PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Transkripsi

1 KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI JUNI 2013 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Diajukan oleh : Ni Made Putri Laksmi Dewi NIM : FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2014 i

2 Pengesahan Skripsi Berjudul KAJIAN LITERATUR RASIONALITAS PERESEPAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN KRITERIA GYSSENS PADA PASIEN PEDIATRI RAWAT INAP PUSKESMAS MLATI II KABUPATEN SLEMAN PERIODE JANUARI JUNI 2013 Oleh : Ni Made Putri Laksmi Dewi NIM : Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 17 Juni 2014 Mengetahui Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Dekan (Aris Widayati, M.Si.,Ph.D.,Apt.) Panitia Penguji Tanda tangan 1. Aris Widayati,M.Si., Apt., Ph.D dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK Dita Maria Virginia, M.Si., Apt... ii

3 iii

4 HALAMAN PERSEMBAHAN Sebuah karya kecil ini kupersembahkan untuk : Tuhan yang aku sembah Ida Sang Hyang Widhi Wasa Karena karunia dan berkat-nya aku bisa belajar tentang arti sebuah kehidupan yang penuh dengan perjuangan Ibu-Bapakku tercinta atas semangat, kasih sayang, dan doa untuk kesuksesanku Dosen Pembimbing yang selalu setia dan sabar untuk membimbing (Ibu Aris Widayati) Teman-teman seperjuangan yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu Serta, untuk almamaterku Fakultas Farmasi Sanata Dharma Yogyakarta iv

5 v

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala kemuliaannya yang telah Beliau berikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari - Juni 2013 ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) dalam fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak dibantu dan didukung oleh berbagai pihak sehingga mampu menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu memberikan ijin pada peneliti untuk melakukan penelitian di luar kampus. 2. Ibu Aris Widayati,M.Si., Apt., Ph.D selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan dukungan dalam proses penyusunan skripsi. 3. Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. vi

7 4. Ibu Dita Maria Virginia, M.Si., Apt. sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi. 5. Seluruh staff pengajar dan karyawan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu karena telah membantu penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 6. Keluargaku tercinta, Ibu, Bapak dan kakak atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, dorongan, semangat, dan doa yang tiada hentinya. 7. Partnerku Nyoman Oka Wahyudhi atas semua dukungan, dorongan, dan semangat dalam proses menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman-teman satu kelompok skripsi A.A. Sagung Intan, Realita Rosada, Gede Wiwid Santika, Defilia Anogra, dan Maria carolina serta teman-teman FKK A 2010 dan FSM 2010 yang selalu memberi dukungan dalam menyelesai skripsi ini. 9. Teman-teman kos Gracia atas dukungannya selama kuliah S1 di Universitas Sanata Dharma. 10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. vii

8 Akhirnya penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Segala keterbatasan baik tenaga, pikiran dan waktu yang membuat penulis skripsi ini menjadi kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membanggun sehingga penulisan skripsi ini menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Yogyakarta, 5 Agustus 2014 Penulis. viii

9 ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii HALAMAN PENGESAHAN iii HALAMAN PERSEMBAHAN iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI v PRAKATA vi PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN ix DAFTAR ISI x DAFTAR TABEL xiii DAFTAR GAMBAR xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv DAFTAR SINGKATAN... xvi INTISARI... xvii ABSTRACT... xviii BAB I.PENGANTAR A. Latar Belakang Permasalahan Keaslian penelitian Manfaat penelitian... 6 a. Manfaat Teoritis... 6 b. Manfaat Praktis... 6 B. Tujuan Penelitian Tujuan umum Tujuan khusus... 7 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA A. Antibiotika Definisi antibiotika Penggolongan antibiotika... 8 a) Struktur kimia... 8 b) Mekanisme kerja... 9 x

11 c) Toksisitas selektif d) Spektrum kerja e) Pola farmakokinetika antibiotika B. Peresepan Antibiotika Terapi empiris Terapi definitif Terapi profilaksis Peresepan antibiotika lebih dari satu C. Peresepan Antibiotika Pada Pasien Anak Farmakokinetika a. Absorbsi b. Distribusi c. Metabolisme d. Ekskresi Pertimbangan efek terapi dan efek toksik Perhitungan dosis obat D. Penggunaan Antibiotika yang Rasional E. Evaluasi Peresepan Antibiotika Secara Kualitatif Menggunakan Kriteria Gyssens F. Keterangan Empiris BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian B. Variabel C. Definisi Operasional D. Bahan Penelitian E. Alat Penelitian F. Lokasi dan Waktu Penelitian G. Tata Cara Penelitian Tahap orientasi dan studi pendahuluan Tahap pengambilan data Tahap pengolahan data xi

12 H. Tata Cara Analisis Hasil I. Keterbatasan dan Kesulitan Penelitian BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Demografi Pasien Jenis kelamin Kelompok usia Profil diagnosis B. Pola Peresepan Antibiotika Jumlah antibiotika yang diresepkan Golongan antibiotika Jenis antibiotika Rute pemberian antibiotika Lama penggunaan C. Evaluasi Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Peresepan rasional (kategori 0) Peresepan tidak tepat waktu (kategori I) Peresepan tidak tepat dosis (kategori IIA) Peresepan tidak tepat interval (kategori IIB) Peresepan tidak tepat rute (kategori IIC) Peresepan terlalu lama/terlalu singkat (kategori III) Ada antibiotika yang lebih efektif (kategori IVA) Ada antibiotika yang lebih aman (kategori IVB) Ada antibiotika yang lebih murah (kategori IVC) Ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit (kategori IVD) Peresepan tanpa indikasi (kategori V) BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BIOGRAFI PENULIS xii

13 DAFTAR TABEL Tabel I. Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk anak-anak Tabel II. Distribusi penyakit dan gejala yang diderita pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Tabel III. Distribusi lama penggunaan antibiotika pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Tabel IV. Hasil kajian rasionalitas peresepan antibiotika menggunakan kriteria Gyssens Puskesmas Mlati II xiii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Gambar 2. Gambar 3. Gambar 4. Gambar 5. Gambar 6 Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika berdasarkan kritera Gyssens Distribusi jenis kelamin pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Distribusi pengelompokkan usia pasien pediatri rawat inap dengan terapi antibiotika di Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Distribusi jumlah antibiotika yang diresepkan perpasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan golongan antibiotika yang diresepkan pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan jenis antibiotika yang diresepkan pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kajian Literatur Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas Mlati II Periode Januari Juni Lampiran 2. Surat permohonan ijin penelitian dan pengambilan data dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Lampiran 3. Surat keterangan ijin penelitian dan pengambilan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Lampiran 4. Hasil wawancara peneliti dengan dokter di Puskesmas Mlati II mengenai pemilihan antibiotika untuk pasien pediatri rawat inap Lampiran 5. Daftar stok antibiotika di Puskesmas Mlati II xv

16 DAFTAR SINGKATAN 1 AMRIN Antimicrobial Resistence in Indonesia (Prevalence and Prevention) 2 DCA Diare Cair Akut 3 DF Dengue Fever 4 DHF Dengue Haemorrhagic Fever 5 DNA Deoxyribo Nucleic Acid 6 GEA Gastroenteritis Acut 7 GNA Glomeluronefritis Akut 8 IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia 9 ISK Infeksi Saluran Kemih 10 ISPA Infeksi Saluran Pernafasan Akut 11 PF Paratyphoid fever 12 PNA Pielonefritis Akut 13 RNA Ribonucleic Acid 14 TF Typhoid fever 15 WHO Wolrd Health Organization 16 TMP Trimethoprim 17 SMX Sulfamethoxazole 18 DRP Drug Related Problems 19 DDD Defined Dialy Doses 20 PPRA Program Pengendalian Resistensi Antibiotika xvi

17 INTISARI Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup dominan terjadi khususnya di negara berkembang, termasuk infeksi pada kelompok pediatri. Konsekuensinya, antibiotika banyak diresepkan dan berpotensi terjadi peresepan antibiotika yang tidak rasional. Ketidakrasionalan peresepan antibiotika dapat berakibat pada ketidakefektivan terapi dan resistensi antibiotika. Penelitian ini bertujuan melakukan kajian literatur terhadap kualitas kerasionalan peresepan antibiotika pada pasien anak rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Januari - Juni 2013 berdasarkan kriteria Gyssens. Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif evaluatif dengan desain cross-sectional yang bersifat retrospektif. Data rekam medik yang diambil meliputi jenis kelamin, umur, berat badan, diagnosis keluar dan peresepan antibiotika yang diterima pasien. Kriteria inklusi dalam penelitian ialah pasien pediatri rawat inap periode Januari - Juni 2013 yang berusia 12 tahun dan menerima peresepan antibiotika sampai diijinkan pulang oleh dokter yang merawat. Hasil kemudian diolah secara deskriptif dan dievaluasi peresepan antibiotika tersebut menggunakan kriteria Gyssens. Terdapat 35 rekam medik yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian ini menunjukkan penyakit infeksi yang paling banyak menyerang pediatri ialah typhoid fever sebesar 11,4% dengan antibiotika yang paling banyak digunakan adalah kotrimoksazol sebesar 72%. Berdasarkan hasil evaluasi kriteria Gyssens sebanyak 23 kasus (63,9%) peresepan antibiotika telah rasional (kategori 0) dan sisanya sebesar 12 kasus (36,1%) masih ditemukan peresepan antibiotika yang tidak rasional (kategori I-VI). Kata kunci : Rasionalitas peresepan antibiotika, pediatri rawat inap, kriteria Gyssens xvii

18 ABSTRACT Infectious disease is a common health problem, especially in developing countries, including infection in pediatric patients. The high incident of infectionsleads to the high prescriptionof antibiotics, which can be irrational. The irrational prescription of antibiotics can cause ineffectiveness of treatment and antibiotic resistance.the aim of this research is to study quality of antibiotic prescriptionsin pediatric patients hospitalised at primary health care Mlati II Kabupaten Sleman using the Gyssens criteria. This research is descriptive study using cross-sectional desain with retrospective approach. The data were collected from 35 medical records who met the inclusion criteria,i.e.: padiatric in-patient 12 years with antibiotic prescription and discharged after completion of their therapy. The data included gender, age, patient s weight, diagnosis and the antibiotics prescribed. Data were analysed using descriptive method. Data of antibiotics were evaluated by a qualitative approach using Gyssens criteria. Results from 35 medical records show that the most frequent diagnose is typhoid (11,4%). Cotrimoxazol is the most frequent antibiotic prescribed (72%). Study on antibiotic prescriptions using Gyssens method show that as many as 63,9% antibiotic prescriptions are in the category of rational (category 0), while 36,1% is categorised as irrational prescription. Keywords: Prescribing antibiotics rationality, pediatric, quality, Gyssens method xviii

19 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang cukup dominan terjadi khususnya di negara berkembang. Penyakit infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti jamur, protozoa, virus dan bakteri. Untuk penanganan kasus infeksi harus disesuaikan dengan agen penyebab infeksi. Salah satu obat andalan yang digunakan untuk mengatasi masalah tersebut adalah antimikroba seperti antibiotika, antijamur, antivirus dan antiprotozoa (Hadi, et al., 2008). Antibiotika merupakan salah satu jenis antimikroba yang digunakan untuk penanganan kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Beberapa hasil studi menemukan sekitar 40 62% antibiotika digunakan secara tidak tepat untuk penanganan penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotika. Hasil laporan Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (2011) menyatakan anakanak merupakan kelompok usia yang paling banyak terserang infeksi. Pernyataan tersebut dibuktikan dengan tingginya angka kejadian anak yang menjalani rawat inap akibat terserang infeksi. Tingginya angka kejadian infeksi pada anak-anak menyebabkan peningkatan penggunaan antibiotika yang tidak rasional (Dinkes Daerah Istimewa Yogyakarta 2012; Hadi, et al., 2008). Ketidakrasionalan penggunaan dapat terjadi apabila antibiotika tidak tepat indikasi, tidak tepat penderita, tidak tepat dosis dan tidak waspada terhadap efek samping yang ditimbulkan. Ketidakrasionalan penggunaan antibiotika pada anak paling banyak disebabkan karena ketidaktepatan indikasi, salah satu 1

20 2 penyebabnya ialah sulit membedakan penyebab infeksi yang ditandai dengan gejala berupa demam. Hampir semua anak mengalami gejala demam apabila terserang infeksi, namun susah untuk membedakan infeksi yang disebabkan oleh virus atau bakteri (Darmansjah, 2008; WHO, 2001). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional dapat menimbulkan dampak negatif, salah satunya memicu timbulnya resistensi pada beberapa bakteri tertentu. Resistensi antibiotika dapat memperpanjang masa infeksi, memperburuk kondisi klinis pasien, dan beresiko pada penggunaan antibiotika tingkat lanjut yang lebih mahal dengan tingkat toksisitas lebih besar. Penggunaan antibiotika yang tidak rasional harus diminimalisir agar tercapai efek terapi yang optimal. Beberapa metode atau pendekatan yang sering digunakan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotika di antaranya Drug Related Problems (DRP) (Cipole et al., 2004), pendekatan kuantitatif dengan metode Defined Dialy Doses (DDD) (Kemenkes, 2011a), dan pendekatan kualitatif dengan kriteria Gyssens (Kemenkes, 2011a). Proses evaluasi kualitas penggunaan antibiotika yang dikembangkan Gyssens et al.,(2001) dibuat dalam bentuk diagram alir dengan tujuan untuk memudahkan penilaian ketepatan penggunaan antibiotika seperti: ketepatan indikasi, ketepatan pemilihan berdasarkan efektifitas, toksisitas, harga, spektrum, lama peresepan, dosis, interval, rute dan waktu penggunaan. Berdasarkan uraian di atas perlu untuk dilakukan evaluasi kualitas peresepan antibiotika pada pasien pediatri dengan menggunakan kriteria Gyssens. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mlati II yang merupakan salah satu

21 3 Puskesmas rawat inap kelas III yang berlokasi di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. Pemilihan Puskesmas Rawat Inap Mlati II sebagai lokasi penelitian dengan alasan standar pelayanannya telah memenuhi kualitas pelayanan International Organization for Standardization (ISO) dan jumlah pasien anak rawat inap cukup tinggi dibandingkan puskesmas rawat inap lain yang berlokasi di Kabupaten Sleman. Walaupun sistem pelayanan di Puskesmas Mlati II telah mengacu pada standar pelayanan ISO, biaya pengobatan yang ditawarkan tetap lebih murah dibandingkan dengan pusat kesehatan lain seperti rumah sakit dan klinik kesehatan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kualitas penggunaan antibiotika yang diterima pasien anak rawat inap Puskesmas Mlati II. Informasi tersebut dapat digunakan khususnya oleh dokter, apoteker dan perawat dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terkait penggunaan antibiotika. 1. Permasalahan Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, terkait penggunaan antibiotika pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari- Juni 2013, maka dapat dirumuskan tiga permasalahan penelitian yaitu : a. Seperti apakah karakteristik pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II selama periode Januari Juni 2013? b. Seperti apakah profil diagnosis pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II berdasarkan diagnosis keluar yang tercantum pada rekam medik selama periode Januari Juni 2013?

22 4 c. Seperti apakah gambaran pola peresepan antibiotika pada pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II selama periode Januari Juni 2013? d. Seperti apakah kerasionalan penggunaan antibiotika yang dievaluasi dengan kriteria Gyssens pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II selama periode Januari Juni 2013? 2. Keaslian penelitian Penelitian mengenai Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari-Juni 2013 belum pernah dilakukan. Sejauh hasil penelusuran literatur yang dilakukan, ditemukan beberapa penelitian serupa terkait evaluasi kualitas penggunaan antibiotika dengan kriteria Gyssens, antara lain: a. Penelitian yang dilakukan oleh Febiana (2012) dengan judul Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus - Desember Jenis penelitian ini adalah non-eksperimental dengan desain observasional deskriptif dan pendekatan retrospektif. Metode yang digunakan untuk mengukur kuantitas antibiotika adalah metode DDD sementara untuk pengukuran kualitas antibiotika digunakan metode Gyssens. Hasil penelitian berdasarkan penilaian dengan kategori Gyssens didapatkan Hasil sebesar 55,1% peresepan rasional (kategori 0) dan 45 % irasional (kategori I-VI). Persentase tertinggi penyebab ketidakrasionalan akibat penggunaan antibiotika yang tidak sesuai

23 5 dengan indikasi yaitu sebanyak 16,2% (kategori V). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan Febiana (2012) terletak pada jumlah dan jenis metode yang dipakai. Pada penelitian ini terdapat 2 metode pendekatan yang digunakan yakni, pendekatan dengan metode kuantitatif DDD dan metode kualitatif Gyssens sementara pada penelitian penulis metode yang digunakan hanya metode kualitatif Gyssens. Selain perbedaan metode yang digunakan, terdapat pula perbedaan lokasi penelitian yang pastinya berbeda pula pola peresepan yang akan diterima pasien. Selain karena perbedaan metode dan lokasi penelitian, perbedaan waktu penelitian juga membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Seiring berjalannya waktu kemungkinan terjadi perbedaan kebijakan dalam penanganan penyakit infeksi karena disesuaikan dengan perkembangan pola kuman yang menginfeksi dimasyarakat. b. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Pamela (2011) yang berjudul Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika dengan Metode Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM secara Prospektif. Penelitian ini dilakukan secara prospektif dengan pendekatan deskriptif-korelatif dengan periode penelitian Januari - April Berdasarkan Hasil evaluasi kualitatif dengan metode Gyssens ditemukan sebanyak 60,4% telah menggunakan antibiotika secara rasional dan sisanya sebesar 39,6% masih ditemukan penggunaan antibiotika yang tidak rasional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Pamela terletak pada sifat pengambilan data, waktu penelitian dan tempat penelitian.

24 6 Jika dilihat dari sifat pengambilan data yang dilakukan oleh Pamela yang bersifat prospektif, sedangkan dalam penelitian ini sifat data yang digunakan bersifat retrospektif dengan keterbatasan waktu penelitian. 3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoretis Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu referensi untuk bahan pembelajaran mengenai rasionalitas penggunaan antibiotika berdasarkan kajian literatur menggunakan kriteria Gyssens. b. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat seperti berikut : 1) Sumber informasi bagi pihak Puskesmas Mlati II untuk meningkatkan rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien anak. 2) Bahan referensi para profesional kesehatan baik dokter, perawat dan apoteker dalam pemilihan antibiotika yang tepat dan rasional pada pasien pediatri. B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji rasionalitas penggunaan antibiotika pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Januari Juni 2013 dengan pendekatan kualitatif kriteria Gyssens.

25 7 2. Tujuan khusus Penelitian ini secara khusus bertujuan: a. Menggambarkan karakterisitik pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II periode Januari Juni b. Menggambarkan profil diagnosis pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II berdasarkan diagnosis keluar data rekam medik. c. Mengidentifikasi pola peresepan antibiotika pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II. d. Mengkaji rasionalitas penggunaan antibiotika pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II berdasarkan literatur menggunakan kriteria Gyssens.

26 1. Definisi antibiotika BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Antibiotika Antibiotika adalah suatu senyawa yang diproduksi oleh mikroorganisme (jamur dan bakteri) ataupun yang diproduksi sendiri secara sintesis yang bersifat dapat menghambat dan atau menghentikan suatu proses biokimia mikroorganisme lain. Antibiotika harus bersifat sangat toksik untuk mikroba lain tetapi relatif tidak toksik untuk hospesnya (Mitrea,2008; Setiabudi, 2007). 2. Penggolongan antibiotika a. Struktur kimia Antibiotika berdasarkan struktur kimianya dapat dikelompokkan seperti berikut ini (Kasper et al., 2005): 1) Golongan β-laktam, antara lain karbapenem (imipenem dan meropenem), sefalosporin (sefaleksin, sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), beta-laktam monosiklik, dan golongan penisilin (penisilin dan amoksillin). 2) Golongan aminoglikosida, antara lain amikasin, gentamisin, kanamisin, neomisin, netilmisin, paromomisin, streptomisin, dan tobramisin. 3) Golongan glikopeptida, antara lain vankomisin, teikoplanin, ramoplanin dan dekaplanin. 4) Golongan poliketida, antara lain makrolida (eritromicin, azitromisin, klaritromisin, roksitromisin), ketolida (telitromisin), tetrasiklin (doksisiklin, oksitetrasiklin, klortetrasiklin). 8

27 9 5) Golongan polimiksin, antara lain polimiksin dan kolistin. 6) Golongan kuinolon (fluorokinolon), antara lain asam nalidiksat, siprofloksasin, ofloksasin, norfloksasin, levofloksasin, dan trovafloksasin. 7) Golongan streptogramin, antara lain pristinamicin, virginiamicin, mikamicin, dan kinupristin-dalfopristin. 8) Golongan oksazolidinon, anatara lain linezolid. 9) Golongan sulfonamida, antara lain sulfamethoxazole-trimethoprim dan trimetoprim. 10) Golongan antibiotika lain yang penting, seperti kloramfenikol, klindamisin dan asam fusidat. b. Mekanisme kerja Antibiotika berdasarkan mekanisme kerjanya dikelompokkan menjadi lima yaitu : 1) Inhibitor sintesis dinding sel bakteri Dinding sel bakteri terdiri dari polipeptidoglikan yaitu suatu kompleks polimer mukopeptida. Pada proses ini antibiotika bekerja dengan cara melibatkan proses otolisis bakteri dengan bantuan enzim yang dapat mendaur ulang dinding sel, dimana proses ini ikut berperan terhadap lisis sel. Terdapat beberapa contoh antibiotik yang termasuk golongan ini seperti penisilin, sefalosporin, basitrasin dan vankomisin (Stringer,2006).

28 10 2) Inhibisi sintesis protein bakteri Sel bakteri mensintesis berbagai senyawa protein yang berlangsung di ribosom dengan bantuan mrna dan trna. Penghambatan sistesis protein dapat mengakibatkan terganggunya proses translasi atau penterjemahan kode genetik pada bakteri. Beberapa jenis antibiotika bekerja pada ribosom 30S (aminoglikosida, tektrasiklin) dan ada pula yang bekerja pada ribososm 50S (klindamisin, linkomisin, kloramfenikol, klaritromisin) (Gordon, 2009). 3) Inhibisi metabolisme bakteri Bakteri membutuhkan asam folat yang digunakan sebagai kofaktor enzim untuk proses sintesis DNA dan RNA. Asam folat yang digunakan oleh bakteri diperoleh dengan mensintesis sendiri dari asam para amino benzoat (PABA), pteridin dan glutamat. Pada manusia, asam folat merupakan vitamin dan manusia tidak mensitesis asam folat, adanya perbedaan ini akan memudahkan dalam pentargetan untuk senyawasenyawa antimikroba. Antibiotika yang bekerja dengan mekanisme ini adalah golongan sulfonamida dan trimetoprim (Gordon,2009). 4) Inhibisi sintesis atau aktivitas asam nukleat bakteri Antibiotika yang masuk dalam golongan ini seperti rifampin dan golongan kuinolon. Rimfampin berikatan dengan RNA polimerase bakteri sehingga sintesis mrna terganggu (proses transkripsi). Kuinolon

29 11 berikatan dengan DNA girase yang berfungsi untuk memotong untai DNA sehingga mencegah terjadinya superkoil, menguraikan DNA dan menghentikan tahap replikasi DNA (Graumlich,2003). c. Toksisitas selektif Antibiotika berdasarkan toksisitas selektifnya antibiotika dibagi menjadi dua kelompok yaitu antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba yang biasa dikenal dengan aktivitas bakteriostatik dan antibiotika yang bersifat membunuh mikroba yang biasa dikenal dengan aktivitas bakterisid (Gunawan et al., 2007). Pembagian bakteriostatik dan bakteriosid ini tergantung pada konsentrasi obat, spesies bakteri dan fase perkembangannya. Pembagian ini berguna untuk pemilihan antibiotika pada pasien dengan status imunologi yang rendah (misalnya : penderita HIV) (Utami, 2012). Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat dan atau membunuh pertumbuhan mikroba biasanya disebut kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Pada antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid apabila kadar antibiotika tersebut ditingkatkan melebihi KHMnya (Gunawan et al., 2007). d. Spektrum kerja Berdasarkan spektrum kerjanya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu berspektrum luas dan sempit (Tjan dan Rahardja, 2008) : 1) Antibiotika spektrum luas (broad spectrum) Antibiotika berspektrum luas efektif untuk infeksi yang ditimbulkan oleh bakteri gram positif maupun negatif atau yang belum diketahui pasti

30 12 agen penyebab infeksinya. Contohnya tetrasiklin dan sefalosporin yang efektif terhadap organisme baik gram positif maupun gram negatif. 2) Antibiotikaspektrum sempit (narrow spectrum) Antibiotika berspektrum sempit umumnya sangat efektif untuk melawan beberapa jenis bakteri saja, misalnya penisilin dan eritromisin yang digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram positif. Streptomisin dan gentamisin aktif untuk melawan bakteri gram negatif. e. Pola farmakokinetika antibiotika Antibiotika berdasarkan farmakokinetika antibiotika terhadap bakteri maka dapat kelompokkan menjadi dua yaitu : 1) Time-dependent killing Pada pola time-dependent killing antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal jika kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal kuman. Beberapa contoh antibiotika yang masuk dalam pola ini diantaranya dari golongan sefalosporin, penisilin, linezoid dan eritromisin (Gunawan et al., 2007). 2) Concentration-dependent killing Pada pola concentration-dependent killing antibiotika akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap kuman apabila kadarnya dipertahankan tetap tinggi, tetapi dengan catatan kadar yang tinggi ini tidak perlu dipertahankan terlalu lama. Contoh antibiotika yang masuk

31 13 dalam pola ini adalah antibiotika golongan aminoglikosida, flourokuinolon, dan ketolid (Gunawan et al., 2007). B. Prinsip Peresepan Antibiotika 1. Terapi empiris Peresepan antibiotika secara empiris banyak dilakukan untuk penanganan kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penginfeksinya sampai diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologi. Pada dasarnya, pemilihan antibiotika secara empiris disesuikan dengan pola resistensi bakteri yang ada di komunitas atau di rumah sakit setempat, kondisi klinis pasien, ketersediaan antibiotik dan kemampuan antibiotika untuk mencapai organ atau jaringan yang terinfeksi (Kemenkes, 2011a). Peresepan antibiotika empiris dilakukan dalam jangka waktu jam dengan rute pemberian awal harus secara oral. Dalam jangka waktu jam, dilakukan evaluasi peresepan antibiotika empiris berdasarkan data mikrobiologi dan kondisi klinis pasien, serta data penunjang lainnya untuk menentukan apakah antibiotika pilihan tersebut dilanjutkan peresepannya atau tidak (Cunha, 2010; Kemenkes, 2011a). 2. Terapi definitif Terapi secara definitif merupakan suatu terapi penggunaan antibiotika pada kasus infeksi yang telah diketahui jenis bakteri penyebabnya. Beberapa pengujian yang dapat dilakukan diantaranya: kultur bakteri, uji sensitivitas, tes serologi, dan beberapa tes lainnya. Lama pemberian antibiotika pada peresepan definitif dilakukan berdasarkan efikasi klinis untuk eradikasi bakteri sesuai

32 14 dengan diagnosis awal yang telah ditunjang dengan data mikrobiologi dan kondisi klinis pasien serta data penunjang lainnya (Kakkilaya, 2008). 3. Terapi profilaksis Terapi profilaksis adalah antibiotika yang diberikan pada pada pasien yang rentan terserang infeksi, namun diduga mempunyai peluang besar untuk terserang infeksi yang dapat berakibat buruk pada pasien. Jenis antibiotika yang digunakan pada jenis terapi ini umumnya berspektrum sempit dan spesifik (Kemenkes, 2011a). 4. Peresepan antibiotika lebih dari satu (kombinasi) Antibiotika kombinasi merupakan suatu pemberian antibiotika lebih dari satu jenis untuk penanganan karena infeksi yang disebabkan oleh lebih dari satu jenis bakteri. Pemilihan peresepan antibiotika secara kombinasi memiliki tujuan untuk meningkatkan aktivitas antibiotika pada infeksi yang spesifik dan memperlambat atau mengurangi resiko timbulnya resistensi. Peresepan antibiotika kombinasi sangat perlu memperhatikan hal-hal berikut ini yaitu (Kemenkes, 2011a): a. Antibiotika penyusun kombinasi memiliki target aksi yang berbeda, sehingga dapat mengganggu keseluruhan aktivitas antibiotika yang digunakan. b. Peresepan antibiotika kombinasi dapat memiliki toksisitas yang bersifat aditif atau superaditif sehingga sangat dihindari untuk peresepan terapi empiris jangka panjang.

33 15 c. Untuk mendapatkan hasil yang efektif diperlukan pengetahuan tentang jenis infeksi, data mikrobiologi dan pilihan antibiotika kombinasi yang rasional. d. Harus mempertimbangkan biaya yang dikeluarkan oleh pasien. C. Peresepan Antibiotika Pada Pasien Anak (Pediatri) Menurut Michael et al., (2008) anak-anak bukanlah orang dewasa dalam ukuran mini dalam hal pengobatan. Terdapat beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam proses pemilihan obat khususnya antibiotika pada anak diantaranya seperti yang disebutkan berikut ini. 1. Farmakokinetika a. Absorpsi Absorpsi merupakan proses perpindahan obat atau molekul obat dari tempat aplikasinya untuk menuju ke sirkulasi sistemik. Kecepatan absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik tergantung pada cara pemberian dan sifat fisikokimiawi obat. Pada neonatus jumlah obat-obatan yang diabsorpsi di usus sulit untuk diprediksi karena terjadi perubahan biokimiawi dan fisiologis di saluran gastrointestinal berupa peningkatan asam lambung yang diikuti dengan penurunan kecepatan pengosongan lambung dan gerak peristaltik. b. Distribusi Distribusi adalah proses penyebaran obat ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik darah. Proses distribusi obat dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh massa jaringan, kandungan lemak, aliran darah, permeabilitas membran dan ikatan protein. Distribusi cairan tubuh akan

34 16 berbeda dengan orang dewasa karena cairan tubuh anak secara persentase berat badan lebih besar. Pada neonatus, sawar darah otak relatif lebih permeabel sehingga memungkinkan distribusi obat ke otak lebih mudah dan konsentrasi albumin lebih rendah yang akan memperkecil ikatan protein plasma obat. Umumnya ikatan protein pada neonatus lebih rendah daripada kelompok usia diatasnya. Penurunan ikatan protein nantinya akan meningkatkan volume distribusi obat yang secara tidak langsung akan mempengaruhi waktu paruh dan konsentrasi obat di dalam sirkulasi sistemik. c. Metabolisme Metabolisme adalah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalisasi oleh enzim. Hati merupakan organ terpenting dalam proses metabolisme obat di dalam tubuh. Perbandingan relatif volume hati terhadap berat badan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Kecepatan metabolisme obat paling besar terjadi pada masa bayi hingga awal masa kanak-kanak kemudian akan menurun mulai pada usia anak sampai dewasa. Selain karena faktor umur, kematangan ginjal yang bervariasi, perbedaan volume cairan ekstrasel dan belum matangnya sistem enzim juga berpengaruh penting pada metabolisme obat. d. Ekskresi Pada neonatus, kecepatan filtrasi glomerulus dan fungsi tubulus pada proses ekskresi di ginjal kurang efisien dibandingkan kelompok usia anak karena kelompok usia tersebut masih dalam tahap awal proses pematangan

35 17 organ. Umumnya kecepatan filtrasi glomerulus pada anak sekitar 30-40% orang dewasa sehingga obat dan metabolit aktif yang terekskresi melalui urin cenderung terakumulasi (Gunawan, 2007). 2. Pertimbangan efek terapi dan toksik Penilaian efek terapetik dan efek toksik suatu obat sangat perlu dilakukan sebelum memutuskan jenis obat yang akan digunakan, karena terdapat kemungkinan timbulnya respon tubuh anak yang bervariasi setelah terpapar obat. Hal lain yang juga memerlukan perhatian khusus adalah peresepan obatobatan dengan indeks terapi yang sempit. Konsentrasi obat di dalam darah harus selalu dijaga agar selalu konstan pada dosis terapetik, apabila konsentrasi obat di dalam darah melebihi dosis terapetik obat dapat menimbulkan efek toksik, sedangkan jika konsentrasi obat di dalam darah lebih rendah daripada dosis terapetik obat tidak dapat menghasilkan efek terapetik yang sesuai. (Joenos, 2001). 3. Perhitungan dosis obat Penentuan dosis obat yang adekuat pada anak dianjurkan mengacu pada buku-buku standar pengobatan anak dan buku pedoman terapi anak, agar didapatkan hasil terapetik yang lebih dominan dan mengurangi efek toksisitas yang mungkin muncul. Didalam praktek kefarmasian sehari-hari, terdapat banyak rumus yang digunakan untuk penentuan dosis terapi pada anak. Berikut ini beberapa cara perhitungan dosis anak yang lazim digunakan (Katzung, 2006):

36 18 a. Berdasarkan usia (Formula Young) Rumus ini biasanya digunakan pada pasien yang berumur 8 tahun, berikut rumusnya: Dosis anak = umur pasien (tahun) x dosis dewasa b. Berdasarkan berat badan (Formula Clark) Rumus ini menghasilkan dosis yang lebih seksama dan sering digunakan dalam praktek kefarmasian. Dosis anak = berat badan kg 70 kg x dosis dewasa Selain perumusan yang di atas, terdapat perumusan lain untuk peresepan beberapa obat yaitu : ( Tjay, 2007). c. Berdasarkan luas permukaan tubuh (Formula Haycock) Perumusan ini merupakan perumusan yang paling tepat jika dilihat dari hubungan langsung antar luas permukaan tubuh dengan kecepatan metabolisme obat, namun dalam praktek kefarmasian sehari-hari perumusan ini sangat jarang digunakan karena agak rumit dibandingkan perumusan lainnya. Menurut Tjay (2007) luas permukaan tubuh anak relatif lebih besar daripada berat badannya dan seiring bertambahnya usia anak, perbandingan luas permukaan badan dan berat badan anak akan menjadi lebih kecil. Berikut rumus perhitungan dosis anak yang digunakan: Dosis anak = Luas permukaan tubuh m2 1,73 m2 x dosis dewasa

37 19 Tabel I.Daftar contoh antibiotika yang tidak dianjurkan untuk anak-anak (Kemenkes, 2011a) Nama Obat Kelompok Usia Alasan Azitromisin Neonatus Tidak ada data keamanan Klorampenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby syndrome. Sulfamethoxazoletrimethoprim keamanan Tidak ada data efektivitas dan < 2 bulan Linkomisin HCl Neonatus Fatal toxic syndrome Norfloksasin < 12 tahun Merusak tulang rawan (cartillage disgenesis) Piperasilin- Tazobaktam Siprofloksasin Neonates < 12 tahun Tidak ada data efektivitas dan keamanan Merusak tulang rawan (cartillage disgenesis) Spiramisin neonatus dan bayi Tidak ada data keamanan Tetrasiklin < 4 tahun atau pada diskolorisasi gigi, gangguan dosis tinggi pertumbuhan tulang Tiamfenikol Neonatus Menyebabkan Grey baby syndrome Tigesiklin < 18 Tahun Tidak ada data keamanan D. Penggunaan Antibiotika yang Rasional Peresepan obat yang rasional termasuk peresepan antibiotika yang baik dan bijak harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya yaitu (Munaf dkk., 2004; WHO, 2001): 1. Indikasi yang tepat, kriteria ini memerlukan penentuan diagnosis penyakit yang tegak sehingga dapat diketahui efek klinik yang paling berperan terhadap manfaat terapi. Dalam kriteria ini juga diperlukan pengobatan yang didasarkan atas keluhan individual serta hasil pemeriksaan fisik yang akurat. 2. Pemilihan jenis obat yang tepat, terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan diantaranya:

38 20 a. Segi manfaat mencangkup efektivitas atau mutu obat yang telah terbukti secara pasti. b. Resiko pengobatan yang dimaksudkan adalah pemilihan antibiotika yang memberikan manfaat lebih besar dibandingkan risiko negatif yang ditimbulkan atau antara resiko dan manfaat yang diperoleh bernilai imbang. c. Harga dan biaya obat dimaksudkan agar pasien tetap memilih obat yang yang paling sesuai dengan kemampuan penderita tanpa mengesampingan faktor keamanan dan keefektifan obat yang dipilih. d. Jenis obat yang dipilih tersedia dipasaran dan mudah didapat. e. Penggunaan obat tunggal dan atau penggunaan obat kombinasi yang seminimal mungkin. 3. Dosis dan cara pemakaian yang tepat. Cara pemberian obat memerlukan pertimbangan farmakokinetik, yaitu dari segi (rute) pemberian, besar dosis, frekuensi pemberian, dan lama pemberian sampai ke pemilihan cara pemakaian yang paling mudah diikuti pasien, aman, dan efektif untuk pasien. 4. Tepat pasien, kriteria ini mencakup pertimbangan apakah ada kontraindikasi, atauada kondisi-kondisi khusus yang memerlukan penyesuaian dosis (misalnya adanya kegagalan ginjal atau gangguan fungsi hati) yang memerlukan penyesuian dosis secara individual. 5. Meminimalkan efek samping danalergi obat, dalam kriteria ini perlu dilakukan pertimbangan sebelum memberikan obat pada pasien, apakah ada faktor lain yang memicuterjadinya efek samping obat atau alergi obat pada penderita atau

39 21 tidak. Dalam penggunaan obat, harus selalu dipertimbangkan manfaat dan resiko pemberian suatu obat. Menurut Kemenkes (2011a) proses pemilihan jenis antibiotika yang akan digunakan dalam suatu terapi harus mempertimbangkan beberapa hal berikut ini, yaitu : a. Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi. b. Spektrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotika pilihan yang disesuaikan dengan keamanan, ketersediaan obat dan cost effective. c. Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika di dalam tubuh yang disesuaikan dengan umur dan kondisi patologis pasien. E. Evaluasi Peresepan Antibiotika Secara Kualitatif Menggunakan Kriteria Gyssens Audit peresepan antibiotika merupakan suatu metode lengkap yang digunakan untuk menganalisis kesesuaian peresepan yang diterima pasien per individu yang dilanjutkan dengan proses penilaian terhadap keseluruhan aspek terapi yang diterima. Proses evaluasi dapat dilakukan dengan alat evaluasi yang di rancang langsung oleh peneliti (Arnold, 2004) maupun alat evaluasi yang sudah baku seperti kriteria Gyssens (Utomo, 2008). Kriteria Gysssens merupakan suatu kriteria yang proses penilaiannya berbentuk diagram alir berdasarkan hasil adaptasi dari metode Kunir et al.,(tunger, 2009). Kriteria ini mengevaluasi seluruh aspek peresepan antibiotika seperti : ketepatan indikasi, alternatif yang lebih efektif, lebih tidak toksik, lebih

40 22 murah, spektrum lebih sempit. Selain itu juga dievaluasi lama pengobatan,dosis, interval, rute pemberian serta waktu pemberiannya. Diagram alir Gyssens merupakan alat yang penting dalam proses penilaian kualitas peresepan antibiotika. Diagram alir Gyssens dapat digunakan untuk menilai kualitas penggunaan antibiotika baik secara terapi empiris maupun terapi definitif yang telah melalui pemeriksaan mikrobiologi. Proses penilaian yang dilakukan dengan alur Gyssens akan terbagi dalam beberapa kategori dan disajikan dalam bentuk persentase. Kategori pengkajian kualitas peresepan antibiotika menurut kriteria Gyssens yaitu : 1) Kategori 0 : peresepan tepat atau rasional 2) Kategori I : peresepan antibiotika tidak tepat waktu 3) Kategori IIA : peresepan antibiotika tidak tepat dosis 4) Kategori IIB : peresepan antibiotika tidak tepat interval 5) Kategori IIC : peresepan antibiotika tidak tepat rute pemberian 6) Kategori IIIA : peresepan antibiotika terlalu lama 7) Kategori IIIB : peresepan antibiotika terlalu singkat 8) Kategori IVA : ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif 9) Kategori IVB : ada pilihan antibiotik lain yang lebih aman 10) Kategori IVC : ada pilihan antibiotik lain yang lebih murah 11) Kategori IVD : ada pilihan antibiotik lain dengan spektrum yang lebih sempit 12) Kategori V : peresepan antibiotik tanpa ada indikasi 13) Kategori VI : data rekam medik tidak lengkap untuk dievaluasi.

41 23 Proses evaluasi selanjutnya dapat dilihat dari diagram alir kriteria Gyssens dibawah ini. Gambar 1. Diagram alir penilaian kualitas peresepan antibiotika berdasarkan kriteria Gyssens (Kemenkes, 2011a)

42 24 F. Keterangan Empiris Penelitian ini diharapkan dapat mengidentifikasi penggunaan antibiotika yang tidak rasional pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman D.I. Yogyakarta periode Januari Juni 2013 yang dikaji berdasarkan literatur menggunakan kriteria Gyssens.

43 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif evaluatif menggunakan desain cross sectional yang bersifat retrospektif. Digolongkan penelitian deskriptif - evaluatif karena bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang dapat menggambarkan fakta, mengidentifikasi, dan dilanjutkan dengan proses evaluasi atau penilaian dari data yang telah dikumpulkan (Murti, 2003;Imron, 2010). Pengambilan data dilakukan secara retrospektif melalui pengumpulan data dari lembar data rekam medik pasien pediatri rawat inap yang menerima antibiotika di Puskesmas Mlati II, selama periode Januari Juni 2013 (Hasan, 2002). B. Variabel Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik demografi pasien pediatri rawat inap 2. Profil diagnosis keluar 3. Pola peresepan antibiotika 4. Rasionalitas peresepan antibiotika 25

44 26 C. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Karakterisitik demografi pasien pediatri Karakteristik demografi dalam penelitian ini adalah gambaran umum pasien pediatri rawat inap yang menerima peresepan antibiotika yang meliputi jenis kelamin dan usia pediatri. 2. Profil diagnosis keluar Profil diagnosis keluar yang dimaksud adalah jenis penyakit beserta gejala atau gejala penyakit yang tercatat dalam diagnosis keluar rekam medik pasien pediatri. Misalnya: pasien pediatri dengan diagnosis keluar vomitus suspect infeksi saluran kemih bacterial. 3. Pola peresepan antibiotika Pola atau karakteristik peresepan antibotika dalam penelitian ini adalah gambaran peresepan antibiotika yang diterima pasien pediatri rawat inap meliputi jumlah antibiotika yang diresepkan dalam satu lembar resep, golongan antibiotika, jenis antibiotika, rute pemberian dan lama peresepan antibiotika. a. Jumlah antibiotika yang diresepkan dalam satu lembar resep, yaitu satu jenis antibiotika atau lebih dari satu. b. Golongan antibiotika, penggolongan antibiotika pada penelitian ini digolongkan berdasarkan pustaka dari Kasper, et, al., (2005) contohnya: golongan penisilin, golongan sulfonamid. c. Jenis antibiotika, misalnya amoksisilin dan kotrimoksazol.

45 27 d. Rute pemberian antibiotika, misalnya rute parenteral (amoksisilin injeksi) dan rute peroral (amoksisilin tablet). e. Lama peresepan antibiotika, misalnya 1 hari, 2 hari, dan seterusnya. 4. Rasionalitas peresepan antibiotika Rasionalitas peresepan antibiotika pada penelitian ini dievaluasi dengan bantuan diagram alir kriteria Gyssens. Evaluasi berdasarkan pada beberapa literatur yang relevan seperti: a. Drug Information Handbook with International Trade Names Index edisi 21 (AphA, 2012) b. WHO Model Formulary for Children (WHO, 2010) c. Clinical Medicine edisi 8 (Kumar and Clark, 2012) d. Infectious Diseases (Michael et al., 2008) e. Pedoman Umum Penggunaan Antibiotika (Kemenkes, 2011a) f. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik (Kemenkes, 2011b). Proses evaluasi penggunaan antibiotika dengan menggunakan kriteria Gyssens seperti berikut ini (Gambar 1.Halaman: 23): 1) Bila data tidak lengkap berhenti di kategori VI Data tidak lengkap misalnya data rekam medik tanpa diagnosis, atau ada halaman rekam medik yang hilang sehingga tidak dapat dievaluasi. Pada kasus ini dilanjutkan dengan pertanyaan dibawahnya, yaitu: Apakah ada infeksi yang membutuhkan antibiotika?

46 28 2) Bila tidak ada indikasi pemberian antibiotika, berhenti di kategori V Bila antibiotika memang diindikasikan, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu: Apakah ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif? 3) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif, berhenti di kategori IVa. Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu: Apakah ada alternatif lain yang kurang toksik? 4) Bila ada pilihan antibiotika lain yang kurang toksik, berhenti di kategori IVb.Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, Apakah ada alternatif lebih murah? 5) Bila ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah, berhenti di kategori IVc. Bila tidak, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,yaitu: Apakah ada alternatif lain yang spektrumnya lebih sempit? 6) Bila ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit, berhenti di kategori IVd. Jika tidak ada alternatif lain yang lebih sempit, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya,yaitu: Apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu panjang? 7) Bila durasi pemberian antibiotika terlalu panjang, berhenti di kategori IIIa. Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu: Apakah durasi antibiotika yang diberikan terlalu singkat? 8) Bila durasi pemberian antibiotika terlalu singkat, berhenti di kategori IIIb Bila tidak, diteruskan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu: Apakah dosis antibiotika yang diberikan sudah tepat?

47 29 9) Bila dosis pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIa. Bila dosisnya tepat,lanjutkan dengan pertanyaan berikutnya, yaitu: Apakah interval antibiotika yang diberikan sudah tepat? 10) Bila interval pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIb. Bila intervalnya tepat, lanjutkan dengan pertanyaan di bawahnya, yaitu: Apakah rute pemberian antibiotika sudah tepat? 11) Bila rute pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori IIc. Bila rute tepat, lanjutkan ke kotak berikutnya, dengan pertanyaan yaitu: Apakah waktu pemberian antibiotika sudah tepat? 12) Bila waktu pemberian antibiotika tidak tepat, berhenti di kategori I 13) Bila antibiotika tidak termasuk kategori I sampai dengan VI, antibiotika tersebut merupakan kategori 0. D. Bahan Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah seluruh data rekam medik pasien pediatri yang menjalani rawat inap di Puskesmas Mlati II periode Januari Juni 2013 dan telah memenuhi kriteria inklusi yang sudah ditentukan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah: 1. Rekam medik pasien pediatri dengan kategori umur 12 tahun baik lakilaki maupun perempuan yang dirawat inap di Puskesmas Mlati II, Kabupaten Sleman periode Januari Juni Terdapat peresepan antibiotika. 3. Rekam medik lengkap (anamnesis pasien, berat badan pasien, hasil diagnosis, hasil laboratorium dan peresepan antibiotika) dan jelas terbaca.

48 30 Kriteria eksklusi yang ditetapkan adalah: Semua catatan rekam medik pasien yang menunjukkan pasien melanjutkan pengobatan ditempat lain atau menolak untuk melanjutkan perawatan, pulang paksa, dan meninggal sebelum program perawatan pada pasien selesai. E. Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian adalah lembar pencatatan data yang terdiri atas : 1. Lembar data dasar pasien yang memuat data dasar pasien seperti: nomor rekam medik pasien, nama pasien, umur, jenis kelamin, tanggal masuk dan keluar perawatan, diagnosis beserta keterangan keluar dari unit rawat inap. 2. Lembar data peresepan antibiotika yang memuat data: anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis utama, hasil laboratorium, nama obat dan frekuensi pemberian beserta diagnosis keluar. F. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Mlati II, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Tempat pengambilan data dilakukan di instalasi catatan medik Puskesmas Mlati II, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, D.I. Yogyakarta. Pengambilan data dilakukan dari bulan Juli sampai Agustus G. Tata Cara Penelitian Jalannya penelitian meliputi 3 tahapan yaitu tahap persiapan atau studi pendahuluan, tahap pengambilan data dan tahap pengolahan data.

49 31 1. Tahap orientasi dan studi pendahuluan Tahapan ini diawali dengan pencarian informasi ke Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman terkait penentuan lokasi puskesmas yang akan diteliti. Kemudian melakukan survei ke puskesmas yang direkomendasikan dilanjutkan penyusunan proposal penelitian dan pengurusan ijin. Proses perijinan penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Mengurus surat permohonan ijin penelitian dan pengambilan data dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Far/058/V/2013/SP/D (Lampiran 2). 2. Mengurus perijinan ke Badan Perijinan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta dan mendapatkan surat ijin no 070/Bappeda/2103/2013 (Lampiran 3). 3. Mengurus perijinan ke Puskesmas Mlati II dengan membawa proposal penelitian, surat rekomendasi dari Badan Perijinan Daerah dan Surat permohonan dari Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Setelah semua perjinan terpenuhi, proses penelitian dilanjutkan dengan studi pendahuluan. Studi pendahuluan bertujuan untuk memperoleh informasi jumlah pasien anak rawat inap berumur 12 tahun yang tercatat pada buku pendaftaran pasien rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari Juni Pada studi ini diperoleh data dasar pasien (identitas, diagnosis masuk, diagnosis keluar dan tanggal keluar - masuk puskesmas), nomor rekam medik dan keterangan pasien berhenti menjalani perawatan seperti melanjutkan

50 32 pengobatan ke rumah sakit lain, menghentikan pengobatan atas permintaan sendiri, dan keterangan diijinkan pulang dari pihak puskesmas Berdasarkan hasil studi pendahuluan ditemukan 59 pasien pediatri yang menjalani rawat inap di Puskesmas Mlati II pada periode Januari Juni Tahap pengambilan data Rekam medis pasien yang akan diambil datanya dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang telah ditetapkan sebelumnya. Data yang dikumpulkan meliputi nama pasien, nomor rekam medik, usia, jenis kelamin, berat badan, data laboratorium, terapi obat (dosis dan frekuensi pemberian obat) yang diterima serta hasil anamnesis. 3. Tahap pengolahan data Pengolahan data dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : a. Editing Editing dilakukan dengan memeriksa ulang kelengkapan data yang diperoleh dari rekam medik pasien anak di ruang rawat inap Puskesmas Mlati II selama periode Januari Juni b. Entry Pada tahapan ini dilakukan pemindahan data dari lembar pengambilan data kedalam program Microsoft Excel.. c. Cleaning Cleaning dilakukan dengan cara melakukan pengecekan ulang data yang telah dimasukkan pada program Microsoft Excel.

51 33 H. Tata Cara Analisis Hasil Analisis data dilakukan secara deskriptif yang meliputi: 1. Perhitungan frekuensi dan persentase demografi pasien, pola penyakit dan pola peresepan pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II, selama periode Januari Juni Evaluasi secara kualitatif menggunakan diagram alir Gyssens (lihat Gambar 1. Halaman: 23) berdasarkan kajian literatur. Hasil evaluasi secara terperinci dapat dilihat pada Lampiran 1. I. Keterbatasan dan Kesulitan Penelitian Keterbatasan penelitian ini adalah tidak dapat mengakses informasi pola resistensi kuman di Puskesmas Mlati II yang dibutuhkan untuk mengevaluasi ketepatan terapi empiris dalam kasus kasus yang diteliti. Keterbatasan penelitian lainnya adalah tidak dapat dilakukan konfirmasi dengan dokter yang membuat resep sehingga proses analisis hanya dilakukan berdasarkan pada sumber yang diacu. Kesulitan dalam penelitian ini antara lain adanya ketidaksesuaian beberapa nomor rekam medik yang diperoleh dari buku pendaftaran pasien rawat inap dengan nomor rekam medik yang sebenarnya. Dengan demikian perlu dilakukan klarifikasi penomoran rekam medik tersebut kepada petugas rekam medik yang saat itu sedang bertugas.

52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian mengenai Kajian Literatur Kerasionalan Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman periode Januari Juni 2013 dilakukan dengan menelusuri data rekam medik pasien dengan riwayat pengobatan menggunakan antibiotika selama menjalani rawat inap. Sebanyak 35 kasus digunakan sebagai bahan penelitian. Hasil penelitian disajikan dalam bentuk gambar dan tabel. Pembahasan penelitian ini akan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu karakteristik demografi pasien, pola penyakit dan/atau gejalanya, pola peresepan antibiotika, serta hasil evaluasi terkait penggunaan antibiotika dengan kriteria Gyssens. 1. Jenis Kelamin A. Karakteristik Demografi Pasien Karakteristik kasus penggunaan antibiotika pada pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II periode Januari Juni Pengelompokan jenis kelamin bertujuan untuk mengetahui proporsi jumlah pasien anak laki-laki dan perempuan yang menggunakan antibiotika selama menjalani rawat inap. Dari hasil penelitian didapatkan jumlah pasien anak laki-laki sebanyak 22 orang (63%) dan pasien anak perempuan sebanyak 13 orang (37%) (Gambar 2). 34

53 35 37% 63% Laki -Laki Perempuan Gambar 2. Distribusi jenis kelamin pasien pediatri rawat inap dengan terapi antibiotika di Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 Data yang diperoleh menunjukkan persentase pasien anak berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dirawat inap dengan terapi antibiotika dibandingkan pasien perempuan. Hasil temuan ini tidak dapat dijadikan dasar bahwa anak laki-laki lebih rentan terserang infeksi dibandingkan dengan anak perempuan mengingat jumlah kasus yang relatif sedikit yaitu hanya 35 kasus. 2. Kelompok Usia Pembagian usia pediatri dalam penelitian ini didasarkan pada klasifikasi dari World Health Organization (2007) yang membagi usia pediatri menjadi 3 kelompok usia yaitu neonatus dengan kisaran usia 1 bulan, bayi dengan kisaran usia 1-24 bulan serta anak dengan kisaran usia 2 12 tahun. Dari Hasil penelitian didapatkan persentase paling tinggi adalah rentang usia 2-12 tahun yaitu 91,4% (32 orang) diikuti kelompok usia 1 24 bulan yaitu 8,6% (3 orang). Persentase pengelompokkan usia pada kasus penggunaan antibiotika dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.

54 36 8,6 % 1-24 Bulan 2-12 Tahun 91,4% Gambar 3. Distribusi pengelompokkan usia pasien pediatri rawat inap dengan terapi antibiotika di Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 Tingginya persentase penggunaan antibiotika pada kelompok usia 2-12 tahun berbeda dengan teori yang telah dikemukakan pada telaah pustaka yang menyatakan pasien pediatri usia dibawah 1 tahun merupakan kelompok usia yang sangat rentan terserang penyakit infeksi dikarenakan sistem imunitas yang belum berkembang dengan sempurna (Shea et al., 2001; Gunawan, 2007). 3. Profil Diagnosis Pasien anak dalam penelitian ini terdiagnosis lebih dari satu jenis penyakit dan/atau gejala, atau hanya gejala penyakit saja. Penentuan profil diagnosis dilakukan dengan cara melihat diagnosis keluar pasien. Pada Tabel II berikut ini disajikan lebih terperinci profil diagnosis keluar pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013.

55 37 Tabel II. Distribusi penyakit dan gejala yang diderita pasien pediatri di Puskesmas Mlati II periode Januari Juni 2013 No. Diagnosis Keluar Frekuensi Persentase (%) 1 Tifoid fever 4 11,4 2 Tifoid fever, Infeksi saluran pernafasan akut 3 8,6 3 Gastroenteritis akut bacterial 2 5,7 4 Tifoid fever, Infeksi saluran pernafasan akut, Infeksi saluran kemih 2 5,7 5 Prefebris 2 5,7 6 Observasi febris suspect tifoid fever 1 2,9 7 Observasi febris, Tifoid fever, Infeksi saluran kemih 1 2,9 8 Dengue fever 1 2,9 9 Observasi febris bacterial 1 2,9 10 Pneumonia 1 2,9 11 Infeksi saluran pernafasan akut, Infeksi saluran kemih 1 2,9 12 Observasi febris, Infeksi saluran pernafasan akut 1 2,9 13 Vomitus suspect Infeksi saluran kemih bacterial 1 2,9 14 Tifoid fever, Infeksi saluran kemih 1 2,9 15 Gastroenteritis akut bacterial, Infeksi saluran pernafasan akut 1 2,9 16 Infeksi saluran kemih, Glomeluronefritis akut, Pielonefritis akut 1 2,9 17 Tifoid fever, bronkitis akut 1 2,9 18 Asma bronchiale 1 2,9 19 Gastroenteritis akut, Anemia 1 2,9 20 Dengue fever, Tifoid fever, Infeksi saluran kemih 1 2,9 21 Dengue fever, trombositopenia, Dengue haemorrhagic fever 1 2,9 22 Gastroenteritis akut amobiasis 1 2,9 23 Observasi febris, Paratifoid fever 1 2,9 24 Gastroenteritis akut bacterial, Anemia 1 2,9 25 Gastroenteritis akut 1 2,9 26 Vomitus, Abdominal discomfort 1 2,9 27 Gastroenteritis akut suspect bacterial 1 2,9 Total ,0 Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa diagnosis keluar pasien cukup bervariasi antar satu pasien dengan yang lainnya. Pada penelitian ini terdapat beberapa penyakit infeksi yang sering ditemui pada pasien pediatri rawat inap

56 38 Puskesmas Mlati II seperti demam tifoid (typhoid fever), infeksi saluran kemih (ISK) dan infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) yang merupakan 10 besar penyakit yang sering ditemui pada pasien pediatri rawat inap (Dinkes Provinsi D.I. Yogyakarta, 2012). B. Pola Peresepan Antibiotika Dari 35 kasus peresepan antibiotika seluruh pasien pediatri rawat inap menerima peresepan antibiotika secara empiris karena di dalam rekam medik pasien pediatri tidak ditemukan hasil uji kultur bakteri. Berdasarkan hasil wawancara dengan dokter yang bertugas, terapi antibiotika empiris dilakukan oleh hampir seluruh dokter Puskesmas Mlati II dengan pertimbangan jika menunggu hasil uji kultur kuman akan cukup lama yaitu ± 4-7 hari, sedangkan pasien dengan kasus infeksi memerlukan penanganan cepat agar infeksi tidak bertambah parah. Permasalahan lain yang mendorong dokter untuk melakukan terapi empiris adalah mahalnya pembiayaan uji kultur yang dibebankan kepada pasien. Informasi pola peresepan antibiotika yang diterima pasien pediatri di ruang rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 akan dibahas seperti berikut ini. 1. Jumlah antibiotika yang diresepkan Pada penelitian ini, peresepan antibiotika dikelompokkan menjadi dua yaitu peresepan satu antibiotika dan lebih dari satu antibiotika. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan persentase peresepan antibiotika tunggal yaitu sebesar 97% (34 kasus) dan hanya terdapat satu kasus peresepan lebih dari satu

57 39 antibiotika. Pada Gambar 4 dibawah ini disajikan data terkait distribusi jumlah antibiotika yang diresepkan per-pasien. 3% 97% Satu antibiotika Lebih dari satu antibiotika Gambar 4. Distribusi jumlah antibiotika yang diresepkan per-pasien pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II periode Januari-Juni 2013 Banyaknya penggunaan antibiotika tunggal dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar antibiotika yang diterima pasien pediatri adalah antibiotika berspektrum luas (seperti kotrimoksazol dan amoksisillin). Tingginya angka penggunaan antibiotika berspektrum luas di lokasi penelitian diperkirakan karena belum diketahui secara pasti jenis agen bakteri penginfeksi akibat tidak dilakukan proses kultur bakteri. Penggunaan antibiotika tunggal ini tidak hanya dilakukan di awal terapi namun dilanjutkan sampai terapi berakhir. Dari hasil wawancara, dokter mengatakan alasannya karena selama diterapi dengan satu jenis antibiotika tersebut kondisi klinis pasien berangsurangsur membaik. 2. Golongan antibiotika Antibiotika yang diterima pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari Juni 2013 dikelompokkan menurut golongan antibiotika. Hasil pengelompokkan diketahui bahwa persentase antibiotika terbesar adalah golongan sulfonamid, yaitu sebesar 72%. Antibiotika dari golongan lain seperti golongan penisilin 22% dan golongan dari antibiotika lain sebanyak 6%.

58 40 Profil peresepan antibiotika berdasarkan pengelompokkan golongan antibiotika yang diterima pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini. 6% 22% Penisilin 72% Sulfonamida Antibiotika lain Gambar 5. Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan pengelompokkan golongan antibiotika yang diterima pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 Golongan sulfonamid, yaitu kotrimoksazol, merupakan golongan antibiotika yang paling banyak diberikan kepada pasien. Hal tersebut disebabkan golongan antibiotika ini berspektrum luas dan cukup efektif untuk menangani hampir semua jenis infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Tjay dan Rahardja, 2008). Tingginya peresepan golongan sulfonamida juga dapat disebabkan karena terbatasnya pilihan golongan antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II. Berdasarkan hasil wawancara dengan apoteker di Puskesmas Mlati II diketahui golongan antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II sangat terbatas, diantaranya yaitu golongan sulfonamid, penisilin, quinolon, makrolida dan tetrasiklin. Oleh karena terbatasnya golongan antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II secara tidak langsung akan mempengaruhi pilihan antibiotika yang diresepkan oleh dokter.

59 41 3. Jenis antibiotika Dari hasil pengelompokkan diketahui bahwa persentase jenis antibiotika yang paling sering diresepkan adalah sulfamethoxazole-trimethoprim (kotrimoksazol) dengan persentase sebesar 72%, diikuti amoksisilin dengan persentase 22%. Profil jenis antibiotika yang diresepkan pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II dapat dilihat pada Gambar 6 berikut ini. Amoksisilin Kotrimoksazole Kloramfenikol Metronidazol 3% 3% 22% 72% Gambar 6. Distribusi peresepan antibiotika berdasarkan jenis antibiotika yang digunakan pasien pediatri rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari - Juni 2013 Tingginya peresepan kotrimoksazol di Puskesmas Mlati II kemungkinan karena jenis antibiotika ini dapat digunakan untuk menangani hampir sebagian besar kasus infeksi dan relatif aman digunakan pada pediatri (Kemenkes, 2011a ; Tjay dan Rahardja, 2008). Kotrimoksazol mengadung kombinasi sulfametoksazol dan trimetoprim dan memiliki tingkat resistensi yang lebih rendah dibandingkan antibiotika lainnya, karena bakteri yang resisten terhadap salah satu komponen di dalam kotrimoksazol dapat ditangani oleh komponen penyusun lainnya (Kemenkes, 2011a; Gunawan, 2007). Pemberian terbanyak kedua adalah jenis amoksisilin dengan persentase 22%. Amoksisilin merupakan antibiotika berspektrum luas yang efektif untuk

60 42 mengobati infeksi saluran nafas, saluran empedu, saluran seni dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tifoid. Indikasi peresepan amoksisilin yang cukup luas ini memungkinkan memicu terjadinya resistensi pada bakteri sehingga penggunaaannya beberapa waktu belakangan ini sudah mulai dikurangi (Tjay, 2008; IDAI, 2008) Hasil penelitian di Puskesmas Mlati II, selain peresepan kotrimoksazol dan amoksisilin ditemukan juga peresepan metronidazol dengan persentase 3%. Metronidazol memiliki aktivitas antimikrobial yang sangat baik untuk pengatasan infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob dan protozoa. Aktivitas antibakteri anaerob dan protozoa metronidazol sangat bermanfaat untuk penanganan infeksi di saluran cerna (Tjay dan Rahardja, 2008 ; Lacy, 2012). Penelitian ini juga menunjukkan peresepan kloramfenikol dengan persentase 3%. Menurut Tjay dan Rahardja (2008) dan IDAI (2008) kloramfenikol merupakan antibiotika broadspectrum yang bersifat bakteriostatik terhadap hampir semua kuman gram positif dan sejumlah kuman gram negatif, namun bersifat toksik yang dapat menyebabkan Grey babay syndrome sehingga sudah mulai jarang untuk digunakan khususnya pada pasien pediatri. 4. Rute pemberian antibiotika Selama periode Januari Juni 2013 terdapat 4 jenis antibiotika yang paling sering diresepkan untuk pasien pediatri rawat inap dengan rute pemakaian secara per-oral. Tingginya penggunaan antibiotika secara per-oral

61 43 kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, tidak tersedianya sediaan diluar rute per-oral seperti injeksi. Kedua, rute per-oral merupakan pilihan pertama untuk penanganan kasus infeksi secara empiris yang belum diketahui secara pasti agen penginfeksinya (Kemenkes, 2011a). Ketiga, menurut Cunha (cit., Kemenkes, 2011a) rute pemberian oral merupakan pilihan pertama untuk terapi infeksi yang tergolong ringan contohnya seperti bronkitis, demam tifoid, ISK (yang tidak menetap dan berulang), serta diare bakterial. Pada penelitian ini, banyak ditemukan penyakit infeksi pada pasien pediatri rawat inap yang kategorinya tergolong ringan sampai sedang sehingga rute pemberian per-oral lebih dipilih. Keempat, beberapa literatur menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan penggunaan antibiotika diluar jalur pemberian per-oral seperti jalur intravena memiliki dosis yang lebih tinggi (Reed et al., 2005; Lacy, 2012: Pramudianto dan Evaria, 2011). Apabila pasien anak dengan kondisi klinis terserang infeksi ringan sampai sedang diberikan antibiotika dengan dosis yang lebih tinggi dikhawatirkan dapat mempengaruhi organ ekskresi pada anak yang masih belum sempurna pertumbuhannya (mempengaruhi organ hati dan ginjal) (Aslam, 2003). 5. Lama penggunaan Lama penggunaan antibiotika merupakan rentang waktu pasien pediatri menerima antibiotika untuk pengatasan infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Pada penelitian lama peresepan antibotika dihitung sesuai dengan jumlah hari pemberian yang terdokumentasi dalam rekam medik dengan alasan tidak ada dokumentasi lama penggunaan antibiotika diluar bangsal rawat inap.

62 44 Pada penelitian ini lama penggunaan antibiotika pada pasien pediatri dibuat dalam interval jarak 1 hari sehingga pembagian interval lama penggunaan menjadi 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, 5 hari, 6 hari, dan 7 hari. Tabel III. Distribusi lama penggunaan antibiotika pada pasien pediatri di ruang rawat inap Puskesmas Mlati II periode Januari Juni 2013 Lama Penggunaan Jumlah anak Persentase (%) 1 Hari Hari 5 14,3 3 Hari Hari 8 22,9 5 Hari 5 14,3 6 Hari 3 8,6 7 Hari 0 0 Total pasien Berdasarkan data pada Tabel III di atas dapat dilihat lama penggunaan antibiotika berkisar antara 2-6 hari dengan lama penggunaan paling banyak selama 3 hari (40%). Terdapat beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi lama penggunaan antibiotika 2-6 hari yaitu, pertama, banyak jenis antibiotika yang diresepkan digunakan untuk penatalaksanaan terapi secara empiris. Hasil penelitian tim PPRA Kemenkes RI (2010) (cit., Kemenkes, 2011a) jenis antibiotika spektrum luas seperti antibiotika golongan sefalosporin, sulfonamid dan penisilin menjadi pilihan untuk penatalaksanaan terapi empiris. Lama penggunaan antibiotika untuk penatalaksanaan terapi empiris dilakukan selama 2-3 hari hingga terjadi perbaikan kondisi pasien dan dilanjutkan minimal selama 5-7 hari untuk mencegah timbulnya resistensi. Pada penelitian ini golongan sulfonamid dan penisilin merupakan golongan antibiotika yang paling banyak digunakan dengan lama penggunaan 2-6 hari.

63 45 Kedua,berdasarkan beberapa pustaka lama penggunaan antibiotika untuk sebagian besar penyakit infeksi seperti demam tifoid, ISK dan ISPA adalah 2-7 hari (Coyle dan Prince, 2005; Finch, 2010; Kemenkes, 2011a). Hal ini relevan dengan hasil penelitian ini (2-6 hari) mengingat penyakit demam tifoid, ISK dan ISPA termasuk dalam kategori tiga penyakit infeksi yang paling sering ditemui pada penelitian ini. C. Evaluasi Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Pasien anak sangat rentan terserang infeksi sehingga sering menerima terapi antibiotika untuk mengatasi kondisi medis yang dialami. Dengan demikian, peresepan antibiotika perlu dievaluasi kerasionalannya agar dapat dilakukan tindakan pencegahan terhadap kasus yang sama dikemudian hari sehingga tercapai outcome terapi yang diinginkan. Evaluasi peresepan antibiotika yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan alur evaluasi kriteria Gyssens. Dari hasil evaluasi terhadap 35 rekam medik pasien anak pada penelitian ditemukan, sebanyak 63,9% penggunaan antibiotika rasional (kategori 0) dan 36,1% penggunaan antibiotika tidak rasional (kategori I-V). Penggunaan antibiotika yang tidak rasional terjadi pada 13 kasus yang meliputi : 1 kasus peresepan tidak tepat dosis, 5 kasus tidak tepat interval, 3 kasus antibiotika kurang efektif, 1 kasus antibiotika kurang aman dan 3 kasus penggunaan antibiotika tanpa indikasi. Perincian hasil kajian literatur peresepan antibiotika menggunakan kriteria Gyssens dapat dilihat pada Tabel IV berikut ini.

64 Tabel IV. Hasil Kajian Rasionalitas PeresepanAntibiotika Menggunakan Kriteria Gyssens di Puskesmas Mlati II Sleman Periode Januari-Juni 2013 Jenis antibiotika Jumlah peresepan per-kategori Gyssens 0 I IIA IIB IIC IIIA IIIB IVA IVB IVC IVD V VI Siprofloksasin Amoksillin Doksisiklin Eritromisin Kotrimoksazol Kloramphenikol Metronidazol Jumlah per-kategori % 63,9 0 2, 8 13, ,3 2, ,3 0 46

65 47 1. Peresepan rasional (kategori 0) Terapi pengobatan dikatakan rasional jika telah memenuhi indikator tepat penderita, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemberian, interval, dan lama pemberian (Depkes RI, 2007). Tepat indikasi yaitu penggunaan antibiotika dengan tujuan untuk menghentikan infeksi. Tepat obat artinya pilihan antibiotika yang digunakan efektif untuk jenis kuman yang diperkirakan atau berdasarkan hasil kultur adalah kuman yang telah menyebabkan infeksi pada pasien tersebut. Tepat dosis bahwa pasien telah menerima antibiotika dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan klinisnya dan kondisi fisiologisnya. Tepat penderita terkait tingkat keparahan infeksi yang akan mempengaruhi dosis, rute, interval dan lama pemberian antibiotika. Berdasarkan hasil kajian ditemukan sebanyak 23 kasus penggunaan antibiotika yang telah rasional, salah satu kasus tersebut yaitu kasus nomor 2 (lampiran 1). Pada kasus nomor 2, pasien anak terdiagnosis febris suspect typhoid fever. Pasien anak terdiagnosis observasi febris hari ke-ii suspect typhoid fever. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah mimisan, febris selama 2 hari dengan muntah. Hasi pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan hemoglobin dan hematokrit disertai peningkatan monosit. Peningkatan monosit terjadi pada kasus infeksi viral atau penyakit parasit sedangkan penurunan hematokrit dan hemoglobin umumnya terjadi pada kasus anemia atau gangguan pada saluran cerna. Hasil pemeriksaan urin ditemukan kandungan keton yang dapat disebabkan oleh kondisi pasien yang

66 48 muntah-muntah. Hasil pemeriksaan serologi pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan typhi O,H, dan BH yang biasanya muncul apabila pasien mengalami infeksi bakteri Salmonella sehingga diperlukan antibiotika untuk penangananya (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). Selama perawatan pasien menerima kotrimoksazol yang merupakan salah satu antibiotika lini pertama yang dianjurkan oleh IDAI (2008) dan WHO (2010) untuk pengatasan typhoid fever. Kotrimoksazol yang diterima pasien telah sesuai dengan anjuran dosis harian yaitu 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) yang diberikan dalam 2 dosis yang diberikan 12 jam (Lacy, 2012 ;WHO, 2010). Selain kasus nomor 2, kategori penggunaan antibiotika yang rasional menurut kategori Gyssens juga ditemui pada kasus nomor 4, 5, 6, 7, 11, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 24, 25, 26, 27, 29, 30, 31, dan 32. Evaluasi lebih lengkap terlampir pada lampiran Peresepan antibiotika yang tidak tepat waktu pemberian (kategori I) Timing atau waktu pemberian antibiotika merupakan hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi ketersediaan obat di dalam sirkulasi sistemik yang berkorelasi dengan efek terapeutik yang dihasilkan (Yuniftiadi, 2009).Berdasarkan hasil kajian tidak ditemukan kasus pemberian antibiotika yang tidak tepat waktu. 3. Peresepan antibiotika tidak tepat dosis (kategori IIA) Ketidaktepatan dosis dapat disebabkan oleh dosis antibiotika yang diberikan terlalu rendah atau terlalu tinggi. Dosis pemberian yang terlalu

67 49 rendah akan menyebabkan berkurangnya bioavailabilitas obat sehingga durasi kerja obat akan menjadi lebih singkat untuk menghasilkan efek terapi yang diharapkan (Cipolle, 2004), sedangkan dosis pemberian terlalu tinggi dapat menimbulkan toksisitas dan membunuh kuman yang baik dan berguna di dalam tubuh pasien anak (Katzung, 2002). Secara umum dokter telah melakukan penyesuaian dosis obat sesuai dengan berat badan anak, namun masih ditemukan beberapa kasus ketidaktepatan dosis yang terjadi dengan alasan keterbatasan sediaan dengan dosis antibiotika yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil kajian ditemukan 1 kasus peresepan antibiotika yang tidak tepat dosis. Salah satu kasus peresepan antibiotika tidak tepat dosis ditemukan pada kasus nomor 34 (lampiran1). Pada kasus nomor 34, selama perawatan pasien anak menerima kotrimoksazol oral dengan dosis 2 x 1 cth (40 TMP persekali pemakaian). Dosis kotrimoksazol yang diterima pasien lebih rendah dari dosis anjuran Lacy (2012) dan WHO (2010) yaitu 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1). Pemberian antibiotika tersebut dikategorikan dalam peresepan antibiotika tidak tepat dosis, sebab dosis antibiotika yang diterima pasien terlalu rendah dari anjuran literatur yang diacu. 4. Peresepan antibiotika yang tidak tepat interval (kategori IIB) Ketepatan interval pemberian antibiotika harus disesuaikan dengan sifat obat dan profil farmakokinetikanya agar ketersediaan hayati antibiotika tetap terjaga sehingga dapat dihasilkan efek terapeutik yang diharapkan

68 50 (Kemenkes, 2011a; Reed, 2005). Berdasarkan hasil kajian ditemukan 5 kasus pemberian antibiotika yang tidak tepat interval, salah satunya pada kasus nomor 8 (lampiran 1). Pada kasus nomor 8 pasien anak menerima kotrimoksazol suspensi dengan dosis 2x 1 cth. Interval pemberian kontrimoksazole pada kasus ini tidak dilakukan secara konstan dan bertentangan dengan anjuran Lacy (2012) yang menyatakan kotrimoksazol dapat diberikan kepada pasien dengan interval waktu pemberian setiap 12 jam dalam sehari disesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Berdasarkan uraian singkat tersebut peresepan kotrimoksazol dikategorikan dalam interval pemberian yang tepat karena interval waktu pemberian kontrimoksazole tidak stabil atau berubah-rubah. Selain kasus nomor 8, kategori penggunaan antibiotika yang tidak tepat interval juga terjadi pada kasus nomor 3, 10,12 dan Peresepan antibiotika yang tidak tepat rute pemberian (kategori IIC) Rute pemberian antibiotika merupakan salah satu faktor penting dalam proses keberhasilan suatu terapi. Rute pemberian obat harus disesuaikan dengan kebutuhan klinis dan kondisi pasien saat itu. Dalam penelitian ini semua tidak ditemukan kasus pemberian antibiotika yang tidak tepat rute pemberian. 6. Peresepan antibiotika yang terlalu lama (kategori IIIA) & Peresepan antibiotika yang terlalu singkat (kategori IIIB) Lama pemberian antibiotika pada tiap jenis antibiotika sangat bervariasi tergantung pada jenis penyakit infeksi dan tingkat keparahannya. Menurut Kemenkes (2011a), untuk lama penggunaan antibiotika secara empiris dapat

69 51 dilakukan selama 2-3 hari sampai gejala penyakit hilang dan tetap dapat dilanjutkan sampai 5 hari untuk mencegah timbulnya resisntensi. Lama pemberian antibiotika di Puskesmas Mlati II tidak bisa digunakan untuk menggambarkan durasi pengobatan yang sebenarnya dari seluruh antibiotika yang diberikan, sebab mungkin saja terdapat beberapa pasien anak yang tetap melanjutkan penggunaan antibiotika walaupun telah diijinkan pulang. Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan dokter yang bertugas disebutkan Pasien yang menggunakan terapi antibiotika akan diberikan peresepan antibiotika minimal untuk penggunaan selama 5 hari disesuaikan dengan kondisi pasien. Apabila dalam waktu kurang dari 5 hari pasien sudah menunjukkan perbaikan kondisi dan diijinkan pulang, sisa antibiotika dapat dibawa pulang dan diharapkan untuk dilanjutkan penggunaanya sampai habis. Dalam penelitian ini lama pemberian antibiotika dihitung sesuai dengan lama pemberian yang tercatat dalam rekam medik. Dari hasil kajian kriteria Gyssens, tidak ditemukan kasus penggunaan antibiotika yang terlalu lama maupun yang terlalu singkat. 7. Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif (kategori IVA) Ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif merupakan salah satu kategori dalam kategori Gyssens yang dapat diartikan ada pilihan antibiotika lain yang lebih direkomendasikan untuk kondisi pasien karena dinilai akan memberikan outcome therapy yang lebih optimal. Dalam penelitian ini seluruh pasien anak yang dirawat inap menerima peresepan antibiotika secara

70 52 empiris karena tidak dilakukan proses kultur. Oleh karena itu, sebagian besar pemilihan antibiotika adalah yang berspektrum luas. Meskipun antibiotika yang digunakan sudah berspektrum luas, namun beberapa antibiotika yang digunakan tidak sesuai dengan pedoman atau literatur (Lacy, 2012; WHO, 2010 ; Michael et al, 2008) sehingga dalam penelitian ini dikategorikan ke dalam ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif. Dari hasil kajian ditemukan 3 kasus yang masuk kedalam kategori ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif. Salah satu kasus tersebut ditemui pada kasus nomor 1 (lampiran). Pada kasus nomor 1 pasien anak terdiagnosis gastroenteritis acute bacterial. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan pasien mengalami peningkatan nilai leukosit, hematokrit dan trombosit di dalam darah. Menurut Sutedjo (2012), peningkatan nilai leukosit pasien anak umumnya menjadi tanda pasien mengalami infeksi atau peradangan akut yang disebabkan oleh bakteri, yang dalam kasus ini menjadi penyebab gastroenteritis acut bacterial. Selama perawatan pasien anak menerima amoksisilin, pemberian amoxicillin dalam kasus ini tidak sesuai dengan guideline WHO (2010) dan Martin (2008). Berdasarkan hasil penelusuran literatur terdapat antibiotika lain yang lebih direkomendasikan untuk penanganan gastroenteritis acute bacterial pada anak anak seperti kotrimoksazol (Tjay dan Rahardja, 2008; WHO, 2010).

71 53 Selain kasus nomor 1, peresepan antibiotika tidak tepat dosis juga terjadi pada kasus nomor 14 dan 35. Evaluasi lebih lengkap terlampir pada lampiran Ada pilihan antibiotika lain yang lebih aman (kategori IVB) Kategori IVB ini dapat disebabkan oleh adanya interaksi obat dan munculnya efek samping antibiotika yang tidak diinginkan. Penggunaan antibiotika menjadi tidak aman misalnya jika muncul reaksi alergi atau antibiotika yang diterima kontraindikasi dengan kondisi klinis pasien. Berdasarkan hasil kajian ditemukan 1 kasus penggunaan antibiotika yang kurang aman yaitu pada kasus nomor 23. Pada kasus nomor 23 pasien anak menerima peresepan kloramfenikol untuk pengatasan typhoid fever dengan bronkitis akut. Penggunaan kloramfenikol pada anak-anak menurut Kemenkes (2011a) kurang aman karena dapat menyebabkan efek samping yang cukup serius seperti trombositopenia dan urtikaria. Kloramfenikol dapat digunakan apabila tidak ada pilihan obat lain yang lebih efektif dan aman untuk digunakan untuk anak-anak. Puskesmas Mlati II menyediakan jenis antibiotika lain yang lebih aman dan direkomendasi untuk penatalaksanaan typhoid fever seperti kotrimoksazol dan amoksisilin. Berdasarkan uraian singkat tersebut penggunaan kloramfenikol untuk kasus ini dikategorikan dalam ada antibiotika lain yang lebih tidak toksik.

72 54 9. Ada pilihan antibiotika lain yang lebih murah (kategori IVC) Kategori IV C ini dievaluasi dengan berpatokan pada daftar harga obat yang dikeluarkan oleh pihak puskemas dan semua antibiotika merupakan obat generik. Berdasarkan data dalam penelitian ini Puskesmas Mlati II menggratiskan setiap obat yang diterima pasien saat menjalani rawat inap, maka pasien tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian obat. Oleh karena itu tidak terdapat kasus yang masuk ke dalam kategori ini. 10. Ada pilihan antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit (kategori IVD) Proses pemilihan antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit harus berdasarkan pada hasil kultur dari spesimen yang relevan atau dari pola kuman setempat (Kemenkes, 2011a). Dalam penelitian ini tidak ditemukan hasil kultur pasien sehingga tidak dapat diketahui jenis bakteri penginfeksinya. Dalam penelitian ini juga tidak dapat di akses pola kuman lokal untuk membantu mengevaluasi penggunaan antibiotika pada kategori IVD ini. Oleh karena itu, dari terbatasnya data ini tidak dapat ditentukan kasus yang memerlukan pemilihan antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit. 11. Peresepan antibiotika tanpa indikasi (kategori V) Antibiotika tanpa indikasi merupakan salah satu kategori dalam kriteria Gyssens yang dapat disebabkan oleh terapi antibiotika yang tidak memiliki indikasi terhadap kondisi klinis pasien seperti, penggunaan antibiotika pada pasien dengan indikasi infeksi virus. Dari hasil kajian ditemukan 3 kasus yang masuk kedalam kategori peresepan antibiotika tanpa indikasi. Salah satu kasus tersebut ditemui pada kasus nomor 9 (lampiran 1).

73 55 Pada kasus nomor 9 pasien anak terdiagnosis dengue fever dengan dengan peresepan kotrimoksazol. Dengue fever merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue melalui gigitan nyamuk Aedes. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien hanya menunjukkan penurunan nilai leukosit yang umumnya terjadi akibat infeksi bakteri. Berdasarkan uraian singkat tersebut penggunaan kotrimoksazol pada kasus ini dikategorikan dalam antibiotika tidak tepat indikasi karena tidak ada ditemukan tanda, gejala dan diagnosis yang menunjukkan adanya suatu infeksi bakteri (Sutedjo, 2012). Selain kasus nomor 9, peresepan antibiotika yang tidak tepat indikasi juga terjadi pada kasus nomor 28 dan 33. Evaluasi lebih lengkap akan terlampir pada lampiran 1.

74 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian mengenai Evaluasi Rasionalitas Peresepan Antibiotika Dengan Kriteria Gyssens Pada Pasien Pediatri Rawat Inap di Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari Juni 2013 meliputi : 1. Karakteristik pasien pediatri rawat inap dilihat dari jenis kelamin yang paling banyak ditemui di bangsal rawat inap Puskesmas Mlati II adalah pediatri laki- laki dengan persentase sebesar 63%. Untuk kelompok usia yang paling banyak menjalani rawat inap adalah kelompok usia 2-12 tahun dengan persentase sebesar 91,4%. 2. Karakteristik pola penyakit yang paling banyak menyerang pasien anak rawat inap berdasarkan diagnosis keluar selama periode Januari Juni 2013 di Puskesmas Mlati II adalah tifoid fever dengan persentase sebesar 11,4%. 3. Karakteristik antibiotika yang paling banyak diresepkan pada pasien pediatri rawat inap di Puskesmas Mlati II selama periode Januari Juni 2013 adalah dari golongan sulfonamid dari jenis kotrimoksazol dengan persentase pemakaian sebesar 72%. Rute pemakaian antibiotika seluruhnya dilakukan secara per-oral. Lama penggunaan yang paling banyak ditemukan adalah 3 hari dengan persentase 40%. 56

75 57 4. Berdasarkan hasil evaluasi dengan kriteria Gyssens ditemukan peresepan antibiotika yang rasional sebesar 63,9% sedangkan yang tidak rasional sebesar 36,1%. Peresepan antibiotika yang digolongkan tidak rasional adalah peresepan antibiotika yang tidak tepat indikasi dan antibiotika kurang efektif masing-masing 8,3% (3kasus), peresepan tidak tepat dosis dan masih toksik dengan persentase yang sama yaitu 2,8% (1 kasus) diikuti interval pemberian yang tidak tepat dengan persentase 13,9% (5 kasus). B. Saran 1. Kedisplinan dalam penulisan rekam medis, mengenai kelengkapan data pasien, bahasa yang digunakan, tulisan yang tidak bisa terbaca agar tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan rekam medis. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan misalnya penelitian tentang materi yang memuat pola resistensi kuman lokal sehingga nantinya dapat memudahkan tenaga medis khusus dokter dan apoteker dalam proses pemilihan antibiotika yang selektif dan tepat untuk pelaksanaan terapi empiris. 3. Perlu dilakukan wawancara yang lebih mendetail kepada dokter, perawat dan apoteker terkait pertimbangan dalam proses pemilihan antibiotika untuk penanganan infeksi.

76 58 DAFTAR PUSTAKA Antimicrobial Resistence in Indonesia Study, 2005, Antimicrobial Resistance, Antibiotic Usage and Infection Control; A Self-Asessment Program For Indonesian Hospitals, Seminar_Presentation-5-dr_Hari_Paraton.pdf, diakses tanggal 15 Mei Agustino, P.A., 2009, Faktor risiko infeksi saluran kemih pada anak sekolahdasar di Kabupaten Sleman Yogyakarta, Tesis,2-10, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Apha, 2012, Drug Information Handbook With International Trade Names Index,Edisi ke-21, Lexicomp, Ohio, pp. 93,110,1155. Arnold, F.W., 2004, Improving Antimicrobial Use : Longitudinal Assesment of an Antimicrobial Team Including a Clinical Pharmacist, J. Manag Care Pharm, pp Aslam,M., Chik Kaw Tan., dan Adi Prayitno, 2003, Farmasi Klinis, P.T. Elex Media Komputindo, pp Bagian Farmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, 2008, Farmakologi Pada Neonatus, Masa Laktasi dan Anak, diakses tanggal 2 Februari Bark, W.M., and Attar, L.A., 2011, A study of four different widal brand : a cross sectional comparative study,pp Cipolle, Robert J., 2004, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician s Guide, The McGraw-Hill Companies, Inc., USA, pp Departemen Kesehatan RI., 2001, Buku Bagan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia,Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Dinas Kesehatan Provinsi D.I. Yogyakarta, 2012, Profil Kesehatan Provinsi D. I. Yogyakarta Tahun 2011, DIY-2011.pdf, diakses tanggal 1 Maret Febiana, T., 2012, Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotika di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus Desember 2011, Skripsi, 56, Universitas Dipenogoro, Semarang. Gordon, R.J., 2009, Introduction to Antimicrobials, diakses tanggal 8 Juli Graumlich,J.F., 2003, β-lactam Antibiotics, in Craig, C.R. and Stitzel, R.E., Modern Pharmacology with Clinical Applications,6 th edition, Lippincott Williams & Wilkins, Inc, pp Gunawan, 2012, Farmakologi dan Terapi, Edisi.5, Departemen Farmakologi dan Teraupetik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 585, 586, 587, 588, 590, 591. Gyssens I.C.et al., 2001, Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital,in Van der Meers.,(Edt.), Antibiotic Policies Theory and Practice, Khuwer Academic Publishers, New York, pp 200.

77 59 Gyssens I.C.et al., 2005, Quality of Antimicrobial Drug Prescription in Hospital,in Van der Meers.,(Edt.), Antibiotic Policies Theory and Practice, Khuwer Academic Publishers, New York, pp Hasan I.M., 2002, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta, pp Hadi, et al., 2008, Antimicrobial Resistance in Indonesia: Prevalence and Prevention, diakses tanggal 15 Mei Imron, M., 2010, Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan, CV Sagung Seto, Jakarta, pp ; Joenoes, Nanizar, 2001, ARS PRESCRIBENDI: Resep yang Rasional,Edisi 3, Airlangga University Press, Surabaya. Juwono,P., 1996, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I Edisi ketiga, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Kakkilaya, S., 2008, Rational Medicine : Rational use of antibiotics, diakses tanggal 25 Juni Kasper D.L., and Fauci A.S., 2005, Horriso s Manual of Medicine, 16 th Edition, The McGraw-Hill, New York. Katzung, B.G., 2006, Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. Kee, J.L. and Hayen E.R., 1996, Pharmacology: a Nursing Process Approach, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,2011a, Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Terapi Antibiotik, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 15, 21, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011b, Profil Kesehatan Indonesia, Kemenkes RI 2011, Jakarta, hal.41 Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, N.P., Lance L.L., , Drug Information Handbook, 20 th Ed., Lexi-copm, Ohio, pp ; Michael, J., Rybak and Jeffrey R. Aeschlimann., 2008, Infection Disesases., The McGraw-Hill Companies, Inc., Unites States of America, pp Mitrea, L.S., 2008, Pharmacology, Natural Medicine Books, Canada, pp. 53. Murti, B., 2003, Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi,Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Nastiti, L. H.,2011, Pola Peresepan dan Kerasionalan Penggunaan Antimikroba pada Pasien Balita di Puskesmas Kecamatan Jatinegara, Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta. NIH, 2013, Explore Lymphocytopenia, diakses tanggal 5 Juli Pamela, D.S., 2011, Evaluasi Kualitatif Penggunaan Antibiotika Dengan Metode Gyssens di Ruang Kelas 3 Infeksi Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Secara Prospektif, Tesis, Universitas Indonesia, Jakarta. Setiabudy, R., 2007, Pengantar antimikroba,in Gunawan, S.G., Setiabudi, R., (Edt.), Farmakologi dan Terapi,Edisi kelima, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, pp

78 60 Schroeder, S.A., 2002, General Problems in Infectious Disease, in Tierney, M.L., McPhee, J.S., Papadakis, A.M (Edt.)., Current Medical Diagnosis & Treatment,41 st Ed., The McGraw-Hill, New York, pp Stringer and Janet L., 2006, Basic Concepts in Pharmacology : a Student s Survival Guide, Edisi 3, Buku kedokteran EGC, pp Sukandar, E.Y., Retnosari, A., Joseph., I Ketut Adnyana, 2009, ISO Farmakoterapi, PT. ISFI, Jakarta, pp.930. Sutedjo,A.Y., 2012, Buku Saku : Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan Laboratorium,Amara books, pp Tjay, H, T. and Rahardja, K., 2008, Obat-obat Penting KHasilat, Penggunaan dan Efek-efek Samping, Edisi Keenam, Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Kompas Gramedia, Jakarta, pp WHO, 2001, World Health Organization. The role of education in the rational use of medicines, New Delhi. WHO, 2007, Paediatric Age Categories to be Used in Differential Between Listing on a Model Essential Medicines List for Children, s.pdf, diakses tanggal 20 Juni 2014 WHO, 2010, World Health Organization Model Formulary for Children, Switzerland.

79 61 Lampiran 1. Kajian Literatur Rasionalitas Peresepan Antibiotika Berdasarkan Kriteria Gyssens Pada Pasien Pediatri Rawat Inap Puskesmas Mlati II Kabupaten Sleman Periode Januari Juni 2013 Kasus 1 Nama : DN No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 13 bulan Anamnese :BAB cair lebihdari 10x sejak 2 hari yang lalu, muntah lebih dari 5x dalam sehari, makan/minum sedikit, muntah setiap kali makan/minum. Pemeriksaan Fisik : t : 37 0 C N : - x/menit BB : 7,5 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 03/01/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 05/01/2013 Pukul : -WIB Diagnosis Utama : GEA bacterial dan dehidrasi ringan. Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 3/1/2013 Hb Gr /dl 12,8 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,17 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 14,2 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 35,7 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 59 Limfosit % 33 Monosit 2-8 % 8 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

80 62 Lanjutan kasus 1 Tanggal 03/1/ /2/13 05/2/13 Pemberian Jam pemberian Zinc 1x Pamol 3x ¾ cth Domperidon 3x ¾ cth Amoksisilin sirup 3x ¾ cth Diagnosis Keluar : GEA Bacterial membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens : a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis gastroenteritis akut bacterial. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah BAB cair lebih dari 10x sejak 2 hari disertai mual dan muntah lebih dari 5x dalam sehari. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan adanya peningkatan nilai leukosit dan trombosit disertai penurunan nilai hemoglobin hematokrit. Peningkatan leukosit darah pasien menunjukkan adanya proses infeksi atau peradangan akut yang umumnya terjadi akibat infeksi bakteri. Hasil lain seperti penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi akibat amengalami gangguan saluran pencernaan yang terjadi.berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Tidak lolos kategori IVA (ada pilihan antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima amoksisilin, pemberian amoksisilin dalam kasus ini tidak sesuai dengan guideline WHO (2010) dan Martin (2008). Berdasarkan hasil penelusuran literatur masih ditemukan antibiotika lain yang lebih efektif dan aman untuk untuk penanganan gastroenteritis akut bacterial pada anak anak seperti kotrimoksazole atau kombinasi kotrimoksazole dengan metronidazol untuk kasus infeksi yang disebabkan amobiasis Kesimpulan : Masih ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif ( Kategori IVA)

81 63 Kasus 2 Nama : AFW No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 5 tahun Anamnese :Pasien mimisan satu kali dari nasal dengan febris hari ke-ii, demam, dan muntah. Pemeriksaan Fisik : t : 38 0 C N : - x/menit BB : 16 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Obs. Febris hari ke-ii suspect typhoid fever Tgl Masuk : 07/01/2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 12/01/2013 Pukul : -WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 7/1/2013 Hb Gr /dl 12,8 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,75 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 5,1 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 37,04 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % 70 Limfosit % 20 Monosit 2-8 % 10 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif +++ Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif +1/80 Typhi-H Negatif +1/160 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif +1/80

82 64 Lanjutan kasus 2 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 07/1/ /1/13 09/1/13 Jam pemberian Pamol 3x1 ½ cth B kompleks 1x1 tab Kotrimoksazole 2x2 cth CTM 3x ½ GG 3x ½ BC 3x Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 10/1/13 11/1/13 12/1/2013 Jam pemberian Pamol 3x1 ½ cth B kompleks 1x1 tab - STOP Kotrimoksazole 2x2 cth CTM 3x ½ GG 3x ½ BC 3x Diagnosis Keluar : Obs. Febris hari ke-ii suspect typhoid fever membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis observasi febris hari ke-ii suspect typhoid fever. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah mimisan, febris selama 2 hari dengan muntah. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan hemoglobin dan hematokrit disertai peningkatan monosit. Peningkatan monosit terjadi pada kasus infeksi viral atau penyakit parasit sedangkan penurunan hematokrit dan hemoglobin umumnya terjadi pada kasus anemia atau gangguan pada saluran cerna. Hasil pemeriksaan urin ditemukan kandungan keton yang dapat disebabkan oleh kondisi pasien yang muntah-muntah. Hasil pemeriksaan serologi pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan typhi O,H, dan BH yang biasanya muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella, sehingga pemberian antibiotika perlu dapat dipertimbangkan untuk diberikan(sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IV (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah tepat karena cukup aman digunakan anak-anak dan telah sesuai dengan anjuran yang dikeluarkan oleh IDAI (2008). d. Lolos kategori IVB ( tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Kemenkes, 2011a; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC ( tidak ada antibiotika lain yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah.

83 65 Lanjutan kasus 2 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang direkomendasikan oleh IDAI (2008) untuk penangganan kasus typhoid fever yang sering disebabkan oleh infeksi bakteri S.typhi (Dipiro, 2009; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012 ;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB ( interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam rentang waktu pemberian setiap 12 jam.(lacy, 2012; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute per-oral yang diberikan sudah tepat dan sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris yang telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I ( timing tepat) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat disesuaikan dengan interval pemberian. m. Kategori 0 (tidak tergolong I-VI) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

84 66 Kasus 3 Nama : WAM No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 7 tahun Anamnese :Demam ± 3 hari turun naik, mual, muntah setiap makan atau minum, susah makan/minum. Pemeriksaan Fisik : t : 36,2 0 C N : - x/menit BB : 18 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 16/01/2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 19/01/2013 Pukul : WIB Diagnosis Utama : Typhoid fever Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 16/1/2013 Hb Gr /dl 11,8 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,76 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 16,1 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 32,8 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 85 Limfosit % 10 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif + Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif +1/160 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif +1/320 Status Pulang : Diizinkan Tanggal

85 67 Lanjutan kasus 3 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 16/1/ /1/13 18/1/13 19/1/13 Jam pemberian Pamol 3x½ tab Kotrimoksazole 2x1 tab Antasida Domperidon sirup 3x1 cth Diagnosis Keluar : Typhoid fever membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas demam ± 3 yang fakultatif disertai mual dan muntah. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan limfosit. Peningkatan nilai leukosit dan segmen disertai penurunan limfosit umumnya terjadi akibat infeksi atau peradangan akut yang dapat disebabkan oleh bakteri. hasil lain seperti penurunan nilai hematokrit dan hemoglobin dapat terjadi akibat gangguan saluran cerna atau anemia yang juga dapat terjadi pada pasien dengan diagnosis typhoid fever.hasil pemeriksaan serologi pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan typhi H, dan BH yang jadi bahan pertimbangan bahwa pasien pernah atau sedang terinfeksi bakteri Salmonella sehingga diperlukan antibiotika untuk penangananya (Stephens, 2002 ; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah cukup efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan oleh IDAI (2008) untuk penangganan kasus typhoid fever. d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang lebih aman) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Kemenkes, 201a; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika lain yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit) Assesment:Kotrimoxazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever yang umumnya disebabkan oleh bakteri S.typhi (Dipiro, 2009 dan IDAI, 2008).

86 68 Lanjutan kasus 3 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA (penggunaan antibiotika tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 4 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). h. Lolos kategori IIIB (penggunaan antibiotika tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 4 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis antibiotika tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Tidak lolos kategori IIB (tidak tepat interval) Assesment:Interval pemberian tidak sesuai dengan anjuran penggunaan dengan jangka waktu pemberian setiap 12 jam sekali (Lacy, 2012;WHO, 2010). Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tidak tepat interval (Kategori IIB)

87 69 Kasus 4 Nama : IK No.RM: Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 6 Tahun- 10 bulan Anamnese : Panas sejak lima hari yang lalu disertai mual,muntah dan mimisan namun hanya satu kali Pemeriksaan Fisik : N : 88x/menit BB : 19 kg T : - mmhg t : 36,2 0 C R : - x Diagnosis Utama : Obs. febris, typhoid fever dan ISK Hasil Laboratorium Tgl Masuk : 16 /01/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 18 /01/ 2013 Pukul : - WIB Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 16/1/2013 Hb Gr /dl 12,5 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,94 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 2,7 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,3 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 40 Limfosit % 59 Monosit 2-8 % 1 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif 1-2 ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif - Epitel Negatif + Leukosit Negatif 8-10 Silinder Normal + Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif +1/80 Typhi-H Negatif +1/80 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif +1/80

88 70 Lanjutan kasus 4 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 16/1/ /1/ /1/2013 Jam pemberian Pamol 3 x 1½ cth Pulvis (GGG&CTM) 3 x 1 bks Amoksisilin 3x2 cth Diagnosis Keluar : Typhoid fever,ispa dan ISK Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever, infeksi saluran pernafasan akut dan infeksi saluran kemih. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas selama 5 hari disertai mual dan muntah. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai limfosit disertai penurunan nilai leukosit, hemoglobin, hematokrit dan neutrofil segmen. Peningkatan nilai limfosit umumnya terjadi pada kasus infeksi viral begitupula dengan hasil pemeriksaan leukosit dan neutrofil segmen. Pemeriksaan darah lainnya seperti penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat diperkirakan terjadi akibat pasien mengalami anemia atau gangguan pada saluran cerna. Pada hasil pemeriksaan urin ditemukan kandungan darah, silinder, leukosit dan epitel yang terjadi akibat peradangan di saluran kemih. Hasil pemeriksaan serologi pasien menunjukkan hasil positif pada pemeriksaan typhi O,H, dan BH yang biasanya muncul apabila pasien mengalami atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA(tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi amoksisilin untuk kasus ini sudah cukup efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang direkomendasikan untuk penangganan kasus typhoid fever, infeksi saluran pernafasan akut dan infeksi saluran kemih yang belum diketahui secara spesifik jenis bakteri yang menginfeksi (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang lebih aman) Assesment: Amoksisilin cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Kemenkes, 2011a; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika lain yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika lain dengan spektrum yang lebih sempit) Assesment: Amoksisilin merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever yang pada umumnya disebabkan oleh bakteri S.typhi dan infeksi saluran kemih yang dapat disebabkan oleh bakteri Escherichial coli, Pseudomonas dan proteus mirabilis (Michael,2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (peresepan antibiotika tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak menggunakan antibiotika dalam jangka waktu selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

89 71 Lanjutan kasus 4 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (peresepan tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak menggunakan antibiotika dalam jangka waktu selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (tepat dosis) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak usia 10 tahun 125 mg dengan range waktu pemberian 8-12 jam namun dapat digunakan dosis dua kali lipatnya jika mengalami infeksi berat (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 8-12 jam dalam sehari (Lacy, 2012;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan yang telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena amoksisilin lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

90 72 Kasus 5 Nama : F No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 6 tahun Anamnese :Demam ± 3 hari turun naik, mual (+), muntah (+) tiap makan/minum, makan/minum sulit. Pemeriksaan Fisik : t : 0 C N : - x/menit BB : 14 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 22 /01/2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 25/01/2013 Pukul : -WIB Diagnosis Utama : GEA bacterial Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 23/1/2013 Hb Gr /dl 12,2 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,85 Leukosit 5-10 Ribu/mm Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,1 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 87 Limfosit % 8 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 6 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif - Status Pulang : Diizinkan Tanggal

91 73 Lanjutan kasus 5 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 22/1/ /1/13 24/1/13 25/1/13 Jam pemberian Oralit Zinc 1x1 cth Domperidon x ½ cth Kotrimoksazole Ganti dosis 2x 1¼ cth Pamol 3x ¼ cth Kotrimoksazole x1 ½ cth Diagnosis Keluar : GEA bacterial membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis gastroenteritis akut bacterial. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah demam ± 3 hari turun naik, disertai mual dan muntah. Hasil laboratorium pasien menunjukkan adanya peningkatan nilai trombosit, leukosit dan segmen disertai penurunan nilai limfosit, hemoglobin dan hematokrit dalam darah pasien. Menurut Sutedjo (2012), peningkatan nilai trombosit dapat dibagi menjadi dua yaitu peningkatan primer dan sekunder yang dalam penentuannya diperlukan pemeriksaan lebih lanjut. Pasien anak ini diduga mengalami peningkatan trombosit sekunder yang umumnya terjadi akibat demam yang disebabkan oleh infeksi akut. Pemeriksaan darah lainnya seperti peningkatan nilai segmen diikuti penurunan nilai limfosit dan hematokrit akibat adanya dapat infeksi akut di saluran cerna yang di alami pasien. Gastroenteritis akut bacterial yang terjadi dapat disebabkan infeksi bakteri Shigella sp., Enterotoxigenic Escherichia coli, Clostridium difficile, dan Salmonella sp. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima kotrimoksazole untuk penanganan infeksi yang terjadi. Pemberian antibiotika berspektrum luas seperti kotrimoksazole sudah tepat dan sesuai dengan guideline dari WHO (2010) dan Martin (2008) karena belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya. d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole yang diterima pasien anak sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ;Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IV C ( tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus gastroenteritis akut bacterial yang belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya (Martin, 2008; IDAI, 2008).

92 74 Lanjutan kasus 5 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Tidak lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan sudah sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB ( interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu setiap 12 jam ( Lacy, 2006; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute yang diberikan sudah tepat sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I ( timing tepat) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah sesuai dengan interval waktu pemberian. m. Kategori 0 (tidak tergolong I-VI) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

93 75 Kasus 6 Nama : KNR No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 7 tahun Anamnese :Demam ± 6 hari, sudah berobat belum membaik, mual/muntah, makan/minum susah, ± 4 hari susah, badan lemas, pusing. Pemeriksaan Fisik : t : 36,7 0 C N : - x/menit BB : 46 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Obs. Febris hari ke-vi dengan typhoid fever dan ISK. Tgl Masuk : 31/01/2013 Pukul : WIB Tgl Pulang :02/02/2013 Pukul : WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 31/1/2013 Hb Gr /dl - Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 - Trombosit Ribu/mm 3 - Hematokrit % - Basofil 0-1 % - Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % - Limfosit % - Monosit 2-8 % - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif + Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

94 76 Lanjutan kasus 6 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 31/1/ /2/13 02/2/13 Jam pemberian Pamol 3x500mg B6 3x Metoclor 3x Kotrimoksazole 2x1 tab Diagnosis Keluar : Obs. Febris hari ke-vi dengan typhoid fever dan ISK membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak masuk puskesmas dengan keluhan terserang demam ± 6 hari dan telah melakukan pengobatan sebelumnya. Hasil pemeriksaan urin yang dilakukan kurang memadai untuk identifikasi infeksi bakteri karena pemeriksaan urin umumnya spesifik untuk identifikasi infeksi pada saluran kemih. Berdasarkan hasil pemeriksaan urin, tidak ditemukan tanda adanya infeksi bakteri. Dalam kasus ini keluhan pasien anak yang mengalami demam ± 6 hari dapat dijadikan salah satu pertimbangan pasien menerima pengobatan antibiotika.pertimbangan tersebut didasari atas penelitian yang pernah mencantumkan bahwa demam yang terjadi lebih dari 5 hari merupakan salah satu ciri infeksi bakteri. Oleh karena itu perlu dipertimbangkan terapi antibiotika untuk penanganannya sambil dilakukan pemeriksaan darah atau kultur (Martin, S., 2008) c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever dan infeksi saluran kemih yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri penginfeksinya(lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien anak ( Kemenkes, 2011a; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever dan infeksi saluran kemih (Martin, 2008 ; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

95 77 Lanjutan kasus 6 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (tepat dosis) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2dosis terbagi ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 12 jam persetiap pemberian (Lacy, 2012;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan yang telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tidak tepat indikasi) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan tepat/rasional) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

96 78 Kasus 7 Nama : FD No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 8 tahun Anamnese :Panas ± 3 hari, mual, muntah tiap makan dan minum. Pemeriksaan Fisik : t : 37 0 C N : - x/menit BB : 20 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 05/02/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 08/02/ 2013 Pukul : WIB Diagnosis Utama : Obs. Febris hari ke-iii Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 5/2/2013 Hb Gr /dl 14,5 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,67 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 4,8 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 43,4 Basofil 0-1 % - Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % 83 Limfosit % 7 Monosit 2-8 % 8 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Agak keruh Urobilinogen Normal - Keton Negatif + Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 6 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif - Status Pulang : Diizinkan Tanggal

97 79 Lanjutan kasus 7 Nama Obat dan Waktu Pemberian Dosis Pemberian Tanggal 05/2/ /2/13 07/2/13 08/2/13 Pemberian Jam pemberian Pamol 3x½ cth Metoclor Stop 3x ½ Oralit Kotrimoksazole 2x1 tab B6 3x ½ Diagnosis Keluar : Prefebris membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis prefebris. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas ± 3 hari, mual, muntah tiap makan dan minum.hasil laboratorium pasien menunjukkan peningkatan eritrosit dan neutrofil segmen disertai penurunan leukosit dan limfosit. Peningkatan nilai eritrosit dan hematokrit umumnya menjadi tanda pasien mengalami dehidrasi, peningkatan neutrofil segmen disertai penurunan limfosit dapat menjadi tanda adanya infeksi akut atau peradangan akibat bakteri. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus febris yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya(lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus febris (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

98 80 Lanjutan kasus 7 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment:Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 12 jam dalam sehari (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan yang telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

99 81 Kasus 8 Nama : SNO No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 1tahun 4 bulan Anamnese :± 1 minggu batuk (+), pilek (+), badan lemas, muntah-muntah 3 hari yang lalu. Pemeriksaan Fisik : t : 36,3 0 C N : - x/menit BB : 12,4 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 18 /02/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 20 /02/ 2013 Pukul : WIB Diagnosis Utama : Typhoid fever Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 19/2/2013 Hb Gr /dl 10,2 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 5,53 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 11 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 32,9 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 1 Net. Segmen % 48 Limfosit % 51 Monosit 2-8 % 0 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

100 82 Lanjutan kasus 8 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 18/2/ /2/13 20/2/13 Jam pemberian Kotrimoksazole 2x1 cth Pamol sirup 3x B6 3x ¼ Pulv (GG+CTM) 2x Diagnosis Keluar : Typhoid fever dan ISPA membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Tidak lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever dan infeksi saluran pernafasan akut. Keluhan pasien saat masuk adalah batuk, muntah dan badan lemas. Hasil laboratorium menunjukkan penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan segmen disertai peningkatan nilai eritrosit, leukosit, trombosit limfosit. Peningkatan nilai limfosit dapat terjadi apabila tubuh mengalami suatu infeksi. Penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi akibat apabila pasien mengalami anemia atau gangguan pada saluran cerna, peningkatan leukosit umumnya terjadi akibat infeksi bakteri dan penurunan nilai segmen dan batang mengindikasikan pasien terinfeksi virus Berdasarkan hasil penjabaran singkat tersebut, peresepan antibiotika pada kasus ini dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi karena ditemukan indikasi pasien terserang infeksi bakteri (Martin, 2008; Sutedjo, 2009). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever dan dapat juga digunakan pada pasien dengan indikasi infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ;Lacy, 2006). e. Lolos Kategori IV C (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever yang umumnya disebabkan oleh bakteri S.typhi dan dapat juga digunakan pada pasien dengan indikasi infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bakteri (Dipiro, 2009 ; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

101 83 Lanjutan kasus 8 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA ( dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2006 ;WHO, 2010). j. Tidak Lolos kategori IIB ( interval tidak tepat) Assesment: Interval pemberian tidak sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu setiap 12 jam ( Lacy, 2006; WHO, 2010). Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tidak tepat interval (Kategori IIB)

102 84 Kasus 9 Nama : MB No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 9 Tahun Anamnese :Panas 4 hari, mual, pusing, perut sakit, dan badan terasa lemas. Pemeriksaan Fisik : t : 36 0 C N : - x/menit BB : 20 Kg T : - mmhg R : - x Tgl Masuk : 20/02/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 25/02/ 2013 Pukul : WIB Diagnosis Utama : DF (Dengue fever) Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 20/2/2013 Hb Gr /dl 11,3 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,51 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 1,9 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,2 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 55 Limfosit % 40 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 6 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif - Status Pulang : Diizinkan Tanggal

103 85 Lanjutan kasus 9 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 20/2/ /2/13 22/2/13 Jam pemberian Pamol 3x½ cth Domperidon sirup 3x1 cth Ranitidin 2x ½ Kotrimoksazole 2x1 tab Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 23/2/13 24/2/13 25/2/13 Jam pemberian Pamol 3x½ cth Domperidon sirup 3x1 cth Ranitidin 2x ½ Kotrimoksazole 2x1 tab Diagnosis Keluar : DF (Dengue fever) membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Tidak lolos kategori V (tidak tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis dengue fever. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas selama 4 hari, pusing dan lemas. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan penurunan leukosit,hemoglobin dan hematokrit. Penurunan leukosit yang cukup rendah umumnya terjadi apabila pasien terserang infeksi virus, lalu penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi akibat anemia. Berdasarkah hasil diagnosis dan analisis singkat hasil laboratorium, pasien tidak memerlukan terapi antibiotika karena tidak ditemukan tanda adanya infeksi bakteri ( Sutedjo, 2012). Kesimpulan : Antibiotika yang diresepkan tidak tepat indikasi ( Kategori V).

104 86 Kasus 10 Nama : SG No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 8 tahun Tgl Masuk : 02/03/2013 Pukul : WIB Anamnese :Demam ± 3 hari, pusing, gatal-gatal. Tgl Pulang : 06/03/2013 Pukul :-WIB Pemeriksaan Fisik : t : - 0 C N : - x/menit BB : 21 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama :Obs. Febris bacterial infection hari ke-iii Hasil Laboratorium Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 2/3/2013 4/3/13 Hb Gr /dl 13,6 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,83 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 21,3 14,5 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 35,1 - Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 76 - Limfosit % 17 - Monosit 2-8 % 7 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Kuning keruh Urobilinogen Normal - Normal Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0-5 Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - +1/80 Typhi-H Negatif - - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

105 87 Lanjutan kasus 10 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 02/3/ /3/13 04/3/13 Jam pemberian Pamol 4x 1 ¾ cth CTM 3x ½ tab Kotrimoksazole 2x1 tab Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 05/3/13 06/3/13 Jam pemberian Pamol 4x 1 ¾ cth CTM 3x ½ tab Kotrimoksazole 2x1 tab Diagnosis Keluar :Obs. Febris infection bacterial hari ke-iii membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis observasi febris infection bacterial. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah demam ± 3 hari dan pusing. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan limfosit, hematokrit dan hemoglobin. Peningkatan nilai limfosit, leukosit dan neutrofil segmen terjadi jika pasien terinfeksi bakteri. Penurunan nilai hematokrit dan hemoglobin dapat terjadi apabila pasien mengalami anemia. Pemeriksaan serologi pasien meunjukkan nilai positif pada typhi O yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dalam kasus ini dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012;NIH,2013). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya(lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus febris (Martin, 2008;IDAI, 2008).

106 88 Lanjutan kasus 10 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 5 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Tidak lolos kategori IIB (tidak tepat interval) Assesment: Interval pemberian tidak sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tidak tepat interval (Kategori IIB)

107 89 Kasus 11 Nama : DN No.RM: Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 2 Tahun Anamnese :Batuk berdahak dan pilek ± 4 hari, demam sudah 7 hari diikuti BAB cair 2 kali selama 1 minggu, muntah sampai 5 kali dalam sehari sampai 2 hari yang lalu, ritme nafas cepat. Pemeriksaan Fisik : N : 90x/menit BB : 12 kg T : -mmhg t : 37,8 0 C R : 20x Diagnosis Utama : Suspect pneumonia Tgl Masuk : 5/03/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 9/03/ 2013 Pukul : -WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 6/3/2013 Hb Gr /dl 11,9 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,87 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 7,1 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 33,7 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 47 Limfosit % 47 Monosit 2-8 % 6 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning agak keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif + Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 6,5 Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif +1/80

108 90 Lanjutan kasus 11 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 5/3/2013 6/3/2013 7/3/2013 Jam pemberian Amoksisilin 3x1½ cth Amoksisilin 3x2 cth - Pamol sirup 3x1 cth OBH 3x¼ cth Zink 1x Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 8/3/2013 9/3/2013 Jam pemberian Amoksisilin 3x1½ cth - Amoksisilin 3x2 cth Pamol sirup 3x1 cth - - OBH 3x¼ cth Zink 1x Diagnosis Keluar : Pneumonia membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gysses a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis observasi pneumonia. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah demam ± 7 hari, muntah dan ritme nafas cepat. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan neutrofil segmen disertai peningkatan limfosit. Penurunan nilai neutrofil segmen yang disertai peningkatan limfosit dapat menjadi tanda infeksi yang disebabkan oleh virus, lalu penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat menjadi tanda pasien mangalami anemia. Pemeriksaan serologi pasien menunjukkan nilai positif pada typhi BH yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika perlu dipertimbangkan sehingga dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi amoksisilin untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus pneumonia (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotikayang lebih aman) Assesment: Amoksisilin cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ;Lacy, 2012) e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah sehingga pasien tidak dibebani biaya obat.

109 91 Lanjutan kasus 11 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Amoksisilin merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus pneumonia yang umumnya disebabkan oleh bakteri S. Pneumoniae (Mark, 2009; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menerima terapi antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima terapi antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien usia 10 tahun 125 mg setiap 8-12 jam namun dosis dapat digunakan dua kali lipatnya jika mengalami infeksi berat ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 8-12 jam dalam sehari ( Lacy, 2012; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris(cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena amoksisilin lolos pada semua kategori penilaian kriteriagyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

110 92 Kasus 12 Nama : IT No.RM: Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 5Tahun 5 bulan Tgl Masuk : 14 /03/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : Panas,sakit perut disertai batuk dan pilek Tgl Pulang : 16 /03/ 2013 Pukul : -WIB Pemeriksaan Fisik : N : 94x/menit BB : 16 kg T : - mmhg t : 37,4 0 C R : -x Diagnosis Utama : Typhoid fever disertai ISPA Hasil Laboratorium Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 14/3/2013 Hb Gr /dl 11,8 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,40 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 8 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 34,3 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 52 Limfosit % 41 Monosit 2-8 % 7 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif + 1/320 Typhi-H Negatif + 1/80 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif + 1/160

111 93 Lanjutan kasus 12 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Waktu Pemberian 14/3/ /3/ /3/2013 Jam pemberian Pamol sirup 3x1½ cth Ranitidin 2x½ tab Kotrimoksazole 2x1½ cth Puleveres (GG&CTM) 3x 1 bks Diagnosis Keluar : Typhoid fever disertai ISPA Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever disertai infeksi saluran pernafasan akut. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas, sakit perut disertai batuk dan pilek. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai limfosit disertai penurunan hematokrit dan hemoglobin. Peningkatan nilai limfosit umumnya terjadi apabila mengalami infeksi virus sedangkan penurunan nilai hematokrit dan hemoglobin dapat terjadi jika pasien mengalami anemia atau gangguan pada saluran cernaa. Pemeriksaan serologi pasien menunjukkan nilai positif pada typhi O, H dan BH yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever dan infeksi saluran pernafasan akut yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever disertai infeksi saluran pernafasan akut(martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

112 94 Lanjutan kasus 12 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012; WHO, 2010). j. Tidak lolos kategori IIB (tidak tepat interval) Assesment: Interval pemberian tidak sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tidak tepat interval (Kategori IIB)

113 95 Kasus 13 Nama : DF No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 8 tahun Tgl Masuk : 18/03/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : panas 5 hari, batuk, pilek. Tgl Pulang : 21/03/ 2013 Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : t : 37 0 C N : 94 x/menit BB : 20 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Typhoid fever dan ISPA Hasil Laboratorium Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 18/3/2013 Hb Gr /dl 12,9 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,71 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 4,1 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 38,7 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % 60 Limfosit % 33 Monosit 2-8 % 7 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif 4-6 Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif +1/80 Typhi-H Negatif +1/80 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi BH Negatif +1/320

114 96 Lanjutan kasus 13 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Jam pemberian Cotrimoxazole 2x2 cth Pamol 3x 1 ½ cth Waktu Pemberian 18/3/ /3/13 20/3/13 21/3/ B Compleks 2x CTM 3x ½ GG 3x ½ Diagnosis Keluar : Typhoid fever dan ISPA membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever disertai infeksi saluran pernafasan akut. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas selama 5 hari, batuk dan pilek. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai eritrosit disertai penurunan nilai hematokrit, hemoglobin,dan leukosit. Penurunan nilai leukosit dapat dijadikan tanda pasien mengalami infeksi viral sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat muncul apabila pasien mengalami anemia atau gangguan saluran pencernaan. Pada hasil pemeriksaan serologi didapatkan nilai positif pada typhi O, H dan BH yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever dan infeksi saluran pernafasan akut yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever disertai infeksi saluran pernafasan akut (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a )

115 97 Lanjutan kasus 13 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Tidak lolos kategori IIB (tidak tepat interval) Assesment: Interval pemberian tidak sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012; WHO, 2010). Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tidak tepat interval (Kategori IIB)

116 98 Kasus 14 Nama : NY No.RM: Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 3 Tahun Tgl Masuk : 27 /03/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : Panas Tgl Pulang : 1 /04/ 2013 Pukul : -WIB Pemeriksaan Fisik : N : 100x/menit BB : 15 kg T : - mmhg t : 40,1 0 C R : 24x Diagnosis Utama : Hipertermi Hasil Laboratorium Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 28/3/2013 1/4/2013 Hb Gr /dl 13,3 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,11 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 7,8 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 37,6 37,3 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 1 - Net. Batang 2-6 % - - Net. Segmen % 34 - Limfosit % 58 - Monosit 2-8 % 7 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - - Urobilinogen Normal - - Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0 - - Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Leukosit Kuning jernih - - Silinder Normal - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - - Typhi-H Negatif - - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

117 99 Lanjutan kasus 14 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 27/3/ /3/ /3/2013 Jam pemberian Pulveres (GG&CTM) 3 x Pamol sirup 3 x 1 cth Amoksisilin sirup 3 x 1¼ cth Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 30/3/ /3/2013 1/4/2013 Jam pemberian Pulveres (GG&CTM) 3x Pamol sirup 3 x 1 cth Ganti dosis Pamol sirup 3 x 1½ cth Amoksisilin sirup 3 x 1¼cth Ganti dosis - - Amoksisilin sirup 3 x 1½cth Diagnosis Keluar : ISPA dan ISK Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Tidak lolos kategori V (tidak tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis infeksi saluran pernafasan akut dan infeksi saluran kemih dengan keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai limfosit disertai penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan segmen. Peningkatan nilai limfosit disertai penurunan nilai neutrofil segmen dapat dijadikan pertimbangan pasien mengalami suati infeksi akibat viral, lalu penurunan hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi apabila pasien mengalami anemia. Namun, berdasarkan hasil diagnosis tertulis pasien mengalami infeksi saluran kemih yang umunya disebabkan oleh bakteri sehingga penggunaan antibiotika pada kasus ini perlu dipertimbangkan (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). d. Tidak lolos kategori IVA (ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment : Selama perawatan pasien anak menerima amoksisilin untuk penanganan infeksi bakterinya. Pemberian amoksisilin dalam kasus ini tidak sesuai dengan guideline WHO (2010) dan Martin (2008) karena masih ada antibiotika lain yang lebih efektif dan aman untuk untuk penanganan infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan pada anak anak seperti kotrimoksazole untuk penanganan kasus gastroenteritis akut yang disebabkan bakteri. Kesimpulan : Ada antibiotika lain yang lebih efektif (Kategori IVA).

118 100 Kasus 15 Nama : AL No.RM: Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 9 Tahun Tgl Masuk : 30 /03/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : Panas ± 4 hari, mual, pusing, sakit perut disertai badan lemas Pemeriksaan Fisik : N : -x/menit BB : 25kg T : -mmhg t : - 0 C R : -x Diagnosis Utama : Typhoid fever, ISPA dan ISK Tgl Pulang : 2 /04/ 2013 Pukul : -WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 30/3/2013 1/4/2013 Hb Gr /dl 11,4 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,91 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 5,3 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 33,5 32,1 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 51 - Limfosit % 42 - Monosit 2-8 % 7 - Pemeriksaan Urin Kuning agak - Warna Kuning jernih keruh Urobilinogen Normal Normal - Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0 5 - Protein Negatif - - Epitel Negatif Leukosit Kuning jernih - - Silinder Normal - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif +1/160 - Typhi-H Negatif +1/80 - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif +1/80 -

119 101 Lanjutan kasus 15 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Jam pemberian Waktu Pemberian 30/3/ /3/2013 1/4/2013 2/4/ Pamol 3x½ Kotrimoksazole 2x1 tab CTM 3x½ B 6 3x½ Diagnosis Keluar : Typhoid fever,isk disertai ISPA Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment:Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan akut. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah panas selama 4 hari, mual dan sakit perut. Hasil pemeriksaan darah pasien pertanggal 30/3/2013 menampilkan data penurunan hemoglobin dan hematokrit disetai peningkatan limfosit. Penurunan nilai limfosit mengindikasikan pasien mengalami suatu infeksi sedangkan penurunan hemoglobin dan hematokrit mengindikasikan pasien terserang anemia atau kekurangan asupan vitamin B dan C. Pada pemeriksaan urin ditemukan kandungan epitel yang dapat dijadikan tanda terjadinya peradangan di saluran kemih. pemeriksaan serologi menunjukan hasil positif pada typhi O, H dan BH, yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Hasil pemeriksaan laboratorium pertanggal 1/4/2013 hanya didapatkan data penurunan nilai hematokrit yang kemungkinan terjadi akibat pasien kekurangan asupan vitamin B dan C atau sedang mengalami anemia. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang cukup dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever, infeksi saluran kemih dan infeksi saluran pernafasan akut yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus typhoid fever,infeksi saluran kemih disertai infeksi saluran pernafasan akut yang belum diketahui secara spesifik bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008;IDAI, 2008).

120 102 Lanjutan kasus 15 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

121 103 Kasus 16 Nama : AN No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 3 tahun Tgl Masuk : 03/04/ 2013 Pukul : -WIB Anamnese :badan panas 5 hari, pilek, makan/minum susah. Tgl Pulang : 09/04/ 2013 Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : t : 37,5 0 C N : - x/menit BB : 10 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Obs.Febris hari ke-v dengan ISPA. Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 4/4/2013 Hb Gr /dl 11,6 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 5,01 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 8,3 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 34,1 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 41 Limfosit % 50 Monosit 2-8 % 9 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif + Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 8 Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif + 1/80 Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif + 1/80 Status Pulang : Diizinkan Tanggal

122 104 Lanjutan kasus 16 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 03/4/ /4/13 05/4/13 06/4/13 Jam pemberian Pamol 3x1cth Pulv (CTM + GG) 3x1 bks Kotrimoksazole 2x1 cth Zinc 1x Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 07/4/13 08/4/13 09/4/13 Jam pemberian Pamol 3x1 cth Pulveres - (CTM + GG) x1bks Kotrimoksazole 2 x 1 cth Zinc 1x Keluar : Obs.Febris hari ke-v dengan ISPA membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis observasi febris hari ke-v dengan infeksi saluran pernafasan akut. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah badan panas selama 5 hari dan pilek. Hasil pemeriksaan darah pasien menampilkan data peningkatan nilai eritrosit, limfosit dan monosit disertai penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan neutrofil segmen. Peningkatan nilai limfosit, monosit disertai penurunan nilai segmen dapat terjadi apabila pasien terserang infeksi viral, sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit umumnya terjadi apabila pasien terserang anemia atau kekurangan asupan vitamin B dan C. Pada pemeriksaan serologi ditemukan hasil positif pada typhi H dan BH, yang akan muncul apabila pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang cukup dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri yang menginfeksi (Lacy, 2012; IDAI, 2008).

123 105 Lanjutan 16 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara spesifik bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 6 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 6 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

124 106 Kasus 17 Nama : A No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 11 tahun Anamnese :pusing, muntah lebih dari 10x, BAB encer, demam Pemeriksaan Fisik : t : 36,6 0 C N : - x/menit BB : 30 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama :Vomitus susp. ISK (bacterial. Infection) Hasil Laboratorium Tgl Masuk : 03/04/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 05/04/ 2013 Pukul : WIB Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 3/4/2013 Hb Gr /dl 14,8 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 5,32 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 8,4 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 40,4 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 78 Limfosit % 20 Monosit 2-8 % 2 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning agak keruh Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif + Epitel Negatif 3-5 Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

125 107 Lanjutan kasus 17 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal 03/4/ /4/13 05/4/13 Pemberian Jam pemberian Pamol x½ tab Metoklor x ½ tab Oralit Kotrimoksazole x1 tab Diagnosis Keluar : Vomitus suspect ISK (bact. Inf) membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis vomitus suspect infeksi saluran kemih bacterial. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah demam, sering muntah dan buang air besar cair. Hasil pemeriksaan darah pasien menampilkan data peningkatan nilai eritrosit, trombosit, dan neutrofil segmen. Peningkatan neutrofil segmen dapat diindikasikan terjadi infeksi akut bakteri, peradangan atau kerusakan jaringan. Pada pemeriksaan urin ditemukan kandungan epitel yang mengindikasikan adanya peradangan di saluran kemih pasien anak. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang cukup dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri yang menginfeksi (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara spesifik bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 2 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

126 108 Lanjutan kasus 17 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 2 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

127 109 Kasus 18 Nama : DF No.RM : Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 12 tahun Tgl Masuk : 08/04/ 2013 Pukul : WIB Anamnese :nyeri perut, makan/minum sulit. Tgl Pulang : 10/04/ 2013 Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : t : 36,8 0 C N : - x/menit BB : 31 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Typhoid fever dan ISK Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 8/4/2013 9/4/2013 Hb Gr /dl 16,1 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,96 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 3,7 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 45,7 39,3 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 48 - Limfosit % 44 - Monosit 2-8 % 8 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Kuning keruh Urobilinogen Normal - Normal Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0-8 Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi : Typhi-O Negatif - - Typhi-H Negatif +1/80 +1/80 Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

128 110 Lanjutan Kasus 18 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 08/4/ /4/13 10/4/13 Jam pemberian Kotrimoksazole 2x1 tab Pamol 3 x ½ tab B Complex 3x1 tab Diagnosis Keluar : Typhoid fever dan ISK membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever dan infeksi saluran kemih dengan keluhan nyeri perut. Hasil pemeriksaan laboratorium pasien pada tanggal 8 April 2014 menampilkan data peningkatan nilai eritrosit dan limfosit disertai penurunan segmen dan leukosit. Peningkatan nilai limfosit disertai penurunan nilai neutrofil segmen dan leukosit dapat terjadi akibat infeksi virus. Hasil pemeriksan serologi ditemukan hasil positif pada pemeriksaan typhi H yang mengindikan kemungkinan pasien sedang atau pernah terinfeksi bakteri Salmonella. Pada hasil pemeriksaan laboratoirum per-tanggal 9 April ditemukan data penurunan trombosit dan hematokrit yang dapat terjadi apabila pasien anamia atau gangguan pada saluran cerna. Berdasarkan hasil laboratorium dan hasil diagnosis peresepan antibiotika pada kasus ini dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang cukup dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri yang menginfeksi (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan infeksi yang belum diketahui secara spesifik bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

129 111 Lanjutan kasus 18 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

130 112 Kasus 19 Nama : SS No.RM: Jenis Kelamin : Umur : Tgl Masuk : 8 /04/ Laki-laki 6 Tahun Pukul : WIB Anamnese : Panas sejak dua hari yang lalu, disertai BAB Tgl Pulang : 11 /04/ 2013 cair sampai 6 kali sehari, batuk dan pilek. Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : N : 96x/menit BB : 15 kg T : - mmhg t : 39 0 C R : - x Diagnosis Utama : GEA suspect bacterial, ISPA dan Status Pulang : Diizinkan Febris hari ke-ii Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 8/4/2013 Hb Gr /dl 12,1 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,88 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 13,3 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,2 Basofil 0-1 % - Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % 80 Limfosit % 18 Monosit 2-8 % 2 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal Lembek Warna Kuning coklat Kuning Lendir Negatif + Leukosit Negatif + Sisa makanan Negatif + Pemeriksaan serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

131 113 Lanjutan kasus 19 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Waktu Pemberian 8/4/2013 9/4/ /4/ /4/2013 Jam pemberian Pamol sirup 3 x 1¼ cth - 1½ ½ - - Kotrimoksazole sirup 2 x 1¼ cth Kotrimoksazole sirup 2 x 1½ cth Zink 1 x 1 tab Oralit Diagnosis Keluar : GEA infection bacterial dan ISPA Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis gastroenteritis acute infection bacterial dan infeksi saluran pernafasan akut. Hasil pemeriksaan darah pasien menampilkan data peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan nilai hemoglobin, hematokrit dan limfosit. Peningkatan nilai neutrofil segmen dan leukosit disertai penurunan limfosit mengindikasikan pasien terserang infeksi bakteri sedangkan penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit umunya terjadi apabila pasien mengalami anemia atau gangguan pada saluran cerna. Hasil pemeriksaaan feses pasien ditemukan lendir, leukosit dan sisa makanan yang mengindikasikan pasien terserang diare akibat bakteri. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang cukup dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri yang menginfeksi (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan infeksi yang belum diketahui secara spesifik bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

132 114 Lanjutan kasus 19 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika selama 4 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi (Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Lolos kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole telah lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

133 115 Kasus 20 Nama : FD No.RM : Jenis Kelamin Umur : Tgl Masuk : 15/04/ : Laki-laki 12 tahun Pukul : WIB Anamnese :nyeri perut, makan/minum sulit. Tgl Pulang : 17/04/ 2013 Pukul Pemeriksaan Fisik : t : 36,8 0 C N : - x/menit BB : 38 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama :ISK, PNA, GNA, : WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 15/4/ /4/2013 Hb Gr /dl 12,3 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,96 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 2,8 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 39,5 34,9 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 59 - Limfosit % 31 - Monosit 2-8 % 10 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning agak keruh Kuning agak keruh Urobilinogen Normal Normal Normal Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif ph 4,5-8,0 5 6 Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan serologi : Typhi-O Negatif - - Typhi-H Negatif - - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

134 116 Lanjutan kasus 20 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Waktu Pemberian 15/4/ /4/13 17/4/13 Jam pemberian Pamol 3 x ¾ Kotrimoksazole x1½ tab Ranitidin 2x ¾ B6 3x1 tab Diagnosis Keluar : ISK, PNA DD GNA membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis infeksi saluran kemih, pielonefritis differential diagnoses glomerulonefritis acute. Hasil pemeriksaan darah pasien menampilkan data penurunan nilai hemoglobin, leukosit dan hematokrit disertai peningkatan nilai monosit. Penurunan nilai leukosit dan peningkatan monosit mengindikasikan pasien mengalami infeksi virus sedangkan penurunan nilai hematokrit dapat mengindikasikan pasien mangalami anemia. Hasil pemeriksaan urin positif darah dengan indikasi peradangan atau cedera disekitar saluran kemih yang pada umumnya disebabkan oleh bakteri E.coli sehingga peresepan antibiotika dalam kasus ini perlu dipertimbangkan dan dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Martin, S., 2008; Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA ( tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima kotrimoksazole untuk penanganan infeksi yang terjadi. Pemberian antibiotika berspektrum luas seperti kotrimoksazole sudah tepat dan sesuai dengan guideline dari WHO (2010) dan Martin (2008) karena belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya. d. Lolos kategori IVB ( tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole yang diterima pasien anak sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2006). e. Lolos Kategori IV C ( tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus infeksi saluran kemih yang belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya (Martin, 2008 ; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ).

135 117 Lanjutan kasus 20 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Tidak lolos kategori IIA ( dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2006 ;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB ( interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka pemberian setiap 12 jam ( Lacy, 2006; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute yang diberikan sudah tepat sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I ( timing tepat) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat. m. Lolos kategori 0 (tidak tergolong I-VI) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

136 118 Kasus 21 Nama : BA No.RM: Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 10 Tahun Anamnese : Mengalami panas selama dua hari disertai nyeri perut Pemeriksaan Fisik : N : 88x/menit BB : 25 kg T : - mmhg t : 36 0 C R : - x Diagnosis Utama : Obs.Febris hari ke-ii suspect infection bacterial Tgl Masuk : 18 /04/ 2013 Pukul : 11.00WIB Tgl Pulang : 21 /04/ 2013 Pukul : - WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 18/4/2013 Hb Gr /dl 12,9 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,75 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 11,6 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 37,5 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 90 Limfosit % 5 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif - Tanggal

137 119 Lanjutan kasus 21 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal 18/4/ /4/ /4/ /4/2013 Pemberian Jam pemberian Amoksisilin x500mg Pamol 3x Vitamin b kompleks Diagnosis Keluar : Prefebris membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis prefebris dengan keluhan panas selama 2 hari disertai nyeri perut. Hasil pemeriksaan darah pasien menampilkan data peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan nilai limfosit, hematokrit dan hemoglobin. Peningkatan nilai neutrofil segmen dan leukosit yang disertai penurunan limfosit pasien dapat dijadikan tanda adanya infeksi akut atau penyakit radang yang umumnya terjadi akibat bakteri. pemeriksaan lain seperti penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dapat terjadi akibat anemia yang mungkin dialami pasien. Berdasarkan hasil temuan adanya kemungkinan infeksi bakteri, peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi amoksisilin untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang masih dapat digunakan untuk mengatasi beberapa infeksi bakteri secara empiris (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotikayang lebih aman) Assesment: Amoksisilin cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ;Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah sehingga pasien tidak dibebani biaya obat. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Amoksisilin merupakan salah satu pilihan antibiotika spektrum luas yang masih dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakteri yang belum diketahui jenis bakteri penyebab infeksi (Mark, 2009; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menerima terapi antibiotika dalam jangka waktu 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima terapi antibiotika dalam jangka waktu 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ).

138 120 Lanjutan kasus 21 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak usia 10 tahun 250 mg setiap 8-12 jam namun dapat digunakan dua kali lipatnya jika mengalami infeksi berat ( Lacy, 2012;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (tepat interval) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 8-12 jam dalam sehari ( Lacy, 2012; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (tepat rute) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris(cunha, BA., 2010). l. Kategori I (tepat waktu pemberian) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena amoksisilin lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

139 121 Kasus 22 Nama : MA No.RM: Jenis Kelamin : Laki-Laki Umur : 10 Tahun Tgl Masuk : 29 /04/2013 Pukul : WIB Anamnese : ± 4 hari badan panas naik turun, keluarga memiliki riwayat DHF Pemeriksaan Fisik : T : - mmhg N : 84 x/menit BB : 32 kg t : 37,7 0 C R : 22 x Diagnosis Utama : DF hari ke- IV, disertai suspect DF dengan DHF Tgl Pulang : 3/05/ 2013 Pukul : - WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 29/4/2013 2/5/2013 Hb Gr /dl 12,2 - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 3,93 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 2,570 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 32,1 32,7 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 77 - Limfosit % 21 - Monosit 2-8 % 2 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - - Urobilinogen Normal - - Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0 - - Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan serologi : Typhi-O Negatif - - Typhi-H Negatif - - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

140 122 Lanjutan kasus 22 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Jam pemberian Waktu Pemberian 29/4/ /4/2013 1/5/ Amoksisilin VIII 3 x ½ tab - Ganti dosis Amoksisilin VIII 3 x ¾ tab Pamol 3 x ½ - Ganti dosis Pamol sirup 3 x 3 cth B6 3 x ½ - Ganti dosis B6 3 x Proris 3 x 1 cth Stop Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 2/5/2013 3/5/2013 Jam pemberian Amoksisilin VIII 3 x ¾ tab Pamol sirup 3 x 3 cth B6 3 x Diagnosis Keluar : Typhoid fever membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment:Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis typhoid fever. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah demam yang fakultatif selama ± 4 hari dan memiliki riwayat dengue hemorragie fever.hasi pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan neutrofil segmen disertai penurunan nilai hemoglobin, eritrosit, leukosit, hematokrit, trombosit dan hematokrit. Nilai neutrofil segmen yang meningkat umumnya menjadi tanda pasien terserang infeksi atau peradangan akut yang disebabkan oleh bakteri. Hasil lain seperti penurunan leukosit yang umumnya menjadi tanda infeksi virus, sedangkan penurunan hemoglobin,hematokrit dan eritrosit terjadi karena pasien mengalami anemia. Berdasarkan hasil temuan adanya kemungkinan infeksi bakteri, peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi amoksisilin untuk untuk kasus ini sudah tepat karena cukup aman digunakan anak-anak dan telah sesuai dengan anjuran yang dikeluarkan oleh IDAI (2008).

141 123 Lanjutan kasus 22 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Amoksisilin cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ;Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika lain yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Amoksisilin merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus kasus typhoid fever yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri penginfeksinya (Dipiro, 2009; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA(pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak usia 10 tahun 125 mg setiap 8-12 jam namun dapat digunakan dua kali lipatnya jika mengalami infeksi berat ( Lacy, 2012 ;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB ( interval tepat) Assesment:Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 8-12 jam dalam sehari ( Lacy, 2012 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi kllinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika m. Lolos kategori (tidak tergolong I-VI) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena amoksisilin lolos pada semua kategori penilaian kriteria Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

142 124 Kasus 23 Nama : No.RM: Jenis Kelamin : Umur : Tgl Masuk : 2 /05/ 2013 TR Perempuan 3Tahun Pukul : WIB Anamnese : Panas sejak tiga hari yang lalu Tgl Pulang : 4 /05/ 2013 Pukul : 10.00WIB Pemeriksaan Fisik : N : 120x/menit BB : 11 kg T : - mmhg t : 39 0 C R : 20x Diagnosis Utama : DF hari ke-v dengan infection Status Pulang : Diizinkan bacterial, Typhoid fever dan Common Cold Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 2/ /5/2013 Hb Gr /dl - 13,5 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3-5,5 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 19,6 12,7 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % - 41,1 Basofil 0-1 % - - Eosinofil 1-3 % - - Net. Batang 2-6 % - - Net. Segmen % - 43 Limfosit % - 48 Monosit 2-8 % - 9 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - - Urobilinogen Normal - - Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0 - - Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Leukosit Kuning jernih - - Silinder Normal - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - - Typhi-H Negatif - - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif - -

143 125 Lanjutan kasus 23 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal 2/5/2013 3/5/2013 4/5/2013 Pemberian Jam pemberian Pamol sirup x1cth Kloramfenikol sirup 4x1 cth Pulveres (CTM&GG) 3 x bungkus Diagnosis Keluar : Typhoid fever disertai bronkitis akut Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak masuk puskesmas dengan diagnosis typhoid fever disertai bronkitis akut. Hasi pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai leukosit, hematokrit, limfosit, monosit dan eritrosit disertai penurunan nilai neutrofil segmen. Penurunan nilai neutrofil segmen disertai peningkatan nilai monosit dan limfosit mengindikasikan pasien terserang infeksi virus. Hasil lain seperti peningkatan leukosit menunjukkan adanya proses infeksi atau peradangan oleh bakteri. Berdasarkan hasil temuan adanya k infeksi bakteri, peresepan antibiotika dikategorikan dalam peresepan antibiotika tepat indikasi (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kloramfenikol untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever yang keefektifannya ditunjukkan dengan perbaikan kondisi pasien (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Tidak Lolos kategori IVB (ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kloramfenikol kurang aman digunakan untuk pasien anak karena dapat menyebabkan efek samping yang cukup berbahaya, seperti urtikaria dan trombositopenia. Antibiotika lain yang cukup direkomendasikan untuk penanganan kasus typhoid fever disertai bronkitis akut diantaranya amoksisilin dan kotrimoksazole ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). Kesimpulan : Ada antibiotika lain yang lebih tidak toksik (Kategori IVB)

144 126 Kasus 24 Nama : RNK No.RM: Jenis Kelamin: Perempuan Umur : 3 Tahun Tgl Masuk : 3 /05/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : Sesak nafas dari pukul 9 pagi disertai panas Tgl Pulang : 8 /05/ 2013 Pukul : 9.30 WIB Pemeriksaan Fisik : T : - mmhg N : 100 x/menit BB : 12 kg t : 38 0 C R : 60 x Diagnosis Utama : Asma bronchiale dengan second infection Status Pulang: Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 4/5/2013 Hb Gr /dl 12,7 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,45 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 7,210 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,9 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 78 Limfosit % 17 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

145 127 Lanjutan kasus 24 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 3/5/2013 4/5/2013 5/5/2013 Jam pemberian Nebulizer Pamol 3 x 1 cth Kotrimoksazole 2x1 cth Pulvis (GG, CTM&Salbutamol) 3 x 1bks Dexametason 2,5mg 3x1 bks Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 6/5/2013 7/5/2013 8/5/2013 Jam pemberian Nebulizer Pamol 3 x 1 cth Kotrimoksazole 2x1 cth Pulveres (GG, CTM & Salbutamol) 3x1bks Dexametason 2,5mg 3x1 bks Diagnosis Keluar : Asma bronchiale membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis asma bronchiale dengan keluhan sesak nafas disertai demam. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai neutrofil segmen dan penurunan nilai limfosit. Peningkatan nilai neutrofil segmen terjadi pada pasien yang mengalami infeksi atau peradangan akut akibat bakteri sedangkan penurunan nilai limfosit dapat terjadi apabila pasien terserang infeksi kemungkinan akibat bakteri. Walaupun hasil pemeriksaan darah pasien tidak cukup untuk membuktikan pasien terserang infeksi bakteri, namun peresepan antibiotika perlu dipertimbangkan mengingat adanya peningkatan nilai neutrofil segmen dalam darah pasien (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008) c. Lolos kategori IVA(tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini cukupefektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi bakteri yang belum diketahui secara pasti jenis bakterinya. Keefektifan terapi cotrimoxazole dalam kasus ini ditunjukkan dengan perbaikan kondisi pasien (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Permenkes, 2011:Lacy, 2006). e. Lolos Kategori IV C(tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dapat digunakan untuk penangganan kasus asma bronchiale dalam kasus ini karena jenis bakteri penyebab infeksi belum diketahui secara pasti (Martin, 2008 ; IDAI, 2008).

146 128 Lanjutan kasus 24 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA(pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak menerima antibiotika dalam jangka waktu 6 hari. Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif disesuikan dengan tingkat keparahan infeksi ( Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif disesuikan dengan tingkat keparahan infeksi ( Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2012 ; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2012 ;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah sesuai dengan kondisi klinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena disesuaikan dengan interval pemberian antibiotika m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

147 129 Kasus 25 Nama : AB No.RM: Jenis Kelamin: Laki-laki Umur : 6 Tahun 6 bulan Anamnese : Diare dengan frekuensi yang tidak terhitung disertai demam yang fakultatif Pemeriksaan Fisik : N : 92x/menit BB : 20 kg T : - mmhg t : 36,5 0 C R : 20x Diagnosis Utama : GEA Tgl Masuk : 12 /05/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 16 /05/ 2013 Pukul : -WIB Status Pulang : Diizinkan Tanggal Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 13/5/2013 Hb Gr /dl 10,5 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,38 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 9,45 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 33,2 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 57 Limfosit % 39 Monosit 2-8 % 6 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 8 Protein Negatif - Epitel Negatif 0-1 Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

148 130 Lanjutan kasus 25 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 12/5/ /5/ /5/2013 Jam pemberian GG 3x Ganti dosis GG 3 x ½ - - Zink 1x B 6 3 x ½ Pamol 3 x ½ Kotrimoksazole 2x1 tab Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 15/5/ /5/2013 Jam pemberian GG 3 x ½ Zink 1x B 6 3 x ½ Pamol 3 x ½ Kotrimoksazole x1 tab Ferlin 3 x ½ Diagnosis Keluar : GEA membaik dan anemia Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis gastroenteritis acute. Keluhan pasien saat pertama kali masuk puskesmas adalah diare dan demam fakultatif. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit dengan indikasi akibat pasien mengalami anemia dan hasil pemeriksaan urin ditemukan kandungan epitel yang dicurigai muncul akibat adanya peradangan disekitar saluran kemih pasien. Walaupun hasil pemeriksaan laboratorium hanya menemukan kandungan epitel dalam urin pasien namun, hasil anamneses yang menyebutkan pasien mengalami demam yang fakultatif dan diare yang tidak terhitung jumlahnya dapat dijadikan bahan pertimbangan pasien memerlukan terapi antibiotika (Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksi. (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2009). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah.

149 131 Lanjutan kasus 25 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika yang digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakteri yang belum diketahui secara pasti jenis bakteri penginfeksinya (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2009 ; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2009 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah sesuai dengan kondisi klinis pasien dan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval pemberian antibiotika m. Lolos kategori 0 (peresepan rasional/tepat). Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

150 132 Kasus 26 Nama : TP No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 9 Tahun Anamnese : Mimisan, demam selama 2 hari, mual dan muntah sampai 2 kali Pemeriksaan Fisik : t : 37,5 0 C N : 96x/menit BB : 24 kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Obs. Febris hari ke-ii, suspect Prefebris, DF dengan DHF dan ISK Tgl Masuk : 16 /05/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 20 /05/ 2013 Pukul : WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 16/5/2013 Hb Gr /dl 12,4 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 5,11 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 4,530 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 39,5 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 82 Limfosit % 15 Monosit 2-8 % 3 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal Normal Keton Negatif ++ Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 5 Protein Negatif + Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

151 133 Lanjutan kasus 26 Nama Obat dan Waktu Pemberian Dosis Pemberian Tanggal 16/5/ /5/ /5/2013 Pemberian Jam pemberian Pamol sirup x ½ cth B6 3 x ½ Kotrimoksazole x 1tab Nama Obat dan Waktu Pemberian Dosis Pemberian Tanggal 19/5/ /5/2013 Pemberian Jam pemberian Pamol sirup x ½ cth B6 3 x ½ Kotrimoksazole x 1 tab Diagnosis Keluar : DF hari ke-iv,tf dan ISK membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis dengue fever disertai tifoid fever dan infeksi saluran kemih. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai eritrosit dan neutrofil segmen disertai penurunan nilai leukosit dan limfosit. Peningkatan nilai neutrofil segmen dapat terjadi akibat infeksi akut atau radang infeksi bakteri. Hasil lain seperti penurunan nilai leukosit darah terjadi akibat pasien mengalami infeksi viral yang diperkirakan muncul akibat pasien terserang dengue fever sedangkan penurunan nilai limfosit dapat dijadikan tanda pasien mengalami suatu infeksi atau akibat dari penggunaan obat-obatan. Hasil pemeriksaan urin pasien menunjukan nilai (+) pada pemeriksaan keton dan protein. Nilai positif keton dalam urin pasien diperkirakan terjadi karena pasien mengalami mual muntah sehingga kekurangan asupan karbohidrat yang menyebabkan tubuh memecah lemak tubuh menjadi energi dengan produk sampingan berupa keton yang dieksresikan melalui urin. Positif protein dalam urin pasien dapat menjadi penanda pasien mengalami infeksi bakteri, dehidrasi, stress ataupun demam. Berdasarkan hasil laboratorium tersebut peresepan antibiotika yang diterima pasien dikategorikan dalam peresepan tepat indikasi karena ditemukan beberapa tanda pasien mengalami infeksi bakteri yang dalam penangannya memerlukan antibiotika (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksi. Keefektifan terapi cotrimoxazol dalam kasus ini ditunjukkan dengan perbaikan kondisi pasien (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika lain yang lebih aman) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2009).

152 134 Lanjutan kasus 26 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens e. Lolos Kategori IV C (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spetrum yang lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakteri yang belum jelas jenis bakteri penyebab infeksi (Martin, 2008; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian antibiotika tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak telalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2009 ; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2009 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I (wakru pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika. m. Lolos kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

153 135 Kasus 27 Nama : Ny No.RM: Jenis Kelamin : Perempuan Anamnese : ± 4 hari badan panas, batuk, tiap malam muntah,mual, sakit perut dan pusing Umur : 6 Tahun Tgl Masuk : 14 /05/ 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 18 /05/ 2013 Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : T : - mmhg N : 96 x/menit BB : 20 kg t : 38,3 0 C R : - x Diagnosis Utama : Suspect DF, DHF, TF dan batuk Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 14/5/ /5/2013 Hb Gr /dl 11,5 - Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,50 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 3,520 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 35,2 32,1 Basofil 0-1 % 0 - Eosinofil 1-3 % 0 - Net. Batang 2-6 % 0 - Net. Segmen % 46 - Limfosit % 45 - Monosit 2-8 % 9 - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - - Urobilinogen Normal - - Keton Negatif - - Red glukosa Negatif - - Bilirubin Negatif - - BJ Darah Negatif - - ph 4,5-8,0 - - Protein Negatif - - Epitel Negatif - - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - - Warna Kuning coklat - - Lendir Negatif - - Leukosit Negatif - - Sisa makanan Negatif - - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif +1/80 - Typhi-H Negatif +1/80 - Paratyphi-AH Negatif - - Paratyphi-BH Negatif + 1/160 -

154 136 Lanjutan kasus 27 Nama Obat dan Dosis Pemberian Tanggal Pemberian Jam pemberian Pamol sirup 4 x 1½ cth Waktu Pemberian 14/5/ /5/ /5/ B6 3 x ½ Kotrimoksazole 2 x 1tab GG 3x½ tab Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 17/5/ /5/2013 Jam pemberian Pamol sirup 4 x 1½ cth B6 3 x ½ Kotrimoksazole 2 x 1tab GG 3x½ tab Diagnosis keluar : Tifoid fever Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis tifoid fever. Hasil pemeriksaan darah pasien per-tanggal 14 mei 2013 menunjukkan penurunan nilai hemoglobin, leukosit, hematokrit, neutrofil segmen disertai peningkatan nilai limfosit dan monosit. Pemeriksaan serologi typi menunjukan nilai positif pada typhi O, H, dan BH, Hasil pemeriksaan pada tanggal ini cenderung menunjukkan pasien mengalami infeksi yang disebabkan oleh virus dan bakteri (nilai poitif pada pemeriksaan serologik). yang disertai dengan kemungkinan anemia karena terjadi penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit. Hasil pemeriksaan darah per-tanggal 17 mei 2013 menunjukkan pasien mengalami penurunan nilai hematokrit yang dapat menjadi tanda pasien mengalami anemia. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika yang diterima pasien dapat dikategorikan dalam peresepan tepat indikasi karena ditemukan beberapa tanda pasien terserang infeksi bakteri yang memerlukan terapi antibiotika untuk penangannya (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA(tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri Salmonella (Lacy, 2012; IDAI, 2008).

155 137 Lanjutan kasus 27 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens d. Lolos kategori IVB ( tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IV C (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakterial yang belum diketahui secara pasti agen penginfeksinya (Martin, 2008;IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menggunakan antibiotika dalam jangka waktu 5 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif ( Kemenkes, 2011a ). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2009 ; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2009 ; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian antibiotika m. Lolos kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0)

156 138 Kasus 28 Nama : No.RM: Jenis Kelamin : Umur : Tgl Masuk : 18 /05/ 2013 RF Laki-laki 9Tahun Pukul : WIB Anamnese : Demam hari keempat Tgl Pulang : 20 /05/ 2013 Pukul : 10.00WIB Pemeriksaan Fisik : N : -x/menit BB : 33 kg T : - mmhg t : - 0 C R : - x Diagnosis Utama : Febris hari ke-iv Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 18/52013 Hb Gr /dl - Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 - Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 39,4 Basofil 0-1 % - Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % - Limfosit % - Monosit 2-8 % - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

157 139 Lanjutan kasus 28 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 18/5/ /5/ /5/2013 Jam pemberian Amoxan sirup 3 x¾ cth Ganti dosis Amoxan sirup 3x1½ cth Pamol 3x¾ B6 3 x Diagnosis Keluar : DF hari ke-vi dengan trombositopenia dan DF DD DHF Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Tidak lolos kategori V(antibiotika tidak tepat indikasi) Assesment:Pasien anak terdiagnosis dengue fever dengan trombositopenia. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai trombosit dan hematokrit kedua hasil laboratorium tersebut cenderung menunjukkan pasien terserang dengue fever yang disebabkan oleh infeksi virus yang umunya ditandai dengan anemia. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika yang diterima pasien dapat dikategorikan dalam peresepan tidak tepat indikasi karena tidak ditemukan tanda ataupun gejala pasien terinfeksi bakteri (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). Kesimpulan : Antibiotika yang digunakan tidak tepat indikasi (Kategori V)

158 140 Kasus 29 Nama : NN No.RM : Jenis Kelamin : Umur: Tgl Masuk : 18/05/ Perempuan 9 tahun Pukul : WIB Anamnese :BAB cair 5x Tgl Pulang : 21/05/2013 Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : t : 36,8 0 C N : - x/menit BB : 38 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama :DCA bact.amobiasis Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 18/5/2013 Hb Gr /dl 12,2 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,77 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 6,87 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 38 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 68 Limfosit % 27 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal Cair Warna Kuning coklat Coklat Lendir Negatif + Leukosit Negatif + Sisa makanan Negatif + Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

159 141 Lanjutan kasus 29 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 18/5/ /5/13 Jam pemberian Metronidazol 3x250mg - - Antasid 3x ½ Kotrimoksazole 2x1 tab Oralit 200cc / BABcair Zinc 1x Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 20/5/13 21/5/13 Jam pemberian Metronidazol 3x250mg Antasid 3x ½ Kotrimoksazole 2x1 tab Oralit 200cc / BABcair Zinc 1x Diagnosis Keluar : DCA bacterial amobiasis membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens Metronidazol a. Lolos kategori VI(data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis diare cair akut amobiasis. Hasil pemeriksaan feses pasien menunjukkan konsistensi cair dengan nilai positif (+) pada pemeriksaan leukosit dan lendir. Nilai positif (+) pada leukosit dan lendir menunjukkan kondisi dinding usus pasien yang mengalami inflamasi, dimana inflamasi ini dapat disebabkan oleh bakteri atau parasit (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi metronidazol untuk terapi sudah tepat karena merupakan salah satu obat yang peka terhadap E. histolytica yang diperkirakan menjadi penyebab gastroenteritis bacterial amobiasis.keefektifan terapi metronidazol dalam kasus ini ditunjukkan dengan perbaikan kondisi pasien (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Metronidazol cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Metronidazol merupakan salah satu obat pilihan yang dapat digunakan untuk penangganan parasit seperti E. histolytica (Lacy, 2012). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment :Selama perawatan pasien anak telah menerima metronidazole selama 4 hari. Pemakaian metronidazol tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a).

160 142 Lanjutan kasus 29 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima metronidazole selama 4 hari. Pemakaian metronidazol tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 7,5 mg/kgbb setiap 8 jam dalam sehari (Lacy, 2012; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 8 jam dalam sehari tergantung pada tingkat keparahan infeksi(lacy, 2012 ;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena metronidazol lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak ( Kategori 0) Kotrimoksazole Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI(data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis diare cair akut amobiasis. Hasil pemeriksaan feses pasien menunjukkan konsistensi cair dengan nilai positif (+) pada pemeriksaan leukosit dan lendir. Nilai positif (+) pada leukosit dan lendir menunjukkan kondisi dinding usus pasien yang mengalami inflamasi, dimana inflamasi ini dapat disebabkan oleh bakteri atau parasit (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk terapi sudah tepat karena merupakan salah combinasi obat yang tepat bila digunakan bersamaan dengan metronidazole untuk penanganan gastroenteritis akut bacterial amobiasis Keefektifan terapi ini ditunjukkan dengan perbaikan kondisi pasien (Lacy, 2012; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2012). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu antibiotika yang cukup direkomendasikan penggunaannya bersama metronidazole untuk penangganan parasit seperti E. histolytica yang bersifat anaerob (Lacy, 2012). g. Lolos kategori IIIA ( pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menerima kotrimoksazole selama 4 hari. Pemakaian kotrimoksazole tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a).

161 143 Lanjutan kasus 29 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima kotrimoksazole selama 4 hari. Pemakaian kotrimoksazole tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan 2 dosis terbagi( Lacy, 2009; WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB (interva; tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 12 jam dalam sehari tergantung pada tingkat keparahan infeksi(lacy, 2009 ;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

162 144 Kasus 30 Nama : STA No.RM : Jenis Kelamin: Umur : Tgl Masuk : 24/05/ Laki-laki 11 tahun Pukul : WIB Anamnese :Mual Tgl Pulang : 27/ Pukul : WIB Pemeriksaan Fisik : t : 36 0 C N : - x/menit BB : 19 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama : Obs. vomitus hari ke-iii dengan dehidrasi Status Pulang : Diizinkan sedang-ringan. Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 25/5/2013 Hb Gr /dl 11,9 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,21 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 11,3 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 38,2 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 69 Limfosit % 24 Monosit 2-8 % 7 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

163 145 Lanjutan kasus 30 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 24/5/ /5/13 Jam pemberian Domperidon sirup 3x1 cth Oralit Kotrimoksazole 2x2 cth Domperidon 3x ½ cth Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 26/5/13 27/5/13 Jam pemberian Domperidon sirup 3x1 cth - Ganti dosis Oralit Kotrimokasazole 2x2 cth Domperidon 3x ½ cth Diagnosis keluar : Tifoid fever membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis tifoid fever. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan peningkatan nilai leukosit disertai penurunan hemoglobin dan hematokrit, kedua hasil laboratorium tersebut dapat dijadikan tanda pasien mengalami infeksi bakteri disertai anemia. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika yang diterima pasien dapat dikategorikan dalam peresepan tepat indikasi karena ditemukan tanda ataupun gejala pasien terinfeksi bakteri (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA ( tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Selama perawatan pasien anak menerima kotrimoksazole untuk penanganan infeksi yang terjadi. Pemberian antibiotika berspektrum luas seperti kotrimoksazole sudah tepat dan sesuai dengan guideline dari WHO (2010) dan Martin (2008) karena belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya. d. Lolos kategori IVB ( tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole yang diterima pasien anak sudah cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011b; Lacy, 2006). e. Lolos Kategori IV C ( tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang digunakan untuk penangganan kasus gastroenteritis akut bacterial yang belum diketahui secara pasti agen bakteri penginfeksinya (Martin, 2008;IDAI, 2008).

164 146 Lanjutan kasus 30 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011b). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011b). i. Tidak lolos kategori IIA ( dosis kurang tepat) Assesment: Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2006 ;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB ( interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu 12 jam ( Lacy, 2006; WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC (rute tepat) Assesment: Rute yang diberikan sudah tepat sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Lolos kategori I ( timing tepat) Assesment:Waktu pemberian antibiotika telah tepat. m. Lolos kategori 0 (tidak tergolong I-VI) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Penggunaan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

165 147 Kasus 31 Nama : E No.RM : Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 7 tahun Anamnese :Badan panas ± 9 hari turun naik, batuk pilek, dahak (+). Pemeriksaan Fisik : t : 38,3 0 C N : 96x/menit BB : 20 Kg T : - mmhg R : - x Diagnosis Utama :Obs. Febris hari ke-ix dengan Parathifoid Fever Tgl Masuk : 27/05/2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 30/05/2013 Pukul : WIB Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 27/5/2013 Hb Gr /dl 12,6 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,96 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 7,44 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 40 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 80 Limfosit % 13 Monosit 2-8 % 7 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih Kuning jernih Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif + Epitel Negatif - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

166 148 Lanjutan kasus 31 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 27/5/ /5/13 Jam pemberian Pamol 3x ½ tab GG 3x ½ tab CTM 3x ½ tab Kotrimoksazole 2x1tab Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 29/5/13 30/5/13 Jam pemberian Pamol 3x ½ tab GG 3x ½ tab CTM 3x ½ tab Kotrimoksazole 2x1tab Diagnosis Keluar :Obs. Febris hari ke-ix dengan Parathifoid Fever (PF) membaik. Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis febris dengan indikasi paratyphoid fever. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai limfosit disertai peningkatan nilai neutrofil segmen yang dapat menjadi tanda adanya infeksi bakteri. Berdasarkan uraian singkat hasil laboratorium tersebut, peresepan antibiotika yang diterima pasien anak dapat dikategorikan dalam peresepan tepat indikasi karena ditemukan tanda pasien terserang infeksi bakteri (Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus infeksi yang kemungkinan disebabkan oleh bakteri Salmonella enteritidis jika dilihat dari diagnosis yang menyebutkan pasien mengalami paratyphoid fever (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Kemenkes, 2011a;Lacy, 2009). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah.

167 149 Lanjutan kasus 31 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakterial yang belum diketahui secara pasti agen penginfeksinya (Martin, 2008; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA(pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2009;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB(interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam (Lacy, 2009 ;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

168 150 Kasus 32 Nama : MA No.RM: Jenis Kelamin : Laki-laki Umur : 2 Tahun 5 bulan Tgl Masuk : 30/05/ 2013 Pukul : WIB Anamnese : BAB cair lebih ± 15 kali dari semalam Tgl Pulang : 4/06/2013 Pukul : 08.30WIB Pemeriksaan Fisik : N : 168x/menit BB : 10,2 kg T : - mmhg t : 36,9 0 C R : -x Diagnosis Utama : DCA non dehidrasi Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 31/5/2013 Hb Gr /dl 10 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 4,96 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 6,67 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 33,1 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 51 Limfosit % 39 Monosit 2-8 % 10 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif - Status Pulang : Diizinkan Tanggal

169 151 Lanjutan kasus 32 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 30/5/ /5/2013 1/6/2013 Jam pemberian Domperidon 3x½ cth - - Ganti dosis Domperidon 3 x ¼ cth - - Zink 1 x Kotrimoksazole sirup 2 x ¾ cth Ganti dosis Kotrimosazole sirup 2 x 1 cth Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 2/6/2013 3/6/2013 Jam pemberian Domperidon 3 x ¼ cth Zink 1 x Kotrimoksazole sirup 2 x 1 cth Diagnosis Keluar : DCA bacterial membaik disertai anemia Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis diare cair akut bakterial dengan anemia. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai hemoglobin dan hematokrit disertai peningkatan monosit yang umumnya terjadi apabila seseorang mengalami anemia dan infeksi. Hasil diagnosis dan data laboratorium menunjukkan kondisi yang pasien mengalami diare akibat bakteri disertai anemia sehingga peresepan antibiotika perlu dipertimbangkan untuk diberikan (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). c. Lolos kategori IVA (tidak ada antibiotika yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakterial yang terjadi di saluran cerna (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB (tidak ada antibiotika yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien (Kemenkes, 2011a;Lacy, 2009). e. Lolos Kategori IVC (tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah

170 152 Lanjutan kasus 32 Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens f. Lolos kategori IVD (tidak ada antibiotika dengan spektrum yang lebih sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika berspektrum luas yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi bakterial yang belum diketahui secara pasti agen penginfeksinya (Martin, 2008; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA(pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Selama perawatan pasien anak telah menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Selama perawatan pasien anak telah menerima antibiotika selama 3 hari. Pemakaian antibiotika tersebut telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai simptom hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Kemenkes, 2011a). i. Lolos kategori IIA (dosis tepat) Assesment: Dosis yang diberikan telah sesuai dengan dosis anjuran untuk pasien anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2dosis terbagi ( Lacy, 2009;WHO, 2010). j. Lolos kategori IIB(interval tepat) Assesment: Interval pemberian telah sesuai dengan anjuran penggunaan dalam jangka waktu pemberian setiap 12 jam dalam sehari tergantung pada tingkat keparahan infeksi (Lacy, 2009 ;WHO, 2010). k. Lolos kategori IIC(rute tepat) Assesment: Rute pemberian per-oral sudah tepat dilakukan karena telah disesuaikan dengan kondisi klinis pasien anjuran penggunaan antibiotika secara empiris (Cunha, BA., 2010). l. Kategori I (waktu pemberian tepat) Assesment: Waktu pemberian antibiotika telah tepat karena telah disesuaikan dengan interval waktu pemberian. m. Kategori 0 (peresepan rasional/tepat) Assesment: Termasuk pemberian antibiotika secara rasional karena kotrimoksazole lolos pada semua kategori evaluasi Gyssens. Kesimpulan : Peresepan antibiotika tepat atau bijak (Kategori 0)

171 153 Kasus 33 Nama : No.RM: Jenis Kelamin : Umur : Tgl Masuk : 16/06/ 2013 AU Laki-laki 5Tahun Pukul : WIB Anamnese : BAB cair sampai 7 kali disertai muntah 2 kali Tgl Pulang : 19/06/2013 Pukul : -WIB Pemeriksaan Fisik : N : 96x/menit BB : 14 kg T : - mmhg t : 37 0 C R : -x Diagnosis Utama : GEA Status Pulang : Diizinkan Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 17/6/2013 Hb Gr /dl 10,7 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 4,66 Leukosit 9-12 Ribu/mm 3 7,67 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 35,3 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 63 Limfosit % 32 Monosit 2-8 % 5 Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

172 154 Lanjutan kasus 33 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 16/6/ /6/2013 Jam pemberian Pamol sirup 3 x 1½ cth B 6 3 x 1tab Zink 1x Oralit Kotrimoksazole 2 x2 cth Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 18/6/ /6/2013 Jam pemberian Pamol sirup 3 x 1½ cth B 6 3 x 1/ Zink 1x Oralit Kotrimoksazole 2 x2 cth Diagnosis Keluar : GEA membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Tidak lolos kategori V(antibiotika tidak tepat indikasi) Assesment: Pasien anak terdiagnosis gastroenteritis acute. Gastroenteritis acute dapat disebabkan oleh parasit, viral maupun bakteri sehingga tidak hasrus selalu diberikan antibiotika jika ditemukan tanda atau gejala adanya infeksi bakteri. Hasil pemeriksaan darah pasien menunjukkan penurunan nilai leukosit yang dapat terjadi akibat infeksi virus. Berdasarkan hasil temuan tersebut peresepan antibiotika yang diterima pasien dapat dikategorikan dalam peresepan tidak tepat indikasi karena tidak ditemukan tanda ataupun gejala pasien terinfeksi bakteri (Sutedjo, 2012; Martin, S., 2008). Kesimpulan : Peresepan antibiotika tidak tepat indikasi ( Kategori V).

173 155 Kasus 34 Nama : NZ No.RM: Jenis Kelamin : Perempuan Umur : 3Tahun Anamnese : Mual, muntah dari semalam lebih dari 12 kali disertai sakit perut Pemeriksaan Fisik : N : -x/menit BB : 12,5 kg T : - mmhg t : 37,3 0 C R : - x Tgl Masuk : 16 Juni 2013 Pukul : WIB Tgl Pulang : 17 Juni 2013 Pukul : - WIB Diagnosis Utama : Obs. vomitus dan Obs. abdominal discomfort Hasil Laboratorium Hasil Nilai Normal Satuan 17/6/2013 Hb Gr /dl 12,4 Eritrosit 4,0-5,0 Juta/mm 3 - Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 10,780 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 36,4 Basofil 0-1 % - Eosinofil 1-3 % - Net. Batang 2-6 % - Net. Segmen % - Limfosit % - Monosit 2-8 % - Pemeriksaan Urin Warna Kuning jernih - Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 - Status Pulang : Diizinkan Tanggal Protein Negatif - Epitel Negatif - Leukosit Kuning jernih - Silinder Normal - Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan Serologi Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

174 156 Lanjutan kasus 34 Nama Obat dan Dosis Waktu Pemberian Pemberian Tanggal Pemberian 16/6/ /6/2013 Jam pemberian Pamol sirup 3x1½ cth Domperidon 3x1½ cth Kotrimoksazole 2x1 cth Diagnosis Keluar : Vomitus dan abdominal discomfort membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. lolos kategori V (antibiotika tepat indikasi) Assesment: Pasien terdiagnosis vomitus dan abdominal discomfort. Hasil laboratorium pasien menunjukkan hasil peningkatan nilai leukosit namun tidak terlalu tinggi sehingga peresepan antibiotika pada kasus ini dapat dipertimbangkan pemberiannya karena masih ditemukan tanda atau gejala pasien terinfeksi bakteri (Sutedjo, 2012). c. Lolos kategori IVA ( tidak ada antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan terapi kotrimoksazole untuk kasus ini sudah efektif karena merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus typhoid fever dan infeksi saluran kemih yang belum diketahui secara pasti bakteri penginfeksinya (Lacy, 2009; IDAI, 2008). d. Lolos kategori IVB ( tidak ada antibiotika lain yang kurang toksik) Assesment: Kotrimoksazole cukup aman digunakan untuk pasien anak dan tidak ditemukan adanya interaksi dengan obat lain yang dapat membahayakan kondisi pasien ( Kemenkes, 2011a ; Lacy, 2006). e. Lolos Kategori IV C ( tidak ada antibiotika yang lebih murah) Assesment: Semua obat khususnya antibiotika yang tersedia di Puskesmas Mlati II merupakan obat generik yang seluruh pembiayaannya ditanggung oleh pemerintah. f. Lolos kategori IVD ( tidak ada antibiotika spektrum sempit) Assesment: Kotrimoksazole merupakan salah satu pilihan antibiotika lini pertama yang dapat digunakan untuk penangganan kasus infeksi yang belum diketahui jenis bakteri penginfeksinya (Martin, 2008; IDAI, 2008). g. Lolos kategori IIIA (pemberian tidak terlalu lama) Assesment : Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011b). h. Lolos kategori IIIB (pemberian tidak terlalu singkat) Assesment: Pemakaian antibiotika telah sesuai dengan anjuran penggunaan antibiotika secara empiris dalam jangka waktu pemakaian 2-3 hari sampai gejala hilang dan tetap dilanjutkan minimal sampai 5 hari untuk hasil yang lebih efektif (Martin, 2008; Kemenkes, 2011a ). i. Tidak lolos kategori IIA ( dosis rendah) Assesment: Dosis yang diberikan tidak sesuai dengan dosis anjuran untuk anak yaitu, 8-20 mg TMP/kgBB/hari dengan perbandingan dosis SMX:TMP (5:1) diberikan dalam 2 dosis terbagi ( Lacy, 2006;WHO, 2010) Kesimpulan : Dosis peresepan lebih rendah dari kebutuhan pasien ( Kategori IIA).

175 157 Kasus 35 Nama : DA No.RM: Jenis Kelamin Umur : Tgl Masuk : 22/06/ : Laki-laki 12 Tahun Pukul : WIB Anamnese : Demam sejak semalam diikuti mual dan muntah lebih Tgl Pulang : 24/06/2013 dari 10 kali, pusing dan lemas. Pukul : - WIB Pemeriksaan Fisik : N : - x/menit BB : 60 kg T : 80/60 mmhg t : 37,8 0 C R : - x Diagnosis Utama : Obs. naurea dan vormiting suspect infection Status Pulang : Diizinkan bacterial Hasil Laboratorium Tanggal Hasil Nilai Normal Satuan 22/6/2013 Hb Gr /dl 14 Eritrosit 4,5-5,5 Juta/mm 3 5,39 Leukosit 5-10 Ribu/mm 3 14,5 Trombosit Ribu/mm Hematokrit % 44,1 Basofil 0-1 % 0 Eosinofil 1-3 % 0 Net. Batang 2-6 % 0 Net. Segmen % 92 Limfosit % 5 Monosit 2-8 % 3 Urine : Warna Kuning jernih Kuning Jernih Urobilinogen Normal - Keton Negatif - Red glukosa Negatif - Bilirubin Negatif - BJ Darah Negatif - ph 4,5-8,0 6 Protein Negatif - Epitel Negatif 2-4 Pemeriksaan Feses Konsistensi Normal - Warna Kuning coklat - Lendir Negatif - Leukosit Negatif - Sisa makanan Negatif - Pemeriksaan serologi : Typhi-O Negatif - Typhi-H Negatif - Paratyphi-AH Negatif - Paratyphi-BH Negatif -

176 158 Lanjutan kasus 35 Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 22/6/ /6/ /6/2013 Jam pemberian Pamol 3 x Domperidon 3 x 2 cth Amoksisilin 500 mg 3x1tab Diagnosis Keluar : GEA suspect bacterial membaik Nama Obat dan Dosis Pemberian Waktu Pemberian Tanggal Pemberian 22/6/ /6/ /6/2013 Jam pemberian Pamol 3 x Domperidon 3 x 2 cth Amoksisilin 500 mg 3x1tab Diagnosis Keluar : GEA suspect bacterial membaik Analisis Berdasarkan Diagram Alir Gyssens a. Lolos kategori VI (data lengkap) Assesment: Data rekam medik lengkap karena telah mencantumkan hasil diagnosis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien sesuai dengan kriteria inklusi yang sudah ditentukan. b. Lolos kategori V(antibiotika tidak indikasi) Assesment: Pasien terdiagnosis gastroenteritis acute suspect bacterial. Hasil laboratorium menunjukkan peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan limfosit dan penemuan kandungan epitel di dalam urin pasien anak. Peningkatan nilai leukosit dan neutrofil segmen disertai penurunan nilai limfosit dapat dijadikan tanda pasien terserang infeksi yang umumnya disebabkan oleh bakteri. Penemuan epitel dalam urin pasien menunjukkan adanya peradangan atau inflamasi di sekitar saluran kemih yang kemungkinan disebabkan oleh infeksi bakteri. Berdasarkan hasil penjabaran singkat tersebut peresepan antibiotika dalam kasus ini dikategorikan dalam peresepa antibiotika tepat indikasi (Sutedjo, 2012). c. Tidak lolos kategori IVA (ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif) Assesment: Pemilihan amoksisilin untuk terapi ini terapi kurang efektif karena bukan merupakan salah satu pilihan antibiotika yang dianjurkan untuk penangganan kasus gatroenteritis akut beberapa contoh pilihan antibiotika yang efektif dan aman digunakan untuk pasien anak seperti kotrimoksazole (Lacy, 2009). Kesimpulan : Masih ada pilihan antibiotika lain yang lebih efektif ( Kategori IVA)

177 159 Lampiran 2. Surat permohonan ijin penelitian dan pengambilan data dari Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

178 160 Lampiran 3. Surat keterangan ijin penelitian dan pengambilan data dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

179 161 Lampiran 4.Hasil wawancara peneliti dengan dokter di Puskesmas Mlati II mengenai pemilihan antibiotika untuk pasien pediatri rawat inap 1. Semua antibiotika dapat digunakan disesuaikan dengan diagnosis dan sensitivitas antibiotika. 2. Stock obat-obatan di puskesmas disesuaikan dengan biaya anggaran dari pemerintah daerah sehingga pilihan antibiotika di puskesmas terbatas. 3. Dosis antibiotika yang diterima pasien anak umumnya disesuaiakan dengan berat badan pasien. Namun, sediaan antibiotika dari pabrik terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan dosis pasien anak sehingga dokter cukup kesulitan dalam proses penulisan resep. Peresepan antibiotika yang tidak tepat dosis ini diperkirakan menjadi salah satu alasan timbulnya resistensi. 4. Dokter pada umumnya sangat jarang menunggu hasil uji kultur untuk menentukan jenis antibiotika yang diresepkan karena hasil uji kultur baru keluar setelah 4-7 hari sedangkan pasien memerlukan penanganan cepat. 5. Tifoid fever disebabkan oleh banyak jenis bakteri bisa mencapai 12 kuman dan diperluakn pemeriksaan yang lebih spesifik untuk mengetahuinya. Untuk penangan kasus ini Puskesmas Mlati II menggunakan kotrimoksazole sebagai pilihan terapinya. 6. Semua antibiotika yang diresepkan pada pasien anak rawat inap diberikan selama 5 hari untuk mencegah timbulnya resistensi.

180 162 Lampiran 5. Daftar stok antibiotika di Puskesmas Mlati II No. Antibiotika Bentuk sediaan Kekuatan Obat Keterangan 1 Amoksisilin Sirup 125mg/5ml Generik Tablet 500 mg 2 Eritromisin Sirup 200mg/5ml Generik Tablet 500 mg 3 Kloramfenikol Sirup 125 mg/5 ml Generik Tablet 250 mg 4 Kotrimoksazole Suspensi 240mg/5ml Generik Tablet 480 mg 5 Siprofloksasin Tablet 500 mg Generik 6 Doksisiklin Tablet 100 mg 7 Metronidazol Tablet 250 mg Generik

181 163 BIOGRAFI PENULIS Ni Made Putri Laksmi Dewi merupakan anak kedua dari pasangan I Ketut Kwastika dan Ni Made Kumbariani, lahir di Tunjuk pada tanggal 07 Januari Pendidikan awal dimulai di Taman Kanak Kanak Widiasastra pada tahun Dilanjutkan ke jenjang pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 2 Tunjuk pada tahun Selanjutnya ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tabanan pada tahun Kemudian naik ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tabanan pada tahun Selanjutnya pada tahun 2010 melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menjadi mahasilswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitian seperti Panitia Hari AIDS sedunia sebagai koordinator sie Dana dan Usaha, panitia DIES NATALIS KPB ke-53 Yogyakarta dan panitia Nyepi Tahun Baru Saka 1934 propinsi D.I.Yogyakarta. Penulis juga aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya penulis pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Universitas Sanata Dharma periode 2012/2013 serta pernah menjabat menjadi Koordinator Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Fakultas Farmasi selama periode 2012/2013.

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan

Obat yang termasuk golongan ini ialah : a. Sulfonamid, b. Trimetoprin, c. Asam p-aminosalisilat (PAS), dan 1. Antibiotik Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau

Lebih terperinci

membunuh menghambat pertumbuhan

membunuh menghambat pertumbuhan Pengertian Macam-macam obat antibiotika Cara kerja / khasiat antibiotika Indikasi dan kontraindikasi Dosis yang digunakan Efek samping dan cara mengatasinya Obat Antibiotika - 2 Zat kimia yang secara alami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotika 2.1.1 Definisi Antibiotika Antibiotika adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur) yang mempunyai efek menghambat atau menghentikan suatu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotika 1. Definisi Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. oleh seorang Kepala yang disebut Direktur Utama. Peningkatan Kesehatan lainnya serta Melaksanakan Upaya Rujukan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil RSUP H. Adam Malik Medan RSUP H. Adam Malik Medan adalah unit Pelaksana Teknis di lingkungan Kementrian Kesehatan yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Direktur

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pelayanan Informasi Obat a. Definisi PIO (pelayanan informasi obat) adalah kegiatan penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pasien dengan kasus infeksi dan penggunaannya dapat bersifat empiris atau BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penggunaan Antibiotik Berdasarkan penggunaannya, antibiotik dibagi menjadi dua yaitu antibiotik terapi dan antibiotik profilaksis. Antibiotik terapi digunakan pada pasien dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Sekitar 10-40% anggaran kesehatan di dunia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif menggunakan desain cross sectional. Desain cross sectional digunakan untuk menentukan angka prevalensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di daerah tropis seperti Indonesia banyak dijumpai penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman, maka untuk menanggulanginya diperlukan antibiotik. Penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Resistensi bakteri terhadap antimikroba telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia, dengan berbagai dampak yang merugikan sehingga dapat menurunkan mutu pelayanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Data Profil Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa penyakit infeksi dan parasit tertentu menempati urutan kedua dari data 10 penyakit utama penyebab kematian di rumah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Infeksi Nosokomial (INOS) Infeksi nosokomial (INOS) adalah infeksi yang tidak timbul atau mengalami inkubasi sebelum dirawat di rumah sakit, tetapi terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati infeksi bakteri. Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri berubah dalam merespon pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis

Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis Antibiotik untuk Mahasiswa Kedokteran, oleh V. Rizke Ciptaningtyas Hak Cipta 2014 pada penulis GRAHA ILMU Ruko Jambusari 7A Yogyakarta 55283 Telp: 0274-882262; 0274-889398; Fax: 0274-889057; E-mail: info@grahailmu.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi penyakit infeksi memiliki kecenderungan yang masih cukup tinggi meskipun terapi pengobatan dan pencegahan terhadap kejadian infeksi semakin berkembang.

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DI BANGSAL ANAK RSUP Dr. KARIADI SEMARANG PERIODE AGUSTUS-DESEMBER 2011 LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Disusun untuk memenuhi sebagaian persyaratan guna mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi menjadi salah satu masalah kesehatan yang penting bagi masyarakat, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Obat yang sering diresepkan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat Obat merupakan bahan yang digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pneumonia merupakan penyakit yang banyak membunuh anak usia di bawah 5 tahun dibanding penyakit lainnya di setiap negara di dunia. Pada tahun 2004, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan masyarakat utama bagi negara maju dan berkembang. WHO mengemukakan bahwa penyakit ini merupakan penyebab utama

Lebih terperinci

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013

Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Antibiotic Utilization Of Pneumonia In Children Of 0-59 Month s Old In Puskesmas Kemiling Bandar Lampung Period Januari-October 2013 Advisedly, Tarigan A, Masykur-Berawi M. Faculty of Medicine Lampung

Lebih terperinci

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI

KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN SKRIPSI KAJIAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN PNEUMONIA DENGAN METODE GYSSENS DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN 2012-2013 SKRIPSI Oleh NOVIA TUNGGAL DEWI K 100 100 027 FAKULTAS FARMASI

Lebih terperinci

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik

ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik ALUR GYSSEN Analisa Kualitatif pada penggunaan Antibiotik Dra. Magdalena Niken Oktovina,M.Si.Apt. Farmasi klinik Instalasi Farmasi dan Anggota Sub.Komite Program Pengendalian Resistensi Antibiotik Abstrak

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE DDD (DEFINED DAILY DOSE) PADA PASIEN ANAK DI RAWAT INAP BANGSAL INSKA II RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI JUNI 2013 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diberikan antibiotik pada saat dirawat di rumah sakit. Dari jumlah rekam medik A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini telah dilakukan di RSU Puri Asih Salatiga pada tanggal 23-25 Januari 2017. Data penelitian diperoleh dari 67 rekam medis pasien

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health

BAB 1 PENDAHULUAN. Sebagai contoh, setiap tahunnya pengeluaran United States (US) health BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lebih dari 80 tahun, antibiotik digunakan untuk menyembuhkan infeksi akibat bakteri baik yang didapatkan dari komunitas maupun di rumah sakit. Akan tetapi, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rasionalitas obat (ketepatan pengobatan) adalah pemakaian obat yang rasional dimana pasien menerima pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan klinis (Saraswati,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu infeksi tropis yang masih menjadi masalah kesehatan terutama di negara negara berkembang. Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan setiap

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III (Penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada Tahun 2011) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya di negara berkembang. Obat-obat andalan untuk mengatasi masalah

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang.

BAB IV METODE PENELITIAN. Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. dari instansi yang berwenang. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini, disiplin ilmu yang dipakai meliputi bidang Ilmu Kesehatan Anak dan Farmakologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Ruang lingkup

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh : Tri Ika Kusuma Ningrum NIM : G2A

ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun oleh : Tri Ika Kusuma Ningrum NIM : G2A EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK BERDASAR KRITERIA GYSSENS PASIEN RAWAT INAP KELAS III DI BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM RSUP Dr. KARIADI PERIODE AGUSTUS DESEMBER 2008 ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH Diajukan

Lebih terperinci

EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DI RUANG KELAS 3 INFEKSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM SECARA PROSPEKTIF TESIS

EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DI RUANG KELAS 3 INFEKSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM SECARA PROSPEKTIF TESIS UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA DENGAN METODE GYSSENS DI RUANG KELAS 3 INFEKSI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK RSCM SECARA PROSPEKTIF TESIS DINA SINTIA PAMELA 0906495173

Lebih terperinci

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO

KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO KAJIAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK DALAM TERAPI DEMAM TYPHOID PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI RSUD Dr. M.M DUNDA LIMBOTO Siti Nurmanti Badu, Teti Sutriyati Tuloli, Nurain Thomas *) *) Jurusan Farmasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi merupakan peristiwa masuknya mikroorganisme ke suatu bagian di dalam tubuh yang secara normal dalam keadaan steril (Daniela, 2010). Infeksi dapat disebabkan

Lebih terperinci

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN

KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN ABSTRAK KETEPATAN DOSIS PERESEPAN SIRUP KOTRIMOKSAZOL PADA BALITA PENDERITA DIARE SPESIFIK DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN Riska Ramdaniyah 1 ; Ratih Pratiwi Sari 2 ; Erwin Fakhrani 3 Ketepatan

Lebih terperinci

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat

Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat Peresepan Antibiotik pada Pasien Anak Rawat Jalan di BLUD RS Ratu Zalecha Martapura: Prevalensi dan Pola Peresepan Obat (Antibiotic prescription of children outpatient in BLUD RS Ratu Zalecha Martapura:

Lebih terperinci

RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S

RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S ABSTRAK RASIONALITAS KRITERIA TEPAT DOSIS PERESEPAN COTRIMOXAZOLE PADA PENGOBATAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT PADA BALITA DI PUSKESMAS S.PARMAN BANJARMASIN Nurul Faijah 1 ; Roseyana Asmahanie 2 ; Apt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi sampai saat ini masih termasuk jenis penyakit yang hampir selalu menempati urutan teratas, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang dilakukan di RSUD Kabupaten Temanggung ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional yaitu jenis pendekatan penelitian

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009)

STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) STUDI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN RAWAT INAP PENDERITA INFEKSI SALURAN KEMIH DI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER (PERIODE JANUARI-DESEMBER 2009) SKRIPSI Oleh : Raden Yudho Pramono NIM. 042210101033 BAGIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ISK merupakan keadaan tumbuh dan berkembang biaknya kuman dalam saluran kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai infeksi di kandung kemih dengan jumlah bakteriuria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kualitas hidup pasien dan menimbulkan masalah ekonomi (Ducel dkk., 2002). Pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi luka operasi (ILO) merupakan salah satu infeksi nosokomial yang sering terjadi. Infeksi ini dapat menyebabkan ketidakmampuan fungsional, stress, penurunan kualitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Antibiotika di Peternakan Antibiotika adalah senyawa dengan berat molekul rendah yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagian besar antibiotika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika

BAB I PENDAHULUAN. Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat merupakan salah satu intervensi medis yang paling efektif, jika digunakan secara tepat dan rasional. 1 Penggunaan obat secara rasional adalah pasien mendapatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sepsis adalah terjadinya SIRS ( Systemic Inflamatory Respon Syndrome) yang disertai dengan adanya infeksi pada organ tertentu berdasarkan hasil biakan positif di tempat

Lebih terperinci

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA BERDASARKAN METODE PRESCRIBED DAILY DOSE (PDD) PADA PASIEN ANAK RAWAT INAP DI BANGSAL INSKA II RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JANUARI - JUNI 2013 Skripsi Diajukan

Lebih terperinci

* Dosen FK UNIMUS. 82

* Dosen FK UNIMUS.  82 Evaluasi Penggunaan Obat Pada Pasien Demam Tifoid Di Unit Rawat Inap Bagian Anak dan Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Sleman Periode Januari Desember 2004 Drug Use Evaluation of Adults and Children

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Data di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta didapatkan jumlah rekam medik yang tercatat dengan kode tindakan operasi pada semua bagian periode bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh

II. TINJAUAN PUSTAKA. Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh II. TINJAUAN PUSTAKA A. Antibiotik Antibiotik merupakan komponen alami ataupun sintetik yang dapat membunuh bakteri, terdapat banyak jenis antibiotik yang bekerja secara berbeda terhadap bakteri, biasanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian observasional deskriptif untuk mengetahui rasionalitas penggunaan antibiotik pada pasien ILO. Data dikumpulkan secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dengan diagnosa penyakit diare di bangsal rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakter Subyek Penelitian 1. Distribusi pasien yang terdiagnosa diare anak Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data rekam medik pasien anak dengan diagnosa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan rumah sakit. Penggunaan

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan rumah sakit. Penggunaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan yang berlebihan banyak terjadi di dunia, baik dalam lingkungan masyarakat maupun dalam lingkungan rumah sakit. Penggunaan yang berlebihan dan tidak sesuai

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI

PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENANGANAN KASUS INFEKSI H M Bakhriansyah, dr., M.Kes., M.Med.Ed Bagian Farmakologi FK UNLAM BANJARBARU Pendahuluan Terminologi Antibiotik Antiparasit Antijamur Antiprotozoa

Lebih terperinci

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014

MEDIKA TADULAKO, Jurnal Ilmiah Kedokteran, Vol.1 No.2 Mei 2014 RASIONALITAS PEMBERIAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DI RSUD UNDATA PALU TAHUN 2012 Puspita Sari*, Oktoviandri Saputra** * Bagian Patologi Klinik, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/ tanpa darah dan dengan/ tanpa lendir BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1 Definisi Diare Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi (buang air besar) lebih dari biasanya ( 3 kali/ hari) disertai perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kejadian HAIs 2.1.1 Definisi Menurut definisi dari WHO (World Health Organization) HAIs (Healthcare Associated Infections) atau HAIs merupakan infeksi pada pasien di rumah sakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan lebih dari seperempat masyarakat Indonesia pernah mengalami infeksi pernafasan, dengan prevalensi infeksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Seringkali, buang air besar yang berbentuk cair bukanlah diare. Hanya bayi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Diare adalah buang air besar yang sering dan cair, biasanya paling tidak tiga kali dalam 24 jam. Namun, lebih penting konsistensi tinja dari pada

Lebih terperinci

HUBUNGAN USIA ANAK DAN DIAGNOSIS DENGAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK Di Puskesmas Rowosari Semarang

HUBUNGAN USIA ANAK DAN DIAGNOSIS DENGAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK Di Puskesmas Rowosari Semarang HUBUNGAN USIA ANAK DAN DIAGNOSIS DENGAN RASIONALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ANAK Di Puskesmas Rowosari Semarang LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pada penelitian yang berjudul Evaluasi Ketepatan Penggunaan Antibiotik untuk Pengobatan ISPA pada Balita Rawat Inap di RSUD Kab Bangka Tengah Periode 2015

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian yang berjudul Evaluasi ketepatan penggunaan antibiotik untuk pengobatan ISPA pada balita rawat inap di RSUD Kab Bangka Tengah periode 2015 ini

Lebih terperinci

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik

Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pre-eklamsia adalah hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan yang biasanya terjadi setelah 20 minggu kehamilan. Pada pre-eklamsia, ditandai dengan hipertensi

Lebih terperinci

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014

PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID DI PUSKESMAS BANCAK KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2014 Prosiding Seminar Nasional Peluang Herbal Sebagai Alternatif Medicine Tahun 201 ISBN: 978-602-196-2-8 Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim PERBEDAAN EFEKTIVITAS ANTIBIOTIK PADA TERAPI DEMAM TIFOID

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

LAPORAN AKHIR HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEBELUM DAN SESUDAH PELATIHAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SECARA BIJAK Penelitian di Instalasi Rawat Jalan Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi LAPORAN AKHIR HASIL

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS POTENSIAL KATEGORI DOSIS PADA PASIEN DI INSTALASI RAWAT JALAN POLI ANAK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO PERIODE JANUARI JUNI 2007 SKRIPSI Oleh : TRI HANDAYANI

Lebih terperinci

DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA

DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA DRUG RELATED PROBLEMS (DRP s) OF ANTIBIOTICS USE ON INPATIENTS CHILDREN IN SARI MEDIKA CLINIC AMBARAWA Nova Hasani Furdiyanti, Nyla Amelia Maharani, Meilinda Saputri novahasani@gmail.com ABSTRACT Infection

Lebih terperinci

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3

ABSTRAK. Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin Fakhrani 3 ABSTRAK KETEPATAN DOSIS PERESEPAN AMOXICILLIN SIRUP KERING PADA BALITA TERDIAGNOSA INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA) DI PUSKESMAS ALALAK TENGAH BANJARMASIN Zurayidah 1 ;Erna Prihandiwati 2 ;Erwin

Lebih terperinci

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL

Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL Oleh: Sri Adi Sumiwi PENGGUNAAN OBAT RASIONAL PENGERTIAN : PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR): Apabila Pasien menerima pengobatan PENGGUNAAN OBAT RASIONAL, WHY? Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Penggunaan obat yang rasional Menurut WHO penggunaan obat yang rasional diartikan sebagai penggunaan obat ketika pasien mendapatkan obat sesuai dengan kebutuhan

Lebih terperinci

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA 1 AMINOGLIKOSIDA 2 AMINOGLIKOSIDA Mekanisme Kerja Ikatan bersifat ireversibel bakterisidal Aminoglikosida menghambat sintesi protein dengan cara: 1. berikatan dengan subunit 30s

Lebih terperinci

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA

INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA INTISARI KESESUAIAN DOSIS CEFADROXIL SIRUP DAN AMOKSISILIN SIRUP PADA RESEP PASIEN ANAK DI DEPO UMUM RAWAT JALAN RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Mega Lestari 1 ; Amaliyah Wahyuni, S.Si., Apt 2 ; Noor Hafizah,

Lebih terperinci

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu :

Di bawah ini diuraikan beberapa bentuk peresepan obat yang tidak rasional pada lansia, yaitu : Peresepan obat pada lanjut usia (lansia) merupakan salah satu masalah yang penting, karena dengan bertambahnya usia akan menyebabkan perubahan-perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik. Pemakaian obat

Lebih terperinci

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 4 No. 3 Agustus 2015 ISSN 1) EVALUASI KERASIONALAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PENGOBATAN BRONKITIS KRONIK PASIEN RAWAT JALAN DI RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JUNI 2013-JUNI 2014 2) 1) Abraham Sanni 1), Fatimawali 1),

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi dari membran mukosa saluran pencernaan yaitu di lambung, usus halus dan usus besar. Gastroenteritis ditandai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya di Indonesia. Infeksi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah

Lebih terperinci

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt

FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI. Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt FARMAKOLOGI ANTIBIOTIK/ ANTIBAKTERI Dosen Pengampu Tuty Mulyani, M.Sc., Apt Disusun oleh kelompok 2 1.Afifah ( 1648201110103 ) 2. Annisa Husna (1648201110107) 3. Debi Karlina Indriani (1648201110111 )

Lebih terperinci

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA PERBEDAAN KUALITAS PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA ANAK DENGAN DEMAM TIFOID DI KELAS III DAN NON KELAS III (Penelitian di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada Tahun 2011) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Diajukan untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan

Lebih terperinci

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA

PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA PROFIL PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN ISPA DI BEBERAPA PUSKESMAS KOTA SAMARINDA Rizki Khairunnisa*, Hajrah, Rolan Rusli Laboratorium Penelitian dan Pengembangan FARMAKA TROPIS Fakultas Farmasi Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. 1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan rancangan cross sectional. Pengambilan data yang dilakukan secara retrospektif melalui seluruh

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Pada penelitian ini disiplin ilmu yang dipakai meliputi Bidang Farmakologi, Ilmu Mikrobiologi Klinik dan Ilmu Kesehatan Anak 4.2 Tempat dan waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan kasus per penduduk per tahun, atau kurang lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Demam tifoid dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang (Riyatno dan Sutrisna, 2011). Perkiraan angka kejadian demam tifoid bervariasi dari 10 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. 16. Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi 18,17 :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri. 16. Berdasarkan toksisitas selektif, antibiotik dibagi menjadi 18,17 : BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Antibiotik pertama kali ditemukan oleh Alexander Flemming pada 1928, merupakan molekul/zat yang dapat membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Pemberian antibiotik merupakan pengobatan yang utama dalam penatalaksanaan penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang harus benar-benar diperhatikan oleh setiap orang tua. Upaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak akan menjadi penerus bangsa, dengan punya anak yang sehat dan cerdas maka akan kuatlah bangsa tersebut. Selain itu kesehatan anak merupakan masalah besar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persalinan caesar di dunia terus mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Persalinan caesar di dunia terus mengalami peningkatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Persalinan caesar di dunia terus mengalami peningkatan prevalensi. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menerbitkan literatur yang mencatat angka rata-rata persalinan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik 2.1.1 Defenisi Antibiotik Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi, istilah antibiotik sebenarnya

Lebih terperinci

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012

ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 ABSTRAK PERBANDINGAN POLA RESISTENSI KUMAN PADA PENDERITA PNEUMONIA DI RUANGAN ICU DAN NON ICU RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG TAHUN 2012 Maria F. Delong, 2013, Pembimbing I : DR. J. Teguh Widjaja, dr., SpP.,

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG

ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ANALISIS KUALITATIF PENGGUNAAN ANTIBIOTIK GOLONGAN SEFALOSPORIN DI RUMAH SAKIT X KUPANG ABSTRAK Maria Roberty Tressy Da Helen Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Indikator WHO 1993 Indikator WHO 1993 adalah suatu metode untuk melihat pola penggunaan obat dan dapat secara langsung menggambarkan tentang penggunaan obat yang tidak sesuai.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan

BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA. pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan menyediakan pelayanan digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan

Lebih terperinci

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA

POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA POLA PERESEPAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DI PUSKESMAS DALAM WILAYAH KOTA PARIAMAN SKRIPSI OLEH DAENG ERLANGGA 1211013016 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2017 ii iii KATA PENGANTAR

Lebih terperinci