Di Sidoarjo tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat yang dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Di Sidoarjo tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat yang dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama."

Transkripsi

1 Nyadran Di Jawa, pada bulan Ruwah ( kalender Jawa ) ada tradisi yang dinamakan Ruwatan. Bentuk bentuk Ruwatan ini dapat berupa bersih Desa,Ruwah desa atau lainnya. Di Sidoarjo tepatnya di Desa Balongdowo Kecamatan Candi ada tradisi masyarakat yang dilakukan setiap bulan Ruwah pada saat bulan purnama. Tradisi tersebut dinamakan Nyadran, Nyadran ini merupakan adat bagi para nelayan kupang desa Balongdowo sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bentuk kegiatan Nyadran berupa pesta peragaan cara mengambil kupang di tengah laut selat Madura. Nyadran di Sidoarjo mempunyai ciri khas tersendiri. Kegiatan Nyadran dilakukan oleh masyarakat Balongdowo yang mata pencaharian sebagai nelayan kupang, pada siang harinya sangat disibukkan dengan kegiatan persiapan pesta upacara meski puncak acaranya pada tengah malam. Kegiatan ini dilakukan pada dini hari sekitar pukul 1 pagi. Orang- orang berkumpul untuk melakukan keliling. Perjalanan dimulai dari Balongdowo Kec, Candi menempuh jarak 12 Km. Menuju dusun Kepetingan Ds. Sawohan Kec. Buduran. Perjalanan ini melewati sungai desa Balongdowo, Klurak kali pecabean, Kedung peluk dan Kepetingan ( Sawohan ). Ketika iring-iringan perahu sampai di muara kali Pecabean perahu yang ditumpangi anak balita membuang seekor ayam. Konon menurut cerita dahulu ada orang yang mengikuti acara Nyadran dengan membawa anak kecil dan anak kecil tersebut kesurupan. Oleh karena itu untuk menghindari hal tersebut masyarakat Balongdowo percaya bahwa dengan membuang seekor ayam yang masih hidup ke kali Pecabean maka anak kecil yang mengikuti nyadran akan terhindar dari kesurupan/ malapetaka. Sekitar pukul WIB. Peserta iring-iringan perahu tiba di dusun Kepetingan Ds. Sawohan. Rombongan peserta nyadran langsung menuju makam dewi Sekardadu untuk mengadakan makan bersama. Sambil menunggu fajar tiba, peserta nyadran tersebut berziarah, bersedekah, dan berdoa di makam tersebut agar berkah terus mengalir. Menurut cerita rakyat Balongdowo

2 Dewi sekardadu adalah putri dari Raja Blambangan yang bernama Minak Sembuyu yang pada waktu meninggalnya dikelilingi ikan kepiting itulah sebab mengapa dusun tersebut dinamakan Kepetingan. Tetapi orang-orang sering menyebut Dusun Ketingan. Setelah dari makam Dewi Sekardadu, sekitar pukul 07.00WIB. Perahu-perahu itu menuju selat Madura yang berjarak sekitar 3 Km. Sekitar pukul WIB. iring-iringan perahu tersebut mulai meninggalkan selat Madura. Kemudian mereka kembali ke Ds Balongdowo. Sepanjang Perjalan pulang ternyata banyak masyarakat berjajar di tepi sungai menyambut iring-iringan perahu tiba. Mereka minta berkat/makanan yang dibawa oleh peserta nyadran dengan harapan agar mendapat berkah. Ada satu proses dari pesta nyadran ini yaitu Melarung tumpeng Proses ini dilakukan di muara /Clangap ( pertemuan antara sungai Balongdowo, sungai Candi, dan sungai Sidoarjo ). Proses ini diadakan bila ada pesta Nyadran atau nelayan kupang yang mempunyai nadzar /kaul. Kebudayaan Nyadran REP 12 December :46 Dibaca: 363 Komentar: 2 2 A. Latar Belakang Masalah Dalam perkembangan zaman yang semakin modern, upacara tradisional sebagai wahana budaya leluhur bisa dikatakan masih memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Upacara tradisional yang memiliki makna filosofis sampai sekarang masih dipatuhi oleh masyarakat pendukungnya. Masyarakat tersebut bahkan takut jika tidak melaksanakan upacara tradisional akan mengalami hal-hal yang tidak diinginkan. Dalam sejarah perkembangan kebudayaan masyarakat Jawa mengalami akulturasi dengan berbagai bentuk kultur yang ada. Oleh karena itu, corak dan bentuknya diwarnai oleh berbagai unsur budaya yang bermacam-macam. Setiap masyarakat memiliki kebudayaan yang berbeda. Hal ini dikarenakan oleh kondisi sosial budaya masyarakat antara yang satu dengan yang lain berbeda. Kebudayaan sebagai cara berpikir dan cara merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi kehidupan kelompok manusia yang membentuk kesatuan sosial dalam ruang dan waktu. Salah satu budaya yang menonjol adalah adat istiadat atau tradisi kejawen.kebudayaan selalu

3 menyajikan sesuatu yang khas dan unik, karena pada umumnya diartikan sebagai proses atau hasil karya, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekitarnya. Upacara tradisional yang dilaksanakan pada umumnya masih mempunyai hubungan dengan kepercayaan akanadanya kekuatan diluar manusia. Adapun yang dimaksud dengan kekuatan di luar manusia yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dapat juga diartikan sebagai kekuatan supranatural seperti roh nenek moyang pendiri desa, dan bisa juga roh leluhur yang dianggap masih memberikan perlindungan padanya dan keturunannya. Mereka percaya bahwa tidak semua usaha manusia dapat berjalan lancar, terkadang menemui tantangan dan hambatan yang sulit dipecahkan. Hal tersebut disebabkan oleh keterbatasan akal dan sistem pengetahuan manusia, sehingga masalah-masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan akal mulai dipecahkan secara religi. Pada dasarnya masyarakat Jawa merupakan suatu kesatuan masyarakat yang diikat oleh norma-norma hidup karena sejarah, tradisi maupun agama. Ada keyakinan pada masyarakat Jawa bahwa suatu tindakan atau tingkah laku merupakan cara berpikir seorang individu yang sering dikaitkan dengan adanya kepercayaan atau keyakinan terhadap kekuatan gaib yang ada di alam semesta. Kekuatan alam semesta dianggap ada di atas segalanya. Selanjutnya dikatakan bahwa dalam masyarakat Jawa kekuatan manusia dianggab lemah bila dihadapkan dengan alam semesta. Pandangan hidup orang Jawa terbentuk dari alam pikiran Jawa tradisional, kepercayaan Hindu, dan ajaran Islam. Budaya dapat diartikan sebagai keseluruhan warisan sosial yang dipandang sebagai hasil karya yang tersusun menurut tata tertib teratur, biasanya terdiri dari pada kebendaan, kemahiran teknik, pikiran dan gagasan, kebiasaan, nilai-nilai tertentu, dan sebagainya.wujud kebudayaan selain sebagai kompleksitas ide, gagasan, nilai dan norma maupun sebagai peraturan, juga mencerminkan pola tingkah laku manusia dalam masyarakat. Pola tingkah laku ini terjadi karena ekspresi atau manifestasi hasil proses belajar. Ekspresi ini juga terwujud dalam hasil karyanya sebagai buah budi dayanya. Wujud tingkah laku tersebut dapat juga berbentuk lambang tertentu, misalnya upacara keagamaan yang merupakan manifestasi tingkah laku religius.

4 Apresiasi budaya sering kali dihubungkan dengan cara hidup, adat istiadat suatu masyarakat yang mendukung kebudayaan tersebut. Misalnya upacara adat tradisional yang pada umumnya ditimbulkan adanya keyakinan atau doktrin yang juga merupakan perwujudan dari religi. Semua akivitas manusia yang berhubungan dengan religi dan didasarkan pada suatu getaran jiwa biasanya disebut emosi keagaman (religious emotion),emosi keagamaan mendorong manusia melakukan tindakan religi. Dalam kepercayaan religi animisme, makam adalah tempat suci yang digunakan sebagai sarana berkomunikasi spiritual nenek moyang dengan roh para leluhur atau dengan Tuhan. Pada masa sekarang, kepercayaan tersebut belum luntur. Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya masyarakat jawa adalah Tradisi Nyadran. Secara filosofis Nyadran adalah ritual simbolik yang sarat dengan makna. Menurut adat kejawen sadranan berarti berziarah Kubur atau pergi ke makam nenek moyang dengan membawa menyan, bunga dan air doa. Sadran berarti kembali atau menziarahi makam atau tempat yang dianggap sebagai cikal bakal suatu desa, biasanya masyarakat menamakan tempat tersebut dengan sebutan punden yaitu makam cikal bakal desa setempat. Sebelum berziarah kubur biasanya masyarakat terlebih dahulu membersihkan makam secara bersama-sama. Bersih kubur yang dikenal dengan nama sadranan atau besik merupakan salah satu bentuk alkuturasi Islam dengan kebudayaan Jawa. Tradisi sadranan merupakan tradisi yang sudah dikenal oleh semua masyarakat terutama masyarakat Jawa, karena sadranan dilakukan di berbagai daerah tak terkecuali di Desa Margoyoso, kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sebelum Islam datang kepercayaan Animisme dan Dinamisme serta agama Hindu dan Budha telah lebih dahulu berkembang di Indonesia khususnya pulau Jawa. Islam diterima di masyarakat Jawa dengan mudah dan damai, karena para da`i memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap kebudayaan Jawa. Islam tidak perlu mengubah struktur budaya dan kepercayaan yang telah ada, melainkan tinggal melestarikannya dengan siraman Islam. Keadaan demikian memberikan dampak pada pandangan yang tidak mempersoalkan suatu agama itu benar atau salah, suka memadukan unsur-unsur dari berbagai agama yang pada dasarnya berbeda bahkan berlawanan. Pandangan hidup orang jawa merupakan perwujudan dari kepercayaan terhadap adi kodrati (Allah), selain itu masyarakat Jawa juga menghormati nenek moyang yang sudah meninggal.

5 Sikap hormat tersebut diungkapkan dengan cara mengunjungi makam nenek moyang untuk minta berkah dan berdoa agar mendapat kemudahan dalam menjalani lingkaran hidup. Mengunjungi makam biasanya dilakukan sebelum mengadakan salah satu upacara lingkaran hidup dalam keluarga atau upacara yang berhubungan dengan hari besar Islam. Dalam masyarakat Jawa mengunjungi makam yang penting ketika Nyadran. Pada waktu nyadran makam-makam dibersihkan dan ditaburi bunga (nyekar) yang kemudian dibacakan doa sambil membakar dupa. Masyarakat mengadakan tradisi Nyadran pada umumnya ketika menjelang puasa, tepatnya sehari sebelum puasa Ramadhan. Selain disebut dengan tradisi Nyadran, ada sebagian masyarakat menyebutnya dengan sebutan ruwahan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana bentuk upacara nyadran di Desa Margoyoso. 2. Mengetahui apa itu nyadran dan sejauh mana masyarakat menghayati nilai yang terkandung dari suatu tradisi kebudayaan nenek moyang. 3. Apa fungsi Tradisi Nyadran bagi masyarakat dan mengapa tradisi Nyadran tetap bertahan. BAB II A. Sejarah Nyadran POKOK PEMBAHASAN Lantas kapan sebenarnya tradisi nyadran bagi orang Jawa itu dilakukan? Hampir tak ada yang tahu persis. Namun dalam ajaran Islam, bulan Sya ban yang datang menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia. Maka, di sejumlah tempat diadakan sadranan yang maknanya adalah melaporkan segala daya dan upaya yang telah dilakukan selama setahun, untuk nantinya manusia berintrospeksi. Dalam masyarakat jawa, tradisi atau ritual nyadran sendiri sudah ada pada masa Hindu-Buda, jauh sebelum agama Islam masuk. Saat itu, nyadran dimaknai sebagai sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa keselamatan. Saat agama Islam masuk ke Jawa pada sekitar

6 abad ke-13, ritual semacam nyadran dalam tradisi Hindu-Buda lambat laun terakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Akulturasi ini makin kuat ketika Walisongo menjalankan dakwah ajaran Islam di Jawa mulai abad ke-15. Pribumisasi ajaran Islam membuahkan sejumlah perpaduan ritual, salah satunya budaya nyadran. Oleh karena itu, nyadran bisa jadi merupakan modifikasi para wali ketika memperkenalkan agama Islam di tanah Jawa. Langkah itu ditempuh para wali, karena untuk melakukan persuasi yang efektif terhadap orang Jawa, agar mau mengenali dan masuk Islam. Nyadran pun menjadi media siar agama Islam. Selain ritual nyadran, salah satu kompromi atau akulturasi budaya Jawa dalam islam berupa penempatan nisan di atas jenazah yang dikuburkan. Batu nisan tersebut sebagai penanda keberadaan si jenazah, agar kelak anak-cucunya dan segenap keturunannya bisa mendatangi untuk ziarah, mendoakan sang arwah, sewaktu-waktu. Bagi sebagian besar masyarakat pedesaan di Jawa, mudik terdiri atas dua arus. Arus besar pertama terjadi dalam rangka menyongsong lebaran, atau Idul Fitri. Sedangkan arus kedua terjadi pada saat ruwahan menjelang bulan puasa. Namun para perantau kerap memposisikan nyadran lebih tinggi dibanding Hari Raya idul Fitri. Setidaknya, para akan lebih memilih mudik pada saat ruwahan, dibanding pada lebaran. Apalagi ketika kemudian tradisi mudik lebaran juga berarti masa perjuangan penuh risiko, seperti transportasi yang semakin mahal, jalanan macet dan seterusnya. Pada saat mudik nyadran, biasanya pula orang-orang Jawa di perantauan akan berusaha mengalokasikan anggaran untuk perbaikan batu nisan atau kompleks makam keluarga, makam para leluhur yang dihormati. B. Upacara Nyadran Nyadran di Desa Margoyoso biasa dilaksanakan bertepatan dengan tanggal 20 Sya ban setiap tahunnya. Sebagaimana adat kebiasaan yang telah berlangsung, acara diadakan di dalam area makam. Mulai terbit fajar telah datang merayap, para peziarah dengan bawaan bakul dan tenong (rantang) yang berisi daharan sak ubo rampe-nya. Nasi, sayur, ayam ingkung, bakmi, sayur kentang atau krecek merupakan menu yang telah dipersiapkan sejak jago kluruk pertama

7 terdengar dini hari. Kebanyakan diantara para hadirin terdiri atas kaum laki-laki. Beberapa kaum ibu memang datang, namun bisa dihitung dengan jari. Adapun anak-anak, baik laki maupun perempuan ada yang sengaja diajak orang tuanya untuk memperkenalkan tradisi leluhur. Tidak kurang dari seratusan orang memadati sepanjang jalan makam. Setelah dirasa segenap warga hadir, acara inti diawali dengan tahlilan bersama yang dipimpin oleh orang yang dituakan / sesepuh kampung. Selepas pembacaan tahlil, acara dilanjutkan dengan kembul bujono dengan alas daun pisang utuh yang telah disediakan di tengah kalangan. Nasi putih segera dicecer di tepian daun pisang. Ayam ingkung segera dicuwel, satu per satu dibagi rata. Sayur krecek dan bakmi segera tertebar menyelimuti nasi putih. Kemudian hadirinpun dipersilakan makan bersama. Makan dengan cara demikian merupakan perwujudan semangat kebersamaan, rasa gotong royong dan keguyuban diantara sesama warga. Inilah harta karun paling berharga yang diwariskan para pendahulu bangsa kepada anak cucunya. Mangan ora mangan sing penting kumpul. C. Makna yang terkandung dari Upacara Nyadran Tradisi yang hingga saat ini masih berlangsung di masyarakat pedesaan itu mempunyai makna simbolis, hubungan diri orang Jawa dengan para leluhur, dengan sesama, dan tentu saja dengan Tuhan. Tradisi nyadran intinya berupa ziarah kubur pada bulan Syaban (Arab), atau Ruwah dalam kalender Jawa, menjadi semacam kewajiban bagi orang Jawa. Ziarah dengan membersihkan makam leluhur, memanjatkan doa permohonan ampun, dan tabur bunga tersebut adalah simbol bakti dan ungkapan penghormatan serta terima kasih seseorang terhadap para leluhurnya. Makna yang terkandung dalam persiapan puasa di bulan Ramadan adalah agar orang mendapatkan berkah dan ibadahnya diterima Allah. Lewat ritual nyadran, masyarakat Jawa melakukan penyucian diri. Mereka mengunjungi makam leluhur, membersihkan batu-batu nisan dari rumput liar dan ilalang, dan melakukan kendurian. Meski bentuk kegiatan sama, namun makna nyadran sangat berbeda dengan ziarah kubur. Perbedaan itu, antara lain karena waktu pelaksanaan ritual nyadran telah ditentukan secara sepihak oleh pihak yang memiliki otoritas di

8 daerah tersebut. Di hampir semua desa, pihak yang berwenang menentukan waktu nyadran adalah juru kunci, tetua desa, atau sosok yang paling dituakan dalam masyarakat. Berbeda dengan ziarah kubur, ritual nyadran dilakukan secara kolektif, melibatkan seluruh warga desa. Ritual nyadran ini biasanya dilakukan di dua pusat bangunan desa, yaitu makam dan masjid. Setelah melakukan bersih makam, acara beralih pada kenduri yang biasanya digelar di masjid atau makam desa. Sebagaimana kenduri pada umumnya, agendanya adalah berdoa dan makan nasi berkatan, yaitu berupa nasi tumpeng dengan lauk ingkung ayam, urapan, buahbuahan, serta jajan. Di beberapa desa yang tradisi nyadran-nya masih kuat, masyarakat meletakkan aneka sesaji dalam sebuah tenong, yaitu nampan bulat yang terbuat dari anyaman bambu, dengan alas daun pisang atau daun jati. Satu tenong dikepung beberapa orang sekaligus. Ketika acara doa atau tahlilan selesai, maka mereka akan makan beramai-ramai. Makna simbolis dari ritual nyadran atau ruwahan itu sangat jelas, bahwa saat memasuki bulan Ramadhan atau puasa, mereka harus benar-benar bersih, yang antara lain diupayakan dengan cara harus berbuat baik terhadap sesama, juga lingkungan sosialnya. Melalui rangkaian tradisi nyadran itulah orang Jawa merasa lengkap dan siap untuk memasuki ramadhan, bulan suci yang penuh berkah itu. Sebab, bagi orang Jawa, nyadran juga berarti sebuah upaya untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, memperbaiki hubungan baik dengan masyarakat dan lingkungan, serta menunjukkan bakti kepada para leluhur mereka. D. Tradisi Nyadran yang masih terjaga Meski penduduk desa ini telah mengenal peradaban kota dan dunia modern, tetapi mereka tetap menjaga eksistensi budaya yang ada. Salah satu buktinya adalah Nyadran. Nyadran adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh penduduk, biasanya di desa, setiap menjelang bulan ramadhan, tetapi kadang ada pula yang dilakukan di bulan lain. Jadi, upacara adat ini sangat berkaitan dengan warisan budaya Islam. Pada hari-h sebagian penduduk desa yang berada di kota besar pulang kampung untuk mendoakan arwah leluhur mereka. Pada pukul 7 pagi, semua warga desa berbondong-bondong datang ke lapangan, atau area lain yang terletak di sebelah makam. Bahkan tetangga desa pun ikut datang ke sana. Mereka datang dengan membawa berbagai makanan, yang biasanya disertai

9 ingkung, masakan ayam goreng yang masih utuh belum dipotong-potong. Setelah semua warga berkumpul, baik tua maupun muda, laki maupun perempuan, acara yang dipimpin bapak bayan, istilah bagi kepala dusun, dimulai. Upacara dilanjutkan dengan pidato bapak lurah, lalu tahlil dimulai dengan dipimpin bapak kaum atau sering disebut pemuka agama di desa. Tujuan dari tahlil ini adalah untuk mendoakan arwah leluhur yang telah meninggal mendahului mereka. Setelah itu mereka beramai-ramai menyantap makanan mereka. Tak lupa mereka saling berbagi makanan satu sama lain. E. Kontroversi Apa yang menjadi latar belakang munculnya pro dan kontra mengenai nyadran di Desa Margoyoso dan kalangan mana yang terlibat kontroversi. Akar dari kontroversi itu sebenarnya berawal dari campurnya unsur animisme, hindu, dan Islam dalam ritual inti nyadran dan kemudian melebar ke rangkaian-rangkaian acara untuk memeriahkan upacara itu. Kalangan muslim modernis (Muhammadiyah) menolak digelarnya upacara nyadran dan perayaan-perayaan yang menyertainya, sedangkan kalangan muslim tradisionalis (NU) mendukung. Bagi mereka yang kontra, nyadran dianggap sebagai pesta hura-hura yang mengamburhamburkan uang karena dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan yang sering tidak ada hubunganya dengan pesan dari ritual nyadran itu sendiri sebagai syukuran. Rasa syukur boleh diungkapkan dengan berbagai cara. Bahkan nyadran bisa menjadi syiar Islam seperti yang dilakukan oleh Walisongo dahulu. Menurut sudut pandang NU, jika nyadran dihukumi haram, maka sudah dari dulu dilarang oleh para penyebar Islam di Jawa. Kontroversi yang muncul adalah berakar dari masalah dasar kenyakinan keagamaaan (akidah). Pihak yang menentang (kalangan Muhammadiyah) mempunyai alasan mereka sendiri menolak tradisi nyadran. Mereka berhujah bahwa tradisi leluhur itu mengandung bid ah dan syirik sehingga mengancam iman Islam. Pihak yang memperkenankan (NU) justru melihat tradisi nyadran sebagai alat syiar Islam., pro dan kontra tentang masalah ini hanyalah perbedaan dalam sudut pandang dalam melihat kebudayaan lokal, selain tendensi ekonomi yang ada dibelakangnya.

10 Tradisi Nyadran masyarakat Jawa Bagi masyarakat Jawa, kegiatan tahunan yang bernama nyadran atau sadranan merupakan ungkapan refleksi sosial-keagamaan. Hal ini dilakukan dalam rangka menziarahi makam para leluhur. Ritus ini dipahami sebagai bentuk pelestarian warisan tradisi dan budaya para nenek moyang. Nyadran dalam tradisi Jawa biasanya dilakukan pada bulan tertentu, seperti menjelang bulan Ramadhan, yaitu Sya'ban atau Ruwah. Nyadran dengan ziarah kubur merupakan dua ekspresi kultural keagamaan yang memiliki kesamaan dalam ritus dan objeknya. Perbedaannya hanya terletak pada pelaksanaannya, di mana nyadran biasanya ditentukan waktunya oleh pihak yang memiliki otoritas di daerah, dan pelaksanaannya dilakukan secara kolektif. Tradisi nyadran merupakan simbol adanya hubungan dengan para leluhur, sesama, dan Yang Mahakuasa atas segalanya. Nyadran merupakan sebuah pola ritual yang mencampurkan budaya lokal dan nilai-nilai Islam, sehingga sangat tampak adanya lokalitas yang masih kental islami. Budaya masyarakat yang sudah melekat erat menjadikan masyarakat Jawa sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dari kebudayaan itu. Dengan demikian tidak mengherankan kalau pelaksanaan nyadran masih kental dengan budaya Hindhu-Buddha dan animisme yang diakulturasikan dengan nilai-nilai Islam oleh Wali Songo. Secara sosio-kultural, implementasi dari ritus nyadran tidak hanya sebatas membersihkan makam-makam leluhur, selamatan (kenduri), membuat kue apem, kolak, dan ketan sebagai unsur sesaji sekaligus landasan ritual doa. Nyadran juga menjadi ajang silaturahmi keluarga dan sekaligus menjadi transformasi sosial, budaya, dan keagamaan. Prosesi ritual nyadran biasanya dimulai dengan membuat kue apem, ketan, dan kolak. Adonan tiga jenis makanan dimasukkan ke dalam takir, yaitu tempat makanan terbuat dari daun pisang, di kanan kiri ditusuki lidi (biting). Kue-kue tersebut selain dipakai munjung/ater-ater (dibagibagikan) kepada sanak saudara yang lebih tua, juga menjadi ubarampe (pelengkap) kenduri. Tetangga dekat juga mendapatkan bagian dari kue-kue tadi. Hal itu dilakukan sebagai ungkapan solidaritas dan ungkapan kesalehan sosial kepada sesama. Selesai melakukan pembersihan makam, masyarakat kampung menggelar kenduri yang berlokasi di sepanjang jalan menuju makam atau lahan kosong yang ada di sekitar makam leluhur (keluarga). Kenduri dimulai setelah ada bunyi kentongan yang ditabuh dengan kode dara muluk (berkepanjangan). Lalu seluruh keluarga dan anak-anak kecil serta remaja hadir dalam acara kenduri itu. Tiap keluarga biasanya akan membawa makanan sekadarnya, beragam jenis, lalu duduk bersama dalam keadaan bersila. Kemudian, kebayan desa membuka acara, isinya bermaksud untuk mengucapkan rasa syukur dan terima kasih kepada warga yang sudah bersedia menyediakan makanan, ambengan, dan lain-lain termasuk waktunya. Setelah itu, Mbah Kaum (ulama lokal) yang sudah dipilih menjadi rois, maju untuk memimpin doa yang isinya memohon maaf dan

11 ampunan atau dosa para leluhur atau pribadi mereka kepada Tuhan Yang Mahakuasa. Doanya menggunakan tata cara agama Islam, warga dan anak-anak mengamini. Suasana ceria anak-anak tergambar dengan semangat melafalkan amin sambil berteriak. Selesai berdoa, semua yang hadir mencicipi makanan yang digelar. Pada saat itu ada yang tukar-menukar kue, ada yang asyik ngobrol dengan kanan-kiri, maklum beberapa warga pulang dari perantauan hadir dalam kenduri. Biasanya Mbah Kaum diberi uang wajib dan makanan secukupnya, sedangkan yang tak hadir atau si miskin diberi gandhulan, nasi, kue yang dikemas khusus kemudian diantar ke rumah yang sudah disepakati diberi gandhulan. Dari tata cara tersebut, jelas nyadran tidak sekadar ziarah ke makam leluhur, tetapi juga ada nilai-nilai sosial budaya, seperti budaya gotongroyong, guyub, pengorbanan, ekonomi. Bahkan, seusai nyadran ada warga yang mengajak saudara di desa ikut merantau dan bekerja di kota-kota besar. Di sini ada hubungan kekerabatan, kebersamaan, kasih sayang di antara warga atau anggota trah. Di samping itu, semakin jelas adanya nilai transformasi budaya dan tradisi dari yang tua kepada yang muda. Mengenai pola keberagamaan yang ada di Jawa, C Geertz (1981) melalui penelitiannya di Mojokerto menghasilkan sebuah konsep keberagamaan masyarakat yang bersifat abangan, santri, dan priayi. Ketiganya merupakan akumulasi dari hasil akulturasi budaya lokal masyarakat, Hidhu-Buddha dengan nilai-nilai Islam. Pola interaksi antara budaya lokal dan nilai Islam menjadikan Islam warna-warni. Nyadran merupakan ekspresi dan ungkapan kesalehan sosial masyarakat di mana rasa gotongroyong, solidaritas, dan kebersamaan menjadi pola utama dari tradisi ini. Ungkapan ini pada akhirnya akan menghasilkan sebuah tata hubungan vertikal-horizontal yang lebih intim. Dalam konteks ini, maka nyadran akan dapat meningkatkan pola hubungan dengan Tuhan dan masyarakat (sosial), sehingga akhirnya akan meningkatkan pengembangan kebudayaan dan tradisi yang sudah berkembang menjadi lebih lestari. Dalam konteks sosial dan budaya, nyadran dapat dijadikan sebagai wahana dan medium perekat sosial, sarana membangun jati diri bangsa, rasa kebangsaan dan nasionalisme (Gatot Marsono). Dalam prosesi ritual atau tradisi nyadran kita akan berkumpul bersama tanpa ada sekat-sekat dalam kelas sosial dan status sosial, tanpa ada perbedaan agama dan keyakinan, golongan ataupun partai. Nyadran menjadi ajang untuk berbaur dengan masyarakat, saling mengasihi, saling menyayangi satu sama lain. Nuansa kedamaian, humanitas dan familiar sangat kental terasa. Apabila nyadran ditingkatkan kualitas jalinan sosialnya, rasanya Indonesia ini menjadi benar-benar rukun, ayomayem, dan tenteram. Nyadran dalam konteks Indonesia saat ini telah menjelma sebagai refleksi, wisata rohani kelompok masyarakat di tengah kesibukan sehari-hari. Masyarakat, yang disibukkan dengan

12 aktivitas kerja yang banyak menyedot tenaga sekaligus (terkadang) sampai mengabaikan religiusitas, melalui nyadran, seakan tersentak kesadaran hati nuraninya untuk kembali bersentuhan dan bercengkrama dengan nilai-nilai agama: Tuhan. Selasa, 17 Desember 2013 Tradisi Nyadran dalam Masyarakat Jawa di Dusun Srikuwe, Ambartawang, Mungkid, Magelang Sebelum kedatangan Islam di Indonesia, khususnya di Jawa, agama Hindu-Buddha telah lebih dahulu masuk ke Indonesia. Agama tersebut telah dianut dan mengakar dalam kehidupan masyarakat. Begitu juga dengan kebudayaan yang dibawanya. Begitu agama Islam masuk agama Hindu dan Buddha tidak begitu saja ditinggalkan oleh penganutnya. Akulturasi Hindu-Islam terjadi ketika masyarakat menerapkan unsur-unsur Hindu kedalam tata cara agama Islam. Ketika mereka telah masuk Islam, kebudayaan lama tetap digunakan dan menggantinya dengan unsur-unsur Islam. Akulturasi ini membentuk suatu kebudayaan baru, yakni Islam Jawa dengan berkarakteristik Hindu-Islam. Salah satu bentuk akulturasi Hindu-Islam tersebut adalah Nyadran. Nyadran adalah suatu tradisi turun-temurun dalam masyarakat Jawa. Tradisi ini dilaksanakan kurang lebih satu minggu menjelang datangnya bulan suci Ramadhan. Nyadran berasal dari kata Sraddha yang berarti mengunjungi makam leluhur untuk membersihkan makam, menabur bunga dan mengabari datangnya bulan ramadhan. Menurut narasumber, yaitu penduduk desa Srikuwe setempat tradisi nyadran sudah turuntemurun dalam masyarakat. Tidak diketahui pasti bagaimana awalnya tradisi ini dijalankan. Mereka hanya menjalankannya sesuai amanat orang tua dan leluhur mereka. Di desa tersebut, Nyadran dilaksanakan kurang lebih satu minggu sebelum bulan Ramadhan datang. Pertama-tama, para warga bersama-sama berangkat menuju makam keluarga dan saudaranya yang terletak tak jauh dari tempat tinggal. Disana, mereka membacakan ayat-ayat suci Al-Qur an. Seperti surat-surat pendek, contohnya Surat Al Fatihah, surat Al Ikhlas, dan surat pendek lain. Tapi, sebagai keharusan adalah surat Yasiin. Mereka juga membersihkan makam leluhur mereka, dan menabur bunga di atas makamnya.

13 Setelah selesai para warga kemudian berkumpul di masjid atau mushola desa dengan membawa makanan yang telah dipersiapkan sebelumnya. Makanan tersebut kemudian dikumpulkan di tengahtengah warga yang duduk melingkar. Imam masjid atau mushola memimpin ritual ini. Imam kemudian membacakan doa-doa, baik untuk keluarganya yang sudah meninggal atau untuk keluarga yang masih hidup. Setelah selesai membaca doa, para warga dipersilahkan untuk saling bertukar makanan. Nyadran sudah ada sejak jaman Hindu Buddha yang disebut dengan Upacara Srada. Dahulu, mereka melakukan ritual ini untuk menghormati arwah nenek moyang mereka dan memanjatkan doa keselamatan. Begitu Islam masuk, tradisi tersebut dipadukan dengan tradisi Islam. Doa-doa dalam agama Hindu diganti dengan doa-doa dalam agama Islam. Tujuannya pun juga diganti. Dalam Islam, tujuan dari ritual Nyadran adalah untuk mendoakan ahli kubur. Juga sebagai renungan bagi mereka yang masih hidup bahwa segala yang hidup pasti akan menemui ajalnya juga. Sehingga mereka akan taat menjalankan ibadah Islam sesuai ketentuannya. Tradisi bertukar makanan dalam Nyadran tujuannya adalah untuk saling berbagi antar warga dalam menjaga kerukunan sesama. Sebagai wujud rasa syukur mereka terhadap Allah SWT karena telah memberikan rejeki dan memberi hidup sampai saat ini dan masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan bulan suci Ramadhan. Dalam kitab Negarakretagama, tradisi Nyadran/Srada dilaksanakan pada masa kerajaan Majapahit. Srada dilaksanakan oleh Raja Hayam Wuruk untuk memperingati kematian Rajapatni. Upacara ini dilaksanakan pada bulan Badra tahun Jawa 1284 atau 1362 M. Nyadran juga disinggung dalam kitab Pararaton meskipun hanya sekilas. Dalam tradisi Jawa asli, Srada hanya dilaksanakan satu kali untuk satu orang setelah kematiannya mencapai 12 tahun hitungan Jawa. Rajapatni yang dimaksud adalah Putri Gayatri, putri bungsu Raja Kertarajasa yang mangkat pada 1350 M. Upacara Srada dilaksanakan selama tujuh hari berturut-turut. Persiapannya pun memakan waktu berhari-hari. Seluruh istana diberi perhiasan yang indah. Upacara Srada dihadiri seluruh petinggi kerajaan dengan membawa persembahan sesuai jabatannya. Upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta dan dibantu oleh seorang Mpu. Semua sajian yang ada habis dibagi kepada semua yang hadir. Setelah upacara Srada selesai maka diadakan perbaikan terhadap makam Rajapatni. Jika ditelaah, Upacara Srada tersebut hampir mirip dengan tradisi Nyadran pada jaman sekarang. Meskipun pelaksanaannya lebih sederhana. Pemberian makanan, sedekah, melingkari

14 makanan yang serba enak dan mengirim doa untuk mereka yang sudah meninggal memiliki makna yang sama dengan Upacara Srada. Sumber: Muhammad Solikhin Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa. Yogyakarta : Penerbit Narasi. Warga setempat, Dusun Srikuwe, Ambartawang, Mungkid, Magelang. kebudayaan nyadran BAB I PENDAHULUAN 1.2 latar belakang masalah Kebudayaan merupakan elemen yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia. Di satu sisi, manusia mencipta budaya, namun di sisi lain, manusia merupakan produk dari budaya tempat dia hidup. Hubungan saling pengaruh ini merupakan salah satu bukti bahwa manusia tidak mungkin hidup tanpa budaya, betapapun primitifnya. Kehidupan berbudaya merupakan ciri khas manusia dan akan terus

15 hidup melintasi alur zaman. Sebagai warisan nenek moyang, kebudayaan membentuk kebiasaan hidup sehari-hari yang diwariskan turun-temurun. Ia tumbuh dan berkembang dalam kehidupan manusia dan hampir selalu mengalami proses penciptaan kembali. Di Indonesia ada baragam kebudayaan, salah satunya adalah upacara nyadran. Nyadran menjadi rutinitas sebagian besar masyarakat Jawa setiap tahun pada bulan dan hari yang telah ditentukan. Upacara ini merupakan penghormatan kepada leluhur dan bisa juga menjadi bentuk syukuran massal Rumusan masalah (1) bagaimana bentuk upacara nyadran di Desa balong dowo (2) mengapa tradisi rakyat yang telah dipraktikkan sejak dulu kala itu menimbulkan kontroversi. 1.4.Tujuan (1) mengetahui apa itu nyadran dan sejauh mana masyarakat menghayati nilai yang terkandung dari suatu tradisi kebudayaan nenek moyang. (2) mengetahui bagaimana pandangan dari dua kalangan keagamaan (Muhammadiyah dan NU) di Desa balong dowo dalam menyikapi pesta nyadran. BAB II POKOK PEMBAHASAN 2.1 Sejarah Nyadran Lantas kapan sebenarnya tradisi nyadran bagi orang Jawa itu dilakukan? Hampir tak ada yang tahu persis. Namun dalam ajaran Islam, bulan Sya ban yang datang menjelang Ramadhan merupakan bulan pelaporan atas amal perbuatan manusia. Maka, di sejumlah tempat diadakan sadranan yang maknanya adalah melaporkan segala daya dan upaya yang telah dilakukan selama setahun, untuk nantinya manusia berintrospeksi. Dalam

16 masyarakat jawa, tradisi atau ritual nyadran sendiri sudah ada pada masa Hindu-Buda, jauh sebelum agama Islam masuk. Saat itu, nyadran dimaknai sebagai sebuah ritual yang berupa penghormatan kepada arwah nenek moyang dan memanjatkan doa keselamatan. Saat agama Islam masuk ke Jawa pada sekitar abad ke-13, ritual semacam nyadran dalam tradisi Hindu-Buda lambat laun terakulturasi dengan nilai-nilai Islam. Akulturasi ini makin kuat ketika Walisongo menjalankan dakwah ajaran Islam di Jawa mulai abad ke-15. Pribumisasi ajaran Islam membuahkan sejumlah perpaduan ritual, salah satunya budaya nyadran. Oleh karena itu, nyadran bisa jadi merupakan modifikasi para wali ketika memperkenalkan agama Islam di tanah Jawa. Langkah itu ditempuh para wali, karena untuk melakukan persuasi yang efektif terhadap orang Jawa, agar mau mengenali dan masuk Islam. Nyadran pun menjadi media siar agama Islam. Selain ritual nyadran, salah satu kompromi atau akulturasi budaya Jawa dalam islam berupa penempatan nisan di atas jenazah yang dikuburkan. Batu nisan tersebut sebagai penanda keberadaan si jenazah, agar kelak anak-cucunya dan segenap keturunannya bisa mendatangi untuk ziarah, mendoakan sang arwah, sewaktu-waktu. Bagi sebagian besar masyarakat pedesaan di Jawa, mudik terdiri atas dua arus. Arus besar pertama terjadi dalam rangka menyongsong lebaran, atau Idul Fitri. Sedangkan arus kedua terjadi pada saat ruwahan menjelang bulan puasa. Namun para perantau kerap memposisikan nyadran lebih tinggi dibanding Hari Raya idul Fitri. Setidaknya, para akan lebih memilih mudik pada saat ruwahan, dibanding pada lebaran. Apalagi ketika kemudian tradisi mudik lebaran juga berarti masa perjuangan penuh risiko, seperti transportasi yang semakin mahal, jalanan macet dan seterusnya. Pada saat mudik nyadran, biasanya pula orang-orang Jawa di perantauan akan berusaha mengalokasikan anggaran untuk perbaikan batu nisan atau kompleks makam keluarga, makam para leluhur yang dihormati.

17 2.2 Upacara nyadran Dalam tradisi nyadran, syukuran yang dilengkapi dengan doa dan mantra adalah merupakan ritual inti. Ini dilakukan sebagai timbal balik mereka atas rejeki yang mereka peroleh selama ini dan harapan atas rejeki yang akan datang. Acara ritual dilaksanakan pada hari terakhir perayaan pesta laut. Mereka bersama-sama menuju ke laut untuk melaksanakan acara ritual tahunan itu. Sebagian besar dari mereka adalah para nelayan setempat. Seluruh prosesi acara sudah terjadwal dengan rapi oleh panitia penyelenggara. Warga masyarakat yang ingin memeriahkan upacara menaiki ratusan perahu yang telah disediakan. Setelah mereka sampai dilaut, mereka memulai acara tersebut. Diawali dengan doa sebagai washilah, mereka pun melarung kepala sapi beserta sesaji yang telah dipersiapkan ke laut. Prosesi pelarungan diakhiri dengan do a penutup yang intinya adalah harapan agar semua warga memperoleh keberkahan dan rejeki di hari yang akan datang. Semua itu atas dasar rasa terima kasih mereka kepada Tuhan. Bagi penulis, ungkapan rasa syukur itu bukan hanya kepada Tuhan, melainkan kepada alam dan penunggu laut. Ini tampak jelas dari doa yang dipanjatkan dengan Bahasa Arab, Jawa dan pemberian sesaji. Menurut para nelayan, dengan upacara nyadran mereka yakin akan mendapatkan keselamatan saat mencari nafkah di laut. Banyak nilai yang terkandung dalam ritual inti nyadran, selain apa yang telah disinggung di muka. Pertama, hadirnya tokoh desa, ulama, juru kunci, para pedagang, nelayan, calon-calon legislatif, dan pejabat pemerintahan setempat menjadi tanda bahwa nyadran merupakan sarana harmonisasi. Artinya, sebuah tradisi yang bukan hanya mendamaikan antara kehidupan jasmani dan rohani, antara dunia manusia dan dunia roh, melainkan menjadi penyelaras kehidupan politik, sosial, ekonomi, dan agama tingkat lokal. Semua menyatu dalam sebuah upacara dengan damai. Bagi para calon legilatif, nyadran bisa digunakan sebagai kampanye untuk maju dalam pemilihan legislatif. Bagi pejabat pemerintahan, nyadran dapat menjadi alat untuk menebar citra dihadapan rakyat. Bagi para pedagang, nyadran merupakan ajang mengais rejeki tahunan. Bagi kebanyakan warga desa, nyadran merupakan acara hiburan sebab mereka bisa menikmati berbagai macam seni pertunjukan, seperti wayang kulit, wayang golek, kethoprak, barongan, layar tancap, dan karnaval; festival-festival, seperti festival musik remaja, dan drum band; lomba-lomba seperti lomba dayung

18 perahu, bola volley, sepak bola, dan sayembara-sayembara; dan lain sebagainya. Lebih jauh lagi, nyadran di Desa balong dowo menjadi alat promosi wisata di sidoarjo. 23. Kontroversi apa yang menjadi latar belakang munculnya pro dan kontra mengenai nyadran di Desa balong dowo dan kalangan mana yang terlibat kontroversi. Dari wawancara, penulis berhasil mendapatkan benang merahnya. Akar dari kontroversi itu sebenarnya berawal dari campurnya unsur animisme, hindu, dan Islam dalam ritual inti nyadran dan kemudian melebar ke rangkaian-rangkaian acara yang digelar selama seminggu untuk memeriahkan upacara itu. Kalangan muslim modernis (Muhammadiyah) menolak digelarnya upacara nyadran dan perayaan-perayaan yang menyertainya, sedangkan kalangan muslim tradisionalis (NU) mendukung. Bagi mereka yang kontra, nyadran dianggap sebagai pesta hura-hura yang mengambur-hamburkan uang karena dimeriahkan dengan berbagai pertunjukan yang sering tidak ada hubunganya dengan pesan dari ritual nyadran itu sendiri sebagai syukuran. Acara-acara yang seringkali digelar hingga larut malam pun mengundang tanggapan negatif, sebab mereka dianggap memancing kegiatan asusila (seks bebas dan mabuk-mabukan), kriminalitas (pencopetan dan pencurian), dan kekerasan (perkelahian atau tawuran). Para pemuda Muhammadiyah khususnya memperdebatkan pesta laut itu. Bahkan pernah beberapa kali terlontar himbauan supaya tradisi nyadran dihapuskan. Akan tetapi, para nelayan khususnya tidak menghiraukan larangan yang sifatnya internal itu. Bagi mereka, upacara nyadran merupakan bentuk kebudayaan warisan nenek moyang tidak mudah begitu saja dilarang. Para nelayan menganggap acara nyadran merupakan ritual wajib yang harus dilakukan. dalam pelaksanaan nyadran sebagian dari nelayan mengatakan bahwa acara tersebut adalah sumber dari kelancaran rezeki dalam mencari nafkah di laut lepas. Kalangan nelayan jelas sangat meyakininya karena bagi mereka, ada alasan dan tujuan tertentu yang bernuasa spiritual seperti ritual-ritual keagamaan lain. Pesta laut memberi kemafaatan secara materi maupun rohani. Dengan digelar upacara nyadran, para pedagang mendapatkan rejeki dan penikmat seni pertunjukan memperoleh hiburan yang ditawarkan dari festival-festival yang dilakukan selama seminggu sebelum inti ritual nyadran dilaksanakan. Namun pihak yang menentang menyatakan bahwa dampak buruk (mudharat) yang ditimbulkan adalah lebih besar dari kemanfaatannya (mashalahat) sebab penuh takhayul, bid ah dan syirik. Karena kontroversi itu terjadi kesenjangan sosial dalam kehidupan sehari-hari antara para nelayan dan

19 sebagian kalangan masyarakat di Desa balong dowo yang tidak menyukai acara tersebut. Jika kalangan muslim modernis (Muhammadiyah) tegas menolak tradisi itu, lain halnya dengan kalangan muslim tradisionalis (NU). NU tidak melarang nyadran karena, seperti yang telah disinggung di muka, tradisi warisan leluhur ini merupakan tanda syukur terhadap Tuhan gaya nelayan. Rasa syukur boleh diungkapkan dengan berbagai cara. Bahkan nyadran bisa menjadi syiar Islam seperti yang dilakukan oleh Walisongo dahulu. Menurut sudut pandang NU, jika nyadran dihukumi haram, maka sudah dari dulu dilarang oleh para penyebar Islam di Jawa. terlepas dari sudut pandang keagamaan, sikap kompromis NU balong dowo berkaitan erat dengan alasan yang pada dasarnya bersifat ekonomis. Hampir semua nelayan Desa Gempol Sewu ternyata adalah warga NU, sehingga wajar bila mereka mengambil sikap pro dengan tradisi rakyat itu. BAB III KESIMPULAN DAN saran Setelah mengamati secara menyeluruh tentang tradisi nyadran di Desa balong dowo dapat disimpulkan bahwa pesta laut yang menjadi rutinitas tahunan warga masyarakat pesisir itu merupakan tradisi yang kompleks. Dari sudut pandang agama, unsur animisme, Hindu, dan Islam menyatu didalamnya. Ini membuktikan bahwa ritual inti nyadran telah mengalami perkembangan yang evolutif sejak Jaman pra Hindu-Buddha hingga jaman Islam. Selain berfungsi secara spiritual (agama), nyadran ternyata memiliki fungsi sosial, politik, dan ekonomi. Bukan hanya sebagai ritual keagamaan, melainkan juga sebagai pembangun harmoni dalam masyarakat, alat untuk kegiatan politik praktis, dan kesempatan melakukan aktivitas dagang. Kontroversi yang muncul adalah berakar dari masalah dasar kenyakinan keagamaaan (akidah). Pihak yang menentang (kalangan Muhammadiyah) mempunyai alasan mereka sendiri menolak tradisi nyadran. Mereka berhujah bahwa tradisi leluhur itu mengandung bid ah dan syirik sehingga mengancam iman Islam. Pihak yang memperkenankan (NU) justru melihat tradisi nyadran sebagai alat syiar Islam., pro dan kontra tentang masalah ini hanyalah perbedaan dalam sudut pandang dalam melihat kebudayaan lokal, selain tendensi ekonomi yang ada dibelakangnya. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mukti, Metode Memahami Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang,

20 Hc/s1600/nyadran.JPG

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan:

BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI. Jeruklegi Kabupaten Cilacap. Desa tersebut berbatasan dengan: 24 BAB II KONDISI UMUM MASYARAKAT DESA JERUKLEGI A. Keadaan Desa Jeruklegi Desa jeruklegi merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Desa tersebut berbatasan dengan: - Sebelah Timur berbatasan dengan Desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun

I. PENDAHULUAN. Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebudayaan terjadi melalui proses belajar dari lingkungan alam maupun lingkungan sosial artinyahubungan antara manusia dengan lingkungan dihubungkan dengan tradisi masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang

I. PENDAHULUAN. maupun dilestarikan. Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan salah satu kekayaan yang Indonesia miliki, kebudayaan yang beranekaragam ini merupakan aset negara yang harus tetap dipertahankan maupun dilestarikan.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI. A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI KEAGAMAAN DALAM UPACARA SEDEKAH BUMI A. Analisis Pelaksanaan Upacara Sedekah Bumi Bersyukur kepada sang pencipta tentang apa yang telah di anugerahkan kepada seluruh umat manusia,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN 60 BAB IV ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM TRADISI NYADRAN DI DESA PAGUMENGANMAS KEC. KARANGDADAP KAB. PEKALONGAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Nyadran di desa Pagumenganmas Tradisi Nyadran

Lebih terperinci

TRADISI NYADRAN DI DESA GROGOLAN, KEC. NOGOSARI, KAB. BOYOLALI

TRADISI NYADRAN DI DESA GROGOLAN, KEC. NOGOSARI, KAB. BOYOLALI Tradisi Nyadran Biasanya menjelang bulan Ramadhan, masyarakat di beberapa wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta akan melakukan sebuah tradisi tahunan peninggalan dari nenek moyang, yaitu Tradisi Nyadran atau

Lebih terperinci

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO

PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO PANDANGAN MASYARAKAT TERHADAP UPACARA MERTI DESA DI DESA CANGKREP LOR KECAMATAN PURWOREJO KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Wahyu Duhito Sari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Wahyu_duhito@yahoo.com

Lebih terperinci

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN

BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN BENTUK DAN NILAI PENDIDIKAN DALAM TRADISI GUYUBAN BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT DESA PASIR AYAH KEBUMEN Oleh : Ade Reza Palevi program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa aderezahidayat@yahoo.co.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan,

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari orang Jawa. Keyakinan adanya tuhan, dewa-dewa, utusan, malaikat, setan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masuknya berbagai agama sebelum kedatangan Islam di pulau Jawa berpengaruh besar pada adat istiadat, tata cara hidup, maupun praktik keagamaan sehari-hari orang Jawa.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti

I. PENDAHULUAN. sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata Tahlil secara etimologi dalam tata bahasa Arab membahasnya sebagai sebuah kalimat yang berasal dari lafadz hallala-yuhallilu-tahlilan yang berarti mengucapkan

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Kajian Folklor dalam Tradisi Nyadran di Desa Ketundan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Oleh : Muhamad Arif Susanto Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa MuhamadArif347@yahoo.co.id Abstrak:

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TRADISI SURAN DI MAKAM GEDIBRAH DESA TAMBAK AGUNG KECAMATAN KLIRONG KABUPATEN KEBUMEN Oleh: Tanti Wahyuningsih program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa wahyutanti546@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Saparan di Kaliwungu Kabupaten Kendal Pelaksanaan tradisi Saparan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Tradisi Tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan di laksanakan secara turun-temurun dari nenek

Lebih terperinci

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN

LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN LAPORAN OBSERVASI SETING LOKAL UPACARA ADAT DISTRIKAN DANAU RANU GRATI DESA RANUKLINDUNGAN KECAMATAN GRATI KABUPATEN PASURUAN NAMA : AHMAD ARIFIN NIM : 140711603936 OFFERING : C Tugas untuk memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau pola kelakuan yang bersumber pada sistem kepercayaan sehingga pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi dan budaya yang berbeda. Ini menjadi variasi budaya yang memperkaya kekayaan budaya bangsa Indonesia. Budaya merupakan

Lebih terperinci

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu

BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA. A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu 54 BAB IV RESPON MASYARAKAT MUSLIM TERHADAP TRADISI RUWATAN BULAN PURNAMA A. Masyarakat Umum di Komplek Candi Brahu Dalam suatu aktivitas budaya pasti melibatkan elemen masyarakat, dimana dalam lingkup

Lebih terperinci

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen

Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Tradisi Menguras Sumur Di Pemandian Air Panas Krakal Kecamatan Alian Kabupaten Kebumen Oleh: Tri Raharjo Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa trie.joejoe@gmail.com Abstrak : Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia kaya akan budaya, adat istiadat, dan tradisi yang dapat dijadikan sebagai objek wisata. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 115

BAB IV ANALISIS DATA. dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 115 BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan suatu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Danandjaja (dalam Maryaeni 2005) mengatakan bahwa kebudayaan daerah sebagai simbol kedaerahan yang juga merupakan kekayaan nasional memiliki arti penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk

BAB I PENDAHULUAN. manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya dan kehidupan manusia merupakan satu kesatuan. Budaya dan manusia serta segala masalah kehidupan tidak dapat dipisah-pisah untuk memahami hakikat kehidupan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pepatah Jawa dinyatakan bahwa budaya iku dadi kaca benggalaning bangsa (kebudayaan itu menjadi cermin besar yang menggambarkan peradaban suatu bangsa). Hal ini

Lebih terperinci

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO

MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO MITOS PESAREAN MBAH DAMARWULAN DALAM TRADISI SELAMETAN SURAN DI DESA SUTOGATEN KECAMATAN PITURUH KABUPATEN PURWOREJO Oleh: Siti Nurfaridah program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa flowersfaragil@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat sudah dilanda dengan modernitas. Hal ini menyebabkan kebudayaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian mengenai partisipasi masyarakat dalam perayaan tradisi masih menjadi topik yang menarik untuk dikaji, mengingat saat ini kehidupan masyarakat sudah dilanda

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. Upacara tradisional merupakan wujud dari suatu kebudayaan. Kebudayaan adalah

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN. Upacara tradisional merupakan wujud dari suatu kebudayaan. Kebudayaan adalah BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Analisis Pelaksanaan Tradisi Legeno-nan di Desa Kwayangan Upacara tradisional merupakan wujud dari suatu kebudayaan. Kebudayaan adalah warisan sosial yang akan diteruskan

Lebih terperinci

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam

BAB III PENYAJIAN DATA. A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam 40 BAB III PENYAJIAN DATA A. Pelaksanaan Kenduri Arwah sebagai rangkaian dari ritual kematian dalam masyarakat Pujud Data yang disajikan adalah data yang diperoleh dari lapangan yang dihimpun melalui observasi,

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR

ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR ANALISIS NILAI-NILAI DALAM TRADISI BARITAN SEBAGAI PERINGATAN MALAM SATU SYURO DI DESA WATES KABUPATEN BLITAR Wahyuningtias (Mahasiswa Prodi PGSD Universitas Jember, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN

BAB III HASIL PENELITIAN Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Tradisi Saparan di Kaliwungu Kendal BAB III HASIL PENELITIAN A. Gambaran Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis dan Demografi Wilayah Kaliwungu Kabupaten Kendal terletak

Lebih terperinci

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen

Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Kajian Folklor Tradisi Nglamar Mayit di Desa Sawangan, Kecamatan Alian, Kabupaten Kebumen Oleh: Heira Febriana Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Febrianahera@gmail.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

ZIKIR & DO A LEBARAN TOPAT 2015

ZIKIR & DO A LEBARAN TOPAT 2015 ZIKIR & DO A LEBARAN TOPAT 2015 LAPORAN ZIKIR & DO A LEBARAN TOPAT 2015 Menuju Lombok Barat Yang Unggul, Mandiri, Sejahtera Dan Bermartabat Dilandasi Nilai Patut Patuh Patju I. PENDAHULUAN. Setelah Ummat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 32 ayat (1) dan

Lebih terperinci

Tradisi Nyadran sebagai Komunikai Ritual

Tradisi Nyadran sebagai Komunikai Ritual Abstrak Tradisi Nyadran sebagai Komunikai Ritual (Studi Kasus di Desa Sonoageng, Kabupaten Nganjuk) Siti Noer Tyas Tuti Program Studi Ilmu Komunikasi, Universitas Brawijaya tyastuti10@gmail.com Tradisi

Lebih terperinci

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI)

TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) TRADISI SEDHEKAH LAUT DI DESA KARANG DUWUR KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN ( ANALISIS MAKNA DAN FUNGSI) Oleh: Yuli Ernawati program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa Yuli.erna13@yahoo.com Abstrak:Rumusan

Lebih terperinci

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD. A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif

BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD. A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif BAB IV TANGGAPAN MASYARAKAT SEKITAR TERHADAP PEZIARAH DAN MOTIVASI PEZIARAH KE MAKAM KH. ALI MAS UD A. Tanggapan Masyarakat dari Sisi Positif 1. Faktor Ekonomi Peziarah yang datang ke komplek makam Ali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Seiring dengan semakin berkembangnya cara berfikir masyarakat pada masa sekarang ini. Ternyata tak jarang juga dapat menyebabkan berubahnya pola pikir masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. keluarga serta orang lain atau anggota masyarakat yang lain. Salah satu tradisi

BAB V PENUTUP. keluarga serta orang lain atau anggota masyarakat yang lain. Salah satu tradisi BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Terdapat beberapa tradisi Jawa yang sampai sekarang masih dilaksanakan oleh masyarakat Ndalem Mangkubumen. Tradisi tersebut berkaitan dengan daur hidup dan wujud hubungan yang

Lebih terperinci

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen

Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Pola Perilaku Spiritual dalam Kelompok Kebatinan Santri Garing di Desa Kajoran Kecamatan Karanggayam Kabupaten Kebumen Oleh: Riana Anggraeni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa rianaanggraeni93@yahoo.com

Lebih terperinci

Makalah. Di susun guna memenuhi tugas. Dosen Pengampu : Di susun oleh. 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily qodryati 5.

Makalah. Di susun guna memenuhi tugas. Dosen Pengampu : Di susun oleh. 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily qodryati 5. Fenomena Dandangan dalam perspektif syiar islam Makalah Di susun guna memenuhi tugas Mata kuliyah : Ilmu dakwah Dosen Pengampu : Di susun oleh 1. Yudha arta mukti 2. Wahyu lelana 3. Sekarwati 4. Laily

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing,

BAB I PENDAHULUAN. memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan bangsa di dunia yang mendiami suatu daerah tertentu memiliki adat istiadat (kebiasaan hidup) dan kebudayaan masing-masing, setiap bangsa memiliki

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka.

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. memelihara nilai-nilai budaya yang diperolehnya dari para karuhun mereka. BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini berisi kesimpulan dan rekomendasi yang dirumuskan dari deskripsi dan pembahasan hasil penelitian. A. Kesimpulan Umum Masyarakat Desa Cisaat Kecamatan Ciater Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya

BAB I PENDAHULUAN. sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. 1 Dalam kaitannya dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain

1. PENDAHULUAN. bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan dan Adat Istiadat yang berbeda satu sama lain dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ageng Sine Yogi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman kebudayaan dan masyarakat multikultural. Setiap wilayah memiliki corak dan kekhasannya masing-masing,

Lebih terperinci

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo)

JURNAL SKRIPSI. MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) JURNAL SKRIPSI MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo) SKRIPSI Oleh: DESI WIDYASTUTI K8409015 FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH

BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH BAB IV ANALISIS RITUAL MOLANG AREH A. Prosesi Pelaksanaan Ritual Molang Areh Terdapat suatu aspek solidaritas primordial dari tradisi ritual molang areh adalah adat istiadat yang secara turun temurun dilestarikan

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA BULAN JULI 2011 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 18 Juli 2011

BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA BULAN JULI 2011 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 18 Juli 2011 BUPATI KULONPROGO SAMBUTAN PADA ACARA UPACARA BENDERA BULAN JULI 2011 KABUPATEN KULONPROGO Wates, 18 Juli 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Yang saya hormati, Para Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di

BAB I PENDAHULUAN. satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tradisi menyambut bulan Suro merupakan hal yang sudah menjadi salah satu budaya penting bagi masyarakat Islam Jawa, baik yang masih berdomisili di Jawa maupun yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang

BAB I PENDAHULUAN. tauhid, mengubah semua jenis kehidupan yang timpang kearah kehidupan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dakwah adalah kewajiban bagi semua muslim, karena dakwah merupakan suatu kegiatan mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan Allah, baik melalui lisan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kita adalah Negara yang memiliki beragam kebudayaan daerah dengan ciri khas masing-masing. Bangsa Indonesia telah memiliki semboyan Bhineka Tunggal

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS KEISLAMAN DENGAN SIKAP TERHADAP RITUAL PENGRAWIT PADA MAHASISWA ISI SURAKARTA

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS KEISLAMAN DENGAN SIKAP TERHADAP RITUAL PENGRAWIT PADA MAHASISWA ISI SURAKARTA HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS KEISLAMAN DENGAN SIKAP TERHADAP RITUAL PENGRAWIT PADA MAHASISWA ISI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV.

BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP. landasan untuk masuk dalam bagian pembahasan yang disajikan dalam Bab IV. BAB IV MAKNA ARUH MENURUT DAYAK PITAP 4.1. PENDAHULUAN Bertolak dari uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang terdapat dalam Bab I, yang dilanjutkan dengan pembahasan

Lebih terperinci

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus

BAB V. Penutup. GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus BAB V Penutup 5.1 Kesimpulan dan Refleksi Upacara slametan sebagai salah satu tradisi yang dilaksanakan jemaat GKJW Magetan untuk mengungkapkan rasa syukur dan cinta kasih karena Yesus sebagai juruslamat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan corak kehidupan di dalam masyarakat yang diungkapkan dalam bentuk cara bertindak, berbicara, berfikir, dan hidup. Daerah kebudayaan Kalimantan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan strukturstruktur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan sesuatu yang turun-temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

Lebih terperinci

Suasana Hangat Warnai Halal Bi Halal Civitas UNAIR

Suasana Hangat Warnai Halal Bi Halal Civitas UNAIR Suasana Hangat Warnai Halal Bi Halal Civitas UNAIR UNAIR NEWS Suasana hangat dan guyub dapat dirasakan di hall lantai satu Kantor Manajemen Universitas Airlangga. Segenap sivitas akademika UNAIR turut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai.

I. PENDAHULUAN. Islam datang selalu mendapat sambutan yang baik. Begitu juga dengan. kedatangan Islam di Indonesia khususnya di Samudera Pasai. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam adalah agama yang damai, dimana agama ini mengajarkan keharusan terciptanya keseimbangan hidup jasmani maupun rohani sehingga dimanapun Islam datang selalu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan diri dan keluarganya. Secara sosial ekonomi masyarakat sekarang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan diri dan keluarganya. Secara sosial ekonomi masyarakat sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan seni budaya yang semakin maju membuat pola pikir masyarakat juga semakin maju pula. Kemajuan pola pikir yang terjadi di masyarakat dengan semakin

Lebih terperinci

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG

BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK KESENIAN KUBRO DI DESA BANGSRI KECAMATAN KAJORAN KABUPATEN MAGELANG Oleh: Dwi Priani program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa dwi_ priani14@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk menunjukkan tingkat peradaban masyarakat itu sendiri. Semakin maju dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan merupakan bagian yang melingkupi kehidupan manusia. Kebudayaan yang diiringi dengan kemampuan berpikir secara metaforik atau perubahan berpikir dengan

Lebih terperinci

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo

Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Prosesi Dan Makna Simbolik Upacara Tradisi Wiwit Padi di Desa Silendung Kecamatan Gebang Kabupaten Purworejo Oleh: Murti Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa Murti_tinah@yahoo.com.id Abstrak:

Lebih terperinci

Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo - Sidoarjo

Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo - Sidoarjo Kajian Ruang Budaya Nyadran Sebagai Entitas Budaya Nelayan Kupang di Desa Balongdowo - Sidoarjo Faizal Ardiansyah Sangadji 1, Jenny Ernawati 2 dan Agung Murti Nugroho 3 1 Jurusan Arsitektur Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Konfusianisme adalah konsep bakti terhadap orang tua. BAB I PENDAHULUAN 1 Latar Belakang Kematian bagi masyarakat Tionghoa (yang tetap berpegang pada tradisi) masih sangat tabu untuk dibicarakan, sebab mereka percaya bahwa kematian merupakan sumber malapetaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki keanekaragaman budaya sebagai warisan dari nenek moyang. Kehidupan manusia di manapun tumbuh dan berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Indonesia sangat kaya akan berbagai macam budaya baik itu bahasa, tarian dan adat istiadat yang dimiliki oleh setiap suku bangsa juga sangat beragam. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara kepulauan dengan ratusan suku bangsa, didalamnya memiliki keragaman budaya yang mencerminkan kekayaan bangsa yang luar biasa. Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak.

BAB I PENDAHULUAN. jenis pekerjaan, pendidikan maupun tingkat ekonominya. Adapun budaya yang di. memenuhi tuntutan kebutuhan yang makin mendesak. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang terdiri dari banyak suku, bangsa, adat istiadat, agama, bahasa, budaya, dan golongan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten

BAB I PENDAHULUAN. Seni Dzikir Saman Di Desa Ciandur Kecamatan Saketi Kabupaten Pandeglang Banten 1 A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kesenian pada dasarnya muncul dari suatu ide (gagasan) dihasilkan oleh manusia yang mengarah kepada nilai-nilai estetis, sehingga dengan inilah manusia didorong

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA. A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa

BAB IV ANALISA DATA. A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa BAB IV ANALISA DATA A. Proses Akulturasi Budaya Islam dengan Budaya Hindu di Desa Gununggangsir Agama merupakan tuntunan hakiki bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan rohani sekaligus harapan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dibandingkan dengan makhluk hidup yang lain, manusia mempunyai banyak kelebihan. Inilah yang disebut potensi positif, yakni suatu potensi yang menentukan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA

BAB IV ANALISIS DATA BAB IV ANALISIS DATA A. Temuan Penelitian Tahapan selanjutnya adalah proses penganalisaan terhadap data dan fakta yang di temukan, kemudian di implementasikan berupa hasil temuan penelitian untuk diolah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk, beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat

BAB I PENDAHULUAN. Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam adalah agama rahmatan lil alamin.ajarannya diperuntukkan bagi umat manusia secara keseluruhan. Ajaran Islam dapat berpengaruh bagi umat manusia dalam segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Surakarta selain dikenal sebagai kota batik, juga populer dengan keanekaragaman kulinernya yang sangat khas. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki kekhasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang. kampung adat yang secara khusus menjadi tempat tinggal masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kampung Naga merupakan salah satu perkampungan masyarakat yang ada di Indonesia dan masih terjaga kelestariannya. Kampung ini merupakan kampung adat yang secara

Lebih terperinci

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo

Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Kajian Folklor dalam Tradisi Guyang Jaran di Desa Karangrejo Kecamatan Loano Kabupaten Purworejo Oleh: Ade Ayu Mawarni Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa adeayumawarni@yahoo.com Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upacara pengantin merupakan kejadian yang sangat penting bagi kehidupan idividu maupun sosial. secara individu, upacara pengantin akan merubah seseorang dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan salah satu alat untuk mempersatukan antar masyarakat, dan dapat menimbulkan rasa solidaritas terhadap lingkungan sekitar. Tradisi ritual dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. macam suku bangsa termasuk agamapun banyak aliran yang berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu kenyataan bahwa masyarakat Indonesia memiliki berbagai macam adat dan kebudayaan yang berbeda, karena masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat Bab 5 Ringkasan Negara Jepang adalah negara yang kaya akan kebudayaan dan banyak terdapat perayaan-perayaan ataupun festival yang diadakan setiap tahunnya. Pada dasarnya, perayaan-perayaan yang ada di

Lebih terperinci

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR)

CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) CERITA RAKYAT GUNUNG SRANDIL DI DESA GLEMPANG PASIR KECAMATAN ADIPALA KABUPATEN CILACAP (TINJAUAN FOLKLOR) Oleh: Dyah Susanti program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa shanti.kece@yahoo.com Abstrak:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan)

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan yang biasanya dilakukan setiap tanggal 6 April (Hari Nelayan) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Upacara Adat Labuh Saji berlokasi di Kelurahan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, pada tahun ini upacara dilaksanakan pada tanggal 13 Juni hal tersebut dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat istiadat dan budaya. Hal ini menyebabkan daerah yang satu dengan daerah yang lain memiliki kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu unsur kebudayaan dan sebagai salah satu perantara sosial 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan adalah sesuatu yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan bermasyarakat. Seiring dengan zaman, kebudayaan dan masyarakat akan selalu berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tradisi merupakan aktivitas yang diturunkan secara terus-menerus dan mengandung nilai-nilai luhur. Aktivitas yang terdapat dalam tradisi secara turuntemurun

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut

BAB V PENUTUP. selamatan dan hajatan. Dalam pelaksanaan hajatan dan selamatan tersebut BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kehidupan masyarakat Jawa di Dusun Jatirejo tidak dapat dilepaskan dari serangkaian kegiatan upacara yang berkaitan dengan siklus daur hidup, dimana dalam siklus daur hidup

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan skripsi yang berisi mengenai simpulan yang dikemukakan penulis sebagai analisis hasil temuan dalam permasalahan yang di kaji.

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten)

NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten) NILAI PENDIDIKAN RELIGI PADA UPACARA SELAPANAN DALAM TRADISI ADAT JAWA (Studi Kasus di Desa Talang Kecamatan Bayat Kabupaten Klaten) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berdiri diatas keberagaman suku, agama, ras, etnis, bahasa, adat istiadat, tradisi, serta budaya yang disatukan dalam konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bangsa Indonesia yang mempunyai ribuan pulau dengan berbagai suku bangsa tentunya kaya akan budaya dan tradisi yang berbeda satu dengan yang lainnya. Situasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan komunikasi dan pola pikir pada zaman sekarang ini semakin mendukung terkikisnya nilai-nilai tradisional sebuah bangsa. Lunturnya kesadaran akan nilai budaya

Lebih terperinci

BAB III PROSES PELAKSANAAN ROKAT PRAOH KESELLEM DI PULAU MANDANGIN. A. Pengertian dan Ritual Rokat Praoh Kasellem di Pulau Mandangin

BAB III PROSES PELAKSANAAN ROKAT PRAOH KESELLEM DI PULAU MANDANGIN. A. Pengertian dan Ritual Rokat Praoh Kasellem di Pulau Mandangin 35 BAB III PROSES PELAKSANAAN ROKAT PRAOH KESELLEM DI PULAU MANDANGIN A. Pengertian dan Ritual Rokat Praoh Kasellem di Pulau Mandangin Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya

BAB V ANALISA DATA. A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya BAB V ANALISA DATA A. Upacara Kematian Agama Hindu Di Pura Krematorium Jala Pralaya Upacara kematian ini bersifat wajib bagi keluarga yang telah ditinggal mati. Dalam proses upacara kematian, ada yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan,

I. PENDAHULUAN. masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang masing-masing sukunya memiliki adat-istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara,

BAB I PENDAHULUAN. dinamakan mampu berbuat hamemayu hayuning bawana (Suwardi Endraswara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah bagian dari suatu ekosistem yang harus diperhatikan eksistensinya. Manusia harus menciptakan lingkungan budayanya menjadi enak dan nyaman. Orang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hal yang tercakup seperti adat serta upacara tradisional. Negara Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya merupakan bagian dari kehidupan masyarakat, budaya ada di dalam masyarakat dan lahir dari pengalaman hidup sehari-hari yang dialami oleh setiap kelompok

Lebih terperinci

Oleh: Ratna Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa

Oleh: Ratna Lestari program studi pendidikan bahasa dan sastra jawa FUNGSI TRADISI SRAKALAN TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT PADA TAHUN 1980 DAN TAHUN 2013 DI DESA PIYONO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO (KAJIAN PERUBAHAN BUDAYA) Oleh: Ratna Lestari program studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. pengaturan-nya. Namun berbeda dengan mahluk Tuhan lainnya, demi menjaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkawinan merupakan salah satu sunatullah yang berlaku pada semua mahluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan naluri mahluk, dan masing-masing

Lebih terperinci