MASALAH IDDAH DALAM PERSPEKTIF MODERN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MASALAH IDDAH DALAM PERSPEKTIF MODERN"

Transkripsi

1 MASALAH IDDAH DALAM PERSPEKTIF MODERN D I S U S U N OLEH: SAIFUDDIN : AMIR SABRI MUHAMMAD : RAHMAD : FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AR-RANIRY LAMGUGOB-BANDA ACEH

2 Pengertian Iddah Menurut bahasa, kata iddah berasal dari kata adad (bilangan dan ihshaak (perhitungan), seorang wanita yang menghitung dan menjumlah hari dan masa haidh atau masa suci. Menurut istilah, kata iddah ialah sebutan/nama bagi suatu masa di mana seorang wanita menanti/menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan. 1 Macam-macam Iddah Ada 5 macam masa Iddah; yaitu: 1. Iddah istri yang dicerai dan ia masih haid, lama iddahnya tiga kali suci (quru ). Dalilnya firman Allah dalam surat Al-Baqarah: Iddah istri yang dicerai dan ia tidak haid, lama iddahnya tiga bulan. Dalilnya firman Allah surat At-Thalaq: Iddah istri yang ditinggal wafat oleh suaminya. Lama iddahnya empat bulan sepuluh hari, bila tidak hamil. Dalilnya firman Allah surat Al-Baqarah: 234) 3. Iddah istri yang dicerai dalam kondisi hamil. Masa iddahnya sampai melahirkan. Dalilnya firman Allah surat At-Thalaq: 4) 4. Iddah istri yang ditinggal mati oleh suaminya dan dalam kondisi hamil. Masa iddahnya sampai melahirkan walaupun kurang dari empat bulan 10 hari. (menurut sebagian besar ulama). Tujuan Disyariatkan 'Iddah 1. Tujuan Islam mensyariatkan 'iddah ke atas kaum wanita ialah untuk memastikan rahim wanita tersebut suci dari air mani suaminya pada saat ia diceraikan dan juga memastikan ia tidak hamil daripada lelaki yang menyetubuhinya sebagai langkah mencegah percampuran nasab dan keturunan. 2. Bagi wanita yang diceraikan dengan talak yang boleh dirujuk, ini memberikan peluang kepada suaminya untuk memikirkan kembali saat-saat manis

3 ketika mereka bersama dan kembali rujuk kepada isterinya setelah fikirannya kembali tenang. 3. Masa menunggu yang agak panjang ini memberikan peluang kepada pasangan suami isteri untuk menginsafi kembali kesalahan masing-masing dan mencari punca perselisihan antara mereka dan semoga itu mereka dapat bersatu semula. 4. Tujuan 'iddah juga supaya ikatan sesuatu perkahwinan itu dapatlah dipanjangkan waktunya dan pada tempoh itu adalah diharapkan kewarasan dan kematangan fikiran pasangan suami isteri yang berselisih dapat dipulihkan dan menghubungkan kembali persefahaman dan kasih sayang mereka. 5. Sewaktu melalui proses 'iddah banyak peluang yang boleh direbut oleh wakil dari kedua-dua belah pihak suami isteri bagi mencari jalan keluar dan perdamaian antara mereka dari perselisihan dan semoga dengan cara ini diharapkan dapatlah mempersatukan mereka semula serta menjauhi dari berlakunya perceraian. 6. Agama Islam meletakkan institusi kekeluargaan adalah sesuatu yang tinggi dan mulia terutama bagi pasangan suami isteri dimana hubungan kelamin bagi pasangan suami isteri tetap mendapat ganjaran pahala yang besar di sisi Tuhan. Agama Islam amat benci kepada perceraian dan keruntuhan institusi kekeluargaan di mana ia boleh membawa kepada lebih banyak lagi permasalahan sosial. 7. Bagi perceraian yang berlaku kerana kematian suami, tujuan 'iddah ialah untuk isteri menjaga hak-hak suaminya, kaum kerabat, menzahirkan perasaan sedih dan dukacita, membuktikan kesetiannya kepada bekas suami serta menjaga ama baik dan maruah diri dan keluarga agar tidak diperkatakan oleh orang lain. 8. 'Iddah adalah anugerah dari Allah untuk hamba-nya yang membuktikan kasih sayang dan kesungguhan bagi memelihara dan menjaga keutuhan institusi kekeluargaan dalam Islam. 2 Dasar Hukum Iddah

4 Seluruh kaum muslimin sepakat atas wajibnya iddah, pada sebagian landasan pokoknya diambil dari Kitabullah dan Sunnah Rasul. Firman Allah: al-baqarah 228 yang Artinya: Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru. Mengenai masalah iddah, perbedaan masalah perhitungan quru menurut Syafi i dan Malik adalah suci dari haid. 3 Firman Allah surat al-baqarah 234 yang Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Firman Allah dalam Al-Qur an Surat al-ahzab 49 yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan- perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya Maka sekali-sekali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berilah mereka mut'ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik- baiknya. Dalam sunnah nabi yang dijadikan sebagai dasar hukum tentang iddah yakni: Diceritakan oleh ali bin Muhammad diceritakan oleh Waqi dari Sufyan dari Mansur dari Ibrahim dari Aswad dari Aisyah r.a. ia berkata: Barirah diperintahkan agar ber iddah dengan tiga kali haid (diriwayatkan oleh Ibnu Majah). 4 Ketentuan Iddah Menurut Pemikir Kontemporer Kalau seseorang mempelajari evolusi madzhab-madzhab yang berbeda dalam hukum Islam (Maliki, Hambali, Hanafi, Syafi i) maka orang akan melihat bahwa formulasi mereka itu sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan ekonomi mereka sendiri. Perbedaan formulasi mereka secara jelas diperbedakan oleh kondisi yang berbeda. Syari at hendaknya tidak diperlakukan sebagai sistem yang tertutup. Karena syari at merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan, nilai-nilai, dan prinsipprinsip Al-Qur an. Dinamika dan vitalitasnya tergantung pada kapasitasnya untuk berubah seiring dengan perjalanan waktu. Tentu saja perubahan-perubahan tersebut bukan pada aspek prinsip dan nilai, melainkan dalam aplikasinya yang tepat berdasarkan pandangan sosial dan konteks lain. Maulana Umar Ahmad Usmani menunjukkan dalam

5 karyanya fiqih Al-Qur an bahwa tasyri ahkam (penetapan hukum Islam atau perintah) berubah seiring denganruang, waktu dan kondisi sosial. 5 Syari at harus dianggap suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan, nilai-nilai dan prinsip al-qur an, ia merupakan alat bukan tujuan. Salah satu tujuan utama adanya iddah adalah untuk mengetahui apakah dalam rahimnya ada embrio bayi atau tidak. Dalam beberapa kajian fikih atau hukum islam dalam konsep iddah sudah sesuai dengan teks al-qur an seperti pada surat al-baqarah ayat 228, 234, at-thalaq ayat 4 dan al-ahzab ayat 49. ayat ini yang menjadikan dasar hukum adanya iddah bagi seorang perempuan setelah adanya cerai mati atau cerai hidup. Musdah menyatakan bahwa pada dasarnya, Islam agama yang penuh rahmat (kasih sayang) dan pembawa maslahat (kedamaian dan kebaikan), sehingga setiap keputusan yang berkaitan dengan pengambilan suatu hukum disamping mempunyai dampak positif juga negatif. Menurut Musdah ada persoalan mendasar tentang iddah yaitu bagaimana dengan hubungan antara manusia dengan manusia lain (hablummin annas), lebih spesifik lagi hubungan intern keluarga antar suami isteri. Ketika suami isteri berpisah sebenarnya tidak menganggap semua persoalan selesai, seenaknya suami menikah lagi, bagaimana dengan keluarga, anak-anak, saudara, tetangga atau teman, karena tidak ada manusia yang ingin hidup sendiri. Dari contoh di atas menurut Musdah perlu diperhatikan adalah aspek-aspek hukum relation,kebanyakan manusia memahami dalam Islam hanya melihat hablumminaallah (hubungan dengan Allah) yang menurut musdah mendapat porsi lebih, bila dibandingkan dengan hablumminannas (hubungan dengan manusia). Mengingat keluarga adalah sebuah ikatan suci antara seorang laki-laki dan perempuan melalui pernikahan, maka sejak terjadinya pernikahan keduanya terikat dengan hak dan kewajiban sebagai suami isteri. Adapun yang berkaitan dengan urusan rumah tangga menjadi urusan bersama, baik mengenai urusan tempat tinggal, nafkah, anak, dan sebagainya. Termasuk di dalamnya ketika bahtera rumah tangga mengalami bencana tidak dapat diteruskan dan tali pernikahan sudah tidak bisa dipertahankan, maka menyangkut urusan bersama. Perceraian merupakan masalah bersama antara suami isteri, perceraian ditempuh melalui jalan terakhir untuk mengakhiri kesulitan-kesulitan dalam rumah

6 tangga. Oleh sebab itu konsekuensi yang diakibatkan dari perceraian adalah mengikat kedua belah pihak. Ketika perceraian dipandang bencana dalam sebuahrumah tangga, maka yang harus menanggung bencana tersebut harus kedua pihak suami isteri. Jika dilihat hikmah dari perceraian adalah agar suami isteri yang sudah bercerai melakukan introspeksi diri, apakah masih akan menjalin kembali tali cinta kasih (pada kasus talak raj i) atau tetap memutuskan untuk bercerai. Jika keputusannya bercerai maka akibat dari perceraian tersebut juga harus ditanggung bersama. Baik yang berkaitan dengan hak dan kewajiban, nafkah, harta, maupun anak. 6 Menurut Musdah, iddah untuk perceraian hidup merupakan masa transisi untuk memikirkan dan merenungkan kembali antara kedua belah pihak bagaimana caranya untuk membangun masa depan kehidupan bersama. Sedangkan iddah untuk kematian untuk mempertimbangkan kembali bagaimana menjaga hubungan dengan orang tua, anak, mertua, saudara, tetangga dan teman-teman. 7 Dalam CLD KHI yang Musdah usulkan bahwa masa iddah atau dia menyebutnya masa transisi sebagai berikut Bab XIII Masa Transisi, pasal 86: Bagi suami isteri yang perkawinannya telah dinyatakan putus oleh Pengadilan Agama berlaku masa transisi atau iddah dan masa transisi suami ditetapkan mengikuti masa transisi mantan isterinya. Berkenaan dengan adanya nas (ayat Al-Qur an dan al-hadis) yang mengikat perempuan yang ditalak, maka perlu lebih dicermati filosofi syari ahnya (maqasid alsyar i) dan diperlakukan secara proporsional dengan hak privasi perempuan. Jika isteri yang ditalak dikenakan sebagai larangan terkait dengan hak pribadinya, maka pihak lakilaki juga harus memperhatikan perasaan perempuan yang telah ditalak. Diantara hikmah terpenting diaturnya masalah iddah ini selain untuk mengetahui keadaan rahim, demi menentukan hubungan nasab anak, memberi alokasi yang cukup untuk merenungkan tindakan perceraian. Selain itu sebenarnya terdapat aturan mengenai masalah iddah ini yakni Surat Edaran no: D.IV/E.d/17/1979 Dirjen Bimbaga Islam tentang poligami dalam iddah isteri. Surat Edaran no: D.IV/E.d/17/1979 Dirjen Bimbingan Islam masalah poligami dalam iddah isteri di terbitkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia, Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Jakarta pada tanggal 10 februari 1979 diberikan kepada:

7 a. Saudara ketua Pengadilan Agama tingkat pertama. b. Saudara ketua Pengadilan Agama tingkat Banding di seluruh Indonesia. Sedangkan isi Surat Edaran tersebut adalah menunjuk keputusan rapat Dinas Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Negara tanggal 24 sampai 28 Mei 1976 di Tugu Bogor lampiran IV point c. 3 perihal seperti tersebut pada pokok surat, maka dengan ini kami berikan penjelasan sebagai berikut: a. Bagi seorang suami yang telah menceraikan isterinya dengan thalak raj i dan mau menikah lagi dengan wanita lain sebelum habis masa iddah bekas isterinya. Maka ia harus mengajukan ijin poligami ke Pengadilan Agama. b. Sebagai pertimbangan hukumnya adalah penafsiran bahwa pada hakekatnya suami isteri yang bercerai dengan thalak raj i adalah masih ada ikatan perkawinan sebelum habis masa iddahnya. Karena kalau suami tersebut kalau menikah lagi dengan wanita lain, pada hakekatnya dari segi kewajiban hukum dan inti hukum adalah beristeri lebih dari seorang (poligami). Oleh karena itu terhadap kasus tersebut dapat ditetapkan pasal 4 dan 5 UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, c. Sebagai produk Pengadilan, penolakan atau ijin permohonan tersebut harus dituangkan dalam bentuk penetapan pengadilan Agama. Hukum positif adalah kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis dan tidak tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secaraumum atau khusus dan ditegakkan oleh atau melalui pemerintah atau pengadilan dalam negara Indonesia. Pengertian hukum positif diperluas, bukan saja yang sedang berlaku sekarang melainkan termasuk juga hukum yang pernah berlaku dimasa lalu. Hukum positif dibagi menjadi hukum positif tertulis dan tidak tertulis. Sedangkan hukum positif tertulis dibedakan antara hukum positif tertulis yang berlaku umum dan hukum positif tertulis yang berlaku khusus. Hukum positif yang berlaku umum terdiri dari peraturan perundang-undangan dan peraturan kebijakan termasuk didalamnya yakni surat edaran, juklak, juknis. 8 Suatu peraturan tertulis atau kaidah hukum benar-benar berfungsi senantiasa di kembalikan pada empat faktor yakni kaidah hukum atau peraturan itu sendiri, petugas

8 yang menegakkan atau penerap hukum, sarana yang dapat membantu, warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan. Kaidah hukum berfungsi apabila kaidah berlaku secara yuridis atau atas dasar yang telah ditetapkan, sosiologis atau dapat dipaksakan dan filosofis sesuai dengan cita hukum. Mengenai penegak hukum dari strata atas, menengah dan bawah dalam melaksanakan tugas penerapan hukum seyogianya harus memiliki suatu pedoman salah satunya peraturan tertulis tertentu yang mencakup ruang lingkup tugasnya. Sarana juga sangat penting untuk mengefektifitaskan suatu aturan tertentu. Sarana tersebut diantaranya sarana fisik yang berfungsi sebagai faktor pendukung. Misalnya kendaraan dan alat komunikasi. Warga masyarakat yang dimaksud adalah kesadarannya untuk mematuhi suatu peraturan perundang-undangan atau derajat kepatuhan terhadap hukum. 9 Iddah Dan Teknologi Modern Iddah adalah periode tertentu yang wajib dijalani dan ditunggu oleh wanita yang dicerai suaminya atau yang ditinggal mati suaminya dengan berpantang melakukan perkawinan baru. 10 Lamanya masa tunggu itu bervariasi, tergantung dalam kondisi bagaimana seorang wanita itu berpisah dengan suaminya. Seorang wanita yang ditinggal mati berbeda iddahnya dengan wanita yang dicerai. Begitu pula seorang wanita yang dicerai dalam keadaan hamil berbeda dengan wanita yang dicerai tidak dalam keadaan hamil. Semua ini ada ketentuannya dalam Quran. Bagi wanita yang dicerai sedangkan ia dalam keadaan hamil, iddahnya adalah sampai ia melahirkan bayi yang dikandungnya (ath-thalaq: 4). Bagi wanita yang dicerai sedangkan ia dalam keadaan haid, iddahnya adalah tiga kali quru`(mengenai kata quru` ini ada dua makna, yaitu suci dan haid. Oleh karena itu timbul dua penafsiran: ada yang mengatakan tiga kali suci dan ada yang mengatakan tiga kali haid) (al-baqarah: 228), sedangkan jika ia belum balig atau sudah memasuki masa menopause, maka iddahnya adalah tiga bulan (ath-thalaq: 4). Sedangkan bagi wanita yang ditinggal mati, iddahnya adalah 4 bulan 10 hari (al-baqarah: 234). Akan tetapi Quran tidak menetapkan berapa lama iddahnya seorang wanita yang ditinggal mati suaminya sedangkan ia dalam keadaan hamil. Apakah iddahnya dihitung menurut iddah kematian atau kehamilan? Terhadap

9 kasus ini muncul dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa iddah wanita yang dalam keadaan seperti itu adalah kelahiran anaknya. Sedangkan pendapat kedua mengatakan bahwa iddahnya dengan melihat mana masa terlama di antara iddah kehamilan dan kematian. Jika masa kehamilan lebih lama, maka iddah kehamilan itu yang dijadikan patokan, yaitu sampai ia melahirkan anaknya. Akan tetapi jika iddah kamatian lebih lama, maka iddah kematian itu yang dijadikan patokan. Ketentuan Quran tentang iddah ini adalah suatu ketentuan yang mutlak harus diikuti, karena inilah syariat yang diturunkan kepada manusia untuk kemaslahatan mereka di dunia dan keselamatan mereka di akhirat kelak. Ketentuan-Nya ini tentu saja tidak dapat diubah. Akan tetapi ada yang belum jelas di sini, yaitu apa alasan Allah mensyariatkan iddah bagi seorang wanita, Quran tidak menjelaskannya. Tidak adanya penjelasan Quran tentang hal ini tidaklah menunjukkan titik lemah dari Quran. Justru inilah cara Allah memberi kebebasan kepada manusia dalam menafsirkan syariat yang Dia turunkan. Apa alasan yang tepat dari pemberlakuan iddah ini, Dia kembalikan kepada manusia. Oleh karena itu, tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan iddah itu kepada kaum wanita. Di sini pembahasan mulai memasuki wilayah fikih, bukan syariat. Hal ini tentu saja menyebabkan munculnya banyak definisi dan alasan pemberlakuan iddah itu. Dalam wacana fikih, banyaknya pendapat tentang suatu masalah fikhiyah dimungkinkan. Menurut golongan Syafi`iyah, makna iddah adalah:.مدة تتربص فيها المرأة لمعرفة براءة رحمها أو للتعبد أو لتفجعها على زوج Masa yang harus dilalui oleh istri untuk mengetahui bebasnya (kesucian) rahimnya, mengabdi, atau berbela sungkawa atas suaminya. 11 Sejalan dengan golongan Syafi`iyah ini, golongan Hanafiyah mendefinisikan iddah dengan: أجل ضرب لنقضاء ما بقي من أثار النكاح أو الفراش Suatu batas waktu yang ditetapkan (bagi wanita) untuk mengetahui sisa-sisa dari pengaruh pernikahan atau persetubuhan. 12 Dari dua definisi iddah di atas tampak bahwa tujuan iddah adalah untuk mengetahui apakah di dalam rahim wanita yang dicerai atau ditinggal mati itu terdapat

10 bibit yang akan tumbuh menjadi bayi atau tidak. Dalam rangka inilah masa tunggu itu diberlakukan. Demikian menurut ulama golongan Syafi`iyah dan Hanafiyah. Seiring dengan perjalanan waktu dan perkembangan peradaban manusia, ditambah lagi dengan kemajuan sains dan teknologi, perubahan-perubahan terus berjalan. Sesuatu yang tadinya dianggap mustahil oleh manusia, saat ini terjadi. Sesuatu yang sebelumnya tak terbayangkan adanya kini dapat disaksikan. Dewasa ini, ilmu kedokteran telah mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dengan menggunakan USG (Ultrasonography), yaitu teknik diagnostik untuk pengujian struktur badan bagian dalam yang melibatkan formasi bayangan dua dimensi dengan gelombang ultrasonik, 13 seseorang dapat mengetahui jenis kelamin bayi yang masih berada di dalam kandungan. Bukan itu saja, bahkan dengan melalui suatu alat tertentu, yaitu dengan menjalani tes urine, rahim seorang wanita dapat diketahui apakah di dalamnya terdapat janin atau tidak. Dengan kata lain, apakah ia dalam keadaan hamil atau tida. Jadi, proses untuk mengetahui kehamilan atau tidak sangat cepat. Hanya dengan hitungan menit, bahkan detik, saja. Jika kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern di bidang kedokteran ini dihubungkan dengan pendapat para ulama tentang iddah di atas, maka jelas sekali perbedaannya, bahkan bertolak belakang. Di sini terbukti bahwa apa yang dahulu tak terbayangkan oleh para ulama mazhab, kini telah terjadi. Mereka mendefinisikan iddah dengan menghubungkannya dengan kehamilan, sudah pasti karena mereka tidak mengetahui akan adanya alat yang dapat digunakan untuk mengetes kehamilan, bahkan dengan waktu yang sangat singkat. Dengan adanya kontradiktif antara pendapat ulama tentang iddah dan teknologi modern ini, timbul pertanyaan: apakah pendapat ulama mazhab tentang iddah itu masih perlu dipertahankan atau tidak? Jika dipertahankan, konsekuensinya adalah bahwa hukum iddah dianggap tidak berlaku lagi. Sebab, untuk mengetahui keadaan rahim seorang wanita, dalam arti hamil atau tidak, tak perlu menunggu sampai tiga atau empat bulan sepuluh hari. Jika hukum iddah dianggap tidak berlaku lagi, maka berarti ayat-ayat Quran yang menjelaskan tentang hal itu juga tidak berlaku lagi. Apakah hal ini dapat diterima akal yang sehat? Sudah barang tentu tidak. Ayat-ayat Quran, sebagai sumber syariat, tentang iddah akan tetap berlaku. Ketentuan-ketentuannya tentang lama masa

11 iddah wajib diimani dan dilaksanakan. Yang harus dianggap tidak berlaku lagi justru pendapat para ulama mazhab itu, karena sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan dan kemajuan zaman. Dengan kata lain, perlu ada redefinisi tentang iddah. 14

12 Tengku Muhammad Hasbi Ash-shidiqi, Hukum-hukum Fiqh Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm Abi Abdillah Muhammad bin Yazid al-qazwini, Sunan ibn Majjah, juz I, Beirut: Dar Al-Fikr, tt, hlm Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, Cet II 2007, hlm Moh Sodik, Telaah Ulang Wacana Seksualitas, Jakarta: PWS IAIN Sunan Kalijaga, Depag RI dan McGill-IISEP-CIDA, 2004, hlm Irfan Mustofa, Studi Analisis Pemikiran Siti Musdah Mulia Tentang Konsep Iddah dan Signifikasinya Terhadap Perubahan Hukum Islam, IAIN Semarang, Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (suatu kajian teoritik), Yogyakarta: FH UII Press, 2004, hlm Zainuddin Ali, Filsafat Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hlm Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jilid 2, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 1993, hlm Abd ar-rahman al-jaziri, Kitab al-fiqh `ala al-mazhahib al-arba`ah, Juz IV, Beirut: Ihya` at-turats al-`arabi, 1969, hlm Abd ar-rahman al-jaziri, Kitab al-fiqh `ala al-mazhahib al-arba`ah, hlm Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: 1994, hlm

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH 59 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG IMPLIKASI TEKNOLOGI USG TERHADAP IDDAH A. Analisis terhadap Peran USG terhadap Iddah Tidak sedikit ulama yang mencoba mendefinisikan atau mencari alasan pemberlakuan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan

BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH. A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan BAB IV ANALISIS PERNIKAHAN DALAM MASA IDDAH A. Analisis Pemikiran Pernikahan dalam Masa Iddah di Desa Sepulu Kecamatan Sepulu Kabupaten Bangkalan Syariat Islam telah menjadikan pernikahan menjadi salah

Lebih terperinci

BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Telukawur Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara

BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN. A. Gambaran Umum Desa Telukawur Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara BAB III KAJIAN OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Desa Telukawur Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara 1. Letak Geografis Ditinjau dari segi geografis wilayah Desa Telukawur Kecamatan Tahunan Kabupaten Jepara

Lebih terperinci

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH.

Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar FIQIH, (Jakarta:KENCANA. 2003), Hal-141. Totok Jumantoro, Kamus Ilmu Ushul Fiqih, (Jakarta: AMZAH. I. PENDAHULUAN Pada dasarnya perkawinan itu dilakukan untuk waktu selamanya sampai matinya salah seorang suami-istri. Inlah yang sebenarnya dikehendaki oleh agama Islam. Namun dalam keadaan tertentu terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, baik bagi perseorangan maupun kelompok. Dengan jalan perkawinan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan dalam literatur fiqh berbahasa Arab disebut dengan dua kata, yaitu nika>h} (نكاح) dan zawa>j.(زواج) Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ

BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ BAB IV ANALISIS PENDAPAT HUKUM TENTANG IDDAH WANITA KEGUGURAN DALAM KITAB MUGHNI AL-MUHTAJ A. Analisis Pendapat Tentang Iddah Wanita Keguguran Dalam Kitab Mughni Al-Muhtaj Dalam bab ini penulis akan berusaha

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI

BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI BAB IV ANALISIS KETENTUAN KHI PASAL 153 AYAT (5) TENTANG IDDAH BAGI PEREMPUAN YANG BERHENTI HAID KETIKA MENJALANI MASA IDDAH KARENA MENYUSUI A. Analisis Perhitungan Iddah Perempuan Yang Berhenti Haid Ketika

Lebih terperinci

MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH

MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH MUNAKAHAT : IDDAH, RUJUK, FASAKH,KHULU DISEDIAKAN OLEH: SITI NUR ATIQAH IDDAH PENGERTIAN Iddah adalah hari-hari di mana seorang wanita berpisah (bercerai) dengan suaminya menjalani masa menunggu. Selama

Lebih terperinci

A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd.

A. Analisis Implementasi Pemberian Mut ah dan Nafkah Iddah dalam Kasus Cerai Gugat Sebab KDRT dalam Putusan Nomor 12/Pdt.G/ 2012/PTA.Smd. 62 BAB IV IMPLEMENTASI PEMBERIAN MUT AH DAN NAFKAH IDDAH SERTA PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN TINGGI AGAMA (PTA) SAMARINDA Nomor 12/Pdt.G/ 2012/Pta.Smd. A. Analisis Implementasi Pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkawinan yang di lakukan oleh manusia bukanlah persoalan nafsu belaka, namun langgeng dan harmonisnya sebuah rumah tangga sangatlah di tentukan oleh sejauh mana

Lebih terperinci

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki

MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki MENGENAL PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA Oleh: Marzuki Perkawinan atau pernikahan merupakan institusi yang istimewa dalam Islam. Di samping merupakan bagian dari syariah Islam, perkawinan memiliki hikmah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49).

BAB I PENDAHULUAN. Artinya : Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Q.S.Adz-Dzariyat: 49). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Quran dinyatakan bahwa hidup berpasang-pasangan, hidup berjodoh-jodohan adalah naluri segala makhluk Allah, termasuk manusia. 1 Dalam surat Adz-Dzariyat ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah perilaku makhluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa agar kehidupan dialam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi dikalangan manusia,

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari

BAB IV. A. Analisis Pertimbangan Dan Dasar Hukum Hakim. Berdasarkan keterangan pemohon dan termohon serta saksi-saksi dari BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERTIMBANGAN DAN DASAR HUKUM HAKIM TENTANG STATUS QABL AL-DUKHU

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP HIBAH SEBAGAI PENGGANTI KEWARISAN BAGI ANAK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DI DESA PETAONAN A. Analisis Terhadap Hibah Sebagai Pengganti Kewarisan Bagi Anak Laki-laki dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa

BAB I PENDAHULUAN. untuk selamanya. Tetapi adakalanya karena sebab-sebab tertentu bisa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan lembaga yang melahirkan keluarga, tempat seluruh hidup dan kehidupan manusia berputar. Awalnya perkawinan bertujuan untuk selamanya. Tetapi

Lebih terperinci

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg

BAB IV. A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang Pemberian Izin Poligami Dalam Putusan No. 913/Pdt.P/2003/PA. Mlg BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TENTANG PEMBERIAN IZIN POLIGAMI TANPA ADANYA SYARAT ALTERNATIF PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA KOTA MALANG NO. 913/Pdt.P/2003/PA.Mlg A. Analisis Terhadap Putusan Hakim Tentang

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS PERNIKAHAN SIRRI SEORANG ISTRI YANG MASIH DALAM PROSES PERCERAIAN A. Analisis Latar Belakang Terjadinya Pernikahan Sirri Seorang Istri yang Masih dalam Proses

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG IDDAH A. Pengertian Iddah Iddah adalah berasal dari kata al-add dan al-ihsha yang berarti bilangan. Artinya jumlah bulan yang harus dilewati seorang perempuan yang telah diceraikan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama

BAB IV ANALISIS DATA. A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama 54 BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Terhadap Prosedur Pengajuan Izin Poligami Di Pengadilan Agama Pernikahan poligami hanya terbatas empat orang isteri karena telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam pasal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK

BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK BAB IV ANALISIS TERHADAP PELAKSANAAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI KUA KECAMATAN CERME KABUPATEN GRESIK A. Analisis Terhadap Prosedur Pernikahan Wanita Hamil di Luar Nikah di Kantor Urusan Agama

Lebih terperinci

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM BAB IV DASAR PERTIMBANGAN MAHKAMAH AGUNG TERHADAP PUTUSAN WARIS BEDA AGAMA DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Waris Beda Agama Kewarisan beda agama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera

BAB I PENDAHULUAN. Rasulullah SAW juga telah memerintahkan agar orang-orang segera 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hubungan perkawinan antara seorang laki-laki dan perempuan pada kenyataannya merupakan sudut penting bagi kebutuhan manusia. Bahkan perkawinan adalah hukum

Lebih terperinci

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK

ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK ANAK SAH DALAM PERSPEKTIF FIKIH DAN KHI Oleh : Chaidir Nasution ABSTRAK Keluarga kecil (Small Family) adalah kumpulan individu yang terdiri dari orang tua (Bapak Ibu) dan anak-anak. Dalam Islam, hubungan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH BAB IV ANALISIS PENDAPAT MAZHAB H{ANAFI DAN MAZHAB SYAFI I TENTANG STATUS HUKUM ISTRI PASCA MULA> ANAH A. Persamaan Pendapat Mazhab H{anafi Dan Mazhab Syafi i Dalam Hal Status Hukum Istri Pasca Mula> anah

Lebih terperinci

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN

TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN 1 TINJAUAN MAQASHID AL-SYARI AH SEBAGAI HIKMAH AL-TASYRI TERHADAP HUKUM WALI DALAM PERNIKAHAN (Studi Komparatif Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi i dalam Kajian Hermeneutika dan Lintas Perspektif) Pendahuluan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1

BAB I PENDAHULUAN. semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. 1 Firmah Allah SWT dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan perkawinan sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Quran dan Undang-Undang dapat diwujudkan dengan baik dan sempurna jika perkawinan tersebut sejak proses pendahuluannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. sah, penyerahan diri istri kepada suami, dan memungkinkan untuk terjadinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nafkah adalah pemberian dari suami yang diberikan kepada istri setelah adanya suatu akad pernikahan. Nafkah wajib karena adanya akad yang sah, penyerahan diri

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD

BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD BAB IV KOMPARASI ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF TERHADAP STATUS PERKAWINAN KARENA MURTAD A. Analisis Persamaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif Terhadap Status Perkawinan Karena Murtad Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemudian rujuk kembali pada saat iddah istrinya hampir habis, kemudian

BAB I PENDAHULUAN. kemudian rujuk kembali pada saat iddah istrinya hampir habis, kemudian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman sebelum islam datang ke tanah arab, apabila masyarakat jahiliyah ingin melakukan talak dengan istri mereka, mereka melakukan dengan cara yang merugikan pihak

Lebih terperinci

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap

BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN. Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap BABA V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari beberapa penjelasan yang diuraikan di muka terhadap pandangan mazhab Maliki dan mazhab Syafi i tentang menikahkan wanita hamil karena zina, maka penyusun dapat menarik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi

BAB I PENDAHULUAN. menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Setiap manusia diatas permukaan bumi ini pada umumnya selalu menginginkan bahagia dan berusaha agar kebahagiaan itu tetap menjadi miliknya. Sesuatu kebahagiaan itu

Lebih terperinci

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Perzinahan dan Hukumnya SEPUTAR MASALAH PERZINAHAN DAN AKIBAT HUKUMNYA Pertanyaan Dari: Ny. Fiametta di Bengkulu (disidangkan pada Jum at 25 Zulhijjah 1428 H / 4 Januari 2008 M dan 9 Muharram 1429 H /

Lebih terperinci

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM

BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM BAB IV PARADIGMA SEKUFU DI DALAM KELUARGA MAS MENURUT ANALISIS HUKUM ISLAM A. Hal-Hal Yang Melatarbelakangi Paradigma Sekufu di dalam Keluarga Mas Kata kufu atau kafa ah dalam perkawinan mengandung arti

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KASUS TAUKIL WALI NIKAH VIA TELEPON A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan KUA Melaksanakan Pernikahan dengan Menggunakan Taukil Wali Nikah via Telepon Setelah mengetahui

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. kewajiban memberikan nafkah pemeliharaan anak tersebut. nafkah anak sebesar Rp setiap bulan.

BAB V PENUTUP. kewajiban memberikan nafkah pemeliharaan anak tersebut. nafkah anak sebesar Rp setiap bulan. 70 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan-pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini, dasar hukum yang digunakan oleh majelis hakim untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan nikah yang mengandung banyak kemashlahatan yang. dianjurkan, maka perceraian hukumnya makruh. 1

BAB I PENDAHULUAN. menghilangkan nikah yang mengandung banyak kemashlahatan yang. dianjurkan, maka perceraian hukumnya makruh. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perceraian itu sesungguhnya dibenci tanpa adanya hajat. Akan tetapi Nabi menyebutnya sebagai barang halal. Dikarenakan perceraian itu menghilangkan nikah yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN 55 BAB IV ANALISIS YURIDIS TERHADAP PRAKTIK PENJATUHAN TALAK SEORANG SUAMI MELALUI TELEPON DI DESA RAGANG KECAMATAN WARU KABUPATEN PAMEKASAN A. Analisis Tentang Praktik Penjatuhan Talak Seorang Suami Melalui

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. Setelah melihat data tentang relasi jender pada tafsir al-sya`râwî, dan

BAB VI PENUTUP. Setelah melihat data tentang relasi jender pada tafsir al-sya`râwî, dan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan paparan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Setelah melihat data tentang relasi jender pada tafsir al-sya`râwî, dan menganalisisnya, ada kekhususan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat

BAB I PENDAHULUAN. menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah menciptakan manusia di dunia ini menghendaki dan mengangkatnya menjadi khalifah Allah di bumi, sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur an surat Al-Baqarah:30 Artinya:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling

BAB I PENDAHULUAN. mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT yang memiliki kedudukan mulia dibanding makhluk lainnya. Manusia memiliki fitrah untuk saling berhubungan antara satu dengan

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN TENTANG NAFKAH, NAFKAH IDDAH MUT AH DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF

BAB II PENGERTIAN TENTANG NAFKAH, NAFKAH IDDAH MUT AH DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF 14 BAB II PENGERTIAN TENTANG NAFKAH, NAFKAH IDDAH MUT AH DALAM PRESFEKTIF HUKUM ISLAM DAN POSITIF A. Nafkah 1. Pengertian Nafkah Secara etimologi kata Nafkah berasal dari bahasa Arab النفقة artinya yaitu

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PENARIKAN KEMBALI HIBAH OLEH AHLI WARIS DI DESA SUMOKEMBANGSRI KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO A. Analisis Penarikan Kembali Hibah Oleh Ahli Waris Di Desa Sumokembangsri

Lebih terperinci

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TIDAK DITETAPKANNYA NAFKAH IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK (STUDI ATAS PUTUSAN NOMOR 2542/PDT.G/2015/PA.LMG) A. Pertimbangan Hukum Hakim yang Tidak Menetapkan Nafkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda jenis dalam satu ikatan suci guna melanjutkan keberlangsungan

BAB I PENDAHULUAN. yang berbeda jenis dalam satu ikatan suci guna melanjutkan keberlangsungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan merupakan sebuah langkah untuk menyatukan dua insan yang berbeda jenis dalam satu ikatan suci guna melanjutkan keberlangsungan hidup manusia. Namun tak jarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2

BAB I PENDAHULUAN. Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, Fajar Interpratama Offset, Jakarta, 2004, hlm.1. 2 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hukum Islam merupakan hukum Allah. Dan sebagai hukum Allah, ia menuntut kepatuhan dari umat Islam untuk melaksanakannya sebagai kelanjutan dari keimanannya kepada Allah

Lebih terperinci

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal.

pengadilan menganggap bahwa yang bersangkutan sudah meninggal. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkawinan dapat putus dan berakhir karena berbagai hal. 1 Putus ikatan bisa berarti salah seorang diantara keduanya meninggal dunia, antara pria dengan wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam mengajak dan menganjurkan umatnya untuk menikah karena itu merupakan cara yang paling tepat untuk menyalurkan kebutuhan biologis seseorang. Selain itu,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM

BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM 62 BAB IV ANALISIS YURUDIS TERHADAP KEBIJAKAN KEPALA DESA YANG MENAMBAH USIA NIKAH BAGI CALON SUAMI ISTRI YANG BELUM CUKUP UMUR DI DESA BARENG KEC. SEKAR KAB. BOJONEGORO Perkawinan merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan

BAB I PENDAHULUAN. menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring waktu berjalan, dunia semakin berkembang dari zaman klasik menuju zaman modern. Ziauddin Sardar menyebut zaman modern merupakan zaman di mana terdapat begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan dalam agama Islam mempunyai kedudukan yang sangat penting, karena dalam suatu pernikahan mengandung nilai-nilai vertical ( hamba dengan Allah swt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasul yang dilakukan oleh kaum muslim baik laki-laki maupun perempuan yang telah memenuhi syarat. Tidak jarang pernikahan yang

Lebih terperinci

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 )

SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) SOAL SEMESTER GANJIL ( 3.8 ) Mata Pelajaran : Pendidikan Agama Islam Kompetensi Dasar : Pernikahan dalam Islam ( Hukum, hikmah dan ketentuan Nikah) Kelas : XII (duabelas ) Program : IPA IPS I. Pilihlah

Lebih terperinci

BAB V PENDAPAT EMPAT IMAM MAZHAB FIKIH DAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PENETAPAN MASA IDAH WANITA YANG DI CERAI

BAB V PENDAPAT EMPAT IMAM MAZHAB FIKIH DAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PENETAPAN MASA IDAH WANITA YANG DI CERAI 53 BAB V PENDAPAT EMPAT IMAM MAZHAB FIKIH DAN HAKIM PENGADILAN AGAMA KOTA PALANGKA RAYA TENTANG PENETAPAN MASA IDAH WANITA YANG DI CERAI A. Penetapan Masa Idah Wanita Dicerai Menurut Empat Imam Mazhab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. antara mereka dan anak-anaknya, antara phak-pihak yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal

Lebih terperinci

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang

yang dapat membuahi, didalam istilah kedokteran disebut Menarche (haid yang 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perkawinan Usia Dini 1. Pengertian Perkawinan Usia Dini Menurut Ali Akbar dalam Rouf (2002) untuk menentukan seseorang melaksanakan kawin usia dini dapat dilihat dari sudut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari

BAB I PENDAHULUAN. terhadap suatu persoalan berada pada tangan beliau. 2. Rasulullah, penggunaan ijtihad menjadi solusi dalam rangka mencari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Qur an sebagai firman Allah dan al-hadits merupkan sumber dan ajaran jiwa yang bersifat universal. 1 Syari at Islam yang terkandung dalam al- Qur an telah mengajarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian

BAB I PENDAHULUAN. hidup atau sudah meninggal, sedang hakim menetapkan kematiannya. Kajian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mafqud (orang hilang) adalah seseorang yang pergi dan terputus kabar beritanya, tidak diketahui tempatnya dan tidak diketahui pula apakah dia masih hidup atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan oleh Allah SWT dari kaum laki-laki dan perempuan dan kemudian dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar supaya saling kenal-mengenal

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN PERMOHONAN IZIN POLIGAMI TERHADAP WANITA HAMIL DI LUAR NIKAH DI PENGADILAN AGAMA MALANG A. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Agama Malang dalam Penolakan Izin Poligami

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM A. Pengertian Harta Dalam Perkawinan Islam Menurut bahasa pengertian harta yaitu barang-barang (uang dan sebagainya) yang menjadi kekayaan. 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta

BAB I PENDAHULUAN. benda tapi tidak sampai batas nisab zakat, namun ada pula yang tidak memiliki harta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya semua isi alam ini diciptakan oleh Allah swt. untuk kepentingan seluruh umat manusia. Keadaan tiap manusia berbeda, ada yang memiliki banyak

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH 65 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KEBOLEHAN PENDAFTARAN PENCATATAN PERKAWINAN PADA MASA IDDAH A. Analisis Hukum Islam terhadap Alasan Kebolehan Pendaftaran Pencatatan Perkawinan pada Masa Iddah Sha@ri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. poligami yang diputus oleh Pengadilan Agama Yogyakarta selama tahun 2010 51 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kasus Posisi Sebelum menjelaskan mengenai kasus posisi pada putusan perkara Nomor 321/Pdt.G/2011/PA.Yk., penulis akan memaparkan jumlah perkara poligami yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh

BAB I. Pendahuluan. Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Perkawinan beda agama adalah suatu perkawinan yang dilakukan oleh seorang pria dengan seorang wanita, yang memeluk agama dan kepercayaan yang berbeda antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah berhimpun atau wata, sedangkan menurut syara artinya adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. adalah berhimpun atau wata, sedangkan menurut syara artinya adalah suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan dalam Islam disebut nikah, arti nikah menurut bahasa Arab adalah berhimpun atau wata, sedangkan menurut syara artinya adalah suatu akad yang memperbolehkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya :

BAB I PENDAHULUAN. Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, Firman Allah dalam Q.S. Adz-Dzaariyat : 49, yang artinya : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan suatu amalan sunah yang disyari atkan oleh Al- Qur anul Karim dan Sunnah Rosullulloh saw. Dalam kehidupan didunia ini, segala sesuatu

Lebih terperinci

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar

BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan. 2 Sedangkan Ijbar 29 BAB III DEFINISI IJBAR, DASAR HUKUM DAN SYARAT IJBAR A. Pengertian Ijbar Ijbar berarti paksaan, 1 yaitu memaksakan sesuatu dan mewajibkan melakukan sesuatu. Kata ijbar juga bisa mewajibkan untuk mengerjakan.

Lebih terperinci

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU

MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENARIKAN KEMBALI NAFKAH MAD{IAH ISTRI AKIBAT PERCERAIAN DI KELURAHAN SEMOLOWARU KECAMATAN SUKOLILO KOTA SURABAYA A. Tinjuan Hukum Islam Terhadap Penarikan Kembali

Lebih terperinci

Warisan Wanita Digugat!

Warisan Wanita Digugat! Warisan Wanita Digugat! Allah mensyari atkan bagimu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, yaitu: bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan ( An Nisa :11) WARISAN WANITA DIGUGAT.

Lebih terperinci

TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I

TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I TINGKAT KESADARAN HUKUM ISTERI DALAM PERKARA CERAI GUGAT S K R I P S I Diajukan guna memenuhi kewajiban dan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama dalam Ilmu Hukum Islam Disusun Oleh : M A W A R D

Lebih terperinci

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN

WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN WAWANCARA KEPADA PELAKU TALAK DI LUAR PENGADILAN NAMA ALAMAT : Siti (Nama Samaran) : Desa Boja Kecamatan Boja 1. Apakah ibu pernah di talak oleh suami ibu? Iya, saya pernah di talak suami saya 2. Berapa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur

BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR. A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 69 BAB IV ANALISA TENTANG TINJAUN HUKUM ISLAM TERHADAP KAWIN DI BAWAH UMUR A. Analisa Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kawin di Bawah Umur 1. Faktor-Faktor Kawin di Bawah Umur Penyebab terjadinya faktor-faktor

Lebih terperinci

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa

dengan amanat pasal 27 ayat 1 Undang-undang Nomor 14 tahun 1970 tentang Kekuasaan Kehakiman. Peraturan tersebut menyatakan bahwa 53 BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG IKRAR TALAK BAGI SUAMI ISTRI PASCA PUTUSAN BERKEKUATAN HUKUM TETAP Ketika tidak ada peraturan yang tegas mengatur

Lebih terperinci

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam

Nafaqah merupakan kewajiban suami terhadap istrinya dalam 26 BAB II PEMBAHASAN UMUM TENTANG NAFKAH IDDAH DAN MUT AH A. NAFKAH IDDAH 1. Pengertian nafkah iddah Nafkah adalah pemberian berupa harta benda kepada orang yang berhak menerimanya, seperti: istri, anak,

Lebih terperinci

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar)

KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) KEWENANGAN AYAH BIOLOGIS SEBAGAI WALI NIKAH TERHADAP ANAK LUAR KAWIN (Kajian Komparasi Antara Hukum Perkawinan Indonesia dengan Empat Madzhab Besar) SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA

STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA STATUS HUKUM ANAK HASIL PERNIKAHAN SIRRI DAN AKIBAT HUKUMNYA (STUDI PERBANDINGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang,

2002), hlm Ibid. hlm Komariah, Hukum Perdata (Malang; UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang, Pendahuluan Perkawinan merupakan institusi yang sangat penting dalam masyarakat. Di dalam agama islam sendiri perkawinan merupakan sunnah Nabi Muhammad Saw, dimana bagi setiap umatnya dituntut untuk mengikutinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya

BAB I PENDAHULUAN. perempuan. Sebelum diturunkannya al-quran perempuan kedudukannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Membicarakan kesetaraan gender didalam hukum Islam tidak bisa lepas dari tuntunan Al Qur`an dan al-hadist sebagai sumber pokok dari hukum islam. Karena al-qur an

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI. A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI. A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI A. Pengertian Umum Tentang Hak dan Kewajiban Suami Istri 1. Pengertian Hak dan Kewajiban Hak adalah sesuatu yang dapat dimiliki dan dikuasai sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2

BAB I PENDAHULUAN. Sungguh, al-quran ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus... (Q.S. Al-Israa /17: 9) 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Al-Qur an merupakan pedoman yang abadi untuk kemaslahatan umat manusia, merupakan benteng pertahanan syari at Islam yang utama serta landasan sentral bagi tegaknya

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK

BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK BAB IV ANALISIS PENDAPAT MADZHAB SYIAH IMAMIYYAH TENTANG DUA ORANG SAKSI SEBAGAI SYARAT SAH JATUHNYA TALAK A. Analisis Pendapat Madzhab Syiah Imamiyyah Tentang Dua Orang Saksi Sebagai Syarat Sah Jatuhnya

Lebih terperinci

TAFSIR AL BAQARAH Talak (Cerai) dalam Islam. Varyzcha

TAFSIR AL BAQARAH Talak (Cerai) dalam Islam. Varyzcha TAFSIR AL BAQARAH 228-231 Talak (Cerai) dalam Islam Varyzcha 228. Istri-istri yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh bagi mereka menyembunyikan apa yang diciptakan

Lebih terperinci

`IDDAH DAN TANTANGAN MODERNITAS. Siti Zulaikha

`IDDAH DAN TANTANGAN MODERNITAS. Siti Zulaikha 82 `IDDAH DAN TANTANGAN MODERNITAS Siti Zulaikha Abstract `Iddah in Islamic law to determine cleanliness of the womb of a wife and an opportunity for couples who divorce to consider in determining positive

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama.

BAB V PENUTUP. 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota. Banjarmasin tentang harta bersama. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Pendapat ulama Muhammadiyah dan Nahd atul Ulama (NU) di kota Banjarmasin tentang harta bersama. a. Harta bersama menurut pendapat ulama Muhammadiyah kota Banjarmasin. - Harta

Lebih terperinci

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL

BAB IV. ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL 57 BAB IV ANALISIS DASAR DAN PERTIMBANGAN MAJELIS HAKIM DALAM PENETAPAN PENGADILAN AGAMA BLITAR NO. 0187/Pdt.P/2014/PA.BL A. Analisis Dasar Hukum Majelis Hakim dalam Menetapkan Penolakan Permohonan Dispensasi

Lebih terperinci

P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA P U T U S A N Nomor 0804/Pdt.G/2015/PA.Pas. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Agama Pasuruan yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu dalam tingkat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA. A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN AGAMA BANJARMASIN TENTANG HARTA BERSAMA A. Gambaran Sengketa Harta Bersama pada Tahun 2008 di PA Banjarmasin Dalam laporan penelitian di atas telah disajikan 2

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH. A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah 56 BAB IV ANALISIS TERHADAP PENDAPAT MAZHAB HANAFI DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM TENTANG WALI NIKAH A. Analisa Terhadap Mazhab Hanafi Tentang Wali Nikah Menurut mazhab Hanafi wali dalam pernikahan bukanlah

Lebih terperinci

Prosiding Peradilan Agama ISSN:

Prosiding Peradilan Agama ISSN: Prosiding Peradilan Agama ISSN: 2460-6391 Pendapat Ulama Hanafiyah dan Ulama Syafi iyah Tentang Penarikan Analisis Pendapat Imam Syafi i terhadap Pasal 116 (Huruf E) KHI Tentang Kriteria Cacat Badan atau

Lebih terperinci

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA 48 BAB II KRITERIA ANAK LUAR NIKAH DALAM KOMPILASI HUKUM ISLAM DAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA A. Kriteria Anak Luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan

Lebih terperinci

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati

pusaka), namun keduanya tidak jumpa orang yang mampu menyelesaikan perselisihan mereka. Keutamaan Hak harta Simati ILMU FARAID 1 Firman Allah : "Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembahagian pusaka untuk) anakanakmu. Iaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman:

MACAM-MACAM MAHRAM 1. MAHRAM KARENA NASAB Allah berfirman: Mahram Bagi Wanita Masalah mahram bagi wanita banyak diantara kaum muslimin yang kurang memahaminya. Padahal banyak sekali hukum tentang pergaulan wanita yang berkaitan erat dengan masalah mahram ini.

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996

TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996 TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN MUT AH DALAM PUTUSAN MA RI NO. REG. 441 K/ AG/ 1996 SKRIPSI Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga

BAB I PENDAHULUAN. wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan adalah sebuah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH

BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH BAB IV ANALISIS TENTANG STATUS PERWALIAN ANAK AKIBAT PEMBATALAN NIKAH A. Analisis Status Perwalian Anak Akibat Pembatalan Nikah dalam Putusan Pengadilan Agama Probolinggo No. 154/Pdt.G/2015 PA.Prob Menurut

Lebih terperinci