BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah (Quthb dalam Sangidu,

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah (Quthb dalam Sangidu,"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi dan pengajaran (Sangidu, 2004: 35). Secara leksikal sastra dapat diartikan sebagai alat atau sarana untuk mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk dan instruksi dalam hal apapun yang diimajikan serta harapan pengarang. Karya sastra adalah untaian perasaan dan realitas sosial (semua aspek kehidupan manusia) yang telah tersusun baik dan indah (Quthb dalam Sangidu, 2004: 38). Dalam teori kontemporer sastra dikaitkan dengan ciri-ciri imajinasi dan kreativitas, yang selanjutnya merupakan satu-satunya ciri-ciri khas kesusatraan (Ratna, 2010: 5). Wujud karya sastra mempunyai dua aspek penting, yaitu isi dan bentuk. Isinya adalah tentang pengalaman hidup manusia, sedangkan bentuknya adalah segi-segi yang menyangkut cara penilaian, yaitu cara sastrawan memanfaatkan bahasa yang indah untuk mewadahi isinya (Semi, 1988: 8). Menurut Teeuw (1984: 136), karya sastra merupakan sebuah struktur yang kompleks dan unik, di samping setiap karya memiliki ciri kekompleksan dan keunikannya sendiri. Novel merupakan salah satu contoh karya sastra. Novel memiliki struktur cerita yang panjang jika dibandingkan dengan cerpen. Perbedaan antara novel dengan cerpen yang pertama (dan yang terutama) dapat dilihat dari segi formalitas bentuk, segi panjang cerita. Menurut Edgar Allan Poe (via Nurgiyantoro, 2007: 10) cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali duduk, kira-kira 1

2 2 berkisar antara setengah sampai dua jam, suatu hal yang kiranya tak mungkin dilakukan untuk sebuah novel. Dari segi panjang cerita, novel jauh lebih panjang daripada cerpen. Oleh karena itu, novel dapat mengemukakan sesuatu secara bebas, menyajikan sesuatu secara lebih banyak, lebih rinci, lebih detil, dan lebih banyak melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks. Ciri khas novel ada pada kemampuannya untuk menciptakan satu semesta yang lengkap sekaligus rumit. Membaca sebuah novel, untuk sebagian besar orang hanya ingin menikmati cerita yang disuguhkan. Mereka hanya akan mendapat kesan secara umum dan sama tentang plot dan bagian cerita tertentu yang menarik (Nurgiyantoro, 2007: 12). Fisik novel yang panjang akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian kecil salah satunya alur cerita, padahal setiap bab dalam novel mengandung berbagai episode. Setiap episode tersebut terdiri atas berbagai macam topik yang berlainan. Episode-episode dan bab-bab tersebut sangat mungkin memiliki keterkaitan satu sama lain (dari segi tema ataupun topik pembicaraan). Istilah episode dalam fiksi hampir mirip dengan adegan dalam drama. Pergeseran dari satu episode ke episode lain bisa ditandai oleh pergeseran waktu, tempat, atau karakter-karakter (Stanton, 2007: 90-91). Noruwei no Mori merupakan salah satu contoh karya fiksi novel yang ditulis oleh pengarang asal Jepang bernama Haruki Murakami. Novel Noruwei no Mori dinamakan sama seperti lagu The Beatles, Norwegian Wood (The Bird Has Flown). Tokoh utama dalam novel ini yaitu Toru Watanabe. Watanabe selalu terbayang akan masa lalunya ketika mendengar alunan lagu Norwegian Wood.

3 3 Pada novel ini, pembaca diajak melihat gambaran kehidupan anak muda di Jepang pada dekade 1960-an dengan tokoh aku atau yang bernama Toru Watanabe sebagai pengarahnya. Pada awal cerita, Watanabe adalah laki-laki berusia delapan belas tahun yang ingin memulai kehidupan baru setelah sahabatnya semasa SMA yang bernama Kizuki bunuh diri. Menghindari persaingan ketat memasuki perguruan tinggi negeri di Jepang, ia memilih melanjutkan studinya di jurusan teater sebuah universitas swasta biasa di Tokyo. Watanabe pun tinggal di sebuah asrama dan ia mulai bertemu dan tanpa disadari menjalin keterikatan dengan teman-teman yang tidak biasa dengan masalah dan keunikan mereka masing-masing. Salah satu teman Watanabe adalah Naoko. Naoko adalah kekasih dari Kizuki, sahabat Watanabe sewaktu SMA yang meninggal karena bunuh diri. Ketika menjalani masa studinya di perguruan tinggi, tanpa sengaja Watanabe bertemu lagi dengan Naoko di kereta menuju lenchuo. Dari pertemuan itu Watanabe lalu menjalin hubungan yang sangat dekat namun tidak bisa juga dikatakatan sebagai hubungan sepasang kekasih dengan Naoko. Hubungan ini mengalami banyak rintangan karena kondisi Naoko yang mengalami masalah kejiwaan yang cukup serius. Hal ini pun berpengaruh pada kondisi Watanabe yang akhirnya menjadi labil dan mudah terbawa oleh lingkungan. Selain itu juga diceritakan perkenalan Watanabe dengan seorang gadis bernama Midori yang satu kelas pelajaran Sejarah Drama II dengannya. Midori mempunyai sifat yang berbanding terbalik dengan Naoko. Ia adalah seorang gadis yang ceria dan selalu terbuka pada siapa saja. Sifat Midori inilah yang membuat

4 4 Watanabe tertarik karena mampu memberikan Watanabe sebuah keceriaan yang selama ini tidak pernah dia temukan bersama Naoko. Perkenalannya dengan Midori pun berlanjut jauh menjadi suatu hubungan yang bisa dibilang istimewa. Meskipun begitu, Watanabe tidak bisa begitu saja mencintai Midori dikarenakan perasaannya yang masih mendalam terhadap Naoko dan keinginannya untuk menunggu Naoko sembuh dari penyakitnya. Di sisi lain, Naoko meminta Watanabe untuk tidak menunggu dirinya karena Naoko sendiri merasa ia mengalami masalah kejiwaan yang sangat parah dan sudah sangat mengakar sehingga sulit untuk mencapai kesembuhan total. Watanabe seperti dihadapkan pada pilihan yang sulit antara tetap bertahan pada masa lalunya atau maju menatap masa depannya. Haruki Murakami adalah seorang penulis novel yang terkenal di Jepang pada era 1980-an. Dia lahir di Kyoto pada 1949 dan besar di Shukugawa, Kobe. Pada usia 18 tahun, Murakami masuk Universitas Waseda jurusan seni drama Yunani namun, dia lebih senang membaca naskah film di perpustakaan daripada mengikuti perkuliahan. Haruki Murakami merupakan salah satu sastrawan Jepang yang karyakaryanya dipengaruhi oleh kesusastraan Inggris dan Amerika. Noruwei no Mori merupakan novel keempat dari Haruki Murakami yang terbit pada tahun 1987, kemudian muncul novel terjemahan bahasa Inggrisnya dua tahun kemudian. Novel Noruwei no Mori mampu membawa Murakami menjadi sastrawan terkenal tidak hanya di Jepang namun di beberapa negara lainnya. Sebelumnya,

5 5 penghargaan Gunzo Prize (1979) telah diterima Murakami untuk novel pertamanya yang berjudul Kaze no Uta o Kike (Hear The Wind Sing). Noruwei no Mori mampu menarik pembaca untuk terus membacanya sampai akhir. Penyajian Noruwei no Mori membantu pembaca lebih peka melihat situasi sosial di Jepang pada era tahun 1960-an. Novel ini memberikan sajian westernisasi yang sangat kental di Jepang pada era tersebut. Hal ini ditandai dengan seks bebas, minum-minuman keras, dan jenis-jenis musik seperti The Beatles, Stevie Wonder, Bob Dylan, Simon and Garfunkel, serta para pemusik sejamannya yang mengalun mengiringi penceritaan dari novel ini. Murakami sepertinya ingin memberikan kesan negeri barat di Jepang yang dituangkannya dalam novel ini. Penulis ingin tahu lebih banyak apa yang membuat Noruwei no Mori menarik pembaca untuk membaca terus sampai akhir. Menurut penulis, kekuatan penyajian novel ini berperan besar dalam menghasilkan daya pikat dan daya gugahnya. Oleh karena itu penulis akan menelusuri plot novel Noruwei no Mori. Penelitian mengenai masalah penyajian Noruwei no Mori perlu dilakukan karena masalah penyajian merupakan masalah penting dan tidak dapat dikesampingkan dalam penciptaan karya sastra yang baik. Penelitian ini dibatasi pada plot. Alasannya plot merupakan unsur yang paling menonjol dalam memunculkan aspek estetis penyajian Noruwei no Mori. Menurut penulis, plot Noruwei no Mori mampu membuat pembacanya terlibat secara emosional. Plot juga membuat pembaca tidak dapat berhenti sampai tuntas membaca karena di dalamnya mengandung unsur-unsur yang menimbulkan rasa ingin tahu pada apa

6 6 yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan keingintahuan yang lengkap tentang apa yang sedang terjadi. Selain itu, plot merupakan tulang punggung cerita. Penelitian plot Noruwei no Mori dapat memberikan informasi unsur-unsur lain, yaitu latar, tokoh, penokohan, tema, dan sarana sastra sekaligus. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, masalah yang akan dibahas dalam penelitian adalah struktur plot Noruwei no Mori dan aspek estetis yang dimunculkannya, sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur plot Noruwei no Mori? 2. Bagaimanakah aspek estetik yang dimunculkan oleh struktur plot novel Noruwei no Mori? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan pokok yaitu tujuan teoritis atau tujuan ilmiah dan tujuan praktis atau tujuan pragmatis.tujuan teoritis penelitian ini adalah untuk mencari aspek estetis yang dimunculkan oleh struktur plot Noruwei no Mori menggunakan teori struktur plot Robert Stanton.Adapun tujuan praktis penelitian ini adalah meningkatkan apresiasi pembaca terhadap Noruwei no Mori. 1.4 Tinjauan Pustaka Karya Sastra yang akan dibahas di dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang ditulis oleh Haruki Murakami dengan judul Noruwei no Mori. Novel

7 7 ini sebelumnya pernah dianalisis oleh Dhian Ekowati sebagai skripsi mahasiswi Sastra Jepang Universitas Gadjah Mada pada tahun Dhian mengambil judul Motif Bunuh Diri Tokoh Naoko dalam Novel Noruwei no Mori.Penelitian tersebut menggunakan teori personologi Henry Murray yang merumuskan teori kebutuhan atau teori motif di mana kebutuhan-kebutuhan tersebut mendorong manusia untuk bertindak atau berperilaku. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebutuhan atau motif yang ada pada diri Naoko adalah kebutuhan otonomi, kebutuhan mengimbangi, kebutuhan sex, dan kebutuhan penolakan. Keputusan Naoko bunuh diri dipengaruhi oleh motif-motif tersebut. Novel Noruwei no Mori juga pernah diteliti sebagai tesis oleh mahasiswa jurusan Regional Studies-East Asia Hardvard University, Jacqueline Ostrofsky (2011) dengan judul Progressive Women and non-mainstream Men; Analyzing Feminist Elements in Haruki Murakami Novels. Jacqueline memfokuskan penelitian pada tiga karya Murakami yaitu Norwegian Wood, Sputnik Sweatheart, dan The Wind-Up Bird Chronicle dengan melihat bagaimana wanita selalu diposisikan sebagai sexual minorities dan selalu menjadi korban dari perbedaan gender. Dian Annisa Nur Ridha dari Pascasarjana Ilmu Sastra UGM, dalam tesisnya yang berjudul Pandangan Dunia dalam Novel Noruwei no Mori Karya Murakami Haruki: Analisis Strukturalisme Genetik Lucien Goldmann pada tahun Dalam penelitian tersebut, Dian meneliti struktur novel Noruwei no Mori dan mengetahui pandangan dunia kelas sosial yang ada didalamnya menggunakan teori Lucien Goldmann. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa judul

8 8 novel Noruwei no Mori sama dengan judul lagu Norwegian Wood karya The Beatles. Persamaan yang ada di dalam judul dan lagu berupa struktur isi yaitu unsur masa lalu yang dikenang, masa kini, dan tokoh manusia yang memilih di antara keduanya. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa orang Jepang selalu mempertahankan harmoni sebagai nilai-nilai otentik dalam kehidupannya demi keseimbangan antara dirinya sendiri dengan manusia di sekelilingnya dan dengan alamnya. Selain itu, Sarah Matari juga merupakan mahasiswa Pascasarjana Ilmu Sastra UGM dalam tesisnya yang berjudul Makna Seksualitas dalam Novel Noruwei no Mori karya Haruki Murakami: Analisis Feminisme Psikoanalisis pada tahun Penelitian ini menggunakan teori Feminism Psikoanalisis dari Juliet Mitchell guna melihat bagaimana makna seksualitas di dalam kehidupan seorang individu. Hasil dari penelitian ini yaitu bahwa seksualitas digunakan oleh pengarang sebagai reaksi terhadap perubahan sosial yang terjadi di Jepang Pasca Perang Dunia II. Selain itu, makna seksualitas yang ada di dalam novel juga dapat diketahui bagaimana redefinisi makna seksualitas, seksualitas pada akhirnya dijadikan kekuatan dari kesadaran pengarang untuk menunjukkan bahwa laki-laki memiliki kuasa penuh terhadap perempuan. Salsabila Avinandita (2015) dalam novel Lalita karya Ayu Utami melalui skripsi yang berjudul Novel Lalita Karya Ayu Utami: Analisis Alur Menurut Robert Stanton. Masalah yang diangkat oleh penulis yaitu alur, termasuk alur episode, tahapan alur, konflik, suspense, ending, dan unity. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alur episodis yang tidak beraturan tersebut menyebabkan

9 9 adanya penundaan penyelesaian suatu peristiwa. Konflik yang terjadi menyebabkan suspense yang tinggi dan open ending sehingga peristiwa-peristiwa di dalam Lalita tidak bisa dipisahkan. Tahapan alur yang tidak beraturan memiliki peristiwa masa kini berkaitan dengan peristiwa masa lampau yang merupakan jawaban dari seluruh rangkaian cerita. Lalita memiliki cerita di dalam cerita dan keseluruhan unsur alur merupakan kesatuan yang utuh dan saling mendukung. Berbeda dengan penelitian-penelitian dengan objek novel Noruwei no Mori sebelumnya, penelitian ini akan membahas Novel Noruwei no Mori dari segi penyajiannya yang difokuskan pada plot. 1.5 Landasan Teori Strukturalisme atau disebut juga pendekatan struktural, menurut Hawkes, merupakan cara pikir tentang dunia kesusastraan yang lebih merupakan susunan hubungan daripada susunan benda (Hawkes dalam Pradopo, 1987: 19-20). Pendekatan struktural dipelopori oleh kaum Formalis Rusia dan Strukturalis Praha. Pendekatan struktural karya sastra diadopsi dari teori struktural Saussure yang diterapkan dalam studi linguistik. Studi linguistik struktural tidak menekankan pada sejarah perkembangannya (diakronik), tetapi pada hubungan antarunsurnya (sinkronik). Masalah yang diutamakan dalam pendekatan struktural adalah unsur dan hubungan antarunsur. Cara kerja yang demikian, yaitu adanya pandangan keotonomian terhadap suatu objek, dibawa ke dalam studi sastra. Karya sastra merupakan sebuah struktur, sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangunannya. Struktur karya sastra,

10 10 menurut Abrams (1981:68), dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Menurut Nurgiyantoro (2007: 36), struktur karya sastra juga menyaran pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling memengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh. Secara sendiri, terisolasi dari keseluruhannya, bahan, unsur, atau bagian-bagian tersebut tidak penting, bahkan tidak ada artinya. Setiap bagian akan menjadi berarti dan penting setelah ada dalam hubungannya dengan bagian-bagian yang lain, serta bagaimana sumbangannya terhadap keseluruhan wacana. Unsur-unsur karya sastra, menurut Stanton (1965: 11-36), antara lain fakta cerita, sarana sastra, dan tema. Fakta cerita berfungsi sebagai catatan kejadian imajinatif dari sebuah cerita dan bukanlah bagian yang terpisah dari sebuah cerita (Stanton, 1965: 12). Fakta cerita terdiri atas plot, tokoh/penokohan, dan latar. Plot adalah rangkaian peristiwa yang terhubung secara kausal (Stanton, 1956: 14). Peristiwa kausal adalah peristiwa yang menyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain. Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja seperti ujaran dan tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap tokoh, kilasankilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yang menjadi variabel pengubah dalam dirinya. Plot merupakan tulang punggung cerita. Plot dapat membuktikan dirinya sendiri. Sebuah cerita tidak akan seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadap peristiwa-peristiwa yang mempertautkan plot, hubungan kausalitas, dan

11 11 keberpengaruhannya. Plot memiliki hukum-hukum sendiri, yakni memiliki bagian awal, tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakan bermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri keteganganketegangan (Stanton, 1965: 15). Novel, oleh karena bentuknya yang panjang, mampu menghadirkan perkembangan karakter tokoh, situasi sosial yang rumit, hubungan yang melibatkan banyak atau sedikit tokoh, dan berbagai peristiwa rumit yang terjadi beberapa tahun silam secara merinci. Bentuk novel yang panjang itu juga akan mengurangi kepekaan pembaca terhadap bagian-bagian kecil dari plot (Stanton, 1965: 4). Sebuah novel pada umumnya terbagi atas beberapa bab. Setiap bab mengandung beberapa episode. Setiap episode terdiri atas berbagai macam topik yang berlainan. Episode-episode dan topik-topik tersebut dapat dileburkan dalam satu bab karena suatu alasan tertentu. Sekuen-sekuen bab tersebut nantinya akan membentuk kelompok-kelompok yang kemudian akan membentuk kelompokkelompok yang lebih besar lagi sampai pada akhirnya kita paham akan keseluruhan bagian dari novel bersangkutan. Sebaliknya, setiap episode atau bab yang tidak beruntun belum tentu tidak berhubungan. Episode-episode dan bab-bab tersebut sangat mungkin memiliki keterkaitan satu sama lain dari segi tema maupun topik pembicaraan. Oleh karena itu, setiap episode dalam novel hendaknya diulas secara individual maupun secara general. Sebuah episode dalam sebuah novel memperoleh efek serta maknanya dari keseluruhan struktur tempat episode tersebut menjadi salah satu bagiannya (Stanton, 2007: 91-92).

12 12 Istilah episode dalam fiksi hampir mirip dengan adegan dalam drama. Di dalam drama, istilah adegan merupakan babak yang ditandai oleh perubahan jumlah tokoh ataupun perubahan yang dibicarakan. Pergeseran dari satu episode ke episode lain biasa ditandai oleh pergeseran waktu, tempat, atau tokoh-tokoh. Untuk dapat lebih memahami novel, perlu dibuat daftar setiap peristiwa pada tiap-tiap bab. Kerangka ini akan membantu memahami kaitan satu episode dengan episode lain, baik episode yang berdekatan maupun episode yang berjauhan, dan melacak perantaraannya, baik topik, tema, ataupun plot yang paralel. Dengan pencatatan secara teratur, kecerobohan dalam membaca dapat dikurangi dan akan lebih mampu memahami pola dan struktur novel. Terakhir, harus dikenali prinsip kebersatuan novel. Pola struktur novel bisa jadi memiliki makna. Hal ini berkaitan dengan alasan pengarang membagi topiknya sedemikian rupa. Kebersatuan berarti seluruh aspek dari karya harus berkontribusi penuh pada maksud utama atau tema. Dunia dalam novel sangat memadahi untuk menampung berbagai jenis pengalaman. Dunia novel adalah kombinasi berbagai elemen seperti nilai-nilai, hukum-hukum, kemungkinan-kemungkinan, dan masalahmasalah yang cukup besar untuk ditampung ke dalam satu wadah. Setiap tokoh, peristiwa, dan adegan yang digambarkan dalam dunia tersebut harus dapat dimaknai. Dunia tersebut berdiri sendiri dan tidak bergantung pada maksud pengarang. Apa yang terjadi pada novel serupa dengan apa yang terjadi pada ilmu pengetahuan. Kesimpulan dari sebuah penelitian bersifat tidak terikat dari maksud pengarang sebagai pengumpul data-data (Stanton, 1965: 46-49).

13 13 Untuk memperoleh keutuhan sebuah plot cerita, Aristoteles mengemukakan bahwa sebuah plot haruslah terdiri dari tahap awal (beginning), tahap tengah (midle), dan tahap akhir (end) (Abrams, 1981: 138). Ketiga tahap tersebut penting untuk dikenali, terutama jika kita bermaksud menelaah plot karya fiksi yang bersangkutan. Tahap awal sebuah cerita biasanya disebut dengan tahap perkenalan. Pada tahap ini umumnya berisi informasi yang berkaitan dengan pengenalan latar dan tokoh. Pada tahap awal cerita, di samping untuk memperkenalkan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita, konflik sedikit demi sedikit juga sudah mulai dimunculkan (Nurgiyantoro, 2007: ) Tahap tengah cerita dapat juga disebut sebagai tahap pertikaian, menampilkan pertentangan dan konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya, menjadi semakin meningkat, semakin menegangkan. Bagian tengah cerita merupakan bagian terpanjang dan terpenting dari karya fiksi yang bersangkutan. Pada bagian inilah inti cerita disajikan yakni tokoh-tokoh memainkan peran, peristiwa-peristiwa penting dikisahkan, konflik semakin berkembang dan menegangkan kemudian mencapai klimaks. Tahap akhir cerita berisi bagaimana kesudahan cerita, atau menyaran pada hal bagaimana kesudahan cerita dan bagaimana akhir dari sebuah cerita (Nurgiyantoro, 2007: ). Elemen dasar yang membangun plot adalah konflik dan klimaks. Setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki konflik internal yang tampak jelas yang hadir melalui hasrat dua tokoh atau hasrat seorang tokoh dengan lingkungannya. Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu konflik utama yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. Konflik utama selalu bersifat

14 14 fundamental, membenturkan sifat-sifat dan kekuatan tertentu. Konflik inilah yang menjadi inti cerita, pusat yang pada gilirannya akan tumbuh dan berkembang seiring dengan plot yang terus-menerus mengalir. Sebuah cerita mungkin mengandung lebih dari satu konflik kekuatan, tetapi hanya konflik utamalah yang dapat merangkum seluruh peristiwa yang terjadi dalam plot. Konflik utama selalu terikat teramat intim dengan tema cerita, bahkan bisa sangat identik (Stanton, 2007: 31-32). Klimaks adalah saat konflik telah mencapai tingkat intensitas tertinggi, sehingga ending tidak dapat dihindari lagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatan konflik dan menentukan bagaimana pertentangan tersebut dapat terselesaikan. Klimaks utama sering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaks utama tersebut sering kali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinat pun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, bila konflik sebuah cerita mewujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapa fase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan satu klimaks utama. Akan tetapi, memilih satu tentu tidak akan ada ruginya karena pilihan tersebut masih dapat merangkum struktur cerita secara menyeluruh (Stanton, 2007: 32). Plot mengalir karena mampu merangsang berbagai pertanyaan di dalam benak pembaca, terkait keingintahuan, harapan, maupun rasa takut (suspense). Seorang pengarang yang terampil akan mengeksploitasi pertanyaan-pertanyaan di benak pembaca untuk menajamkan dan mengendalikan perhatian. Salah satu usaha tersebut adalah ending yang tidak terduga. Ending yang tidak terduga dapat

15 15 membius pembaca karena kejadian-kejadian yang ditampilkan tidak sesuai dengan harapan pembaca. Sifat tidak terduga ini dapat selalu dinikmati meski cerita tersebut sudah dibaca berulang kali (Stanton, 2007: 28-31). Plot hendaknya masuk akal (plausible). Masuk akal bukan berarti realistis, melainkan dapat diimajinasikan, mungkin ada, konsisten, dan tak terhindarkan. Cerita yang masuk akal bukan berarti sma dengan kehidupan, melainkan koheren. Koherensi tersebut akan tampak meyakinkan karen bertaut stu sama lain, terhubung oleh hukum sebab-akibat (Stanton, 1965: 13-14). Sebuah cerita yang bagus memiliki plot yang rekat dan padat. Setiap adegan yang dilakukan oleh seorang tokoh akan memengaruhi hubungannya dengan tokoh-tokoh lain. Reaksi yang ditimbulkan oleh tokoh-tokoh lain itu selanjutnya akan balik memengaruhinya. Sebaliknya, ada pula novel yang mengetengahkan episode-episode yang renggang dan melibatkan beragam tokoh yang muncul sekali saja. Novel jenis ini cenderung ingin menonjolkan kerumitan masyarakat, alam, atau semesta (Stanton, 1965:14). 1.6 Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara, strategi untuk memahami realitas, atau langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab-akibat (Ratna, 2008: 34). Dalam sebuah penelitian sastra, metode penelitian mutlak perlu. Hal ini disebabkan karya sastra yang dihasilkan oleh pengarang semakin beragam, sehingga dengan sendirinya memerlukan cara-cara yang berbeda untuk memahaminya (Ratna, 2008: 40). Metode penelitian dapat memudahkan upaya-

16 16 upaya untuk mencapai hasil penelitian. Selain itu, penggunaan metode dapat membuat klasifikasi masalah secara tepat dan mempermudah perumusan masalah dalam sebuah penelitian. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan (Ratna, 2008: 53). Penelitian ini merupakan penelititian kepustakaan. Oleh sebab itu, pengumpulan data dilakukan dengan cara eksplorasi dan observasi. 1.7 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan disajikan dalam lima bab. Pembagian bahasan tiap-tiap bab tersebut seperti dibawah ini: Bab I berisi pendahuluan yang mencakup (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) tinjauan pustaka, (5) landasan teori, (6) metode penelitian, (7) sistematika penulisan. Bab II berupa analisis plot episodis Noruwei no Mori Bab III berupa analisis tahapan plot Bab IV berupa analisis konflik dan klimaks, suspense, dan surprise ending, plausible, dan rekat Bab V berisi kesimpulan hasil analisis sebagai penutup

BAB I PENDAHULUAN. Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra.

BAB I PENDAHULUAN. Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra berasal dari bahasa sanskerta, yang tersusun dari kata sas dan tra. Sas yang berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk, instruksi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari, tentu banyak hal yang dapat kita pelajari. Misalnya di dalam keluarga, kita dapat mengenal cara berkomunikasi yang baik. Kemudian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam,

BAB I PENDAHULUAN. ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sastra hadir sebagai hasil perenungan pengarang terhadap fenomena yang ada. Sastra merupakan suatu karya fiksi yang memiliki pemahaman mendalam, bukan hanya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata

BAB II LANDASAN TEORI. suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata BAB II LANDASAN TEORI Seperti yang telah disebutkan dalam bab pendahuluan bahwa sastra adalah suatu karya seni yang berhubungan dengan ekspresi dan keindahan. Dengan kata lain, kegiatan sastra itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana dikatakan Horatio (Noor, 2009: 14), adalah dulce et utile BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan struktur dunia rekaan, artinya realitas dalam karya sastra adalah realitas rekaan yang tidak sama dengan realitas dunia nyata. Karya sastra itu

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih

Bab 1. Pendahuluan. Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Negara Jepang telah lama mengenal gaya serta ritual penghancuran diri yang lebih kita kenal sebagai bunuh diri atau disebut juga jisatsu. Jisatsu merupakan suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan

BAB I PENDAHULUAN. sosial, ekonomi, dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa latin, yakni littera yang berarti tulisan, dimana istilah sastra ini dapat dipakai untuk menunjukkan gejala budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Haruki Murakami adalah seorang penulis, novelis, sastrawan, dan penerjemah yang berasal dari negara Jepang. Haruki Murakami, lahir 12 Januari 1949, dan menghabiskan

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Konsep merupakan ide-ide, penggambaran hal-hal, atau benda-benda ataupun gejala sosial yang dinyatakan dalam istilah atau kata (Marlo, 1985:46).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fiction. Kata fiction dalam bahasa Inggris merupakan serapan dari bahasa Latin fictio.

BAB I PENDAHULUAN. fiction. Kata fiction dalam bahasa Inggris merupakan serapan dari bahasa Latin fictio. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kata fiksi dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan dari kata Inggris fiction. Kata fiction dalam bahasa Inggris merupakan serapan dari bahasa Latin fictio.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik

BAB I PENDAHULUAN. berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya bernuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun

Lebih terperinci

SINOPSIS. Universitas Darma Persada

SINOPSIS. Universitas Darma Persada SINOPSIS Watanabe Toru adalah seorang pria berusia 37 tahun yang sedang menaiki pesawat Boeing 737 menuju ke bandara Hamburg, Jerman. Sesampainya di bandara, dia mendengar suara lantunan instrumentalia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan non-material. Adapun yang dimaksud dengan kebutuhan material adalah kebutuhan primer, sekunder dan tersier,

Lebih terperinci

Fantasi dalam Kisah Petualangan Novel Incognito Karya Windhy Puspitadewi Kajian; Fiksi Fantasi. Ambar Ekamawati. Departemen Sastra Indonesia

Fantasi dalam Kisah Petualangan Novel Incognito Karya Windhy Puspitadewi Kajian; Fiksi Fantasi. Ambar Ekamawati. Departemen Sastra Indonesia Fantasi dalam Kisah Petualangan Novel Incognito Karya Windhy Puspitadewi Kajian; Fiksi Fantasi Ambar Ekamawati Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro INTISARI Novel Incognito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan makna atau pesan yang terkandung di dalamnya. Tema dan ide cerita dalam novel juga sangat beragam, misalnya, yang

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan makna atau pesan yang terkandung di dalamnya. Tema dan ide cerita dalam novel juga sangat beragam, misalnya, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Novel merupakan salah satu karya sastra yang tidak asing bagi pembaca. Novel hadir sebagai alat untuk merepresentasikan kehidupan manusia. Pengalaman kemanusiaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari masyarakat pemakainya. Bahasa yang dipakai dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan ide, gagasan, pendapat serta perasaan kepada orang lain. Sebagai alat komunikasi antar anggota masyarakat, bahasa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastrawan yang dicetak pun semakin banyak pula dengan ide-ide dan karakter. dengan aneka ragam karya sastra yang diciptakan. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 10 BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi tentang struktural sastra dan sosiologi sastra. Pendekatan struktural dilakukan untuk melihat keterjalinan unsur-unsur intrinsik yang membangun karya sastra itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. puisi. Latar belakang kehidupan yang dialami pengarang, sangat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahirnya sebuah karya sastra tentu tidak akan terlepas dari kehidupan pengarang baik karya sastra yang berbentuk novel, cerpen, drama, maupun puisi. Latar belakang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan umat manusia tidak lepas dari kebutuhan material dan nonmaterial. Kebutuhan material meliputi kebutuhan pokok, sekunder dan tersier. Sedangkan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka

BAB I PENDAHULUAN. ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupan, yang menggunakan bahasa sebagai medium. Sebagai seni kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah

BAB I PENDAHULUAN. karya seni yang memiliki kekhasan dan sekaligus sistematis. Sastra adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya (Al- Ma ruf 2009:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian yang Relevan Sebelumnya Perubahan fakta cerita novel Pintu Terlarang karya Sekar Ayu Asmara ke dalam film Pintu Terlarang disutradarai oleh Sheila Thimoty belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan seni yang bermediumkan bahasa dan dalam proses terciptanya melalui intensif, selektif, dan subjektif. Penciptaan suatu karya sastra bermula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud atau hasil dari daya imajinasi seorang pengarang yang dituangkan dalam bentuk tulisan berdasarkan pengalaman pribadi atau dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext).

BAB I PENDAHULUAN. (fiction), wacana naratif (narrative discource), atau teks naratif (narrativetext). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah sebuah karya imajiner yang bermedia bahasa dan memiliki nilai estetis. Karya sastra juga merupakan sarana untuk mengungkapkan ide, gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berjalannya waktu karya sastra di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dibuktikan dari banyaknya karya sastra yang mucul dalam kalangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. memberikan atau menyampaikan suatu hal yang di ungkapkan dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan wujud dari daya imajinasi pengarang yang dituangkan dalam sebuah wadah. Sastra sendiri adalah bentuk rekaman dari bahasa yang akan disampaikan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Drama merupakan kisah utama yang memiliki konflik yang disusun untuk sesuatu pertunjukan teater (Kamus Bahasa Indonesia: 212). Namun, dewasa ini drama bukan hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam

Bab 1. Pendahuluan. Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni (Wellek&Warren, 1995:3). Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada kesusasteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari manusia hidup berbudaya dan berkomunikasi. Salah satu cara manusia untuk berkomunikasi yaitu melalui sastra. Sastra merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Nellasari Mokodenseho dan Dian Rahmasari. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Dari beberapa penelusuran, tidak diperoleh kajian yang relevan sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun penelitian yang hampir sama adalah penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik.

BAB I PENDAHULUAN. diungkapkan dengan bahasa dan gaya bahasa yang menarik. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil cipta, kreasi, imajinasi manusia yang berbentuk tulisan, yang dibangun berdasarkan unsur ekstrinsik dan unsur instrinsik. Menurut Semi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam ilmu multimedia, animasi merupakan hasil dari kumpulan gambar yang diolah sedemikian rupa melalui sebuah aplikasi multimedia sehingga menghasilkan gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau

BAB I PENDAHULUAN. berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh manusia. Pada konteks yang berbeda, manusia dapat menghasilkan karya berupa produk intelektual (seperti puisi

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA

ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA ANALISIS STRUKTURALISME GENETIK DALAM NOVEL SINTREN KARYA DIANING WIDYA YUDHISTIRA Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Strata 1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah sebuah karya yang indah yang mempunyai banyak makna dan banyak aspek didalamnya yang dapat kita gali. Karya sastra lahir karena ada daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra dijadikan sebagai pandangan kehidupan bermasyarakat. Karya sastra itu dapat dinikmati dan dipahami oleh semua orang, khususnya pecinta sastra.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreatif penulis yang berisi potret kehidupan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dinikmati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1).

BAB I PENDAHULUAN. ataupun kitab-kitab pengajaran, Teeuw dalam Susanto (2012 : 1). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologis sastra atau sastera berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari akar kata Cas atau sas dan tra. Cas dalam bentuk kata kerja yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Wellek dan Warren (1993:14) bahasa adalah bahan baku kesusastraan, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil karya cipta manusia yang mengandung daya imajinasi dengan menggunakan bahasa sebagai medianya. Menurut Wellek dan Warren (1993:14) bahasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan ungkapan kehidupan manusia yang memiliki nilai dan disajikan melalui bahasa yang menarik. Karya sastra bersifat imajinatif dan kreatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan proses kreatif seorang pengarang melalui daya imajinatif yang kemudian ditunjukkan dalam sebuah karya. Hasil imajinasi ini dapat berupa

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, suatu metode analisis dengan penguraian secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian

BAB I PENDAHULUAN. genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia kesastraan mengenal prosa sebagai salah satu genre sastra di samping genre-genre yang lain. Istilah prosa sebenarnya dapat menyaran pada pengertian yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan bentuk realita dari hasil imajinasi dan pengalaman pengarang. Karya sastra hadir bukan semata-mata sebagai sarana ekspresi pengarang saja,

Lebih terperinci

PETUALANGAN FANTASTIK DALAM NOVEL SUPERNOVA EPISODE GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI

PETUALANGAN FANTASTIK DALAM NOVEL SUPERNOVA EPISODE GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI PETUALANGAN FANTASTIK DALAM NOVEL SUPERNOVA EPISODE GELOMBANG KARYA DEWI LESTARI Disusun Oleh: FADHIA IRMAIDA - 13010113140113 FAKULTAS ILMU BUDAYA, UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG,50257 1. INTISARI Irmaida,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumardja dan Saini (1988: 3) menjabarkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, dan keyakinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide,

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang. memiliki unsur-unsur seperti pikiran, perasaan, pengalaman, ide-ide, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang yang dituangkan dalam bahasa. Kegiatan sastra merupakan suatu kegiatan yang memiliki unsur-unsur seperti pikiran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra menurut Wellek dan Warren adalah suatu kegiatan kreatif sebuah karya seni (2013: 3). Hal tersebut dikuatkan dengan pendapat Semi bahwa sastra adalah suatu bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan.

BAB I PENDAHULUAN. seorang pengarang yang dituangkan melalui kata-kata yang indah sehingga. berbentuk tulisan dan karya sastra berbentuk lisan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah hasil ciptaan manusia yang mengandung nilai keindahan yang estetik. Sebuah karya sastra menjadi cermin kehidupan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perempuan, sosok makhluk yang diciptakan oleh Tuhan bersama laki-laki. Awal hadirnya perempuan yaitu kehadiran Hawa, yang diciptakan untuk menemani Adam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga

BAB II KAJIAN TEORITIS. Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Kajian Relevan Sebelumnya Penelitian tentang Kemampuan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Telaga Mendeskripsikan Alur Novel Remaja Terjemahan Tahun Ajaran 2013 belum ada. Namun, ada

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu

BAB I PENDAHULUAN. indah dan berusaha menyalurkan kebutuhan keindahan manusia, di samping itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif manusia dalam kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Sastra seni kreatif menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen adalah karangan pendek. novel, cerpen tidak dapat menjelaskan secara rinci unsur-unsur pembangun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan 1.1.1 Latar Belakang Cerpen atau cerita pendek termasuk salah satu karya sastra fiksi yang berbentuk prosa naratif. Menurut Untoro (2010: 217), cerpen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya, dengan medium bahasa. Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologi, sastra berasal dari bahasa latin, yaitu literatur (litera=huruf atau karya tulis). Dalam bahasa Indonesia karya sastra berasal dari bahasa sansakerta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Sastra diadaptasi dari dunia nyata berupa pengalaman yang kemudian digambarkan melalui tulisan oleh pengarang. Saxby dalam Nurgiyantoro (2005: 4) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat

BAB I PENDAHULUAN. dengan apa yang ingin diutarakan pengarang. Hal-hal tersebut dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang fenomena kesusastraan tentu tidak lepas dari kemunculannya. Hal ini disebabkan makna yang tersembunyi dalam karya sastra, tidak lepas dari maksud pengarang.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pada dasarnya mempunyai berbagai permasalahan yang kompleks. Permasalahan-permasalahan tersebut menyangkut berbagai hal, yakni permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru

BAB I PENGANTAR. Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penelitian Seperti yang dikatakan Faruk (2011: 6--10), dalam pidato pengukuhan guru besarnya bahwa sejak tahun 1970-an ilmu sastra di Indonesia mendapat serbuan dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP DAN LANDASAN TEORI Dalam bab ini peneliti akan memaparkan tentang peneliti penelitian sebelumnya, konsep dan landasan teori. Peneliti penelitian sebelumnya berisi tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencatat unsur-unsur sosio-budaya. Setiap unsur di dalamnya mewakili secara

BAB I PENDAHULUAN. mencatat unsur-unsur sosio-budaya. Setiap unsur di dalamnya mewakili secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebuah karya sastra menurut Junus (1986: 11) dianggap sebagai dokumen yang mencatat unsur-unsur sosio-budaya. Setiap unsur di dalamnya mewakili secara langsung sosio-budaya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Agar peneliti dan pembaca mendapatkan gambaran yang jelas mengenai preposisipreposisi penelitian, maka harus memiliki konsep-konsep yang jelas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai

BAB I PENDAHULUAN. untuk diteladani. Berdasarkan isi karya sastra itu, banyak karya sastra yang dipakai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan bagian dari ilmu pengetahuan. Sastra banyak diminati masyarakat karena bersifat mendidik dan menghibur (sebagai bacaan). Selain

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi

BAB IV KESIMPULAN. Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi BAB IV KESIMPULAN 4.1 Kesimpulan Peristiwa yang terjalin dalam novel Nagabonar Jadi 2 terbentuk menjadi alur maju serta hubungan kausalitas yang erat. Hal ini terlihat pada peristiwaperistiwa yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi

BAB I PENDAHULUAN. bahasa Sansekerta yang berarti alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku instruksi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah salah satu seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan kehidupan manusia subjeknya. Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai

I. PENDAHULUAN. Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan tulisan yang bernilai estetik dengan kehidupan manusia sebagai objeknya dan bahasa sebagai mediumnya. Menurut Esten (2000: 9), sastra merupakan pengungkapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tetapi penelitian yang di fokuskan pada plot masih jarang dilakukan. Adapun BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Kajian Yang Relevan Penulusuran pustaka yang telah dilakukan, diketahui bahwa penelitian tentang perbandingan dalam novel sudah ada, antara lain tokoh, latar dalam novel. Tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar,

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara etimologi sastra berasal dari bahasa sanskerta, sas artinya mengajar, memberi petunjuk atau intruksi, tra artinya alat atau sarana sehingga dapat disimpulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki arti atau keindahan tertentu (Mihardja, 2012: 2). Dalam Kamus Istilah Sastra (dalam Purba, 2012: 2) Panuti Sudjiman 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra (sansekerta/shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansekerta sastra, yang berarti teks yang mengandung instruksi atau pedoman, dari kata dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengongkretkan ide-ide, imaji, gagasan, konsep, dan sebagainya, dengan katakata

BAB I PENDAHULUAN. mengongkretkan ide-ide, imaji, gagasan, konsep, dan sebagainya, dengan katakata BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra adalah karya imajinatif bermedium bahasa baik tulis maupun lisan yang memiliki unsur estetik yang dominan. Karya sastra berusaha mengongkretkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Karya satra merupakan hasil dokumentasi sosial budaya di setiap daerah. Hal ini berdasarkan sebuah pandangan bahwa karya sastra mencatat kenyataan sosial budaya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan hasil dialog manusia dengan problematika yang

Lebih terperinci

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010

ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS. MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 ANALISIS FUNGSI DAN FAKTOR PENYEBAB PEMAKAIAN PREFIKS MeN- YANG DOMINAN DALAM CERPEN MAJALAH STORY EDISI 14/ TH.II/ 25 AGUSTUS - 24 OKTOBER 2010 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu

BAB I PENDAHULUAN. gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir karena adanya daya imajinasi yang di dalamnya terdapat gagasan, ide, dan perasaan seorang pengarang. Daya imajinasi inilah yang mampu membedakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sastra adalah gejala budaya yang secara universal dapat dijumpai pada semua masyarakat (Chamamah-Soeratno dalam Jabrohim, 2003:9). Karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Darma Persada 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai perwujudan kehidupan manusia dan masyarakat melalui bahasa, sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan gambaran hasil rekaan seseorang dan menghasilkan kehidupan yang diwarnai oleh sikap, latar belakang dan keyakinan pengarang. Karya sastra lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari banyak sekali karya sastra yang muncul, baik berupa puisi,

BAB I PENDAHULUAN. terbukti dari banyak sekali karya sastra yang muncul, baik berupa puisi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan karya sastra di Indonesia saat ini cukup pesat. Hal itu, terbukti dari banyak sekali karya sastra yang muncul, baik berupa puisi, cerpen, dan drama. Semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain

BAB I PENDAHULUAN. bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang populer di antara bentuk-bentuk karya sastra yang lainnya seperti puisi, cerpen, drama, dan lain sebagainya. Sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang. Wujud formal karya sastra itu berupa kata-kata. Karya sastra, dengan

BAB I PENDAHULUAN. pengarang. Wujud formal karya sastra itu berupa kata-kata. Karya sastra, dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan kreasi pengarang. Wujud formal karya sastra itu berupa kata-kata. Karya sastra, dengan demikian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui berbagai kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai lingkungan fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya.

Lebih terperinci