II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian"

Transkripsi

1 II.TINJAUAN PUSTAKA Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Pertanian Metana (CH 4 ) merupakan salah satu gas rumah kaca yang diemisikan oleh tanah dari sumber biotik (Duxbury dan Mosier, 1997; Greene dan Salt, 1997). Gas tersebut diproduksi pada lingkungan anaerob oleh bakteri metanaogen (Alexander, 1977; Asakawa dan Hayano, 1995). Laju pembentukan CH 4 secara akumulatif ditentukan oleh keberadaan bahan dasar, populasi dan aktivitas mikroba pembentuk CH 4 (metanogen) dan lingkungannya. Metana mulai terbentuk pada potensial redoks -100 mv hingga mv (Hou et al., 2000a). Intensitas dan kapasitas reduksi tanah dikendalikan oleh keberadaan substansi organik sebagai donor elektron, suhu, tingkat kelembaban, jumlah aseptor elektron. Metana terbentuk baik melalui jalur asam asetat maupun H 2 -CO 2, sehingga metanogen juga dipilah sebagai pengguna asetat dan pengguna H 2 -CO 2 (Le Mer dan Roger, 2001). Metana yang dihasilkan sebagian besar akan diemisikan ke atmosfer baik secara difusi melalui tanah maupun diemisikan oleh tanaman. Laju difusi CH 4 melalui tanah mengikuti kaidah Ficks dan dipengaruhi oleh turtoisitas tanah yang dikendalikan oleh tekstur serta porositas tanah yang secara praktis dapat dikelola dengan pengelolaan air. Emisi melalui tanaman dipengaruhi oleh jenis tanaman, varietas serta stadia pertumbuhan tanaman (Shalini-Singh et al., 1997). Sebagian dari CH 4 yang dihasilkan dioksidasi oleh mikroba metanotrof yaitu mikroba pengoksidasi CH 4 sehingga mengurangi pelepasannya ke atmosfer. Aktivitas mikroba metanotrof tersebut menjadi kekuatan sink CH 4 oleh tanah (Hűtsch et al., 1996; Watanabe et al., 1997). Emisi gas CH 4 terutama bersumber pada kegiatan antropogenik, hampir 70% CH 4 berasal dari sumber-sumber antropogenik dan sekitar 30% berasal dari sumber-sumber alami. Aktivitas pertanian menyumbangkan dua per tiga dari CH 4 asal sumber antropogenik. Produksi CH 4 berkaitan erat dengan aspek aktivitas mikroba yaitu aktivitas metanogen yang berlangsung pada ekosistem anaerob. Variasi pelepasan CH 4 dari suatu ekosistem sangat dipengaruhi oleh macam budidaya tanaman, komunitas mikroba, sifat tanah serta interaksinya. Mengetahui hubungan antara sifat tanah, sifat mikroba dan CH 4 pada budidaya berbagai macam tanaman sangatlah penting sebagai dasar untuk memahami

2 8 mekanisme yang terlibat dalam produksi CH 4. Sementara ini kajian CH 4 dan mikroba pada berbagai macam pertanaman masih terbatas. Sawah mampu berperan sebagai source sekaligus rosot (sink) CH 4 (Kumaraswamy et al., 2000; Wasmann and Aulakh, 2000; Inubushi et al., 2002). Emisi CH 4 dari lahan sawah berkisar antara 4 hingga 20 mg m -2 jam -1 (Husin et al., 1995), dan berdasarkan data tersebut diperkirakan faktor emisi CH 4 dari Indonesia adalah 13 mg m -2 jam -1. Pada budidaya lahan kering, produksi CH 4 terbatas pada site-site anaerob dan kondisinya sangat menunjang pertumbuhan metanotrof sehingga meningkatkan kapasitas serapan CH 4. Serapan CH 4 sebesar mg m -2 jam -1 pada pertanaman padi gogo dilaporkan oleh Zaenal (1997). Serapan CH 4 oleh hutan di Swedia mencapai kg CH 4 ha -1 tahun -1 yang setara dengan mg m -2 jam -1 (Klemedtsson dan Klemedtsson, 1997). Ernawanto et al. (2003) melaporkan bahwa fluks CH 4 sistem penanaman padi walik jerami adalah 7.18 mg m -2 jam -1 dan sistim penanaman padi gogo rancah adalah 1.73 mg m -2 jam -1. Sink CH 4 sebesar 0.05 mg m -2 jam -1 pada sistem pertanaman kedelai. Kisaran emisi CH 4 dari pertanaman tebu di Australia adalah 297 hingga 1005 g CH 4 -C ha -1, sementara kisaran konsumsinya 442 hingga 467 g CH 4 -C ha -1 (Weier, 1999). Fluks CH 4 dari empat macam tipe penggunaan tanah di Sumatra (hutan tua, hutan habis tebang, dibakar setelah tebang dan perkebunan karet) berkisar antara hingga 4.2 µg C m -2 jam -1 yang setara dengan hingga mg CH 4 m -2 jam -1 (Ishizuka et al., 2002). Nilai fluks negatif menunjukkan sink dan berkorelasi positif dengan kandungan liat pada 0-10 cm. Nilai tersebut mengalami peningkatan pada evaluasi berikutnya yaitu menjadi -1,27 hingga 1,18 mg C m -2 hari -1 yang setara dengan hingga mg CH 4 m -2 jam -1 pada macam penggunaan lahan yang lebih bervariasi yaitu hutan, kayu manis, karet, kelapa sawit dan alang-alang (Ishizuka et al., 2005a). Fluks pada hutan hujan tropis di Indonesia mencapai 0.79 ± 0.60 mg C m -2 hari -1 setara dengan ± mg CH 4 m -2 jam -1 (Ishizuka et al., 2005b). Inubushi et al. (2003) melaporkan bahwa konversi hutan gambut sekunder menjadi lahan sawah bertendensi meningkatkan emisi CH 4 tahunan, sementara perubahan penggunaan lahan dari hutan sekunder menjadi lahan kering bertendensi menurunkan emisi CH 4 tahunan. Pengalihan fungsi lahan dari hutan lahan basah menjadi pertanaman sagu tidak berpengaruh terhadap emisi CH 4

3 9 (Inubushi et al., 1998). Perbedaan tipe penggunaan karakteristikk mikroba tanah dan fluks CH 4. lahan akan merubah Aspek Mikrobiologis pada Tanah Sawah Penggenangan pada tanah sawah mengubah sifat kimia, mikrobiologi dan kapasitas penyediaan hara oleh tanah. Hal tersebut mengakibatkan perbedaan lingkungan mikro maupun makro dalam hal redoks potensial, sifat fisika, penetrasi cahaya serta status haraa yang memungkinkan kisaran bervariasi dari mikroba tanah untuk aktif. Secara umum profil tanah sawah meliputi genangan air, lapisan tanah teroksidasi, lapisan tanah tereduksi, tanaman padi serta lapisan bajak dan lapisan subsoil. Masing-masing lapisan mempunyai karakteristik mikrobiologis. Secara skematis profil tersebut disajikan pada gambar 2.1. Fotik Oksidatif Lapisan Tanah Oksidatif Bagian tanaman padi yang terendam Genangan air Afotik Reduktif Tanah Reduktif Rizosfer Lapisan bajak Subsoil Gambar 2.1. Lingkungan makro ekosistem padi sawah (Roger et al., 1993) Padaa lapisan genangan air, suasana lingkungan aerob serta penetrasi cahaya cukup tinggi. Pada daerah tersebut aktivitas mikroba didominasi oleh bakteri fotosintesis, sejumlah mikroba heterotrof serta mikroba pemfiksasi N 2 secara hayati baik yang bersifat hidup bebas maupun yang bersimbiosis dengan ganggang biru hijau. Tepat di bawah genangan air dijumpai lapisan tanah yang teroksidasi yang dicirikan oleh potensial redoks positif tinggi. Ketebalan lapisan tanah tersebut bervariasi antara 2 hingga 20 mm tergantung kelarutan oksigen dalam lapisan genangan air. Pada lapisan tersebut aktivitas mikrobiologis sangat tinggi, aktivitas utama meliputi: dekomposisi bahan organik secara aerobik, fiksasi

4 10 hayati N 2 oleh ganggang, nitrifikasi oleh pengoksidasi amonium maupun nitrit, serta oksidasi metana. Di bawah lapisan oksidasi dijumpai lapisan tanah tereduksi yang dicirikan oleh potensial redoks yang rendah hingga negatif. Aktivitas mikroba terutama terkonsentrasi pada agregat yang mengandung debris organik. Aktivitas utama pada lapisan reduksi ini meliputi: dekomposisi bahan organik secara anaerob, fiksasi hayati N 2 oleh mikroba heterotrof, denitrifikasi, reduksi mangan, reduksi besi, reduksi sulfat, pembentukan metana serta produksi H 2. Dari sudut pandang mikrobiologis, tanaman padi menyediakan dua lingkungan untuk pertumbuhan mikroba yaitu pada bagian tanaman yang tergenang maupun rizosfernya dan membentuk satuan ekologi dengan aktivitas mikroba yang unik. Bagian pangkal tanaman yang tergenang dikoloni oleh bakteri efifit dan ganggang. Tanaman padi mempunyai kemampuan untuk mentransportasikan oksigen dari bagian atas tanaman ke daerah perakaran, sehingga beberapa site dari rizosfer bersifat oksidatif dengan Eh yang cukup tinggi. Rizosfer padi yang aktif memproduksi banyak eksudat sebagian di antaranya merupakan senyawa yang mudah terurai sehingga menjadi sumber energi bagi mikroba. Kombinasi ketersediaan oksigen dan melimpahnya makanan pada rizosfer padi merupakan daya tarik bagi mikroba untuk tumbuh aktif di rizosfer. Aktivitas utama pada rizosfer meliputi: asosiasi pemfiksasi hayati N 2 oleh mikroba heterotrof, nitrifikasi denitrifikasi, serta reduksi sulfat. Lapisan bajak mempunyai permeabilitas yang rendah, ketahanan mekanik yang tinggi serta kepadatan tanah yang tinggi. Lapisan ini menghambat perkolasi air maupun pencucian hara ke lapisan di bawahnya. Aktivitas mikrobiologis pada lapisan tersebut dan peranannya dalam penyediaan hara bagi tanaman padi jarang dikaji. Emisi Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Sawah Padi sawah merupakan ekosistem buatan manusia yang sangat penting pada neraca CH 4 global, melalui perannya sebagai sumber sekaligus rosot CH 4 (Inubushi et al., 2002, 2003; Kumaraswamy et al., 2000; Wang et al., 1999; Wasmann dan Aulakh, 2000). Pembentukan CH 4 terjadi pada potensial redoks yang sangat rendah, dengan penggenangan yang terus menerus kondisi tersebut menstimulir pembentukan CH 4. Aktivitas penggenangan pada lahan sawah menyebabkan kondisi anaerob dan menstimulir populasi dan aktivitas bakteri

5 11 metanogen penghasil CH 4. Ketersediaan substrat organik hasil dekomposisi bahan organik secara anaerob maupun hasil eksudasi akar mensuplai energi bagi mikroba tersebut untuk memproduksi CH 4. Intensifikasi padi sawah untuk pemenuhan kebutuhan makanan seiring dengan peningkatan populasi penduduk Indonesia berpotensi meningkatkan kontribusinya dalam pelepasan CH 4 ke atmosfer. Pada tahun 2004, luas panen padi di Indonesia dilaporkan mencapai sekitar 11.6 juta ha (BPS, 2005). Nilai tersebut masih berpotensi meningkat pada tahun berikutnya. Dinamika CH 4 pada lahan sawah mencakup proses produksi, oksidasi, emisi dan konsumsi (Le Mer dan Roger, 2001). Emisi CH 4 pada lahan sawah terjadi melalui tiga cara yaitu ebulisi, difusi dan difusi melalui aerenkim tanaman. Emisi CH 4 pada tanah sawah tadah hujan bervariasi antara 19 hingga 123 mg CH 4 m -2 hari -1, sedangkan pada tanah sawah beririgasi berkisar antara 71 hingga 217 mg CH 4 m -2 hari -1 (Setyanto et al., 2000). Data tersebut diperoleh dari pengamatan dari tahun 1993 hingga 1998 di Jakenan, Pati, Jawa Tengah. Proses produksi gas rumah kaca tersebut dapat dikelola melalui pengelolaan air. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Husin (1994) di kebun percobaan Sukamandi pada tanah Aeric Tropaqualf. Emisi CH 4 tertinggi terdapat pada perlakuan penggenangan kontinyu. Emisi CH 4 pada perlakuan penggenangan terputus dan macak-macak nyata lebih rendah dibanding pada penggenangan kontinyu, sedangkan terhadap hasil saling tidak berbeda nyata. Implikasi praktisnya pengelolaan air dengan penggenangan terputus dan macakmacak mampu mempertahankan produksi, menghemat air dan sekaligus menurunkan emisi CH 4. Pengelolaan air merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya padi. Kegiatan ini berkaitan erat dengan permasalahan efisiensi penggunaan air, pengendalian gulma, karakteristik tanah serta aktivitas mikroba tanah. Pengaruh pengelolaan air terhadap emisi CH 4 di daerah tropis ditelaah oleh sejumlah penulis seperti Nugroho et al., 1994a; Husin et al., 1995, Rath et al., Husin et al. (1995) melaporkan bahwa perlakuan pengelolaan air nyata berpengaruh terhadap variasi fluks CH 4 harian maupun musiman. Perlakuan pengelolaan air dengan cara intermiten mampu menekan sekitar 50% fluks CH 4 dan pengairan kondisi macak-macak mampu menurunkan fluks CH 4 hingga 70% dibandingkan perlakuan penggenangan secara kontinyu. Minamikawa dan Sakai (2005) memaparkan bahwa emisi CH 4 pada perlakuan drainase midseason,

6 12 intermitten dan Eh terkontrol menurunkan emisi berturut-turut sebesar 64, 26 dan 17 % terhadap emisi CH 4 pada perlakuan penggenangan secara kontinyu. Dinamika emisi CH 4 dengan pengelolaan air pada tanaman tebu dilaporkan oleh Weier (1999). Peningkatan kadar air hingga jenuh meningkatkan emisi gas rumah kaca tersebut. Namun pola ini tidak serta merta dapat diaplikasikan pada tanah sawah dengan karakter tanaman dan ekosistem yang berbeda. Pengelolaan air akan mempengaruhi karakteristik tanah, aktivitas mikroba dan akan berdampak terhadap fluks CH 4. Namun informasi mendalam tentang mikroba tanah dan hubungannya dengan fluks CH 4 oleh pengelolaan air belum terlalu banyak. Memahami keterkaitan antara perilaku mikroba dengan fluks CH 4 sangatlah penting artinya untuk lebih memahami mekanisme yang terlibat dalam upaya mengurangi emisi CH 4 pada lahan pertanian termasuk pada tanah sawah. Pada budidaya padi sawah emisi CH 4 dan N 2 O tidak mungkin diabaikan, karena model pengelolaan air yang senantiasa melebihi kapasitas lapang akan menstimulir proses dekomposisi secara anaerob. Secara alami dinamika pembentukan CH 4 dan N 2 O disajikan pada gambar 2.2. dan 2.3. Emisi CH 4 melalui tanaman Difusi oksigen melalui tanaman Air Difusi CH 4 ke dalam akar Produksi CH 4 Eksudat dan akar lapuk Difusi O 2 melalui akar Oksidasi CH 4 pada rizosfer Tanah Gambar 2.2. Skema dinamika produksi dan emisi metana pada tanah sawah (Wasmann dan Aulakh,2000)

7 13 Dengan adanya perlakuan penggenangan didapat gradasi lapisan pada profil tanahnya yaitu lapisan oksidatif yang tipis di bawah genangan air lalu diikuti lapisan reduktif yang tebal di bawahnya. Apabila pupuk nitrogen diaplikasikan ke dalam lapisan reduktif, denitrifikasi bisa dihambat. Namun kebocoran sistem berupa sebagian pupuk nitrogen berada di lapisan oksidatif segera ternitrifikasi menjadi nitrat yang mobil, kemudian nitrat yang mobil mencapai lapisan reduktif dan mengalami denitrifikasi. Transformasi N melalui proses denitrifikasi sangat dipengaruhi oleh ph, pada kondisi netral hasil akhir berupa N 2 sedangkan pada kondisi masam maupun denitrifikasi oleh denitrifier yang tidak mempunyai enzim N 2 O reduktase akan mengemisikan N 2 O. Besarnya fluks CH 4 dan N 2 O dari tanah sawah dipengaruhi oleh teknik budidaya pada tanah tersebut. Perlakuan pembenaman bahan organik, pengelolaan air dan pengelolaan pupuk nitrogen akan berinteraksi mempengaruhi besarnya emisi GRK tersebut. Mikroba Gambar 2.3. Transformasi nitrogen pada tanah sawah tergenang (De Data, 1981)

8 14 Pengaruh Bahan Organik terhadap Emisi Metana dan Nitrous Oksida Pemberian bahan organik merupakan salah satu langkah pemeliharaan produktivitas tanah sawah. Pada tanah sawah praktek pembenaman tunggul dan jerami segar yang diikuti dengan penggenangan merupakan fenomena yang umum terjadi. Kondisi tersebut akan menstimulir suasana reduktif dan meningkatkan aktivitas mikroba metanogen dan denitrifier sehingga memacu dekomposisi secara anaerobik dan denitrifikasi yang membebaskan CH 4 dan N 2 O. Pembenaman bahan organik segar menyebabkan peningkatan fluks CH 4 baik pada tanah sawah maupun lahan kering dan berkontribusi secara nyata terhadap neraca CH 4 global (Yang dan Chang, 1997; Rath et al., 1999; Wihardjaka, 2001). Kondisi anaerob dan ketersediaan substansi organik mudah terdekomposisi sangat penting untuk proses produksi metana dalam tanah (Wasmann dan Aulakh, 2000). Tanah yang kaya kandungan substansi organik mudah terdekomposisi (asetat, formiat, metanol, amin termetilasi) dan kandungan senyawa akseptor elektron (NO - 3, Mn 4+, Fe 3+ ) rendah mempunyai potensi produksi CH 4 yang tinggi. Praktek pembenaman jerami yang dilanjutkan dengan penggenangan pada tanah sawah berpotensi meningkatkan emisi CH 4. Kombinasi penggenangan dan pembenaman jerami yang mempunyai C/N tinggi menstimulir penurunan potensial redoks secara tajam hingga kurang dari -200 mv yang mendukung pembentukan CH 4. Kombinasi penggenangan dan pembenaman jerami 1% w/w meningkatkan populasi bakteri metanogen baik kelompok pengguna asetat maupun penggunan H 2 -CO 2 (Rath et al., 1999). Untuk mengurangi emisi CH 4 Wihardjaka (2001) menggunakan kompos sebagai pengganti bahan organik segar. Penambahan bahan organik ditengarai meningkatkan emisi N 2 O dari tanah (Arcara et al., 1999; Friedel et al., 1999; Mogge et al., 1999; Pidello et al., 1996; Whalen, 2000). Pemberian bahan organik yang mempunyai kandungan karbon tinggi serta mudah termineralisasi seperti pupuk kandang diduga mampu meningkatkan biomas mikroba sehingga meningkatkan emisi N 2 O dari tanah pertanian. Karbon yang mudah termineralisasi meliputi karbon larut dalam air maupun asam lemak mudah menguap (volatile fatty acid / VFA) serta karbon antron reaktif (anthrone-reactive carbon).

9 15 Arcara et al. (1999) menyatakan bahwa penggunaan slury dari limbah ternak meningkatkan kehilangan N sebagai N 2 O, melalui emisi langsung dan denitrifikasi. Emisi N 2 O dari tanah dibedakan menjadi emisi dari denitrifikasi dan emisi langsung yang merupakan hasil samping nitrifikasi yang berlangsung pada kondisi oksidasi kurang optimal. Kombinasi slury dengan pupuk urea pada takaran N yang sama yaitu sebesar 225 kg N ha -1 membebaskan gas N 2 O paling tinggi dari tanah dibanding dengan perlakuan tunggal pupuk urea maupun perlakuan slury. Intensitas dan besarnya emisi N 2 O dari tanah ditentukan oleh sejumlah faktor yaitu suhu, curah hujan yang berkenaan dengan kelembaban tanah, kandungan karbon mudah termineralisasi yang berjumlah atom karbon rendah sebagai donor elektron pada proses reduksi. Slury mengandung asam-asam organik, di antaranya termasuk asam lemak mudah menguap. Kombinasi asam lemak mudah menguap dan kandungan N mudah tersedia dari urea menciptakan kondisi yang memicu pembebasan N 2 O. Kehilangan N 2 O terbesar terjadi pada bulan pertama fase pertumbuhan penanaman jagung. Kehilangan N dalam bentuk N 2 O meningkat pada tanah yang dipupuk dengan pupuk organik. Dampak aplikasi slury sapi dalam jangka panjang mampu menurunkan ph tanah dibanding perlakuan pupuk kandang. Penurunan ph tanah tersebut akan mempengaruhi sejumlah reaksi biokimia yang berdampak pada biomas mikroba dan kandungan karbon organik tanah. Hal ini ditandai dengan lebih tingginya kandungan karbon organik tanah serta biomas mikroba pada tanah yang dipupuk dengan pupuk kandang dibanding perlakuan slury. Tingginya biomas mikroba dan karbon organik tanah memicu emisi N 2 O, emisi pada perlakuan pupuk kandang meningkat 2 kali dibanding perlakuan yang lain yaitu sebesar 4.9 kg N 2 O-N ha -1 tahun -1 melalui denitrifikasi dan emisi langsung sebesar 5.3 kg N 2 O-N ha -1 tahun -1 (Mogge et al., 1999). Aplikasi slury dengan cara disemprotkan yang banyak dipraktekkan di Amerika Serikat bagian Timur memberikan dampak peningkatan kehilangan N melalui emisi N 2 O. Pemberian slury mampu meningkatkan ketersediaan N dan kelembaban tanah, kombinasi faktor tersebut memacu reaksi reduksi nitrat. Kehilangan N dalam bentuk N 2 O selama 8 hari sebesar 8.5 mg N 2 O-N m -2, nilai tersebut lebih rendah dibanding perlakuan Urea yang dikombinasikan dengan glukose sebagai sumber karbon cepat tersedia yang mencapai 20.8 mg N 2 O-N m -2, diduga pada slury tersebut mengandung senyawa yang mempengaruhi

10 16 komunitas mikroba yang bekerja pada siklus N. Emisi N 2 O berkaitan erat dengan dosis N yang diberikan, pada penelitian tersebut digunakan 150 kg N ha -1. Hal yang perlu diwaspadai adalah akan terjadinya fluks N 2 O yang hebat oleh residu nitrat yang terakumulasi pada tanah tersebut potensial terdenitrifikasi dengan meningkatnya kelembaban tanah (Whalen, 2000). Secara umum penambahan bahan organik yang bertujuan mempertahankan produktivitas tanah berpotensi meningkatkan emisi CH 4 dan N 2 O. Pengelolaan air dan pupuk nitrogen yang tepat diharapkan mampu meminimalkan pengaruh negatif tersebut sehingga didapatkan kemanfaatan yang optimal. Pengaruh Pengelolaan Air terhadap Emisi Metana dan Nitrous Oksida Emisi gas rumah kaca dari tanah ditentukan oleh laju produksi dan transportasi dalam hal ini difusi gas dari tanah ke atmosfer. Emisi CH 4 dihasilkan dari dekomposisi bahan organik secara anaerobik (Wang dan Adachi, 1999; Wang et al., 1999; Kumaraswamy et al., 2000). Emisi N 2 O dari dari tanah melalui peristiwa denitrifikasi, nitrifikasi (Ishizuka et al., 2002; Inubushi et al., 2003) dan emisi yang dimediasi oleh tanaman (Chen et al., 1999; Hou et al., 2000a). Emisi N 2 O pada tanah sawah bervariasi menurut kedalaman lapisan bajaknya (Müller et al., 1998; Röver et al., 1999) Wang dan Adachi (1999) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan emisi CH 4 dari tanah tergenang yaitu suhu, tipe tanah, varietas padi dan praktek pertanian yang diterapkan. Sementara hasil studi Wang et al. (1999) di China mengelompokkan kemampuan tanah sawah memproduksi CH 4 berdasarkan redoks potensial dan kandungan bahan organik. Peningkatan emisi CH 4 oleh pembenaman jerami segar dibuktikan oleh Wihardjaka (2001) dan Rath et al. (1999). Terdapat hubungan yang erat antara kandungan CO 2 atmosfer dengan aktivitas metanogen. Bakteri metanogen mampu mempergunakan CO 2 atmosfer untuk memproduksi CH 4. Hasil penelitian Wang dan Adachi (1999) menunjukkan peningkatan produksi CH 4 oleh peningkatan konsentrasi CO 2 atmosfer (percobaan simulatif). Proses produksi dan oksidasi gas rumah kaca tersebut dapat dikelola melalui pengelolaan air. Pembentukan CH 4 terjadi pada potensial redoks yang sangat rendah, dengan penggenangan yang terus menerus kondisi tersebut mendukung suasana pembentukan CH 4. Oksidasi CH 4 terjadi pada potensial

11 17 redoks yang lebih tinggi. Pengaturan potensial redoks melalui pengelolaan air yang meliputi tinggi genangan, lama penggenangan merupakan cara mengelola produksi dan oksidasi CH 4. Pengurangan pengairan melalui penggenangan terputus dan macak-macak mengemisikan CH 4 yang nyata lebih rendah dibanding penggenangan kontinyu (Nugroho et al., 1994a; Husin, 1994; Minamikawa dan Sakai, 2005). Tanah sawah yang senantiasa digenangi sedikit mengemisi N 2 O, peluang emisi terjadi melalui oksidasi amonium oleh rizosfer menjadi nitrat yang segera tereduksi pada lapisan reduktif. Oksidasi reduksi berselang-seling yang terjadi pada tanah sawah memacu pembentukan N 2 O, siklus tersebut biasanya terjadi pada penggenangan dan pengeringan bergantian. Pada saat pengeringan terjadi nitrifikasi, dan pada saat penggenangan kembali segera nitrat terdenitrifikasi. Periode tersebut senantiasa terjadi, misalnya selama pemupukan, menjelang panen. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian Suratno (1997) di kebun percobaan Darmaga pada tanah bertekstur liat dengan permeabilitas 0.86 cm jam -1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fluks N 2 O rata-rata berkisar antara hingga µg N 2 O-N m -2 jam -1. Nilai fluks negatif menunjukkan adanya rosot (sink) pada tanah sawah. Selama fase reproduktif, perlakuan penggenangan kontinyu menghasilkan fluks N 2 O rata-rata secara nyata lebih kecil dibanding teknik penggenangan terputus, yaitu masing-masing sebesar dan µg N 2 O-N m -2 jam -1. Implikasi praktis dari penelitian tersebut adalah bagaimana memperkecil peluang siklus oksidasi reduksi (Suratno et al., 1998). Dinamika emisi CH 4 dan N 2 O secara simultan dengan pengelolaan air pada tanaman tebu dilaporkan oleh Weier (1999). Peningkatan kadar air hingga jenuh meningkatkan emisi kedua gas rumah kaca tersebut. Dinamika emisi CH 4 dan N 2 O berkaitan erat dengan potensial redoks dan aktivitas mikroba. Terlihat hubungan terbalik antara kedua gas tersebut, upaya mitigasi emisi CH 4 misalnya melalui drainase berindikasi meningkatkan emisi N 2 O. Pengelolaan air untuk pengelolaan potensial redoks -100 hingga +200 mv sangat diperlukan. Kisaran tersebut cukup tinggi untuk menghambat pembentukan CH 4 dan cukup rendah untuk memacu produksi N 2 O (Hou et al., 2000a). Dari perilaku fluks gas rumah kaca tersebut didapat pola yang berbeda sebagai respon tindakan pengelolaan air pada padi sawah. Pada emisi CH 4, penggenangan terus menerus meningkatkan emisinya, sedangkan pada N 2 O

12 18 penggenangan mampu menekan emisinya. Untuk itu perlu dicari kombinasi model, agar pengelolaan air mampu meningkatkan hasil padi, mengefisienkan penggunaan air sekaligus langkah mitigasi emisi gas rumah kaca. Pengaruh Pupuk N Lepas Terkontrol terhadap Emisi Metana dan Nitrous Oksida Peningkatan penggunaan pupuk nitrogen menyebabkan peningkatan emisi N 2 O. Nitrous oksida dibebaskan dari tanah melalui peristiwa denitrifikasi, nitrifikasi (Arth dan Frenzel, 2000; Carnol dan Ineson, 1999; Chèneby et al., 1998; Mogge et al., 1999; Inubushi et al., 2003) dan emisi yang dimediasi oleh tanaman ( Yu et al., 1997; Chang et al., 1998; Hou et al., 2000a). Langkah awal mitigasi emisi CH 4 dan N 2 O adalah dengan menghambat kinerja bakteri nitrifikasi. Penghambatan ini diharapkan mampu mengatur konversi amonium menjadi nitrat sehingga dari aspek praktis mampu meningkatkan efisiensi pemupukan, meningkatkan recovery pupuk dan menekan kehilangan N baik melalui leaching maupun emisi N 2 O. Mempertahankan bentuk amonium mampu menghambat laju denitrifikasi penyebab inefisiensi pemupukan N pada tanaman serta mampu meningkatkan recovery pemupukan N pada lahan budidaya (Kpomblekou dan Killorn, 1996; Rochester et al., 1996; Abbasi dan Adams, 2000; Mahmood et al., 2000). Penghambatan laju denitrifikasi mampu mereduksi emisi N 2 O dari tanah pertanian (Saad et al., 1996; Inubushi et al., 1996 ; McTaggart et al., 1997; Inubushi et al., 1999). Secara alami perilaku mikroba pengoksidasi amonium mirip dengan mikroba pengoksidasi CH 4, pengelolaan pupuk N mampu menekan emisi N 2 O serta gas CH 4 (McCarty, 1999). Beberapa bahan nabati juga mampu mengontrol pelepasan pupuk N misalnya tanaman Neem (Mimba) (Agbenin et al., 1999; McCarty, 1999). Emisi N 2 O dipengaruhi oleh jenis pupuk N yang diaplikasikan. Pupuk N yang cepat menyediakan nitrat berpeluang besar menyumbang kehilangan N melalui emisi N 2 O (Arcara et al., 1999; Whalen, 2000). Emisi terbesar terjadi pada pemupukan dengan slury dan diikuti oleh urea, emisi yang terendah pada perlakuan pupuk amonium sulfat, pada padang rumput (Clayton et al., 1997). Denitrifikasi dan emisi N 2 O dipengaruhi oleh sumber N, pupuk Urea menyebabkan denitrifikasi yang lebih tinggi dibanding amonium sulfat pada studi rumah kaca dengan tanah tergenang (Mulvaney et al, 1997). Keberadaan sulfat

13 19 diduga mampu menghambat laju nitrifikasi sehingga emisi N 2 O dapat ditekan. Suratno (1997) melaporkan bahwa emisi N 2 O dari lahan sawah yang dipupuk dengan urea tablet lebih rendah dibanding dengan urea prill. Sementara Weier (1999) melaporkan bahwa aplikasi amonium sulfat secara split mampu menurunkan emisi N 2 O pada lahan tebu. Aplikasi pupuk lepas lambat / slow release fertilizer ataupun pupuk lepas terkontrol (controlled release fertilizer/crf) mampu mengontrol pelepasan pupuk amonium. Berbagai upaya untuk mengontol pelepasan hara N dari pupuk misalnya dengan modifikasi bentuk, pelapisan sehingga kelarutan pupuk berkurang. Pelapisan dengan bahan nabati misalnya neem juga mulai dikembangkan dalam rangka pengembangan produk ramah lingkungan. Di India neem diaplikasikan sebagai slow release fertilizer berupa Urea neem cake coated dengan nama dagang NIMIN. Pengaturan pelepasan amonium, diharapkan merupakan pengaturan laju nitrifikasi dan menghambat penyediaan nitrat bagi proses denitrifikasi. Secara teori aplikasi pupuk N berpelepas lambat selain meningkatkan efisiensi pemupukan juga berkontribusi terhadap penurunan emisi N 2 O. Perilaku fluks CH 4 dan N 2 O berkaitan erat dengan potensial redoks dan aktivitas mikroba. Terlihat hubungan terbalik antar kedua gas tersebut, upaya mitigasi CH 4 misalnya melalui drainase berindikasi meningkatkan fluks N 2 O. Pengelolaan potensial redoks pada kisaran -100 hingga +200 mv sangat diperlukan. Kisaran tersebut cukup untuk menghambat pembentukan CH 4 dan N 2 O (Hou et al., 2000a). Interaksi antar ketersediaan substrat, lingkungan yang mendukung dan aktivitas mikroba menentukan tingkat fluks CH 4 dan N 2 O. Pengelolaan air berpengaruh terhadap dinamika fluk CH 4 (Husin et al., 1995) serta N 2 O (Suratno et al., 1998). Pengelolaan pupuk nitrogen yang tepat diharapkan mampu melengkapi pengaruh pengelolaan air untuk meminimalkan pengaruh negatif pembenaman bahan organik terhadap fluks CH 4 dan N 2 O serta mengoptimalkan kemanfaatannya. Global Warming Potential Metana dan Nitrous Oksida dari Tanah Sawah Metana (CH 4 ) dan nitrous oksida (N 2 O) termasuk gas rumah kaca yang disebut dalam Protokol Kyoto, di samping karbon dioksida (CO 2 ), hidrofluo rokarbon (HFC s ), perfluorokarbon (PFC s ) dan sulfur heksafluorida (SF 6 )

14 20 (Murdiyarso, 2003b). Kondisi potensial redoks yang berbeda untuk pembentukan kedua gas tersebut mengisyaratkan sulitnya pengaturan lingkungan melalui perlakuan teknik budidaya untuk dapat menekan fluks keduanya secara bersamaan. Pengurangan kadar air pada tanah sawah dengan pengairan secara intermiten mampu mengurangi fluks CH 4 (Husin et al., 1995, Minamikawa dan Sakai, 2005) namun meningkatkan fluks N 2 O (Suratno et al., 1998). Untuk itu diperlukan parameter penilaian dari kedua gas tersebut untuk mendapatkan suatu perlakuan budidaya yang mampu secara lebih efektif menekan fluks GRK. Metana dan N 2 O sebagai komponen GRK menyebabkan terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang secara makro berpotensi terhadap pemanasan global (global warming). Untuk memprediksi potensi CH 4 dan N 2 O terhadap pemanasan global, IPCC (Intergovernmental Panel of Climate Change) menyusun indeks GWP (Global Warming Potential). Indeks GWP merupakan penilaian relatif di mana gas CO 2 diberi nilai 1 (satu) sebagai standar. Indeks GWP mencerminkan potensi setiap komponen GRK untuk menyebabkan pemanasan global, yang nilainya dipengaruhi oleh masa tinggal di atmosfer dan kemampuannya dalam penyerapan sinar inframerah. Menurut IPCC (2001), indeks GWP untuk CH 4 dan N 2 O masing-masing sebesar 23 dan 296. Nilai tersebut merupakan revisi terhadap nilai GWP sebelumnya oleh IPCC, 1996 yaitu masing-masing sebesar 21 dan 310 untuk CH 4 dan N 2 O (EIA, 2004). Semakin tinggi nilai indeks GWP semakin besar potensinya untuk menyebabkan pemanasan global. Sebagai dasar penilaian fluks CH 4 dan N 2 O pada tanah sawah digunakan potensi pemanasan global sebagai penjumlahan dari hasil kali total fluks masingmasing gas terhadap indeks GWPnya. Suatu perlakuan yang mampu menurunkan fluks CH 4 namun menghasilkan fluks N 2 O yang lebih tinggi dapat diperbandingkan dengan perlakuan lain yang mampu menurunkan fluks N 2 O namun menghasilkan fluks CH 4 yang lebih tinggi.

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Budidaya Lima Macam Tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Sistematika hasil dan pembahasan disajikan dalam beberapa sub bagian yaitu Fluks metana dan karakteristik tanah pada budidaya lima macam tanaman; Pengaruh pengelolaan air terhadap

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 )

PEMBAHASAN UMUM. Gambar 52. Hubungan antara nisbah C/N dengan fluks CO 2. Fluks CO2. (mg CO2 kg tanah -1 harī 1 ) PEMBAHASAN UMUM Dari kajian pengaruh pupuk N terhadap fluks CO 2 hasil respirasi bahan gambut menunjukkan bahwa terdapat interaksi antara dosis urea dengan tingkat kematangan gambut. Penambahan dosis urea

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman yang banyak mengonsumsi pupuk, terutama pupuk nitrogen (N) adalah tanaman padi sawah, yaitu sebanyak 72 % dan 13 % untuk palawija (Agency for Agricultural Research

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Gambut berperanan penting dalam biosfer karena gambut terlibat dalam siklus biogeokimia, merupakan habitat tanaman dan hewan, sebagai lingkungan hasil dari evolusi, dan referen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan

I. PENDAHULUAN. tanahnya memiliki sifat dakhil (internal) yang tidak menguntungkan dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sulfat masam merupakan salah satu jenis lahan yang terdapat di kawasan lingkungan rawa dan tergolong ke dalam lahan bermasalah karena tanahnya memiliki sifat dakhil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar K (15 0 C ), suhu PENDAHULUAN Latar Belakang Rataan suhu di permukaan bumi adalah sekitar 288 0 K (15 0 C ), suhu tersebut dapat dipertahankan karena keberadaan sejumlah gas yang berkonsentrasi di atmosfer bumi. Sejumlah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia Sampai tahun 2004, Indonesia berada pada urutan ke 15 negara penghasil gas rumah kaca tertinggi di dunia dengan emisi tahunan 378 juta ton

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Fluks dan Total Fluks Gas Metana (CH 4 ) pada Lahan Jagung, Kacang Tanah, dan Singkong Pada Gambar 4, 5 dan 6 menunjukkan fluks CH 4 pada lahan jagung, kacang tanah dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah

II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah 54 II. TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktivitas manusia (sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat

TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik Lahan Sawah. reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Sawah Perubahan kimia tanah sawah berkaitan erat dengan proses oksidasi reduksi (redoks) dan aktifitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dramatis paradigma pemanfaatan sumberdaya alam yang terjadi sejak tahun 80-an telah memperkenalkan konsep pembangunan berkelanjutan. Konsep ini berdampak kepada

Lebih terperinci

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia.

D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. D4 Penggunaan 2013 Wetlands Supplement to the 2006 IPCC Guidelines untuk Inventarisasi Gas Rumah Kaca di Indonesia. 1 Pokok bahasan meliputi latar belakang penyusunan IPCC Supplement, apa saja yang menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanasan Global Pemanasan global merupakan sebuah proses meningkatnya suhu muka bumi. Menurut Abdullah dan Khoiruddin (2009) pemanasan global diakibatkan oleh efek rumah kaca,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Metanotrof sebagai Bakteri Pengoksidasi Metan TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Klasifikasi Bakteri Metanotrof Bakteri metanotrof adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob dan menggunakan metan sebagai sumber karbon dan energi (Auman 2001). Karakteristik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah

TINJAUAN PUSTAKA. sektor pertanian (MAF, 2006). Gas rumah kaca yang dominan di atmosfer adalah 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertanian dan Pemanasan Global Pemanasan global yang kini terjadi adalah akibat dari makin meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmosfer, baik secara alami maupun secara buatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 12. Dinamika unsur N pada berbagai sistem pengelolaan padi sawah tanah Inseptisol, Jakenan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Dinamika Unsur Hara pada Berbagai Sistem Pengelolaan Padi Sawah 4.1.1. Dinamika unsur N Gambar 12 menunjukkan dinamika unsur nitrogen di dalam tanah pada berbagai sistem pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pemanasan global adalah kejadian terperangkapnya radiasi gelombang panjang matahari (inframerah atau gelombang panas) yang dipancarkan oleh bumi sehingga tidak dapat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) 4.1.1. Karbondioksida (CO 2 ) Keanekaragaman nilai fluks yang dihasilkan lahan pertanian sangat tergantung pada sistem pengelolaan lahan tersebut.

Lebih terperinci

POPULASI MIKROBA DAN FLUKS METANA (CH 4 ) SERTA NITROUS OKSIDA (N 2 O) PADA TANAH SAWAH: PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NITROGEN

POPULASI MIKROBA DAN FLUKS METANA (CH 4 ) SERTA NITROUS OKSIDA (N 2 O) PADA TANAH SAWAH: PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NITROGEN POPULASI MIKROBA DAN FLUKS METANA (CH 4 ) SERTA NITROUS OKSIDA (N 2 O) PADA TANAH SAWAH: PENGARUH PENGELOLAAN AIR, BAHAN ORGANIK DAN PUPUK NITROGEN SUPRIHATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN

PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN PERAN BAHAN ORGANIK DAN TATA AIR MIKRO TERHADAP KELARUTAN BESI, EMISI CH 4, EMISI CO 2 DAN PRODUKTIVITAS PADI DI LAHAN SULFAT MASAM RINGKASAN Tanah sulfat masam merupakan tanah dengan kemasaman yang tinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Siklus dan Neraca Nitrogen (N) Menurut Hanafiah (2005 :275) menjelaskan bahwa siklus N dimulai dari fiksasi N 2 -atmosfir secara fisik/kimiawi yang meyuplai tanah bersama

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional

PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2. Rasional PENGARUH DOSIS PUPUK N PADA BAHAN GAMBUT DENGAN TINGKAT KEMATANGAN YANG BERBEDA TERHADAP FLUKS CO 2 Rasional Penambahan pupuk N pada lahan gambut dapat mempengaruhi emisi GRK. Urea merupakan pupuk N inorganik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanasan global saat ini menjadi topik yang paling hangat dibicarakan dan mendapatkan perhatian sangat serius dari berbagai pihak. Pada dasarnya pemanasan global merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Mineralisasi N dari Bahan Organik yang Dikomposkan Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, yang bersumber dari bahan-bahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah

TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah TINJAUAN PUSTAKA Pemanasan Global dan Pertanian Sawah Pemanasan global berkaitan dengan peningkatan gas rumah kaca (GRK) di atmosfer dan perubahan iklim. Metan (CH 4 ) dan dinitrogen oksida (N 2 O) merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jagung merupakan salah satu komoditas strategis yang bernilai ekonomis, serta harus terus dikembangkan karena kedudukannya sebagai sumber utama karbohidrat

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah

I. PENDAHULUAN. Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah Ultisol mencakup 25% dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan KTK yang tergolong sedang sampai tinggi menjadikan tanah ini memunyai

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Analisis Contoh Tanah Hasil analisa sudah diketahui pada Tabel 4.1 dapat dikatakan bahwa tanah sawah yang digunakan untuk penelitian ini memiliki tingkat kesuburan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi

PEMBAHASAN UMUM. Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi 102 PEMBAHASAN UMUM Pembukaan tanah sulfat masam untuk persawahan umumnya dilengkapi dengan pembuatan saluran irigasi dan drainase agar air dapat diatur. Bila lahan tersebut dimanfaatkan untuk bertanam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Karakteristik Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak di agroekosistem kelapa sawit yang berada pada 2 (dua) lokasi yang berbeda yaitu Kebun Meranti Paham

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (CH 2 O)n + n O 2 n CO 2 + n H 2 O + e - (1) mikrob (CH 2 O)n + nh 2 O nco 2 + 4n e - + 4n H + (2) HASIL DAN PEMBAHASAN Dinamika Eh dan ph Ketika tanah digenangi, air akan menggantikan udara dalam pori tanah. Pada kondisi seperti ini, mikrob aerob tanah menggunakan semua oksigen yang tersisa dalam tanah.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat berperan penting dalam bidang pertanian, sebab tanah merupakan media tumbuh dan penyedia unsur hara bagi tanaman.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim global merupakan salah satu issu lingkungan penting dunia dewasa ini, artinya tidak hanya dibicarakan di Indonesia tetapi juga di negara-negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian dengan cara bercocok tanam. Salah satu proses terpenting dalam bercocok tanam adalah

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Metana CH 4 dan dinitrogen oksida (N 2 O) adalah gas penting di atmosfer yang mempengaruhi kekuatan radiasi dan sifat kimia atmosfer (WMO 1995). Konsentrasi CH 4 dan N 2 O

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran

I. PENDAHULUAN. Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ultisols merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak

I. PENDAHULUAN. tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering merusak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kehilangan karbon di sektor pertanian disebabkan oleh cara praktik budidaya yang tidak berkelanjutan. Pertanian dengan olah tanah intensif di lahan kering

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani

1.PENDAHULUAN. Salah satu pupuk organik yang dapat digunakan oleh petani 1.PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu dari program intensifikasi pertanian adalah pemupukan. Pupuk yang banyak digunakan oleh petani adalah pupuk kimia. Dalam memproduksi pupuk kimia dibutuhkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam penelitian ini, aktivitas pengurangan amonium oleh bakteri nitrifikasi dan anamox diamati pada dua jenis sampel, yaitu air limbah industri dan lindi. A. Pengurangan amonium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang

II. TINJAUAN PUSTAKA. udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25-27º C pada siang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak dikeluarkannya kebijakan revolusi agraria berupa bimbingan massal (bimas) dan intensifikasi massal (inmas) dari tahun 1960 -an hingga 1990-an, penggunaan input yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu merupakan bahan pangan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Daunnya dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007).

I. PENDAHULUAN. sekitar 500 mm per tahun (Dowswell et al., 1996 dalam Iriany et al., 2007). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jagung merupakan tanaman serealia yang paling produktif di dunia, cocok ditanam di wilayah bersuhu tinggi. Penyebaran tanaman jagung sangat luas karena mampu beradaptasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau

TINJAUAN PUSTAKA. Tanah Sawah. tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau TINJAUAN PUSTAKA Tanah Sawah Lahan sawah adalah lahan yang dikelola sedemikian rupa untuk budidaya tanaman padi sawah, dimana padanya dilakukan penggenangan selama atau sebagian dari masa pertumbuhan padi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan

I. PENDAHULUAN. Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan bagian penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia pada umumnya, khususnya Provinsi Lampung. Hal ini dikarenakan kondisi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah

I. PENDAHULUAN. terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting setelah padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi CO 2. lingkungan yang belum ada mekanisme pasarnya. Jenis barang dan jasa yang TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi CO 2 Lahan Sawah Lahan pertanian bukan hanya menghasilkan barang dan jasa yang dapat langsung dinilai harganya berdasarkan harga pasar, tetapi juga memberikan jasa lingkungan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat,

TINJAUAN PUSTAKA. antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, TINJAUAN PUSTAKA Tanah Ultisol Beberapa masalah fisik yang sering dijumpai dalam pemanfaatan ultisol antara lain kemantapan agregat yang rendah sehingga tanah mudah padat, permeabilitas yang lambat dan

Lebih terperinci

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah

BAB VII PERKIRAAN EMISI. Pemerintah Kabupaten Donggala A. GAS RUMAH KACA B. KEGIATAN MANUSIA DAN JENIS GRK. Badan Lingkungan Hidup Daerah BAB VII PERKIRAAN EMISI A. GAS RUMAH KACA Gas rumah Kaca (GRK) merupakan gas di atmosfer yang berfungsi menyerap radiasi infra merah dan ikut menentukan suhu atmosfer. Adanya berbagai aktivitas manusia,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil

PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil PENDAHULUAN Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan komoditas pangan penghasil protein nabati yang sangat penting, baik karena kandungan gizinya, aman dikonsumsi, maupun harganya yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Beras merupakan bahan pangan yang dikonsumsi hampir seluruh penduduk Indonesia (96,87% penduduk) dan merupakan penyumbang lebih dari 65% kebutuhan kalori (Pranolo 2001). Dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik

TINJAUAN PUSTAKA. legend of soil yang disusun oleh FAO, ultisol mencakup sebagian tanah Laterik TINJAUAN PUSTAKA Ultisol Ultisol adalah tanah mineral yang berada pada daerah temprate sampai tropika, mempunyai horison argilik atau kandik dengan lapisan liat tebal. Dalam legend of soil yang disusun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengolahan Tanah dan Pemanasan Global Pengolahan tanah merupakan tindakan mekanik terhadap tanah yang ditujukan untuk menyiapkan tempat persemaian, memberantas gulma, memperbaikai

Lebih terperinci

MITIGASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI LAHAN SAWAH DENGAN PENGELOLAAN AIR

MITIGASI EMISI GAS RUMAH KACA DARI LAHAN SAWAH DENGAN PENGELOLAAN AIR 1 2005 Suprihati Posted: 19 January, 2005 Makalah Pribadi Falsafah Sains (PPS 702) Sekolah Pasca Sarjana / S3 Institut Pertanian Bogor Dosen: Prof Dr Ir Rudy C Tarumingkeng, M F (Penanggung Jawab) Prof.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor Data statistik menunjukkan bahwa dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir, rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan 18 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kailan adalah salah satu jenis sayuran yang termasuk dalam kelas dicotyledoneae. Sistem perakaran kailan adalah jenis akar tunggang dengan cabang-cabang akar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and

TINJAUAN PUSTAKA. Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah. dan sisanya (Sekitar 30%) berasal dari sumber-sumber alami (Mudiyarso and TINJAUAN PUSTAKA Produksi dan Emisi Metan Dari Lahan Sawah Sumber utama emisi gas metan berasal dari aktifitas manusia (Sumber antropogenik). Hampir 70% total emisi metan berasal dari sumber antropogenik

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman

I. PENDAHULUAN. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan menguntungkan untuk diusahakan karena

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Padi IP 400. Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang TINJAUAN PUSTAKA Padi IP 400 Padi IP 400 merupakan salah satu jenis program penanam padi yang mengalami pengindentifikasian guna meningkatkan produksi padi tanpa memerlukan tambahan fasilitas irigasi dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya

I. PENDAHULUAN. Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan aktivitas manusia di muka bumi telah mendorong terjadinya pemanasan global (global warming). Pemanasan global terjadi sebagai akibat dari makin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kombinasi pupuk Urea dengan kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per tanaman, jumlah buah per tanaman dan diameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan dari pertanian organik itu sendiri diantaranya untuk menghasilkan produk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian organik merupakan suatu kegiatan budidaya pertanian yang menggunakan bahan-bahan alami serta meminimalisir penggunaan bahan kimia sintetis yang dapat merusak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Karbondioksida (CO2) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Gas rumah kaca adalah gas-gas yang dapat membentuk suatu lapisan perangkap panas di atmosfer bumi yang dapat memantulkan kembali panas yang dipancarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 19 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya tanah-tanah mineral di daerah tropika basah kekurangan unsur hara, seperti nitrogen dan fosfor, dan mengandung bahan organik tanah rendah. Nitrogen adalah

Lebih terperinci

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut

HASIL. Gambar 4 Fluks CH 4 dari beberapa perlakuan selama satu musim tanam pada sawah lahan gambut 4 perbedaan antar perlakuan digunakan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Analisis regresi digunakan untuk melihat hubungan antara parameter yang diamati dengan emisi CH 4. HASIL a. Fluks CH 4 selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija.

TINJAUAN PUSTAKA. baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. TINJAUAN PUSTAKA Sifat dan Ciri Tanah Sawah Tanah sawah adalah tanah yang digunakan untuk bertanam padi sawah, baik terus-menerus sepanjang tahun maupun bergiliran dengan tanaman palawija. Istilah tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Karakteristik Lahan Sawah Bukaan Baru Pada dasarnya lahan sawah membutuhkan pengolahan yang khusus dan sangat berbeda dengan lahan usaha tani pada lahan

Lebih terperinci

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah

Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Konservasi Tanah Menghadapi Perubahan Iklim 263 11. KESIMPULAN UMUM Fahmuddin Agus dan Achmad Rachman Peneliti Balitbangtan di Balai Penelitian Tanah Gejala perubahan iklim semakin nyata yang ditandai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah

TINJAUAN PUSTAKA. secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah TINJAUAN PUSTAKA Tanah sawah Tanah sawah adalah habitat yang sangat unik untuk penambatan nitrogen secara hayati. Mikroba penambat nitrogen hidup bebas pada tanah sawah digolongkan menjadi dua kelompok

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala

II. TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan pengelolaan yang memperhatikan kendala yang ada. Beberapa kendala II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol Tanah Ultisol sering diidentikkan dengan tanah yang tidak subur, tetapi sesungguhnya bisa dimanfaatkan untuk lahan pertanian potensial, asalkan dilakukan pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian meter di TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanaman Jahe Iklim Di Indonesia umumnya jahe ditanam pada ketinggian 200-600 meter di atas permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata berkisar 2500-4000 mm/ tahun. Sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei

TINJAUAN PUSTAKA. survei dan pemetaan tanah menghasilkan laporan dan peta-peta. Laporan survei TINJAUAN PUSTAKA Survei dan Pemetaan Survei dan pemetaan tanah merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi dan saling memberi manfaat bagi peningkatan kegunaannya. Kegiatan survei dan pemetaan tanah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Tebu Tebu ( Saccharum officinarum L.) merupakan tanaman penting sebagai penghasil gula dan lebih dari setengah produksi gula berasal dari tanaman tebu (Sartono, 1995).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan I. PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan pertambahan penduduk. Kenaikan konsumsi ini tidak dapat dikejar oleh produksi dalam

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia pada tahun 1960 melakukan modernisasi pertanian melalui program bimbingan massal (bimas) dan intensifikasi massal (inmas) untuk meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Beberapa Macam Sistem Budidaya. Methane Flux and Soil Characteristic in Several Cropping Systems

Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Beberapa Macam Sistem Budidaya. Methane Flux and Soil Characteristic in Several Cropping Systems Fluks Metana dan Karakteristik Tanah pada Beberapa Macam Sistem Budidaya Methane Flux and Soil Characteristic in Several Cropping Systems Suprihati 1*), Iswandi Anas 2), Daniel Murdiyarso 3), Supiandi

Lebih terperinci

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO

SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO SYARAT TUMBUH TANAMAN KAKAO Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan,

Lebih terperinci

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :

Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : SIFAT KIMIA TANAH Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain : 1. Derajat Kemasaman Tanah (ph) Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai ph. Nilai ph menunjukkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut

TINJAUAN PUSTAKA. kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut 29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K 2 O, sedangkan air laut mengandung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci