KAJIAN IN VITRO DAN IN SACCO FERMENTASI HIJAUAN TROPIS DAN CAMPURANNYA PADA MEDIA CAIRAN RUMEN DOMBA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN IN VITRO DAN IN SACCO FERMENTASI HIJAUAN TROPIS DAN CAMPURANNYA PADA MEDIA CAIRAN RUMEN DOMBA"

Transkripsi

1 KAJIAN IN VITRO DAN IN SACCO FERMENTASI HIJAUAN TROPIS DAN CAMPURANNYA PADA MEDIA CAIRAN RUMEN DOMBA SKRIPSI AINISSYA FITRI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 i

2 RINGKASAN AINISSYA FITRI. D Kajian In Vitro dan In Sacco Fermentasi Hijauan Tropis dan Campurannya pada Media Cairan Rumen Domba. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Didid Diapari, M.Si. Potensi hijauan tropis yang terdapat di Indonesia cukup banyak serta beberapa hijauan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kualitas nutrisi yang tinggi ini belum diikuti dengan pemanfaatannya yang optimum, hal ini dikarenakan adanya kadar serat dan antinutrisi yang cukup tinggi pada hijauan tersebut. Antinutrisi yang terdapat pada hijauan tropis khususnya tanin dan saponin, akan mempengaruhi perkembangan bakteri maupun protozoa dalam rumen serta proses pengikatan protein di dalam saluran pencernaan. Kualitas dan pemanfaatan hijauan tropis yang mengandung zat antinutrisi tersebut dapat dievaluasi dengan berbagai teknik antara lain secara in sacco dan in vitro. Teknik in sacco adalah mengevaluasi pakan dengan memasukkan sampel ke dalam tubuh ternak dengan menggunakan kantong nilon. Teknik in vitro merupakan teknik evaluasi pakan dengan menggunakan cairan rumen sebagai media fermentasi dengan menggunakan tabung yang dikondisikan mirip dengan keadaan sebenarnya di dalam rumen. Dalam pemberian hijauan sering kali peternak tidak menggunakan takaran, sehingga dikhawatirkan zat antinutrisi yang berlebihan dapat mengganggu proses fermentasi rumen. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi hijauan tropis tersebut baik sebagai hijauan tunggal, campuran dengan rumput maupun dengan pakan tambahan secara in vitro dan in sacco. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi hasil fermentasi berupa degradasi bahan kering, produksi gas total, dan VFA parsial hijauan tropis dan campurannya dengan menggunakan media cairan rumen domba secara in vitro dan in sacco. Penelitian ini dilakukan selama bulan Juni November 2009 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi dan laboratorium lapang B Fakultas Peternakan IPB. Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah lima jenis hijauan tropis (Gliricidia sepium (gamal), Calliandra calohtyrsus (kaliandra), Leucaena leucocephala (lamtoro), Moringa oleifera (kelor), dan Artocarpus heterophyllus (nangka)), cairan rumen domba, seperangkat perlengkapan uji in sacco dan seperangkat perlengkapan uji in vitro. Penelitian ini terdiri dari 3 tahap pengamatan yang dilakukan secara terpisah. Tahap 1 berupa 100% hijauan tunggal; Tahap 2 berupa campuran hijauan tropis yaitu 30% hijauan tropis yang diamati dan 70% rumput lapang; dan Tahap 3 berupa ransum yaitu 30% hijauan tropis yang diamati, 50% rumput lapang, 10% ampas tahu dan 10% dedak halus. Peubah yang diamati pada evaluasi secara in vitro adalah persentase degradasi bahan kering (DBK), Volatille Fatty Acid (VFA) parsial dan produksi gas total, sedangkan pada evaluasi secara in sacco yang diamati adalah laju DBK. Rancangan percobaan in vitro yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan dan pada percobaan in sacco (pola DBK) dan in vitro (VFA parsial) dianalisis secara deskriptif. ii

3 Hasil analisis proksimat, tanin dan saponin hijauan tropis menunjukkan bahwa kandungan protein kasar yang rendah terdapat pada nangka dan yang tinggi terdapat pada kelor. Kandungan serat kasar yang tinggi ditemui pada nangka dan yang rendah pada kelor. Kadar tanin yang paling diperoleh pada kaliandra dan yang rendah diperoleh pada kelor. Produksi gas total pada hijauan tunggal (tahap 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) dengan menunjukkan bahwa kelor memiliki produksi gas total yang tinggi. Pada campuran hijauan tropis (tahap 2) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi gas total. Hasil menunjukkan bahwa nilai produksi gas total yang tinggi diperoleh pada campuran hijauan tropis yang mengandung kelor, gamal dan nangka. Hasil analisis sidik ragam pada pengamatan campuran hijauan tropis dengan rumput lapang dan pakan tambahan dalam bentuk ransum (tahap 3), menunjukkan yang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi gas total. Nilai produksi gas yang tertinggi ditampilkan oleh ransum yang mengandung kelor dan gamal. Secara keseluruhan, nilai total produksi gas baik pada tahap 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa kelor memiliki nilai yang tertinggi dan lamtoro memiliki nilai yang terendah. Pengamatan pada tahap 1 berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap presentase DBK. Persentase DBK tertinggi diperoleh pada kelor dan yang terendah diperoleh pada kaliandra. Hasil analisis sidik ragam pada pengamatan tahap 2 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase DBK. Campuran hijauan tropis yang mengandung kelor, gamal dan nangka menghasilkan persentase DBK lebih tinggi. Untuk persentase DBK pada tahap 3 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Nilai VFA total pada tahap 1, 2 dan 3 masing-masing adalah berada dalam kisaran 97,67-138,04 mm; 81,78-98,28 mm dan 76,06-105,14 mm yang artinya semua tahapan masih berada pada batas normal. Pada pengukuran DBK secara in sacco di setiap tahapan pengamatan memiliki nilai yang berbeda-beda sesuai dengan lama inkubasinya dan perlakuan yang diberikan. Pada tahap 1, hijauan kelor memiliki laju DBK yang tinggi dibandingkan dengan hijauan tropis lainnya. Laju DBK yang paling tinggi pada tahap 2 dan tahap 3 adalah pencampuran yang mengandung kelor. Penelitian ini menyimpulkan bahwa hasil evaluasi beberapa hijauan tropis baik sebagai hijauan tropis yang diberikan tunggal, campuran dengan rumput lapang maupun dalam bentuk ransum secara in vitro dan in sacco, kelor menunjukkan produksi gas total, persentase DBK dan laju DBK yang lebih mudah terdegradasi dan tinggi dibanding hijauan lain, namun ini tidak terjadi pada total VFA. Hijauan tropis yang diberikan kepada ternak tidak dianjurkan untuk diberikan secara tunggal karena dapat mengakibat kembung. Dalam aplikasinya hijauan tropis perlu diberikan dalam bentuk campuran hijauan tropis maupun dalam bentuk ransum. Kata-kata Kunci : In vitro, in sacco, hijauan tropis, antinutrisi, hijauan iii

4 ABSTRACT Study of In Vitro and In Sacco Fermentation in Rumen Fluid Sheep of Tropical Browse Plants and Its Mixing as A Ration Fitri, A., D. A. Astuti, and D. Diapari Tropical browse plants may constitute an important fodder for ruminant semiintensive farming. Problem with tropical browse plant is high content of secondary compound which will reduce the nutritive value. Evaluation feed quality can be set up by using in vitro, in sacco, and in vivo techniques. In vivo technique is very expensive and need more accurate dose caused by the antinutrient status. Therefore, it is necessary evaluate the degradation of tropical browse plants (as a single forage, mix with native grass and in complete ration) which usual fed by small ruminant. Using in vitro and in sacco techniques which cheaper and simplier than in vivo which is the best way. Five species of forages were used in this experiment. There were Gliricidia sepium, Calliandra calohtyrsus, Leucaena leucocephala, Moringa oleifera, and Artocarpus heterophyllus. The experiment devided into three steps, with step one was evaluation single dose of each forage, step two was evaluation forage mix with native grass with ratio 30:70 and step three was evaluation forage in complete ration (forage: native grass: concentrate = 30:50:20). Variables observed in in vitro experiment were percentage of dry matter degradation (DMD), partial volatille fatty acid (VFA) concentration and 24 hours total gas production, while in in sacco experiment was DMD. Evaluation results of Moringa oleifera forage either as a single forage, mix with native grass or in complete ration by in vitro and in sacco, showed that total gas production, the percentage of DMD and rate of DMD were better than other forages. This did not happen on VFA concentration. Keywords : In vitro, in sacco, tropical browse plants, forage, antinutrient iv

5 KAJIAN IN VITRO DAN IN SACCO FERMENTASI HIJAUAN TROPIS DAN CAMPURANNYA PADA MEDIA CAIRAN RUMEN DOMBA AINISSYA FITRI D Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 v

6 Judul : Kajian In Vitro dan In Sacco Fermentasi Hijauan Tropis dan Campurannya Pada Media Cairan Rumen Domba Nama : Ainissya Fitri NIM : D Pembimbing Utama, Menyetujui, Pembimbing Anggota, (Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS) NIP: (Dr. Ir. Didid Diapari, M. Si.) NIP: Mengetahui: Ketua Departemen, Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan (Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.) NIP: Tanggal Ujian: 5 Agustus 2010 Tanggal Lulus: vi

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1987 di Lampung. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Herman Datuk dan (Alm) Nurlaily. Penulis menempuh pendidikan menengah atas di SMA Negeri 9 Bekasi masuk program IPA pada tahun 2002, dan lulus tahun Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun 2006 lalu penulis diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi antara lain UKM FORCES (Forum for Scientific Studies) sebagai Sekretaris Umum, periode ; Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER) IPB sebagai anggota di Biro Khusus Magang, periode ; Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan (BEM D) IPB sebagai Sekretaris Umum, masa jabatan Pada tahun 2008, penulis melaksanakan kegiatan praktik kerja lapangan di PT. Lembu Jantan Perkasa (LJP) unit Serang-Pandeglang selama 1 bulan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Formulasi Ransum dan Sistem Informasi Peternakan ( ). Pada tahun penulis berkesempatan mengikuti kegiatan program kreatif mahasiswa di bidang kewirausahaan (PKMK) dan bidang penelitian (PKMP) dengan total 3 judul yang lulus didanai DIKTI. vii

8 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia dan ridho-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan. Skripsi ini berjudul Kajian In Vitro dan In Sacco Fermentasi Hijauan Tropis dan Campurannya Pada Media Cairan Rumen Domba. Indonesia memiliki potensi hijauan tropis yang cukup banyak serta beberapa hijauan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kualitas nutrisi yang tinggi ini belum diikuti dengan pemanfaatannya yang optimum, hal ini dikarenakan adanya kadar serat dan antinutrisi yang cukup tinggi pada hijauan tersebut. Umumnya dalam tatalaksana pemberian hijauan sering kali peternak tidak menggunakan takaran, sehingga dikhawatirkan zat antinutrisi yang berlebihan dapat mengganggu proses fermentasi rumen. Kualitas dan pemanfaatan hijauan tropis yang mengandung zat antinutrisi tersebut dapat dievaluasi dengan berbagai teknik antara lain secara in sacco dan in vitro. Oleh karena itu dilakukan penelitian ini. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Juni sampai bulan November 2009 bertempat di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi dan laboratorium lapang B Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS serta seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, Agustus 2010 Penulis viii

9 DAFTAR ISI RINGKASAN... ABSTRACT... RIWAYAT HIDUP... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Hijauan Tropis... 3 Evaluasi Kualitas Hijauan... 6 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Cairan Rumen Rancangan Percobaan Prosedur HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat, Tanin, dan Saponin Hijauan Tropis Percobaan In Vitro Produksi Gas Total Volatile Fatty Acid (VFA) Degradasi Bahan Kering (DBK) Percobaan In Sacco KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran UCAPAN TERIMAKASIH DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ii iv vii viii ix x xi xii ix

10 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Hasil Analisis Proksimat, Tanin dan Saponin Hasil Analisa Produksi Gas Total Hasil Pengamatan VFA Parsial dan Total VFA secara In Vitro Hasil Analisa Degradasi Bahan Kering (DBK) x

11 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Gliricidia sepium Calliandra calohtyrsus Leucaena leucocephala Moringa oleifera Artocarpus heterophyllus VFA Parsial dan Total VFA Tahap VFA Parsial dan Total VFA Tahap VFA Parsial Total VFA Tahap DBK In Sacco pada Tahap DBK In Sacco pada Tahap DBK In Sacco pada Tahap xi

12 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Pembuatan Larutan Media ANOVA Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 1 (Hijauan Tunggal) ANOVA Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 2 (Campuran Hijauan Tropis) ANOVA Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 3 (Ransum) ANOVA Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 1 (Hijauan Tunggal) ANOVA Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 2 (Campuran Hijauan Tropis) ANOVA Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 3 (Ransum) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 1 (Hijauan Tunggal) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 2 (Campuran Hijauan Tropis) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Produksi Gas pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 3 (Ransum) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 1 (Hijauan Tunggal) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 2 (Campuran Hijauan Tropis) Uji Lanjut Kontras Ortogonal Degradasi Bahan Kering pada Percobaan Secara In Vitro pada Tahap 3 (Ransum) Hasil DBK In Sacco Tahap Hasil DBK In Sacco Tahap Hasil DBK In Sacco Tahap xii

13 PENDAHULUAN Latar Belakang Hijauan tropis merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis seperti di Indonesia. Hijauan ini dapat berupa rumput-rumputan, leguminosa maupun tanaman lainnya. Hijauan ini dapat berfungsi sebagai hijauan makanan ternak khususnya ternak ruminansia. Domba sebagai ternak ruminansia yang dipelihara secara tradisional, memerlukan pakan hijauan sebagai pakan utamanya. Pada peternakan tradisional, peternak pada umumnya memberikan pakan kepada ternaknya berupa campuran beberapa hijauan tropis sedangkan pada peternakan semi intensif, disamping diberikan campuran hijauan tropis sering pula diberikan pakan tambahan. Potensi hijauan tropis yang terdapat di Indonesia cukup banyak dan hijauan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi, namun kualitas nutrisi yang tinggi ini belum diikuti dengan pemanfaatannya yang optimum. Hal ini dikarenakan adanya antinutrisi yang cukup tinggi pada hijauan tersebut. Antinutrisi pada hijauan tersebut dapat berupa saponin, tanin dan mimosim. Adanya antinutrisi ini dapat mempengaruhi hasil fermentasi hijauan tersebut di dalam rumen, sebagai contoh saponin yang dapat mempengaruhi perkembangan bakteri maupun protozoa dalam rumen, tanin yang dapat mengikat protein di dalam saluran pencernaan, dan mimosim yang dapat mengurangi jumlah asam amino yang dihasilkan oleh mikroba rumen (McDonald et al., 1992; Min et al., 2002). Hijauan tropis selain memiliki kandungan antinutrisi yang tinggi, hijauan ini juga memiliki kandungan serat kasar yang tinggi pula. Serat kasar ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak ruminansia melalui proses fermentasi pakan. Umumnya dalam manajemen pemeliharaan ternak ruminansia seperti domba, peternak memberikan rumput dicampur dengan leguminosa maupun dengan tanaman lainnya seperti Dilenia suffruticosa (dilenia), Melastoma malabathricum (senduduk), Sapium baccatum (memaya), Musa sapientum (pisang), Colopogonium mucunoides (Clopogonium), Sesbania grandiflora (turi), Gliricidia sepium (gamal), Calliandra calohtyrsus (kaliandra), Leucaena leucocephala (lamtoro), Moringa oleifera (kelor), dan Artocarpus heterophyllus (nangka). 1

14 Kualitas dan pemanfaatan hijauan tropis yang mengandung zat antinutrisi tersebut dapat dievaluasi dengan berbagai teknik antara lain secara in sacco dan in vitro. Teknik in sacco adalah mengevaluasi pakan dengan memasukkan sampel ke dalam tubuh ternak dengan menggunakan kantong nilon. Teknik ini mampu menghemat waktu, tenaga dan biaya namun proses fisiologis masih berlangsung secara sempurna. Teknik in vitro merupakan teknik evaluasi pakan dengan menggunakan cairan rumen sebagai media fermentasi dengan menggunakan tabung yang dikondisikan mirip dengan keadaan sebenarnya di dalam rumen. Teknik ini sering digunakan karena memberikan hasil yang cepat dengan cara yang murah dan jumlah sampel yang digunakan relatif sedikit (Makkar, 2002). Dalam pemberian hijauan tropis sering peternak tidak menggunakan takaran, sehingga dikhawatirkan zat antinutrisi yang berlebihan dapat mengganggu proses fermentasi rumen dan bahkan dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu perlu adanya evaluasi hijauan tropis tersebut baik sebagai hijauan tunggal, campuran hijauan tropis maupun campuran dengan dedak halus dan ampas tahu sebagai pakan tambahan secara in vitro dan in sacco. Kedua teknik evaluasi pakan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi kualitas hijauan dalam berbagai formula, sehingga dapat diaplikasikan secara in vivo. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil fermentasi berupa degradasi bahan kering, produksi gas total, dan VFA parsial dari hijauan tropis baik sebagai hijauan tunggal dan campurannya dengan menggunakan media cairan rumen domba secara in vitro dan in sacco. 2

15 TINJAUAN PUSTAKA Hijauan Tropis Hijauan tropis merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis seperti di Indonesia. Hijauan tropis ini dapat berupa rumput, legum dan hijauan pohon (Wilkins, 2000). Hijauan ini menyebar merata di berbagai wilayah di Indonesia dan memiliki karakteristik yang khas antara lain protein kasar yang tinggi, serat kasar yang tinggi, kecernaan yang lebih tinggi, kandungan mineral dan vitamin yang tinggi pula. Dengan karakteristik yang khas tersebut, hijauan ini dapat dijadikan sebagai hijauan makanan ternak. Selain itu, hijauan ini juga mengandung zat antinutrisi yang cukup beragam seperti tanin, saponin, dan mimosim. Umumnya zat antinutrisi ini terdapat di legum pohon, namun menurut McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa legum pohon juga dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas pakan ruminansia pada daerah tropis karena mengandung karbohidrat yang mudah tercerna dan nitrogen, terutama pada musim kemarau. Beberapa jenis hijauan tropis yang sering digunakan oleh peternak sebagai hijauan makanan ternak yaitu Gliricidia sepium (gamal), Calliandra calohtyrsus (kaliandra), Leucaena leucocephala (lamtoro), Moringa oleifera (kelor), dan Artocarpus heterophyllus (nangka). Gliricidia sepium (gamal) Tanaman yang berasal dari Amerika Tengah ini, di Indonesia lebih dikenal dengan nama gamal dan liriksida (Gambar 1). Cara tanamnya dapat dilakukan dengan stek maupun biji, hasil produksi yang diperoleh berkisar antara 19 ton/ha/tahun. Daun gamal dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak yang memiliki kandungan nutrien yaitu protein kasar (PK) 24,7%, neutral detergent fibre (NDF) 31,8%, dan acid detergent fibre (ADF) 20,4%. Daun gamal memiliki zat antinutrisi berupa saponin, tannin, kumarin dan asam fenolat (Duke, 1983; Wahid, 2008; Wood et al., 1998). Calliandra calohtyrsus (kaliandra) Calliandra calothyrsus (kaliandra) merupakan jenis tanaman yang termasuk ke dalam famili leguminosa dan subfamili mimosoidae (Gambar 2). Tanaman ini berasal dari Guatemala, Amerika Serikat. Tanaman kaliandra memiliki sifat-sifat 3

16 hidup dan produksi yang baik untuk dikembangkan. Ditinjau dari segi manfaat, kaliandra dapat dipakai sebagai kayu bakar, makanan ternak, pohon pelindung, tumbuhan penutup tanah untuk penghijauan dan akarnya sebagai obat tradisional. Kaliandra mengandung PK 11%, ADF 69,8%, NDF 73,7%, dan tanin 16,7 mg/g BK, serta produksinya 1-10 ton BK/ha (Tangendjaja et al., 1992; Baba et al., 2002). Gambar 1. Gliricidia sepium (Plantamor, 2010) Gambar 2. Calliandra calohtyrsus (Plantamor, 2010) Leucaena leucocephala (lamtoro) Lamtoro dapat tumbuh pada daerah tropis dan subtropis. Leucaena leucocephala atau lamtoro berasal dari Amerika tropis. Tanaman ini memiliki nama yang bermacam-macam, di Sumatera dinamakan pete selong, pete china, di Jawa dinamakan lamtoro, metir, kemlandingan, selamtara, peuteuy china, peuteuy selong, kamalandingan, pelending (Sunda), dan di Madura dikenal sebagai kalandingan (Utami, 2008). Lamtoro memiliki zat antinutrisi berupa mimosin. Mimosin apabila diberikan pada ruminansia dalam kadar yang tinggi dapat menjadi racun bagi mikroba rumen sehingga dapat pula menurunkan produksi asam amino (McDonald et. al., 2002). Lamtoro mengandung PK 24,3%, ADF 21,5%, NDF 31,8% dan tanin 14,8 mg/g BK (Baba et al., 2002). Moringa oleifera (kelor) Moringa oleifera merupakan jenis tanaman yang termasuk ke dalam famili Moringaceae. Tanaman ini tumbuh di daerah sub Himalaya di barat daya India, Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan. Di Indonesia, tanaman ini dikenal dengan nama Kelor (Jawa, Sunda, Bali, Lampung), Kerol (Buru), Marangghi (Madura), Moltong (Flores), Kelo (Gorontalo), Keloro (Bugis), Kawano (Sumba), Ongge (Bima), dan di Sumatera Barat dikenal dengan nama Munggai (Utami, 2008). 4

17 Tanaman kelor memiliki nilai ekonomis yang dapat dimanfaatkan dalam bidang industri dan kesehatan. Suciati (2005) menjelaskan bahwa kelor dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida serum darah pada ayam broiler. Kelor memiliki kandungan PK 32,1%, NDF 16,7%, dan ADF 13,3%. Kelor juga mengandung tanin, saponin 5%, phytat 3,1%, dan asam amino esensial bersulfur (Makkar dan Bekker, 1996; Soliva et al., 2005). Bentuk fisik dari lamtoro dan kelor dapat dilihat pada Gambar 3 dan 4. Gambar 3. Leucaena leucocephala (Plantamor, 2010) Gambar 4. Moringa oleifera (Plantamor, 2010) Artocarpus heterophyllus (nangka) Nangka merupakan tanaman buah berupa pohon dan penyebarannya di daerah tropis sudah menyeluruh seperti Indonesia. Tanaman ini memiliki beberapa nama daerah yaitu nongko (Jawa), lumasa atau malasa (Lampung) dan nangka (Sunda). Beberapa nama asing antara lain jacfruit (Inggris), Kapiak (Papua Nugini), liangka (Filipina) dan khanum menurut bahasa Thailand (Prihatman, 2000). Daun nangka dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak. Daun ini memiliki PK 15,9%, ADF 38,4%, NDF 49,6% dan tanin 6,1 mg/g BK (Baba et al., 2002). Bentuk fisik dari nangka dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5. Artocarpus heterophyllus (Plantamor, 2010) 5

18 Evaluasi Kualitas Hijauan Bahan pakan dapat dievaluasi dengan beberapa metode baik secara fisik, kimia maupun biologis. Pengujian secara fisik dapat dilakukan dengan cara melihat keadaan fisik dari pakan yang digunakan. Pengujian ini dapat dilakukan secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Metode evaluasi secara kimia dilakukan untuk mengetahui potensi bahan pakan yang diperlihatkan dari komposisi kimia pakan yang digunakan. Evaluasi secara kimia dapat dilakukan dengan analisis proksimat. Dari analisis proksimat dapat diketahui komposisi bahan kimia secara umum seperti air, protein kasar, serat kasar, dan abu (Makkar, 2002). Metode evaluasi pakan secara biologis dilakukan untuk mengukur kualitas pakan yang digunakan berdasarkan kecernaannya. Evaluasi ini dapat dilakukan secara langsung dilapangan (in vivo) maupun secara pengujian di laboratorium (in vitro dan in sacco) atau kombinasi keduanya. Evaluasi pakan secara in vivo tidak akan terlepas dari pengukuran konsumsi pakan dan feses (Makkar, 2002; Getachew et al., 1998). In Vitro dan Produksi Gas Salah satu metode penentuan kecernaan bahan kering suatu bahan pakan yang lazim digunakan di laboratorium adalah teknik in vitro. Teknik In vitro merupakan suatu kegiatan yang dilakukan di luar tubuh ternak dengan mengikuti keadaan yang sesungguhnya pada ternak tersebut, sehingga secara tidak langsung dapat mengamati kegiatan yang terjadi di dalam rumen dengan cara in vitro (Makkar, 2002). Metode in vitro tidak hanya lebih murah dan waktunya singkat namun pengukuran evaluasi pakan secara in vitro ini mampu menghasilkan kondisi percobaan yang lebih tepat dibanding secara in vivo (Makkar, 2002 ; Getachew et al., 1998). Terdapat 3 teknik utama pengukuran kecernaan dan evaluasi pakan untuk ternak ruminansia yaitu, kecernaan dengan menggunakan mikroorganisme rumen seperti yang dilakukan Tilley dan Terry pada tahun 1963 atau menggunakan metode gas tes oleh Menke pada tahun 1979, cell-free fungal cellulose oleh De Boever pada tahun 1986 dan inkubasi in situ dengan kantong nilon di dalam rumen oleh Mehrez dan Orskov pada tahun 1977 (Makkar, 2002). Teknik evaluasi pakan berdasarkan metode Tilley dan Terry pada tahun 1963, banyak digunakan karena dapat digunakan untuk mengevaluasi bahan pakan dalam 6

19 jumlah besar. Metode ini memiliki nilai hampir sama dengan nilai in vivo namun metode ini sulit diterapkan pada material seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel (Makkar, 2002). Metode perhitungan gas telah banyak dilakukan untuk mengevaluasi kualitas pakan. Metode in vitro gas tes dapat diaplikasikan untuk mengetahui tingkat degradasi protein, mengukur kinetika produksi gas, degradasi bahan kering, degradasi bahan organik, asam lemak rantai pendek atau volatille fatty acid (VFA), dan dapat mengevaluasi interaksi antara nutrisi dengan antinutrisi serta antinutrisi dengan antinutrisi. Teknik ini mudah dan cepat untuk dilakukan serta dapat mengevaluasi sampel dalam jumlah yang banyak, tidak memerlukan peralatan canggih atau penggunaan sejumlah besar hewan namun sebaiknya satu atau dua hewan fistula yang diperlukan (Makkar, 2002). Pada metode in vitro gas tes oleh Menke pada tahun 1979, yang dikenal dengan metode gas Hohenheim, fermentasi menggunakan syringe gas tes kapasitas 100 ml yang berisi sampel pakan dan larutan buffer rumen. Produksi gas dari inkubasi bahan kering mg sampel pakan selama 24 jam dengan volume inkubasi 30 ml. Metode Menke ini dimodifikasi oleh Blümmel and Ørskov pada tahun 1993 dengan inkubasi menggunakan waterbath yang dilengkapi dengan rotor pada inkubatornya. Makkar pada tahun 1995 dan Blümmel pada tahun 1997 memodifikasi lebih lanjut mengenai jumlah sampel yang digunakan dari 200 mg menjadi 500 mg dan peningkatan larutan buffer rumen dua kali lipat sebagai indikasi peningkatan volume inkubasi dari 30 ml menjadi 40 ml. Pada inkubasi bahan pakan dengan menggunakan buffer rumen secara in vitro, karbohidrat akan terfermentasi menghasilkan asam lemak rantai pendek, gas dan bakteri. Keuntungan dari adanya modifikasi pada metode Menke yang asli adalah meminimalisir terjadinya penurunan temperatur pada media yang diuji selama melakukan pencatatan gas pada syring yang di inkubasi dalam waterbath dan meningkatnya jumlah sampel dapat mengurangi kesalahan pada faktor penentuan nilai gravimetric secara in vitro yang dibutuhkan untuk mengukur tingkat kecernaan. Produksi gas secara mendasar dihasilkan dari fermentasi karbohidrat menjadi asetat, propionat dan butirat. Produksi gas dari fermentasi 7

20 protein lebih kecil dibandingkan fermentasi karbohidrat. Kontribusi lemak pada produksi gas dapat ditiadakan (Makkar, 2002 ; Getachew et al., 1998). Metode pengukuran gas (gas test) digunakan untuk mengevaluasi nilai nutrisi pakan. Hubungan antara kecernaan in vivo dan produksi gas (CO 2 dan CH 4 ) secara in vitro pada saat pakan diinkubasi dengan menggunakan cairan rumen selama 24 jam dapat digunakan untuk memperkirakan degradasi bahan kering, kecernaan bahan organik dan energi metabolis yang terkandung dalam pakan. Metode ini didasarkan pada kuantitas substrat yang terdegradasi atau protein mikroba yang dihasilkan baik dengan menggunakan penanda internal atau eksternal. Pakan yang diinkubasi dengan menggunakan cairan rumen buffer secara in vitro, karbohidrat yang difermentasi untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek atau volatille fatty acid (VFA) dan gas seperti gas metan dan karbondioksida (Getachew et al., 1998; McDonald et al., 2002). Produksi gas yang dihasilkan dari proses fermentasi asetat, propionat dan butirat. Gas yang dihasilkan dari metode pengukuran gas ini secara langsung dihasilkan dari proses fermentasi, sedangkan gas yang dihasilkan secara tidak langsung berasal dari proses buffer dari VFA (Makkar, 2002). Pengukuran gas akan menghasilkan data yang berguna pada proses pencernaan baik pakan atau fraksi yang dapat larut maupun pakan yang tidak dapat larut. Metode ini menggunakan syringe yang mengutamakan produk fermentasi (Makkar, 2002). Pengukuran kecernaan berdasarkan derajat bahan kering dapat diukur melalui pengukuran gas dalam teknik in vitro. In Sacco Evaluasi pakan yang dapat dilakukan secara biologis selain dengan metode in vivo dan in vitro, evaluasi ini dapat dilakukan secara in sacco atau in situ atau teknik kantong nilon. In sacco adalah salah satu teknik pengukuran dengan cara inkubasi yang memakai kantong nilon di dalam rumen. Pemanfaatan teknik ini sudah digunakan sejak tahun 1977 oleh Mehrez dan Orskov untuk mengevaluasi laju degradasi pakan. Dalam teknik ini ada beberapa kerugian yang dialami yaitu sampel pakan yang digunakan sangat terbatas dan kantong nilon dapat menipiskan lapisan rumen pada ternak. Menurut metode Tilley dan Terry pada tahun 1963, in sacco banyak digunakan karena dapat mengevaluasi bahan pakan dalam jumlah besar, 8

21 namun metode ini sulit diterapkan pada meterial seperti sampel jaringan atau fraksi dinding sel. Kelebihan dari kegunaan metode ini adalah masih adanya proses fisiologis dalam pengujian sampel (Makkar, 2002). Kantong nilon yang digunakan memiliki luas 10 x 17 cm dengan ukuran pori 40-60μm dan luas permukaan sampel yang digunakan kira 227 ± 67 μm. Dalam in sacco dapat dilakukan pengukuran degradasi bahan kering, dan degradasi protein (Cruywagen, 2006; Orskov, 2000). Domba Fistula sebagai Hewan Model Dalam menunjang pelaksanaan evaluasi pakan secara in vitro dan in sacco diperlukan ternak berfistula rumen (Suparjo, 2002). Suatu metode pembuatan lubang ke dalam suatu rongga organ sehingga tepi-tepi lobang tersebut dijahit keluar dengan bagian luar tubuh disebut dengan fistula. Fistula tersebut ditutup dengan suatu sumbat pada lubangnya untuk menghindari kebocoran isi organ. Fistula yang sering dilakukan adalah fistula rumen. Fistula rumen biasanya dipakai dalam studi kecernaan ternak ruminansia. Ada dua metode fistula yang biasanya dikerjakan oleh para ahli, yaitu metode satu tingkat yang dikembangkan oleh Schalk dan Amadon pada tahun 1928 dan metode dua tingkat yang dikembangkan oleh Jarret pada tahun Peralatan yang dibutuhkan dalam fistulasi diantaranya peralatan bedah, obat penenang, pembius lokal, dan meja operasi (domba atau kambing) (Preston, 1986). 9

22 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi dan laboratorium lapang B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan (Puslitbangnak), Departemen Pertanian Bogor. Waktu yang digunakan dalam penelitian ini yaitu selama bulan Juni November Materi Materi yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain, 5 jenis hijauan tropis (Gliricidia sepium (gamal), Calliandra calohtyrsus (kaliandra), Leucaena leucocephala (lamtoro), Moringa oleifera (kelor), dan Artocarpus heterophyllus (nangka)) dalam bentuk tepung kering, cairan rumen yang berasal dari 2 ekor domba berfistula, rumput lapang, dan pakan tambahan berupa dedak halus dan ampas tahu, seperangkat perlengkapan uji in sacco dengan menggunakan nylon bag, seperangkat perlengkapan uji in vitro dengan menggunakan syringe gas test 100 ml, oven 105 C merk Memmert, magnetic stirrer merk Fisher, water bath merk Gemmyco YCW- 010, labu Erlenmeyer volume 2 l, tabung gas CO 2, pipet volumetik 25 ml, kain kasa, termos volume 2 l dan cawan porselen serta seperangkat uji analisis VFA parsial dengan menggunakan gas chromatograph (GC). Bahan yang dibutuhkan untuk uji in vitro antara lain larutan makro dan mikro mineral, larutan buffer rumen, larutan resazurin dan larutan pereduksi. Cairan Rumen Cairan rumen yang dipergunakan diambil dari 2 ekor domba berfistula yang dipelihara di kandang B Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pakan yang diberikan mengikuti perlakuan hijauan dengan 3% Bahan Kering (BK) dari Bobot Badan (BB) ternak pada tiap tahapan dengan selang waktu pergantian setiap dua minggu. Tahapan pemberian pakan domba untuk menghasilkan cairan rumen yang seragam pada: Tahap 1 dan tahap 2 diberi 30% campuran hijauan tropis yang diteliti dan 70% rumput lapang 10

23 Tahap 3 diberi 50% rumput lapang, 30% hijauan tropis yang diteliti, 10% ampas tahu dan 10% dedak halus. Air minum diberikan ad libitum. Rancangan Percobaan Perlakuan Hijauan tropis yang digunakan adalah hijauan yang telah dipanen, kemudian dikeringudarakan selama 2-3 hari lalu digiling dan disaring dengan diameter 1mm dan sampel siap digunakan. Evaluasi dilakukan dengan 3 tahap pengamatan pada percobaan yang terpisah selama dua bulan. Adapun jenis hijauan yang digunakan merupakan perlakuan yang mewakili: Tahap 1 : 100% hijauan tropis yang diberikan tunggal Tahap 2 : campuran hijauan tropis (30% hijauan tropis yang diteliti dan 70% rumput lapang) Tahap 3 : Ransum (30% hijauan tropis yang diteliti, 50% rumput lapang, 10% dedak halus dan 10% ampas tahu) Peubah yang diamati pada evaluasi secara in vitro adalah % degradasi bahan kering (DBK), Volatille Fatty Acid (VFA) parsial dan produksi gas total, sedangkan pada evaluasi secara in sacco yang diamati adalah laju DBK. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan in vitro yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan (Steel dan Torrie, 1991). Model matematik yang digunakan dalam analisa adalah : Xij = + i + ij Keterangan : Xij : Observasi : rataan umum i : efek perlakuan ke-i ij : eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j i : Perlakuan j : Ulangan 11

24 Data yang diperoleh akan dianalisa dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA) dan untuk melihat perbedaan diantara perlakuan diuji dengan Ortogonal kontras. Untuk percobaan in sacco (laju DBK) dan in vitro (VFA parsial) dianalisis secara deskriptif (Steel dan Torrie, 1991). Prosedur Persiapan Bahan Hijauan Tropis Hijauan tropis yang digunakan pada penelitian dipanen, kemudian dikeringkan hingga kadar air ±10% selanjutnya digiling halus dengan menggunakan blender dan disaring dengan diameter ± 1 mm. Hijauan tropis yang telah menjadi tepung kemudian dilakukan analisis proksimat, tanin dan saponin terlebih dahulu untuk semua hijauan tropis yang diteliti. Persiapan Larutan Untuk Percobaan In Vitro Sebanyak 0,1 ml larutan mikro dicampur dengan 200 ml larutan buffer rumen dan 200 ml larutan makro, kemudian ditambahkan 0,1 ml larutan resazurin 0,1% dan 40 ml larutan pereduksi. Larutan tersebut dicampur menjelang digunakan dan dijaga pada temperatur 39 o C. Persiapan Domba Fistula Domba tipe lokal dengan bobot badan rata-rata 27 kg dipakai sebagai donor cairan rumen. Pembuatan domba fistula dilakukan oleh tim dari Rumah Sakit Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Setelah selesai dioperasi, domba dikondisikan hingga sembuh, dengan waktu tenggang selama ± 2 minggu bersamaan dengan masa adaptasi pakan. Pengukuran DBK dan Produksi Gas Total (Baba et al., 2002) Produksi Gas Total. Tahap fermentasi dimulai dengan mempersiapkan sampel hijauan tropis sebanyak 500 mg yang dibuat triplo. Sampel dimasukkan ke dalam syringe gas test 100 ml. Piston syringe yang akan dimasukkan ke syringe, sebelumnya diberi vaselin agar tabung fermentasi yang telah berisi sampel dan larutan media tidak terkontaminasi oleh udara dari luar. Larutan media yang telah diaduk dan dialiri gas CO 2 ditempatkan dalam water bath yang telah dilengkapi 12

25 pengontrol suhu. Suhu pada water bath dipertahankan pada angka 39 o C. Cairan rumen yang berasal dari domba fistula digunakan sebagai sumber inokulum disaring dan dicampur dengan larutan media. Sebanyak 40 ml campuran rumen + larutan media dimasukkan ke dalam masing-masing syringe menggunakan dispenser. Perbandingan larutan media dan cairan rumen yaitu 2 : 1. Udara yang masih terdapat dalam syringe dikeluarkan dan klep syringe ditutup. Syringe gas test diinkubasi dalam water bath selama 24 jam. Untuk pengamatan produksi gas total dilakukan pencatatan produksi gas pada jam ke 0, 2, 4, 8, 12 dan 24. Produksi gas dihitung berdasarkan rumus berikut: Produksi gas total terkoreksi (ml/500mg) : 0.5 a x b (v 2 4 -v 0 ) - v 0 x c d Keterangan: a : Berat sampel b : BK sampel c : rata-rata Vo blank d : rata-rata produksi gas blanko V 24 : Volume gas setelah jam ke-24 V 0 : Volume gas pada jam ke-0 Degradasi Bahan Kering. Degradasi bahan kering secara in vitro dihitung setelah fermentasi 24 jam. Sampel disaring dengan kantong nilon yang telah diketahui beratnya dan dipisahkan dari filtratnya. Residu sampel yang dipindahkan ke kantong nilon, kemudian dicuci di air yang mengalir sampai jernih dan dikeringkan di oven C. Hasil kering oven ditimbang untuk mendapatkan data degradasi bahan kering. Rumus perhitungan DBK secara in vitro dapat dilihat sebagai berikut: a b %DBK = x 100% a Keterangan: a : BK sampel b : BK sampel setelah oven C 13

26 Pengukuran Volatile Fatty Acid (VFA) Parsial. Pengukuran VFA parsial secara in vitro dilakukan setelah fermentasi 24 jam. Cairan yang digunakan berupa filtrat dari sampel yang telah di saring. Filtrat tersebut dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse 1.5 ml dengan ph sampel dibuat kurang dari lima dengan cara penambahan H 2 SO 4 10%. Kemudian dianalisis dengan menggunakan alat Gas Chromatography di Puslitbangnak, Bogor. Pengukuran Laju DBK secara In Sacco (Ørskov et al., 1980) Laju degradasi bahan kering di dalam rumen, selain dilakukan analisis secara in vitro juga dilakukan analisis secara in sacco dengan menggunakan kantong nilon. Di setiap tahapan pengamatan, sampel ditimbang sebanyak 2500 mg kemudian dimasukkan ke kantong nilon. Sampel di kantong nilon dimasukkan pada domba fistula dan diinkubasi selama 2, 4, 8, 12, 24, 48, 72, dan 96 jam, setelah proses inkubasi selesai sampel dikeluarkan dan dicuci dibawah air yang mengalir, kemudian sampel dikering dalam oven dengan suhu 105 o C dan ditimbang. Adapun rumus yang digunakan dalam menghitung %DBK secra in sacco sama dengan rumus %DBK secara in vitro. 14

27 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat, Tanin, dan Saponin Hijauan Tropis Hasil analisis proksimat, tanin dan saponin hijauan tropis yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1. Secara deskriptif dapat dilihat bahwa kandungan protein kasar (PK) yang rendah terdapat pada nangka (15,08% BK) dan yang tinggi terdapat pada kelor (22,74% BK), dan nilainya tidak berbeda jauh dengan kaliandra, dan gamal yang masing-masing nilainya adalah 21,42%, dan 20,54% dalam BK, sedangkan lamtoro memiliki nilai kandungan PK diantara kelor dan nangka yaitu 18,56% BK. Kandungan PK yang terdapat pada nangka memiliki nilai yang hampir sama dengan kandungan PK nangka yang dilaporkan oleh Baba et al. (2002) yakni sebesar 15,9% BK. Kesamaan nilai ini dikarenakan nangka yang diujikan berada di daerah tropis dan memiliki kondisi lingkungan tempat tumbuh yang sama. Lamtoro memiliki nilai kandungan PK yang rendah dibanding dengan legum yang diujikan dan nilainya pun jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Baba et al. (2002) yakni 24,3% BK. Perbedaan kandungan nutrien ini dikarenakan perbedaan varietas dan umur hijauan saat dipanen. Kelor memiliki kandungan PK yang paling tinggi dikarenakan pada kelor terdapat asam amino esensial yang menurut Soliva et al. (2005) dalam penelitiannya bahwa daun kelor berpotensial tinggi sebagai suplemen protein untuk ruminansia yang memiliki nilai hampir sama dengan bungkil kedelai meskipun nilai kandungan protein kasar kelor dua kali lipat dari bungkil kedelai. Berdasarkan kandungan PK yang terdapat pada hijuan tropis yang diteliti, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas ternak ruminansia melalui penyediaan suplai nitrogen dan asam amino, baik pada mikroba rumen maupun pada ternak secara langsung. Kandungan serat kasar (SK) yang tinggi ditemui pada nangka (19,64% BK), yang sedang terdapat pada gamal, kaliandra dan lamtoro, sedangkan yang rendah terdapat pada kelor (8,55% BK). Tingginya kandungan SK pada nangka ditandai dengan tingginya pula kandungan ADF dan NDF pada hijauan ini, hal yang samapun dilaporkan oleh Baba et al. (2002). Rendahnya kandungan SK pada kelor dikarenakan rendahnya kandungan ADF dan NDF pada hijauan ini, hal ini sesuai dengan penelitian Soliva et al. (2005). Tinggi rendahnya kandungan serat kasar pada 15

28 Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat, Tanin dan Saponin (% BK) Hijauan tropis BK 1 Abu 1 PK 1 SK 1 LK 1 Beta-N TDN NDF 1 ADF 1 Tanin 2 Saponin 2 % %BK Gamal 49,67 7,31 20,54 15,86 4,4 51,89 71,36 52,24 29,39 0,51 4,91 Kaliandra 57,85 5,4 21,42 13,42 4,87 54,89 73,55 57,74 49,92 4,02 8,61 Kelor 68,19 5,03 22,74 8,55 5,07 58,61 76,22 42,7 27,58 0,15 4,65 Lamtoro 64,23 6,56 18,56 16,77 4,26 53,81 70,56 52,74 47,72 0,67* 2,8* Nangka 60,75 8,02 15,08 19,64 3,54 53,72 67,28 70,17 58,02 0,4* 5,97* Keterangan: 1 Hasil analisis Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati, Hasil analisis Balai Penelitian Ternak Ciawi, 2009 *Januarti, 2009 Bahan kering (BK), Protein kasar (PK), Serat kasar (SK), Lemak kasar (LK), Total Digestible Nutrien (TDN), Bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N), neutral detergent fibre (NDF) dan acid detergent fibre (ADF) 16

29 pakan dapat mempengaruhi kecernaan pakan tersebut. Kaliandra, gamal, lamtoro dan kelor merupakan hijauan tropis yang berjenis legum, dan memiliki kandungan protein serta mineral yang cukup tinggi namun memiliki zat antinutrisi (McDonald et al., 2002). Kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (beta-n) pada hijauan tropis yang diamati dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai kandungan beta-n yang paling tinggi terdapat pada kelor dan yang paling rendah terdapat pada nangka. Semakin tinggi kandungan beta-n yang terdapat dalam pakan maka karbohidrat yang mudah tercerna akan semakin tinggi pula (McDonald et al., 1992). Nilai total digestible nutrient (TDN) merupakan salah satu sistem energi yang digunakan untuk menyatakan nilai energi dari suatu bahan makanan atau ransum dan menyatakan kebutuhan energi ternak ruminansia (Parakkasi, 1999). Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai TDN yang tinggi terdapat pada kelor dan yang terendah terdapat pada nangka. Umiyasih (2007) melaporkan bahwa kualitas suatu bahan pakan ditentukan oleh kandungan zat nutrien atau komposisi kimianya, serta tinggi rendahnya zat antinutrisi yang terkandung di dalamnya. Hasil analisis zat antinutrisi pada hijauan tropis yang digunakan terlihat bahwa kadar tanin yang paling tinggi diperoleh pada kaliandra (4,02%) dan yang paling rendah diperoleh pada kelor (0,15%). Adanya tanin dalam pakan dapat menghambat mikroba untuk mendegradasi protein. Untuk kadar saponin, kaliandra memiliki nilai yang tinggi daripada hijauan tropis lainnya yakni sebesar 8,61%. Adanya antinutrisi berupa saponin dalam pakan dapat mempengaruhi perkembangan bakteri maupun protozoa dalam rumen. Percobaan In Vitro Produksi Gas Total Uji gas merupakan salah satu metode pengembangan dari in vitro. Uji gas dilakukan untuk mengukur volume total gas yang dihasilkan dari fermentasi pakan terutama fermentasi karbohidrat. Produksi gas yang dihasilkan dibentuk dari hasil proses fermentasi karbohidrat seperti produksi asam lemak atsiri (VFA) terutama asam asetat, propionat dan butirat, gas metan (CH 4 ), gas karbon dioksida (CO 2 ). Pada pengukuran produksi gas total juga dapat mengetahui tinggi rendahnya zat antinutrisi 17

30 yang terdapat dalam bahan pakan (Sofyan dan Jayanegara, 2008; McDonald et al., 2002). Hasil analisis produksi gas total yang dihasilkan hijauan tropis dan campurannya dalam fermentasi selama 24 jam dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Analisa Produksi Gas Total Hijauan Tropis Produksi Gas Total (ml/500mg) Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Gamal 65,02 ± 9,59 b 70,73 ± 6,15 a 77,19 ± 3,12 a Kaliandra 44,39 ± 7,82 c 59,20 ± 0,97 b 66,67 ± 4,75 b Kelor 90,24 ± 5,99 a 76,41 ± 2,37 a 85,65 ± 1,86 a Lamtoro 51,30 ± 6,58 c 54,81 ± 10,44 b 65,30 ± 10,50 b Nangka 58,95 ± 2,66 b 66,80 ± 5,66 a 70,40 ± 3,55 b Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). Tahap 1 = 100% hijauan tropis yang diberi tunggal; Tahap 2 = campuran hijauan tropis (30% hijauan tropis yang diamati dan 70% rumput lapang); Tahap 3 = Ransum (30% hijauan tropis yang diamati, 50% rumput lapang, 10% ampas tahu dan 10% dedak halus) Pada Tabel 2, pengamatan hijauan yang diberi tunggal (tahap 1) berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi gas total. Produksi gas total yang dihasilkan oleh kelor memiliki nilai yang tinggi, sedangkan lamtoro dan kaliandra memiliki nilai produksi gas total yang rendah. Tingginya produksi gas yang dihasilkan oleh kelor dikarenakan kandungan beta-n yang tinggi dan SK yang rendah pada kelor. Tingginya produksi gas ini tidak memungkinkan terjadinya kembung (bloat) pada ternak, sehingga kelor dianjurkan untuk tidak diberikan tunggal. Untuk lamtoro dan kaliandra yang memiliki nilai produksi gas yang rendah dikarenakan kandungan SK yang cukup tinggi dan adanya kandungan tanin yang terdapat dalam hijauan tersebut lebih tinggi dibanding dengan hijauan yang lainnya. Dalam penelitian Januarti (2009) menyatakan bahwa D. suffruticosa yang memiliki kadar tannin sebesar 4,81% menghasilkan produksi gas yang rendah (20,74 ml/500mg) dibandingkan dengan B. decumbens yang memiliki kadar tanin sebesar 0,12% menghasilkan produksi gas yang tinggi (49,87 ml/500mg). Produksi gas total yang dihasilkan pada fermentasi dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kandungan beta-n, SK dan kadar tanin yang terdapat dalam hijauan tersebut. 18

31 Pengamatan pada campuran hijauan tropis (tahap 2) yang terdapat pada Tabel 2 berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi gas total. Hasil menunjukkan bahwa nilai produksi gas total yang tinggi diperoleh pada campuran hijauan tropis yang mengandung kelor, gamal dan nangka. Produksi gas total yang dihasilkan oleh campuran hijauan tropis yang mengandung lamtoro dan kaliandra memiliki nilai yang rendah. Rendahnya produksi gas yang dihasilkan dikarenakan adanya antinutrisi berupa saponin dan tanin yang terdapat pada hijauan tersebut serta adanya kandungan serat kasar yang cukup tinggi pula sehingga pakan tersebut sulit untuk dicerna oleh mikroba rumen. Menurut Jayanegara et al. (2008) menyebutkan bahwa komponen struktural tanaman seperti kandungan serat kasar yang di dalamnya terdapat selulosa, lignin, dinding sel, ADF dan NDF mempengaruhi secara negatif kecernaan nutrien ransum pada domba. Nilai produksi gas pada tahap 1 lebih tinggi daripada nilai produksi gas pada tahap 2, namun hal ini tidak terjadi pada kelor. Berubahnya nilai produksi gas ini dikarenakan karbohidrat yang terdapat pada gamal, kaliandra, lamtoro dan nangka lebih besar dibandingkan dengan kelor, sehingga dengan adanya penambahan rumput lapang akan meningkatkan nilai produksi gas dari hijauan gamal, kaliandra, lamtoro dan nangka. Hal ini menunjukkan bahwa karbohidrat yang terdapat pada rumput lapang mudah difermentasi. Pada pengamatan campuran hijauan tropis dengan ampas tahu dan dedak padi atau dalam bentuk ransum (tahap 3), menunjukan hasil analisis yang berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap produksi gas total. Nilai produksi gas yang tertinggi ditampilkan oleh ransum yang mengandung kelor dan gamal, sedangkan yang terendah terdapat pada ransum yang mengandung lamtoro. Tingginya nilai produksi gas yang dihasilkan oleh kelor dan gamal karena hijauan ini memiliki kadar tanin yang rendah serta memiliki kandungan serat kasar yang rendah dan protein kasar yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kecernaan nutrien ransum tersebut. Nilai produksi gas yang dihasilkan kelor dalam bentuk ransum memiliki nilai yang berbeda dengan penelitian Soliva et al. (2005) pada inkubasi 24 jam yaitu sebesar 42.8 ml/200mg. Berbedanya nilai produksi gas yang dihasilkan dikarenakan kelor yang digunakan memiliki kandungan nutrien yang berbeda dan kondisi lingkungan yang berbeda pula untuk tanaman yang diujikan serta komposisi bahan makanan yang digunakan pun berbeda. 19

32 Hasil analisis produksi gas total (Tabel 2) menunjukkan nilai yang semakin meningkat di setiap tahap pengamatan, namun hal ini tidak terjadi pada kelor. Kelor pada tahap 1 memiliki nilai produksi gas yang tinggi kemudian nilai ini menurun pada tahap 2, setelah itu meningkat lagi pada tahap 3. Menurunnya nilai produksi gas pada tahap 2 dikarenakan adanya sifat hormeisis pada kelor sehingga gas yang dihasilkan tidak banyak meskipun adanya penambahan rumput lapang. Pada tahap 3, nilainya meningkat lagi disebabkan adanya sumbangan karbohidrat yang mudah tercerna dari ampas tahu dan dedak halus. Hal ini menandakan bahwa degradasi karbohidrat yang tinggi juga mempengaruhi tingginya produksi gas yang dihasilkan. Secara keseluruhan, nilai total produksi gas baik pada tahap 1, 2, dan 3 menunjukkan bahwa kelor memiliki nilai yang tertinggi dan lamtoro memiliki nilai yang terendah. Kedua hijauan ini memiliki zat antinutrisi yang rendah, namun nilai produksi gas total yang dihasilkan sangat berbeda yang dikarenakan pada hijauan lamtoro terdapat zat antinutrisi lain seperti mimosin. VFA (Volatile Fatty Acid) Proses fermentasi serat kasar dalam rumen-retikulum akan menghasilkan asam lemak atsiri atau volatile fatty acid (VFA). Konsentrasi VFA terdiri dari asetat, propionat, n-butirat, laktat dan format. Sebagian besar VFA tersebut (10-20%) diserap langsung melalui dinding rumen, masuk ke dalam sirkulasi darah dan di transportasikan ke jaringan tubuh ternak. Volatile fatty acid yang terbentuk merupakan sumber energi utama dari ternak ruminansia (Parakkasi, 1999; France et al., 2005). Hasil pengamatan VFA parsial maupun total VFA dari semua tahapan pengamatan dapat dilihat dengan jelas pada Tabel 3. Pada Gambar 6 yaitu hijauan yang diberi tunggal, total VFA yang tertinggi terdapat pada kelor saja yaitu 138,04 mm, kemudian disusul oleh lamtoro, gamal, nangka dan kaliandra yang masingmasing nilainya adalah 110,38; 110,17; 105,03; dan 97,67 mm. Dalam penelitian Despal (1993) melaporkan bahwa rataan produksi VFA pada inkubasi waktu yang berbeda, VFA dari kaliandra (17,78 mm) memiliki nilai yang lebih kecil dibanding dengan VFA yang dihasilkan gamal dan lamtoro yaitu 50,28 mm dan 23,89 mm. Tinggi rendahnya nilai VFA selain ditentukan dari unsur yang berasal dari serat kasar, dapat pula ditentukan dari unsur karbon yang terdapat dalam protein (Salawu 20

33 et al., 1997). Pada tahap 1, nilai asam asetat yang dihasilkan oleh nangka memiliki persentase yang tinggi (78,45%) dibandingkan hijauan yang lainnya dan nilai asam propionat yang dihasilkan oleh kelor memiliki nilai yang paling tinggi (19,92%) dibandingkan dengan hijauan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa kelor berpotensial dalam meningkatkan produktivitas ternak khususnya dalam hal penggemukan. Hasil pengamatan VFA parsial dan total VFA pada tahap 1, 2 dan 3 dapat dilihat jelas pada Tabel 3. Tabel 3. Hasil Pengamatan VFA Parsial dan Total VFA secara In Vitro (n = 1) Tahap Pengamatan Tahap 1 VFA Parsial (mm) C 2 C 3 C 4 C 5 Total VFA (mm) Gamal 81,02 22,14 6,09 0,92 110,17 Kaliandra 76,43 15,79 4,83 0,62 97,67 Kelor 101,01 27,5 7,63 1,9 138,04 Lamtoro 82,32 20,68 5,87 1,51 110,38 Nangka 82,4 17,15 5,03 0,45 105,03 Tahap 2 RL+Gamal 66,15 15,45 6,13 0,91 88,64 RL+Kaliandra 73,94 15,52 5,67 0,9 96,03 RL+Kelor 62,64 13,67 4,51 0,96 81,78 RL+Lamtoro 75,79 16,47 5,17 0,85 98,28 RL+Nangka 72,93 16,16 5,51 1,02 95,62 Tahap 3 RL+AT+DH+Gamal 77,19 18,57 6,99 1,02 103,77 RL+AT+DH +Kaliandra 74,74 16,68 6,9 0,84 99,16 RL+ AT+DH +Kelor 71,29 16,22 5,76 1,01 94,28 RL+AT+DH +Lamtoro 80,17 17,65 6,59 0,73 105,14 RL+AT+DH +Nangka 46,95 10,11 4,77 0,91 62,74 Keterangan : RL (rumput lapang), AT (ampas tahu), DH (dedak halus), C 2 (Asam asetat), C 3 (asam propionat), C 4 (Asam butirat), C 5 (Asam valerat) Tahap 1 = 100% hijauan tropis yang diberi tunggal; Tahap 2 = campuran hijauan tropis (30% hijauan tropis yang diamati dan 70% rumput lapang); Tahap 3 = Ransum (30% hijauan tropis yang diamati, 50% rumput lapang, 10% ampas tahu dan 10% dedak halus) 21

34 Nilai VFA parsial dan total VFA pada tahap 1 dapat dilihat jelas pada Gambar 6 dan Tabel 3. Gambar 6. VFA Parsial dan Total VFA Tahap 1 Total VFA yang dihasilkan pada tahap 2 (Gambar 7) yaitu campuran hijauan tropis menunjukkan bahwa campuran hijauan tropis yang mengandung lamtoro memiliki nilai total VFA yang tinggi (98,28 mm) sedangkan campuran hijauan yang mengandung kelor memiliki nilai total VFA yang paling rendah (81,78 mm). Rendahnya nilai total VFA yang dihasilkan dari campuran hijauan tropis yang mengandung kelor dikarenakan adanya efek interaksi antara kelor dan rumput lapang dan adanya sifat hormeisis pada kelor. Nilai VFA parsial dan total VFA pada tahap 2 dapat dilihat jelas pada Gambar 7 dan Tabel 3. Gambar 7. VFA Parsial dan Total VFA Tahap 2 22

35 Adanya perbedaan total VFA pada tahap 2 dikarenakan berbedanya kandungan SK yang dimiliki oleh hijauan tersebut. Persentase nilai VFA parsial yang dihasilkan pada pengamatan tahap ke-2 ini menunjukkan bahwa campuran hijauan yang mengandung lamtoro memiliki persentase nilai asam asetat yang tinggi (77,12%) dan persentase nilai asam propionat yang tinggi dihasilkan oleh campuran hijauan yang mengandung gamal (17,43%). Hijauan lainnya seperti kelor, nangka dan kaliandra memiliki kisaran persentase nilai asam asetat dan asam propionat yang masing-masing adalah 74,63-77,00% dan 16,16-16,90%, Hasil pengamatan nilai VFA parsial dan total VFA pada tahap 3, yang dalam bentuk ransum (Tabel 3 dan Gambar 8) memperlihatkan bahwa VFA yang dihasilkan oleh ransum yang mengandung lamtoro memiliki nilai yang tinggi yaitu 105,14 mm. Total VFA yang dihasilkan dari ransum yang mengandung gamal lebih besar daripada kaliandra lebih besar daripada kelor lebih besar daripada nangka yang masing-masing nilainya adalah 103,77; 99,16; 94,28; dan 62,74 mm. Ransum yang mengandung gamal memiliki proporsi nilai asam propionat yang tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa ransum yang mengandung gamal apabila diberikan ke ternak dapat meningkatkan nilai energi metabolisme dan dalam proses penggemukan (Arora, 1989). Nilai VFA parsial dan total VFA pada tahap 3 dapat dilihat jelas pada Tabel 3 dan Gambar 8. Gambar 8. VFA Parsial dan Total VFA Tahap 3 23

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI

TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI TOTAL PRODUKSI GAS DAN DEGRADASI BERBAGAI HIJAUAN TROPIS PADA MEDIA RUMEN DOMBA YANG DIBERI PAKAN MENGANDUNG SAPONIN DAN TANIN SKRIPSI RIANI JANUARTI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA

KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA KELARUTAN MINERAL KALSIUM (Ca) DAN FOSFOR (P) BEBERAPA JENIS LEGUM POHON SECARA IN VITRO SKRIPSI SUHARLINA PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan

I. PENDAHULUAN. nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produktivitas ternak ruminansia sangat tergantung oleh ketersediaan nutrien pakan dan juga produk mikroba rumen. Untuk memaksimalkan produktivitas ternak tersebut selama

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati

Lebih terperinci

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO EVALUASI SUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK (Sapindus rarak) TERHADAP POPULASI PROTOZOA, BAKTERI DAN KARAKTERISTIK FERMENTASI RUMEN SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO SKRIPSI ARISMA KURNIAWATI DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan di Indonesia sampai saat ini masih sering dihadapkan dengan berbagai masalah, salah satunya yaitu kurangnya ketersediaan pakan. Ketersediaan pakan khususnya

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari

Lebih terperinci

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH

RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH RESPON PENAMBAHAN AMPAS TEH (Camellia sinensis) DAN DAUN KEMBANG SEPATU (Hibiscus rosa-sinensis L) PADA KARAKTERISTIK FERMENTASI DAN PRODUKSI GAS IN VITRO SKRIPSI NUR HIDAYAH DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi

M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi PENGUKURAN KECERNAAN (2) M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen INTP, Fapet IPB Website: http://intp.fapet. ipb.ac.id Email: intp@ipb.ac.id Pakan Air Bahan Kering Abu Bahan Organik Protein Lemak Serat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT

RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT RESPON PRODUKSI SUSU SAPI FRIESIAN HOLSTEIN TERHADAP PEMBERIAN SUPLEMEN BIOMINERAL DIENKAPSULASI SKRIPSI PIPIT DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November

BAB III MATERI DAN METODE. Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai Fermentabilitas Pakan Komplit dengan Berbagai Sumber Protein secara In Vitro dilaksanakan pada bulan September November 2015 di Laboratorium Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. bungkil kedelai, tepung gamal (Gliricidia sepium), dan pucuk tebu (Saccharum III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian 1) Ransum Ransum yang dibuat terdiri atas dedak halus, onggok, bungkil inti sawit, bungkil kedelai, tepung gamal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Daun Kersen sebagai Pakan Peningkatan produksi daging lokal dengan mengandalkan peternakan rakyat menghadapi permasalahan dalam hal pakan. Pakan yang digunakan oleh peternak rakyat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Pakan Fermentasi Parameter kualitas fisik pakan fermentasi dievaluasi dari tekstur, aroma, tingkat kontaminasi jamur dan tingkat keasaman (ph). Dari kedua bahan pakan yang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang kehilangan BK, ADF dan N-ADF secara in vitro dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2016. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011) MATERI DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ternak Ruminansia Kecil (Kandang B), Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi 1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b)

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba Jonggol R1 (a) dan Domba Jonggol R2 (b) Gambar 4. Domba Garut R1 (a) dan Domba Garut R2 (b) MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli sampai Oktober 2011 di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest.

MATERI DAN METODE. Bahan Bahan yang digunakan untuk produksi biomineral yaitu cairan rumen dari sapi potong, HCl 1M, dan aquadest. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2008. Pembuatan biomineral dilakukan di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, sedangkan pemeliharaan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pelaksanaan penelitian mulai bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Pembuatan pakan dilaksanakan di CV. Indofeed. Analisis Laboratorium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014

BAB I. PENDAHULUAN. tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Revitalisasi pertanian dan program yang dicanangkan pemerintah pada tahun 2005 telah difokuskan antara lain pada upaya swasembada daging 2014 (Dirjen Peternakan, 2010).

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. pisang nangka diperoleh dari Pasar Induk Caringin, Pasar Induk Gedebage, dan 20 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1) Kulit Pisang Nangka Kulit pisang nangka berfungsi sebagai bahan pakan tambahan dalam ransum domba. Kulit pisang yang digunakan berasal dari pisang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Bahan pakan yang digunakan di dalam ransum perlakuan penelitian ini, merupakan limbah pertanian yaitu jerami padi dan dedak padi, limbah tempat pelelangan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian lapangan dilaksanakan pada enam kawasan yaitu Nagerawe, Ndora, Lambo, Ratedao, Rendu dan Munde, yang terdiri dari sembilan desa yaitu Desa Dhereisa, Bidoa,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan. Pakan dengan kualitas yang baik, memberikan efek terhadap 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Ruminansia Pakan merupakan semua bahan pakan yang dapat dikonsumsi ternak, tidak menimbulkan suatu penyakit, dapat dicerna, dan mengandung zat nutrien yang dibutuhkan

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DA METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DA METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati

MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Materi Bahan Alat Peubah yang Diamati MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi untuk tahap pembuatan biomineral,

Lebih terperinci

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR

EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR EFEKTIVITAS PEMBERIAN TEPUNG KENCUR (Kaempferia galanga Linn) PADA RANSUM AYAM BROILER RENDAH ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP PERFORMAN AYAM BROILER, KADAR KOLESTROL, PERSENTASE HATI DAN BURSA FABRISIUS SKRIPSI

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang dan Peralatan Ransum MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ini dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok B dan analisis plasma di Laboratorium Nutrisi Ternak Kerja dan Olahraga Unit

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak 10 BAB III MATERI DAN METODE Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Penelitian dilaksanakan mulai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Januari 2012 di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang untuk proses pembuatan silase daun singkong,

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja

Tabel 1. Komposisi Bahan Pakan Ransum Komplit Bahan Pakan Jenis Ransum Komplit 1 (%) Ransum A (Energi Tinggi) 2 Ransum B (Energi Rendah) 3 Rumput Gaja MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah serta Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2003). Pemberian total mixed ration lebih menjamin meratanya distribusi asupan 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Total Mixed Ration (TMR) Pakan komplit atau TMR adalah suatu jenis pakan ternak yang terdiri dari bahan hijauan dan konsentrat dalam imbangan yang memadai (Budiono et al.,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar

PENGANTAR. Latar Belakang. Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar PENGANTAR Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memiliki potensi yang sangat besar dalam pengembangan sektor peternakan dalam rangka mendukung upaya pemerintah dalam program pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi

TINJAUAN PUSTAKA. Jerami Padi TINJAUAN PUSTAKA Jerami Padi Jerami padi merupakan bagian dari batang tumbuhan tanpa akar yang tertinggal setelah dipanen butir buahnya (Shiddieqy, 2005). Tahun 2009 produksi padi sebanyak 64.398.890 ton,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan. Pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi

PENDAHULUAN. bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya kebutuhan susu merupakan salah satu faktor pendorong bagi usaha peternakan. Konsumsi susu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi peningkatan konsumsi susu

Lebih terperinci

DEGRADABILITAS NUTRIEN BAGASSE AMOFER PADA DOMBA SECARA IN SACCO SKRIPSI. Oleh MAMAN EMAN NURAHMAN

DEGRADABILITAS NUTRIEN BAGASSE AMOFER PADA DOMBA SECARA IN SACCO SKRIPSI. Oleh MAMAN EMAN NURAHMAN DEGRADABILITAS NUTRIEN BAGASSE AMOFER PADA DOMBA SECARA IN SACCO SKRIPSI Oleh MAMAN EMAN NURAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2016 DEGRADABILITAS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 10. Hasil Pengamatan Karakteristik Fisik Silase Ransum komplit HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Silase Ransum Komplit Karakteristik fisik silase diamati setelah silase dibuka. Parameter yang dilihat pada pengamatan ini, antara lain: warna, aroma silase, tekstur

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

KATA PENGANTAR. dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Pengaruh Imbangan Hijauan Daun Singkong (Manihot

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga tahap, yaitu : tahap pendahuluan dan tahap perlakuan dilaksanakan di Desa Cepokokuning, Kecamatan Batang,

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang. Kegiatan penelitian ini berlangsung pada

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT

KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT KEMAMPUAN BERBAGAI KOMBINASI ISOLAT BAKTERI SIMBION RAYAP DENGAN ISOLAT BAKTERI RUMEN DALAM MENDEGRADASIKAN PAKAN SUMBER SERAT SKRIPSI DIETA PUSPITASARI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni September 2015 di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat 36 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan yaitu mulai 8 Maret sampai 21 Agustus 2007 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI

EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI EFEKTIVITAS SUBSTITUSI KONSENTRAT DENGAN DAUN MURBEI PADA PAKAN BERBASIS JERAMI PADI SECARA IN VITRO SKRIPSI OCTAVIANI NILA PERMATA SARI PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA AgroinovasI SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA Ternak ruminansia seperti kambing, domba, sapi, kerbau dan rusa dan lain-lain mempunyai keistimewaan dibanding ternak non ruminansia yaitu

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan dan Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi

Lebih terperinci

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc

Tyas Widhiastuti. Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani, M.Si Dr. Ir. Mukh. Arifin, M.Sc Kinerja Pencernaan dan Efisiensi Penggunaan Energi Pada Sapi Peranakan Ongole (PO) yang Diberi Pakan Limbah Kobis dengan Suplemen Mineral Zn dan Alginat Tyas Widhiastuti Pembimbing: Dr. Ir. Anis Muktiani,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tanduknya mengarah ke depan (Rahman, 2007). Sapi FH memiliki produksi susu 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah FH merupakan sapi yang memiliki ciri warna putih belang hitam atau hitam belang putih dengan ekor berwarna putih, sapi betina FH memiliki ambing yang

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk hewani, terutama daging kambing, menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penyusunan ransum bertempat di Laboratorium Industri Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Pembuatan pakan bertempat di Indofeed. Pemeliharaan kelinci dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para

I. PENDAHULUAN. Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya memenuhi kebutuhan hijauan ternak ruminansia saat ini, para peternak selayaknya memanfaatkan bahan pakan yang berasal dari hasil ikutan produk sampingan olahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan dari bulan Juli 2010 hingga April 2011 di peternakan sapi rakyat Desa Tanjung, Kecamatan Sulang, Kabupaten Rembang, dan di Departemen Ilmu Nutrisi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest

HASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat

MATERI DAN METODE. Waktu dan Tempat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan November 2008 sampai dengan Maret 2010 di Laboratorium Biokimia, Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH

PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH PENGARUH BINDER MOLASES DALAM COMPLETE CALF STARTER BENTUK PELLET TERHADAP KONSENTRASI VOLATILE FATTY ACID DARAH DAN GLUKOSA DARAH PEDET PRASAPIH SKRIPSI Oleh ZULFARY ARIF FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga

BAB III MATERI DAN METODE. Diponegoro, Semarang. Kegiatan penelitian berlangsung dari bulan Mei hingga 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang komposisi kimiawi tubuh sapi Madura jantan yang diberi level pemberian pakan berbeda dilaksanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas

Lebih terperinci

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger

ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger ABSORPSI MINERAL DAN KADAR LEMAK DARAH PADA TIKUS YANG DIBERI SERAT AMPAS TEH HASIL MODIFIKASI MELALUI FERMENTASI DENGAN Aspergillus niger SKRIPSI ESTY SETIA LESTARI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA ( Panicum Maximum ) TERHADAP KECERNAAN NDF DAN ADF PADA KAMBING LOKAL Rizal Rahalus*, B. Tulung**, K. Maaruf** F. R. Wolayan** Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biskuit Pakan Biskuit pakan merupakan inovasi bentuk baru produk pengolahan pakan khusus untuk ternak ruminansia. Pembuatan biskuit pakan menggunakan prinsip dasar pembuatan

Lebih terperinci

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK

Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim, Lesha Inggriani, Atun Budiman Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran ABSTRAK Uji Karakteristik Kandungan VFA Dan ph Hasil Fermentasi Aaerob (Ensilase) Batang Pisang (Musa paradisiaca Val.) Dengan Penambahan Molases Sebagai Bahan Aditif Raden Febrianto Christi, Abu Bakar Hakim,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni 2011 sampai Maret 2012. Pemeliharaan, pengamatan bobot badan, penyembelihan dan pengamatan sifat non karkas landak dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum.

MATERI DAN METODE. Daging Domba Daging domba yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging domba bagian otot Longissimus thoracis et lumborum. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-November 2011. Pemeliharaan ternak prapemotongan dilakukan di Laboratorium Lapang Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Kecil Blok

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba 8 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret Juli 2016 di Kandang Domba dan Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Perah, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL

PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL PENGARUH PENGGUNAAN KONSENTRAT DALAM PAKAN RUMPUT BENGGALA (Panicum maximum ) TERHADAP KECERNAAN BAHAN KERING DAN BAHAN ORGANIK PADA KAMBING LOKAL Jems. A. Momot; K. Maaruf*); M. R. Waani*); Ch. J. Pontoh*)

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian (1) Kulit Pisang Nangka Matang Kulit pisang Nangka matang diperoleh dari tiga tempat yang berbeda, yaitu Pasar Tanjungsari Sumedang, Pasar Gede Bage

Lebih terperinci