LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN BLOK RESPIRATORY SYSTEM PRAKTIKUM SPIROMETRI. Asisten : Novia Mantara G1A Kelompok :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN BLOK RESPIRATORY SYSTEM PRAKTIKUM SPIROMETRI. Asisten : Novia Mantara G1A Kelompok :"

Transkripsi

1 LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI KEDOKTERAN BLOK RESPIRATORY SYSTEM PRAKTIKUM SPIROMETRI Asisten : Novia Mantara G1A Kelompok : Mirzania M F Reza Amorga Paramita Deniswara Rian Ainunnahqi Arrosy Syarifah Athifa Muthmainnah Prasthiti Dewi H Pratiwi Ariefianti N Aldera Asa Dinantara G1A G1A G1A G1A G1A G1A G1A G1A G1A KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER PURWOKERTO 2013

2 BAB I PENDAHULUAN A. Judul Pratikum Pratikum Spirometri B. Waktu dan Tanggal Pratikum Senin, 11 Maret 2013 C. Tujuan Pratikum Menjelaskan tentang pemeriksaan spirometri Melakukan pemeriksaan spirometri Menganalisa hasil pemeriksaan spirometri D. Dasar Teori Fisiologi Respirasi Pernapasan merupakan hal yang sangat penting bagi tubuh manusia. Pernapasan dalam disebut juga dengan respirasi. Respirasi dalam Dorland (2011) adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara atmosfer dan sel tubuh, meliputi ventilasi, difusi oksigen dari alveolus ke darah dan karbon dioksida dari darah ke alveolus serta transport oksigen ke sel tubuh dan karbon dioksida dari sel tubuh. Dalam referensi lain disebutkan bahwa respirasi merupakan keseluruhan proses yang melaksanakan pemindahan pasif O 2 dari atmosfer ke jaringan untuk menunjang metabolisme sel, serta pemindahan pasif terus menerus CO 2 yang dihasilkan oleh metabolisme dari jaringan ke atmosfer (Sherwood, 2011). Respirasi memiliki tujuan berupa penyediaan oksigen dan pembuangan karbon dioksida. Untuk menjalankan tujuan tersebut, maka respirasi memiliki beberapa fungsi utama. Fungsi utama respirasi ialah sebagai berikut (Guyton, 2007) : 1. Ventilasi paru. 2. Difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah. 3. Pengangkutan oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh. 4. Pengaturan mekanisme ventilasi.

3 Selain fungsi-fungsi yang bersifat respiratorik tersebut, pernapasan (respirasi) juga memiliki fungsi yang bersifat non-respiratorik yang bermanfaat pula bagi tubuh. Fungsi-fungsi tersebut ialah sebagai berikut (Sherwood, 2011) : 1. Rute pengeluaran air dan panas. 2. Meningkatkan aliran balik vena. 3. Membantu mempertahankan keseimbangan asam basa. 4. Fonasi (pembentukan suara) seperti pada saat berbicara, bernyanyi, dan sebagainya. 5. Indera penghidu. Respirasi terdiri dari dua proses yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Kedua proses tersebut adalah respirasi eksternal dan respirasi internal. 1. Respirasi Eksternal Respirasi eksternal merupakan suatu proses respirasi berupa pertukaran O 2 dan CO 2 antara lingkungan (atmosfer) dan sel tubuh (Sherwood, 2011). 2. Respirasi Internal Respirasi internal disebut juga dengan respirasi seluler. Respirasi internal merupakan suatu proses metabolik intrasel dalam mitokondria. Proses metabolism tersebut menggunakan O 2 dalam proses penghasilan energi dan menghasilkan CO 2 sebagai hasil metabolit (Sherwood, 2011). Mekanika pernapasan dibagi ke dalam dua proses, yaitu inspirasi sebagai suatu proses masuknya udara ke dalam saluran pernapasan dan ekspirasi sebagai suatu proses keluarnya udara ke atmosfer dari saluran pernapasan. Inspirasi dan ekspirasi secara normal terjadi karena kontraksi dan relaksasi dari otot-otot utama pernapasan, yaitu diafragma dan otot-otot intercostales. Sehingga, masing-masing inspirasi dan ekspirasi dibagi menjadi abdominal dan thoracal sesuai dengan otot pernapasan yang bekerja. Inspirasi dan ekspirasi tersebut dijelaskan sebagai berikut (Sherwood, 2011).

4 1. Inspirasi Abdominal Semua bermula dari N.Phrenikus yang mempersarafi diafragma akan menyebabkan diafragma berkontraksi. Diafragma akan turun dan mengakibatkan rongga dada mengalami peningkatan volume. Hal tersebut berakibat pada penurunan tekanan paru. Tekanan atmosfer menjadi lebih tinggi dari tekanan paru. Perbedaan tekanan tersebut akan menyebabkan udara masuk dari luar ke dalam paru, sehingga terjadilah inspirasi. 2. Inspirasi Thoracal Otot intercostalis eksterna terdapat di antara iga. Saat otot tersebut berkontraksi, maka costae akan terelevasi dan rongga dada akan meningkat volumenya. Volumenya yang meningkat menyebabkan penurunan tekanan. Karena tekanan atmosfer lebih tinggi dari tekanan rongga dada, maka udara akan mengalir masuk ke dalam paru, sehingga terjadilah inspirasi. 3. Ekspirasi Abdominal Secara pasif, diafragma akan berelaksasi sehingga rongga dada mengecil volumenya. Tekanan paru menjadi lebih besar daripada tekanan atmosfer, sehingga udara mengalir keluar dari paru menuju atmosfer. 4. Ekspirasi Thoracal Sama halnya seperti diafragma, otot intercostalis juga akan mengalami relaksasi sehingga costae terdepresi dan rongga dada mengecil. Tekanan paru akan menjadi lebih besar daripada tekanan atmosfer, sehingga udara akan mengalir keluar. Volume dan kapasitas paru dapat menjadi suatu ukuran adanya gangguan fungsi paru. Volume dan kapasitas paru pun terbagi menjadi beberapa macam yang akan dijelaskan sebagai berikut (Guyton, 2007): 1. Volume Tidal Volume tidal adalah volume udara yang diinspirasi atau diekspirasi setiap kali bernapas normal. Besarnya kira-kira 500 ml. 2. Volume Cadangan Inspirasi

5 Volume cadangan inspirasi adalah volume udara ekstra yang dapat diinspirasi setelah dan di atas volume tidal normal bila dilakukan inspirasi kuat. Secara umum, besarnya mencapai 3000 ml. 3. Volume Cadangan Ekspirasi Volume cadangan ekspirasi adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat diekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normal. Besarnya mencapai 1100 ml. 4. Volume Residu Volume residu adalah volume udara yang masih tetap berada dalam paru setelah ekspirasi paling kuat. Besarnya kira-kira 1200 ml. 5. Kapasitas Inspirasi Merupakan jumlah udara yang dapat dihirup seseorang mulai pada ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum. Kapasitas inspirasi dirumuskan sebagai penjumlahan dari volume tidal tambah volume cadangan inspirasi. 6. Kapasitas Residu Fungsional Merupakan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal. Dirumuskan sebagai penjumlahan volume tidal ditambah volume residu. 7. Kapasitas Vital Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat diekspirasi setelah inspirasi maksimal dan kemudian diekspirasi semaksimal mungkin. Dirumuskan sebagai penjumlahan antara volume tidal, volume cadangan inspirasi, dan volume cadangan ekspirasi. 8. Kapasitas Paru Total Merupakan jumlah udara maksimum yang dapat mengembangkan paru semaksimal mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin. Dirumuskan sebagai penjumlahan kapasitas vital dengan volume residu. Sistem pernapasan kita memiliki tiga aspek yang penting, yaitu aliran udara (flow), resistensi, dan gradient tekanan. Aliran (flow) selalu berbanding terbalik dengan resistensi jalan nafas dan berbanding lurus dengan perubahan

6 gradient tekanan (Rab, 2010). Flow (Bulk Flow) merupakan perpindahan gas atau cairan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Flow sangat memengaruhi ventilasi pernafasan (Corwin, 2009). Ketiga aspek tersebut dapat dirumuskan secara matematis sebagai berikut (Rab, 2010). R = P F Keterangan R : Resistensi F : Flow P : Gradient Tekanan Paru memiliki dua sifat yaitu compliance dan elastic recoil. Compliance (komplians) merupakan luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan transpulmonal (Guyton, 2007). Dalam arti lain, komplians merupakan seberapa banyak upaya yang dibutuhkan untuk meregangkan (mengembangkan) paru (Sherwood, 2011). Komplians didukung dengan surfaktan yang dihasilkan oleh sel pneumosit tipe-2 pada permukaan alveoli sebagai faktor antiatelektasis. Surfaktan ini tersusun atas protein lesitin (Rab, 2010). Elastic recoil (recoil elastik) disebut juga dengan daya elastis paru. Merupakan suatu indikator seberapa mudah paru kembali ke bentuknya semula setelah mengalami peregangan (Sherwood, 2011). Daya ini dipengaruhi oleh dua hal yaitu daya elastis paru itu sendiri dan tegangan permukaan cairan di dinding dalam alveoli. Daya elastis paru ditentukan oleh jaringan elastin dan serabut kolagen pada parenkim paru (Guyton, 2007). Spirometri Spirometri merupakan teknik pengukuran untuk fungsi paru. Alat untuk mengukurnya disebut spirometer. Fungsinya adalah untuk menegakkan

7 diagnosis penyakit, menilai progresivitas penyakit, dan melihat efektivitas pengobatan yang sudah diberikan (Wijaya et al., 2012). Hasil pemeriksaan spirometri dapat diterima jika memenuhi syaratsyarat sebagai berikut: a. Acceptability yang terdiri dari: 1) Awalan yang baik 2) Tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak 3) Ekspirasi minimal dilakukan dalam 6 detik 4) Pemeriksaan harus selesai 5) Minimal diulang 3 kali. b. Reproducibility, yaitu selisih data tertinggi pertama dan kedua tidak boleh melebihi 5% atau 1 cc (White, 2012). Setelah dilakukan spirometri, akan keluar hasil pengukurannya yang disebut spirogram. Spirogram hambatan jalan napas dapat dilihat dari hasil volume dinamis, yaitu volume ekspirasi paksa dalam satu detik (FEV1) dan kapasitas vital paksa (FVC). FEV1 merupakan volume udara yang dapat dihembuskan selama detik pertama ekspirasi dalam suatu penentuan VC. Biasanya FEV1 adalah sekitar 80% dari VC (Sherwood, 2012). Perbandingan FEV1 dan FVC kurang dari 70% merupakan tanda dari Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) (Wijaya et al., 2012). Tabel 1. Nilai Normal RESTRIKSI OBSTRUKSI (FVC% atau FVC/pred. (FEV1/FVC)% %) FEV1% (FEV1/pred.) Normal >80 % >75% Ringan % 60 74% Sedang % 30 59% Berat <30 % <30%

8 Gambar1. Kapasitas dan Volume statis paru Parameter: FVC, FEV1 menentukan fungsi paru Tabel 2. Parameter FVC, FEV1 FVC : Forced Vital Capacity Volume udara maksimum yang dapat dihembuskan secara paksa kapasitas vital paksa Umumnya dicapai dalam 3 detik Normalnya: 4 liter FEV1 : Forced Expired Volume in one second Volume udara yang dapat dihembuskan paksa pada satu detik pertama Normalnya 3,2 liter Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik rasio FEV1/FVC = 75-80%. Gambar 2. Spirogram normal yang menunjukkan FVC, FEV1, dan FEF25-75%

9 Basic of Pulmonary Function Test i. Obstructive Lung Disease = tidak dapat menghembuskan udara (unable to get air out) FEV1/FVC < 75% Semakin rendah rasionya, semakin parah obstruksinya FEV1: 60-75% = mild FEV1: 40-59% = moderate FEV1: <40% = severe ii. Restrictive Lung Disease = tidak dapat menarik napas (unable to get air in) a. FVC rendah; FEV1/FVC normal atau meningkat. b. TLC berkurang sebagai Gold Standard E. Alat Bahan 1. Spirometri 2. Tissue 3. Tinda spirometri 4. Mouth piece dispposible 5. Penjepit hidung F. Cara Kerja 1. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru a. Siapkan alat spirometri b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien ( probandus menghadap alat ). c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin probandus. d. Hubungkan probandus dengan alat melalui mouth piece dan tutup hidung probandus dengan penjepit hidung. e. Intruksikan untuk bernafas normal sampai ada sinyal dari alat selajutnya. f. Tekan start untuk memulai. g. Mulai dengan nafas normal sampai ada sinyal dari alat untuk nafas maksimal tak terputus.

10 h. Bila dilakukan dengan benar akan muncul gambar kurva pada spirometri. i. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. j. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. 2. Pemeriksaan kapasitas vital paru a. Siapkan spirometri. b. Jelaskan prosedur cara kerja dan posisi pemeriksaan kepada pasien ( probandus menghadap alat ). c. Nyalakan alat masukan data pasien berupa umur,jenis kelamin probandus. d. Instruksikan pada probandus untuk inspirasi diluar mouth piece. e. Segera setelah itu tekan tombol start dan ekspirasi kuat di dalam mouth piece. f. Bila perlu ulangi pemeriksaan tanpa melepas mouth piece. g. Setelah selesai lepas mouth piece,print data dan kurva hasil pemeriksaan\

11 BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pratikum 1. Pemeriksaan Kapasitas Vital a. Identitas Probandus 1) Nama : Rian Ainunnahqi 2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret ) Umur : 18 tahun 4) Jenis kelamin : Laki-laki 5) Tinggi : 170 cm 6) Berat : 60 kg b. Hasil pemeriksaan Tabel 3. Hasil Pemeriksaan Kapasitas Vital Prediksi Aktual % VC TV 0.31 IRV 0.62 ERV 2.59 IC 0.93 Keterangan: VC : Kapasitas Vital TV : Volume Tidal IRV : Volume Cadangan Inspirasi ERV : Volume Cadangan Ekspirasi IC : Kapasitas Inspirasi 2. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa a. Identitas Probandus 1) Nama : Athifa Muthmainnah 2) Tanggal pemeriksaan : 13 Maret 2011

12 3) Umum : 18 tahun 4) Jenis kelamin : Perempuan 5) Tinggi : 152 cm 6) Berat : 41 kg b. Hasil pemeriksaan Tabel 4. Hasil pemeriksaan Kapasitas Vital Paksa Prediksi Aktual % FVC FEV FEV 1.0% 95.7 FEV 1.0%t 85.7 PEF FEF MEF MEF MEF Keterangan: FCV : Forced Vital Capacity FEV : Forced Expiration Volume PEF : Peak Expiratory Flow FEF : Forced Expiratory Flow MEF : Mild Expiratory Flow B. Pembahasan Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan kemarin, didapatkan bahwa didapatkan dua kurva pemeriksaan yaitu kurva kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa paru. Kurva tersebut didapatkan dari probandus yang berbeda. Pada pemeriksaan kapasitas vital paru dilakukan oleh probandus lakilaki dengan umur 18 tahun, tinggi 170 cm dan berat badan 60 kg. sedangkan pada pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dilakukan oleh probandus perempuan dengan umur 18 tahun, tinggi 152 cm dan berat badan 41 kg.

13 Pada hasil pemeriksaan pada probanduns laki-laki dengan umur 18 tahun, tinggi 170cm dan berat badan 60 kg kapasitas vital paru didapatkan nilai sebesar 67%. Volume tidal 0.31, volume cadangan inspirasi 0.62, volume cadangan ekspirasi 2.59, kapasitas inspirasi Kapasitas vital didapat setelah pertambahan dari volume tidal+volume cadangan inspirasi+volume cadangan ekspirasi. Normal untuk kapasitas vital paru adalah 4800 cc dan 80% dari kapasitas total paru. Dari hasil yang didapat bahwa kapasitas vital paru sebesar 67% dari kapasitas total paru sehingga dapat di interpretasikan bahwa nilai tersebut dibawah normal. Selanjutnya hasil pemeriksaan kapasitas vital paksa paru dengan probandus berbeda, yaitu probandus perempuan dengan tinggi 152 cm dan berat badan 41 kg didapat angka FEV1/FVC= 95,7 %. Untuk pemeriksaan Peak Flow Meter, diperoleh nilai normal untuk wanita adalah 400 L/menit, sedangkan pada probandus, diperoleh nilai 420 L/menit, sehingga probandus memiliki kasus asma baik / terkontrol karena masih dalam lingkup % nilai normal. Pada obstructive lung disease indikasinya adalah apabila FEV1/FVC < 75%. Semakin rendah rasionya semakin parah osbtruksinya. Kemudian apabila restrictive lung disease indikasinya FEV1/FVC normal atau meningkat dari standarnya adalah 80% (Sherwood, 2011). Dari hasil percobaan didapatkan nilai kapasitas vital paru sebesar 67% dari kapasitas total paru dan nilai kapasitas vital paksa paru sebesar 95,7% sehingga masih dalam kondisi normal. Namun data diatas merupakan data hasil pengamatan pada praktikum yang mana didapat status fungsional probandus yang diperbandingkan dengan parameter yang sesuai dengan menggunakan data hasil rata-rata pengamatan pada populasi Eropa. Syarat pada praktikum untuk bias dianggap acceptable juga belum terpenuhi karena probandus tidak melakukan ekspirasi hingga selesai dan tidak mencapai puncak. Ketidak sesuaian dalam penggunaan pembanding (pembanding tidak sesuai karena tidak menggambarkan karakteristik populasi rata-rata yang diamati, hal ini dapat sangat berbeda dalam beberapa faktor seperti faktor internal dan faktor eksternal.

14 Faktor Internal meliputi : Genetik, umur, jenis kelamin, ras, tinggi badan dan berat badan. Faktor eksternal meliputi : Lingkungan (iklim, pekerjaan) dan gaya hidup (pola hidup, olahraga). Diketahui bahwa faktor internal maupun faktor eksternal dari populasi Eropa dan Asia sangat berbeda, sehingga nilai standarnya pun akan berbeda, sehingga secara tidak langsung standar dari hasil pengukuran itu kurang tepat digunakan pada populasi Asia. Maka akan lebih baik digunakan pembanding yang sesuai. Nilai perbandingan nampak normal namun semu karena spirogram tidak mencapai puncak, hal ini dapat disebabkan karena (Sherwood, 2011): 1. Terjadi reaksi patologi pada saluran pernapasan probandus. 2. Kesalahan teknik pada saat melakukan pengukuran. 3. Probandus belum selesai melakukan ekspirasi Namun hasil spirogram ini dapat saja salah karena grafik tersebut seharusnya tidak layak dibaca dan nilai atau hasilnya tidak dapat diterima karena tidak memenuhi kriteria penilaian, seperti (Sherwood, 2011): 1. Waktu ekspirasi minimal 6 detik. Sedangkan probandus hanya melakukan ekspirasi kurang dari 6 detik. 2. Awal uji harus cukup baik. Prosedur awal melakukan pemeriksaan sudah tidak tepat,seperti posisi probandus yang duduk, tinggi badan dan berat badan yang dimasukkan dala spirometer kurang valid, dan lain sebagainya,sehingga tidak memenuhi criteria penilaian pada point ini. 3. Ekspirasi tidak ragu-ragu dan cepat mencapai puncak tajam. Sedangkan probandus tidak memenuhi syarat tersebut karena ketika sedang inspirasi probandus mendadak tertawa dan melakukan ekspirasi secara spontan dan terputus-putus atau ragu-ragu. Hasil spirogram yang menunjukkan adanya kesalahan hasil yang diperoleh sehingga tidak layak untuk dinilai disebabkan karena kesalahan pada saat melakukan prosedur pemeriksaan. 4. Ukur tinggi dan berat badan hanya mengira-ngira tanpa mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat menyebabkan perbadaan hasil spirogram karena tinggi badan dan berat badan mempengaruhi asupan o2 yang dibutuhkan oleh tubuh dan secara tidak langsung dapat mempengaruhi kapasitas vital paru maupun kapasitas total paru.

15 5. Posisi probandus duduk pada saat pemeriksaan dapat menekan pengembangan paru dan kontraksi otot-otot diafragma dan dinding dada sehingga volume yang dapat masuk kedalam paru akan berkurang sehingga akan menurunkan kapasitas vital paru dan kapasitas vital paksa paru. 6. Bibir pasien tidak melingkupi seluruh mouth piecekarena pasien sempat tertawa saat pemeriksaan sedang berlangsung. Hal ini mempengaruhi volume udara yang dapat terukur oleh spirometer pada saat pasien melakukan inspirasi dan ekspirasi.adanya celah yang terbuka (mulut tidak melungkupi mouth piece) akan mengurangi volume udara yang terukur oleh spirometer karena masih ada udara yang dapat masuk dan keluar lewat celah mulut tersebut. 7. Probandus terlambat menarik nafas (terlambat memulai) 8. Udara yang dikeluarkan melalui mouth piece tidak menggunakan tenaga maksimal karena probandus tertawa ketika inspirasi dan hendak ekspirasi sehingga volume yang dihirup dan di keluarkan tidak maksimal. C. Aplikasi Klinis 1. Obstruktif a. Fibrostik kistik Fibrosis kistik adalah kelainan genetik yang resesif heterogen dengan gambaran patobiologik yang mencermikan mutasi pada gen regulator transmembrana fibrosis kistik atau penyakit herediter yang ditandai perubahan fungsi kelenjar eksokrin di seluruh tubuh. Penyakit ini ditandai dengan infeksi saluran napas kronik yang akhirnya menimbulkan bronkiektaksis serta bronkiolektasis, insufisiensi kelenjar eksokrin pankreas, disfungsi intestinal serta disfungsi urogenital. Fibrosis kistik ini merupakan penyakit autosomal resesif akibat mutasi gen yang terletak pada kromosom 7. Gen ini menghasilkan protein yang disebut protein regulator transmembran fibrosis kistik (Cystic fibrosis transmembran conductance regulator = CFTR) (Alwinsyah, 2010).

16 Gen CFTR juga dapat merusak epitel yang memperlihatkan fungsi berbeda, misalnya bersifat volume absorbsi (epitel saluran napas dan usus distal), bersifat volume sekretori (pankreas) dan bersifat garam absorbsi tetapi tidak volume absorbsi contohnya saluran keringat dimana pada kelenjar keringat konsentrasi Na + dan Cl - disekresikan ke lumen kelenjar normal, tetapi epitel yang melapisi duktus kelenjar tidak permeabel terhadap Cl -. Keringat bergerak menuju ke permukaan, reabsorbsi normal Cl - melalui CFTR yang diikuti kation Na + terjadi kegagalan. Sehingga inilah penyebab konsentrasi NaCl tinggi di keringat pasien fibrosis kistik (Alwinsyah, 2010). Fibrosis kistik juga menimbulkan efek pada beberapa organ di dalam tubuh kita contohnya efek fibrosis kistik pada paru yang menghasilkan mukus yang kental. Mukus tersebut menyumbat ventilasi alveolus sehingga terjadi atelektasis (pengempisan paru). Selain itu, reaksi inflamasi yang masif terhadap patogen ditandai dengan inflamasi jalan napas yang didominasi neutrofil sehingga terjadi edema di pertemuan antara kapiler dan alveolus yang dapat merusak bronkus. Daya regang paru menurun dan ventilasi terganggu. Fibrosis kistik juga berefek pada saluran cerna dimana terjadi akumulasi mukus kental sehingga pencernaan dan penyerapan zat gizi terhambat. Berikut ini beberapa gambaran klinis orang yang terkena fibrosis kistik (Corwin, 2009) : 1) Abdomen menonjol yang tampak segera setelah lahir, akibat tidak bisa mengeluarkan mekonium pada defekasi pertama kali. 2) Asin saat sewaktu dicium akibat penumpukan garam di kulit 3) Serangan infeksi saluran napas yang berulang selama bayi dan masa kanak-kanak 4) Rhinitis kronis dan batuk kronis serta produksi sputum 5) Gagal tumbuh karena buruknya penyerapan gizi

17 b. Asma Asma merupakan penyakit pernapasan obstruktif yang mempunyai tanda inflamasi di saluran napas dan spasme akut otot polos bronkiolus (Corwin, 2009). Sumbatan saluran napas pada asma disebabkan oleh menebalnya dinding saluran napas yang ditimbulkan oleh peradangan dan edema yang dipicu oleh histamin. Selain itu, tersumbatnya saluran napas disebabkan oleh sekresi berlebihan mukus kental dan hiperesponsivitas saluran napas yang ditandai dengan terjadinya konstriksi di saluran napas kecil akibat spasme otot polos di dinding saluran napas. Semua ini dapat terjadi karena terdapat pemicu yang menyebabkan peradangan dan respons bronkokonstriksi yang berlebihan ini mencakup pajanan berulang ke alergen misalnya kutu debu rumah atau serbuk sari, lalu iritan misalnya pada asap rokok dan infeksi (Sherwood, 2011). Stimulasi psikologis juga dapat memperburuk serangan asmatik karena rangsangan parasimpatis menyebabkan konstriksi otot polos bronkiolus. Sistem parasimpatis diaktifkan oleh emosi rasa cemas dan kadang rasa takut. Berikut merupakan gambaran klinis orang yang terkena asma (Corwin, 2009) : 1) Dispnea 2) Batuk terutama malam hari 3) Pernapasan yang dangkal dan cepat 4) Suara wheezing yang terdengar saat ekspirasi 5) Peningkatan usaha nafas ditandai dengan retraksi dada, disertai perburukan kondisi dan napas cuping hidung. Asma dapat dideteksi menggunakan spirometri, teknik pemeriksaan yang mengukur dan mengidentifikasi penurunan kapasitas vital dan penurunan aliran ekspirasi puncak. Pada pasien yang mengalami asma, volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) menurun, karena udara yang masuk dalam paru ketika akan dikeluarkan harus melalui sumbatan di saluran napas sehingga proses ekspirasi menjadi terganggu. Selain menggunakan spirometri, untuk

18 mengevaluasi gejala asma di rumah bisa menggunakan alat peak flowmeter (Corwin, 2009). c. Bronkitis Kronis Bronkitis kronis adalah suatu penyakit peradangan saluran napas bawah jangka panjang, umumnya dipicu oleh pajanan yang berulang seperti asap rokok, polutan udara, atau alergen. Tubuh akan merespon terhadap iritasi kronik terebut dengan penyempitan saluran napas karena penebalan edematosa kronik lapisan dalamnya disertai oleh pembentukan berlebihan mukus kental. Infeksi paru oleh bakteri sering terjadi, karena penumpukan mukus merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan bakteri (Sherwood, 2011). Gejala klinis yang terjadi pada pasien bronkitis kronis biasanya batu yang sangat produktif, purulen, dan mudah memburuk dengan inhalasi iritan, udara dingin, atau infeksi. Selain itu, produksi mukus yang berlebihan serta sesak napas dan dispnea. Penyakit ini dapat didiagnosis menggunakan spirometri, dimana hasil pemeriksaan menunjukkan terjadi penurunan FEV1 dan kapasitas vital. Hal ini hampir mirip dengan asma, dinding saluran napas menebal karena edema serta hipersekresi mukus sehingga membuat saluran napas jadi tersumbat. Ketika akan melakukan ekspirasi maksimal tidak langsung dapat mencapai puncak pada grafiknya. Berikut ini beberapa komplikasi penyakit bronkitis kronis (Corwin, 2009) : 1) Hipertensi paru, terjadi akibat vasokonstriksi hipoksik paru yang kronis. 2) Dapat terjadi jari tabuh di segmen ujung jari, indikasi stres hipoksik yang kronis 3) Polisitemia, terjadi akibat hipoksia kronis dan stimulasi sekresi eritropoietin disertai sianosis 4) Kanker paru.

19 2. Restruktif a. Parenkimal 1) Sarkoidosis Paru Sarkoidosis adalah penyakit granulomatosa sistemik yang bisa mengenai semua organ, terutama sarkoidosis paru dan kelenjar limfe intratoraks. Faktor genetik sering menjadi penyebab terjadinya penyakit ini karena sarkoidosis sering ditemukan pada kelompok keluarga. Faktor gangguan pengaturan sistem imun tampaknya berperan karena Antinuclear antibody (ANA), rheumatoid factor (RF), dan berbagai kompleks imun bisa ditemukan pada sarkoidosis. Faktor lingkungan juga diduga sebagai pencetus penyakit ini karena terdapat kecenderungan pengelompokan kejadian pada waktu atau musim yang sama. Ada uji kulit untuk penderita sarcoidosis yaitu Kveim-Stilzbach. Pada uji ini disuntikkan suspensi jaringan sarkoid secara intradermal. Setelah 1-14 minggu, bila positif akan terbentuk papul keras yang bila dibiopsi akan menunjukkan adanya granuloma (Pitoyo, 2010). Dua per tiga pasien sarcoidosis tidak bergejalan dan ditemukan secara tidak sengaja ketika foto rontgen toraks. Gejala tersering adalah batuk dan sesak napas. Batuk umumnya tidak produktif dan bisa berat sedangkan untuk sesak napas biasanya progresif perlahan-lahan. Sarkoidosis juga bisa terjadi keadaan akut dimana terjadi eritema nodosum, dan adenopati hilus yang disebut dengan sindrom Sjorgen. Sindrom Sjorgen ini disertai demam, poliartritis, dan uveitis. Terapi sarkoidosis masih mengandalkan kortikosteroid sampai sekarang. Pada sarkoidosis paru prednisone dapat diberikan 40 mg/hari selama 2 minggu lalu diturunkan 5 mg/hari setiap 2 minggu hingga mencapai 15 mg/hari. Dosis 15 mg/hari dipertahankan hingga 6-8 bulan, lalu diturunkan lagi 2,5 mg/hari tiap 2-4 minggu sampai obat dapat dihentikan. Selama dosis obat diturunkan bertahap, evaluasi

20 terhadap kemungkinan kekambuhan (Pitoyo, 2010). harus selalu dilakukan 2) Pneumoconiosis Pneumoconiosis adalah sekelompok penyakit yang disebabkan oleh inhalasi debu anorganik dan organik tertentu. Beberapa jenis debu jika terinhalasi dalam kadar yang cukup banyak ke dalam paru bisa menimbulkan reaksi jaringan fibrosis, sedangkan debu yang lain tidak mempengaruhi. Untuk menentukan apakah apakah suatu partikel debu dapat menimbulkan penyakit atau tidak bergantung pada (Price, 2005) : i. Ukuran partikel Ukuran partikel yang paling berbahaya adalah yang berukuran 1-5 µm, karena partikel yang lebih besar tidak dapat mencapai alveolus. ii. Kadar dan lamanya terpajan Kadar tinggi biasanya diperlukan untuk mengalahkan kerja eskalator silia dan juga waktu terpajan yang lama, misalnya pneumoconiosis pekerja tambang atau penyakit paru hitam biasanya membutuhkan 20 tahun masa terpajan sebelum terjadi fibrosis paru yang luas. iii. Sifat dari debu Bahan-bahan tertentu terutama debu organik seperti serat kapas yang menimbulkan bisinosis; tebu (bagasosis), dan jerami yang berjamur (farmer s lung) mempunyai efek antigenik yang tak lazim dan menyebabkan alveolitis alergika. Sifat kimia debu orgnaik juga berpengaruh dalam kapasitasnya menimbulkan penyakit. Secara teori, partikel-partikel debu diduga secara teratur merusak makrofag yang memfagositosis debu-debu tersebut, mengakibatkan pembentukan nodula fibrotik. Fibrosis yang luas timbul akibat penyatuan nodula-nodula fibrotik (Price, 2005).

21 BAB III KESIMPULAN

22 DAFTAR PUSTAKA Corwin, Elisabeth J. Patofisiologi : Buku Saku Ed.3 (Alih Bahasa : Nike Budhi Subekti). Jakarta : EGC Dorland, W.A Newman Kamus Saku Kedokteran Dorland Ed.28 (Alih Bahasa : Albertus Agung Mahode). Jakarta : EGC Guyton, Arthur C., John E. Hall Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Ed.11 (Alih Bahasa : Irawati). Jakarta : EGC Ras, Tabrani Ilmu Penyakit Paru. Jakarta : Trans Info Media Sherwood, Lauralee Fisiologi Manusia : Dari Sel ke Sistem Ed.6 (Alih Bahasa : Brahm U Pendit). Jakarta : EGC White, G.C Basic Clinical Lab Competencies for Respiratory Care Fifth Edition. USA: Delmar. Wijaya, O., T.R. Sartono, S. Djajalaksana, dan A. Maharani Peningkatan Persentase Makrofag dan Neutrofil pada Sputum Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik Berhubungan dengan Tingginya Skor COPD Assessment Test (CAT). Jurnal Respirasi Indonesia, Vol. 32(4):

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter

Uji Fungsi (lung function test) Peak flow meter Uji Fungsi Paru-paru (lung function test) Peak flow meter Spirometer 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Spirometri 2009/1/11 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Peak flow meter PEF = Peak Expiratory

Lebih terperinci

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( )

INSUFISIENSI PERNAFASAN. Ikbal Gentar Alam ( ) 1 INSUFISIENSI PERNAFASAN Ikbal Gentar Alam (131320090001) Pendahuluan 2 Diagnosa dan pengobatan dari penyakit penyakit respirasi tergantung pada prinsip dasar respirasi dan pertukaran gas. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Patofisiologi Kelainan Paru akibat Paparan Uap/Gas BBM Secara fisiologis sebelum masuk ke paru udara inspirasi sudah dibersihkan dari partikel debu dan asap yang memiliki diameter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya

Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Rahmy Sari S.Pd PERNAPASAN/RESPIRASI Proses pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida (CO 2 ), dan menghasilkan energi yang dibutuhkan tubuh) Pertukaran gas antara sel dengan lingkungannya Pernapasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007).

I. PENDAHULUAN. membentuk suatu asam yang harus dibuang dari tubuh (Corwin, 2001). duktus alveolaris dan alveoli (Plopper, 2007). I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem kardiovaskular dan sistem respirasi harus bekerja sama untuk melakukan pertukaran gas. Sistem ini berfungsi untuk mengelola pertukaran oksigen dan karbondioksida

Lebih terperinci

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI

RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI RESPIRASI MELIBATKAN EMPAT PROSES: VENTILASI (PERGERAKAN UDARA. ANATOMI SISTEM RESPIRASI Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia. Fungsi utama dari paru-paru adalah untuk proses respirasi. Respirasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progressif nonreversibel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok menimbulkan berbagai masalah, baik di bidang kesehatan maupun sosio-ekonomi. Rokok menimbulkan berbagai masalah kesehatan seperti gangguan respirasi, gangguan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba memerlukan tatalaksana segera dan kemungkinan

Lebih terperinci

Cara Mengukur Kapasitas dan Volume Paru-Paru

Cara Mengukur Kapasitas dan Volume Paru-Paru Cara Mengukur Kapasitas dan Volume Paru-Paru Volume dinamik paru dan kerja pernapasan Keterangan mengenai status ventilasi tidak hanya membutuhkan volume statis paru, namun juga pengukuran kecepatan pergerakan

Lebih terperinci

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi

Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara. Anatomi Sistem Respirasi Respirasi melibatkan empat proses: ventilasi (pergerakan udara keluar-masuk paru-paru), respirasi eksternal (pertukaran gas antara darah dan ruang paru-paru yang terisi udara), transport gas respirasi

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 18. SISTEM PERNAPASANLATIHAN SOAL BAB 18 1. Perhatikan gambar berikut! Image not found http://www.primemobile.co.id/assets/uploads/materi/bio9-18-01.png Bagian yang ditunjukkan

Lebih terperinci

Sistem Pernapasan - 2

Sistem Pernapasan - 2 Anatomi sistem pernapasan Proses inspirasi dan ekspirasi Definisi pernapasan Eksternal Internal Mekanik pernapasan Inspirasi dan ekspirasi Peran otot pernapasan Transport gas pernapasan Ventilasi, difusi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gerak adalah aktivitas fisik dan merupakan ciri kehidupan. Sesuai dengan pepatah yang mengatakan Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, maka aktivitas fisik

Lebih terperinci

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru

Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia. Hidung. Faring. Laring. Trakea. Bronkus. Bronkiolus. Alveolus. Paru-paru Exit Hidung Faring Organ yang Berperan dalam Sistem Pernapasan Manusia Laring Trakea Bronkus Bronkiolus Alveolus Paru-paru Hidung Hidung berfungsi sebagai alat pernapasan dan indra pembau. Pada hidung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Paparan Asap Pembakaran Lilin Batik 2.1.1. Lilin Batik Bahan dasar pembuatan batik adalah lilin batik. Lilin batik ini akan dilelehkan menggunakan kompor berbahan bakar kayu,

Lebih terperinci

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMP IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA A. Organ-Organ Pernapasan Bernapas merupakan proses yang sangat penting bagi manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Walaupun penyakit asma mempunyai tingkat fitalitas yang rendah namun

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL 1. Perhatikan gambar berikut! SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALATIHAN SOAL Bagian yang ditunjukan nomor 2 dan 4 adalah... Bronkiolus dan alveolus Bronkus danalveolus Bronkus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (noncommunicable BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah suatu keadaan terdapatnya keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif. Penyakit ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan penyakit yang perlu diwaspadai karena penyakit ini merupakan penyebab kematian dengan nomor urut lima di Indonesia.

Lebih terperinci

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar

ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer 2. Manometer tabung U 3. Respivol 4. Corong 5. Zat Cair 6. Mistar PERCOBAAN 3 SPIROMETER TUJUAN Memperoleh volume paru dan kapasitas pernapasan maksimal serta membandingkan hasil pengukuran spirometer terhadap perangkat sejenis lainnya. ALAT DAN BAHAN 1. Satu set spirometer

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011). Asma merupakan penyakit inflamasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Merokok merupakan sebuah kebiasaan yang telah membudaya bagi masyarakat di sekitar kita. Di berbagai wilayah perkotaan sampai pedesaan, dari anak anak sampai orang

Lebih terperinci

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA

ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA ABSTRAK FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF PASANGANNYA Siti A. Sarah M, 2011. Pembimbing I : dr.jahja Teguh Widjaja,Sp.P.,FCCP Pembimbing II: dr.sijani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Latihan fisik merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Seseorang dengan aktivitas fisik rendah memiliki 20% sampai 30% lebih tinggi risiko

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini zaman semakin berkembang seiring waktu dan semakin memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. Saat ini tingkat ozon naik hingga

Lebih terperinci

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA Pernapasan manusia meliputi proses inspirasi dan ekspirasi Inspirasi : pemasukan udara luar ke dalam tubuh melalui alat pernapasan Ekspirasi :pengeluaran udara pernapasan

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya Bab I Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya reversibel,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah satunya adalah asma. Asma merupakan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat, asma

Lebih terperinci

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND

SPIROMETRI. Deddy Herman. Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND SPIROMETRI Deddy Herman Bagian Pulmonologi & Kedokteran Respirasi FK UNAND RESPIRASI Ventilasi Difusi Perfusi VENTILASI Peristiwa masuk dan keluar udara ke dalam paru : Inspirasi Ekspirasi Inspirasi :

Lebih terperinci

Indikasi Pemeriksaan

Indikasi Pemeriksaan Definisi Suatu prosedur pemeriksaan dengan menggunakan alat spirometer yang bertujuan untuk mengukur ventilasi yaitu mengukur volume statik dan volume dinamik paru. Indikasi Pemeriksaan Menilai status

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma merupakan penyakit heterogen dengan karakteristik adanya inflamasi saluran napas kronis. Penyakit ini ditandai dengan riwayat gejala saluran napas berupa wheezing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan penyakit umum pada masyarakat yang di tandai dengan adanya peradangan pada saluran bronchial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Saat ini asma semakin berkembang menjadi penyakit pembunuh bagi masyarakat di dunia, selain penyakit jantung. Serangan yang terjadi akibat asma menjadi momok

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI. Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes. Pengukuran obyektif paru menggunakan alat spirometer.

PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI. Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes. Pengukuran obyektif paru menggunakan alat spirometer. PEMERIKSAAN FUNGSI PARU DENGAN SPIROMETRI Hj. Efy Afifah, SKp, M.Kes Tujuan praktikum: - Mahasiswa menjelaskan tujuan, indikasi dan kontraindikasi dilakukan pemeriksaan spirometri dengan benar - Mahasiswa

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA OBESITAS DENGAN VOLUME PARU PADA ANAK USIA 9-11 TAHUN SKRIPSI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan Fisioterapi Disusun Oleh: LISTYA TRIANDARI J 100050010 DIPLOMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Merokok mengganggu kesehatan barangkali merupakan istilah yang tepat, namun tidak populer dan tidak menarik bagi perokok. Banyak orang sakit akibat merokok, tetapi orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologis Olahraga Tubuh manusia merupakan sesuatu mesin yang luar biasa di mana aktivitas tubuh yang terkoordinasi sempurna terjadi secara simultan. Peristiwa-peristiwa tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang melibatkan banyak sel dan elemennya. Proses inflamasi kronik ini menyebabkan saluran pernapasan menjadi hiperesponsif

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perokok Pasif Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Sidestream Smoke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asma merupakan masalah kesehatan dunia yang tidak hanya terjangkit di negara maju tetapi juga di negara berkembang. Penyakit asma menjadi masalah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik,

BAB I PENDAHULUAN. SK/XI/2008 tentang pedoman pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan penyakit paru obstruktif kronik telah di bahas dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1022/MENKES/ SK/XI/2008 tentang pedoman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit dengan preventif dan terapi yang umum, penyakit ini dicirikan

Lebih terperinci

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG

PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG PENGARUH SENAM ASMA TERHADAP FUNGSI PARU (KVP & FEV1) PADA WANITA ASMA DI BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BKPM) SEMARANG Vironica Dwi Permatasari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea

5. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang dinamakan... a. pleura b. bronkus c. alveolus d. trakea 1. Terjadinya inspirasi pada proses pernapasan manusia adalah karena diafragma.... a. melengkung, tulang rusuk dan dada terangkat b. melengkung, tulang rusuk dan dada turun c. mendatar, tulang rusuk dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Paru. Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Paru Paru adalah satu-satunya organ tubuh yang berhubungan dengan lingkungan di luar tubuh, yaitu melalui sistem pernapasan. Fungsi paru utama untuk respirasi, yaitu pengambilan

Lebih terperinci

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru 1.1 Pengertian Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur

BAB I PENDAHULUAN. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Riset Kesehatan Dasar (RISKEDAS) di Indonesia tahun 2013 mendapatkan hasil prevalensi nasional untuk penyakit asma pada semua umur adalah 4,5 %. Prevalensi asma

Lebih terperinci

Sistem Pernafasan Manusia

Sistem Pernafasan Manusia Sistem Pernafasan Manusia Udara masuk kedalam sepasang rongga hidung melalui lubang hidung. Rongga hidung dilengkapi oleh rongga-rongga kecil (silia) dan selaput lendir. Dalam rongga hidung, udara dilembabkan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut. 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah inflamasi saluran napas kecil. Pada bronkitis kronik terdapat infiltrat dan sekresi mukus di saluran pernapasan. Sedangkan

Lebih terperinci

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok

Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Perbandingan Nilai Arus Puncak Ekspirasi Antara Perokok dan Bukan Perokok Slamet Santosa*, Joko Purwito**, Jahja Teguh Widjaja*** * Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha **

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein merupakan senyawa alkaloid derivat xantin yang mengandung gugus metil. Sejak dulu kafein ini diperoleh dari ekstrak tumbuh-tumbuhan berupa biji kopi, teh, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini sangat memberi berbagai dampak, baik itu dampak positif

Lebih terperinci

Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI)

Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI) PEGANGAN MAHASISWA Keterampilan Klinis UJI FAAL PARU (SPIROMETRI) Diberikan pada mahasiswa Semester III Penyusun: Dr. dr. Irawaty Djaharuddin, SpP(K) Dr. dr. Nur Ahmad Tabri, SpPD, K-P, SpP(K) Dr. dr.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU

HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU HUBUNGAN ANTARA POSISI TUBUH TERHADAP VOLUME STATIS PARU SKRIPSI INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI PERSYARATAN DALAM MENDAPATKAN GELAR SARJANA SAINS TERAPAN FISIOTERAPI Disusun Oleh: ARI WIBAWA J 110 040 014

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Polusi Udara 1. Definisi Polusi Udara Udara merupakan salah satu komponen terpenting dalam tubuh manusia untuk menjalankan kehidupanya. Udara berfungsi sebagai bahan pernapasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling

I. PENDAHULUAN. dan menghadapi hal-hal darurat tak terduga (McGowan, 2001). Lutan. tahan dan fleksibilitas, berbagai unsur kebugaran jasmani saling I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebugaran jasmani adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas seharihari dengan giat dan penuh kewaspadaan tanpa mengalami kelelahan yang berarti dan dengan energi yang cukup

Lebih terperinci

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1

Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan. 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi dan Fisiologi saluran pernafasan 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 1 Anatomi Sistem Pernafasan Manusia 1/9/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 2 Sistem pernafasan atas 1/9/2009 Zullies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Spirometri adalah salah satu uji fungsi paru yang dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) (Health Partners, 2011). Uji fungsi paru

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 5. SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIALatihan Soal 5.1 1. Urutan organ pernapasan yang benar dari dalam ke luar adalah... paru-paru, tenggororkan mulut paru-paru kerongkongan, hidung

Lebih terperinci

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA

- - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - SISTEM PERNAFASAN MANUSIA - - Modul ini singkron dengan Aplikasi Android, Download melalui Play Store di HP Kamu, ketik di pencarian dlp4nafas Jika Kamu kesulitan, Tanyakan ke tentor bagaimana cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan adanya trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu. Asma

Lebih terperinci

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Tinjauan Kepustakaan V Selasa 7 Januari 2014 EFEK PENUAAN TERHADAP FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI Penyusun: Rina Puspasari S., dr. Pembimbing: Marina Moeliono, dr., SpKFR(K) Penilai: Marietta Shanti P., dr.,

Lebih terperinci

Task Reading: ASBES TOSIS

Task Reading: ASBES TOSIS Task Reading: ASBES TOSIS Pendahuluan Asbestosis merupakan menghirup serat asbes. gangguan pernapasan disebabkan oleh Asbes atau Asbestos adalah bentuk serat mineral silika tahan terhadap asam kuat, serta

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST No Tujuan Pembelajaran 1 1. Menjelaskan pengertian sistem. 2. Menuliskan organ-organ 3. Menjelaskan fungsi organorgan yang terlibat dalam sistem Ranah Kognitif Deskripsi

Lebih terperinci

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok

Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok Prosiding Seminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika (SNFPF) Ke-6 2015 57 Analisis Kapasitas Paru dan Aliran Udara Pernafasan Manusia Yang Mempunyai Kebiasaan Merokok dan Tidak Merokok Gisella Maria

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Pernafasan Pernafasan mencakup dua proses: pernafasan eksterna, yaitu penyerapan oksigen (O 2 ) dan pengeluaran karbondioksida (CO 2 ) dari tubuh secara keseluruhan;

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan

BAB V PEMBAHASAN. kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan BAB V PEMBAHASAN Dalam penelitian ini pasien yang dipilih adalah berjenis kelamin pria. Jenis kelamin pria dipilih karena mayoritas populasi sampel di BBKPM adalah pria dan supaya sampel homogen. Secara

Lebih terperinci

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut.

mekanisme penyebab hipoksemia dan hiperkapnia akan dibicarakan lebih lanjut. B. HIPERKAPNIA Hiperkapnia adalah berlebihnya karbon dioksida dalam jaringan. Mekanisme penting yang mendasari terjadinya hiperkapnia adalah ventilasi alveolar yang inadekuat untuk jumlah CO 2 yang diproduksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. polusi udara baik dalam maupun luar ruangan, serta polusi di tempat kerja. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) telah berkembang menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas di dunia yang makin penting. PPOK menjadi penyakit berbahaya

Lebih terperinci

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING

PENGARUH PURSED LIPS BREATHING PENGARUH PURSED LIPS BREATHING (PLB) TERHADAP NILAI FORCED EXPIRATORY VOLUME IN ONE SECOND (FEV1) PADA PENDERITA PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS DI RS PARU DR ARIO WIRAWAN SALATIGA NASKAH PUBLIKASI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang

BAB I A. LATAR BELAKANG. morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang BAB I A. LATAR BELAKANG Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan penyebab utama dari morbiditas kronik dan mortalitas di seluruh dunia, sehingga banyak orang yang menderita akibat PPOK. PPOK merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Asma merupakan penyakit jalan napas obstruktif intermiten yang bersifat reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Fisiologi Paru-Paru Paru-paru terdiri dari bagian kanan dan kiri. Paru-paru kanan memiliki tiga lobus yaitu lobus atas, lobus tengah dan lobus bawah. Paru-paru kiri memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Asma merupakan penyakit kronik yang paling umum di dunia, terdapat sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita penyakit ini. Asma dapat terjadi pada anak-anak

Lebih terperinci

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan. A S M A DEFINISI Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulun tertentu. Asma dimanifestasikan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN

ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP FUNGSI PERNAFASAN PADA PASIEN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK Juniartha Semara Putra ANALISIS JURNAL PENGARUH LATIHAN NAFAS DIAFRAGMA TERHADAP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada :

BAB I PENDAHULUAN. A.Mekanisma ini terbahagi kepada tarikan nafas dan hembusan nafas. B.Ia melibatkan perubahan kepada : KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini merupakan

Lebih terperinci

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc

SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA. Drs. Refli., MSc SISTEM PERNAFASAN PADA MANUSIA Drs. Refli., MSc PENDAHULUAN HIDUNG CO2 O 2 SISTEM PERNAFASAN PARU-PARU Respirasi Eksternal O 2 CO2 SISTEM PEREDARAN DARAH SEL ENERGI Respirasi Internal ALAT PERNAFASAN Hidung/rongga

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Asap Asap merupakan perpaduan atau campuran karbon dioksida, air, zat yang terdifusi di udara, zat partikulat, hidrokarbon, zat kimia organik, nitrogen oksida dan mineral.

Lebih terperinci

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan Pernafasan Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Tujuan Manfaat Mata kuliah terkait Pokok bahasan Pustaka acuan pokok Sistem Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya hidup sebagai bagian dari kehidupan manusia, secara langsung maupun tidak langsung, memiliki andil besar dalam mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) merupakan suatu istilah yang digunakan untuk sekelompok penyakit paru

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Penyakit Paru Obstruksi Kronik a. Definisi Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara yang bersifat menetap

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia sekarang sedang menanggung beban ganda dalam kesehatan yang dikarenakan bukan hanya penyakit menular yang menjadi tanggungan negara tetapi dengan

Lebih terperinci

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1

Saat. penyakit paling. atau. COPD/ Indonesia 1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik Saat ini belum ada obat untuk mengobati Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK/COPD Chronic Obstructive Pulmonary Disease) dann penyakit ini akan memburuk secara berkalaa

Lebih terperinci

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan

1. Batuk Efektif. 1.1 Pengertian. 1.2 Tujuan MAKALAH BATUK EFEKTIF 1. Batuk Efektif 1.1 Pengertian Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar, dimana klien dapat menghemat energi sehingga tidak mudah lelah mengeluarkan dahak secara maksimal.

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Tingkat kesejahteraan dan kesehatan masyarakat merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan, tetapi masih banyak masyarakat di Indonesia yang belum peduli dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan 2.1.1 Paru Paru memiliki area permukaan alveolar kurang lebih seluas 40 m 2 untuk pertukaran udara. Tiap paru memiliki: apeks yang mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (golden period), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa lima tahun pertama kehidupan merupakan masa yang sangat peka terhadap lingkungan dan masa ini sangat pendek serta tidak dapat diulang lagi, maka masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat penting, kesehatan akan terganggu jika timbul penyakit yang dapat menyerang siapa saja baik laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat

BAB I PENDAHULUAN. Amerika dan mengakibatkan kematian jiwa pertahun, peringkat ke-empat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) mempengaruhi 15 juta orang Amerika dan mengakibatkan kematian 160.000 jiwa pertahun, peringkat ke-empat sebagai penyebab kematian

Lebih terperinci

PEMERIKSAAN FAAL PARU

PEMERIKSAAN FAAL PARU PEMERIKSAAN FAAL PARU (AUTO)SPIROMETRY TEST dr.afan Fatkhur A,Sp.P FAAL PARU RESPIRASI Ventilasi FAAL VENTILASI FAAL PARU FAAL DIFUSI Difusi FAAL PERFUSI Perfusi FAAL PARU RESPIRASI FAAL VENTILASI: PERTUKARAN

Lebih terperinci