Teori Umum Cattell. Nama : Ligar Gumelar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Teori Umum Cattell. Nama : Ligar Gumelar"

Transkripsi

1 Nama : Ligar Gumelar Teori Umum Cattell Raymond B Cattell (dan juga Hans Eysenck) mempunyai keyakinan dasar bahwa kepribadian memiliki banyak sekali dimensi yang dapat diukur, dan teknik statistik analisis faktor dapat dipakai sebagai sarana untuk mengisolasi variabelvariabel kepribadian itu. Misalnya, seorang pakar kepribadian akan meneliti hipotesa yang menyatakan bahwa manusia itu mempunyai 30 macam traitsdi dalam dirinya. Dibuatlah alat ukur untuk mengungkap besaran trait-trait itu di dalam diri seseorang. Masalahnya adalah, apakah 30 traits itu saling terpisah, atau ada dua trait atau lebih yang saling berhubungan dan dapat dipandang sebagai satu trait saja? Faktor analisis merupkan prosedur untuk menganalisis seperangkat korelasi antara berbagai skor hasil pengukuran, dengan tujuan memperoleh jumlah trait yang lebih sederhana, untuk kemudian diinterpretasi sebagai struktur dasar dari kepribadian itu sendiri. Pengukuran merupakan dasar dari kemajuan ilmu kontemporer, dan dalam psikologi yang harus mengukur obyek-obyek yang tidak kasat mata, taksonomi atau klasaifikasi tingkah laku memakai analisis faktor menjadi langkah yang signifikan pemakaian teknik statistic yang canggih dalam mengembangkan teori dan konsep kepribadian menempatkan Cattell, Eysenck, dan J.P. Guilford sebagai pelopor pemakaian kaidah-kaidah ilmiah dalam memahami kepribadian manusia. a. Struktur kepribadian Trait Trait adalah elemen dasar dari kepribadian yang berperan vital dalam usaha meramalkan tingkah laku. Hal ini tampak definisi kepribadin menurut Cattell. Menurutnya, kepribadian adalah struktur kompleks yang tersusun dalam berbagai kategori yang memungkinkan prediksi tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu, mencakup seluruh tingkah laku baik yang konkrit atau yang abstrak. Trait dapat diklasifikasikan memakai 3 kategori yaitu: Kategori Kepemilikan Trait Umum Trait yang dimiliki oleh semua orang dalam tingkatan tertentu. Bersifat universal yang mungkin dilatarbelakangi oleh hereditas manusia dan berada pada kelompok budaya yang sama serta menghadapi pola tekanan social yang sama pula. Trait Khusus

2 Trait yang dimiliki satu orang saja (bisa juga dimiliki oleh beberapa orang dengan kombinasi antar trait yang berbeda). Sifat unik ini terutama berhubungan dengan interest dan attitude. Kategori Kedalaman Trait Permukaan Merupakan sifat yang tampak, yang menjadi tema umum dari beberapa tingkah laku. Misalnya: remaja yang lincah. Menyenangkan orang lain, dan merencanakan kegiatan yng menarik mungkin dapat dikatakan memiliki trait permukaan yang periang (surface traits cheerfulness). Trait Sumber Elemen-elemen dasar yang menjelaskan tingkah laku. Sifat ini tidak dapat disimpulkan langsung dari amatan tingkah laku dan hanya dapat diidentifikasi memakai analisis faktor. Trait sumber ini bisa bersifat konstitusional (dibawa sejak lahir) atau bersifat bentukan lingkungan (environmental mold). Kategori Modalitas Ekspresi Trait Kemampuan (ability) Menentukan keefektivan seseorang dalam usaha mencapai tujuan. Contoh: kecerdasan. Trait Temperamen (temperament) Gaya atau irama tingkah laku. Contoh: ketenangan, kegugupan, keberanian, santai, mudah terangsang. Trait Dinamik (dynamic) Motivasi atau kekuatan pendorong tingkah laku. Contoh: dorongan, interes, ambisi menguasai sesuatu. Faktor sumber (faktor primer) Cattell meneliti trait sumber dengan mengumpulkan 4000 sifat manusia yang kemudian dia ringkas dengan cara mengelompokkan sifat yang mirip dan menghilangkan istilah yang asing dan metaforik menjadi 200 sifat. Memiliki metoda kluster, 200 sifat itu dikelompokkan dan diperas menjadi 35 sifat yang kemudian dinamakan 35 sifat sumber atu sifat primer yang masing-masing diberi simbol huruf berbeda. 35 sifat tersebut dibagi menjadi 2 kelompok, 23 sifat populasi normal dan 12 sifat populasi berdimensi patologis. Sesudah dilakukan analisis faktor terhadap 23 sifat primer dari populasi normal ditemukan 16 sifat primer yang satu dengan lainnya saling asing, 16 sifat sumber (sifat primer) ini dinamakan 16 faktor primer, oleh Cattell kemudian

3 dijadikan dasar untuk mengembangkan instrument pengukuran kepribadian yang terkenal yakni 16Personality Faktor Questionnair (16PF). Faktor-faktor pada 16 PF A. Faktor A (Sizia-Affectia) B. Faktor B (Intelligence) C. Faktor C (Ego Strenght) E. Faktor E (Submissive-Dominance) F. Faktor F (Disurgency-Surgency) G.Faktor G (Super Ego Strenght) H.Faktor H (Threctia-Parmia) I. Faktor I (Harria-Premsia) L. Faktor L (Alaxia-Protension) M.Faktor M (Praxernia-Autia) N. Faktor N (Artlessness-Shrewdness) O. Faktor O (Assurance-Proneness) Faktor Q1 (Conservative-Radicalism) Faktor Q2 (Group Adherence-Selfsuffisient) Faktor Q3 (Low Integration-High Self Concept) Faktor Q4 (Ergic Tension) b. Dinamika Kepribadian Dinamika trait muncul sebagai satu klasifikasi trait. Bahasan mengenai dinamika trait sebagai motivasi secara spesifik menganalisis asal muasal penggerak trait dan saling hubungan subsidiasi antara sikap, sentiment dan sifat keturunan. Beberapa hal yang terkait dengan dinamika adalah: Sikap (Attitude) Bukan merupakan pandangan tentang sesuatu, tetapi sikap lebih menekankan pada konsep tentang tingkah laku spesifik (atau keinginan untuk bertingkah laku tertentu) sebagai respon terhadap suatu situasi. Dorongan pembawaan (Erg dari Ergon atau kerja)

4 Dorongan atau motif pembawaan oleh Cattell disebut sebagai Erg. Semua dorongan primer yang dibawa bersama kelahiran disebut Erg seperti contohnya seks, lapar, haus, rasa ingin tahu, marah, dan motif lain yang biasanya tidak hanya dimiliki manusia, tetapi juga oleh primate dan mmlia lainnya. Sentiment Sentiment merupakan sumber motivasi yang penting karena kecenderungannya mengorganisir diri di sekitar institusi social yang menonjol. Kalkulus dinamik (Dynamic Calculus) Dalam kalkulus dinamik, erg dan sentiment dipandang sebagi akar dari semua motivasi yang dapat dipakai untuk meramalkan tingkah laku seseorang. Persamaan itu memasukkan hubungan trait, erg dan sentiment dengan situasi tertentu untuk menentukan bentuk respon seseorang. c. Perkembangan Kepribadian Perkembangan kepribadian yang dibagi menjadi 4 menurut Cattell ini yaitu: 1) Tahap Perkembangan Tahap Bayi (Infancy 0-6 tahun) Periode pembentukan yang terpenting dlam perkembangan kepribadian. Pada tahap ini individu sangat dipengaruhi oleh orang tua dan saudara-saudaranya, dan secara alami dipengaruhi oleh pengalaman perolehan makanan dan caranya membuang kotoran. Tahap Anak (6-14 tahun) Hanya sedikit masalah psikologis yang timbul, sehingga oleh Cattell disebut periode konsolidasi, sesudah periode bayi yang kritis. Tahap Remaja (Adolescene tahun) Ini adalah periode yang paling menyulitkan dan menekan. Kejadian kelainan mental, neurosis, dandelinkuensi banyak muncul pada periode ini, begitu pula konflik disekitar dorongan kemndirian, keyakinan diri, dan seks. Tahap Kemasakan (Maturity tahun) Secara umum, awal tahap ini ditandai dengan kesibukan, kebahagiaan, dan produktivitas. Pada umumnya orang pada usia itu menyiapkan karir, perkawinan, dan keluarga. Kepribadian cenderung menjadi tidak mudah berubah, lebih mantap, kalau dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Tahap Usia Pertengahan (Middle Age 50-60/70 tahun)

5 Ada perubahan penyesuaian dalam kepribadian sebagai respon terhadap perubahan fisik, social, dan psikologikal. Tahap Tua ( Senility 60/70an-mati) Tahap final, melibatkan penyesuaian sejumlah kehilangan-kematian keluarga dan sahabat, pension, kehilngan status di masyarakat-mengikuti perasaan kesendirian dan tidak aman. 2) Keturunan dan Lingkungan Diantara pakar kepribadian, Cattel yang paling besar perhatiannya terhadap pengaruh relative dari keturunan dan lingkungan dalam pembentukan kepribadian. Metode meneliti pentingnya faktor keturunn dan lingkungan dikenal dengan nama Analisis Varian Abstrk Jamak (MAVA = multiple abstract variance analysis). Salah satu hasil yang menarik, ternyata bnyak korelasi negative ntra faktor keturunan dengan lingkungan. 3) Kecemasan Cattell menekankan pentingnya kecemasan sebagai aspek kepribadian karena bahaya dampaknya terhadap fusngsi fisik dan mental. Menurutnya, kecemasan itu bisa merupakn suatu keadaan sekaligus sifat dari kepribadian. 4) Belajar Ada tiga jenis belajar untuk tujuan perkembangan kepribadian menurut Cattell: a) Conditioning classic (asosiasi sederhana dari kognisi simultan). b) Conditioning instrumental (asosiasi berbagai kegiatan dengan tujuan tertentu) c) Belajar integrasi (model instrumental kondisioning yang canggih) d. Evaluasi Evaluasi terhadap teori Cattell: 1) Kerja Cattell kurang dapat dipahami. Istilah yang dipakai juga sering terlalu teknis dan aneh. 2) Walaupun analisis faktor relative objektif dan merupakan teknik statistic yang canggih, tetapi, banyak peneliti yang berpendapat analisis tersebut tetap dipengaruhi subjektivitas Cattell, sehingga hasil analisis tersebut tetap diragukan. 3) Cattell tidak sungguh-sungguh membahas pengaruh lingkungan sebagai predictor tingkah laku yang akurat. Cattell dipandang condong ke aspek-aspek yang tidak teramati, lebih banyak membahas faktor-faktor hereditas.

6 Hans Jurgen Eysenck Teori kepribadian Eysenck memliki komponen biologis dan psikometris yang kuat. Namun ia yakin kalau kecanggihan psikometris saja tidak cukup untuk mengukur struktur kepribadian manusia dan bahwa dimensi kepribadian yang melewati analisis faktor bersifat steril an tak bermakna kecuali mereka memiliki eksistensi biologis. Inti pandangan Eysenck dalam psikologi dapat dicari sumbernya pada keyakinannya bahwa pengukuran adalah fundamental dalam segala kemajuan ilmiah, dan bahwa lapangan psikologi sebelumnya orang belum pasti tentang hal apa yang sebenarnya diukur. Eysenck yakin bahwa taksonomi atau klasifikasi tingkah laku adalah langkah pertama yang menentukan dan bahwa analisis faktor adalah alat yang paling memadai untuk mengejar tujuan ini. a. Struktur Kepribadian Eysenck berpendapat bahwa, kebanyakan ahli-ahli teori kepribadian terlalu banyak mengemukakan variable-variabel kompleks dan tak jelas. Pendapat ini dikombinasikan dengan analisisnya, yaitu dengan analisis faktor, telah menghasilkan system kepribadian yang ditandai oleh adanya sejumlah kecil dimensi-dimensi pokok yang didefinisikan dengan teliti dan jelas. Kepribadian Kepribadian adalah sesuatu yang timbul dariefektivitas sebagai total pola-pola perilaku actual atau potensial dari individu yang mendatangkan stimulus dari orang sekitarnya, dan sulit untuk dipahami, yang dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal dari individu dimana kedua faktor tersebut juga saling mengadakan interaksi.

7 Hal yang sentral dalam pandangan Eysenck mengenai tingkah laku adalah pengertian sifat dan tipe. Eysenck memberikan definisi sifat dengan observed constalation of individual action tendencies yaitu suatu kejegan yang Nampak diantara kebiasaan-kebiasaan dalam tindakan-tindakan yang diulangi oleh seseorang. Sedangkan tipe adalah bagian dari observed constalation of syndrome of traits jadi tipe lebih luas dari pada sifat. Struktur Kepribadian Berbicara tentang struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisasi dalam susunan hierarkis berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Bila diurutkan dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling rendah dan paling khusus adalah: 1) Type, yaitu kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam satu dimensi yang luas. 2) Trait, yaitu kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang paling penting dan permanen. 3) Habitual Response, yaitu kumpulan respon spesifik, tingkah laku atau fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip. 4) Spesific Response, yaitu tingkah laku yang secara actual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian. Dimensi-dimensi Kepribadian Eysenck menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait. Hamper semua 35 trait sumber primer dari Cattell sama dengan 27 trait dari Eysenck. Hirarki kebiasaan sangat banyak, mungkin ribuan, sedangkan hirarki respon spesifik tidak terhingga jumlahnya. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel, lincah, aktif, asertif, mencari sensasi, riang, dominan, besemangat, dan berani. Trait dari neurotisme adalah: cemas, tertekan, tegang, berdosa, harga diri rendah, irasional, maju, murung, dan emosional. Trait dari psikotisme adalah: agresif, dingin, egosentrik, impersonal, impulsive, antisocial, tak empatik, kreatif, dan keras hati.

8 Neurotisme dan psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang menglami gangguan akan memperoleh skor yang lebih tinggi disbanding dengan orang-orang normal diskala dua faktor ini. Dan psikotisme lawannya fungsi super ego. Bipolaritas faktor-faktor Eysenck tidak hanya menyatakan kalau sebagian besar orang mengarah ke salah satu kutub atau yang lain pada kutub ketiganya. Masing-masing faktor ini terdistribusi secara tunggal dari pada berganda. Tiga dimensi kepribadian Eysenck ini masuk akal secara teoritis. Carl Jung dan tokoh yang lain menyadari efek yang kuat dari perilaku ekstraversi dan introversi (faktor E), dan Sigmund Freud menekankan pentingnya kecemasan (faktor N) dalam pembentukan perilaku. Selain itu psikotisme (faktor P) sejalan dengan para teoritisi yang lain seperti Abraham Maslow yang melihat kesehatan psikologis dalam aktualisasi diri (skor P rendah) hingga skizofrenis dan psikosis (skor P tinggi). Ekstraversi dan neurotisme adalah faktor dasar hamper disemua studi analisis faktor tentang kepribadian. b. Dinamika Kepribadian Yang disebut dengan dinamika kepribadian adalah mempelajari interaksi antar struktur dari kepribadian tertentu, yang dalam pembahasan kali ini adalah struktur kepribadian menurut tokoh Eysenck. Jika dilihat dari hubungnnya dengan faktor-faktor struktur di atas, maka dapat disebutkan bahwa antar bagian dari struktur kepribadian tersebut terjadi interaksi dan saling berpengaruh antar satu dengan yang lainnya. Sebagai contoh adalah adanya interaksi antara bagian kepribadian yang disebut sebagaispecific response dan habitual response. Dimana yang disebut sebagai specific response yakni perilaku atau pikiran individual yang bisa mencirikan sebuah pribadi atau tidak, missal seorang siswa yang menyelesaikan tugas membaca. Sedangkan habitual response dapat dimaknai sebagai respon yang terus berlangsung di bawah kondisi yang sama, missal jika seorang siswa seringkali berusaha sampai suatu tugas selesai dikerjakannya. Habitual response ini dapat berubah-ubah ataupun dapay menetap. Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk membuat perilaku tertentu atau specific response menjadi sebuah kebiasaan atau habitual response maka perlu adanya pengulangan perilaku tertentu tersebut hingga beberapa kali. Sedangkan jika individu tersebut tidak menginginkan perilaku tertentu itu menjadi sebuah habitual response atau

9 sebuah kebiasaan, maka tidak diperlukan pengulangan perilaku hingga berkalikali. Dan hubungan serta interaksi juga berlaku pada bagian kepribadian Eysenck yang lain, seperti tipe dan trait. Kepribadian dan perilaku Menurut model Eysenck yang ditunjukkan gambar di atas, psikotis, ekstraversi, dan neurotis seharusnya dapat memprediksi hasil-hasil studi eksperimental dan perilaku-perilaku social. Teori Eysenck sendiri mengasumsikan ekstraversi merupaan produk dari tingkatan stimulasi kulit otak yang rendah. Karena itu pribadi introvert jika dibandingkan dengan pribadi ekstrovert, mestinya lebih sensitive terhadap stimuli dan kondisi belajar. Lebih jauh lagi, Eysenck berpandapat bahwa banyak studi psikologis sudah mencapai kesimpulan yang keliru karena sudah mengabaikan faktor-faktor kepribadian ini. Contohnya, studi-studi di bidang pendidikan yang membandingkan keefektifan dari penemuan pembelajaran dan perbedaan perilaku. Eysenck yakin kalau studi-studi ini tidak mempertimbangkan bahwa anak-anak yang ekstrovert lebih suka dan lebih kreatif dalam melakukan penemuan aktif, sementara anak-anak yang introvert lebih sungkan dan lebih nyaman dengan gaya belajar pasif yang disuapkan pada mereka. Dengan kata lain, sebuah interaksi muncul diantara dimensi kepribadian dan gaya belajar. Namun, ketika peneliti mengabaikan faktor-faktor kepribadian ini, mereka bisa menemukan perbedaan dalam perbandingan efektivitas penemuan versus gaya belajar reseptif. Eysenck juga berhipotesis kalau psikotisme (P) berkaitan dengan kejeniusan dan kreativitas. Banyak anak yang memiliki kemampuan kreatif cenderung tidak menurut dan memliki ide-ide yang tidak begitu ortodoks namun mereka dipaksa untuk tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang tidak kreatif. Eysenck juga menemukan bukti bahwa pribadi yang seperti ini kurang begitu tekun meskipun skor-pnya tinggi, juga sanggup melawan kritik dari orang tua dan guru, serta tumbuh besar menjadi orang yng kreatif. Dengan cara yang sama Eysenck melaporkan bahwa pribadi dengan skor P dan skor E yang tinggi tampaknya akan cenderung menjadi anak kecil yang suka mencari masalah. Orang tua dan guru menganggap anak-anak ekstrovert sebagai berandal yang menarik dan bisa memaafkan semua kenakalan mereka, namun para pembuat masalah dengan skor P yang tinggi dianggap lebih nakal, ugal-ugalan, dan tak layak untuk dicintai. Sehingga para pembuat masalah dengan skor E yang tinggi cenderung tumbuh menjadi orang dewasa yang produktif, sementara pembuat masalah dengan skor P yang tinggi cenderung bermasalah dengan pembelajaran, mudah terjerumus dengan kriminalitas, dan mengalami kesulitan saat menjalani hubungan pertemanan. Sekali lagi,eysenck menegaskan psikolog bisa keliru memberikan pengarahan jika tidak memahami keragaman kombinasi dari dimensi kepribadian ketika melkukan riset.

10 a. Pembentukan Kepribadian Teori kepribadian Eysenck menekankan pada herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme (juga kecerdasan). Eysenck juga berpendapat, bahwa semua tingkah laku yang tampak tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik- semuanya (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari (terkondisikan). Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun pdikologis. kalau traumanya sangat keras, dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diathesis stress model). Sekali kondisioning ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jika kecemderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotic semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi dengan ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli. Menurut Eysenck, stimulus baru begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin mengembangkan cara merespon stimulus yang terjadi serta merta akibat adanya stimulus itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotic dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotic sering dikembangkan tanpa alas an yang jelas, sering menjadi kotraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukannya menguranginya. Jika tingkah laku itu diperoleh dari belajar, logikanya tingkah laku itu juga bisa dihilangkan dengan belajar. Eysenck memilih model terapi tingkah laku, atau metode menangani tekanan psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkah laku salah suai alih-alih mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa. b. Evaluasi Kritik utama terhadap Eysenck adalah teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan hubungannya dengan biologi-syaraf, tanpa menyinggung topic-topik yang menjadi pusat perhatian pakar psikologi

11 pada umumnya, seperti motivasi, drives, kemauan, dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan kecemasan tapi tidak membahas perkembangan itu secara luas. Penentuan yang arbitrer memunculkan usulan penggabungan faktor dan atau pemberian nama baru yang lebih akurat. Namun usulan baru itu juga bersifat arbitrer, sehingga praktis analisis faktorial yang dimulai dengan jargon keobjektifan dan kecanggihan akan berakhir dengan kesimpulan yang penuh ketidakpastian. Misalnya Jeffrey Gray yang mengusulkan dimensi kecemasanimpulsivitas sebagai pengganti dimensi ektraversi dan neurotisme. Buss dan Plomin mengusulkan dimensi ekstraversi dipecah menjadi dua, sosiabilitas dan impulsivitas. Paradigma Psikopatologi Trait Cattell setuju dengan pandangan klinis bahwa neurosis dan psikosi itu terjadi akibat adanya konflik yang tak terpecahkan dalam diri individu. Dia kemudian berusaha mengembangkan teknik kuantitatif untuk membantu terapis mendiagnosis dan melakukan tritmen. Setiap konflik selalu ada sekian banyak attitude, erg, dan sentiment yang terlibat, sehingga muncul pilihan tingkah laku yang tidak dikehendaki. Neurosis Neurosis adalah pola tingkah laku yang ditunjukkan oleh seseorang yang merasa dirinya mengalami keulitan emosional tetapi tidak menunjukkan gangguan psikotik. Definisi ini sangat operasional karena menurut Cattell pemahaman tentang neurosis harus dimulai dengan pengukuran untuk mengidentifikasi perbedaan orang neurosis dengan orang normal. Ternyata perbedaan normal dengan neurotic dan psikotik bukan hanya perbedaan tingkatan, tetapi juga perbedaan dimensi. Cattell menemukan neurotic banyak berkembang pada keluarga yang penuh konflik, kurang disiplin dan kurang kasih saying. Keluarga itu menerapkan standar moral yang tinggi, dan suami istri yang memiliki latar belakang stabilitas emosional yang rendah. Psikosis Psikosis adalah bentuk gangguan mental yang berbeda dengan neurosis, di mana individu kehilangan kontak dengan realita dan membutuhkan perawatan untuk melindungi dirinya dan orang lain. Jadi perbedaannya dengan neurotic adalah; psikotik tidak memiliki pemahaman terhadap masalahnya sendiri, tidak dapat merawat diri, dan mungkin membahayakan orang lain dan dirinya sendiri. Menurut Cattell, psikotis manis-depresif dan skizofrenia faktor keturunannya

12 sangat besar. Sama seperti neurosis, peran keluarga cukup besar menyumbang terjadinya psikotik. Banyak bukti orang tua psikotik lebih hangat dan melindungi disbanding orang tua penderita skizofrenia. Sedangkan menurut Eysenck, neurotisme dan psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Ekstraversi, neurotisme, dan psikotisme, tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi super ego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada di tengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit. Hal ini dapat diartikan bahwa, orang yang variable psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor psikotis yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat, fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali. KEPRIBADIAN menurut Allport adalah: "sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya." Sedangkan menurut Pervin dan John: "kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten." Dalam teori-teori kepribadian, kepribadian terdiri dari antara lain trait dan tipe (type). Trait sendiri dijelaskan sebagai konstruk teoritis yang menggambarkan unit/dimensi dasar dari kepribadian. Trait menggambarkan konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar daripada trait. Trait merupakan disposisi untuk berperilaku dalam cara tertentu, seperti yang tercermin dalam perilaku seseorang pada berbagai situasi. Teori trait merupakan teori kepribadian yang didasari oleh beberapa asumsi, yaitu: 1. Trait merupakan pola konsisten dari pikiran, perasaan, atau tindakan yang membedakan seseorang dari yang lain, sehingga: Trait relatif stabil dari waktu ke waktu Trait konsisten dari situasi ke situasi

13 2. Trait merupakan kecenderungan dasar yang menetap selama kehidupan, namun karakteristik tingkah laku dapat berubah karena: ada proses adaptif adanya perbedaan kekuatan, dan kombinasi dari trait yang ada Tingkat trait kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun (Feist, 2006). Teori trait dimunculkan pertama kalinya oleh Gordon W. Allport. Selain Allport, terdapat dua orang ahli lain yang mengembangkan teori ini. Mereka adalah Raymond B. Cattell dan Hans J. Eysenck. Allport mengenalkan istilah central trait, yaitu kumpulan kata-kata yang biasanya digunakan oleh orang untuk mendeskripsikan individu. Central trait dipercaya sebagai jendela menuju kepribadian seseorang. Menurut Allport, unit dasar dari kepribadian adalah trait yang keberadaannya bersumber pada sistem saraf. Allport percaya bahwa trait menyatukan dan mengintegrasikan perilaku seseorang dengan mengakibatkan seseorang melakukan pendekatan yang serupa (baik tujuan ataupun rencananya) terhadap situasi-situasi yang berbeda. Walaupun demikian, dua orang yang memiliki trait yang sama tidak selalu menampilkan tindakan yang sama. Mereka dapat mengekspresikan trait mereka dengan cara yang berbeda. Perbedaan inilah yang membuat masing-masing individu menjadi pribadi yang unik. Oleh sebab itu Allport percaya bahwa individu hanya dapat dipahami secara parsial jika menggunakan tes-tes yang menggunakan norma kelompok. Sama seperti Allport, Cattell juga percaya bahwa kata-kata yang digunakan seseorang untuk menggambarkan dirinya dan orang lain adalah petunjuk penting kepada struktur kepribadian. Perbedaan mendasar antara Allport dan Cattell adalah bahwa Cattell percaya kepribadian dapat digeneralisir. Yang harus dilakukan adalah dengan mencari trait dasar atau utama dari ribuan trait yang ada. Menurut Allport, faktor genetik dan lingkungan sama-sama berpengaruh dalam menentukan perilaku manusia. Bukan hanya faktor keturunan sendiri atau faktor lingkungan sendiri yang menentukan bagaimana kepribadian terbentuk, melainkan melalui pengaruh resiprokal faktor keturunan dan lingkungan yang memunculkan karakteristik kepribadian. Sehubungan dengan adanya peran genetik dalam pembentukan kepribadian, terdapat 4 pemahaman penting yang perlu diperhatikan: Meskipun faktor genetik mempunyai peran penting terhadap perkembangan kepribadian, faktor non-genetik tetap mempunyai peranan bagi variasi kepribadian 1. Meskipun faktor genetik merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi lingkungan, faktor non-genetik adalah faktor yang paling bertanggungjawab akan perbedaan lingkungan pada orang-orang 2. Pengalaman-pengalaman dalam keluarga adalah hal yang penting meskipun lingkungan keluarga berbeda bagi setiap anak sehubungan dengan jenis kelamin anak, urutan kelahiran, atau kejadian unik dalam kehidupan keluarga pada tiap anak. 3. Meski terdapat kontribusi genetik yang kuat terhadap trait kepribadian, tidak berarti bahwa trait itu tetap atau tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.

14

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi

TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi Modul ke: 13 Yoanita Fakultas PSIKOLOGI TRAIT FACTOR THEORY EYSENCK, CATTELL, GOLDBERG Eliseba, M.Psi Program Studi Psikologi HANS EYSENCK Dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

Tes Inventory. Pengertian tes Eysenck, Proses Asesmen, Aspek yang diukur. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

Tes Inventory. Pengertian tes Eysenck, Proses Asesmen, Aspek yang diukur. Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: Tes Inventory Pengertian tes Eysenck, Proses Asesmen, Aspek yang diukur Fakultas PSIKOLOGI Maria Ulfah, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Biografi Hans Eysenck Hans

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT

BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT BAB II LANDASAN TEORI A. BURNOUT 1. Pengertian Burnout Burnout yaitu keadaan stress secara psikologis yang sangat ekstrem sehingga individu mengalami kelelahan emosional dan motivasi yang rendah untuk

Lebih terperinci

Kepribadian Pola perilaku Memberikan karakter pada Pemikiran seseorang sepanjang waktu Motif dalam berbagai Emosi situasi berbeda relatif stabil

Kepribadian Pola perilaku Memberikan karakter pada Pemikiran seseorang sepanjang waktu Motif dalam berbagai Emosi situasi berbeda relatif stabil Teori Kepribadian Kepribadian Pola perilaku Pemikiran Motif Emosi Memberikan karakter pada seseorang sepanjang waktu dalam berbagai situasi berbeda relatif stabil Trait Cara-cara dan kebiasaan dalam Berperilaku

Lebih terperinci

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi

BAB 2 TINJUAN PUSTAKA. dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi BAB 2 TINJUAN PUSTAKA 2.1 Kepribadian Secara umum kepribadian (personality) suatu pola watak yang relatif permanen, dan sebuah karakter unik yang memberikan konsistensi sekaligus individualis bagi perilaku

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Trait Factor Theories

Psikologi Kepribadian I Trait Factor Theories Modul ke: Psikologi Kepribadian I Trait Factor Theories Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Gordon Allport: Prinsip dasar tingkah laku:

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I

Psikologi Kepribadian I Modul ke: Psikologi Kepribadian I Fakultas Psikologi Kepribadian dan Konsep-Konsep yang Terkait Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Kepribadian Teori psikologi kepribadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist &

BAB I PENDAHULUAN. kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Wong dkk, 2001). Menurut Erik Erikson (Feist & Feist, 2006), remaja

Lebih terperinci

MEMAHAMI INDIVIDU PERILAKU ORGANISASI

MEMAHAMI INDIVIDU PERILAKU ORGANISASI MEMAHAMI INDIVIDU DALAM PERILAKU ORGANISASI BAB II PERILAKU ORGANISASI Pengertian Perilaku Individu Perilaku didefinisikan sebagai suatu sikap atau tindakan serta segala sesuatu yang dilakukan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra merupakan hasil ekspresi atau ungkapan kejiwaan seorang yang diekspresikan dalam wujud media tulis. Untuk itu, karya sastra dihasilkan melalui imajinasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa 1 BAB I PENDAHULUAN A LATAR BELAKANG MASALAH Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.secara umum dapat diketahui bahwa sikap remaja saat ini masih dalam tahap mencari jati

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung

Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Analytical Psychology Carl Gustav Jung Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Manusia dalam Pandangan Carl G. Jung

Lebih terperinci

DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU

DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU DASAR DASAR PERILAKU INDIVIDU Oleh : Kelompok 2 : 1. Sarjono Eka Putra (125030400111015) 2. Gilar Cahyo Pambudi (125030401111017) 3. Ryan Astri Kurniawan (125030405111001) 4. Daniel Avianto Kurniawan (125030405111005)

Lebih terperinci

Diskusikanlah...! Genetik atau hasil belajar? Tunggal atau jamak? Kepribadian. Tetap atau Berubah? Ada atau tidak?

Diskusikanlah...! Genetik atau hasil belajar? Tunggal atau jamak? Kepribadian. Tetap atau Berubah? Ada atau tidak? Teori Kepribadian Diskusikanlah...! Genetik atau hasil belajar? Tunggal atau jamak? Kepribadian Tetap atau Berubah? Ada atau tidak? Diskusikanlah...! Watak (Disposition) Kepribadian? Samakah? Karakter?

Lebih terperinci

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah

menjadi bagian dari kelompoknya dengan mengikuti norma-norma yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seks pranikah merupakan aktivitas seksual yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual

BAB I PENDAHULUAN. pada individu seperti dampak fisik, sosial, intelektual, psikologis dan spiritual BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stres merupakan fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan seharihari dan akan dialami oleh setiap orang. Stres memberikan dampak secara total pada individu seperti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Gangguan Jiwa BAB II TINJAUAN TEORI 2.1.1 Pengertian Gangguan Jiwa Gangguan jiwa merupakan perubahan sikap dan perilaku seseorang yang ekstrem dari sikap dan perilaku yang dapat menimbulkan penderitaan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 5 2.1 Pengertian Perilaku BAB II KAJIAN TEORITIS Perilaku adalah respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus dari luar oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya interaksi antara individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia kognitif anak-anak ialah kreatif, bebas dan penuh imajinasi. Imajinasi anak-anak terus bekerja, dan daya serap anak-anak tentang dunia makin meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA

Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA Perkembangan Jiwa Agama Pada Usia Dewasa Modul 7 PERKEMBANGAN JIWA AGAMA PADA USIA DEWASA PENDAHULUAN Psikologi Agama pada jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) disajikan untuk membantu mahasiswa memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jung menyatakan, bahwa terdapat dua prinsip dan aspek yang utuh dalam diri manusia, yaitu logos dan eros (kualitas kemanusiaan yang bersifat universal). Logos adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

PERSONALITY : OVERVIEW. Novia sinta R

PERSONALITY : OVERVIEW. Novia sinta R PERSONALITY : OVERVIEW Novia sinta R PENGERTIAN KEPRIBADIAN Meskipun sulit mendefinisikan kepribadian Biasanya dibedakan mnrt 2ciri : 1. konsisten : orang memiliki sifat yg melekat & pola tindakan yg muncul

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kecemasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan atau anxietas adalah status perasaan tidak menyenangkan yang terdiri atas respon-respon patofisiologis terhadap antisipasi bahaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujian Nasional (UN) bukanlah hal yang asing dalam dunia pendidikan Indonesia. Sebagai salah satu program kerja pemerintah, Ujian Nasional diadakan untuk menjadi

Lebih terperinci

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH GAMBARAN POLA ASUH PENDERITA SKIZOFRENIA Disusun Oleh: Indriani Putri A F 100 040 233 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 GAMBARAN POLA ASUH BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia sebagai Homo economicus, tidak akan pernah lepas dari pemenuhan kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut akan terus-menerus mendorong manusia untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL

PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL PENDEKATAN DALAM PSIKOLOGI SOSIAL Anggota Kelompok : 1. Kitti Permata Hati (17071103) 2. Maria Rosalia Delvina Wela (17071145) 3. Litasya Aulia Permata (17071157) 4. Muhammad Haris Saukani (17071158) 5.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer

BAB II LANDASAN TEORI. Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer BAB II LANDASAN TEORI II. A. Postpurchase Dissonance II. A. 1. Pengertian Postpurchase Dissonance Postpurchase dissonance adalah suatu tahap dari postpurchase consumer behavior yang dapat dialami oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

Pendekatan-Pendekatan Psikologi Kepribadian. Adhyatman Prabowo, M.Psi

Pendekatan-Pendekatan Psikologi Kepribadian. Adhyatman Prabowo, M.Psi Pendekatan-Pendekatan Psikologi Kepribadian Adhyatman Prabowo, M.Psi Psikoanalisa Ego (Neo analisis) Behavioristik Kognitif Trait Humanistik Psikoanalisa Analogi: Manusia dipandang sebagai sekumpulan dorongan

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud

Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Modul ke: Psikologi Kepribadian I Sejarah Psikoanalisa Dasar & Teori Sigmund Freud Fakultas Psikologi Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pandangan Dasar Manusia Pandangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

EMOSI DAN SUASANA HATI

EMOSI DAN SUASANA HATI EMOSI DAN SUASANA HATI P E R I L A K U O R G A N I S A S I B A H A N 4 M.Kurniawan.DP AFEK, EMOSI DAN SUASANA HATI Afek adalah sebuah istilah yang mencakup beragam perasaan yang dialami seseorang. Emosi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

THE SIXTEEN PERSONALITY FACTOR TES KEPRIBADIAN 16 PF RAYMOND B CATTELL

THE SIXTEEN PERSONALITY FACTOR TES KEPRIBADIAN 16 PF RAYMOND B CATTELL THE SIXTEEN PERSONALITY FACTOR TES KEPRIBADIAN 16 PF RAYMOND B CATTELL Novia Sinta R, M.Psi. PENGANTAR Tes Kepribadian Enam Belas Faktor adaptasi dr Sixteen Personality Factor Questionaire (16 PF) yg diciptakan

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five

BAB II URAIAN TEORITIS. Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five 35 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Sumbayak (2009) dengan judul skripsi Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five Personality Terhadap Coping Stress Pada Polisi Reserse Kriminal Poltabes Medan.

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto,

II. LANDASAN TEORI. serta menukarkan produk yang bernilai satu sama lain (Kotler dan AB. Susanto, II. LANDASAN TEORI 2.1 Analisis Sikap 2.1.1 Pengertian Sikap Pemasaran adalah proses sosial dan manajerial dimana individu dan kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan dan menawarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat beradaptasi dengan baik maka ia akan memiliki kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Setiap orang pasti akan mengalami banyak masalah dalam kehidupannya. Salah satu masalah yang harus dihadapi adalah bagaimana seseorang dapat beradaptasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN-FAKULTAS PSIKOLOGI-UNIVERSITAS GUNADARMA MATAKULIAH: PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 2 KODE MATAKULIAH/SKS = IT /3 SKS

SATUAN ACARA PERKULIAHAN-FAKULTAS PSIKOLOGI-UNIVERSITAS GUNADARMA MATAKULIAH: PSIKOLOGI KEPRIBADIAN 2 KODE MATAKULIAH/SKS = IT /3 SKS TIU: Agar mahasiswa mengetahui dan memahami teori kepribadian dari Barat, yakni teori-teori belajar, disposisi, dan humanistik, serta perkembangan terkini psikologi kepribadian (Learned Helplessness, Learned

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat

BAB II LANDASAN TEORI. mau dan mampu mewujudkan kehendak/ keinginan dirinya yang terlihat BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Tentang Kemandirian 2.1.1 Pengertian Kemandirian Pengertian mandiri berarti mampu bertindak sesuai keadaan tanpa meminta atau tergantung pada orang lain. Mandiri adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan salah satu hal yang sangat penting bagi sebagian orang dewasa (Frone et al,1992). Dalam beberapa dekade ini perkembangan dan pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Lingkungan Pembelajaran a. Definisi Lingkungan pembelajaran didefinisikan sebagai segala sesuatu yang terjadi di dalam suatu kelas, departemen, fakultas, maupun

Lebih terperinci

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA

APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA APLIKASI KONSEP-KONSEP PSIKOANALAISIS DALAM KONSELING KELUARGA A. Pendekatan Psikoanalisis Aliran psikoanalisis dipelopori oleh Sigmund Freud pada tahun 1896. Dia mengemukakan bahwa struktur kejiwaan manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi

PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Sub disiplin Psikologi Bidang terapan Psikologi PENDAHULUAN (MATERI) Pengertian Psikologi Pendakatan dalam Psikologi: Pendekatan Biologi-saraf Pendekatan Perilaku Pendekatan Kognitif Pendekatan Psikoanalitik Pendekatan Phenomenologi Sub disiplin Psikologi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kompetensi Interpersonal 2.1.1 Pengertian Kompetensi Interpersonal Kompetensi interpersonal yaitu kemampuan melakukan komunikasi secara efektif (DeVito, 1989). Keefektifan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepribadian merupakan sebuah pola khas seseorang dalam berpikir, merasakan dan berperilaku relatif stabil dan dapat diperkirakan, juga dapat diartikan sebagai pola

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hari Minggu tanggal 29 April 2007 seorang siswa kelas 1 (sebut saja A) SMA swasta di bilangan Jakarta Selatan dianiaya oleh beberapa orang kakak kelasnya. Penganiayaan

Lebih terperinci

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional

15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional : Modal Dasar Perawat Profesional Saat ini kecerdasan emosional tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak munculnya karya Daniel Goleman, Emotional Intelligence: Why

Lebih terperinci

KEPRIBADIAN OLEH : JOKO PURWANTO FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

KEPRIBADIAN OLEH : JOKO PURWANTO FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KEPRIBADIAN OLEH : JOKO PURWANTO FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA Organobiologis INDIVIDU ATLET Psiko-Edukatif Sosio-Kultural Spiritual ORGANOBIOLOGIS FUNGSI-FUNGSI : FISIK ANATOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen adalah sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan pengelolaan. Menurut Mangkunegara (2005) manajemen adalah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS 7 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pengertian Perilaku Sosial Perilaku sosial adalah perilaku yang dimiliki individu di mana perilaku itu akan muncul pada waktu individu itu berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis 2.1.1. Sikap 1. Pengertian Sikap Sikap (attitude) adalah pernyataan evaluatif, baik yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan terhadap objek, individu, atau

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penolakan Sosial 2.1.1 Konsep Penolakan Sosial Penolakan merupakan keadaan yang sangat umum dan berpotensi untuk menimbulkan stress. Keinginan untuk mendapatkan penerimaan (acceptance)

Lebih terperinci

JOHN DOLLARD & NAEL E MILLER STRUKTUR KEPRIBADIAN

JOHN DOLLARD & NAEL E MILLER STRUKTUR KEPRIBADIAN 4 JOHN DOLLARD & NAEL E MILLER STRUKTUR KEPRIBADIAN John Dollard dan Neal E. Miller bekerja sama di Institute of Human Relation Universitas Yale mengembangkan pendekatan interdisiplin 3 bidang ilmu, yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengadaan Proyek Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa harus dijaga dan dipelihara karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak

Lebih terperinci

Psikologi Kepribadian I Teori Interpersonal Harry Stack Sullivan

Psikologi Kepribadian I Teori Interpersonal Harry Stack Sullivan Modul ke: Fakultas Psikologi Psikologi Kepribadian I Teori Interpersonal Harry Stack Sullivan Agustini, M.Psi., Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Struktur Kepribadian Dinamisme (the

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kepercayaan Diri 2.1.1 Pengertian Kepercayaan Diri Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Orang yang percaya diri yakin

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 12 BAB II LANDASAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Kata remaja berasal dari bahasa latin yaitu dari kata adolescence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1980). Secara psikologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dunia pendidikan Indonesia saat ini kembali tercoreng dengan adanya tindak kekerasan yang dilakukan oleh para siswanya, khususnya siswa Sekolah Menengah

Lebih terperinci

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi

Carl Jung. Analytical Psychology. Asumsi Carl Jung Analytical Psychology Asumsi Fenomena yang berhubungan dengan kekuatan gaib atau magis (Occult) yang diturunkan oleh leluhur bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan manusia Manusai bukan hanya

Lebih terperinci

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen

BAB II URAIAN TEORITIS. Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Rianawati (2005) judul Analisis Pengaruh Faktor Dari Perilaku Konsumen Terhadap Pembelian Produk Aqua (Studi pada Masyarakat Desa Slimbung Kecamatan Ngadiluwih

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

PENGANTAR DAN TEORI ALIRAN BEHAVIOUR

PENGANTAR DAN TEORI ALIRAN BEHAVIOUR PENGANTAR DAN TEORI ALIRAN BEHAVIOUR A. KONSEP & LINGKUP PSIKOLOGI KEPRIBADIAN Sebuah teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan sekitar apa, bagaimana dan mengapa

Lebih terperinci

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds

Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Pandangan Teori Perkembangan Psikoanalisis menurut Sigmund Freuds Sigmund Freud mengemukakan bahwa kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yakni sadar (conscious), prasadar (precon scious), dan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA. Skripsi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR SISWA Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh: SISKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi

Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Sejarah dan Aliran-Aliran Psikologi Modul ke: Psikologi Modern Fakultas Psikologi Dra. Anna Amanah, Psi., MSi. www.mercubuana.ac.id Program Studi Psikologi Psikologi Modern Teori-teori kepribadian modern

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam dunia industri ada beberapa faktor pokok yang dapat membantu suatu industri menajadi lebih baik dan lebih maju, faktor-faktor tersebut ialah modal, tanaga

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kompetensi Interpersonal 1. Pengertian Kompetensi Interpersonal Menurut Mulyati Kemampuan membina hubungan interpersonal disebut kompetensi interpersonal (dalam Anastasia, 2004).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya

BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN. Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya BAB II KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Halusinasi adalah suatu persepsi yang salah tanpa dijumpai adanya rangsang dari luar. Walaupun tampak sebagai sesuatu yang khayal, halusinasi sebenarnya merupakan bagian

Lebih terperinci

Freud s Psychoanalytic Theories

Freud s Psychoanalytic Theories Modul ke: 02Fakultas Erna PSIKOLOGI Freud s Psychoanalytic Theories Multahada, S.HI., S.Psi., M.Si Program Studi Psikologi Freud (1856-1939) Pendekatan Dinamis Dinamakan juga : Energi psikis, energi dorongan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak-

BAB I PENDAHULUAN. mengkomunikasikan ide-ide dan keyakinannya. atau perkembangan, yang salah satunya melalui pendidikan di Taman Kanak- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia TK adalah anak yang berusia 4-6 tahun dan musik memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan pribadi anak yang harmonis dalam logika, rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pekerjaan serta problem keuangan dapat mengakibatkan kecemasan pada diri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap perubahan dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan stress. Stress yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan yang erat kaitannya dengan pola hidup. Akibat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi Konsumen Motivasi berasal dari kata latin mavere yang berarti dorongan/daya penggerak. Yang berarti adalah kekuatan penggerak dalam diri konsumen yang memaksa bertindak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia per 31 Desember 2010 (KPK, 2010). Sumber lain menyebutkan jika BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis moral yang saat ini dialami bangsa Indonesi menjadi isu yang tengah hangat diperbincangkan. KPK dalam laporan tahunan tahun 2010 mencatat adanya 6.265 laporan

Lebih terperinci