BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Oleh karena itu segala tindakan dan kewenangan pemerintah harus berdasarkan atas hukum. Dalam rangka penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan amanat Pasal 18 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka pemerintah daerah diberi kesempatan untuk mengurus sendiri urusan pemerintahan sesuai dengan otonomi dan tugas pembantuan. Pelaksanaannya dilakukan melalui tugas pemerintah dan tugas pembangunan yang memerlukan suatu sistem administrasi pemerintah di daerah. Dalam Undang-Undang Dasar Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 pada BAB VI diatur dalam Pasal 18 tentang Pemerintahan Daerah, dijelaskan bahwa: (1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, xiii dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan Undang-Undang. (2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. (4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis. (5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. 1

2 2 (6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lainnya untuk melaksanakan otonomi dan tugastugas pembantuan. (7) Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang-undang. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 maka pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 1 ayat ( 2 ) Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang dimaksud dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Selain itu tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan daerah, terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kesetabilan politik dan kesatuan bangsa. 1 Dalam Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, disebutkan bahwa Otonomi Daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan 1 Sujamto, 1990, Otonomi Daerah Yang Nyata Dan Bertanggung Jawab, Cet. Kedua Ghalia Indonesia, Jakarta, hal 22.

3 3 pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Program pembangunan di daerah dalam era otonomi yang nyata, memberi pengertian adanya perubahan orientasi pelaksanaan pembangunan yang harus dikelola dengan prinsip dan mekanisme yang profesional. 2 Seiring dengan perjalanan dan perkembangan sistem pemerintahan daerah, pemerintah Kota Denpasar sebagai pemerintah di daerah bersekala kota menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Bagi Kota Denpasar yang merupakan kota yang berwawasan budaya yang menjadi pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan, dan pariwisata maka sudah tentu sangat memperhatikan masalah keamanan dan ketertiban lingkungannya. Salah satu masalah yang berkaitan dengan hal itu adalah keberadaan PKL dibeberapa tempat di wilayah Kota Denpasar yang cukup menjadi sorotan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum karena belum mendapat perlindungan hukum yang jelas dan penataan yang baik, meskipun sudah ada peraturan daerah yang mengatur hal tersebut. Salah satu kegiatan yang berpotensi menimbulkan gangguan terhadap kebersihan dan ketertiban umum di Kota Denpasar adalah Pedagang Kaki Lima. Beberapa kegiatan PKL menggangu ketertiban umum misalnya mereka berjualan di areal trotoar yang merupakan fasilitas umum sehingga menghalangi pejalan kaki yang hendak menggunakan trotoar dan juga mereka berjualan di area badan jalan sehingga para pengendara mobil dan sepeda motor merasa terganggu dengan kegiatan mereka sehingga terjadi kemacetan lalu lintas. 2 Jiwa Atmaja, 2002, Otonomi Daerah Bali Kendala dan Harapan, Ikayana & Tabloid Taksu, Denpasar, hal. 174.

4 4 Dalam Pasal 1 huruf s Peraturan Daerah No 3 Tahun 2000 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 15 Tahun 1993 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Denpasar menegaskan bahwa yang dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah pedagang yang dalam melakukan kegiatan usahanya, menjual maupun menjajakan barang dagangannya dengan cara berkeliling maupun menetap pada suatu lokasi yang bersifat sementara. Keberadaan PKL di Kota Denpasar memang membawa pengaruh di berbagai bidang kehidupan. Makin beragamnya jenis usaha yang dilakukan oleh PKL maka sampah dan limbah yang dihasilkan juga akan bertambah, sehingga tingkat pencemaran lingkungan akan semakin tinggi. Namun disisi lain kegiatan para PKL ternyata memberikan kontribusi yang besar dalam aktivitas ekonomi terutama dalam golongan ekonomi lemah. Berkembangnya PKL dipicu oleh gagalnya pemerintah membangun ekonomi yang terlihat dari rendah dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, tidak berkembangnya usaha-usaha di sektor riil yang pada akhirnya menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran. Meskipun tidak seperti kota-kota besar di Indonesia dimana penertiban PKL banyak di sorot pemerintah setempat untuk menjaga kebersihan dan ketertiban umum, namun di Kota Denpasar seharusnya mulai memperhitungkan keberadaan PKL dimana pengaturan, penataan, serta penegakan hukum bagi pedagang kaki lima sangatlah penting di lakukan agar tidak menimbulkan kekaburan norma dalam pelaksanaannya. Sebaiknya pemerintah Kota Denpasar mencarikan suatu tempat untuk melokalisir para PKL tersebut agar para PKL merasa aman dan nyaman menjalankan kegiatan usahanya,

5 5 karena pada umumnya para pedagang dalam menjajakan barang dagangannya selalu mencari dimana ada orang banyak contohnya seperti taman rekreasi dan tempat-tempat umum yang dimana tempat tersebut sering dikunjungi banyak orang. Apabila pemerintah Kota Denpasar masih tetap tidak mencarikan tempat yang layak dan sesuai bagi para Pedagang Kaki Lima untuk menjalankan usahanya maka, masalah-masalah yang berkaitan dengan penertiban para PKL akan terus terjadi. Bagaimanapun juga PKL adalah warga negara yang harus dilindungi hak-haknya, hak untuk hidup, bebas berkarya, berserikat dan berkumpul. Seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat (2): Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Maka dari itu dalam membantu Kepala Daerah dalam menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum ialah dengan melakukan pembinaan kepada pedagang kaki lima, dan keberadaan pedagang kaki lima juga diharapkan tidak merusak atau menurunkan kualitas lingkungan hidup yang ada disekitarnya agar dapat tercipta tata ruang yang mempertahankan ekosistem lingkungan fisik maupun sosial yang ada di dalamnya. Hal ini tentunya menjadi pelajaran yang cukup berharga bagi pemerintah disemua tingkatan, baik pemerintah pusat, daerah, kota, maupun desa. Akan tetapi, dalam hal ini penulis lebih memfokuskan kepada pemerintah daerah. Sebab didaerah, pedagang kaki lima lebih leluasa karena kurangnya perhatian pemerintah daerah dalam mengatasi penataan lingkungan daerahnya dan juga minimnya fasilitas serta sempit dan kurangnya infrastruktur yang mendukung lancarnya segala aspek penataan kota,

6 6 keamanan dan ketertiban umum serta kenyamanan berlalu lintas dijalan pun akan terganggu, terutama bagi yang berjalan kaki sangat terganggu kenyamanannya. Untuk itu dalam menertibkan keberadaan pedagang kaki lima tersebut dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja yang bertugas untuk membantu Walikota Denpasar menegakkan Peraturan Daerah dan menyelenggarakan ketertiban umum serta ketentraman masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pedoman Satuan Polisi Pamong Praja, merupakan perangkat pemerintah daerah dalam memelihara dan menyelenggarakan ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik menulis judul skripsi yang berjudul Pengaturan Bagi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun Rumusan Masalah Dari apa yang telah dikemukakan dalam latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan menjadi pokok bahasan di dalam penulisan skripsi ini. Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan dan penataan bagi pedagang kaki lima di Kota Denpasar? 2. Bagaimanakah penegakan hukum dan kewenangan penertiban pedagang kaki lima di Kota Denpasar?

7 7 1.3 Ruang Lingkup Masalah Di dalam membahas permasalahan di atas maka dapat ditetapkan ruang lingkup masalah untuk menghindari terlalu luas dan menyimpang dari pokokpokok permasalahan maka sangatlah diperlukan adanya pembatasan-pembatasan dalam penulisan skripsi ini, maka ruang lingkup pembahasannya disesuaikan dengan judul dan rumusan masalah seperti yang telah diuraikan diatas, mengenai hal yang akan dibahas adalah bagaimanakah pengaturan dan penataan bagi pedagang kaki lima di Kota Denpasar serta mengenai bagaimanakah penegakan hukum dan kewenangan penertiban pedagang kaki lima di Kota Denpasar. 1.4 Orisinalitas Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa tulisan yang berjudul Pengaturan Bagi Pedagang Kaki Lima Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun 2000 adalah sepenuhnya hasil dari pemikiran dan tulisan yang ditulis oleh penulis sendiri dengan menggunakan 2 (dua) skripsi sebagai referensi. Beberapa penelitian yang ditelusuri berkaitan dengan penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : No Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah 1 Tindakan Pemerintah I Putu Gede 1. Apa dasar kewenangan Kota Denpasar Dalam Yogaditha pemerintah Kota Menata Kegiatan Kusuma Denpasar menata Pedagang Kaki Lima. (Tahun 2011) kegiatan pedagang kaki lima di wilayahnya? 2. Tindakan hukum apa saja yang telah dan akan dilakukan oleh pemerintah Kota Denpasar dalam menata kegiatan kaki lima?

8 8 2 Penegakan Peraturan Daerah tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum terhadap pedagang kaki lima di Kota Denpasar. (Tahun 2009) Ida Bagus Gede Oka Sidhimantra 1. Bagaimanakah pelaksanaan penegakkan peraturan daerah tentang kebersihan dan ketertiban umum terhadap pedagang kaki lima di Kota Denpasar? 2. Hambatan-hambatan apa yang terjadi dalam pelaksanaan penegakkan peraturan daerah tentang kebersihan dan ketertiban umum terhadap pedagang kaki lima di Kota Denpasar? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum 1. Untuk melatih mahasiswa dalam usaha menyatakan pikiran ilmiah secara tertulis. 2. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam bidang penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa. 3. Untuk perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan di bidang ilmu hukum. 4. Untuk mengembangkan diri pribadi mahasiswa ke dalam kehidupan sebelum terjun ke masyarakat Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaturan dan penataan bagi pedagang kaki lima di Kota Denpasar 2. Untuk mengetahui penegakan hukum dan kewenangan penertiban pedagang kaki lima di Kota Denpasar.

9 9 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis Penelitian ini dilakukan untuk pengembangan hukum khususnya untuk mengetahui upaya hukum dalam pengaturan pedagang kaki lima di kota denpasar. Penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi pengembangan dalam penerapan ilmu hukum khususnya hukum pemerintahan serta meningkatkan pengetahuan di bidang hukum yang mengatur pedagang kaki lima, kebersihan dan ketertiban umum Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini ditulis untuk dapat memberikan ide-ide atau tindakan guna membangun lingkungan yang tertib sesuai peraturan yang ada, serta memberikan sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kota Denpasar agar memberikan ruang usaha kepada pedagang kaki lima agar nyaman melakukan usahanya dan penerapan kebijakan dalam melaksanakan usaha kebersihan dan ketertiban umum tetap terlaksana. 1.7 Landasan Teoritis Landasan teoritis yang nantinya digunakan dalam penelitian hukum merupakan sebuah pijakan dasar dalam membahas permasalahan-permasalahan hukum yang terkait dengan permasalahan tersebut. Adapun landasan teoritis yang digunakan dalam penelitian ini berupa Teori Negara Hukum, Teori Peraturan

10 10 Perundang-undangan, Teori Otonomi, Teori Kewenangan, dan Teori Perlindungan Hukum Teori Negara Hukum Prinsip negara hukum senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan jaman, Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kompleksnya kehidupan masyarakat di era global. menurut pengembangan prinsip-prinsip negara hukum. Negara hukum adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. secara konstitusional Negara Indonesia adalah negara hukum, yang diketahui dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Untuk dapat disebut sebagai negara hukum maka harus memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan Hak Asasi Manusia serta adanya pemisahan dalam negara. 3 Dalam perkembangannya timbul dua teori negara hukum. Unsur-unsur rechtstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli hukum Eropa barat kontinental sebagai berikut: 1. Perlindungan hak asasi manusia. 2. Pembagian kekuasaan berdasarkan trias politika. 3. Pemerintahan berdasarkan Undang-Undang. 4. Peradilan Tata Usaha Negara. 4 3 Moh Kusnardi dan Bintang R. Saranggih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya Media Pratama, Jakarta, hal Ridwan, HR. 2011, Hukum Administrasi Negara, Edisi Revisi, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, hal. 3.

11 11 Lain halnya dengan AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon memberikan pengertian the rule of law sebagai berikut: 1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. 2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality before the law). Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat; dan 3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan. Konsep Rechtstaat lahir karena menentang absolutisme sehingga Sifatnya revolusioner sedangkan Rule Of Law berkembang secara evolusioner yang bertumpu atas sistem hukum Common Law Teori Peraturan Perundang-undangan Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan dikenal dengan teori jenjang hukum (stufentheorie) yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, dalam teori tersebut Hans Kelsen berpendapat bahwa norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis dalam suatu hierarki dalam arti suatu norma yang lebih rendah berlaku bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi demikian seterusnya sampai pada suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu norma dasar. 6 Dimana dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, yang dimaksud Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang membuat 5 Ibid. 6 Maria Farida Indrati Soeprapto, 2010, Ilmu Perundang-Undangan: Jenis, Fungsi dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta, hal.41.

12 12 norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan Teori Otonomi Dalam Negara Kesatuan, otonomi merupakan hak kewenangan Pemerintah Pusat yang sebagian didelegasikan (dilimpahkan atau diberikan) kepada daerah yang kemudian disebut desentralisasi. Otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 7 Dalam pengertian otonomi daerah bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam pemberian otonomi daerah adalah terwujudnya otonomi daerah yang nyata, dinamis dan bertanggung jawab. Dimana suatu wilayah Negara dibagi-bagi menjadi daerah-daerah yang diberi otonomi yaitu wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundangundangan yang berlaku, dalam hal ini sebagai urusan pusat diserahkan kepada daerah untuk menjadi urusannya sendiri. Dalam hal ini pemerintah pusat maupun daerah memiliki tanggung jawab dan wewenang dalam melaksanakan pembangunan di segala bidang. Dengan kewenangan yang ada atas dasar adanya pemberian otonomi dari pusat kepada daerah mengakibatkan pemda berwenang membuat Peraturan Daerah sesuai dengan situasi dan kondisi daerah setempat sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang yang berlaku. Adanya Peraturan Daerah mengakibatkan 7 Moh Kusnardi dan Bintang R. Saranggih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya Media Pratama, Jakarta, hal.42

13 13 Pemerintah Daerah berwenang melakukan tindakan atau perbuatan yang dianggap perlu demi menjaga keamanan dan ketertiban di daerahnya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan daerah tersebut. Tindakan yang di ambil oleh pemerintah daerah dalam mengatasi setiap masalah yang timbul di daerahnya biasanya bersifat memaksa, dan pemerintah daerah berwenang untuk mengambil suatu tindakan atau upaya yang dianggap perlu, baik sebagai upaya perlindungan dan penegakan hukum terhadap akan terjadinya suatu peristiwa yang bertentangan dengan peraturan maupun tindakan yang bersifat menanggulangi bila peristiwa yang bertentangan dengan peraturan yang berlaku Teori Kewenangan Dalam teori kewenangan, yang dimaksud dengan kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari yang diberikan oleh Undang-Undang, yaitu kekuasaan legislatif dan kekuasaan eksekutif atau administratif. Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang menandatangani/menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, sedangkan kewenangan tetap berada di tangan Menteri/Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini terdapat pendelegasian wewenang. Jadi, di dalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang. 8 8 Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T Alumni, Bandung, hal.271

14 14 Kewenangan secara teoritis dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat adapun penjelasannya sebagai berikut: a. Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undangundang kepada organ pemerintahan. 9 b. Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada pemerintahan lainnya. 10 c. Mandat terjadi ketika organ pemerintahan telah mengijinkan kewenangannya dijalankan organ lain atas namanya Teori Perlindungan Hukum Menurut Setiono, perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati martabatnya sebagai manusia. 12 Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua yaitu: a. Perlindungan Hukum Preventif Perlindungan hukum preventif merupakan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu atau batasbatasan dalam melakukan suatu kewajiban. 9 Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, hal Ibid, hal Ibid, hal Setiono, 2004, Rule of Law (Supremasi Hukum), Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret, Surakarta, hal.3

15 15 b. Perlindungan Hukum Represif Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran. 13 Setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menegakkan hukum. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini belum ada Undang-Undang yang khusus mengatur mengenai pedagang kaki lima. Padahal fenomena pedagang kaki lima sudah merupakan permasalahan nasional karena setiap kota pasti ada pedagang kaki limanya. Pengaturan mengenai pedagang kaki lima ini hanya terdapat dalam peraturan daerah (Perda). Perda ini hanya mengatur tentang pelanggaran untuk kebersihan dan ketertiban umum khususnya pedagang kaki lima di daerah yang sudah ditentukan. Mengenai tempat-tempat yang dilarang untuk berjualan bagi pedagang kaki lima diatur dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar No 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kota Denpasar No 15 Tahun 1993 tentang Kebersihan dan Ketertiban Umum di Kota Denpasar, yaitu pada pasal 35 ayat (2) dan ayat (5) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: (2) Dilarang menjajakan barang dagangan seperti kosmetik, alat-alat dapur dan keperluan lainnya dengan masuk rumah tangga, kantorkantor baik pemerintah maupun swasta kecuali sudah melapor dan mendapat rekomendasi dari aparat kelurahan/ desa/ banjar/ lingkungan/ kelompok/ instansi setempat. (5) Dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang kaki lima (K5) menggunakan mobil, gerobak dorong, gerobak dorong pemulung, becak, dan kendaraan roda tiga lainnya di jalan, emperan toko, pekarangan rumah, jalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum lainnya. 13 Ibid, hal.20

16 16 Pelanggaran terhadap ketentuan peraturan daerah tersebut dalam penegakkan hukumnya dapat dikenakan berupa sanksi, sanksi itu berupa pidana kurungan atau denda. Setiap pemerintah daerah mempunyai wewenang untuk menegakkan hukum, dalam menegakkan peraturan daerah tersebut dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja, dimana diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah terdapat dalam pasal 255 ayat (1) menyatakan Satuan polisi pamong praja dibentuk untuk menegakkan perda dan perkada, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat. Jadi dengan ketentuan tersebut Satuan Polisi Pamong Praja mempunyai tugas pokok yaitu membantu kepala daerah menegakkan perda dan peraturan kepala daerah menyelenggarakan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. 1.8 Metode Penelitian Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu, jadi ilmu merupakan pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interelasi yang sistematis Jenis Penelitian Jenis penelitian ada dua yaitu penelitian hukum Normatif, dan penelitian hukum Empiris. Di dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan tipe penelitian hukum Normatif. Dimana Penelitian hukum hal Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo, Jakarta,

17 17 normatif adalah penelitian hukum yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan Jenis Pendekatan Di dalam penelitian hukum normatif, jenis pendekatan yang dilakukan adalah dengan pendekatan perundang-undangan yaitu menganalisa dari sudut perundang-undangan dan pendekatan konseptual, dengan membangun konsep yang beranjak dari pandangan-pandangan sarjana dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum Sumber Bahan Hukum Adapun bahan hukum yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini diperoleh dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier 1. Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mengikat dalam penelitian ini terdiri dari perundang-undangan yaitu: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun b. Undang-Undang Nomor 9 Tahun c. Undang-Undang Nomor 39 Tahun d. Undang-Undang Nomor 23 Tahun Bandung, hal Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,

18 18 e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 f. Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 3 Tahun Sumber bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini bersumber dari buku-buku. Buku-buku ini harus relevan dengan topik penelitian ini. 16 Publikasi tentang hukum meliputi bukubuku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentarkomentar atas putusan hukum. 17 Dalam penelitian ini bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku teks karena buku teks berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan perundang-undangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi. 3. Sumber bahan hukum tersier Sumber bahan hukum tersier dalam penelitian ini, yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk, penunjang ataupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya : kamus, ensiklopedi, indeks kumulatif dan seterusnya Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Untuk memperoleh bahan-bahan hukum primer dan sekunder dilakukan dengan cara pencatatan dan dokumentasi tentang permasalahan yang di teliti, dikaitkan dengan jenis penelitian hukum normatif, maka teknik pengumpulan bahan hukum dimulai dengan mengkaji peraturan perundang-undangan, dan Peraturan Daerah tentang pedagang kaki lima. 16 Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2003, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hal Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal.13

19 Teknik Analisis Bahan Hukum Adapun teknik pengolahan dan analisis bahan hukum di dalam penulisan skripsi ini, akan dilakukan dengan cara deskriptif analis dan menyesuaikan dengan argumen hukum, kemudian selanjutnya bahan hukum tersebut diurai deskriptif guna memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah untuk menjawab permasalahan, selanjutnya di evaluasi serta dihubungkan dengan permasalahanpermasalahan yang ada serta dapat ditarik suatu kesimpulan. Deskriptif adalah data yang telah dikumpulkan kemudian menguraikan sesuai dengan pokok permasalahan serta sekaligus menggambarkan hasil yang diperoleh baik dalam bentuk teoritis maupun praktisnya Kartini Kartono, 1986, Pengantar Metodologi Riset Sosial, Alumni Bandung, hal.171

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN

PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 1 PENGATURAN BAGI PEDAGANG KAKI LIMA BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA DENPASAR NOMOR 3 TAHUN 2000 Oleh Desak Nyoman Oxsi Selina Ibrahim R I Ketut Suardita Program Kekhususan Hukum Pemerintahan Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA. 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA. 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah 20 BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMERINTAH DAERAH, PENEGAKAN HUKUM, DAN PEDAGANG KAKI LIMA 2.1 Pemerintah Daerah Dalam Kerangka Otonomi Daerah Di dalam pemerintah daerah, pemerintah dan pemerintahan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas.

I. PENDAHULUAN. Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu persoalan yang selalu dihadapi di kota-kota besar adalah lalu lintas. Persoalan lalu lintas yang dihadapi oleh kota-kota besar antara lain, yaitu kemacetan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah sebuah negara yang diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Negara ini lahir dari perjuangan bangsa Indonesia yang bertekad mendirikan Negara kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam

BAB I PENDAHULUAN. otoriter juga dipicu oleh masalah ekonomi dan adanya perubahan sosial dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arus reformasi telah berhasil menumbangkan pemerintahan Orde Baru yang otoriter. Faktor keruntuhan Orde Baru selain karena kekuasaan yang otoriter juga dipicu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Tujuan dikeluarkannya kebijakan mengenai otonomi daerah, yang diatur dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah secara umum merupakan kemampuan daerah dalam upaya untuk mengurus rumah tangga daerahnya sendiri dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lebih terperinci

Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah adalah area

Pasal 1 ayat (31) undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun tentang Penataan Ruang, menyebut ruang terbuka hijau adalah adalah area PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN TERHADAP KEBERADAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI RUANG TERBUKA HIJAU KOTA SAMARINDA (STUDI KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA SAMARINDA) ABSTRAK Arief Mulia Inal Zairi 07.1001.5249

Lebih terperinci

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma

Kata Kunci: Perundang-Undangan Dan Norma 1 KEDUDUKAN DAN RUANG LINGKUP PERGUB DALAM PERSPEKTIF PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA Indra Lorenly Nainggolan Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya lorenly.nainggolan@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. negara-negara Welfare State (Negara Kesejahteraan) merupakan suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Peradilan administrasi merupakan salah satu perwujudan negara hukum, peradilan administrasi di Indonesia dikenal dengan sebutan Pengadilan Tata Usaha Negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem transportasi adalah suatu hal yang penting bagi suatu kota, terutama di kota besar yang memiliki banyak aktivitas dan banyak penduduk. Selain itu sistem

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA SEBAGAI PENEGAK PERATURAN DAERAH 2.1. Sejarah Pembentukan Satuan Polisi Pamong Praja Salah satu perangkat pemerintahan daerah yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. tangganya sendiri. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, pemerintah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan bukan Negara Serikat maupun Negara Federal. Suatu bentuk Negara berdaulat yang diselenggarakan sebagai satu kesatuan tunggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya.

BAB I PENDAHULUAN. ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara yang sudah berdiri dan merdeka dengan syarat dan ketentuan tertentu pasti mempunyai tujuan yang sudah dirancang sebelumnya. Begitu juga dengan negara Indonesia

Lebih terperinci

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

WALIKOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG PROSEDUR TETAP OPERASIONAL SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG SELATAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang memiliki jumlah penduduk yang banyak, memiliki wilayah yang sangat luas dan beraneka ragam budaya. Selain itu Indonesia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Subang telah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 4 TAHUN 2010 T E N T A N G PENATAAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara berdasarkan undangundang yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Pemerintahan Daerah Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah menyatakan bahwa, Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi telah mendorong berbagai perubahan pada setiap aspek kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut juga berpengaruh terhadap meningkatnya perdagangan barang

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG

PELAKSANAAN PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG PELAKSANAAN PENERTIBAN PEDAGANG ACUNG DI KAWASAN PARIWISATA KUTA KABUPATEN BADUNG Oleh: Bagus Putra Yogi Dr. I Nyoman Suyatna, S.H., M.H. Kadek Sarna, S.H., M.Kn. Program Kekhususan Hukum Pemerintahan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum artinya meniscayakan hukum menjadi pedoman/landasan oleh pemerintah dalam menjalankan pemerintahan negara. Makna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang- undangan. 2. Adanya pemisahan atau pembagian kekuasaan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah di amandemen menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum. Prof.

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINTANG NOMOR 9 TAHUN 211 TENTANG PENATAAN PEDAGANG KAKI LIMA DI KABUPATEN SINTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINTANG, Menimbang

Lebih terperinci

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA

NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA NEGARA HUKUM DAN NEGARA HUKUM INDONESIA Angga Setiawan P.U Ari Widido Bayu Gilang Purnomo Arsyadani Hasan Binabar Sungging L Dini Putri P K2510009 K2510011 K2510019 K2111007 K2511011 K2511017 N E G A R

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia dikenal sebagai Negara Hukum. Hal ini ditegaskan pula dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (3) yaitu Negara Indonesia adalah negara hukum. Negara hukum

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang BUPATI SIAK, a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 7 TAHUN 2005 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN MAJALENGKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini.

BAB I PENDAHULUAN. dalam waktu yang lain bekerja dalam waktu yang singkat. tingginya tuntutan biaya hidup di zaman saat sekarang ini. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk kesempatan kerja sektor informal yang dirumuskan sebagai pedagang kecil yang mempunyai peranan sebagai penyalur

Lebih terperinci

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007

BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 BUPATI SIAK PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 12 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK, Menimbang : a. bahwa peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. digunakan manusia dalam membantu kegiatannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat dilepaskan dengan arus lalu lintas transportasi. Semua kebutuhan dan kegiatan yang dilakukan dalam pekerjaan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan suatu daerah otonomi setingkat provinsi yang berada di Indonesia. Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah sebuah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 8 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA Menimbang : NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN, TUGAS POKOK, DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemberantasan atau penindakan terjadinya pelanggaran hukum. pada hakekatnya telah diletakkan dalam Undang-Undang Nomor 48 tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara hukum dimana penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Negara hukum dalam kekuasaan pemerintahan berdasarkan kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu. masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan yang fundamental yang dihadapi oleh suatu masyarakat adalah bertahan hidup (survive) atau mempertahankan kelangsungan hidupnya di dalam suatu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 TINJAUAN YURIDIS PENGAWASAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP KOTA SAMARINDA TERHADAP USAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN CIREBON SALINAN NOMOR 5 TAHUN 2014 SERI E.3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KOTA PALANGKA RAYA NOMOR 13 TAHUN 2009 TENTANG PENGATURAN, PENERTIBAN DAN PENGAWASAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PALANGKA RAYA Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN. Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Padang merupakan salah-satu daerah di Sumatera Barat dengan roda ekonomi dan kehidupan yang bergerak cukup cepat serta berkembang semakin maju, sehingga dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum. merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara hukum yang mengandung arti bahwa hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut dipergunakan dalam upaya memperoleh data yang benar-benar BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh gambaran yang lengkap terhadap masalah yang diteliti, digunakan metode-metode tertentu sesuai dengan kebutuhan penelitian. Metode penelitian tersebut dipergunakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan sebuah Negara hukum, dimana setiap orang dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa penerapan peraturan dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 14, 2003 PEMERINTAH DAERAH. Pemerintahan Daerah. Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentrasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak

Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang. Ati Yuniati. Abstrak Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Volume 6 No. 1 Januari-April 2012, ISSN 1978-5186 Peran Dinas Tata Kota Bandar Lampung Dalam Pengendalian Pemanfaatan Tata Ruang Ati Yuniati Bagian Hukum Administrasi Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang

BAB I PENDAHULUAN. Lima yang dilakukan oleh aparat pemerintah, seakan-akan para Pedagang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada era zaman modern ini, keberadaan pedagang kaki lima / PKL di kota-kota besar merupakan suatu fenomena kegiatan perekonomian rakyat kecil yang akhir-akhir

Lebih terperinci

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM)

PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Volume 15, Nomor 2, Hal. 73-80 Juli Desember 2013 ISSN:0852-8349 PENGAWASAN PERATURAN DAERAH BERDASARKAN PERUNDANG- UNDANGAN (KAJIAN POLITIK HUKUM) Meri Yarni Fakultas Hukum Universitas Jambi Kampus Pinang

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU Menimbang BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak

PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN. Oleh : Nopyandri 1. Abstrak PENGATURAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH DALAM PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI LINGKUNGAN Oleh : Nopyandri 1 Abstrak Dalam hukum administrasi negara, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, III. METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan kepada metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan jalan menganalisanya. Selain itu juga, diadakan pemeriksaan yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa peningkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undangundang

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORI. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah

BAB III TINJAUAN TEORI. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Daerah 24 BAB III TINJAUAN TEORI A. Otonomi Daerah Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 2004 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN

PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN PELAKSANAAAN TUGAS DAN WEWENANG CAMAT DALAM MEMBINA PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DESA DI KECAMATAN IMOGIRI BERDASARKAN PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 94 TAHUN 2007 Oleh : ROMI TRIAWAN No. Mahasiswa : 05410426

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG PERATURAN DAERAH KOTA TANJUNGPINANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANJUNGPINANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN

Oleh : Widiarso NIM: S BAB I PENDAHULUAN Validitas peraturan daerah berkaitan dengan adanya perubahan undangundang yang menjadi landasan pembentukannya dan implikasinya terhadap kebijakan penegakan hukum Oleh : Widiarso NIM: S. 310907026 BAB

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOJONEGORO NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BOJONEGORO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012 TENTANG KELAS JALAN, PENGAMANAN DAN PERLENGKAPAN JALAN KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN ORGANISASI PERANGKAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 68 ayat

Lebih terperinci

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG LAMPIRAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NO: 4 2010 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 4 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 TANGGUNG JAWAB PEMERINTAH DAERAH TERHADAP PEMBERIAN IZIN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) 1 Oleh: Sonny E. Udjaili 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudaayaan-kebudayaan tradisional, karena indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha

BAB I PENDAHULUAN. eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum sebagai subsistem sosial menempati posisi penting dalam eksistensi negara modern, dan oleh karena itu masing-masing negara berusaha membangun sistem hukum

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 120 Undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG KETERTIBAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULELENG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka mewujudkan tata kehidupan Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan

BAB I PENDAHULUAN. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-nya yang wajib dihormati,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN PEDAGANG KAKI LIMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

TAHUN : 2005 NOMOR : 04

TAHUN : 2005 NOMOR : 04 LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2005 NOMOR : 04 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 04 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN ORGANISASI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-4, yaitu melindungi. perdamaian abadi dan keadilan sosial. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional Indonesia merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tujuan lain adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, yang berarti

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN ATAS PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintahan Daerah

Lebih terperinci

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA SALINAN BUPATI BULELENG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN 2015 SALINAN BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. informasi dan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada zaman modern sekarang ini, pertumbuhan dan perkembangan manusia seakan tidak mengenal batas ruang dan waktu karena didukung oleh derasnya arus informasi

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN, Menimbang Mengingat : a. bahwa pertambahan penduduk

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PERPARKIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGKA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan,

BAB I PENDAHULUAN. dikembangkan potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Page 1 of 9 NO.14.2003 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Pemerintah Daerah Provinsi. Kabupaten. Kota. Desentralisasi. Dekosentralisasi. Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. (Penjelasan

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 31 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani.

Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung. Eka Deviani. Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) Reklamasi Pantai di Kota Bandar Lampung Eka Deviani Dosen Bagian Hukum Administrasi Negara FH Universitas Lampung Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

I. METODE PENELITIAN

I. METODE PENELITIAN I. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasari pada metode sistematika dan pemikiran-pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA 20 PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN BARITO UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan nasional disegala bidang, salah satunya dalam sektor ketenagakerjaan. Pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

BAB I PENDAHULUAN. NRI 1945) yang menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri atas lautan. Apabila dilihat secara geografis, Indonesia memiliki letak yang strategis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat

I. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan

Lebih terperinci