PENGERTIAN TTG KEUANGAN NEGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGERTIAN TTG KEUANGAN NEGARA"

Transkripsi

1 PENGERTIAN TTG KEUANGAN NEGARA Ada 2 keuntungan mempelajari ttg pengertian hal yaitu: 1.Kita dpt membedakan hal yg satu terhadap hal yg lain. 2.Kita dpt memahami dan membahasnya lebih dlm ttg sesuatu hal tsb. Dmk juga terhadap keuangan negara, Sebelum kita membahasnya lebih dalam mk perlu terlebih dahulu diketahui ttg apa itu keuangan negara. Mengenai pengertian keuangan negara dpt dilihat dr berbagai aspek yaitu bisa dilihat dr berbagai aspek yaitu bisa dilihat dr aspek hukum atau bisa juga dilihat dr aspek doktrin{pendapat}. Dilihat dr aspek hukum mk pengertian K N dpt dilihat dr UU no.17 Thn dan UU no.20 Thn Sdgkan dr aspek doktrin dpt dilihat dr pendapat bbrp sarjana yg diantaranya adlh; mnrt M.Hadi dan Van der Kemp. Mnrt UU no.17/2003 ttg K N adlh semua hak dan kewajiban negara yg dpt dinilai dgn uang, serta sgl sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang Yg dpt dijadikan milik negara berhubung dgn pelaksanaan hak dan kewajiban tsb. Jk dilihat dr pengertian ini,berarti K N dpt dibagi 2 dimensi yi: 1.Dlm arti luas 2.Dlm arti sempit K N dlm arti luas meliputi hak dan kewajiban negara yg dpt dinilai dgn uang termasuk barang milik negara yg tdk tercakup dlm anggaran negara. Sdgkan K N dlm arti sempit yi; hanya terbatas pd hak dan kewajiban negara yg dpt dinilai dgn uang, termasuk barang milik negara yg tercantum dlm anggaran negara utk tahun ybs. Adapun tujuan yg dibedakan antara yg luas dan yg sempit tadi adalah utk memudahkan suatu pemahaman agar pihak-pihak yang berwenang dapt mengelola keuangan negara secara baik dan tidak melanggar hukum, sehingga secara mendasar/prinsip keuangan negara itu dapat dilakukan dengan erbagai pendekatan, yaitu : 1

2 1. Dari sisi objek, yang dimaksud keuangan negara meliputi semua hak dan kewajiban negara yg dpt dinilai dgn uang, termasuk kebijakan dan kegiatan dalam bidang fiskal, moneter, dan pengelolaan kekayaan negara yg dipisahkan,serta sgl sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yg dpt dijadikan milik negara berhubung dgn pelaksanaan hak dan kewajiban tsb. 2. Dari sisi subjek, yg dimaksud dgn K N adlh meliputi seluruh objek sbgm tersebut diatas yg dimiliki negara dan /atau dikuasai oleh pemerintah pusat,pem.daerah,perusahaan negara/daerah,dan badan lain yg ada kaitannya dgn K N. 3. Dr sisi proses, K N mencakup seluruh rangkaian kegiatan yg berkaitan dgn pengelolaan objek sbgm tsb diatas mulai dr perumusan kebijakan dan penganbilan keputusan sampai dgn pertanggungjawaban. 4. Dari sisi tujuan, K N meliputi seluruh kebijakan, kegiata, dan hubungan HK yg berkaitan pemilikan dan/atau penguasaan objek sbgm tsb diatas dlm rangka penyelenggaraan pemerintahan negara. Sedangkan menurut UU No. 20 Tahun 2001 sebagai pengganti UU No. 30 Tahun 1999 tentang Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) didalam penjelesannya menyebutkan bahwa Keuangan Negara itu adalah seluruh harta kekeyaan negara, dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul, karena : 1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga negara, baik ditingkat pusat maupun di daerah. 2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara. Setelah dipahami mengenai pengertian keuangan negara dari aspek hukum, perlu kiranya dimengerti tentang pengertian keuangan negara menurut pendapat beberapa sarjana, antara lain : 1. Menurut M. Hadi menyebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala 2

3 sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanan hak dan kewajiban dimaksud. 2. Menurut Van Der Kemp menyebutkan bahwa keuangan negara adalah semua hak yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu (baik berupa uang ataupun barang) yang dapat dijadikan milik negara berhubungan dengan hak-hak tersebut. 3. Menurut Jimly Asshidiqie menyebutkan bahwa keuangan negara itu adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan pendapatan dan pengeluaran yang berkaitan dengan keuangan negara, hal mana dapat tercermin didalam UUD 1945 yaitu semua uang negara, masuk dan keluarnya, diperhitungkan seluruhnya melalui anggaran pendapatan dan belanja negara. Tidak ada uang lain yang termasuk pengertian uang negara di luar anggaran pendapatan dan belanja negara. Sedangkan anggaran pendapatan dan belanja negara itu sendiri memilik dua aspek, yaitu : a. Anggapan pendapatan, dan b. Anggaran pengeluaran (belanja negara). Ruang Lingkup Keuangan Negara Setelah memahami tentang pengertian keuangan negara, dan didalam pengertian keuangan negara tersebut terdapat ruang lingkup dari keuangan negara itu sendiri yang dapat dilihat dan dimulai dari pengertiannya terutama jika dilihat dari aspek hukum sebagaimana yang ditentukan dalam UU No. 17 Tahun 2003 dan UU No. 20 Tahun Menurut UU No. 17 Tahun 2003 Ttg Keuangan Negara, ada kalimat yang menyebutkan bahwa keuangan negara itu adalah semua hak dan kewajiban negara. Tentu saja dalam hal ini yang menjadi ruang lingkup keuangan negara itu adalah apa saja yang menjadi hak dan kewajiban negara itu. Adapun hak-hak negara itu adalah sebagaimana yang disebutkan menurut Pasal 2 huruf g dari UU No. 17 Tahun 2003, yaitu : 1. Hak negara untuk memungut pajak dan pungutan-pungutan lainnya. Pajak apa saja yang dibebankan kepada masyarakat yang dapat dijadikan 3

4 kewajiban bagi masyarakat itu sendiri, misalnya pajak ekspor, import, pajak pendapatan, pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan dan lain sebagainya. 2. Hak negara untuk menciptakan uang dan mengedarkannya. Dalam hal tertentu demi menjaga keseimbangan antara kebutuhan akan nilai uang dengan pengeluaran keuangan negara, kadangkala negara memerlukan untuk menciptakan uang baru, untuk itu negara dapat melakukan untuk menciptakan uang dalam bentuk apa saja sesuai dengan kebutuhan dan mengedarkannya. 3. Hak melakukan pinjaman. Pada pertengahan tahun 1997 terjadi krisis moneter di Indonesia, dimana nilai rupiah sangat merosot tajam dan negara memerlukan uang dalam mengatasi pengembalian utang, untuk itu negara melakukan pinjaman kepada IMF guna mengatasi krisis moneter. 4. Hak menerima hasil keuntungan. Adanya kerja sama bagi hasil antara pemerintah Indonesia dengan Jepang yaitu PT Inalum, kerja sama dengan Amerika yaitu PT Freeport, dan lain sebagainya. 5. Hak menerima hasil dari Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Penghasilan yang diperoleh dari usaha perkebunan, minyak, kelistrikan, jawatan umum, perbankan dan sebagainya. 6. Hak menerima kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum. Berakhirnya kontrak-kontrak kerja sama antara pemerintah dengan perusahaan-perusahaan pihak asing, dilakukannya proses nasionalisasi terhadap perusahaan asing, dan sebagainya. 7. Hak menerima kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah. Pinjaman yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kepada bank-bank pemerintah, pinjaman mana menguntungkan perusahaan, sehingga dari keuntungan tersebut sebagian diberikan kepada pemerintah sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan kewajiban negara itu adalah : 1. Kewajiban untuk mengeluarkan uang dalam pelaksanaan proyek-proyek pemerintah, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah. 4

5 Pembangunan proyek Tol Medan-Tebing Tinggi atau Medan-Binjai yang dilaksanakan sampai tahun 2020, atau kewajiban memberikan bantuan bencana banjir, tanah longsor, gempa, tsunami dan sebagainya. 2. Menyelenggarakan tugas negara demi kepentingan masyarakat. Perlunya pembangunan jalan-jalan, pembangunan mesjid dan tempat-tempat ibadah lainnya, dan sebagainya. 3. Membayar hak-hak tagihan pihak lain. Banyaknya kontrak-kontrak kerja sama dengan pihak lain untuk pinjaman luar negeri misalnya dengan IMF, IGGI dan sebagainya. Selain dari ruang lingkup yang tercakup dalam UU No. 17 Tahun 2003, ruang lingkup keuangan negara menurut UU No. 20 Tahun 2001 yang menyebutkan bahwa keuangan negara itu ada yang dipisahkan dan ada yang diurus langsung oleh pemerintah. Menurut Harun Al. Rasyid berpendapat bahwa keuangan negara yang diurus langsung oleh pemerintah adalah keuangan negara dalam arti sempit (APBN/APBD) sebab keuangan negara yang dipisahkan pengelolaannya sudah mempunyai aturan tersendiri sebagaimana halnya perusahaan-perusahaan yang memiliki undang-undang tersendiri, misalnya perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum sebagai BUMN, berlaku Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Undang-Undang Perbankan, keuangan yang dikelola oleh perusahaan ini misalnya Bank Indonesia, keuangan Bank Indonesia termasuk keuangan yang dipisahkan, demikian juga BUMN-BUMN lainnya yang semuanya diatur dengan undangundang tersendiri. Dikaitkan dengan pengelolaan keuangan negara yang dipisahkan di BUMN terlihat bahwa UU No. 17 tahun 2003 terlihat telah menegaskan bahwa uang negara yang dipisahkan pada BUMN secara yuridis normatif termasuk dalam keuangan negara sebagaimana diatur pada Pasal 2 huruf g yang menyatakan bahwa kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga (obligasi), piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/perusahaan daerah. 5

6 Pasal 1 butir 10 UU No. 19/2003 tentang BUMN mendefinisikan kekayaan negara yang dipisahkan adalah kekayaan yang berasal dari APBN untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta Perseroan Terbatas lainnya. Sumber kekayaan negara yang berasal dari APBN menunjukkan bahwa uang negara tersebut harus dipertanggungjawaban kepada rakyar sebagai uang negara bersumber dari APBN. BUMN hanya sebatas mengelolanya tetapi sifat kekayaan negara yang bersumber dari APBN kiranya tidak menghilangkan karakteristiknya sebagai uang negara, meskipun dikelola oleh BUMN Persero. Keterkaitan Keuangan Negara Dengan Tugas Instansi Dan Lembaga Pemerintahan Setelah memahami tentang ruang lingkup keuangan negara, ternyata hak dan kewajiban negara yang mencakup keuangan negara tersebut sangat kompleks dan luas sekali, sehingga dalam pelaksanaannya keuangan negara itu dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dalam kaitannya dengan instansi pemerintah dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Harus dibedakan kedudukan antara instansi pemerintah dan lembaga pemerintahan, yang dimaksud instansi pemerintah dalam hal ini adalah mulai dari Presiden dan instansi yang berada dibawahnya, sedangkan lembaga pemerintahan dalam hal ini berkaitan dengan lembaga-lembaga tinggi negara, misalnya DPR, Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) dan sebagainya. Dalam hal keuangan negara yang berkaitan dengan instansi pemerintah dimulai dari Pasal 4 UUD 1945 setelah di amandemen yang menyebutkan Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang, sehingga dengan sendirinya presiden sebagai kepala pemerintahan berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memegang kekuasaan yang tertinggi dalam pengelolaan keuangan negara, dan berhubung kekuasaan presiden sangat luas, maka kekuasaan presiden tersebut dengan serta merta dikuasakan kepada instansi yang berada di bawahnya, yaitu : 6

7 1. Kepada Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal (pajak dan bea) dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan. 2. Kepada Menteri/pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang kementerian yang dipimpinnya. 3. Kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintahan daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. 4. Tidak termasuk kewenangan di bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan undang-undang. 5. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan negara. 6. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan negara setiap tahun instansi-instansi terkait menyusun APBN/APBD. Untuk lebih jelasnya berkaitan dengan tugas dari Menteri Keuangan yang berkaitan dengan keuangan negara dapat dilihat dari Pasal 9 UU No. 17 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menyusun kebijaksanaan fiskal (pajak dan bea) dalam kerangka ekonomi makro (ekonomi makro adalah mempelajari persoalan ekonomi secara nasional, seperti, pertumbuhan ekonomi negara, deflasi, inflasi, pengangguran, kemiskinan dan sebagainya). 2. Menyusun rancangan APBN dan rancangan perubahan APBN. 3. Mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran. 4. Melakukan perjanjian internasional dibidang keuangan, misalnya kerjasama pinjaman uang dengan IMF. 5. Melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang, misalnya PBB, PPn, dan sebagainya. 6. Melaksanakan fungsi bendahara umum negara. 7. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. 8. Melaksanakan tugas-tugas lain dibidang fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang 7

8 Jika dilihat dari banyaknya tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan ini, maka dapatlah dikatakan bahwa Menteri Keuangan sebagai Kepala Keuangan (chief financial officer) dari pemerintah Republik Indonesia dalam arti luas. Sedangkan tugas-tugas dari Menteri lain atau pimpinan/pimpinan lembaga lain yang dapat dibedakan sebagai berikut : 1. Menyusun anggaran kementerian kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya. 2. Menyusun dokumen pelaksanan anggaran. 3. Melaksanakan anggaran kementerian/lembaga yang dipimpinnya. 4. Melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNPB) dan menyetorkannya ke kas negara. Misalnya penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah, penerimaan dan pemanfatan sumber daya alam, penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan negara yang dipisahkan, penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh pemerintah, penerimaan berdasarkan putusan Pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda administrasi, penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah, termasuk juga penerimaan kembali anggaran (sisa anggaran rutin dan sisa anggaran pembangunan), penerimaan hasil penjualan dan penyewaan barang/kekayaan negara, dan lain-lain yang diatur dengan undang-undang. 5. Mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian/lembaga negara yang dipimpinnya. 6. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian/lembaga negara yang dipimpinnya. Jika dilihat dari tugas-tugas Menteri/Pimpinan lembaga negara tersebut yang boleh dikatakan sebagai pelaksana tugas dari keuangan negara, maka Menteri/Pimpinan lembaga negara ini disebut dengan Kepala Operasional Keuangan (chief operational officer) untuk bidang tertentu di pemerintahan. Selain dari tugas-tugas yang dilaksanakan oleh Menteri Keuangan dan Menteri lain/pimpinan Lembaga Negara lainnya dalam kaitannya dengan keuangan negara, tidak kalah pentingnya adalah tugas Gubernur/Bupati/Walikota, meskipun instansi ini bukan merupakan 8

9 pemerintah pusat, namun instansi ini merupakan pemerintah dalam arti luas yang tidak dapat dipisahkan dengan pemerintah pusat, sehingga instansi ini juga berhak mengelola keuangan negara yang berada di daerah, dan instansi ini sebagai wakil daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah. Sama halnya dengan Menteri Keuangan sebagai Kepala Keuangan dan Menteri lainnya sebagai Kepala Operasional, Gubernur juga demikian, dalam pelaksanaannya secara operasional dilaksanakan oleh Kepala Satuan Kerja yaitu dinas-dinas dan pejabat-pejabat lain sebagai pengguna anggaran/barang daerah. Sehingga dalam rangka pengelolaan keuangan daerah itu Gubernur sebagai kepala pengelola keuangan daerah mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD. 2. Menyusun rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD. 3. Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah, misalnya penetapan tentang biaya reklame, biaya pemeliharaan ternak dalam skal besar, dan sebagainya. 4. Melaksanakan fungsi bendahara umum daerah. 5. Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Sedangkan untuk Kepala Satuan Kerja dari perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut : 1. Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. 2. Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran. 3. Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. 4. Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak. 5. Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggungjawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. 6. Mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggungjawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. 7. Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya. 9

10 Pengelolaan Keuangan Negara. Pada perkuliahan yang lalu cukup jelas keterkaitan antara keuangan negara dengan instansi pemerintahan dan lembaga pemerintahan, yang perlu dipahami adalah bagaimana instansi dan lembaga pemerintahan itu mengelola keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertangung jawaban, ke empat hal ini menjadi pokok pembahasan nantinya. Perencanaan Keuangan Negara Pengelolaan Keuangan Negara Pelaksanaan Keuangan Negara Pengawasan Keuangan Negara Pertanggungjawaban Keuangan Negara Bagi instansi dan lembaga pemerintahan dalam mengelola keuangan negara ini sebelumnya perlu memperhatikan asas-asas yang berlaku dari keuangan negara ini agar pelayanan terhadap masyarakat lebih optimal, adapun asas-asas yang berlaku dari keuangan negara adalah : 1. Asas kesatuan, yaitu menghendaki agar semua pendapatan dan belanja negara disajikan dalam satu dokumen anggaran 2. Asas universalis, yaitu mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran 3. Asas tahunan membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu 4. Asas spesialitas, yaitu mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Asas-asas ini berlaku sebelum Undang-Undang Keuangan Negara (UUKN) yaitu UU No. 17 Tahun 2003 lahir, setelah UUKN ini terbit asasasas inipun mengalami suatu perubahan yang terdapat didalam UUKN itu sendiri, menjadi : 10

11 1. Asas akuntabilitas beroreientasi pada hasil adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan pengelolaan keuangan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku 2. Asas proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban pengelola keuangan negara 3. Asas profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian berdasarkan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku 4. Asas keterbukaan dan pengelolaan keuangan negara adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang pengelolaan keuangan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara 5. Asas pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri adalah asas yang memberikan kebebasan bagi badan pemeriksa keuangan untuk melakukan pemeriksaan keuangan negara dengan tidak boleh dipengaruhi oleh siapapun. Asas Sebelum UUKN Setelah UUKN Asas Kesatuan Asas Universalis Asas Tahunan Asas Spesialitas Asas Akuntabilitas Asas Proporsionalitas Asas Profesionalitas Asas Keterbukaan Asas Pemeriksaan Keuangan Ketika dilakukan penggabungan terhadap asas-asas pengelolaan keuangan negara, baik sebelum berlaku UUKN maupun pada saat berlaku 11

12 UUKN, ternyata cukup untuk membimbing pihak-pihak terkait dalam pengelolan keuangan negara. Asas-asas pengelolaan keuangan negara bukan merupakan kaidah hukum/norma hukum sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali kekuatan moral yang dapat dijadikan pedoman dalam pengelolaan keuangan negara. Sekalipun demikian, pengelola keuangan negara tidak boleh terlepas dari asas-asas pengelolaan keuangan negara agar dapat menghasilkan pekerjaan terbaik sehingga tidak menimbulkan kerugian negara. Adapun pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh pemerintah dapat dikelompokkan dengan berbagai bentuk, diantaranya adalah : A. Pengelolaan uang negara Pengelolaan uang negara yang berada dalam tanggung jawab menteri keuangan selaku bendahara umum negara merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara. Pengertian uang negara adalah uang yang dikuasai oleh bendahara umum negara yang meliputi rupiah dan valuta asing. Sementara itu uang negara terdiri dari atas dalam uang kas negara dan uang pada bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran kementerian negara/lembaga pemerintah non kementerian, dan lembaga negara. Menteri keuangan selaku bendahara umum negara mengangkat kuasa bendahara umum negara untuk melaksanakan sebagian wewenang bendahara umum negara dan tugas kebendaharaan yang berkaitan dengan pengelolaan uang dan surat berharga. Kuasa bendahara umum negara pusat dan kuasa bendahara umum negara di daerah. wewenang bendahara umum negara dalam pengelolaan uang negara yang dilaksanakan oleh kuasa bendahara umum negara pusat meliputi : 1. Menerapkan sistem penerimaan dan pengeluaran kas negara 2. Menunjuk bank dan/atau lembaga keuangan lainnya dalam rangka pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran anggaran negara 3. Mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan anggaran negara 4. Menyimpan uang negara 12

13 5. Menempatkan uang negara 6. Mengelola/menatausahakan investasi melalui pembelian surat utang negara 7. Melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum negara. 8. Menyajikan informasi keuangan negara. Pengelolan uang negara ini dapat lagi diperinci kedalam 3 (tiga) bagian, yaitu : a. Pengelolaan kas umum negara. b. Pelaksanaan penerimaan negara oleh kementerian negara, lembaga non kementerian, dan lembaga negara. Kemudian, c. Pengelolaan uang persediaan untuk keperluan kementerian negara, lembaga non kementerian, dan lembaga negara. Perincian ini bertujuan untuk membedakan fungsinya agar pengelolaan keuangan tetap terarah pada sasaran yang hendak dicapai. Berkaitan dengan pengelolaan uang negara ini, terdapat suatu ketentuan bahwa siapapun tidak diperkenankan atau dilarang melakukan penyitaan terhadap : 1. Uang dan surat berharga milik negara baik yang berada pada instansi pemerintah maupun pada pihak ketiga. 2. Uang yang harus disetor oleh pihak ketiga kepada negara. Larangan tersebut tidak bersifat mutlak karena dapat diterobos bila seseorang dalam penunaian tugas memperoleh izin dari pengadilan dalam melakukan upaya penyitaan untuk dijadikan suatu barang bukti dalam tindak pidana. Sebagai contoh, kasus yang menimpa aparat kejaksaan agung atas sangkaan penyuapan yang dilakukan artalytha suryani, komisi pemberantasan korupsi melakukan penyitaan uang tersebut untuk dijadikan barang bukti proses peradilan. a. Pengelolaan kas umum negara Uang negara merupakan bagian yang tak terpisahkan dari keuangan negara sehingga memerlukan pengelolaan yang tepat dengan berdasarkan pada ketentuan peraturan-peraturan perundang-undangan yang berlaku. Uang negara yang disimpan dalam rekening kas umum negara agar 13

14 bendahara umum negara berwenang mengatur dan menyelenggarakan rekening pemerintah sehingga dapat membuka rekening kas umum negara pada bank sentral. Sebenarnya pembukaan rekening kas umum negara pada bank sentral bertujuan agar uang negara tetap berada dalam perlindungan hukum yang diberikan oleh bank sentral. Disamping itu, dalam pelaksanaan operasional dan pengeluaran negara, bendahara umum negara dapat pula membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada bank umum (lembaga keuangan lainnya), seperti pada Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan bank lainnya. Pembukaan rekening pada bank umum didasarkan pada pertimbangan kepada asas kesatuan kas dan asas kesatuan perbendaharaan, serta optimalisi pengelolaan kas. Rekening penerimaan digunakan untuk menampung peneriman negara setiap hari. Oleh karena itu, saldo rekening penerimaan setiap akhir kerja wajib disetorkan seluruhnya ke rekening kas umum negara pada bank sentral. Rekening pengeluaran pada bank umum diisi dengan dana yang bersumber dari rekening kas umum negara yang berada pada bank sentral. Bila jumlah dana yang disediakan pada rekening pengeluaran, disesuaikan dengan rencana pengeluaran untuk membiayai kegiatan pemerintahan yang telah ditetapkan dalam anggaran negara. Hal ini bertujuan agar kegiatan yang tercantum dalam anggaran negara tidak mengalami kendala dalam pembiayaannya. Konsekuensi atas tersimpannya dana pada bank sentral, pemerintah pusat memperoleh bunga dan/atau jasa giro. Jenis dana, tingkat bunga dan/atau jasa giro terkait pelayanan yang diberikan oleh bank sentral ditetapkan berdasarkan kesepakatan gubernur bank sentral dengan menteri keuangan, kesepakatan yang dibuat itu tidak boleh merugikan salah satu pihak. Artinya kedua belah pihak memperoleh manfaat. Ketika uang negara tersimpan dalam bank umum, berarti pemerintah pusat berhak menerima bunga dan/atau jasa giro atas dana yang telah disimpan. Bunga dan/atau jasa giro yang diperoleh pemerintah pusat didasarkan pada tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku. 14

15 Terhadap biaya berkaitan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank umum termaksud Ketika pemerintah pusat menerima bunga dan/atau jasa giro, baik pada bank sentral maupun bank umum merupakan pendapatan negara, penerimaan itu termasuk kedalam kelompok penerimaan negara bukan pajak. Sementara itu, biaya sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank umum dibebankan pada belanja negara b. Pelaksanaan penerimaan negara oleh kementerian negara, lembaga non kementerian, dan lembaga negara. Apabila bendahara umum negara memberikan persetujuan, berarti menteri, pimpinan lembaga non kementerian, dan pimpinan lembaga negara selaku pengguna anggaran negara dapat membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan penerimaan dilingkungannya. Penerimaan itu tergolong kedalam penerimaan bukan pajak. Oleh karena itu, dibutuhkan bendahara untuk menatausahakan penerimaan tersebut. Sebenarnya menteri atau pimpinan lembaga non kementerian, dan pimpinan lembaga negara wajib mengangkat bendahara untuk melaksanakan tugas itu dan bertanggung jawab kepadanya. Bendahara umum negara dapat memerintahkan agar dilakukan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening yang telah dibuka oleh menteri/pimpinan lembaga non kementerian dan pimpinan lembaga negara. Pertimbangan yang mendasari agar dilakukan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening tersebut adalah dalam rangka pengelolaan kas. Namum, belum pernah ada pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening yang dilakukan oleh bendahara umum negara sampai saat ini. c. Pengelolaan uang persediaan untuk keperluan kementerian negara, lembaga non kementerian, dan lembaga negara Selain rekening untuk pelaksanaan penerimaan, menteri/pimpinan lembaga non kementerian dan pimpinan lembaga negara dapat pula membuka rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran dilingkungannya. Namun, terlebih dahulu harus memperoleh persetujuan dari menteri keuangan selaku bendahara umum negara. Ketika rekening 15

16 telah dibuka, berarti wajib mengangkat bendahara untuk mengelola uang yang harus dipertanggung jawabkan dalam rangka pelaksanaan pengeluaran menteri/pimpinan lembaga non kementerian, dan pimpinan lembaga negara. Pertanggung jawaban bendahara diberikan kepada atasannya maupun terhadap badan pemeriksa keuangan. Bendahara umum negara dapat memerintahkan agar dilakukan pemindah bukuan dan/atau penutupan rekening yang telah dibuka oleh menteri/pimpinan lembaga non kementerian dan pimpinan lembaga negara. Pertimbangan yang mendasari agar dilakukan pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening tersebut adalah dalam rangka pengelolaan kas. Namun, belum pernah ada pemindahbukuan dan/atau penutupan rekening yang dilakukan bendahara umun negara sampai saat ini. B. Pengelolaan piutang dan utang negara Piutang dan utang negara tidak terlepas dari pengelolaan keuangan negara karena tergolong ke dalam pengertian keuangan negara. Dalam arti piutang negara dan utang negara merupakan bagian dari keuangan negara sehingga harus dikelola berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini didasarkan bahwa piutang dan utang negara dalam kedudukan sebagai bagian dari hukum keuangan negara. Dalam pengelolaan piutang dan utang negara, pengelola keuangan negara tidak boleh menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, khususnya undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara (anggaran negara). Ketika kebijakan yang ditetapkan menyimpang atau bertentangan dengan anggaran negara yang menimbulkan kerugian negara, berarti telah terjadi perbuatan melanggar hukum. Sebenarnya pengelola keuangan negara hanya sekedar melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan pengelolaan piutang dan utang negara agar tidak menimbulkan kerugian negara. Untuk itu perlu dipahami hal-hal sebagai berikut : 1. Pengertian piutang negara 16

17 Piutang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada pemerintah pusat dan/atau hak pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau akibat lainnya yang sah. Jadi, piutang negara timbul karena : 1. Akibat perjanjian 2. Akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku 3. Akibat lainnya yang sah Pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah sesuai yang tercantum/ditetapkan dalam anggaran negara. Demikian pula terhadap lembaga asing sesuai tercantum dalam anggaran negara. Sekalipun pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman, ketika tidak tercantum dalam anggaran negara atau dana yang tersedia tidak cukup, berarti pemerintah pusat tidak boleh melakukannya. Jika pemerintah pusat tetap melakukannya, walaupun telah diketahui bahwa tidak tercantum dalam anggaran negara atau dana yang tersedia tidak cukup, berarti pemerintah pusat telah melakukan perbuatan melanggar hukum. Tata cara pemberian pinjaman atau hibah oleh pemerintah pusat wajib berpedoman pada peraturan pemerintahan. Dalam arti pemerintah pusat tidak boleh memberikan pinjaman atau hibah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau lembaga asing bila peraturan pemerintah tersebut tidak mengatur tata caraya. Hal ini dapat menimbulkan kerugian negara akibat dari perbuatan pemerintah pusat, sebaliknya menguntungkan pihak yang menerima pinjaman dan/atau hibah tersebut. Kemudian, pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan negara wajib mengusahakan agar setiap piutang negara diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diupayakan penyelesaiannya dilakukan menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan untuk memberi perlindungan 17

18 hukum terhadap piutang negara yang berada pada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau lembaga asing. Piutang negara jenis tertentu mempunya hak mendahulu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Piutang negara jenis tertentu, antara lain piutang pajak dan piutang yang diatur dalam undang-undang tersendiri. Terhadap piutang negara jenis tertentu, penagihan dan pembayaran harus didahulukan dari pada piutang yang bersifat keperdataan. Penyelesaian piutang negara yang timbul sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang negara yang penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang. Penyelesaian piutang negara sebagai bagian piutang yang tidak disepakati adalah selisih antara jumlah tagihan piutang menurut pemerintah dengan jumlah kewajiban yang diakui oleh debitur ditetapkan oleh : 1. Menteri keuangan, bila bagian piutang negara tidak disepakati tidak lebih dari Rp ,00; 2. Presiden bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp ,00 dampai dengan Rp ,00 3. Presiden setelah mendapat pendapat pertimbangan dewan perwakilan rakyat bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp ,00 Sementara itu, piutang negara dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan, kecuali mengenai piutang negara yang cara penyelesaiannya diatur tersendiri dalam undang-undang. Penghapusan piutang negara sepanjang menyangkut piutang pemerintah pusat ditetapkan oleh : 1. Menteri keuangan, bila bagian piutang negara tidak disepakati tidak lebih dari Rp ,00; 2. Presiden bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp ,00 dampai dengan Rp ,00 3. Presiden setelah mendapat pendapat pertimbangan dewan perwakilan rakyat bila bagian piutang negara yang tidak disepakati lebih dari Rp ,00 18

19 Mengenai tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara, diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam arti pemerintah berwenang mengatur tata cara penyelesaian dan penghapusan piutang negara yang menjadi pedoman untuk itu. Dengan demikian, tanpa peraturan pemerintah berarti penyelesaian dan penghapusan piutang negara tidak dapat terselesaikan atau terhapuskan. 2. Pengelolaan utang negara. Pada hakikatnya, utang negara merupakan bagian dari pengelolaan keuangan negara yang kedudukannya tidak berbeda dengan pengelolaan piutang negara. Dalam arti utang negara harus dikelola secara benar dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar tidak menimbulkan kesulitan dimasa depan. Utang negara adalah jumlah uang yang wajib dibayar pemerintah pusat yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah. Menteri keuangan dapat menunjuk pejabat yang diberi kuasa atas nama menteri keuangan untuk mengadakan utang negara atau menerima hibah yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam anggaran negara. Kuasa yang oleh pejabat dari menteri keuangan adalah mandat karena tetap mengatasnamakan menteri keuangan bukan atas nama penerima wewenang. Disamping itu, harus terikat pada persyaratan sebagaimana dimaksud dalam anggaran negara agar perbuatan hukum yang dilakukan berada dalam kategori perbuatan hukum yang sah. Misalnya, biaya berkenaan dengan proses pengadaan utang atau hibah dibebankan pada anggaran negara. Utang negara dan/atau hibah itu dapat secara langsung dipinjamkan secara langsung kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah jika dibutuhkan pada saat itu. Bila penggunaannya tidak dilakukan secara langsung digunakan, utang negara atau hibah itu dimasukkan ke rekening kas umum negara. Hal ini bertujuan 19

20 agar tidak terjadi suatu perbuatan melanggar hukum yang menimbulkan kerugian terhadap keuangan negara. Selain harus terikat pada undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara, juga terikat pada peraturan pemerintah mengenai tata cara pengadaan utang dan/atau penerimaan hibah, baik yang berasal dari dalam negeri maupun dari luarnegeri serta penerusan utang dan/atau hibah itu kepada pemerintah derah, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah. Pejabat yang telah memperoleh mandat dari menteri keuangan tidak semudah untuk melaksanakan tugas karena terlebih dahulu harus mengetahui substansi yang terkandung dalam peraturan pemerintah, pejabat yang memperoleh tugas harus mengutamakan kejujuran dan penataanya sehingga tugas yang diembanya terlaksana secara benar berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak tagih mengenai utang atas beban negara kadaluwarsa setelah lima tahun sejak utang tersebut jatuh tempo pembayarannya,kecuali ditetapkan lain oleh undang-undang. Dalam arti tidak selamanya hak tagih negara berada dalam jangka waktu lima tahun karena undang-undang masih membolehkan lebih dari lima tahun, misalnya tujuh atau sepuluh tahun. Bila terdapat undang-undang yang mengatur lebih dari lima tahun bagi hak tagih negara, berarti undang-undang itu merupakan ketentuan khusus terhadap UUPN ( lex specialis derogat legi generalis ). Namun, kadaluwarsa tertunda bila pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kadaluwarsaanya. Ketentuan mengenai jangka waktu kadaluwarsa terhadap hak tagih mengenai beban negara tidak berlaku untuk bayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara. Dalam arti bunga dan pokok pinjaman negara tidak mengenal jangka waktu kadaluwarsaan, berarti negara masih memiliki hak untuk menagihnya. Ketentuan ini sangat tidak relevan karena hak tagi telah kadaluawarsa, tetapi negara masih berhak menerima pembayaran bunga pokok pinjaman negara. Hal ini boleh terjadi ketika diperjanjikan dalam bentuk tertulis, perjanjian yang dibuat oleh para pihak merupakan hukum 20

21 yang berlaku baginya sehingga ketentuan dalam undang-undang terkesampingkan atau tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. C. Pengelolaan investasi Negara sebagai badan hukum publik boleh melakukan perbuatan hukum dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi rakyat indonesia sebagai konsekuensinya dianut tipe negara kesejahteraan modern. Dalam perbuhungan hukum, negara wajib diwakili agar perbuatan yang dilakukan dikategorikan sebagai perbuatan hukum, baik sebagai perbuatan hukum yang diperbolehkan maupun perbuatan hukum yang tidak diperbolehkan. Perwakilan negara dalam melakukan perbuatan hukum adalah presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan negara. Namun, kekuasan itu dimandatkan kepada menteri keuangan karena berada dalam ranah hukum keuangan negara Kewenangan yang dimandatkan oleh presiden kepada menteri keuangan adalah melakukan perbuatan hukum berupa investasi pemerintah. Investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang untuk investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Investasi itu tidak boleh berada diluar ranah hukum keuangan negara karena terkait dengan kedaulatan rakyat yang dijelmakan dalam bentuk anggaran negara. Keterkaitannya, baik secara langsung maupun tidak langsung ketika investasi menimbulkan kerugian berarti rakyat yang harus menanggung kerugiannya Sebagai kasus, mengenai penyaluran dana kepada sejumlah bank sebagai kebijakan pemerintah pada masa orde baru, ternyata pengembaliannya mengalami kendala sehingga akibat yang ditimbulkan merupakan tanggung jawab rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Dalam kasus ini negara mengalami kerugian ratusan triliun rupiah yang harus ditanggung oleh rakyat dan hanya dinikmati oleh pemilik bank yang mendapatkan bantuan likuiditas bank indonesia (BLBI). Ketika pemerintah pusat berkehendak melakukan investasi, terlebih dahulu dilakukan pengkajian secara mendalam mengenai kerugian dan keuntungan insvestasi tersebut. 1. Bentuk-bentuk investasi Pemerintah pusat melakukan investasi jangka panjang untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial dan/atau manfaat lainnya. Manfaat tersebut adalah tercapainya tujuan negara, yaitu mewujudkan kedalian sosial untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pelaksanaan investasi pemerintah wajib berpedoman pada peraturan pemerintah nomor 1 tahun 2008 tentang investasi pemerintah (PP Invespem) sebagai amanat pasal 41 ayat (3) UUPN. Investasi pemerintah dilakukan dalam bentuk saham, surat utang, dan investasi langsung berupa pernyataan modal dan/atau pemberian pinjaman oleh badan investasi pemerintah untuk membiayai kegiatan usaha. Penyertaan modal adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha dengan mendapatkan hak kepemilikan, termasuk pendirian perseroan terbatas. Kemudian, pemberian pinjaman adalah bentuk investasi pemerintah pada badan usaha, badan layanan umum, pemerintah provinsi, kabupaten/kota, dan badan layanan umum daerah dengan hak memperoleh pengembalian berupa pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya Manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya yang dimaksud adalah 21

22 a. Keuntungan berupa deviden, bunga, dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan nilai investasi pemerintah sejumlah tertentu dan jangka waktu tertentu b. Peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam jangka watu tertentu c. Peningkatan pemasukan pajak bagi negara sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat langsung dari investasi yang bersangkutan d. Peningkatan penyerapan tenaga kerja sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu sebagai akibat dari investasi yang bersangkutan Sementara itu, investasi surat berharga meliputi investasi dengan cara pembelian saham, dan/atau investasi dengan cara pembelian surat utang dengan maksud untuk mendapatkan manfaat ekonomi. Manfaat ekonomi yang dimaksud adalah keuntungan berupa deviden, bunga, capital gain, dan pertumbuhan nilai perusahaan yang mendapatkan investasi pemerintah sejumlah tertentu dalam jangka waktu tertentu Investasi langsung meliputi bidang infrastruktur dan bidang lainnya yang dapat dilakukan dengan cara : 1. Kerjasama investasi antara badan investasi pemeintah dengan badan usaha dan/atau badan layanan umum dengan pola kerja sama pemerintah dan swasta (public private partnership) 2. Kerjasama investasi antara badan investasi pemerintah dengan badan usaha, badan layanan umum, pemerintah provinsi/kabupaten/kota, badan layanan umum daerah, dan atau badan hukum swasta (non public private partnership) 2. Asas- asas pengelolaan investasi Pengelolaan investasi pemerintah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan keuangan negara sehingga pengelolaannya tidak boleh terlepas dari asas-asas yang terkandung dalam pengelolaan keuangan negara. Selain itu terdapat pula asas-asas yang berlaku bagi pengelolaan investasi pemerintah, tetapi tidak mengesampingkan asas-asas pengelolaan keuangan negara sebagai sumber keberadaan asas-asas pengelolaan investasi pemerintah tersebut. Asasasas pengelolaan investasi pemerintah sebagaimana dimaksud dalam PP invespem adalah sebagai berikut : a. Asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dibidang investasi pemerintah dilaksanakan oleh menteri keuangan, badan investasi 22

23 pemerintah, badan usaha, menteri teknis/pimpinan lembaga sesuai fungsi, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing b. Asas kepastian hukum, yaitu investasi pemerintah harus dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraruran perundang-undangan yang berlaku c. Asas efisiensi, yaitu investasi pemerintah diarahkan agara dana investasi digunakan sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan secara optimal. d. Asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan investasi pemerintah harus dapat dipertanggung jawabkan kepada rakyat dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan e. Asas kepastian nilai, yaitu investasi pemerintah harus didukung oleh adanya ketepatan jumlah dan nilai investasi dalam rangka optimalisasi pemanfaatan dana dan divestasi serta penyusunan laporan keuangan pemerintah. Dibertasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan pemerintah baik sebagian maupun keseluruhan kepada pihak lain. Disamping itu, asas-asas pengelolaan investasi pemerintah diatas berfungsi sebagai pelengkap asas-asas pengelolaan keuangan negara yang berlaku secara umum. Hal ini dimaksudkan agar pengelolaan investasi pemerintah tidak menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang pada akhirnya dapat menciptakan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum dalam pengelolaan keuangan negara. E. pengelolaan barang milik negara Barang milik negara merupakan pula bagian yang tak terpisahkan dengan keuangan negara sehingga memerlukan pengelolaan agar dapat dipergunakan semaksimal mugkin untuk kepentingan negara dalam pencapaian tujuannya. Dalam hal ini, menteri keuangan mengatur pengelolaan barang milik negara. Sementara itu, menteri/pimpinan lembaga non kementerian, dan pimpinan lembaga non kemeterian, dan pimpinan lembaga negara hanya sebagai pengguna barang bagi kepentingannya masing-masing. Kemudian, kepala kantor dalam lingkingan kementerian negara, lembaga non kementerian, dan lembaga negara adalah kuasa pengguna barang dalam lingkungan kantor yang bersangkutan. Penggunaan barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib mengelola dan menatusahakan barang milik negara yang berada dalam penguasaanya dengan sebaik-baiknya. Jika pengelolaan barang milik negara tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya sehingga menimbulkan kerugian bagi negara, pengguna barang dan/atau kuasa pengguna barang wajib mempertanggungjawabkan kerugian yang dialamioleh negara. Pertanggungjawaban itu seyogyanya dilakukan sebelum berakhir masa jabatanya agar tanggung jawab tersebut tanpak secara tegas. Barang milik negara yang diperlukan bari penyelenggaraan tugas pemerintahan negara tidak dapat dipindahtangankan. Pemindahtanganan barang milik negara boleh dilakukan setelah memperoleh 23

24 persetujuan dari dewan perwakilan rakyat.pemindahtanganan barang milik negara kepada pihak lain dilakukan dengan cara : 1. Dijual 2. Diperuntukkan 3. Dihibahkan; atau 4. Disertakan sebagai modal pemerintah Persetujuan dewan perwakilan rakyat atas barang milik negara yang dipindahtangankan dilakukan untuk : 1. Pemndahtanganan tanah dan/atau bangunan 2. Tanah dan/atau bangunan tidak termasuk tanah dan/atau bangunan yang : a. Sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota b. Harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen pelaksanaan anggaran c. Diperuntukkan untuk pegawai negeri d. Diperuntukkan bagi kepentingan umum e. Dikuasi negara berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis 3. Pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan bernilai lebih dari Rp ,00. Sementara itu, pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp ,00 dilakukan setelah mendapat persetujuan menteri keuangan. Kemudian, pemindahtanganan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp ,00 sampai dengan Rp ,00 dilakukan setelah mendapat persetujuan dari presiden. Hal ini bertujuan untuk meberikan kepastian hukum ketika dilakukan pemindahtanganan barang milik negara kepada pihak lain. Tatkala negara hendak menjual barang milik negara, harus dilakukan pula dengan cara tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penjualan barang milik negara dilakukan dengan cara lelang, kecuali dalam hal-hal tertentu. Pengertian mengenai hal-hal tertentu tidak jelas sehingga menimbulkan penafsiran kepentingan oleh pihak yang berminat terhadap barang mikik negara tersebut. Seyogyanya terdapat penegasan terhadap ketentuan mengenai hal-hal tertentu sebagaimana yang terdapat dalam pasal 48 ayat (1) UUPN Lain halnya terhadap barang milik negara, berupa tanah yang dikuasai oleh pemerintah pusat, harus disertifikasikan atas nama pemerintah republik indonesia yang bersangkutan. Sementara itu, 24

25 bangunan milik negara harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib. Kemudian, tanah dan bangunan milik negara yang tidak dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan, wajib diserahkan pemanfaatannya kepada menteri keuangan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan negara. Dalam pengelolaan barang milik negara terhadap instrumen hukum agara barang milik negara memperoleh perlindungan hukum. Instrumen hukum itu berupa larangan, antara lain : a. Untuk diserahkan kepada pihak lain sebagai pembayaran atas tagihan kepada pemerintah pusat b. Digadaikan atau dijadikan jaminan untuk mendapatkan pinjaman c. Penyitaan terhadap : 1. Barang bergerak milik negara baik yang berada pada instansi pemerintahan maupun pada pihak ketiga 2. Barang tidak bergerak dan hak kebendaan lainnya milik negara 3. Barang milik pihak ketiga yang dikuasai oleh negara yang diperlukan untuk penyelenggaraan tugas pemerintahan Perlindungan hukum terhadap barang milik negara maupun barang milik pihak ketiga oleh negara merupakan bentuk bahwa indonesia adalah negara yang menganut tipe negara kesejahteraan modern. Campur tangan negara bukan hanya kepentingan negara, melainkan termasuk pula kepentingan warganya sebagai pemilik kedaulatan. Sekalipun ada perlindungan huku, tidak berlaku mutlak karena dapat dikesampingkan bila hukum yang bersifat khusus menghendakinya. 25

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

BAB 1. Pendahuluan. A. Hukum Keuangan Negara

BAB 1. Pendahuluan. A. Hukum Keuangan Negara BAB 1 A. Hukum Keuangan Negara Pendahuluan Kelangkaan literatur tentang hukum keuangan negara, berakibat pada pemahaman secara tidak mendalam mengenai hukum keuangan negara sebagai salah satu substansi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mewujudkan tujuan bernegara menimbulkan

Lebih terperinci

Ekonomi Bisnis dan Financial

Ekonomi Bisnis dan Financial Tugas Kuliah Matrikulasi Ekonomi Bisnis dan Financial Dosen : Dr. Prihantoro, Msc Rangkuman Jurnal/Makalah Judul Makalah : Pengelolaan APBN dalam Sistem Manajemen Keuangan Negara Penulis Makalah : Suminto,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DR. TJAHJANULIN DOMAI, MS Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya 1. Pendahuluan - Pengantar - Tujuan - Definisi 2. Ketentuan Pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN UANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2004 TENTANG PERBENDAHARAAN NEGARA Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan keuangan negara digunakan

Lebih terperinci

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA ASAS DAN PRINSIP PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Terwujudnya Good Governance dalam Penyelenggaraan Negara Sesuai Pasal 23C UUD 1945 Pengelolaan Keuangan Negara diselenggarakan secara : Profesional Terbuka

Lebih terperinci

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM Sistem keuangan adalah suatu sistem yg dibentuk oleh lembaga-2 yg mempunyai kompetensi yg berkaitan dengan seluk-beluk di bidang keuangan. Sistem keuangan (financial system) merupakan satu kesatuan sistem

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang: Mengingat: a. bahwa untuk mendorong

Lebih terperinci

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara Ringkasan : Undang-undang RI No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara A. Pendahuluan 1. Dasar Pemikiran Dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan negara selama ini masih digunakan ketentuan perundang-undangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

Himpunan Peraturan PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) KEJAKSAAN RI

Himpunan Peraturan PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) KEJAKSAAN RI Himpunan Peraturan PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) KEJAKSAAN RI BIRO KEUANGAN KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Himpunan Peraturan Pengelolaan Penerimaan

Lebih terperinci

PENYERTAAN MODAL NEGARA

PENYERTAAN MODAL NEGARA PENYERTAAN MODAL NEGARA A. PENGERTIAN PENYERTAAN MODAL Definisi secara umum penyertaan modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah berjalan, dengan melakukan setoran modal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR : 11 TAHUN 2004 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan Anggaran

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/ DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 1 TAHUN 2008 dan PERATURAN PEMERINTAH NO. 49 TAHUN 2011 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG

Lebih terperinci

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU

2013, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. BAB I KETENTUAN UMU No.103, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. Pelaksanaan. APBN. Tata Cara. (Penjelesan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI

PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGAWI NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGAWI, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 13 TAHUN 2004 TENTANG : POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG KEUANGAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyelenggaraan pemerintahan negara untuk

Lebih terperinci

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PADA UMUMNYA, BADAN LAYANAN UMUM, DAN RUMAH SAKIT PEMERINTAH

BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PADA UMUMNYA, BADAN LAYANAN UMUM, DAN RUMAH SAKIT PEMERINTAH 23 BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA PADA UMUMNYA, BADAN LAYANAN UMUM, DAN RUMAH SAKIT PEMERINTAH A. Pengertian Keuangan Negara Menurut M. Ichwan, keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2010 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KERINCI NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KERINCI, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk memperluas investasi pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2000 TENTANG PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENGADAAN PINJAMAN LUAR NEGERI DAN PENERIMAAN HIBAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN NO : 14 / LD/2009

SALINAN NO : 14 / LD/2009 SALINAN NO : 14 / LD/2009 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 SERI : D.8 PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 14 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2005 TENTANG TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT UNTUK DPRD PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi

SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT. Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA DAN PEMERINTAH PUSAT Created By: Ilma Rafika Andhianty Nur Pratiwi Pengertian Keuangan Negara Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan. Pinjaman. Badan Layanan Umum.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan. Pinjaman. Badan Layanan Umum. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pengelolaan. Pinjaman. Badan Layanan Umum. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77/PMK.0/2009 TENTANG PENGELOLAAN PINJAMAN

Lebih terperinci

Manajemen Keuangan Publik. Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP

Manajemen Keuangan Publik. Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Manajemen Keuangan Publik Pengertian, Ruang Lingkup, Konsep dan Asas Keuangan Negara Pertemuan 2 Nurjati Widodo, S.AP, M.AP Pengertian Keuangan Publik 1. Terminologi Keuangan Publik = Keuangan Negara =

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2013); L PERATURAN DAERAH KABUPATEN REJANG LEBONG NOMOR

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN UANG DAERAH

BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN UANG DAERAH BUPATI LOMBOK UTARA PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN UANG DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK UTARA, Menimbang

Lebih terperinci

SALINAN BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 47 TAHUN No. 47, 2017 TENTANG

SALINAN BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 47 TAHUN No. 47, 2017 TENTANG - 1 - SALINAN BERITA DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 47 TAHUN 2017 NOMOR 47 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN DANA KAS PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI KARTANEGARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5

PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5 PELAKSANAAN APBD PERTEMUAN 5 Pelaksanaan anggaran adalah tahap di mana sumber daya digunakan untuk melaksanakan kebijakan anggaran. Suatu hal yang mungkin terjadi dimana anggaran yang disusun dengan baik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 599 TAHUN : 2002 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 16 TAHUN 2002 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2014 NOMOR 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH PADA PT. BANK LAMPUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 T E N T A N G PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2005

PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2005 PEMERINTAH KABUPATEN KOLAKA UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOLAKA UTARA NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOLAKA UTARA Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT,

Lebih terperinci

Perda Kab. Belitung No. 8 Tahun

Perda Kab. Belitung No. 8 Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 8 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan kebijakan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BREBES, Menimbang : a. bahwa barang Daerah sebagai unsur penting dalam

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, 31 Oktober 2007 PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 5 2008 SERI. E NO. 5 2008 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H

KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Oleh Dra Nia Kania Winayanti, S.H.,M.H PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA UU Keuangan Negara telah mengatur secara jelas hubungan kewenangan dalam pengelolaan keuangan negara.

Lebih terperinci

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP)

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) I. Latar Belakang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah wujud dari pengelolaan keuangan negara yang merupakan instrumen bagi Pemerintah untuk mengatur

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENYUSUNAN, PELAKSANAAN DAN PERTANGGUNJAWABAN ANGGARAN PENDAPATAN BELANJA NEGARA SERTA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA

TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA TINJAUAN HUKUM ADMINISTRASI NEGARA TERHADAP TIGA UNDANG- UNDANG TERKAIT DENGAN KEUANGAN NEGARA (Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang

Lebih terperinci

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright 2002 BPHN UU 20/1997, PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK *9884 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 20 TAHUN 1997 (20/1997) TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KEUANGAN NEGARA, BADAN LAYANAN UMUM DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KEUANGAN NEGARA, BADAN LAYANAN UMUM DAERAH BAB II TINJAUAN PUSTAKA MENGENAI KEUANGAN NEGARA, BADAN LAYANAN UMUM DAERAH A. Pengertian Keuangan Negara Menurut M. Ichwan, keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif (dengan angka-angka

Lebih terperinci

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI

KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI KERUGIAN KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA KORUPSI M. Afif Hasbullah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul Ulum Lamongan Jl. Airlangga 3 Sukodadi Lamongan ABSTRAK Metode pendekatan

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI PEMAKAIAN KEKAYAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 62 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN UNIT PELAKSANA TEKNIS PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT PADA DINAS KESEHATAN YANG MENERAPKAN

Lebih terperinci

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN

MANAJEMEN KEUANGAN BANDI. 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA BANDI 11/26/2013 Bandi, 2013 MKN 1 MANAJEMEN KEUANGAN NEGARA Dalam pengelolaan keuangan negara(mkn), fungsi 1. Perencanaan Planning: UU No 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRISIS SISTEM KEUANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.92, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. Barang Milik Negara. Barang Milik Daerah. Pengelolaan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5533) PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN REMBANG NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI REMBANG, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pembangunan nasional Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1997 TENTANG PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan tugas dan fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Perseroan terbatas merupakan suatu badan hukum yang berbeda dengan negara sebagai badan hukum. Jika perseroan terbatas menjalankan fungsi privat dalam kegiatan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.5,2012 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG HIBAH DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun

BAB II PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH. Sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 21 BAB II PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM SISTEM OTONOMI DAERAH A. Pemerintahan Daerah Sebagaimana tercantum dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG No. Tahun 2003 Seri PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 01 TAHUN 2003 T E N T A N G POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG

Lebih terperinci

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BALIKPAPAN, Menimbang

Lebih terperinci