yang kita konsumsi. Masalah sampah merupakan fenomena sosial yang perlu mendapat perhatian khusus dari semua pihak, karena setiap manusia pasti memproduksi sampah. Besarnya timbunan sampah yang tidak dapat ditangani tersebut akan menyebabkan berbagai permasalahan yang timbul akibat kurangnya alternafif dan perspekstif masyarakat terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sampah, baik 1 Takdir Rahmadi, 2014, Hukum Lingkungan di Indonesia, Rajawali Pers, Rajawali Pers, Jakarta, h. 3, dikutip dari Luh Pujaniya Metta Parami, 2015, Pelaksanaan Pengelolaan Sampah Oleh Desa Adat Di Kabupaten Badung Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 7 Tahun 2013, Skripsi Fakultas Hukum Universitas Udayana, h. 1 vii

8 langsung maupun tidak langsung. 2 Alternatif dan perspektif masyarakat dalam hal ini artinya tidak adanya solusi dan pemikrian dari masyarakat untuk mengelola sampah. Penanganan sampah yang kurang bijaksana, menimbulkan dua dampak, yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsungnya antara lain menimbulkan bau sampah yang menyengat, kurangnya kerapian, dan kurangnya keindahan dari suatu lingkungan, sehingga menimbulkan berbagai penyakit menular maupun penyakit kulit serta gangguan pernafasan. Sedangkan dampak tidak langsungnya antara lain bahaya banjir yang disebabkan oleh terhambatnya arus air di got, parit, dan sungai karena terhalang timbunan sampah. Bahkan menurut ahli kesehatan, polusi sampah mengakibatkan dampak buruk yaitu pertama, terhadap kesehatan. Hal ini bisa mengakibatkan meningkatnya penyakit infeksi saluran pencernaan, kolera, tifus, disentri. Karena faktor pembawa penyakit tersebut, terutama lalat, kecoa, meningkat akibat sampah yang menggunung, khususnya di TPA (selanjutnya disebut TPA), meningkatnya penyakit demam berdarah. Oleh karena, di dalam penanganan pengelolaan sampah, perlu adanya pemikiran mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sampah dengan adanya relevansi etika lingkungan didalamnya serta mengunakan paham analisis dampak lingkungan. Penanganan sampah secara swakelola sangat perlu dilakukan untuk meningkatkan peran serta masyarakat agar peduli terhadap lingkungan terutama masalah sampah. 3 Disamping itu untuk meningkatkan swadaya masyarakat terhadap kebersihan lingkungan. Kebersihan 2 Cecep Dani Sucipto, 2012, Teknologi Pengolahan Daur Ulang Sampah, Gosyen Publishing, Yogyakarta, h Kastaman Et Al, 2007, Sistem Pengelolaan Reaktor Sampah Terpadu (Silarsatu), LPM Universitas Padjadjaran, Huma-niora, Bandung, h. 18 viii

9 lingkungan tidak saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata, namun diharapkan peran serta seluruh elemen masyarakat, untuk ikut dalam menjaga kebersihan lingkungan dan melakukan pemilahan di masing masing rumah tangga. Dalam hal pengelolaan sampah, menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Pemerintah Daerah dalam berbagai upayanya harus bisa membuat suatu terobosan agar pengelolaan sampah ini tertata dan tidak menumpuk dengan cara membuat peraturan peraturan ataupun kebijakan mengenai pengelolaan sampah. Salah satu kebijakan pemerintah dalam hal pengelolaan sampah adalah dengan cara pengelolaan sampah. Pengelolaan sampah bertujuan untuk menghindari kelebihan muatan sampah di TPA di suatu kabupaten/kota, dengan cara melimpahkan sampah tersebut ke TPA kabupaten/kota lain. Pengelolaan sampah tersebut akhir akhr ini menjadi masalah di suatu kabupaten/kota di Indonesia. Contohnya adalah Kisruh masalah sampah antara wilayah Bekasi dan wilayah Jakarta, seperti yang tengah terjadi sekarang ini, bukanlah hal baru. Masalah yang kurang lebih sama pernah terjadi belasan tahun lalu. Pada 1999, Bekasi juga pernah memprotes pengelolalan sampah yang dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di TPA Bantargebang. Terutama mengenai dampaknya terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh pembuangan tersebut. 4 Konflik bahkan sempat berujung pada penutupan TPA Bantargebang yang dilakukan Pemerintah Kota Bekasi pada 10 Desember Penutupan ini mengakibatkan ratusan ribu meter kubik sampah tak terangkut dari Jakarta. Dalam 4 Dimas Adityo, 2015, Jakarta vs Bekasi, Begini Kisruh Sampah Bantargebang dari Masa ke Masa, diakses pada pukul WITA, Sabtu 2 April 2016 ix

10 bukunya yang berjudul Konflik Sampah Kota, Ali Anwar menulis bahwa penutupan tersebut mengakibatkan sampah tak bisa diangkut keluar dari Ibu Kota. 5 Padahal, saat itu sampah yang harus dibuang dari Jakarta mencapai meter kubik per hari, atau setara ton. Hal ini mengakibatkan sampah menggunung di berbagai sudut Ibu Kota. Air limbah mengalir, menyebarkan bau tak sedap di mana mana, baik di permukiman, bahkan di jalan jalan protokol Kota Jakarta. 6 Berselang 14 tahun kemudian, kisruh sampah antara DKI dan Bekasi kembali bergulir. Kali ini DPRD Bekasi menyampaikan permasalahan yang nyaris sama dengan kasus terdahulu. Mereka menyampaikan keberatannya soal rute truk, jam kerja dan lainnya. Massa juga ikut turun tangan. Mereka yang tampil dengan seragam loreng hitam itu mencegah truk sampah asal Jakarta melintas menuju Bantargebang yang telah beralih nama dari TPA menjadi Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (selanjutnya disebut TPST) Bantargebang, Bekasi. Siang tadi, satu unit truk mencoba melintas dan terpaksa memutar arah karena pendemo mengadang dan meminta truk tersebut kembali ke Jakarta. Belum jelas, bagaimana penyelesaian dari kisruh terakhir ini. Namun yang pasti, Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama sudah mengajak pihak Bekasi untuk duduk bersama. 7 Di Provinsi Bali juga terdapat pengelolaan sampah, yang bernama Tempat Pembuangan Akhir Regional SARBAGITA (TPA Regional SARBAGITA) yang berlokasi di Desa Suwung, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar. Jumlah sampah yang dikelola di TPA Regional SARBAGITA sudah sangat 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Ibid. x

11 mengkhawatirkan, karena bukan hanya sampah wilayah Kota Denpasar saja yang membuang sampah disana, tetapi juga lintas wilayah Kota Denpasar diantaranya Kabupaten Badung, Kabupaten Gianyar, dan Kabupaten Tabanan. Tentunya hal ini menjadi permasalahan bagi Pengelola TPA Regional SARBAGITA, dalam hal pengelolaan sampah khususnya Dinas dan Badan terkait. Bau menyengat menjadi keluhan warga di sekitaran TPA Regional SARBAGITA. Bahkan warga mengancam akan menutup TPA tersebut bila pemerintah tak segera melaksanakan penanganan 8. Pengelolaan sampah sebenarnya merupakan sebuah solusi dari pemerintah, agar sampah di suatu wilayah tidak menumpuk. Namun meningkatnya jumlah sampah pada dewasa ini mengakibatkan pengelolaan sampah tersebut dirasa kurang efektif, karena TPA yang menjadi tempat dialihkannya sampah dari wilayah lain tersebut malah terjadi penumpukan yang melewati batas penimbunan sampah dan menggangu warga di sekitar TPA. Berdasarkan penelitian awal yang didasarkan pada hasil wawancara berkaitan dengan kewenangan pengelolaan TPA SARBAGITA dengan pihak-pihak pengelola di TPA SARBAGITA, pertama ialah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengelolaan Sampah yang merupakan perwakilan pemerintah Provinsi Bali dibawah Dinas Pekerjaan Umum. Kedua ialah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Denpasar sebagai perwakilan Pemerintah Daerah Kota Denpasar, dan ketiga adalah Badan Pengelola Kebersihan SARBAGITA (BPKS) sebagai perwakilan dari isi keputusan Bersama Walikota/Bupati SARBAGITA mengenai pengelolaan sampah/kebersihan di wilayah SARBAGITA sehingga badan ini memiliki 8 Asmara, 2016, Majalah Bali Post Edisi 127, Bali Post, Denpasar, h. 8 xi

12 kewenangan, tugas dan fungsi untuk mewakili Walikota/Bupati di wilayah SARBAGITA. Berdasarkan ketentuan tersebut TPA SARBAGITA merupakan kewenangan dari BPKS untuk mengurus dan mengaturnya, namun terbitnya Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5, selanjutnya disebut Perda 5/2011) pada Pasal 8 huruf c dan Pasal 26 ditambahkan dengan diterbitkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 100 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Rincian Tugas Pokok Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 100 (selanjutnya disebut Pergub Bali 100/2011), disebutkan pada Pasal 2 terkait UPT Pengelolaan Sampah di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, terdiri atas UPT Balai Peralatan dan Pengujian, UPT Pengelolaan Air Minum, UPT Pengelolaan Sampah dan UPT Pengelolaan Air Limbah. Terkait dengan pengelolaan sampah pada pergub ini, ditegaskan pada bagian ketiga Pasal 13 yang menjelaskan tentang tugas UPT Pengelolaan Sampah. Berkaitan dengan isi pasal tersebut maka kewenangan terkait dengan pengolahan sampah lintas wilayah SARBAGITA diberikan kepada UPT Pengelolaan Sampah, sehingga berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimak bahwa telah terjadi konflik secara normatif dan konflik secara kelembagaan yang sebenarnya memiliki kewenangan, tugas dan fungsi untuk mengatur dan mengurus sampah lintas wilayah di regional SARBAGITA. xii

13 Masalah pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dibahas. Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengkaji permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul "EFEKTIFITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA" Rumusan Masalah Dari latar belakang permasalahan yang diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA? 2. Faktor apakah yang mempengaruhi efektifitas pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA? 1.3. Ruang Lingkup Masalah Penulisan karya tulis yang bersifat ilmiah, perlu ditegaskan mengenai materi yang diatur didalamnya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari menyimpangnya pembahasan materi dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, sehingga dapat diuraikan secara sistematis. Adapun ruang lingkup permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut: 1. Terhadap pembahasan yang pertama untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA. xiii

14 2. Terhadap Pembahasan yang kedua untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi efektifitas pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA Orisinalitas Penelitian Terkait orisinalitas dari penelitian ilmiah ini, penulis akan memperlihatkan skripsi terdahulu sebagai perbandingan yang pembahasannya berkaitan dengan pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA, berdasarkan pengamatan penulis dari sumber media seperti internet, merupakan topik penelitian ilmiah yang baru untuk tujuan penulisan skripsi di bidang hukum Lingkungan, namun sebagai pembanding yang menunjukkan orisinalitas penelitian ini maka penulis mencantumkan penelitian sebelumnya yaitu berupa jurnal dan skripsi dalam ilmu hukum sebagai berikut: No Judul Penelitian Penulis Rumusan Masalah 1. Upaya Pemerintah Kota Denpasar Dalam Penanganan Pelanggaran Ketentuan Tentang Pencemaran sampah Di Kota Denpasar. Agus Arya Anggana Putra, Alumni fakultas hukum universitas udayana, jurnal pemerintahan daerah (kertha Negara) Bagaimana Upaya Pemerintah Kota denpasar dalam penanganan pelanggaran ketentuan tentang pencemaran sampah dikota denpasar? 2. Bagaimana sistem pengelolaan sampah dan penerapan sanksi pada masyarakat kota denpasar apabila membuang sampah sembarangan? 2. Peran serta Ida Bagus Ade 1. Bagaimana peran serta xiv

15 masyarakat daerah bantaran sungai badung dalam penanganan dan pengelolaan sampah diwilayah kota denpasar. Wihendra, Skripsi Fakultas Hukum, Universitas Udayana masyarakat di bantaran sungai badung dalam penanganan dan pengelolaan sampah di wilayah kota denpasar? 2. Apa upaya upaya yang di lakukan oleh pemerintah kota denpasar agar mendorong peran serta masyarakat bantaran sungai badung dalam penanganan dan pengelolaan sampah di kota denpasar? Bila dilakukan perbandingan pada penelitian Jurnal pertama membahas tentang Upaya Pemerintah Kota Denpasar Dalam Penanganan Pelanggaran Ketentuan Tentang Pencemaran sampah Di Kota Denpasar dan Skripsi kedua membahas tentang Peran serta masyarakat daerah bantaran sungai badung dalam penanganan dan pengelolaan sampah di wilayah kota denpasar. Pada penelitian ini membahas mengenai Efektifitas Pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan skripsi ini terbagi menjadi dua tujuan yakni tujuan umum dan tujuan khusus : Tujuan Umum xv

16 Secara umum penelitian kedua masalah yang dikemukakan di atas adalah bertujuan untuk menambah pengetahuan di bidang ilmu hukum khususnya Hukum lingkungan dan hukum Pemerintahan Daerah terutama yang berkaitan dengan pengelolaan sampah Tujuan Khusus Mengenai tujuan khusus penyusunan skripsi ini beranjak dari permasalahan yang dikaji adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA. 2. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi efektifitas pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA Manfaat Penelitian Penelitian terhadap pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA, dapat memberikan manfaat teoritis dan manfaat praktis sebagai berikut: Manfaat Teoritis Mengenai manfaat teoritis dalam penulisan skripsi efektifitas aturan hukum pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA adalah : 1. Mengembangkan dan memperluas penjelasan di bidang ilmu hukum khususnya Hukum lingkungan, dan hukum Pemerintahan Daerah. 2. Memperdalam pengetahuan dan pengalaman terhadap berbagai permasalahan yang dikemukakan dibidang pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA. xvi

17 Manfaat Praktis Selanjutnya mengenai manfaat praktis yang dapat dikemukakan dalam penulisan skripsi ini bagi peneliti adalah untuk melatih diri dalam mengungkapkan pendapat dan saran terhadap suatu putusan atau permasalahan hukum dan hasil penelitian ini dapat bermanfaat untuk memandu dan memahami pengelolaan sampah di TPA Regional SARBAGITA Landasan Teoritis Landasan teoritis merupakan suatu pengertian yang terlebih dahulu harus dimengerti dan dipahami dalam suatu tulisan ilmiah, terlebih lebih dalam penulisan skripsi, yang nantinya digunakan dalam penelitian hukum sebagai pijakan dasar yang kuat dalam membedah permasalahan permasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Teori Negara Hukum, Teori Kewenangan, Efektifitas Penegakan Hukum, dan Good Enviromental Governance yang dijadikan landasan untuk membahas permasalahan penelitian secara teoritis Teori Negara Hukum Secara Konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini tertuang dalam Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945, yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Untuk dapat disebut sebagai negara hukum maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan Hak Asasi Manusia serta adanya pemisahan dalam negara. 9 9 Moh Kusnardi dan Bintang R. Saranggih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya Media Pratama, Jakarta, h. 132 xvii

18 Dalam perkembangannya timbul dua teori negara hukum. Unsur unsur Negara hukum atau rechtsstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa Kontinental sebagai berikut: 1. Mengakui dan melindungi hak hak asasi manusia. 2. Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara harus berdasarkan teori Trias Politica. 3. Dalam menjalankan tugas tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang Undang (wetmatigbestuur). 4. Apabila dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang Undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada pengadilan admisistrasi yang akan menyelesaikannya. 10 Lain halnya dengan AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon memberikan pengertian Negara hukum dengan istilah the rule of law dengan unsur unsur sebagai berikut: 1. Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang wenangan, sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum. 2. Kedudukan yang sama di depan hukum baik rakyat ataupun pejabat. 3. Terjaminnya hak hak manusia oleh Undang Undang dan keputusan keputusan pengadilan. 11 Selanjutnya Perumusan ciri ciri Negara hukum yang dilakukan oleh Stahl dan Dicey kemudian ditinjau lagi sehinga dapat menggambar perluasan tugas pemerintah yang tidak boleh lagi bersufat pasif. International Commision of Jurists pada konfrensinya di Bangkok pada tahun 1965 menekankan bahwa disamping hak hak politik rakyat harus diakui pula adanya hak hak sosial dan ekonomi sehingga perlu dibentuk standar standar dasar ekonomi. Komisi ini dalam konfrensi tersebut juga 10 Ibid. 11 Anwar C., 2011, Teori dan Hukum Konstitusi, Intrans Publishing, h xviii

19 merumuskan syarat syarat (ciri ciri) pemerintahan demokratis di bawah rule of law (yang dinamis) sebagai berikut: a) Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak hak individu, konstitusi haruslah pula menentukan cara prosedural untuk memperoleh hak hak yang di jamin. b) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak. c) Pemilihan umum yang bebas. d) Kebebasan menyatakan pendapat. e) Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi. f) Pendidikan kewarganegaraan. 12 Dari ciri ciri negara hukum (material) tersebut, menurut Anwar. C memperlihatkan adanya perluasan makna negara hukum formil dan pengakuan peran pemerintah yang lebih luas sehingga dapat menjadi rujukan bagi berbagai konsepsi Negara Hukum. 13 Berdasarkan atas uraian di atas dapat disimak, bahwa ciri ciri dari suatu negara hukum adalah adanya pengakuan dan perlindungan atas hak hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak, dan legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya Teori Kewenangan Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari yang diberikan oleh undang undang. Menurut Prajudi Atmosudirjo, yang dimaksud dengan kewenangan (authority gezag) adalah apa yang dimaksud dengan kekuasaan formal, yang berasal dari kekuasaan legislatif (diberi oleh Undang Undang) atau kekuasaan eksekutif/administratif. 14 Sedangkan yang dimaksud dengan wewenang (competence,bevoegdheid), adalah kekuasaan untuk 12 Ibid. 13 Ibid, h Prajudi Atmosudirjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia, Jakarta, h. 73 xix

20 melakukan sesuatu tindakan 15. Menegaskan kembali menurut Juanda bahwa wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang menandatangani atau menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini terdapat pendelegasian wewenang. Jadi, di dalam kewenangan terdapat wewenang wewenang. 16 Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang undangan. 17 Kewenangan secara teoritik menurut H.D. Van Wijk / Willem Koenijnenbelt dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat 18. Atribusi merupakan pemberian wewenang kepada pemerintahan oleh pembuat undang undang kepada organ pemerintahan sebagai pelaksana dinamika ketatanegaraan. Pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang undangan. Pemberian wewenang tersebut melahirkan atau menciptakan suatu wewenang baru. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada pemerintahan lainnya. Menurut H.D. Van Wijk / Willem Koenijnenbelt, pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau 15 Ibid, h Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T. Alumni, Bandung, h Ridwan HR, 2014, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, Rajawali Pers, Jakarta, h Ibid, h. 102 xx

21 Pejabat Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya. Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Sedangkan Mandat menurut H.D. Van Wijk / Willem Koenijnenbelt akan terjadi ketika organ pemerintahan telah mengizinkan kewenangannya dijalankan organ lain atas namanya. Pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun. Hanya terdapat hubungan internal, sebagai contoh Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung jawab tetap berada pada organ kementrian dan pegawai memutuskan secara faktual. Berdasarkan paparan tentang wewenang di atas, dapat disebutkan bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya penyerahan sebagian wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat Efektifitas Penegakan Hukum Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan xxi

22 bernegara. 19 Penegakan hukum dalam bahasa belanda disebut dengan rechtstoepassing atau rechtshandhaving dan dalam bahasa inggris law enforcement, meliputi pengertian yang bersifat makro dan mikro. Bersifat makro mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, sedangkan dalam pengertian mikro terbatas dalam proses pemeriksaan di pengadilan termasuk proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga pelaksanaan putusan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 20 Dalam bukunya Soerjono Soekanto dikemukakan bahwa untuk berlakunya suatu aturan hukum harus memenuhi 3 (tiga) syarat, yaitu 1. Kaedah hukum berlaku secara yuridis; 2. Kaedah hukum berlaku secara sosiologis; 3. Kaedah hukum berlaku secara filosofis. 21 Pada dasarnya adanya suatu kaedah hukum tersebut diakui dan diterima oleh masyarakat dengan tanpa perlu dipaksakan oleh penguasa apabila memang sudah dirasakan sesuai dengan nilai nilai dan norma norma hidup dan kehidupan dari masyarakat yang bersangkutan. 22 Sedangkan berlakunya kaedah hukum secara filosofis, artinya suatu kaedah hukum harus berdasarkan pada cita cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. Jika hal ini dikaitkan dengan hukum 19 Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Pers, Jakarta (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto I) h Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Strategi Pencegahan Dan Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi, Refika Editama, Bandung, h Soerjono Soekanto, 1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto II) h Ibid. xxii

23 ketatanegaraan kita maka cita hukum yang tertinggi sebagai recht idee dari bahasa Indonesia adalah sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD NRI Penegakan hukum sebagai suatu proses yang pada hakikatnya merupakan penerapan direksi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum akan tetapi mempunyai unsur unsur penilaian pribadi (Wayne La Favre). Secara konsepsional, maka inti dan arti penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai nilai yang terjabarkan di dalam kaidah kaidah yang mantap dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, melahirkan dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. 24 Penegakan hukum merupakan suatu upaya pemerintah untuk menciptakan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Akan tetapi penegakan hukum yang dilakukan sampai saat ini sangat bertolak belakang dengan prinsip penegakan hukum yang sebenarnya. Masyarakat yang seharusnya memperoleh perlindungan hukum akan hak haknya malahan menjadi merasa ditindas. Fenomena yang menganggap hukum belum mampu sepenuhnya member rasa aman, adil dan kepastian perlu dicermati dengan hati hati. Dari fenomena tersebut muncul ekspektasi agar hukum dapat ditegaskan secara tegas dan konsisten, karena ketidakpastian hukum dan kemerosotan wibawa hukum akan melahirkan krisis hukum Ibid, h Soerjono Soekanto I, Op.Cit. h Chaerudin, Syaiful Ahmad Dinar, Syarif Fadillah, Op.Cit. h. 55 xxiii

24 Efektifitas penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor faktor yang mungkin mempengaruhinya. Faktor faktor tersebut mempunyai arti netral, sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor faktor tersebut. Faktor faktor tersebut antara lain: 1. Faktor hukumnya sendiri; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak pihak yang menbentuk maupun menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup Good Enviromental Governance Dalam hal pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia dikenal istilah Good Enviromental Governance atau prinsip prinsip pengelolaan lingkungan yang baik. Keterbukaan dan peran serta masyarakat merupakan asas yang esensial dalam pengelolaan lingkungan yang baik, terutama didalam prosedur administratif perizinan lingkungan sebagai instrumen pencegahan pencemaran lingkungan. 27 Didalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059, selanjutnya disebut dengan UU 32/2009) Pasal 2 menyebutkan beberapa asas. Adapun asas-asas yang dimaksud, yakni : 28 a. Asas tanggung jawab negara, adalah: 26 Soerjono Soekanto I, Op.Cit, h Amos Neolaka, 2008, Kesadaran Lingkungan, PT. Rineka Cipta, Jakarta, h Syamsuharya Bethan, 2008, Penerapan Prinsip Hukum Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup Dalam Aktivitas Industri Nasional, PT. Alumni Bandung, h. 89 xxiv

25 a) negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. b) negara menjamin hak warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. c) negara mencegah dilakukannya kegiatan pemanfaatan sumber daya alam yang menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. b. Asas kelestarian dan keberlanjutan adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. c. Asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus memperhatikan berbagai aspek seperti kepentingan ekonomi, sosial, budaya, dan perlindungan serta pelestarian ekosistem. d. Asas keterpaduan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai komponen terkait. e. Asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia selaras dengan lingkungannya. f. Asas kehati-hatian adalah bahwa ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. g. Asas keadilan adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun lintas gender. h. Asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan karakteristik sumber daya alam, ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. i. Asas keanekaragaman hayati adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan upaya terpadu untuk mempertahankan keberadaan, keragaman, dan keberlanjutan sumber daya alam hayati yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama dengan unsur nonhayati di sekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem. xxv

26 j. Asas pencemar membayar adalah bahwa setiap penanggung jawab yang usaha dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup wajib menanggung biaya pemulihan lingkungan. k. Asas partisipatif adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. l. Asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup harus memperhatikan nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. m. Asas tata kelola pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. n. Asas otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. 1.8 Metode Penelitian Menurut Soerjono Soekanto yang dikutip oleh H. Zainuddin Ali, Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari sesuatu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya. 29 Dalam suatau penelitian akan muncul sebuah masalah hukum. Masalah hukum adalah uraian mengenai persoalan atau pertanyaan pertanyaan aspek hukum dari kasus yang akan dijawab oleh penulis memorandum hukum secara berturut dan sistematis. 30 Dari masalah hukum tersebut dibutuhkan tahapan tahapan, proses dan metode metode untuk menemukan jawabannya. 29 H. Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h Ibid, h.117 xxvi

27 Tahapan tahapan, proses, dan metode metode tertentu disebut sebagai Metodelogi Penelitian. Metodelogi penelitian merupakan ilmu mengenai jenjang jenjang yang harus dilalui dalam proses penelitian. Atau ilmu yang membahas metode ilmiah dalam mencari, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan. 31 Metode penelitian yang digunakan penulis yakni metode penelitian kualititatif. Penulis menggunakan metode ini dikarenakan, untuk melakukan penelitian dalam bentuk perilaku hukum (legal behavior) masyarakat, tentu tidak dapat melakukan pengamatan terhadap semua individu individu secara menyeluruh terhadap jumlah populasi yang ada. Oleh karena itu, penulis menggunakan penelitian kualititatif yang menggunakan populasi dan sampel dalam pengumpulan data Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian hukum empiris. Hukum empiris merupakan penelitian ilmiah yang menjelaskan fenomena hukum tentang terjadinya kesenjangan antara norma dengan perilaku masyarakat (kesenjangan antara das Sollen dan das Sein). 33 Dalam arti bahwa penelitian hukum ini menggunakan pendekatan dari aspek empiris yang bertumpu pada sifat hukum yang nyata/sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat. Penelitian hukum empiris yakni penelitian yang menggunakan atau berdasarkan data data yang ada di lapangan, wawancara, dan sempel. Pertimbangan dalam penggunaan jenis penelitian ini dikarenakan objek kajian yang akan diteliti terdapat langsung di masyarakat, 31 Rianto Adi, 2001, Metodelogi Penelitian Sosial dan Hukum, Granit, Jakarta, h.1 32 Ibid, h Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Fakulta Hukum Universitas Udayana, Denpasar, h. 77 xxvii

28 berkenaan dengan pengelolaan sampah di Provinsi Bali Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut : 1. Pendekatan Perundang undangan (The Statue Approach) Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan Pendekatan Perundang undangan (The Statue Approach), yang dilakukan dengan menelaah undang undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani Pendekatan Fakta (The Fact Approach) Penelitian ini juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan fakta (The Fact Approach), yang dilakukan dengan menelaah kasus kasus di Indonesia yang berkaitan dengan pengaturan hukum pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA Sifat penelitian Sifat penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini, berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori teori baru atau memperkuat materi yang sudah ada dan dapat menggunakan data kualitatif atau kuantitatif. 35 Dalam hal ini bagaimana Pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA. 34 Peter Mahmud Marzuki, 2010, Penelitian Hukum, Kencana Predana Media Group, Jakarta, h Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo, Jakarta, h. 26 xxviii

29 1.8.4 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari dua sumber yaitu : 1. Data Primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan dan responden mengenai Pengelolaan sampah TPA Regional SARBAGITA. Wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada seseorang, melainkan dilakukan pertanyaan pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan Data Kepustakaan/Sekunder adalah Data yang diperoleh dari kepustakaan terdiri dari: a) Bahan bahan hukum Primer (primary law material) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak pihak berkepentingan (kontrak). Dalam hal ini penulis menggunakan: a. Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945; b. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 36 Fakultas Hukum Universitas Udayana, op. cit h. 82 xxix

30 c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587); e. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Bali Nomor 5); f. Peraturan Gubernur Bali Nomor 100 Tahun 2011 Tentang Organisasi Dan Rincian Tugas Pokok Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali, Berita Daerah Provinsi Bali Tahun 2011 Nomor 100 g. Keputusan Bersama Walikota Denpasar, Bupati Badung, Bupati Gianyar, dan Bupati Tabanan Mengenai Pengelolaan Sampah atau Kebersihan Di Wilayah SARBAGITA b) Bahan bahan hukum Sekunder (secondary law material) Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, pendapat pakar hukum, karya tulis hukum yang termuat dalam xxx

31 media cetak atau elektronik) Teknik Pengumpulan Data Menurut Soejono Soekanto, dalam penelitian lazimnya dikenal tiga jenis pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau bahan pustaka, pengamatan atau observasi, wawancara atau interview. 38 Namun, dalam prakteknya nanti, penulis hanya akan menggunakan 3 teknik, yaitu; 1. Teknik Studi Dokumen/Kepustakaan Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik penelitian hukum normatif maupun empiris. Studi dokumen dilakukan atas bahan bahan hukum yang relevan dengan penelitian. 2. Teknik Wawancara (Interview) Wawancara merupakan salah satu teknik yang sering digunakan dalam penelitian hukum empiris. Wawancara dilakukan dengan merancang pertanyaan pertanyaan untuk memperoleh jawaban yang relevan dari seseorang dengan masalah penelitian kepada responden maupun informan. Dalam bewawancara peneliti menggunakan alat berupa pedoman wawancara atau interview guide, agar nantinya hasil wawancara memiliki nilai validitas dan reabilitas Teknik Penentuan Sampel Penelitian Teknik Penentuan sampel penelitian yang digunakan adalah Teknik Purposive 37 Bambang Sunggono, 2007, Metodologi Penelitian Hukum,PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, h Soerjono Soekanto 1990, Ringkasan Metedologi Penelitian Hukum Empiris, Cet. Ke 1, IND- HILL-CO, Jakarta, (Selanjutnya disingkat Soerjono Soekanto III) h. 114 xxxi

32 Sampling. Penarikan sampel dilakukan berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat sifat atau karakteristik tertentu yang merupakan ciri utamanya populasi Teknik Pengolahan Dan Analisis Data Dalam penelitian ilmu hukum empiris dikenal dua model analisis, yaitu analisis data kualitatif dan analisis data kuantitatif. Analisis data kualitatif digunakan jika sifat data yang dikumpulkan hanya sedikit, bersifat monografis atau berwujud kasus kasus sehingga tidak dapat disusun dalam suatu struktur klasifikasi. Yang berarti mengumpulkan bahan bahan yang akan digunakan sebagai pemaparan secara mendalam dan menjurus pada penelitian yang telah dibuat. 40 Teknik pengolahan dan analisis data dalam penulisan ini dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yaitu memisahkan atau memilih bahan hukum yang ada dan yang sesuai dengan pembahasan dalam penulisan ini. Sedangkan penyajiannya dilakukan dengan metode deskriptif analisis yaitu dengan menggambarkan secara lengkap sebagaimana tentang aspek aspek yang berkaitan dengan masalah yang dibahas sehingga dapat diperoleh suatu kebenaran dan suatu kesimpulan. Jakarta. 39 Fakultas Hukum Universitas Udayana, op.cit, h Peter Mahmud Marzuki, 2005, Metode Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, xxxii

EFEKTIFITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA

EFEKTIFITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA EFEKTIFITAS PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA REGIONAL SARBAGITA Oleh: Putu Wahyu Widiartana Made Gde Subha Karma Resen Cokorda Dalem Dahana Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG IZIN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten di Bali yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten di Bali yang berkembang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten di Bali yang berkembang dalam kesenian danindustri kecil dan mempunyai permasalahan yangtidak jauh berbeda dengan daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU

GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU 1 GUBERNUR MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN TELUK DI PROVINSI MALUKU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KLUNGKUNG

PENERAPAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KLUNGKUNG PENERAPAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NO. 7 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN KLUNGKUNG Oleh : I Made Pasek Pariasa I Ketut Suardita Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I. Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan. oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Beranjak dari Pasal 33 ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 menyatakan bahwa, Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

Lebih terperinci

UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DITINJAU DARI PERDA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015

UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DITINJAU DARI PERDA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG DIAKIBATKAN OLEH SAMPAH DITINJAU DARI PERDA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 Oleh : Effelien Tapilatu* I Nyoman Suyatna** Kadek Sarna*** Program Kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I Made Sugiarta Nugraha I Wayan Parsa I Ketut Suardita Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas

BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat) BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia adalah Negara Hukum sebagaimana tertuang di dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara hukum (rechtsstaat)

Lebih terperinci

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS

KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS KEWENANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI TERHADAP PERLINDUNGAN DISABILITAS Oleh I Kadek Indyana Pranantha Anak Agung Sri Utari Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Makalah ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

PENERTIBAN PENEBANGAN POHON PERINDANG SECARA LIAR DI KOTA DENPASAR

PENERTIBAN PENEBANGAN POHON PERINDANG SECARA LIAR DI KOTA DENPASAR PENERTIBAN PENEBANGAN POHON PERINDANG SECARA LIAR DI KOTA DENPASAR Oleh: Imam Wahyudi I Made Arya Utama Kadek Sarna Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana Abstract Development is

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memerlukan interaksi dan komunikasi satu sama lain, khususnya bagi umat manusia. Interaksi dan komunikasi ini sangat diperlukan karena manusia ditakdirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain.

BAB I PENDAHULUAN. ataupun pekerjaan. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk melaksanakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULAUN. dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULAUN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik, hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 33 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN STATUS KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DI KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR

BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR BAB II TINJAUAN UMUM PENEGAKKAN HUKUM DAN PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR 2.1 Pengertian penegakan hukum. Mengenai pengertian dari penegakan hukum menunjuk pada batasan pengertian dari para sarjana. Identifikasi

Lebih terperinci

Oleh : Made Surya Diatmika I Nyoman Suyatna Kadek Sarna Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Made Surya Diatmika I Nyoman Suyatna Kadek Sarna Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana EFEKTIFITAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DI KABUPATEN TABANAN Oleh : Made Surya Diatmika I Nyoman

Lebih terperinci

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PEMBANGUNAN HOTEL PADA KAWASAN SEMPADAN JURANG DI KABUPATEN BADUNG Oleh: I Putu Antoni Giri I Ketut Sudiarta Cokorde Dalem Dahana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah dilaksanakan sebanyak empat tahapan dalam kurun waktu empat tahun (1999, 2000, 2001, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila itu mencangkup sila atau prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia dasar filosofis yang dimaksudkan itulah yang biasa disebut sebagai Pancasila yang berati lima sila atau lima prinsip dasar untuk mencapai atau mewujudkan

Lebih terperinci

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK

WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK WALIKOTA BENGKULU PROVINSI BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2015 TENTANG PENERTIBAN PEMELIHARAAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH TAHU DI TUKAD BADUNG DENPASAR TERKAIT PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH PROVINSI BALI

PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH TAHU DI TUKAD BADUNG DENPASAR TERKAIT PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH PROVINSI BALI PENCEMARAN AIR OLEH LIMBAH TAHU DI TUKAD BADUNG DENPASAR TERKAIT PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN OLEH PEMERINTAH PROVINSI BALI Oleh Mu ammar Kadafi Nyoman Mudana Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut

BAB I PENDAHULUAN. yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang kedaulatannya berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS,

TENTANG BUPATI MUSI RAWAS, PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS Menimbang : a. PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PRODUK HUKUM DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. dalam konsep kesejahteraan (welfare) dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum sebagai kaedah merupakan himpunan petunjuk hidup berupa perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam masyarakat yang seharusnya ditaati, dan pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA

EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI KOTA SINGARAJA I Wayan Arsana Rama Putra Pembimbing : I Gusti Ngurah Wairocana I Gusti Ayu Putri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk.

BAB I PENDAHULUAN. barang maka semakin besar pula volume sampah yang dihasilkan. 1. dan volumenya akan berbanding lurus dengan jumlah penduduk. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sehari-hari tidak terlepas dari kebutuhannya terhadap lingkungan. Setiap manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi segala kebutuhan primer,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini dimulai dari

BAB III METODE PENELITIAN. Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini dimulai dari BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Waktu Penelitian Waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian ini dimulai dari perumusan masalah hingga penulisan laporan akhir penelitian.

Lebih terperinci

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan) Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG, Menimbang : a. bahwa dengan adanya pertambahan penduduk dan pola konsumsi

Lebih terperinci

JURNAL PENGELOLAAN SAMPAH PASAR SEGIRI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN SUNGAI KARANGMUMUS DI KOTA SAMARINDA

JURNAL PENGELOLAAN SAMPAH PASAR SEGIRI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN SUNGAI KARANGMUMUS DI KOTA SAMARINDA JURNAL PENGELOLAAN SAMPAH PASAR SEGIRI SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCEMARAN SUNGAI KARANGMUMUS DI KOTA SAMARINDA Disusun oleh: FRANSISKA SEPTI WIDIASTUTI NPM : 100510268 Program Studi Program Kekhususan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR

PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR PENGENDALIAN PEREDARAN MINUMAN BERALKOHOL DI WILAYAH HUKUM POLRESTA DENPASAR Oleh: Dewi Irmayanti Zanivah I Gusti Ngurah Wairocana I Ketut Sudiarta Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara demokrasi yang menganut sistem perwakilan di dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dalam sistem perwakilan ini masing-masing anggota masyarakat

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG

RANCANGAN UNDANG UNDANG RANCANGAN UNDANG UNDANG RUU-AP VERSI NOVEMBER 2007 (SARAN RAPAT RANCANGAN UNDANG UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia membutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI INDRAMAYU, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN

BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN BUPATI LUWU TIMUR PROPINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH RUMAH TANGGA DAN SAMPAH SEJENIS SAMPAH RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

Gubernur Jawa Barat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 37 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN DAN PENGELOLAAN PROGRAM LEGISLASI

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH TINJAUAN YURIDIS TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN IJAZAH Oleh : Made Aprina Wulantika Dewi Nyoman A. Martana Program Kekhususan : Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract : The problem raised is about

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DALAM RANGKA PERLINDUNGAN TERHADAP PEROKOK PASIF Oleh I Komang Wijana I Nyoman Mudana Bagian Hukum Pemerintahan

Lebih terperinci

NARKOTIKA JENIS KATINON DALAM PERSPEKTIF ASAS LEGALITAS

NARKOTIKA JENIS KATINON DALAM PERSPEKTIF ASAS LEGALITAS NARKOTIKA JENIS KATINON DALAM PERSPEKTIF ASAS LEGALITAS Oleh Komang Ayu Lestari Ida Bagus Surya Darmajaya Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Now the rampant drug abuse by young

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia terdapat banyak sungai yang menjadi sumber kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia terdapat banyak sungai yang menjadi sumber kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia terdapat banyak sungai yang menjadi sumber kehidupan masyarakat yang ada di sekitar bantaran sungai tersebut. Banyak di berbagai daerah yang memiliki

Lebih terperinci

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Volume 15, Nomor 2, Hal. 73-80 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Meri Yarni Fakultas Hukum Universitas Jambi Kampus Pinang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1

BAB I PENDAHULUAN. hukum, tidak ada suatu tindak pidana tanpa sifat melanggar hukum. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana adalah suatu pelanggaran norma-norma yang oleh pembentuk undang-undang ditanggapi dengan suatu hukuman pidana. Maka, sifat-sifat yang ada di dalam

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Oleh Ida Bagus Indra Dwi Putra Nengah Suharta Cokorde Dalem Dahana Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh Ida Bagus Indra Dwi Putra Nengah Suharta Cokorde Dalem Dahana Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Udayana PERANAN PEMERINTAH KABUPATEN KLUNGKUNG DALAM MENANGGULANGI PENGEMIS BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG KETERTIBAN UMUM Oleh Ida Bagus Indra Dwi Putra Nengah Suharta

Lebih terperinci

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN PENGATURAN KEANEKARAGAMAN HAYATI BAWAH LAUT BERKAITAN DENGAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN Made Nanika Mawapusti Yadnya I Ketut Sudiarta Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas

Lebih terperinci

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN,

BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, BUPATI MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MADIUN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR - 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH REGIONAL JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang

Lebih terperinci

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman *

POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * 1 POLEMIK PENGELOLAAN SAMPAH, KESENJANGAN ANTARA PENGATURAN DAN IMPLEMENTASI Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 25 November 2015; disetujui: 11 Desember 2015 Polemik Pengelolaan Sampah Masalah pengelolaan

Lebih terperinci

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM PENANGANAN PELANGGARAN KETENTUAN TENTANG PENCEMARANSAMPAH DI KOTA DENPASAR

UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM PENANGANAN PELANGGARAN KETENTUAN TENTANG PENCEMARANSAMPAH DI KOTA DENPASAR 1 UPAYA PEMERINTAH KOTA DENPASAR DALAM PENANGANAN PELANGGARAN KETENTUAN TENTANG PENCEMARANSAMPAH DI KOTA DENPASAR Oleh: Agus Arya Anggana Putra I Gusti Ngurah Wairocana I Ketut Sudiarta Program Kekhususan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemberlakuan otonomi daerah di Indonesia menuntut Pemerintah Daerah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang berorientasi pada upaya mempercepat terwujudnya kesejahteraan

Lebih terperinci

PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI)

PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI) 1 PROSES PENGADAAN BARANG DAN JASA OLEH PEMERINTAH DAERAH (SUATU STUDI DI PROVINSI BALI) Oleh Ida Bagus Nyoman Sanjayadiputra I Ketut Tjukup Program Kekhususan : Hukum Pemerintahan, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia menyelenggarakan pemerintahan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil, makmur, dan merata berdasarkan

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian

BAB I PENDAHULUAN. Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara konstitusional hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat adalah sebagian dari hak asasi manusia, sebagaimana tercantum dalam Undang Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. vii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah merupakan faktor yang paling utama dalam menentukan produksi setiap fase peradaban sehingga dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 ditentukan Bumi dan air dan

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH SEBAGAI BENTUK TRANSPARANSI PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH SEBAGAI BENTUK TRANSPARANSI PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SISTEM INFORMASI KEUANGAN DAERAH SEBAGAI BENTUK TRANSPARANSI PEMERINTAH DALAM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Oleh: Ema Wulandari I Gede Artha Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Disamping itu, pola konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Disamping itu, pola konsumsi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Disamping itu, pola konsumsi masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan.

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia. kenegaraan, pemerintahan, dan kemasyarakatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut sebagai UUD 1945), Negara Indonesia merupakan Negara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENETAPAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN BADUNG

KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENETAPAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN BADUNG KEWENANGAN KEPALA DAERAH DALAM PENETAPAN IZIN PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN BADUNG Oleh : I Gusti Ayu Pradnyani I Nyoman Sirtha Bagian Hukum Pemerintahan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini

BAB I PENDAHULUAN. mencapai 48 partai politik peserta Pemilu Sistem multipartai ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah negara yang telah mengalami beberapa masa kepemimpinan yang memiliki perbedaan karakteristik perlakuan hak politik setiap warga negara

Lebih terperinci

PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG

PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG PENGATURAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Made Yuni Lestari I Nyoman Suyatna Kadek Sarna Bagian Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia menganut asas Desentralisasi dalam penyelengaraan pemerintahan menurut pasal 1 angka 7 Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah yaitu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 27 TAHUN 2011 TERKAIT BANGUNAN DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA DENPASAR Oleh : Ni Putu Putrika Widhi Susmitha I Ketut Sudiarta Kadek Sarna Program Kekhususan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH Bagian Hukum Setda Kabupaten Ogan Komering Ulu PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 5 TAHUN 2009

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 066 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG JASA LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa Provinsi Jambi merupakan daerah yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga

BAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG

SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SKRIPSI PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PADANG PERIODE 2009-2014 TERHADAP PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG KETERTIBAN UMUM DAN KETENTRAMAN MASYARAKAT Diajukan untuk

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS ANDALAS PADANG SKRIPSI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG KAWASAN TANPA ASAP ROKOK DAN KAWASAN TERTIB ROKOK DI KOTA PADANG PANJANG Oleh : FADEL MUHAMMAD 0910112092 Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1

BAB III METODE PENELITIAN. membandingkan dengan standar ukuran yang telah ditentukan. 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang dipakai untuk mencapai tujuan. Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian dan membandingkan dengan standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan

BAB I PENDAHULUAN. meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu bara, bijih besi, dan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang sangat besar, salah satunya adalah bahan galian tambang. Indonesia merupakan negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN DI KOTA DENPASAR MENURUT UNDANG UNDANG NO.32 TAHUN 2004 DAN PERDA NO.9 TAHUN 2008

KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN DI KOTA DENPASAR MENURUT UNDANG UNDANG NO.32 TAHUN 2004 DAN PERDA NO.9 TAHUN 2008 KEDUDUKAN DAN KEWENANGAN PEMERINTAH KECAMATAN DI KOTA DENPASAR MENURUT UNDANG UNDANG NO.32 TAHUN 2004 DAN PERDA NO.9 TAHUN 2008 Oleh I Made Sudarmayasa I Gusti Ayu Puspawati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN

URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN URGENSI KEBERADAAN PERATURAN DAERAH RENCANA TATA RUANG WILAYAH TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH PERKOTAAN Oleh: Putu Tasya Ratna Elisabeth Kusumaedi I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci