JEMBATAN BENTANG PANJANG: KONSEP DAN KEBIJAKAN PERENCANAAN. Oleh: Dr. Ir. Mustazir Ir. Herry Vaza, MEngSc. Ir. Bambang Wikanta Ir.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JEMBATAN BENTANG PANJANG: KONSEP DAN KEBIJAKAN PERENCANAAN. Oleh: Dr. Ir. Mustazir Ir. Herry Vaza, MEngSc. Ir. Bambang Wikanta Ir."

Transkripsi

1 JEMBATAN BENTANG PANJANG: KONSEP DAN KEBIJAKAN PERENCANAAN Oleh: Dr. Ir. Mustazir Ir. Herry Vaza, MEngSc. Ir. Bambang Wikanta Ir. Hari Samudra 1

2 1. Perkembangan Peraturan Perencanaan Pada awal tahun 1970an, peraturan perencanaan untuk perencanaan teknik jembatan dirasakan sangat kurang. Pada saat itu hanya ada pegangan perencanaan yaitu Peraturan Muatan Indonesia, PMI Peraturan muatan ini, tidak secara khusus diperuntukkan dalam perencanaan jembatan dan oleh karena itu, untuk merencanakan suatu jembatan umumnya para perencana masih menggunakan peraturan-peraturan dari negara lain seperti dari Amerika Serikat (AASHTO), Inggris (British Standard), Jepang (Japan Road Association) dan dari negara lainnya termasuk juga peraturan peninggalan zaman kolonial dan pada tahun 1971 dikeluarkan Peraturan Beton Indonesia yang dikenal dengan PBI 71 yang dipakai untuk perencanaan konstruksi gedung dan pada saat itu, secara terbatas dipakai juga untuk merencanakan konstruksi jembatan. Perkembangan peraturan perencanaan khususnya untuk konstruksi jembatan selama kurun waktu 1971 sampai dengan dekade 90an belum banyak berarti dan masih terbatas pada usaha penyempurnaan-penyempurnaan seperti penyempurnaan Peraturan Muatan Jalan Raya dan pengembangan peraturan-peraturan Perencanaan Gempa untuk Jalan Raya dan Jembatan. Dan dalam aplikasinya pembebanan (loading) di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami kemajuan dan peningkatan yang cukup pesat sejalan dengan kebutuhan prasarana transportasi darat dan air yang kian berkembang. Hal ini dapat dilihat dengan adanya peningkatan kelas beban rencana jembatan yang pada dekade 80-an ini kelas beban rencana jembatan hanya dikenal satu kelas yaitu BM 100% untuk jembatan permanen dan BM 70% untuk jembatan semi-permanen. Secara umum, peraturan perencanaan yang dibuat sejak awal pelita, belum secara khusus diperuntukkan untuk perencanaan konstruksi jembatan. Upaya pembuatan peraturan perencanaan jembatan secara lengkap baru terlaksana pada tahun 1989 melalui kerjasama dengan Pemerintah Australia selama kurang lebih 3 tahun. Selama kurun waktu ini tidak kurang dari 17 modul yang dihasilkan. Keseluruhan modul tersebut diperuntukan untuk mencakup semua kegiatan penanganan jembatan mulai dari kegiatan manajemen dan operasional jembatan termasuk juga Peraturan Perencanaan Jembatan. Walaupun sampai saat ini untuk modul peraturan ini masih bersifat draft, namum substansi dan cakupan bahasan yang sangat luas, telah memudahkan perencana dalam melaksanakan untuk kegiatan perencanaan jembatan khususnya untuk perencaaan jembatan dengan panjang bentang sampai dengan 100 meter. Disamping itu tersedia juga manual penggunaannya, yang akan memberikan petunjuk-petunjuk praktis dalam memilih dan menentukan tipe konstruksi, sehingga dapat mempermudah dalam melakukan perencanaan awal (preliminary design). 2

3 Peraturan perencanaan jembatan ini dikenal dengan Bridge Manajemen System, BMS 92 menggunakan pendekatan analisa kekuatan batas (limit state). Pendekatan analisa ini sangat berbeda dengan yang umumnya digunakan selama ini yaitu analisa tegangan batas (Working Stress Design) yang pendekatannya menurut terori elastis. Pendekatan limit state ini sedikit lebih kompleks dibandingkan dengan cara tegangan batas, namun demikian cara ini lebih realitis dan rasionil sehingga lebih ekonomis. Penggunaan cara limit state ini telah diterapkan di Australia sejak 1992 dengan Austroads-nya, di negara Eropa dengan Eurocode dan negara Amerika Serikat beberapa tahun yang lalu. 2. Konstruksi Jembatan Di Indonesia a. Perkembangan Konstruksi Jembatan Pembangunan jembatan di Indonesia sejak awal era Order Baru sampai saat ini lebih didominasi dengan penggunaan teknologi bangunan atas standar diantaranya: konstruksi Rangka Baja, 35m s/d 100m; Gelagar Komposit 20m s/d 30m; Balok T, 6m s/d 25m; Balok Beton Pratekan 16m s/d 40m; Voided Slab (Balok Beton Berongga), 5 s/d 16m dan lain sebagainya. Kebijaksanan dibidang jembatan dalam menggunakan konstruksi bangunan atas standar pada saat itu merupakan pilihan yang tepat karena kebutuhan akan pembangunan jembatan yang komprehensip sangat mendesak mengingat masih banyak bagian-bagian daerah di Indonesia yang perlu dihubungkan dengan prasarana jalan darat yang handal. Walaupun penggunaan konstruksi bangunan atas standar begitu banyak dalam program pembangunan prasarana jalan di Indonesia. Namun demikian, bukan berarti penggunaan jenis bangunan atas non-standar ditinggalkan. Teknologi bangunan atas jembatan juga mengalami perkembangan dari tahun ke tahun khususnya untuk melintasi sungai-sungai yang lebar yang tidak dimungkinkan menggunakan jembatan tipe bangunan atas standar. Seperti konstruksi gelagar box beton pratekan yang dilaksanakan dengan sistem cantilever cast-in-place. Penggunaan konstruksi ini tidak luput dari perkembangan teknologi beton pratekan di Indonesia dan pemilihan bentuk konstruksi yang umumnya menerus di atas empat tumpuan sehingga dapat dilaksanakan mulai dari pilar. Keuntungan lain dari pelaksanaan sistem cantilever ini adalah adanya redistribusi momen dari konstruksi tiga bentang sehingga penampang jembatan lebih optimal. Tercatat jembatan Maas River di Belgia (1949) merupakan jembatan beton pratekan sistem menerus yang pertama kali dibuat di dunia. Di Indonesia jembatan tipe ini pertama kali dibangun adalah jembatan Rantau Berangin di provinsi Riau pada tahun 1972 dan sejak itu tidak kurang ada 3 jembatan sejenis lainnya yang 3

4 dibangun dengan panjang bentangan yang bervariasi yaitu: Jembatan Rantau Berangin (198m). Provinsi Riau dengan bentang utama 121m dan bentang sisi simetris 38,5m yang dibangun pada kurun waktu Jembatan Rajamandala (222m). Provinsi Jawa Barat dengan bentang utama 132m dan bentang sisi simetris 45m yang dibangun pada kurun waktu Jembatan Serayu Kesugihan (274m). Provinsi Jawa Tengah dengan bentang utama 128m dan bentang sisi masing-masing 62m dan 84m yang dibangun pada tahun Jembatan Mojokerto (230m) Provinsi Jawa Timur dengan bentang utama 62m. Konfigurasi jembatan m dibangun pada kurun waktu Jembatan Arakundo (210). Provinsi Aceh dengan bentang utama 96m dan bentang sisi simetris 57m yang dibangun pada tahun Khusus untuk tiga jembatan pertama di atas, telah direncanakan oleh Putra-Putra Indonesia. Jembatan Rajamandala direncanakan oleh Prof. Rosseno dan Prof. Wiratman. Sedangkan untuk jembatan Rantau Berangin direncanakan oleh Ir. Lutfi dan untuk jembatan Kesugihan direncanakan oleh Direktorat Espran (sekarang Direktorat Bina Teknik, Ditjen Bina Marga) dan pihak PT Hutama Karya. Dilihat dari konfigurasi bangunan atas jembatan tipe ini, tampak bahwa besarnya bentangan ini memang tidak bisa dijangkau lagi oleh konstruksi bangunan atas dari standar rangka baja yang umum digunakan di Indonesia maksimum berkisar 60m sampai dengan 100m, disamping ditunjang dengan kondisi sungai dan kebutuhan bentangan yang memungkinkan untuk dibuat dengan konfigurasi tiga bentangan. Umumnya jembatan tipe ini dibuat dengan bentangan utama berkisar 70 sampai lebih dari 250m. Sedangkan untuk konfigurasi bentangan yang lebih besar dimana sistem ini tidak optimal lagi, penggunaan konstruksi yang menggunakan kabel sebagai elemen utama yang akan menjadi pilihan. Sejarah penggunaan metode konstruksi cantilever pada gelagar box pratekan ini sebenarnya sudah lama digunakan pada konstruksi baja dan Brazil merupakan negara pertama yang menggunakan metode konstruksi cantilever untuk jembatan gelagar beton yaitu pada jembatan Rio do Peixe, Herval dengan bentang utama 68,5m. Sedangkan, jembatan pertama dibangun 4

5 dengan menggunakan metode konstruksi balance cantilever adalah jembatan Lahn, Jerman (1951) dengan bentang utama 62m dan dua tahun kemudian disusul oleh jembatan Nibelungen, Jerman dengan bentangan 101,65m + 114,2m + 104,2m. b. Tantangan Ke Depan Dilihat dari statistik jumlah jembatan yang ada di Indonnesia baik pada ruas jalan Nasional dan jalan Provinsi kondisi umum rata-rata jembatan dapat dikatakan 95% jembatan dalam kondisi mantap. Pembangunan maupun penggantian jembatan di Indonesia khususnya untuk ruas jalan nasional dan provinsi sudah dapat dikatakan hampir selesai. Pada saat ini program pemeliharaan dan rehabilitasi jembatan terus dipacu untuk menjamin jaringan jalan yang sudah dibangun tetap operasional sedangkan program penggantian dan pembangunan baru semakin berkurang pada dasawarsa mendatang ini. Disamping itu, tantangan ke depan yang akan dihadapi dalam bidang jembatan di Indonesia adalah pembangunan jembatan-jembatan yang melintasi sungai-sungai besar dan jembatanjembatan yang dapat menghubungkan pulau-pulau di tanah air ini. Keadaan ini menuntut jembatan-jembatan dengan bentang panjang mutlak diperlukan terutamanya untuk melintasi sungai-sungai besar dan teluk-teluk yang ada di Indonesia yang umumnya digunakan pula sebagai prasarana transportasi hasil tambang/hutan dan pelayaran ocean-going yang melayani kebutuhan expor-impor komoditi. Khusus di Pulau Kalimantan dimana sungai-sungai yang ada umumnya berbentuk palung yang dalam, dari keseluruhan ruas trans-kalimantan masih ada segmen jalan yang belum bisa dihubungkan secara langsung lewat prasarana darat, seperti untuk melintasi sungai Kapuas di Kota Tayan di Provinsi Kalimantan Barat dan untuk lintasan di Teluk Balikpapan. Kedua lintasan ini memiliki bentangan yang relatif cukup besar, kurang lebih 1000 sampai 2000 meter. Sedangkan beberapa lintasan yang lain yang sudah ada (di Pulau Kalimantan ini) dapat dikatagorikan cukup besar di Indonesia sudah diselesaikan seperti Jembatan Kapuas Landak, Jembatan Semuntai, Jembatan Kapuas Murung, Jembatan Mahakam-1 dan Jembatan Sungai Barito. Menyusul Jembatan Mahakam-2, 50 km di hulu jembatan Mahakam-1. Terakhir ini akan dibuka untuk umum pada tahun 2001 mendatang dan menjadi jembatan gantung dengan bentang terpanjang di Indonesia (270 meter) dengan panjang total 705 meter. Pembangunan jembatan dengan bentang besar harus didasarkan pada aspek teknis dan ekonomis serta aspek lingkungan terutama keserasian terhadap daerah sekelilingnya. Pertimbangan untuk mendapatkan opening-span yang ditentukan sebesar 240 meter seperti 5

6 pada jembatan Barito tidak dapat lagi menggunakan teknologi jembatan rangka baja standar, yang umumnya digunakan untuk bentang pendek sampai dengan bentang 100 meter. Karena diperkirakan berat per meter struktur bangunan atas menjadi kurang lebih 9,9 ton/m. Ini jauh lebih besar dari berat rata-rata untuk bentangan 100 m yang kurang lebih 3,5 ton/m. Oleh karena itu, teknologi jembatan alternatif sangatlah diperlukan khususnya lintasan teluk seperti Teluk Balikpapan dan Teluk Ambon. 3. Jembatan dengan Teknologi Kabel Penguasaan teknologi pembangunan jembatan bentang panjang baik dari aspek peralatan, material maupun perencanaannnya mutlak dibutuhkan. Pembangunan jembatan di daerah perkotaan dengan kondisi lahan yang terbatas dan volume lalu-lintas yang harus tetap operasional, menuntut diperlukannya peralatan dan metode konstruksi yamg tepat serta material yang baik, disamping teknologi yang menunjangnya. Penggunaan dan penguasaan teknologi material yang kuat dan ringan juga sangat diperlukan untuk pembangunan jembatan berbentang panjang. Material yang kuat dan ringan yang sering dipakai pada konstruksi jembatan umumnya berupa komponen kabel baja atau strand. Kabel sebagai komponen utama jembatan, pertama kali dipakai pada jembatan gantung yang dibuat pada abad 19 masih menggunakan baja cor biasa. Perkembangan teknologi material kabel ini semakin hari semakin berkembang. Penggunaan kabel sebagai elemen utama jembatan umumnya dipakai dalam bentuk konfigurasi suspension (gantung) dan cable-stayed atau kombinasi kedua sistem tersebut. Konsep jembatan gantung (Gambar no. 1) sendiri sudah lama dikenal dan Jembatan Menai (177m) di Inggris yang dibangun pada tahun 1826 merupakan jembatan gantung pertama. Umumnya konsep jembatan ini digunakan untuk bentangan yang cukup panjang yang tidak memungkinkan menggunakan konsep cable-stayed. Gambar no. 1 Jembatan Gantung 6

7 Penggunaan konfigurasi ini pada pembangunan jembatan bentang panjang sudah banyak digunakan sejak awal abad 20-an diantaranya adalah Jembatan Golden Gate di San Francisco, USA dengan bentangan 1280 meter dan jembatan gantung Akasi-Kaikyo yang menghubungkan 2 pulau besar di Jepang yaitu pulau Honshu dan Shikoku, JEPANG yang selesai pada tahun 1998 merupakan jembatan gantung terpanjang di dunia dengan bentangan bersih pylon ke pylon adalah 1991 meter. Sedangkan jembatan dengan konfigurasi cable-stayed, dimana sistem deck jembatan didukung oleh kabel yang dihubungkan langsung dengan pylon (Gambar no. 2) umumnya di pakai untuk jembatan dengan bentangan sedang sampai 450 meter. Teknologi jembatan ini dikembangkan oleh Jerman setelah Perang Dunia II dimana pada saat itu pemerintah Jerman dihadapkan pada pembangunan jembatan dalam jumlah yang besar akibat perang dengan waktu dan biaya yang murah. Teknologi jembatan cable-stayed ini sebenarnya sudah dikenal sejak zaman dahulu bahkan sebelum teknologi jembatan gantung. Pada saat ini jembatan dengan konfigurasi cable-stayed terpanjang yang pernah dibangun adalah Jembatan Normandi di Perancis dengan bentang utama pylon ke pylon adalah 856 meter dan merupakan rekor dunia untuk sistem ini. Gambar no. 2 Jembatan Cable-Stayed Penggunaan sistem cable-stayed pada jembatan bentang yang lebih panjang akan memerlukan pylon yang cukup tinggi sehingga tidak ekonomis bila digunakan. Perkembangan baru untuk mendapatkan bentangan yang relatif lebih besar dari sistem ini yaitu dengan memberikan gaya tarik pada sistem gelagar jembatan untuk mengurangi gaya tekan yang terjadi sistem cablestayed. Gaya tarik ini diberikan dengan cara menghubungkan satu kabel stay yang langsung dihubungkan dengan angker-blok. Sistem ini diperkenalkan oleh JMI Consultan, PERANCIS yang diberi nama BI System. Konsep gabungan antara suspension dan cable-stayed merupakan sinergi yang memungkinkan sebagai alternatif untuk mendapatkan bentangan ultra panjang dimana sistem cable-stayed yang ada mencapai batas kemampuan maksimunnya sedangkan konsep gantung tidak 7

8 kompetitif untuk bentangan pendek. Teknologi jembatan yang menggabungkan konsep-konsep jembatan kabel yang sudah ada, dikenal dengan nama Sistem Hibrida (Gambar no. 3) yang merupakan rekayasa untuk mendapatkan jembatan dengan bentangan ultra panjang. Gambar no. 3 Jembatan Sistem Hibrida 4. Perkembangan Teknologi Kabel Baja Jembatan Untuk mendukung konstruksi yang besar, umumnya dipilih material kuat dan ringan. Pada konstruksi jembatan yang sering dipakai berupa komponen kabel baja atau strand. Kabel sebagai komponen utama jembatan pertama kali dipakai pada jembatan gantung yang dibuat pada abad 19 masih menggunakan baja biasa. Teknologi material kabel ini semakin hari semakin baik dan saat ini sudah banyak digunakan pada jembatan gantung atau jembatan cable-stayed. Kualitas kabel baja yang digunakan pada jembatan gantung umumnya memiliki tegangan ultimate 1570MPa seperti yang digunakan pada Jembatan BARITO di Kalimantan Selatan. Namun pada saat ini sudah dapat dibuat kabel dengan tegangan ultimate 1770MPa seperti yang dipakai untuk jembatan gantung MAHAKAM-2 di Tenggarong, Kalimantan Timur. Kabel pada jembatan ini disusun dalam bentuk spiral strand dengan diameter 57,9 ± 0,5mm yang terbuat dari 115 wire yang berdiamter antara 3,810 4,826 mm yang umumnya dibuar dipabrik yang kemudian diangkut ke lokasi jembatan. Modulus Elastisitas dari kabel tersebut, kurang lebih MPa (modulus elastisitas mild steel MPa). Diameter terbesar yang dapat dibuat adalah 110mm. Untuk jembatan gantung yang relatif lebih panjang kabel penggantung umumnya disusun dilokasi atau sering disebut dengan Aerial Spinning baik dalam bentuk paralel wire ataupun long lay wire. Pada jembatan gantung Akashi-Kaikyo kabel penggantung dibuat dalam bentuk paralel wire atau dikenal dengan Aeral Spining Paralel Wire Strand. Sedangkan, kabel yang dipakai pada jembatan sistem cable-stayed, lebih sering digunakan 7 wire strand (strand) dengan diameter 0,5 inch atau 0,6 inch. Kabel ini, umumnya yang memiliki 8

9 modulus elastisitas berkisar MPa, dan akhir-akhir ini sudah bisa dibuat dengan tegangan ultimate 2000MPa. Masing-masing strand umumnya dibungkus dengan High Density Polyethelen (HDPE) untuk melindungi terhadap bahaya korosi sedangkan untuk masing-masing wire dapat diberi perlindungan hot dip galvanized. Dalam penggunaannya pada sistem jembatan cable-stayed, strand tersebut dapat dibundel sampai sebanyak 87 strand tergantung pada sistem angker blok yang ada dan kemudian dapat dibungkus dengan HDPE sebagai proteksi terakhir. 5. Bentang Maksimum Berapa panjang bentang jembatan yang maksimum dapat dipakai untuk melintasi teluk ataupun selat adalah sangat tergantung pada tingkat penguasaan teknologi jembatan dari perencana. Penguasaan teknologi tersebut yang harus dikuasai oleh para perencana meliputi: Penguasaan teknologi bahan khususnya baja. Penguasaan dalam pemilihaan konfigurasi struktur termasuk teknologi. Penguasaan dalam permodelan struktur dan dalam melakukan analisis. Penguasaan pembuatan model dan pengujian. Seperti dijelaskan sebelumnya, teknologi Jembatan berkembang terus dari tahun ke tahun tercerminkan dengan semakin panjangnya bentang jembatan yang berhasil dibangun. Hal ini ditunjukan juga dengan beberapa buku rujukan dimana tidak sedikit buku-buku rujukan tentang jembatan masih menyatakan bahwa jembatan kabel dengan konfigurasi cable-stayed ekonomis untuk bentangan pendek sampai menengah (450meter) tetapi dengan perkembangan teknologi sekarang sudah ada yang dibangun dengan bentang tengah 856meter. Perkembangan ini terlihat semakin mencolok pada awal abad ke-21 ini. Tabel 1 berikut ini menunjukan trend perkembangan panjang bentang tengah jembatan gantung sejak pembangunan jembatan gantung modern pertama di Menai pada tahun 1826 sampai sekarang. 9

10 Tabel 1. Jembatan Gantung Bentang Panjang Nama Jembatan Panjang Bentang (m) Selesai Bangun Negara Menai 177 Thn 1826 Inggris Brooklyn 486 Thn 1883 Amerika Serikat Golden Gate Thn 1937 Amerika Serikat Selat Messina Design Italia Selat Gibraltar Design Spanyol/Marocco Apabila data tersebut diplot dengan panjang bentang sebagai fungsi tahun bangun, maka akan didapatkan suatu kurva eksponensial seperti Gambar no. 4. Kurva ini menunjukkan batas panjang bentang tengah jembatan gantung maksimum yang dapat dicapai dengan dukungan kemampuan teknologi ultimit pada suatu kurun waktu tertentu. Gambar 4. Perkembangan Teknologi Jembatan (after Wiratman) Mengingat bentuk kurva di atas adalah eksponensial, maka hal ini berarti bahwa perkembangan Teknologi Jembatan di masa lampau terjadi relatif lambat dan bergerak semakin cepat di masa datang. Namun, mengingat kemampuan/kekuatan bahan (khususnya baja) ada batasnya, maka dapat diperkirakan bahwa di abad ke-21 nanti kurva tersebut akan mencapai suatu titik belok, 10

11 dimana kurva tersebut beralih dari cekung menjadi cembung. Jadi, sampai kapanpun kita tidak akan mungkin dapat membuat jembatan gantung dengan bentang tengah misalnya sampai meter. Dengan adanya kurva ini, maka di tahun 2000-an seperti sekarang ini kita ketahui bahwa panjang bentang maksimum dapat dipakai untuk menyeberangi selat atau teluk berkisar antara sampai meter. Sudah barang tentu panjang bentang maksimum ini tidak harus diterapkan bila dengan bentang yang lebih pendek diperoleh hasil yang lebih menguntungkan. Tabel 2 adalah beberapa jembatan gantung yang sudah dibangun dan apabila diplot pada Gambar no. 1 di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: (1) Perencana tidak selalu memanfaatkan secara optimal kemampuan teknologi yang ada; (2) Tidak diperlukan penggunaan panjang bentang maksimum, dimana dengan bentang lebih pendek diperoleh hasil yang ekonomis. Tabel 2. Pembangunan Jembatan Gantung Bentang Panjang Nama Jembatan Panjang Bentang (m) Tahun Bangun Negara Verrazano Narrow Amerika Serikat Tsing Ma Hongkong Jiangsu Cina Humber Inggris Great Belt-East Denmark Akashi Kaikyo Jepang 6. Perkembangan Jembatan Bentang Panjang Inovasi dan perkembangan teknologi bahan khususnya baja saat ini dapat dianggap sudah mencapai ultimitnya, oleh karena itu kehandalan (performance) suatu jembatan gantung dengan bentang panjang menjadi sangat bergantung pada pemilihan konfigurasi strukturnya serta tingkat ketelitian dan kecanggihan dalam melakukan analisis dan design-nya. Ada 3 faktor yang mempengaruhi tingkat kehandalan struktur jembatan gantung, yaitu: Keseimbangan kekakuan antara pilon dan dek yang akan menentukan karakteristik vibrasi struktur dalam respon beban angin dan beban gempa. Bentuk penampang dek yang akan menentukan besarnya tahanan jembatan terhadap hembusan angin. Kepekaan terhadap instabilitas dinamik yang disebut flutter akibat angin. 11

12 Perkembangan kemampuan untuk memiliki bentang yang panjang sesungguhnya dilatarbelakangi oleh perkembangan kemampuan para perencananya dalam menangani faktorfaktor di atas. Dalam perjalanan waktu perkembangan teknologi jembatan dapat dibagi dalam 3 generasi. a. Generasi Pertama Jembatan gantung generasi pertama profil kabel gantung penggantung berupa catenary klasik atau konvensional, seperti yang ditunjukkan oleh Jembatan Golden Gate, dimana pilon dan dek jembatan relatif kaku dengan tinggi dek 8 meter. Bentuk penampang melintang dek berupa rangka baja prismatik, tahanan terhadap angin relatif besar dan tidak aerodinamis. Akibat gempa jembatan gantung Generasi Pertama akan mengalami getaran kuat pada pilon dan deknya, sedangkan akibat angin akan mengalami drag yang besar yang harus dilawan oleh inersia dan kekakuan lateral dek. Pada umumnya jembatan gantung Generasi Pertama menunjukkan kondisi flutter pada kecepatan angin yang relatif rendah. Panjang bentang tengah maksimum yang dapat dicapai oleh generasi ini hanya sekitar meter, seperti pada Jembatan Akashi Kaikyo, tinggi dek 14 meter (Gambar no. 5). 1 4,0 m 35,50 m Gambar 6. Cross-Section Jembatan Akashi Kaikyo b. Generasi Kedua Jembatan Humber merupakan jembatan dari generasi Kedua dimana pylon yang relatif kaku tetapi dek yang lebih fleksibel dengan penampang melintang berupa single box yang lebih aerodinamis. Akibat gempa jembatan gantung dari Generasi Kedua akan mengalami getaran yang relatif kuat pada pylon tetapi relatif kecil pada dek. Sedangkan akibat angin akan memberikan tahanan yang relatif kecil sehinga dapat dilawan oleh kekakuan lateral dek yang tidak terlalu besar. Pada umumnya jembatan dari Generasi Kedua menunjukkan kondisi flutter pada kecepatan angin relatif lebih besar dari jembatan Generasi Pertama. Panjang bentang tengah maksimum yang dapat dicapai oleh jembatan generasi ini adalah juga sekitar meter. Jembatan Great Belt-East dengan bentang tengah meter dan tinggi dek 4,35 meter merupakan salah satu jembatan dari Generasi Kedua yang sudah hampir mencapai batas panjang bentangnya (Gambar no. 6). 12

13 24,5 m 4,5 m Gambar 6. Penampang melintang Jembatan Great Belt-East c. Generasi Ketiga Untuk mendapatkan jarak lebih dari meter, diperlukan penyempurnaan lebih lanjut dari konsep Generasi Kedua baik pada pylon maupun pada dek. Jembatan Selat Messina (1994) dengan bentang tengah meter merupakan contoh pertama jembatan gantung Generasi Ketiga. Disini baik pylon maupun dek jembatan relatif lebih fleksibel dari generasi-generasi sebelumnya. Penampang melintang dek terdiri dari 3 box yang disebut elemen sayap (wing element), masing-masing dengan bentuk yang sangat aerodinamis dengan tinggi tidak lebih dari 3 meter. Ketiga box ini digabungkan dengan balok-balok melintang (cross beam) dengan tinggi tidak lebih dari 4,5 meter berjarak antara 30 meter dengan celah udara di antara masingmasing box (Gambar no. 7). Akibat gempa jembatan gantung ini hanya mengalami getaran kuat pada pylonnya, yang karena fleksibilitasnya yang relatif tinggi berfungsi sebagai base isolator meredam perambatan getaran lebih lanjut, sehingga deknya tetap relatif tenang. Akibat angin jembatan ini memberikan tahanan relatif sangat kecil karena bentuk dek yang sangat aerodinamis dan adanya celah-celah udara di antara masing-masing box yang dapat meloloskan angin. Jembatan ini menunjukkan kondisi flutter pada kecepatan angin yang relatif tinggi. Panjang bentang maksimum yang dapat dicapai oleh jembatan Generasi Ketiga ini diperkirakan sekitar meter, yang ditunjukan oleh rencana Jembatan Gibratar (2016) dengan bentang tengah 5000 meter itu. Di sini diterapkan sistem hibrida. 52,0 m 4,6 m 60,0 m Gambar 7. Penampang melintang Jembatan Selat Messina 13

14 7. Arah Perkembangan Jembatan Bentang Panjang Di Indonesia Jembatan-jembatan gantung yang sudah atau sedang dibangun di Indonesia dewasa ini baru berbentang ratusan meter. Seperti ditunjukkan dalam Tabel 3, tiga jembatan gantung pertama yang sudah atau sedang dibangun di Indonesia dewasa ini adalah berturut-turut Jembatan Membramo (1996) dengan bentang tengah 235 meter, Jembatan Barito (1997) dengan bentang tengah 240 meter dan Jembatan Mahakam II (1998) dengan bentang tengah 270 meter. Ketiga jembatan ini masih menganut konsep Generasi Pertama. Tabel 3. Jembatan Panjang di Indonesia Nama Konfigurasi Kabel Panjang Bentang Tahun Generasi Jembatan (m) Bangun Membramo Double Catenary Pertama Barito Double Catenary Pertama Mahakam II Classical Pertama Batam-Tonton Cable-Stayed Kedua Jembatan antara Pulau Batam dan Pulau Tonton (1998), salah satu dari 6 jembatan Barelang, sebenarnya bukan merupakan jembatan gantung tetapi jembatan cable stayed. Untuk jenis jembatan cable stayed, bentang tengah sepanjang 350 meter tergolong cukup panjang. Dengan penampang melintang dari deknya berupa single box berbentuk aerodinamik, maka konsepnya adalah ekuivalen dengan konsep Generasi Kedua dari jembatan gantung. 8. Konstruksi Jembatan Versus Bentang Ekonomis Untuk jembatan bentang panjang, kabel umumnya dipakai sebagai elemen utama bangunan atas mengingat bahan konstruksi lainnya biasanya tidak lagi efektif digunakan. Batas maksimum suatu jenis bangunan atas jembatan yang masih efektif, dapat dilihat pada Gambar no. 8 di bawah. Gambar ini menunjukan skematik berbagai jenis bangunan atas jembatan sebagai fungsi dari panjang bentang maksimum yang dapat dicapai dilihat dari segi teknis perencanaan dan pelaksanaan maupun dari segi efisiensi. Untuk bentangan jembatan lebih besar 200 meter terlihat jembatan yang didukung dengan sistem kabel lebih ekomonis. Sedangkan untuk bentang lebih kecil, bangunan atas berupa rangka baja pelengkung atau jembatan balok pelengkung menjadi pilihan. Sedangkan untuk bentangan yang lebih pandek biasanya digunakan rangka baja tipe warren atau beton pratekan. 14

15 Lebih lanjut, untuk jembatan dengan sistem kabel pada bentangan yang lebih dari 1000 meter, tipe cable-stayed tidak lagi ekonomis dan tipe gantung akan menjadi pilihan. Disamping itu, pemilihan tipe cable-stayed atau gantung juga sangat dipengaruhi oleh lebar jembatan dan jenis rangka pengaku yang digunakan. TIPE BANGUNAN Gantung Balok T Pratekan Rangka Baja Cable Stayed Gantung Cable Stayed Balok T Modi Pratekan U Bentang Ekonomis Rangka Baja Pratekan U Pratekan Balok T Modifikasi Balok T Gambar 8. Bentang Ekonomis Jembatan BENTANG (M) Sistem konfigurasi kabel sebagai elemen utama bangunan atas jembatan dalam penggunaannya biasanya dalam bentuk cable-stayed ataupun dalam bentuk gantung atau gabungan kedua konfigurasi tersebut. Kabel sebagai elemen struktural jembatan disini hanya dapat menerima dan kuat terhadap beban aksial tarik saja dan tidak dapat menerima atau menahan beban momen maupun beban geser serta puntir. 9. Prosedur Pengadaan Jembatan Bentang Panjang Pengadaan jembatan bentang panjang seperti Jembatan Teluk Balikpapan maupun jembatan Teluk Ambon harus melalui tahapan-tahapan studi yang komprehensip dan mendetail studi sosial ekonomi dan budaya, Pra-FS, FS, Preliminary Design, Design Development, Detail Engineering dan seterusnya seperti digambarkan pada flow-chart berikut ini. 15

16 Studi Sosial Ekonomi & Pra- Studi Kelayakan (1 Th) Studi Kelayakan (1 Th) Preliminary/ Design Development (1 Th) Final Engineering (2 Th) Konstruksi dan Supervisi (3 Th) Operasional Dan Pemeliharaan Flow-Chart 1 Tahapan Pekerjaan Proyek 10. Evaluasi Kebijakan Perencanaan Pembebanan Peraturan perencanaan jembatan Bina Marga (BMS 92) merupakan pegangan dalam perencanaan jembatan di Indonesia. Peraturan ini memberikan saran perencanaan jembatan yang dapat menjamin tingkat keamaan, kegunaan dan tingkat penghematan yang masih dapat diterima dalam perencanaan struktur jembatan atau dengan kata lain merupakan standar minimum yang menjamin keamanan, kegunaan dan penghematan dalam perencanaan jembatan (yang masih dapat diterima). Peraturan Bina Marga ini, mencakup perencanaan jembatan jalan raya dan pejalan kaki. Untuk jembatan bentang panjang (lebih dari 100 meter) dan penggunaan struktur yang tidak umum atau yang menggunakan material dan metode baru harus diperlakukan sebagai jembatan khusus. Prinsip umum perencanaan yang diatur dalam peraturan ini, harus didasarkan pada prosedur yang memberikan kemungkinan-kemungkinan yang dapat diterima, untuk mencapai suatu kondisi batas selama umur rencana jembatan. Dengan asumsi jembatan dibangun memenuhi persyaratan perencanaan dan dipelihara dengan baik selama umur rencana (umur rencana peraturan ini adalah 50 tahun). Perlu dicatat bahwa jembatan-jembatan tidak direncanakan untuk dapat mendukung semua kemungkinan beban, seperti beban yang ditimbulkan akibat perang. Namun demikian setiap aksi atau pengaruh yang terjadinya yang dapat diramalkan sebelumnya, harus dipertimbangkan dalam perencanaan. 16

17 a. Ultimate Limit States Aksi-aksi yang dapat menyebabkan suatu jembatan menjadi tidak aman, merupakan aksi-aksi batas (ultimate actions) dan respon jembatan yang disebabkannya merupakan keadaan batas puncak (Ultimate limit state, ULS). Keadaan batas puncak adalah: (1) Kehilangan keseimbangan statis akibat sliding, overturning atau terangkat baik sebagian maupun keseluruhan jembatan; (2) Kerusakan bagian jembatan akibat fatik dan atau korosi yang menyebabkan keruntuhan dapat terjadi. (3) Keadaan purna elastis atau tekuk, dimana keruntuhan dapat terjadi pada satu atau lebih bagian jembatan; dan (4) Keruntuhan fondasi yang menyebabkan pergerakan yang berlebihan, atau keruntuhan bagian-bagian penting jembatan. Aksi ultimate didifinisikan, adanya kemungkinan 5% keadaan untuk dilampaui selama umur rencana jembatan. b. Seviceability Limit States Keadaan batas daya layan (serviceability Limit States, SLS) dicapai apabila reaksi jembatan tidak layak pakai atau menyebabkan kehawatiran umum (masyarakat) terhadap keamanan jembatan atau kekuatan, atau umur layan jembatan berkurang secara signifikan. Keadaan batas daya layan ditandai dengan: (1) Perubahan bentuk permanen dari fondasi atau elemen utama jembatan; (2) Kerusakan permanen akibat korosi, retak dan fatik; (3) Vibrasi; dan (4) Banjir pada jaringan jalan dan daerah sekitarnya, dan scouring yang merusak alur sungai, tebing dan embankment jalan. Aksi-aksi yang menyebabkan keadaan batas daya layan adalah aksi-aksi daya layan. Aksi daya layan didifinisikan, kemungkinan 5% dilampaui per tahun. c. Umur Rencana Jembatan Vs Periode Ulang Kejadian Umur rencana jembatan diasumsikan 50 tahun (peraturan Bina Marga), kecuali untuk jembatan sementara dan moduler dapat diambil lebih kecil yaitu 20 tahun. Sedangkan untuk jembatan yang memiliki nilai stategis dan ekonomi yang dikatagorikan sebagai jembatan khusus (yang ditetapkan oleh yang berwenang), harus direncanakan dengan umur rencana 100 tahun atau lebih. Jembatan Teluk BALIKPAPAN dan Jembatan Teluk Ambon termasuk kelompok jembatan khusus oleh karenanya harus memenuhi kriteria tersebut. Perkiraan umur rencana tidak berarti jembatan tidak dapat berfungsi lagi pada akhir umur rencana. Dan tidak juga berarti bahwa jembatan masih bisa dipakai selama umur rencana tanpa dilakukan pemeriksaan dan perbaikan yang cukup. 17

18 Dengan umur rencana 50 tahun, periode ulang pada prinsip perencanan ULS adalah 1000 tahun, mengingat kemungkinan terjadinya aksi dengan periode ulang tersebut, dibatasi sebesar 5%. Sedangkan pada perencanaan SLS, periode ulang aksi adalah 20 tahun. Hubungan antara periode ulang dan umur rencana jembatan adalah sebagai berikut: P r D 1 1 = 1 LLLLLLLLLLLLLLLLLLLL L[1] R Dimana: P r = kemungkinan terjadi selama umur rencana (%) R = umur rencana jembatan (tahun) D = periode ulang (tahun) Periode ulang kejadian untuk prinsip perencanaan ULS untuk umur rencana jembatan 100 tahun yang dihitung dengan rumus [1] di atas adalah 2000 tahun. d. Jembatan Bentang Panjang Mengingat peraturan perencanaan yang berlaku (Bina Marga) untuk umur rencana 50 tahun, maka perlu dilakukan koreksi atas peraturan ini, agar dapat digunakan pada perencanaan Jembatan Teluk BALIKPAPAN dan Teluk Ambon. Faktor koreksi umur tersebut hanya digunakan pada perencanaan Ultimate Limit States. Faktor koreksi ini dapat ditentukan dengan asumsi bahwa frekuensi terjadi kejadian acak mengikuti distribusi eksponensial dan ini dianggap cukup tepat untuk kasus banjir, angin topan dan temperatur (tinggi). Distribusi ini diasumsikan juga cukup akurat untuk beban lalu-lintas (ekstrim), tetapi tidak dapat dipakai untuk pengaruh gempa. Dengan menggunakan distribusi eksponensial, maka hubungan antara besarnya aksi dan periode ulang rata-ratanya dapat ditentukan sebagai berikut: M M 0 Ln( Ri ) LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL Ln( R ) 1 = L 0 [2] Dimana: Mo = besaran yang diketahui R o = periode ulang dari M o M 1 = besaran dari periode ulang R 1 18

19 R 1 = periode ulang dari M 1 Dari rumus [2] di atas faktor koreksi umur rencana jembatan 100 tahun dari umur rencana 50 tahun adalah 1.1x, atau dengan kata lain besar aksi yang ada pada peraturan perencanaan Bina Marga harus dikalikan dengan faktor sebesar 1.1, terutama untuk beban lalu-lintas, angin, temperatur dan banjir. Aplikasi dari faktor koreksi umur dari peraturan Bina Marga pada beban lalu-lintas UDL (D-Lane load) sebagai berikut: 15 q = 1,10 x 8 0,5 + LLLLLLLLLLLLLLLL L[3] L Dimana: L = panjang bentang (m) q = intensitas beban dalam kpa. Umumnya, jembatan yang termasuk kelompok jembatan khusus, memiliki panjang bentang lebih besar dari 100 meter, yang merupakan batas atas dari jembatan standar yang diatur peraturan Bina Marga tersebut, maka standar beban lalu-lintas, perlu ditinjau. Biasanya besarnya, L harus ditentukan dari konfigurasi beban lalu-lintas yang menyebabkan konstruksi menjadi kritis. Untuk mendapatkan panjang bentang yang menyebabkan kondisi kritis, dapat dilakukan dengan menggunakan garis pengaruh. 11. Pengembangan Konsep Analisis a. Perilaku Kabel Jembatan Untuk dapat mendukung beban yang bekerja pada lantai jembatan khususnya pada jembatan sistem cable-stayed, maka kabel penggantung harus diberi gaya pratekan. Untuk memberikan gaya pratekan pada kabel, maka perlu dihitung panjang kabel yang diperlukan sehingga didapatkan gaya pratekan yang diinginkan. Rumus catenary dibawah ini dapat digunakan untuk menentukan panjang kabel yang diperlukan untuk mendapatkan gaya pratekan yang diinginkan. ζ = L 2 4h 1 + L 2 1 4h L + sinh 4h L L L L L L L L [4] 19

20 2 P = ωl LLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLLL [5] 8h dimana: ζ = panjang kabel L = jarak lurus kabel h = sag kabel ω = berat sendiri kabel P = gaya axial pada kabel Dalam aplikasi perencanaan jembatan dengan sistem cable-stayed, dimana umumnya gaya axial kabel (P), berat sendiri kabel (ω), dan jarak lurus kabel diketahui, dengan menggunakan rumus-rumus catenary di atas, maka panjang kabel yang diperlukan dapat ditentukan. Rumus lain yang dapat dipakai untuk menentukan panjang kabel adalah 8 ζ = L h L h L 4 + L LLLLLLLLLLLLL [6] Panjang kabel yang dihitung dengan rumus [6] ini, akan sama dengan yang dihitung dengan rumus [4] di atas. b. Jembatan Cable-Stayed Dalam pelaksanaan konstruksi jembatan, setiap tahapan konstruksi, besarnya gaya-gaya dalam, tidak boleh melampaui kapasitas penampang dan pada tahap akhir pembeban, perpindahan titik puncak tower dan lendutan lantai jembatan harus memenuhi yang disyaratkan dalam perencanaan. Pada kasus jembatan sistem cable-stayed, pada tahap akhir dari pembebanan (beban konstruksi), displacement dari puncak tower harus sekecil mungkin dan masih dalam toleransi. Demikian pula dengan lendutan pada lantai jembatan. Sebagai syarat, bahwa displacement dari lantai pada posisi kabel (stay support) akibat beban konstruksi bekerja harus sekecil mungkin. Dengan dicapainya lendutan pada posisi kabel yang kecil, bidang momen dari lantai jembatan menjadi optimun dan bahkan dapat dicapai kondisi momen positif hampir sama dengan momen negatif pada setiap peralihan antar tumpuan stay. 20

21 Untuk mendapatkan kondisi tersebut di atas dapat dilakukan dengan mengaplikasikan gaya pratekan (gaya axial) pada kabel. Dengan cara demikian, setiap tahapan pelaksanaan konstruksi jembatan besarnya gaya pratekan dapat ditentukan. Analisa struktur jembatan sistem cable-stayed, metode konstruksi akan menentukan tahapan analisa. Untuk maksud tersebut dalam melakukan analisa struktur jembatan cable-stayed, paket software yang memilki kemampuan menganalisa elemen kabel dapat digunakan dengan memanfaatkan metode konstruksi yang dijelaskan berikut ini. Metode konstruksi jembatan ditentukan dengan sistem kantilever dengan menggunakan traveller. Analisa 2-D digunakan untuk menentukan gaya pratekan pada kabel untuk mendukung berat sendiri konstruksi dan perkiraan beban lalu-lintas yang akan bekerja serta beban akibat peralatan konstruksi. Pada tahapan analisa 2-D ini, akibat berat sendiri dan akibat beban tambahan, profile cable (gaya pratekan) ditentukan sehingga demikian lantai jembatan tidak mengalami sag (diukur dari kondisi awal analisa) dan tower jembatan tidak mengalami overstress, yang umumnya diukur dimana puncak tower dikontrol sehingga pada saat awal service tidak mengalami perpindahan (offset) dari kondisi awal analisa atau sebelum beban lantai bekerja. Untuk mendapatkan kondisi demikian, maka gaya pratekan pada masing-masing kabel harus ditentukan secara iterasi, agar didapatkan kondisi yang optimun. Mengingat dalam mendapatkan profile kabel yang optimun diperlukan iterasi, maka kondisi simetris jembatan dapat dimanfaatkan, agar experimental dapat lebih mudah dan mengurangi waktu kerja. Setelah profile kabel ditentukan, analisa 3-D diperlukan untuk mendapatkan perilaku konstruksi terhadap konfigurasi beban lalu-lintas. Perilaku jembatan terhadap beban angin, gempa juga akan ditentukan dari analisa 3-D. Namun demikian dalam tahap analisa 2-D beban-beban tersebut harus juga dipertimbangkan mengingat selama pelaksanaan jembatan, pengaruh beban tersebut tidak bisa diabaikan. 21

22 Panjang kabel dan Sag Gambar no. 9 Gaya Pratekan Pada Jembatan Cable-Stayed c. Jembatan Gantung Seperti pada analisa struktur jembatan cable-stayed, profil atau geometri kabel ditentukan untuk sesuai tahapan pembebanan konstruksi. Geometri kabel umumnya ditentukan dengan menetapkan panjang kabel penggantung sehingga setelah beban mati beserta beban mati tambahan bekerja displacement puncak tower jembatan tidak mengalami over-stress. Apabila program komputer digunakan, panjang kabel dapat ditentukan secara coba-coba seluruh beban mati yang diperkirakan akan bekerja pada sistem konstruksi/jembatan dan umumnya dapat dicapai dengan relatif lebih mudah dibandingkan dengan sistem cable-stayed dan analisa struktur demikian dapat dilakukan dalam 2-D. Dengan melakukan tahapan analisa seperti dijelaskan di atas secara teknis sistem lantai jembatan gantung tidak mengalami tegangan awal akibat beban mati kecuali gelagar melintas yang meneruskan beban mati yang bekerja pada lantai ke titik simpul dimana hanger berada. Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisa konstruksi akibat beban lalu-lintas dan harus dilakukan secara 3-D. Selanjutnya mengingat beban mati struktur diteruskan atau dibebankan langsung ke kabel utama jembatan dalam analisa maka tahapan pelaksanaan harus diusahakan memenuhi prosedur ini. Gambar no. 10 Tahapan Konstruksi Sistem Gantung 22

23 d. Jembatan Sistem Hibrida Tahapan analisa bangunan atas sistem ini dapat dilakukan dengan menggabungkan tahapan analisa sistem cable-stayed dan jembatan gantung. Dek jembatan pada daerah dekat dengan tower dapat dilakukan pelaksanaan konstruksi lebih awal bersamaan dengan pelaksanaan tower. Setelah itu dilanjutkan dengan penyelesaian bagian akhir tower dan kemudian dilanjutkan dengan pemasangan kabel utama jembatan gantung dan perakitan lantai jembatan bagian tengah jembatan yang didukung oleh sistem gantung. Gambar no. 11 Tahapan Konstruksi Sistem Hibrida 12. Perencanaan Kabel Jembatan Prinsip perencanaan ULS seperti dijelaskan pada bagian 6.4.2, digunakan untuk perencanaan kekuatan jembatan. Sedangkan prinsip perencanaan SLS hanya digunakan untuk pembatasan lendutan, vibrasi dan besarnya keretakan beton. Khusus untuk perencanaan kabel jembatan baik untuk cable-stayed ataupun untuk jembatan gantung harus dipertimbangkan pengaruh fatik. Besarnya pengaruh fatik ini kalau tidak ditentukan oleh peratruran perencanaan jembatan yang berlaku, dapat diambil terbesar dari yang berikut ini: Breaking Load Kabel = 1,75 x gaya ULS. Breaking Load Kabel = 2,25 x gaya SLS. 13. Aspek Aerodinamis Dalam Perencanaan Jembatan Bentang Panjang Penentuan panjang bentangan tunggal dari jembatan dengan sistem kabel ini disamping ditentukan oleh konfigurasi kabel yang dipilih; gantung atau cable-stayed atau kombinasinya, juga ditentukan faktor kelansingan sistem dek jembatan. Untuk tujuan perencanaan awal, panjang bentangan tunggal jembatan biasanya diambil 40 x lebar jembatan. Sehingga jembatan untuk 2 jalur lalu-lintas, bentangan maksimum yang dapat dicapai kurang-lebih 400 meter. Jembatan suspension yang masuk kelas ini yang sudah dibangun adalah Jembatan Barito (240m), Memberamo (235m) dan Mahakam-2 (270m). 23

24 Dari aspek perencanaan, jembatan dengan kabel sebagai elemen utama umumnya, tidak lagi ditentukan oleh kemampuan batas kekuatan dan daya layan struktur saja, persyaratan kehandalan aerodinamik biasanya lebih menentukan seperti kehandalan terhadap: Bangkitan Vortex/Pusaran (limited amplitude response) Turbulance (limited amplitude response) Galloping dan Staal Flutter (divergent amplitude response) Pentingnya kehandalan aerodinamik dapat dilihat dari runtuhnya jembatan Tacoma Narrows, USA pada tanggal 7 November 1940 akibat angin dengan kecepatan sekitar 60 sampai 70 km/jam saja (kecepatan angin rencana berkisar km/jam, BMS 92). Keruntuhan ini disebabkan oleh dilampauinya kecepatan kritis yang bisa ditahan oleh konstruksi jembatan agar tetap stabil. Sesungguhnya, setiap jembatan memiliki frekuensi-alami (fundamental frequency) dan setiap jembatan akibat bentuk dan panjang bentangannya (sifat aerodinamis) memiliki kemampuan dalam menahan angin dan memiliki kehandalan terhadap pengaruh angin seperti tersebut di atas pada kecepatan tertentu agar tetap stabil. Kecepatan angin tertentu yang menyebabkan jembatan tidak stabil tersebut disebut kecepatan angin kritis. Standar perencanaan Inggris mensyaratkan bahwa jembatan dengan bentangan kurang dari 200 meter dan lebih dari 50 meter harus dipertimbangkan efek bangkitan aerodinamis tersebut dan untuk struktur yang memiliki frekuensi-alami lebih besar dari 5 Hz dapat dianggap stabil terhadap bangkitan vortex. Sedangkan untuk struktur jembatan yang memiliki bentangan lebih besar dari 200 meter harus dilakukan uji model (wind tunnel test). Tabel 4 menunjukan perbedaan karakteristik dinamik dan kepekaan terhadap gajala flutter dari jembatan gantung bentang panjang dari ketiga generasi. Rasio frekuensi-alami pertama ragam torsi dan ragam lentur merupakan indikator bagi kepekaan jembatan terhadap kondisi flutter. Rasio ini harus selalu lebih besar dari 1. Bila rasio tersebut tepat sama dengan 1 maka ragam lentur dan ragam torsional menjadi berimpit, suatu kondisi yang sangat rawan terhadap gejala flutter. Kondisi seperti inilah yang terjadi pada Jembatan Tacoma Narrows yang runtuh akibat flutter pada tanggal 7 Nopember 1940, hanya 4 bulan setelah dibuka. 24

25 Tabel 4. Fundamental Frekuensi dan Kecapatan Angin Kritis (after Wiratman) Frekuensi Frekuensi Rasio Kecepatan Panjang Alami Alami Frekuensi Angin Kritis Bentang Jenis Pertama Pertama Pertama Penyebab JEMBATAN Tengah Dek Ragam Ragam Ragam Flutter Lentur Torsi Torsional dan Lentur (m) (Hz) (Hz) (m/detik) Generasi Pertama Innoshima (Jpn) 770 Rangka ,1 66 Minami-Bisan Seto (jpn) Rangka Akashi Kaikyo (jpn) Rangka Generasi Kedua Humber (Inggris) Single Box Great Belt-East (Denmark) Single Box Generasi Ketiga Selat Messina (Italia) Multi Box Selat Gibraltar (Spanyol/Marocco) Multi Box Dari Tabel 4 terlihat bahwa jembatan gantung dari Generasi Ketiga memiliki kecepatan angin kritis yang menyebabkan flutter relatif tinggi. Karena struktur deknya relatif sangat ringan, maka dari segi penggunaan bahan jembatan-jembatan dari Generasi Ketiga ini adalah yang paling ekonomis. Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa dalam merencanakan jembatan bentang panjang baik jenis gantung maupun cable-stayed untuk menyeberangi selat atau teluk dewasa ini, sudah meninggalkan konsep Generasi Pertama. Sedangkan untuk bentang super-panjang harus sudah menerapkan konsep-konsep Generasi Ketiga. Selanjutnya penguasaan teknologi jembatan ini sudah sewajarnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, bukankah Indonesia memiliki banyak sungai besar dan pulau yang perlu dihubungan dengan jalan darat. 25

26 DAFTAR RUJUKAN: 1. Dr. Ir. Mustazir, Perkembangan Jembatan di Indonesia, Seminar Unbraw, Prof. Dr. Ir. Wiratman Wangsadinata, Jembatan Selat Sunda dan Kelayakannya Sebagai Penghubung Jawa dan Sumatera, Christian Men (1990), Prestressed Concrete Bridges, Birkhauser Verlag, Basel. 4. Soehartono Martakim and Mustazir, Bridge Policy in Indonesia, Kualalumpur Herry Vaza dan Yayan Suryana, Gagasan Pembangunan Jembatan Selat Sunda & Bali Sebagai Bagian Dari Trans-Asian Highway, KRTJ-5, Yogyakarta, Sepetember Lanny Hidayat dan Herry Vaza, The Design and Construction of the Kahayan Bridge in Central Kalimantan Steel Arch Box Girder, International Conference on long-span Bridges Towards Fixed Links in Major Indonesian Strait, Surabaya, September Herry Vaza dan Bachruddin Noor, Ciri-ciri Khusus Konsepsi Jembatan Mahakam-2 (Suspension), KRTJ-4, Padang, Juli Mustazir dan Lanny Hidayat, Demand and The Development of Long Span Bridge in Indonesia, International Conference on long-span Bridges Towards Fixed Links in Major Indonesian Strait, Jakarta, September Mustazir dan Herry Vaza, Jembatan Cable-Stayed Teluk Balikpapan Sebagai Land Mark Kalimantan Timur Dalam Menyambut Abad Ke-21, Samarinda, Desember, Direktorat Jenderal Bina Marga, Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan, Bagian 1,2 dan Penjelasan, Jakarta MICROSTRAN V5.5, Reference Manual, Engineering Systems, Sydney SPACEGASS V8.00a, Reference Manual, Integrated Technical Software, Melbourne

SEJARAH PERKEMBANGAN JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG. Oleh : Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata

SEJARAH PERKEMBANGAN JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG. Oleh : Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata SEJARAH PERKEMBANGAN JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG Oleh : Prof.DR.Ir. Wiratman Wangsadinata 1. BENTANG MAKSIMUM Dalam merencanakan jembatan gantung untuk menyeberangi suatu selat, pertanyaan pertama yang

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA

ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA ANALISIS PERBANDINGAN PERILAKU STRUKTUR JEMBATAN CABLE STAYEDTIPE FAN DAN TIPE RADIALAKIBAT BEBAN GEMPA Masrilayanti 1, Navisko Yosen 2 1,2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Andalas Masrilayanti@ft.unand.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jembatan kabel (cable stayed bridge) merupakan salah satu jenis jembatan dimana struktur utama berupa gelagar yang ditahan oleh satu atau lebih kabel yang dipasang miring

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Identifikasi Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan suatu konstruksi yang dibangun untuk melewati suatu massa berupa lalu lintas, air dan sebagainya yang dianggap sebagai penghalang. Semakin besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dewasa ini perkembangan pengetahuan tentang perencanaan suatu bangunan berkembang semakin luas, termasuk salah satunya pada perencanaan pembangunan sebuah jembatan

Lebih terperinci

JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG UNTUK JEMBATAN SELAT SUNDA

JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG UNTUK JEMBATAN SELAT SUNDA JEMBATAN GANTUNG ULTRA-PANJANG UNTUK JEMBATAN SELAT SUNDA Wiratman Wangsadinata Donald Essen Ireng Guntorojati Abstrak Dalam makalah ini akan diuraikan secara singkat karakteristik yang khas dari sistem

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA LAPORAN AKHIR PENELITIAN DOSEN MADYA OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA Tahun Ke-1 rencana 1 (satu) tahun Ketua: Ir. Murdini Mukhsin, MT. (NIDN. 00-0511-5501) Anggota: Yusep Ramdani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fly Over atau Overpass Jembatan yaitu suatu konstruksi yang memungkinkan suatu jalan menyilang sungai atau saluran air, lembah atau menyilang jalan lain atau melintang tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain : 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan atas merupakan bagian bagian jembatan yang memindahkan

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah Kota Semarang dalam rangka meningkatkan aktivitas

Lebih terperinci

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR

PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR PERANCANGAN SLAB LANTAI DAN BALOK JEMBATAN BETON PRATEGANG SEI DALU-DALU, KABUPATEN BATU BARA, SUMATERA UTARA TUGAS AKHIR Ditulis Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Lebih terperinci

JEMBATAN. Februari Bahan Bahan Jembatan

JEMBATAN. Februari Bahan Bahan Jembatan JEMBATAN afebry@teknikunlam.ac.id Februari 2013 Bahan Bahan Jembatan Dasar Konsep Jembatan Dimulai dari ide manusia untuk melintasi sungai dengan cara yang mudah dan aman. Sehingga secara konsep yang diperlukan

Lebih terperinci

TOPIK PEMBAHASAN : MODEL MODEL JEMBATAN

TOPIK PEMBAHASAN : MODEL MODEL JEMBATAN PELATIHAN PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JEMBATAN KERJASAMA DENGAN POLITEKNIK TEDC BANDUNG BALAI PELATIHAN KONSTRUKSI DAN PERALATAN JAKARTA PUSAT PEMBINAAN KOMPETENSI DAN PELATIHAN KONSTRUKSI BADAN PEMBINAAN

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4 Citra Bahrin Syah 3106100725 Dosen Pembimbing : Bambang Piscesa, ST. MT. Ir. Djoko Irawan,

Lebih terperinci

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan

Ada dua jenis tipe jembatan komposit yang umum digunakan sebagai desain, yaitu tipe multi girder bridge dan ladder deck bridge. Penentuan pemilihan JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT JEMBATAN KOMPOSIT adalah jembatan yang mengkombinasikan dua material atau lebih dengan sifat bahan yang berbeda dan membentuk satu kesatuan sehingga menghasilkan sifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komponen Jembatan Menurut Supriyadi (1997) struktur pokok jembatan antara lain seperti dibawah ini. Gambar 2.1. Komponen Jembatan 1. Struktur jembatan atas Struktur jembatan

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG.

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD WOS DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. Sutarja, I Nyoman Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayanan, Mobile: 08123953036, E-mail: nsutarja_10@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Menurut Supriyadi (1997) jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu ajalan menyilang sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak

Lebih terperinci

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG

DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG DESAIN DAN METODE KONSTRUKSI JEMBATAN BENTANG 60 METER MENGGUNAKAN BETON BERTULANG DENGAN SISTIM PENYOKONG Antonius 1) dan Aref Widhianto 2) 1) Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Islam Sultan Agung,

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA Mahasiswa: Farid Rozaq Laksono - 3115105056 Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Djoko Irawan, Ms J U R U S A

Lebih terperinci

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan BAB III LANDASAN TEORI 3.1. Tinjauan Umum Menurut Supriyadi dan Muntohar (2007) dalam Perencanaan Jembatan Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan mengumpulkan data dan informasi

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER Oleh : Fajar Titiono 3105.100.047 PENDAHULUAN PERATURAN STRUKTUR KRITERIA DESAIN

Lebih terperinci

STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M

STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M STUDI PARAMETER DESAIN DIMENSI ELEMEN STRUKTUR JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DENGAN BENTANG 120 M Isyana Anggraeni Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Nasional, Jln PHH. Mustofa 23 Bandung 40124. Telp:

Lebih terperinci

OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA

OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA OPTIMASI SISTEM STRUKTUR CABLE-STAYED AKIBAT BEBAN GEMPA Murdini Mukhsin 1),Yusep Ramdani 2) 1,2,3 Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Siliwangi Tasikmalaya Email: murdini@unsil.ac.id

Lebih terperinci

STRUKTURAL FUNICULAR: KABEL DAN PELENGKUNG

STRUKTURAL FUNICULAR: KABEL DAN PELENGKUNG STRUKTURAL FUNICULAR: KABEL DAN PELENGKUNG 1.1 PENGANTAR STRUKTUR FUNICULAR Ada jenis-jenis struktur yang telah banyak digunakan oleh perencana gedung yaitu struktur pelengkung dan struktur kabel menggantung.

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON

BAHAN KULIAH Struktur Beton I (TC214) BAB IV BALOK BETON BAB IV BALOK BETON 4.1. TEORI DASAR Balok beton adalah bagian dari struktur rumah yang berfungsi untuk menompang lantai diatasnya balok juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok dikenal

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH Konferensi Nasional Teknik Sipil I (KoNTekS I) Universitas Atma Jaya Yogyakarta Yogyakarta, 11 12 Mei 2007 PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH PENET, DI SANGEH I Nyoman Sutarja

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU) OLEH : ABDUL AZIZ SYAIFUDDIN 3107 100 525 DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. I GUSTI

Lebih terperinci

JEMBATAN INDONESIA :

JEMBATAN INDONESIA : JEMBATAN INDONESIA : SEKARANG DAN MENDATANG Firta Sukmana, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc Direktorat Bina Teknik Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum OUTLINE JEMBATAN DI INDONESIA DAN

Lebih terperinci

Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992

Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992 Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992 Rosyid Kholilur R 1 1 adalah Dosen Fakultas Teknik Universitas Merdeka Madiun Abstract Gandong bridge located

Lebih terperinci

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir Tugas Akhir PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS KEDIRI DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM BUSUR BAJA Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : 3109100096 Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung

Lebih terperinci

EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN

EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN EVALUASI STRUKTUR ATAS JEMBATAN GANTUNG PEJALAN KAKI DI DESA AEK LIBUNG, KECAMATAN SAYUR MATINGGI, KABUPATEN TAPANULI SELATAN Bataruddin (1). Ir.Sanci Barus, MT (2) Struktur, Departemen Teknik Sipil Fakultas

Lebih terperinci

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II STUDI PUSTAKA BAB II STUDI PUSTAKA 2.1. TINJAUAN UMUM Pada Studi Pustaka ini akan membahas mengenai dasar-dasar dalam merencanakan struktur untuk bangunan bertingkat. Dasar-dasar perencanaan tersebut berdasarkan referensi-referensi

Lebih terperinci

Penerbit Universiras SematangISBN X Judul Struktur Beton

Penerbit Universiras SematangISBN X Judul Struktur Beton Penerbit Universiras SematangISBN. 979. 9156-22-X Judul Struktur Beton Struktur Beton Ir. H. Armeyn, MT Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Teknik Sipil dan Geodesi Institut Teknologi Padang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jembatan adalah sebuah struktur konstruksi bangunan atau infrastruktur sebuah jalan yang difungsikan sebagai penghubung yang menghubungkan jalur lalu lintas pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam,

Lebih terperinci

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN

OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN OPTIMALISASI DESAIN JEMBATAN LENGKUNG (ARCH BRIDGE) TERHADAP BERAT DAN LENDUTAN Sugeng P. Budio 1, Retno Anggraini 1, Christin Remayanti 1, I Made Bayu Arditya Widia 2 1 Dosen / Jurusan Teknik Sipil /

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PENULISAN Umumnya, pada masa lalu semua perencanaan struktur direncanakan dengan metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan dipikul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau

BAB I PENDAHULUAN. dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia konstruksi di Indonesia semakin berkembang dengan pesat. Seiring dengan banyaknya dilakukan penelitian untuk menemukan bahan-bahan baru atau bahan yang dapat

Lebih terperinci

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA

PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA PEKERJAAN PERAKITAN JEMBATAN RANGKA BAJA 1. Umum Secara umum metode perakitan jembatan rangka baja ada empat metode, yaitu metode perancah, metode semi kantilever dan metode kantilever serta metode sistem

Lebih terperinci

BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum

BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum BAB I PE DAHULUA 1.1 Umum Salah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya pengembangan suatu wilayah/daerah ialah Sistem Transportasi. Jalan raya dan jembatan merupakan bagian dari sistem transportasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang.

BAB 1 PENDAHULUAN. mulailah orang membuat jembatan dengan teknologi beton prategang. BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Banyak hal yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan sebuah konstruksi. Segala sesuatunya harus dipertimbangkan dari segi ekonomis, efisien, dan daya tahan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Material baja ringan (Cold Formed Steel) merupakan baja profil yang dibentuk sedemikian rupa melalui proses pendinginan sebuah pelat baja. Baja ringan memiliki ketebalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jembatan adalah infrastruktur yang menghubungkan suatu daerah yang terpisah karena adanya sungai, rawa, selat, jurang, dan rintangan lainnya. Adanya jembatan waktu tempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ada beberapa hal yang menyebabkan banyaknya bangunan tinggi diberbagai kota besar di dunia, diantaranya adalah akibat bertambahnya permintaan dan meningkatnya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peristiwa erupsi gunung Merapi pada tahun 2010 telah menimbulkan banjir aliran lahar dingin dari puncak gunung Merapi yang membawa banyak sedimen padat mengalir melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjaun Umum Jembatan adalah suatu struktur yang melintasi suatu rintangan baik rintangan alam atau buatan manusia (sungai, jurang, persimpangan, teluk dan rintangan lain) dan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU Oleh : RONA CIPTA No. Mahasiswa : 11570 / TS NPM : 03 02 11570 PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ATMA

Lebih terperinci

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan

1- PENDAHULUAN. Baja Sebagai Bahan Bangunan 1- PENDAHULUAN Baja Sebagai Bahan Bangunan Sejak permulaan sejarah, manusia telah berusaha mencari bahan yang tepat untuk membangun tempat tinggalnya, jembatan untuk menyeberangi sungai dan membuat peralatan-peralatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman Judul i Pengesahan ii Persetujuan iii Surat Pernyataan iv Kata Pengantar v DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR NOTASI xviii DAFTAR LAMPIRAN xxiii ABSTRAK xxiv ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan adalah salah satu struktur bangunan yang penting untuk dibangun yang berfungsi untuk menyeberangi jurang atau rintangan, seperti sungai, rel kereta api, ataupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menghubungkan antara suatu area dengan area lain yang terbentang oleh sungai,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk menghubungkan antara suatu area dengan area lain yang terbentang oleh sungai, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sarana penting penunjang transportasi adalah jembatan, yang berfungsi untuk menghubungkan antara suatu area dengan area lain yang terbentang oleh sungai,

Lebih terperinci

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR

PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Pendahuluan POKOK BAHASAN 1 PENGANTAR KONSTRUKSI BANGUNAN BENTANG LEBAR Struktur bangunan adalah bagian dari sebuah sistem bangunan yang bekerja untuk menyalurkan beban yang diakibatkan oleh adanya bangunan

Lebih terperinci

Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan

Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan Reka Racana Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Teknik Sipil Itenas No.x Vol. Xx Agustus 2015 Pengaruh Rasio Tinggi Busur terhadap Bentang Jembatan Busur pada Gaya Dalam dan Dimensi Jembatan LIA

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan wilayah yang signifikan dikaitkan dengan permasalahan transportasi, terutama di negera berkembang seperti Indonesia. Rencana pembangunan Indonesia ke depan

Lebih terperinci

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori BAB II Dasar Teori 2.1 Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya beberapa rintangan seperti lembah yang dalam, alur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terdiri dari banyak pulau. Untuk menghubungkan antara sebuah pulau dengan pulau yang berdekatan, dibutuhkan sebuah jalur penghubung,

Lebih terperinci

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek DAFTAR NOTASI A g = Luas bruto penampang (mm 2 ) A n = Luas bersih penampang (mm 2 ) A tp = Luas penampang tiang pancang (mm 2 ) A l =Luas total tulangan longitudinal yang menahan torsi (mm 2 ) A s = Luas

Lebih terperinci

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS SEMINAR TUGAS AKHIR OLEH : ANDREANUS DEVA C.B 3110 105 030 DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS JURUSAN TEKNIK SIPIL LINTAS JALUR FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 JENIS JEMBATAN Jembatan dapat didefinisikan sebagai suatu konstruksi atau struktur bangunan yang menghubungkan rute atau lintasan transportasi yang terpisah baik oleh sungai, rawa,

Lebih terperinci

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK

COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK COVER TUGAS AKHIR PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA DENGAN PELAT LANTAI ORTOTROPIK Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata 1 (S-1) Teknik Sipil,Universitas Mercu Buana Disusun

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG.

PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010 PERENCANAAN JEMBATAN TUKAD YEH POH DENGAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG. I Nyoman Sutarja 1, I Ketut Swijana 2 1 Dosen Jurusan

Lebih terperinci

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN

STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN STANDAR JEMBATAN DAN SNI DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN LATIHAN 1 BAB I JEMBATAN PERKEMBANGAN JEMBATAN Pada saat ini jumlah jembatan yang telah terbangun di Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II A. Konsep Pemilihan Jenis Struktur Pemilihan jenis struktur atas (upper structure) mempunyai hubungan yang erat dengan sistem fungsional gedung. Dalam proses desain struktur perlu dicari kedekatan

Lebih terperinci

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang Reka Racana Jurusan Teknik Sipil Itenas Vol. 2 No. 4 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional Desember 2016 Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang YUNO YULIANTONO, ASWANDY

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Umum Struktur kayu merupakan suatu struktur yang susunan elemennya adalah kayu. Dalam merancang struktur kolom kayu, hal pertama yang harus dilakukan adalah menetapkan besarnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data-data Umum Jembatan Beton Prategang-I Bentang 21,95 Meter Gambar 4.1 Spesifikasi jembatan beton prategang-i bentang 21,95 m a. Spesifikasi umum Tebal lantai jembatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proporsi penggunaan moda transportasi darat di Indonesia paling tinggi dibandingkan moda transportasi laut dan udara. Angkutan penumpang di Indonesia 84% dilayani jalan,

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA.

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN SLAB ON PILE SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK PADA PROYEK TOL SOLO KERTOSONO STA STA. JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 275 282 JURNAL KARYA TEKNIK SIPIL, Volume 5, Nomor 2, Tahun 2016, Halaman 275 Online di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jkts

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Jembatan Menurut Struyck dan Van Der Veen (1984) dalam Perencanaan jembatan Katungau Kalimantan Barat, jembatan merupakan sebuah struktur yang dibangun melewati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dalam bidang konstruksi terus menerus mengalami peningkatan, kontruksi bangunan merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan pernah

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN

Bab I. Pendahuluan BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan suatu kombinasi antara beton dan baja tulangan. Beton bertulang merupakan material yang kuat

Lebih terperinci

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN ( GBPP )

GARIS GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN ( GBPP ) GARIS GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN ( GBPP ) MATA KULIAH : STRUKTUR JEMBATAN KODE MATA KULIAH : ST 6352 BEBAN STUDI : 2 SKS SEMESTER : VI ( ENAM ) DESKRIPSI MATA KULIAH : Mata kuliah ini disampaikan

Lebih terperinci

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER

KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL TERHADAP PC-I GIRDER KAJIAN EFISIENSI BULB-TEE SHAPE AND HALF SLAB GIRDER DENGAN BLISTER TUNGGAL Edison Leo 1, Nur Agung M.H. 2 1 Jurusan Teknik Sipil, Universitas Tarumanagara edisonleo41@gmail.com 2 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU Estika 1 dan Bernardinus Herbudiman 2 1 Jurusan Teknik Sipil,

Lebih terperinci

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR

BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR BAB III ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR 3.1. ANALISA PERENCANAAN STRUKTUR PELAT Struktur bangunan gedung pada umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang merupakan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-7 1 PERENCANAAN JEMBATAN BRANTAS DI MOJOKERTO MENGGUNAKAN METODE BETON PRATEGANG SEGMENTAL STATIS TAK TENTU R. Zulqa Nur Rahmat Arif dan IGP Raka,Prof.,Dr.,Ir.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam pembangunan prasarana fisik di Indonesia saat ini banyak pekerjaan konstruksi bangunan menggunakan konstruksi baja sebagai struktur utama. Banyaknya penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Gempa bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan berapa besarnya, serta akan menimbulkan

Lebih terperinci

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK) Christhy Amalia Sapulete Servie O. Dapas, Oscar H. Kaseke Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. system jaringan jalan. Jembatan digunakan sebagai akses untuk melintasi sungai,

BAB I PENDAHULUAN. system jaringan jalan. Jembatan digunakan sebagai akses untuk melintasi sungai, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai infrastruktur transportasi, jembatan mempunyai peran sebagai integral system jaringan jalan. Jembatan digunakan sebagai akses untuk melintasi sungai, lembah

Lebih terperinci

STUDI KERUNTUHAN JEMBATAN GANTUNG X DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR GAYA DINAMIK DAN EFEK KEKAKUAN RANGKA

STUDI KERUNTUHAN JEMBATAN GANTUNG X DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR GAYA DINAMIK DAN EFEK KEKAKUAN RANGKA STUDI KERUNTUHAN JEMBATAN GANTUNG X DENGAN MEMPERTIMBANGKAN FAKTOR GAYA DINAMIK DAN EFEK KEKAKUAN RANGKA Sastradinata, Yuskar Lase, dan Heru Purnomo TekNik Sipil, Fakultas TekNik, Universitas Indonesia,

Lebih terperinci

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur A ANAAN TR Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur lengkung dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pada bentang

Lebih terperinci

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014

BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK USU 2014 REDESAIN PRESTRESS (POST-TENSION) BETON PRACETAK I GIRDER ANTARA PIER 4 DAN PIER 5, RAMP 3 JUNCTION KUALANAMU Studi Kasus pada Jembatan Fly-Over Jalan Toll Medan-Kualanamu TUGAS AKHIR Adriansyah Pami Rahman

Lebih terperinci

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI

PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 PERENCANAAN JEMBATAN BALOK PELENGKUNG BETON BERTULANG TUKAD YEH NGONGKONG DI KABUPATEN BADUNG, BALI I Nyoman Sutarja Dosen Jurusan Teknik

Lebih terperinci

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang

Meliputi pertimbangan secara detail terhadap alternatif struktur yang BAB II TINJAUAN PIISTAKA 2.1 Pendahuluan Pekerjaan struktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 3 (tiga) tahap (Senol,Utkii,Charles,John Benson, 1977), yaitu : 2.1.1 Tahap perencanaan (Planningphase)

Lebih terperinci

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK SEMINAR TUGAS AKHIR JULI 2011 MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK Oleh : SETIYAWAN ADI NUGROHO 3108100520

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED

PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED 1 PERANCANGAN ULANG JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM CABLE STAYED Damar Yanda Pawitan Budi Suswanto Hidayat Soegihardjo M. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN BAB III METODOLOGI PERENCANAAN III.. Gambaran umum Metodologi perencanaan desain struktur atas pada proyek gedung perkantoran yang kami lakukan adalah dengan mempelajari data-data yang ada seperti gambar

Lebih terperinci

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder Dalam penggunaan profil baja tunggal (seperti profil I) sebagai elemen lentur jika ukuran profilnya masih belum cukup memenuhi karena gaya dalam (momen dan gaya

Lebih terperinci

DAFTAR STANDART KONSTRUKSI JEMBATAN PROYEK PENGEMBANGAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN

DAFTAR STANDART KONSTRUKSI JEMBATAN PROYEK PENGEMBANGAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN DAFTAR STANDART KONSTRUKSI JEMBATAN NO TIPE JEMBATAN SPAN KLAS DATA MATERIAL THN SUMBER DATA STANDAR KOMPOSIT 1 Standar Konstruksi Jembatan Type composit span 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20 M Klas 6-20 BM

Lebih terperinci

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya

sejauh mungkin dari sumbu netral. Ini berarti bahwa momen inersianya BABH TINJAUAN PUSTAKA Pada balok ternyata hanya serat tepi atas dan bawah saja yang mengalami atau dibebani tegangan-tegangan yang besar, sedangkan serat di bagian dalam tegangannya semakin kecil. Agarmenjadi

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR

LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR Analisa Perencanaan Gedung Parkir Indosat Semarang Dengan Struktur Beton Prategang Berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1728-2002)

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Jembatan merupakan sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Struktur jembatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pembebanan Komponen Struktur Dalam perencanaan bangunan tinggi, struktur gedung harus direncanakan agar kuat menahan semua beban yang bekerja padanya. Berdasarkan Arah kerja

Lebih terperinci

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN Laporan Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN ABSTRAK KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN i ii iii iv vii xiii xiv xvii xviii BAB

Lebih terperinci

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN

PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN Jurnal Rancang Sipil Volume 2 Nomor 1, Juni 2013 50 PERILAKU DAN SISTEM STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN M. Erizal Lubis, Novdin M Sianturi Staf Pengajar Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR

ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR ANALISIS STRUKTUR JEMBATAN SEGMENTAL DENGAN KONSTRUKSI BERTAHAP METODE BALANCE CANTILEVER TUGAS AKHIR SEBAGAI SALAH SATU SYARAT UNTUK MENYELESAIKAN PENDIDIKAN SARJANA TEKNIK DI PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

Lebih terperinci