PDRB PROPINSI DAN MDG. Oleh Emil Salim Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Ketua Dewan Kehormatan PERWAKU

Transkripsi

1 PDRB PROPINSI DAN MDG Oleh Emil Salim Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Ketua Dewan Kehormatan PERWAKU

2 PDRB TINGGI, KEMISKINAN TINGGI PDRB per kapita tinggi, % miskin tinggi: Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Selatan, Jawa Tengah, DI Yogjakarta, Jawa Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Papua, Papua Barat; Jawa-Bali : 12 kabupaten; Luar Jawa-Bali : 58 kabupaten;

3 ANALISA (I) 1. Pertumbuhan tinggi didorong oleh pembangunan pertambangan yg umumnya berupa enclave dgn kaitan ke masyarakat terbatas; 2. Konektifitas manusia dan produk terbatas sehingga memicu kemiskinan; 3. Kondisi infratsurktur fisik terbatas dibanding persebaran penduduk yang luas; 4. Kualitas sumber daya manusia terbatas;

4 PDRB RENDAH, KEMISKINAN TINGGI PDRB per kapita rendah, % miskin tinggi: Bengkulu, Lampung, Gorontalo, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku; Jawa-Bali: 49 kabupaten; Luar Jawa-Bali: 106 kabupaten;

5 ANALISA (2) 1. Daerah berada di luar lintas ekonomi padat dgn prasarana konektifitas rendah; 2. Daerah barat Sumatera peka gempa; 3. Lampung menampung transmigran otot dgn produktifitas rendah; 4. Kondisi sosial-budaya masyarakat NTB belum kondusif utk mendorong pembangunan;

6 PDRB RENDAH, KEMISKINAN RENDAH PDRB per kapita rendah, % miskin rendah; Maluku Utara Jawa-Bali: 18 kabupaten; Luar Jawa-Bali: 53 kabupaten

7 ANALISA (3) Kawasan Indonesia Timur, khususnya Maluku sebagai propinsi beribu-pulau memerlukan: (1) Jejaring prasarana angkutan laut dengan sentra penghubung sebagai pusat bunker, fasilitas listrik utk es dan processing hasil laut; (2) Sistem angkutan laut trunk-line berpola reguler ditopang feeder-lines dgn pelayaran rakyat dan pelayaran perintis yg disubsidi; (3) Ditunjang oleh sistim angkutan udara yg sama

8 PDRB TINGGI, KEMISKINAN RENDAH PDRB per kapita tinggi, % miskin rendah: Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan; Jawa-Bali: 46 kabupaten; Luar Jawa Bali:115 kabupaten;

9 ANALISA (4) 1. SDA tersedia dihubungi infratsurktur yg mema-dai dgn akses dagang ke Selat Malaka dan dita-riki oleh ekonomi SIJORI; 2. Banten-Jabar ditarik Jadebotabek; 3. SDA Kalimantan besar ketimbang penduduk; 4. Pengembangan BALI terbaik ditopang masyarakat yg homogen, konektifitas ekonomi & sosial baik;

10 PDRB DAN PEGANGGURAN 1; PDRB per kapita tinggi, nganggur tinggi: Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Papua Barat; PDRB per kapita rendah, nganggur tinggi: Maluku

11 ANALISA (5) 1. High growth ditopang ekonomi enclave dgn spill-over effect ke pekerja kasar rendah; 2. Tenaga kerja terampil lokal terbatas sehingga banyak menganggur; 3. Pekerja nganggur DKI ada bersifat musiman, ada pula yg disubsidi keluarga dan terbukanya kesempatan bagi sektor informal; 4. PDRB rendah menganggur tinggi karena isolasi oleh lautan tanpa dukungan infrastruktur

12 PDRB DAN PENGANGGURAN 2. PDRB per kapita rendah, nganggur rendah; Bengkulu, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara; PDRB per kapita tinggi, nganggur rendah: Jambi, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan

13 ANALISA (6) 1. Ekonomi masih stagnan dan sektor informal serta pertanian masih menampung disguised unemployed; 2. PDRB per kapita tinggi, nganggur remdah memiliki resource base kuat, penduduk banyak bisa ditampung sektor informal;

14 BALITA KURANG GIZI % Nasional Balita kurang gizi 18,4%. Propinsi di atas % nasional (buruk) ini: N.Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Goronta-lo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, Papua

15 TINGKAT KEMATIAN BAYI Rata-rata nasional kematian bayi per 1000 kelahiran adalah 34 maka yang di atas ini (buruk): Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, NTB, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Maluku, Papua Barat, Papua.

16 ANALISA (7) 1. Kurang gizi dan tingginya kematian bayi karena tidak terpriotaskan oleh leadership lokal; 2. Pembangunan sosial belum berjalan seiring dengan pentingnya pembangunan ekonomi; 3. Anggaran bersifat project oriented dan kurang utamakan dimensi bayi dan Ibu; 4. Kepemimpinan lokal dan informal belum dilibatkan sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam program pengembangan masyarakat.

17 KESAN DAN KESIMPULAN 1. Kebijakan pro-growth tidak otomatis melahirkan hasil pro-poor dan pro-job; 2. Sasaran pro-poor dan pro-job perlu sengaja diciptakan bersamaan dgn pro-growth; 3. Hambatan mencapainya adalah: infrastruktur utk aksesibilitas, konnektivitas, pengembangan sumber daya manusia; peniadaan kerusakan sumber daya alam utk menaikkan nilai tambahnya; penataan ruang utk sinkhrinisasi antar sektor;