FENOMENA KABUT ASAP DITINJAU DARI DATA LUARAN MODEL ARPEGE SYNERGIE (Studi Kasus Tanggal 25 dan 28 Februari 2014, Riau)

Transkripsi

1 FENOMENA KABUT ASAP DITINJAU DARI DATA LUARAN MODEL ARPEGE SYNERGIE (Studi Kasus Tanggal 25 dan 28 Februari 2014, Riau) Mentari Ika *, Suyatim Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika * mentariiikade@gmail.com ABSTRAK Salah satu kejadian cuaca ekstrim yang marak terjadi dalam kurun waktu terakhir adalah bencana asap akibat kebakaran hutan yang menimbulkan kerugian terutama di wilayah Riau. Untuk melihat bagaimana pergerakan atmosfer secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan terjadinya kabut asap di wilayah Riau dapat digunakan model cuaca yang menggunakan perhitungan numerik. Salah satu model cuaca yang digunakan BMKG adalah ARPEGE Synergie yang memiliki beberapa parameter seperti stabilitas udara (KI, SI dan CAPE), kecepatan vertikal dan angin permukaan. Dengan melihat pola sebaran secara spasial menggunakan metode Spline dari ketiga unsur tersebut dapat dilihat apakah unsur atmosfer yang dipengaruhi atau mempengaruhi kabut asap pada bulan Februari Secara menyeluruh hasil luaran ARPEGE Synergie dapat menggambarkan kondisi atmosfer saat terjadi kabut asap. Terdapat adanya inversi dari kecepatan vertikal mulai lapisan 950 mb sampai 500 mb dan kondisi cuaca cenderung stabil diikuti dengan angin kencang di pesisir timur Provinsi Riau yang menuju ke arah barat dan barat daya. Kata kunci : ARPEGE Synergie, kabut asap, stabilitas, kecepatan vertical ABSTRACT One of extreme weather situation which frequently happens these days is the smog incident caused by forest fires. That incident brings many disadvantages especially in Riau Province. Weather atmospheric models using numerical calculation will be applied to see the atmospheric movement both vertically and horizontally claimed as the reason behind the smoke incident. One of the weather atmospheric models used by BMKG is ARPEGE Synergie which has few parameters such as air stability (KI, SI and CAPE), vertical velocity and wind. By taking a look at the Spline spatial distribution analysis n from those elements, atmospheric factors regarding the fog on February 2014 will be known. Overall, the result of ARPEGE Synergie can describe the atmospheric conditions during the smog are as follows. There's weather stability followed by strong wind in east coast of Riau Province towards the west and southwest direction and the inversion of vertical velocity from 950 mb layer until 500 mb as well. Keywords : ARPEGE Synergie, smog, stability, vertical velocity 1. PENDAHULUAN Salah satu kejadian cuaca ekstrim yang marak terjadi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir adalah bencana asap akibat kebakaran hutan yang menimbulkan kerugian terutama di wilayah Riau. Dalam memenuhi tupoksi BMKG sesuai UU No.31 Tahun 2009, kejadian cuaca ekstrim kabut asap perlu diinformasikan lebih lanjut kepada masyarakat untuk mencegah terjadinya kerugian akibat jarak pandang berkurang atau kondisi udara yang pekat tercampur asap sehingga mengakibatkan timbulnya berbagai macam penyakit pernafasan. Perhitungan indeks indeks stabilitas dengan menggunakan beberapa parameter termodinamika dapat digunakan untuk memprakirakan kondisi atmosfer saat kejadian asap di wilayah Riau. Hembusan angin di permukaan dapat menyebabkan kabut memudar dan hilang terbawa angin. Kondisi kabut asap adalah saat keadaan angin calm atau pelan kabut akan bertahan dari malam hingga pagi menjelang siang hari. 1

2 Salah satu pemodelan di bidang Meteorologi yang dikembangkan untuk kepentingan operasional BMKG adalah ARPEGE (Action de Recherche Petite Echelle Grande Echelle) dengan resolusi 0,5-1,5 dari Meteo France Perancis yang dikenal sebagai sistem Synergie. Nilai indeks stabilitas, kecepatan vertikal dan pola angin permukaan merupakan beberapa parameter yang ada pada model ARPEGE berperan penting dalam memprkirakan kondisi perawanan dan cuaca di suatu titik pada saat kabut asap bulan Februari Udara bermuatan asap yang bergerak naik di wilayah Riau selama tahun 2014 dapat dikarenakan adanya udara panas yang berada diatas udara dingin, sehingga keadaan atmosfer yang stabil dan angin permukaan yang calm membuat asap tidak naik dan menyebar ke udara bebas. Kajian ini dilakukan adalah melihat bagaimana pergerakan atmosfer secara vertikal dan horizontal yang menyebabkan terjadinya kabut asap di wilayah Riau pada tanggal 25 dan 28 Februari Bencana asap yang sedang melanda Pekanbaru sejak awal bulan Januari hingga Februari mengakibatkan 5 penerbangan dialihkan, 7 kedatangan ditunda dan 7 keberangkatan juga ditunda, pada Selasa, 25 Februari Kekacauan lalu lintas penerbangan ini disebabkan kondisi kabut asap yang semakin memburuk, dimana jarak pandang dibawah 1000 meter (BMKG, 2014). 2. DATA DAN METODE 2.1 Lokasi Penelitian Wilayah yang digunakan sebagai objek dari penelitian ini adalah Provinsi Riau yang secara geografis berada antara 01 o LS sampai 02 o LU dan 100 o sampai 105 o BT. Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa grid dengan resolusi 1 o. Luas wilayah Provinsi Riau berkisar antara ,65 km 2. Wilayah yang digunakan sebagai objek dari penelitian ini adalah Provinsi Riau yang secara geografis berada antara 01 o LS sampai 02 o LU dan 100 o sampai 105 o BT. Lokasi penelitian dibagi menjadi beberapa grid dengan resolusi 1 o. Luas wilayah Provinsi Riau berkisar antara ,65 km 2. Gambar 1. Peta lokasi penelitian Provinsi Riau. 2.2 Data Penelitian ini menggunakan beberapa data yaitu : 1. Data Indeks Stabilitas (K.Index, Showalter Indeks, CAPE, kecepatan angin serta vertical velocity) hasil keluaran model ARPEGE Synergie dengan resolusi spasial 1 o x 1 o menggunakan sampel tanggal 25 dan 28 Februari 2014 dimana raw data sebagai data input diperoleh dari Sub bidang Diseminasi BMKG Pusat. 2. Data visibility dan present weather yang diperoleh dari data observasi permukaan dari Stasiun Meteorologi Pekanbaru pada tanggal 25 dan 28 Februari 2014 sebagai nilai batas awal kejadian kabut asap. 3. Data KI, SI, CAPE dan vertical velocity tiap lapisan yang sudah dimasukkan dalam bentuk tabel pada Ms.Excel kemudian diolah menggunakan Arc Map 10.1 untuk mendapatkan peta sebaran di wilayah Provinsi Riau dengan metode interpolasi Spline. 2.3 Metode Metode pengolahan dan analisa data yang digunakan dalam kajian ini dibagi menjadi 4 tahap yaitu : 1. Menampilkan keluaran model ARPEGE Synergie dengan wilayah Provinsi Riau pada tanggal kejadian bulan Februari 2014 dengan batasan yang sudah ditetapkan, yang dibentuk dalam titik grid. Parameter yang dibutuhkan yaitu vertical velocity tiap lapisan (1000mb 2

3 sampai 500mb), angin permukaan, Indeks Stabilitas yang terdiri dari K.Index, Lifted Indeks dan CAPE. Gambar 2.Titik grid untuk Provinsi Riau. 2. Setelah mendapatkan nilai dari indeks stabilitas maupun vertical velocity dari setiap nujur dan lintang maka masukkan nilai K-Indeks, Showalter Indeks, CAPE dan vertical velocity dari lapisan 1000mb sampai 500mb ke dalam tabel dengan bantuan Microsoft Excel untuk masing masing grid. 3. Analisis nilai dari tiap parameter apakah sesuai dengan batasan untuk kejadian kabut asap dengan bantuan grafik / chart. 4. Petakan nilai dari setiap grid dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Arc Map GIS sehingga dapat dibuat garis iso untuk mendapatkan potensi keragaman kabut asap. 3 HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Luaran ARPEGE Synergie Hasil luaran model Synergie yang digunakan dalam kajian ini hanya mencakup pada stabilitas yaitu K-Indeks, Showalter Indeks dan CAPE, gerak massa udara dan angin permukaan. Setelah mendapatkan hasil luaran model dan mengolahnya dengan menggunakan tabel di atas, selanjutnya ditampilkan dengan aplikasi ArcGIS untuk mendapatkan peta sebaran nilai KI, SI, CAPE dan vertical velocity. Tabel 1. Data Luaran ARPEGE Synergie tanggal 25 Agustus Lintang Bujur KI SI CAPE L1000 L900 L800 L700 L600 L500 Angin Tabel 2. Luaran ARPEGE Synergie tanggal 28 Agustus 2014 Lintang Bujur KI SI CAPE L1000 L900 L800 L700 L600 L500 Angin

4 Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No.1, Maret Angin Permukaan Berdasarkan hasil luaran model ARPEGE Synergie, kecepatan angin permukaan bervariasi setiap harinya. Angin permukaan dilihat dengan membaca barb seperti Gambar 3. Namun, ada beberapa titik grid yang kecepatan angin didominasi angin calm (0-3 knots). Kecepatan angin sangat tergantung pada kondisi sinoptik dan kondisi lokal masing masing wilayah tetapi sangat berpengaruh terhadap proses pergerakan kabut asap secara horizontal. Sedangkan arah angin luaran model jika dilihat pola secara regional yang masuk ke wilayah Riau adalah sebagai berikut : 3.3 Peta sebaran data luaran ARPEGE Synergie Metode interpolasi yang digunakan dalam tulisan ini adalah dengan metode interpolasi Spline. Dalam Muzaki (2008) interpolasi Spline biasa digunakan untuk mendapatkan nilai melalui kurva minimum antara nilainilai input. Metode ini baik digunakan dalam membuat permukaan seperti ketinggian permukaan bumi, ketinggian muka air tanah ataupun konsentrasi polusi udara. Gambar 4. Peta sebaran nilai CAPE luaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (kiri) dan 28 Februari 2015 (kanan). Untuk nilai CAPE pada gambar 4 menunjukkan terdapat perbedaan pola antara tanggal 25 dan 28 Februari Nilai CAPE lebih dari 1000 J/kg yang artinya kondisi udara lebih labil dan terbentuk banyak awan menjulang (konvektif) terjadi pada daerah barat dan tengah seperti Kuantan Singingi, Kampar, Indragiri Hulu dan Rokan hulu dengan warna merah. Nilai CAPE kota Pekanbaru termasuk dalam kategori sedang mencapai 800 J/kg dengan warna jingga. Gambar 3. Pola arus angin pada tanggal 25 (atas) dan 28 Februari 2015 (bawah) luaran ARPEGE Synergie. Angin secara dominan pada Gambar 3 bertiup dari arah timur laut dan timur menuju bagian barat Provinsi Riau. Belokan angin karena adanya konvergensi di sekitar Selat Malaka menyebabkan angin yang melintas di wilayah Riau menjadi melambat. Perlambatan kecepatan angin dominan terjadi saat memasuki daratan. Kecepatan angin yang cenderung stabil dan lemah (calm) merupakan faktor pendukung semakin pekat polusi udara yang disebabkan kabut asap karena partikelnya terjebak di permukaan. Sedangan daerah timur Provinsi Riau yaitu Bengkalis, Siak, Pelelawan, Dumai dan Indragiri Hilir memiliki nilai CAPE yang rendah dibawah 800 J/kg yang artinya daerah tersebut keadaan atmosfernya cenderung stabil, tidak ada pengangkatan massa udara ke atas sehingga apabila terjadi kebakaran hutan kabut asap yang terjadi tidak akan naik dan hilang di udara. Gambar 5. Peta sebaran nilai SI luaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (kiri) dan 28 Februari 2015 (kanan). 4

5 Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol. 3 No.1, Maret 2016 Nilai Showalter Indeks pada Gambar 5 menunjukkan klasifikasi thunderstorm mungkin terjadi hanya jika energi dari atmosfer cukup besar karena dominasi nilai SI pada tanggal 25 dan 28 Februari 2014 adalah >0 atau positif. Nilai ini menunjukkan kondisi atmosfer di wilayah Riau cenderung stabil dimana nilai SI antara 0 sampai 10 artinya tidak ada potensi thunderstrom dan shower. pada bagian barat Riau memiliki nilai negatif yang menunjukkan udara pada kolom vertikal atmosfer di wilayah Riau bergerak naik atau terjadi pengangkatan udara ke atas Gambar 8. Peta sebaran nilai kecapatan vertikal 900mb uaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (atas) dan 28 Februari 2015 (bawah). Gambar 6. Peta sebaran nilai KI luaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (kiri) dan 28 Februari 2015 (kanan). Nilai KI pada Gambar 6 sebagian besar masuk ke dalam klasifikasi antara 15 sampai 40. Hal menunjukkan kondisi atmosfer di wilayah Riau pada tanggal 25 dan 28 Februari 2014 memiliki peluang terjadinya badai guntur sedang yaitu sekitar 20 sampai 60%. Gambar 9. Peta sebaran nilai kecapatan vertikal 800mb (kiri atas dan bawah) dan 700mb (kanan atas dan bawah) luaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (atas) dan 28 Februari 2015 (bawah). Gambar 7. Peta sebaran nilai kecapatan vertikal 1000mb uaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (kiri) dan 28 Februari 2015 (kanan). Kecepatan vertikal pada lapisan 1000 mb jam UTC seperti Gambar 7 menunjukkan dominasi nilai negatif antara -12 sampai 0. Nilai negatif ini menunjukkan udara pada kolom vertikal atmosfer di wilayah Riau bergerak naik atau terjadi pengangkatan udara ke atas. Pada lapisan 900mb pada Gambar 8 menunjukkan sedikit perbedaan dari lapisan sebelumnya. Jam UTC di wilayah Riau bagian timur kondisi kolom udara vertikal memiliki nilai positif artinya massa udara bergerak turun terjadi subsidensi. Sedangkan Pada lapisan 800mb dan 700mb pada Gambar 9 menunjukkan jam UTC di wilayah Riau sudah di dominasi nilai kecepatan vertikal positif yang artinya massa udara bergerak turun dan terjadi subsidensi. Namun, masih terdapat nilai negatif baik di lapisan 800mb maupun 700mb. hanya satu atau dua wilayah di Provinsi Riau dengan nilai negatif pada lapisan 700mb seperti Indragiri Hilir dan Hulu dibagian selatan. Untuk tanggal 25 dan 28 Februari 2014 pada lapisan 600mb dan 500mb pada Gambar 10 kondisi kecepatan vertikal berdasarkan keluaran ARPEGE Synergie adalah positif di seluruh Provinsi Riau berbeda dengan lapisan sebelumnya Hal ini menunjukkan pada tanggal tersebut terjadi lapisan inversi cukup 5

6 tinggi sehingga kondisi atmosfer dapat diprediksi stabil kuat. Gambar 10. Peta sebaran nilai kecapatan vertikal (a) 600mb (kiri atas dan bawah) dan (b) 500mb (kanan atas dan bawah) luaran model ARPEGE Synergie tanggal 25 (kiri) dan 28 Februari 2015 (kanan). 3.4 Pembahasan Hasil luaran ARPEGE Synergie secara stabilitas menunjukkan bahwa kondisi cuaca di Provinsi Riau secara umum adalah stabil dengan potensi shower pada tanggal 25 dan 28 Februari Kondisi stabil akan membuat partikel asap bertahan di permukaan terlebih angin yang bertiup adalah angin tenang. Secara menyeluruh hasil luaran ARPEGE Synergie dapat menggambarkan kondisi atmosfer saat terjadi kabut asap. Hal yang signifikan adalah arah gerak vertikal dari udara cenderung kebawah artinya tidak ada parcel udara yang diangkat naik sehingga kabut asap semakin mengurangi jarak pandang. Nilai dari Indeks Stabilitas SI cenderung stabil sehingga peluang badai guntur rendah. Hal ini mendukung teori yang menyatakan bahwa jika terjadi kabut maka kondisi atmosfer cenderung stabil dan tidak terbentuk awan konvektif. Namun, nilai CAPE dan KI cenderung kurang sesuai karena tidak disemua daerah Riau memiliki CAPE dan KI yang rendah. Terdapat beberapa wilayah dengan CAPE yang tinggi artinya daerah tersebut memiliki potensi terbentuknya awan konvektif cukup tinggi. Dan potensi terjadinya thunderstorm dilihat dari peta sebaran KI adalah sekitar 20 hingga 60%. Kecepatan vertikal di daerah kebakaran hutan yang memiliki titik api tinggi setiap tahunnya yaitu Bengkalis, Siak, Dumai dan Pelelawan pada tanggal 25 dan 28 Februari 2014 mulai dari lapisan 900mb sebaran nilai kecepatan vertikalnya cenderung positif hingga 500mb. Artinya, massa udara secara vertikal di daerah tersebut yang notabene merupakan daerah sumber asap adalah turun. Kecepatan angin timuran yang cukup tinggi di pesisir timur Provinsi Riau diduga menyebabkan partikel asap bergerak menuju ke bagian tengah hingga barat Riau menimbulkan dampak kabut asap menyebar ke berbagai wilayah. Hal ini mendukung nilai visibility yang buruk pada tanggal tersebut hingga bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru ditutup 4 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. ARPEGE Synergie dapat digunakan sebagai salah satu model dalam memprediksi kondisi atmosfer saat kejadian kabut asap di Provinsi Riau tanggal 25 dan 28 Februari 2014 dengan melihat indeks stabilitas Showalter Indeks, kecepatan vertikal dan arah serta kecepatan angin baik skala lokal maupun sinoptik. 2. Luaran model ARPEGE Synergie pada tanggal 25 dan 28 Februari 2014 saat kejadian kabut asap mampu menunjukkan prediksi terjadinya lapisan inversi mulai dari lapisan mb. Pola sebaran kabut asap berdasarkan analisis secara spasial luaran model ARPEGE 3. Synergie bergerak dari wilayah pesisir timur Provinsi Riau dengan nilai kecepatan vertikal positif menuju ke wilayah tengah dan barat karena angin secara sinoptik bergerak dari timur laut ke barat daya. DAFTAR PUSTAKA Muzaki, A.A : Spasial Kualitas Ekosistem Terumbu Karang Sebagai 6

7 Dasar Penentuan Kawasan Konservasi Laut. Skripsi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB, Bogor. Hadisuparto, H : Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan di Indonesia, Meteo France. Model ARPEGE, Measuring the Atmospehere titutionnel/cnam/gb/s_rub_2_4.htm Undang-Undang No.31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 7