MAKALAH RESEPTOR KOLINERGIK (MUSKARINIK & OBAT-OBATNYA) TUGAS MATAKULIAH FARMAKINETIK & FARMAKODINAMIK Dosen Pengampu : Zakky Cholisoh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MAKALAH RESEPTOR KOLINERGIK (MUSKARINIK & OBAT-OBATNYA) TUGAS MATAKULIAH FARMAKINETIK & FARMAKODINAMIK Dosen Pengampu : Zakky Cholisoh"

Transkripsi

1 MAKALAH RESEPTOR KOLINERGIK (MUSKARINIK & OBAT-OBATNYA) TUGAS MATAKULIAH FARMAKINETIK & FARMAKODINAMIK Dosen Pengampu : Zakky Cholisoh Disusun Oleh : Hilda Srivaliana Ilham K11016R091 PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER ILMU FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017 / 2018 BAB I

2 MEKANISME AKSI MOLEKULER OBAT PILOKARPIN (INTERAKSI OBAT DENGAN RESEPTORNYA) Fungsi organ spesifik diatur oleh makromolekuler yang bekerja sebagai pemicu biologis dan dapat mengubah suatu bentuk yang lain. Fungsi pemicu biologis tergantung pada struktur makromolekuler yang terlibat. Bila suatu mikromolekuler obat berinteraksi denga gugus fungsional makromolekuler reseptor, timbul energi yang akan berkompetisi dengan energi yang menstabilkan makromolekuler tersebut, terjadi perubahan struktur dan distribusi muatan molekul, menghasilkan makromolekul denga bentuk konformasi yang baru. Perubahan konformasi ini merupakan bagian penting dalam sistem pemicu biologis karena dapat menyebabkan modifikasi fungsi organ spesifik sehingga timbul respons biologis. Reseptor obat adalah suatu makromolekul jaringan sel hidup, mengandung gugus fungsional atau atom-atom terorganisasi, reaktif secara kimia dan bersifat spesifik, dapat berinteraksi secara reversible dengna molekul obat yang mengandung gugus fungsional spesifik, menghaislkan respons biologis yang spesifik pula. Untuk dapat berinteraksi dengan reseptor spesifik molekukl obat harus memiliki faktor sterik dan distribusi muatan yang spesifik pula. Interaksi obat-reseptor terjadi melalui dua tahap yaitu : a. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik. Interaksi ini memerlukan afinitas b. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein sehingga timbuk respons biologis. Interaksi obat-reseptor ini memerlukan efikasi (aktivitas intrinsik) yaitu kemampuan obat untuk mengubah bentuk konformasi makromolekul protein sehingga dapat menimbulkan reseptor biologis. Interaksi obat-reseptor dapat membentuk kompleks obat-reseptor yang merangsang timbulnya respons biologis, baik respons agonis maupun antagonis.

3 Mekanisme timbulnya respons biologis dapat dijelaskan dengan dengan teori interaksi obat-reseptor. Ada beberapa teori interaksi obatreseptor,antara lain adalah teori klasik, teori pendudukan, teori kecepatan, teori kesesuaian terimbas, teori gangguan makromolekul, teori pendudukan-aktivasi, konsep kurir kedua, serta teori mekanisme farmakopor sebagai dasar rancangan obat. Teori klasik, dijelaskan oleh Crum, Brown dan Fraser (1869) mengatakan bahwa aktivitas biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimianya dan tempat obat berineraksi pada sistem biologis mempunyai sifat yang karakteristik. Langley (1878), dalam studi efek antagonis dari atropin dan pilokarpin, memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali dan kemudian dikembangkan oleh Ehrlich. Ehrlich (1907) memperkenalkan istilah reseptor dan membuat konsep sederhana tentang interaksi obat-reseptor yaitu obat dapat menimbulkan efek tanpa mengikat reseptor. Respons biologis timbul bila ada interaksi antara tempat atau struktur dalam tubuh yang karakteristik atau sisi reseptor, dengan molekul asing yang sesuai atau obat dan satu sama lain merupakan struktur yang saling mengisi. Teori pendudukan, dijelaskan oleh Clark (1926), memperkirakan bahwa satu molekul obat akan menempati satu sisi reseptor dan obat harus diberikan dalam jumlah yang berlebih agar tetap efektif selama proses pembentukan kompleks. Besar efek biologis yang dihasilkan secara langsung sesuai dengan jumlah reseptor spesifik yang diduduki oleh molekul obat. Clark hanya meninjau dari segi agonis saja yang kemudian dilengkapi oleh Gaddum (1937), yang meninjau dari segi antagonis. Jadi respons biologis yang terjadi setelah pengikatan obat-reseptor dapat merupakan: 1. Rangsangan aktivitas (efek agonis) 2. Pengurangan aktivitas (efek antagonis) Antagonis obat tidak hanya penting untuk merancang obat atau dalam membuata komposisi obat tetapi juga digunakan secara luas karena banyak aksi obat berdasarkan antagonis dengan agonis endogen, seperti biokatalis, hormon dan neurotransmiter atau kemungkinan bekerja

4 sebagai antimetabolit terhadap metabolit penting pada proses biokimia. Tujuan rancangan senyawa agonis dan antagonis adalah untuk mengembangkan antagonis spesifik terhadap biokatalis utama atau metabolit endogen. Contoh : asetilkolin dan senyawa kolinergik. Teori kecepatan, dijelaskan oleh Croxatto dan Huidobro (1956), menyatakan bahwa obat hanya efisien pada saat berinteraksi denga reseptor. Paton (1961) mengatakn bahwa efek biologis dari obat setara dengan kecepatan ikatan obat-reseptor dan bukan dari jumlah reseptor yang didudukinya. Senyawa dikatakan agonis bila mempunyai kecepatan asosiasi atau sifat mengikat reseptor besar dan disosiasi yang besar. Senyawa dikatakan antagonis bila mempunyai kecepatan asosiasi sangat besar sedang disosiasinya sangat kecil. Disini pendudukan reseptortidak efektif karena menghalangi asosiasi senyawa agonis yang produktif. Senyawa dikatakan agonis parsial bila kecepatan asosiasi dan disosiasinya tidak maksimal. Teori kesesuaian terimbas, dijelaskan oleh Koshland (1958), menyatakan bahwa ikatan enzim dengan substrat dapat menginduksi terjadinya perubahan konformasi struktur enzim sehingga menyebabkan orientasi gugus-gugus aktif enzim. Bila perubahan struktur protein mengarah pada konfigurasi sehingga obat terikat kurang kuat dan mudah terdisosiasi, terjadi efek agonis. Bila interaksi obat-protein mengakibatkan perubahan struktur protein sehingga obat terikat cukup kuat, terjadi efek antagonis. Teori gangguan makromolekul, dijelaskan oleh Belleu (1964), meperkenalkan teori model kerja obat yang disebut teori gangguan makromolekul. Menurut belleu, interaksi mikromolekul obat dengan makromolekul protein (reseptor) dapat menyebabkan terjadinya perubahan bentuk konformasi reseptor sebagai berikut : 1. Specifik Conformational Pertubation (SCP) 2. Non Specific Conformational Peturbation (NSCP) Obat agonis adlaha obat yang mempunyai aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk SCP sehingga menimbulkan respon biologis. Obat antagonis adalah obat yang tidak mempunyai

5 aktivitas intrinsik dan dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP sehingga menimbulkan efek pemblokan. Teori pendudukan-aktivasi, dijelaskan oleh Ariens dan Rodrigues de Miranda (1979), mengemukakan teori pendudukan-aktiivasi dari molekul dua keadaan yaitu bahwa sebelum berinteraksi dengan obat, reseptor berada dalam kesetimbangan dinamik antara dua keadaan yang berbeda fungsi Konsep kurir kedua menjelaskan bahwa reseptor dari banyak hormon berhubungn erat dengan sistem adenil siklase. Sebagai contoh, katekolamin, glukagon, hormon paratiroid, serotonin dan histamin telah menunjukkan pengaruhnya terhadap siklik-amp. Interaksi hormon-reseptor dapat menignktkan atau menurunkan kadar siklik-amp dalam intrasel, tergantung pada rangsangan atau hambatan dari adenil siklase. Bila rangsanga tersebut meningkatkan kadar siklik-amp, hormon dianggap sebagai kurir pertama, sedangkan siklik-amp sebagai kurir kedua. Turunan xantin dan teofilin, juga dapat menghambat secara kompetitif siklik nukletida fosfodisterase (PDE), suatu enzim yang mengkatalis perubahan siklik-amp menjadi 5 -AMP. Pemberian turunan tersebut akan meningkatkan kadar siklik-amp dalam jaringan. Teori meknisme dan farmakofor sebagai dasar rancangan obat dapat diilustrasikan oleh obat antihipertensi penghambatkompetitif enzim pengubah angiotensin. Sebagai contoh adalah kaptopril dan turunannya dapat menghambat secara kompetitif enzim pengubah angiotensin, sehingga mencegah perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II, senyawa yang dapat menimbulkan peningkatan tekanan darah (Siswandono, dkk. 2008). Obat-obat agonis kolinergik bakerja langsung Betanekol. *Kerja muskariniknya sangat kuat, *meningkatkan motilitas usus, *merangsang otot detrusor kandung kemih, *Merelaksasi otot trigonum dan sfingter urin, sehingga urin keluar.oleh sebab itu betanekol digunakan untuk pengobatan urologi, Digunakan untuk merangsang kandung kemih akibat retensi urin pasca persalinan atau pasca operasi. Efek samping betanekol dapat meningkatan aktivitas kolinergik umum seperti berkeringat, salivasi, kemerahan, penurunan tekanan darah, mual, nyeri abdomen, diare dan bronkospasme. 3. Pilokarpin. * Menunjukkan aktifitas

6 muskarinik * Digunakan untuk oftalmologi. * Digunakan untuk terapi pada glaukoma. Efek samping dapat mencapai otak dan menimbulkan gangguan SSP. Obat ini merangsang keringat dan salivasi yang berlebihan. ( Reseptor muskarinik termasuk dalam reseptor otonom yang parasimpatomimetik. ligannya adalah asetilkolin. Reseptor muskarinik terdiri dari M1, m2, M3 M4 dan M5. Reseptor M3 itu ada pada kelenjar eksokrin. Contoh dari eksokrin adalah kelenjar keringat dan pembuluh darah. Apabila eksokrin dirangsang, maka akan terjadi vasokonstriksi. Reseptor muskarinik termasuk dalam jenis reseptor G. Reseptor G memiliki 7 lipatan dan ligannya akan menempaati pada lipatan yang ketiga.reseptor adrenergik juga memilki jenis yang sama, yaitu samasama jenis reseptor G.namun, kalau reseptor adrenergik itu termasuk dalam saraf otonom yang simpatik, sedangkan muskarinik termasuk yang parasimpatik. Contoh obat yang merangsang reseptor muskarinik adalah pilokarpin dan karbakol. Sedangkan yang menghaambat reseptor muskarinik adalah atropin. Apabila reseptor muskarinik diarangsang, maka akan mengeluarkan ion kalsium. Ion kalsium ini akan menempel pada otot sehingg akan terjadi rangsangan pada otot polos. Pilokarpin adalah obat kolinergik, yaitu obat yang meniru efek dari bahan kimia, asetilkolin yang diproduksi oleh sel-sel saraf. Asetilkolin berfungsi sebagai utusan antara sel-sel saraf dan antara sel-sel saraf dan organ-organ mereka kontrol. Misalnya, asetilkolin bertanggung jawab untuk menyebabkan kelenjar ludah untuk membuat air liur dan lakrimal kelenjar untuk membuat air mata untuk melumasi mata. Selain dampaknya pada saliva dan kelenjar lakrimal, asetilkolin mengurangi produksi cairan di dalam mata. Pilocarpine tetes mata telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengobati glaukoma, suatu kondisi di mana tekanan di dalam cairan dari mata adalah abnormal dan akhirnya merusak mata dan impares visi (Goodman and A. Gilman. 1975). Pilocarpine adalah senyawa amonium kuartener bermuatan positif. Dalam dosis yang tepat, dapat meningkatkan sekresi kelenjar eksokrin. Kelenjar keringat, ludah, lakrimal, lambung, pankreas, dan usus serta sel mukosa saluran pernapasan dapat distimulasi. Bila dioleskan secara

7 topikal ke mata sebagai dosis tunggal, dapat menyebabkan miosis, dan kenaikan tekanan intraokular sementara. Stimulasi otot polos yang berhubungan dengan dosis dari saluran usus dapat menyebabkan peningkatan motilitas, kejang, dan tenesmus. Bradycardia dan takikardia keduanya telah dilaporkan dengan penggunaan pilocarpine. Pilocarpine Base adalah alkaloid alami yang diekstraksi dari tanaman genus Pilocarpus dengan aktivitas agonis kolinergik. Sebagai agen parasimpathomimetic kolinergik, pilocarpin terutama berikatan dengan reseptor muskarinik, sehingga mendorong sekresi kelenjar eksokrin dan merangsang otot polos di bronkus, saluran kemih, saluran empedu, dan saluran usus. Bila dioleskan secara topikal ke mata, agen ini merangsang pupil untuk berkontraksi, menghasilkan miosis; Merangsang otot siliaris untuk berkontraksi, mengakibatkan kejangnya akomodasi; Dan dapat menyebabkan kenaikan tekanan intraokular. Pilocarpine hydrochloride adalah agen parasimpathomimetic kolinergik langsung yang bekerja melalui stimulasi langsung reseptor muskarinik dan otot polos seperti kelenjar iris dan sekretori. Pilocarpine mengontraksikan otot siliaris, menyebabkan ketegangan meningkat pada pemacu skleral dan pembukaan ruang jahitan trabekuler untuk memfasilitasi perpindahan humor berair.resistansi arus keluar berkurang, menurunkan tekanan intraokular (IOP). Pilocarpine juga menghasilkan miosis melalui kontraksi otot sfingter iris. Miosis mengurangi penyempitan dan penutupan sudut akseptor, yang menurunkan IOP pada beberapa jenis glaukoma sudut-penutupan.

8 Gambar 1. Reseptor kolinergik muskarinik Aktivasi protein G oleh menyebabkan terjadinya produksi second messenger, yaitu protein kinase. Menyebabkan terbukanya kanal ion K,nsehingga ion K keluar dari intraseluler ke ekstraseluler. BAB II FARMAKOKINETIK OBAT PILOKARPIN Farmakokinetik: Mula kerjanya cepat, efek puncak terjadi antara menit dan berlangsung selama 4-8 jam. Mekanisme Kerja Obat: Meningkatkan aliran keluar akuos karena adanya kontraksi badan siliar. Hal itu mengakibatkan penarikan tapis sklera dan penguatan clamp trabekula. Pada glaukoma sudut tertutup, efek miotik dari obat melepaskan blok pupil dan juga menarik iris menjauh dari sudut bilik mata depan. 4bat ini meningkatkan aliran keluar melalui trabekula. Indikasi: Glaukoma sudut terbuka kronis (glaukoma simpel kronis), glaukoma sndut tertutup akut, glaukoma sudut tertutup sinekia kronis (setelah dilakukan iri, dektomi perifer), glaukoma sekunder akibat blok pupil dan setelah operasi il:iudialisis. Kontraindikasi: Glaukoma inflamasi, glaukoma malignan dan riwayat alergi. Etek Samping: Efek sampins okular bzruna keratitis pungtata superfisial. spasme otot siliar yang menyebabkan miopia, miosis, kemungkinan retinal detachment, progresifitas katarak dan toksisitas endotel kornea_ Efek samping sistemik termasuk berkeringat, aktivitas gastrointestinal yang meningkat, salivasi, nausea tremor, nyeri kepala, bradikardi dan hipotensi. Dosis: Tersedia dalam bentuk larutan topikal, ocuserts dan gel. Pada sediaan larutan mata tersedia dua macam bentuk garam pilokarpin yaitu: 1.Pilokarpin hidroklorida dalam sediaan 0,25%, 0,50%, 1%, 2%, 3%, 4%, 6%, 8% dan 10% tetes mata. 2. Pilokarpin nitrat dalam sediaan 1%, 2%, dan 4% tetes mata. Diberikan 1-2 tetes, 3-4 kali sehari. Konsentrasi yang umumnya digunakan adalah %. Awitan efek miotik dimulai 10-30

9 menit dan lama kerja adalah 6 jam. Obat ini biasanya diberikan setiap 6 jam sekali (Rova Virgana. 2007).

10 BAB III PENGGUNAAN SECARA KLINIS Di dalam klinik beberapa obat parasimpatomimetik digunakan dalam terapi beberapa penyakit dan gangguan kesehatan seperi glaukoma, gangguan motilitas saluran cerna, myasthenia gravis, dan retensio urin fungsional,. Pada narrow angel glaucoma obat parasimpatomimetik berefek kontraksi otot siliare dan iris (pars sirkularis iridis) sehingga ruang intertrabeculae yang membentuk kanal Schelmn melebar dan aliran humor aqueous lebih lancar, tekanan intraokuler turun. Biasanya, diberikan metakolin 2%, karbakol 3% atau pilokarpin 4% tetes mata. Gangguan gerak saluran cerna dan urin dapat diterapi dengan obat parasimpatomimetik jika gangguan itu tidak disertai obstruksi dengan menaikkan tonus dan kontraksi otot polos saluran itu. Untuk ganguan saluran cerna digunakan betanekol mg 3-4 kali sehari peroral dan pada retensio urin neurogenik betanekol diberikan secara suntikan subkutan 5 mg, kalau perlu dapat diulangi sesudah 30 menit. Dapat juga diberikan neostigmin subkutan dosis 0,5-1 mg. (Anna. 2010) Pilocarpine adalah miotic yang digunakan untuk glaukoma terutup atau sudut sempit. Melalui tindakan miotic, pilokarpin menekan blok papiler. Efek samping lokal signifikan, mempengaruhi kualitas hidup pasien. Karena itu, pilocarpine intens dipelajari dan beberapa bentuk administrasinya dikembangkan, bertujuan untuk mencapai aksi farmakologi dari zat aktif dengan konsentrasi minimum yang mungkin dan berkepanjangan. (Tătaru CP*, Purcărea VL ).

11 BAB IV TOKSISITAS Keracunan obat direct acting parasympathomimetics (misalnya pilokarpin, muskarin) timbul gejala mual, muntah, diare, hipersalivasi, banyak berkeringat, sesak nafas dan gangguan penglihatan sebagai akibat stimulasi r-m. Pada keracunan obat parasimpatomimetik beraksi langsung seperti muskarin dan pilokarpin, timbul gejala yang berkaitan dengan stimulasi r-m seperti hipersekresi kelenjar eksokrin (hipersalivasi, lakrimasi, hipersekresi kelenjar saluran nafas dan saluran cerna), bronkokonstriksi, hipermotilitas saluran cerna dan kontraksi muskulus detrusor vesicae. Terapi keracunan ini dengan obat antimuskarinik seperti atropin untuk memblok r-m pada organ itu (Anna. 2010). Dari datasheets.scbt.com didapatkan data LD 50 pada tikus yang diberi suntikan pilokarpin secara intraperitoneal adalah 203mg/kg, 230mg/kg untuk suntikan melalui subcutaneus (tikus), 200mg/kg oral (mencit), 155 mg/kg intraperitoneal (mencit), 200 mg/kg subcutaneus (mencit) dan 150 mg/kg intravena (mencit). Efek samping yang muncul berupa efek parasimpatomimetik seperti ; pusing, gangguan peng;ihatan, lakrimasi, kesulitan bernafas, spasm gastrointestinal, mual, muntah, diare, takikardi, bradikardi, hipotensi, hipertensi, shock, aritmia jantung, dan tremor.

12 DAFTAR PUSTAKA Anna Autonomic Drugs Prof Ngatidjan ELS. diakses pada 30 maret 2017 Goodman, L.S., and A. Gilman ,The Pharmacological Basis of Therapeutics. 5th ed. New York: Macmillan Publishing Co., Inc., p. 472 Rova Virgana OCULAR PHARMACOTHERAPY IN GLAUCOMA. diakses pada 30 maret 2017 Siswandono, dkk Kimia medisinal. Surabaya. Airlangga University Press Tătaru CP*, Purcărea VL Antiglaucoma pharmacotherapy. Bucharest. The Parasympathetic System. Diakses pada 5 mei 2017

OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS OBAT-OBAT PARASIMPATIS (PARASIMPATOMIMETIK) Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS 1 Pembagian sistem syaraf Sistem syaraf dibedakan atas 2 bagian : 1. Sistem Syaraf Pusat (SSP). 2. Sistem

Lebih terperinci

Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2015

Fakultas Kedokteran Universitas Jember 2015 PRAKTIKUM FARMAKOLOGI OBAT MIOTIKUM DAN MIDRIATIKUM ILMU PENYAKIT MATA LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Latifatu Choirunisa NIM 132010101013 Cahya Kusumawardani NIM 132010101030 Ngurah Agung Reza Satria Nugraha

Lebih terperinci

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM

PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM PETIDIN, PROPOFOL, SULFAS ATROPIN, MIDAZOLAM Annisa Sekar 1210221051 PEMBIMBING : dr.daris H.SP, An PETIDIN Merupakan obat agonis opioid sintetik yang menyerupai morfin yang dapat mengaktifkan reseptor,

Lebih terperinci

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V

ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN OLEH: KELOMPOK V ATROPIN ATROPIN 0,25 MG/ML INJEKSI GOLONGAN : K KANDUNGAN : Atropine sulfat DOSIS : 250-1000 µg secara subkutan. KEMASAN : Injeksi 0,25 mg/ml x 30 ampul @1 ml SEDIAAN : ampul inj.im/iv/sk

Lebih terperinci

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS

ANTAGONIS KOLINERGIK. Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS ANTAGONIS KOLINERGIK Dra.Suhatri.MS.Apt FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PENDAHULUAN Antagonis kolinergik disebut juga obat peng hambat kolinergik atau obat antikolinergik. Yang paling bermanfaat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil penlitian dan pembahasan 1. Uji pelarut DMSO terhadap kontraksi otot polos uterus Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah senyawa sintetis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad

BAB I PENDAHULUAN. Pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang dikenal sebagai negara agraris. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani. Kebiasaan petani dalam menggunakan pestisida

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik. Farmakodinamik - 2 Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping Reaksi yang merugikan Efek toksik Farmakodinamik - 2 1 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari mekanisme

Lebih terperinci

PENGANTAR FARMAKOLOGI

PENGANTAR FARMAKOLOGI PENGANTAR FARMAKOLOGI FARMAKOLOGI : PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - DIAGNOSIS - PENGOBATAN GEJALA PENYAKIT FARMAKOTERAPI : CABANG ILMU PENGGUNAAN OBAT - PREVENTIV - PENGOBATAN FARMAKOLOGI KLINIK : CABANG

Lebih terperinci

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA PATOGENESIS PENYAKIT ASMA Pendekatan terapi yang rasional terhadap penyakit asma adalah tergantung dari pengetahuan mengenai patogenesis penyakit asma Asma adalah penyakit yang diperantarai oleh ikatan

Lebih terperinci

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA

GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA GLUKOMA PENGERTIAN GLAUKOMA Glaukoma adalah suatu penyakit dimana tekanan di dalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan pada saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi penglihatan. 1 Terdapat

Lebih terperinci

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses

Farmakologi. Pengantar Farmakologi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM. Farmakodinamik. ., M.Med.Ed. normal tubuh. menghambat proses-proses dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor

Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik. Interaksi reseptor Mekanisme non-reseptor Pengertian farmakodinamika Dosis Efek samping, reaksi yang merugikan dan efek toksik Farmakodinamik - 2 Mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan biokimia seluler dan mekanisme kerja obat Mempelajari

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi dr H M Bakhriansyah, M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses kimia, terutama terikat pada molekul

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi Keperawatan

Pengantar Farmakologi Keperawatan Pengantar Farmakologi Keperawatan dr H M Bakhriansyah, M.Kes.,., M.Med.Ed Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNLAM Farmakologi Substansi yang berinteraksi dengan suatu sistem yang hidup melalui proses

Lebih terperinci

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM FARMAKOTERAPI ASMA H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM Pendahuluan Etiologi: asma ekstrinsik diinduksi alergi asma intrinsik Patofisiologi: Bronkokontriksi akut Hipersekresi mukus yang tebal

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 6.1 Data Hasil Penelitian Uji perbandingan antara keempat kelompok sebelum perlakuan menggunakan uji One Way Anova. Rerata tekanan darah sistolik kelompok kontrol adalah

Lebih terperinci

PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL

PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL PERBANDINGAN EFEK GROOMING PADA MENCIT YANG DIBERIKAN EPINEFRIN DAN ATROPIN DAN EFEK DIURESIS PADA MENCIT YANG DIBERIKAN PILOKARPIN DAN PROPRANOLOL ABSTRAK PENDAHULUAN Sistem saraf otonom berkerja menghantarkan

Lebih terperinci

Pengantar Farmakologi

Pengantar Farmakologi Pengantar Farmakologi Kuntarti, S.Kp, M.Biomed 1 PDF Created with deskpdf PDF Writer - Trial :: http://www.docudesk.com 4 Istilah Dasar Obat Farmakologi Farmakologi klinik Terapeutik farmakoterapeutik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenone Senyawa 1-(2,5-dihidroksifenil)-(3-piridin-2-il)-propenon adalah turunan senyawa kalkon yang tersubtitusi

Lebih terperinci

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014

SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 SISTEM SARAF OTONOM KELAS IIID FORMU14SI 014 PENGERTIAN SISTEM SARAF Merupakan salah satu sistem koordinasi yang bertugas menyampaikan rangsangan dari reseptor untuk dideteksi dan direspon oleh tubuh Merupan

Lebih terperinci

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non

menghilangkan kesadaran. Berdasarkan kerja farmakologinya, analgesik dibagi dalam dua kelompok besar yaitu analgesik narkotik dan analgesik non BAB 1 PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Hal ini, menuntut manusia untuk bisa beradaptasi dengan perkembangan tersebut

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt

HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT. JULAEHA, M.P.H., Apt HUBUNGAN STRUKTUR AKTIVITAS SENYAWA STIMULAN SISTEM SARAF PUSAT JULAEHA, M.P.H., Apt FISIONEUROLOGI OBAT SSP Obat SSP menekan / menstimulasi seluruh atau bagian tertentu dari SSP. Jika terdapat penekanan

Lebih terperinci

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL

MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL MENGATASI KERACUNAN PARASETAMOL Pendahuluan Parasetamol adalah golongan obat analgesik non opioid yang dijual secara bebas. Indikasi parasetamol adalah untuk sakit kepala, nyeri otot sementara, sakit menjelang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Anestesi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum pemberian agen anestesi seperti obat analgesik yang dapat menghilangkan rasa sakit, sementara obat-obat

Lebih terperinci

OBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF OTONOM DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI RMIK-FIKES

OBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF OTONOM DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI RMIK-FIKES OBAT YANG BEKERJA PADA SUSUNAN SARAF OTONOM DR. APRILITA RINA YANTI EFF., M.BIOMED PRODI RMIK-FIKES KEMAMPUAN AKHIR YANG DIHARAPKAN Mahasiswa mampu menguraikan pengertian tentang Obat-obat`yang bekerja

Lebih terperinci

AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA

AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA AUTAKOID DAN ANTAGONISNYA dr. Agung Biworo,M.Kes Autakoid substansi (kimia) selain transmitor yang secara normal ada di dalam tubuh dan punya peran atau fungsi fisiologik penting baik dalam keadaan normal

Lebih terperinci

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT

OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT OBAT-OBATAN DI MASYARAKAT Pendahuluan Obat adalah zat yang dapat memberikan perubahan dalam fungsi-fungsi biologis melalui aksi kimiawinya. Pada umumnya molekul-molekul obat berinteraksi dengan molekul

Lebih terperinci

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma?

Glaukoma. 1. Apa itu Glaukoma? Glaukoma Glaukoma dikenal sebagai "Pencuri Penglihatan" karena tidak ada gejala yang jelas pada tahap awal terjadinya penyakit ini. Penyakit ini mencuri penglihatan Anda secara diam-diam sebelum Anda menyadarinya.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman berkaitan dengan kerusakan jaringan (Tan dan Rahardja, 2007). Rasa nyeri merupakan suatu

Lebih terperinci

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995).

Gambar 1.1. Struktur asam asetilsalisilat (Departemen Kesehatan RI, 1995). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Analgesik (obat penghilang rasa nyeri) merupakan suatu senyawa yang dalam dosis terapetik dapat meringankan atau menekan rasa nyeri yang timbul tanpa memiliki kerja

Lebih terperinci

Reseptor sebagai target aksi obat

Reseptor sebagai target aksi obat Reseptor sebagai target aksi obat Review interaksi obat reseptor (agonis-antagonis) FUNGSI RESEPTOR 1. Mengenal dan mengikat suatu ligan dengan spesifisitas tinggi 2. Meneruskan signal tersebut ke dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan kemajuan zaman, penyakit dan infeksi yang menyerang pada manusia semakin berkembang dan menjadi salah satu ancaman terbesar dalam kehidupan.

Lebih terperinci

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006).

Para-aminofenol Asetanilida Parasetamol Gambar 1.1 Para-aminofenol, Asetanilida dan Parasetamol (ChemDraw Ultra, 2006). BAB 1 PENDAHULUAN Demam dapat disebabkan gangguan pusat pengaturan suhu tubuh pada hipotalamus dari kerusakan atau ketidakmampuan untuk menghilangkan peningkatan produksi panas. Keadaan suhu tubuh di atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PEDAULUA 1.1 Latar Belakang Masalah yeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, subjektif dan manifestasi dari kerusakan jaringan atau gejala akan terjadinya kerusakan jaringan (Dipiro et

Lebih terperinci

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran

Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran Sel melakukan kontak dengan lingkungannya menggunakan permukaan sel, meliputi: 1. Membran plasma, yakni protein dan lipid 2. Molekul-molekul membran yang menonjol ke luar sel Melalui permukaan sel ini,

Lebih terperinci

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam

juga mendapat terapi salisilat. Pasien harus diberi pengertian bahwa selama terapi bismuth subsalisilat ini dapat mengakibatkan tinja berwarna hitam 1. Agen Pelindung Mukosa a Sukralfat Dosis Untuk dewasa 4 kali sehari 500-1000 mg (maksimum 8 gram/hari) sewaktu lambung kosong (1 jam sebelum makan dan tidur). Pengobatan dianjurkan selama 4-8 minggu,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983).

BAB I PENDAHULUAN. pembedahan belum bisa dilakukan tanpa anestesi (Hall dan Clarke, 1983). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Anestesi adalah tahapan yang sangat penting pada prosedur pembedahan. Prosedur awal pembedahan harus didahului dengan pemberian anestesi karena pembedahan

Lebih terperinci

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt.

OBAT OBAT EMERGENSI. Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. OBAT OBAT EMERGENSI Oleh : Rachmania Indria Pramitasari, S. Farm.,Apt. PENGERTIAN Obat Obat Emergensi adalah obat obat yang digunakan untuk mengembalikan fungsi sirkulasi dan mengatasi keadaan gawat darurat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kafein banyak terkandung dalam kopi, teh, minuman cola, minuman berenergi, coklat, dan bahkan digunakan juga untuk terapi, misalnya pada obatobat stimulan, pereda nyeri,

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat

(G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat Reseptor terhubung protein G (G Protein-coupled receptor) sebagai target aksi obat merupakan keluarga terbesar reseptor permukaan sel menjadi mediator dari respon seluler berbagai molekul, seperti: hormon,

Lebih terperinci

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan PENGANTAR KESEHATAN DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY PENGANTAR Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan meningkatkan kesehatan, cara mencegah penyakit, cara menyembuhkan

Lebih terperinci

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan

memodifikasi struktur senyawa obat dengan penambahan gugus yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan gugus tersebut dalam meningkatkan BAB 1 PEDAULUA aat ini perkembangan obat sangat dibutuhkan oleh masyarakat. bat yang tersedia saat ini, terutama obat-obat analgesik sangat umum dan banyak digunakan. ebagian besar penyakit yang timbul

Lebih terperinci

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam

St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam MAKALAH FARMAKOLOGI OBAT-OBAT MUKOLITIK KELOMPOK IV St.Aniah Hardiyanti Sitti Hajar Irmawati Sri Rezeki Amalia Suci Febriyani Suparmin Romi Tuti Ernawati Ulmi fajri Vera Febrianti Yanti Sari Syam POLITEKNIK

Lebih terperinci

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan

mengakibatkan reaksi radang yang ditandai dengan adanya kalor (panas), rubor (kemerahan), tumor (bengkak), dolor (nyeri) dan functio laesa (gangguan BAB 1 PEDAHULUA Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat memberikan dampak terhadap peradaban manusia. Kemajuan di setiap aspek kehidupan menuntut manusia untuk dapat beradaptasi dengan

Lebih terperinci

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal

Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Sistem syaraf otonom (ANS) merupakan divisi motorik dari PNS yang mengontrol aktivitas viseral, yang bertujuan mempertahankan homeostatis internal Perbandingan antara Sistem syaraf Somatik dan Otonom Sistem

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri adalah suatu pengalaman sensorik emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat subjektif. Secara umum nyeri dibedakan menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring berkembangnya kemajuan di Indonesia saat ini, menyebabkan berbagai macam dampak yang mempengaruhi kehidupan dan tingkah laku yang kemudian akan mengarah pada

Lebih terperinci

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh:

Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: FARMAKOKINETIK Kinetik= pergerakan farmakokinetik= mempelajari pergerakan obat sepanjang tubuh: Absorpsi (diserap ke dalam darah) Distribusi (disebarkan ke berbagai jaringan tubuh) Metabolisme (diubah

Lebih terperinci

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt

Obat2 Sistem Saraf Otonom. I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Obat2 Sistem Saraf Otonom I Dewa Gede Supartama, S. Farm., Apt Pendahuluan Sistem Saraf Manusia Sistem Saraf Pusat (SSP) Sistem Saraf Tepi (perifer) Otak Medula Spinalis SS Somatik SS Otonum Simpatis Parasimpatis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman saat ini, dimana kehidupan masyarakat semakin dimudahkan dengan perkembangan teknologi, secara tidak langsung mempengaruhi gaya hidup yang serba

Lebih terperinci

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral

Obat Diabetes Farmakologi. Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral Obat Diabetes Farmakologi Terapi Insulin dan Hipoglikemik Oral. Pengertian farmakologi sendiri adalah ilmu mengenai pengaruh senyawa terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Asam Asetilsalisilat (AAS) merupakan turunan dari asam salisilat yang ditemukan dari ekstraksi kulit pohon Willow Bark (Miller et al.,1978). AAS diperoleh dengan mereaksikan

Lebih terperinci

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan

mempermudah dalam penggunaannya, orally disintegrating tablet juga menjamin keakuratan dosis, onset yang cepat, peningkatan bioavailabilitas dan BAB 1 PENDAHULUAN Sediaan Tablet merupakan suatu bentuk sediaan solid mengandung bahan obat (zat aktif) dengan atau tanpa bahan pengisi (Departemen Kesehatan RI, 1995). Tablet terdapat dalam berbagai ragam,

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di dunia kafein banyak dikonsumsi dalam berbagai bentuk yang sangat bervariasi dan begitu populer di kalangan masyarakat. Kafein terdapat dalam berbagai

Lebih terperinci

SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA

SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA SISTEM SARAF & INDRA PADA MANUSIA Drs. Refli, MSc Diberikan pada Pelatihan Penguatan UN bagi Guru SMP/MTS se Provinsi NTT September 2013 Sistem Saraf Manusia ; neuron Sistem saraf PENGATUR fungsi tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemakaian obat analgesik sudah merupakan hal yang tidak asing bagi masyarakat pada umumnya. Hal ini dikarenakan sering timbulnya rasa nyeri serta peredaran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1. Hasil Rendemen Ekstrak akar Acalypha indica Linn. dari tiga sediaan menunjukkan hasil rendemen yaitu, 1,85 %, 2,4 %, dan 1,9 %. 4.2. Uji Fitokimia Hasil uji fitokimia ekstrak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pada periode perkembangan obat telah banyak diberikan perhatian untuk mencari kemungkinan adanya hubungan antara struktur kimia, sifat-sifat kimia fisika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Asma Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami perubahan beberapa kali karena perkembangan dari ilmu pengetahuan beserta pemahaman mengenai patologi, patofisiologi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (Euphorbia tirucalli L.) adalah salah satu jenis tanaman herbal yang biasanya dijadikan sebagai menjadi tanaman hias. Tanaman patah tulang selain tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Responden penelitian ini adalah 35 orang pria yang berusia 20 40 tahun. Responden memiliki kebiasaan mengkonsumsi kafein. Penelitian ini dilakukan di Asri Medical Center

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Inflamasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan radang yang merupakan respon perlindungan setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakkan jaringan untuk menghancurkan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah penggunaan obat-obatan sebelum induksi anestesi. Obat analgesik akan menghilangkan rasa sakit, sementara obat tranquilliser akan menenangkan hewan

Lebih terperinci

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari:

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes dinyatakan sebagai keadaan di mana terjadi produksi urin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan terhadap 60 orang laki-laki dan perempuan pada kelompok usia 40-75 tahun yang memiliki kebiasaan mengonsumsi kopi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Nyeri, demam dan radang merupakan gejala penyakit yang sering dialami manusia. Adanya rasa nyeri merupakan pertanda dimana terjadi kerusakan jaringan yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. GLAUKOMA Glaukoma merupakan suatu neuropati optik yang ditandai dengan pencekungan cupping diskus optikus dan penyempitan lapang pandang yang disertai dengan peningkatan tekanan

Lebih terperinci

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa

DiGregorio, 1990). Hal ini dapat terjadi ketika enzim hati yang mengkatalisis reaksi konjugasi normal mengalami kejenuhan dan menyebabkan senyawa BAB 1 PENDAHULUAN Dewasa ini, pengembangan obat obat baru terus dilakukan dengan upaya untuk meningkatkan potensi obat obatan yang ada. Adanya kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan yang demikian pesatnya,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nekrosis merupakan proses degenerasi yang menyebabkan kerusakan sel yang terjadi setelah suplai darah hilang ditandai dengan pembengkakan sel, denaturasi protein dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri merupakan perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman. Pada umumnya nyeri berkaitan dengan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh rangsangan mekanis, kimiawi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang dapat disebabkan karena faktor genetik, kekurangan produksi insulin oleh sel beta pankreas, maupun karena ketidakefektifan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Obat Kardiovaskular yang Digunakan Pasien PJK Obat kardiovaskular yang digunakan pasien PJK adalah obat yang digunakan untuk menjaga agar suplai oksigen selalu seimbang dengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Berdasarkan penelitian eksperimental quasi yang telah dilaksanakan di RSGM UMY dengan tujuan untuk melihat adanya pengaruh obat anti ansietas

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella thypi (S thypi). Pada masa inkubasi gejala awal penyakit tidak tampak, kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk

BAB I PENDAHULUAN. progresif. Perubahan serviks ini memungkinkan keluarnya janin dan produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persalinan atau partus merupakan proses fisiologis terjadinya kontraksi uterus secara teratur yang menghasilkan penipisan dan pembukaan serviks secara progresif. Perubahan

Lebih terperinci

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg

5/30/2013. dr. Annisa Fitria. Hipertensi. 140 mmhg / 90 mmhg dr. Annisa Fitria Hipertensi 140 mmhg / 90 mmhg 1 Hipertensi Primer sekunder Faktor risiko : genetik obesitas merokok alkoholisme aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Banyaknya permasalahan yang ada pada masyarakat modern menjadi salah satu penyebab timbulnya keluhan sakit kepala atau nyeri. Rasa sakit atau nyeri adalah perasaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Premedikasi Premedikasi adalah pemberian obat-obatan sebelum tindakan anestesi umum dengan tujuan utama menenangkan pasien, menghasilkan induksi anestesi yang halus, mengurangi

Lebih terperinci

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ

Agia Dwi Nugraha Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M. KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Agia Dwi Nugraha 2007730005 Pembimbing : dr. H. Agam Gambiro Sp.M KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA RSUD Cianjur FK UMJ Fisiologi lensa : Fungsi utama memfokuskan berkas cahaya ke retina. Kerjasama

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengembangan turunan asam salisilat dilakukan karena asam salisilat populer di masyarakat namun memiliki efek samping yang berbahaya. Dalam penggunaannya,

Lebih terperinci

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol

OBAT KARDIOVASKULER. Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung. Kadar lemak di plasma, ex : Kolesterol OBAT KARDIOVASKULER Kardio Jantung Vaskuler Pembuluh darah Obat yang bekerja pada pembuluh darah dan jantung Jenis Obat 1. Obat gagal jantung 2. Obat anti aritmia 3. Obat anti hipertensi 4. Obat anti angina

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setempat menyebutnya dengan nama lain, di Aceh masyarakat mengenalnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. setempat menyebutnya dengan nama lain, di Aceh masyarakat mengenalnya BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Belimbing wuluh merupakan tanaman yang termasuk dari keluarga Oxalidaceae. Tanaman ini dapat hidup di daerah rendah sampai dengan ketinggian sekitar 500 meter

Lebih terperinci

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MATA KULIAH PROFESI INTERAKSI OBAT PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pendahuluan Interaksi Obat : Hubungan/ikatan obat dengan senyawa/bahan lain Diantara berbagai

Lebih terperinci

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR

Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan. Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Farmakoterapi Sistem Pencernaan dan Pernafasan Prof. Dr. Zullies Ikawati, Apt. Dr. Agung Endro Nugroho, MSi, Apt. PENGANTAR Tujuan Manfaat Mata kuliah terkait Pokok bahasan Pustaka acuan pokok Sistem Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada

BAB I PENDAHULUAN. keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mual adalah perasaan dorongan kuat untuk muntah. Muntah atau memuntahkan adalah memaksa isi perut naik melalui kerongkongan dan keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab

Lebih terperinci

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM

TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM TINGKAT KONTROL SISTEM SARAF OTONOM Sistem Saraf manusia Tubuh manusia dapat dilihat sebagai suatu sistem saraf yang dapat berubah-ubah kinerjanya bergantung antara lain pada perubahan rangsangan dari

Lebih terperinci

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH

APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH APLIKASI FARMAKOKINETIKA DALAM FARMASI KLINIK MAKALAH Disusun: Apriana Rohman S 07023232 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2011 A. LATAR BELAKANG Farmakologi adalah ilmu mengenai pengaruh

Lebih terperinci

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi)

TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) TEKANAN DARAH TINGGI (Hipertensi) DEFINISI Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat tradisional merupakan bahan atau ramuan bahan berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenika) atau campuran dari bahanbahan tersebut yang secara

Lebih terperinci

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian

PRINSIP KERJA OBAT. Pengertian PRINSIP KERJA OBAT Kerja obat? Pengertian Perubahan kondisi yang mengakibatkan timbulnya efek (respon) Efek obat? Perubahan fungsi, struktur atau proses sebagai akibat kerja obat Efek Efek utama Efek yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya terengahengah dan berarti serangan napas pendek. Meskipun dahulu istilah ini digunakan untuk menyatakan

Lebih terperinci

Sistem Ekskresi Manusia

Sistem Ekskresi Manusia Sistem Ekskresi Manusia Sistem ekskresi merupakan sistem dalam tubuh kita yang berfungsi mengeluarkan zatzat yang tidak dibutuhkan lagi oleh tubuh dan zat yang keberadaannya dalam tubuh akan mengganggu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh meskipun tekanan pengisian cukup. Gagal jantung

Lebih terperinci

Kesetimbangan asam basa tubuh

Kesetimbangan asam basa tubuh Kesetimbangan asam basa tubuh dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Departemen Biokimia, Biologi Molekuler dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ph normal darah Dipertahankan oleh sistem pernafasan

Lebih terperinci