Penggunaan Sistem Informasi Geografi Untuk Mengetahui Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman dan Dampak Letusan Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penggunaan Sistem Informasi Geografi Untuk Mengetahui Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman dan Dampak Letusan Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan."

Transkripsi

1 1 Penggunaan Sistem Informasi Geografi Untuk Mengetahui Perubahan Penggunaan Lahan Permukiman dan Dampak Letusan Gunung Merapi di Kecamatan Cangkringan. Oleh: Dwi Rustiono Widodo Latar Belakang Manusia dalam kehidupannya senantiasa berhadapan dengan lingkungan sekitarnya baik lingkungan fisik maupun non fisik. Dalam hal ini terdapat saling keterkaitan hubungan antara manusia, lingkungan fisik dan non fisik yang dapat diidentifikasikan sebagai ekosistem secara keseluruhan di mana manusia, binatang, tanaman, iklim, batuan, dan lahan mempunyai interaksi yang bersifat fungsional (Whynene hammond, 1978: 10) Dari hubungan yang dinamik antara manusia dengan lahan dapat menimbulkan suatu bentuk aktivitas atau kegiatan yang berupa pembangunan. Akibatnya lingkungan fisik juga mengalami perubahan bentuk maupun fungsinya. Untuk mengendalikan perubahan-perubahan lingkungan fisik ini diperlukan intervensi agar terwujud alokasi ruang yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menciptakan keseimbangan ekosistem. Intervensi ini diwujudkan dalam perencanaan tata ruang wilayahnya. Perubahan Lingkungan fisik ini juga terjadi di sekitar lereng Gunung Merapi. Perubahan ini terutama menyangkut perubahan penggunaan lahan dari pertanian ke non pertanian. Okupasi lahanpun tak terkendali. Merapi masih aktif, kawasan rawan bencana yang seharusnya tidak diperbolehkan menjadi kawasan hunian tetap, telah berubah menjadi permukiman dan aktivitasaktivitas kegiatan ekonomi lainnya. Akibatnya, pada saat Merapi meletus korban jiwapun tak terhindarkan. Seiring dengan perkembangan teknologi penginderaan jauh dan berbagai kelebihan yang dimilikinya, akan sangat memudahkan mendeteksi perubahan penggunaan lahan kawasan lereng Gunung Merapi. Hasil interpretasi citra satelit resolusi tinggi selanjutnya diolah dengan menggunakan komputer yang dilengkapi perangkat lunak Sistem Informasi Geografi (SIG). SIG digunakan untuk memperoleh hasil analisis yang akurat terhadap data penelitian ini. Data yang besar dapat diolah lebih cepat, efisien dan dapat ditayangkan kembali karena data tersimpan dalam bentuk digital. Hasilnya berupa peta aktual digital penggunaan lahan permukiman. Pemilihan Lokasi Penelitian berada di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilihan ini berdasarkan jumlah korban terbanyak dan berada di kawasan rawan bencana.

2 2 Permasalahn Penelitian Dampak meletusnya gunung merapi Oktober 2010 yang lalu mengakibatkan lebih dari 341 orang meninggal, 2520 rumah rusak, ribuan hektar lahan pertanian rusak hingga mencapai kerugian 7 trillun. Korban jiwa terbanyak ada di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman. Kecamatan Cangkringan, Sleman terletak di sebelah selatan lereng Gunung Merapi dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten. Pada tahun 2006, Merapi pernah meletus dengan mengeluarkan aliran awan panasnya dari puncak merapi menuju Kali Gendol. Letusan itu mengakibatkan dua orang meninggal di Kecamatan Cangkringan. Belajar dari letusan ini pemerintah mestinya memiliki waktu yang cukup panjang untuk melakukan mitigasi bencana. Mitigasi itu adalah segala daya upaya untuk mengurangi potensi risiko akibat terjadinya bencana. Pertanyaannya, mengapa jumlah korban meninggal terempas guguran lava Merapi begitu tinggi? Padahal, peringatan dini akan bahaya Merapi sudah diumumkan dan langkah antisipasi juga sudah dipersiapkan oleh pemerintah. Pasca meletusnya Gunung Merapi mau tidak mau pemerintah daerah harus segera menetapkan tata ruangnya. Hal ini sangat penting setelah jatuhnya korban yang mengakibatkan kerugian baik materiil dan non materiil saat terjadinya erupsi. Ditambah lagi masih banyaknya masyarakat yang tinggal di radius bahaya merapi maka diperlukan kembali penataan rencana strategis yang dapat menjamin tingkat keamanaan terhadap bencana erupsi merapi di kemudian hari. Tujuan penelitian: 1. Membandingkan peta rencana tata ruang merapi dengan peta hasil interpretasi apakah terjadi pelanggaran-pelanggaran peruntukan ruang. 2. Melihat perubahan penggunaan lahan terutama permukiman di kawasan sekitar merapi dan menghitung seberapa besar luasan perubahan. 3. Mendata dan memetakan daerah-daerah yang rusak terkena dampak erupsi merapi 4. Mendata daerah-daerah yang masuk ke Kawasan Rawan Bencana Gunung Merapi. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan ilmiah maupun matra kebijakan, yakni : 1. Pengembangan pemanfaatan data Quick Bird untuk kajian perubahan penggunaan lahan pada wilayah kecamatan. 2. Memberikan informasi perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan arahan penggunaan lahan atau kebijakan keruangan yang realistis 3. Mengusung wacana perubahan penggunaan lahan sebagai praksis yang harus diawasi/dikontrol tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat.

3 3 Dasar Teori: Penggunaan Lahan Istilah penggunaan lahan (land use), berbeda dengan istilah penutup lahan (land cover). Perbedaannya, istilah penggunaan lahan biasanya meliputi segala jenis kenampakan dan sudah dikaitkan dengan aktivitas manusia dalam memanfaatkan lahan, sedangkan penutup lahan mencakup segala jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi yang ada pada lahan tertentu. Kedua istilah ini seringkali digunakan secara rancu. Suatu unit penggunaan lahan mewakili tidak lebih dari suatu mental construct yang didisain untuk memudahkan inventarisasi dan aktivitas pemetaan (Malingreau dan Rosalia, 1981). Identifikasi, pemantauan dan evaluasi penggunaan lahan perlu selalu dilakukan pada setiap periode tertentu, karena ia dapat menjadi dasar untuk penelitian yang mendalam mengenai perilaku manusia dalam memanfaatkan lahan. Dengan demikian, penggunaan lahan menjadi bagian yang penting dalam usaha melakukan perencanaan dan pertimbangan dalam merumuskan kebijakan keruangan di suatu wilayah. Dalam hubungannya dengan optimalisasi penggunaan lahan, kebijakan penggunaan lahan diartikan sebagai serangkaian kegiatan tindakan yang sitematis dan terorganisir dalam penyediaan lahan, serta tepat pada waktunya, untuk peruntukan pemanfaatan dan tujuan lainnya sesuai dengan kepentingan masyarakat (Suryantoro, 2002). Perubahan Penggunaan Lahan Menurut Malingreau (1979), penggunaan lahan merupakan campur tangan manusia baik secara permanen atau periodik terhadap lahan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan kebendaan, spiritual maupun gabungan keduanya. Penggunaan lahan merupakan unsur penting dalam perencanaan wilayah. Bahkan menurut Campbell (1996), disamping sebagai faktor penting dalam perencanaan, pada dasarnya perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan lahan. Kenampakan penggunaan lahan berubah berdasarkan waktu, yakni keadaan kenampakan penggunaan lahan atau posisinya berubah pada kurun waktu tertentu. Perubahan penggunaan lahan dapat terjadi secara sistematik dan non-sistematik. Perubahan sistematik terjadi dengan ditandai oleh fenomena yang berulang, yakni tipe perubahan penggunaan lahan pada lokasi yang sama. Kecenderungan perubahan ini dapat ditunjukkan dengan peta multiwaktu. Fenomena yang ada dapat dipetakan berdasarkan seri waktu, sehingga perubahan penggunaan lahan dapat diketahui. Perubahan non-sistematik terjadi karena kenampakan luasan lahan yang mungkin bertambah, berkurang, ataupun tetap. Perubahan ini pada umumnya tidak linear karena kenampakannya berubah-ubah, baik penutup lahan maupun lokasinya (Murcharke, 1990). SIG Sebagai Alat Analisis Perubahan Penggunaan Lahan Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan

4 4 kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Sedangkan menurut Anon (2001) Sistem Informasi geografi adalah suatu sistem Informasi yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan data teks (atribut) objek yang dihubungkan secara geogrfis di bumi (georeference). Disamping itu, SIG juga dapat menggabungkan data, mengatur data dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Pengertian GIS/SIG saat ini lebih sering diterapkan bagi teknologi informasi spasial atau geografi yang berorientasi pada penggunaan teknologi komputer. Dalam hubungannya dengan teknologi komputer, Arronoff (1989) dalam Anon (2003) mendifinisikan SIG sebagai sistem berbasis komputer yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), memanipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Komponen utama Sistem Informasi Geografis dapat dibagi kedalam 4 komponen utama yaitu: perangkat keras (digitizer, scanner, Central Procesing Unit (CPU), hard-disk, dan lainlain), perangkat lunak (ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dan lain-lain), organisasi (manajemen) dan pemakai (user). Kombinasi yang benar antara keempat komponen utama ini akan menentukan kesuksesan suatu proyek pengembangan Sistem Informasi Geografis. Tujuan pokok dari pemanfaatan Sistem Informasi Geografis adalah untuk mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek. Ciri utama data yang bisa dimanfaatkan dalam Sistem Informasi Geografis adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesifikasi (Dulbahri, 1993). Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data atribut dalam bentuk digital, dengan demikian analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data yang berkaitan dengan lokasi keruangan yang umumnya berbentuk peta. Sedangkan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial. Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar yaitu dalam bentuk titik, bentuk garis dan bentuk area (polygon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x,y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian, lokasi kota, lokasi pengambilan sample dan lain-lain. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, kontus dan lain-lain. Sedangkan area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya: batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya. Struktur data spasial dibagi dua yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid)/sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis atau area (polygon) (Barus dan Wiradisastra, 2000).

5 5 Lukman (1993) menyatakan bahwa sistem informasi geografi menyajikan informasi keruangan beserta atributnya yang terdiri dari beberapa komponen utama yaitu: Masukan data merupakan proses pemasukan data pada komputer dari peta (peta topografi dan peta tematik), data statistik, data hasil analisis penginderaan jauh data hasil pengolahan citra digital penginderaan jauh, dan lain-lain. Data-data spasial dan atribut baik dalam bentuk analog maupun data digital tersebut dikonversikan kedalam format yang diminta oleh perangkat lunak sehingga terbentuk basisdata (database). Menurut Anon (2003) basisdata adalah pengorganisasian data yang tidak berlebihan dalam komputer sehingga dapat dilakukan pengembangan, pembaharuan, pemanggilan, dan dapat digunakan secara bersama oleh pengguna. Penyimpanan data dan pemanggilan kembali (data storage dan retrieval) ialah penyimpanan data pada komputer dan pemanggilan kembali dengan cepat (penampilan pada layar monitor dan dapat ditampilkan/cetak pada kertas). Manipulasi data dan analisis ialah kegiatan yang dapat dilakukan berbagai macam perintah misalnya overlay antara dua tema peta, membuat buffer zone jarak tertentu dari suatu area atau titik dan sebagainya. Anon (2003) mengatakan bahwa manipulasi dan analisis data merupakan ciri utama dari SIG. Kemampuan SIG dalam melakukan analisis gabungan dari data spasial dan data atribut akan menghasilkan informasi yang berguna untuk berbagai aplikasi Pelaporan data ialah dapat menyajikan data dasar, data hasil pengolahan data dari model menjadi bentuk peta atau data tabular. Menurut Barus dan wiradisastra (2000) Bentuk produk suatu SIG dapat bervariasi baik dalam hal kualitas, keakuratan dan kemudahan pemakainya. Hasil ini dapat dibuat dalam bentuk peta-peta, tabel angka-angka: teks di atas kertas atau media lain (hard copy), atau dalam cetak lunak (seperti file elektronik). Metodologi Penelitian A. Desain Penelitian Penelitian yang telah dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif-analitik dengan pendekatan interpretasi Citra Satelit, pengamatan lapangan, dan sistem informasi geografis. B. Instrumentasi dan Teknik Pengumpulan Data 1. Instrumen a. Citra Satelit Quick Bird dan citra Ikonos tahun pemotretan 2010 di kawasan sekitar Gunung Merapi b. Peta Penggunaan lahan yang diterbitkan Bakosurtanal tahun 1998 skala 1: c. Peta adminstrasi Kecamatan Cangkringan, skala 1: d. Peta RTRW Kabupaten Sleman e. SIG dengan perangkat lunak Arc/Gis versi 9 dan Mapinfo versi 9

6 6 2. Teknik Pengumpulan data a. Interpretasi dan deleniasi Citra Satelit resolusi tinggi Berdasarkan interpretasi Citra dapat diketahui penggunaan lahan pada tahun pemotretan, sehingga hasil ini dapat dibandingkan dengan peta penggunaan lahan yang diterbitkan oleh Bakosurtanal. b. Pengamatan lapangan Pengamatan lapangan merupakan cara untuk mengumpulkan data secara terrestrial. Dari cek lapangan dapat diperoleh data yang mungkin tidak dapat diperoleh dari Citra sehingga peta tentative hasil interpretasi dapat diperbaiki sesuai dengan data terbaru dan dapat menjadi peta aktual. Cek lapangan juga dapat berfungsi mengumpulkan data untuk keperluan pengujian ketelitian hasil interpretasi, sehingga dapat diperoleh dua jenis tingkat ketelitian sesuai dengan dua jenis peta yang digunakan. c. Studi dokumentasi Studi dokumentasi diperlukan untuk melengkapi data hasil interpretasi Citra Satelit. Dokumen tersebut berupa peta-peta (administrasi, topografi, RUTRK, Peta KRB dan lain-lain), monografi, catatan bentuk dan luas penggunaan lahan dan sebagainya. d. Wawancara Wawancara diperlukan bila suatu unit penggunaan lahan di daerah penelitian saat dilakukan cek lapangan kondisinya sudah tidak sesuai dengan kenampakan yang ditunjukkan pada Citra. Wawancara dilakukan kepada penduduk yang berada di sekitar unit penggunaan lahan tersebut dan mengetahui riwayat unit penggunaan lahan tersebut. C. Ada tiga bagian untuk penggunaan SIG dalam survei merapi. 1. Digunakan dalam menampilkan data primer dan data sekunder. Data-data yang diperoleh baik data sekunder dan primer di masukan ke dalam atribut sebuah wilayah/peta. Data-data tersebut dapat berupa angka maupun teks yang telah dikatagorikan berdasarkan penemuan di lapangan. Hasil pengolahan data tersebut berupa tampilan gradasi peta terdampak untuk memudahkan dalam visualisasinya. 2. Digunakan untuk analisis temporal. Penggunaan SIG untuk analisis temporal survei merapi di sini adalah dengan cara membandingkan kondisi permukiman tahun 2000 dan kondisi permukiman tahun Peta permukiman tahun 2000 diperoleh dari Bokusurtanal sedangkan peta tahun 2010 diperoleh dari deliniasi Citra Quick Bird resolusi tinggi. Hasil perbandingan tersebut akan diperoleh wilayah-wilayah mana saja yang mengalami pertumbuhan permukiman yang pesat.

7 7 3. Analisis Overlay atau tampalan Setelah mendapatkan peta pertumbuhan permukiman, peta tersebut kemudian ditampalkan dengan peta kawasan rawan bencana gunung api yang diterbitkan oleh Pusat Mitigasi dan bencana Geologi dan peta tata ruang wilayah kabupaten Sleman. Hasil yang diharapkan adalah, apakah pertumbuhan permukiman di daerah penelitian sudah sesuai dengan tata ruangnya, dan menghitung seberapa besar pertumbuhan permukiman di daerah penelitian. D. Alur pemikiran

8 8

9 9 Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Diskripsi daerah penelitian Cangkringan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kecamatan Cangkringan berada di sebelah Timur Laut dari Ibukota Kabupaten Sleman. Jarak Ibukota Kecamatan ke Pusat Pemerintahan (Ibukota) Kabupaten Sleman adalah 25 Km. Lokasi ibu kota kecamatan Cangkringan berada di LS dan BT. Kecamatan Cangkringan mempunyai luas wilayah Ha. Peta 1. Peta daerah penelitian Batas Wilayah 1. Utara : Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali 2. Timur : Kecamatan Kemalang dan Manisrenggo, Kabupaten Klaten 3. Selatan : Kecamatan Ngemplak 4. Barat : Kecamatan Pakem Pembagian Administratif Desa 1. Argomulyo

10 10 2. Glagaharjo 3. Kepuharjo 4. Umbulharjo 5. Wukirsari Kondisi Geografis Kecamatan Cangkringan berada di dataran tinggi. Ibukota kecamatannya berada pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut. Kecamatan Cangkringan beriklim seperti layaknya daerah dataran tinggi di daerah tropis dengan cuaca sejuk sebagai ciri khasnya. Suhu tertinggi yang tercatat di Kecamatan Cangkringan adalah 32ºC dengan suhu terendah 18ºC. Bentangan wilayah di Kecamatan Cangkringan berupa tanah yang berombak dan perbukitan. Penduduk Kecamatan Cangkringan dihuni oleh KK. Jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Cangkringan adalah orang dengan jumlah penduduk laki-laki orang dan penduduk perempuan orang dengan kepadatan penduduk mencapai 604 jiwa/km2. Sebagian besar penduduk Kecamatan Cangkringan adalah peternak. Dari data monografi kecamatan tercatat orang atau % penduduk Kecamatan Cangkringan bekerja di sektor peternakan. Potensi Ekonomi Sarana dan prasarana perekonomian di Kecamatan Cangkringan antara lain koperasi berjumlah 20 buah, pasar 5 buah. Usaha industri kecil 21 unit, serta industri RT berjumlah 425 unit. Rumah makan yang terdaftar ada 16 rumah makan, usaha yang bergerak dalam usaha perdagangan ada 6 buah, sedang angkutan ada 4 Potensi Wisata Di kecamatan ini terdapat 2 buah taman rekreasi, 1 buah hutan lindung, tempat pertunjukan kesenian 1 buah, tempat rekreasi alam dan sejarah 2 buah, toko cenderamata 1 buah. Di kecamatan ini juga terdapat 1 buah sanggar kesenian, 5 buah anggota kesenian. Terdapat wisata agro yang berada di Jambu serta wisata lereng Merapi yang berada di Kinahrejo, Kepuharjo. Pertanian, Perikanan dan Peternakan Produksi pertanian yang paling banyak di kecamatan ini adalah padi yang mencapai ,5 ton pertahun, kemudian disusul kacang tanah, jagung, buah-buahan dan sayuran. Peternakan terbanyak adalah ternak sapi potong yaitu 2456 ekor, kemudian kambing dan domba. Unggas yang terbanyak ayam buras ada sekitar ekor, diikuti ayam ras petelur dan ayam ras pedaging. Hasil produksi perikanan kecamatan ini mencapai kg/tahun, yang terbanyak adalah ikan mujahir/nila sebesar kg, disusul lele dan gurameh. B. Perubahan penggunaan lahan dan Dampak Erupsi Gunung Merapi Kecamatan Cangkringan, Sleman terletak di sebelah selatan lereng gunung merapi dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Klaten dan Boyolali Jawa Tengah. Pada tahun 2006, Merapi pernah meletus dengan mengeluarkan aliran awan panasnya dari puncak merapi menuju

11 11 Kali Gendol. Letusan itu mengakibatkan 2 orang meninggal di Kecamatan Cangkringan. Belajar dari letusan ini pemerintah mestinya memiliki waktu yang cukup panjang untuk melakukan mitigasi bencana. Mitigasi itu adalah segala daya upaya untuk mengurangi potensi risiko akibat terjadinya bencana. Pertanyaannya, mengapa jumlah korban meninggal terempas guguran lava Merapi begitu tinggi? Padahal, peringatan dini akan bahaya Merapi sudah diumumkan dan langkah antisipasi juga sudah dipersiapkan oleh pemerintah. Terlepas dari tokoh juru kunci Mbah Maridjan, yang enggan mengungsi, kenyataan yang ada adalah Kecamatan Cangkringan merupakan kecamatan yang tumbuh pesat selama sepuluh tahun terakhir ini. Desa-desa yang ada di Kecamatan Cangkringan menjadi daerah tujuan baik masyarakat sekitar maupun pendatang untuk menetap dan berusaha, terlebih ada tiga desanya yaitu Desa Umbulharjo tepatnya di Dusun Kinahrejo, Dusun Pentingsari dan Dusun Petung Desa Kepuharjo menjadi desa wisata. Ketiga desa ini merupakan tiga desa dari 33 desa wisata yang ada di Kabupaten Sleman. Grafik: Perkembangan Pendatang di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Sumber: BPS, Daerah Dalam Angka Dari data pengunjung desa wisata di Sleman, baik wisatawan domestik maupun luar negeri yang datang terus meningkat. Dusun Kinahrejo Desa Umbulharjo Kecamatan Cangkringan selama tahun 2006 sampai 2007 menduduki dusun tertinggi dalam hal jumlah pengunjung. Tahun 2006 misalnya, tercatat jumlah pengunjung sebanyak orang naik menjadi orang di tahun Dampak lain dari desa wisata ini adalah menjamurnya hotel dan penginapan yang ada di Cangkringan.

12 12 Menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Sleman tahun 2000, di Kecamatan Cangkringan belum terdapat penginapan atau hotel, tahun 2003 ada 9 hotel non bintang, tahun 2005 bertambah menjadi 30 hotel non bintang dan pada tahun 2010 bertambah lagi menjadi 53 hotel non bintang dan satu hotel berbintang. Perkembangan sektor pariwisata inipun akan menarik sektor-sektor yang lain yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan di Cangkringan dari non permukiman ke penggunaan lahan permukiman berlangsung cepat dan luas. Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Cangkringan Penggunaan Lahan Luas lahan (ha) Tanah sawah Tegal Pekarangan Lainnya Sumber: Kabupaten Sleman Dalam Angka Hasil interpretasi citra satelitpun menunjukkan tahun 2010 tercatat penambahan luas lahan terbangun di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman sebesar 2,39 km2 dibandingkan dengan tahun Tertinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lainnya. Hasil ini juga sama dengan peta yang diterbitkan Bappeda Kabupaten Sleman tahun 2004 (Peta 2). Apabila dibandingkan dengan lahan terbangun pada tahun 2000, laju pertumbuhan lahan terbangun mencapai 3,46. Sayangnya, laju pertumbuhan lahan terbangunan ini tidak dibarengi dengan perencanaan dan melanggar tataruang yang ada.

13 13 Peta 2. Peta pertumbuhan lahan terbangun Sumber: Peta Rencana Tataruang Kabupaten Sleman Sebenarnya, tataruang yang tepat bisa menekan jatuhnya jumlah korban jiwa atau kerugian materi akibat bencana alam, selain mitigasi bencana. Banyaknya korban yang jatuh di Cangkringan merupakan salah satu contoh ketidak konsistennya tata ruang yang telah ditentukan. Melihat peta kawasan rawan bencana gunung merapi yang diterbitkan pusat Vulkanologi dan Mitagasi Bencana Geologi tahun 2002 menunjukkan bahwa sebagian desa di Kecamatan Cangkringan terletak di kawasan rawan bencana III. Kawasan Rawan Bencana III adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lava, dan lontaran bom vulkanik. Pada Kawasan ini tidak diperkenankan untuk hunian tetap dan penggunaan bersifat komersial. (Peta 3)

14 14 Peta 3. Peta Kawasan Rawan Bencana dan Perkembangan Permukiman Sumber: Peta RBI Bakosurtanal dan deliniasi citra satelit 2010 Tidak hanya itu, kawasan yang menurut peta rencana tataruang kabupaten Sleman merupakan kawasan konservasi Ekosistem Vulkanik dan kawasan konservasi lahan (geologi), pada kenyataannya kawasan ini telah terjadi perubahan penggunaan lahan yang cukup masif (Peta 4)

15 15 Peta 4. Peta Kawasan Konservasi Geologi dan perkembangan permukiman Sumber: Peta RTRW dan deliniasi citra satelit 2010 Desa Umbulharjo, Glagaharjo dan Kepuharjo Kecamatan Cangkringan, Sleman Provinsi DIY, dan Desa Balerante, Sidorejo Kecamatan Kemalang Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan desa-desa yang mengalami pertumbuhan lahan terbangun yang cukup tinggi antara 0,6 sampai 3,13. Ironisnya lagi pertumbuhan lahan terbangan berada di dusun-dusun mendekati puncak merapi.

16 16 Tabel 2. Luas Penggunaan Lahan terbangun tahun Desa Luas lahan terbangun (km2) pertambahan pertumbuhan Wukursari 2,17 2,50 0,33 0,15 Argomulyo 3,29 3,53 0,24 0,07 Glagahharjo 0,91 1,52 0,61 0,67 Kepuharjo 0,37 0,97 0,60 1,59 Umbulharjo 0,63 1,24 0,61 0,98 Sumber: Peta RBI dan hasil interpretasi 2010 Akibatnya bisa dipastikan, pada saat Merapi meletus desa-desa tersebutpun mengalami dampak dan kerugian yang besar. Pada letusan 2010 kemarin, rumah rusak tersebar di dua kecamatan yaitu Kecamatan Cangkringan dan Ngemplak, enam desa dan tigapuluh satu dusun. Kerusakan terparah terlihat di Desa Kepuharjo. Desa yang mengalami laju pertumbuhan lahan terbangun tertinggi dibandingkan desa-desa yang lainnya di Kecamatan Cangkringan hampir semua dusunnya musnah, seperti Dusun Kaliadem, Jambu, Petung, Kopeng dan Kepuh hilang tertimbun material vulkanik. Dari data yang dihimpun kepala desa setempat jumlah rumah rusak berat di Desa Kepuharjo sebanyak 828 buah, diikuti oleh desa Glagahharjo yang mencapai 802 buah. Tabel 3. Jumlah rusak berat Kecamatan Dusan Rusak Rumah Rusak Berat Cangkringan 1. Umbulharjo Glagahharjo Kepuharjo Wukirsari Argomulyo Ngemplak 6. Sindumartani 1 15 Sumber: Kepala desa setempat 2010 Akan tetapi jumlah korban meninggal dunia justru tertinggi berada di Desa Argomulyo sebanyak 82 jiwa, Umbulharjo 47 jiwa, Glagahharjo 41 jiwa, Wukirsari 27 jiwa sedangkan di Kepuharjo sendiri ada 6 jiwa. Hal ini disebabkan Penduduk di Kepuharjo sudah diungsikan terlebih dahulu, sedangkan desa-desa yang berada di bawah Desa Kepuharjo masyarakatnya tidak menyangka aliran lavanya bisa mencapai ke desanya.

17 17 TIPOLOGI KERUSAKAN DUSUN ZONA BAHAYA MERAPI PRIMER 1 (Kaki Gunung) Dusun Rusak Total (100 %) Dusun Rusak Sebagian Besar (>30%) Dusun Rusak Sebagian (<30%) ZONA BAHAYA MERAPI PRIMER 2 (Tepi Kali) Dusun Rusak Total (100 %) Dusun Rusak Sebagian Besar (>50%) Dusun Rusak Sebagian (20-50%) Dusun Rusak Ringan Dusun Status Berpotensi Terkena Dampak Dusun Relatif Aman 0 km 5 km (8000 org) 10 km 15 km ( org) ZONA BAHAYA MERAPI SEKUNDER (Tepi Kali) Dusun Status Berpotensi Terkena Dampak Dusun Relatif Aman Kampung Status Berpotensi Terkena Dampak 20 km Sumber: Badan Penanggulangan Bencana Nasional, 2011 Kini Merapi masih aktif. Masyarakatpun kembali menempati dusun-dusun yang telah hancur. Mereka kembali membangun dan memperbaiki rumah-rumah yang rusak akibat tersapu awan panas. Lontaran awan panas yang berisi pasir dan batupun menjadi berkah. Pendudukpun berduyun-duyun untuk menjadi penambang pasir dan batu karena tidak ada pekerjaan lain selain menjadi penambang. Faktor ekonomilah yang membuat penduduk enggan untuk pindah ke daerah yang lebih aman. Tiap hari, ratusan truk-truk lalu lalang untuk mengambil pasir yang dijual di sekitar Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Bahkan ada yag sampai ke Jakarta dan Surabaya. Truk-truk itu dipungut biaya oleh pemerintah sebesar Rp untuk sekali jalan. Mereka seolah tak sadar bahwa merapi masih berbahaya.

18 18 Bentuk puncak Merapipun sudah berubah, kawasan rawan bencanapun juga berubah. Pemerintah melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah menerbitkan Peta Kawasan Rawan Bencana terbaru di Gunung Merapi. Peta inipun tentunya mengacu dari letusan sebelumnya sehingga kawasan rawan bencana III semakin luas (Peta 5). Desa-desa yang sebelumnya tidak termasuk dalam daftar kawasan rawan bencana III menjadi kawasan rawan. Hal ini tentunya menjadi persoalan lagi bagi pemerintah dan masyarakat setempat. Peta 5. Peta Kawasan Rawan Bencana Tahun 2010 Sumber: PVMBG 2010 Program relokasi kawasan hunian yang rawan terkena dampak letusan merapi semestinya disambut dengan baik. Selama ini relokasi hanya ditujukan untuk memindahkan masyarakat dari tempat tinggal yang lama ke tempat tinggal yang baru. Sementara masyarakat di lereng merapi mempunyai keterikatan emosional yang kuat diantara mereka dengan gunung Merapi.

19 19 Relokasi juga harus dibarengi dengan infrastruktur, fasilitas umum dan sosial, dan yang perlu dipikirkan lagi soal penyediaan lahan pertaniandan peternakan untuk matapencaharian karena sebagian dari mereka adalah peternak dan petani. Saat ini Merapi masih belum selesai bersih-bersih. Merapi masih ewuh, kata Tarno (23) salah satu penduduk di dusun Srunen. Bahaya lahar dinginpun masih mengancam, terutama masyarakat yang tinggal di Bantaran sungai. Untuk itu perlu kesadaran masyarakat dan ketegasan pemerintah dalam mentaati tataruangnya. Karena mitigasi saja tidak cukup tanpa memperhatikan tataruangnya. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan non permukiman ke penggunaan permukiman antara lain faktor ekonomi dan aksesibilitas lahan. 2. Perubahan ekosistem lingkungan dan pelanggaran-pelanggaran tataruang yang telah ditetapkan akan berdampak besar pada ekosistem dan ruang tersebut dalam hal ini adalah dampak yang ditimbulkan oleh erupsi merapi yang mengakibatkan korban dan kerugian material cukup besar. Padahal dampak ini bisa dikurangi apabila pelanggaran-pelanggara tataruang tidak terjadi. 3. Mitigasi bencana alam sebaik apapun tidak akan berguna tanpa memperhatikan tataruang dalam pembangunannya. Saran: 1. Melakukan kajian ulang tentang tataruang sekitar gunung merapi dan mensosialisasikan segera mungkin ke masyarakat. 2. Merelokasi masyarakat yang masih tinggal di daerah rawan bencana gunung merapi terutama daerah rawan bencan III.

20 20 DAFTAR PUSTAKA Arronof, S., 1989, Geographic Information System : A Management Pers- pective. WDL Publication Ottawa, Canada. Anonim, Monografi Kecamatan Cangkringan, 2003, 2007, 2010 BPS Kabupaten Sleman, Daerah Dalam Angka 1999, 2003, 2005, 2010 Campbell, J.B., Introduction to Remote Sensing. Taylor & Francis, London. Estes, John E., Remote Sensing and GIS Integration: Research needs Sta- tus and Trends, ITC Journal, No. 1, Enschede. Halaman 2-9. Light, Donald L The National Aerial Photography Program as A Geo graphic Information System. Photogrammetric Engeneering and Remote Sensing Vol. 59 No. 1 January, ASPRS, Lillesand, Thomas M. and Ralph W. Kiefer Remote Sensing and Image Interpretation. Second Edition. John Wiley & Sons, Inc. New York. Mallingreau and Rosalia, Land use/land Cover Classification in Indonesia, Fakultas Geografi UGM Yogyakarta Murchacke, Philip, C Map Use Reading, Analysis and Interpretation, J.P., Publication Medison, Wisconsin. Nasution, S., Meotode Research, Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Short, Nicholas M., The Landsat Tutorial Workbook, NASA, New York. Suryantoro, Agus Penggunaan Lahan dengan Foto Udara di Kota Yogyakarta. Disertasi. UGM Yogyakarta Sutanto Metode Penelitian Penginderaan Jauh Untuk Untuk Staf Pengajar UMS Surakarta. Geografi. Makalah Ceramah Foto Udara Sebagai Informasi Untuk Pengembangan Lingkungan Kekotaan di Indonesia. Makalah Seminar. SMF-Geografi UMS Surakarta Penginderaan Jauh Jilid 1. Cet. 3, Gadjah Mada University Press Yogyakarta.

21 21 Lampiran. Jumlah rumah rusah per dusun Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Cangkringan 1. Umbulharjo 1. Pelemsari Pangukrejo Karang Kendal 7 JUMLAH 283 Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Cangkringan 2. Glagahharjo 1. Kalitengah Lor Kalitengah Kidul Srunen Singlar Glagahmalang Ngancar Banjarsari 6 8. Besalen 46 JUMLAH 802

22 22 Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Cangkringan 4. Wukirsari 1. Gungan Cakran 6 3. Ngepringan Gondang Pusung 30 JUMLAH 340 Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Cangkringan 3. Kepuharjo 1. Kaliadem Jambu Petung Kopeng Batur Pagerjurang Kepuh Manggong 94 JUMLAH 828 5

23 23 Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Ngemplak 6. Sindumartani 1. Plumbon 15 JUMLAH 15 Kecamatan/ Desa Dusun Rumah RB Cangkringan 5. Argomulyo 1. Bakalan Suruh Gadingan Karanglo 2 5. Jaranan 1 6. Jetis 9 5. Banaran 77 JUMLAH 258

24 Peta Sebaran jumlah korban meninggal 24

25 Peta sebaran rumah rusak berat 25

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dijadikan permukiman sehingga muncul larangan bermukim. Merapi terletak antara dua provinsi yakni Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat terelakkan. Semakin tinggi pertumbuhan penduduk semakin banyak kebutuhan lahan yang harus disiapkan untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang DAFTAR LAMPIRAN 1. Peta Lokasi Huntap Komunal Di Kecamatan Cangkringan, Sleman 2. Peta Persil Huntap Banjarsari, Desa Glagahharjo, Kecamatan Cangkringan 3. Peta Persil Huntap Batur, Desa Kepuhharjo, Kecamatan

Lebih terperinci

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN,

TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNGAPI MERAPI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SLEMAN, Menimbang : a. bahwa salah satu upaya penyelamatan masyarakat

Lebih terperinci

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010

Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan Volume 3, Nomor 2, Juni 2011, Halaman 115 124 ISSN: 2085 1227 Rapid Assessment Terhadap Kerusakan Bangunan Akibat Erupsi Merapi Tahun 2010 Any J., 1, 2 Widodo B.,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28

KEADAAN UMUM WILAYAH. koorditat 07 º 40 42,7 LS 07 º 28 51,4 LS dan 110º 27 59,9 BT - 110º 28 IV. KEADAAN UMUM WILAYAH A. Keadaan Geografi 1. Letak dan Luas Wilayah Desa Desa Kepuharjo terletak di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Desa Kepuharjo secara geografis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah negara yang kaya akan gunung api dan merupakan salah satu negara yang terpenting dalam menghadapi masalah gunung api. Tidak kurang dari 30

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain

KARAKTERISTIK WILAYAH. A. Kondisi Geofisik. aksesibilitas baik, mudah dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain III. KARAKTERISTIK WILAYAH A. Kondisi Geofisik 1. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kawasan kepulauan Indonesia merupakan daerah pertemuan lempeng bumi dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan curah hujan yang relatif

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY

PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY ISSN 0126-8138 15 PERUBAHAN KONDISI FISIK PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI DESA GLAGAHARJO PROVINSI DIY Oleh I Putu Ananda Citra Jurusan Pendidikan Geografi Universitas Pendidikan Ganesha ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 merupakan salah satu letusan besar dalam catatan sejarah terjadinya erupsi Gunung Merapi. Letusan eksplosif yang terjadi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas

ABSTRAK. Kata kunci: Pelayanan kesehatan, Georaphical Information System (GIS), Kebumen, Rumah sakit dan puskesmas Pemodelan Profil Prasarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Kebumen Menggunakan Sistem Informasi Geografis / GIS Mahmud Husein S Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gunung Merapi merupakan gunung api tipe strato, dengan ketinggian 2.980 meter dari permukaan laut. Secara geografis terletak pada posisi 7 32 31 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013

Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Sleman 2013 1 Kebijakan Teknis Evakuasi Kebijakan teknis evakuasi merupakan bagian dari Skenario Rencana Penanggulangan Bencana Erupsi Gunungapi Merapi Menyusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember 2010 tercatat sebagai bencana terbesar selama periode 100 tahun terakhir siklus gunung berapi teraktif

Lebih terperinci

PROPOSAL : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT SALIMAH PW SALIMAH DIYOGYAKARTA 2010

PROPOSAL : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT SALIMAH PW SALIMAH DIYOGYAKARTA 2010 PROPOSAL PROGRAM PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT PW DIYOGYAKARTA 2010 NAMA PROGRAM : PEMBANGUNAN RUMAH SAHABAT RASIONALISASI : 1. Erupsi Merapi Oktober November 2010 menimbulkan sekian banyak korban : ratusan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN. dijangkau dan terhubung dengan daerah-daerah lain di sekitarnya oleh jalur transportasi 24 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Kepuharjo yang berada sekitar 7 Km arah Utara Kecamatan Cangkringan dan 27 Km arah timur laut ibukota Sleman memiliki aksesibilitas baik, mudah

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan lereng Gunungapi Merapi merupakan daerah yang dipenuhi oleh berbagai aktivitas manusia meskipun daerah ini rawan terhadap bencana. Wilayah permukiman, pertanian,

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia rawan akan bencana yang diakibatkan oleh aktivitas gunungapi. Salah satu gunungapi aktif yang ada di Indonesia yaitu Gunungapi Merapi dengan ketinggian 2968

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH

ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH ANALISIS TINGKAT KERUSAKAN PENGGUNAAN LAHAN AKIBAT BANJIR LAHAR PASCA ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI TAHUN 2010 DI SUB DAS KALI PUTIH JURNAL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT - 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai suatu negara kepulauan yang mempunyai banyak sekali gunungapi yang berderet sepanjang 7000 kilometer, mulai dari Sumatera, Jawa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1. Peta Ancaman Bencana Gunung Api Di Indonesia (Sumber : BNPB dalam Website,  2011) BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Gunung Merapi secara geografis terletak pada posisi 7º 32.5 Lintang Selatan dan 110º 26.5 Bujur Timur, dan secara administrasi terletak pada 4 (empat) wilayah kabupaten

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, masih cukup tinggi. Salah satu penyebab adanya laju pertambahan penduduk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN BAB II TINJAUAN LOKASI PENELITIAN 2.1 PROFIL KABUPATEN SLEMAN 2.1.1 Letak Wilayah Menurut Statistik Kebudayaan dan Pariwisata (2010: 3), secara geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 107º 15ʹ 03ʺ

Lebih terperinci

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD Sudaryanto dan Melania Swetika Rini* Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Gunungapi Merapi dikenal sebagai gunungapi teraktif dan unik di dunia, karena periode ulang letusannya relatif pendek dan sering menimbulkan bencana yang

Lebih terperinci

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) Abstrak: Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh didefinisikan sebagai proses perolehan informasi tentang suatu obyek tanpa adanya kontak fisik secara langsung dengan obyek tersebut (Rees, 2001;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk khususnya di wilayah perkotaan dipengaruhi dari berbagai faktor-faktor yang menyebabkan suatu daerah menjadi padat penduduknya. Hal ini akan menimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam

BAB I PENDAHULUAN. alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara yang maju adalah negara yang mampu memanfaatkan sumber daya alam dan manusia dengan sebaik-baiknya, dengan memanfaatkan kekayaan alam suatu Negara akan mendapatkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI JALAN DIPONEGORO NO. 57 BANDUNG 40122 JALAN JEND. GATOT SUBROTO KAV.49 JAKARTA 12950 Telepon: 022-7212834, 5228424 021-5228371

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS

BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dan memiliki kurang lebih 17.504 buah pulau, 9.634 pulau belum diberi nama dan 6.000 pulau tidak berpenghuni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Gunung Merapi merupakan salah satu gunungapi teraktif di dunia. Hal ini ditunjukkan dengan masih aktifnya proses erupsi dan peningkatan aktifitas vulkanik

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS E - WAKAF PADA KEMENTRIAN AGAMA KOTA SURAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS E - WAKAF PADA KEMENTRIAN AGAMA KOTA SURAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS E - WAKAF PADA KEMENTRIAN AGAMA KOTA SURAKARTA Suryo Adi Nugroho Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer Universitas Dian Nuswantoro Jl. Nakula I No. 5-11 Semarang

Lebih terperinci

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

Pengantar Teknologi. Informasi (Teori) Minggu ke-11. Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO Pengantar Teknologi FAKULTAS ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO http://www.dinus.ac.id Informasi (Teori) Minggu ke-11 Geogrphical Information System (GIS) Oleh : Ibnu Utomo WM, M.Kom Definisi GIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi bencana geologi yang sangat besar, fakta bahwa besarnya potensi bencana geologi di Indonesia dapat dilihat dari

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk di Indonesia terus bertambah setiap tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia tidak menunjukkan peningkatan, justru sebaliknya laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI Kecamatan Bantul berada di Ibukota Kabupaten Bantul. Kecamatan Bantul terdiri dari 5 desa meliputi Desa Bantul, Desa Palbapang, Desa Trirenggo, Desa Sabdodadi, dan Desa

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian Selatan dan Timur Indonesia terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik, yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PENGEMBANGAN POTENSI WISATA ALAM KABUPATEN TULUNGAGUNG DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh : Misbakhul Munir Zain 3506100055 Program Studi Teknik Geomatika ITS, Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111 Email

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara terus menerus, yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peta 2.1.1 Pengertian Peta Menurut PP Nomor 10 Tahun 2000 (dalam Indarto,2010 : 177) Secara umum peta didefinisikan sebagai gambaran dari unsur unsure alam maupun buatan manusia

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga

BAB I PENDAHULUAN. termasuk wilayah pacific ring of fire (deretan Gunung berapi Pasifik), juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak pada zona rawan bencana. Posisi geografis kepulauan Indonesia yang sangat unik menyebabkan Indonesia termasuk

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI BENCANA GUNUNG API (STUDI KASUS GUNUNG API SALAK JAWA BARAT)

SISTEM INFORMASI BENCANA GUNUNG API (STUDI KASUS GUNUNG API SALAK JAWA BARAT) SISTEM INFORMASI BENCANA GUNUNG API (STUDI KASUS GUNUNG API SALAK JAWA BARAT) Susanto, Suwarsono Peneliti PUSBANGJA, LAPAN e-mail: susanto_lapan@yahoo.com RINGKASAN Kondisi gunung api yang potensial meletus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transportasi jalan diselenggarakan dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat, aman, cepat, tertib dan teratur, nyaman dan efisien,

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang sangat diinginkan oleh semua orang. Setiap orang memiliki harapan-harapan yang ingin dicapai guna memenuhi kepuasan dalam kehidupannya. Kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah. dengan batas-batas administratif sebagai berikut: 35 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Kondisi Fisik a. Letak, Luas, dan Batas Wilayah Desa Argomulyo merupakan salah satu desa di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

BAB I PENDAHULUAN. bencana. Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua daerah tidak pernah terhindar dari terjadinya suatu bencana. Bencana bisa terjadi kapan dan dimana saja pada waktu yang tidak diprediksi. Hal ini membuat

Lebih terperinci

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang

Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang Sistem Infornasi Geografis, atau dalam bahasa Inggeris lebih dikenal dengan Geographic Information System, adalah suatu sistem berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berusaha, memberi sumbangan pada pengembangan wilayah. Misi. memberi sumbangan yang besar kepada pembangunan nasional (Abdoel

BAB I PENDAHULUAN. dan berusaha, memberi sumbangan pada pengembangan wilayah. Misi. memberi sumbangan yang besar kepada pembangunan nasional (Abdoel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertanian diharapkan dapat berperan dalam penyediaan pangan yang cukup bagi para penduduk, mendorong pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan bahan baku industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Bencana hidro-meteorologi seperti banjir, kekeringan, tanah longsor, puting beliung dan gelombang pasang

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi

BAB I PENDAHULUAN. diperbarui adalah sumber daya lahan. Sumber daya lahan sangat penting bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia sekarang masih tergolong tinggi berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yaitu 1,49 % per tahun, akibatnya diperlukan usaha

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian,

BAB I PENDAHULUAN. (1989), hingga tahun 2000 diperkirakan dari 24 juta Ha lahan hijau (pertanian, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bentuk penggunaan lahan suatu wilayah terkait dengan pertumbuhan penduduk dan aktivitasnya. Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan semakin intensifnya aktivitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan

BAB III METODE PENELITIAN. dalam pelaksanaan penelitian (Juliansyah Noor, 2011: 108). menggunakan metode penelitian sampling. Berdasarkan keterkaitan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian merupakan penggambaran tentang hubungan antarvariabel, pengumpulan data, dan analisis data, sehingga dengan adanya desain yang baik peneliti

Lebih terperinci

Bab 2. Tinjauan Pustaka

Bab 2. Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Sumber Acuan Penelitian tentang Sistem Informasi Geografi telah banyak dilakukan, di antaranya adalah Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Untuk Pemetaan Fasilitas Umum Pada

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Indonesia memiliki 129 gunungapi yang tersebar luas mulai dari Pulau Sumatra, Pulau Jawa, Kepulauan Nusa Tenggara, Kepulauan Banda, Kepulauan Halmahera dan Sulawesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk

BAB I PENDAHULUAN. bencana alam agar terjamin keselamatan dan kenyamanannya. Beberapa bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bencana alam menimbulkan resiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia, baik kerugian harta benda maupun korban jiwa. Hal ini mendorong masyarakat disekitar bencana

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan Lahan adalah suatu wilayah daratan yang ciri-cirinya menerangkan semua tanda pengenal biosfer, atsmosfer, tanah geologi,

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. letusan dan leleran ( Eko Teguh Paripurno, 2008 ). Erupsi lelehan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan gunung yang aktif, memiliki bentuk tipe stripe strato yang erupsinya telah mengalami perbedaan jenis erupsi, yaitu erupsi letusan dan leleran

Lebih terperinci

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono

KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI. Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono KONDISI TANAH DAN TEKNIK REHABILITASI LAHAN PASCA-ERUPSI GUNUNG MERAPI Deddy Erfandi, Yoyo Soelaeman, Abdullah Abas Idjuddin, dan Kasdi Subagyono ABSTRAK Erupsi Gunung Merapi telah menghasilkan sekitar

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lebih dari pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan lebih dari 13.466 pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Wilayah Indonesia terbentang

Lebih terperinci

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB

PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB PERANCANGAN DAN IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS POTENSI PARIWISATA KABUPATEN KONAWE KEPULAUAN BERBASIS WEB Aditya Galih Sulaksono 1) 1) Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Merdeka Malang

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN

SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN 16/09/2012 DATA Data adalah komponen yang amat penting dalam GIS SISTEM INFORMASI SUMBER DAYA LAHAN Kelas Agrotreknologi (2 0 sks) Dwi Priyo Ariyanto Data geografik dan tabulasi data yang berhubungan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Erupsi Gunung Merapi merupakan fenomena alam yang terjadi secara periodik setiap tiga tahun, empat tahun atau lima tahun. Krisis Merapi yang berlangsung lebih dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Merapi ditingkatkan dari normal menjadi waspada, dan selanjutnya di tingkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Menurut Gema Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (2011:14), Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Erupsi

Lebih terperinci

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO

LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO LAPORAN EVALUASI AWAL BENCANA TANAH LONGSOR DESA BANARAN, KECAMATAN PULUNG, KABUPATEN PONOROGO 1. Gambaran Umum a) Secara geografi Desa Banaran, Kecamatan Pulung terletak di lereng Gunung Wilis sebelah

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Indonesia dikenal sebagai sebuah negara kepulauan. Secara geografis letak Indonesia terletak pada 06 04' 30"LU - 11 00' 36"LS, yang dikelilingi oleh lautan, sehingga

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB III TINJAUAN WILAYAH BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman

Lebih terperinci

Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) *

Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini 2) * PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PENYUSUNAN NERACA PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN PEDOMAN BAKU DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA Sudaryanto 1), Melania Swetika Rini

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Coding SIG Disusun Oleh : ADI MAHENDRA (201031118) AGUSTINUS SUAGO (200931057) HENDRA TANGDILINTIN (200831113) MUHAMMAD ISHAK (201231014) ZUHRUF F.H (200631021) SUTRISNO (200931046)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DAS (Daerah Aliran Sungai) Daerah aliran sungai adalah merupakan sebuah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis, yang menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara

Lebih terperinci

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh 1 Mira Mauliza Rahmi, * 2 Sugianto Sugianto dan 3 Faisal 1 Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Program Pascasarjana;

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Indonesia berada diantara dua lempeng tektonik yaitu lempeng eurasia dan lempeng India- Australiayang setiap

Lebih terperinci