BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.1 Pengertian Anak Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21(dua puluh satu) dan belum pernah kawin. Anak merupakan generasi penerus cita-cita bangsa yang dipersiapkan untuk dapat menggantikan para pendahulunya. Oleh sebab itu, agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Didalam UU RI No. 23 Tahun 2002 pasal 1 Tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang ada di dalam kandungan. Sedangkan menurut UU Kesejahteraan Anak di dalam pasal 1 ayat 2 menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang berusia 21 tahun atau anak yang belum menikah. Anak adalah manusia yang masih kecil, dan bukan pula orang yang disebut dewasa. Didalam kehidupannya anak patut memiliki kesejahteraan yaitu suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan kehidupan secara wajar, baik secara jasmani maupun secara rohani dan sosial. Anak merupakan harapan bangsa dan orang tua akan selalu berusaha agar anak mereka menjadi apa yang diinginkan dengan memberikan seluruhnya yang ada pada orang tua, yang akan diberikan kepada anaknya.

2 A.2 Pelayanan Sosial Pelayanan sosial dalam arti sempit, adalah bantuan yang diberikan pada orangorang miskin, pada orang-orang terlantar, yang terkena bencana alam, serta bantuanbantuan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang-orang kurang mampu secara ekonomi. Pelayanan sosial terdiri dari dua kata pelayanan dan sosial. Pelayanan berarti pemberian bantuan atau pertolongan bagi anak-anak terlantar, keluarga miskin, cacat, tuna susila dan sebagainya. Kemudian Alfred J. Khan (Sumarnugroho, 1987:72) mengemukakan pendapatnya tentang pelayanan sosial sebagai program-program yang dilakukan tanpa mempertimbangkan kriteria pasar umtuk menjamin suatu tingkatan dasar dalam penyediaan fasilitas pemenuhan kebutuhan akan kesehatan, pendidikan dan kesejahteraan, untuk meningkatkan kehidupan bermasyarakat, serta kemampuan menjangkau dan menggunakan pelayanan serta lembaga-lembaga yang telah ada, dan membantu warga masyarakat yang mengalami kesulitan dan keterlantaran. A.3 Konsep Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang luas dan mencakup berbagai segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu hal yang menjadi ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera, berawalan kata ke dan berakhiran kata an. Sejahtera berarti aman sentosa, makmur, atau selamat, artinya terlepas dari segala macam gangguan dan kesukaran. Istilah sosial berasal dari kata bahasa latin ; socius yang berarti kawan atau teman. Manusia lahir dengan apa adanya, kemudian memulai hidup saling berkawan dan saling membina kesetiakawanan. Menurut Dr. J. A. Ponsioen, dikutip T. Sumarnogroho (1982), istilah sosial mempunyai arti yang berbeda :

3 1. Sosial diartikan sebagai suatu indikasi daripada kehidupan bersama mahluk manusia, umpamanya dalam kebersamaan rasa, berfikir, bertindak, dan dalam hubungan antar manusia 2. Istilah sosial pada abad ke 19 mempunyai konotasi yang berbeda, lebih sentimental dan karena itu menjadi agak kabur seperti beberapa istilah yang agak serupa yang dikaitkan dengan persoalan kemiskinan dan ketelantaran orang (misalnya; pekerjaan sosial, pelayanan sosial, aksi sosial). Meskipun demikian dari konotasi ini kemudian berkembang dalam segala arah yang bersangkut paut dengan pembaharuan masyarakat yang bertujuan menanggulangi kemiskinan dan keterlantaran. Kesejahteraan sosial dewasa ini lebih ditujukan guna mencapai produktivitas yang maksimum, setiap masyarakat perlu mengembangkan cara-cara meningkatkan kemampuan, melindungi mayarakat dari gangguan-gangguan dan masalah-masalah yang dapat mengurangi dan merusak kemampuan yangs telah dimilki. Melihat konsepsi kesejahteraan sosial, perlu didapat pemahaman. Oleh karena itu, beberapa definisi atau pengertian tentang kesejahteraan sosial dapat dikemukakan sebagai berikut : 1. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kesejahteraan sosial sebagai suatu kondisi atau keadaan sejahtera baik fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Dan ini merupakan suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal-balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui tehnik-tehnik dan metodemetode dengan maksud supaya memungkinkan individu-individu, kelompokkelompok, maupun komunitas memenuhi kebutuhan dan memecahkan

4 masalah dan penyesuaian diri mereka terhadap pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi ekonomi dan sosial 2. Arthur Dunham mengemukakan kesejahteraan sosial sebagai suatu bidang usaha manusia, dimana didalamnya terdapat berbagai macam badan dan usaha sosial yang tujuannya meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial pada bidang-bidang kehidupan keluarga anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang, standar-standar kehidupan dan hubungan-hubungan sosial. Pelayanan kesejahteraan sosial memberikan perhatian utama terhadap individu, kelompok, komunitas dan kesatuan-kesatuan pendukung yang lebih luas. 3. Walter Friedlander Social welfare is the organize system of social servicesand institutions, designed to aid individuals and group to attain satisfying standartds of life and health. (kesejahteraan sosial merupakan suatu sistem yang terorganisasi dari intitusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu individu ataupun kelompok agar dapat mencapai stabdar hidup dan kesehatan yang lebih memuaskan). 4. Menurut UU No.6 Tahun 1974 kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusialaan, dan ketentraman lahir batin, yang memungkinkan bagi setiap warga Negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhankebutuhan jasmaniah, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjungjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan pancasila. Kesejahteraan sosial mencakup berbagai tindakan yang dilakukan untuk meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Dimana berbagai usaha dilakukan dan dikembangkan agar dapat meningkatkan taraf hidup manusia, baik di bidang fisik, mental, emosional, sosial, ekonomi ataupun kehidupan spiritual.

5 Yang termasuk kesejahteraan sosial adalah peraturan perundangan, program, tunjangan, dan pelayanan yang menjamin dan memperkuat untuk memenuhi kebutuhan sosial yang mendasar dari masyarakat serta menjamin kesetentraman dalam masyarakat. (Elizabet Wickended) Pengertian yang dikembangkan oleh Pre-confrence Working Committee For the. International Confrence of social Welfare Kesejahteraan sosial sebagai suatu gerakan yang global Social Welfare is all the organized social arrangement which have as their direct ang primary objective the well being of people in social context. It includes the range of polices and sevices with various espects of people live-their income. Security, health, housing, education, recreation, cultural, ect. (Kesejahteraan sosial adalah keseluruhan usaha sosial yang teroganisir dan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks sosialnya. Didalamnya termasuk unsur kebijakan dan pelayanan dalam arti luas yang terkait dengan berbagai kehidupan dalam masyarakat seperti pendapatan, jaminan sosial, kesehatan, perumahan, pendidikan, rekreasi, tradisi budaya, dan lain sebagainya). Sehingga beberapa definisi diatas dapat ditarik pokok pikiran bahwa kesejahteraan sosial itu adalah suatu kondisi atau keadaan yang sejahtera fisik, sosial, maupun mentalnya yang bertujuan untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan, dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya dengan cara meningkatkan meningkatkan kemampuan individu, untuk memecahkan masalahnya dalam rangka memenuhi kebutuhannya tersebut.

6 A.4 Tujuan dan Fungsi Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial sebagai sistem mempunyai tujuan dan fungsi-fungsi, (Nurdin, 1989:32), tujuannya adalah : a. Untuk mencapai kehidupan yang sejahtera dalam arti tercapainya standar kehidupan pokok; sandang, perumahan, pangan, kesehatan, dan relasi-relasi sosial yang baik dengan lingkungannya. b. Untuk mencapai penyesuaian diri yang baik, apakah itu kepada masyarakat di lingkungannya, misalnya menggali sumber-sumber daya, meningkatkan, dan mengembangkan taraf hidup yang memuaskan Leonard Scneiderman, berdasarkan rumusan atau pendapat PBB dan beberapa ahli bidang kesejahteraan sosial secara terperinci menguraikan tujuan-tujuan sistem kesejahteraan sosial. a. System maintenance (sistem pemeliharaan) Tujuan kesejahteraan sosial mencakup pemeliharaan dan menjaga kesinambungan atau kelangsungan keberadaan serta nilai-nilai sosial b. System control Tujuannya adalah mengadakan kontrol secara efektif terhadap perilaku yang tidak sesuai atau menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada. Tujuan ini dapat dicapai dengan melakukan kegiatan : 1) Intensifikasi fungsi-fungsi pemeliharaan, berupa kompensasi, resosialisasi, dan penyadaran terhadap kelompok-kelompok penduduk yang berperilaku menyimpang agar supaya dapat mengembangkan pengawasan diri 2) Menggunakan prosedur-prosedur hukum dan peraturanperaturan untuk meningkatkan pengawasan eksternal dari

7 perilaku yang menyimpang; misalnya kerusakan dan kemunduran mental, kelalaian, dan kekejaman orang tua, pencegahan tindakan bunuh diri, kriminal. c. System change (sistem perubahan) Tujuan ini adalah mengadakan perubahan ke arah perkembangan suatu sistem yang lebih efektif bagi anggota masyarakat. Dalam hal ini sistem kesejahteraan sosial merupakan suatu alat untuk menghilangkan hambatan-hambatan terhadap terwujudnya : 1) Partisipasi dalam pengambilan keputusan secara penuh dan lebih adil 2) Distribusi sumber-smber yang lebih adil dan merata 3) Penggunaan kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam struktur sistem secara lebih banyak dan lebih adil Memperhatikan ketiga tujuan di atas, pelaksanaannya dapat dilihat pada program-program kesejahteraan sosial, misalnya program-program pengembangan masyarakat, ketenagakerjaan, kesehatan, kesejahteraan keluarga, kesejahteraan anak yang semuanya bertujuan untuk mencapai sasaran pemeliharaan, kontrol, dan perubahan. Fungsi-fungsi kesejahteraan sosial adalah mengorganisasi dari adanya disorganisasi. Pengertian reorganisasi mempunyai ukuran yang luas dan mendalam sehubungan dengan kegiatan-kegiatan yang mencakup pemulihan serta pemberian peranan-peranan baru Pada dasarnya fungsi-fungsi kesejahteraan sosial bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi tekanan-tekanan yang diakibatkan perubahanperubahan sosial ekonomi, menghindarkan terjadinya konsekuensi-konsekuensi sosial

8 yang negatif terhadap pembanguan serta menciptakan kondisi-kondisi yang mampu mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. 1) Fungsi Penyembuhan (Curative) Kesejahteraan sosial melaksanakan fungsi penyembuhan bila di dalamnya tercakup sekumpulan kegiatan yang ditujukan untuk menghilangkan kondisikondisi, ketidakmampuan fisik, emosional dan sosial agar orang yang mengalami masalah tersebut dapat berfungsi secara normal kembali di dalam masyarakat. 2) Fungsi Pencegahan (Preventive) Kesejahteraan sosial yang bersifat pencegahan ditujukan untuk memperkuat keluarga, kelompok-kelompok dan kesatuan-kesatuan masyarakat agar jangan sampai timbul masalah-masalah sosial yang baru. Di samping itu juga diuahakan pencegahan tingkah laku peroangan yang abnormal. 3) Fungsi pengembangan (Development) Kegiatan kesejahteraan sosial yang bersifat pengembangan tujuan-tujuan dan orientasinya untuk memberikan sumbangan langsung bagi proses pembangunan. Dalam hal ini kesejahteraan sosial bertindak sebagai suatu unsur pelaksana perubahan (Change agent), yaitu membantu peningkatan proses perubahan sosial berencana. Perubahan ini dapat mempengaruhi struktur dan fungsi-fungsi keluarga serta masyarakat, sehingga perlu disiapkan untuk memperoleh dan melaksanakan peranan-peranan serta tanggung jawab yang baru. 4) Fungsi penunjang (Suppotive) Kegiatan kesejahteraan sosial yang bersifat penembangan tujuan-tujuan dan orientasinya untuk memberikan sumbangan langsung bagi proses

9 pembangunan. Dalam hal ini kesejahteraan sosil bertindak sebagai suatu unsur pelaksana perubahan (change agent), yaitu membantu peningkatan proses perubahan sosial berencana. B. Usaha Kesejahteraan Sosial Usaha kesejahteraan sosial mengacu pada program, pelayanan dan berbagai kegiatan yang secara konkret (nyata) berusaha menjawab kebutuhan ataupun masalah yang dihadapi anggota masyarakat. Usaha kesejahteraan sosial itu sendiri dapat diarahkan pada individu; keluarga; kelompok; ataupun komunitas. Berdasarkan hal di atas dapat dirasakan bahwa kesejahteraan sosial tidaklah bermakna bila tidak diterapkan dalam bentuk usaha kesejahteraan sosial yang nyata menyangkut kesejahteraan masyarakat. Dari terminologi tersebut terlihat bahwa usaha kesejahteraan sosial seharusnya merupakan upaya yang konkret (nyata) baik ia bersifat langsung (direct service) ataupun tidak langsung (indirect service), sehingga apa yang dilakukan dapat dirasakan sebagai upaya yang benar-benar ditujukan untuk menangani masalah ataupun kebutuhan yang dihadapi warga masyarakat, dan bukan sekedar program, pelayanan ataupun kegiatan yang lebih dititik beratkan pada upaya menghidupi organisasinya sendiri ataupun menjadikan sebagai panggung untuk sekedar mengekspresikan penampilan diri person dalam suatu lembaga. Menurut Thelma Lee Mendoza, ada tiga tujuan utama yang terkait dengan kesejahteraan sosial (yang pada umumnya berhubungan dengan upaya memperoleh sumber dana yang sangat tebatas.), yaitu : 1. Tujuan yang bersifat Kemanusiaan dan Keadilan Sosial (Humanitorian and Social Justice Goals). Berdasarkan tujuan ini, usaha kesejahteraan sosial banyak diarahkan pada upaya pengidentifikasian kelompok yang paling tidak

10 mendapat perhatian; kelompok yang paling mempunyai ketergantungan; kelompok yang paling ditelantarkan; ataupun kelompok yang tidak mampu untuk menolong dirinya sendiri, dan menjadikan mereka kelompok sasaran dalam kaitan dengan upaya menjembatani sumber daya yang langka. 2. Tujuan yang terkait dengan Pengendalian Sosial (Social Control Goal). Tujuan ini berdasarkan pemahaman bahwa kelompok yang tidak diuntungkan; kekurangan; ataupun tidak terpenuhinya kebutuhannya dapat melakukan serangan (baik secara individu maupun kelompok) terhadap masyarakat (terutama yang sudah mapan). 3. Tujuan yang terkait dengan Pembangunan Ekonomi (Economic Development Goal). Tujuan pembangunan ekonomi memprioritaskan pada programprogram yang dirancang untuk meningkatkan produksi barang dan pelayanan yang dapat diberikan, ataupun berbagai sumber daya yang lain yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan ekonomi (Rukminto Adi, Isbandi, 1994:6-9) Usaha Kesejahteraan Sosial yang baik dan bermanfaat mengandung ciri-ciri khas : (a). Relevan: pelayanan atau bantuan yang disediakan sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat yang menjadi sasaran/penyandang masalah. (b). Konsisten: dilaksanakan secara terus menerus sampai terpecahkan masalah yang dialami oleh sasaran. (c). Aksesibel: pelayanan atau bantuan yang disediakan dapat dijangkau dan digunakan oleh sasaran. (d).partisipasif: ketertiban semua terkait, termasuk sasaran, dalam pelaksanaan pelayanan atau bantuan (

11 C. Kesejahteraan Anak Anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar, baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Sementara usaha kesejahteraan anak adalah kesejahteraan sosial yang ditujukan untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan anak-anak. (UU Kesejahteraan Anak No. 6 Tahun 1974) Dalam hal ini anak yang perlu mendapatkan perhatian adalah anak yang tidak mempunyai orang tua dan ibu kandung dan anak yang tidak mampu karena suatu sebab tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya baik secara rohani, jasmani, sosial dengan wajar. Dalam pelaksanaan usaha kesejahteraan sosial dapat dilakukan melalui 5 bidang praktek pekerjaan sosial (Sumarnogroho, 1987: 78) yaitu : 1. Usaha kesejahteraan anak 2. Usaha bimbingan kesejahteraan keluarga 3. Usaha kesejahteraan lanjut usia 4. Usaha Kesejahteraan para cacat 5. usaha kesejahteraan umum Berdasarkan Undang-undang nomor 6 Tahun 1974 tentang ketentuan pokok kesejahteraan sosial bahwa, setiap warga Negara berhak atas taraf sosial yang sebaikbaiknya, maka kesejahteraan anak merupakan hal yang perlu mendapat perhatian, karena masih banyak anak-anak yang tidak dapat menikmati masa kanak-kanaknya yang menyenangkan karena kondisi yang dihadapinya dan keadaan orang tuanya. Usaha kesejahteraan anak sebagai pembinaan pertumbuhan dan perkembangan secara wajar bagi anak yang akan menentukan keutuhan pribadi anak dalam menyonsong masa depannya untuk manusia dewasa yang dapat memenuhi kebutuhannya sendiri secara wajar adalah :

12 a) Bantuan sosial untuk anak-anak terlantar baik melalui panti maupun luar panti b) Rehabilitasi dan pendidikan anak cacat (cacat fisik, indera maupun mental) c) Perawatan anak-anak yang mengalami gangguan emosional d) Sistem usaha keluarga (foster home care) e) Adopsi anak perwalian f) Bimbingan anak g) Perkumpulan dan kegiatan untuk mengisi waktu senggang termasuk rekreasi serta bermain (play group) D. Anak Binaan Anak binaan yaitu anak yang diberi biaya pendidikan oleh seseorang dan bantuan untuk memenuhi kebutuhan baik jasmani maupun rohani, dan sosialnya. Anak binaan yang dimaksud disini yaitu anak yang telah mencapai umur 8 tahun tetapi belum mencapai 18 tahun dan belum pernah kawin yang berdasarkan keputusan pengadilan diserahkan pada Negara yang dididik dan ditempatkan pada panti asuhan Elida (Dirjen Hukum & Perundang-undangan, 1995 : Bab I) Yang menjadi pola pembinaan yaitu : 1. Macam pembinaan a. Pembinaan penyuluhan hokum b. Pembinaan penyuluhan rohani c. Pembinaan penyuluhan jasmani d. Pembinaan bimbingan bakat e. Pembinaan dalam bidang pendidikan dan integrasi

13 2. Tujuan dan kejelasan pola pembinaan 3. manfaat pola pembinaan 4. pelaksanaannya 5. sumber-sumber yang digunakan. E. Panti Asuhan Panti asuhan atau kesataun kerja yang merupakan prasarana dan sarana yang memberikan pelayanan sosial berdasarkan profesi pekerjaan sosial dan lembaga kesejahteraan sosial yang bergerak dalam bidang kesejahteraan anak, terutama bimbingan sosial dan pelayanan untuk anak-anak. Panti asuhan juga merupakan tempat merawat serta mendidik anak-anak terlantar dan kurang mampu dalam pendidikannya, sehingga mereka itu diharapkan dapat menolong dirinya sendiri serta berfungsi dalam masyarakat. Sebagai panti sosial, menurut M. Fadil Nurdin panti asuhan merupakan perwujudan fungsi-fungsi kesejahteraan sosial yang melahirkan bentuk-bentuk pelayanan sosial yang bervariasi. Penanganan kesejahteraan anak-anak terlantar dari sistem panti ini adalah pelayanan yang dilakukan dalam panti asuahan dimana panti asuhan berfungsi sebagai lembaga subsitusi keluarga yaitu keluarga pengganti untuk memperhatikan pertumbuhan dan perkembangan anak-anak terlantar yang dikenal dengan anak-anak binaan. Usaha-usaha kesejahteraan yang diberikan pada panti asuhan berupa peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan pendidikan dan keterampilan anak binaan, pemenuhan kebutuhan rohani, sosial, dan kesehatan, keterampilan sehingga anak-anak binaan tersebut diharapklan dapat mengembangkan pribadi, potensi, kemampuan dan minatnya secara optimal, sehingga panti asuhan sebagai lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan pengganti fungsi keluarga harus benar-benar memperhatikan fisik, mental,

14 dan sosial mereka agar pertumbuhan daan perkembangnnya dapat sesuai dengan tingkat usianya. Fungsi panti asuhan : 1. Fungsi perlindungan fungsi panti asuhan disini adalah untuk menghindarkan anak dari keterlantaran, perlakuan kekejaman atau semena-mena dari orang tua atau Walinya. 2. Fungsi pendidikan Panti asuhan berfungsi untuk membimbing, mengembangkan kepribadian anak binaan secara wajar melalui berbagai keahlian tehnik dan penggunaan fasilitas-fasilitas sosial demi tercapainya pertumbuhan dan perkembangan fisik, rohani dan sosial anak binaan. 3. Fungsi pengembangan Untuk mengembangkan kemampuan atau potensi anak binaan sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan yang baik, sehingga kelak anak tesebut dapat menjadi anggota masyarakat yang hidup layak dan penuh tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga maupun masyarakat. 4. Fungsi pencegahan Menghindarkan anak binaan dari pola tingkah laku sosial anak binaan yang bersifat buruk atau negatif. 5. Fungsi perawatan Merawat anak-anak binaan dengan kasih sayang sebagaimana orang tua. Pelayanan panti asuhan disini merupakan wujud dari fungsi lembaga kesejahteraan sosial dalam menangani masalah kesejahteraan anak, khususnya anak-anak yang tidak mampu ekonominya dan anak-anak yang terlantar.

15 Sebagai lembaga sosial panti asuhan mempunyai tugas pokok seperti yang dijelaskan pasal 4 ayat 1 Keputusan Menteri Sosil RI. No HUK 3.3.8/239 Tahun 1974 yakni : 1. Mempersiapkan mereka yang dilayani sedemikian rupa, sehingga menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawab dan berdaya guna, baik dalam kedudukan sebagai anggota masyarakat. 2. Mengembangkan potensi yang terdapat pada mereka yang dilayani secara berencana dan terarah, sehingga mereka dapat menjalankan fungsi sosial mereka. 3. Menghindari terdapatnya jurang pemisah dalam hubungan pergaulan antara mereka yang dilayani dengan mayarakat sekeliling dengan cara menciptakan/mengadakan modus-modus yang bersegi pendekatan pribadi/sosial yang efektif dan efisien. 4. Menciptakan suasana hubungan yang serasi, baik antar mereka yang dilayani. Maupun dengan para pengasuhnya sehingga tercipta suasana kekeluargaan. 5. Mengusahakan penyaluran dan penempatan terhadap warga panti sosial keberbagai lapangan kerja sesuai dengan kemampuan dan keahliannya. 6. Memberikan motivasi kepada lingkungan masyarakat, untuk dapat lebih meningkatkan usaha-usaha praktis kesejahteraan sosial keluarga dan masyarakat, berdasrkan kemampuan yanga ada.

16 Dijelaskan pula dengan peraturan panti asuhan yaitu pada pasal 3 dalam Keputusan Menteri Sosial RI /239 Tahun Panti sosial berfungsi sebagai sarana dan prasarana pembinaan kegiatan sosial berdaya guna, efektif dan efisien serta bermanfaat bagi yang bersangkutan maupun masyarakat pada umumnya. 2. Panti sosial juga merupakan kegiatan kesejahteraan sosial bagi masyarakat yang memerlukan

17 F. Kerangka Pemikiran Di Indonesia semakin banyak terjadi masalah sosial yang mengakibatkan bertambahnya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial, dimana salah satunya adalah anak-anak menjadi terlantar. Anak terlantar atau tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak dapat dipenuhi dengan wajar. Yang termasuk anak terlantar adalah anak yatim, piatu, lainnya seperti keluarga yang tidak mampu yang mengalami hambatan dalam memenuhi kebutuhan baik jasmanai, rohani, dan sosial. Dalam usaha memelihara anak terlantar maka salah satunya dengan melalui panti asuhan, karena panti asuhan merupakan lembaga sosial yang berfungsi sebagai pengganti fungsi keluarga. Oleh karena itu panti asuhan Elida mengasuh dan membina anak-anak terlantar tersebut, sehingga anak-anak terlantar tersebut tidak lagi merasa kekurangan akan kebutuhannya baik jasmani maupun rohani. Di dalam panti asuhan Elida. Anak-anak terlantar mendapat pelayanan sosial yang bertujuan untuk membina dan meningkatkan kehidupan anak-anak terlantar. Adapun usaha-usaha kesejahteraan yang dilakukan oleh panti asuhan Elida terhadap anak-anak binaan Elida yang meliputi: peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok, peningkatan pendidikan keterampilan anak binaan, pemenuhan kebutuhan rohani, sosial, dan kesehatan.

18 G. Bagan Kerangka Pemikiraan Anak-anak Terlantar Panti Asuhan Elida Usaha-usaha Kesejahteraan yang dilakukan berupa : 1. Peningkatan pemenuhan kebutuhan pokok 2. Peningkatan pendidikan dan keterampilan anak binaan 3. pemenuhan kebutuhan rohani, sosial, dan kesehatan kesejahteraan Yang dicapai : 1. Kebutuhan sandang pangan terpenuhi 2. memperoleh pendidikan 3. kebutuhan fisik dan phisikis terpenuhi 4. sosialisasi dengan lingkungan 5. keterampilan

19 H. Definisi Konsep dan Definisi Operasional H.1 Definisi konsep Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk mengambarkan secara abstrak mengenai kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat penelitian (Singarimbun, 1989 : 33). Konsep penelitian diperlukan untuk menghindari salah pengertian tentang arti konsep yang digunakan dalam penelitian. Batasan-batasan konsep yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kesejahteraan anak binaan yaitu, suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar, baik secara jasmani, rohani, dan sosial, termasuk pendidikan, kesehatan, dan semua kebutuhan anak binaan. anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak terlantar dan kurang mampu. 2. Anak binaan yaitu, anak yang mempunyai masalah sosial yaitu anak-anak terlantar dan anak yatim piatu. 3. Pelayanan sosial yaitu, bantuan yang diberikan pada orang-orang miskin, pada orang-orang terlantar, yang terkena bencana alam serta bantuan-bantuan lainnya yang ditujukan untuk membantu orang-orang kurang mampu secara ekonomi. 4. Panti asuhan yaitu, lembaga sosial yang memberikan pelayanan sebagai tempat merawat serta mendidik anak-anak terlantar dan kurang mampu dalam pendidikannya, sehingga mereka dapat menolong dirinya sendiri. Dalam hal ini panti asuhan yang dimaksud adalah panti asuhan Elida.

20 H.2 Definisi Operasional Definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara untuk mengukur variabel (Singarimbun, 1989 :46). Adapun variabel yang akan diteliti antara lain Kesejahteraan, diukur dengan: 1. Terperhatikan kebutuhan sandang pangan. 2. Keterampilan. 3. Terperhatikan kebutuhan fisik dan phisikis. 4. Memperoleh pendidikan. 5. Sosialisasi dengan lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Anak terlantar merupakan salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial yang eksis hampir di semua masyarakat. Terdapat berbagai masalah sosial yang menjadi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama

BAB I PENDAHULUAN. norma yang mengatur kehidupannya menuju tujuan yang dicita-citakan bersama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Masyarakat adalah sekelompok manusia yang bertempat tinggal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Pengertian Pemetaan Pengertian pemetaan secara harfiah menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1987 : 859) adalah suatu proses, cara, perbuatan membuat peta, kegiatan pemotretan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat adil

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGANRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDENREPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGANRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDENREPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGANRAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDENREPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak dalah potensi serta penerus

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.744, 2017 KEMENSOS. Standar Rehabilitasi Sosial. Pencabutan. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.43, 2015 KEMENSOS. Rehabilitasi Sosial. Profesi. Pekerjaan Sosial. Standar. PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 1994

PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 1994 PERATURAN DAERAH PROPINSI LAMPUNG NOMOR 3 TAHUN 1994 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DIBIDANG USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL DARI PEMERINTAH DAERAH TINGKAT I KEPADA PEMERINTAH DAERAH TINGKAT

Lebih terperinci

KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL. ADMINISTRASI. SOSIAL. Kesejahteraan. Ketentuan Pokok.

KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL. ADMINISTRASI. SOSIAL. Kesejahteraan. Ketentuan Pokok. Bentuk: Oleh: UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 6 TAHUN 1974 (6/1974) Tanggal: 6 NOPEMBER 1974 (JAKARTA) Sumber: LN 1974/53; TLN NO. 3039 Tentang: Indeks: KETENTUAN-KETENTUAN POKOK

Lebih terperinci

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL - 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA MADIUN, Menimbang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1974 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa tujuan perjuangan Bangsa Indonesia untuk mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpotensi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berpotensi untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk sangat banyak dan sumber daya alam yang sangat melimpah ruah. Hal tersebut sangat berpotensi untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN. 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kajian Teori 1. Organisasi Dharma Wanita Persatuan 1.1 Latar Belakang Organisasi Dharma Wanita Persatuan Sebagaimana telah digariskan dalam Garis-Garis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat masa yaitu: masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja dan masa lanjut usia.

BAB I PENDAHULUAN. empat masa yaitu: masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja dan masa lanjut usia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Lingkaran kehidupan manusia dilihat dari penggolongan umur terdiri dari empat masa yaitu: masa bayi, masa kanak-kanak, masa remaja dan masa lanjut usia. Khususnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, enimbang: a. bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi pewaris kehidupan suatu bangsa. Oleh karena itu, keadaan bangsa mendatang tergantung dari usaha yang dilakukan bangsa tersebut kepada

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun 1997 T e n t a n g PENYANDANG CACAT UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

USAHA KESEJAHTERAN ANAK BAGI ANAK YANG MEMPUNYAI MASALAH Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 2 Tahun 1988 Tanggal 29 Februari 1988

USAHA KESEJAHTERAN ANAK BAGI ANAK YANG MEMPUNYAI MASALAH Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 2 Tahun 1988 Tanggal 29 Februari 1988 USAHA KESEJAHTERAN ANAK BAGI ANAK YANG MEMPUNYAI MASALAH Peraturan Pemerintah (Pp) Nomor 2 Tahun 1988 Tanggal 29 Februari 1988 Menimbang : Presiden Republik Indonesia, a. bahwa anak sebagai tunas bangsa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita

BAB I PENDAHULUAN. faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak adalah bagian dari penerus generasi muda yang merupakan faktor sumber daya manusia yang berpotensi dan sebagai generasi penerus citacita perjuangan bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan serta dinikmati oleh manusia. Ketika seorang manusia lahir kedunia BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia memiliki hak untuk hidup dan mendapatkan kenyamanaan dalam kesejahteraan hidupnya. Hak tersebut merupakan hak yang seharusnya bisa dirasakan serta

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II. 1 Kesejahteraan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II. 1 Kesejahteraan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial BAB II TINJAUAN PUSTAKA II. 1 Kesejahteraan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial II.1.1 Kesejahteraan Sosial Kesejahteraan sosial adalah mencakup berbagai tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai

Lebih terperinci

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. bahwa usaha kesejahteraan sosial bagi penderita

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a.bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM

RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM 1 RANCANGAN QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 22 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR BISMILLAHIRRAHMANIRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG ATAS RAHMAT ALLAH YANG MAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga.

I. PENDAHULUAN. anak-anak yang putus sekolah karena kurang biaya sehingga. dan buruh pabrik tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarga. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan rakyat dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia namun hal itu belum terwujud dengan baik, karena masih banyak rakyat

Lebih terperinci

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya

Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Pencatatan Nama Orang Tua Bagi Anak Yang Tidak Diketahui Asal-usulnya Latar Belakang UUD 1945 menjamin warga negaranya untuk memiliki keturunan. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 28B ayat (1), yang

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN

BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN BAB II PENGANGKATAN ANAK MENURUT PP NOMOR 54 TAHUN 2007 A. Pengertian dan Dasar Hukum Pengangkatan anak. Pengangkatan anak disebut juga dengan adopsi, kata adopsi berasal dari bahasa latin adoptio yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kehidupan Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi Petani

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori Kehidupan Sosial Ekonomi Kondisi Sosial Ekonomi Petani 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Teori 2.1.1. Kehidupan Sosial Ekonomi Kehidupan sosial adalah kehidupan bersama manusia atau kesatuan manusia yang hidup dalam suatu pergaulan. Dalam kehidupannya manusia

Lebih terperinci

ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I. (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa)

ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I. (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa) ABSTRAK PERSEPSI APARATUR PEMERINTAH DESA TENTANG KEKERASAN TERHADAP ANAK DI DUSUN SRIMULYO I (Evi Meriani, Berchah Pitoewas, Yunisca Nurmalisa) Purpose of this research is analyze how is perceptions of

Lebih terperinci

PELAYANAN LANGUSNG DAN PELAYANAN TIDAK LANGSUNG DALAM PEKERJAAN SOSIAL Oleh : Suasa

PELAYANAN LANGUSNG DAN PELAYANAN TIDAK LANGSUNG DALAM PEKERJAAN SOSIAL Oleh : Suasa 4 PELAYANAN LANGUSNG DAN PELAYANAN TIDAK LANGSUNG DALAM PEKERJAAN SOSIAL Oleh : Suasa ABSTRAK Pekerja sosial dituntut keterampilan dalam mengenal sifat klien, situasi sekitar, komunikasi klien dengan masyarakat

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANTI ASUHAN DAN KETELANTARAN ANAK 2.1. Tinjauan tentang Panti Asuhan 2.1.1. Pengertian Panti Asuhan Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan panti asuhan sebagai rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

BAB I PENDAHULUAN. adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan seorang anak dimulai ditengah lingkungan keluarga, lingkungan keluarga adalah lingkungan pertama yang dimiliki seorang anak untuk mendapatkan pengasuhan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dan Syarat-Syarat

Lebih terperinci

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 70 Menimbang : Mengingat : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUASIN, a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Permasalahan sosial secara umum di Indonesia mencakup berbagai jenis masalah yang berkaitan dengan anak. Saat ini Departemen Sosial menangani 26 jenis PMKS

Lebih terperinci

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI

PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH. (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI PEMBINAAN DISIPLIN ANAK TUNA GRAHITA DI SEKOLAH (Studi Kasus di SLB Pelita Bangsa Kesamben Jombang) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG

BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG 1 BUPATI TANGGAMUS PROVINSI LAMPUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGGAMUS NOMOR : 02 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENGASUHAN ANAK DALAM LEMBAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (LKSA) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa penyandang cacat merupakan bagian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa setiap warga negara berhak untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pelaksanaan pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara global, diperkirakan sebanyak 24 juta orang telah menderita skizofrenia (WHO, 2009). Di Indonesia, menurut Riskesdas (2007), sebanyak 1 juta orang atau sekitar

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang)

Grafik 1.1 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Usia, 2014 (ribu orang) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern dan serba canggih seperti saat ini, ilmu pengetahuan dan teknologi sangat mempengaruhi segala aspek dalam perkembangan kehidupan manusia. Informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Ensiklopedia Umum (1977 : 129), disebutkan bahwa efektivitas BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Efektivitas Dalam setiap organisasi, efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan. Menurut Barnard, bahwa efektivitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas kesempatan kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Efektivitas 2.1.1 Pengertian Efektivitas Efektivitas merupakan unsur pokok untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah ditentukan dalam setiap organisasi. Efektivitas disebut

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan keseluruhan usaha yang terorganisir dan mempunyai tujuan yang sama dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat berdasarkan konteks

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang eksistensi proyek Bangsa Indonesia yang mempunyai tujuan untuk menyejahterakan rakyatnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Dan perjuangan pergerakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL I. UMUM PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL Pembangunan kesejahteraan sosial merupakan perwujudan dari upaya mencapai tujuan bangsa yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat

TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat TINJAUAN PUSTAKA Pemberdayaan dan Partisipasi Masyarakat Pemberdayaan mempunyai dua dimensi. Pertama, suatu proses mengalihkan kemampuan, kekuatan dan kekuasaan kepada masyarakat agar menjadi lebih berdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK

13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK 13 PEMENUHAN KEBUTUHAN PENDIDIKAN ANAK ASUH DI PANTI SOSIAL ASUHAN ANAK Oleh: Sella Khoirunnisa, Ishartono & Risna Resnawaty ABSTRAK Pendidikan pada dasarnya merupakan hak dari setiap anak tanpa terkecuali.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa penyandang cacat merupakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penyandang

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN BAGI LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA

Lebih terperinci

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA) Tentang: KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL WALIKOTA TANGERANG SELATAN, Menimbang : a. bahwa Penyandang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Pancasila

Lebih terperinci

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA

PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BANJARMASIN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Individu pada hakikatnya selalu mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan sepanjang hidup, artinya secara fisik individu akan terus tumbuh namun akan berhenti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi,

I. PENDAHULUAN. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai pribadi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan-keterampilan, sikap-sikap dan nilai-nilai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jones (1996: 295), pengertian program adalah cara yang disahkan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Jones (1996: 295), pengertian program adalah cara yang disahkan untuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Program Pelayanan Sosial 2.1.1 Program Menurut Jones (1996: 295), pengertian program adalah cara yang disahkan untuk mencapai tujuan, beberapa karakteristik tertentu yang dapat

Lebih terperinci

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN

Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM PUSANEV_BPHN Harkristuti Harkrisnowo KepalaBPSDM Kementerian Hukum & HAM Mengapa Instrumen Internasional? Anak berhak atas perawatan dan bantuan khusus; Keluarga, sebagai kelompok dasar masyarakat dan lingkungan alamiah

Lebih terperinci

PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT Copyright (C) 2000 BPHN PP 43/1998, UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT Menimbang: *35751 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 43 TAHUN 1998 (43/1998) TENTANG UPAYA PENINGKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN, Menimbang : a. bahwa anak adalah amanah dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyandang cacat tubuh atau disabilitas tubuh merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelum istilah Disabilitas mungkin kurang akrab disebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset dan generasi penerus bagi keluarga, masyarakat maupun suatu bangsa. Bagaimana kondisi anak pada saat ini, sangat menentukan kondisi keluarga,

Lebih terperinci

: PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA

: PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA 11 PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA Deskripsi Singkat Topik : Pokok Bahasan Waktu Tujuan : PEMBINAAN WILAYAH TINGKAT DESA : 1 (satu) kali tatap muka pelatihan selama 100 menit. : Untuk menanamkan pemahaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG PEMBINAAN ANAK JALANAN, GELANDANGAN, PENGEMIS DAN PENGAMEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se

-2- bertanggung jawab atas Pengasuhan Anak, demi terwujudnya perlindungan dan kesejahteraan Anak. Setiap Anak berhak untuk diasuh oleh Orang Tuanya se TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I SOSIAL. Pengasuhan Anak. Pelaksanaan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya perkembangan IPTEK pada era globalisasi sekarang ini membuat dunia terasa semakin sempit karena segala sesuatunya dapat dijangkau dengan sangat mudah.

Lebih terperinci

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju

2 Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetuju LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.185, 2014 KESEHATAN. Jiwa. Kesehatan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5571) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014

Lebih terperinci