Metode self injuryyang ditempuhbermacam-macam, (Baetens dkk, 2015; Lloyd-Richardson, Perrine, Dierker, & Kelley, 2007) menyebutkan bahwa metode yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Metode self injuryyang ditempuhbermacam-macam, (Baetens dkk, 2015; Lloyd-Richardson, Perrine, Dierker, & Kelley, 2007) menyebutkan bahwa metode yang"

Transkripsi

1 1 Self injury atau menyakiti diri merupakan perilaku yang dilakukan untuk mendapatkan luka atau rasa sakit dengan sengaja sebagai ungkapan ekspresi perasaan yang tidak menyenangkan. Menurut WHO, self injury atau menyakiti diri sendiri adalah perbuatan dengan akibat yang tidak fatal, individu dengan sengaja memulai perilaku yang tanpa intervensi dari orang lain menyebabkan rasa sakit pada diri sendiri, termasuk mengonsumsi obat secara berlebihan, dengan maksud adanya perubahan yang berdampak secara fisik sebagai ungkapan dari perasaan tidak menyenangkan yang dirasakan(dalam NICE, 2004). Luka yang ditimbulkan sifatnya minor sampai moderat, sehingga perilaku ini bukan merupakan usaha untuk bunuh diri. Adapun self injury dilakukan hampir di setiap rentang usia, mulai dari anakanak sampai dewasa. Pada anak-anak dan remaja diperoleh tingkat prevalensi antara % (Albores-Gallo dkk, 2014), pada remaja yaitu 49.2% (Manca, Presaghi, &Cerutti; 2014), sementara pada dewasa awal yaitu 37% (Gratz KL, Dixon-Gordon KL, Chapman AL, &Tull MT., 2015). Paling banyak melakukan self injury ada di usia remaja dan dewasa awal, dengan tingkat prevalensi % (Glenn & Klonsky, 2013). Usia kemunculan self injury diketahui berada di usia awal remaja, (Glenn & Klonsky, 2009; Klonsky 2011) menyebut 13 atau 14 tahun merupakan onset (pertama kali) seseorang melakukan self injury. Peneliti melakukan wawancarapre-eleminaryterhadap subjek C, dewasa awalyang memiliki pikiran ataupun perilaku self injury. Kebiasaan subjek C melakukan self injury terkadang didahului oleh pikiran-pikiran yang berulang tentang self injury. Pikiran itu terus meningkat sampai akhirnya subjek C melakukannya dalam perilaku. Namun terkadang juga subjek C langsung melakukan perilaku self injury tanpa didahului pikiran tentang self injury. Kadang ada pikiran mau bikin (sayatan) ni di tangan, kadang cuma sampai di pikiran, nanti kalo orang liat mau bilang apa. Tapi kadang ga ada pikiran apa-apa terus langsung bikin aja

2 2 Metode self injuryyang ditempuhbermacam-macam, (Baetens dkk, 2015; Lloyd-Richardson, Perrine, Dierker, & Kelley, 2007) menyebutkan bahwa metode yang paling banyak dipilih orang ketika melakukan self injury adalah memukul, meninju, menjambak rambut, ataupun mengiris pergelangan tangan. Begitupun pada subjek C, ia terbiasa menggunakan dua atau lebih dari dua metode, hal ini tergantungseberapa kacauperasaannya, ataupun sampai ia merasa puas dengan rasa sakit tersebut. Cara atau metode yang dipilih misalnya dengan membuat sayatan di lengan. Ia sering membuat goresan dengan benda tajam di bagian tubuhnya I am fine, Anger! Hate!! kemudian ia membenturkan kepala atau memukulkan tangan ke tembok sampai memar dan sesekali berdarah. Adapun kebiasaan self injury yang paling ringan menurut C adalah menjambak rambut kuat-kuat. Ada banyak alasan mengapa C memilih self injury, baik yang berhubungan dengan dirinya maupun orang lain. (Nock2004, 2005, 2010) membagi self injury menjadi dua fungsi yaitu fungsi intrapersonal dan fungsi interpersonal. Fungsi yang paling banyak dilakukan orang adalah fungsi intrapersonal, yaitu regulasi diri, selfpunishment, anti-disosiasi(klonsky, 2007, 2009, 2011; Klonsky & Glenn, 2009). Subjek Cberpikiran ataupun melakukan perilakuself injuryketika merasakan kemarahan dan kebencian teramat sangat terhadap diri sendiri. Benci karena tidak melakukan sesuatu dengan benar, dan marah karena gagal mendapatkan apa yang diinginkan. C merasa sangat gagal, sangat tidak berguna, dan sangat tidak berdaya. Jika sudah begitu, ia akan membuat sayatan di lengan, menuliskan pesan-pesan berdarah di tubuh untuk dirinya sendiri. Selain perasaan marah dan benci kepada diri sendiri, subjek C terkadang berpikiran ataupun melakukan self injury saat marah dan jengkel kepada orang lain namun tidak bisa ia ekspresikan langsung, khusunya kepada orang terdekat. Jika sudah begitu, ia akan kepikiran untuk melakukan self injury atau melakukan self injurydengan intensitas yang lebih rendah,yaitu dengan memukul-mukulkan tangannya ke tembok, terkadang sampai merah atau berdarah tergantung tingkat kemarahannya.

3 3 Pikiran-pikiran ataupun akhirnya muncul dalam perilaku memukul-mukulkan tangan ke tembok, ataupun membenturkan kepala, juga dilakukan subjek C karena ia merasa pantas mendapatkannya. C merasa pantas mendapatkan hukuman atas kebodohan dan perilaku tidak tepat yang ia lakukan sehingga berujung pada kegagalan. (Klonsky, 2009) mengemukakan bahwa self punishment dimaksudkan sebagai ekspresi kemarahan dan kebencian yang dalam terhadap diri karena sudah menjadi bodoh, gagal dan tidak berharga sehingga dirinya patut menerima hukuman atas kesalahan dan kebodohannya tersebut. Pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan dengan orang terdekat, misalnya keluarga, khususnya interaksi yang buruk dengan ibu sangat berhubungan dengan kemunculan self injury (Pierro, Sarno, Perego, Gallucci, & Madeddu, 2012). Subjek C mengatakan bahwa ibunya selalu melakukan kritikan kepada setiap orang, bahkan kritikan-kritikan tersebut bisa jadi berlipat-lipat jika ibu tujukan ke anak-anaknya. Tidak hanya kritikan, segala komentar negatif, umpatan, makian sering sekali terdengar dari ibunya. Ia dan saudara-saudaranya sering menjadi tempat pelampiasan ketika ibu sudah marah atau tidak suka kepada sesuatu, padahal mereka tidak ada hubungannya dengan sesuatu itu. (Beatens dkk, 2015; Nock, 2010; Glassman dkk, 2007) menyebutkan bahwa pengabaian, penganiaan, penolakan, kritikan berlebih, kurangnya dukungan emosional, menyebabkan seseorang mengembangkan gaya berpikir kritis berlebihan terhadap diri. Gaya berpikir kritis berlebihan kepada diri dikatakan memiliki kontribusi yang sangat besar dalam self injury. Selain menimbulkan kemarahan dan kebencian yang mendalam terhadap diri, kritik berlebihan juga menyebabkan individu selalu meragukan kemampuannya, tidak ada penghargaan atas diri, dan sangat mudah merasakan perasaan bersalah atas apa saja yang dilakukannya. Selain kritik berlebihan kepada diri, individu yang melakukan self injury diketahui sering mengalami ketergugahan akan emosi dan pikiran-pikiran negatif, mereka lebih banyak merasakan hal-hal negatif di sekelilingnya. Ditambah dengan kurangnya keterampilan emosi, meliputi; toleransi rendah terhadap kejadian buruk

4 4 yang menimpa, sulit mengekspresikan apa yang dirasakan, dan memiliki kemampuan buruk dalam penyelesaian masalah (Yurkowski dkk, 2015; Bentley, Nock, & Barlow, 2014; Nock 2010). Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan subjek C, ia merasa sangat mudah mengingat hal-hal yang negatif, sementara ketika diminta mengingat hal-hal positif ia mengaku kesulitan. C mengatakan, kejadian-kejadian negatif selalu saja menimpanya, jika sudah begitu, ia seperti tidak bisa berbuat apa-apa. Penelitian oleh (Glenn & Klosky, 2009) menunjukkan sekali seseorang terlibat dalam self injury, besar kemungkinan ia akan mengulangi perilakunya tersebut, bahkan dengan intensitas yang semakin meningkat setiap waktunya.oleh karena itu, perlu penanganan yang tepat untuk mencegah bahaya yang lebih fatal, misalnya self injury yang mengarah pada rencana ataupun usaha bunuh diri. Sekalipun berbeda dengan kecenderungan ataupun usaha bunuh diri, namun beberapa penelitian menujukkan hubungan yang erat antara self injury-berulangdengan resiko bunuh diri, dan self injury yang memiliki tingkat keparahan-sedang-ke atas dengan resiko bunuh diri (Lloyd-Richardson, Dierker, & Kelley, 2007; Guan, Fox, & Prinstein, 2012; Mehlenkamp, Claes, Havertape& Plener, 2012). Salah satu penanganan yang dapat diambil adalah melakukan intervensi psikologis dengan pendekatan transpersonal. Pendekatan transpersonal dianggap sebagai pendekatan yang paling komprehensif. Assagioli dalam (Rueffler, 1995) menyebutkan dalam pendekatan transpersonal, terdapat dua tujuan terapi yang dapat terjadi. Yaitu personal dan transpersonal. Personal bertujuan untuk memperkuat perkembangan kepribadian, yaitu dengan melibatkan semua proses mental di dalamnya baik itu pikiran, perasaan dan perilaku untuk menuju selaras dan optimal. Sedangkan transpersonal lebih dalam lagi, yaitu menawarkan kemungkinan untuk mewujudkan diri yang sejati, yang menyangkut keterhubungan manusia dengan Sang pencipta. Psikologi transpersonal menawarkan pengenalan dan pemahaman yang mendalam akan diri sehingga pendekatan ini tidak hanya untuk perubahan pikiran, perasaan dan perilaku, namun juga cocok untuk pengembangan diri. Oleh karena itu,

5 5 pendekatan ini cocok digunakan di berbagai kasus psikologis, mulai dari level ringan, sedang, sampai berat. Dalam penelitian ini, self injury merupakan ranah kasus dengan katagori rendah sampai sedang. Salah satu intervensi psikologis dengan pendekatan psikologi transpersonal adalah metode Empathic Love Therapy (ELT). ELT merupakan merupakan metode cinta dalam psikosintesis untuk mendamaikan seluruh aspek dalam diri, mengubah pola diri yang bersifat membatasi atau merusak diri, dan menemukan diri sejati yang utuh dan sejalan dengan kehendak Tuhan. Segala tindakan yang merusak diri ataupun tindakan yang membatasi potensi diri terjadi karena I (personal) dan Self (transpersonal) tidak utuh. IdanSelfyang tidak utuh karena Imengalami luka yang disebut primal wounding(firman & Gila, 2002). Primal Wounding muncul karena pengalaman-pengalaman tidak menyenangkan yang terjadi di masa lalu seperti penolakan, perpisahan, pengabaian ataupun hal-hal yang tidak empati lainnya yang dilakukan oleh significant others (orang tua, pengasuh) dan lingkungan (peers, masyarakat, sistem) baik disengaja maupun tidak disengaja (Firman & Gila, 2002). Primal wounding membuat individu merasa terisolasi, kosong, disintegrasi dan penolakan diri, kehilangan aku yang utuh, tidak bermakna, tidak berharga, selalu salah, merasa kewalahan dan terjebak, cemas dan putus asa yang kesemuanya ini disebut keadaan non-being (Firman & Gila, 2002). Keadaan non-being tersebut memaksa I untuk bertahan dan menjadi I survival. Isurvival kerap kali keliru dalam mengenali potensi ataupun kemampuannya.demi bertahan dari kondisi non-being, seseorang akhirnya tidak menjadi Iotentikyang bebas menjalani kehidupan seutuhnya. Dalam kehidupan sehari-hari, orang dengan self injury,sebenarnya menjadi Isurvival yang ingin membebaskan diri dari luka, ingin mengekspresikan kekacauan perasaan, bahkan (Kokaliari & Beerzoff, 2008) menyebutkan bahwa self injury dianggap sebagai cara bertahan agar dapat produktif lagi. Individu beranggapan dengan melakukan self injury mereka dapat melepaskan diri dari tekanan ataupun beban yang menghimpit sehingga mereka dapat kembali fokus dan produktif lagi di

6 6 pekerjaan ataupun tugas-tugasnya. Namun demikian, self injury ternyata bukanlah cara bertahan yang efektif. Beberapa individu, ketika sudah melakukan self injury malah tidak merasakan perbedaan, atau bahkan merasa menyesal setelah melakukan self injury tersebut (Klineberg, Kelly, Stansfeld, &Bhui1, 2013). Hal ini sejalan dengan yang dikatakan subjek C, setelah melakukan self injuryc tetap merasakan perasaan bersalah. Sekalipun lega telah melampiaskan perasaan, namun tetap saja ada perasaan menyesal dan bersalah yang ia rasakan. Subek C mengaku heran dan bertanya-tanya mengapa masih melakuan self injury padahal tahu bahwa perilaku tersebut hanya bersifat kelegaan sementara,sedangkan perasaan kosong dan tidak bermakna tetap ada. Oleh karena itu, self injury perlu dipulihkan agar mencapai diri yang otentik dan tidak terjebak dalam perasaan non-being yang menstimulasi perilaku self injury. Metode ELTmerupakan metode cinta dalam psikosintesis yang disusun berdasarkan 7 konsep Assagioli (2007); 1) Disidentification, 2) Personal self or I, 3) Will Good, Strong, Skillful, 4) The Ideal Model, 5) Synthesis, 6) The Superconscious or Higher Unconscious, dan 7) Transpersonal Self or Self.Rangkaian proses atau tahapan perubahan diri dalam ELT untuk menurunkan pikiran dan perilaku self injurydimulai dari mengenali elemen dalam diri, baik yang mendukung maupun menghambat. Selanjutnya yaitu menerima segala elemen dalam diri. Selanjutnya koordinasi yaitu mulai menyadari kualitas tersembunyi dari elemen yang dianggap mengganggu atau menghambat. Selanjutnya integrasi, yaitu mulai menyadari nilai dan aspirasi. Terakhir adalah sintesis, yaitu penyatuan dengan diri yang utuh (diri otentik). Penelitian ELTsudah pernah dilakukan di Indonesia, beberapa diantaranya yaitu ELT diberikan kepada individu dengan permasalahan depresi (Saragih, 2014; Sagala, 2015; Widiasari, 2015), dan ELT diberikan kepada individu dengan permasalahan kecemasan (Tittarini, 2014; Yana, 2015). Beberapa penelitan pun menunjukkan hubungan yang erat antara depresi dan kecemasan dengan self injury

7 7 (Laye-Gindhu &Schoner-Reichl, 2005; Klonsky, 2007, 2009; Marshall, Weaver, Stattin, 2013). Hasil penelitian, ELT terbukti efektif menurunkan depresi dan kecemasan. ELT menurunkan depresi dan kecemasan dengan meningkatkan keberhargaan dan penerimaan diri. Rasa berharga dan penerimaan terhadap segala elemen diri, baik yang menyakitkan maupun menyenangkanmembawa individu-individu tersebut menemukan diri yang utuh dan tidak terbatas.adapun rasa berharga oleh (Kool, Meijel, & Bosman, 2009) disebut merupakan salah satu faktor yang membuat seseorang mampu menghentikan perilaku sel injury. Akan tetapi penelitian ELT untuk individu dengan selfinjury belum pernah dilakukan sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian tentang Empathic Love Therapykepada individu yang memiliki pikiran dan perilaku self injury. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas Empathic Love Therapy untuk menurunkan pikiran dan perilaku self injury. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah ELT dapat menurunkan pikiran dan perilaku self injury. Penjabaran dari pertanyaan penelitian ini adalah proses apa dalam ELT yang menurunkan pikiran dan perilaku self injury. Adapun proses dalam ELT meliputi menenali, menerima, koordinasi dan transformasi, integrasi dan sintesis. Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat bagi partisipan yaitu penurunan pikiran dan perilaku self injury. Manfaat lainnya adalah memperkaya khasanah ilmu psikologi, yaitu dalam penggunaan dan pengembangan psikologi psikosintesis di Indonesia. Kerangka konseptual penelitian tersaji dalam Gambar-1.

8 8 Lingkungan tidak empatik Perlakuan tidak menyenangkan dari significant other (keluarga, pengasuh) maupun lingkungan (peer, masyarakat, sistem) baik itu disengaja maupun tidak disengaja I mengalami luka (Primal Wounding) Tidak menjadi I otentik, namun berusaha bertahan dengan menjadi I survival Empathic Love therapy: 1. Mengenali elemen dalam diri, baik yang mendukung maupun menghambat. 2. Menerima segala elemen dalam diri. 3. Koordinasi. Mulai menyadari kualitas tersembunyi dari elemen yang dianggap mengganggu atau menghambat. 4. Integrasi. Mulai menyadari nilai dan aspirasi. 5. Sintesis. Penyatuan dengan diri yang utuh (diri otentik) Situasi yang mengancam Pikiran dan perilaku self injury Pikiran dan perilaku self injurymenurun Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian

Kehidupan perkuliahan merupakan suatu pengalaman salah satu tugas dalam hidup yang dinamis dan memiliki banyak tantangan. Selain itu, kehidupan

Kehidupan perkuliahan merupakan suatu pengalaman salah satu tugas dalam hidup yang dinamis dan memiliki banyak tantangan. Selain itu, kehidupan 1 Kehidupan perkuliahan merupakan suatu pengalaman salah satu tugas dalam hidup yang dinamis dan memiliki banyak tantangan. Selain itu, kehidupan perkuliahan juga mensyaratkan kemampuan adaptasi dan pengaturan

Lebih terperinci

Prevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah

Prevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah Prevalensi perokok di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data Tobacco Atlas tahun 2015, Indonesia meraih predikat jumlah perokok terbanyak nomor tiga di dunia setelah China dan India

Lebih terperinci

Gagap adalah ketidaknormalan verbalisasi kata yaitu tingginya penghentian bicara, suku kata atau salah satu huruf dalam suku kata, penahanan dan

Gagap adalah ketidaknormalan verbalisasi kata yaitu tingginya penghentian bicara, suku kata atau salah satu huruf dalam suku kata, penahanan dan 1 Gagap adalah ketidaknormalan verbalisasi kata yaitu tingginya penghentian bicara, suku kata atau salah satu huruf dalam suku kata, penahanan dan pengulangan bunyi, serta penggantian kata untuk menghindari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN. tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, BAB II TINJAUAN TEORI PERILAKU KEKERASAN A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KEKERASAN EMOSI 1. Pengertian Kekerasan Emosi Kekerasan emosi didefinisikan sebagai bentuk kekerasan yang dilakukan secara sengaja tujuan untuk mempertahankan dan menguasai individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. diwarnai dengan berbagai macam emosi, baik itu emosi positif maupun BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia pada umumnya pasti tidak akan terlepas dari permasalahan sepanjang masa hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia merupakan makhluk sosial yang setiap harinya pasti

Lebih terperinci

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA

PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA PENGANIAYAAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA Oleh: Alva Nadia Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan Agama Dunia Maya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya, hukuman hanya menjadi salah satu bagian dari metode untuk mendisiplinkan anak. Cara ini menjadi bagian penting karena terkadang menolak untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Membuat perubahan hidup positif adalah sebuah proses multi tahapan yang dapat menjadi kompleks dan menantang. Pengalaman emosi marah, benci, dan kesedihan yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self injury pada Remaja Putus Cinta. Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self injury pada Remaja Putus Cinta. Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self injury pada Remaja Putus Cinta 1. Definisi Self injury Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury yang seringkali digunakan seperti self mutilation

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5. KESIMPULAN, DISKUSI, SARAN 5.1. Kesimpulan Bab ini berusaha menjawab permasalahan penelitian yang telah disebutkan di bab pendahuluan yaitu melihat gambaran faktor-faktor yang mendukung pemulihan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Attention Deficit Hiperactivity Disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengakibatkan ketidakmampuan mengatur perilaku, khususnya untuk mengantisipasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. siklus kehidupan dengan respon psikososial yang maladaptif yang disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keperawatan jiwa adalah pelayanan kesehatan professional yang didasarkan pada ilmu perilaku, ilmu keperawatan jiwa pada manusia sepanjang siklus kehidupan dengan

Lebih terperinci

Pertumbuhan kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pada sebagian besar negara mengalami penurunan.

Pertumbuhan kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pada sebagian besar negara mengalami penurunan. Pertumbuhan kasus Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) pada sebagian besar negara mengalami penurunan. Sebaliknya, Indonesia adalah salah satu dari 9 negara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam kehidupannya, setiap orang pasti membutuhkan orang lain, entah dalam saat-saat susah, sedih, maupun bahagia. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

BAB II TINJAUAN TEORI. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan BAB II TINJAUAN TEORI A. Pengertian Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan.

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA

LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA LAMPIRAN A PEDOMAN WAWANCARA 118 Daftar Pedoman Wawancara a. Pengalaman kehidupan di dalam keluarga 1. Apakah hubungan kamu dekat dengan keluarga? 2. Bagaimana kedekatan kamu dengan ibu? 3. Menurut kamu,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi tentang variabel-variabel dimana didalamanya terdapat definisi, faktor dan teori dari masing-masing variabel dan juga berisi tentang hipotesis penelitian ini. 2.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang

BAB I PENDAHULUAN. Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Masalah Setiap anak yang lahir merupakan sebuah karunia yang besar bagi orang tuanya. Kehadiran anak diharapkan dan ditunggu-tunggu oleh setiap pasangan yang terikat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa

ABSTRAK. Kata Kunci: Manajemen halusinasi, kemampuan mengontrol halusinasi, puskesmas gangguan jiwa ABSTRAK Halusinasi adalah gangguan jiwa pada individu yang dapat ditandai dengan perubahan persepsi sensori, dengan merasakan sensasi yang tidak nyata berupa suara, penglihatan, perabaan, pengecapan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari keseluruhan laporan penelitian yang menguraikan pokok bahasan tentang latar belakang masalah yang menjadi fokus penelitian, pertanyaan penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Sehat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin

BAB I PENDAHULUAN. Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan. intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Pencapaian utama masa dewasa awal berkaitan dengan pemenuhan intimasi tampak dalam suatu komitmen terhadap hubungan yang mungkin menuntut pengorbanan dan

Lebih terperinci

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com

Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Konsep Krisis danangsetyobudibaskoro.wordpress.com Krisis merupakan suatu titik balik yang memungkinkan individu untuk tumbuh dan berkembang, atau menyebabkan dirinya merasa tidak puas, gagal, dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA

2016 HUBUNGAN ANTARA CYBERBULLYING DENGAN STRATEGI REGULASI EMOSI PADA REMAJA BAB 1 PENDAHULUAN Bab ini merupakan pendahuluan dari skripsi yang akan membahas beberapa hal terkait penelitian, seperti latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan berkomunikasi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keluarga adalah sekelompok orang yang terhubungkan oleh ikatan pernikahan, darah atau adopsi; membentuk suatu rumah tangga tunggal; saling berinteraksi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah NARKOBA adalah singkatan Narkotika dan Obat/Bahan berbahaya. Istilah ini sangat populer di masyarakat termasuk media massa dan aparat penegak hukum. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi setiap manusia. Manusia dapat menjalankan berbagai macam aktivitas hidup dengan baik bila memiliki kondisi kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi masalah kesehatan mental. Jika sudah menjadi masalah kesehatan mental, stres begitu mengganggu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa menurut WHO (World Health Organization) adalah ketika seseorang tersebut merasa sehat dan bahagia, mampu menghadapi tantangan hidup serta dapat menerima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia mencapai 243,8 juta jiwa dan sekitar 33,9 persen diantaranya adalah anakanak usia 0-17 tahun (Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa tua merupakan masa paling akhir dari siklus kehidupan manusia, dalam masa ini akan terjadi proses penuaan atau aging yang merupakan suatu proses yang dinamis sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organitation (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai keadaan sehat fisik, mental, dan sosial, bukan semata-mata keadaan tanpa penyakit atau kelemahan. Definisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Vivit Puspita Dewi, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hubungan interpersonal sangat penting untuk perkembangan perasaan kenyamanan seseorang dalam berbagai lingkup sosial. Hubungan Interpersonal membantu dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang tua menginginkan dan mengharapkan anak yang dilahirkan akan tumbuh menjadi anak yang menyenangkan, terampil dan pintar. Anak-anak yang patuh, mudah diarahkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar,

BAB I PENDAHULUAN. belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Belajar merupakan kegiatan utama dalam setiap usaha pendidikan. Tanpa belajar sesungguhnya tidak ada pendidikan. Demikian pentingnya arti belajar, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan zaman yang semakin pesat ini membawa dampak ke berbagai aspek kehidupan terutama dalam bidang pendidikan. Terselenggaranya pendidikan yang efektif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dirasakan sebagai ancaman (Nurjannah dkk, 2004). keadaan emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, kedalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku kekerasan merupakan salah satu yang diekspresikan dengan melakukan ancaman, menciderai orang lain ataupun merusak lingkungan (Keliat dkk, 2011). Kemarahan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan 1.1. Latar Belakang Permasalahan 1. PENDAHULUAN Tidak dapat dipungkiri, bahwa hidup seorang perempuan akan berubah setelah lahirnya si buah hati. Bukan hanya kehidupan pribadi anda yang berubah, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penderita skizofrenia dapat ditemukan pada hampir seluruh bagian dunia. Prevalensi penderita skizofrenia pada populasi umum berkisar 1%-1,3% (Sadock dan Sadock,

Lebih terperinci

KEKERASAN PADA ANAK DITINJAU DARI ASPEK MEDIS

KEKERASAN PADA ANAK DITINJAU DARI ASPEK MEDIS KEKERASAN PADA ANAK DITINJAU DARI ASPEK MEDIS Oleh: Putrika P.R. Gharini * Makalah ini disampaikan pada Seminar Online Kharisma ke-3, dengan Tema: Kekerasan Pada Anak: Efek Psikis, Fisik, dan Tinjauan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki. suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data Badan Kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Chaplin,gangguan jiwa adalah ketidakmampuan menyesuaikan diri yang mengakibatkan orang menjadi tidak memiliki suatu kesanggupan (Sunaryo, 2007).Menurut data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak tiga tahun yang lalu, WHO sebagai organisasi kesehatan dunia telah menyatakan bahwa obesitas merupakan masalah global yang perlu ditanggulangi (www.gizikesehatan.ugm.ac.id).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang sangat luar biasa, karena anak akan menjadi generasi penerus dalam keluarga. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memiliki anak yang sehat dan memiliki tumbuh kembang yang baik merupakan dambaan bagi setiap pasangan suami istri yang telah menikah. Anak merupakan berkah yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta 40 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sehat adalah suatu keadaan sempurna baik fisik, mental dan sosial serta bukan saja keadaan terhindar dari sakit ataupun kecacatan. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak

BAB I PENDAHULUAN. Psychiatric Association,1994). Gangguan jiwa menyebabkan penderitanya tidak BAB I PENDAHULUAN 1,1. Latar Belakang Gangguan jiwa adalah suatu sindroma atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress

Lebih terperinci

BULLYING. I. Pendahuluan

BULLYING. I. Pendahuluan BULLYING I. Pendahuluan Komitmen pengakuan dan perlindungan terhadap hak atas anak telah dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28B ayat (2) menyatakan bahwa setiap

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emosi adalah respon yang dirasakan setiap individu dikarenakan rangsangan baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral,

BAB I PENDAHULUAN. riskan pada perkembangan kepribadian yang menyangkut moral, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia sekolah mempunyai berbagai resiko yang lebih mengarah pada kecerdasan, moral, kawasan sosial dan emosional, fungsi kebahasaan dan adaptasi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses

BAB I PENDAHULUAN. keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas. ANA (American nurses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya untuk meningkatkan dan mempertahankan perilaku yang mengkonstribusi pada fungsi yang terintegrasi. Pasien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam

BAB I PENDAHULUAN. melihat sisi positif sosok manusia. Pendiri psikologi positif, Seligman dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam menjalani kehidupan ini, tentunya seseorang pasti pernah mengalami beberapa masalah. Sesuatu dirasakan atau dinilai sebagai suatu masalah ketika kenyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. aktivitas sehari-hari. Menurut WHO (World Health Organization) sehat adalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi semua manusia karena tanpa kesehatan yang baik, maka setiap manusia akan sulit dalam melaksanakan aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku marah, marah yang berlebihan dapat memperburuk kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perilaku marah, marah yang berlebihan dapat memperburuk kesehatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perilaku marah merupakan salah satu jenis perilaku yang dianggap sebagai perilaku dasar dan bersifat survival. Semua orang dari semua budaya mempunyai perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang HIV di Indonesia masih menjadi masalah yang serius dan komplek serta menimbulkan berbagai masalah di masyarakat. Angka kematian HIV/AIDS di Indonesia juga masih tinggi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO),

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan jiwa pada manusia. Menurut World Health Organisation (WHO), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Multi krisis yang menimpa masyarakat dewasa ini merupakan salah satu pemicu yang menimbulkan stres, depresi dan berbagai gangguan kesehatan jiwa pada manusia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Sayangnya masih banyak orangtua yang tidak mengetahui bagaimana

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi. Sayangnya masih banyak orangtua yang tidak mengetahui bagaimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Komunikasi adalah kunci dalam melakukan pengasuhan anak. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa baik buruknya, atau berhasil tidaknya pengasuhan yang dilakukan

Lebih terperinci

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga

Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Kalender Doa Agustus 2015 Berdoa Bagi Wanita Korban Kekerasan Rumah Tangga Suami Rosa biasa memukulinya. Ia memiliki dua anak dan mereka tidak berani berdiri di hadapan ayahnya karena mereka takut akan

Lebih terperinci

BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI

BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI BAB VI PERSEPSI REMAJA TERHADAP UNSUR KEKERASAN DALAM SINETRON DI TELEVISI 6.1. Persepsi Remaja terhadap Unsur Kekerasan dalam Sinetron di Televisi Remaja yang menjadi responden dalam penelitian sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perawat dalam pelayanan kesehatan dapat diartikan sebagai tenaga kesehatan yang sangat vital dan secara terus-menerus selama 24 jam berinteraksi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah anugrah yang diberikan kepada manusia sebagai sebuah kenikmatan dan pelengkap kebahagiaan dalam keluarga. Anak merupakan titipan yang wajib untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk yang lain. Konsep tentang manusia bermacam-macam. Ada yang menyatakan bahwa manusia adalah

Lebih terperinci

#### Selamat Mengerjakan ####

#### Selamat Mengerjakan #### Apakah Anda Mahasiswa Fak. Psikolgi Unika? Ya / Bukan (Lingkari Salah Satu) Apakah Anda tinggal di rumah kos / kontrak? Ya / Tidak (Lingkari Salah Satu) Apakah saat ini Anda memiliki pacar? Ya / Tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyak sekali latar belakang kekerasan terhadap anak mulai dari ketidakpuasan seseorang terhadap kondisi hidupnya sehingga melihat anak yang tidak berdaya sebagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu

BAB II LANDASAN TEORI. Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu BAB II LANDASAN TEORI A. Sibling Rivalry 1. Pengertian Sibling Rivalry Sibling rivalry adalah suatu persaingan diantara anak-anak dalam suatu keluarga yang sama, teristimewa untuk memperoleh afeksi atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi layanan kesehatan telah lama dibicarakan, baik di Negara maju maupun Negara berkembang dengan cara membuat sistem layanan kesehatan yang semakin responsiv

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Hana Nailul Muna, 2016 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peserta didik di SMA memasuki masa late adolescence yang berada pada rentang usia 15-18 tahun. Santrock (2007) menjelaskan, remaja mengalami berbagai perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan

BAB I PENDAHULUAN. berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri. Pasangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perceraian merupakan suatu perpisahan secara resmi antara pasangan suami-istri dan berketetapan untuk tidak menjalankan tugas dan kewajiban sebagai suami-istri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu lama dan bersifat residif (hilang-timbul). Sampai saat ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fisik adalah bagian dari tubuh manusia yang mudah dilihat dengan kasat mata, termasuk bagian kulit. Kulit merupakan bagian yang terluas dari tubuh dan bagian terpenting

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangga di Indonesia pada tahun 2004 prevalensi hipertensi di pulau jawa mencapai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tangga di Indonesia pada tahun 2004 prevalensi hipertensi di pulau jawa mencapai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hipertensi merupakan masalah utama yang sering dialami oleh beberapa negara maju, termasuk di Indonesia. Berdasarkan data survey kesehatan rumah tangga di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas

BAB I PENDAHULUAN. suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja diakui sebagai masa yang penting dalam rentang kehidupan, suatu masa perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas dan ambang dewasa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa yang jangka waktunya berbeda bagi setiap orang, tergantung faktor sosial dan budaya. Dengan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengalaman Memaafkan. kebanyakan berfokus pada memaafkan sebagai proses dengan individu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Memaafkan 1. Definisi Pengalaman Memaafkan Memaafkan merupakan sebuah konsep dimana terdapat pelaku dan korban yang berada dalam sebuah konflik dan sedang berusaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami perubahan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa perubahan ini terjadi diantara usia 13 dan 20 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological

BAB II LANDASAN TEORI. Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological 15 BAB II LANDASAN TEORI A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING 1. Definisi Psychological Well-Being Bradburn (1969 dalam Ryff, 1989) membedakan psychological well-being menjadi afek positif dan afek negatif. Penelitiannya

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan

Bab 5. Ringkasan. Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan Bab 5 Ringkasan 5.1 Ringkasan Dalam bab pertama yang berisi latar belakang penulisan skripsi ini, saya menjabarkan tentang teori psikologi penyakit skizofrenia yang akan saya gunakan untuk membuat analisis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional.

I. PENDAHULUAN. masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial emosional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Remaja (adolescense) adalah masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Allah kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga bisa menjadi sebuah impian setiap orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan merupakan suatu misteri yang dijalani seseorang. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi atau pesan dalam ruang lingkup individu, antar individu, maupun kelompok. Pada dasarnya komunikasi adalah sarana

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kostiuk (2002), kemampuan regulasi emosi merupakan salah satu

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Kostiuk (2002), kemampuan regulasi emosi merupakan salah satu BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Regulasi Emosi 1. Definisi Regulasi Emosi Menurut Kostiuk (2002), kemampuan regulasi emosi merupakan salah satu aspek penting dari perkembangan emosi seseorang. Regulasi

Lebih terperinci