BAB I PENDAHULUAN. peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Siswa SMA termasuk
|
|
- Budi Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Menengah Atas (untuk selanjutnya disingkat SMA) secara psikologis sedang memasuki perkembangan masa remaja, yakni masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Siswa SMA termasuk individu-individu yang memasuki masa remaja madya yang berusia tahun. Menurut Hurlock (2003:207) masa remaja merupakan masa yang sangat berhubungan pada penentuan kehidupan di masa depan, karena perilaku dan aktivitas yang dilakukan pada masa remaja menjadi masa awal dalam mengukir kehidupan yang lebih baik di masa depan mereka. Jadi, jika masa remaja mencapai perkembangan optimal maka bisa dipastikan masa depan seorang remaja akan berjalan dengan baik pula. Siswa rentan mengalami perubahan yang sangat signifikan di lingkungan sekolah, salah satu perubahan signifikan tersebut adalah mengalami masa transisi dari jenjang Sekolah Menengah Pertama ke Sekolah Menengah Atas. Perubahan tersebut meliputi masa pubertas dan hal-hal yang berkaitan dengan citra tubuh, meningkatnya tanggung jawab dan kemandirian, perubahan dari struktur kelas yang kecil dan akrab menjadi struktur kelas yang lebih besar dan impersonal, peningkatan jumlah guru dan teman, serta meningkatnya fokus pada prestasi dan menghadapi ekspektasi-ekspektasi akademik yang lebih tinggi. 1
2 2 Siswa sebagai subjek dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, dalam aktifitas belajarnya banyak dihadapkan pada masalah-masalah. Permasalahan yang dialami siswa di sekolah merupakan permasalahan yang umum terjadi di fase masa remaja. Masa remaja ditandai dengan adanya berbagai perubahan, baik secara fisik maupun psikis, yang dapat menimbulkan problema atau masalah tertentu bagi remaja. Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman diri dan pengarahan diri secara tepat dapat menjurus pada berbagai tindakan kenakalan remaja dan kriminal. Secara fisik, masa remaja ditandai dengan adanya pertumbuhan fisik yang cepat. Keadaan fisik pada masa remaja dipandang sebagai suatu hal yang penting, namun ketika keadaan fisik tidak sesuai dengan harapannya (ketidaksesuaian antara body image dengan self picture) dapat menimbulkan rasa tidak puas dan kurang percaya diri (Hurlock, 2003:211). Begitu juga, perkembangan fisik yang tidak proporsional. Kematangan organ reproduksi pada masa remaja membutuhkan upaya pemuasan dan jika tidak terbimbing oleh norma-norma dapat menjurus pada penyimpangan perilaku seksual. Merujuk kepada Piaget, remaja memasuki level tertinggi perkembangan kognitif yaitu operasi formal ditandai dengan perkembangan kemampuan intelektual yang pesat yaitu dalam bentuk berpikir abstrak, idealis dan logis (Papalia, 2011:555). Namun ketika remaja tidak mendapatkan kesempatan pengembangan kemampuan intelektual, terutama melalui pendidikan di sekolah, maka potensi intelektualnya tidak berkembang optimal.
3 3 Masa remaja disebut pula sebagai masa social hunger (kehausan sosial), yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Penolakan dari peer group dapat menimbulkan frustrasi dan menjadikan dia sebagai isolated dan merasa rendah diri. Namun sebaliknya apabila remaja dapat diterima oleh rekan sebayanya dan bahkan menjadi idola tentunya ia akan merasa bangga dan memiliki kehormatan dalam dirinya. Problema perilaku sosial remaja tidak hanya terjadi dengan kelompok sebayanya, namun juga dapat terjadi dengan orang tua dan dewasa lainnya, termasuk dengan guru di sekolah. Hal ini disebabkan pada masa remaja akan ditandai adanya keinginan yang ambivalen, di satu sisi adanya keinginan untuk melepaskan ketergantungan dan dapat menentukan pilihannya sendiri, namun di sisi lain dia masih membutuhkan orang tua, terutama secara ekonomis (Yadhillah dalam Arif, 2010:1). Sejalan dengan pertumbuhan organ reproduksi, hubungan sosial yang dikembangkan pada masa remaja ditandai pula dengan adanya keinginan untuk menjalin hubungan khusus dengan lain jenis dan jika tidak terbimbing dapat menjurus tindakan penyimpangan perilaku sosial dan perilaku seksual. Pencarian identitas yang didefenisikan Erikson sebagai konsepsi tentang diri, penentuan tujuan, nilai dan keyakinan yang dipegang teguh oleh seseorang menjadi fokus pada masa remaja (Papalia, 2011:587). Usaha pencarian identitas pun, banyak dilakukan dengan menunjukkan perilaku coba-coba, perilaku imitasi atau identifikasi. Ketika remaja gagal menemukan identitas dirinya, dia akan mengalami krisis identitas atau identity confusion,
4 4 sehingga mungkin saja akan terbentuk sistem kepribadian yang bukan menggambarkan keadaan diri yang sebenarnya. Reaksi-reaksi dan ekspresi emosional yang masih labil dan belum terkendali pada masa remaja dapat berdampak pada kehidupan pribadi maupun sosialnya. Dia menjadi sering merasa tertekan dan bermuram durja atau justru dia menjadi orang yang berperilaku agresif. Pertengkaran dan perkelahian seringkali terjadi akibat dari ketidakstabilan emosinya. Demikianlah beberapa kecenderungan permasalahan yang terjadi pada masa remaja. Sebagai manusia, remaja mempunyai berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Hal itu merupakan sumber timbulnya berbagai problem pada remaja. Problem remaja ialah masalah-masalah yang dihadapi para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat remaja itu hidup dan berkembang. Problem tersebut ada yang dapat dipecahkan sendiri, tetapi ada pula yang sulit untuk dipecahkan dalam hal ini memerlukan bantuan kaum pendidik agar tercapai kesejahteraan pribadi dan bermanfaat bagi masyarakat (Willis, 2005:43). Bantuan tersebut adalah berupa layanan konseling di sekolah. Secara umum, layanan konseling di sekolah merupakan usaha membantu peserta didik dalam merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier, serta kehidupannya pada masa yang akan datang; mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin; menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan
5 5 masyarakat, serta lingkungan kerjanya; mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuain dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, ataupun lingkungan kerja (Hamdani & Afifuddin, 2012:100). Layanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual maupun kelompok sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Beberapa permasalahan siswa di sekolah di antaranya; tawuran, membolos, mencontek, bullying, malas belajar, hasil belajar rendah, menunjukkan sikap yang kurang wajar, suka menentang, dusta, tidak mau menyelesaikan tugas-tugas. Permasalahan siswa ini dapat dibantu mengatasinya dengan layanan konseling di sekolah. Dalam hal ini layanan konseling di sekolah merupakan tempat pembinaan dan mengembangkan potensi siswa secara optimal, sehingga siswa menjadi kreatif, produktif, mandiri dan bersifat religius serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi siswa sehingga siswa terlepas dari tekanan emosional (stress), dan dari sana akan muncul ide yang lebih baik dalam merencanakan kehidupannya. Idealnya siswa yang mengalami masalah baik berkaitan dengan pelajaran di sekolah maupun di rumah yang mengganggu proses belajar di sekolah dibicarakan ke layanan konseling. Pelaksanaan layanan konseling bisa berjalan dengan baik apabila siswa memiliki minat berkonsultasi yang tinggi saat mengikuti layanan konseling di sekolah (Aminuddin, 2010:2). Konsultasi adalah pertukaran pikiran untuk mendapatkan kesimpulan (misal nasehat, saran) yang sebaik-baiknya. Kata
6 6 konsultan diartikan sebagai orang (ahli) yang tugasnya memberi petunjuk atau nasehat suatu kegiatan sedangkan kata berkonsultasi diartikan sebagai bertukar pikiran atau meminta pertimbangan dalam memutuskan sesuatu. Untuk mengetahui minat berkonsultasi siswa itu tinggi atau tidak dalam mengikuti layanan konseling, dapat dilihat dari bagaimana persepsi siswa tentang layanan konseling. Atkinson, dkk (1983:201) menyebutkan persepsi adalah proses pengorganisasian dan penafsiran pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Sarlito persepsi berlangsung saat seseorang menerima stimulus dari dunia luar yang ditangkap oleh organ-organ bantunya yang kemudian masuk ke dalam otak. Di dalamnya terjadi proses berpikir yang pada akhirnya terwujud dalam sebuah pemahaman. Pemahaman ini yang kurang lebih disebut persepsi (Sarwono, 2010:86). Persepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehinggga merupakan suatu yang berarti, dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu (Walgito, 2003:53). Dengan demikian persepsi adalah pandangan atau penilaian seseorang terhadap sesuatu. Setiap siswa memiliki persepsi yang berbeda mengenai layanan konseling, ada yang positif dan ada yang negatif. Bagi siswa yang mempersepsi positif layanan konseling akan memiliki minat berkonsultasi yang tinggi, sedangkan siswa yang mempersepsi negatif layanan konseling akan memiliki minat berkonsultasi yang rendah. Persepsi mengenai layanan konseling tidak akan terjadi tanpa adanya interaksi antara siswa dengan
7 7 konselor pemberi konseling. Interaksi antara siswa dengan konselor bisa secara langsung disebabkan siswa masuk ke ruangan konseling atau hanya sekedar mendengar mengenai konselor dari teman-teman yang pernah berkonsultasi ke layanan konseling di sekolah. Hasil penelitian Afiatin sebagaimana dikutip Batuadji, dkk (2009:22) menemukan bahwa persepsi siswa terhadap keberadaan layanan konseling di sekolah cenderung buruk, istilah polisi sekolah untuk konselor sekolah menjadi umum. Banyak siswa yang menolak untuk datang menemui konselor walaupun mereka bermasalah. Jikapun harus dipanggil untuk menghadap konselor, mereka datang dengan berat hati dan ada rasa takut dan malu. Tidak jarang siswa kemudian membolos dan minta pindah sekolah hanya karena pernah berhubungan atau dipanggil menghadap konselor. Salah satu SMA yang memiliki layanan konseling di sekolah yaitu SMAN 1 Padang Sago. SMAN 1 Padang Sago merupakan salah satu SMA Negeri di Kabupaten Padang Pariaman. Peneliti mencoba mewawancarai beberapa siswa SMAN 1 Padang Sago yang pernah melakukan layanan konseling di sekolah mengenai persepsinya tentang layanan konseling dan bagaimana minatnya berkonsultasi setelah melakukan konseling. Hasil wawancara peneliti terhadap siswa yang telah melaksanakan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago yaitu: Subjek pertama yang diwawancarai adalah ES, menyatakan bahwa: Layanan konseling merupakan suatu tempat siswa untuk menyelesaikan masalah di dalam sekolah ataupun di luar sekolah. Pandangan saya terhadap bimbingan konseling di sekolah ini cukup bagus karena para guru BK dapat menyelesaikan masalah semua siswa
8 8 baik masalah yang di sekolah maupun di luar sekolah. Saya pergi ke BK ketika memiliki suatu masalah atau memiliki suatu pemikiran yang terganjal di dalamnya. Mengenai minat saya berkonsultasi, saya sudah dua kali masuk BK ketika mempunyai suatu masalah, ya tentu masalah sekolah dan juga keinginan lansung. Saya dipanggil ke ruang konseling karena ada masalah (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016)). Dan subjek kedua RO menyatakan bahwa: BK adalah bimbingan konseling yang berisi tentang konsultasi seorang murid terhadap guru. BK yang berada di sekolah sekarang ini..pandangan saya tentang BK begitu bagus karena dalam BK banyak memotivasi anak sekolah untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai minat saya berkonsultasi, saya menemui BK oo saya bertemu dengan guru BK sudah satu minggu yang lewat. Masalah tentang keluarga..solusi nya begitu singkat tapi tertutup. Disaat ada masalah saya datang ke BK, ga juga sering datang ke BK (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016)). Subjek ketiga yang diwawancarai adalah PN, menyatakan bahwa: Tentang BK dak nio ke BK doh.. BK tu mengenai misalnya mengambil jurusan untuk kuliah, misalnyo karano masalah nyo masuak sinan.. wak dak ado pernah menemui guru layanan konseling dak pernah konsultasi mengenai masalah pribadi tapi saya pernah dipanggil karena masalah dan saya diberi hukuman.. keluar ruangan BK saya ditertawai teman dan dibilang anak nakal (Padang Pariaman, Senin (21/11/2016). Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa siswa SMAN 1 Padang Sago tidak semuanya memiliki pandangan yang positif tentang layanan konseling, ini dapat terlihat dari pernyataan sabjek ketiga yang menyatakan ketidaksediaannya mengikuti layanan konseling di sekolah karena dia masuk ruangan konseling bukan karena keinginannya sendiri tetapi karena masalah yang dia perbuat dan diberi hukuman di sana. Tidak hanya itu setelah keluar ruangan dia juga mengalami cemoohan dan pelabelan dari teman-temannya karena telah masuk ruang konseling.
9 9 Berdasarkan ungkapan dari salah seorang guru BK di SMAN 1 Padang Sago yaitu H pada Senin (3/10/2016). Minat berkonsultasi siswa ke layanan konseling bulan-bulan belakang ini terlihat cukup baik, ini terlihat dari hasil wawancara dan laporan pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling SMAN 1 Padang Sago kelas XII di semester 1 tahun ajaran 2016/2017 dari bulan Juli-Oktober yang peneliti sajikan dalam bentuk tabel. Hasil wawancara guru Bimbingan Konseling tersebut menyatakan bahwa: Kalau di sini kebanyakannya anak yang berkonsultasi ya mungkin fifty-fifty yo bal ado yang datang sendiri, Buk saya mau curhat buk.. ado yang semangat sekali buk saya mau curhat masalah pribadi buk.. siswa itu berteriak dengan sangat semangat. Ada juga yang dipanggil ke dalam kelas nah yang dipanggil ke dalam kelas tu hanya anak-anak yang bermasalah dari segi kehadiran. Kehadirannya yang kurang, yang absen, yang cabut itu saja. Dan ada juga anak-anak yang insyaallah nanti menyambung ke perguruan tinggi juga dipanggil jadi dalam artian tidak hanya anak yang nakal, anak berprestasi juga dipanggil. Selama kurang lebih tiga tahun terakhir peserta didik di sini telah rutin berkonsultasi ke BK lebih kurang dalam sebulan ada sepuluh anak yang berkonsultasi masalah pribadi di luar yang dipanggil ke BK karena bermasalah (Padang Pariaman, Senin (3/10/2016). Minat siswa dalam melaksanakan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago tidak terlalu tinggi. Berdasarkan data awal yang peneliti dapat di kelas XII (karena keterbatasan informasi dari guru konseling, data kelas X dan XI belum dikumpulkan) selama 4 bulan di semester I tahun ajaran 2016/2017 yaitu bulan Juli ada 25 siswa yang mengikuti layanan konseling, Agustus ada 67 siswa, September ada 29 siswa dan Oktober 16 siswa. Total siswa kelas XII adalah 173 siswa, jadi jika dipersenkan maka akan mendapatkan hasil Juli 14,5%, Agustus 38,7%, September 16,8%, dan Oktober 9,2%. Data ini dapat dilihat pada tabel di bawah yang telah peneliti sajikan.
10 10 Bulan Tabel 1 Laporan Pelaksanaan Program Layanan BK SMAN 1 Padang Sago Kelas XII Sumber: Guru BK SMAN 1 Padang Sago Layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago sudah lama berdiri. Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago telah memiliki ruangan sendiri dalam rangka melaksanakan kegiatan konseling. Ruangan layanan konseling ini memiliki luas kira-kira 4x4 meter. Ruangan ini dibagi dua; setengah bagian dibuat lagi ruangan tertutup dan setengah bagian untuk ruangan lepas. Fungsi ruangan tertutup adalah untuk konseling masalah pribadi antara siswa dengan guru konseling atau konselor agar masalah yang dialami tidak terdengar dan diketahui orang lain. Ruangan yang dibiarkan terbuka lepas digunakan untuk menyelesaikan masalah siswa secara berkelompok dan tempat menerima tamu yang baru masuk ke ruangan konseling. Dinding ruangan konseling di sekolah ini dipenuhi poster-poster mengenai fungsi layanan konseling dan jaminan kerahasiaan masalah siswa yang dikonsultasikan ke layanan konseling (Observasi yang peneliti lakukan di SMAN 1 Padang Sago pada Senin (3/10/2016)). Jenis Layanan Konseling Total Orientasi Informasi Penempatan Penyaluran Pembelajaran Kons. Perorangan Bim. Kelompok Kons. Kelompok Konsultasi Mediasi Jumlah siswa yang mengikuti Juli Agustus September Oktober Jumlah 137
11 11 Tenaga konselor sangatlah dibutuhkan karena satu guru BK memegang siswa ± 150, keputusan bahwa satu guru BK memegang 150 siswa menurut surat keputusan bersama menteri pendidikan dan kebudayaan dan kepala badan administrasi kepegawaian negara nomor: 0433/P/1993 dan nomor 25 tahun 1991 (Asmaranti dkk, 2014:368). Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru konseling yang ada di SMAN 1 Padang Sago bahwa terdapat tiga orang yang menjadi guru konseling di sana dengan latar belakang pendidikan dua orang dari sarjana Bimbingan Konseling dan satu orang sarjana Kewarganegaraan yang diperuntukkan sebagai guru konseling (Wawancara di SMAN 1 Padang Sago pada Senin (3/10/2016) dengan ibu guru H). Dari segi fasilitas ruangan dan guru yang menjadi konselor idealnya siswa memiliki persepsi yang positif tentang layanan konseling dan memiliki minat berkonsultasi yang tinggi, namun dari data yang didapat minat siswa mempergunakan layanan konseling masih kurang dan masih didapati siswa tidak menyukai atau yang mempersepsi negatif layanan konseling dan malu untuk berkonsultasi karena setelah masuk ruangan konseling ditertawai teman dan dilabeli anak nakal. Bertitik tolak dari latar belakang yang peneliti kemukakan di atas, maka timbul suatu keinginan yang mendorong peneliti untuk menelitinya dalam bentuk skripsi yang peneliti beri judul Hubungan antara Persepsi tentang Layanan Konseling dengan Minat Berkonsultasi SMAN 1 Padang Sago.
12 Identifikasi Masalah Sesuai dengan latar belakang masalah dan gejala-gejala yang telah peneliti uraikan di atas, maka identifikasi masalahnya adalah sebagai berikut: a. Ada sebagian siswa yang belum memahami tujuan dan fungsi layanan konseling seutuhnya. b. Belum semua siswa mau berkonsultasi kepada guru konseling di SMAN 1 Padang Sago. c. Persepsi tentang layanan konseling siswa SMAN 1 Padang Sago belum diketahui secara keseluruhan. d. Minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago belum seluruhnya dapat diketahui. e. Ada sebagian siswa beranggapan bahwa siswa yang masuk ke ruangan konseling adalah siswa yang bermasalah. f. Masih ada siswa yang kurang terbuka dengan masalah yang dihadapinya kepada guru konseling. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perlu sebuah pertimbangan untuk merumuskan sebuah masalah agar lebih mudah untuk melakukan sebuah penelitian. Adapun yang menjadi rumusannya adalah: Adakah hubungan yang positif dan signifikan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago?.
13 Batasan Masalah Agar penelitian lebih terarah maka yang menjadi batasan penelitian dalam masalah ini adalah : a. Seberapa tinggi tingkat persepsi siswa terhadap layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago? b. Seberapa tinggi tingkat minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago? c. Apakah ada hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago? 1.5 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Untuk mengetahui tingkat persepsi siswa tentang layanan konseling di SMAN 1 Padang Sago. b. Untuk mengetahui tingkat minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago. c. Untuk menguji ada atau tidaknya hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep atau teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan psikologi umumnya
14 14 psikologi pendidikan, khususnya psikologi konseling yang terkait dengan layanan konseling dan minat berkonsultasi siswa. b. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi penelitian lain yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang persepsi tentang layanan konseling dan minat berkonsultasi siswa Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat mengetahui tingkat persepsi siswa tentang layanan konseling dan seberapa tinggi minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago, sekaligus juga untuk memberikan gambaran mengenai hubungan antara persepsi tentang layanan konseling dengan minat berkonsultasi siswa SMAN 1 Padang Sago. b. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai penentu kebijakan baik bagi pimpinan sekolah maupun guru layanan konseling di sekolah c. Bagi siswa, hasil penelitian dapat memberi informasi dan pemahaman yang benar tentang layanan konseling sehingga mereka dapat memanfaatkan layanan konseling yang ada di sekolah secara optimal Manfaat Bagi Peneliti Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh selama kuliah. Hasil penelitian ini dapat memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar S. Psi (Sarjana
15 15 Psikologi) di Jurusan Psikologi Islam Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama UIN Imam Bonjol Padang. 1.7 Sistematika Penulisan Agar lebih mudah dipahami, karya tulis ini disusun atas 5 (lima) BAB, dengan tujuan agar mempunyai suatu susunan yang sistematis, dapat memudahkan untuk mengetahui hubungan antara bab yang satu dengan bab yang lain sebagai suatu rangkaian yang konsisten. Adapun sistematika yang dimaksud adalah : BAB I : PENDAHULUAN Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini berisi tentang landasan teori yang mendasari variabel persepsi tentang layanan konseling dan minat berkonsultasi, penelitian yang relevan, hubungan antar variabel, kerangka konseptual dan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Metodologi penelitian yang terdiri dari jenis penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan data, validitas dan reliabilitas, uji coba skala penelitian, dan teknik analisis data.
16 16 BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berisikan tentang hasil penelitian dan pembahasan, yang terdiri dari persiapan penelitian, pelaksanaan penelitian, deskripsi data penelitian, analisis data, hasil penelitian yang meliputi persepsi tentang layanan konseling, minat berkonsultasi siswa dan hasil uji hipotesis, dan yang terakhir pembahasan. BAB V : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang diperoleh dari hasil pengolahan data dan penelitian. Selain itu, dalam bab ini juga berisi saran-saran sesuai dengan hasil penelitian.
BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa yang harus disyukuri oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan kepada setiap manusia merupakan
Lebih terperinciBAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.
BAB 1 Pendahuluan 1.1.Latar Belakang Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Menurut Piaget, remaja usia 11-20 tahun berada dalam tahap pemikiran formal operasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karier adalah bagian hidup yang berpengaruh pada kebahagiaan hidup manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya ketepatan memilih serta menentukan keputusan karier
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengembangkan perilaku maupun sikap yang diinginkan. Pendidikan dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan secara sengaja, teratur dan terprogram dengan tujuan untuk mengubah dan mengembangkan perilaku maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bidang pendidikan telah mengawali masuknya konseling untuk pertama kalinya ke Indonesia. Adaptasi konseling dengan ilmu pendidikan diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori usia remaja yang tidak pernah lepas dari sorotan masyarakat baik dari sikap, tingkah laku,
Lebih terperinci`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini
1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rentang kehidupan individu mengalami fase perkembangan mulai dari masa pranatal, bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, dan masa tua. Masing-masing fase memiliki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi dalam hidupnya. Guna memenuhi kebutuhan tersebut, manusia harus dapat melakukan penyesuaian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah media penghantar individu untuk menuju masa depan yang lebih baik. Pendidikan merupakan salah satu solusi atau upaya yang dibuat agar dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja seringkali dihubungkan dengan mitos dan stereotip mengenai penyimpangan dan ketidakwajaran. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya terapi-terapi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berkembang melalui masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga. Hubungan sosial pada tingkat perkembangan remaja sangat tinggi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya manusia merupakan mahkluk sosial, sehingga tidak mungkin manusia mampu menjalani kehidupan sendiri tanpa melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi. organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan emosi menurut Chaplin dalam suatu Kamus Psikologi mendefinisikan perkembangan emosi sebagai suatu keadaan yang terangsang dari organisme mencakup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dimana individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju. dewasa. Dimana pada masa ini banyak terjadi berbagai macam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam perjalanan hidup manusia pasti akan mengalami suatu masa yang disebut dengan masa remaja. Masa remaja merupakan suatu masa dimana individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi dan modernisasi yang sedang berjalan saat ini, banyak terjadi perubahan-perubahan baik dalam segi ekonomi, politik, maupun sosial budaya. Dengan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. penuh gejolak dan tekanan. Istilah storm and stress bermula dari psikolog
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya masa remaja dianggap sebagai masa yang paling sulit dalam tahap perkembangan individu. Para psikolog selama ini memberi label masa remaja sebagai
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA
1 HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat S-1 Disusun oleh : AHMAD ARIF F 100 030
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari dan juga membutuhkan bantuan orang lain, untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Giska Nabila Archita,2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dapat dicapai melalui proses belajar baik di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Belajar merupakan kegiatan yang berproses dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi mental remaja dan anak di Indonesia saat ini memprihatinkantebukti dari data kesehatan 2007 yang mengalami gangguan kesehatan mental dan emosional pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan tolong menolong. Memberikan pertolongan atau menolong sesama termasuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Dalam berinteraksi dengan orang lain, manusia saling bekerja sama dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah individu yang unik dan terus mengalami perkembangan di sepanjang kehidupannya sejalan dengan pertambahan usianya. Manusia merupakan individu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Peranan bimbingan dan konseling dalam dunia pendidikan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
40 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah pendekatan kuantitatif. Metode kuantitatif menurut Sugiyono disebut sebagai metode positivistik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian anak, baik di luar dan di dalam sekolah yang berlangsung seumur hidup. Proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ini kita semua pasti pernah merasakan tekanan-tekanan batin akibat kesalahan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latarbelakang Masalah Didalam dunia pendidikan saat ini terjadi kesadaran akan pentingnya penerimaan atas diri. Salah satunya adalah menghargai diri sendiri. Dalam hidup ini kita
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun (Monks, dkk., dalam Desmita, 2008 : 190) kerap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sosial, para siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang pada umumnya tahap perkembangannya berada dalam kategori remaja pertengahan 15-18 tahun (Monks,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG DAN MASALAH 1. Latar Belakang Setiap manusia dilahirkan dalam kondisi yang tidak berdaya. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, sangat tergantung pada bantuan orang-orang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu tahapan yang harus dilalui seorang individu untuk bergerak ke arah masa dewasa. Seringkali pada masa remaja timbul
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak didik. Untuk
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Tujuan dari pendidikan adalah perkembangan kepribadian secara optimal dari anak didik. Dengan demikian setiap proses pendidikan harus diarahkan pada tercapainya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemandirian 2.1.1. Pengertian Kemandirian Menurut Masrun, dkk (1986), kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa perubahan dari yang semula anak-anak menuju ke arah kedewasaan. Masa ini juga sering disebut masa peralihan atau masa pencarian jati diri seseorang.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja sebagai sebuah tahapan dalam kehidupan seseorang yang berada di antara tahap kanak-kanak dengan tahap dewasa. Periode ini adalah ketika seorang anak muda harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan, dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku, dan peran yang diharapkan
Lebih terperinciPerkembangan Sepanjang Hayat
Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifatsifat khas dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan masa depan. Masa remaja dikenal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus perkembangan siswa. Pada masa remaja berkembang social cognition, yaitu kemampuan memahami
Lebih terperinciBIMBINGAN DAN KONSELING
BIMBINGAN DAN KONSELING Apa yang dimaksud bimbingan & konseling? Mengapa ada BK di sekolah? Bagaimana pelaksanaan BK? PENGERTIAN BIMBINGAN Jones (1963) membantu seseorang agar yang dibimbing mampu membantu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki tujuan sama dengan tujuan pendidikan nasional, yaitu untuk membantu individu dalam mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan utama dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, sehingga
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Dalam metode penelitian dijelaskan tentang urutan suatu penelitian yang dilakukan yaitu dengan teknik dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda-beda, sehingga membutuhkan pendidikan yang berbeda-beda pula. Pendidikan mempunyai peranan yang amat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas. perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Manusia dalam perkembangannya memiliki suatu tugas berupa tugas perkembangan yang harus dilalui sesuai dengan tahap perkembangannya. Siswa
Lebih terperinciASSALAMU ALAIKUM WR.WB.
ASSALAMU ALAIKUM WR.WB. PENDIDIKAN BERMUTU efektif atau ideal harus mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergis, yaitu (1) bidang administratif dan kepemimpinan, (2) bidang instruksional
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini banyak sekali ditemukan permasalahan dalam belajar khususnya di sekolah. Masalah ini cukup kompleks, bisa dilihat dari beragamnya faktor yang terlibat. Ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Manusia mengalami pertumbuhan secara fisik dan perkembangan menuju tingkatan yang lebih tinggi. Menurut
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap individu yang diperoleh selama masa perkembangan. Kemandirian seseorang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan bagi siswa di sekolah. Istilah belajar sebenarnya telah dikenal oleh masyarakat umum, namun barangkali
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah terlepas dari berbagi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah terlepas dari berbagi masalah. Masalah yang menimpa seseorang terkadang membuat orang menjadi tak berdaya, frustrasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhul sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab ini menguraikan hasil penelitian sesuai dengan data yang diperoleh. Pembahasan diawali dengan memberikan gambaran subjek penelitian, pelaksanaan penelitian, pengumpulan
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa di Indonesia sebagian besar masih berusia remaja yaitu sekitar usia 18-22 tahun. Menurut Hall (dalam Sarlito, 2001) rentang usia tersebut merupakan fase
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia membutuhkan kehadiran manusia lain di sekelilingnya untuk menunjukkan pertumbuhan, perkembangan, dan eksistensi kepribadiannya. Obyek sosial ataupun persepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. menyenangkan, dimana terjadi juga perubahan pada dirinya baik secara fisik,
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara berkembang, remaja merupakan bagian terbesar dalam populasi. Data demografi menunjukkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang. Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu upaya menyiapkan manusia agar mampu mandiri, menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan
Lebih terperinciPOKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) :
POKOK BAHASAN MATA - KULIAH BK PRIBADI SOSIAL (2 SKS) : 1. Konsep dasar bimbingan dan konseling pribadi - sosial : a. Keterkaitan diri dengan lingkungan sosial b. Pengertian BK pribadi- sosial c. Urgensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Motivasi Belajar 2.1.1 Pengertian Motivasi Belajar Kata motivasi berasal dari bahasa Latin yaitu movere, yang berarti bergerak (move). Motivasi menjelaskan apa yang membuat orang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, yang masih dalam naungan serta pengawasan pemerintah. Tujuan dan fungsi lembaga pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai warga masyarakat. Meskipun manusia mempunyai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak dapat hidup sendiri atau mencukupi kebutuhan sendiri. Manusia sebagai makhluk sosial artinya manusia sebagai warga masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja
A. Latar Belakang Masalah. BAB I PENDAHULUAN Masa remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat. Masa remaja juga merupakan priode yang penting, dimana pada masa remaja sebagai masa
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi
HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 RUSTAM ROSIDI F100 040 101 Diajukan oleh: FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Semakin baik pendidikan suatu bangsa, semakin baik pula kualitas bangsa, itulah asumsi secara umum terhadap program pendidikan suatu bangsa. Pendidikan menggambarkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peserta didik Sekolah Menengah Pertama (SMP ) berada dalam masa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Begitu juga dengan siswa di sekolah, siswa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri. Interaksi dengan lingkungan senantiasa dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah perilaku seksual pada remaja saat ini menjadi masalah yang tidak dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih menganggap tabu untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam banyak hal remaja sekarang dihadapkan pada lingkungan yang tidak. karena remaja adalah masa depan bangsa.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA adalah individu yang sedang mengalami masa remaja akhir ( late adolescence) berada pada usia 15 sampai 18 tahun. Sedangkan masa remaja dimulai kira-kira
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kecerdasan awalnya dianggap sebagai kemampuan general manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang mempunyai tujuan dan berpikir dengan cara yang rasional.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja (siswa) semakin meluas, bahkan hal ini sudah terjadi sejak dulu. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran yang tidak
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. terjadi dalam dirinya seorang remaja sehingga sering menimbulkan suatu hal yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja cenderung diartikan oleh banyak orang sebagai usia bermasalah. Hal tersebut dikarenakan pada masa remaja banyak terjadi perubahan-perubahan yang
Lebih terperinciPERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PERKEMBANGAN REMAJA DAN PERMASALAHANNYA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA APA DAN SIAPA REMAJA? Individu yang berada pada periode perkembangan yang terentang sejak berakhirnya masa anak sampai datangnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara legalitas keberadaan bimbingan dan konseling di Indonesia tercantum dalam undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas masalah-masalah berujung pada konflik-konflik dan rintangan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persoalan dari waktu ke waktu dirasa semakin kompleks. Baik persoalan antar guru, guru dengan siswa atau siswa dengan siswa. Kompleksitas masalah-masalah berujung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor
Lebih terperinci