BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Komunikasi Terapeutik Pengertian Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi atau proses pemberian arti sesuatu antara dua atau lebih orang dan lingkungannya bisa melalui simbol, tanda, atau perilaku yang umum, dan biasanya terjadi dua arah (Supartini, 2004). Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat dapat membantu klien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi (Supartini, 2004). Menurut Mundakir (2006) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk

2 11 kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik adalah proses di mana perawat menggunakan pendekatan terencana dalam mempelajari klien (Potter & Perry, 2001). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan oleh seorang perawat kepada pasien dengan teknik-teknik tertentu yang direncanakan secara sadar, bertujuan, dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik juga merupakan salah satu cara untuk membina hubungan saling percaya terhadap pasien dan pemberian informasi yang akurat kepada pasien, sehingga diharapkan dapat berdampak pada perubahan yang lebih baik pada pasien dalam menjalankan terapi dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan.

3 Tujuan Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan pribadi klien ke arah yang lebih positif atau adaptif dan diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi: 1. Realisasi diri, penerimaan diri, dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak biasa menerima apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. 2. Kemampuan membina hubungan intrapersonal dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya.

4 13 3. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. 4. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Identitas personal di sini termasuk status, peran, dan jenis kelamin. Klien yang mengalami gangguan identitas personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan mengalami harga diri rendah. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien di masa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien (Supartini, 2004).

5 Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik Menurut Supartini (2004) terdapat beberapa prinsip yang harus dimiliki seorang perawat sehingga dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik dengan pasien, yaitu sebagai berikut: 1. Kejujuran (Trustworthy) Kejujuran merupakan modal utama agar dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien hanya akan terbuka dan jujur dalam memberikan informasi yang benar bila klien yakin bahwa perawat dapat dipercaya. 2. Tidak Membingungkan dan Ekspresif Dalam berkomunikasi hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah dimengerti oleh klien. Komunikasi non verbal harus mendukung komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat menyebabkan klien menjadi bingung.

6 15 3. Bersikap Positif Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap yang hangat, penuh perhatian, dan penghargaan terhadap klien. Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati, dan sikap positif. 4. Empati Bukan Simpati Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan oleh kliennya, tetapi tidak larut pada permasalahan tersebut sehingga perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif. Sikap simpati

7 16 membuat perawat tidak mampu melihat permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional dan terlarut di dalamnya. 5. Mampu Melihat Permasalahan Klien Dalam memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada klien. Untuk itu agar dapat membantu memecahkan masalah klien perawat harus menggunakan active listening technic dan kesabaran dalam mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara tergesagesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan klien akibatnya akan menjadi fatal, karena bisa saja diagnosa yang dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan akibatnya tindakan yang diberikan tidak dapat membantu bahkan merusak klien. 6. Menerima Klien Apa Adanya Jika seorang pasien diterima dengan tulus, pasien akan merasa nyaman dan

8 17 aman dalam menjalin hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengritik klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya. 7. Sensitif Terhadap Perasaan Klien Tanpa kemampuan ini hubungan yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi, dan menyinggung perasaan klien. 8. Tidak Mudah Terpengaruh Oleh Masa Lalu Klien Ataupun Diri Perawat Sendiri Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam hidupnya.

9 Sikap Dalam Berkomunikasi Terapeutik Menurut Hidayat (2009) sikap menghadirkan diri secara fisik yang dapat memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu: 1. Berhadapan, arti posisi ini adalah Saya siap untuk Anda. 2. Mempertahankan kontak mata, kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi. 3. Membungkuk ke arah klien, posisi ini menunjukkan keinginan untuk mengatakan atau mendengarkan sesuatu. 4. Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan, menunjukkan keterbukaan berkomunikasi. 5. Tetap rileks, dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam memberikan respon pada klien.

10 19 6. Berjabat tangan menunjukkan perhatian dan memberikan kenyaman pada pasien serta penghargaan atas keberadaannya Teknik Dalam Berkomunikasi Terapeutik Menurut Potter & Perry (2001) ada banyak teknik komunikasi yang dapat digunakan dalam berkomunikasi. Teknik komunikasi yang biasa digunakan saat perawat berhadapan dengan pasien antara lain, yaitu: a. Mendengarkan Aktif Keuntungan yang diperoleh jika mampu mengembangkan keterampilan mendengar aktif adalah: 1. Pasien dan keluarga merasa didengar dan dipahami. 2. Pasien dan keluarga merasa dirinya berharga dan penting. 3. Pasien dan keluarga menjadi mudah untuk mendengarkan apa yang kita sampaikan. 4. Pasien dan keluarga merasa nyaman.

11 20 5. Pasien dan keluarga mampu berkomunikasi b. Mengajukan Pertanyaan Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang spesifik apa yang disampaikan oleh pasien dari keluarga. 1. Pertanyaan terbuka, yaitu memberikan dorongan pada pasien untuk memilih topik yang akan digunakan. Contoh: Apa yang sedang Anda pikirkan? 2. Pengulangan pertanyaan, yaitu mengulang kembali pikiran utama yang telah diekspresikan oleh pasien dan keluarga. Contoh: Anda mengatakan bahwa Ibu Anda telah meninggalkan Anda ketika Anda berusia 5 tahun? 3. Pertanyaan klarifikasi, berupaya untuk menjelaskan ide atau pikiran pasien yang tidak jelas atau meminta pasien untuk menjelaskan artinya. Contoh: Saya tidak jelas dengan apa yang

12 21 Anda maksudkan, dapatkah Anda menjelaskannya kembali? 4. Pertanyaan refleksi, yaitu mengarahkan kembali ide, perasaan, pertanyaan, dan isi pembicaraan kepada pasien. Contoh: Anda tampak tegang dan cemas, apakah ini berhubungan dengan pembicaraan Ibu Anda semalam? 5. Pertanyaan berbagi persepsi, yaitu meminta pasien untuk memastikan pengertian perawat yang sedang dipikirkan dan dirasakan oleh pasien. Contoh: Anda tersenyum tetapi saya merasa bahwa Anda sangat marah kepada saya. c. Memberikan Informasi Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk pasien dan keluarga. Pada teknik komunikasi tidak dibenarkan petugas kesehatan memberikan nasihat kepada pasien karena tujuan tindakan ini

13 22 adalah memfasilitasi klien dalam mengambil keputusan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memberikan informasi adalah: 1. Gunakan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti pasien 2. Katakan dengan jelas 3. Gunakan kata-kata yang positif 4. Tunjukkan sikap yang antusias d. Tingkat Hubungan Komunikasi Komunikasi intrapersonal, terjadi dalam diri individu sendiri. Komunikasi ini akan membantu agar seseorang atau individu tetap sadar akan kejadian di sekitarnya. Komunikasi intrapersonal merupakan interaksi antara dua orang atau kelompok kecil. Komunikasi ini merupakan inti dari praktek keperawatan karena dapat terjadi antara perawat, dan klien serta keluarga, perawat dengan perawat, dan perawat dengan tim kesehatan lain. Komunikasi massa, interaksi yang terjadi dalam kelompok

14 23 besar. Ceramah yang diberikan kapada mahasiswa kampanye, merupakan contoh komunikasi massa. e. Memberi Umpan Balik Tahap-tahap yang perlu diperhatikan dalam melakukan umpan balik, yaitu: 1. Mempelajari hasil kerjanya dengan teliti. Beri tanda pada hal-hal yang perlu diperbaiki. 2. Ketika menyampaikan umpan balik, perhatikan contoh-contoh dari kesalahan yang telah dibuat. 3. Mengembangkan argumen mengenai dampak negatif yang bisa muncul dari kesalahan yang dibuat. 4. Memastikan penerima umpan balik menyadari kekeliruan, kekurangan, atau kesalahan. 5. Menggali lebih dalam mengenai hambatan yang ditemui. 6. Mendorong penerima umpan balik untuk menemukan jalan keluar dan

15 24 langkah-langkah untuk memperbaiki tugasnya atau cara kerjanya. 7. Membuat kesepakatan mengenai perbaikan yang akan dilakukan Fase-Fase Komunikasi Terapeutik Menurut Hidayat (2007) timbulnya respon kecemasan sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat untuk terbuka, empati, dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan komunikasi terapeutik. Berikut, merupakan fase-fase komunikasi terapeutik: a. Fase Pra-Interaksi Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan mengidentifikasi kelebihan serta kekurangannya sendiri. Pada tahap ini perawat juga mencari informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan pertama dengan klien. Tugas perawat pada tahap ini antara lain, yaitu: 1. Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum

16 25 berinteraksi dengan klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri. 2. Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat penting dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada saat berinteraksi dengan klien. 3. Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. 4. Merencanakan pertemuan yang pertama dengan klien. Hal yang direncanakan mencakup kapan, di mana, dan strategi apa yang akan dilakukan untuk pertemuan pertama tersebut. b. Fase Orientasi Fase orientasi merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak dengan klien. Dengan

17 26 memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya. Tugas perawat pada tahap ini antara lain: 1. Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka. Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan komunikasi terapeutik. 2. Merumuskan kontrak pada klien. Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi kesalah pahaman klien terhadap kehadiran perawat. 3. Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. 4. Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan

18 27 interaksi bersama klien, karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. c. Fase Kerja Fase kerja merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik. Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan active listening karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Melalui active listening, perawat membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang telah dipilih.

19 28 d. Fase Terminasi Fase terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tugas perawat pada tahap ini antara lain: 1. Melakukan evaluasi objektif. Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Dalam mengevaluasi, sebaiknya perawat terkesan mengulang atau menyimpulkan apa yang menjadi interaksi dengan klien selama ini, bukan menguji pemahaman klien. 2. Melakukan evaluasi subjektif. Dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. 3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. 4. Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat

20 29 agar terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya. Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi Konsep Kecemasan Pengertian Kecemasan Kecemasan atau ansietas adalah reaksi yang normal terhadap stres dan ancaman bahaya. Ansietas merupakan reaksi emosional terhadap persepsi adanya bahaya, baik yang nyata maupun yang hanya dibayangkan. Ansietas dan ketakutan sering digunakan denga arti yang sama, tetapi ketakutan biasanya merujuk akan adanya ancaman yang spesifik, sedangkan ansietas merujuk pada ancaman yang tidak spesifik (Brunner & Suddart, 2002). Kecemasan merupakan suatu respon emosi atau perasaan yang timbul dari penyebab yang tidak pasti dan tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak

21 30 nyaman dan merasa terancam. Kecemasan terjadi sebagai akibat adanya ancaman terhadap diri, harga diri atau identitas seseorang, selain itu kecemasan bisa berhubungan dengan ketakutan akan hukuman, penolakan, kurang kasih sayang, rusaknya hubungan atau rusaknya fungsi tubuh (Stuart, G.W & Sundeen, S.J, 1995). Kecemasan juga berkaitan dengan tingkat perkembangan, jenis kelamin, sosial budaya, dan pengalaman. Manifestasi yang khas pada ansietas tergantung pada masingmasing individu dan dapat meliputi menarik diri, membisu, hiperaktif, mengumpat, berbicara, atau bercanda secara berlebihan, menyerang dengan kata-kata atau secara fisik, berkhayal, mengeluh, dan menangis (Stuart & Sundeen, 1995). Riwayat kecemasan yang berkembang secara normal pada awalnya nampak pada usia 7-8 bulan, ketika bayi mulai membandingkan dengan pengasuh primernya, pada diri mereka sedang

22 31 berkembang rasa was-was dan perubahan suasana hati yang sebelumnya tidak ada apabila bersama orang asing. Anak usia prasekolah secara khas mengembangkan ketakutan spesifik akibat gelap, binatang, maupun situasi khayalan. Anak usia sekolah berhenti mengkhayalkan ketakutan secara perlahan dan menggantinya dengan takut bahaya badaniah dan juga dengan ketakutan lain yang secara potensial nyata (Arvin, 2000). Kecemasan yang dirasakan oleh klien dan keluarganya di saat klien harus dirawat mendadak dan tanda terencana merupakan reaksi pertama yang muncul begitu mulai masuk rumah sakit dan akan terus menyertai klien dan keluarganya dalam setiap upayanya perawatan terhadap penyakit yang diderita klien. Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subyektif individual, mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung. Perawat dapat

23 32 mengidentifikasi cemas lewat perubahan tingkah laku klien. Stuart (1995) mendefinisikan cemas sebagai emosi tanpa obyek yang spesifik, penyebabnya tidak diketahui, dan didahului oleh pengalaman baru. Sedangkan takut mempunyai sumber yang jelas dan obyeknya dapat didefinisikan. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan cemas merupakan respon emosi terhadap penilaian tersebut. Lebih jauh dikatakan pula, kecemasan dapat dikomunikasikan dan menular, hal ini dapat mempengaruhi hubungan terapeutik perawatklien dan keadaan seperti inilah yang harus menjadi perhatian klien. Stuart & Sundeen (1995) mengemukakan stresor sebagai faktor presipitasi kecemasan adalah bagaimana individu berhadapan dengan kehilangan dan bahaya yang mengancam. Bagaimana mereka menerima tergantung dari kebutuhan,

24 33 keinginan, konsep diri, dukungan keluarga, pengetahuan, kepribadian, dan kedewasaan. Kecemasan adalah suatu kondisi yang menandakan suatu keadaan yang mengancam keutuhan serta keberadaan dirinya dan dimanifestasikan dalam bentuk perilaku seperti rasa tak berdaya, rasa tidak mampu, rasa takut, maupun phobia tertentu (Stuart & Sundeen, 1995). Kecemasan muncul bila ada ancaman, ketidakberdayaan, kehilangan kendali, perasaan kehilangan fungsi-fungsi dan harga diri, kegagalan pertahanan, serta perasaan terisolasi. Berdasarkan pengertian kecemasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kecemasan atau ansietas adalah suatu respon emosional terhadap persepsi adanya bahaya yang tidak spesifik atau tidak pasti sehingga menimbulkan perasaan terancam dan tidak nyaman.

25 Gejela-Gejala Kecemasan (Perry & Potter, 2001) a. Fisiologis Peningkatan frekuensi jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan frekuensi pernafasan, diaphoresis, dilatasi pupil, suara tremor atau perubahan nada, gelisah, gemetar, berdebar-debar, sering berkemih, diare, insomnia, kelemahan, pucat kemerahan, pusing, mual, dan anoreksia. b. Emosional Ketakutan, ketidakberdayaan, gugup, kurang percaya diri, kehilangan kontrol, ketegangan, individu juga sering memperlihatkan marah berlebihan, cenderung menyalahkan orang lain, kontak mata buruk, kritisme pada diri sendiri, menarik diri, kurang inisiatif, dan mencela dirinya sendiri. c. Kognitif Tidak dapat berkonsentrasi, mudah lupa, penurunan kemampuan belajar,

26 35 terlalu perhatian, orientasi pada masa lalu daripada masa kini atau masa depan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan (Perry & Potter, 2001) 1. Jenis Kelamin Kecemasan sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Selain itu umumnya laki-laki dalam merespon stimulus atau rangsangan yang berasal dari luar lebih kuat dan lebih intensif daripada perempuan. Gunarsa (2011) menyatakan bahwa perempuan lebih cemas dibandingkan laki-laki karena laki-laki lebih aktif dan eksploratif, sedangkan perempuan lebih sensitif dan banyak menggunakan perasaan. Selain itu perempuan lebih banyak dipengaruhi oleh tekanan-tekanan lingkungan daripada laki-laki yang kurang sabar dan tidak mudah menggunakan air mata.

27 36 2. Umur Semakin tua seseorang, maka semakin baik seseorang dalam mengendalikan emosinya. 3. Lama Hari Rawat Lama hari rawat dapat mempengaruhi seseorang yang sedang dirawat dan juga mempengaruhi anggota keluarga klien. Kecemasan akan sangat terlihat pada hari pertama sampai dengan hari kedua bahkan hari ketiga. Biasanya memasuki hari keempat dan kelima kecemasan akan dirasakan berkurang. Kecemasan yang terjadi biasanya dipengaruhi oleh lamanya seseorang dirawat serta faktor biaya dan diagnosis pasien Kecemasan Anak Usia Prasekolah Ketika Dirawat Di Rumah Sakit Dirawat di rumah sakit atau perawatan di rumah sakit adalah suatu proses yang karena suatu alasan berencana ataupun darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di

28 37 rumah sakit, untuk menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Penyakit dan dirawat di rumah sakit sering kali menjadi krisis pertama yang harus dihadapi anak. Untuk anak-anak, penyakit dan dirawat di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh dengan tantangan. Anak-anak, terutama selama tahuntahun awal sangat rentan terhadap krisis penyakit dan dirawat di rumah sakit karena stres akibat perubahan dari keadaan sehat dan rutinitas lingkungan. Anak memiliki mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stresor atau kejadian-kejadian yang menimbulkan stres. Stresor utama dari dirawat di rumah sakit, antara lain; perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis tersebut dipengaruhi usia perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit, perpisahan atau dirawat di rumah sakit, ketrampilan koping yang mereka miliki dan dapatkan, keparahan diagnosis,

29 38 serta sistem pendukung yang ada. Perpisahan, kehilangan kendali, cidera tubuh, dan nyeri dapat membuat anak menjadi cemas. Rasa cemas yang ditunjukkan setiap anak berbeda-beda, sesuai usianya. Namun, yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini yaitu pada anak usia 3-6 tahun yang masuk dalam usia prasekolah. Berikut ini adalah proses kecemasan ketika proses dirawat di rumah sakit pada anak usia prasekolah atau usia 3-6 tahun menurut Wong (2009): 1. Cemas Akibat Perpisahan Kecemasan akibat perpisahan merupakan stres yang besar yang timbul selama proses perawatan di rumah sakit pada masa bayi, masa kanak-kanak awal, atau masa prasekolah. Respon terhadap stresor ini pada masa bayi, masa kanakkanak awal, atau masa prasekolah, ditunjukkan melalui tiga fase, yaitu; fase protes, fase putus asa, dan fase pelepasan (Wong, 2009).

30 39 a. Fase Protes Selama fase protes, anakanak bereaksi secara agresif terhadap perpisahan dengan orang tua yang mereka tunjukkan dengan cara menangis, dan berteriak memanggil orang tua mereka, menolak perhatian dan orang lain, serta kedukaan mereka tidak dapat ditenangkan. Perilaku lain yang diobservasi selama masa toddler dan prasekolah yaitu menyerang orang asing secara verbal misalnya; pergi, menyerang orang asing secara fisik misalnya; menendang, memukul, mencubit, maupun menggigit, mencoba kabur untuk mencari orang tua, mencoba menahan orang tua secara fisik agar tetap tinggal bila ada perawat yang akan melakukan tindakan invasive seperti pemasangan infus ataupun injeksi.

31 40 Perilaku-perilaku tersebut dapat berlaku dari beberapa jam sampai beberapa hari. Protes seperti menangis dapat terus berlangsung, hanya berhenti bila lelah. Pendekatan orang dapat mencetuskan peningkatan stres. b. Fase Putus Asa Perilaku yang diobservasi pada usia prasekolah dalam fase putus asa, yaitu; anak menjadi tidak aktif, anak menarik diri dari orang lain, anak terlihat depresi atau sedih, anak menjadi tidak tertarik dengan lingkungan, misalnya; hanya ingin tidur terus, tidak komunikatif, mundur ke perilaku awal, seperti; mengisap ibu jari, mengompol, menggunakan dot, ataupun menggunakan botol. Lamanya perilaku tersebut berlangsung bervariasi dan kondisi anak dapat memburuk karena

32 41 menolak untuk makan, minum, atau bergerak. c. Fase Pelepasan Fase pelepasan disebut juga penyangkalan. Pada tahap ini, secara superficial tampak bahwa anak menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Anak tersebut menjadi tertarik terhadap lingkungan sekitar, bermain dengan orang lain, dan tampak membentuk hubungan baru, akan tetapi perilaku ini merupakan hasil dari kepasrahan dan bukan tanda-tanda kesenangan. Anak memisahkan diri dari orang tua sebagai upaya menghilangkan nyeri emosional karena menginginkan kehadiran orang tua dan mengatasinya dengan membentuk hubungan yang dangkal dengan orang lain, menjadi makin berpusat dengan diri sendiri.

33 42 Perkembangan pada tahap pelepasan jarang terjadi. Perilaku yang diobservasi pada fase pelepasan yaitu menunjukkan peningkatan minat terhadap lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang asing atau pemberi asuhan yang dikenalnya, membentuk hubungan baru, namun dangkal dan tampak bahagia. 2. Kehilangan Kendali Suatu faktor yang mempengaruhi jumlah stres akibat dirawat di rumah sakit adalah jumlah kendali yang orang tersebut rasakan. Wong (2009) mengatakan bahwa perasaan kehilangan kendali terjadi akibat perpisahan, restriksi fisik, perubahan rutinitas, pemaksaan ketergantungan, dan pemikiran magis. Kurangnya kendali akan meningkatkan persepsi ancaman dan dapat mempengaruhi koping anak-anak. Kehilangan kendali dalam konteks kekuasaan diri mereka merupakan faktor

34 43 yang mempengaruhi secara krisis persepsi dan reaksi mereka terhadap perpisahan, nyeri, sakit, dan dirawat di rumah sakit. Egosentris dan pemikiran magis anak usia prasekolah membatasi kemampuan mereka untuk memahami berbagai peristiwa karena mereka memandang semua pengalaman dari sudut pandang mereka sendiri (egosentrik). Tanpa persiapan yang adekuat terhadap lingkungan yang tidak dikenal atau pengalaman, penjelasan fantasi anak prasekolah untuk peristiwaperistiwa semacam itu biasanya lebih berlebihan, aneh, dan lebih menakutkan dari kejadian sebenarnya. Respon terhadap pemikiran semacam itu membuat anak biasanya merasa malu, bersalah, dan takut. Anak prasekolah juga menyimpulkan dari sesuatu yang khusus ke sesuatu yang khusus lagi, bukan dari spesifik ke umum

35 44 atau sebaliknya, misalnya; jika konsep ada prasekolah tentang perawat adalah mereka yang menyebabkan nyeri, maka anak prasekolah akan berpikir bahwa setiap perawat atau setiap orang yang memakai seragam yang sama juga akan menyebabkan nyeri. 3. Cidera Tubuh dan Nyeri Takut akan cidera tubuh dan nyeri sering terjadi di antara anak-anak. Konsekuensi rasa takut ini sangat mendalam. Konflik psikososial pada anak kelompok usia prasekolah membuatnya sangat rentan terhadap ancaman cidera tubuh. Prosedur intrusif baik yang menimbulkan nyeri maupun yang tidak, merupakan ancaman bagi anak prasekolah yang konsep integritas tubuhnya belum berkembang baik. Anak prasekolah dapat bereaksi terhadap injeksi yang sama kuatirnya dengan nyeri pada saat jarum dicabut, mereka takut intrusif atau pungsi vena atau pungsi

36 45 lumbal pada tubuh tidak akan menutup kembali dan isi tubuh mereka akan bocor keluar. Reaksi terhadap nyeri cenderung sama dengan yang terlihat pada masa toddler, meskipun beberapa perbedaan menjadi jelas, misalnya; respon anak prasekolah terhadap intervensi persiapan dalam hal penjelasan dan distraksi lebih baik bila dibandingkan dengan anak yang lebih kecil. Agresi fisik dan verbal lebih spesifik dan mengarah pada tujuan bukan menunjukkan resistensi tubuh total, anak prasekolah akan mendorong orang yang akan melakukan prosedur agar menjauh, mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha mengunci diri di tempat yang nyaman. Anak prasekolah juga bisa menyerang atau melarikan diri. Ekspresi verbal yang bisa mereka tunjukkan dengan mengatakan kepada perawat

37 46 secara verbal, pergi dari sini atau saya benci kamu. Respon anak prasekolah saat mengalami cidera tubuh dan nyeri, yaitu; menangis keras, berteriak, memukulmukulkan lengan dan kaki, berusaha mendorong stimulus menjauh sebelum nyeri terjadi, tidak kooperatif, memerlukan restrain fisik, meminta agar prosedur dihentikan, bergelayut pada orang tua atau orang bermakna lainnya, meminta dukungan emosional seperti pelukan, dapat menjadi gelisah, ekspresi verbal seperti; aduh, auw, sakit, dan peka terhadap nyeri yang berkelanjutan. 2.2 Tinjauan Praktik Komunikasi Terapeutik Perawat Dengan Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Penelitian yang dilakukan oleh Oppenheim, Goldsmith, dan Koren-Karie (2004) menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik perawat kepada pasien anak usia prasekolah di Haifa dapat meningkatkan mekanisme koping secara emosional.

38 47 Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hannan, Susilo, dan Suwanti (2009) di RSUD Ambarawa menunjukkan pelaksanaan komunikasi terapeutik perawat pada anak usia prasekolah di ruang perawatan anak RSUD Ambarawa dapat menurunkan tingkat kecemasan. Ditunjukkan dengan 17 dari 32 responden pasien anak usia prasekolah (53,1%) memiliki tingkat kecemasan ringan. Hasil penelitian Stadler, Bolten, dan Schmeck (2011) menunjukkan bahwa komunikasi terapeutik yang dilakukan oleh salah satu rumah sakit di Jerman dan salah satu rumah sakit di Jepang yang keduanya menjadi kelompok kontrol dalam penelitian, komunikasi terapeutik dapat menurunkan tingkat kecemasan pasien anak usia prasekolah dengan pendekatan terapeutik yang komprehensif. Hal yang hampir serupa dilakukan dalam penelitian Sukoati dan Astarani (2012) di RS Babtis Kediri bahwa adanya upaya komunikasi terapeutik perawat pada pasien anak usia prasekolah yang merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketegangan dan membantu anak beradaptasi.

39 48 Hal yang sama dilakukan oleh Washington, Stonell, Oddson, McLeod, Leeper, Robertson dan Rosenbaum (2013) di Canada bahwa fokus pada praintervensi keperawatan dan post-intervensi keperawatan dengan dilakukannya komunikasi terapeutik pada pasien anak usia prasekolah dapat menurunkan tingkat kecemasan dan dapat meningkatkan sikap adaptif dari pasien anak usia prasekolah tersebut.

40 Kerangka Konseptual Penelitian Faktor-faktor yang mempengaruhi: a. Pengalaman dirawat sebelumnya b. Lama dirawat Variabel Independen: Komunikasi terapeutik Pemberian tindakan invasif Variabel Dependen: Tingkat kecemasan anak usia prasekolah Ada hubungan Tidak ada hubungan Keterangan: Yang di teliti : Yang tidak diteliti : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Penelitian Sumber: Wong (2009) yang telah dimodifikasi

41 Hipotesis Ho: Tidak ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah pada pemberian tindakan invasif di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga. Ha: Ada hubungan antara komunikasi terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan anak usia prasekolah pada pemberian tindakan invasif di Ruang Anggrek RSUD Kota Salatiga.

BAB II TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN TEORETIS BAB II TINJAUAN TEORETIS 2.1 Tinjauan pustaka 2.1.1 Komunikasi Teraupetik Menurut Stuart (1998), mengatakan komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dengan klien dalam memperbaiki

Lebih terperinci

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 4. Lembar Permohonan Menjadi Responden 46 47 48 49 Lampiran 4 Lembar Permohonan Menjadi Responden Kepada Yth : Bapak/Ibu/saudara/i Di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar Saya mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan (S1-Keperawatan) akan melakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang dilakukan oleh perawat dan tenaga kesehatan lain yang direncanakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri

BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN. Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri BAB V PEMBAHASAN DAN SIMPULAN A. Pembahasan Bab ini penulis membahas mengenai permasalahan tentang respon nyeri terhadap prosedur pemasangan infus dan membandingkan antara teori yang sudah ada dengan kenyataan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Kecemasan a. Pengertian Kecemasan Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masa anak prasekolah (3-5 tahun) adalah masa yang menyenangkan dan dipengaruhi dengan segala macam hal yang baru. Anak prasekolah sering menunjukan perilaku yang aktif,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan keadaan dimana fungsi fisik, emosional, intelektual, sosial dan perkembangan atau spiritual seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan. merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bermain adalah pekerjaan anak-anak semua usia dan merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain merupakan suatu aktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah individu unik yang berada dalam proses tumbuh kembang dan mempunyai kebutuhan yang spesifik (fisik, psikologis, sosial dan spiritual) yang berbeda dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Family Centered Care BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Pengertian Family Centered Care Dalam paradigma keperawatan anak, anak merupakan individu yang masih bergantung pada lingkungan untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi Secara Umun Komunikasi adalah proses penyampaian gagasan, harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang tertentu, mengandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

KOMUNIKASI TERAPEUTIK

KOMUNIKASI TERAPEUTIK A. PENGERTIAN Komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama anatara perawat dan klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. B. TUJUAN Tujuan Komunikasi Terapeutik : 1. Membantu pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat,

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sakit dan dirawat di rumah sakit pada anak dapat menimbulkan stress yang disebabkan oleh karena anak tidak memahami mengapa harus dirawat, lingkungan yang asing, prosedur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan dari tanggal 1 Juli sampai 1 Agustus 213. Responden dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Anak juga seringkali menjalani prosedur yang membuat. Anak-anak cenderung merespon hospitalisasi dengan munculnya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Saat anak dirawat di rumah sakit banyak hal yang baru dan juga asing yang harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga.

BAB 1 PENDAHULUAN. operasi melalui tiga fase yaitu pre operasi, intraoperasi dan post. kerja dan tanggung jawab mendukung keluarga. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani. Tindakan operasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Menurut Purwanto (2009), komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998).

BAB II KONSEP DASAR. orang lain maupun lingkungan (Townsend, 1998). orang lain, dan lingkungan (Stuart dan Sundeen, 1998). BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Komunikasi yang diberikan perawat bertujuan memberi terapi maka BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Komunikasi Terapeutik 1.1. Defenisi Komunikasi Terapeutik Komunikasi dalam keperawatan merupakan alat mengimplementasikan proses keperawatan. Komunikasi ditujukan untuk mengubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja (Hidayat, adalah orang yang berada di bawah usia 18 tahun. 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Anak Anak merupakan seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial

Lebih terperinci

PROSES TERJADINYA MASALAH

PROSES TERJADINYA MASALAH PROSES TERJADINYA MASALAH ` PREDISPOSISI PRESIPITASI BIOLOGIS GABA pada sistem limbik: Neurotransmiter inhibitor Norepineprin pada locus cereleus Serotonin PERILAKU Frustasi yang disebabkan karena kegagalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Komunikasi Terapeutik BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Definisi Komunikasi Terapeutik Menurut Machfoedz, (2009) Komunikasi terapeutik ialah pengalaman interaktif bersama antara perawat dan pasien dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Dukungan Keluarga 1. Pengertian Keluarga Menurut Departemen Kesehatan (1988, dalam Effendy 1998) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Wong (2009) Masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3 6 tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Anak adalah individu yang masih memiliki ketergantungan pada orang dewasa dan lingkungan sekitarnya, anak memerlukan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan motorik, verbal, dan ketrampilan sosial secara. terhadap kebersihan dan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah individu yang mengalami tumbuh kembang, mempunyai kebutuhan biologis, psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi. Anak memiliki suatu ciri yang khas yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hospitalisasi 1. Pengertian Hospitalisasi merupakan suatu proses karena alasan berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit untuk menjalani terapi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif

BAB II TINJAUAN TEORI. Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Gangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep guided imagery 2.1.1 Definisi guided imagery Imagery merupakan pembentukan representasi mental dari suatu objek, tempat, peristiwa, atau situasi yang dirasakan melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kecemasan 1. Pengertian Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak merniliki objek yang spesifik. Kecemasan adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan emosi dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep Peran Keluarga 1.1 Pengertian Keluarga Friedman (1992) mendefinisikan keluarga sebagai dua atau lebih individu yang bekerja sama dengan ikatan saling berbagi dan kedekatan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi Terapeutik 2.1.1 Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan klien. Tehnik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan.

BAB I PENDAHULUAN. kembang anak dipengaruhi oleh faktor bawaan (i nternal) dan faktor lingkungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjalani perawatan di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan dan mengancam bagi setiap orang, terutama bagi anak yang masih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang

BAB II TINJAUAN TEORI. Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang BAB II TINJAUAN TEORI A. Kecemasan 1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah respon emosional terhadap penilaian yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram disertai berbagai keluhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hospitalisasi Pada anak 2.1.1 Konsep Hospitalisasi Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya jumlah penduduk Indonesia berdampak pada peningkatan jumlah anak. Hal ini memberi konsekuensi pada masalah kesehatan anak antara lain masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4

BAB I PENDAHULUAN. Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Angka kesakitan anak di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Nasional (Susenas) tahun 2010 di daerah perkotaan menurut kelompok usia 0-4 tahun sebesar 25,8%, usia

Lebih terperinci

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK

PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG. Eni Mulyatiningsih ABSTRAK PENGARUH ORIENTASI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN ANAK PRA SEKOLAH DI BANGSAL ANAK RUMAH SAKIT BHAKTI WIRA TAMTAMA SEMARANG 6 Eni Mulyatiningsih ABSTRAK Hospitalisasi pada anak merupakan suatu keadaan krisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Purwanto, 1998). Periode ini dianggap sebagai masa-masa yang sangat penting dalam

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepuasan Pasien Dalam konteks teori consumer behaviour, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman pasien setelah mendapatkan pelayanan rumah sakit. Kepuasan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN ANSIETAS I. PENGKAJIAN PASIEN ANSIETAS 1. DEFINISI Ansietas adalah suatu perasaan tidak santai yang samar-samar karena ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu

Lebih terperinci

1. Bab II Landasan Teori

1. Bab II Landasan Teori 1. Bab II Landasan Teori 1.1. Teori Terkait 1.1.1. Definisi kecemasan Kecemasan atau dalam Bahasa Inggrisnya anxiety berasal dari Bahasa Latin angustus yang berarti kaku, dan ango, anci yang berarti mencekik.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. Anak 2.1.Pengertian Anak Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang

BAB I PENDAHULUAN. Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hospitalisasi anak merupakan suatu proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat yang mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit dan menjalani

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Bermain 2.1.1 Definisi Bermain Dunia anak adalah dunia bermain. Melalui kegiatan bermain, anak belajar berbagai hal. Bermain merupakan bagian yang amat penting dalam

Lebih terperinci

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.

dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tingkat Kecemasan Remaja yang Menjalani Perawatan (Hospitalisasi) Remaja 1. Kecemasan Kecemasan merupakan suatu sinyal yang menyadarkan dan mengingatkan adanya bahaya yang mengancam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter &

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan. tumbuh dan kembang sejak awal yaitu pada masa kanak-kanak (Potter & BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat

Lebih terperinci

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG

INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG INOVASI KEPERAWATAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA PASIEN KANKER DIRUANG SIRSAK RSUD CENGKARENG A. Pengertian Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana,

BAB I PENDAHULUAN. gagal bisa juga berakibat buruk. Hal ini sangat tergantung kapan, bagaimana, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam segala proses kehidupan komunikasi merupakan hal paling pokok. HAM (Hubungan Antar Manusia) bisa terjadi tidak lain karena adanya sistem komunikasi. Berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis

BAB I PENDAHULUAN. Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak sakit dan hospitalisasi dapat menimbulkan krisis pada kehidupannya. Pada saat anak dirawat di Rumah Sakit banyak hal yang baru dan juga

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan

BAB II KONSEP DASAR. tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Isolasi sosial sering terlihat pada klien skizofrenia. Hal ini sebagian akibat tanda-tanda positif penyakit tersebut, misalnya waham, halusinasi, dan kehilangan batasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anak merupakan seseorang yang memiliki rentang usia sejak anak dilahirkan hingga usia tujuh belas tahun, dimana masing-masing anak tumbuh dan belajar sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan manusia merupakan suatu proses yang dapat diprediksi. Proses pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui oleh manusia bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam meningkatkan kualitas hidup manusia untuk memenuhi semua kebutuhan dasarnya agar dapat hidup dan berkembang sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN. sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian motivasi Walgito (2004), mendefinisikan motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah tujuan. Menurut Departemen

Lebih terperinci

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari

KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari KECEMASAN (ANSIETAS) Niken Andalasari 1. Definisi Kecemasan mengandung arti sesuatu yang tidak jelas dan berhubungan dengna perasaan yang tidak menentu dan tidak berdaya (stuart & sundeeen,1995). Kecemasan

Lebih terperinci

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif

Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Gangguan Ansietas, Fobia, dan Obsesif kompulsif Ns Wahyu Ekowati MKep., Sp J Materi Kuliah Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) www.unsoed.ac.id 1 Tujuan pembelajaran Menyebutkan kembali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi

BAB I PENDAHULUAN. prosedur pembedahan. Menurut Smeltzer dan Bare, (2002) Pembedahan / operasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi merupakan pengalaman yang biasa menimbulkan kecemasan, kecemasan biasanya berhubungan dengan segala macam prosedur asing yang dijalani pasien dan juga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial

BAB II TINJAUAN TEORI. dengan orang lain (Keliat, 2011).Adapun kerusakan interaksi sosial BAB II TINJAUAN TEORI A. KONSEP DASAR 1. Pengertian Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN GANGGUAN KARDIOVASKULAR YANG DIRAWAT DIRUANGAN ALAMANDA TAHUN 2015 Fransisca Imelda Ice¹ Imelda Ingir Ladjar² Mahpolah³ SekolahTinggi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1. Perawat 2.1.1.1. Pengertian perawat Menurut Depkes RI (2007), perawat adalah seorang yang telah dipersiapkan melalui pendidikan untuk turut serta merawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap

BAB I PENDAHULUAN. penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini dengan adanya perubahan gaya hidup berdampak pada penyakit gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik atau penyakit renal tahap akhir merupakan gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Motivasi merupakan suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri seseorang yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Motivasi pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Konsep koping 1.1. Pengertian mekanisme koping Koping adalah upaya yang dilakukan oleh individu untuk mengatasi situasi yang dinilai sebagai suatu tantangan, ancaman, luka, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecemasan merupakan perasaan yang timbul akibat ketakutan, raguragu, gelisah yang dapat menimbulkan ketegangan fisik yang tinggi. Hal ini ditimbulkan sebagai reaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungannya dengan upaya stimulasi yang dapat dilakukan, sekalipun anak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi anak yang berusia 1-3 tahun. Pertumbuhan dan perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya dengan upaya stimulasi

Lebih terperinci

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri

A. Pengertian Defisit Perawatan Diri B. Klasifikasi Defisit Perawatan Diri C. Etiologi Defisit Perawatan Diri A. Pengertian Defisit Perawatan Diri Kurang perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Maslim, 2001). Kurang perawatan diri adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Halusinasi adalah gangguan terganggunya persepsi sensori seseorang,dimana tidak terdapat stimulus. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pasien merasa

Lebih terperinci

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL

KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL 98 Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 2. (2) Agustus 2016 ISSN. 2407-7232 KECEMASAN ANAK USIA TODDLER YANG RAWAT INAP DILIHAT DARI GEJALA UMUM KECEMASAN MASA KECIL CHILD ANXIETY TODDLER VIEWS FROM THE HOSPITAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan dasarnya dan untuk belajar mandiri, lingkungan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak adalah individu yang unik dan bukan orang dewasa mini. Anak juga bukan merupakan harta atau kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

Konsep diri, KDK, Sal

Konsep diri, KDK, Sal KONSEP DIRI S A L B I A H, S K p Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Kehidupan yang sehat,

Lebih terperinci

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan ABSTRAK

Lilis Maghfuroh Program Studi S1 Keperawatan STIKes Muhammadiyah Lamongan   ABSTRAK ATRAUMATIC CARE MENURUNKAN KECEMASAN HOSPITALISASI PADA ANAK PRASEKOLAH DI RUANG ANGGREK RSU dr. SOEGIRI LAMONGAN (The Atraumatic Care Reduce Anxiety Hospitalization Preschool Children in Anggrek Room

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. anak (Undang-Undang Perlindungan Anak, 2002). BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Anak adalah tunas bangsa, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa. Oleh karena itu anak perlu mendapat kesempatan yang seluasluasnya untuk tumbuh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dari individu untuk memecahkan masalah

Lebih terperinci

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012

PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 PENELITIAN PENGARUH TERAPI MUSIK RELIGI TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DI RUANG BEDAH RSUP. DR. M. DJAMIL PADANG TAHUN 2012 Penelitian Keperawatan Jiwa SITI FATIMAH ZUCHRA BP. 1010324031

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. xiv

BAB I PENDAHULUAN. xiv xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tindakan operasi atau pembedahan walaupun minor/mayor merupakan pengalaman yang sulit dan bisa menimbulkan kecemasan bagi hampir semua pasien dan keluarganya. Kecemasan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Teori Terkait 2.1.1. Definisi Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan aprehensi atau keadaan kuatir yang mengeluhkan bahwa sesuatu yang buruk akan segera terjadi (Nevid, Ratus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.

BAB I PENDAHULUAN. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecemasan adalah suatu keadaan yang sangat serius pada pasien pre operasi yang ditandai dengan perasaan ketakutan dan gelisah serta menggambarkan perasaan keraguraguan,

Lebih terperinci

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang BAB II KONSEP DASAR A. Pengertian Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan menganalisa seberapa sesuai perilaku dirinya dengan ideal diri ( Stuart, 2006 ). Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk hidup membutuhkan pemenuhan kebutuhan dasar yang sangat kompleks. Hirarki kebutuhan dasar manusia menurut Maslow adalah sebuah teori yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. 1 BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini akan diuraikan latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan keterbaruan penelitian. A. Latar belakang Rumah sakit adalah

Lebih terperinci

PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MAWAR RSUD KRATON PEKALONGAN.

PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MAWAR RSUD KRATON PEKALONGAN. PENGARUH BERMAIN ORIGAMI TERHADAP KECEMASAN ANAK USIA PRA SEKOLAH YANG MENGALAMI HOSPITALISASI DI RUANG MAWAR RSUD KRATON PEKALONGAN 2 Wiji Lestari ABSTRAK Hospitalisasi yang dialami anak anak menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah.

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan. perubahan fisik seperti meningkatnya tekanan darah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Kazdin (2000) dalam American Psychological Association mengatakan kecemasan merupakan emosi yang ditandai dengan perasaan tegang, pikiran khawatir dan perubahan

Lebih terperinci

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari

BERDUKA DAN KEHILANGAN. Niken Andalasari BERDUKA DAN KEHILANGAN Niken Andalasari DEFENISI KEHILANGAN adalah kenyataan/situasi yang mungkin terjadi dimana sesuatu yang dihadapi, dinilai terjadi perubahan, tidak lagi memungkinkan ada atau pergi/hilang.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun, anak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun, anak BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Anak 1.1. Definisi anak Anak adalah seseorang yang berumur belum 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-undang Perlindungan Anak No. 23 pasal

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care

BAB II LANDASAN TEORI Definisi Atraumatic Care BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Atraumatic Care 2.1.1. Definisi Atraumatic Care Dalam pediatrik, kebutuhan untuk memberikan atraumatic care dikenal secara luas. Atraumatic care merupakan filosofi dari penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi

BAB I PENDAHULUAN. perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (Supartini, 2004). Hospitalisasi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Hospitalisasi merupakan proses karena suatu alasan yang berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007)

BAB II TINJAUAN TEORI. pengecapan maupun perabaan (Yosep, 2011). Menurut Stuart (2007) BAB II TINJAUAN TEORI A. Definisi Halusinasi didefinisikan sebagai seseorang yang merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada stimulus dari manapun, baik stimulus suara, bayangan, baubauan, pengecapan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Komunikasi Terapeutik BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang dilakukan atau dirancang untuk tujuan terapi. Seorang penolong atau perawat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status

BAB 1 PENDAHULUAN. krisis karena anak mengalami stres akibat perubahan baik terhadap status BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sakit dan dirawat dirumah sakit merupakan krisis utama yang tampak pada anak jika anak di rawat dirumah sakit. Anak tersebut akan mudah mengalami krisis karena anak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN

KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN KETERAMPILAN KONSELING : KLARIFIKASI, MEMBUKA DIRI, MEMBERIKAN DORONGAN, MEMBERIKAN DUKUNGAN, PEMECAHAN MASALAH DAN MENUTUP PERCAKAPAN oleh Rosita E.K., M.Si Konsep dasar dari konseling adalah mengerti

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008).

BAB II LANDASAN TEORI Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak Pengertian Hospitalisasi. anak dan lingkungan (Wong, 2008). BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Hospitalisasi atau Rawat Inap pada Anak 2.1.1. Pengertian Hospitalisasi Hospitalisasi adalah suatu keadaan dimana seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan secara intensif

Lebih terperinci

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR.

HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR. HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT DENGAN SIKAP KOPERATIF ANAK USIA PRA SEKOLAH SELAMA PROSEDUR INJEKSI INTRAVENA DI RSUD PROF. DR. HI. ALOEI SABOE KOTA GORONTALO SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci