MENGURAI NILAI-NILAI MORAL DALAM SATUA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA GLOBAL Oleh I Made Arsa Wiguna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MENGURAI NILAI-NILAI MORAL DALAM SATUA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA GLOBAL Oleh I Made Arsa Wiguna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar"

Transkripsi

1 MENGURAI NILAI-NILAI MORAL DALAM SATUA SEBAGAI MEDIA PENDIDIKAN KARAKTER DI ERA GLOBAL Oleh I Made Arsa Wiguna Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar Abstrak Satua merupakan bagian tak terpisahkan dari tradisi sastra lisan yang hidup dan berkembang di Bali. Keberadaanya mengalami dinamika seiring perkembangan jaman. Satua dalam konteksnya terdahulu merupakan media bagi orangtua untuk menidurkan anak, namun di era global ini keberadaan satua sangat dirindukan tidak hanya untuk tujuan sebelumnya, lebih daripada itu sebagai media untuk menanamkan pendidikan karakter pada anak termasuk nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya. Satua tidak hanya mengandung nilai hiburan, ada pula nilai-nilai moral, agama,dan kebudayaan yang ditampilkan secara implisit baik melalui kisah dengan tokoh binatang maupun manusia. Sedemikian berharganya satua tersebut hingga sangat disayangkan jika satua tidak dimanfaatkan dengan baik sebagai media pendidikan karakter. Nilai tentang perbuatan baik dan buruk serta pahalanya menjadi topik sebagian besar satuasatua Bali. Nilai moral inilah yang dapat dijadikan teladan umat manusia untuk mewujudkan karakter yang baik. Kata-kata kunci: Nilai-nilai Moral, Satua, Media Pendidikan Karakter, Era Global. Abstract Satua (fairytale)is an integral part of the oral literature tradition that lives and thrives in Bali. The existence is experiencing dynamically as the development of time. Satua in the previous context is a medium for parents to be put to the kids, but in this global era where satua is sorely missed not only for the purpose before, but also as a medium for imparting education on children's characters including moral values contained in it. Satua contains not only entertainment value, there are also moral values, religion, and culture which is implicitly shown through the story with animal and human figures. Satua is valuable, and its become unfortunate if it is not utilized properly as character education media. Value of the good and bad deeds and reward become a topic ofa largely satua - satua Bali. This is the moral value that can be used as an example of humanity to realize good character. Keywords: Moral values, Satua, Character Education Medium, Global Era. I. PENDAHULUAN Dewasa ini masyarakat dihadapkan pada situasi yang menuntut penyesuaian terhadap perubahan yang begitu cepat di hampir setiap lini kehidupan. Derasnya arus globalisasi amat sulit untuk dibendung, bahkan tidak jarang menimbulkan dampak yang mengkhawatirkan di tengah masyarakat, seperti fenomena menurunnya moral remaja sebagai akibat rendahnya pemahaman moral yang oleh Lickona (2013: 25) dinyatakan sebagai kegagalan etis serius di masyarakat. Sejalan dengan hal itu, Nashir (2013: 16) memandang bahwa pendidikan ternyata hanya melahirkan manusia-manusia yang cerdas otak dan keahliannya, tetapi lembek dan rapuh moral dan tingkah lakunya. Kecerdasan 232

2 otak dan keahlian bahkan disalahgunakan untuk melakukan sesuatu yang menyimpang, yang berlawanan dengan nilai-nilai moral, budaya, dan agama. Daryanto dan Darmiatun (2013: 4) menyatakan bahwa pendidikan sekarang ini masih melahirkan generasi yang ahli dalam pengetahuan sains dan teknologi, hal ini bukan merupakan suatu prestasi, karena pendidikan seharusnya menghasilkan generasi dengan kepribadian yang unggul dan sekaligus menguasai ilmu pengetahuan. Pihaknya menambahkan bahwa ada indikasi kuat pengembangan ilmu pengetahuan dan sains teknologi yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional tidak memiliki hubungan yang kuat dengan pendidikan karakter peserta didik. Padahal pembentukan karakter merupakan bagian pentingdari proses pendidikan. Pendidikan karakter memiliki peran yang sangat penting untuk memperkokoh mental dan karakter generasi muda agar sejalan dengan tujuan pendidikan yakni membentuk karakter yang baik (Narayana dalam Titib, 2003: 19). Untuk mewujudkan hal ini memang tidaklah mudah, namun dapat diupayakan dengan memanfaatkan media tertentu sebagai sarana untuk mentransmisi nilai-nilai pendidikan karakter. Salah satunya dengan upaya menggali kearifan lokal yang telah ada. Kearifan lokal diartikan sebagai kematangan masyarakat di tingkat komunitas lokal yang tercermin dalam sikap,perilaku, dan cara pandang masyarakat yang kondusif di dalam mengembangkan potensi dan sumber lokal (material dan non material) yang dapat dijadikan sebagai kekuatan di dalam mewujudkan perubahan ke arah yang lebih baik atau positif. Kearifan lokal dapat berupa tradisi yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Seperti halnya cerita rakyat yang menjadi milik suatu kebudayaan kolektif yang diwariskan secara turun temurun. Menurut Rampan (2014: 13) secara sederhana cerita rakyat memiliki beberapa fungsi yang pertama sebagai pelipur lara, kemudian fungsi selanjutnya sebagai sarana pendidikan sehingga sebagian besar cerita rakyat berisi kisah-kisah didaktik yang memperlihatkan tokoh-tokoh teguh dengan pendirian, berbudi pekerti luhur, jujur, setia, beriman, memiliki sifat-sifat ksatria, arif bijaksana, tujuannya untuk memberi teladan yang baik agar diikuti dan ditiru oleh masyarakat pendukungnya. Fungsi lainnya adalah sebagai kritik sosial atau protes sosial yang biasanya muncul karena ketidakpuasan masyarakat atas situasi atau suasana tertentu yang ada pada jamannya. Disamping itu, fungsi cerita rakyat adalah sebagai sarana untuk menyatakan sesuatu yang sukar dikatakan secara langsung. Satua sendiri merupakan cerita rakyat yang hidup dan berkembang di lingkungan masyarakat Bali, yang para tokohnya tidak hanya manusia namun juga binatang yang beraktivitas layaknya manusia. Sehingga banyak ditemukan kisah ketika seekor macan bisa berbicara kepada seorang manusia dan sejenisnya. Satua memiliki fungsi yang hampir sama dengan cerita rakyat, meskipun pada awalnya satua hanya digunakan oleh orangtua untuk menidurkan anak, namun kemudian berkembang menjadi sebuah media pendidikan. Dalam satua umumnya bercerita tentang hukum sebab akibat atau dalam bahasa keagamaan Hindu dikenal dengan istilah Karmaphala. Hal ini nampak wajar mengingat karmaphala merupakan bagian dari pokok keyakinan umat Hindu pada umumnya dan di Bali khususnya. Titib (2004: 281) menyatakan bahwa dasar dari etika dan moralitas Hindu adalah keyakinan yang mendalam terhadap kelahiran kembali yang merupakan rangkaian hukum karma. Setiap perbuatan pasti akan menimbulkan akibat. Hal itulah yang medominasi kisah dalam satua, disamping kisah yang bertemakan 233

3 lelucon, anekdot, atau kehidupan raja serta para pengikutnya, kesengsaraan yang berujung kebahagiaan, dan sebagainya. Satua yang kaya akan pesan moral hendaknya dapat disimak dan dijadikan teladan khususnya bagi generasi muda guna mewujudkan karakter yang baik. II. PEMBAHASAN Secara etimologi kata satua berasal dari kata sato (bahasa Bali) yang berarti binatang. Jadisatua adalah cerita tentang kehidupan binatang. Binatang dalam satua sering digambarkan mewakili kehidupan manusia sehingga diharapkan manusia dapat belajar dari kisah kehidupan binatang. Kehidupan binatang memberikan daya tarik tersendiri bagi anak-anak. Masjidi (2007: 32) mengungkapkan bahwa pada fase 6-12 tahun anak mulai fasih berbicara, berbahasa, sering bertanya memperkaya perbendaharaan kata, dan memperluas pengetahuannya, mereka sering membaca buku, terutama buku-buku yang mengisahkan tentang petualangan atau buku-buku yang menceritakan tentang kehidupan binatang. Sehingga dengan meyampaikan satua yang bercerita tentang kehidupan binatang yang beraktivitas layaknya manusia akan lebih mudah terekam dalam memori anak-anak. Satua termasuk ke dalam sastra lisan yang kemudian ditulis lebih lanjut. Seperti yang dinyatakan oleh Teeuw (2015: 214) bahwa baik sastra tertulis maupun sastra lisan masih hidup berdampingan dan sering ada keterpaduan. Sastra tertulis dalam prakteknya biasanya berfungsi sebagai sastra yang dibacakan, dan sebaliknya sastra lisan sering kemudian ditulis dan dijadikan sastra tulis. Satua yang merupakan sastra lisan sering ditulis untuk menjaga agar tradisi tersebut dapat terus terpelihara. Demikian pula menurut Suastika (2011: 15), satua merupakan cerita lisan berbentuk prosa yang disampaikan secara bebas, dengan menggunakan bahasa Bali kapara (lumrah) yang secara umum dikenal oleh masyarakat Bali dan tidak ada ikatan yang jelas seperti dalam puisi Bali yang disebut gaguritan. Lebih lanjut menurut Suastika bahwa satua juga memiliki kebebasan dalam pengungkapannya, seperti adanya kalimat narasi yang panjang dan pendek sesuai kebutuhan alur cerita, baik itu berupa kalimat tanya, adanya dialog berulang-ulang antar tokohnya, ada kata penanda untuk mempercepat alur dan ada bagian simpulan atau cerita selesai seperti misalnya asapunika, satuane puput. Jika dilihat jenis ceritanya, satua dapat dibagi menjadi fabel (tokoh binatang), legenda (kejadian suatu daerah dengan tokoh tertentu), dan mite (mitos yang mengacu kepada asal-usul atau kepercayaan yang diyakini kebenarannya. Sedangkan jika dilihat dari tokoh pelaku ceritanya, maka satua dibagi menjadi dua yaitu yang diperankan oleh tokoh binatang dan diperankanoleh tokoh manusia.satua mengandung pesan-pesan moral yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Menurut Suseno (1987: 19), kata moral selalu mengacu kepada baik buruknya manusia sebagai manusia, jadi bukan baik buruknya begitu saja sebagai profesi tertentu. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Bidang moral adalah bidang kehidupan manusia dilihat dari segi kebaikannya sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak ukur untuk menentukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia dilihat dari segi baik buruknya sebagai manusia dan bukan sebagai pelaku peran tertentu dan 234

4 terbatas. Titib (2011: 555) menyatakan bahwa ajaran moralitas menuntun umat manusia senantiasa untuk berbuat baik dan benar, menghindarkan diri dari perbuatan yang salah dan tidak benar. Moral erat kaitannya dengan karakter. Nilai-nilai moral dalam satua dapat dijadikan sebagai media pendidikan karakter terlebih di era global saat ini. Hal ini diperkuat oleh Ratna (2014: 645) yang menjelaskan bahwa pendidikan karakter dapat digunakan dimana saja, dalam hubungan apa saja. Para pendidik dapat menjelaskan secara panjang lebar bahwa setiap orang hendaknya melakukan tugasnya masing-masing sesuai dengan kemampuannya. Terkait pendidikan karakter dalam sebuah karya sastra (termasuk satua sebagai tradisi sastra lisan) maka unsur tokoh-tokoh dan pesanlah yang dianggap paling menentukan. Artinya para tokoh menyampaikan pesan, amanat, nasihat yang disampaikan melalui penggunaan bahasa yang indah dan estetis. Karya sastra menyajikan berbagai masalah dalam kaitannya pendidikan moral, budi pekerti dan tata susila serta nasihat-nasihat lainnya. Tidak ada karya sastra yang tidak mengandung pesan. Setiap karya sastra berfungsi untuk menyampaikan pesan-pesan dimaksud kepada masyarakat mengingat karya sastra pada dasarnya merupakan representasi dari masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan satua sebagai media pendidikan karakter, lebih lanjut penulis uraikan beberapa nilai moral yang dapat diteladani dalam satua-satua Bali. 2.1 Ketamakan Membawa Malapetaka Sifat tamak dalam ajaran agama Hindu merupakan bagian dari enam musuh dalam diri manusia (Sad Ripu). Keenam musuh ini paling sulit untuk dikendalikan yakni kama (nafsu), krodha (amarah), lobha (rakus/tamak), matsarya (iri hati), mada (mabuk), dan moha (bingung). Sifat tamak salah satunya ditampilkan oleh tokoh Men Sugih dalam satua Men Sugih teken Men Tiwas. Satua ini mengisahkan tentang kesenjangan sosial antara Men Sugih yang hidup bergelimang harta tapi kikir dan pelit, dengan Men Tiwas yang hidup di bawah garis kemiskinan namun memiliki hati yang mulia. Dalam beberapa kesempatan, Men Sugih sering meminta bantuan kepada Men Tiwas dan setelah itu ia memberikan hadiah berupa beras kepada Men Tiwas. Namun beberapa saat kemudian Men Sugih yang mendapati hasil pekerjaan Men Tiwas tidak sempurna, meminta kembali apa yang sudah ia berikan. Suatu ketika Men Tiwas pergi ke hutan mencari kayu bakar dan disana ada seekor kijang yang memintanya untuk memasukkan tangannya ke dalam pantat kijang itu lalu seketika tangan Men Tiwas dipenuhi perhiasan. Sesampainya di rumah, hal itu diketahui oleh Men Sugih yang ingin mendapatkan perhiasan seperti yang diperoleh Men Tiwas. Sifat tamak yang dimiliki oleh Men Sugih pada akhirnya menyebabkan ia menemui malapetaka seperti kutipan berikut. Buin manine Men Sugih mlali ka umah Men Tiwase matakon, "Ih Tiwas, dija Nyai maan mas selaka liu?". Masaut Men Tiwas, "Kene embok, ibi tiang luas ka lase ngalih saang teken paku lakar jukut, saget ada kidang, nunden tiang nyeluk jitne. Lantas seluk tiang, mara kedeng tiang limane ditu maan emas teken selaka liu." Mare ningih keto. Men Sugih ngencolang mulih. Manine Men Sugih ngemalunin luas ke alase, Men Sugih nyaru-nyaru buka anak tiwas, krasak-krosok ngalih saang teken paku. Saget teka Sang Kidang, "Nyen ento krasak-krosok?". Masaut Men Sugih, "Tiang Men Tiwas, uli puan tiang tuara nyakan". Men Sugih kendel pesan kenehne. Lantas masaut Sang Kidang, "Ih 235

5 Tiwas, mai seluk jit nirane!". Mara keto lantas seluka jit kidange, laut kijem jit kidange, Men Sugih paide abana ka dui-duine. Men Sugih ngeling aduh-aduh katulung-tulung,"nunas ica tulung tiang, tiang kapok!". Teked di pangkunge mara Men Sugih lebanga, awakne telah babak belur tur pingsan. Disubane inget ia magaang mulih. Teked jumahne lantas ia gelem makelo-kelo laut ngemasin mati. Keto suba upah anake lobha tur iri ati. Keesokan harinya Men Sugih pergi ke rumah Men Tiwas dan bertanya, Eh Tiwas, dimana kamu dapat emas dan slaka (sejenis perak) yang banyak? Men Tiwas menjawab. Begini mbak, kemarin sewaktu saya pergi ke hutan mencari kayu bakar dan sayur paku, tiba-tiba ada seekor kijang yang menyuruh saya untuk memasukkan tangan ke lobang pantatnya. Lalu saya masukkan tangan dan begitu saya keluarkan tangan saya dipenuhi emas dan slaka. Mendengar hal itu, Men Sugih secepatnya pulang dan keesokan harinya ia pergi mendahului ke hutan dan berpura-pura menjadi orang miskin mencari kayu bakar dan sayur paku. Tiba-tiba datang Sang Kijang dan bertanya. Siapa itu disana? Men Sugih menjawab, Saya Men Tiwas, sejak dua hari saya tidak memasak. Men Sugih merasa sangat senang, lalu Sang Kijang berkata, Eh Tiwas kemari masukkan tanganmu ke lobang pantatku! Lalu ia memasukkan tangannya dan tangannya dijepit. Men Sugih lantas diseret ke semak-semak berduri. Men Sugih menangis minta tolong, tolong saya, saya kapok Sesampainya di jurang, barulah Men Sugih dilepaskan, badannya terluka hingga ia pingsan. Setelah sadar ia merangkak pulang dan sesampainya di rumah ia jatuh sakit dan lama kelamaan lantas mati. Itulah akibat orang yang tamak/ rakus dan iri hati. Satua tersebut mengandung nilai moral bahwa orang yang tamak dan iri hati tidak akan pernah puas dengan apa yang ia miliki dan karena tidak bisa mengendalikan sifat itu, ia akan mendapatkan malapetaka. Di jaman sekarang, tidak sedikit orang yang memiliki sifat tamak, tidak puas dengan kekayaan yang dimiliki, bahkan oknum yang memiliki kekuasaan tidak jarang menyalahgunakan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri. Kasus korupsi sebagai salah satu indikator ketamakan yang akan menyengsarakan si pelaku itu sendiri. Satua Men Sugih dan Men Tiwas menyerupai gambaran manusia modern saat ini yang diliputi sifat tamak dan terlihat jelas kesenjangan sosial yang ada. Satua itu hendaknya dapat dijadikan cerminan dan teladan tentang akibat dari baik buruknya perbuatan manusia. Demikian pula dalan satua I Tuma teken Titih (semacam kutu), dan sosok I Titih mewakili karakter orang yang diliputi oleh lobha atau kerakusan dan ketamakan. Ia sudah diperingatkan oleh I Tuma agar jangan sekali-kali menggigit sang raja yang belum tertidur pulas, tapi ia karena diliputi lobha maka akhirnya menemui ajalnya. Selengkapnya sebagai berikut: Ih Titih, lamun suba pituwi saja buka omong caine, bapa nyak ngajak cai dini. Kewala ene ingetang pitutur bapane. Eda pesan cai ngulurin lobhan keneh caine. Anake ane lobha, tusing buungan lakar nepukin sengkala. Lenan teken ento, tusing pesan dadi iri hati, kerana doyan liu ngelah musuh. Apang cai bisa malajahang kadharman. Keto pamunyinne I Tuma teken I Titih. Jani suba ia makakasihan. I Titih lega pesan kenehne dadi sisian I Tuma. Sedek dina anu, ida anake agung merem-mereman. Saget I Titih lakar ngutgut. Ngomong I Tuma, 236

6 Ih Tittih,eda malu ngutgut ida anake agung. Kerana ida tonden sirep. Nanging I Titih bengkung, tusing dadi orahin, lantas ia sahasa ngutgut ida anake agung. Ida anake agung tengkejut lantas matangi. Ditu ida ngandikang parekanne ngeliin I Titih. Parekanne lantas ngeliin. Mara kebitanga di batan tilame, tepukina I Titih lua muani, lantas matianga. Buin alih-alihina, tepukina I Tuma di lepitan kasure. Ditu lantas matianga. Pamragat mati I Tuma ajaka I Titih. Keto katuturan anake ane lobha, tusing bisa ngeret indria, tan urungan lakar nepukin sengkala. Eh Titih, kalau memang seperti itu, aku bersedia menerimamu disini. Tetapi ingat omonganku. Jangan sekali-kali kamu terbawa nafsu serakah dan tamak. Orang yang tamak tidak urung akan mendapatkan malapetaka. Selain itu, tidak boleh iri hati, karena banyak punya musuh. Supaya kamu bisa belajar kebenaran. Itu nasehat Tuma kepada Titih dan mereka akhirnya berteman. Titih senang bisa menjadi teman sekaligus murid dari Tuma. Suatu hari, sang raja sedang tidurtiduran, lalu Tuma akan menggigit beliau, lalu Tuma berkata, Eh Titih, nanti dulu, jangan gigit dulu, karena beliau belum tertidur. Akan tetapi Titih membandel dan ia menggigit sang raja hingga beliau kaget dan terbangun. Lalu beliau memanggil anak buahnya untuk mencari Titih dan akhirnya ditemukan Titih laki dan perempuan. Tuma juga ditemukan di lipatan kasur beliau, dan pada akhirnya Tuma dan Titih dibunuh dan mati. Itulah akibat orang yang rakus, tamak, tidak bisa mengendalikan nafsu, tidak urung akan menemui malapetaka. Tentunya tokoh I Titih dalam satua tersebut kembali mengajarkan kepada umat manusia bahwa sifat tamak hanya akan membawa malapetaka. Dalam susastra Hindu seperti Bhagavad Gita XVI.20 sudah dijelaskan sebagai berikut: Triwidham naraksye dam Dwaram nasanam atmanah Kamah krodhas tatha lobhas Tasmad etat trayam trajet Artinya : Ini pintu gerbang ke neraka, jalan menuju jurang kehancuran diri, ada tiga yaitu Kama, Krodah dan Lobha, oleh karena itu ketiga-tiganya harus ditinggalkan. Nilai moral dalam satua tersebut bisa ditanamkan kepada anak agar selalu melekat di ingatan anak bahwa sifat-sifat tamak, rakus, dan sejenisnya adalah sifat yang tidak baik dan tidak pantas ditiru. 2.2 Hukum Karma (Karmaphala) Satua-satua di Bali hampir sebagian besar didominasi oleh kisah tentang hukum karma atau yang lebih dikenal dengan karmaphala. Kata karmaphala terdiri atas dua kata dan berasal dari bahasa Sanskrta yakni karma yang berarti perbuatan dan phala yang berarti hasil. Jadi karma phala berarti hasil dari perbuatan seseorang. Hukum karmaphala menjadi bagian dari keyakinan umat Hindu. Netra (2009: 29) menjelaskan bahwa dalam agama Hindu dikenal tiga jenis ajaran karmaphala yakni Sancita, Prarabda, dan Kryamanakarmaphala. SancitaKarmaphala adalah hasil perbuatan yang tidak habis dinikmati di kehidupan terdahulu, dan merupakan benih yang menentukan kehidupan sekarang. Prarabdakarmaphala adalah hasil perbuatan pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi. Sedangkan Kryamanakarmaphala adalah hasil perbuatan yang 237

7 tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus dinikmati pada kehidupan yang akan datang. Seperti satua I Lutung teken Kekua yang berawal dari ajakan I Lutung kepada Kekua untuk mencari pisang di kebun milik Kaki Perodong di seberang sungai. I Lutung meminta Kekua untuk menggendongnya sambil berenang melewati sungai tersebut. I Lutung berjanji bahwa ia akan memanjat pohon pisang, Kekua menunggu di bawah, dan setelah dapat memetik tiga buah pisang, satu buah akan diberikan Kekua, dan dua buah menjadi milik I Lutung. Akan tetapi sesampainya disana, I Lutung ingkar janji. Selengkapnya sebagai berikut: Gelisang satua I Lutung ngempok biu masane nasak duang bulih, tur peluta amaha maka dadua. I kekua baanga kulitne dogen. Makelo-kelo I Kekua gedeg sawireh I Lutung tusing satunit teken janji. Jeg ia pragat maan kulit biune dogen. Sedeng iteha I Lutung ngamah biu, lantas teka I Kaki Perodong ngaba tumbak lanying tur ngomong, " Bah, ne I Lutung ngamah biune, jani lakar matiang!". I Kekua mengkeb di beten punyan biune, Kaki Perodong majalan adeng-adeng ngintip I Lutung.I Lutung kaliwat demen kenehne ngamah biu nasak, tusing tau teken ketekan baya, iteh ngamah biu nasak di punya. Sedeng iteha I Lutung ngamah biu lantas katumbak baan I Kaki Perodong beneng lambungne. I Lutung maglebug ulung ka tanahe lantas mati. Bangken I Lutung tadtade kapondoke bani Kaki Perodong.Keto suba upah anake demen mamaling tur demen nguluk-nguluk timpal. I Lutung memetik pisang mas dua buah, dikupas dan dimakan sendiri, Kekua hanya diberikan kulitnya saja. Lama-lama Kekua marah karena I Lutung ingkar janji. Sedang enaknya I Lutung makan pisang, tiba-tiba datang I Kaki Perodong membawa tombak dan berkata, Oh ini I Lutung yang memakan pisangku, aku bunuh saja. I Lutung tidak tahu kalau bahaya sedang mengancamnya. Tanpa disadari, I Kaki Perodong menusuk I Lutung hingga mengenai lambungnya dan akhirnya mati. Itulah akibat orang yang suka mencuri dan berbohong atau memperdaya teman. Mencuri, berbohong merupakan sikap yang tidak baik, anak harus dilatih dan dididik sedari kecil agar menghindari sikap-sikap seperti itu melalui media satua tersebut. Perbuatan yang tidak baik akan mendatangkan akibat yang tidak baik pula, demikian sebaliknya, dan hal itu yang harus selalu ditanamkan kepada anak. 2.3 Cintah Kasih Ajaran cinta kasih dalam agama Hindu merupakan bagian dari Catur Paramitha. Subagiasta (2007:11) menyatakan bahwa Catur Paramita adalah empat jenis perilaku manusia yang luhur dan mulia. Pembagiannya meliputi: 1) Maitri yang berarti kelembutan dalam bergaul atau persahabatan, 2) Karuna yang berarti berprilaku penuh belas kasihan, 3) Mudita artinya dapat berperilaku ceria, gembira serta bahagia, dan 4) Upeksa sikap yang mulia untuk menghargai dan menghormati mahkluk lainnya. Sikap Maitri misalnya ditunjukkan oleh tokoh I Lacur dalam satua I Lacur yang menceritakan seorang anak yang miskin namun sangat ulet dalam bekerja, bergaul dengan siapa saja dan tidak pernah memilih dalam berteman. Dalam hal menolong pun ia tidak pernah memilih seperti kutipan berikut: 238

8 Sedek dina anu ada kone layangan memegat tur engsut di punya kayune. I Lacur ajake timpal-timpalne nguber layangane ento. Ditu I Klaleng timpal I Lacure ane taen mlegendahang I Lacur menek ka punyan kayune ento ngalih layangan. Tonden teked baduur I Klaleng ulung. Ngaduh-ngaduh I Klaleng ngorang sakit. Mirib suba elung batisne. Ditu lantas I Lacur ngandong I Klaleng mulih ka umahne. Diapin je I Klaleng taen mlegendahang dewekne, I Lacur nyak masih nulungin I Klaleng. Ditu Lantas I Klaleng nyuksemaang pesan parisolahne I Lacur Suatu hari, ada layangan putus dan nyangkut di pohon kayu. I Lacur dan teman-temannya mengejar layangan itu. I Klaleng temannya I Lacur yang pernah mengolok-ngoloknya, naik ke pohon kayu itu encari layangan. Belum samapai di atas, ia sudah terjatuh dan kesakitan minta tolong. I Lacur tanpa pikir panjang menggendong I Klaleng sampai di rumahnya. Meskipun ia pernah diolok-olok, namun ia tetap mau menolong I Klaleng. Disana akhirnya I Klaleng berterimakasih atas perlakuan I Lacur. 2.4 Menghargai dan Menghormati Makluk lain Sikap menghargai dan menghormati mahkluk lain (Upeksa) disampaikan melalui kisah Pan Dana yang memiliki tiga binatang peliharaan yakni anjing, kucing dan tikus. Ketiganya telah berjasa membantu Pan Dana mengambil kembali cincin emas ajaib yang telah ditukarkan oleh seorang pande (pembuat perkakas) tanpa sepengetahuan Pan Dana. Kutipannya sebagai berikut: Disubanne teked di umah pandene, sang meong adjaka sang bikul matjelep mulihan, sang tjitjing nongosin diwangan. Ditu lantas sang bikul itep ngarepet peti, wadah bungkunge, sang meong itep ia mamunji, muah sang tjitjing itep ia ngongkong. Disubanne bakatanga bungkunge teken sang bikul, lantas ia mulih adjaka makedjang, tur bungkunge ento baang kone pamekelne.katjarita Pan Dana sajang pesan kone ia teken ubuhane makatatelu ento, tur dimatinne makedjang kone abena, tjara ngabenang djelema. Sesampainya di rumah sang pande, sang kucing dan sang tikus masuk ke rumahnya dan sang anjing menunggu di luar. Sang tikus lalu menggerogoti peti tempat cincin itu, sang kucing mengeong, sang anjing menggonggong. Setelah cincin itu diperoleh mereka pulang bersama-sama. Diceritakan Pan Dana sangat menyayangi binatang peliharaannya itu dan ketika mereka mati, mereka diupacarai layaknya upacara ngaben pada manusia. Satua ini sifatnya menghibur namun ada nilai moral yang terkandung di dalamnya yakni menghargai dan menghormati mahkluk lain. Ini sebagai pelajaran penting bagi umat manusia saat ini, karena rasa penghormatan dan penghargaan kepada orang lain sudah berkurang apalagi menghargai mahkluk hidup lainnya seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan. Penting untuk mendidik anak agar belajar menghargai dan menghormati sesama, karena semua mahkluk berasal dari dan kembali kepada sumber yang sama yakni Tuhan. 2.5 Suka Menolong Sikap suka menolong menjadi hal mendasar bagi manusia sebagai mahkluk sosial, meskipun pada kenyataannya tidak mutlak demikian adanya. 239

9 Sikap ini ditunjukkan oleh Pan Dana dalam satua Pan Laba teken Pan Dana seperti kutipan berikut. Pan Dana goroh tur kapiolasan teken anak latjur, ento kerana ia tiwas. Katjaritanan sugih kone suba Pan Dana, njumingkinang kone ia dana, tulung teken anak latjur awanan makedjang anake latjur ditu ngedalem teken Pan Dana. Pan Dana sangat dermawan meskipun ia orang tak mampu (miskin). Diceritakan Pan Dana kemudian kaya raya, dan justru ia semakin dermawan, membantu orang yang memerlukan, hingga ia disegani. Demikian pula halnya dalam satua I Angsa teken Empas yang mengisahkan persahabatn antara Angsa dengan Empas, dan ketika mereka hendak meninggalkan telaga yang terancam kekeringan, Empas yang tidak bisa terbang dibantu oleh Angsa dan dibawa ikut serta terbang. Empas diminta untuk menggigit ranting pohon kopi yang juga digigit oleh Angsa. Umat manusia diajarkan untuk meneladani kedua tokoh dalam satua di atas, menolong dengan iklhas karena panggilan hati dan tanpa motif apapun. III. PENUTUP Satua yang hidup dan berkembang di Bali tidak hanya sebagai media hiburan semata, namun terpenting adalah fungsinya sebagai media pendidikan khususnya pendidikan karakter. Di dalam satua terselip nilai-nilai moral yang hendaknya dapat dijadikan teladan oleh umat manusia terlebih di era global yang penuh dinamika dan tantangan ini. DAFTAR PUSTAKA Daryanto, dan Suryatri Darmiatun Impelementasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Gava Media Masjidi, Noviar Agar Anak Suka Membaca, Sebuah Panduan Bagi Orang Tua. Yogyakarta: Media Insani. Nashir, Haedar Pendidikan Karakter Berbasis Agama & Budaya. Yogyakarta: Multi Presindo. Netra, Anak Agung Gde Oka Tuntunan Dasar Agama Hindu. Denpasar: Widya Dharma. Lickona, Thomas Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi Pintar dan Baik.Bandung: Nusamedia. Pudja, Gde Bhagavadgita (Pancama Weda). Jakarta: Pustaka Mitra Jaya. Rampan, Korrie Layun Teknik Menulis Cerita Rakyat. Bandung: Yrama Widya. Ratna, Nyoman Kutha Peranan Karya Sastra, Seni, dan Budaya dalam Pendidikan Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Satua-satua Bali. Tt. Widya Wahana Library Collection Suastika, I Made Tradisi Sastra Lisan (Satua) di Bali. Kajian Bentuk, Fungsi, dan Makna. Denpasar: Pustaka Larasan. Subagiasta, Ketut Etika Pendidikan Agama Hindu. Surabaya: Paramita Suseno, Franz Magnis Etika Dasar Masalah-masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta : Kanisius Teeuw, A Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: PT. Dunia Pustaka Jaya. 240

10 Titib, I Made Purana, Sumber Ajaran Hindu Komprehensip. Surabaya: Paramita. Titib, I Made Menumbuhkembangkan Pendidikan Budhi Pekerti pada Anak (Perspektif Hindu). Jakarta: Ganeca Exact. 241

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng

BAB I PENDAHULUAN. (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Satua merupakan salah satu karya sastra dari kesusastraan Bali purwa (tradisional) yang banyak ditemukan dalam masyarakat Bali. Satua atau dongeng (bahasa Indonesia)

Lebih terperinci

Liburan 63. Bab 6. Liburan

Liburan 63. Bab 6. Liburan Liburan 63 Bab 6 Liburan Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari bab ini kamu diharapkan mampu: 1) mengomentari tokoh cerita Gara-gara Tape Recorder ; 2) memberikan tanggapan dan saran tehadap suatu masalah;

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.9 1. Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh teriakan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.6 1. Bacaan untuk soal nomor 2-4 Di suatu siang yang terik, seekor burung pipit tengah asik menikmati buah Delima kesukaannya. Tiba-tiba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cerita rakyat merupakan salah satu bagian dari budaya yang harus dilestarikan karena selain sebagai hiburan, cerita rakyat kaya akan nilai-nilai etika dan kearifan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Atik Rahmaniyar, 2015 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan karakter secara eksplisit maupun implisit telah terbentuk dalam berbagai mata pelajaran yang diajarkan. Melalui pendidikan karakter diharapkan

Lebih terperinci

PROCEEDING Seminar Nasional Psikometri UPAYA MENGENALKAN INDAHNYA PERSAHABATAN : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERKARAKTER

PROCEEDING Seminar Nasional Psikometri UPAYA MENGENALKAN INDAHNYA PERSAHABATAN : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERKARAKTER UPAYA MENGENALKAN INDAHNYA PERSAHABATAN : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN BERKARAKTER Hastari Mayrita Pos-el: mayrita_hastari@yahoo.com Dosen Universitas Bina Darma, Palembang Abstrak. Kurikulum 2013 adalah kurikulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

TOKOH, PENOKOHAN CERITA DONGENG PUTRI CINDERELLA DENGAN BAWANG MERAH BAWANG PUTIH DAN PERBANDINGANNYA (SUATU TINJAUAN STRUKTURAL DAN DIDAKTIS) OLEH

TOKOH, PENOKOHAN CERITA DONGENG PUTRI CINDERELLA DENGAN BAWANG MERAH BAWANG PUTIH DAN PERBANDINGANNYA (SUATU TINJAUAN STRUKTURAL DAN DIDAKTIS) OLEH TOKOH, PENOKOHAN CERITA DONGENG PUTRI CINDERELLA DENGAN BAWANG MERAH BAWANG PUTIH DAN PERBANDINGANNYA (SUATU TINJAUAN STRUKTURAL DAN DIDAKTIS) OLEH Nuryana Huna Dr. Ellyana G. Hinta, M. Hum Dr. Sance A.

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan

BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG. lampau yang menjadi ciri khas setiap bangsa dengan kultur budaya dan BAB II GAMBARAN UMUM CERITA RAKYAT LUTUNG KASARUNG 2.1 Cerita Rakyat Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat. Cerita rakyat atau legenda adalah cerita pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra tidak dapat dipahami secara lengkap apabila dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya (Grebstein dalam Damono,

Lebih terperinci

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar BHAKTI ANAK TERHADAP ORANG TUA (MENURUT AJARAN AGAMA HINDU) Oleh Heny Perbowosari Dosen Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar henysari74@gmail.com ABSTRAK Dalam pengenalan ajaran agama tidak luput dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang kaya kebudayaan. Kebudayaan tersebut tersebar di daerah-daerah sehingga setiap daerah memiliki kebudayaan yang berbeda-beda.

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Metode Guru Dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Terhadap Anak. Usia Dini Di TK Dharma wanita 1 Durenan kab Trenggalek

BAB V PEMBAHASAN. A. Metode Guru Dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Terhadap Anak. Usia Dini Di TK Dharma wanita 1 Durenan kab Trenggalek BAB V PEMBAHASAN A. Metode Guru Dalam Menanamkan Pendidikan Karakter Terhadap Anak Usia Dini Di TK Dharma wanita 1 Durenan kab Trenggalek Pada hakikatnya pendidikan karakter merupakan suatu sistem yang

Lebih terperinci

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK

LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK LANDASAN PENDIDIKAN PENDIDIKAN YANG BERLANDASKAN CATUR PURUSA ARTHA DALAM MEMBENTUK KARAKTER PESERTA DIDIK Dosen : Dr. I Ketut Sudarsana, S.Ag., M.Pd.H OLEH: I PUTU CANDRA SATRYASTINA 15.1.2.5.2.0800 PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman,

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.3

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.3 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.3 1. Sesampainya di ladang, Kancil segera mencari tempat yang tersembunyi. Saat itu Pak Tani sedang menanam timun. Kata kerja

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6

SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6 SMP kelas 8 - BAHASA INDONESIA BAB 1. TEKS CERITA MORAL/FABELLatihan Soal 1.6 1. Merpati, Elang, dan Bangau akan pamer kecepatan. Setelah semua siap, Rajawali memberi aba-aba. Tapi belum hitungan ketiga,

Lebih terperinci

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR

INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR INTEGRASI KEARIFAN LOKAL DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK SEKOLAH DASAR Oleh: I Made Sedana, S.Pd., M.Pd.. Abstrak Sekolah merupakan institusi sosial yang dibangun untuk meningkatkan kualitas hidup manusia.

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG

BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG 77 BAB IV ANALISIS PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI LINGKUNGAN KELUARGA DALAM MEMBENTUK AKHLAQUL KARIMAH PADA REMAJA DI DUSUN KAUMAN PETARUKAN PEMALANG A. Analisis Tentang Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang

BAB I PENDAHULUAN. hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki banyak folklor yang telah berkembang dari dulu hingga sekarang. Folklor termasuk dalam suatu kebudayaan turun-temurun yang dimiliki oleh masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN

BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN BAB IV ANALISIS PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DALAM KELUARGA NELAYAN DI DESA PECAKARAN KEC.WONOKERTO KAB. PEKALONGAN A. Analisis Tujuan Pendidikan Akhlak Anak dalam Keluarga Nelayan di Desa Pecakaran Kec. Wonokerto.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran

BAB I PENDAHULUAN. yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa dan sastra adalah cermin kebudayaan dan sebagai rekaman budaya yang telah mengalami perkembangan selama lebih dari bertahun-tahun. Peran penting bahasa dan

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota.

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL BAB 7. Sikap berhati hati diperlukan saat kita bepergian ke luar kota. 1. Perhatikan pantun berikut!! Hati hatilah menyeberang Jangan sampai titian patah Hati hatilah di rantau orang Jangan sampai berbuat salah SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALATIHAN SOAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan sistem nilai yang terkandung dalam sebuah masyarakat. Kebudayaan Indonesia sangat beragam. Pengaruh-pengaruh kebudayaan yang membentuk lapis-lapis

Lebih terperinci

UNSUR PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA DALAM KEARIFAN LOKAL BALI. Suci Budiwaty

UNSUR PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA DALAM KEARIFAN LOKAL BALI. Suci Budiwaty UNSUR PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA DALAM KEARIFAN LOKAL BALI Suci Budiwaty Fakultas Sastra Universitas Gunadarma (e-mail: suci_budiwaty@staff.gunadarma.ac.id) Abstract: Unsur Pembangunan Karakter Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah bentuk dari proses pembelajaran manusia mengenai berbagai macam hal didunia. Setiap manusia harus mendapatkan pendidikan yang mampu mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu berada dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Kehadiran sastra di tengah peradaban manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain

BAB I PENDAHULUAN. lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Teori sastra modern membagi jenis sastra menjadi tiga, yaitu prosa, lirik dan drama. Karya sastra yang termasuk ke dalam prosa antara lain novel, cerita pendek,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bercerita memang mengasyikkan untuk semua orang. Kegiatan bercerita dapat dijadikan sebagai wahana untuk membangun karakter seseorang terutama anak kecil. Bercerita

Lebih terperinci

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Image type unknown http://majalahmataair.co.id/upload_article_img/bagaimana memotivasi anak belajar.jpg Bagaimana Memotivasi Anak Belajar? Seberapa sering kita mendengar ucapan Aku benci matematika atau

Lebih terperinci

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.11

SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.11 SD kelas 6 - BAHASA INDONESIA BAB 7. MEMBACA SASTRALatihan Soal 7.11 1. Kemarin, Hana menerima undangan dari Ibu guru Santi. Bu Santi akan merayakan pesta ulang tahun ke-26 pada sabtu ini. Sekarang baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang kaya akan cerita dongeng. Dongeng merupakan bentuk sastra lama yang bercerita tentang suatu kejadian yang luar biasa yang penuh khayalan

Lebih terperinci

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008

DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A. Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 DESKRIPSI KARYA TARI KREASI S O M Y A Dipentaskan pada Festival Nasional Tari Tradisional Indonesia di Jakarta Convention Centre 4-8 Juni 2008 Oleh: I Gede Oka Surya Negara, SST.,MSn JURUSAN SENI TARI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan elemen yang sangat penting dalam perkembangan sebuah negara. Untuk menyukseskan program-program pendidikan yang ada diperlukan kerja keras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan termasuk salah satu dasar pengembangan karakter seseorang. Karakter merupakan sifat alami jiwa manusia yang telah melekat sejak lahir (Wibowo, 2013:

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG

BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG BAB IV ANALISIS UPAYA GURU PAI DALAM MEMBINA MORAL SISWA SMP NEGERI 1 KANDEMAN BATANG A. Analisis tentang Upaya Guru PAI dalam Membina Moral Siswa SMP Negeri 1 Kandeman Batang Sekolah adalah lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Visi, misi, dan tujuan pendidikan nasional harus mencerminkan kemampuan sistem pendidikan nasional untuk mengakomodasi berbagi tuntutan peran yang multidimensional.

Lebih terperinci

ARTIKEL KARYA SENI PENERAPAN MESATUA BALI SEBAGAI EKSPRESI MEDIA BERMAIN DRAMA MONOLOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 24

ARTIKEL KARYA SENI PENERAPAN MESATUA BALI SEBAGAI EKSPRESI MEDIA BERMAIN DRAMA MONOLOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 24 ARTIKEL KARYA SENI PENERAPAN MESATUA BALI SEBAGAI EKSPRESI MEDIA BERMAIN DRAMA MONOLOG PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI 24 DAUH PURI KECAMATAN DENPASAR BARAT Oleh : I WAYAN SUWEKA MULYAWAN PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract

PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI. Abstract 1 PERBANDINGAN NILAI BUDAYA DALAM DONGENG JEPANG DAN DONGENG BALI Ida Bagus Gede Candra Prayoga Program Studi Sastra Jepang, Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana Abstract Cultural values are

Lebih terperinci

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan

formal, non formal, dan informal. Taman kanak-kanak (TK) adalah pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu proses yang terus menerus berlangsung dan menjadi dasar bagi kelangsungan kehidupan manusia. Undangundang nomor

Lebih terperinci

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) (Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014) Para Ibu/Bapak, Suster/Bruder/Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang yang terkasih dalam Kristus, 1. Bersama dengan

Lebih terperinci

WACANA PERSAHABATAN DALAM KUMPULAN SATUA I PUNYAN KEPUH TEKEN I GOAK. Ni Nyoman Yuliawati Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Unud.

WACANA PERSAHABATAN DALAM KUMPULAN SATUA I PUNYAN KEPUH TEKEN I GOAK. Ni Nyoman Yuliawati Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Unud. 1 WACANA PERSAHABATAN DALAM KUMPULAN SATUA I PUNYAN KEPUH TEKEN I GOAK Ni Nyoman Yuliawati Program Studi Sastra Bali Fakultas Sastra Unud Abstract Research "Discourse Friendship in corps Satua I Punyan

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI TEKS SATUA I GANTI TEKEN I LACUR. I Putu Ari Dharma Minarta Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra

ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI TEKS SATUA I GANTI TEKEN I LACUR. I Putu Ari Dharma Minarta Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra 1 ANALISIS STRUKTUR DAN NILAI TEKS SATUA I GANTI TEKEN I LACUR I Putu Ari Dharma Minarta Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra ABSTRACT Analyse about structure and assess in Text of Satua I Ganti teken I

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni,

BAB I PENDAHULUAN. berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat. Mitchell (dalam Nurgiyantoro, 2005 : 163) yakni, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra daerah merupakan bagian dari suatu kebudayaan yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Kehidupan sastra daerah itu dapat dikatakan masih

Lebih terperinci

Sekali pun Telah Berlalu Namun Tetap Ada Harapan

Sekali pun Telah Berlalu Namun Tetap Ada Harapan Sekali pun Telah Berlalu Namun Tetap Ada Harapan Sektor Petrus & Paulus Paroki Tritunggal Mahakudus Tuka Rabu, 25 September 2013 A. Perjalanan Hidup Perjalanan hidup manusia di dunia ini dapat dikelompokkan

Lebih terperinci

1. Siapa berjalan pada jalannya sampai.

1. Siapa berjalan pada jalannya sampai. 1 2 3 4 1. Siapa berjalan pada jalannya sampai. 2. Siapa bersungguh-sungguh, mendapat. 3. Siapa yang sabar beruntung. 4. Siapa sedikit kejujurannya, sedikit temannya. 5. Pergaulilah orang yang punya kejujuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok digilib.uns.ac.id BAB V PENUTUP A. Simpulan Fokus kajian dalam penelitian ini adalah menemukan benang merah hubungan intertekstual antara novel Tantri Perempuan yang Bercerita karya Cok Sawitri terhadap

Lebih terperinci

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK

MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK KARAKTER YANG BAIK dan KARAKTER SEPERTI KRISTUS, apa bedanya? Oleh : G.I. Magdalena Pranata Santoso, D.Min. Pendahuluan Meskipun akhir-akhir ini semakin banyak orang tua

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN BERAGAMA REMAJA MUSLIM DENGAN MOTIVASI MENUNTUT ILMU DI PONDOK PESANTREN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu

BAB 1 PENDAHULUAN. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembicaraan karya sastra tidak lepas dari penilaian-penilaian. Pradopo (1988:45-58) memberi batasan, bahwa karya sastra yang bermutu seni adalah yang imajinatif,

Lebih terperinci

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu

Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Rangkuman Kata Mutiara Tentang Waktu Ambillah waktu untuk berfikir, itu adalah sumber kekuatan. Ambillah waktu untuk bermain, itu adalah rahasia dari masa muda yang abadi. Ambillah waktu untuk berdoa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita

BAB I PENDAHULUAN. budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa. Pada umumnya, cerita BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat Indonesia memiliki banyak cerita rakyat atau dongeng berbentuk fabel. Cerita rakyat adalah cerita yang berasal dari masyarakat dan berkembang dalam masyarakat

Lebih terperinci

Kata kunci: ungkapan, ora ilok, pengajaran, budi pekerti

Kata kunci: ungkapan, ora ilok, pengajaran, budi pekerti Ungkapan ora ilok (larangan) pada masyarakat Jawa di Jawa Timur sebagai pengajaran berbudi pekerti Siti Komariyah Balai Bahasa Surabaya abstrak Ungakapan ora ilok (larangan) dalam bahasa Jawa, pada masyarakat

Lebih terperinci

Bermainku adalah Belajar

Bermainku adalah Belajar Bermainku adalah Belajar Oleh : Ani Mutiatun, S.Pd. Saya teringat saat-saat masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Telinga saya bagian kiri dijewer hingga sakit oleh Bu guru yang mengajar. Saat itu pelajaran

Lebih terperinci

Belajar Memahami Drama

Belajar Memahami Drama 8 Belajar Memahami Drama Menonton drama adalah kegiatan yang menyenangkan. Selain mendapat hiburan, kamu akan mendapat banyak pelajaran yang berharga. Untuk memahami sebuah drama, kamu dapat memulainya

Lebih terperinci

Bab 6. Persahabatan. M e n u U t a m a. Peta Konsep. M e n u T a m b a h a n. Persahabatan. Memahami cerita dan teks drama. Bertelepon dan bercerita

Bab 6. Persahabatan. M e n u U t a m a. Peta Konsep. M e n u T a m b a h a n. Persahabatan. Memahami cerita dan teks drama. Bertelepon dan bercerita Bab 6 Persahabatan M e n u U t a m a Peta Konsep Persahabatan dibahas Memahami cerita dan teks drama Bertelepon dan bercerita Memahami teks Menulis paragraf dan puisi fokus fokus fokus fokus Membaca teks

Lebih terperinci

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2. Pengenalan. Klimaks. Komplikasi. Penyelesaian

SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2. Pengenalan. Klimaks. Komplikasi. Penyelesaian SMP kelas 9 - BAHASA INDONESIA BAB 4. Ketrampilan BersastraLatihan Soal 4.2 1. Bacalah kutipan cepen berikut! Pagi hari ini adalah hari pertama di Kota Yogyakarta buat seorang Revanda. Dia dan keluarganya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Allah. Manusia. Bagan 1.1 Allāh sebagai sumber ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Allah. Manusia. Bagan 1.1 Allāh sebagai sumber ilmu pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sekolah merupakan suatu wadah yang didalamnya terjadi proses belajar mengajar antara siswadan guru. Sekolah tidak hanya berlangsung didalam gedung sekolah, namun juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut

I. PENDAHULUAN. yang berlangsung sepanjang hari dari zaman ke zaman (Semi, 2002:1). Menurut 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra menampilkan potret kehidupan manusia. Sastra lahir disebabkan dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan dirinya, menaruh minat terhadap masalah

Lebih terperinci

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

INTISARI BAB I PENDAHULUAN INTISARI Novel teenlit menjadi fenomena menarik dalam perkembangan dunia fiksi di Indonesia. Hal itu terbukti dengan semakin bertambahnya novel-novel teenlit yang beredar di pasaran. Tidak sedikit pula

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karakter siswa. Pendidikan agama merupakan sarana transformasi pengetahuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di bangku sekolah, para peserta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin

BAB II LANDASAN TEORI. dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya Sin 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sebelumnya yang Relevan Penelitian tentang nilai-nilai moral sudah pernah dilakukan oleh Lia Venti, dengan judul Nilai-Nilai Moral dalam Novel Nyanyian Lembayung Karya

Lebih terperinci

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan

Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Raja Langit, Raja Bumi, dan Putri Bulan Kisah dari Sulawesi Selatan Kisah ini mengajarkan dua hal: Pertama, bahwa setiap peperangan yang dikobarkan oleh rasa iri dan benci hanya akan menghancurkan semua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang lain guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pendidikan akan berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan investasi masa depan yang perlu distimulasi perkembangannya sejak usia dini. Sel-sel otak yang dimiliki anak sejak lahir tidak akan mampu berkembang

Lebih terperinci

Semua manusia pernah dikecewakan dalam hubungan percintaan.

Semua manusia pernah dikecewakan dalam hubungan percintaan. Di saat kamu jatuh, terjun bebas menuju lembah kehampaan setelah didera perasaan jatuh cinta, atau perasaan yang membuat akal sehatmu hilang karena dibutakan oleh emosi sesaat yang bisa berlangsung berbulan-bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang mampu memproduksi film sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi adegan-adegan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis yakni prosa (fiksi), puisi, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan sebuah karya seni yang dapat memikat hati dan bersifat mendidik. Berbagai jenis karya sastra yang telah hadir dalam lingkungan masyarakat dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penemuan penelitian. Penelitian ini mengambil cerita rakyat Onggoloco sebagai digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian sastra lisan sangat penting untuk dilakukan sebagai perlindungan dan pemeliharaan tradisi, pengembangan dan revitalisasi, melestarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya.

BAB I PENDAHULUAN. khusus, karena terjadinya hubungan erat di antara keduanya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu hasil karya seni yang sekaligus menjadi bagian dari kebudayaan. Sebagai salah satu hasil kesenian, karya sastra mengandung

Lebih terperinci

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT JAMBI Oleh: Suyanti, Albertus dan Irma

NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT JAMBI Oleh: Suyanti, Albertus dan Irma NILAI-NILAI MORAL DALAM CERITA RAKYAT JAMBI Oleh: Suyanti, Albertus dan Irma ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan nilai-nilai moral dalam cerita rakyat Jambi. Nilai-nilai moral yang terkandung

Lebih terperinci

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB 2 DATA DAN ANALISA 4 BAB 2 DATA DAN ANALISA 2.1 Data Produk 2.1.1 Buku Dongeng / Cerita Rakyat Indonesia Berdasarkan pada kajian dari wikipedia bahasa Indonesia dijelaskan bahwa Definisi Dongeng adalah suatu kisah yang diangkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat yang berkembang sesuai dengan lingkungannya. Karya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan peradaban manusia tidak pernah terlepas dari apa yang disebut karya sastra. Karya sastra merupakan hasil ide atau pemikiran dari anggota masyarakat

Lebih terperinci

Dan Ia mengucapkan dan mengajar banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: Adalah seorang penabur keluar untuk menabur benihnya.

Dan Ia mengucapkan dan mengajar banyak hal dalam perumpamaan kepada mereka. Kata-Nya: Adalah seorang penabur keluar untuk menabur benihnya. Xb4 Perumpamaan tentang Kerajaan Allah 64 Perumpamaan tentang Penabur Matius 13:1-23, Markus 4:1-20, Lukas 8:4-15 1 Pada hari itu keluarlah Yesus dari rumah itu dan duduk di tepi danau dan mulai pula mengajar

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bahan acuan yang dipakai dalam penelitian sekaligus sebagai sumber ide untuk menggali pemikiran dan gagasan

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI MORAL NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI SMA

ANALISIS NILAI MORAL NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI SMA ANALISIS NILAI MORAL NOVEL SURGA YANG TAK DIRINDUKAN KARYA ASMA NADIA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI SMA Oleh: Dwi Widiasih Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca

KD Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca KD 16.1. Menulis naskah drama berdasarkan cerpen yang sudah dibaca 1. Cerpen adalah kisah yang memberi kesan tunggal yang dominan tentang dalam satu latar dan satu situasi dramatis. 2. Drama adalah ragam

Lebih terperinci

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN Naskah Film Dan Sinopsis Ber Ibu Seekor KUCING DISUSUN OLEH : INDRA SUDRAJAT 09.12.3831 09-S1SI-05 SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2011/2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan menggunakan kajian BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka Sepanjang pengamatan peneliti, tidak ditemukan penelitian yang membahas nilai-nilai moral terhadap cerita rakyat Deleng Pertektekkendengan

Lebih terperinci

Cover Page. The handle holds various files of this Leiden University dissertation.

Cover Page. The handle  holds various files of this Leiden University dissertation. Cover Page The handle http://hdl.handle.net/1887/20262 holds various files of this Leiden University dissertation. Author: Tulius, Juniator Title: Family stories : oral tradition, memories of the past,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam berekspresi dapat diwujudkan dengan berbagai macam cara. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan sebuah karya sastra baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan karakter yang merupakan upaya perwujudan amanat Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dilatarbelakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan anak usia dini merupakan penjabaran dari sebuah pendidikan yang bermula dari seluruh negara di dunia yang dalam bahasa Inggrisnya disebut dengan early childhood

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran

BAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam

Lebih terperinci

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN

PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN 307 PERANAN GURU AGAMA HINDU DALAM MENANGGULANGI DEGRADASI MORAL PADA SISWA SMA NEGERI 2 TABANAN Oleh Kadek Dewi Setiawati Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar dsetiawati445@gmail.com Abstrak Diera globalisasi

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Pada bab IV ini penulis akan menguraikan tentang refleksi teologis yang didapat setelah penulis memaparkan teori-teori mengenai makna hidup yang dipakai dalam penulisan skripsi

Lebih terperinci

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM NOVEL DAUN YANG JATUH TAK PERNAH MEMBENCI ANGIN KARYA TERE LIYE DAN SKENARIO PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Umi Fatonah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

KONJUNGSI ANTARKALIMAT DALAM BAHASA BALI. GUSTI NYOMAN MASTINI Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar

KONJUNGSI ANTARKALIMAT DALAM BAHASA BALI. GUSTI NYOMAN MASTINI Institut Hindu Dharma Negeri Denpasar PROSIDING SEMINAR NASIONAL BAHASA DAN BUDAYA 2017 ISBN: 978-602-50777-0-8 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA AGAMA FAKULTAS DHARMA ACARYA INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR KONJUNGSI ANTARKALIMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang sangat pesat.di mana pengalaman-pengalaman yang didapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia 0-6 Tahun merupakan usia yang sangat menentukan pembentukan karakter dan kecerdasan seorang anak.anak pada usia dini berada pada proses perkembangan yang sangat

Lebih terperinci

Injil Maria Magdalena. (The Gospel of Mary)

Injil Maria Magdalena. (The Gospel of Mary) Injil Maria Magdalena (The Gospel of Mary) Para Murid Berbincang-bincang dengan Guru Mereka, Sang Juruselamat Apakah segala sesuatu akan hancur? Sang Juruselamat berkata, Segenap alam, segala hal yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang

BAB I PENDAHULUAN. pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap negara memiliki beragam norma, 1 moral, 2 dan etika 3 yang menjadi pedoman hidup sehari-hari. Keberagaman tersebut memiliki ciri khas yang berbeda-beda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan anak-anak supaya memiliki visi dan masa depan sangat penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan generasi penerus bangsa. Di pundaknya teremban amanat guna melangsungkan cita-cita luhur bangsa. Oleh karena itu, penyiapan kader bangsa yang

Lebih terperinci

Filipi. 1 1 Dari Paulus dan Timotius, hamba. Salam

Filipi. 1 1 Dari Paulus dan Timotius, hamba. Salam 290 Filipi Salam 1 1 Dari Paulus dan Timotius, hamba Kristus Yesus kepada semua umat Allah dalam Kristus Yesus yang tinggal di Filipi, termasuk semua penatua a dan pelayan khusus* jemaat. 2Semoga Allah,

Lebih terperinci