LAPORAN HASIL PENYUSUNAN KLASIFIKASI DAS DI WILAYAH KERJA BPDAS MAHAKAM BERAU TAHUN 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN HASIL PENYUSUNAN KLASIFIKASI DAS DI WILAYAH KERJA BPDAS MAHAKAM BERAU TAHUN 2014"

Transkripsi

1 LAPORAN HASIL PENYUSUNAN KLASIFIKASI DI WILAYAH KERJA BP MAHAKAM BERAU TAHUN 2014 Kayan (Klasifikasi dipertahankan daya dukungnya) - Provinsi Kalimantan Utara Samboja Kuala (Klasifikasi dipulihkan daya dukungnya) - Provinsi Kalimantan Timur KEMENTERIAN KEHUTANAN DITJEN BINA PENGELOLAAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN MAHAKAM BERAU SAMARINDA, DESEMBER 2014

2 LEMBAR PENGESAHAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM BERAU LAPORAN HASIL PENYUSUNAN KLASIFIKASI DI WILAYAH KERJA BALAI PENGELOLAAN MAHAKAM BERAU TAHUN 2014 Disusun oleh : Dinilai oleh : Koordinator Kegiatan Kepala Seksi Program Sardimi, S.Hut Indi Hendraswari, S.Hut, M.Sc, MP NIP NIP Disahkan Oleh : Kepala Balai Pengelolaan Mahakam Berau Ir. Irwansyah Windu Asmoro, M.Si NIP Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 ii

3 KATA PENGANTAR Dalam rangka pemuktahiran (updating) data dan informasi Tahun 2014, BP Mahakam Berau melaksanakan kegiatan penyusunan klasifikasi. Sasaran kegiatan tersebut adalah 478 di wilayah kerja BP Mahakam Berau sesuai Penetapan Peta dalam Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.511/Menhut- V/2011. Terpublikasinya data klasifikasi di wilayah kerja BP Mahakam Berau merupakan salah satu rangkaian kegiatan penyebarluasan data dan informasi pengelolaan. Hasil penyusunan klasifikasi tersebut diharapkan dapat menggambarkan tingkat urgensi penanganan dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Penyusunan klasifikasi ini tentunya tidak lepas dari kontribusi data dari berbagai instansi/lembaga di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami memberikan apresiasi dan ucapan terimakasih atas kerjasama para pihak tersebut. Akhir kata, semoga informasi yang kami sampaikan dalam bentuk laporan ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya. Kepala Balai, Ir. Irwansyah Windu Asmoro, M.Si NIP Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 iii

4 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... ix I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Maksud dan Tujuan... 2 C. Waktu Pelaksanaan... 2 II. METODOLOGI... 3 A. Dasar Pelaksanaan... 3 B. Bahan dan Peralatan... 3 C. Metode Pelaksanaan... 3 III. HASIL PELAKSANAAN A. Gambaran Umum Wilayah B. Hasil Pelaksanaan IV. PERMASALAHAN DAN SARAN TINDAK LANJUT A. Permasalahan B. Saran Tindak Lanjut V. PENUTUP DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 iv

5 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.1. Jadwal pelaksanaan kegiatan penyusunan klasifikasi Tahun Tabel 2.1. Kriteria, sub kriteria dan pembobotan dalam penetapan klasifikasi... 4 Tabel 2.2. Kriteria penilaian kondisi lahan berdasarkan persentase lahan kritis dalam... 6 Tabel 2.3. Kriteria penilaian kondisi lahan berdasarkan persentase penutupan vegetasi... 6 Tabel 2.4. Kriteria baku kerusakan tanah lahan kering akibat erosi air (Nilai Ti) 7 Tabel 2.5. Kriteria penilaian indeks erosi... 7 Tabel 2.6. Variasi nilai Cdan P... 8 Tabel 2.7. Kriteria nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada tertentu (CP)... 9 Tabel 2.8. Kriteria penilaian koefisien aliran (KRA)... 9 Tabel 2.9. Kriteria penilaian koefisien aliran tahunan (C) Tabel Kriteria penilaian muatan sedimentasi (MS) Tabel Kriteria penilaian kejadian banjir Tabel Kriteria penilaian indeks penggunaan (IPA) Tabel Kriteria penilaian indeks ketersediaan lahan (IKL) Tabel Kriteria penilaian tingkat kesejahteraan penduduk (TKP) Tabel Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk (TKP) berdasarkan pendapatan rata-rata per kapita per tahun Tabel standar penilaian keberadaan dan penegakan norma Tabel Kriteria penilaian keberadaan kota Tabel Kriteria penilaian investasi bangunan air (IBA) Tabel Kriteria penilaian kawasan lindung (PTH) berdasarkan persentase luas liputan vegetasi terhadap kawasan lindung di dalam (%) 15 Tabel Kriteria penilaian kawasan budidaya berdasarkan keberadaan lereng 0 25% Tabel Kriteria penetapan klasifikasi Tabel Daftar isian untuk perhitungan klasifikasi Tabel 3.1. Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Berdasarkan Administrasi Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 v

6 DAFTAR TABEL (LANJUTAN) Halaman Tabel 3.2. Luas dan Bentuk di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau 23 Tabel 3.3. Keadaan Iklim di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau.. 24 Tabel 3.4. Ordo Tanah (Taksonomi Tanah) di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel 3.5. Formasi Geologi Penting di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel 3.6. Geomorfologi (Bentuk Lahan) di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel 3.7. Ketinggian Beberapa Kota dari Permukaan Laut di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel 3.8. Kelas Ketinggian Tempat di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel 3.9. Kelas Kemiringan Lereng di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel Nama-Nama Danau di Provinsi Kalimantan Timur Tabel Nama-Nama Gunung/Bukit di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel Nama dan Panjang Sungai di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel Prasaranan Pengairan di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau 38 Tabel Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel Banyaknya Sekolah, Murid dan Guru Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.. 45 Tabel Data Panjang Jalan di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Tabel Hasil Penyusunan Klasifikasi pada 31 SWP (478 ) di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Persentase Lahan Kritis Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Persentase Penutupan Vegetasi 99 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 vi

7 DAFTAR TABEL (LANJUTAN) Halaman Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Indeks Erosi Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Koefisien Rejim Aliran Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Koefisien Aliran Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Muatan Sedimen Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Frekuensi Banjir Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Ketersediaan Lahan Pertanian Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Keberadaan dan Penegakan Peraturan Sosial Pro-Konservasi Tanah dan Air (Norma) Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Klasifikasi Kota Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Klasifikasi Nilai Investasi Bangunan Air Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Kawasan Lindung (PTH) Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Kawasan Budidaya dengan Kemiringan Lereng 0 25% (LKB) Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Persentase Penutupan Vegetasi 131 Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Indeks Erosi Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Koefisien Rejim Aliran Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Koefisien Aliran Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 vii

8 DAFTAR TABEL (LANJUTAN) Halaman Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Muatan Sedimen Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Frekuensi Banjir Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Indeks Penggunaan Air Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Ketersediaan Lahan Pertanian Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Keberadaan dan Penegakan Peraturan Sosial Pro-Konservasi Tanah dan Air Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Klasifikasi Kota Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Klasifikasi Nilai Investasi Bangunan Air Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Kawasan Lindung (PTH) Tabel Prioritas Pemulihan dengan Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya Berdasarkan Kriteria Kawasan Budidaya dengan Kemiringan Lereng 0 25% (LKB) Tabel 5.1. yang Termasuk Kategori Dipulihkan Daya Dukungnya 197 Tabel 5.2. yang Termasuk Kategori Dipertahankan Daya Dukungnya 200 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 viii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Peta Hidrologi dan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Gambar 3.2. Keadaan Penutupan Lahan di Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun 2014 ix

10 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya Daerah Aliran Sungai () sebagai satu kesatuan (unit) perencanaan dan pengelolaan sumber daya alam telah diterima oleh berbagai pihak, baik di tingkat nasional maupun daerah, dengan pemahaman bahwa adalah merupakan kesatuan ekosistem yang mencakup hubungan timbal balik sumber daya alam dan lingkungan dengan kegiatan manusia guna kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012, daya dukung adalah kemampuan untuk mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumber daya alam bagi manusia dan makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut kondisi diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu yang dipulihkan daya dukungnya dan yang dipertahankan daya dukungnya. yang dipulihkan daya dukungnya adalah dengan kondisi lahan serta kuantitas, kualitas dan kontinuitas air, sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sedangkan yang perlu dipertahankan daya dukungnya adalah yang masih berfungsi sebagaimana mestinya. Dengan dipulihkan dan dipertahankannya daya dukung maka tujuan mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan secara berkelanjutan, mewujudkan kuantitas, kualitas dan keberlanjutan ketersediaan air yang optimal menurut ruang dan waktu dan mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat tercapai. Data dan informasi mengenai khususnya mengenai klasifikasi sangat dibutuhkan, mengingat bahwa setiap kegiatan pembangunan yang dilaksanakan senantiasa berkaitan dengan lahan yang berada dalam suatu wilayah mulai dari wilayah hulu sampai hilir. Untuk mendukung ketersediaan data dan informasi, maka pada Tahun 2014 ini Balai Pengelolaan Mahakam Berau melaksanakan kegiatan penyusunan klasifikasi. Penyusunan klasifikasi ini mereview hasil penyusunan urutan prioritas pada 31 yang dilaksanakan BP Mahakam Berau Tahun 2008, dimana diperoleh 7 Prioritas I, 17 Prioritas II, dan 7 Prioritas III. yang termasuk ke dalam Prioritas I tersebut yaitu Manggar, Bontang, Pulau Nunukan, Pulau Tarakan, Sangatta, Kendilo, dan Mahakam. Seiring dengan semakin pesatnya dinamika pembangunan yang mengakibatkan Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

11 perubahan kondisi biofisik maupun kondisi sosial ekonomi yang terdapat dalam suatu, hasil penetapan urutan prioritas tersebut perlu dikaji ulang, dalam hal ini berupa kegiatan penyusunan klasifikasi. B. Maksud dan Tujuan Maksud dari penyusunan klasifikasi tersebut adalah untuk tersedianya data dan informasi mengenai yang daya dukungnya termasuk dalam kategori dipertahankan atau dipulihkan, serta tersedianya informasi yang dapat digunakan sebagai dasar evaluasi dan perencanaan pengelolaan berbasis permasalahan aktual di lapangan. Sedangkan tujuannya adalah terklasifikasinya di Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara, yang dapat menggambarkan tingkat urgensi penanganan dalam skala nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. C. Waktu Pelaksanaan Waktu pelaksanaan kegiatan penyusunan klasifikasi Tahun 2014 ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1.1. Jadwal pelaksanaan kegiatan penyusunan klasifikasi Tahun 2014 No. Tahapan Kegiatan Bulan ke Penyusunan rencana kerja 2 Koordinasi dengan instansi terkait 3 Perjalanan dinas dalam rangka pengumpulan data terkait daya dukung 4 Pengadaan ATK dan bahan komputer 5 Pengolahan data kondisi lahan, tata air, sosek dan kelembagaan, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah 6 Analisa data kondisi lahan, tata air, sosek dan kelembagaan, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah 7 Penyusunan draft naskah 8 Pembahasan dengan instansi terkait 9 Penyusunan naskah definitif/laporan dan penggandaan laporan Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

12 II. METODOLOGI A. Dasar Pelaksanaan Dasar pelaksanaan kegiatan penyusunan klasifikasi Tahun 2014 ini adalah sebagai berikut: 1. Pengesahan DIPA BA 029 Tahun 2014 APBN-P Satker BP Mahakam Berau No: DIPA /2014 tanggal 4 Juli Peraturan Menteri Kehutanan (Permehut) Nomor: P.60/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus 2014 Tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi 3. Surat Keputusan Kepala BP Mahakam Berau Nomor: SK.247/KPA/BP.MB/2014 Tanggal 24 Oktober 2014 Tentang Tim Pelaksana Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau B. Bahan dan Peralatan Bahan dan peralatan yang diperlukan dalam kegiatan penyusunan klasifikasi ini antara lain sebagai berikut: Bahan : Peta Digital Hasil Review Data Spasial Lahan Kritis Tahun 2013, Peta Kawasan Hutan Tahun 2013, Peta Digital Penetapan Batas Tahun 2011, Peta Digital Administrasi Tahun 2013, Peta Digital Penutupan Lahan Tahun 2013, Peta Digital Erosivitas Hujan Tahun , Peta Digital Reppot Tahun 1987, Peta Digital Elevation Model Akurasi 90 meter, Peta Digital Hujan Tahun , Peta Digital Arahan Fungsi Kawasan Tahun 2013 Hardware : PC/Komputer GIS (CPU, Monitor, Plotter, Printer) Software GIS : ARCVIEW 3.3, ARC GIS 10.1 C. Metode Pelaksanaan C.1. Persiapan Persiapan kegiatan penyusunan klasifikasi Tahun 2014 ini meliputi: 1. Pembentukan Tim Kerja Tim merupakan staf teknis dan fungsional BP Mahakam Berau, didampingi oleh anggota Dewan Pakar Forum Kalimantan Timur 2. Persiapan Administrasi Pembuatan konsep surat pengantar untuk keperluan koordinasi dengan instansi terkait, permintaan data sekunder, SPT, SPD dan lain-lain. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

13 Penyusunan blanko-blanko untuk pengumpulan, sortasi dan tabulasi data yang diperlukan. Persiapan bahan, alat dan ATK yang digunakan. C.2. Pengumpulan dan Analisis Data Data dan informasi yang dikumpulkan diupayakan dengan memanfaatkan sumber data yang telah tersedia di berbagai instansi terkait dan seminimal mungkin pengambilan data primer secara langsung di lapangan untuk efisiensi kebutuhan dana, waktu, peralatan dan jumlah tenaga yang tersedia. Jenis data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut: 1. Kondisi lahan, meliputi persentase lahan kritis, persentase penutupan vegetasi, dan indeks erosi (IE) atau nilai faktor pengelolaan lahan (CP). 2. Kualitas, kuantitas dan kontinuitas air (tata air), meliputi koefisien rejim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air. 3. Sosial ekonomi dan kelembagaan meliputi jumlah total KK, jumlah KK penduduk miskin, luas lahan baku pertanian, jumlah KK petani serta jenis peraturan daerah/surat Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota yang terkait dengan konservasi tanah dan air. 4. Investasi bangunan air, meliputi nilai investasi bangunan air. 5. Pemanfaatan ruang wilayah meliputi peta penunjukkan kawasan hutan dan peta RTRWP/K. Data sekunder yang telah dihimpun kemudian diolah dan dianalisis berdasarkan masing-masing kriteria, indikator dan parameter yang telah ditentukan pada draf pedoman klasifikasi, sesuai dengan Permenhut Nomor: 60/Menhut-II/2014 tanggal 29 Agustus C.2.1. Kriteria dan Sub Kriteria Terpilih Jenis kriteria, sub kriteria terpilih dan pembobotannya disajikan pada Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1. Kriteria, sub kriteria dan pembobotan dalam penetapan klasifikasi No. Kriteria/Sub Kriteria Sumber Data 1. Kondisi lahan 40 a. Persentase lahan kritis 20 BP b. Persentase penutupan vegetasi 10 Ditjen Planologi, BPKH c. Indeks erosi (IE) atau nilai faktor CP 10 BP 2. Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air 20 (Tata Air) a. Koefisien rejim aliran 5 PU, BWS b. Koefisien aliran tahunan 5 BP, PU, BWS c. Muatan sedimen 4 PU, BWS, BLH Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

14 Lanjutan Tabel 2.1 No. Kriteria/Sub Kriteria Sumber Data d. Banjir 2 PU, BWS, BPBD, BP e. Indeks Penggunaan air 4 PU, BWS, Pertanian 3. Sosial ekonomi dan kelembagaan 20 a. Tekanan penduduk terhadap lahan 10 BP, BPS, Dinas Pertanian b. Tingkat kesejahteraan penduduk 7 BP, BPS, Dinas Sosial c. Keberadaan dan penegakan peraturan 3 BP, LSM, Tokoh Masyarakat 4. Investasi bangunan air 10 a. Klasifikasi kota 5 RTRW, BP, PEMDA b. Klasifikasi nilai bangunan air 5 PU, BWS, PEMDA 5. Pemanfaatan ruang wilayah 10 a. Kawasan lindung 5 RTRWP/K, BPKH, BAPLAN b. Kawasan budidaya 5 RTRWP/K, BPKH, BAPLAN C.2.2. Metode dan Prosedur Penerapan Kriteria dan sub kriteria terpilih pada Tabel 2.1 di atas dalam penerapannya memerlukan parameter-parameter yang harus dihitung, dimana hasilnya dikualifikasikan dalam beberapa kelas, dan di masing-masing kelas tersebut diberi skor yang mencerminkan kualifikasi indikator, yaitu dari sangat rendah hingga sangat tinggi. Metode dan prosedur penerapan kriteria/sub kriteria dijelaskan dalam uraian berikut ini. 1) Kondisi Lahan Kriteria Kondisi lahan meliputi 3 (tiga) sub kriteria sebagai berikut: a) Persentase Lahan Kritis, dihitung dengan rumus : LK x 100% PLLK = A Keterangan: PLLK = Persentase luas lahan kritis (%) LK A = Luas lahan kritis dan sangat kritis (ha) = Luas (ha) LK diperoleh dari hasil review data spatial lahan kritis BP Mahakam Berau Tahun Kelas kekritisan lahan yang dimasukkan dalam perhitungan ini adalah kategori kritis dan sangat kritis. Kriteria penilaian kekritisan lahan disajikan pada Tabel 2.2. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

15 Tabel 2.2. Kriteria penilaian kondisi lahan berdasarkan persentase lahan kritis dalam No. Persentase Lahan Kritis dalam Skor Kualifikasi Pemulihan 1. PLLK < 5 0,50 Sangat rendah 2. 5 < PLLK < 10 0,75 Rendah < PLLK < 15 1,00 Sedang < PLLK < 20 1,25 Tinggi 5. PLLK > 20 1,50 Sangat tinggi b) Persentase Penutupan Vegetasi, dihitung dengan rumus: LV x 100% PPV = A Keterangan: PPV = Persentase Penutupan Vegetasi (%) LV A = Luas penutupan lahan vegetasi (ha) = Luas (ha) LV diperoleh dari peta penutupan lahan Tahun 2012 Ditjen Planologi Kementerian Kehutanan. Kriteria penilaian persentase penutupan vegetasi disajikan pada Tabel 2.3 berikut. Tabel 2.3. Kriteria penilaian kondisi lahan berdasarkan persentase penutupan vegetasi No. Persentase Penutupan Vegetasi Kualifikasi Skor dalam Pemulihan < PPV 0,50 Sangat rendah <PPV 80 0,75 Rendah <PPV 60 1,00 Sedang <PPV 40 1,25 Tinggi 5. PPV 20 1,50 Sangat tinggi c) Indeks Erosi (IE), dihitung dengan rumus: Ai IE = ( x IEi)...(1) A IEi = PEi/Ti... (2) PEi = R. K. Ls. C. P... (3) Keterangan: IE PEi IEi A T Ti R = Indeks erosi = prediksi erosi dengan USLE pada land unit ke-i (ton/ha/tahun) = Indeks erosi pada land unit ke-i = Luas (ha); Ai = luas land unit ke-i = Erosi yang diperbolehkan dalam (tergantung solum tanah) = Erosi yang diperbolehkan pada land unit ke-i = Erosivitas hujan Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

16 K Ls C P = Erodibilitas tanah = Panjang dan kemiringan lereng (slope-length) = Pengelolaan vegetasi (crop management) = Teknik konservasi tanah (conservation practices) Perhitungan nilai erosi yang diperbolehkan pada unit lahan ke-i (Ti) dihitung berdasarkan kriteria baku kerusakan tanah pada lahan kering akibat erosi air yang terdapat pada Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, seperti yang tercantum pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Kriteria baku kerusakan tanah lahan kering akibat erosi air (nilai Ti) Tebal Tanah (cm) Ambang Kritis Erosi (Ti) ton/ha/th mm/10 th < 20 > 0,1 - < 1 > 0,2 - < 1, < < 3 1,3 - < < < 7 4,0 - < 9, ,0 12 > 150 > 9 > 12 Kriteria penilaian Indeks Erosi dapat dilihat pada Tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5. Kriteria penilaian indeks erosi No. Nilai Indeks Erosi Skor Kualifikasi Pemulihan 1. IE 0,5 0,50 Sangat rendah 2. 0,5 < IE 1 0,75 Rendah 3. 1 < IE 1,5 1,00 Sedang 4. 1,5 < IE 2 1,25 Tinggi 5. IE > 2 1,50 Sangat tinggi Perhitungan nilai IE disamping menggunakan rumus dan kriteria penilaian di atas juga dapat menggunakan nilai pengelolaan lahan dan tanaman (CP). Cara perhitungannya adalah sebagai berikut: CP = ( Ai x CPi ) A Dimana, CP = nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada tertentu CPi = nilai pengelolaan lahan dan tanaman pada unit lahan ke-i Ai A = luas unit lahan ke-i (ha) pada tertentu = luas (ha) Variasi nilai C dan P dapat dilihat pada Tabel 2.6 berikut ini. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

17 Tabel 2.6. Variasi nilai C dan P No. Jenis Perlakuan Nilai CP Teras bangku - Konstruksi bagus - Konstruksi sedang - Konstruksi jelek Teras tradisional Teras koluvial pada strip rumput atau bambu - Konstruksi bagus - Konstruksi jelek Hillside ditch atau field pits Rotasi Crotalaria sp. (legume) Mulsa (sersah atau jerami 6 ton/ha/th) Mulsa (sersah atau jerami 3 ton/ha/th) Mulsa (sersah atau jerami 1 ton/ha/th) Kontur cropping, kemiringan < 8 % Kontur cropping, kemiringan 9-20 % Kontur cropping, kemiringan > 20 % Teras bangku dengan tanaman kacang tanah Teras bangku dengan tanaman maize dan mulsa jerami 4 ton/ha Teras bangku dengan tanaman sorgum-sorgum Teras bangku dengan tanaman maize Teras bangku dengan kacang tanah Strip rumput Bahia (3 tahun) pada tanaman Citonella Strip rumput Brachiaria (3 tahun) Strip rumput Bahia (1 tahun) pada tanaman kedele Strip crotalaria pada tanaman kedele Strip crotalaria pada tanaman padi gogo Strip crotalaria pada tanaman kacang tanah Strip "maize" dan kacang tanah, mulsa dari sersah Teras gulud dengan penguat rumput Teras gulud, dengan tanaman bergilir padi dan maize Teras gulud, sorgum-sorgum Teras gulud, singkong Teras gulud, maize-kacang tanah Teras gulud, pergiliran kacang tanah kedele Teras gulud, padi gogo-maize Teras bangku, maize - singkong/kedele Teras bangku, sorgum-sorgum Teras bangku, kacang tanah Teras bangku, tanpa tanaman Strip Crotalaria pada tanaman sorgum-sorgum Strip Crotalaria pada tanaman kacang tanah/singkong Strip Crotalaria pada tanaman padi gogo/singkong Strip rumput pada tanaman padi gogo Alang-alang permanen Semak belukar Sumber: Hammer W.I. (1980) dan Wood, S.R. and F.J.Dent (1983) Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

18 Kriteria penilaian CP tersaji di dalam Tabel 2.7 berikut. Tabel 2.7. Kriteria nilai tertimbang pengelolaan lahan dan tanaman pada tertentu (CP) No. Nilai CP Skor Kualifikasi Pemulihan 1. CP 0,1 0,50 Sangat rendah 2. 0,1 < CP 0,3 0,75 Rendah 3. 0,3 < CP 0,5 1,00 Sedang 4. 0,5 < CP 0,7 1,25 Tinggi 5. CP > 0,7 1,50 Sangat tinggi 2) Kualitas, Kuantitas dan Kontinuitas Air (Tata Air) Kriteria kualitas, kuantitas dan kontinuitas air (tata air) terpilih untuk menggambarkan kondisi hidrologis, didekati dengan lima sub kriteria yaitu koefisien rejim aliran, koefisien aliran tahunan, muatan sedimen, banjir dan indeks penggunaan air. Cara perhitungan parameter untuk setiap sub kriteria tersebut adalah sebagai berikut a) Koefisien Rejim Aliran (KRA) dihitung dengan rumus: KRA Qa = Q max/qa = 0,25 x Qrata Keterangan: Qmax Qa Qrata = debit harian rata-rata tahunan tertinggi = debit andalan (debit yang dapat dimanfaatkan/berarti) = debit harian rata-rata bulanan lebih dari 10 tahun Kriteria penilaian KRA dapat dilihat di dalam Tabel 2.8 berikut ini. Tabel 2.8. Kriteria penilaian koefisien rejim aliran (KRA) No. Nilai KRA Skor Kualifikasi Pemulihan 1. KRA 5 0,50 Sangat rendah 2. 5 < KRA 10 0,75 Rendah < KRA 15 1,00 Sedang < KRA 20 1,25 Tinggi 5. KRA > 20 1,50 Sangat tinggi b) Koefisien Aliran Tahunan dihitung dengan rumus: k x Q C = CH x A Keterangan: C k A Q = koefisien aliran tahunan = faktor konversi = (365x86.400)/10 = luas (ha) = debit rata-rata tahunan (m3/det) CH = curah hujan rata-rata tahunan (mm/th) Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

19 Kriteria penilaian koefisien aliran tahunan tersaji di dalam Tabel 2.9. Tabel 2.9. Kriteria penilaian koefisien aliran tahunan (C) No. Nilai Koefisien Aliran Tahunan Skor Kualifikasi Pemulihan 1. 0,2 0,50 Sangat rendah 2. 0,2 < C 0,3 0,75 Rendah 3. 0,3 < C 0,4 1,00 Sedang 4. 0,4 < C 0,5 1,25 Tinggi 5. C > 0,5 1,50 Sangat tinggi c) Muatan Sedimen dihitung dengan rumus: MS = k x Cs x Q (ton/tahun) Keterangan: MS = Muatan sedimen k = faktor konversi (365 x ) Cs Q = konsentrasi sedimen gr/liter (rata-rata tahunan) = debit rata-rata tahunan (m3 /det) Muatan sedimen diukur pada tempat yang sama dengan lokasi pengukuran debit (SPAS) dan diupayakan mencerminkan kondisi baik di bagian hulu, tengah maupun hilir. Kriteria penilaian muatan sedimen tersaji di dalam Tabel Tabel Kriteria penilaian muatan sedimen (MS) d) Banjir No. Nilai Muatan Sediman Skor Kualifikasi Pemulihan ,50 Sangat rendah 2. 5 < MS 10 0,75 Rendah < MS 15 1,00 Sedang < MS 20 1,25 Tinggi 5. MS 20 1,50 Sangat tinggi Banjir dalam hal ini diartikan sebagai meluapnya air sungai atau danau atau laut yang menggenangi areal tertentu (biasanya kering) yang secara signifikan menimbulkan kerugian baik materi maupun non materi terhadap manusia dan lingkungannya. Data yang diperlukan berupa data frekuensi banjir yang diperoleh dari laporan kejadian bencana banjir atau pengamatan langsung. Kriteria penilaian kejadian banjir dapat dilihat di dalam Tabel 2.11 berikut ini. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

20 Tabel Kriteria penilaian kejadian banjir No. Frekuensi Banjir Skor Kualifikasi Pemulihan 1. Tidak pernah 0,50 Sangat rendah 2. 1 kali dalam 5 tahun 0,75 Rendah 3. 1 kali dalam 2 tahun 1,00 Sedang 4. 1 kali tiap tahun 1,25 Tinggi 5. Lebih dari 1 kali dalam 1 tahun 1,50 Sangat tinggi e) Indeks Penggunaan Air dihitung dengan rumus: Kebutuhan air pada berbagai penggunaan lahan di wilayah ( ET) IPA = Jumlah curah hujan di wilayah dalam satu tahun ( CH) Keterangan: IPA = Indeks Penggunaan Air Total kebutuhan air = Perkiraan kebutuhan air pada berbagai penggunaan lahan dan nilai evapotranspirasi (ET) dari berbagai jenis vegetasi yang ada di dalam wilayah dalam satu tahun Kriteria penilaian indeks penggunaan air tersaji di dalam Tabel 2.12 berikut. Tabel Kriteria penilaian indeks penggunaan air (IPA) No. Nilai IPA Skor Kualifikasi Pemulihan 1. IPA 0,25 0,50 Sangat rendah 2. 0,25 < IPA 0,50 0,75 Rendah 3. 0,50 < IPA 0,75 1,00 Sedang 4. 0,75 < IPA 1,00 1,25 Tinggi 5. IPA > 1,00 1,50 Sangat tinggi Semakin tinggi nilai IPA maka semakin kritis. 3) Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Kriteria sosial ekonomi dan kelembagaan didekati dengan 3 (tiga) sub kriteria, yaitu tekanan penduduk terhadap lahan, tingkat kesejahteraan masyarakat dan kelembagaan. Tekanan terhadap lahan diprediksi melalui parameter rata-rata luas lahan pertanian per keluarga petani. Kesejahteraan penduduk diprediksi melalui parameter persentase keluarga miskin dalam atau rata-rata tingkat pendapatan per kapita per tahun. Sedangkan kelembagaan dilihat dari kondisi keberadaan dan penegakan norma konservasi hutan dan lahan oleh masyarakat. a) Tekanan Penduduk terhadap Lahan dihitung dengan rumus: IKL = A / P (ha/kk) Keterangan: IKL = Indeks ketersediaan lahan Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

21 A P = Luas baku lahan pertanian di dalam = Jumlah KK petani di dalam Kriteria penilaian indeks ketersediaan lahan tersaji di dalam Tabel Tabel Kriteria penilaian indeks ketersediaan lahan (IKL) No. Selang Ukuran (Ha/KK) Skor Kualifikasi Pemulihan 1. IKL > 4 0,50 Sangat rendah 2. 2 < IKL 4 0,75 Rendah 3. 1 < IKL 2 1,00 Sedang 4. 0,5 < IKL 1 1,25 Tinggi 5. IKL 0.5 1,50 Sangat tinggi b) Tingkat Kesejahteraan Penduduk dihitung dengan rumus: KK miskin x 100 % TKP = Total KK Keterangan: TKP KK miskin Total KK = tingkat kesejahteraan penduduk di dalam = jumlah kepala keluarga miskin di dalam = jumlah total kepala keluarga di dalam Garis kemiskinan ditetapkan menggunakan data yang tersedia di BPS, yaitu kg setara beras/kapita/tahun. Standar penilaian yang digunakan dapat dilihat di dalam Tabel 2.14 berikut ini. Tabel Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk (TKP) No. Selang Ukuran (%) Skor Kualifikasi Pemulihan 1. TKP 5 0,50 Sangat rendah 2. 5 < TKP 10 0,75 Rendah < TKP 20 1,00 Sedang < TKP 30 1,25 Tinggi 5. TKP > 30 1,50 Sangat tinggi Sedangkan apabila parameter yang digunakan adalah rata-rata pendapatan per kapita per tahun, maka standar penilaian yang digunakan seperti yang terlihat di dalam Tabel 2.15 berikut ini. Tabel Standar penilaian tingkat kesejahteraan penduduk (TKP) berdasarkan pendapatan rata-rata per kapita per tahun No. Selang Ukuran (juta rupiah) Skor Kualifikasi Pemulihan 1. TKP > 5 0,50 Sangat rendah 2. 4 < TKP 5 0,75 Rendah 3. 3 < TKP 4 1,00 Sedang 4. 2 < TKP 3 1,25 Tinggi 5. TKP < 2 1,50 Sangat tinggi Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

22 c) Keberadaan dan Penegakan Peraturan Data diperoleh dari para tokoh masyarakat dan laporan dari instansi terkait. Data yang diperlukan untuk analisa sub 13riteria ini berupa keberadaan norma yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air serta implementasinya di lapangan (dalam wilayah ). Standar penilaian keberadaan dan penegakan norma dapat dilihat di dalam Tabel Tabel Standar penilaian keberadaan dan penegakan norma No. Keberadaan dan Keberfungsian Skor Kualifikasi Pemulihan 1. Ada, dipraktekkan luas 0,50 Sangat rendah 2. Ada, dipraktekkan terbatas 0,75 Rendah 3. Ada, tapi tidak dipraktekkan lagi 1,00 Sedang 4. Tidak ada norma pro-konservasi 1,25 Tinggi 5. Ada norma kontra konservasi 1,50 Sangat tinggi 4) Investasi Bangunan Air Aset dan nilai investasi bangunan air dalam suatu mencerminkan besar kecilnya sumber daya buatan manusia yang perlu dilindungi dari bahaya kerusakan lingkungan seperti banjir, tanah longsor, sedimentasi dan kekeringan. Semakin besar nilai investasi dalam suatu maka semakin penting penanganan konservasi, rehabilitasi hutan dan lahan di tersebut. Dengan kata lain, skala pemulihan menjadi sangat tinggi apabila investasinya sangat tinggi dan kondisi biofisiknya telah mengalami degradasi. Untuk hal ini didekati dengan sub kriteria keberadaan kota dan nilai investasi bangunan air seperti waduk/bendungan/saluran irigasi. a) Klasifikasi Kota Data yang diperlukan adalah keberadaan kota di dalam wilayah serta kategori dari kota tersebut. Informasi keberadaan kota tersebut diperoleh dari peta RTRWP/K dan atau hasil pengamatan. Apabila dalam satu terdapat lebih dari satu kelas kota, maka dipakai kelas kota yang tertinggi (skor tertinggi). Kriteria penilaian keberadaan kota terlihat di dalam Tabel 218 berikut ini. Tabel Kriteria penilaian keberadaan kota No. Kebaradaan Kota Skor Kualifikasi Pemulihan 1. Tidak ada kota 0,50 Sangat rendah 2. Kota kecil 0,75 Rendah 3. Kota madya 1,00 Sedang 4. Kota besar 1,25 Tinggi 5. Metropolitan 1,50 Sangat tinggi Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

23 b) Klasifikasi Nilai Bangunan Air (IBA) Data yang perlu diinventarisir adalah besarnya nilai investasi bangunan air (waduk, bendungan, saluran irigasi) dalam nilai rupiah. Data nilai investasi diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pengairan, Balai Wilayah Sungai. Kriteria penilaian investasi tersebut, dengan klasifikasi yang tersaji di dalam Tabel Tabel Kriteria penilaian investasi bangunan air (IBA) No. Nilai Investasi Bangunan Kualifikasi Skor (Rp miliar) Pemulihan 1. IBA 15 0,50 Sangat rendah < IBA 30 0,75 Rendah < IBA 45 1,00 Sedang < IBA 60 1,25 Tinggi 5. IBA > 60 1,50 Sangat tinggi 5) Pemanfaatan Ruang Wilayah Kriteria pemanfaatan ruang wilayah terdiri dari sub kriteria kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sedangkan Kawasan budi daya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Semakin sesuai kondisi lingkungan dengan fungsi kawasan maka kualifikasi pemulihan adalah rendah dan sebaliknya apabila tidak sesuai fungsinya maka kualifikasi pemulihannya tinggi. a) Kawasan Lindung Perhitungan dilakukan dengan mengukur luas liputan vegetasi di dalam Kawasan Lindung. Dengan demikian, sub kriteria ini sebenarnya juga untuk melihat kesesuaian peruntukan lahan mengingat kawasan lindung sebagian besar terdiri atas kawasan hutan. Luas liputan vegetasi di dalam kawasan lindung dapat dihitung dengan: Luas liputan vegetasi x 100% PTH = Luas Kawasan Lindung di dalam Keterangan: PTH = persentase luas liputan vegetasi terhadap luas kawasan lindung di dalam Yang termasuk kawasan lindung adalah Hutan Lindung dan Hutan Konservasi (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, Tahura, Taman Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

24 Wisata Alam dan Taman Nasional) dan kawasan lindung lainnya. Data diperoleh dari BPKH. Kriteria penilaian kawasan lindung tersebut kemudian disesuaikan dengan klasifikasi yang tersaji di dalam Tabel 2.19 berikut. Tabel Kriteria penilaian kawasan lindung (PTH) berdasarkan persentase luas liputan vegetasi terhadap kawasan Lindung di dalam (%) No. Persentase Luas Liputan Vegetasi Terhadap Kawasan Skor Kualifikasi Pemulihan Lindung dalam (%) 1. PTH>70% 0,50 Sangat rendah 2. 45<PTH 70% 0,75 Rendah 3. 30<PTH 45 % 1,00 Sedang <PTH 30 % 1,25 Tinggi 5. PTH 15 % 1,50 Sangat tinggi b) Kawasan Budidaya Sub kriteria ini memfokuskan pada lahan dengan kelerengan 0-25% pada kawasan budidaya. Kelas kelerengan 0-25% ini adalah paling sesuai untuk budidaya tanaman sehingga akan cocok berada pada kawasan budidaya. Penghitungan dilakukan dengan mengukur luas total lahan dengan kelerengan 0-25% yang berada pada kawasan budidaya. Semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kerengan dimaksud pada kawasan budidaya maka kualifikasi pemulihan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah persentase luas unit lahan dengan kelerengan dimaksud pada kawasan budidaya (semakin tinggi persentase luas unit lahan dengan kelerengan >25%), maka kualifikasi pemulihan semakin tinggi. Luas kawasan budidaya dapat dihitung dengan rumus: Luas total lahan dengan kemiringan lereng 0-25% x 100% LKB = Luas Kawasan Budidaya di dalam Keterangan: LKB = persentase luas lahan dengan kemiringan lereng 0-25% terhadap luas kawasan budidaya di dalam Kriteria penilaian kawasan budidaya tersebut menggunakan klasifikasi seperti yang tersaji di dalam Tabel 2.20 berikut. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

25 Tabel Kriteria penilaian kawasan budidaya berdasarkan keberadaan lereng 0-25% No. Persentase Lahan yang Berkemiringan Lereng 0-25 % di dalam Kawasan Budidaya (%) Skor Kualifikasi Pemulihan 1. LKB >70 0,50 Sangat rendah < LKB < 70 0,75 Rendah < LKB < 45 1,00 Sedang < LKB < 30 1,25 Tinggi 5. LKB < 15 1,50 Sangat tinggi Prosedur penerapan, yaitu cara pemberian bobot, penetapan kelas, perhitungan skor dan penilaian dari masing-masing sub kriteria penetapan klasifikasi tersebut di atas disusun dan disajikan secara ringkas pada Tabel Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

26 Tabel Kriteria Penetapan Klasifikasi No Kriteria/Sub Kriteria Cara/Rumus Kriteria Penilaian Perhitungan Klas Kualifikasi Pemulihan Skor Keterangan KONDISI LAHAN (40) a. Persentase Lahan Kritis LK X 100 % 5 Sangat Rendah 0,50 LK = Luas lahan kritis dan sangat kritis dalam (20) A 5 < PLLK 10 Rendah 0,75 A = Luas (ha) 10 < PLLK 15 Sedang 1,00 15 < PLLK 20 Tinggi 1,25 PLLK > 20 Sangat Tinggi 1,50 b. Persentase Penutupan LV X 100 % 80 < PPV 100 Sangat Rendah 0,50 LV = Luas penutupan lahan vegetasi berkayu hasil Vegetasi (10) A 60 < PPV 80 Rendah 0,75 interpretasi citra satelit (ha) 40 < PPV 60 Sedang 1,00 A = Luas (ha) 20 <PPV 40 Tinggi 1,25 PPV 20 Sangat Tinggi 1,50 c. Indeks Erosi / IE (10) Ai PEi = ( x PE) A Atau Nilai Pengelolaan Lahan dan Tanaman (CP) PEi = Prediksi Erosi dengan USLE (RKLSCP) pada land unit ke-i T = Erosi yang diperkenankan (tergantung tebal solum tanah) IE 0,5 Sangat Rendah 0,50 Ti = Erosi yang diperkenankan pada unit lahan ke-i IEi = PEi / Ti 0,5 < IE 1,0 Rendah 0,75 A = Luas (ha) 1,0 < IE 1,5 Sedang 1,00 Ai = Luas land unit ke-i (ha) 1,5 < IE 2,0 Tinggi 1,25 IE = Nilai tertimbang Indeks Erosi IE > 2 Sangat Tinggi 1,50 IEi = Nilai tertimbang Indeks Erosi pada unit lahan ke-i = Data di ambil dari tabel nilai kombinasi Pengelolaan Lahan (P) dan Pengelolaan Tanaman (C) CP 0,1 Sangat Rendah 0,50 0,1 < CP 0,3 Rendah 0,75 Ai = Luas unit lahan ke-i (ha) 0,3 < CP 0,5 Sedang 1,00 A = Luas (ha) 0,5 < CP 0,7 Tinggi 1,25 CPi = nilai CP pada unit lahan ke-i CV > 0,7 Sangat Tinggi 1,50 CP = nilai tertimbang CP 2. TATA AIR (20) a. Koefisien Rejim Aliran/ Q max KRA 5 Sangat Rendah 0,50 Q max = debit bulanan tertinggi dalam tahun 2 terakhir KRA (5) Q a 5 < KRA 10 Rendah 0,75 Qa (debit andalan) = 0,25 Q rata-rata bulanan 10 < KRA 15 Sedang 1,00 Q rata-rata = debit bulanan rata-rata 15 < KRA 20 Tinggi 1,25 Diperlukan debit bulanan lebih dari 10 tahun KRA > 20 Sangat Tinggi 1,50 Perlu regionalisasi menurut iklim Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

27 Lanjutan Tabel b. Koefisien Aliran / C (5) k x Q C 0,2 Sangat Rendah 0,50 k = faktor konversi = (365 x )/10 CH x A 0,2 < C 0,3 Rendah 0,75 A = Luas (ha) 0,3 < C 0,4 Sedang 1,00 Q = Debit rata-rata tahunan (m 3 /det) 0,4 < C 0,5 Tinggi 1,25 CH = CH rata-rata tahunan (mm/th) C > 0,5 Sangat Tinggi 1,50 c. Muatan Sedimen / MS kcs x Q (mm/thn) < 5 Sangat Rendah 0,50 k = faktor konversi = 365 x det/hr (4) A x SDR 5 < MS 10 Rendah 0,75 Cs = Konsentrasi sedimen gr/liter 10 < MS 15 Sedang 1,00 Q = Debit rata-rata tahunan (m 3 /det) 15 < MS 20 Tinggi 1,25 A = Luas (ha) MS > 20 Sangat Tinggi 1,50 SDR (sediment delivery ratio) = fungsi luas d. Banjir (2) Frekuensi Banjir - tidak pernah Sangat Rendah 0,50 Data diperoleh dari laporan kejadian bencana banjir - 1 x dalam 5 thn Rendah 0,75 atau pengamatan langsung - 1 x dalam 2 thn Sedang 1,00-1 x tiap thn Tinggi 1,25 > 1 x / thn Sangat Tinggi 1,50 e. Indeks Penggunaan Air/ ET IPA 0,25 Sangat Rendah 0,50 ET = Kebutuhan air pada berbagai penggunaan IPA (4) CH 0,25 < IPA 0,50 Rendah 0,75 lahan di wilayah 0,50 < IPA 0,75 Sedang 1,00 CH = Jumlah curah hujan di wilayah dalam satu tahun 0,75 < IPA 1,00 Tinggi 1,25 Data ini diperoleh dari hasil analisi GIS IPA > 1,00 Sangat Tinggi 1,50 3. SOSIAL EKONOMI DAN KELEMBAGAAN (20) a. Tekanan Penduduk thd IKL = A / P IKL > 4 Sangat Rendah 0,50 A = Luas baku lahan pertanian di dalam lahan dinyatakan dengan (ha / kk) 2 < IKL 4 Rendah 0,75 P = Jumlah KK petani di dalam indeks ketersediaan 1 < IKL 2 Sedang 1,00 IKL = Indeks Ketersediaan Lahan Lahan pertanian (10) 0,5 < IKL 1 Tinggi 1,25 0 < IKL 0,5 Sangat Tinggi 1,50 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

28 Lanjutan Tabel b. Tingkat Kesejahteraan %KK Miskin TKP 5 Sangat Rendah 0,50 Garis kemiskinan ditetapkan menggunakan konsep Penduduk (7) Di dalam = 5 < TKP 10 Rendah 0,75 Bank Dunia (data tersedia di BPS) atau Sayogyo 10 < TKP 20 Sedang 1,00 Kk miskin x 100% 20 <TKP 30 Tinggi 1,25 Jml total kk TKP > 30 Sangat Tinggi 1,50 atau : Rata-rata TKP > Rp. 5jt Sangat Rendah 0,50 Rata-rata Pendapatan per kapita per tahun = Pendapatan Per Rp. 4 jt<tkp Rp. 5 jt Rendah 0,75 Pendapatan per Kapita Kabupaten Kapita per tahun Rp. 3 jt<tkp Rp.4 jt Sedang 1,00 Kabupaten Rp. 2 jt<tkp Rp. 3 jt Tinggi 1,25 Sangat Tinggi 1,50 c. Keberadaan dan Ada atau tidak ada Kelas 1 Sangat Rendah 0,50 Deskripsi kelas keberadaan norma : penegakan Peraturan norma konservasi Kelas 2 Rendah 0,75 1 = ada norma dan dipraktekkan secara luas Sosial pro konservasi di wilayah Kelas 3 Sedang 1,00 2 = ada norma dan dipraktekkan secara terbatas SDA (3) Kelas 4 Tinggi 1,25 3 = ada norma tapi tidak dipraktekkan Kelas 5 Sangat Tinggi 1,50 4 = tidak ada norma pro konservasi 5 = ada norma, kontra konservasi Data diperoleh dari para tokoh masyarakat dan laporan dari instansi terkait 4. INVESTASI BANGUNAN AIR (10) a. Klasifikasi Kota (5) Diidentifikasi kota - tidak ada kota Sangat Rendah 0,50 Peta RTRWP/K dan atau hasil pengamatan dalam yang ada di dalam - kota kecil Rendah 0,75 satu - kota madya Sedang 1,00 Apabila terdapat lebih dari satu kelas kota, maka - kota besar Tinggi 1,25 dipakai skor tertinggi - metropolitan Sangat Tinggi 1,50 b. Klasifikasi Nilai Besarnya nilai 0 < IBA Rp. 15 M Sangat Rendah 0,50 Data nilai investasi diperoleh dari : Kementerian PU, Bangunan Air (NBA) (5) investasi Rp.15 M <IBA 30 M Rendah 0,75 Dinas Pengairan, atau Balai Wilayah Sungai bangunan air Rp. 30 M<IBA 45 M Sedang 1,00 (waduk, irigasi) Rp.45 M<IBA 60 M Tinggi 1,25 IBA > Rp. 60 M Sangat Tinggi 1,50 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

29 Lanjutan Tabel PEMANFAATAN RUANG WILAYAH (10) a. Kawasan Lindung (5) Persentase luas PTH > 70% Sangat Rendah 0,50 Data dari BKSDA, BTN, BPN dan BPKH tutupan hutan di 45%<PTH 70% Rendah 0,75 Kawasan Lindung = hutan lindung dan kawasan dalam kawasan 30%<PTH 45% Sedang 1,00 konservasi sistem penyangga kehidupan Lindung di dalam 15%<PTH 30% Tinggi 1,25 (Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Buru, PTH 15% Sangat Tinggi 1,50 Tahura, Taman Nasional) b. Kawasan Budidaya (5) Persentase LKB > 70% Sangat Rendah 0,50 Kawasan Budidaya yang memiliki kelerengan Luas Kawasan 45 < LKB 70% Rendah 0,75 landai (0-25%) kualifikasi pemulihannya rendah Budidaya dengan 30 < LKB 45% Sedang 1,00 Kemiringan lereng 15 < LKB 30% Tinggi 1, % LKB 15 Sangat Tinggi 1,50 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

30 C.2.3. Penentuan Klasifikasi Berdasarkan penilaian dan pembobotan kriteria/sub kriteria tersebut di atas, maka akan diperoleh nilai total pada setiap, yang berkisar dari 50 sampai dengan 150. Klasifikasi ditentukan total nilai skor kelas kualifikasi sebagai berikut: - nilai total skor 100 termasuk yang dipertahankan daya dukungnya - nilai total skor >100 termasuk yang dipulihkan daya dukungnya Untuk mempermudah perhitungan kualifikasi, digunakan Tabel 2.22 berikut ini. Tabel Daftar isian untuk perhitungan klasifikasi No Kriteria Nilai Kelas Kuali fikasi Skor Hasil Perhitungan (3 x 7) Kondisi Lahan (40) - Persentase Lahan Kritis 20 - Persentase Penutupan Vegetasi 10 - Indeks Erosi (E) Kualitas, Kuantitas, Kontinuitas Air (Tata Air) - Koef. Regim Aliran - Koef. Aliran Tahunan - Muatan Sedimen - Banjir - Indeks Penggunaan Air (20) Sosial Ekonomi dan Kelembagaan - Tekanan penduduk terhadap lahan - Tingkat Kesejahteraan Penduduk - Keberadaan dan Penegakan - Peraturan (20) Investasi Bangunan Air - Klasifikasi Kota - Klasifikasi Nilai Bangunan Air (10) Pemanfaatan Ruang Wilayah - Kawasan Lindung - Kawasan Budidaya Jumlah Jumlah Nilai Tertimbang (10) 5 5 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

31 III. HASIL PELAKSANAAN A. Gambaran Umum Wilayah A.1. Keadaan Biofisik 1. Letak, Luas dan Bentuk /Sub Balai Pengelolaan Mahakam Berau menangani wilayah dimana 99,6% luasnya berada dalam wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dan Kalimantan Utara (Kaltara). Sedangkan 0,4% sisanya termasuk dalam sebagian kecil wilayah administrasi Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng) dan Kalimantan Selatan (Kalsel), yang merupakan hulu dengan muara sungai utama di Selat Makassar. Secara astronomi wilayah kerja BP Mahakam Berau terletak di antara 2 23' 16 LS s/d LU dan s/d BT. Wilayah kerja BP Mahakam Berau mencakup wilayah administrasi 11 Kabupaten dan 4 Kota, yang termasuk dalam wilayah administrasi Provinsi Kaltim dan Kaltara, sebagaimana disajikan dalam tabel berikut. Tabel 3.1. Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Berdasarkan Administrasi Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara NO KABUPATEN/KOTA LUAS DARATAN (ha) LUAS PENGELOLAAN LAUT (ha) JUMLAH (ha) 1. Nunukan , ,7 2. Malinau Tarakan Bulungan , ,2 5. Berau , ,2 6. Kutai Timur , ,1 7. Bontang , ,5 8. Samarinda Kutai Kartanegara , ,1 10. Kutai Barat Mahakam Ulu* 12. Balikpapan , ,7 13. Penajam Paser Utara Paser Tana Tidung , ,6 JUMLAH , Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2013 dan Peta Administrasi Wilayah BP Mahakam Berau Tahun 2013 * Data masih tergabung dengan Kabupaten Kutai Barat Berdasarkan hasil perhitungan data digital, luas keseluruhan wilayah kerja BP Mahakam Berau adalah ,642 ha, yang terdiri dari 31 SWP (478 ). Bentuk sangat bervariasi mulai dari melebar di hulu dan di tengah, memanjang, melebar di hulu menyempit di tengah dan melebar di muara, serta pulau. Rincian luas Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

32 dan bentuk yang ada di wilayah kerja BP Mahakam Berau dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.2. Luas dan Bentuk di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau NO NAMA /SWP LUAS (ha) BENTUK 1. Adang-Kuaro ,749 Melebar 2. Batakan 7.457,712 Melebar 3. Bengalon ,039 Memanjang 4. Berau ,972 Melebar di tengah 5. Bontang 9.568,917 Memanjang 6. Dumaring ,816 Melebar 7. Karangan ,265 Melebar di hulu 8. Kayan ,338 Melebar di hulu, menyempit di tengah dan menyempit di hilir 9. Kendilo ,531 Melebar di hulu 10. Kerang-Segendang ,429 Menyempit di hulu 11. Mahakam Menyempit di hulu, melebar di tengah dan menyempit di hilir 12. Manggar ,465 Memanjang 13. Manubar ,152 Melebar di hilir 14. P. Nunukan ,035 Pulau 15. P. Tarakan ,356 Pulau 16. Pemaluan ,509 Menyempit di hulu 17. Riko ,460 Memanjang 18. Samboja ,638 Melebar 19. Sangatta ,884 Menyempit di hulu sampai tengah dan melebar di hilir 20. Santan ,844 Melebar di hilir 21. Sebuku ,822 Memanjang 22. Sembakung ,356 Melebar di hilir 23. Semoi 8.423,313 Menyempit di tengah 24. Sepaku ,006 Menyempit di hilir 25. Sesayap ,808 Menyempit di hilir 26. Tabalar ,206 Melebar di hilir 27. Telake ,932 Melebar 28. Tengin ,104 Menyempit di hilir 29. Tunan ,325 Memanjang 30. Wain ,614 Melebar 31. Kepulauan Derawan 3.943,169 Pulau JUMLAH ,642 Sumber: Penyusunan Urutan Prioritas BP Mahakam Berau Tahun 2008 Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

33 2. Iklim Tipe iklim di wilayah kerja BP Mahakam Berau berdasarkan Schmidt-Ferguson berkisar antara tipe A sampai dengan B. Curah hujan tahunan di Provinsi Kaltim dan Kaltara berkisar antara mm. Curah hujan tertinggi berkisar antara mm terdapat di bagian Barat Kalimantan Timur, sedangkan curah hujan terendah berkisar antara mm terdapat di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara. Suhu udara minimum berkisar antara 21,2-23,7 C, suhu udara rata-rata berkisar 26,54-28,18 C dan suhu udara maksimum berkisar 29,7-35,2 C. Kelembaban udara minimum berkisar 46,2-69,7%, kelembaban rata-rata berkisar 81,77-87,73% dan kelembaban maksimum berkisar 78,4-100%. Rincian keadaan iklim di wilayah kerja BP Mahakam Berau disajikan pada tabel berikut. Tabel 3.3. Keadaan Iklim di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau No Kabupaten/Kota Nunukan Malinau Tarakan Bulungan Berau Kutai Timur Bontang Samarinda Kutai Kartanegara Kutai Barat Balikpapan Penajam Paser Utara Paser Rata 2 Jml Hujan Tahunan (mm) Jml Bln Basah (bln) Sumber: Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2013 Jml Bln Kering (bln) Perbandingan Bln Kering dan Basah (Q) , ,5 0 25,00 9,09 Tipe Iklim SF A A A A A A A A A A A B A 3. Tanah dan Geologi Jenis tanah di wilayah kerja BP Mahakam Berau cukup bervariasi, hal ini disebabkan perbedaan berbagai faktor pembentuk tanah. Berdasarkan Peta Tanah skala 1 : , pada tingkatan ordo tanah (taksonomi tanah) terdapat 8 jenis tanah yang paling dominan di Provinsi Kaltim dan Kaltara yaitu: Histosols, Entisols, Inceptisols, Ultisols, Oxisols, Alfisols, Mollisols, dan Spodosols. Ordo tanah yang terdapat di Provinsi Kaltim dan Kaltara dapat dilihat pada tabel berikut. Penyusunan Klasifikasi di Wilayah Kerja BP Mahakam Berau Tahun

-1- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 60 /Menhut-II/2014 TENTANG KRITERIA PENETAPAN KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI

-1- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 60 /Menhut-II/2014 TENTANG KRITERIA PENETAPAN KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI -1- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 60 /Menhut-II/2014 TENTANG KRITERIA PENETAPAN KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1266, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. Daerah Aliran Sungai. Klasifikasi. Kriteria. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 60 /Menhut-II/2014 TENTANG KRITERIA PENETAPAN

Lebih terperinci

KAJIAN DAYA DUKUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MAPILI PROVINSI SULAWESI BARAT

KAJIAN DAYA DUKUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) MAPILI PROVINSI SULAWESI BARAT Kajian Daya Dukung Daerah Aliran Sungai () Mapili Wahyudi Isnan dan Hasnawir KAJIAN DAYA DUKUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI () MAPILI PROVINSI SULAWESI BARAT Wahyudi Isnan* dan Hasnawir Balai Litbang Lingkungan

Lebih terperinci

-1- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

-1- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI -- PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 6 /Menhut-II/204 TENTANG MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK

Lebih terperinci

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem

1267, No Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1267, 2014 KEMENHUT. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Evaluasi. Monitoring. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 61 /Menhut-II/2014 TENTANG MONITORING

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

MODUL PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (20162-FMKB-304)

MODUL PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (20162-FMKB-304) MODUL PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (20162-FMKB-304) KLASIFIKASI DAERAH ALIRAN SUNGAI OLEH Dr.Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si. FAKULTAS KEHUTANAN UNLAM BANJARBARU 2016 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA DAN DAYA DUKUNG DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT

ANALISIS KINERJA DAN DAYA DUKUNG DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT ANALISIS KINERJA DAN DAYA DUKUNG DAS WAISAI DUA KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT (Study Analysis of Performance and Capacity of Waisai Dua Watershed, District of Raja Ampat, Province of West Papua)

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KINERJA KELESTARIAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN DAS KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA

STUDI PENENTUAN KINERJA KELESTARIAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN DAS KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA STUDI PENENTUAN KINERJA KELESTARIAN LINGKUNGAN PENGELOLAAN DAS KONAWEHA PROVINSI SULAWESI TENGGARA Catur Nilawardani, Rini Wahyu Sayekti 2, Riyanto Haribowo 2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5292 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI I. UMUM Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30

Kemampuan hujan dengan energi kinetiknya untuk menimbulkan erosi pada suatu bidang lahan dalam waktu tertentu (Intensitas Hujan = EI30 Persamaan Umum Kehilangan Tanah (Universal Soil Loss Equation) (USLE) (Wischmeier & Smith, 1969) A = R. K. L. S. C. P A = Jumlah Tanah Tererosi (Ton/Ha/Th) R = Jumlah Faktor Erosivitas Hujan (Joule) K

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian 1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2014 sampai September 2014 di Dukuh Kaliwuluh, Desa Sidorejo, Kecamatan Kemalang,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HIBAH KOMPETENSI PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAS SATUI DALAM RANGKA PENGENDALIAN BANJIR DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

LAPORAN AKHIR HIBAH KOMPETENSI PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAS SATUI DALAM RANGKA PENGENDALIAN BANJIR DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN i LAPORAN AKHIR HIBAH KOMPETENSI PENINGKATAN DAYA DUKUNG DAS SATUI DALAM RANGKA PENGENDALIAN BANJIR DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Tahun ke-1 dari rencana 2 tahun Oleh Dr.BADARUDDIN, S.Hut.,M.P NIDN: 0027057601

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Karakter Daerah Tangkapan Air Merden 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Merden Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.3 menunjukan bahwa luas DTA

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 10 C. Tujuan Penelitian... 10

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN DAS TERPADU

PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS TERPADU PENGELOLAAN DAS 1. Perencanaan 2. Pelaksanaan 3. Monitoring dan Evaluasi 4. Pembinaan dan Pengawasan 5. Pelaporan PERENCANAAN a. Inventarisasi DAS 1) Proses penetapan batas DAS

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) BAB III LANDASAN TEORI A. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) Metode USLE dapat dimanfaatkan untuk memperkirakan besarnya erosi untuk berbagai macam kondisi tataguna lahan dan kondisi iklim yang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PEMBANGUNAN DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL STATISTIK PEMBANGUNAN BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI MAHAKAM BERAU 2009 Samarinda, Januari 2010 BALAI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Curah Hujan Data curah hujan yang terjadi di lokasi penelitian selama 5 tahun, yaitu Januari 2006 hingga Desember 2010 disajikan dalam Gambar 5.1. CH (mm) 600 500 400

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang dikenal dengan sumberdaya alamnya yang sangat melimpah seperti sumberdaya lahan, hutan, air, hasil tambang, dan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis karakteristik DTA(Daerah Tangkapan Air ) Opak 1. Luas DTA (Daerah Tangkapan Air) Opak Dari hasil pengukuran menggunakan aplikasi ArcGis 10.1 menunjukan bahwa luas

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 207 ISBN: 978 602 36 072-3 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR Rahardyan Nugroho Adi dan Endang Savitri Balai Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

PREDIKSI NILAI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIG PADA BEBERAPA DAS DI KALIMANTAN TIMUR

PREDIKSI NILAI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIG PADA BEBERAPA DAS DI KALIMANTAN TIMUR PREDIKSI NILAI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN SIG PADA BEBERAPA DAS DI KALIMANTAN TIMUR Sukariyan 1 dan Sigit Hardwinarto 2 1 Politeknik Pertanian Negeri Samarinda. 2 Laboratorium

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR : P.

Lebih terperinci

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara

Kata kunci: Fungsi hutan, opini masyarakat, DAS Kelara Opini Masyarakat Terhadap Fungsi Hutan di Hulu DAS Kelara OPINI MASYARAKAT TERHADAP FUNGSI HUTAN DI HULU DAS KELARA Oleh: Balai Penelitian Kehutanan Makassar, Jl. Perintis Kemerdekaan Km.16 Makassar, 90243,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Daerah Aliran Sungai (DAS) Definisi daerah aliran sungai dapat berbeda-beda menurut pandangan dari berbagai aspek, diantaranya menurut kamus penataan ruang dan wilayah,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK i UCAPAN TERIMA KASIH ii DAFTAR ISI iii DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR TABEL viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Rumusan Masalah 2 1.3 Tujuan Penelitian 3 1.4 Manfaat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009,

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 39/Menhut-II/2009, DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN. Oleh Yudo Asmoro, Abstrak DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) WALANAE, SULAWESI SELATAN Oleh Yudo Asmoro, 0606071922 Abstrak Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat pengaruh fisik dan sosial dalam mempengaruhi suatu daerah aliran sungai.

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 9 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Persiapan : Oktober November 2010 (Bogor). Pelaksanaan lapang (pra survei dan survei) : Desember 2010. Analisis Laboratorium : Januari Februari 2011.

Lebih terperinci

Erosi. Rekayasa Hidrologi

Erosi. Rekayasa Hidrologi Erosi Rekayasa Hidrologi Erosi adalah suatu proses atau peristiwa hilangnya lapisan permukaan tanah atas, baik disebabkan oleh pergerakan air maupun angin. Erosi merupakan tiga proses yang berurutan, yaitu

Lebih terperinci

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS

Tujuan: Peserta mengetahui metode estimasi Koefisien Aliran (Tahunan) dalam monev kinerja DAS MONEV TATA AIR DAS ESTIMASI KOEFISIEN ALIRAN Oleh: Agung B. Supangat Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS Jl. A.Yani-Pabelan PO Box 295 Surakarta Telp./fax. (0271)716709, email: maz_goenk@yahoo.com

Lebih terperinci

DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG

DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG DRAFT EMPAT GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 42 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode USLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode USLE Metode Universal Soil Loss Equation (USLE) merupakan model empiris yang dikembangkan di Pusat Data Aliran Permukaan dan Erosi Nasional, Dinas Penelitian Pertanian,

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

19 Oktober Ema Umilia

19 Oktober Ema Umilia 19 Oktober 2011 Oleh Ema Umilia Ketentuan teknis dalam perencanaan kawasan lindung dalam perencanaan wilayah Keputusan Presiden No. 32 Th Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Kawasan Lindung

Lebih terperinci

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK

POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK 1 POTENSI DAS DELI DALAM MENDUKUNG PERTANIAN BERKELANJUTAN BERDASARKAN EVALUASI KEMAMPUAN PENGGUNAAN LAHAN ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi DAS Deli berdasarkan evaluasi kemampuan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka 40 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Way Semangka dan Way Semung, Wonosobo Kabupaten Tanggamus. DAS Sungai Way Semaka mempunyai

Lebih terperinci

KLASIFIKASI DAS YANG DIPULIHKAN DAN DIPERTAHANKAN

KLASIFIKASI DAS YANG DIPULIHKAN DAN DIPERTAHANKAN KLASIFIKASI DAS YANG DIPULIHKAN DAN DIPERTAHANKAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAS DAN PERHUTANAN SOSIAL BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PEMALI JRATUN 1 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya

TINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013

Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat untuk Hutan Aceh Berkelanjutan Banda Aceh, 19 Maret 2013 ANALISIS SPASIAL ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN KEKRITISAN LAHAN SUB DAS KRUENG JREUE Siti Mechram dan Dewi Sri Jayanti Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan

BAB I PENDAHULUAN. topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-punggung gunung yang menampung air hujan kemudian mengalirkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang TAHURA Bukit Soeharto merupakan salah satu kawasan konservasi yang terletak di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara dengan luasan 61.850 ha. Undang-Undang

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK

KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU. Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK KUANTIFIKASI JASA LINGKUNGAN PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA DAS CISADANE HULU Aji Winara dan Edy Junaidi ABSTRAK Sistem agroforestry merupakan integrasi antara beberapa aspek ekologis dan ekonomis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4

DAFTAR ISI Keaslian Penelitian... 4 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR PETA... xiv INTISARI... xv ABSTRAK...

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK

PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK PENERAPAN SISTEM AGROFORESTRY PADA PENGGUNAAN LAHAN DI DAS CISADANE HULU: MAMPUKAH MEMPERBAIKI FUNGSI HIDROLOGI DAS? Oleh : Edy Junaidi ABSTRAK DAS Cisadane Hulu merupakan salah satu sub DAS Cisadane yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu kesatuan aspek fisik, sosial dan ekosistem yang di dalamnya mengandung berbagai permasalahan yang komplek, seperti degradasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE

BAB III LANDASAN TEORI. A. Metode MUSLE BAB III LANDASAN TEORI A. Metode MUSLE Metode MUSLE (Modify Universal Soil Loss Equation) adalah modifikasi dari metode USLE (Soil Loss Equation), yaitu dengan mengganti faktor erosivitas hujan (R) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu sumberdaya alam yang dibutuhkan umat manusia. Pengertian lahan dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998), yaitu : Lahan merupakan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 38 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Hutan Mangrove di Tanjung Bara termasuk dalam area kawasan konsesi perusahaan tambang batubara. Letaknya berada di bagian pesisir timur Kecamatan Sangatta

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR: P. 67/Menhut-II/2008 TENTANG KRITERIA DAN KLASIFIKASI UNIT PELAKSANA TEKNIS PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang selain merupakan sumber alam yang penting artinya bagi

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan,

Lebih terperinci

MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH

MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH Monitoring dan Evaluasi Sub Daerah Aliran Sungai... Hasnawir, Heru Setiawan dan Wahyudi Isnan MONITORING DAN EVALUASI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI KAWATUNA DI SULAWESI TENGAH Hasnawir*, Heru Setiawan dan Wahyudi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA

BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA PERENCANAAN WILAYAH 1 TPL 314-3 SKS DR. Ir. Ken Martina Kasikoen, MT. Kuliah 10 BAB VII KAWASAN LINDUNG DAN KAWASAN BUDIDAYA Dalam KEPPRES NO. 57 TAHUN 1989 dan Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang PEDOMAN

Lebih terperinci

STUDI PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN DAS DI SUB DAS KONTO HULU

STUDI PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN DAS DI SUB DAS KONTO HULU STUDI PENENTUAN KINERJA PENGELOLAAN DAS DI SUB DAS KONTO HULU Anggara Cahyo Wibowo 1, Rini Wahyu Sayekti 2, Rispiningtati 2 1 Mahasiswa Program Sarjana Teknik Jurusan Pengairan Universitas Brawijaya 2

Lebih terperinci

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng

Prestasi Vol. 8 No. 2 - Desember 2011 ISSN KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN. Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng KONSERVASI LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN PERTANIAN Oleh : Djoko Sudantoko STIE Bank BPD Jateng Abstrak Sektor pertanian di Indonesia masih mempunyai peran yang penting, khususnya untuk mendukung program ketahanan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.378, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Kawasan Hutan. Fungsi. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P. 34/Menhut -II/2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan

Prosiding Seminar Nasional INACID Mei 2014, Palembang Sumatera Selatan No Makalah : 1.17 EROSI LAHAN DI DAERAH TANGKAPAN HUJAN DAN DAMPAKNYA PADA UMUR WADUK WAY JEPARA Dyah I. Kusumastuti 1), Nengah Sudiane 2), Yudha Mediawan 3) 1) Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN

EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN KARAKTERISTIK HIDROLOGI DAN LAJU EROSI SEBAGAI FUNGSI PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DESEMBER, 2014 KATA PENGANTAR Sesuai Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 21/PRT/M/2010

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.326, 2015 KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5794). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Curah hujan Grafik curah hujan selama pengamatan (2 Desember 2010-31 Januari 2011) disajikan dalam Gambar 10. Gambar 10 Curah hujan selama pengamatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1 Perusahaan Umum (Perum) Jasa Tirta I Jl. Surabaya 2 A, Malang Indonesia 65115 Telp. 62-341-551976, Fax. 62-341-551976 http://www.jasatirta1.go.id

Lebih terperinci

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN

ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN ARAH PENELITIAN MONITORING DAN EVALUASI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) TAHUN 2012-2021 1 Oleh : Irfan B. Pramono 2 dan Paimin 3 Balai Penelitian Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan daerah yang berfungsi sebagai daerah resapan, daerah penyimpanan air, penampung air hujan dan pengaliran air. Yaitu daerah dimana

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 3 C. Tujuan... 4 D. Manfaat...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si

Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si SIDIK CEPAT DEGRADASI SUB DAS TUNTANG HULU Oleh: Ir. Alwis, MM Nden Rissa H, S.Si. M.Si Kementerian Lingkungan Hidup dan Kuhutanan (KLHK)/ eks. Kementerian Kehutanan salah satu tugas pokoknya adalah melaksanakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Kritis Lahan kritis adalah lahan yang tidak mampu secara efektif digunakan untuk lahan pertanian, sebagai media pengatur tata air, maupun sebagai pelindung alam lingkungan.

Lebih terperinci

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung Oleh : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 32 TAHUN 1990 (32/1990) Tanggal : 25 JULI 1990 (JAKARTA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane)

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) PENINGKATAN PRODUKTIVITAS HUTAN RAKYAT MELALUI PENERAPAN TEKNIK KONSERVASI TANAH LOKAL SPESIFIK (Studi Kasus pada DAS Cisadane) Oleh : Edy Junaidi Balai Penelitian Kehutanan Ciamis ABSTRAK Luasan penggunaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PENANAMAN BAGI PEMEGANG IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN DALAM RANGKA REHABILITASI DAERAH ALIRAN SUNGAI Menimbang

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Konservasi Lahan Sub DAS Lesti Erni Yulianti PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG Erni Yulianti Dosen Teknik Pengairan FTSP ITN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 ) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus Hidrologi Pada umumnya ketersediaan air terpenuhi dari hujan. Hujan merupakan hasil dari proses penguapan. Proses-proses yang terjadi pada peralihan uap air dari laut ke

Lebih terperinci

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off).

Bab ini berhubungan dengan bab-bab yang terdahulu, khusunya curah hujan dan pengaliran air permukaan (run off). BAB VII. EROSI DAN SEDIMENTASI A. Pendahuluan Dalam bab ini akan dipelajari pengetahuan dasar tentang erosi pada DAS, Nilai Indeks Erosivitas Hujan, Faktor Erodibilitas Tanah, Faktor Tanaman atau Faktor

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara 4.1.1 Kondisi Geografis Propinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terletak di Jazirah Tenggara Pulau Sulawesi, terletak di bagian selatan

Lebih terperinci