BAB 3 METODE PENELITIAN. pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 3 METODE PENELITIAN. pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik"

Transkripsi

1 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif yaitu untuk melihat manajemen pengendalian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun Menggunakan desain (cross sectional) yaitu jenis penelitian yang menekankan pada waktu pengukuran atau observasi data variabel independen dan variabel dependen diukur dalam waktu yang bersamaan dan sesaat. Dimana peneliti melakukan observasi pada saat perawat merawat pasien di ruang rawat inap Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Sumatera Utara Tahun Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2016 sampai dengan April Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat di ruang rawat inap rindu A berjumlah 150 orang dan ruang rawat inap rindu B berjumlah 200 orang di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.

2 Sampel Besar sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat inap rindu A dan rindu B berjumlah 350 orang. Sehingga besar sampel ditentukan dengan rumus: = ( ) ( )( ) ( ) ( ) = = 96 orang (Untuk ruang Rindu A dan Rindu B). Keterangan : n : Besar sample p : proporsi infeksi nosokomial q : 1-p Zα : Tingkat kemaknaan (1.96) d : Tingkat ketepatan 10% Untuk teknik pengambilan sample maka menggunakan teknik simple random sampling dengan cara pengambilan sample sedemikian rupa sehingga setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk diambil sebagai sample Metode Pengumpulan Data Data Primer Pengumpulan data primer diperoleh dengan cara penyebaran kuesioner dan observasi langsung ke lokasi penelitian dengan menggunakan SOP pemasangan infus

3 kepada perawat yang memberikan tindakan keperawatan kepada pasien secara langsung Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Definisi Operasional Variabel/Sub variabel Independen Umur Tabel 3.1 Definisi Operasional Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun. Jenis Kelamin Merupakan perbedaan anatar perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Masa Kerja Waktu bekerja seorang perawat selama bekerja di rumah sakit Pendidikan Pengetahuan Tamatan terakhir sekolah seorang perawat Kemampuan perawat dalam hal pemahaman dalam pengendalian infeksi nosokomial. Lembar observasi, 1=ya 0=tidak 1.Baik, jika skor > 5 2.Kurang, jika skor 5 Nominal Nominal Nominal Nominal Ordinal Sikap Reaksi atau respon dari perawat dalam pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit Lembar observasi, 1 = ya 0 = tidak 1.Mendukun g, jika skor > 5 2.Tidak Mendukung, jika skor 5 Ordinal

4 Tabel 3.1 (Lanjutan) Variabel/Sub variabel Dependen SOP Pemasangan Infus Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Prosedur atau cara melakukan pemasangan infus pada pasien di rumah sakit Lembar observasi, 1 = ya 0 = tidak 1.Ya, jika Ordinal skor > 34 2.Tidak, jika skor Aspek Pengukuran Aspek Pengukuran Pengetahuan Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pilihan jawaban Baik skornya adalah 1 dan pada pilihan jawaban Kurang skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 10 pertanyaan, maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan rumus Sudjana (2010). P R BK P = Skor tertinggi skor terendah Keterangan: P R = Panjang Kelas = Rentang BK = Banyak Kategori

5 Dari rumus tersebut diketahui skor tertinggi 30 dan skor terendah 0 dan banyak kategori adalah 2 sehingga diperoleh : 10 0 P 2 P 5 Tabel 3.2 Persentase Penilaian Pengetahuan Skor Jawaban Persentase Penilaian Pengetahuan >5 50% Baik 5 <50% Kurang a. Tindakan Baik, bila responden memperoleh skor jawaban >5 ( 50% dari total skor). b. Tindakan Kurang, bila responden memperoleh skor jawaban 5 (< 50% dari total skor) Aspek Pengukuran Sikap Untuk mengetahui ukuran penilaian sikap dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap-tiap pertanyaan-pertanyaan kuesioner. Untuk pilihan jawaban mendukung skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban tidak mendukung skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 10 pertanyaan, maka didapat total skor tertinggi 10 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan rumus Sudjana (2010). P R BK P = Skor tertinggi skor terendah

6 Keterangan: P R = Panjang Kelas = Rentang BK = Banyak Kategori Dari rumus tersebut diketahui skor tertinggi 30 dan skor terendah 0 dan banyak kategori adalah 2 sehingga diperoleh : 10 0 P 2 P 5 Tabel 3.3 Persentase Penilaian Sikap Skor Jawaban Persentase Penilaian Sikap >5 50% Mendukung 5 <50% Tidak Mendukung a. Tindakan mendukung, bila responden memperoleh skor jawaban >5 ( 50% dari total skor). b. Tindakan tidak mendukung, bila responden memperoleh skor jawaban 5 (< 50% dari total skor) Aspek Pengukuran SOP Pemasangan Infus Aspek pengukuran yang dilakukan adalah dengan melakukan observasi langsung dan wawancara dengan pihak terkait yaitu perawat rumah sakit sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit dengan adanya pengawasan yang berkelanjutan.

7 Untuk mengetahui ukuran SOP pemasangan infus dari responden diukur dengan menjumlahkan skor dari tiap pertanyaan-pertanyaan lembar observasi. Untuk pilihan jawaban baik skornya adalah 1, dan pada pilihan jawaban kurang skornya adalah 0. Jumlah pertanyaan pada lembar observasi adalah 30 pertanyaan, maka didapat total skor tertinggi 30 dan terendah 0. Berdasarkan skor yang diperoleh maka ukuran SOP pemasangan infus dapat dikategorikan berdasarkan : Tabel 3.4 Persentase Penilaian SOP Pemasangan Infus Skor Jawaban Persentase Penilaian SOP Pemasangan Infus >34 >75% Ya 11 <25% Tidak a. Tindakan Ya, bila responden memperoleh skor jawaban >34 (>75% dari total skor). b. Tindakan Tidak, bila responden memperoleh skor jawaban 11 (< 25% dari total skor) Analisa Data Data diperoleh melalui dengan menggunakan kuesioner dan dianalisa secara deskriptif disertai dengan bahasan dan kesimpulan. Hasil yang didapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan hasil observasi SOP pemasangan infus yang diperoleh kemudian di analisa dan dibandingkan dengan standar Depkes.

8 Analisis Data Univariat Analisis univariat pada penelitian ini dilakukan pada tiap-tiap variable dan disajikan dalam bentuk frekuensi dan presentase. Analisis univariat bertujuan untuk mendapatkan data deskriptif tiap variabel Analisis Data Bivariat Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan antara variable dependen dan independen (Hastono, 2007). Pemilihan uji statistik yang digunakan berdasarkan pada jenis data serta jumlah variabel yang diteliti. Pada penelitian ini dilakukan uji Chi Square karena variable independen berbentuk data kategorik dan dependennya kategorik. Dengan batas kemaknaan (α) yang digunakan adalah 0,05, maka: 1) Apabila nilai p 0,05, menunjukkan adanya hubungan antara variable dependen dengan variable independen. 2) Apabila nilai p>0,05, menunjukkan tidak adanya hubungan antara variable dependen dengan variable independen Analisis Data Multivariat Analisis multivariat adalah analisis yang bertujuan untuk menguji hubungan satu atau lebih dari dua variabel. Dengan menggunakan teknik analisis dapat mengetahui pengaruh dari variable independen terhadap variable dependen serta mengetahui variabel domain yang memengaruhi. Pada penelitian ini analisis

9 multivariat yang digunakan adalah uji regresi logistic berganda, dengan derajat kemaknaan dengan nilai = 0,05 atau nilai p< 0,05. Rumus regresi logistik : P Keterangan : 1 e ( y) ( y) P e y : peluang terjadinya efek : bilangan natural : variabel dependent

10 BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah DaerahProvinsi Sumatera Utara, terletak di lahan yang luas di pinggiran kota Medan. Rumah Sakit H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992.Pada tahun 1990 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Pada tahun 1991 sebagai Rumah Sakit pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 dan Rumah sakit umum pusat H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 280/KMK.05/2007 dan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dengan No.756/Menkes/SK/VI/2007 tepatnya pada Juni 2007 RSUP. H. Adam Malik telah berubah status menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan yang diberikan oleh

11 Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU (Badan Layanan Umum) Penuh. Dan tahun 2008 untuk mewujudkan hal ini perlu pemberdayaan dan kemandirian Instalasi dan SMF (Satuan Medis Fungsional) sehingga produktif dan efisien, dan dilakukan penyesuaian organisasi yang didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 244/Menkes/Per/III/2008 tentang Organisasi dan tata kerja RSUP H Adam Malik Medan tanggal 11 Maret Analisis Univariat Karakteristik Responden Tabel 4.1 Karakteristik Perawat dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 No Karakteristik n % 1. Umur 39 tahun 93 48,4 > 39tahun 99 51,6 2. Jenis Kelamin Perempuan ,8 Laki-laki 10 5,2 3. Masa Kerja 12 tahun ,7 >12tahun 87 45,3 4. Pendidikan SPK 5 2,6 DIII Keperawatan ,2 S1 Keperawatan 83 43,2 Total ,0

12 Hasil penelitian sebagaimana pada Tabel 4.1 menunjukkan responden yang mempunyai umur 39 tahun yaitu 93 orang (48,4 %), > 39tahun yaitu 99 orang (51,6%).Untuk responden mempunyai jenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (5,2%) dan perempuan sebanyak 182 orang (94,8%).Untuk responden memiliki masa kerja 12 tahun sebanyak 105 orang (54,7%) danresponden memiliki masa kerja >12tahun sebanyak 87 orang (45,3%).Untuk responden memiliki latar belakang pendidikan SPK sebanyak 5 orang (2,6%), D-III Keperawatan sebanyak 104 orang (54,2%) dan S1 Keperawatan sebanyak 83 orang (43,2%) Pengetahuan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Perawat dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 No Pernyataan 1. Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud dengan flebitis 2. Flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam 3. Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk pasien akan terpapar pada risiko terkena infeksi nosokomial berupa flebitis 4. Bapak/Ibu menggunakan sarung tangan ketika mencuci alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan 5. Menurut Bapak/Ibu pemberian informasi dan rotasi tempat penusukan merupakan faktor yang memengaruhi terjadinya flebitis Baik Kurang n % n % , ,8 12 6, , ,9 6 3, , ,1

13 Tabel 4.2 (Lanjutan) No Pernyataan 6. Kemerahan atau rubbor biasanya merupakan kejadian pertama yang ditemukan di daerah yang mengalami peradangan arteriola yang mensuplai darah terseebut mengalami pelenaran sehingga darah yang mengalir ke mikrosirkulasi lokal lebih banyak 7. Mengganti tempat atau rotasi kanula ke lengan kontralateral setiap hari 8. Perawatan infus bertujuan untuk mempertahankan teknik steril, mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah, pencegahan/meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau area insersi sehingga dapat mengurangi kejadian flebitis 9. Faktor pasien yang dapat memengaruhi angka flebitis mencakup usia, jenis kelamin dan kondisi dasar yaitu diabetes melitus, infeksi, dan luka bakar 10. Flebitis post-infus merupakan komplikasi lain yang biasa dilaporkan oleh pasien dengan terapi infus Baik Kurang n % n % ,8 10 5, , , ,9 6 3, , , , ,1 Hasil penelitian dari Tabel 4.2 menunjukkan bahwa pada pertanyaan Apakah Bapak/Ibu tahu apa yang dimaksud dengan flebitis dan pertanyaan Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk pasien akan terpapar pada risiko terkena infeksi nosokomial berupa flebitis didapatkan responden yang jawaban Baik sebanyak 100%, dan responden menjawab Kurang sebanyak 0%. Pada pernyataan Mengganti tempat atau rotasi kanula ke lengan kontralateral setiap hari ada 15 pasien menyebabkan bebas flebitis didapatkan responden yang

14 jawaban Baik sebanyak 62,5%, dan responden menjawab Kurang sebanyak 37,5%. Tabel 4.3 DistribusiFrekuensiKategori Pengetahuan Perawat dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah SakitUmum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 Pengetahuan n % Baik ,9 Kurang 79 41,1 Jumlah ,0 Hasil penelitian dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pada kategori pengetahuan didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab Baik sebanyak 58,9% dan responden menjawab yang menjawab Kurang sebanyak 41,1% Sikap No Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat dalam Penerapan SOP Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 Pernyataan 1. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan, tangan dalam keadaan bersih 2. Tidak menggunakan handuk/tisu jika tangan sedang dalam keadaan basah 3. Alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan dari tubbuh pasien langsung dicuci dengan menggunakan sabun Mendukung Tidak Mendukung n % n % ,5 1 0, , , , ,0 4. Bapak/Ibu menggunakan sarung tangan ketika mencuci alat kesehatan yang terkontaminasi darah/cairan ,4 7 3,6

15 Tabel 4.4 (Lanjutan) No Pernyataan 5. Sarung tangan yang Bapak/Ibu gunakan ketika mencuci alat kesehatan adalah sarung tangan yang tidak steril 6. Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateter intravena sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur serta pemakaian yang terlalu lama 7. Perawat pada saat melaksanakan pemasangan infus tidak melaksanakan tindakan tindakan aseptik dengan baik dan sesuai dengan standar operasional prosedur 8. Bapak/Ibu menggunakan kateter polyurethane 30% dalam pemasangan infus 9. Pada anak-anak Bapak/Ibu melakukan pemasangan kanula dapat dilakukan pada lengan, punggung atau kulit kepala 10. Tidak menggunakan jarum infus yang sama untuk pasien yang lain Mendukung Tidak Mendukung n % n % ,7 14 7, ,8 8 4, , , , , , , ,8 8 4,2 Hasil penelitian dari Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pada pernyataan Sebelum dan sesudah melakukan tindakan, tangan dalam keadaan bersih didapatkan responden yang jawaban Mendukung sebanyak 99,5%, dan responden menjawab Tidak Mendukung sebanyak 0,5%. Pada pernyataan Tidak menggunakan handuk/tisu jika tangan sedang dalam keadaan basah didapatkan responden yang jawaban Mendukung sebanyak 52,6%, dan responden menjawab Tidak Mendukung sebanyak 47,4%.

16 Tabel 4.5 DistribusiFrekuensiKategori Sikap Perawat dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 Sikap n % Mendukung ,9 Tidak Mendukung 77 40,1 Jumlah ,0 Hasil penelitian dari Tabel 4.5 menunjukkan bahwa pada kategori Mendukung didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab sebanyak 59,9% dan responden menjawab yang menjawab Tidak Mendukung sebanyak 40,1% S.O.P Pemasangan Infus Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Tahun 2015 No Pernyataan Ya Tidak n % n % 1. Standar infus ,0 0 0,0 2. Infus set dengan cairan IV yang dibutuhkan ,0 0 0,0 3. Kanul IV ,0 0 0,0 4. Kapas swab ,0 0 0,0 5. Bengkok/nierbekken ,0 0 0,0 6. Tornirquet ,0 0 0,0 7. Plester+ kaca steril ,0 0 0,0 8. Gunting perban ,0 0 0,0 9. Handscoon ,0 0 0,0 10. Pena dan stiker label ,0 0 0,0 11. Spalk (untuk pasien anak) ,0 0 0,0 12. Pengalas ,0 0 0,0 13. IV kateter/wings (nomor sesuai kebutuhan) ,0 0 0,0 14. IV kateter/wings cadangan ,0 0 0,0 15. Cairan yang dibutuhkan ,0 0 0,0

17 Tabel 4.6 (Lanjutan) No Pernyataan Ya Tidak n % n % 16. Cuci tangan ,0 0 0,0 17. Berikan salam dan perkenalkan diri , ,7 18. Lakukan konfirmasi identitas pasien sesuai prosedur ,0 0 0,0 19. Siapkan pasien dan keluarga , ,5 20. Lanjutkan prosedur apabila pasien sudah memahami penjelasan yang diberikan dan pasien sudah siap untuk dilakukan tindakan ,0 0 0,0 21. Tentukan lokasi yang akan dipasang infus ,0 0 0,0 22. Tusukan infus set ke botol cairan dan gantung di standar infus. Isi selang infus set dengan cairan infus dn alirkan ,0 0 0,0 cairan sampai ke ujung selang, klem selang dan pertahankan taknik steril 23. Pertahankan teknik akseptik ketika membuka cairan dan pack infus ,0 0 0,0 24. Hubungkan cairan ke set infus dengan menusukkan ujung selang pada bagian karet botol infus ,0 0 0,0 25. Isi cairan ke dalam set infus dengan menekan ruang tetesan sampai terisi sepertiga ruang tetesan dan buka klem ,0 0 0,0 selang sampai cairan memenuhi selang dan udara dalam selang keluar 26. Letakkan pengalas di bawah area yang akan dilakukan insersi atau penusukan ,0 0 0,0 27. Pakai sarung tangan ,0 0 0,0 28. Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol ,0 0 0,0 29. Lakukan penusukan vena dengan meletakkan ibu jari di bawah vena dan posisi lubang jarum menghadap ke atas ,0 0 0,0 30. Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik jarum sampai darah terlihat dikanula, tangan non dominan menahan ujung kanua. Masukkan sisa kanula secara perlahan sampai pangkal ,0 0 0,0 31. Apabila darah tidak keluar melalui jarum, penusukan vena gagal atau bengkak, maka ulangi lagi poin ,0 0 0,0

18 No Pernyataan Tabel 4.6 (Lanjutan) pada area yang lain 32. Setelah mandrin dilepaskan, buang mandrin ke tempat sampah dan tekan bagian atas, vena dengan menggunakan jari tangan agar darah tidak keluar 33. Sambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya dan sambil dibiarkan menetes sedikit 34. Lakukan fixsasi IV chat dengan menggunakan tegaderem/plester atau kasa steril n % n % n % ,0 0 0, ,0 0 0, ,0 0 0,0 35. Lakukan cuci tangan ,0 0 0,0 36. Atur tetesan infus sesuai kebutuhan ,0 0 0,0 37. Tuliskan tanggal dan jam pemasangan infus serta nama yang melakukan tindakan pada steker lebel yang dilengketkan pada plester 38. Catat pada stiket botol infus: botol cairan infus keberapa, kecepatan tetesan, dan jam berapa cairan infus harus habis 39. Apabila ada obat tambahan yang dicampur dalam cairan infus, catat pada label cairan infus ,0 0 0, ,0 0 0, ,0 0 0,0 40. Rapikan seluruh peralatan yang digunakan ,0 0 0,0 41. Perhatikan respon pasien ,0 0 0,0 42. Sarung tangan dibuka dan cuci tangan ,0 0 0,0 43. Ucapkan: terima kasih atas kerjasamanya, semoga cepat sembuh Dokumentasikan tindakan pada catatan keperawatan di rekam medis , , ,0 0 0,0 Hasil penelitian dari Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada SOP pemasangan infus untuk pernyataan Standar infus, Infus set dengan cairan IV yang dibutuhkan, Kanula IV, Kapas swab, Bengkok/nierbekken, Tornirquet, Plester + kaca steril,

19 Gunting perban, Handscoon, Pena dan stiker label, Spalk (untuk pasien anak), Pengalas, IV kateter/wings (nomor sesuai kebutuhan), IV kateter/wings cadangan, Cairan yang dibutuhkan, Cuci tangan, Lanjutkan prosedur, Tentukan lokasi yang akan dipasang infus, Tusukan infus set ke botol cairan dan gantung di standar infus, Pertahankan teknik akseptik ketika membuka cairan dan pack infus, Hubungkan cairan ke set infus dengan menusukkan ujung selang pada bagian karet botol infus, Isi cairan ke dalam set infus, Letakkan pengalas di bawah area yang akan dilakukan insersi atau penusukan, Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol, Lakukan penusukan vena, Bila jarum sudah masuk ke vena, tarik jarum sampai darah terlihat dikanula, Apabila darah tidak keluar melalui jarum, penusukan vena gagal atau bengkak, maka ulangi lagi poin pada area yang lain, Setelah mandrin dilepaskan, buang mandrin ke tempat sampah, Sambungkan dengan ujung selang yang telah terlebih dahulu dikeluarkan cairannya dan sambil dibiarkan menetes sedikit, Lakukan fixsasi IV chat dengan menggunakan tegaderem/plester atau kasa steril, Lepaskan sarung tangan, lakukan cuci tangan, atur tetesan infus sesuai kebutuhan, tuliskan tanggal dan jam pemasangan infus, Catat pada stiket botol infus, Apabila ada obat tambahan yang dicampur dalam cairan infus, catat pada label cairan infus, Rapikan seluruh peralatan yang digunakan, Perhatikan respon pasien, Sarung tangan dibuka dan cuci tangan dan Dokumentasikan tindakan pada catatan keperawatan di rekam medis didapatkan responden yang jawaban Ya sebanyak 100%, dan responden menjawab Tidak sebanyak 0%.

20 Pada pernyataan Ucapkan: terima kasih atas kerjasamanya, semoga cepat sembuh didapatkan responden yang jawaban Ya sebanyak 69,3% dan responden menjawab Tidak sebanyak 30,7%. Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Kategori S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tahun 2015 Penerapan S.O.P Pemasangan Infus n % Ya ,2 Tidak 61 31,8 Jumlah ,0 Hasil penelitian dari Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada kategori S.O.P Pemasangan Infus didapatkan jawaban bahwa responden yang menjawab Ya sebanyak 68,2% dan responden menjawab yang menjawab Tidak sebanyak 31,8%. 4.3 Analisis Bivariat Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.8 Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Umur Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Tidak Ya P n % n % n % 39 tahun 27 29, , ,0 0, tahun 34 34, , ,0 Dari hasil analisis hubungan antara Umur dengan SOP pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang berumur 39 tahun sebanyak 66 responden (71,0%)

21 yang menjawab ya bahwa pemasangan infussesuai dengan SOP, sedangkansebanyak 27 responden (29,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan SOP. Untuk responden yang berumur >39 tahun sebanyak 65 responden (65,7%) yang menjawab sesuai penerapan SOP pemasangan infus,sedangkansebanyak 34 responden (34,3%) yang menjawab tidak sesuai SOP. Hasil uji statistik didapatkan nilai P= 0,430 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara faktor umur dengan pemasangan infus berdasarkan S.O.P Hubungan Jenis Kelamin dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.9 Hubungan Jenis Kelamin dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Jenis Kelamin Tidak Ya P n % n % n % Perempuan 58 31, , ,0 0,902 Laki-laki 3 30,0 7 70, ,0 Dari hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 124 responden (68,1%) yang menjawab sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 58 responden (31,9%) yang menjawab tidaksesuai S.O.P. Untuk responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 7 responden (70,0%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 3 responden (30,0%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P.

22 Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,902 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan penerapans.o.p pemasangan infus Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.10 Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Masa Kerja Tidak Ya P n % n % n % 12 tahun 34 32, , ,0 0,84 >12tahun 27 31, , ,0 Dari hasil analisis hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang masa kerjanya 12 tahun sebanyak 71 responden (67,6%) yang menjawab pemasangan infus sesuai dengan S.O.P, sedangkan sebanyak 34 responden (32,4%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P pemasangan infus. Untuk responden yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 60 responden (76,9%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 27 responden (31,0%) yang menjawab tidak sesuai dengan S.O.P. Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,842 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan penerapans.o.p pemasangan infus.

23 4.3.4 Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.11 Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Pendidikan Tidak Ya P n % n % n % SPK 3 60,0 2 40, ,0 0,622 D , , ,0 Keperawatan S1 Keperawatan 54 65, , ,0 Dari hasil analisis hubungan antara pendidikan dengan S.O.P pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang berpendidikan SPK sebanyak 3 responden (60,0%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 2 responden (40,0%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Responden yang berpendidikan D3 Keperawatan sebanyak 74 responden (71,2%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P sedangkan sebanyak 30 responden (28,8%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Untuk responden yang berpendidikan S1 Keperawatan sebanyak 54 responden (65,1%) yang menjawab pemasangan infus sesuai S.O.P, sedangkan sebanyak 29 responden (34,9%) yang menjawab tidak sesuai S.O.P. Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara SOP pemasangan infus dengan faktorpendidikan.

24 4.3.5 Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.12 Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Pengetahuan Baik Kurang P n % n % n % Baik 80 70, , ,0 0,361 Kurang 51 64, , ,0 Dari hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan S.O.P pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang menjawab bahwa pengetahuan berhubungan baik terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus sebanyak 80 responden (70,8%) dan yang menjawab pengetahuan kurang berhubungan dengan S.O.P pemasangan infus sebanyak 51 responden (64,6%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,361 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus.

25 4.3.6 Hubungan Sikap dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Tabel 4.13 Hubungan Sikap dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Terhadap Terjadinya Flebitis di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Total Sikap Kurang Baik P RP CI n % n % n % Tidak 43 55, , ,0 0,003 1,370 95% IK Mendukung = 1,096-1,712 Mendukung 27 23, , ,0 Dari hasil analisis hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P pemasangan infus diperoleh bahwa responden yang mendukung sebanyak 88 responden (76,5%) dan yang menjawab sikaptidak mendukung dengan S.O.P pemasangan infus sebanyak 43 responden (55,8%). Hasil uji statistik didapatkan nilai P = 0,003 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P pemasangan infus. Artinya responden dengan sikap tidak mendukung 1,37 kali perkiraan kemungkinannya menerapkan S.O.P pemasangan infus kurang dibandingkan dengan responden yang mempunyai sikap baik.

26 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1. Hubungan Variabel Pengendalian Infeksi Nosokomial terhadap S.O.P Pemasangan Infus Hubungan Umur dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Menurut Elisabeth BH dalam (Nursalam, 2009) usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang akan lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa. Hubungan umur terhadap S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara umur terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus, nilai chi-square adalah 0,624 dan nilai p value = maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara umur dengan penerapan S.O.P pemasangan infus yang merupakan variabel yang tidak berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit H.Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria dan Erlin Kurnia tahun 2012 tentangkepatuhan perawat dalam melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus terhadap flebitis, dimana hasil penelitian jika

27 dilihat dari distribusi variabel usia, hasil penelitian mengenai kepatuhan perawat IGD dalam melaksanakan S.O.P Pemasangan infus di Rumah Sakit Baptis Kediri yaitu sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan data bahwa sebagian besar yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada S.O.P pemasangan infus (88,2%). Karakteristik perawat yang patuh adalah lebih dari 50% berusia tahun yaitu 42 kali (61,8%), dan perawat yang tidak patuh pada S.O.P pemasangan infus yaitu 8 kali tindakan pemasangan infus (11,8%). Ketidakpatuhan ini dilakukan oleh sebagian besar perawat yang berusia sebagian besar tahun yaitu sebanyak 6 kali (75%). Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh pada S.O.P pemasangan infus. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Adam Malik Medan yang berumur > 39 tahun sebanyak 99 orang (51,6%) dan perawat yang berumur 39 tahun sebanyak 93 orang (48,4%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit H.Adam Malik Medan masih dalam usia produktif. Hasil penelitian mengatakan bahwa besar risiko terjadinya flebitis yaitu pasien yang berusia > 39 tahun memiliki risiko menderita flebitislebih besar dibandingkan dengan pasienyang berusia 39 tahun. Sebagian besar tindakan dilakukan perawat dengan patuh dalam penerapan S.O.P pemasangan infus adalah usia mereka. Dari segi usia mereka sudah mempunyai

28 tingkat kemampuan, kematangan dan kekuatan sehingga seorang perawat akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa umur tidak mempunyai hubungan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Hubungan Jenis Kelamin dalam PenerapanS.O.P Pemasangan Infus Jenis kelamin adalah kelas kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai suatu sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimosfirme seksual yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan. Hubungan jenis kelamin terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara jenis kelamin terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus,nilai chi-square adalah 0,015 dan nilai p value = maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan S.O.P pemasangan infus merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadap S.O.P pemasangan infus di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit H.Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan berjenis kelamin perempuan sebanyak 182

29 orang (94,8%) dan perawat yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 orang (5,2%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum pusat H.Adam Malik Medan lebih banyak berjenis kelamin perempuan dari pada lakilaki. Hasil penelitian mengatakan bahwa pasien perempuan memiliki risiko menderita flebitis lebih besar dibandingkan dengan pasien laki-laki. Dengan demikian dapat disimpulkan diatas bahwa jenis kelamin tidak mempunyai hubungan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Hubungan Masa Kerja dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Masa kerja adalah jangka waktu seseorang bekerja pada suatu organisasi, lembaga dan sebagainya. Masa kerja seseorang dalam organisasi perlu diketahui karena masa kerja merupakan salah satu indikator tentang kecenderungan para pekerja dalam melaksanakan aktivitas pekerjaannya. Hubungan masa kerja terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara masa kerja terhadap S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat diperoleh bahwa masa kerja memiliki hubungan negatif terhadap S.O.P pemasangan infus dengan nilai chi-square adalah 0,040dan nilai p value = maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan S.O.P pemasangan infus merupakan variabel yang tidak berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan.

30 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Purnama tahun 2012 tentanghubungan tingkat pendidikan dan masa kerja perawat dengan tindakan pemasangan infus sesuai standart operating proceduredirs Roemani Muhammadiyah Semarang, dimana hasil penelitian menunjukkan hasil uji korelasi diperoleh nilai koefisien korelasi =0,704 dengan p-value sebesar (0,238) > 0,05 maka Ho diterima. Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan tindakan pemasangan infus sesuai dengan standart operating procedure. Menurut Robbin S.P (2001), mengatakan didalam beberapa riset yang konsisten dinyatakan bahwa perilaku masa lalu merupakan peramal yang terbaik bagi perilaku masa datang. Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa kalau masa lalu perawat sudah terbiasa berperilaku sesuai dengan protap maka kemungkinan besar akan tetap berperilaku sesuai dengan protap pada masa yang akan datang, demikian juga sebaliknya. Sehingga dapat disimpulkan dengan masa kerja yang lama yang diekspresikan dengan pengalaman kerja belum tentu menjamin pelaksanaan protap pemasangan infus baik apabila dari dulu sudah terbiasa berperilaku tidak sesuai. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapat rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Memiliki masa kerja yang berbeda. Untuk perawat yang masa kerjanya 12 tahun sebanyak 105 orang (54,7%) dan perawat yang masa kerjanya >12 tahun sebanyak 87 orang (45,3%). Dalam hal ini perawat yang bekerja diunit rawat inap Rumah Sakit umum pusat H.Adam Malik Medan memiliki masa kerja yang kurang dari 12 tahun.

31 Tindakan perawat dengan patuh dalam melaksanakan S.O.P pemasangan infus yang dipengaruhi masa kerja bahwa makin lama masa kerja perawat makin terampil dan makin berpengalaman dalam melaksanakan pekerjaan sehingga hasil kinerja yang dilakukan lebih produktif. Hal ini berarti ada tidak ada hubungan antara masa kerja perawat dengan tindakan pemasangan infus sesuai dengan S.O.P. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masa kerja tidak mempunyai pengaruh terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan Hubungan Pendidikan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan (praktik) untuk memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dihasilkan oleh pendidikan kesehatan ini didasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajaran. Sehingga perilaku tersebut diharapkan akan berlangsung lama (lost lasting) dan menetap, karena didasari oleh kesadaran. Memang kelemahan dari pendidikan kesehatan ini adalah hasilnya lama karena perubahan perilaku melalui proses pembelajaran pada umumnya memerlukan waktu yang lama (Notoatmodjo, 2010). Menurut Wooddalam (Maulana, 2009) pendidikan adalah sejumlah pengalaman yang berpengaruh secara menguntungkan terhadap kebiasaan, sikap dan pengetahuan

32 terkait dengan kesehatan individu, masyarakat dan bangsa. Dari batasan dan pengertian pendidikan kesehatan tersebut disimpulka bahwa pada dasarnya pendidikan kesehatan merupakan upaya-upaya yang terencana untuk mengubah perilaku individu, kelompok, keluarga dan masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan membutuhkan pemahaman yang mendalam karena melibatkan berbagai istilah seperti perubahan perilaku dan proses pendidikan. Tujuan pendidikan adalah merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan. Menurut WHO tujuan pendidikan disebut juga mengubah perilaku individu atau masyarakat dibidang kesehatan (Maulana, 2009). Menurut taylor dalam (Maulana, 2009) pendidikan kesehatan mengacu pada setiap gabungan pengalaman belajar yang dipolakan untuk memudahkan penyesuaian-penyesuaian perilaku secara sukarela yang memperbaiki kesehatan individu. Pendidikan kesehatan berusaha membantu individu mengontrol kesehatannya sendiri dengan memengaruhi, memungkinkan dan menguatkan keputusan atau tindakan sesuai dengan nilai dan tujuan mereka sendiri. Nilai pendidikan turun naiak bersama tingkat pengetahuan yang telah diperoleh, dan daya upaya pendidikan mungkin masih penting pada orang-orang yang tingkat pengetahuannya masih rendah. Salah satu faktor yang memengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Notoatmodjo mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan semakin mudah seseorang untuk memahami pengetahuan. Hasil penelitian yang dilakukan didapat

33 bahwa dari tingkat pendidikan terhadap 192 orang responden, 5 orang (2,6%) responden, sedangkan dari 104 orang (54,2%) responden yang berpendidikan D3 Keperawatan, dan 83 orang (43,2%) responden berpendidikan S1 Keperawatan. Hubungan pendidikan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak berpengaruh antara pendidikan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus, nilai chi-square adalah 0,951dan nilai p value = 0,622 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan SOP pemasangan infus yang merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ince Maria dan Erlin Kurnia tahun 2012 tentang kepatuhan perawat dalam melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus terhadap flebitis, dimana hasil penelitian jika dilihat daridistribusi variabel pendidikan, hasil penelitian mengenai Kepatuhan perawat IGD dalam melaksanakan S.O.P pemasangan infus di Rumah Sakit Baptis Kediri yaitu sebanyak 68 kali tindakan pemasangan infus, didapatkan data bahwa sebagian besar yaitu 60 kali tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada S.O.P pemasangan infus (88,2%). sebagian besar pendidikan diploma III keperawatan yaitu 50 kali (73,5%), paling banyak memiliki masa kerja >10 tahun yaitu 25 kali (36,8%). Perawat yang tidak patuh pada S.O.P pemasangan infus yaitu 8 kali tindakan pemasangan infus (11,8%). Ketidakpatuhan

34 ini dilakukan oleh sebagian besar perawat dengan masa kerja selama 0 5 tahun, lebih dari 50% pendidikan diploma III keperawatan. Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar tindakan pemasangan infus dilakukan dengan patuh pada S O. P Pemasangan infus. Pendidikan sebagian besar perawat yang patuh terhadap S.O.P pemasangan infus memiliki pendidikan Diploma III Keperawatan sehingga kemungkinan makin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka makin mudah baginya untuk menerima informasi sehingga makin banyak pengetahuan yang dimiliki. Dengan adanya persepsi yang negatif dari kebanyakan pasien yang terpasang infus, maka pendidikan kesehatan sangat perlu diberikan dengan memberikan penjelasan langsung kepada setiap pasien yang akan dilakukan penggantian posisi infus. Pemberian informasi yang adekuat kepada pasien termasuk juga keluarga pasien akan sangat membantu menimbulkan sikap yang kooperatif sehingga dengan sikap tersebut dapat membantu pelaksanaan proses pengobatan dan perawatan menjadi lebih mudah dan diharapkan pula mempercepat proses penyembuhan pasien. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Dimana didapatbahwa dari tingkat pendidikan terhadap 192 orang responden, 5 orang (2,6%) responden, sedangkan dari 104 orang (54,2%) responden yang berpendidikan D3 Keperawatan dan 83 orang (43,2%) responden berpendidikan S1 Keperawatan. Disini terlihat bahwa pendidikan sangat berkaitan dengan pemasangan infus pada pasien.

35 Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan dperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehinigga dapat meningkatkan kualitas hidup. Pendidikan dapat memengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang untuk sikap berperan serta dalam pembangunan yang mana makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi (Wawan dan Dewi, 2010). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pendidikan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus pada pasien di unit rawat inaprumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan Hubungan Pengetahuan dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Pengetahuan adalahhasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagain besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Salah satu faktor yang berhubungan dengan pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Notoatmodjo mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin tinggi pula tingkat pengetahuannya dan semakin mudah

36 seseorang untuk memahami pengetahuan. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilihat dari tingkat pendidikan terhadap 103 orang responden, 1 orang responden berpendidikan SPK memiliki pengetahuan baik, 2 orang responden berpendidikan S1, 1 orang memiliki tingkat pengetahuan baik dan 1 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik. Sedangkan dari 100 orang responden yang berpendidikan D3, 54 orang memiliki tingkat pengetahuan baik dan 46 orang memiliki tingkat pengetahuan kurang baik. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang belum tentu semakin baik pula tingkat pengetahuannya. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tdak didasari oleh pengetahuan (Wawan dan Dewi, 2010). Rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Adam Malik Medan memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda terhadap S.O.P pemasangan infus. Untuk perawat yang mempunyai pengetahuan baik dalam penerapan S.O.P pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap rumah sakit Adam Malik Medan sebanyak 113 orang (58,9%) dan perawat yang mempunyai pengetahuan kurang baik sebanyak 79 orang (41,1%). Hubungan pengetahuan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus tidak terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. Sehingga tidak bisa dilanjutkan keanalisis multivariat karena tidak ada hubungan antara pengetahuan terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus dan dari hasil analisis bivariat, nilai chi-

37 square adalah 0,835 dan nilai p value = 0,361maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuandengan penerapan S.O.P pemasangan infus yang merupakan variabel yang tidak berpengaruh terhadaps.o.p pemasangan infus di Unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wayunah tahun 2012 tentang hubungan pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian flebitis dan kenyamanan pasien di ruang rawat inapdi RSUD Indramayu, dimana hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus diketahuisebanyak 50.8% memiliki pengetahuantidak baik. Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan pasien diketahui ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan pasien (p=0.0005) perawat tentang terapi infus dan kejadian flebitis diketahui ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis (p=0.0005; OR =9.5). Berdasarkan hasil OR dapat disimpulkan bahwa perawat yang memiliki pengetahuan tidak baik berpeluang 9.5 kali menyebabkan flebitis dibanding perawat yang memiliki pengetahuan baik (OR=11.6). Seorang perawat idealnya harus memiliki dasar pengetahuan tentang berbagai teori yang berkaitan dengan terapi infus. Hal ini akan memengaruhi dalam perilakunya, terutama tentang prinsip-prinsip yang berkaitan dengan protokol pelaksanaan serta implementasi untuk pencegahan komplikasi. Oleh karena itu, perawat harus memiliki pengetahuan mendalam tentang prinsip-prinsip teknik

38 aseptik, stabilitas, penyimpanan, pelabelan, interaksi, dosis dan perhitungan serta peralatan yang tepat sehingga dapat memberikan terapi infus dengan aman kepada pasien Hubungan Sikap dalam Penerapan S.O.P Pemasangan Infus Di unit Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan, dimana sebagian besar responden mengatakan bahwa sebanyak 88 responden (76,5%) yang menjawab sangat setuju bahwa sikap berhubungan dengan penerapan S.O.P pemasangan infus. Rata-rata perawat yang bekerja di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan memiliki sikap yang berbeda terhadap S.O.P pemasangan infus. Untuk perawat yang mengatakan mendukung terhadap sikap perawat dalam penerapan S.O.P pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis di unit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan sebanyak 115 orang dan perawat yang kurang mendukung sebanyak 77 orang. Dalam hal ini perawat yang bersikap sesuai dengan penerapan SOP pemasangan infus terhadap terjadinya flebitis diunit rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan lebih banyak. Pengaruh sikap terhadap penerapan S.O.P pemasangan infus terbukti pada pengujian analisis bivariat menggunakan uji chi-square. nilai chi-square adalah 9,097 dan nilai p value = maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara sikap dengan penerapan S.O.P pemasangan infusp < 0,25. Dengan didapatnya nilai rasio Prevalens 1,37 artinya perawat dengan sikap kurang mendukung 1,37 kali perkiraan

39 kemungkinan menerapkan S.O.P pemasangan infus kurang dibandingkan dengan dengan perawat yang mempunyai sikap baik. Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang), setuju-tidak setuju,baik-tidak baik dan sebagainya (Notoatmodjo, 2010). Menurut Thomas dan Znaniecki dalam (Wawan dan Dewi, 2010) sikap adalah predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya individual. Pendapat agak berbeda diajukan oleh Triandis yang menyatakan bahwa sikap adalah ide yang berkaitan emosi yang mendorong dilakukannya tindakan-tindakan tertentu dalam suatu situasi sosial. Dalam teori Festinger menurut Secord dan Backman dalam (Wawan dan Dewi, 2010) sikap dikenal denga teori disonansi kognitif. Festinger merespon tentang sikap dikaitkan dengan perilaku yang nyata yang merupakan persoalan yang banyak mengundang perdebatan. Festinger dalam teorinya mengemukakan bahwa sikap individu itu biasanya konsisten satu dengan yang lain dan dalam tindakannya juga konsisten satu dengan yang lain. Menurut festinger apa yang dimaksud dengan komponen kognitif ialah mencakup pengetahuan, pandangan, kepercayaan tentang lingkungan, tentang seseorang dan tentang tindakan. Menurut Allport dalam (Notoatmodjo, 2010) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok yaitu kepercayaan atau keyakinan, kehidupan emosional atau evaluasi orang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Gambaran umum RSI Kendal Rumah Sakit Islam Kendal terletak di Jl Ar Rahmah 17-A Weleri. Tanggal 15 Januari 1996 berdiri dibawah yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dirumah sakit merupakan bentuk pelayanan yang di berikan kepada pasien melibatkan tim multi disiplin termasuk tim keperawatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam

BAB I PENDAHULUAN. perawatan. Tindakan pemasangan infus akan berkualitas apabila dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENDIDIKAN PERAWAT DENGAN KEPATUHAN PENERAPAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI RUANG RAWAT INAP RSDM SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat Sarjana

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan A. Hasil Penelitian 1. Deskripsi umum lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan pada 5 bangsal yang bernama bangsal Firdaus, bangsal Naim, bangsa Wardah, bangsal Zaitun, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. (Permenkes RI No. 340/MENKES/PER/III/2010). Dalam memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perseorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi dan penyakit menular merupakan masalah yang masih dihadapi oleh negara-negara berkembang. Seperti halnya di Indonesia, penyakit infeksi masih merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Risiko infeksi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi masih merupakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Di Indonesia, infeksi merupakan salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia, terlebih lagi di negara berkembang seperti Indonesia. Penyakit infeksi didapatkan dengan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H

HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H HUBUNGAN PERILAKU PASIEN DALAM PERAWATAN DIABETES MELITUS DENGAN ULKUS DIABETIKUM PADA PASIEN DIABETES MELITUS DI RUANG RINDU A1 DAN A2 RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 Suriani Ginting, Wiwik Dwi Arianti

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI

HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI HUBUNGAN TINGKAT KOMPETENSI PADA ASPEK KETRAMPILAN PEMASANGAN INFUS DENGAN ANGKA KEJADIAN PLEBITIS DI RSUD BANYUDONO KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat Untuk meraih gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN 38 BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Tempat Penelitian Rumah sakit Islam Kendal adalah rumah sakit swasta yang dikelola oleh amal usaha muhammadiyah. Rumah sakit tipe C yang sudah terakreditasi

Lebih terperinci

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011

Pengertian. Tujuan. Ditetapkan Direktur Operasional STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL. Tanggal Terbit 15 Februari 2011 LAMPIRAN RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA UNIT 2 Jl. Wates Km 5.5 Gamping, Sleman-55294 Telp 0274 6499706 Fax. 6499727 No Dokumen : Kep. 032/II/2011 MEMASANG INFUS No Revisi : 0 Halaman : 37 / 106 STANDAR

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL. o Riwayat Operasi Gambar 3.1. Kerangka Konsep Penelitian 21 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 5.1 Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah : o Penularan melalui darah o Penggunaan

Lebih terperinci

Oleh : Rahayu Setyowati

Oleh : Rahayu Setyowati FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PELAKSANAAN PROSEDUR TETAP PEMASANGAN INFUS DI INSTALASI GAWAT DARURAT DAN INSTALASI RAWAT INAP RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2015

Lebih terperinci

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh

nosokomial karena penyakit infeksi. Di banyak negara berkembang, resiko perlukaan karena jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit merupakan tempat pelayanan pasien dengan berbagai penyakit diantaranya adalah penyakit infeksi, dari mulai yang ringan sampai yang terberat. Masyarakat yang

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1 KUESIONER PENELITIAN PERILAKU HYGIENE PERAWAT DAN FASILITAS SANITASI DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PERDAGANGAN KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 1. DATA UMUM A.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan

BAB I PENDAHULUAN. menjalani rawat inap. ( Wahyunah, 2011). Terapi intravena berisiko untuk terjadi komplikasi lokal pada daerah pemasangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk mencegah dan memperbaiki ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh manusia diperlukan terapi intravena. Menurut Perdue dalam Hankins, Lonway,

Lebih terperinci

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP STANDART OPERASIONAL PROSEDUR PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SOP Untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Medikal Bedah I yang dibina oleh Bapak Rudi Hamarno, M.Kep Oleh Kelompok 11 Pradnja Paramitha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan yang sesuai dengan tingkat kepuasaan rata-rata serata

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemberian obat secara intravena (Smeltzer & Bare, 2001). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemasangan infus atau terapi intravena adalah suatu tindakan pemberian cairan melalui intravena yang bertujuan untuk menyediakan air, elektrolit, dan nutrien untuk

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL Nazwar Hamdani Rahil INTISARI Latar Belakang : Kecenderungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kewaspadaan umum (universal precaution) merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi di rumah sakit yang oleh Departemen Kesehatan telah dikembangkan sejak tahun

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP SIKAP PASIEN DALAM PENGGANTIAN POSISI INFUS DI RUANG SHOFA RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH LAMONGAN Sri Hananto Ponco Nugroho Prodi S1 Keperawatan STIKES.......ABSTRAK.....

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator. Salah satunya adalah terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENERAPAN PROTAP PERAWATAN LUKA POST OPERASI DI RUANG CENDANA RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Meraih Derajat

Lebih terperinci

Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian

Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Peserta Penelitian Kepatuhan Perawat dalam Penerapan Prosedur Tetap Perawatan Luka Post Operasi Sectio Caesarea di RSUD Langsa Tahun 212 Saya adalah mahasiswa Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian yang akan digunakan adalah dengan menggunakan metode deskriptif study korelasi (Correlation Study ) dengan pendekatan belah lintang (cross

Lebih terperinci

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN :

Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : Jurnal Farmasi Andalas Vol 1 (1) April 2013 ISSN : 2302-8254 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien HIV/AIDS di Poliklinik Khusus Rawat Jalan Bagian Penyakit Dalam RSUP dr. M. Djamil Padang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelasi dengan rancangan Cross Sectional yaitu dengan melakukan pengukuran variabel tingkat

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Metode Pendekatan Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasi yaitu penelitian yang dilakukan untuk menganalisis ada tidaknya hubungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan salah satu tempat pemberian pelayanan kesehatan kepada masyarakat terutama untuk masyarakat yang sedang sakit. Tujuan utama rumah sakit

Lebih terperinci

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH

TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH TINDAKAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH Rahmat Ali Putra Hrp*Asrizal** *Mahasiswa **Dosen Departemen Keperawatan Medikal bedah Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Plebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi dari terapi intravena. 1) Terapi interavena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang lingkup keilmuan : Ilmu Kulit dan Kelamin 2. Ruang lingkup tempat : RSUD Tugurejo Semarang 3. Ruang lingkup waktu : Periode Agustus September

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang Pedoman Manajerial Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan kebijakan pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. Kebijakan itu tertuang dalam Keputusan

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK

ARTIKEL PENELITIAN. Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah Kholik³ ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG INFEKSI NOSOKOMIAL DENGAN SIKAP MENCEGAH INFEKSI NOSOKOMIAL PADA KELUARGA PASIEN DI RUANG PENYAKIT DALAM RSUD RATU ZALECHA MARTAPURA Hj.Evi Risa Mariana 1, Zainab², H.Syaifullah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa

BAB I PENDAHULUAN. penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Berdasarkan landasan teori, dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut: Variabel Independen Variabel Dependen Edukasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo

HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS. Sutomo HUBUNGAN PERAWATAN INFUS DENGAN TERJADINYA FLEBITIS PADA PASIEN YANG TERPASANG INFUS Sutomo Program Studi Profesi NERS, STIKES Dian Husada Mojokerto Email : sutomo.ners@gmail.com ABSTRAK Mempertahankan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawat adalah tenaga medis yang selama 24 jam bersama dengan pasien yang dirawat di rumah sakit. Peran perawat sangat besar dalam proses penyembuhan pasien. Perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Rumah sakit sebagai salah satu bagian sistem pelayanan kesehatan yang secara garis besar memberikan pelayanan untuk masyarakat berupa pelayanan kesehatan mencakup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu 39 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik korelasi yaitu untuk mencari arah dan kuatnya hubungan antara dua variabel atau lebih (Sugiyono,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. kepada pasien yang membutuhkan akses vaskuler (Gabriel, 2008). Lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terapi intravena adalah bagian terpenting dari sebagian terapi yang diberikan di rumah sakit, dan merupakan prosedur umum yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan

BAB 1 PENDAHULUAN. ketidaknyamanan yang berkepanjangan sampai dengan kematian. Tindakan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Infeksi nosokomial merupakan infeksi serius dan berdampak merugikan pasien karena harus menjalani perawatan di rumah sakit lebih lama. Akibatnya, biaya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial merupakan problem klinis yang sangat penting pada saat sekarang ini, karena akan menambah masa perawatan pasien di rumah sakit sekaligus akan memperberat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. RUANG LINGKUP PENELITIAN 1. Ruang Lingkup Keilmuan Penelitian ini mencakup bidang ilmu Obstetrik dan Ginekologi. 2. Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pemasangan infus, maka jenis penelitian yang digunakan adalah

BAB III METODE PENELITIAN. pemasangan infus, maka jenis penelitian yang digunakan adalah BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Untuk menganalisa pengaruh tingkat stress kerja dan sikap perawat dalam pemasangan infus, maka jenis penelitian yang digunakan adalah analitik kuantitatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemasangan infus merupakan prosedur invasif dan merupakan tindakan yang sering dilakukan di rumah sakit. Namun, hal ini tinggi resiko terjadinya infeksi yang akan menambah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah correlation study yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelasi antara variabel independen dan variabel

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia

BAB 5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Pemberian ASI Eksklusif Di Indonesia Berdasarkan laporan Biro Pusat Statistik (2008), pada hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien

BAB 1 PENDAHULUAN. terhadap infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat pasien 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mutu pelayanan kesehatan khususnya pelayanan keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui berbagai indikator, salah satunya adalah melalui penilaian terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004)

BAB 1 PENDAHULUAN. sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan suatu tempat pelayanan kesehatan dan sekaligus tempat perawatan bagi orang sakit. Menurut Hanskins et al (2004) mengatakan bahwa sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath)

BAB I PENDAHULUAN. mendapat terapi melalui IV (Hindley,2004). Pemasangan terapi. intravena merupakan tindakan memasukan jarum (abocath) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemasangan infus atau pemberian terapi cairan intravena (IV) merupakan merupakan salah satu hal yang paling sering di jumpai pada pasien yang akan melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keselamatan menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Ada lima isu penting yang terkait dengan keselamatan di rumah sakit yaitu: keselamatan pasien, keselamatan

Lebih terperinci

GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN GAMBARAN CUCI TANGAN PERAWAT DI RUANG RA, RB, ICU,CVCU, RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN Nita Puspitasari*, Mula Tarigan** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan **Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk

BAB I PENDAHULUAN. Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keselamatan pasien di rumah sakit adalah suatu upaya yang mendorong rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi. Panduan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kepatuhan 2.1.1 Defenisi Kepatuhan Kepatuhan perawat profesional adalah sejauh mana perilaku seorang perawat sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan pimpinan perawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang AIDS (Acquired Immuno Deficiency Syndrome) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh HIV (Human Immune Deficiency Virus), relatif mudah menular dan mematikan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit hepatitis merupakan suatu kelainan berupa peradangan organ hati yang dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain infeksi virus, gangguan metabolisme, obat-obatan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis & Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan desain deskriptif korelasi yaitu mendeskripsikan variabel independen dan dependen, kemudian melakukan analisis

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. Hepatitis akut. Terdapat 6 jenis virus penyebab utama infeksi akut, yaitu virus. yang di akibatkan oleh virus (Arief, 2012). 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peradangan pada hati. Hepatitis merupakan suatu proses terjadinya inflamasi atau nekrosis

Lebih terperinci

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI

1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI 1 GAMBARAN PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN TERJADINYA FLEBITIS DI RUANG RAWAT INAP RS. BAPTIS KEDIRI DESCRIPTION OF NURSE IN THE PREVENTION OF BEHAVIOR IN THE EVENT OF PLEBITIS INPATIENT KEDIRI BAPTIST

Lebih terperinci

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN

MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN MODUL PRAKTIK KLINIK KETRAMPILAN DASAR KEBIDANAN 2015 A K A D E M I K E B I D A N A N G R I Y A H U S A D A S U R A B A Y A KETERAMPILAN KLINIK INJEKSI I. DISKRIPSI MODUL Pendahuluan Tujuan Metode Penuntun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini akan dibahas mengenai : Desain penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, tempat dan waktu penelitian, etika penelitian, tehnik pengumpulan data,

Lebih terperinci

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari : TASBI blok J No. 12, Medan Lampiran 1 DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama : Ade Indriya Tempat/Tanggal Lahir : Medan / 15 Januari 1991 Agama : Islam Alamat : TASBI blok J No. 12, Medan Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Dasar Swasta Bhayangkari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian ini adalah deskriptif dengan rancangan cross sectional, yaitu setiap variabel diobservasi hanya satu kali saja dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. desain deskriptif korelatif, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas

BAB III METODE PENELITIAN. desain deskriptif korelatif, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif korelatif, yaitu mencari hubungan antara variabel bebas

Lebih terperinci

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS

OBEDIENCE OF NURSE IN IMPLEMENTING STANDART OPERATING PROCEDURE OF INFUSION INSERTION WITH THE PHLEBITIS Kepatuhan Perawat dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus terhadap Phlebitis Ince Maria, Erlin Kurnia KEPATUHAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PEMASANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer.

BAB I PENDAHULUAN. bila upaya pencegahan infeksi tidak dikelola dengan baik. 2. berkembang menjadi sirosis hati maupun kanker hati primer. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Republik Indonesia tentang kesehatan No. 23 tahun 1992 pasal 10 menyatakan bahwa untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

BAB I PENDAHULUAN. kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berproliferasi didalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi adalah invasi tubuh oleh mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain penelitian 1. Rancangan Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey analitik, yang mana akan diteliti hubungan variabel dengan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1

BAB IV METODE PENELITIAN. Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis. Bagian /SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP Dr. Kariadi Semarang mulai 1 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang lingkup penelitian Disiplin ilmu yang terkait dengan penelitian ini adalah Ilmu Penyakit Dalam sub bagian Infeksi Tropis 4.2 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini

Lebih terperinci

*Korespondensi Penulis, Telp: , ABSTRAK

*Korespondensi Penulis, Telp: ,   ABSTRAK PENGARUH EFIKASI DIRI DAN DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP PENCEGAHAN KAKI DIABETIK PADA PASIEN RAWAT JALAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RSUD Dr. H. MOCH. ANSARI SALEH BANJARMASIN Rina Al-Kahfi 1, Adriana Palimbo

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah penelitian korelasi dimana akan menggali persepsi mengenai hemodialisis dengan tingkat kecemasan. Pendekatan yang digunakan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pemasangan infus termasuk kedalam tindakan invasif atau tindakan yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pemasangan infus adalah suatu prosedur pemberian cairan, elektrolit ataupun obat secara langsung kedalam pembuluh darah vena yang banyak dalam waktu yang

Lebih terperinci

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan urin.

Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifkan antara tingkat pengetahuan perawat dengan kepatuhan perawat dalam pelaksanaan SOP pemasangan urin. Hubungan Tingkat Pengetahuan Perawat Dengan Kepatuhan Dalam Pelaksanaan Standar Operating Prosedur (SOP) Pemasangan Kateter Urin Di Bangsal Rawat inap RSUD Panembahan Senopati Bantul Mohamad Judha INTISARI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang.

BAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian ini dilakukan adalah RSUP Dr. Kariadi Semarang. 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian respirologi. Ruang lingkup penelitian ini adalah ilmu kesehatan anak, sub ilmu 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Kerangka Konsep Variabel Bebas Variabel Terikat Pengetahuan pasien waktu pelayanan diloket Praktik Petugas Gambar 3.1 Kerangka Konsep B. Hipotesis 1. hubungan antara pengetahuan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat. : Permohonan menjadi responden Lampiran 1 LAMPIRAN Kepada Yth. Pasien rawat inap ruang Pinus Rumah Sakit Eka Tangerang Selatan Di tempat Hal : Permohonan menjadi responden Dengan hormat, Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa

Lebih terperinci

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013).

maupun sebagai masyarakat profesional (Nursalam, 2013). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan, menuntut perawat bekerja secara profesional yang didasarkan pada standar praktik keperawatan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. sistemik (Potter & Perry, 2005). Kriteria pasien dikatakan mengalami infeksi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembangnya mikroorganisme dalam tubuh yang menyebabkan sakit yang disertai dengan gejala klinis baik lokal maupun sistemik (Potter & Perry,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang dilakukan dengan metode onal dan dengan desain penelitian Cohort Prospektif. Menurut Hidayat (2010),

Lebih terperinci

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK Peminjaman dokumen rekam medis di rumah sakit digunakan

Lebih terperinci

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN

MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN MODUL KETERAMPILAN KLINIK ASUHAN KEBIDANAN AKADEMI KEBIDANAN GRIYA HUSADA SURABAYA PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN TAHUN 2013 i KATA PENGANTAR Dengan memanjadkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan metode diskriptif korelasional dan dengan

BAB III METODE PENELITIAN. eksperimental dengan metode diskriptif korelasional dan dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif non eksperimental dengan metode diskriptif korelasional dan dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS). Dampak dari proses pelayanan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan oleh masyarakat, maka rumah sakit dituntut untuk melaksanakan pengelolaan program Keselamatan dan Kesehatan

Lebih terperinci

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN PENELITIAN HUBUNGAN PRODUKTIFITAS PERAWAT DENGAN PENDOKUMENTASIAN BERKAS REKAM MEDIS DI RUMAH SAKIT Maria Lily Hozana*, Gustop Amatiria** *Perawat RS Panti Secanti Gisting **Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50%

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semua pasien yang dirawat di rumah rakit setiap tahun 50% mendapat terapi intravena (IV). Namun, terapi IV terjadi di semua lingkup pelayanan di rumah sakit yakni IGD,

Lebih terperinci

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal

Promotif, Vol.2 No.2 April 2013 Hal HUBUNGAN PENYAJIAN MAKANAN TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ANUNTALOKO PARIGI KABUPATEN PARIGI MOUTONG 1) Megawati 1) Bagian Gizi FKM Unismuh Palu ABSTRAK Pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DENGAN PRAKTIK PERAWAT DALAM PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL DIRUANG RAWAT INAP RUMAH SAKIT ISLAM KENDAL 3 Yunita Puspasari ABSTRAK Infeksi nosokomial dapat berasal dari pasien,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case 27 III. METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan case control, yaitu dimana efek diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor resiko

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs)

BAB 1 PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sasaran pembangunan milenium (Millennium Development Goals/MDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan pemerintah Indonesia, berbeda dengan Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. yang terdapat di RS PKU Muhammadiyah Gamping memiliki berbagai BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping yang menyediakan berbagai macam jenis pelayanan

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh

BAB 1 : PENDAHULUAN. keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis, serta pengobatan penyakit yang diderita oleh BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumah sakit adalah suatu organisasi tenaga medis professional yang terorganisasi serta sarana kedokteran yang permanen dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran,

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat

LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN. Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Infeksi Nosokomial Dan Kepatuhan Perawat Dalam Mencuci Tangan Cara Biasa Sesuai SOP

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1.Infeksi nosokomial 1.1 Pengertian infeksi nosokomial Nosocomial infection atau yang biasa disebut hospital acquired infection adalah infeksi yang didapat saat klien dirawat di

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Terhadap Kepatuhan Melakukan Cuci Tangan dengan Metode Hand Wash

Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Terhadap Kepatuhan Melakukan Cuci Tangan dengan Metode Hand Wash Hubungan Pengetahuan dan Sikap Mahasiswa Terhadap Kepatuhan Melakukan Cuci Tangan dengan Metode Hand Wash di IGD RSUD Dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga Endiyono 1*, Faisal Dwi Prasetyo 2 1,2 Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis korelasi dan pendekatan cross sectional. Penelitian deskriptif adalah

Lebih terperinci