BAB II KAJIAN TEORI. terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN TEORI. terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain."

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN TEORI A. Interaksi Sosial Teman Sebaya Manusia pada dasarnya terlahir dengan membawa empat dimensi penting pada dirinya, dua diantara dimensi tersebut adalah dimensi keindividualan dan dimensi kesosialan. 1 Sebagai makhluk individual manusia memiliki motif atau dorongan untuk mengadakan hubungan ke dalam dirinya sendiri, Sedangkan manusia jika ditinjau dari dimensi kesosialan, merupakan makhluk yang senantiasa memiliki dorongan sosial. Dengan adanya dorongan sosial pada diri manusia, maka manusia akan berusaha mencari orang lain untuk mengadakan hubungan ataupun interaksi. Dengan demikian akan terjadilah interaksi sosial di antara manusia dengan manusia yang lain. 1. Pengertian Interaksi Sosial Interaksi sosial merupakan hubungan antara individu satu dengan individu yang lain, individu yang satu dapat mempengaruhi individu lain atau sebaliknya, sehingga terdapat adanya hubungan yang saling timbal balik. 2 Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakukan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. 3 1 Prayitno dan erman Amti, Dasar-dasar Konseling, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal 12 2 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), hal 57 3 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2009), hal 49 17

2 18 Dari penjelasan di atas, interaksi sosial dapat didefinisikan sebagai hubungan timbal balik antara individu dengan individu lain atau lebih, dan interaksi tersebut dapat mempengaruhi tingkah laku individu satu sama lain. Sejalan dengan itu, interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial tidak mungkin manusia ada dalam kehidupan bersama. Bertemunya orang perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup yang baru apabila setiap orang dalam pergaulan itu tidak terlibat dalam suatu interaksi. 4 Menurut Kustur (dalam Abu Ahmadi) interaksi sosial adalah interaksi yang berfungsi sebagai jenis relasi sosial dinamis, baik itu secara individu, kelompok, kelompok dan kelompok serta kelompok dan individu. 5 Selanjutnya, Sahnnan dan Weave menyebutkan bahwa komunikasi adalah bentuk interaksi manusia untuk saling mempengaruhi satu sama lainnya, sengaja atau tidak sengaja, terbatas atau tidak terbatas pada komunikasi yang menggunakan bahasa verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan seni dan teknologi. 6 Didalam interaksi sosial ada kemungkinan individu dapat menyesuaikan dengan yang lain, atau sebaliknya. Individu dapat melebur diri dengan keadaan di sekitarnya, atau sebaliknya individu dapat 4 Soejono Soekanto, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), hal 55 5 Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2009), hal 53 6 Opcit hal 54

3 19 mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan dalam diri individu sesuai dengan apa yang diinginkan oleh individu yang bersangkutan. 7 Dari uraian dan penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas, dapat dipahami bahwa interaksi sosial merupakan suatu bentuk hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih. Interaksi sosial tidak hanya sekedar hubungan antara pihak-pihak yang terlibat melainkan juga terjadinya kondisi yang saling mempengaruhi di antara individu dengan individu lainnya, atau dengan kelompok yang saling mempengaruhi aktivitas mereka dan di dalamnya terdapat peran yang dimainkan secara aktif. 2. Jenis-jenis Interaksi Sosial Interaksi sosial yang diperlihatkan oleh masing-masing individu akan berbeda-beda. Semua ini sesuai dengan motif interaksi yang dimiliki. Interaksi yang diperlihatkan individu dapat berupa 8 : a. Interaksi antara individu dengan individu. b. Interaksi antara individu dengan kelompok. c. Interaksi antara kelompok dengan kelompok. Selanjutnya, menurut Niclos yang membedakan dua jenis interaksi berdasarkan banyaknya individu yang terlibat dalam proses pola interaksi, yaitu : 7 Bimo Walgito, Psikologi Sosial, (Yogyakarta: Andi Offset, 1999), hal 57 8 Ibid,

4 20 a. Interaksi dyadic, terjadi apabila hanya dua orang yang terlibat di dalamnya yang arah interaksinya hanya dua arah, seperti interaksi individu melalui telepon, guru dengan siswa di kelas. b. Interaksi trydic, terjadi apabila individu yang terlibat di dalamnya lebih dari dua orang dan pola interaksi menyebar ke semua individu yang terlibat. 9 Menurut Shaw, ada tiga jenis interaksi sosial yang dapat terjadi dalam lingkungan siswa dalam lingkup teman sebaya, yaitu: a. Interaksi Verbal, Interaksi verbal merupakan apabila ada dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat artikulasi yang mana proses terjadi dalam bentuk saling tukar percakapan satu dengan yang lainnya. Interaksi verbal sering dialami oleh siswa. Interaksi verbal di sekolah dapat terjadi antara siswa dengan siswa lain maupun dengan guru. Dalam interaksi verbal ini, proses terjadi interaksi terlihat dari komunikasi atau saling tukar percakapan yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Komunikasi atau pertukaran percakapan tersebut sering dilakukan siswa ketika mereka berinteraksi di sekolah, baik itu dengan guru maupun siswa lain, misalnya mengeluarkan pendapat. 9 Muhammad Ali, Psikologi Remaja ( Perkembangan peserta didik ), (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), hal 88

5 21 b. Interaksi Fisik Interaksi fisik merupakan interaksi yang terjadi dimana dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa tubuh seperti ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik, kontak mata dan bahasa tubuh. Seperti halnya interaksi yang lain, interaksi fisik juga dilakukan ketika pihak yang berinteraksi terlibat dalam suatu kontak atau hubungan langsung. Interaksi sosial fisik terjadi misalnya seperti: melalui ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak mata dan lain-lain. c. Interaksi emosional Interaksi emosional merupakan interaksi sosial yang terjadi apabila individu melakukan kontak sosial satu dengan lainnya dengan melakukan curahan perasaan seperti mengeluarkan air mata yang menunjukkan kesedihan, haru, marah dan bahagia. Emosional tidak bisa dipisahkan dari interaksi sosial. Seseorang dalam berrinteraksi sosial akan senantiasa memperlihatkan emosi yang dia miliki seperti : sedih, senang, malu dan lain-lain. 10 Jadi dapat dipahami bahwa jenis interaksi sosial terdiri dari interaksi verbal berupa interaksi melalui ucapan dan artikulasi kata, interaksi fisik melalui bahasa tubuh atau gerakan fisik dan terakhir interaksi emosional dimana interkasi yang melibatkan adanya curahan perasaan secara psikologis atau emosional. 10 Ibid,

6 22 3. Ciri-ciri Interaksi Sosial Terjadinya suatu interaksi sosial di antara individu dalam menjalani kehidupan sosialnya ditandai dengan ciri-ciri tertentu dari interaksi sosial tersebut. Soerjono menyebutkan, adapun ciri-ciri dari interaksi sosial sebagai berikut : a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang Ciri-ciri ini mengisyaratkan bahwa suatu interaksi sosial hanya akan dapat terbentuk jika individu di dalamnya lebih dari satu orang atau lebih. b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial Komunikasi dalam interaksi sosial diperlukan sebagai sarana pertukaran informasi dan pesan di antara individu. Komunikasi dapat terjadi melalui kontak sosial, baik itu secara verbal, fisik maupun emosional di antara individu. c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas Suatu interaksi terbentuk atas dasar dan tujuan bersama yang ingin dicapai di antara individu di dalamnya. Interaksi sosial akan berjalan dengan baik apabila maksud dan tujuan yang ingin dicapai oleh tiaptiap individu jelas

7 23 Sejalan dengan itu, Shaw menjelaskan. Adapun ciri-ciri yang menandai terjadinya interaksi sosial di antara individu adalah sebagai berikut : 1) Adanya kontak secara verbal Kontak secara verbal dilakukan individu dalam berinteraksi sebagai wujud dari tujuan interaksi sosial yang dijalin yaitu untuk saling berkomunikasi dan bertukar pesan dan informasi di antara individu yang melakukan interaksi. Kontak secara verbal dilakukan dengan menggunakan artikulasi seperti tanya jawab, memberikan tanggapan dan lain sebagainya. 2) Adanya kontak fisik Kontak fisik pada dasarnya terjadi hampir bersamaan ketika individu menampilkan kontak verbal ketika berinteraksi dengan individu lain. Kontak fisik diwujudkan dalam bentuk bahasa tubuh berupa ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak mata dan lain-lain. 3) Adanya kontak secara emosional Kontak secara emosional dimaksudkan individu dalam berrinteraksi sosial untuk memperlihatkan emosi yang dia miliki seperti sedih, senang, malu dan lain-lain. 12 Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa suatu interaksi sosial yang muncul di antara individu dapat diidentifikasi melalui ciri-ciri yang ada yaitu berdasarkan pelakunya yang lebih 12

8 24 dari satu, tujuan yang jelas dan terjadinya kontak sosial di antara individu yang bersangkutan. 4. Kelompok Teman Sebaya a. Pengertian kelompok teman sebaya Pengertian kelompok menurut Billig adalah kumpulan orangorang yang anggotanya sadar atau tahu akan adanya satu identitas sosial yang sama. 13 Sejalan dengan itu, kelompok adalah kumpulan dua orang individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari orang lain yang juga anggota kelompok dan masing-masing menyadari adanya saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama. 14 Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa kelompok pada dasarnya merupakan perkumpulan individu-individu yang melakukan interaksi, memiliki satu identitas sosial yang sama dan memiliki ketergantungan positif satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, teman sebaya juga dapat diartikan sebagai kelompok yang terdiri atas jumlah individu yang sama dalam berbagai aspek baik usia, status sosial dan tingkat sekolah Sarlito Wirawan,S, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal 14 Opcit hal Abu Ahmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rhineka Cipta, 2002), hal 93

9 25 Kelompok teman sebaya memungkinkan remaja belajar keterampilan sosial, mengembangkan minat yang sama dan saling membantu dalam mengatasi kesulitan untuk mencapai kemandirian. 16 Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa kelompok teman sebaya adalah kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri, dimana persahabatan dalam periode teman sebaya penting sekali karena merupakan dasar primer mewujudkan nilai-nilai dalam suatu kontak sosial, disamping itu juga mempraktekkan berbagai prinsip kerja sama, tanggung jawab bersama, persaingan yang sehat dan sebagainya. Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi siswa untuk mewujudkan nilai-nilai sosial tersendiri dalam melakukan prinsip kerjasama, tanggung jawab dan kompetensi. b. Fungsi Teman Sebaya Kelompok teman sebaya berfungsi untuk menyediakan berbagai informasi mengenai dunia di luar keluarga. 17 Selanjutnya, teman sebaya memiliki fungsi yang penting bagi remaja dalam hal interaksi verbal, fisik dan emosional. Selain itu, teman sebaya juga berfungsi sebagai tempat berbagi rasa dan penderitaan maupun kebahagiaan serta belajar cara-cara menghadapi berbagai masalah karena tugas-tugas Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa teman sebaya pada dasarnya memiliki fungsi yang sangat penting bagi diri remaja untuk mengenal dan memperoleh informasi mengenai dunia luar yang tidak Elida Prayitno, Psikologi Perkembangan Remaja, (Padang: Angkasa Raya,2006), hal 17 Santrock, Remaja / Adolenscense(Terjemahan), (Jakarta: Erlangga, 2003), hal 219

10 26 diperoleh didalam keluarga. Selain itu fungsi penting dari teman sebaya bagi remaja ialah untuk menerapkan nilai-nilai sosial dalam berbagai bentuk interaksi dan belajar menghadapi masalah tugas perkembangan. Selanjutnya, kedekatan teman sebaya yang intensif akan membentuk suatu kelompok yang dijalin erat dan tergantung antara satu dan lainnya, relasi yang baik antara teman sebaya penting bagi perkembangan sosial remaja yang sehat dan terhindar dari penyimpangan perilaku. 18 Dengan demikian dapat dipahami bahwa kelompok teman sebaya memberikan pengaruh besar terhadap diri remaja, dimana memungkinkan remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan yang dimiliki dan belajar membedakan baik dan buruk dari sesuatu serta terhindar dari perilaku menyimpang. 5. Interaksi Sosial Teman Sebaya Pada Masa Remaja Salah satu tugas perkembangan masa remaja yang tersulit adalah dalam hal penyesuaian sosial. Untuk mencapai tujuan dari pola sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru. Dalam hal ini yang tersulit adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh teman sebaya, pengelompokan sosial yang baru dan nilai-nilai baru dalam seleksi persahabatan. 19 Sejalan dengan itu Conry, dkk (dalam Santrok) menyebutkan remaja muda laki-laki dan perempuan menghabiskan waktu dua kali lebih 18 Op.cit hal Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (ahli bahasa oleh istiwidayanti dan Soedjarwo), (Jakarta: Erlangga, 2000), hal 213

11 27 banyak dengan teman sebaya dibandingkan dengan waktu bersama orang tuanya. Disinilah mereka saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain dan kadang-kadang membentuk kelompok-kelompok dengan remaja lain yang memiliki usia sebaya (peer groups). 20 Dari pernyataan di atas dapat dipahami siswa yang memasuki usia remaja perlu melakukan penyesuian diri dalam menyikapi perubahan sosial agar dapat membaur dengan kelompok teman sebayanya di sekolah. Selanjutnya, menurut Horrock dan Benimoff pengaruh kelompok teman sebaya pada masa remaja adalah sebagai berikut : Kelompok teman sebaya merupakan dunia nyata kawula muda yang menyiapkan panggung di mana ia dapat menguji diri sendiri dan orang lain.kelompok sebaya memberikan sebuah dunia tempat kawula muda dapat melakukan sosialisasi dalam suasana dimana nilai-nilai yang berlaku bukanlah nilai-nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. 21 Jadi dapat dipahami bahwa di dalam masyarakat sebaya inilah remaja memperoleh dukungan untuk memperjuangkan emansipasi dan di situ pula remaja dapat menemukan dunia yang dapat memungkinkannya bertindak sebagai pemimpin apabila ia mampu melakukannya. Berdasarkan alasan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya kepentingan yang khusus pada masa remaja bagi seorang siswa adalah kelompok teman sebaya yang terdiri dari anggota-anggota tertentu dari teman-temannya yang dapat menerimanya dan bergantung pada 20 Santrock,J,W.Life Span Development, Sevent Edition,(New York, Me graw hill, 2003), hal Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). (Jakarta: Erlangga, 2000), hal 214

12 28 dirinya. Bagi sebagian besar remaja popularitas berarti mempunyai teman yang banyak. 22 Dari pernyataan diatas dapat dipahami bahwa karena siswa yang tergolong remaja memahami apa yang diharapkan dari teman-temannya, maka mereka berkeras untuk memilih sendiri teman-teman yang dapat memahami dan menyenangkan bagi dirinya tanpa adanya campur tangan dari orang dewasa. B. Agresivitas Pada Siswa 1. Pengertian Agresivitas Agresif menurut Baron (dalam koeswara) adalah tingkah laku yang ditunjukkan untuk melukai dan mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. 23 Agresi adalah perilaku yang secara sengaja bermaksud melukai orang lain (secara fisik dan verbal dan menghancurkan harta benda). 24 Agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampakkan dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur kesengajaan yang diekspresikan dengan kata-kata (verbal) dan perilaku non verbal. 25 Menurut Persson (dalam Mabrur) perilaku agresif merupakan suatu tindakan yang disebabkan atau diharapkan untuk mengarah pada Op.cit Koeswara, E, Agresi Manusia. (Bandung: PT.Erasco,1998. ) 24 Atkinson, Pengantar Psikologi Jilid II edisi kedelapan. (Jakarta: Erlangga, 1983), hal 25 Scheneider, Personal Adjusment and Mental Healty. (New York: Holt, Rinehart dan Winston.1955). hal 85

13 29 konsekuensi negative kepada teman sebaya, konsekuensi negative ini berupa menyakiti fisik, penderitaan psikologis, kehilangan barang atau tujuan yang dirintangi atau tidak tercapai. Berdasarkan pendapat sejumlah ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa agresivitas pada siswa merupakan perilaku yang ditunjukkan siswa yang dimaksudkan untuk melukai, meyakiti atau merugikan orang lain secara verbal, fisik ataupun merusak harta benda yang dapat menyebabkan luka fisik maupun psikis pada orang lain dalam hal ini orang lain yang dimaksudkan ialah teman sebaya dan orang-orang di sekitarnya. 2. Karakteristik Agresivitas Agresivitas pada dasarnya bentuk perilaku yang muncul pada diri individu ketika adanya tekanan pada diri ketika menghadapi berbagai masalah dalam menjalin interaksi dengan individu lain. Tergolong agresi atau tidaknya suatu perilaku yang ditampilkan oleh individu terlihat dari karakteristik perilaku yang ditampilkan tersebut. Menurut Elliot dan Moore (dalam koeswara)agresif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik yang pertama, agresif merupakan tingkah laku yang bersifat membahayakan, menyakitkan, dan melukai orang lain. Karakteristik yang kedua, agresif merupakan suatu tingkah laku yang dilakukan seseorang dengan maksud untuk melukai, menyakiti, dan membahayakan orang lain atau dengan kata lain dilakukan dengan sengaja. Karakteristik yang ketiga, agresi tidak hanya dilakukan untuk melukai

14 30 korban secara fisik, tetapi juga secara psikis. (psikologis.), misalnya melalui kegiatan yang menghina atau menyalahkan. 26 Bentuk perilaku agresif memiliki karakteristik yang sangat beragam dari yang ringan hingga berat, dan biasanya dapat dinyatakan secara perkataan (verbal) dan perbuatan (nonverbal). Anak laki-laki pada umumnya memperlihatkan tingkat agresi fisik yang lebih tinggi dari pada anak perempuan. Anak perempuan memperlihatkan agresi dalam bentuk verbal seperti menyumpah, mengejek, maupun agresi relasional seperti mengucilkan teman dan bergosip. 27 Berbagai aspek perilaku agresif yang biasanya akan dimunculkan oleh individu meliputi beberapa hal, menurut Albin (dalam Hafis, 2013:9) aspek-aspek perilaku agresif seseorang meliputi : aspek pertahanan, egosentrisme dan aspek superioritas. 28 Aspek perilaku agresif menurut dibedakan menjadi dua macam yaitu : 29 a. Aspek prasangka. Memandang buruk atau negatif orang lain secara tidak rasional, hal ini bisa dilihat bagaimana individu berprasangka pada segala sesuatu yang dihadapinya. b. Aspek otoriter. Individu yang memiliki cirri kepribadian cenderung kaku dalam memandang nilai-nilai konvensional, tidak bisa toleran terhadap kelemahan yang ada dalam dirinya maupun diri orang lain, selalu curiga, sangat menaruh hormat, serta pengabdian terhadap 26 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT Erasco, 1988), hal 5 27 Hafiz, Studi Tentang Perilaku Agresif Siswa di Sekolah. Skripsi ( tidak diterbitkan) UNP PADANG 28 Ibid, 29 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT Erasco, 1988), hal 100

15 31 otoritas secara tidak wajar, hal ini dapat dilihat bahwa individu menunjukkan sikap otoriter pada orang-orang di sekelilingnya. Sejalan dengan itu, juga terdapat tiga aspek-aspek perilaku agresi yang sering timbul pada diri individu yaitu : 30 a. Aspek fisik. Individu yang cenderung menggunakan kekerasan fisik dalam melampiaskan kemarahan dan emosi yang muncul dari dalam diri dan itu ditujukan kepada individu lain yang dianggap tidak menyenangkan atau menjadi sumber dari kemarahan/ emosi. Agresi pada aspek ini diwujudkan dalam bentuk keinginan untuk memukul, menendang dan melukai individu lain sehingga berakibat luka fisik pada individu yang menjadi korban. b. Aspek verbal. Aspek ini ditunjukkan individu dalam bentuk perkataan atau ucapan terhadap individu lain yang dianggap tidak menyenangkan. Wujud perilaku yang ditampilkan dari aspek ini adalah seperti cacian, makian, umpatan dan perilaku yang terkesan menyudutkan terhadap individu lain, sehingga berakibat pada luka psikis pada individu yang menjadi sasaran. c. Merusak/ menghancurkan harta benda milik orang lain. Aspek ini diwujudkan dalam bentuk pengerusakan harta benda miliki individu lain dan secara tidak langsung melukai individu yang menjadi korban dalam bentuk kerugian dan trauma psikologis Atkinson, Pengantar Psikologi jilid II Edisi kedelapan, (Jakarta: Erlangga, 1987), hal

16 32 Jadi dapat dipahami bahwa agresivitas pada diri individu dapat diidentifikasi berdasarkan karakteristik perilaku yang ditunjukkan ketika berinteraksi dengan individu lain, yaitu perilaku yang membahayakan dengan bermaksud melukai atau menyakiti individu lain baik itu secara fisik, verbal maupun psikis. 3. Jenis-jenis Agresi Menurut Cairns nekerman, Gest dan Gariepy (dalam Urip Soliha) Jenis agresivitas dapat digolongkan kedalam dua jenis yakni agresivitas verbal dan non verbal. Agresivitas verbal yakni menggosip, menyebabkan rumor, mengucilkan orang dan mengancam. Agresivitas non verbal yaitu memukul, tawuran dan merusak fasilitas. Dapat dipahami bahwa agresi bukan hanya sebatas perilaku yang bersifat fisik melainkan juga berupa agresi verbal yang ditunjukkan dalam bentuk ucapan kata-kata yang menganggu/merusak individu lain secara psikis. Selanjutnya, secara umum agresivitas terbagi atas dua jenis yaitu: 31 a. Agresi rasa benci atau agresi emosional (Hostile Aggression) Merupakan ungkapan emosi yang ditandai dengan emosi yang tinggi. Perilaku agresi pada jenis ini berpusat pada tujuan dari agresi itu sendiri. Agresi ini disebut agresi panas. Akibat dari agresi initidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian daripada maanfaat. 31 Ibid,

17 33 Agresi ini hanya semata-mata dilakukan dengan maksud menyakiti orang lain. b. Agresi Instrumental Merupakan agresi sebagai sarana untuk mendapatkan ganjaran lain selain penderitaan korbannya. Agresi ini mencakup perkelahian untuk membela diri, penyerangan terhadap seseorang ketika terjadi perampokan, dan perkelahian untuk membuktikan kekuasaan dan dominasi seseorang. Berdasarkan uraian diatas dapat dipahami agresivitas juga dapat ditunjukkan dalam bentuk emosi tinggi dan agresi instrumental yang diindikasikan berbeda sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain di samping kejahatan. 4. Penyebab Perilaku Agresi Menurut Sears taylor dan peplau (dalam Hafis, 2013:9), perilaku agresif disebabkan oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frutrasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal ataupun fisik. Faktor penyebab agresif selanjutnya adalah frustrasi. Frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan ataupun tindakan tertentu. Sejalan dengan itu, faktor penyebab remaja berperilaku agresif bermacam-macam sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor sosial, lingkungan, faktor situasional, hormon, alkohol, obat-obatan (faktor yang

18 34 berasal dari luar individu) dan sifat kepribadian (faktor yang berasal dari dalam diri individu), yaitu : 32 a. Penyebab sosial 1) Frustasi yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka akan timbul perasaan-perasaan agresif. 2) Profokasi yaitu oleh pelaku agresi profokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresivitas untuk meniadakan bahaya yang disarankan oleh ancaman tersebut. 3) Dilihat model-model agresif. Film dan tv dengan kekerasan dapat menimbulkan agresivitas pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasan dalam acara tv makin besar tingkat agresif mereka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton makin kuat hubungan tersebut. 4) Interaksi sosial yang kurang baik di dalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresi pada diri individu, seperti interaksi sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresi pada remaja terhadap teman sebayanya. 32 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT Erasco, 1988), hal 34

19 35 b. Penyebab dari lingkungan Polusi udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresivitas tetapi tidak selalu demikian tergantung dari berbagai faktor lain. kesesakan (crowding), meningkatkan kemungkinan untuk perilaku agresif terutama bila sering timbul kejengkelan, iritasi dan frustasi karenanya. c. Alkohol dan obat-obatan. Ada ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkohol dan obat-obatan. Subjek yang menerima alcohol dalam takaran-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkohol dalam taraf yang rendah. Alkohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresivitas juga tinggi. d. Sifat kepribadian Menurut baron setiap individu akan berbeda dalam cara menentukan dirinya untuk mendekati atau menjauhi perilaku agresif. Ada beberapa yang memiliki sifat karakteristik yang berorientasi untuk menjauhkan diri dari pelanggaran-pelanggaran dan ada juga yang mendekatkan diri dengan pelanggaran. 33 Selanjutnya, Myers menyebutkan faktor-faktor penyebab perilaku agresi pada dasarnya dipengaruhi dari dalam dan luar diri individu yang bersangkutan dengan rincian sebagai berikut : Ibid 34 Sarlito, Psikologi Remaja, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2001), hal 314

20 36 1) Dari dalam diri individu (a) Kepribadian Dilihat dari tipe kepribadian orang yang tipe kepribadiannya A (memiliki sifat kompetitif, selalu terburu-buru, ambisius dan cepat tersinggung) lebih cepat menjadi agresif dari pada orang dengan tipe kepribadian B (ambisi rendah, merasa puas dengan pencapaiannya, dan cenderung tidak terburu-buru), sifat pemalu (orang yang bertipe pemalu cenderung menilai rendah diri sendiri, tidak menyukai orang lain dan cenderung mencari kesalahan pada orang lain). Oleh karena itu, tipe pemalu cenderung lebih agresif dibandingkan orang yang tidak pemalu. (b) Kondisi fisik Banyaknya kadar adrenalin dalam tubuh, misalnya meningkatnya ransangan dalam tubuh sehingga orang yang bersangkutan lebih siap dan lebih cepat bereaksi. Jika kondisinya sedang senang, reaksinya juga akan gembira, tetapi jika sedang dalam keadaan frustasi atau marah, reaksinya akan makin agresif. 2) Luar diri individu (a) Kondisi lingkungan, seperti suhu udara, serangan, rasa sesak berjejal, reaksi pelecehan, media masa (TV, dan media sosial) (b) Pengaruh kelompok, seperti: kelompok teman sebaya yang memberi pengaruh negatif yang meransang timbulnya agresivitas pada diri individu. Hal ini dapat berbentuk interaksi yang kurang

21 37 baik antara individu dengan teman sebaya yang menjadi faktor pemicu timbulnya perasaan benci dan kemarahan yang pada akhirnya terwujud dalam bentuk perilaku agresi terhadap teman sebaya. Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor timbulnya agresivitas pada diri individu pada dasarnya dipengaruhi dari dalam diri berupa kepribadian dan kondisi fisik. Serta faktor dari luar berupa pengaruh lingkungan dan kelompok dan interaksi yang kurang baik dengan teman sebaya. 5. Faktor yang Mempengaruhi Agresi Perilaku agresif remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor: 35 a. Faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu : 1) Gen dapat berpengaruh pada pembentukan sisten neural otak yang mengatur perilaku agresif. 2) System otak. System otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit netral yang mengendalikan agresi. 3) Kimia darah, khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan, juga dapat mempengaruhi perilaku agresi. b. Faktor lingkungan, yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu: 1) Kemiskinan, remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan maka perilaku agresi mereka secara alami mengalami penguatan. Hal yang sangat menyedihkan adalah dengan berlarut-larut 35 David & Jonathan, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 2002, )

22 38 terjadinya krisis ekonomi dan moneter menyebabkan pembengkakan kemiskinan yang semakin tidak terkendali. Hal ini berarti potensi meledaknya tingkat agresi semakin besar. 2) Aniniomitas Terlalu banyak rangsangan indra kognitif membuat dunia senjadi sangat impersonal artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonym (tidak mempunyai identitas diri). Jika seseorang merasa anonym ia cenderung berperilaku semaunya sendiri, karena ia merasa tidak terikat dengan norma masyarakat dan kurang bersimpati dengan orang lain. 3) Amarah marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas sistem syaraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan karena adanya kesalahan yang mungkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal tersebut disalurkan maka terjadilah perilaku agresif. 4) Pengaruh kelompok teman sebaya yang cenderung memberi contoh negatif pada diri individu dalam berperilaku dan menanggap perilaku agresif sebagai suatu hal yang wajar dalam menyelesaikan

23 39 masalah dan melampiaskan emosi yang muncul ketika berinteraksi dengan teman sebaya lainnya. 5) Bentuk pendisiplinan yang keliru. Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja. Pendidikan disiplin seperti akan membuat remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, membenci orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada akhirnya melampiaskan kemarahannya dalam bentuk agresi kepada orang lain. C. Peran Guru Bimbingan dan Konseling (BK) dalam Interaksi Sosial dan Agresivitas Siswa di Sekolah Pada dasarnya peran aktif guru BK di sekolah dalam memahami dan membantu mengentaskan permasalahan yang muncul berkaitan dengan interaksi sosial dan agresivitas siswa sangat diperlukan. Guru BK dengan pemahaman dan keterampilan yang dimiliki dapat mengaplikasin pelayanan BK 17 plus dalam mengatasi permasalahan tersebut. Adapun pelayanan yang dapat diberikan oleh guru BK adalah sebagai berikut: 1. Layanan Orientasi Layanan orientasi merupakan layanan BK yang memungkinkan siswa memahami lingkungan yang baru dimasuki untuk mempermudah

24 40 dan memperlancar perannya di lingkungan baru. 36 Melalui layanan orientasi guru BK dapat melakukan upaya pencegahan terhadap permasalahan interaksi siswa yang dapat timbul, dengan membantu melakukan pengenalan dan penyesuaian terhadap siswa di lingkungan yang baru. 2. Layanan Informasi Layanan informasi merupakan layanan BK yang memungkinkan siswa menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa dalam menjalani kehidupan sehari-hari. 37 Melalui layanan ini guru BK dapat memberikan pemahaman serta upaya pencegahan terhadap siswa dengan memberikan materi seperti nilai-nilai positif yang perlu dikembangkan dalam berinteraksi dengan teman sebaya dan pemahaman terhadap perilaku agresi serta dampak yang ditimbulkan, dsb. 3. Layanan Penguasaan Konten Layanan penguasaan konten merupakan layanan BK yang membantu siswa untuk menguasai kemampuan dan kompetensi tertentu melalui kegiatan belajar. 38 Melalui layanan penguasaan konten guru BK dapat menerapkan fungsi pemahaman dan pencegahan pada siswa melalui pembelajaran berupa keterampilan tertentu yang perlu dikembangkan dalam pergaulan, seperti keterampilan bersikap dan berbicara yang baik 36 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP) 37 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP) 38 Ibid

25 41 dengan orang lain, dsb. Sehingga kemungkinan munculnya perilaku agresivitas pada siswa dalam bergaul dapat ditekan. 4. Layanan Konseling Perorangan Layanan Konseling perorangan merupakan layanan BK yang bertujuan membantu mengentaskan masalah dan berusaha memandirikan siswa dengan membentuk pendirian dan komitmen klien berkaitan dengan masalah yang sedang dihadapi. 39 Melaui layanan ini guru BK dapat menjalankan fungsi pemahaman, pengentasan dan pencegahan terhadap klien berkaitan dengan permasalahan yang dimiliki klien berkaitan dengan interaksinya dengan teman sebaya dan agresivitas. 5. Layanan Bimbingan Kelompok Layanan Bimbingan kelompok memungkinkan sejumlah siswa secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperolah berbagai bahan dari nara sumber tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan untuk perkembangan dirinya baik sebagai individu, maupun pelajar dan untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan. 40 Melalui layanan ini guru BK dapat menjalankan fungsi pemahaman dan pencegahan mengenai masalah interaksi siswa dan agresivitas melalui dinamika kelompok yang dibentuk oleh guru BK bersama siswa 6. Layanan Konseling Kelompok 39 Ibid 40 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP)

26 42 Layanan konseling kelompok yaitu layanan BK yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok.masalah yang dibahas tersebut adalah masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok. 41 Melalui layanan ini guru BK dapat melakukan upaya pengentasan dan pencegahan terhadap dampak yang dapat timbul berkaitan dengan masalah interaksi siswa dengan teman sebaya dan agresivitas. Pada layanan ini guru BK hendaknya dapat membantu memandirikan siswa dan membentuk komitmen berkaitan masalah yang dibahas dalam kelompok. 7. Layanan Mediasi Layanan mediasi merupakan layanan yang membantu siswa menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan di antara mereka 42. Melalui layanan ini guru BK dapat berupaya mengentaskan permasalahan yang muncul di antara siswa dan berusaha untuk mendamaikan, serta menciptakan hubungan yang kondusif di antara siswa yang berkonflik dalam berinteraksi. 8. Konferensi Kasus Konferensi kasus merupakan forum terbatas yang diupayakan oleh konselor untuk membahas suatu kasus dan arah-arah penanggulangannya. Pihak-pihak yang terkait di dalamnya diharapkan memiliki komitmen yang 41 Ibid 42 Prayitno, Layanan L1-L9. (Padang:BK FIP UNP)

27 43 cukup tinggi demi tertanganinya kasus dengan baik dan tuntas. 43 Konferensi kasus bisa dilaksanakan guru BK sebagai upaya penyelesaian dan pengentasan masalah berkaitan dengan interaksi sosial dan perilaku agresi yang ditampilkan siswa di sekolah, dengan menggalang kerja sama dengan pihak-pihak terkait seperti kepala sekolah, wakil, guru dan orang tua siswa. D. Hubungan Antara Interaksi Sosial Teman Sebaya dengan Agresivitas pada Siswa. Salah satu faktor pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lainnya yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau agresi yang ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya. 44 Banyak faktor yang memicu agresivitas diantaranya penyebab sosial dan lingkungan. Penyebab sosial yaitu frustasi, profokasi, dan interaksi sosial. Jadi, dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang perilaku agresif yang disebabkan oleh interaksi sosial yang kurang baik didalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresif pada diri individu, seperti interaksi 43 Ibid 44 Hurlock,Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 2000) hal 28

28 44 sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif pada remaja terhadap teman sebayanya. 45 Banyak faktor yang mempengaruhi remaja menampilkan perilaku agresif di sekolah. Salah satunya adalah pengaruh kelompok teman sebayanya. 46 Pengaruh teman sebaya ini sangat kuat dan merupakan salah satu reaksi atas status yang disandangnya. Di satu sisi, remaja melakukan gerakan memisahkan diri dari orang tua dan di sisi lain, remaja melakukan gerak menuju ke arah interaksi dengan teman sebayanya. 47 Sejalan dengan itu, Lewin menyebutkan remaja usia sekolah masih menjadi titik kunci dalam perilaku agresif. Remaja memiliki resiko yang cukup tinggi untuk melakukan tindakan agresif. Perilaku agresif bahkan dianggap sebagai tingkah laku yang normal dan terjadi pada sebagian besar remaja sebagai wujud dari masalah psikologis yang dihadapinya. Remaja cenderung menggunakan metode penyelesaian masalah yang kurang tepat untuk mengatasi pergolakan emosinya dalam berinteraksi dengan teman sebayanya 48 Bukowski, dkk (dalam Santrock) menyebutkan relasi dan interaksi yang baik di antara kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk terjun dan menjalin interaksi positif dalam sebuah jaringan sosial berkaitan erat dengan 45 Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT erasco, 1998), hal Sarlito, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Bulan Bintang, 2002), hal Monks, Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagian (Yogjakarta:UGM Press, 2006 ) hal Ibid

29 45 berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan, masalah minuman keras hingga depresi yang berujung pada perilaku agresi. 49 Salah satu bentuk pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya di sekolah. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lain yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau agresi yang ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya. 50 Terdapat sejumlah ahli teori yang menekankan pengaruh negatif dari kawan-kawan sebaya bagi perkembangan perilaku remaja di samping pengaruh positif lainnya. Bagi beberapa remaja, pengalaman ditolak atau diabaikan serta perlakuan buruk yang diperoleh dalam berinteraksi dengan teman sebaya dapat membuat mereka merasa kesepian dan bersikap bermusuhan. Di samping itu, pengalaman ditolak dan diabaikan oleh kawankawan sebaya berkaitan dengan masalah kesehatan mental dan perilaku agresif yang berujung masalah kejahatan di usia remaja dan di masa selanjutnya. 51 Hal ini diperkuat oleh Miller-Johnson, dkk (dalam Urip Soliha) dimana dalam penelitiaannya menemukan bahwa adanya penolakan dari teman sebaya dan adanya perlakuan tidak menyenangkan dalam berinteraksi sosial dapat memunculkan perilaku agresif dan perilaku menyimpang pada remaja. Dengan 49 Santrock, Remaja/Adolenscense(Terjemahan), (Jakarta:Erlangga, 2003), hal Hurlock, Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.(Alih bahasa oleh Istiwidayanti dan Soedjarwo). (Jakarta: Erlangga,2003), hal Ibid

30 46 kata lain, remaja dapat mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam, sikap permusuhan dengan dunia luar serta mencari-cari perhatian. 52 Dari beberapa pendapat di atas, dapat dipahami bahwa adanya interaksi sosial siswa/ remaja yang negatif dengan teman sebayanya baik itu berupa penolakan, komformitas yang negatif, hingga interaksi fisik, verbal, emosional yang buruk, merupakan salah satu pemicu timbulnya sikap dan perilaku negatif yang ditampilkan oleh remaja dalam bentuk kenakalan, perusakan, gangguan terhadap pihak lain yang pada akhirnya berujung pada agresivitas siswa di sekolah. E. Kerangka Konseptual Agar penelitian ini dapat terarah sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka konseptual penelitian ini dijabarkan sebagai berikut : Interaksi Sosial Teman Sebaya (X) 1. Kontak secara verbal 2. Kontak secara Fisik 3. Kontak secara Emosional Agresivitas Siswa/ Remaja (Y) 1. Menyakiti orang lain melalui verbal 2. Menyakiti orang lain melalui fisik 3. Merusak harta benda milik orang lain Gambar 1.Kerangka Konseptual Hubungan Interaksi Sosial Teman Sebaya dengan Agresivitas Siswa di Sekolah Salah satu faktor pemicu timbulnya masalah kepribadian pada diri remaja di sekolah baik itu berupa kenakalan, hingga agresivitas dan masalah 52 Urip Soliha, Hubungan Antara Presepsi terhadap penerimaan Teman Sebaya dengan Tendensi Agresivitas Relasional Pada Remaj Putri Di SMPN 27 Semarang. Ringkasan Skripsi. Hal 4

31 47 psikologis lainnya adalah buruknya interaksi remaja dengan teman sebaya. Pengalaman ditolak, diabaikan dan perlakuan buruk lainnya yang diperoleh remaja dari teman sebayanya tidak jarang menimbulkan rasa benci dan dendam pada diri remaja yang berujung pada perilaku kekerasan atau agresi yang ditujukan terhadap teman sebaya atau individu lain di sekitarnya. 53 Banyak faktor yang memicu agresivitas diantaranya penyebab sosial dan lingkungan. Penyebab sosial yaitu frustasi, profokasi, dan interaksi sosial. Jadi, dalam penelitian ini penulis akan membahas tentang perilaku agresif yang disebabkan oleh interaksi sosial yang kurang baik didalam lingkungan masyarakat. Masalah yang sering muncul dalam berhubungan dan berinteraksi dapat memicu timbulnya perilaku agresif pada diri individu, seperti interaksi sosial remaja dengan teman sebaya yang cenderung negatif akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif pada remaja terhadap teman sebayanya. 54 Bukowski, dkk (dalam Santrock) menyebutkan relasi dan interaksi yang baik di antara kawan sebaya dibutuhkan bagi perkembangan sosial yang normal di masa remaja. Isolasi sosial atau ketidakmampuan untuk terjun dan menjalin interaksi positif dalam sebuah jaringan sosial berkaitan erat dengan berbagai bentuk masalah dan gangguan, mulai dari masalah kenakalan, masalah minuman keras hingga depresi yang berujung pada perilaku agresi. 55 Dari kerangka konseptual diatas, dapat dijelaskan bahwa penelitian ini mengungkap Interaksi sosial teman sebaya (X) dengan Agresivitas 53 Hurlock,Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (Jakarta: Erlangga, 2000) hal Koeswara, Agresi Manusia, (Bandung: PT erasco, 1998), hal Santrock, Remaja/Adolenscense(Terjemahan), (Jakarta:Erlangga, 2003), hal56-57

32 48 Siswa/Remaja (Y) kemudian dilihat bagaimana Hubungan antara Interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas siswa di sekolah baik secara verbal, fisik dan merusak harta benda milik orang lain. F. Hipotesis Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: (Ha) = Terdapat hubungan signifikan yang negatif antara interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas pada siswa di SMP Negeri 5 Gunung Talang. G. Penelitian Relevan Penelitian tentang agresivitas di Indonesia telah banyak diulas dalam berbagai kajian ilmiah. Salah satunya ditindak lanjuti oleh Pidada (dalam Urip Soliha) dengan menemukan fakta bahwa agresivitas fisik dan merusak lebih banyak dilakukan oleh laki-laki, sedangkan perempuan lebih banyak melakukan agresi verbal dan relasional dalam menjalin interaksi social di lingkungan masyarakat. Perbedaan gender dalam tingkat agresi ditemukan pada lintas kelompok usia, baik pada usia yang lebih muda (masa anak-anak/ middle childhood) maupun di usia yang lebih tua (masa anak-anak akhir/ late childhood). Hal ini diperkuat oleh Miller-Johnson, dkk (dalam Urip Soliha) dimana dalam penelitiaannya menemukan bahwa adanya penolakan dari teman sebaya dan adanya perlakuan tidak menyenangkan dalam berinteraksi sosial dapat memunculkan perilaku agresif dan perilaku menyimpang pada remaja. Dengan

33 49 kata lain, remaja dapat mengembangkan reaksi kompensatoris dalam bentuk dendam, sikap permusuhan dengan dunia luar serta mencari-cari perhatian Urip Soliha, Hubungan Antara Presepsi terhadap penerimaan Teman Sebaya dengan Tendensi Agresivitas Relasional Pada Remaj Putri Di SMPN 27 Semarang. Ringkasan Skripsi. Hal 4

BAB V PENUTUP. dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa di SMP Negeri 5 gunung

BAB V PENUTUP. dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa siswa di SMP Negeri 5 gunung BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai interaksi sosial teman sebaya dengan agresivitas siswa, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa

Lebih terperinci

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG)

BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) 33 BENTUK AGRESIF REMAJA PELAKU KEKERASAN (SURVEY PADA SISWA KELAS 11 SMA NEGERI 2 KAB. TANGERANG) Oleh : Detria Nurmalinda Chanra 1 Prof. Dr. Dr. dr. Th. I. Setiawan 2 Herdi, M.Pd 3 Abstrak Tujuan penelitian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1.Latar Belakang Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat dari sekolah bagi siswa ialah melatih kemampuan akademis siswa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekolah merupakan salah satu tempat bertumbuh dan berkembangnya anak-anak. Anak menghabiskan hampir separuh harinya di sekolah, baik untuk kegiatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Balakang Masalah Remaja dipandang sebagai periode perubahan, baik dalam hal fisik, minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja identik dengan masa pubertas, di masa ini terjadi perubahan fisik di semua bagian tubuh baik ekternal maupun internal yang juga mempengaruhi psikologis remaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS 2.1. Perilaku Agresif 2.1.1. Pengertian Perilaku Agresif Perasaan kecewa, emosi, amarah dan sebagainya dapat memicu munculnya perilaku agresif pada individu. Pemicu yang umum dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk pengerusakan terhadap orang atau benda dengan unsur BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Perilaku Agresi 2.1.1. DefinisiPerilaku Agresi Menurut Scheneiders (1955) perilaku agresif merupakan luapan emosi sebagai reaksi terhadap kegagalan individu yang ditampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi BAB I PENDAHULUAN A.Deskripsi Permasalahan Masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara psikis yang bervariasi.

Lebih terperinci

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

AGRESI MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh MODUL PSIKOLOGI SOSIAL I AGRESI Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 13 61016 Abstract Materi tentang pengertian agresi, teoriteori dan cara menguranginya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Adolescence (remaja) merupakan salah satu periode dari perkembangan manusia, karena masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia yang menghubungkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan situasi orang lain. Sebagai mahluk sosial, manusia membutuhkan pergaulan

Lebih terperinci

STUDI TENTANG PERILAKU AGRESIF SISWA DI SEKOLAH

STUDI TENTANG PERILAKU AGRESIF SISWA DI SEKOLAH Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Halaman 243-249 Info Artikel: Diterima14/02/2013 Direvisi20/01/2013 Dipublikasikan 25/02/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya mereka dapat menggantikan generasi terdahulu dengan sumber daya manusia, kinerja dan moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT

HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN ABSTRACT HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN PERILAKU AGRESIF PESERTA DIDIK di KELAS VIII MTs MUHAMMADIYAH LAKITAN Winda Rahmadhani Rafaini 1, Helma 2, Mori Dianto 2 1 Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- keduanya. Atas dasar itu, Shaw (1976:10) membedakan i nteraksi menjadi tiga

BAB II KAJIAN TEORI. satu sama lain dalam kehadiran mereka dan masing- keduanya. Atas dasar itu, Shaw (1976:10) membedakan i nteraksi menjadi tiga BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Interaksi Sosial a. Pengertian Suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan kehadiran orang lain untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan dapat dilakukan di lingkungan mana saja baik di sekolah maupun di luar sekolah, dalam bentuk formal atau pendidikan yang dilaksanakan oleh sebuah lembaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan fase yang disebut Hall sebagai fase storm and stress (santrock, 2007 : 200). Masa remaja adalah masa pergolakan yang dipenuhi oleh konflik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada masa ini, remaja menaruh minat dan perhatian yang cukup besar terhadap relasi dengan teman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi

MODUL PERKULIAHAN. Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi MODUL PERKULIAHAN AGRESI Pengertian agresi, teori-teori agresi, pengaruh terhadap agresi, cara mengurangi agresi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Fakultas Psikologi Psikologi 61119

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi

BAB I. Pendahuluan. Nasional pada Bab II menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu proses pembelajaran bagi individu untuk mencapai pengetahuan dan pemahaman yang lebih tinggi mengenai obyek-obyek tertentu dan spesifik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan, seseorang tidak pernah lepas dari kehidupan emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang dikatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Kebutuhan tersebut tidak hanya secara fisiologis

Lebih terperinci

PROFIL SISWA AGRESIF DAN PERANAN GURU BK

PROFIL SISWA AGRESIF DAN PERANAN GURU BK Volume 2 Nomor 1 April 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Info Artikel: Diterima01/01/2013 Direvisi12/01/2013 Dipublikasikan 25/02/2013 PROFIL SISWA AGRESIF

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekerasan yang terjadi saat ini sangat memprihatinkan, salah satunya adalah kekerasan yang terjadi pada anak. Menurut data yang di dapat dari Komnas Perlindungan anak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health

BAB I PENDAHULUAN. sebagai bekal untuk hidup secara mandiri. Masa dewasa awal atau early health BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa dikenal sebagai pelaku utama dan agent of exchange dalam gerakan-gerakan pembaharuan. Mahasiswa memiliki makna yaitu sekumpulan manusia intelektual

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi persyaratan Dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Psikologi Disusun oleh : NITALIA CIPUK SULISTIARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan

BAB I PENDAHULUAN. yang kompleks yang merupakan hasil interaksi berbagai penyebab dari keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang paling mendapat perhatian dalam rentang kehidupan manusia. Hal ini disebabkan banyak permasalahan yang terjadi dalam masa remaja.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Gelar Sarjana S-1 Psikologi Oleh : Nina Prasetyowati F

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menyakiti, mengancam atau membahayakan individu-individu atau objek-objek BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agresi 2.1.1 Definisi Agresivitas adalah segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental (Aziz & Mangestuti, 2006). Perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sekarang ini bagi masyarakat, aksi-aksi kekerasan baik yang dilakukan secara individual maupun massal sudah menjadi berita harian. Aksi-aksi kekerasan dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Hakikat manusia adalah sebagai makhluk sosial, oleh karena itu setiap manusia tidak lepas dari kontak sosialnya dengan masyarakat, dalam pergaulannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Praktek bullying sudah merambah ke dalam dunia pendidikan, hal ini sangat memprihatinkan bagi pendidik, orang tua dan masyarakat. Komnas Perlindungan Anak (PA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada siswa Sekolah Menengah Pertama berusia 12 tahun sampai 15 tahun, mereka membutuhkan bimbingan dan arahan dari pihak keluarga dan sekolah agar mereka dapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan adalah suatu proses atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang dilakukan dilingkungan institusi pendidikan yang semakin menjadi permasalahan dan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu fenomena yang akhir-akhir ini sangat memprihatinkan adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan berita harian di

Lebih terperinci

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA. Ainun Nafiah Arri Handayani LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK HOMEROOM UNTUK PENURUNAN PERILAKU AGRESIF SISWA Ainun Nafiah Arri Handayani Abtrak: Siswa SMP merupakan masa transisi dari anak-anak menuju remaja. Pada masa perkembangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media massa, dimana sering terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya dan Medan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam masyarakat, seorang remaja merupakan calon penerus bangsa, yang memiliki potensi besar dengan tingkat produktivitas yang tinggi dalam bidang yang mereka geluti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang berbeda antara satu dengan yang lain. Perbedaan inilah yang merupakan keunikan dari manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah waktu manusia berumur belasan tahun. Pada masa remaja manusia tidak dapat disebut sudah dewasa tetapi tidak dapat pula disebut anakanak. Masa remaja adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penyesuaian Diri. Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyesuaian Diri 1. Definisi Penyesuaian Diri Manusia dalam perkembangannya, sebagai makhluk sosial tidak lepas dari berinteraksi dengan orang lain maupun lingkungannya. Berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia pasti akan mengalami perkembangan ke arah yang lebih sempurna. Salah satu tahap perkembangan dalam kehidupan manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena di masyarakat khususnya bagi warga yang tinggal di perkotaan, aksiaksi kekerasan baik individual maupun massal mungkin sudah merupakan berita harian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku agresif seringkali diperbincangkan oleh masyarakat karena hal tersebut memicu kekhawatiran masyarakat sekitar, terutama di kalangan pelajar SMK. Hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fenomena akhir-akhir ini sangatlah memprihatinkan, karena kecenderungan merosotnya moral bangsa hampir diseluruh dunia. Krisis moral ini dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Hampir setiap hari banyak ditemukan pemberitaan-pemberitaan mengenai perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aksi-aksi kekerasan terhadap orang lain serta perusakan terhadap benda masih merupakan topik yang sering muncul baik di media massa maupun secara langsung kita temui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menimbulkan konflik, frustasi dan tekanan-tekanan, sehingga kemungkinan besar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan kelompok yang sangat berpotensi untuk bertindak agresif. Remaja yang sedang berada dalam masa transisi yang banyak menimbulkan konflik, frustasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL

ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL ASPEK PERKEMBANGAN SOSIAL I. PENGERTIAN DAN PROSES SOSIALISASI Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 1990). Tuntutan sosial pada perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang paling indah dan masa yang penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004) masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. apa yang bagus, dan juga terhadap perkembangan belajarnya disekolah. Hal ini. yang sangat besar dalam perkembangan kepribadiannya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan sosial pada remaja ditandai dengan meningkatnya intensitas komunikasi dengan teman sebaya.dimana perkembangan sosial pada remaja lebih melibatkan kelompok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, dimana manusia hidup bersama dengan orang lain dan membutuhkan orang lain dalam menjalani kehidupannya. Menurut Walgito (2001)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang.

BAB 1 PENDAHULUAN. sebenarnya ada dibalik semua itu, yang jelas hal hal seperti itu. remaja yang sedang berkembang. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Belakangan ini marak terjadi kasus perkelahian antar siswa sekolah yang beredar di media sosial. Permasalahannya pun beragam, mulai dari permasalahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Usia 4-6 tahun merupakan waktu paling efektif dalam kehidupan manusia untuk mengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Usia 4-6 tahun adalah suatu tahap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI

PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI PENGEMBANGAN PERILAKU SOSIAL ANAK USIA DINI Titing Rohayati 1 ABSTRAK Kemampuan berperilaku sosial perlu dididik sejak anak masih kecil. Terhambatnya perkembangan sosial anak sejak kecil akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja awal merupakan masa transisi, dimana usianya berkisar antara 13 sampai 16 tahun atau yang biasa disebut dengan usia belasan yang tidak menyenangkan, dimana

Lebih terperinci

MASALAH-MASALAH INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH

MASALAH-MASALAH INTERAKSI SOSIAL SISWA DENGAN TEMAN SEBAYA DI SEKOLAH Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Info Artikel: Diterima 15/02/2013 Direvisi 04/03/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 MASALAH-MASALAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Dimana pada masa ini remaja memiliki kematangan emosi, sosial, fisik dan psikis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kenakalan remaja bukan merupakan permasalahan baru yang muncul kepermukaan, akan tetapi masalah ini sudah ada sejak lama. Banyak cara, mulai dari tindakan prefentif,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Latar Belakang Pada hakekatnya setiap manusia membutuhkan orang lain. Naluri untuk hidup bersama orang lain pada manusia ternyata sudah muncul sejak ia lahir,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Agresi. pemuasan atau tujuan yang dapat ditujukan kepada orang lain atau benda. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Agresi 1. Pengertian Perilaku Agresi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agresi adalah perbuatan bermusuhan yang bersifat menyerang secara fisik maupun psikis kepada

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada hakikatnya manusia pasti mengalami proses perkembangan baik dari segi fisik maupun psikologis. Manusia mengalami perkembangan sejak bayi, masa kanak- kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maraknya perilaku agresif saat ini yang terjadi di Indonesia, berdampak pada psikologis anak, anak tidak mampu berteman dengan anak lain atau bermain dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja ditandai dengan pertumbuhan fisik, pengembangan kepribadian, pencapaian kedewasaan, kemandirian, dan adaptasi peran dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini banyak terjadi kasus kekerasan baik fisik maupun non fisik yang melibatkan remaja sebagai pelaku ataupun korban. Kekerasan yang sering terjadi adalah

Lebih terperinci

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU

EMOSI NEGATIF SISWA KELAS XI SMAN 1 SUNGAI LIMAU Volume 2 Nomor 1 Januari 2013 KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor Info Artikel: Diterima 19/02/2013 Direvisi 26/02/2013 Dipublikasikan 01/03/2013 EMOSI NEGATIF

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat

BAB IV ANALISIS DATA. umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Pada dasarnya komunikasi interpersonal digunakan pada keseharian umumnya para remaja, tak terkecuali para remaja Broken Home, baik pada saat berkomunikasi di sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan

BAB I PENDAHULUAN. mengatakan mereka telah dilukai dengan senjata. Guru-guru banyak mengatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kekerasan di lingkungan pendidikan atau sekolah ini telah menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, 16% siswa kelas akhir mengatakan bahwa mereka

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. agresif atau korban dari perilaku agresif orang lain tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. agresif atau korban dari perilaku agresif orang lain tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku agresif kini dilakukan oleh berbagai usia baik itu anak anak, remaja, maupun dewasa, bahkan lansia. Perilaku agresif ini pula dilakukan oleh perseorangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada

BAB I PENDAHULUAN. dan berinteraksi dengan orang lain demi kelangsungan hidupnya. Karena pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk individu dan sekaligus makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia perlu berkomunikasi dan berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA

2016 EFEKTIVITAS STRATEGI PERMAINAN DALAM MENGEMBANGKAN SELF-CONTROL SISWA 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Self-control dibutuhkan agar individu dapat membimbing, mengarahkan dan mengatur segi-segi perilakunya yang pada akhirnya mengarah kepada konsekuensi positif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci