FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCABIES DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU (RISK FACTORS SCABIES AT GENERAL HOSPITAL ANUTAPURA PALU)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCABIES DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU (RISK FACTORS SCABIES AT GENERAL HOSPITAL ANUTAPURA PALU)"

Transkripsi

1 FAKTOR RISIKO KEJADIAN SCABIES DI RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU (RISK FACTORS SCABIES AT GENERAL HOSPITAL ANUTAPURA PALU) Adhar Arifuddin*, Herman Kurniawan**, Fitriani*** * Bagian Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan ** Bagian Promosi Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Tadulako, Jl. Soekarno Hatta KM 9, Palu, 94116, Indonesia. fitrianiapril1304@gmail.com *** Bagian Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan ABSTRACT Scabies is a contagious skin disease caused by sarcoptes scabiei and can cause skin irritation. Globally, every year there are 300 million cases of scabies and in Indonesia 4.60% % ranks three of the 12 most skin diseases. This study aimed to determine the incidence of risk factors Scabies at General Hospital Anutapura Palu. The research method uses analytic observational case control approach. Scabies is a case of patient samples and control samples is not Scabies patients with a ratio of 1: 2. The number of samples is 174 consisting of 58 sample cases and 116 control samples. Sampling with accidental sampling. Data were analyzed by OR the significance limit (α = 5%). The results showed gender (OR = at 95%, CI to 3.576), knowledge (OR = at 95%, CI to 2.791), personal hygiene (OR = at 95%, CI to 4.676) and contact history (OR = at 95%, CI to ) Scabies is a risk factor with OR> 1. Men are expected to be able to prevent the transmission of scabies, to the public in order to increase knowledge about Scabies, improving personal hygiene and avoid contact with the patient so as to prevent the occurrence Scabies Scabies. Keywords: Scabies, Risk Factors 40 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

2 ABSTRAK Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei dan dapat menyebabkan iritasi kulit. Secara global setiap tahun terdapat 300 juta kasus Scabies dan di Indonesia 4,60% - 12,95% menduduki urutan ke tiga dari 12 penyakit kulit terbanyak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko kejadian Scabies di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Metode penelitian menggunakan observasional analitik dengan pendekatan case control. Sampel kasus adalah penderita Scabies dan sampel kontrol adalah bukan penderita Scabies dengan perbandingan 1:2. Jumlah sampel yaitu 174 yang terdiri dari 58 sampel kasus dan 116 sampel kontrol. Pengambilan sampel dengan accidental sampling. Data dianalisis dengan uji OR pada batas kemaknaan (α=5%). Hasil penelitian menunjukan jenis kelamin (OR = 1,879 pada 95%, CI 0,987-3,576), pengetahuan (OR = 1,358 pada 95%, CI 0,661-2,791), personal hygiene (OR = 2,275 pada 95%, CI 1,107-4,676) dan riwayat kontak (OR = 7,291 pada 95%, CI 2,904-18,307) merupakan faktor risiko kejadian Scabies dengan nilai OR>1. Diharapkan laki-laki untuk dapat mencegah penularan Scabies, kepada masyarakat untuk dapat meningkatkan pengetahuan tentang Scabies, meningkatkan personal hygiene dan menghindari kontak dengan penderita Scabies sehingga dapat mencegah kejadian Scabies. Kata Kunci : Scabies, Faktor Risiko PENDAHULUAN Scabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh sarcoptes scabiei dan dapat menyebabkan iritasi kulit. Parasit ini menggali parit-parit di dalam epidermis sehingga menimbulkan gata-gatal dan merusak kulit penderita. Penyakit Scabies pada umumnya menyerang individu yang hidup berkelompok seperti masyarakat yang tinggal ditempat padat penduduknya [1]. Tingginya kepadatan hunian dan kontak fisik antar individu memudahkan transmisi dan investasi tungau Scabies. Oleh karena itu, prevalensi Scabies tinggi umumnya ditemukan di lingkungan dengan kepadatan penghuni dan kontak interpersonal tinggi seperti penjara, panti asuhan, dan pondok pesantren. Namun, Scabies sering diabaikan karena tidak mengancam jiwa sehingga prioritas penanganannya rendah, sebenarnya Scabies kronis dan berat dapat menimbulkan komplikasi berbahaya. Scabies banyak menyerang masyarakat di negara berkembang. Faktor yang berperan tingginya prevalensi Scabies di negara berkembang terkait dengan 41 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

3 kemiskinan, rendahnya tingkat kebersihan, akses air sulit dan kepadatan hunian [2]. Badan Kesehatan Dunia menganggap penyakit Scabies sebagai pengganggu dan perusak kesehatan. Scabies bukan hanya sekedar penyakitnya orang miskin karena penyakit Scabies masa kini telah merebak menjadi penyakit kosmopolit yang menyerang semua tingkat sosial. Scabies merupakan satu dari enam penyakit kulit terbesar yang lazim pada penduduk miskin, seperti dilaporkan dalam Buletin Organisasi Kesehatan Dunia pada bulan Februari 2009, angka kejadian tertinggi terdapat pada suku-suku asli di Australia, Afrika, Amerika Selatan dan negara berkembang lainnya di dunia [3]. Scabies merupakan masalah kesehatan secara global, karena 300 juta kasus terjadi setiap tahunnya di dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan Scabies merupakan salah satu dari enam penyakit parasit epidermal kulit yang angka kejadiannya terbesar di dunia. Insiden di Amerika hampir mencapai 1 juta kasus per tahun. Ratarata prevalensi kejadian Scabies di Inggris adalah 2,27 per 1000 orang (lakilaki) dan 2,81 per 1000 orang (perempuan), dimana 1 dari 1000 orang datang ke pusat-pusat kesehatan dengan keluhan gatal yang menetap [4]. Scabies merupakan penyakit kulit endemis di wilayah beriklim tropis dan subtropis, seperti Afrika, Amerika selatan, Karibia, Australia tengah, Australia selatan dan Asia. Prevalensi Scabies pada anak berusia 6 tahun di daerah kumuh Bangladesh adalah 23-29% dan Kamboja 43%. Studi di rumah kesejahteraan Malaysia tahun 2010 menunjukkan prevalensi Scabies 30% dan Timor Leste prevalensi Scabies 17,3% [2]. Prevalensi Scabies di Brazil (Amerika Selatan) mencapai 18%, Benin (Afrika Barat) 28,33%, kota Enugu (Nigeria) 13,55% dan Pulau Pinang (Malaysia) 31%. Scabies lebih sering terlihat pada anak laki-laki (50%) dibandingkan anak perempuan (16%) [5]. Indonesia mempunyai prevalensi Scabies cukup tinggi dan cenderung tinggi pada anak-anak sampai dewasa [6]. Menurut data Departemen Kesehatan Republik Indonesia prevalensi Scabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 2008 adalah 5,6%-12,95% dan Scabies 42 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

4 menduduki urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering [7]. Berdasarkan data Departemen Kesehatan kasus Scabies di Indonesia tahun 2012 sebesar 4,60-12,95% dan Scabies menduduki urutan ke tiga dari 12 penyakit kulit terbanyak. Masalah ini dominan terjadi pada anak-anak, karena individu tersebut belum mampu secara mandiri melakukan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan. Anak-anak senang bermain dengan teman-temannya tanpa memperhatikan kebersihan diri, sehingga memungkinkan terjadinya penularan penyakit melalui kontak langsung seperti berjabat tangan, kurangnya perhatian dalam hal membersihkan diri atau mandi, serta bermain di area yang kurang bersih [3]. Kasus Scabies di Sulawesi Tengah tahun 2012 berdasarkan data profil dinas kesehatan yaitu 655 kasus dengan Case Fatality Rate (CFR) 0,2% dan pernah terjadi 1 kasus kematian Scabies [8]. Pada tahun 2013 kasus Scabies di Sulawesi Tengah yaitu 3779 kasus dan berdasarkan tabel lampiran profil dinas kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Scabies di desa Silondoa dengan 52 orang, desa Kayulompa terdapat 29 orang, Puskesmas Batui/Bugis, Batui, Tolando, Balantang dengan 88 orang penderita, Lawanga, Kasintuwu, Bonesompe, Tegal Rejo dan Madale terdapat 200 orang penderita [9]. Prevalensi penyakit Scabies di kota Palu pada tahun 2012 yaitu 1066 kasus. Kasus pada laki-laki yaitu 53% lebih tinggi dibanding perempuan 47%. Tahun 2013 kasus Scabies meningkat menjadi 2293, lebih tinggi pada laki-laki yaitu 51% dibanding perempuan 49%. Pada tahun 2014 kasus Scabies yaitu 2527 kasus, pada laki-laki lebih tinggi yaitu 53% dibanding perempuan yaitu 47% [10]. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu, menunjukan bahwa Scabies merupakan salah satu penyakit yang masuk 10 besar di bagian Poliklinik Kulit dan Kelamin. Scabies selalu menduduki urutan pertama dari tahun 2012 sampai dengan tahun Jumlah kasus Scabies pada tahun 2012 yaitu 236 kasus (32,8%), tahun 2013 yaitu 327 kasus (47,2%) dan tahun 2014 yaitu 290 (41,1%) [11]. 43 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

5 Scabies berhubungan dengan jenis kelamin, yaitu prevalensinya lebih tinggi pada laki-laki dan laki-laki lebih berisiko terinvestasi Scabies dibandingkan perempuan. Prevalensi Scabies pada lakilaki (57,4%) lebih tinggi dibandingkan perempuan (42,9%) [2]. Pengetahuan merupakan salah satu faktor penyebab Scabies, terutama seseorang yang memiliki pengetahuan kurang. Hasil penelitian Setyowati (2014), menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang tentang penyakit Scabies yaitu sebanyak 74,5%, sedangkan yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 19,7%. Personal hygiene merupakan faktor yang berperan dalam penularan Scabies. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ria (2014) menunjukkan bahwa terdapat 58,7% orang memiliki personal hygiene kurang dan 41,3% orang dengan personal hygiene cukup. Terdapat 37 orang dengan hygiene perorangan kurang yang menderita Scabies sebanyak 49,2% dan tidak menderita Scabies sebanyak 9,5%, dari 26 orang dengan hygiene perorangan cukup menderita Scabies sebanyak 20,6% dan tidak menderita Scabies sebanyak 20,6%. Riwayat kontak merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi kejadian Scabies, dimana pada kelompok kasus, 96,2% diantaranya pernah kontak dengan penderita Scabies dan 3,8% orang tidak pernah kontak dengan penderita Scabies, tetapi menderita Scabies. Kontak dengan penderita Scabies berisiko tertular Scabies 48 kali dibandingkan mereka yang tidak ada kontak dengan penderita [14]. Berdasarkan data kejadian penyakit Scabies yang masih tinggi maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian epidemiologi observasional analitik dengan pendekatan case control study (Kasus kontrol). Penelitian ini dilaksanakan di bagian Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Anutapura Palu pada bulan Mei sampai dengan Juni tahun Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat 44 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

6 jalan yang berkunjung di bagian Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Besar sampel minimal pada penelitian ini adalah sebanyak 58 reponden untuk kelompok kasus dan 116 responden untuk kelompok kontrol dengan perbandingan 1 : 2 dan total keseluruhan 174 responden. Teknik pengambilan sampel dilakukan secara sampling Aksidental (accidental sampling) yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti, dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui cocok sebagai sumber data. Setiap sampel dipilih berdasarkan umur sebagai matching, dengan umur yang ditentukan, sampai besar sampel dibutuhkan terpenuhi. HASIL PENELITIAN Risiko Jenis Kelamin TerhadapScabies Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 1 diperoleh responden laki-laki lebih banyak pada kelompok kasus yaitu 36 responden (62,1%) dibanding pada kelompok kontrol yaitu 54 responden (46,6%). Responden perempuan pada kelompok kasus lebih sedikit yaitu 22 responden (37,9%) dibanding kelompok kontrol yaitu 62 responden (53,4%). Hasil uji statistik didapat nilai OR yaitu 1,879 pada CI 95% (0,987-3,576), artinya risiko jenis kelamin laki-laki untuk menderita Scabies adalah 1,879 kali lebih besar dibanding dengan perempuan, namun tidak signifikan. Risiko Pengetahuan Terhadap Scabies Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 1 diperoleh responden yang mempunyai pengetahuan kurang lebih banyak pada kelompok kasus yaitu 44 responden (75,9%) dibanding pada kelompok kontrol yaitu 81 responden (69,8%). Responden yang mempunyai pengetahuan cukup lebih sedikit pada kelompok kasus yaitu 14 responden (24,1%) dibanding kelompok kontrol yaitu 35 responden (30,2%). Hasil uji statistik didapat nilai OR yaitu 1,358 pada CI 95% (0,661-2,791), artinya risiko responden dengan pengetahuan kurang untuk menderita Scabies adalah 1,358 kali lebih besar dibanding responden dengan pengetahuannya cukup, namun tidak signifikan. 45 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

7 Risiko Personal Hygiene Terhadap Scabies Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 1, diperoleh responden yang mempunyai personal hygiene kurang, lebih banyak pada kelompok kasus yaitu 45 responden (77,6%) dibanding kelompok kontrol yaitu 70 responden (60,3%). Responden yang mempunyai personal hygiene cukup lebih sedikit pada kelompok kasus yaitu 13 responden (22,4%) dibanding kelompok kontrol yaitu 46 responden (39,7%). Hasil uji statistik didapat nilai OR yaitu 2,275 pada CI 95% (1, ), artinya risiko responden dengan personal hygiene kurang untuk menderita Scabies adalah 2,275 kali lebih besar dibanding responden dengan personal hygiene cukup dan signifikan. Risiko Riwayat Kontak Terhadap Scabies Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 1, diperoleh responden yang mempunyai riwayat kontak lebih banyak pada kelompok kasus yaitu 52 responden (89,7%) dibanding kelompok kontrol yaitu 63 responden (54,3%). Responden yang tidak mempunyai riwayat kontak lebih sedikit pada kelompok kasus yaitu 6 responden (10,3%) dibanding kelompok kontrol yaitu 53 responden (45,7%). Hasil uji statistik didapat nilai OR yaitu 7,291 pada CI 95% (2,904-18,307), artinya risiko responden dengan riwayat kontak untuk menderita Scabies adalah 7,291 kali lebih besar dibanding dengan responden yang tidak mempunyai riwayat kontak dan signifikan. PEMBAHASAN Risiko Jenis Kelamin Terhadap Scabies Jenis kelamin merupakan salah satu determinan yang mempengaruhi kejadian Scabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) yaitu 1,879 lebih besar dari 1, hal ini menunjukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian Scabies atau laki-laki berisiko 1,879 kali lebih besar menderita Scabies dibandingkan perempuan. Nilai lower limit dari uji statistik yaitu 0,987 dan 46 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

8 upper limit yaitu 3,576, karena nilai lower limit <1 maka hasil analisis tidak signifikan. Variabel jenis kelamin tidak signifikan, karena dari tingkat pengetahuan tidak terlalu terlihat perbedaan antara responden laki-laki dan perempuan. Terdapat 36,2% laki-laki dan 35,6% perempuan mempunyai pengetahuan kurang, dimana 21,3% lakilaki dan 23% perempuan tidak mengetahui bagian tubuh yang sering tertular Scabies, 29,3% laki-laki dan 30,5% tidak mengetahui bahwa dengan saling bertukar pakaian dapat tertular Scabies, 25,3% laki-laki dan 24,7% perempuan tidak mengetahui cara mencegah penyakit Scabies. Selain itu, responden laki-laki dan perempuan hampir sama mempunyai personal hygiene kurang. Terdapat 35,1% laki-laki dan 31% perempuan mempunyai personal hygiene kurang, dimana 24,7% laki-laki dan 23% perempuan pernah memakai pakaian temannya dan 37,9% laki-laki dan 36,2% perempuan mengganti pakaian setelah berkeringat. Hasil penelitian ini sejalan dengan Ratnasari (2014), menunjukan ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Scabies dengan nilai chi-square p = 0,048. Laki-laki lebih berisiko terinvestasi Scabies dibandingkan perempuan. Hal ini disebabkan responden perempuan lebih memperhatikan kesehatan kulit dibandingkan laki-laki, karena responden laki-laki mempunyai tingkat pendidikan rendah, sehingga memiliki kesadaran rendah mengenai pentingnya hygiene pribadi. Hygiene pribadi yang buruk berperan penting dalam penularan penyakit Scabies. Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian Al Audhah (2012), secara statistik laki-laki lebih berisiko 24 kali lebih besar dibanding perempuan, disebabkan karena kebanyakan laki-laki menggunakan air berasal dari irigasi yang tidak diolah dengan baik. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Admadinata (2014), hasil analisis diperoleh nilai uji chi-square dengan p value = 0,607 artinya tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Scabies, dimana laki-laki dan perempuan tidak terlalu terlihat perbedaan dalam hal personal hygiene. Scabies lebih berisiko pada lakilaki dibanding perempuan, karena pada 47 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

9 laki-laki Scabies biasanya terdapat pada area genitalia. Area genitalia merupakan lokasi lesi tersering, karena tungau Scabies lebih mudah membuat terowongan pada stratum korneum yang lembab dan tersembunyi. Salah satu bentuk Scabies yaitu Scabies noduler. Scabies yang sering terdapat pada daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki, inguinal dan aksila. Berdasarkan hasil penelitian ini dari 90 responden berisiko tinggi, terdapat 36 responden (62,1%) yang menderita Scabies. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan dari responden mengenai Scabies, dimana terdapat 51,7% responden tidak mengetahui penyebab Scabies, 36,1% tidak mengetahui gejala Scabies dan 37,9% tidak mengetahui cara penularan Scabies. Selain itu, responden cenderung kurang memperhatikan kebersihan diri, dimana terdapat 39,7% responden melakukan kebiasaan berganti-gantian menggunakan sabun dengan keluarga, 50% pernah menggunakan sabun mandi temannya, 37,9% pernah bertukar pakaian dengan temannya dan 39,7% melakukan kebiasaan meminjamkan pakaian kepada temannya, 58,6% menggunakan handuk bersama keluarga dan 39,7% meminjamkan handuk kepada temannya. Praktik tukar menukar barang atau benda akan memudahkan penularan Scabies secara tidak langsung antara penderita Scabies dengan yang tidak menderita Scabies. Benda atau barang yang digunakan menjadi media transmisi tungau sarcoptes scabiei untuk berpindah tempat [15]. Responden yang mempunyai keluarga penderita Scabies sebanyak 26 responden (59,1%) dan teman penderita Scabies sebanyak 23 responden (52,3%). Responden yang pernah tidur bersama dengan keluarganya penderita Scabies sebanyak 43,1%, pernah bersentuhan kulit dengan keluarganya penderita Scabies sebanyak 50% dan pernah bersentuhan kulit dengan temannya penderita Scabies sebanyak 48,3%. Sesuai dengan teori yang diungkapkan Handoko (2007), bahwa transmisi tungau biasanya terjadi melalui kontak langsung misalnya tidur bersama dan bersentuhan kulit dengan penderita Scabies. Responden risiko tinggi, namun tidak menderita Scabies berjumlah 54 responden (46,6%). Hal ini disebabkan 48 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

10 52,8% responden berusia dewasa sehingga tidak mudah terpapar Scabies. Scabies merupakan penyakit yang menyerang semua kelompok umur namun umumnya lebih sering menyerang usia anak-anak dan remaja. Kasus Scabies pada responden risiko rendah berjumlah 22 responden (37,9%). Kurangnya personal hygiene dari responden merupakan salah satu penyebabnya, dimana terdapat 25,9% perempuan menggunakan sabun secara bergantian dengan keluarganya, 25,9% meminjamkan pakaian kepada temannya, 22,4% pernah memakai pakaian temannya, 36,2% menggunakan handuk bergantian dengan keluarga dan 24,1% meminjamkan handuk kepada temannya. Sering berganti-gantian menggunakan benda yang sama dengan penderita memudahkan penularan kutu sarcoptes scabiei secara tidak langsung. Selain itu, penularan Scabies bisa melalui kontak langsung yaitu terdapat 19 responden (86,4%) mempunyai keluarga penderita Scabies dan 12 responden (54,5%) mempunyai teman penderita Scabies. Responden perempuan yang kontak dengan penderita Scabies yaitu melakukan kebiasaan tidur bersama dengan keluarganya sebanyak 25,9%, tidur bersama temannya sebanyak 24,1%, pernah bersentuhan kulit dengan keluarganya sebanyak 32,8% dan 20,7% responden pernah bersentuhan kulit dengan temannya. Risiko Pengetahuan Terhadap Scabies Pengetahuan merupakan determinan yang mempengaruhi kejadian Scabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) yaitu 2,791 lebih besar dari 1, hal ini menunjukan bahwa pengetahuan merupakan faktor risiko kejadian Scabies, atau responden dengan pengetahuan kurang 2,791 kali lebih besar menderita Scabies dibandingkan responden dengan pengetahuan cukup. Nilai lower limit dari uji statistik yaitu 0,661 dan upper limit yaitu 2,791, karena nilai lower limit <1 maka hasil analisis tidak signifikan. Variabel pengetahuan tidak signifikan karena responden laki-laki dan perempuan hampir sama mempunyai pengetahuan kurang mengenai Scabies yaitu sebanyak 36,2% pada laki-laki dan 35,6% perempuan. 21,3% responden lakilaki dan 23% perempuan tidak 49 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

11 mengetahui bagian tubuh yang sering tertular Scabies, 29,3% laki-laki dan 30,5% tidak mengetahui bahwa dengan saling bertukar pakaian dapat tertular Scabies, 25,3% laki-laki dan 24,7% perempuan tidak mengetahui cara mencegah penyakit Scabies. Hasil analisis penelitian ini sejalan dengan penelitian Aminah (2015), hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian Scabies. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan baik tidak satupun menderita Scabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai p = 0,001 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian Scabies, karena masyarakat tidak mengetahui bahwa kejadian Scabies dipengaruhi oleh kontak langsung yaitu dari faktor kebersihan kulit, tangan dan kuku, rambut dan kebersihan badan serta dipengaruhi oleh kontak tidak langsung yaitu kelembaban, suhu, penyediaan air dan pajanan sinar matahari. Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian Ria (2014), hasil uji chi-square diperoleh nilai p = 0,022 berarti kurang dari α = 0,05, bahwa ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Scabies. Hal ini disebabkan karena sebagian responden tidak memahami apa saja yang berkaitan dengan penyakit Scabies, baik kondisi lingkungan tempat berkembang biak kutu sarcoptes scabiei, cara penularan dan pencegahannya. Sejalan dengan penelitian Anggraeni (2014), bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan responden dengan kejadian Scabies, diperoleh nilai p = 0,013 dan nilai OR= 3,182, disebabkan karena responden kurang mengetahui dan memahami penyakit Scabies, cara penularannya dan cara pencegahannya. Namun, tidak sejalan dengan penelitian Lathifa (2014), sebagian responden mengalami suspect Scabies memiliki pengetahuan tinggi yaitu sebesar 75%, sedangkan hasil uji statistik didapatkan p- value sebesar 0,762 (p>0,05), artinya pada α = 5% didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan suspect Scabies, karena mereka selalu berusaha mencari tahu hal-hal mengenai Scabies. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku sehari-hari dalam praktik kebersihan diri sehingga 50 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

12 seseorang yang memiliki tingkat pengetahuan rendah cenderung tidak memperhatikan personal hygiene. Scabies merupakan penyakit yang sangat terkait dengan kebersihan diri, karena kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai faktor penyebab dan bahaya penyakit Scabies, mereka menganggap bahwa Scabies tidak membahayakan jiwa. Selain itu rendahnya pengetahuan masyarakat tentang cara penyebaran dan pencegahan Scabies menyebabkan angka kejadian Scabies tinggi pada kelompok masyarakat [17]. Penelitian ini menunjukan bahwa dari 125 responden berisiko tinggi, terdapat 44 responden (75,9%) penderita Scabies. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden tentang Scabies, dimana 63,8% responden tidak mengetahui penyebab dari Scabies, 41,4% tidak mengetahui gejala Scabies, 29,3% tidak mengetahui bagian tubuh yang sering tertular Scabies, 51,7% tidak mengetahui cara penularan Scabies, 53,4% tidak mengetahui saling bertukar pakaian dengan penderita Scabies dapat tertular dan 50% tidak mengetahui cara mencegah Scabies. Hal ini sesuai dengan teori Muzakir (2008), kurangnya pengetahuan mengenai Scabies dapat menyebabkan cepatnya penularan Scabies di masyarakat. Responden risiko tinggi, namun tidak menderita Scabies berjumlah 81 responden (69,8%). Hal ini disebabkan karena kebanyakan responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 55,8%. Responden mempunyai personal hygiene baik, dimana terdapat 45,7% responden tidak berganti-gantian menggunakan sabun, 43,5% tidak berganti-gantian menggunakan pakaian sama dengan keluarganya dan 45,7% responden tidak pernah meminjamkan pakaian sama temannya. Kasus Scabies pada responden risiko rendah dalam penelitian ini berjumlah 14 responden (24,1%), disebabkan karena kurangnya personal hygiene dari responden. Terdapat 17,2% responden sering berganti-gantian menggunakan sabun dengan keluarganya, 20,7% pernah menggunakan sabun temannya, 19% responden pernah meminjamkan pakaian kepada temannya dan 17,2% pernah meminjamkan handuk kepada temannya. Berganti-gantian menggunakan barang 51 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

13 atau benda yang sama akan memudahkan untuk tertular penyakit Scabies. Risiko Personal Hygiene Terhadap Scabies Personal hygiene adalah suatu tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) yaitu 2,275 lebih besar dari 1, hal ini menunjukan bahwa personal hygiene merupakan faktor risiko kejadian Scabies atau responden dengan personal hygiene kurang 2,275 kali lebih besar menderita Scabies dibandingkan responden dengan personal hygiene cukup. Nilai lower limit dari uji statistik yaitu 1,107 dan upper limit yaitu 4,676, karena nilai lower limit <1 maka hasil analisis signifikan. Hal ini disebabkan karena responden yang mempunyai personal hygiene kurang lebih banyak yaitu 66,1% dibanding responden personal hygiene cukup yaitu sebanyak 33,9%. Penelitian ini sejalan dengan Putri (2011), menunjukan bahwa ada hubungan bermakna antara hygiene perseorangan dengan kejadian Scabies dengan nilai p sebesar 0,001 (p < 0,05). Hygiene perseorangan merupakan salah satu usaha untuk mencegah kejadian Scabies, karena media transmisi tungau sarcoptes scabiei berpindah tempat melalui penularan secara langsung maupun tak langsung. Pada hygiene perseorangan kurang penularan Scabies lebih mudah terjadi. Melakukan kebiasaan seperti kebiasaan mencuci tangan, mandi menggunakan sabun, menganti pakaian dan pakaian dalam, tidak saling bertukar pakaian, kebiasaan keramas menggunakan shampo, tidak saling bertukar handuk dan kebiasaan memotong kuku, dapat mengurangi risiko tertular Scabies. Penelitian lain yang sejalan yaitu penelitian Anggraeni (2014), ada hubungan antara hygiene perorangan dengan kejadian Scabies, dimana diperoleh nilai p-value = 0,024 dan OR = 2,829 kali, hal ini disebabkan karena kebiasaan responden tidur bersama penderita Scabies, saling meminjam pakaian, memakai handuk secara bersama dan tidak adanya perbedaan mencuci pakaian penderita Scabies dengan yang bukan pederita Scabies. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan Al 52 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

14 Audhah (2012) yaitu tidak terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Scabies didapatkan nilai OR= 3,3 dengan CI 95% (0,83<OR<13,25). Tidak terdapat hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Scabies, karena dipengaruhi oleh faktor lain yaitu faktor lingkungan, dimana air yang digunakan untuk mandi dan mencuci bukan merupakan air yang diolah menjadi air bersih. Selain itu, dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi responden rendah. Penelitian lain yang tidak sejalan yaitu penelitian Desmawati (2015), berdasarkan hasil uji statistik chi-square didapatkan p value = > (0.05), berarti Ho ditolak sehingga tidak ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian Scabies. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya Scabies, dan faktor lain adalah tingkat pendidikan. Penelitian ini menunjukan bahwa dari 115 responden berisiko tinggi, terdapat 45 responden (77,6%) menderita Scabies. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan responden mengenai personal hygiene. Terdapat 48,3% responden menggunakan sabun yang sama dengan keluarganya, 67,2% pernah menggunakan sabun temannya, 51,7% pernah menggunakan pakaian sama dengan keluarganya, 58,6% pernah meminjamkan pakaian kepada temannya, 41,4% pernah memakai pakaian temannya, 76% menggunakan handuk sama dengan keluarganya dan 55,2% pernah meminjamkan handuk kepada temannya. Kebiasaan menggunakan barang sama dengan penderita akan memudahkan tertular penyakit Scabies melalui kontak tak langsung, sesuai dengan teori yang diungkapkan Mansyur (2007), penularan Scabies secara tidak langsung dapat melalui perlengkapan tidur, pakaian atau handuk, alat mandi yang digunakan bergantian dengan penderita Scabies. Responden risiko tinggi, namun tidak menderita Scabies berjumlah 70 responden (60,3%), disebabkan karena responden dalam penelitian ini lebih banyak jenis kelamin perempuan yaitu 52,9%. Terdapat 38,8% responden tidak bergantian menggunakan sabun dengan keluarganya dan 36,2% responden tidak pernah memakai pakaian temannya. 53 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

15 Kasus Scabies risiko rendah berjumlah 13 responden (22,4%), disebabkan karena pengetahuan responden masih kurang mengenai Scabies dan adanya riwayat kontak dengan penderita, dimana terdapat 19% responden tidak mengetahui penyebab Scabies, 17,2% tidak mengetahui cara penularan Scabies, 15,5% tidak mengetahui cara memutus rantai penularan Scabies dan 13,8 tidak mengetahui cara mencegah Scabies. Responden yang mempunyai keluarga dan teman penderita Scabies sebanyak 9 orang (15,5%), dimana 17,2% responden tidur bersama keluarganya penderita Scabies, 15,5% responden pernah tidur bersama temannya penderita Scabies, 17,2% responden bersentuhan kulit dengan keluarganya penderita Scabies dan 19% responden pernah bersentuhan kulit dengan temannya penderita Scabies. Risiko Riwayat Kontak Terhadap Scabies Penularan Scabies melalui kontak langsung yaitu dengan cara tidur bersama, berjabat tangan dan bersentuhan kulit dengan penderita Scabies. Hasil uji statistik diperoleh nilai Odds Ratio (OR) yaitu 7,291 lebih besar dari 1, hal ini menunjukan bahwa riwayat kontak merupakan faktor risiko kejadian Scabies atau responden yang mempunyai riwayat kontak dengan penderita Scabies 7,291 kali lebih besar menderita Scabies dibandingkan responden yang tidak mempunyai riwayat kontak. Nilai lower limit dari uji statistik yaitu 2,904 dan upper limit yaitu 18,307, karena nilai lower limit <1 maka hasil analisis signifikan, karena lebih banyak responden yang pernah kontak dengan penderita yaitu 66,1% dibanding yang tidak pernah kontak dengan penderita yaitu 33,9%. Penelitian ini sejalan dengan Al Audhah (2012), responden yang pernah kontak dengan penderita Scabies sebanyak 109 orang (48,2%) dan 117 orang (51,8%) tidak pernah kontak serta 2 orang (3,8%) tidak pernah kontak dengan penderita Scabies tetapi menderita Scabies. Pada kelompok kontrol 115 orang (66,1%) diantaranya tidak pernah kontak dengan penderita sehingga tidak menderita Scabies, tetapi 54 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

16 ada 59 orang (33,9%) pernah kontak dengan penderita Scabies dan tidak menderita Scabies. Kontak dengan penderita Scabies berisiko tertular Scabies 48 kali dibandingkan mereka yang tidak pernah kontak dengan penderita. Hal ini menunjukan ada hubungan antara riwayat kontak dengan kejadian Scabies didapatkan nilai OR = 48,7 (CI 95% = 11,5<OR<207,3). Hal ini karena kebiasaan responden mandi bersama, bermain bersama, tidur bersama secara statistik bermakna terhadap penularan Scabies. Penularan Scabies melalui kontak fisik dengan penderita Scabies. Seringkali berpegangan tangan dalam waktu sangat lama merupakan penyebab umum terjadinya penyebaran penyakit ini. Tidur bersama dan berhimpitan dengan penderita Scabies memberikan kesempatan untuk kontak langsung maupun tidak langsung dengan penderita Scabies. Penularan Scabies melalui kontak langsung terjadi ketika penderita bersentuhan kulit dengan anggota keluarganya, akibat tidur berhimpitan tungau sarcoptes scabiei yang ada pada permukaan kulit penderita Scabies akan berpindah ke kulit keluarganya. Penularan secara tidak langsung yaitu pada saat tidur bersama dan berhimpitan dengan penderita Scabies dapat menular melalui alas tidur dan selimut yang digunakan secara bersama-sama [22]. Penelitian ini menunjukan bahwa dari 115 responden berisiko tinggi, terdapat 52 responden (89,7%) menderita Scabies. Hal ini karena 45 orang (77,6%) mempunyai keluarga penderita Scabies dan 29 orang (50%) mempunyai teman penderita Scabies, dimana 69% responden tidur bersama keluarganya penderita Scabies, 67,2% responden pernah tidur dengan temannya penderita Scabies, 79,3% responden bersentuhan kulit dengan keluarganya penderita Scabies dan 62,1% responden pernah bersentuhan kulit dengan temannya penderita Scabies. Sesuai dengan teori menyebutkan bahwa transmisi tungau Scabies biasanya terjadi melalui kontak langsung misalnya tidur bersama dan bersentuhan kulit dengan penderita Scabies [16]. Responden risiko tinggi, namun tidak menderita Scabies dalam penelitian ini berjumlah 63 responden (54,3%), 55 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

17 disebabkan karena 41,4% responden tidak pernah tidur bersama dalam waktu lama dengan temannya penderita Scabies dan 29,3% responden tidak bersentuhan kulit dengan temannya penderita Scabies. Selain itu, dipengaruhi oleh pengetahuan responden yang cukup yaitu 33,6% responden mengetahui cara penularan Scabies dan 35,5% responden mengetahui cara memutus rantai penularan Scabies. Kasus Scabies risiko rendah terdapat 6 responden (10,3%), karena kurangnya pengetahuan mengenai Scabies. Terdapat 10,3% responden tidak mengetahui bahwa dengan saling menukar pakaian dapat tertular penyakit Scabies, 8,6% responden tidak mengetahui cara memutus rantai penularan Scabies dan 8,6% responden tidak mengetahui cara mencegah penyakit Scabies. Hal ini sesuai dengan teori Anggaraeni (2014), tingkat pengetahuan yang rendah tentang Scabies, cara penularan dan pencegahannya berisiko menderita Scabies dibandingkan dengan tingkat pengetahuan cukup. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu, didapatkan kesimpulan sebagai berikut: 1. Jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian Scabies di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Laki-laki mempunyai risiko 1,879 lebih besar menderita Scabies dibanding perempuan. 2. Pengetahuan merupakan faktor risiko kejadian Scabies di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Pengetahuan kurang mempunyai risiko 1,358 lebih besar menderita Scabies dibanding pengetahuan cukup. 3. Personal hygiene merupakan faktor risiko kejadian Scabies di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Personal hygiene kurang mempunyai risiko 2,275 lebih besar menderita Scabies dibanding personal hygiene cukup. 4. Riwayat kontak merupakan faktor risiko kejadian Scabies di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu. Pernah kontak langsung dengan penderita Scabies mempunyai risiko 7, Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

18 menderita Scabies dibanding tidak pernah kontak dengan penderita. SARAN 1. Diharapkan kepada laki-laki agar dapat mencegah penularan Scabies dengan meningkatkan Personal hygiene. 2. Perlunya dilaksanakan penyuluhan kesehatan tentang Scabies untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama penyebab Scabies, cara penularannya, gejalagejala yang timbul dan cara pencegahannya. 3. Diharapkan kepada seluruh masyarakat agar selalu meningkatkan kebersihan diri dengan tidak bergantigantian menggunakan barang atau benda yang sama dengan penderita Scabies untuk mencegah penularan penyakit Scabies. 4. Diharapkan kepada masyarakat agar dapat menghindari kontak langsung yaitu dengan tidak bersentuhan kulit dan tidur bersama penderita Scabies. DAFTAR PUSTAKA 1. Rahariyani, Dwi, Loetfia, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan System Integumen. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2. Ratnasari, F.A, Saleha, Sungkar Prevalensi Scabies dan Faktor- Faktor Yang Berhubungan di Pesantren X, Jakarta Timur. Jurnal Fkui Vol. 2, No. 1, Hal Anggraeni, Reni Hubungan Pengetahuan dan Hygiene Perorangan Dengan Kejadian Scabies Di Desa Wombo Mpanau Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala. Karya Tulis Ilmiah Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Palu. 4. Griana, Pramesti Scabies : Penyebab, Penanganan Dan Pencegahannya. El-Hayah Vol. 4, No.1, Hal Sistri, Yulia Hubungan Personal hygiene dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren As- Salam Surakarta Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta. 57 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

19 6. Akmal, C.S, Rima.S & Gayatri Hubungan Personal Hygiene dengan Kejadian Scabies Di Pondok Pendidikan Islam Darul Ulum, Palarik Air Pacah, Kecamatan Koto Tangah Padang Tahun Jurnal Kesehatan Andalas. 2013; 2(3). 7. Azizah, N.I, Widyah,Setiyowati Hubungan Tingkat Pengetahuan Ibu Pemulung Tentang Personal Hygiene Dengan Kejadian Scabies Pada Balita Di Tempat Pembuangan Akhir Kota Semarang. Jurnal Akademi Kebidanan Abdi Husada Semarang, Vol.1/ No Anshayari Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. UPT Surveilans Data dan Informasi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Palu. 9., Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. UPT Surveilans Data dan Informasi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Palu. 10. Fitri, Data Penyakit Dinas Kesehatan Kota Palu. Pengelola SP2TP. Palu. 11. Lamadjido, Reni Profil RSU Anutapura. Rekam medik RSU Anutapura. Palu. 12. Setyowati, D., & Wahyuni Hubungan Pengetahuan Santriwati Tentang Penyakit Scabies Dengan Perilaku Pencegahan Penyakit Scabies di Pondok Pesantren. Gaster Vol. 11 No. 2, Hal Ria & Darwis Kejadian Scabies Pada Anak Usia Sekolah. Journal Of Pediatric Nursing Vol. 1(3), Pp AL audhah, N, Siti, R. & Agnes, S Faktor Risiko Scabies Pada Siswa Pondok Pesantren (Kajian di pondok pesantren Darul Hijrah, kelurahan Cindai Alus, kecamatan Martapura, kabupaten Banjar, provinsi Kalimantan Selatan). Jurnal epidemiologi dan penyakit bersumber binatang, Vol. 4 No.1, Hal Harahap, Marwali Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates. Jakarta. 16. Handoko RP. Scabies. Dalam: Djuanda A, Hamzah A, Aisah S, editor Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi 5. Balai Penerbit 58 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

20 Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 17. Aminah, Hendra & Maya Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian Scabies. Artikel Penelitian J MAJORITY, Volume 4 Nomor 5, Hal Lathifa, Mushallina Faktor- Faktor Yang Berhubungan Dengan Suspect Scabies Pada Santriwati Pondok Pesantren Modern Diniyyah Pasia, Kecamatan Ampek Angkek, Kab. Agam, Sumatera Barat Tahun Skripsi FKIK UIN Hidayahtullah. Jakarta. 19. Muzakir Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Penyakit Scabies Pada Pesantren di Kabupaten Aceh Besar Tahun Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatra Utara Medan. 20. Putri, Ardana S.S.B, & Ani, Margawati Hubungan Higiene Perseorangan, Sanitasi Lingkungan Dan Status Gizi Terhadap Kejadian Scabies Pada Anak. Artikel Penelitian Karya Tulis Ilmiah Fk UNDIP. Semarang. 21. Desmawati, Ari, P.D. & Oswati, H Hubungan Personal Hygiene Dan Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Scabies Di Pondok Pesantren Al-Kautsar Pekanbaru. JOM Vol 2 No 1, Hal Aina, F.A.I, Ibrohim, & Endang Suarsini Hubungan Antara Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) Dengan Timbulnya Penyakit Skabies Di Wilayah Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan. Jurnal Universitas Negeri Malang. 59 Adhar Arifuddin, Herman Kurniawan, & Fitriani, Faktor Resiko Kejadian Scabies...

Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala

Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala ISSN : 2443 1141 P E N E L I T I A N Hubungan Kebersihan Perorangan dan Kondisi Fisik Air dengan Kejadian Scabies di Desa Wombo Kecamatan Tanantovea Kabupaten Donggala Budiman 1 *, Hamidah 2, Muhammad

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh

BAB I PENDAHULUAN. tubuh dari pengaruh lingkungan hidup. Organ ini merupakan alat tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ yang esensial, vital dan sebagai cermin kesehatan pada kehidupan. Kulit juga termasuk pembungkus elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014 (Factors Related to Hygiene of Scabies Patients in Panti Primary Health Care 2014) Ika Sriwinarti, Wiwien Sugih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan gabungan antara sistem pondok dan pesantren yang memberikan pendidikan dan pengajaran agama Islam dengan cara non klasikal.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan

BAB 1 : PENDAHULUAN. memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan 1 BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial, yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.17 No.3 Tahun 2017 FAKTOR RISIKO HYGIENE PERORANGAN SANTRI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT KULIT SKABIES DI PESANTREN AL- BAQIYATUSHSHALIHAT TANJUNG JABUNG BARAT TAHUN 2017 Parman 1, Hamdani, Irwandi Rachman, Angga Pratama Abstract

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat. kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (DepKes RI, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi di masyarakat. Penyakit ini banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai semua golongan umur. Penyakit kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengetahuan tentang hygiene adalah dasar tentang kebersihan dan akan mempengaruhi praktik hygiene seseorang. Permasalahan yang sering terjadi adalah ketiadaan motivasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan

BAB 1 PENDAHULUAN. tinggi. Berbagai program telah dilaksanakan oleh pemerintah guna menurunkan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit menular adalah penyakit yang dapat ditularkan melalui berbagai media. Penyakit menular masih menjadi masalah kesehatan yang besar dihampir semua negara

Lebih terperinci

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU

PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI WUSTHO (SMP) DI PESANTREN AL-FALAH BANJARBARU Norhalida Rahmi 1, Syamsul Arifin 2, Endang Pertiwiwati 3 1,3 Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26

Jurnal Kesehatan Masyarakat (Adhar, Lusia, Andi 26-33) 26 FAKTOR RISIKO KEJADIAN APENDISITIS DI BAGIAN RAWAT INAP RUMAH SAKIT UMUM ANUTAPURA PALU Adhar Arifuddin 1, Lusia Salmawati 2, Andi Prasetyo 3* 1.Bagian Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia,

BAB 1 PENDAHULUAN. (Heukelbach et al. 2006). Skabies terjadi pada kedua jenis kelamin, di segala usia, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit, yang umumnya terabaikan sehingga menjadi masalah kesehatan yang umum di seluruh dunia (Heukelbach et al. 2006).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab

BAB I PENDAHULUAN. pesantren. Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pesantren merupakan induk dari pendidikan Islam di Indonesia, didirikan karena adanya tuntutan dan kebutuhan zaman dan hal ini bisa dilihat dari perjalanan sejarah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

Universitas Lambung Mangkurat Abstrak

Universitas Lambung Mangkurat   Abstrak HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP TENTANG PERSONAL HIGIENE DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN SKABIES Studi Observasional pada Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas IIA Martapura Indira

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kulit banyak dijumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis (Utomo, 2004). Iklim tersebut dapat mempermudah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang. disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Skabies adalah penyakit kulit pada manusia yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. hominis (Habif et al., 2011). Penyakit ini menular dari manusia ke manusia melalui

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Pesantren adalah suatu tempat yang tersedia untuk para santri dalam menerima pelajaran-pelajaran agama Islam sekaligus tempat berkumpul dan tempat tinggalnya (Qomar,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. mandi, handuk, sisir haruslah dihindari (Depkes, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kebiasaan untuk menerapkan kebiasaan yang baik, bersih dan sehat secara berhasil guna dan berdaya guna baik di rumah tangga,

Lebih terperinci

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016

Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 Hubungan Personal Higiene dengan Kejadian Skabies pada Santri Pondok Pesantren Al Falah Putera Kecamatan Liang Anggang Tahun 2016 The Relation of Personal Hygiene with The Incidence of Scabies at Al Falah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kelembaban tinggi. Pedikulosis kapitis merupakan infestasi kutu kepala Pediculus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kejadian infestasi kutu kepala di Indonesia cukup tinggi karena sering menyerang masyarakat luas, hal ini berkaitan dengan iklim negara kita yang tropis dan memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap

BAB 1 : PENDAHULUAN. Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pediculosis humanus capitis (kutu) adalah salah satu ektoparasit penghisap darah yang berinfestasi di kulit kepala manusia, bersifat menetap dan dapat menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kulit banyak di jumpai di Indonesia, hal ini disebabkan karena Indonesia beriklim tropis. Iklim tersebut yang mempermudah perkembangan bakteri, parasit maupun

Lebih terperinci

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK

Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan, Universitas Dian Nuswantoro Semarang, 2014 ABSTRAK Hubungan Karakteristik, Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan Kejadian Scabies di Pondok Pesantren Darul Amanah Desa Kabunan Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Nanda Intan Windi Hapsari Fakultas Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Skabies 1. Definisi Skabies adalah penyakit kulit yang banyak dialami oleh penduduk dengan kondisi ekonomi menengah kebawah. Skabies disebabkan oleh parasit Sarcoptes scabiei.

Lebih terperinci

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J

Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajad Sarjana S-1 KEPERAWATAN. Diajukan Oleh : NURMA RAHMAWATI J PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PENYAKIT SKABIES TERHADAP PERUBAHAN SIKAP PENDERITA DALAM PENCEGAHAN PENULARAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-AMIN PALUR KABUPATEN SUKOHARJO Skripsi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN PENGETAHUAN SANTRIWATI TENTANG PENYAKIT SKABIES DENGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN Dwi Setyowati, Wahyuni Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Aisyiyah Surakarta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh

BAB I PENDAHULUAN. Hominis (kutu mite yang membuat gatal). Tungau ini dapat menjalani seluruh BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit endemi yang menyerang masyarakat. Skabies adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var. Hominis (kutu mite yang membuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental.

BAB I PENDAHULUAN. Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sehat adalah hak asasi bagi setiap makhluk hidup baik fisik maupun mental. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah suatu keadaan sehat jasmani, rohani,

Lebih terperinci

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK

FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK FAKTOR RISIKO YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS (TBC) PADA KELOMPOK USIA PRODUKTIF DI KECAMATAN KARANGANYAR, DEMAK Riza Triasfitri *), Sri Andarini Indreswari **) *) ALUMNI FAKULTAS KESEHATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia perlu menjaga kebersihan diri dan lingkungan agar sehat,tidak bau, tidak menyebarkan kotoran atau menyebabkan penyakit bagi diri sendiri maupun orang lain. PHBS

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro

Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun Saptorini**) **) Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Universitas Dian Nuswantoro BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PRAKTIK PENCEGAHAN PENULARAN KUSTA PADA KONTAK SERUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GAYAMSARI SEMARANG TAHUN 2013 Ika Setyaningrum *), Suharyo**), Kriswiharsi Kun

Lebih terperinci

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria

Kata Kunci : Kelambu, Anti Nyamuk, Kebiasaan Keluar Malam, Malaria FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI PUSKESMAS WOLAANG KECAMATAN LANGOWAN TIMUR MINAHASA Trifena Manaroinsong*, Woodford B. S Joseph*,Dina V Rombot** *Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota 34 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kelurahan Buol termasuk di Kecamatan Biau Kabupaten Buol Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah, dengan Luas wilayah 17,9 KM². Kelurahan Buol

Lebih terperinci

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO ANALISA DETERMINAN YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENYAKIT TUBERKULOSIS (TBC) DI RSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO Aan Sunani, Ratifah Academy Of Midwifery YLPP Purwokerto Program Study of D3 Nursing Poltekkes

Lebih terperinci

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

BAB 1 : PEMBAHASAN. penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan 58 BAB 1 : PEMBAHASAN 1.1 Keterbatasan Peneliti Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, seperti metodologi, penelitian ini menggunakan desain penelitian case control study sehingga kemungkinan

Lebih terperinci

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam

Kata kunci : Malaria, penggunaan anti nyamuk, penggunaan kelambu, kebiasaan keluar malam FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN MALARIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TOULUAAN KABUPATEN MINAHASA TENGGARA Frisca Kalangie* Dina V. Rombot**, Paul A. T. Kawatu* * Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi

*Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sam Ratulangi GAMBARAN HIGIENE PRIBADI DAN KELUHAN GANGGUAN KULIT PADA SANTRIWATI DI PONDOK PESANTREN ASSALAAM TUMINTING KOTA MANADO TAHUN 2015 Armin A. Lasaib*,Woodford B.S Joseph*, Rahayu H. Akili* *Fakultas Kesehatan

Lebih terperinci

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN X,

JIMKESMAS JURNAL ILMIAH MAHASISWA KESEHATAN MASYARAKAT VOL. 2/NO.6/ Mei 2017; ISSN X, HUBUNGAN PENGETAHUAN, PERSONAL HYGIENE, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN GEJALA PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN DARUL MUKLISIN KOTA KENDARI 2017 Ahwath Riyadhy Ridwan 1 Sahrudin 2 Karma Ibrahim

Lebih terperinci

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado HUBUNGAN ANTARA STATUS TEMPAT TINGGAL DAN TEMPAT PERINDUKAN NYAMUK (BREEDING PLACE) DENGAN KEJADIAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAHU KOTA MANADO TAHUN 2015 Gisella M. W. Weey*,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit

I. PENDAHULUAN. serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan (Siregar, 2004). Penyakit I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes

I. PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies adalah penyakit menular disebabkan infestasi dan sensitasi Sarcoptes scabiei varian hominis dan produknya. Skabies disebut juga the itch, seven year itch, Norwegian

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN BARAT II PALEMBANG AISYAH: JURNAL ILMU KESEHATAN 2 (1) 2017, 23 30 Available online at http://ejournal.stikesaisyah.ac.id/index.php/eja FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS MAKRAYU KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I LATAR BELAKANG BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan dan psikis seseorang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012).

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat (Kemenkes, 2012). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit menular yang dapat menimbulkan masalah yang sangat kompleks. Masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis saja tetapi

Lebih terperinci

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT

LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT LAPORAN PENGABDIAN MASYARAKAT PENYULUHAN PENYAKIT SKABIES DI SD SURYOWIJAYAN Oleh: dr.ika Setyawati, M.Sc. NIK: 19841120201504173236 DIBIAYAI DANA FAKULTAS PRODI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT KONTAK, KELEMBABAN, PENCAHAYAAN, DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK DI KABUPATEN SUKOHARJO ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT

PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT HASSIILL PPEENEELLIITTIIAN PERILAKU SANTRI DALAM UPAYA PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES DI PONDOK PESANTREN ULUMU QUR AN STABAT Departemen Pendidikan Kesehatan & Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES [ ARTIKEL REVIEW ] HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN DENGAN KEJADIAN SKABIES Pratiwi Aminah 1), Hendra Tarigan Sibero 2), Maya Ganda Ratna 3) 1) Medical Faculty Student University Of Lampung, 2) Medical Faculty

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN prevalensi scabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan scabies

BAB I PENDAHULUAN prevalensi scabies di Indonesia sebesar 5,60-12,95 % dan scabies BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit scabies dikenal juga dengan nama the itch, gudik, atau gatal agogo. Scabies ditemukan di semua negara dengan prevalensi yang bervariasi (Handoko, 2008). Scabies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang kini sedang menghadapi masalah kebersihan dan kesehatan. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gaya hidup yang tidak

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 15 LAMONGAN HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG PERILAKU PENCEGAHAN SKABIES DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SISWI KELAS VII MADRASAH TSANAWIYAH MUHAMMADIYAH 5 LAMONGAN Lilis Maghfuroh, S.Kep., Ns., M.Kes.*, Fenty Dwi Anggraini**

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Skabies atau yang biasa disebut kudis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau yaitu Sarcoptes scabiei yang berada di liang bawah kulit. 1,2

Lebih terperinci

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit

dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduk yang hidup dengan perilaku dan satunya dilaksanakan melalui pencegahan dan pemberantasan penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat 2010 adalah meningkatkan kesehatan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya

Lebih terperinci

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

*Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado Hubungan Antara Pengetahuan, Jenis Kelamin, Kepadatan Hunian, Riwayat Keluarga dan Higiene Perorangan Dengan Kejadian Penyakit Kusta di Wilayah Kerja Puskesmas Kalumata Kota Ternate Selatan. Malik Yunus,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Lampiran LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN HUBUNGANPERSONAL HYGIENE SANTRI DENGAN KEJADIAN INFEKSI PENYAKIT KULIT DISEBABKAN OLEH SARCOPTESSCABIEI DI PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM KABUPATEN BENER

Lebih terperinci

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013

The Incidence Of Malaria Disease In Society At Health Center Work Area Kema Sub-District, Minahasa Utara Regency 2013 Artikel Article : Hubungan Antara Pengetahuan Sikap Dan Tindakan Pencegahan Dengan Kejadian Malaria Pada Masyarakat Di Wilayah Kerja Puskesmas Kema Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2013 : The Relation Between

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN QOTRUN NADA CIPAYUNG DEPOK FEBRUARI TAHUN 2016

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN QOTRUN NADA CIPAYUNG DEPOK FEBRUARI TAHUN 2016 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN QOTRUN NADA CIPAYUNG DEPOK FEBRUARI TAHUN 2016 Hasna Ibadurrahmi* Silvia Veronica** Nunuk Nugrohowati*

Lebih terperinci

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH

Oleh: Roy Marchel Rooroh Dosen Pembimbing : Prof. dr. Jootje M. L Umboh, MS dr. Budi Ratag, MPH Artikel Article : Hubungan Antara Keluar Malam Dan Pengetahuan Tentang Malaria Pada Masyarakat Di Kecamatan Kema Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 : The Relationship Between Night

Lebih terperinci

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE PENELITIAN PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE Andreas A.N*, Titi Astuti**, Siti Fatonah** Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal, ditandai dengan

Lebih terperinci

Healthy Tadulako Journal (Ahmad Tarmisi, Adhar Arifuddin, Herawanto: 23-33) 23

Healthy Tadulako Journal (Ahmad Tarmisi, Adhar Arifuddin, Herawanto: 23-33) 23 ANALISIS RISIKO HIGH ENDEMIS DI DESA AIR PANAS KECAMATAN PARIGI BARAT KABUPATEN PARIGI MOUTONG Ahmad Tarmisi 1, Adhar Arifuddin 1, Herawanto 1 1. Bagian Epidemiologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya meninggal serta sebagian besar anak-anak berumur dibawah 5 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare sampai saat ini merupakan penyebab kematian di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/bulan. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya angka kesakitan dan

Lebih terperinci

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare Merry Tyas Anggraini 1, Dian Aviyanti 1, Djarum Mareta Saputri 1 1 Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang. ABSTRAK Latar Belakang : Perilaku hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

Lebih terperinci

Kata Kunci: Merokok, Kepadatan Hunian, Ventilai, TB Paru

Kata Kunci: Merokok, Kepadatan Hunian, Ventilai, TB Paru ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN TB PARU DI RSUD MERAUKE Maria Grizella Aldehaids Malelak*, Afnal Asrifuddin*, Grace. D. Kandou* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Tuberkulosis

Lebih terperinci

Siti Nor Ismihayati 1, Pawiono 1, Suparyanto 1

Siti Nor Ismihayati 1, Pawiono 1, Suparyanto 1 HUBUNGAN PERILAKU PENCEGAHAN PENYAKIT SKABIES SANTRIWATI DENGAN KEJADIAN SKABIES DI ASRAMA AL-KHOLILIYAH PONDOK PESANTREN DARUL ULUM PETERONGAN JOMBANG (THE CORRELATION BETWEEN BEHAVIOUR OF PREVENTION

Lebih terperinci

PERBEDAAN PERSONAL HYGIENE PADA SISWA REMAJA MONDOK DAN YANG PULANG KE RUMAH DI MADRASAH ALIYAH HASAN MUNADI DESA BANGGLE BEJI PASURUAN TAHUN 2015

PERBEDAAN PERSONAL HYGIENE PADA SISWA REMAJA MONDOK DAN YANG PULANG KE RUMAH DI MADRASAH ALIYAH HASAN MUNADI DESA BANGGLE BEJI PASURUAN TAHUN 2015 PERBEDAAN PERSONAL HYGIENE PADA SISWA REMAJA MONDOK DAN YANG PULANG KE RUMAH DI MADRASAH ALIYAH HASAN MUNADI DESA BANGGLE BEJI PASURUAN TAHUN 2015 Ayudya Kartika Sari*, Iis Fatimawati** *Mahasiswa Sekolah

Lebih terperinci

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015

Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Prevalensi dan Gambaran Faktor-Faktor Resiko Terjadinya Skabies di Panti Asuhan Yayasan Amal Sosial Al-Washliyah Medan Tahun 2015 Oleh : MUTIA MAYWINSIH JAUHARI 120100293 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari.

ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS. La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari. ANALISIS FAKTOR RISIKO USIA KEHAMILAN DAN PARITAS TERHADAP KEJADIAN ABORTUS Abstract: La Ode Ali Imran Ahmad Universitas Haluoleo Kendari ali_imran@gmail.com his article is to determine the risk factors

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN CIPASUNG KABUPATEN TASIKMALAYA Rifki Muslih 1) Kiki Korneliani dan Siti Novianti 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan

Lebih terperinci

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16

Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 09-16 HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KELURAHAN TALISE KECAMATAN PALU TIMUR KOTA PALU 1) DaraSuci 2) NurAfni Bagian Epidemiologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Saat ini penduduk dunia yang tinggal di perkotaan bertambah banyak. Pada tahun 2008 dilaporkan ada separuh penduduk dunia tinggal diperkotaan. Proses urbanisasi tidak

Lebih terperinci

GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES. Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY

GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES. Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY GAMBARAN PERILAKU PENGHUNI PANTI ASUHAN BAIT ALLAH MEDAN TERHADAP PENCEGAHAN SKABIES Oleh : TRINYANASUNTARI MUNUSAMY 070100235 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010 GAMBARAN PERILAKU

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka morbiditas dan angka mortalitas yang disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) semakin meningkat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan dan terjadi hampir di seluruh daerah geografis di dunia. Menurut data World Health Organization (WHO) pada tahun 2013,

Lebih terperinci

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka***

ANALISA FAKTOR RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** ANALISA FAKT RISIKO LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU Dhilah Harfadhilah* Nur Nasry Noor** I Nyoman Sunarka*** * Program Studi Pendidikan Dokter UHO ** Bagian Kimia Bahan Alam Prodi Farmasi

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG A. Latar Belakang Penyakit kusta disebut juga penyakit lepra atau Morbus Hansen merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. (1) Kusta adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip

BAB I PENDAHULUAN. dan berat dapat menimbulkan komplikasi yang berbahaya (Golant dikutip BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Skabies merupakan salah satu penyakit infeksi yang penting khususnya pada populasi dengan tingkat sosial ekonomi yang rendah di negara berkembang. Skabies tidak mengancam

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Tingkat Pendidikan, Kontak Serumah, Kejadian Tuberkulosis Paru ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN DAN KONTAK SERUMAH DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RANOTANA WERU KOTA MANADO Tiara Purba*, Sekplin A. S. Sekeon*, Nova H. Kapantow*

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa

BAB I PENDAHULUAN. Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Skabies merupakan penyakit kulit yang masih sering di jumpai di Indonesia dan tetap menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sudirman, 2006). Skabies adalah penyakit kulit

Lebih terperinci

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN SKABIES DI KAMAR PADAT DAN KAMAR TIDAK PADATDI PONDOK PESANTREN MODERN ISLAM PPMI ASSALAAM SURAKARTA SKRIPSI Untukmemenuhisebagianpersyaratan Mencapaiderajatsarjana S-1 Oleh :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia yang terus terjadi di suatu tempat tertentu biasanya daerah pemukiman padat penduduk, termasuk penyakit

Lebih terperinci

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP

REFERENSI SKRIPSI. Oleh : YUDHA PRAWIRA MANDALA WIJAYA No.BP REFERENSI SKRIPSI FAKTOR-FAKTORR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES PADA SANTRI DI PONDOK PESANTREN AL-MAKMUR TUNGKAR KABUPATEN 50 KOTA TAHUN 2011 Skripsi Diajukan ke Program Studi Ilmu Kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara berkembang dan masih menghadapi berbagai masalah kesehatan, salah satu diantaranya adalah penyakit kecacingan yang ditularkan melalui tanah.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Penyakit diare merupakan salah satu penyebab. mortalitas dan morbiditas anak di dunia. 7 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penyakit diare merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas anak di dunia. Diare menjadi penyebab kedua kematian pada anak di bawah lima tahun, sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA

HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA HUBUNGAN PERILAKU PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN SCABIES PADA SANTRI PUTRA DAN PUTRI DI PONDOK PESANTREN AN-NUR NGRUKEM SEWON BANTUL YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : NAILIN NI MAH 201210201120

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-KAUTSAR PEKANBARU

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-KAUTSAR PEKANBARU HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-KAUTSAR PEKANBARU Desmawati 1, Ari Pristiana Dewi 2, Oswati Hasanah 3 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut badan organisasi dunia World Health Organization (WHO) 2014, bahwa Diabetes Melitus (DM) diperkirakan menjadi penyebab utama ke tujuh kematian di dunia pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan,

Lebih terperinci

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang

gatal-gatal (Yulianus, 2005). Walaupun tidak sampai membahayakan jiwa, penyakit skabies perlu mendapatkan perhatian karena tingkat penularannya yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi dan juga kondisi luar manusia atau hewan yang menyebabkan atau memungkinkan penularan penyakit (Timmreck,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya. Masyarakat diharapkan mampu berperan sebagai pelaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemauan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu merupakan beban masalah kesehatan masyarakat terutama ditemukan di daerah tropis dan subtropis. DBD banyak ditemukan di

Lebih terperinci

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015

STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 STUDI KASUS KEJADIAN DIARE PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYANAN TAHUN 2015 Mahmudah FKM Uniska, Banjarmasin, Kalimantan Selatan E-mail: mahmudah936@gmail.com Abstrak Latar belakang: Diare

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud. Pembangunan kesehatan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang

Lebih terperinci

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru Penelitian Jurnal Epidemiologi dan Penyakit Bersumber Binatang (Epidemiology and Zoonosis Journal) Vol. 4, No. 3, Juni 03 Hal : - 7 Penulis :. Kharis Faridan*. Lenie Marlinae 3. Nelly Al Audhah Korespondensi

Lebih terperinci