BAB II TINJAUAN PUSTAKA
|
|
- Harjanti Ratna Hadiman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumah sebagai Wujud Fisik Kebudayaan Budaya menurut Amos Rapoport didefinisikan sebagai cara hidup yang khas, serangkaian simbol dan kerangka pikir, dan cara beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Budaya menurut para antropolog berarti kemanusiaan, sedangkan menurut Rapoport perubahan permukiman dipengaruhi oleh kekuatan sosial budaya termasuk agama, pola hubungan kekeluargaan kelompok sosial, cara hidup dan beradaptasi dan hubungan antar individu. Sistem Permukiman oleh Doxiadis, 1971, Permukiman adalah paduan antara unsur alam, manusia dengan masyarakatnya, dan unsur buatan berupa naungan dan networking Menurut Irwin Altman, Rumah merupakan hasil dari iklim, SDA dan lingkungan sosial. Menurut Amos Rapoport, 1969, rumah adalah suatu bentuk fenomena budaya dan pengaturannya sangat dipengaruhi oleh budaya lingkungannya. Kualitas lingkungan melibatkan variabel lokasi, fisik, psikologi dan sosial budaya Kebudayaan mempunyai 3 wujud, antara lain: 1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, normanorma, peraturan, adat istiadat, dan sebagainya. 2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktifitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat.
2 3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia (kebudayaan fisik), merupakan total dari hasil fisik dan aktifitas, perbuatan, dan karya manusia dalam masyarakat. (Koentjaraningrat, 1985, h. 1) Rumah adalah salah satu dari tiga wujud kebudayaan, yaitu kebudayaan fisik yang merupakan hasil dari dua wujud kebudayaan, yaitu ide-ide dan aktifitas manusia. Ditinjau dari fungsi rumah sebagai pusat kegiatan berbudaya, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah dan mempunyai hubungan erat yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya (transactional interpendency). Rumah akan melahirkan ide-ide, nilai-nilai, dan adat istiadat akan mengatur dan memberi arah kepada perbuatan (perilaku) dan karya manusia. Ide dan perbuatan akan menghasilkan suatu hasil karya (rumah). Sebaliknya rumah akan membentuk suatu lingkungan hidup tertentu yang berpengaruh terhadap pola-pola perbuatan, bahkan juga akan mempengaruhi cara berpikir penghuninya. Cara berpikir (ide-ide) akan selalu berkembang yang mengakibatkan perkembangan kebuadayaan fisik tersebut. Sebaliknya akibat pengaruh perkembangan hasil karya fisik juga akan mempengaruhi cara berpikir manusia (Gambar 2.1). Ide-ide Fisik Tingkah Laku Gambar 2.1 Hubungan tiga wujud fisik kebudayaan pada rumah
3 2.2 Pengertian Perumahan dan Permukiman Menurut UU Nomor 4 tahun 1994, perumahan dan pemukiman merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mempunyai peran strategis dalam pembentukan watak dan kepribadian suatu bangsa. Dalam perkembangannya istilah perumahan dan pemukiman tidak terpisahkan satu dengan lainnya dan tidak dapat dilihat hanya sekedar sarana untuk memenuhi salah satu kebutuhan dasar hidup manusia, tetapi harus dilihat sebagai proses bermukimnya manusia dalam menciptakan suatu ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya dan menampakkan jati dirinya sebagai manusia berbudaya. Menurut UU No. 4 tahun1994 ada beberapa unsur pokok yang terkait erat dalam pengertian perumahan dan pemukiman, yaitu: 1. Tempat hunian yang bersifat perlindungan dan sosialisasi manusia sebagai individu dalam lingkungan kecil. 2. Tempat hunian yang berfungsi lebih luas, memperlihatkan suatu unsur dengan unsur lainnya. 3. Adanya jaringan pelayanan yang memungkinkan manusia sebagai individu masyarakat menjalankan penghidupan dan kehidupannya. 4. Unsur pembatas yang terkait dengan tingkah laku manusia dalam penghidupan dan kehidupannya Pengertian perumahan Perumahan di definisikan sebagai kelompok hunian yang berfungsi sebagai tempat tinggal (hunian) yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana yang lengkap. Perumahan juga
4 merupakan tempat diselenggarakannya aktivitas dalam lingkungan pembatas sehingga suatu perumahan akan mengandung hal-hal berikut: 1. Terdiri dari sekelompok rumah-rumah dengan fungsi dan batasan tertentu. 2. Dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memungkinkan berlangsungnya kehidupan bermasyarakat antar keluarga dan pergerakan orang, barang maupun jasa antar rumah didalam lingkungan maupun dari dalam keluar atau dari luar kedalam lingkungan perumahan tersebut. 3. Lingkungan yang terdiri dari dua lingkungan utama: a. Lingkungan yang dihuni secara pribadi maupun bersama (toko/warung). b. Lingkungan tidak dihuni baik digunakan pribadi (pekarangan/halaman) maupun bersama (taman). 4. Prasarana dan sarana perumahan terdiri dari: a. Prasarana lingkungan berupa kelengkapan dasar fisik b. Sarana lingkungan merupakan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial dan ekonomi c. Utilitas umum berupa sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan. 5. Prasarana dan sarana lingkungan perumahan tersebut dibatasi jenis dan jangkauannya dan kelengkapan dasar pelayanan umum bersifat lingkungan yang mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Tidak merusak/menimbulkan pencemaran lingkungan
5 b. Memungkinkan terpeliharanya fungsi utama perumahan sebagai lingkungan hunian c. Tidak mengganggu aktifitas yang bersifat lintas kawasan. 6. Dibatasi jumlah penghuni, jenis pelayanan umum dan jangkauan kegiatan serta pergerakannya sehingga: a. Terjalin hubungan social ekonomi yang optimal antar warga b. Tercapai efektivitas dan efesiensi penyediaan pelayanan administrasi pemerintah dan pelayanan umum lainnya c. Terpelihara dari berbagai kegiatan yang dapat mengganggu fungsi utama sebagai hunian Pengertian pemukiman Didefinisikan sebagai bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung baik berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau lingkungan hunian maupun tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Jadi dari pemahaman tersebut diatas suatu pemukiman akan terdiri dari beberapa hal berikut: 1. Fungsi utama kawasan tersebut adalah hunian/tempat tinggal 2. Satuan lingkungan pemukiman yang diartikan sebagai kawasan perumahan akan mempunyai ciri sebagai berikut: a. Mempunyai luas wilayah dan jumlah penduduk tertentu b. Adanya sistem prasarana lingkungan
6 c. Adanya penataan ruang yang terencana dan teratur sehingga pelayanan dan pengelolaan kawasan optimal. 3. Dilengkapi dengan jaringan prasarana, sarana dan fasilitas lingkungan sehingga: a. Kehidupan dan penghidupan manusia baik secara individu/kelompok dapat berlangsung secara optimal b. Terjadinya pergerakan baik pergerakan manusia, barang maupun jasa didalam kawasan maupun antar kawasan c. Fungsi pemukiman dapat berdayaguna dan berhasil guna. 2.3 Interaksi Permukiman dan Lingkungan Sejarah dan proses perkembangan pemukiman diawali dari kebutuhan dan cara hidup manusia yang di awali dengan adanya kebutuhan dasar manusia (basic needs) yang harus dipenuhi. Aspek lainnya adalah letak geografisnya dan kondisi lingkungan sekitar. Menurut Amos Rapoport membangun sebuah rumah adalah fenomena budaya, bentuk dan organisasi ruangnya sangat dipengaruhi oleh pola hidup dan perilaku penghuninya (house, form & culture) Sejak awal rumah bukan hanya sekedar sebagai tempat perlindungan saja (shelter) tetapi banyak digunakan untuk menampung berbagai kegiatan manusia tersebut terutama dalam kaitan kepercayaan (ritual) yang dilakukan ketika membangun rumah tersebut hingga mendiaminya/menempatinya misalnya: upacara untuk memilih lokasi, membangun pondasi, menaikkan tiang, memasang atap, memasuki rumah dan sebagainya. Dalam hal ini rumah mempunyai fungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan sosial, bentuk rumah tinggal akan mengalami proses perkembangan sejalan dengan perkembangan
7 waktu, perkembangan budaya dan perubahan lingkungan sekitar bangunan. Proses perkembangannya dapat berubah, perubahan kualitas maupun kuantitas bangunan rumah tinggal. Perubahan kualitas misalnya rumah yang tadinya pengap dan gelap di dalam bangunannya berubah menjadi terang dan nyaman dengan menambahkan bukaan atau jendela pada dindingnya sedangkan perubahan kuantitas misalnya rumah yang tadinya mempunyai dua kamar tidur, sesuai dengan perkembangan jumlah penghuninya, ruangan di tambah menjadi 3-4 kamar tidur, serta ruang lainnya. Secara skematis intraksi antara unsur manusia dan lingkungan terhadap rumah tinggal dapat di gambarkan dalam gambar 2.2. Pandangan Hidup Interaksi sosial Kebudayaan adat Rumah tinggal Tingkah laku Etnik teknologi Lingkungan Hidup Kebutuhan fisik Fungsi ruang Bentuk material proses keterbatasan simbolisme ornamen simbolisme Gambar 2.2 Interaksi Permukiman dan Lingkungan
8 2.4 Tipomorfologi Permukiman Untuk memahami suatu tempat (place) yang dibentuk sebagai wadah dari kebutuhan manusia baik berupa rumah atau lingkungan permukiman, bisa dilakukan dengan membagi tiga komponen struktural yang ada pada tempat tersebut, yaitu tipologi, morfologi dan topologi (Scultz, 1988). Topologi merupakan tatanan spasial dan pengorganisasian spasial yang abstrak dan matematis. Morfologi merupakan artikulasi formal untuk membentuk karakter arsitektur, dan dapat dibaca melalui pola, hierarki dan hubungan ruang. Tipologi merupakan konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan dalam mengenal bagian-bagian arsitektur. Morfologi lebih menekankan pada pembahasan bentuk geometrik, sehingga dapat memberi makna pada ungkapan ruangnya dikaitkan dengan nilai ruang tertentu. Nilai ruang berkaitan erat dengan organisasi, hubungan dan bentuk ruang. Hierarki ruang disebabkan karena adanya nilai perbedaan bentuk ruang yang menunjukkan adanya derajat kepentingan baik secara fungsional, formal maupun simbolik. Sistem tata nilai tercipta karena ukuran, bentuk yang unik dan lokasi. Tipologi lebih menekankan pada konsep dan konsistensi yang dapat memudahkan masyarakat mengenal bagian-bagian arsitektur, yang mana hal ini dapat didukung dari pemahaman skala dan identitas. 2.5 Permukiman Sebagai Wadah Lingkungan Binaan Terbentuknya suatu lingkungan binaan dalam hal ini adalah permukiman, merupakan proses pewadahan fungsional yang dilandasi oleh pola aktivitas manusia serta adanya pengaruh setting (rona lingkungan) baik yang bersifat fisik maupun non fisik (sosial budaya) yang secara langsung mempengaruhi pola kegiatan dan proses pewadahannya. Rona
9 lingkungan akan saling berpengaruh dengan lingkungan fisik yang terbentuk oleh kondisi lokasi, kelompok masyarakat dengan sosial budayanya (Rapoport, 1969). Hubungan antar aspek budaya (culture) dan lingkungan binaan (environment) dalam kaitannya dengan perubahan berjalan secara komprehensif dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya masyarakat. Faktor pembentuk lingkungan dapat dibedakan menjadi dua golongan (Rapoport, 1969) yakni faktor primer (sosio culture factors) dan faktor sekunder (modifying factors). Lingkungan binaan dapat terbentuk secara organik atau tanpa perencanaan yang juga terbentuk melalui perencanaan. Pertumbuhan organik pada lingkungan permukiman tradisional terjadi dalam proses yang panjang dan berlangsung secara berkesinambungan. Lingkungan binaan merupakan refleksi dari kekuatan sosial budaya seperti kepercayaan, hubungan keluarga, organisasi sosial, serta interaksi sosial antara individu. 2.6 Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop
10 production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other s interests. Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun. 2.7 Karakteristik Permukiman Daerah Aliran Sungai Permasalahan spasial dan arsitektural pada lingkungan permukiman pada umumnya terkait pada aspek historis-kultural. Dalam permasalahan itu Pangarsa (dalam Soni, 2001) mengemukakan bahwa arsitektural dalam arti luas adalah wujud budaya material yang terletak di dalam kompleks perilaku dan ide-ide suatu masyarakat. Makna unsur-unsur fisik kota terpancang pada sejarahnya dan dalam latar belakang kebudayaannya (Kostof dalam Soni, 2001). Kebudayaan merupakan unsur non fisik yang mempengaruhi wajah suatu kota. Kebudayaan merupakan hasil pemahaman manusia terhadap dirinya dengan unsur-unsur lain di luar dirinya. Amos Rapoport (1969) menyatakan bahwa lingkungan alam merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi arsitektur.
11 Meskipun demikian faktor yang lebih kuat dalam menentukan bentuk dan tampilan arsitektur adalah faktor sosial dan kebudayaan. Arsitektur dan ruang kota tidak hanya merupakan cerminan dari fungsi tetapi juga merupakan perwujudan dari sistem budaya. Melalui pemahaman mengenai kebudayaan, struktur kemasyarakatan pada sekelompok masyarakat atau etnis tertentu maka akan dapat dilihat dan dipahami lingkungan binaan yang dibangun oleh kelompok tersebut (Kostof dalam Soni, 2001). Sehingga dengan kata lain untuk memahami dan membaca lingkungan pemukiman baik itu yang berskala kecil hingga skala kota perlu pula untuk memahami budaya yang melatarbelakangi terciptanya lingkungan binaan tersebut. Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa untuk mengetahui pola permukiman pada suatu kawasan kota pinggiran sungai tidak terlepas dari elemen-elemen perancangan kota yang diperoleh melalui pendekatan teori perancangan kota dengan melihat kota sebagai produk dari pengambilan keputusan banyak pihak dalam kurun waktu tertentu. Perancangan kota sebagai suatu perangkat kendali lahir karena kebutuhan perlunya suatu mekanisme yang dapat mempermudah penerapan kebijaksanaan perancangan kota terutama menyangkut produk perencanaan kota tersebut (Trancik, 1986). Dari sejarah perkembangan kehidupan bermukim manusia dan bertempat tinggal, terlihat bahwa manusia selalu mencari kemudahan-kemudahan dalam rangka kelangsungan hidup mereka pada tiap-tiap tahapan kehidupan bermukim dan bertempat tinggal tersebut. Kemudahan-kemudahan tersebut juga terwujud dalam kehidupan non fisik mereka. Aturanaturan, hukum-hukum dan norma-norma serta produk kebudayaan lainnya merupakan produk yang diciptakan dalam rangka memudahkan dan menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan mereka.
12 Lingkungan permukiman merupakan kumpulan berbagai artefak yang terjadi karena penggabungan antara tapak (site), peristiwa (event) dan tanda (sign). Jalan, ruang terbuka, type bangunan, dan elemen fisik lain pada tapak secara keseluruhan merupakan tanda adanya peristiwa tertentu. Hal ini menunjukkan suatu kelanggengan (permanence) yang sangat kompleks sehingga menjadi ciri suatu lingkungan permukiman (Rossi, 1984). 2.8 Elemen-elemen Pembentuk Pola Ruang Kota Pinggiran Sungai Karakteristik pola ruang pinggiran sungai diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas suatu kota yang terletak di pinggiran sungai, sesuai dengan potensi yang ada. Dalam hal ini menurut Eko Budihardjo (1991) bahwa karakter tersebut merupakan perwujudan lingkungan baik yang berbentuk fisik maupun non fisik. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Schultz (1980) bahwa karakter tersebut bisa diperoleh dari kondisi fisik lingkungan dan hal-hal lain yang tidak terukur seperti budaya, dan kehidupan sosial. Budaya dan pola sosial merupakan suatu sistem yang sudah stabil dan terpola di dalam place, yang dibangun sepanjang sejarah masyarakatnya. 2.9 Perkembangan Permukiman Daerah Aliran Sungai Bentuk kota atau kawasan merupakan hasil proses budaya manusia dalam menciptakan ruang kehidupannya, sesuai kondisi site, geografis, dan terus berkembang menurut proses sejarah yang mengikutinya. Menurut Kostof (1991), peran dan perkembangan masyarakat sangat berpengaruh dalam suatu proses pembentukan kota. Sehingga terbentuknya pola kota akan terus berkembang sebagai proses yang dinamis dan berkesinambungan tanpa suatu awal dan akhir yang jelas. Kota lahir dan berkembang secara spontan, diatur menurut pendapat masyarakat secara umum yang dipengaruhi oleh adat istiadat, kepercayaan, agama, sesuai dengan kondisi alamiah, sehingga lahir suatu pola kota organik yang berorientasi pada alam,
13 dan mempunyai sosial yang kuat. Berkembangnya masyarakat baik kuantitas maupun kualitas menuntut terbentuknya suatu kota yang lebih teratur, agar lebih mudah dan terarah pengorganisasiannya melalui pola grid. Sehingga bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kedua faktor alam dan faktor aspirasi masyarakat tersebut saling dikombinasikan untuk menghasilkan suatu pola yang harmonis antara kehidupan manusia dan lingkungan alamnya. Suatu kota yang berkembang terutama suatu kawasan permukiman berkembang karena adanya tuntutan untuk membentuk suatu kawasan yang terencana (planed city) yang dapat mengatur kehidupan masyarakat yang semakin kompleks. Namun tetap tidak terlepas dari budaya masyarakat itu sendiri. Salah satu konsep itu terlihat pada bentuk permukiman pada kawasan pinggiran sungai dimana tipe dan pola permukiman pada kawasan itu sendiri merupakan bagian dari pola penggunaan tanah yang akan menggambarkan struktur serta faktor yang mempengaruhinya. Secara garis besar, konsep atau ciri-ciri perumahan dan permukiman pada kawasan di pinggiran sungai di Indonesia dapat berupa berbagai pola-pola yaitu linier, clustered, dan lain sebagainya Macam-Macam Pola Permukiman Permukiman mempunyai berbagai pola yang umum terjadi akibat berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain: 1. Sub Kelompok Komunitas Pola permukiman tipe ini berbentuk cluster, terdiri dari beberapa unit atau kelompok unit hunian, memusat pada ruang-ruang penting, seperti penjemuran, ruang terbuka umum, masjid dan sebagainya (gambar 2.3).
14 Gambar 2.3 Pola Permukiman Sub Kelompok Komunitas 2. Face to face Pola permukiman tipe ini berbentuk linier, antara unit-unit hunian sepanjang permukiman dan secara linier terdapat perletakan pusat aktivitas yaitu tambatan perahu atau dermaga, ruang penjemuran, pasar dan sebagainya (gambar 2.4). Gambar 2.4 Pola Permukiman Face to Face
15 2.11 Struktur Ruang 1. Linier Pola permukiman bentuk ini adalah suatu pola sederhana dengan peletakan unit-unit permukiman (rumah, fasum, fasos dan sebagainya) secara terus menerus pada tepi sungai dan jalan. Pada pola ini kepadatan tinggi, dan kecenderungan ekspansi permukiman dan mixed use function penggunaan lahan beragam (gambar 2.5). Gambar 2.5 Pola Permukiman Linier 2. Clustered Pada pola ini berkembang dengan adanya kebutuhan lahan dan penyebaran unit-unit permukiman telah mulai timbul. Kecenderungan pola ini mengarah pada pengelompokkan unit permukiman terhadap suatu yang dianggap memiliki nilai penting atau pengikat kelompok seperti ruang terbuka komunal dalam melakukan aktivitas bersama (gambar 2.6).
16 Gambar 2.6 Pola Permukiman Clustered 3. Kombinasi Pola ini merupakan kombinasi antara kedua pola di atas yang menunjukkan bahwa selain ada pertumbuhan juga menggambarkan adanya ekspansi ruang untuk kepentingan lain (pengembangan usaha dan sebagainya). Pola ini menunjukkan adanya gradasi dari intensitas lahan dan hirarki ruang mikro secara umum (gambar 2.7). Gambar 2.7 Pola Permukiman Kombinasi
17 Di bawah ini dapat dilihat pola dan tata letak pola permukiman dengan gambar-gambar sebagai berikut: 1. Pola Mengelompok. Contoh pola mengelompok ini adalah daerah di tepi pantai atau danau, jarak antara perumahan dan tepi pantai ditanami pohon agar kelestarian lingkungan terjaga. Pada daerah muara, perumahan mengelompok di muara sungai, sedangkan kegiatan MCK terjadi di sepanjang sungai. Adapun arah pengembangannya adalah untuk menghindari pengembangan perumahan ke arah pinggir sungai. Terdapat pohon pelindung untuk menjaga kelestarian sungai, MCK di tarik ke arah darat (gambar 2.8). Gambar 2.8 Pola Permukiman Mengelompok
18 2. Pola Menyebar. Pada pola ini perumahan menyebar jauh dari fasilitas, adapun arah pengembangannya adalah dikelompokkan agar jangkauan fasilitas terpenuhi. Sedangkan pengembangan perumahan cenderung diarahkan ke darat (gambar 2.9). 3. Pola Memanjang. Pola ini menimbulkan gangguan keseimbangan alam. Adapun arah pengembangannya dikelompokkan agar fasilitas umum murah dan terjangkau. Terdapat jarak antara perumahan dengan sungai (gambar 2.10). Gambar 2.9 Pola Permukiman Menyebar
19 Gambar 2.10 Pola Permukiman Memanjang Pola permukiman di lingkungan perairan darat yang terpenting di Indonesia berada di tepi dan atau di atas perairan sungai. Sebagian permukiman ini sekaligus berada dalam lingkungan rawa dan perairan laut. Kondisi lingkungan perairan demikian mendorong pemukimnya membangun rumah panggung, bukan untuk menghindari pasang laut, melainkan menghindari luapan air sungai di musim hujan.
BAB I PENDAHULUAN. Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks,
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan salah satu wilayah hunian manusia yang paling kompleks, terdiri dari berbagai sarana dan prasarana yang tersedia, kota mewadahi berbagai macam aktivitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bermukim pun beragam. Besarnya jumlah kota pesisir di Indonesia merupakan hal
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semenjak abad ke-18, pertumbuhan penduduk di dunia meningkat dengan tajam. Lahan lahan dengan potensi untuk dipergunakan sebagai tempat bermukim pun beragam. Besarnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara permukiman
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan permukiman padat huni di tepian sungai perkotaan merupakan bagian dari struktur kota yang menjadi komponen penting kawasan. Menurunnya kualitas ruang sering
Lebih terperinciBAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,
Lebih terperinciBAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN 6.1 PROGRAM DASAR PERENCANAAN 6.1.1 Program Ruang Rekapitulasi Ruang Dalam No Jenis Ruang Luas 1 Kelompok Ruang Fasilitas Utama 2996 m2 2 Kelompok Ruang Fasilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi UKDW
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk kota Yogyakarta berdasarkan BPS Propinsi Daerah Ibukota Yogyakarta mulai dari tahun 2008 yang memiliki jumlah penduduk 374.783 jiwa, pada tahun
Lebih terperinciINSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI
Kode : Kementerian Lembaga : Kementrian Pekerjaan Umum Pusat Litbang Permukiman Koridor : Fokus Lokus Peneliti Utama Peneliti Anggota 1 Peneliti Anggota Peneliti Anggota Peneliti Anggota 4 : Model penilaian
Lebih terperinciPENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENATAAN PEMUKIMAN NELAYAN TAMBAK LOROK SEMARANG Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. 1.2 Pemahaman Judul dan Tema
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkotaan dengan kompleksitas permasalahan yang ada di tambah laju urbanisasi yang mencapai 4,4% per tahun membuat kebutuhan perumahan di perkotaan semakin meningkat,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 11 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS TATA KOTA, PERTAMANAN, DAN PEMAKAMAN KOTA BONTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciAR 40Z0 Laporan Tugas Akhir Rusunami Kelurahan Lebak Siliwangi Bandung BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah susun ini dirancang di Kelurahan Lebak Siliwangi atau Jalan Tamansari (lihat Gambar 1 dan 2) karena menurut tahapan pengembangan prasarana perumahan dan permukiman
Lebih terperinciPENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT. Betty Goenmiandari NRP
PENATAAN PERMUKIMAN BANTARAN SUNGAI DI KOTA BANJARMASIN BERDASARKAN BUDAYA SETEMPAT Betty Goenmiandari NRP. 3208201802 Latar Belakang Banjarmasin adalah kota tertua di Kalimantan. Kondisi geografis wilayahnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemukiman kumuh di kota yang padat penduduk atau dikenal dengan istilah urban
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kota Jakarta sebagai ibu kota negara yang terus berkembang mengalami permasalahan dalam hal penyediaan hunian yang layak bagi warga masyarakatnya. Menurut data kependudukan,
Lebih terperinciBAMBANG DJAU
TRANSFORMASI TATANAN PERMUKIMAN TEPI PANTAI KOTA GORONTALO BAMBANG DJAU 3208 203 002 1 Arek LATAR BELAKANG Cerdas, Amanah, Kreatif Secara historis pesisir kota Gorontalo memiliki peranan penting aktivitas
Lebih terperinciII.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioregion Bioregion merupakan area geografis yang mempunyai karakteristik tanah, daerah aliran sungai (DAS), iklim, tanaman lokal serta hewan, yang unik dan memiliki nilai intrinsik
Lebih terperinci2. Tata Ruang adalah wujud struktur dan pola pemanfaatan ruang baik yang direncanakan maupun tidak (Kamus Tata Ruang, Ditjen Cipta Karya, 1997).
Oleh: Zaflis Zaim * Disampaikan dalam acara Sosialisasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang, Hotel Sapadia Pasir Pengaraian, 21 Desember 2011. (*) Dosen Teknik Planologi, Program Studi Perencanaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di. Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul 1.1.1 Judul Ruang Komunal Kelurahan Kemlayan sebagai Kampung Wisata di Surakarta dengan Pendekatan Arsitektur Kontekstual 1.1.2 Pemahaman Esensi Judul Ruang komunal
Lebih terperinciPENGATURAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH HULU DAS CIMANUK SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR. Adi Susetyaningsih 1
PENGATURAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH HULU DAS CIMANUK SEBAGAI UPAYA OPTIMALISASI PEMANFAATAN SUMBERDAYA AIR Adi Susetyaningsih 1 Jurnal Konstruksi Sekolah Tinggi Teknologi Garut Jl. Mayor Syamsu No. 1
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman tradisional Kelurahan Melai, merupakan permukiman yang eksistensinya telah ada sejak zaman Kesultanan
Lebih terperincikuantitas sungai sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan iklim komponen tersebut mengalami gangguan maka akan terjadi perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sungai merupakan sumber air yang sangat penting untuk menunjang kehidupan manusia. Sungai juga menjadi jalan air alami untuk dapat mengalir dari mata air melewati
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suku bangsa Melayu di Sumatera Timur mendiami daerah pesisir timur Propinsi Sumatera Utara, yang membentang mulai dari Kabupaten Langkat di sebelah Utara, membujur
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.
No.42, 2008 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman. PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT NOMOR: 11/PERMEN/M/2008 TENTANG PEDOMAN KESERASIAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan alam yang ditata sedemikian rupa untuk bermukim dinamakan pemukiman. Pada awalnya lingkungan mungkin hanyalah lahan kosong, rawarawa, atau bahkan hutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Semarang merupakan Ibu Kota Jawa Tengah yang sekaligus memiliki potensi sebagai kota pesisir yang terletak di tepian Laut Jawa. Potensi pesisir tersebut berimplikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul Perancangan Marina Central Place di Jakarta Utara (Sebagai Lokasi Sentral Bisnis dan Wisata Berbasis Mixed Use Area) Perancangan : Proses penerapan berbagai teknik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Dari asal katanya, geografi berasal dari kata geo yang berarti bumi, dan graphein yang berarti lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia.
BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Hubungan antara kota dengan kawasan tepi air telah terjalin sejak awal peradaban manusia. Dimana pada masa perkembangan peradaban kota badan air merupakan satu-satunya
Lebih terperinciTUGAS AKHIR 118 PEREMAJAAN RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan, perumahan, dan pemukiman pada hakekatnya merupakan pemanfaatan lahan secara optimal, khususnya lahan di perkotaan agar berdaya guna dan berhasil guna sesuai
Lebih terperinciARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARA
ARSITEKTUR DAN SOSIAL BUDAYA SUMATERA UTARA Penulis: Julaihi Wahid Bhakti Alamsyah Edisi Pertama Cetakan Pertama, 2013 Hak Cipta 2013 pada penulis, Hak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak
Lebih terperincisumber daya lahan dengan usaha konservasi tanah dan air. Namun, masih perlu ditingkatkan intensitasnya, terutama pada daerah aliran sungai hulu
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan bagian integral daripada pembangunan nasional yang bertujuan mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur (Ditjen Tanaman Pangan, 1989). Agar pelaksanaan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai dan Permasalahannya Daerah Aliran Sungai (DAS) didefinisikan sebagai suatu wilayah daratan yang merupakan kesatuan ekosistem dengan sungai dan anak-anak
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang
BAB III METODE PERANCANGAN Dalam perancangan Rumah Susun Sederhana Sewa, telah dilakukan berbagai metode perancangan yang bersifat analisa yang bertujuan untuk menunjang proses perancangan selanjutnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Permukiman Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Permukiman dikatakan bahwa yang dimaksud dengan rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Sungai merupakan salah satu bentuk badan air lotik yang bersifat dinamis yang berguna bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sungai memiliki fungsi ekologis yang dapat
Lebih terperinciPola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya
Putro dan Nurhamsyah Pola Permukiman Tepian Air Studi Kasus : Desa Sepuk Laut, Punggur Besar dan Tanjung Saleh Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya Jawas Dwijo Putro, M. Nurhamsyah Program Studi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota Balikpapan di pulau Kalimantan Timur Sumber: RTRW Kota Balikpapan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Balikpapan merupakan salah satu kota yang terletak di pulau Kalimantan, tepatnya di provinsi Kalimantan Timur. Balikpapan terdiri dari 5 kecamatan, diantaranya kecamatan
Lebih terperinciBAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang
BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perumahan dan pemukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina dan dikembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Judul "Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme"
BAB I PENDAHULUAN I.1 Judul "Permukiman Tumbuh di atas Lahan Bencana Lumpur Lapindo Dengan Prinsip Metabolisme" I.2 Esensi Judul I.2.1 Permukiman Pengertian dasar permukiman dalam UU No.1 tahun 2011 adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang. merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermukim merupakan salah satu cerminan budaya yang merepresentasikan keseluruhan dari teknik dan objek, termasuk didalamnya cara berfikir, lingkungan, kebiasaan, cara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan disampaikan kesimpulan akhir dan saran dari hasil pembahasan-pembahasan pada Bab V sebagai berikut : Kesimpulan secara umum menggambarkan bagaimana pola spasial
Lebih terperinciVISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN
VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. VISI DAN MISI DINAS KEBERSIHAN DAN PERTAMANAN Visi adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai melalui penyelenggaraan
Lebih terperinciBAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI
BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI VII. 1. Kesimpulan Penelitian proses terjadinya transformasi arsitektural dari kampung kota menjadi kampung wisata ini bertujuan untuk membangun teori atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia yang terus mengalami perkembangan, studi ini membahas tentang
BAB I PENDAHULUAN Dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan rumah sebagai kebutuhan dasar manusia yang terus mengalami perkembangan, studi ini membahas tentang pendekatan-pendekatan yang melibatkan keputusan-keputusan
Lebih terperinciGambar 6.1 Alternatif Gambar 6.2 Batara Baruna. 128 Gambar 6.3 Alternatif Gambar 6.4 Alternatif Gambar 6.
DAFTAR ISI Contents HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... vi ABSTRAKSI... xii BAB I... 1 PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.1.1 Kondisi Umum Kelautan di
Lebih terperinciDESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis)
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR DESAIN ULANG RUMAH SUSUN PEKUNDEN SEMARANG (Penekanan Desain Arsitektur Tropis) Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar
Lebih terperinciBAB I: PENDAHULUAN Latarbelakang.
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Seiring dengan perkembangan Kota DKI Jakarta di mana keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah menjadi masalah dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat terutama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup, termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan perkotaan semakin meningkat sejalan
Lebih terperinciterarah menurut SNI kriteria kenyamanan adalah (aksesibilitas), kemudahan berkomunikasi (internal/eksternal,
2.2. Kenyamanan Secara harfiah pengertian kenyamanan dapat kita lihat dari Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah suatu keadaan yang nyaman. Untuk memenuhi suatu keadaan yang nyaman maka harus mampu memenuhi
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii MOTTO DAN PERSEMBAHAN... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR... v DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xvi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan
19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tatanan lingkungan, sebenarnya merupakan bentuk interaksi antara manusia dengan alamnya dari masa ke masa. Berbagai lingkungan mempunyai tatanan masing masing sebagai
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG
PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN KAWASAN NELAYAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT, Menimbang
Lebih terperinciPERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: IKE ISNAWATI L2D
PERAN DEVELOPER DALAM PENYEDIAAN RUMAH SEDERHANA DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR Oleh: IKE ISNAWATI L2D 001 431 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2006 ABSTRAK
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN. kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks
BAB III METODE PERANCANGAN Metode perancangan Rumah Susun pekerja ini menggunakan metode secara kualitatif. Dimana dalam melakukan analisisnya, yaitu dengan menggunakan konteks permasalahan yang ada secara
Lebih terperinciSTUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR. Oleh : PRIMA AMALIA L2D
STUDI PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI KOTA TEGAL MELALUI PENDEKATAN MORFOLOGI KOTA TUGAS AKHIR Oleh : PRIMA AMALIA L2D 001 450 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
Lebih terperinciHOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA
LANDASAN KONSEPTUAL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN HOTEL WISATA ETNIK DI PALANGKA RAYA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA 1 UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN YUDISIUM UNTUK MENCAPAI DERAJAT SARJANA TEKNIK (S-1)
Lebih terperinciLP3A Tugas Akhir 135: Apartemen Tanjung Barat BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Tingginya investasi di DKI Jakarta, serta pertumbuhan perekonomian yang baik memicu semakin banyaknya tenaga kerja yang terserap dan menetap di DKI Jakarta. Sehingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
11 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tantangan terbesar bagi pengelolaan sumberdaya alam adalah menciptakan untuk selanjutnya memertahankan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan
Lebih terperinciGambar 3.1 : Peta Pulau Nusa Penida Sumber :
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Penulis mengambil lokasi penelitian di Desa Sakti Pulau Nusa Penida Provinsi Bali. Untuk lebih jelas peneliti mencantumkan denah yang bisa peneliti dapatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan tempat terjadinya pola aktivitas masyarakat mulai dari sosial, ekonomi, budaya dan politik. Kota yang berhasil tidak lepas dari penggunaan fungsi kota
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah atau tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (primer) manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Dikatakan sebagai kebutuhan dasar (basic human
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN FRANSISCA RENI W / L2B
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan hasil cipta, rasa, karsa dan karya manusia yang paling rumit sepanjang sejarah peradaban. Begitu banyak masalah bermunculan silih berganti, akibat pertarungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai
A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Piramida Hirarki Kebutuhan (Sumber : en.wikipedia.org)
Bab 1 Pendahuluan - 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Masyarakat perkotaan sebagai pelaku utama kegiatan di dalam sebuah kota, memiliki kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan dan pembenahan sebuah kota sekarang ini tidak hanya berfokus pada daerah pusat kota saja, hal ini disebabkan tanah kosong di pusat perkotaan sudah mulai
Lebih terperinciHubungan Arsitektur dan Budaya. Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010
Hubungan Arsitektur dan Budaya Oleh: Nuryanto, S.Pd., M.T. Bahan Ajar Arsitektur Vernakular Jurusan Arsitektur-FPTK UPI-2010 Budaya dan Peradaban Budaya: Totalitas dari pola-pola perilaku yang terproyeksikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kota Jakarta pada akhirnya menuntut tersedianya wadah fisik untuk menampung
BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Proyek Jakarta merupakan salah satu kota di Indonesia yang pertumbuhan kotanya cenderung pesat. Sebagai ibukota negara, Jakarta menjadi pusat dari berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Naisbitt dalam bukunya Global Paradox yakni bahwa where once. usaha lainnya (http;//pariwisata.jogja.go.id).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Alasan Pemilihan Obyek Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Di awali dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Latar Belakang Perancangan. Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG 1.1.1. Latar Belakang Perancangan Pusat perbelanjaan modern berkembang sangat pesat akhir-akhir ini. Khususnya di DKI Jakarta. Di berbagai wilayah terus tumbuh pusat-pusat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1 I d e n t i f i k a s i P e r u b a h a n R u m a h T r a d i s i o n a l D e s a K u r a u, K e c. K o b a
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman budaya baik berupa fisik maupun non fisik. Budaya yang berupa fisik Salah satunya adalah arsitektur tradisional. Rumah tradisional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen
Lebih terperinciBAB III METODE PERANCANGAN
BAB III METODE PERANCANGAN Dalam sebuah perancangan, dibutuhkan sebuah metode untuk memudahkan perancang dalam mengembangkan ide rancangan. Metode deskriptif analisis adalah salah satunya, metode ini berisi
Lebih terperinciKAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR
KAJIAN PERKEMBANGAN KOTA BATANG BERDASARKAN STRUKTUR RUANG KOTA TUGAS AKHIR Oleh: RINA AFITA SARI L2D 306 021 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 ABSTRAKSI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa dengan masyarakatnya yang Pluralistic mempunyai berbagai macam bentuk dan variasi dari kesenian budaya. Warisan kebudayaan tersebut harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Darda (2009) dijelaskan secara rinci bahwa, Indonesia merupakan negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia yang memiliki kurang lebih 17.508 pulau dan sekitar
Lebih terperinciPERUMAHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KECAMATAN JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN DENGAN PENEKANAN DESAIN EKO-ARSITEKTUR
LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PERUMAHAN BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KECAMATAN JAGAKARSA, JAKARTA SELATAN DENGAN PENEKANAN DESAIN EKO-ARSITEKTUR Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan adalah upaya perubahan dari kondisi kurang baik menjadi lebih baik. Untuk itu pemanfaatan sumber daya alam dalam proses pembangunan perlu selalu dikaitkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daerah Aliran Sungai Dalam konteksnya sebagai sistem hidrologi, Daerah Aliran Sungai didefinisikan sebagai kawasan yang terletak di atas suatu titik pada suatu sungai yang oleh
Lebih terperinciCLUB HOUSE Di kawasan perumahan kompleks VI PKT Bontang BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin modern, pola pikir serta gaya hidup (lifestyle) masyarakat mengenai pemenuhan kebutuhan hidupnya juga mulai mengarah
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.
KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan kawasan pesisir Barat Kabupaten Bengkulu Selatan sebagai kawasan wisata yang diharapkan dapat menjadi salah satu sektor andalan dan mampu untuk memberikan konstribusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam arsitektur signage dikenal sebagai alat komunikasi dan telah digunakan sebelum manusia mengenal makna arsitektur itu sendiri, namun pada saat ini signage digunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun badan hukum. Usaha pemerintah ini tidak terlepas dari tujuan negara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Masalah Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk watak serta kepribadian bangsa. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bandar Udara Transportasi adalah kegiatan untuk memindahkan, menggerakkan, atau mengalihkan objek, baik itu barang maupun manusia, dari tempat asal ke tempat tujuan (Miro,
Lebih terperinciDefinisi dan Batasan Wilayah Pesisir
Definisi dan Batasan Wilayah Pesisir Daerah peralihan (interface area) antara ekosistem daratan dan laut. Batas ke arah darat: Ekologis: kawasan yang masih dipengaruhi oleh proses-proses laut seperti pasang
Lebih terperinciKAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA
KAJIAN PERMUKIMAN DI KAWASAN HUTAN BAKAU DESA RATATOTOK TIMUR DAN DESA RATATOTOK MUARA KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Marthen A. Tumigolung 1, Cynthia E.V. Wuisang, ST, M.Urb.Mgt, Ph.D 2, & Amanda Sembel,
Lebih terperinciAsrama Mahasiswa UNDIP Mohammad Iqbal Hilmi L2B09060
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Diponegoro atau yang biasa kita sebut UNDIP merupakan salah satu universitas ternama di Jawa Tengah yang berada di Kota Semarang. Berdiri sejak tahun 1956
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat pesisir pantai barat. Wilayah budaya pantai barat Sumatera, adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat yang tinggal disepanjang pinggiran pantai, lazimnya disebut masyarakat pesisir. Masyarakat yang bermukim di sepanjang pantai barat disebut masyarakat
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N Latar Belakang RTRW Kabupaten Serdang Bedagai
BAB I P E N D A H U L U A N Bab I atau Pendahuluan ini secara garis besar berisikan latar belakang isi buku rencana selain itu dalam sub bab lainnya berisikan pengertian RTRW, Ruang Lingkup Materi Perencanaan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di wilayah perkotaan. Salah satu aspek
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN TA Latar Belakang PENATAAN KAWASAN PERMUKIMAN SUNGAI GAJAH WONG DI YOGYAKARTA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dinamika dalam sebuah kota tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan yang membawa kemajuan bagi sebuah kota, serta menjadi daya tarik bagi penduduk dari wilayah lain
Lebih terperinciPENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL
PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN PERKOTAAN MELALUI PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU TERINTEGRASI IPAL KOMUNAL Ingerid Lidia Moniaga & Fela Warouw Laboratorium Bentang Alam, Program Studi Perencanaan Wilayah
Lebih terperinciRumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan
Rumah Lanting : Rumah Terapung Diatas Air Tinjauan Aspek Tipologi Bangunan Bambang Daryanto Staf Pengajar Program Studi Arsitektur Fakultas Teknik UNLAM Abstrak Salah satu bentuk rumah tradisional Banjar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. secara tidak terencana. Pada observasi awal yang dilakukan secara singkat, Kampung
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kampung Badur merupakan permukiman yang berada di pinggiran sungai Deli di Kelurahan Hamdan Kecamatan Medan Maimun, Medan. Daerah pinggiran sungai, umumnya menjadi
Lebih terperinci1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No
1BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat memiliki karakter kota yang sangat unik dan jarang sekali dijumpai pada kota-kota lain. Kota yang mendapat
Lebih terperinci