BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan digerakkan oleh energi dalam bentuk panas. Ferdinand Carre seorang berkebangsaan perancis, menemukan sistem absorbsi dan memperoleh hak paten dari pemerintah Amerika Serikat pada tahun 1859 (Yunus A.Cengel,1989). Kira-kira 100 tahun lalu setelah ditemukanya sistem refrigerasi mekanik. Penggunaan pertama sistem absorbsi di Amerika kemungkinan dilakukan oleh negara-negara konfederasi selama perang sipil setelah suplai es alam dari utara dihentikan. Kepopuleran sistem refrigerasi absorpsi ini terhadap sistem refrigerasi mekanik dalam hal penggunaan energi dan biaya telah terasa sejak pertengahan abad ini (yaitu saat terjadinya krisi energi dunia pada tahun 1970-an), hal ini sejalan dengan telah dilakukannya perbaikan perbaikan sistem absorbsi terutama oleh negara-negara asia timur jauh seperti jepang,korea,cina dan india. Salah satu keistimewaan siklus ini adalah panas yang digunakan untuk menjalankan siklus dapat berupa sumber panas yang temperaturnya kurang dari 200 o C (Yunus A.Cengel,1989). sumber panas seperti ini adalah mudah untuk didapatkan secara gratis di sekitar kita seperti, panas buang dari knalpot dan bahkan energi matahari. Mesin siklus absorbsi terdiri dari empat macam yaitu: Pembakaran dengan bahan bakar (direct-fired), dimana bahan bakar yang digunakan dapat berupa minyak bumi dan gas. Pada sistem pembakaran langsung diperlukan peralatan burner untuk pembakaran bahan bakarnya. Uap (steam-fired), tenaga yang dihasilkan berasal dari uap panas (steam) yang biasanya dihasilkan oleh stem boiler. Air panas (hot water-fired) sumber air panas. Panas buang (exaust),baik kendaraan maupun pabrik.

2 Siklus absorpsi adalah termasuk siklus termodinamika yang dapat digunakan untuk menghasilkan efek refrigerasi. Siklus ini menggunakan panas sebagai sumber energi utama untuk menghasilkan efek pendinginan. Kunci utama siklus ini adalah memanfaatkan kemampuan mengikat-melepas pasangan zat kimia antara refrijeran dan absorbent. Ada beberapa pasangan larutan dan refrijeran yang dapat digunakan pada siklus absorpsi. Pasangan yang sering digunakan adalah Amonia dengan Air dan pasangan Litium Bromida dengan Air. Pasangan ini dapat dijumpai di pasaran pada mesin-mesin pendingin siklus absorpsi (Yunus A.Cengel,1989) Pada saat ini di pasaran tersedia mesin pendingin siklus absorpsi dengan kapasitas pendingin bervariasi mulai dari 10 s/d 7000 kw. Bentuk sistem masukan panasnya bevariasi mulai dengan tenaga panas matahari sampai dengan menggunakan panas buangan atau sisa dari suatu proses. Keuntungan utama menggunakan siklus absorpsi adalah sumber energinya yang berbentuk panas. Meskipun penggunakan energi mekanik masih ada, yaitu untuk mensirkulasikan fluida kerjanya, tetapi persentasinya sangat kecil atau hanya sekitar 1% dibandingkan dengan energi panas yang digunakan. Prinsip pendinginan absorpsi, telah di kenal sejak awal tahun 1800an. Misalnya proses pendinginan absorpsi yang dilaporkan oleh john leslie pada tahun Tetapi mesin pending sistem absorbsi yang pertama direalisasikan dan dipatenkan adalah karya seorang engineer Francis, Ferdinand P.E. Carre pada tahun Mesin sistem absorbsi pertama ini bekerja secara intermittent (tidak kontiniu) dengan menggunakan pasangan amoniak dengan air, yang dapat menghasilkan es dalam jumlah kecil. Pada saat itu Carre telah melakukan pengembangan beberapa kali terhadap mesinnya dan hasil terbaik yang pernah dilaporkannya adalah dapat memproduksi es sampai 100kg/jam (pada mesin generasi ke 5).

3 Prinsip kerja Siklus absorbsi Siklus absorpsi memanfaatkan ikatan kimia antara dua zat. Zat yang dapat diserap (diikat) oleh zat lain akan disebut absorbate, sementara zat yang bertugas menyerap (mengikat) akan dinamakan absorbent. Karena zat yang diikat ini juga sekaligus bertindak sebagai fluida kerja yang melakukan pendinginan, maka absorbate akan bertugas sebagai refrijeran, atau biasa disebut fluida utama (primer), sementara fluida skunder adalah absorbent. Sifat absorbent-absorbate ini dapat dimanfaatkan menjadi mesin refrigerasi siklus absorbsi sederhana seperti yang ditampilkan pada Gambar 2.1 Komponen utama siklus absorbsi sederhana ini adalah evaporator, kondensor, generator, absorber, dan pompa. Prinsip kerja siklus ini dapat dibagi atas dua bagian siklus, yaitu siklus pertama merupakan siklus refrrigeran setelah terpisah dari absorbent, pada gambar ditunjukkan dengan titik Siklus kedua adalah siklus absorbent dimana di dalamnya juga termasuk refrijeran yang terlarut atau terikat dengan absorbent,pada gambar 2.1 ditunjukkan pada titik Prinsip kerja siklus ini akan dijelaskan berdasarkan pembagian siklus ini. (Michael J moran,1998). Gambar 2.1 Siklus absorbsi sederhana (Sumber : Shan K. Wang efrigeration and air conditioning,hal 670)

4 Gambar 2.2 Diagram p-h siklus kompresi uap dan siklus absorbsi (Sumber : Michael J Moran,Termodinamika Teknik I,hal : 156) Pada siklus pertama,setelah refrijeran menguap dari evaporator di titik 1. Uap ini akan masuk ke siklus kedua dan keluar ke titik 2 pada kondisi uap kering (super heat) dan tekanan tinggi. Setelah di titik 2, uap refrijeran masuk masuk ke kondensor dan melepas panas ke lingkungan. Proses pelepasan panas ini terjadi secara isobarik, dan akhirnya refrijeran berubah menjadi cair di titik 3. Kemudian terjadi penurunan tekanan secara adiabatik. Pada saat tekanan tekanan turun temperatur juga akan turun dan sebagian cairan akan berubah menjadi uap di titik 4. Selanjutnya refrijeran akan melakukan fungsi refrigerasi di evaporator dan akhirnya menguap, kembali ke titik 1, dan siklus akan berulang (Michael J moran,1998). Sebagai catatan siklus absorbsi akan sama dengan SKU pada siklus dari titik ,. Perbedaannya adalah bagaimana memindahkan refrijeran dari kondisi titik 1 ke kondisi titik 2. Pada SKU tugas ini dilakukan oleh kompresor dengan menggunakan energi mekanik, sementara pada siklus absorbsi tugas ini dilakukan oleh generator dan

5 absorber dengan menggunakan panas sebagai energi masukan utama dan sebagian kecil kerja melalui pompa. Pada siklus kedua, uap refrijeran yang selesai melakukan tugasnya dari siklus pertama akan masuk ke absorber. Uap ini akan diikat oleh larutan yang pekat (absorbent konsentrasi tinggi), di titik 5. Proses ikatan kimia ini akan melepas sejumlah panas ke lingkungan. Sebagai hasilnya akan dihasilkan larutan yang lebih encer di titik 6. Larutan ini kemudian akan dipompakan ke generator oleh pompa sehingga tekanannya akan naik. Sebagai catatan, untuk membuat proses ini dapat terjadi rasio tekanan pada generator atau kondensor dan absorber atau evaporator harus diatur cukup tinggi Komponen siklus absorbsi Mesin pendingin absorbsi bekerja secara siklus dimana terdapat beberapa komponen yang saling berhubungan satu sama lain diantaranya sebgai beriku : Generator Pada sikus absorbsi generator berperan untuk menaikkan tekanan serta memberikan kalor terhadap larutan ammonia-air sehingga uap ammonia terpisah dari absorbent. Generator akan menghasilkan uap ammonia bertekanan tinggi yang selanjutnya masuk ke kondensor. Absorber Absorber merupakan wadah untuk proses pelarutan uap ammonia dengan absorbent sekaligus sebagai alat penukar kalor untuk membuang panas yang dihasilkan selama proses absorbsi. Absorber memiliki dua sumber masukan yaitu uap ammonia dari evaporator dan larutan konsentrasi lemah dari generator, larutan yang dihasilkan dari absorber adalah larutan ammonia konsentrasi tinggi yang akan di pompakan ke generator.

6 Kondensor Tugas kondensor pada siklus absorbsi sama halnya pada siklus kompresi uap yaitu membuang panas ke lingkungan dengan media pendingin udara yang di alirkan oleh kipas ke sisi pipa kondensor. Pada kondensor terjadi perubahan fasa yaitu dari fasa uap menjadi fasa cair, refrigerat cair dengan tekanan tinggi selanjutnya masuk menuju katup ekspansi. Evaporator Evaporator bertugas untuk menyerap panas dari lingkungan yang akan di dinginkan,proses di evaporator merupakan kebalikan dari kondensor, pada evaporator terjadi perubahan fasa dari refrijeran dimana akibat proses penyerapan kalor dari lingkungan, refrijeran akan berubah dari cair menjadi uap dengan tekanan yang sama. Uap refrijeran ini selanjutnya masuk menuju absorber Katup ekspansi Katup ekspansi adalah komponen siklus absorbsi yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dari refrijeran setelah keluar dari kondensor akibat dari penurunan tekan ini temperatur dari refrijeran juga akan menurun sesuai dengan penurunan tekanan Perbedaan Sistem Absorbsi dengan Sistem Kompresi Uap Siklus absorbsi hampir sama dalam beberapa hal dengan siklus kompresi uap. Siklus refrigerasi beroperasi dengan peralatan seperti kondensor,katup ekspansi/pipa kapiler, dan evaporator. Perbedaan yang mendasar hanyalah pada cara menaikkan uap tekanan rendah dari evaporator menjadi uap tekanan tinggi dan dialirkan ke kondensor. Sistem kompresi uap menggunakan kompresor untuk keperluan tersebut sedangkan pada sistem refrigerasi absorbsi menggunakan absorbergenerator untuk mengganti peran kompresor pada sistem SKU (Michael J moran,1998).

7 Prinsip sederhana sistem absorbsi yaitu: pertama-tama, absorbent akan menyerap uap tekanan rendah ke dalam absorber dimana absorbent ini merupakan pasangan biner dari refrijeran yang digunakan. Proses ini terjadinya sepenuhnya di absorber. Karena proses ini sama dengan kondensasi maka selama proses berjalan kalor akan dilepaskan. Tahap berikutnya yaitu menaikkan tekanan dari larutan amonia dengan pompa ke generator dan memanaskan larutan ammonia tersebut dengan cara pemberian kalor dengan menggunakan panas buang sehingga ammonia dan air berpisah, uap ammonia yang bertekanan tinggi tersebut akan mengalir ke kondensor. Siklus kompresi uap disebut juga sebagai siklus yang dioperasikan oleh kerja (work operated cycle) karena penaikan tekanan refrijeran dilakukan oleh kompresor yang memerlukan kerja. Sedangkan siklus absorbsi disebut sebagai siklus yang dioperasikan kalor (heat operated cycle) karena sebagian besar daya operasi berkaitan dengan pemberian kalor yang diperlukan untuk melepaskan uap (refrijeran) dari zat cair bertekanan tinggi. Sebenarnya dalam siklus absorbsi dibutuhkan juga kerja namun tersebut cukup kecil dibandingkan dengan yang diperlukan pada siklus kompresi uap (C.P Arora,1981) 2.2 Absorbent Absorbent adalah cairan yang dapat melarutkan bahan yang akan diabsorpsi pada permukaannya,baik secara fisik atau dengan reaksi kimia. Absorbent harus memenuhi beberapa persyaratan misalnya bahan itu harus: Memiliki daya larut yang besar Bersifat reaktif Memiliki tekanan uap yang tinggi Mempunyai viskositas yang rendah Stabil dan murah

8 2.3 Refrijeran Refrijeran adalah fluida yang mengalir dalam mesin pendingin (refrigerasi) atau mesin pengkondisian udara. fluida ini berfungsi untuk menyerap panas dari benda atau udara yang didinginkan dan membawa panas tersebut kemudian membuangnya ke udara melalui sebuah kondensor. Refrijeran harus memiliki tekanan penguapan yang tinggi (Shan K. Wang,1991). Berdasarkan jenis senyawanya (Shan K. Wang,1991)., refrijeran dapat dikelompokkan menjadi 7 kelompok yaitu sebagai berikut : 1. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon. Kelompok refrijeran senyawa halocarbon diturunkan dari hidrokarbon (HC) yaitu : metana (CH 4 ) etana (C 2 H 6 ) propane (C 3 H 8 ) 2. Kelompok refrijeran senyawa organik cyclic. Kelompok refrijeran ini diturunkan dari butana. Aturan penulisan nomor refrijeran adalah sama dengan cara penulisan refrijeran halocarbon tetapi ditambahkan huruf C sebelum nomor. Contoh dari kelompok refrijeran ini adalah: R-C316 C 4 Cl 2 F 6 dichlorohexafluorocyclobutane R-C317 C 4 ClF 7 chloroheptafluorocyclobutane R-318 C 4 F 8 octafluorocyclobutane 3. Kelompok refrijeran campuran zeotropik. Kelompok refrijeran ini merupakan refrijeran campuran yang bias terdiri dari campuran refrijeran CFC, HCFC, HFC, dan HC. Refrijeran yang

9 terbentuk merupakan campuran tak bereaksi yang masih dapat dipisahkan dengan cara destilasi. 4. Kelompok refrijeran campuran Azeotropik. Kelompok refrijeran ini adalah refrijeran campuran tak bereaksi yang tidak dapat dipisahkan dengan destilasi. Refrijeran ini pada konsentrasi, tekanan dan temperatur tertentu bersifat azeotropik, yaitu mengembun dan menguap pada temperatur yang sama. 5. Kelompok refrijeran senyawa organik biasa. Kelompok refrijeran ini sebenarnya terdiri dari unsur carbon (C), Hidrogen (H) dan lainnya. Namun demikian cara penulisan nomornya tidak dapat mengikuti cara penomoran refrijeran halocarbon karena jumlah atom H nya jika ditambah dengan 1 lebih dari 10 sehingga angka kedua pada nomor refrijeran menjadi dua digit. Sebagai contoh butane (C 4 H 10 ), jika dipaksakan dituliskan sesuai dengan cara penomoran refrijeran halocarbon, maka refrijeran ini akan bernomor R-3110, sehingga akan menimbulkan kerancuan. 6. Kelompok refrijeran senyawa anorganik. Kelompok refrijeran ini diberi nomor yang dimulai dengan angka 7 dan digit selanjutnya menyatakan berat molekul dari senyawanya seperti : R-702 : hydrogen R-704 : helium R-717 : ammonia R-718 : air R-744 : oksigen Amonia Amonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH 3. Biasanya senyawa ini didapati berupa gas dengan bau tajam yang khas (disebut bau

10 ammonia). Amonia umumnya bersifat basa namun dapat juga bertindak sebagai asam lemah Sifat ammonia dapat dilihat seperti tabel 2.1 Tabel 2.1 Tabel Sifat Amonia Sifat Amonia Massa jenis Titik lebur Titik didih Keasaman Panas Laten Penguapan (Le) Kelarutan dalam air 682 kg/m 3, cair -77,7 o C o C 9, kj/kg 89,9g/100ml pada 0 0 c (Sumber: Raymond chang,kimia dasar edisi ketiga) Amonia dapat terbentuk secara alami maupun sintetis,amonia yang berada di alam merupakan hasil dekomposisi bahan organik. Amonia biasanya digunakan sebagai obat obatan, bahan campuran pupuk urea, bahan pembuatan amonium klorida (NH4Cl) pada baterai, asam nitrat (HNO3), zat pendingin, membuat hidrazin (N2H4) sebagai bahan bakar roket, bahan dasar pembuatan bahan peledak, kertas pelastik, dan detergen dan jika dilarutkan kedalam air maka zat tersebut akan dapat menjadi pembersih alat perkakas rumah tangga. ammonia sendiri adalah senyawa kaustik dan dapat merusak kesehatan. Kontak dengan gas ammonia berkonsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan paru-paru dan bahkan kematian. Sekalipun ammonia diatur sebagai gas tak mudah terbakar, ammonia masih digolongkan sebagai bahan beracun jika terhirup.

11 2.4 Karakteristik pasangan refrijeran-absorben Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh kombinasi refrijeran dengan zat penyerap untuk layak digunakan pada mesin pendingin absorbsi. Diantaranya adalah : a. Zat penyerap harus mempunyai nilai afinitas (pertalian) yang kuat dengan uap refrijeran, dan keduanya harus mempunyai daya larut yang baik pada kisaran suhu kerja yang diinginkan. b. Kedua cairan tersebut, baik masing-masing maupun hasil campurannya, harus aman, stabil, dan tidak korosif. c. Secara ideal, kemampuan penguapan zat penyerap harus lebih rendah dari refrijeran sehingga refrijeran yang meninggalkan generator tidak mengandung zat penyerap. d. Refrijeran harus mempunyai panas laten penguapan yang cukup tinggi. e. Tekanan kerja kedua zat harus cukup rendah (mendekati tekanan atmosfir) f. Pasangan refrijeran-absorben tidak boleh membentuk fase padat 2.5 Absorber Absorber terlibat dalam proses perpindahan masssa (mass transfer) maupun perpindahan panas (heat transfer) laju perpindahan massa dalam absorber sangat dipengaruhi oleh luasan bidang absorbsi (Soekimin,2008). Komponen ini sangat penting, bahwa tekanan uap dari larutan konsentrasi lemah dalam absorber lebih kecil daripada refrijeran dari evaporator. Absorber memiliki fungsi untuk memastikan percampuran antara refrijeran dan absorbent,juga melepaskan panas dari larutan selama proses absorbsi. Fungsi ini menuntun pada dicapainya tingkat efisiensi yang tinggi. Selain sebagai tempat proses pencampuran absorber juga sebagai alat penukar kalor akibat pelepasa kalor akibat proses absorbsi. Dalam siklus absorbsi absorber merupakan salah satu bagian pengganti kompresor dalam sistem kompresi uap, dikarenakan pada siklus absorbsi tidak menggunakan kompresor maka untuk mensirkulasikan refrijeran pada siklus sepenuhnya menjadi tugas pompa, agar pompa dapat mensirkulasikan feigeran maka uap ammonia yang keluar dari evaporator terlebih dahulu dilarutkan dalam suatu zat pelarut dalam hal ini air bertindak sebagai absorbent untuk melarutkan

12 amonia dan proses ini berlangsung sepenuhnya di absorber. Larutan hasil pencampuran ini selanjutnya disirkulasikan ke generator. Absorber juga berperan menjaga temperatur dari larutan yang terbentuk, untuk itu selama proses absorbsi air pendingin dialirkan untuk membuang kalor akibat proses absorbsi. 2.6 Perpindahan panas pada absorber Pada absorber terjadi beberapa berpindahan panas, diantaranya antara fluida dengan dinding pipa dan pada dinding pipa itu sendiri. Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari tentang perpindahan energi dalam bentuk panas yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara kedua benda atau material (Incropera,1996). Ilmu perpindahan panas melengkapi hukum pertama dan kedua termodinamika, sebagai contoh pada peristiwa pendinginan yang berlangsung pada suatu batangan baja panas yang dicelupkan kedalam air,dengan termodinamika kita dapat menentukan suhu keseimbangan akhir dari suatu batangan baja tersebut, namun termodinamika tidak akan dapat menunjukkan kepada kita berapa lama waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan itu atau berapa suhu batangan itu pada saat sebelum tercapainya keseimbangan,sebaliknya ilmu perpindahan panas dapat membantu kita untuk menentukan suhu batangan baja sebagai fungsi waktu. Jenis-jenis perpindahan panas yang terjadi pada absorber yaitu : Konduksi (hantaran) Konveksi (aliran) Perpindahan panas konduksi Pada dinding tube terjadi perpindahan panas secara konduksi dimana panas dari larutan ammonia air akan merambat melalui dinding tube. Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah dalam suatu medium padat atau medium-medium berlainan yang bersinggungan secara langsung. Secara umum (Cengel,1989) laju aliran kalor secara konduksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

13 qq = kkkk δδδδ δδδδ... (2.1) Keterangan : (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 18) q = laju aliran kalor (watt) k = konduktifitas termal bahan (W/(m 2. 0 C) δδδδ δδδδ = Beda temperatur ( 0 C/m) A = luas permukaan perpindahan kalor (m 2 ) Tanda minus diselipkan agar memenuhi hukum ke 2 termodinamika yaitu kalor mengalir ke temperatur yang lebih rendah, arah aliran energi kalor adalah dari titik bersuhu tinggi ke titik bersuhu rendah. Sudah diketahui bahwa tidak semua bahan dapat menghantar kalor sama sempurnanya, bahan yang dapat menghantar kalor dengan baik dinamakan konduktor. Penghantar yang buruk disebut isolator. Sifat bahan yang digunakan untuk menyatakan bahwa bahan tersebut merupakan suatu isolator atau konduktor ialah koefisien konduksi termal. Apabila nilai koefisien ini tinggi, maka bahan mempunyai kemampuan mengalirkan kalor dengan cepat,untuk bahan isolator koefisien ini bernilai kecil. Gambar 2.3 Perpindahan panas secara konduksi

14 Pada umumnya, bahan yang dapat menghantar arus listrik dengan sempurna (logam) merupakan penghantar yang baik juga untuk kalor dan sebaliknya. Selanjutnya bila diandaikan sebatang besi atau sembarang jenis logam dimana salah satu ujungnya diulurkan ke dalam nyala api dapat diperhatikan bagaimana kalor akan berpindah dari ujung yang panas ke ujung yang dingin. Ketika ujung batang logam tadi menerima energi kalor dari api, energi ini akan memindahkan sebagian energi kepada molekul dan elektron yang membangun bahan tersebut. Molekul dan elektron merupakan alat pengangkut kalor di dalam bahan menurut proses perpindahan panas konduksi. Dengan demikian dalam proses pengang kutan kalor di dalam bahan, aliran elektron akan memainkan peranan penting. Persoalan yang patut diajukan pada pengamatan ini ialah mengapa jumlah energi kalor pada berbagai material berbeda. Hal ini disebabkan susunan molekul dan juga atom di dalam setiap bahan adalah berbeda. Untuk satu bahan berfasa padat molekulnya tersusun rapat, berbeda dengan satu bahan berfasa gas seperti udara dimana molekul udaranya sangat renggang sekali. Tetapi dibandingkan dengan bahan padat seperti kayu, dan besi, maka molekul besi akan lebih rapat susunan molekulnya daripada molekul kayu(frank Kreith,1991). Pada alat penukar kalor dalam hal ini absorber perpindahan konduksi terjadi pada bagian tabung/pipa,tahanan termal yang terjadi pada tabung/pipa adalah seperti pada gambar 2.4 Gambar 2.4 mode perambatan panas pada dinding tube (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 166)

15 2.6.2 Perpindahan Panas Konveksi Konveksi adalah proses transfer panas dengan melibatkan perpindahan massa molekul molekul fluida dari satu tempat ke tempat lainnya. Pada permasalahan absorber perpindahan panas konveksi terdapat pada dua sisi yaitu : a) Sisi aliran amonia (Aliran Luar) Gambar 2.5 Aliran luar (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 371) Pada persoalan aliran luar tersebut lapisan batas aliran berkembang secara bebas, tanpa batasan yang disebabkan oleh permukaan yang berada di dekatnya. Sehubungan dengan itu akan selalu ada daerah lapisan batas yang berada di sisi luar aliran dimana gradien kecepatan temperatur dapat di abaikan. Sebagai contoh meliputi pergerakan fluida diatas plat datar dimana laju perpindahan panasnya : qq = h. AA ss. (TT ss TT ) (2.3) (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 335) Dimana : h = Koefisien perpindahan panas konveksi As = Luas permukaan perpindahan kalor Ts = Suhu pada plat T = Suhu larutan amonia q = Laju perpindahan panas

16 b) Sisi air (Aliran Dalam) Gambar 2.6 Aliran dalam (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 423) Berbeda dengan aliran luar yang tanpa ada batasan luar,pada aliran dalam seperti halnya yang terjadi didalam pipa adalah sesuatu dimana fluida dibatasi oleh permukaan sehingga lapisan batas tidak dapat berkembang secara bebas seperti halnya pada luar pada, pada absorber fluida di dalam pipa adalah air pendingin. Laju perpindahan panas aliran dalam : qq = mm. CC pp. (TT oo TT ii ) (2.4) (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 426) m Cp ΔT q = Laju aliran massa air = Koefisien thermal bahan = Beda temperatur = Laju perpindahan panas Beberapa alat penukar kalor terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut salah satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir

17 didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik. Gambar 2.7 Alat penukar kalor pipa ganda yang terdiri dari dua pipa sepusat (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 444) Dengan menganggap diameter dalam D i dan diameter luar D o, diameter hidraulik annulus adalah D h = D o D i... (2.5) (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 676) Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nu i dan pada permukaan dalam pipa Nu o. Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.2 Bilangan nusselt untuk aliaran laminar DD ii NNNN ii NNNN oo DD oo

18 Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Nu i = hidh k...(2.6) Nu o = ho Dh k.....(2.7) c) Perpindahan panas secara keseluruhan Pada banyak kasus perpindahan panas yang melibatkan proses konveksi dan konduksi, dimana laju perpindahan panas total : qq = UU. AA. LLLLLLLL...(2.8) Dimana untuk mencari U (koefisien perpindahan panas keseluruhan ) adalah : 1 UU = dd oo tt h oo. dd ii + dd oo tt 2.kk. ln dd oo tt dd ii + 1 h ii (2.9) Panas dari larutan amonia di alirkan ke air pendingin yang besarnya dapat di tentukan dari persamaan : qq = h. AA ss. (ΔΔΔΔ).... (2.10) 2.7 Parameter dalam perhitungan nilai perpindahan panas Absorber Dalam berbagai kasus alat penukar kalor dibuat dengan susunan tabung bersirip (finned tube) untuk membuang kalor dari fluida panas. Namun dalam pembahasan nilai nilai parameter penting untuk perhitungan laju perpindahan panas tidak di bahas mengenai efektifitas sirip atau fin melainkan hanya membahas mengenai perpindahan panas pasa tabung atau tube-nya saja, sehingga persamaan yang dibahas adalah tentang tube dengan perhitungan menggunakan persamaan konveksi yang secara umum digunakan pada penukar kalor pipa ganda

19 (double pipe) ataupun tabung pipa (shell and tube). Biasanya salah satu fluida dalam penukar panas mengalir dalam pipa, sedang fluida yang lain mengalir dalam ruang annulus sebuah pipa yang lebih besar atau dalam ruang sebuah shell yang memuat banyak pipa, perpindahan panas berlangsung secara radial terhadap pipa,antara lain fluida di dalam pipa dengan permukaan dinding pipa di sisi dalam dimana panas berpindah secara konveksi, kemudian panas menjalar secara konduksi melalui logam dinding pipa sedangkan diluar pipa terjadi lagi konveksi. Nilai laju perpindahan panas dalam alat penukar kalor dapat dihitung berdasarkan teori perpindahan panas secara konveksi. Selain laju perpindahan panas, parameter penting yang mempengaruhi efektifitas suatu alat penukar kalor adalah nilai koefisien perpindahan panasnya. Besarnya koefisien perpindahan panas secara konveksi diperkirakan dari persamaan persamaan empiris berbeda dengan konveksi di luar pipa. Banyak buku yang memuat keterangan tentang koefisien perpindahan panas baik dalam bentuk persamaan maupun. Dalam mencari persamaan empiris itu harus diperhatikan sifat fluida,sifat aliran,jenis perpindahan panas (pemanasan atau pendinginan), letak pipa dan lain sebagainya Sifat sifat termodinamika fluida a) Temperatur rata-rata fluida TT aaaaaa = TT cccc +TT cccc... (2.11) 2 Dimana : Temperatur inlet (Tci) Temperatur outlet (Tco) b) Mencari Temperatur rata-rata udara TT uuuuuuuuuu = TT hii+tt hoo..(2.12) 2 Dimana : Temperatur inlet (Thi) Temperatur outlet (Tho)

20 2.7.2 Sifat aliran fluida Di alam ini terdapat dua jenis aliran fluida. Pertama dikenal dengan aliran laminar dimana sifatnya tenang, kecepatanya rendah, semua partikel partikelnya mempunyai ssifat aliran yang seragam. Kedua adalah aliran turbulen pada aliran ini masing masing partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai arah kecepatan yang berlainan dan tidak seragam sehingga setiap partikelnya mempunyai kesempatan yang sama untuk menyentuh permukaan atau dinding saluran, dengan demikian kesempatan fluida menerima atau mentransfer panas pada dinding pipa menjadi lebih besar. Dalam alat penukar kalor selalu diinginkan agar alirannya turbulen sehingga kapasitas perpindahan panasnya meningkat. Aliran turbulen dapat diperoleh dengan pemasangan baffle atau dengan membuat permukaan dinding saluaran kasar. Jenis aliran turbulen atau laminar dapat ditentukan perhitungan bilangan reynold. Bilangan reynold untuk aliran dalam pipa dapat didefinisikan dengan menggunakan rumus : RR ee = ρρ.dd.vv µ...(2.13) Keterangan : ρ = massa jenis (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m) µ = viskositas dinamik (kg/m.s) Bilangan Reynolds digunakan sebagai kriteria untuk menunjukkan sifat aliran fluida, apakah aliran termasuk aliran laminar, transisi atau turbulen. Untuk Re < 2000 biasanya termasuk jenis aliran laminar sedangkan untuk 2000 < Re <4000 adalah jenis aliran transisi dan untuk Re> 4000 adalah jenis aliran turbulen.(cengel,1989) Bilangan nusselt untuk aliran laminar biasanya ditentukan oleh bentuk penampang dari pipa nilainya dibuat dalam bentuk tabel, sedangkan bilangan nusselt untuk aliran turbulen yang sudah jadi atau berkembang penuh (fully

21 developed turbulent flow) di dalam tabung licin dapat di tuliskan dengan persamaan : NNNN = 0,023 (RRRR) 0,8 (PPPP 1 3) (2.14) Dengan ketentuan (0.7 Pr 160) Laju perpindahan kalor Absorber Pada dasarnya laju perpindahan kalor pada absorber dipengaruhi oleh adanya tiga (3) hal, yaitu: 1. Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) Nilai koefisien perpindahan panas menyeluruh dapat didasarkan atas luas dalam atau luar tabung, menurut selera perancang sehingga cara menghitungnya bias dengan 2 cara yaitu: Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam (Ui) 1 UU ii =..(2.17) rrrr 1 hii + AAAA llll rrrr 2. ππ. kk mmmmmmmmmmmmmmmm. LL + AAAA 1 AAAA hoo Koefisien perpindahan panas menyeluruh berdasarkan pipa dalam (Uo) 1 UU oo =...(2.18) rrrr 1 hoo + AAAA llll rrrr 2. ππ. kk mmmmmmmmmmmmmmmm. LL + AAAA 1 AAAA hii Keterangan : ri = jari-jari pipa dalam (m) ro = Jari jari pipa luar (m) Ao = Luas permukaan luar total (m 2 ) Ai = Luas permukaan dalam total (m 2 ) ho = Koefisien perpindahan kalor konveksi pada pipa bagian luar (W/m 2 K) hi = Koefisien perpindahan kalor konveksi pada pipa bagian dalam (W/m 2 K)

22 L = Panjang pipa Kmaterial = Konduktivitas panas material (W/m 0 K) 2. Luas perpindahan panas (A) Menghitung luas perpindahan panas (A) Luas permukaan perpindahan panas permukaan dalam pipa (Ai) AA ii = ππ. DD ii. LL.(2.21) Luas permukaan perpindahan panas permukaan luar pipa (Ao) AA ii = ππ. DD oo. LL.(2.22) Luas permukaan penukar kalor total dapat juga dihitung berdasarkan persamaan : Luas permukaan penukar panas (A total) qq = UU oo. AA tttttttttt. ΔΔΔΔ LLLLLLLL. (2.23) AA tttttttttt = qq UU oo. ΔΔΔΔ LLLLLLLL..(2.24) ` Keterangan : Ao = Luas permukaan total,dalam (m 2 ) Ai = Luas permukaan total,luar (m 2 ) Do = Diameter pipa bagian luar total (m) Di = Diameter pipa bagian dalam (m) L Uo = Panjang pipa (m) = Koefisien perpindahan panas menyeluruh Berdasarkan pipa luar (W/m 2 K) ΔTLMTD = Beda suhu rata-rata log

23 3. Beda suhu rata-rata log atau Logarithmic Mean Temperatur Difference (ΔLMTD) ΔΔΔΔ 1 = TT hoo TT cccc..(2.25) ΔΔΔΔ 2 = TT hoo TT cccc..(2.26) ΔΔ LLLLLLLL = ΔΔΔΔ 2 ΔΔΔΔ 1 LLLL ΔΔΔΔ 2 ΔΔΔΔ 1....(2.27) Keterangan : Tci Tco Thi Tho = Temperatur air masuk (C) = Temperatur air keluar (C) = Temperatur udara masuk (C) = Temperatur udara keluar (C) Dimana LMTD ini disebut beda suhu rata-rata log atau beda suhu pada satu ujung kalor dikurangi beda suhu pada ujung lainnya dibagi dengan logaritma alamiah daripada perbandingan kedua beda suhu pada ujung lainnya. Perhitungan LMTD akan bergantung pada arah aliran dan jenis apk yang digunakan.untuk dapat merencanakan kemampuan alat penukar kalor yang baik maka harus dapat ditentukan hal-hal yang penting antara lain : laju perpindahan panas,temperature masuk dan keluaar fluida, koefisien perpindahan panas total dan luas permukaan perpindahn panas total Absorber dengan arah fluida sejajar Dari gambar di bawah ini,maka persamaan kekekalan energi dapat di tulis : dddd = mm. CC pph. dd TTh....(2.28) dddd = mm. CC pppp. dd TTTT.. (2.29) dddd h = dddd mm h. CC pph

24 Dan dddd cc = dddd mm cc. CC pppp Karena dd( TT) = dd TTh dd TTTT Maka dd( TT) = dddd( 1 CC pp h + 1 CC pppp ). (2.30) Gambar 2.8 Distribusi temperatur pada absorber dengan aliran fluida arah sejajar (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 668) Perpindahan kalor dinyatakan dengan : dddd = UU. (TT h TT cc ). ddaa ss... (2.31) Bila persamaan 2.28 di substitusikan ke persamaan 2.27 kemudian di integralkan : dd( TT) TT = UU( 1 CC h + 1 CC cc ) dddd Atau ln TT 2 TT 1 = UU. AA 1 CC h + 1 CC cc.(2.32)

25 Apabila di substitusikan dengan persamaan 2.25 dan persamaan 2.26 maka : ln TT 2 = UU. AA TT hii TT hoo TT 1 qq + TT cccc TT cccc qq UU.AA qq = ((TT hii TT cccc ) (TT hoo TT cccc )...(2.33) Dengan demikian maka laju perpindahan kalor dapat ditulis : qq = UU. AA. LLLLLLLL...(2.34) Dimana : LLLLLLLL = TT 2 TT1 ln TT 2 / TT 1 TT 2 = TT hii TT cccc TT 1 = TT hoo TT cccc Absorber dengan arah fluida berlawanan laju perpindahan panas dapat ditulis seperti laju perpindahan panas aliran parallel namun untuk, TT 1 = TT hii TT hoo TT 2 = TT hoo TT hii

26 Gambar 2.9 Distribusi temperatur pada absorber dengan aliran fluida berlawanan (Sumber : Cengel, Heat and mass transfer, Hal : 668) 2.8 Faktor Pengotoran Absorber Performansi alat penukar kalor biasanya semakin menurun dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran R f yang menjadi ukuran dalam tahanan termal. (William S.Janna,200:466) Faktor pengotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.

27 Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi : RR = 1 0,0002 +( 1 h )..(2.35) Tabel 2.3 faktor pengotoran beberapa fluida Fluida RR rr, mm 2, ⁰CC/WW Air laut,air sungai,air mendidih,air suling Dibawah 50 o C Diatas 50 o C 0,0001 0,0002 Bahan bakar 0,0009 Uap air (bebas minyak) 0,0001 Refrijeran (cair) 0,0002 Refrijeran (gas) 0,0004 Alcohol (gas) 0,0001 Udara 0,0004 (Sumber :Willian S.Janna, Engineering heat transfer, hal : 467)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrigerasi dan pengkondisian udara yang digerakkan oleh energi dalam bentuk panas.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Absorpsi Siklus absorpsi adalah siklus termodinamika yang dapat digunakan sebagai siklus refrijerasi dan digerakkan oleh energi dalam bentuk panas. Ferdinand Carre,seorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pendinginan Absorpsi Prinsip pendinginan absorpsi telah di kenal sejak awal tahun 1800-an. Misalnya proses pendinginan absorpsi yang dilaporkan oleh John Leslie pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi Pasteurisasi ialah proses pemanasan bahan makanan, biasanya berbentuk cairan dengan temperatur dan waktu tertentu dan kemudian langsung didinginkan secepatnya. Proses

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Proses Perpindahan Kalor Perpindahan panas adalah ilmu untuk memprediksi perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin BAB II Prinsip Kerja Mesin Pendingin A. Sistem Pendinginan Absorbsi Sejarah mesin pendingin absorbsi dimulai pada abad ke-19 mendahului jenis kompresi uap dan telah mengalami masa kejayaannya sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian HRSG HRSG (Heat Recovery Steam Generator) adalah ketel uap atau boiler yang memanfaatkan energi panas sisa gas buang satu unit turbin gas untuk memanaskan air dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Kondensor Kondensor adalah suatu alat untuk terjadinya kondensasi refrigeran uap dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Kondensor sebagai alat penukar

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN Disusun oleh: BENNY ADAM DEKA HERMI AGUSTINA DONSIUS GINANJAR ADY GUNAWAN I8311007 I8311009

Lebih terperinci

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada Siklus Kompresi Uap Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak digunakan dalam daur refrigerasi, pada daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), pengembunan( 2 ke 3), ekspansi (3

Lebih terperinci

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI II DSR TEORI 2. Termoelektrik Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 82 oleh ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah rangkaian. Di antara kedua

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA EVAPORATOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA EVAPORATOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA EVAPORATOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Rohmat Abudaris * ) Ir. Alam Baheramsyah, M.Sc. ** ) * ) Mahasiswa Teknik Sistem Perkapalan FTK-ITS ** ) Dosen

Lebih terperinci

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( https://ferotec.com. (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Modul termoelektrik adalah sebuah pendingin termoelektrik atau sebagai sebuah pompa panas tanpa menggunakan komponen bergerak (Ge dkk, 2015, Kaushik dkk, 2016). Sistem pendingin

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL)

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TABUNG SEPUSAT ALIRAN BERLAWANAN DENGAN VARIASI PADA FLUIDA PANAS (AIR) DAN FLUIDA DINGIN (METANOL) David Oktavianus 1,Hady Gunawan 2,Hendrico 3,Farel H Napitupulu

Lebih terperinci

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan menyelesaikan Program Strata Satu (S1) pada program Studi Teknik Mesin Oleh N a m a : CHOLID

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 56 BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1 Analisa Varian Prinsip Solusi Pada Varian Pertama dari cover diikatkan dengan tabung pirolisis menggunakan 3 buah toggle clamp, sehingga mudah dan sederhana dalam

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR SKRIPSI Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air Arif Kurniawan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang E-mail : arifqyu@gmail.com Abstrak. Pada bagian mesin pendingin

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE

PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI COLD STORAGE PADA KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN CHILLER WATER REFRIGERASI ABSORPSI MENGGUNAKAN REFRIGERANT AMMONIA-WATER (NH 3 -H 2 O) Nama Mahasiswa : Radityo Dwi Atmojo

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan REFRIGERAN & PELUMAS Persyaratan Refrigeran Persyaratan refrigeran (zat pendingin) untuk unit refrigerasi adalah sebagai berikut : 1. Tekanan penguapannya harus cukup tinggi. Sebaiknya refrigeran memiliki

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2016 RANCANG BANGUN GENERATOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI MEMANFAATKAN PANAS BUANG MOTOR BAKAR DENGAN PASANGAN REFRIJERAN - ABSORBEN AMONIA-AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB III PERANCANGAN SISTEM BAB III PERANCANGAN SISTEM 3.1 Batasan Rancangan Untuk rancang bangun ulang sistem refrigerasi cascade ini sebagai acuan digunakan data perancangan pada eksperiment sebelumnya. Hal ini dikarenakan agar

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA Oleh Audri Deacy Cappenberg Program Studi Teknik Mesin Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta ABSTRAK Pengujian Alat Penukar Panas Jenis Pipa Ganda Dan

Lebih terperinci

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR Arif Kurniawan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang; Jl.Raya Karanglo KM. 2 Malang 1 Jurusan Teknik Mesin, FTI-Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ALAT PENGKONDISIAN UDARA Alat pengkondisian udara merupakan sebuah mesin yang secara termodinamika dapat memindahkan energi dari area bertemperatur rendah (media yang akan

Lebih terperinci

PENDINGIN TERMOELEKTRIK

PENDINGIN TERMOELEKTRIK BAB II DASAR TEORI 2.1 PENDINGIN TERMOELEKTRIK Dua logam yang berbeda disambungkan dan kedua ujung logam tersebut dijaga pada temperatur yang berbeda, maka akan ada lima fenomena yang terjadi, yaitu fenomena

Lebih terperinci

PENDINGINAN KOMPRESI UAP

PENDINGINAN KOMPRESI UAP Babar Priyadi M.H. L2C008020 PENDINGINAN KOMPRESI UAP Pendinginan kompresi uap adalah salah satu dari banyak siklus pendingin tersedia yang banyak digunakan. Metode ini merupakan yang paling banyak digunakan

Lebih terperinci

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika Muhamad dangga A 2108 100 522 Dosen Pembimbing : Ary Bachtiar Krishna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil

BAB II LANDASAN TEORI. panas. Karena panas yang diperlukan untuk membuat uap air ini didapat dari hasil BAB II LANDASAN TEORI II.1 Teori Dasar Ketel Uap Ketel uap adalah pesawat atau bejana yang disusun untuk mengubah air menjadi uap dengan jalan pemanasan, dimana energi kimia diubah menjadi energi panas.

Lebih terperinci

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengeringan Tipe Efek Rumah Kaca (ERK) Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum dilakukan pada berbagai produk pertanian yang ditujukan untuk menurunkan kadar air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar panas (heat exchanger), mekanisme perpindahan panas pada heat exchanger, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Refrigeran merupakan media pendingin yang bersirkulasi di dalam sistem refrigerasi kompresi uap. ASHRAE 2005 mendefinisikan refrigeran sebagai fluida kerja

Lebih terperinci

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur BAB II MESIN PENDINGIN 2.1. Pengertian Mesin Pendingin Mesin Pendingin adalah suatu peralatan yang digunakan untuk mendinginkan air, atau peralatan yang berfungsi untuk memindahkan panas dari suatu tempat

Lebih terperinci

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks Dwi Arif Santoso Fakultas Teknologi Industri, Universitas Gunadarma

Lebih terperinci

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin Galuh Renggani Wilis, ST.,MT ABSTRAKSI Pengkondisian udara disebut juga system refrigerasi yang mengatur temperature & kelembaban udara. Dalam beroperasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini BAB II TINJAUAN PUSTAKA 21 Mesin Refrigerasi Secara umum bidang refrigerasi mencakup kisaran temperatur sampai 123 K Sedangkan proses-proses dan aplikasi teknik yang beroperasi pada kisaran temperatur

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Pengeringan adalah proses mengurangi kadar air dari suatu bahan [1]. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem refrigerasi kompresi uap Sistem refrigerasi yang umum dan mudah dijumpai pada aplikasi sehari-hari, baik untuk keperluan rumah tangga, komersial dan industri adalah sistem

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung (Indirect Cooling System) Sistem pendinginan tidak langsung (indirect Cooling system) adalah salah satu jenis proses pendinginan dimana digunakannya

Lebih terperinci

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR Untuk mengenalkan aspek-aspek refrigerasi, pandanglah sebuah siklus refrigerasi uap Carnot. Siklus ini adalah kebalikan dari siklus daya uap Carnot. Gambar 1.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor

BAB II TEORI DASAR 2.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas Kualitas Air Panas Satuan Kalor 4 BAB II TEORI DASAR.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Panas.1.1 Kualitas Air Panas Air akan memiliki sifat anomali, yaitu volumenya akan mencapai minimum pada temperatur 4 C dan akan bertambah pada

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Simulator Pengertian simulator adalah program yg berfungsi untuk menyimulasikan suatu peralatan, tetapi kerjanya agak lambat dari pada keadaan yg sebenarnya. Atau alat untuk melakukan

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN KONDENSOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI DENGAN PASANGAN REFRIJERAN ABSORBEN AMONIA - AIR

RANCANG BANGUN KONDENSOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI DENGAN PASANGAN REFRIJERAN ABSORBEN AMONIA - AIR RANCANG BANGUN KONDENSOR PADA MESIN PENDINGIN MENGGUNAKAN SIKLUS ABSORPSI DENGAN PASANGAN REFRIJERAN ABSORBEN AMONIA - AIR Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Lebih terperinci

DESAIN DAN ANALISA PERFORMA GENERATOR PADA REFRIGERASI ABSORBSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

DESAIN DAN ANALISA PERFORMA GENERATOR PADA REFRIGERASI ABSORBSI UNTUK KAPAL PERIKANAN DESAIN DAN ANALISA PERFORMA GENERATOR PADA REFRIGERASI ABSORBSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Oleh: Dhony Prabowo Setyawan Dosen pembimbing : Ir. Alam Baheramsyah, Msc. Abstrak Nelayan tradisional Indonesia menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah dan Pengenalan Fenomena termoelektrik pertama kali ditemukan tahun 1821 oleh seorang ilmuwan Jerman, Thomas Johann Seebeck. Ia menghubungkan tembaga dan besi dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah Ilmu termodinamika yang membahas tentang transisi kuantitatif dan penyusunan ulang energi panas dalam suatu tubuh materi. perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut. BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Refrigerasi Refrigerasi adalah suatu proses penarikan kalor dari suatu ruang/benda ke ruang/benda yang lain untuk menurunkan temperaturnya. Kalor adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Dispenser Air Minum Hot and Cool Dispenser air minum adalah suatu alat yang dibuat sebagai alat pengkondisi temperatur air minum baik air panas maupun air dingin. Temperatur air

Lebih terperinci

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA

BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA BAB II PENERAPAN HUKUM THERMODINAMIKA 2.1 Konsep Dasar Thermodinamika Energi merupakan konsep dasar termodinamika dan merupakan salah satu aspek penting dalam analisa teknik. Sebagai gagasan dasar bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Proses pendinginan merupakan proses pengambilan kalor/panas dari suatu ruang atau benda untuk menurunkan suhunya dengan jalan memindahkan kalor yang terkandung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Radiator Radiator memegang peranan penting dalam mesin otomotif (misal mobil). Radiator berfungsi untuk mendinginkan mesin. Pembakaran bahan bakar dalam silinder mesin menyalurkan

Lebih terperinci

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN

ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN ANALISIS EFEKTIFITAS ALAT PENUKAR KALOR SHELL & TUBE DENGAN MEDIUM AIR SEBAGAI FLUIDA PANAS DAN METHANOL SEBAGAI FLUIDA DINGIN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda BAB II DASAR TEORI 2.1 Benih Kedelai Penyimpanan benih dimaksudkan untuk mendapatkan benih berkualitas. Kualitas benih yang dapat mempengaruhi kualitas bibit yang dihubungkan dengan aspek penyimpanan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Solar Menurut Syarifuddin (2012), solar sebagai bahan bakar yang berasal dari minyak bumi yang diproses di tempat pengilangan minyak dan dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1. Prinsip Kerja Mesin Pendingin Penemuan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi merintis jalan bagi pembuatan dan penggunaan mesin penyegaran udara. Komponen utama

Lebih terperinci

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah Mustaza Ma a 1) Ary Bachtiar Krishna Putra 2) 1) Mahasiswa Program Pasca Sarjana Teknik Mesin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyejuk udara atau pengkondisi udara atau penyaman udara atau erkon atau AC (air conditioner) adalah sistem atau mesin yang dirancang untuk menstabilkan suhu udara

Lebih terperinci

Maka persamaan energi,

Maka persamaan energi, II. DASAR TEORI 2. 1. Hukum termodinamika dan sistem terbuka Termodinamika teknik dikaitkan dengan hal-hal tentang perpindahan energi dalam zat kerja pada suatu sistem. Sistem merupakan susunan seperangkat

Lebih terperinci

DOSEN PEMBIMBING : PROF. Dr. Ir. DJATMKO INCHANI,M.Eng. oleh: GALUH CANDRA PERMANA

DOSEN PEMBIMBING : PROF. Dr. Ir. DJATMKO INCHANI,M.Eng. oleh: GALUH CANDRA PERMANA PERANCANGAN DAN ANALISA PERFORMANSI SISTEM KOMPRESI PENDINGIN ABSORPSI DENGAN MEMANFAATKAN PANAS GAS BUANG MESIN DIESEL PADA KAPAL NELAYAN IKAN MENGGUNAKAN REFRIGERANT AMMONIA-WATER (NH 3 -H 2 O) DOSEN

Lebih terperinci

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu Konduksi Tunak-Tak Tunak, Persamaan Fourier, Konduktivitas Termal, Sistem Konduksi-Konveksi dan Koefisien Perpindahan Kalor Menyeluruh Marina, 006773263, Kelompok Kalor dapat berpindah dari satu tempat

Lebih terperinci

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB Pendahuluan Dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak didapati penggunaan energi dalambentukkalor: Memasak makanan Ruang pemanas/pendingin Dll. TUJUAN INSTRUKSIONAL

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Pengujian dilakukan pada bulan Desember 2007 Februari 2008 bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia BAB II DASAR TEORI 2.1 REFRIGERASI DAN SISTEM REFRIGERASI Refrigerasi merupakan proses penyerapan kalor dari ruangan bertemperatur tinggi, dan memindahkan kalor tersebut ke suatu medium tertentu yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya BAB II DASAR TEORI 2.1 Hot and Cool Water Dispenser Hot and cool water dispenser merupakan sebuah alat yang digunakan untuk mengkondisikan temperatur air minum baik dingin maupun panas. Sumber airnya berasal

Lebih terperinci

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika Oleh : Robbin Sanjaya 2106.030.060 Pembimbing : Ir. Denny M.E. Soedjono,M.T PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan I. Pendahuluan A. Latar Belakang Dalam dunia industri terdapat bermacam-macam alat ataupun proses kimiawi yang terjadi. Dan begitu pula pada hasil produk yang keluar yang berada di sela-sela kebutuhan

Lebih terperinci

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN

ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN ANALISA DESAIN DAN PERFORMA KONDENSOR PADA SISTEM REFRIGERASI ABSORPSI UNTUK KAPAL PERIKANAN Jurusan Teknik Sistem Perkapalan Fakultas Teknologi Keluatan Institut Teknolgi Sepuluh Nopember Surabaya 2011

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendinginan Pendinginan merupakan proses pengeluaran panas untuk menurunkan serta menjaga suhu dari suatu benda atau ruangan dibawah suhu sekelilingnya. Panas diambil dari

Lebih terperinci

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

= Perubahan temperatur yang terjadi [K] BAB II DASAR TEORI 2.1 KALOR Kalor adalah salah satu bentuk energi. Jika suatu zat menerima atau melepaskan kalor, maka ada dua kemungkinan yang akan terjadi. Yang pertama adalah terjadinya perubahan temperatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara Sistem pengkondisian udara adalah suatu proses mendinginkan atau memanaskan udara sehingga dapat mencapai temperatur dan kelembaban yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGERINGAN Pengeringan adalah proses pengurangan kelebihan air yang (kelembaban) sederhana untuk mencapai standar spesifikasi kandungan kelembaban dari suatu bahan. Pengeringan

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN 1 Amrullah, 2 Zuryati Djafar, 3 Wahyu H. Piarah 1 Program Studi Perawatan dan Perbaikan Mesin, Politeknik Bosowa, Makassar 90245,Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 PSIKROMETRI Psikrometri adalah ilmu yang mengkaji mengenai sifat-sifat campuran udara dan uap air yang memiliki peranan penting dalam menentukan sistem pengkondisian udara.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI.1 Latar Belakang Pengkondisian udaraa pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban, pemanasan dan pendinginan udara dalam ruangan. Pengkondisian ini bertujuan bukan saja sebagai penyejuk

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008 BAB II DASAR TEORI 2.1 ADSORPSI Adsorpsi adalah proses yang terjadi ketika gas atau cairan berkumpul atau terhimpun pada permukaan benda padat, dan apabila interaksi antara gas atau cairan yang terhimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sistem refrigerasi telah memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari, tidak hanya terbatas untuk peningkatan kualitas dan kenyamanan hidup, namun juga telah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada penelitian ini landasan teori yang digunakan ialah mengenai cara kerja sistem pendingin lemari es dan teori mengenai heatsink. 2.1. Heatsink Heatsink merupakan material yang

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Air Conditioner Air Conditioner (AC) digunakan untuk mengatur temperatur, sirkulasi, kelembaban, dan kebersihan udara didalam ruangan. Selain itu, air conditioner juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mesin pendingin BAB II TINJAUAN PUSTAKA Mesin pendingin merupakan mesin yang berfungsi untuk memindahkan panas dari lingkungan bersuhu rendah ke lingkungan bersuhu tinggi. Mesin pendingin dapat dibayangkan

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Vaksin Vaksin merupakan bahan antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penggunaan energi surya dalam berbagai bidang telah lama dikembangkan di dunia. Berbagai teknologi terkait pemanfaatan energi surya mulai diterapkan pada berbagai

Lebih terperinci

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh)

ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh) ANALISIS PERFORMANSI PADA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE TIPE BEM DENGAN MENGGUNAKAN PERUBAHAN LAJU ALIRAN MASSA FLUIDA PANAS (Mh) Aznam Barun, Eko Rukmana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Jurusan

Lebih terperinci

Konsep Dasar Pendinginan

Konsep Dasar Pendinginan PENDAHULUAN Perkembangan siklus refrigerasi dan perkembangan mesin refrigerasi (pendingin) merintis jalan bagi pertumbuhan dan penggunaan mesin penyegaran udara (air conditioning). Teknologi ini dimulai

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI 2.1 Penyimpanan Energi Termal Es merupakan dasar dari sistem penyimpanan energi termal di mana telah menarik banyak perhatian selama beberapa dekade terakhir. Alasan terutama dari penggunaan

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1

ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol No. 2 Mei 214; 65-71 ANALISIS PERUBAHAN TEKANAN VAKUM KONDENSOR TERHADAP KINERJA KONDENSOR DI PLTU TANJUNG JATI B UNIT 1 Anggun Sukarno 1) Bono 2), Budhi Prasetyo 2) 1)

Lebih terperinci

Energi dan Ketenagalistrikan

Energi dan Ketenagalistrikan PENGKONDISIAN UDARA DENGAN SISTEM ABSORPSI DALAM UPAYA PENGHEMATAN ENERGI DAN PENYELAMATAN LINGKUNGAN Dedi Suntoro dan Ikrar Adilla Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Panas atau kalor merupakan salah satu bentuk energi. Panas dapat berpindah dari suatu zat ke zat lain. Panas dapat berpndah melalui tiga cara yaitu : 2.1.1

Lebih terperinci

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia. Desain Rancang Heat Exchanger Stage III pada Pressure Reduction System pada Daughter Station CNG Granary Global Energy dengan Tekanan Kerja 20 ke 5 Bar Taufik Ramuli (0639866) Departemen Teknik Mesin,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perpindahan Panas/Kalor Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya perbedaan suhu di antara benda atau material.

Lebih terperinci

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48

Sujawi Sholeh Sadiawan, Nova Risdiyanto Ismail, Agus suyatno, (2013), PROTON, Vol. 5 No 1 / Hal 44-48 PENGARUH SIRIP CINCIN INNER TUBE TERHADAP KINERJA PERPINDAHAN PANAS PADA HEAT EXCHANGER Sujawi Sholeh Sadiawan 1), Nova Risdiyanto Ismail 2), Agus suyatno 3) ABSTRAK Bagian terpenting dari Heat excanger

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijabarkan mengenai penukar kalor, mekanisme perpindahan kalor pada penukar kalor, konfigurasi aliran fluida, shell and tube heat exchanger, bagian-bagian shell

Lebih terperinci