SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH"

Transkripsi

1 Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Serial Api di Bukit Menoreh) Panembahan Mandaraka (mbah_man) Cerita fiksi berbasis sejarah semasa Kerajaan Mataram di bawah Panembahan Hanyakrawati dan Sultan Agung. Melanjutkan cerita Api di Bukit Menoreh karya SH Mintarja yang tidak selesai di jilid 396 dan dilanjutkan oleh Panembahan Mandaraka sampai jilid 416.

2 ii

3 SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Lanjutan T ADBM) Karya mbah_man Jilid 2 Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo iii

4 Naskah ini disusun untuk kalangan sendiri Bagi sanak-kadang yang berkumpul di Padepokan gagakseta Naskah ini diupload di dan boleh saja didownload dan dikoleksi, tetapi tidak untuk dikomersilkan iv

5 TANGKAP pembunuh..!! yang lainnya pun ikut berteriak sambil mengangkat senjata di tangan kanan mereka tinggi-tinggi. Untuk beberapa saat Ki Rangga dan kawan-kawannya justru telah membeku. Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan dan hanya diam di tempat saja sambil menunggu. Sejenak kemudian orang-orang yang berlari-larian itu telah sampai di tempat Ki Rangga dan kawan-kawannya berdiri. Dengan segera mereka berkerumun sambil mengacu-acukan senjata mereka. Sekilas Ki Rangga dan kawan-kawannya segera melihat bahwa mereka adalah sekumpulan orang-orang padukuhan yang masih lugu, dilihat dari jenis senjata yang mereka bawa. Kebanyakan dari mereka membawa parang pembelah kayu, linggis dan bahkan sabit rumput serta dua orang justru telah membawa cangkul. Agaknya mereka begitu tergesa-gesa atau bahkan tidak menutup kemungkinan mereka sedang dalam perjalanan ke sawah atau ke pategalan dan kemudian seseorang telah mempengaruhi mereka. Ki Sanak semua, berkata Ki Waskita kemudian dengan suara sareh sambil maju selangkah, Apakah sebenarnya yang telah terjadi, sehingga Ki Sanak semua telah berbondong-bondong menuju ke tempat ini? Tidak usah berpura-pura kakek tua! geram seorang yang berperawakan tegap dan masih cukup muda sambil melangkah ke depan, Kalian berlima akan kami bawa ke banjar padukuhan untuk mempertanggung-jawabkan perbuatan kalian.

6 Sebentar Ki Sanak, berkata Ki Waskita tetap dengan nada yang sareh, Perbuatan apakah yang harus kami pertanggungjawabkan? Kalian telah membunuh orang itu! bentak orang bertubuh kekar itu sambil menunjuk orang yang duduk di bawah pohon dan telah menjadi mayat. Kalian salah sangka, jawab Ki Waskita, Kami berlima justru terheran-heran mendapatkan orang itu telah menjadi mayat. Bohong! kembali orang berperawakan tegap itu membentak, Ada seseorang yang telah memberitahu kami bahwa kalian lah yang telah membunuh orang itu. Ki Waskita mengerutkan keningnya sejenak. Katanya kemudian, Siapakah diantara kalian yang melihat kami telah membunuh orang itu? Serentak orang-orang yang berkerumun itu saling pandang sambil mencoba mengenali orang-orang yang berada di dekat mereka. Agaknya mereka sedang mencari seseorang diantara mereka. Dimana dia? geram orang berperawakan tegap itu sambil menebarkan pandangannya ke sekeliling. Ya, mana orang tadi? seseorang yang lain telah menyahut. Siapa? yang lain justru balik bertanya Orang yang memberitahu kita bahwa di bulak telah terjadi rajapati, sahut yang lain. Segera saja terdengar suara bergeremang di antara mereka. Ternyata orang yang sedang mereka cari itu justru tidak ada di antara mereka. Gila! kembali orang tegap itu menggeram, Kemana perginya orang itu, he? Dia harus bertanggung jawab atas semua kejadian ini. Maaf Ki Sanak, kali ini Ki Rangga yang berkata, Sesungguhnya kami berlima bermaksud untuk menanyakan 2

7 sesuatu kepada orang itu. Namun kami menjadi curiga begitu orang itu sama sekali tidak menjawab bahkan terlihat tidak bergerak sama sekali, Ki Rangga berhenti sebentar. Lanjutnya kemudian, Kami menyangka orang itu sedang mengalami kesulitan atau menderita sakit. Maka kami memberanikan diri untuk mendekat dan memeriksanya. Ternyata orang itu telah meninggal. Beberapa orang tampak menarik nafas sambil menganggukangguk. Sedangkan orang berperawakan tegap itu masih mengerutkan keningnya dalam-dalam. Bertanya orang itu kemudian dengan nada yang mulai menurun, Siapakah sebenarnya Ki Sanak berlima ini? Kami dari Prambanan dan sedang dalam perjalanan menuju ke tanah Perdikan Matesih, jawab Ki Waskita, Kami sangat jarang melakukan perjalanan jauh. Sehingga kami sering berhenti di suatu tempat dan menanyakan kembali arah perjalanan kami untuk meyakinkan bahwa kami tidak tersesat. Orang bertubuh tegap itu tampak ragu-ragu. Namun sebelum dia bertanya lebih lanjut, tiba-tiba terdengar langkah-langkah beberapa orang yang sedang berlari-larian menuju ke tempat itu Sejenak kemudian beberapa orang tampak muncul dari regol padukuhan. Ki Jagabaya! hampir setiap mulut menyebut nama itu kecuali Ki Rangga dan kawan-kawannya. Memang yang datang itu adalah Ki Jagabaya, perangkat padukuhan Klangon yang bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan padukuhan. Ada apa Ki Senggi? bertanya Ki Jagabaya sesampainya dia di hadapan orang yang bertubuh tegap itu. Maaf Ki Jagabaya, kita sedang mengusut sebuah rajapati yang baru saja terjadi di bulak ini, jawab orang bertubuh tegap itu yang ternyata bernama Ki Senggi. 3

8 Sejenak Ki Jagabaya mengerutkan keningnya sambil mengedarkan pandangan matanya ke wajah-wajah yang ada di sekelilingnya. Katanya kemudian, Aku baru saja diberi tahu tentang rajapati ini. Nah, di mana jasad orang itu? Aku ingin melihatnya. Segera saja kerumunan itu menyibak dan memberi jalan Ki Jagabaya. Dengan langkah lebar Ki Jagabaya pun kemudian mendekati jasad orang yang masih terlihat duduk di bawah pohon itu. Sambil membungkuk Ki Jagabaya mencoba membuka caping itu. Sejenak kerut merut yang dalam terlihat menghiasi kening Ki Jagabaya. Sebuah paser, desis Ki Jagabaya perlahan sambil mengamatamati sebuah paser yang menancap dalam-dalam di leher orang itu, Tentu sebuah paser yang sangat beracun. Beberapa orang yang mendengar desis Ki Jagabaya itu mencoba mendekat. Dengan berdesak-desakan mereka mencoba melihat keadaan orang itu. Sudahlah," berkata Ki Jagabaya kemudian sambil menegakkan tubuhnya dan berbalik, Angkat jasad ini dan bawa ke banjar padukuhan. Kita harus segera menyelenggarakan pemakaman baginya sebelum hujan turun. Mendengar kalimat terakhir Ki Jagabaya, serentak mereka yang hadir mendongakkan kepala mereka ke langit. Mendung sudah sedemikian tebalnya serta angin yang bertiup keras terasa telah membawa titik-titik air. Bagaimana dengan Ki Sanak berlima ini, Ki Jagabaya? bertanya Ki Senggi begitu melihat Ki Jagabaya tampak memperhatikan Ki Rangga dan kawan-kawannya yang berdiri termangu-mangu sambil memegang kendali kuda masingmasing. Ki Jagabaya berpaling sekilas mendengar pertanyaan Ki Senggi. Bertanya Ki Jagabaya kemudian, Siapakah mereka? 4

9 Maaf Ki Jagabaya, Ki Waskita lah yang mendahului menjawab sambil melangkah mendekat dengan tetap memegangi kendali kudanya, Kami berlima berasal dari Prambanan dan sedang dalam perjalanan menuju ke Perdikan Matesih, Ki Waskita berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Beberapa saat tadi kami menemukan orang itu sudah dalam keadaan tidak bernyawa di bawah pohon. Ki Jagabaya tidak segera menanggapi kata-kata Ki Waskita. Sepasang matanya yang mirip sepasang mata burung hantu itu menatap tajam ke wajah Ki Waskita. Agaknya Ki Waskita dapat menjajagi isi hati Ki Jagabaya. Maka katanya kemudian sambil balas menatap mata Ki Jagabaya, Apakah Ki Jagabaya meragukan keterangan kami? Ki Jagabaya terkejut. Sepasang mata Ki Waskita yang balik menatapnya itu bagaikan menyala dan telah membuat sepasang matanya menjadi pedas bahkan mulai berair. Gila! geram Ki Jagabaya dalam hati sambil melemparkan pandangan matanya ke arah Ki Senggi. Katanya kemudian, Ada hubungan apakah mereka berlima dengan peristiwa rajapati ini? Ki Senggi beringsut setapak. Jawabnya kemudian, Seseorang telah memberitahukan kepada kami bahwa mereka berlima itulah pembunuh yang sebenarnya. Untuk ke sekian kalinya Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Tanyanya kemudian, Di mana orang itu sekarang? Dia tidak ada di sini, Ki Jagabaya. Merah padam wajah Ki Jagabaya. Katanya kemudian dengan suara sedikit keras, Panggil orang itu ke sini sekarang juga! Aku tidak mengenalnya, Ki Jagabaya. He? seru Ki Jagabaya keheranan, Bagaimana mungkin? Bukankah Ki Senggi mengenal hampir semua penghuni padukuhan Klangon ini? 5

10 Ya, Ki Jagabaya, jawab Ki Senggi cepat, Namun kami tidak sempat menanyakan jati diri orang itu, karena berita rajapati itu telah mengejutkan kami. Ki Senggi benar Ki Jagabaya, sahut yang lain, Pada saat kami akan berangkat ke sawah, di tengah perjalanan seseorang telah memberitahu kami tentang rajapati ini. Dan tidak ada seorang pun dari kalian yang mengenal orang itu? sela Ki Jagabaya cepat. Hampir bersamaan orang-orang padukuhan Klangon yang hadir di tempat itu menggeleng. Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam sambil menggelenggelengkan kepalanya. Sambil menatap satu-satu wajah yang tertunduk itu Ki Jagabaya pun kemudian bertanya, Atas dasar apa kalian seenaknya saja menuduh Ki Sanak berlima ini sebagai pelakunya? Wajah-wajah lugu penghuni padukuhan Klangon itupun semakin tertunduk dalam-dalam. Untunglah seseorang telah memberitahu aku tentang peristiwa di depan regol padukuhan ini, sehingga kesalahpahaman ini dapat dihindarkan, berkata Ki Jabagaya kemudian setelah sejenak mereka terdiam. Lanjut Ki Jagabaya kemudian, Marilah kita segera menyelenggarakan jasad orang itu. Siapapun dia sebenarnya, karena dia telah meninggal di padukuhan Klangon, maka sudah menjadi kewajiban kita untuk menyelenggarakan pemakamannya. Setiap kepala yang hadir di tempat itu pun tampak teranggukangguk. Kemudian kepada Ki Rangga dan kawan-kawannya, Ki Jagabaya berkata, Marilah Ki Sanak, kami persilahkan Ki Sanak berlima untuk sekedar mampir di padukuhan Klangon. Kalian dapat bermalam di banjar padukuhan karena sebentar lagi kelihatannya hujan akan turun, dan sebaiknya Ki Sanak mencari tempat berteduh. 6

11 Hampir bersamaan Ki Rangga dan kawan-kawannya saling pandang. Segera saja mereka memaklumi ajakan Ki Jagabaya itu. Walaupun tidak secara langsung orang yang bertanggung jawab atas keamanan padukuhan Klangon itu mencurigai mereka, namun ajakan untuk bermalam di padukuhan Klangon itu perlu diwaspadai. Secara tidak langsung ajakan itu mengisyaratkan bahwa Ki Rangga berlima masih dalam pengawasan atas peristiwa rajapati itu. Terima kasih Ki Jagabaya, akhirnya Ki Waskita lah yang menjawab mewakili yang lain, Kami sangat bersyukur mendapat tempat bermalam di padukuhan Klangon. Semoga kehadiran kami tidak merepotkan para penghuni padukuhan. O, tidak..tidak, jawab Ki Jagabaya dengan serta merta, Marilah kita berangkat sebelum hujan benar-benar turun, Ki Jagabaya berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Apakah kami dapat meminjam salah satu kuda kalian untuk membawa jasad orang itu? O, tentu..tentu, dengan tergopoh-gopoh Ki Waskita segera menyerahkan kendali kudanya, Kami akan berjalan kaki bersama-sama kalian ke banjar padukuhan. Terima kasih, jawab Ki Jagabaya sambil menerima kendali kuda. Sejenak kemudian, salah satu penghuni padukuhan Klangon segera menaikkan jasad itu ke atas punggung kuda Ki Waskita. Setelah menerima kendali kuda dari Ki Jagabaya, dengan perlahan kuda itu pun dihelanya maju. Sementara dua orang menjaga di kiri kanan jasad yang terlelungkup di atas punggung kuda itu. Demikianlah iring-iringan itu pun segera bergerak menuju ke banjar padukuhan Klangon. Sepanjang jalan hampir tidak ada seorang pun yang berbicara. Masing-masing sedang sibuk dengan angan-angan mereka sendiri-sendiri. Sementara di langit sesekali terdengar petir bersabung disertai dengan air hujan yang mulai turun menetes satu persatu. 7

12 Rombongan itu segera mempercepat langkah mereka. Ketika titik-titik hujan mulai terasa semakin deras, beberapa orang bahkan telah mulai berlari-lari kecil. Untunglah banjar padukuhan itu sudah mulai terlihat di ujung kelokan jalan. Begitu mereka mencapai pendapa banjar padukuhan, jasad itu segera diangkat dan kemudian diletakkan di tengah-tengah pendapa. Sejenak kemudian, hujan pun turun bagaikan dicurahkan dari langit. Marilah Ki Sanak sekalian, berkata Ki Jagabaya kemudian kepada Ki Waskita, Biarlah kuda-kuda kalian dirawat oleh penjaga banjar ini, Ki Jagabaya berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Bukankah kalian sudah mengambil perbekalan masing-masing? Sudah Ki Jagabaya, jawab Ki Waskita sambil menunjukkan buntalan pakaian di tangan kirinya diikuti oleh yang lainnya, Jika diijinkan kami akan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum berganti pakaian. Silahkan, silahkan, sahut Ki Jagabaya cepat, Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian, kalian dapat beristirahat di ruang dalam banjar. Aku akan mempersiapkan pemakaman jenazah sambil menunggu hujan reda. Demikianlah kelima orang itu segera memasuki banjar padukuhan Klangon. Seorang yang berpakaian serba hitam dengan rambut yang sudah mulai memutih telah menunjukkan ruang dalam tempat mereka untuk beristirahat. Untuk beberapa saat mereka masih menunggu hujan agak mereda untuk pergi ke pakiwan secara bergantian. Kesempatan itu digunakan oleh Ki Rangga untuk membicarakan rencana mereka selanjutnya. Kelihatannya sekarang ini kita diterima sebagai tamu, berkata Ki Rangga memulai pembicaraan, Namun aku merasa kita selalu diawasi sehingga kita ini seperti menjadi tawanan saja. 8

13 Angger benar, sahut Ki Waskita, Aku tadi sempat melihat beberapa pengawal padukuhan Klangon telah berdatangan bersamaan dengan turunnya hujan. Ki Rangga menarik nafas dalam-dalam sambil memandang ke arah Glagah Putih. Agaknya Glagah Putih pun tanggap dengan maksud kakak sepupunya itu. Maka katanya kemudian sambil bangkit berdiri, Aku akan melihatnya kakang. Berhati-hatilah, hampir bersamaan Ki Rangga dan Ki Jayaraga berpesan. Ya Guru, jawab Glagah Putih sambil melangkah ke pintu. Begitu bayangan Glagah Putih hilang di balik pintu, Ki Rangga pun segera meneruskan kata-katanya. Malam ini kita akan membagi tugas untuk menyelidiki padukuhan ini, Ki Rangga berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Kita ingin mengetahui, sejauh mana padukuhan ini telah terpengaruh oleh bujukan orang-orang yang mengaku Trah Sekar Seda Lepen. Kemungkinan itu memang ada. Ngger, berkata Ki Waskita menanggapi, Terbukti salah satu petugas sandi Mataram telah menjadi korban. Agaknya mereka juga senang bermain-main dengan racun, Ki Jayaraga memberikan pendapatnya. Sejenak Ki Rangga terdiam. Tanpa sadar dia berpaling ke arah Ki Bango Lamatan yang terlihat hanya menundukkan kepalanya dalam-dalam. Apakah Ki Bango Lamatan mempunyai sebuah gagasan?, tiba-tiba Ki Rangga mengajukan sebuah pertanyaan yang membuyarkan lamunan Ki Bango Lamatan. Untuk sejenak Ki Bango Lamatan masih menarik nafas dalam sambil menegakkan punggungnya. Jawabnya kemudian, Ki Rangga, kedudukanku dalam kelompok ini hanyalah sebagai pelengkap. Aku dititipkan oleh Pangeran Pati atas persetujuan KI 9

14 Patih Mandaraka. Sehingga apapun rencana Ki Rangga, aku akan mengikutinya. Ah, desah Ki Rangga sambil tertawa pendek, Aku ditunjuk sebagai pemimpin kelompok ini bukan berarti aku mempunyai kekuasan mutlak untuk menjalankan rencana sesuai dengan hasil pemikiranku sendiri. Setiap anggota di dalam kelompok ini berhak untuk mengajukan pendapatnya. Ki Rangga benar, sahut Ki Jayaraga cepat, Setiap orang dalam kelompok ini dapat mengusulkan sebuah rencana yang disesuaikan dengan keadaan. Rencana manakah yang akan kita pakai nantinya, tergantung dari hasil kesepakatan kita. Semua yang hadir di ruangan itu mengangguk-anggukkan kepala mereka tak terkecuali Ki Bango Lamatan. Pembicaraan itu terhenti ketika terdengar pintu berderit dan Glagah Putih muncul dari balik pintu. Sementara hujan di luar kelihatannya sudah mulai mereda. Bunyi air hujan yang memukul-mukul atap banjar padukuhan sudah tidak sekeras dan sesering seperti beberapa saat tadi. Masuklah, berkata Ki Rangga begitu melihat adik sepupunya itu masih termangu-mangu di tengah-tengah pintu, Apakah engkau melihat sesuatu yang perlu mendapat perhatian? Jenazah itu akan diberangkatkan, jawab Glagah Putih sambil melangkah mendekat dan kemudian duduk di sebelah gurunya, Banjar ini rasa-rasanya telah terkepung dari segala penjuru. Aku melihat banyak pengawal yang berjaga-jaga di seputar banjar. Apakah tidak sebaiknya kita ikut mengantarkan jenazah itu, ngger? sela Ki Waskita sambil berpaling ke arah Ki Rangga. Sejenak Ki Rangga termenung. Namun jawabnya kemudian, Aku kira tidak perlu Ki Waskita. Kita tidak usah menunjukkan kedekatan kita dengan orang yang sudah meninggal itu. Sebaiknya kita tetap di banjar ini. Hampir bersamaan mereka yang hadir di ruangan itu telah menarik nafas dalam-dalam sambil mengangguk-angguk. 10

15 Untuk sejenak mereka yang berada di dalam ruang itu terdiam. Sementara bunyi titik-titik air hujan yang menimpa atap banjar padukuhan sudah tidak terdengar lagi. Berkata Ki Rangga kemudian, Nah, hujan sudah benar-benar reda. Siapakah yang akan ke pakiwan terlebih dahulu? Tanpa menunggu jawaban yang lainnya, ternyata Glagah Putih telah berdiri kembali. Sambil melangkah ke pintu dia berkata, Aku akan menimba air terlebih dahulu. Silahkan jika ada yang akan membersihkan diri. Benar-benar anak yang baik, sahut Ki Jayaraga yang disambut gelak tawa oleh yang lainnya. Demikianlah ketika Glagah Putih kemudian membuka pintu butulan dan turun ke halaman belakang, secara tidak mencolok tampak beberapa pengawal duduk-duduk bergerombol di teritisan sebelah kiri sambil bersenda-gurau. Di hadapan mereka tampak beberapa mangkuk minuman panas dan penganan. Glagah Putih pura-pura tidak memperhatikan mereka. Diayunkan langkahnya menuju ke perigi. Setelah melepas tali senggot yang diikatkan pada sebatang bambu yang ditancapkan di sebelah perigi, sejenak kemudian Glagah Putih pun telah tenggelam dalam keasyikannya menimba air. Dalam pada itu, di pendapa banjar padukuhan jenazah petugas sandi Mataram itu telah diberangkatkan. Beberapa orang penghuni padukuhan Klangon tampak ikut mengantar jenazah itu ke tanah pekuburan bersama dengan beberapa pengawal padukuhan. Selain pengawal padukuhan Klangon, Ki Jagabaya pun tampak ikut berjalan di antara mereka. Tiba-tiba seseorang yang rambutnya sudah putih semua dengan memakai ikat kepala yang agak rendah tanpa menarik perhatian telah berjalan menjajari langkah Ki Jagabaya. Ki Jagabaya, bisik orang itu, Apakah benar ada lima orang yang bermalam di banjar sekarang ini? 11

16 Ki Jagabaya terkejut. Dengan cepat dia segera berpaling. Sejenak Ki Jagabaya ragu-ragu, dia hampir tidak mengenali orang itu. Namun ketika orang itu kemudian tersenyum ke arahnya, barulah Ki Jagabaya menarik nafas dalam-dalam. Benar Ki Gede, jawab Ki Jagabaya kemudian juga dengan berbisik sambil mengiringi langkah orang yang dipanggilnya Ki Gede itu. Orang yang dipanggil Ki Gede itu tampak menganggukanggukkan kepalanya. Sambil memandang ke titik-titik di kejauhan dia berdesis, Usahakan untuk mengetahui jati diri mereka. Agaknya mereka itu orang-orang yang sedang menyamar. Tidak menutup kemungkinan mereka adalah para petugas sandi Mataram. Aku memerlukan datang ke sini untuk bisa bertemu dengan mereka. Mudah-mudahan dugaanku ini tidak keliru, namun jangan sampai menimbulkan kesan kepada para pengikut Raden Mas Harya Surengpati yang banyak tersebar di padukuhan ini. Akan aku usahakan, Ki Gede, sahut Ki Jagabaya, Namun aku tidak yakin jika mereka itu para petugas sandi Mataram yang sedang menyamar. Jika mereka adalah para prajurit sandi Mataram, beberapa di antaranya sudah terlalu tua untuk disebut sebagai seorang prajurit. Orang yang dipanggil Ki Gede itu tertawa pendek sehingga orang-orang yang berjalan di depannya telah berpaling sekilas. Namun Ki Gede tidak mempedulikan mereka. Lanjutnya kemudian, Mungkin yang tua-tua itu adalah para prajurit yang sudah purna namun tenaganya masih dibutuhkan sehingga tidak menutup kemungkinan mereka diperbantukan dalam tugas rahasia ini, Ki Gede berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Apakah para penghuni padukuhan Klangon ini ada yang dapat mengenali aku?. Ki Jagabaya mengerutkan keningnya. Sambil mengedarkan pandangan matanya ke sekitarnya, dengan nada sedikit ragu dia menjawab, Sejauh ini belum ada yang mengenali dan memperhatikan Ki Gede. Dalam pakaian yang sangat sederhana 12

17 ini, kemungkinannya sangat kecil untuk mengenal Ki Gede. Kecuali orang-orang terdekat yang sudah terbiasa bergaul dengan Ki Gede. Orang yang dipanggil Ki Gede itu mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar keterangan Ki Jagabaya. Dalam hati dia membenarkan pendapat Ki Jagabaya itu. Betapapun sempurnanya dia melakukan penyamaran, namun orang-orang terdekatnya terutama istri dan kedua anaknya tentu dapat mengenali dari bentuk tubuh, gerak-gerik serta hal-hal lain yang tidak pernah terbaca oleh orang lain kecuali hanya keluarga terdekatnya saja. Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam. Masing-masing tenggelam dalam angan-angan tentang kelima orang asing itu. Sementara langkah-langkah mereka telah semakin mendekati tanah pekuburan. Usahakan mereka tidak keluar dari banjar malam ini, berkata Ki Gede kemudian ketika iring-iringan jenazah itu sudah memasuki gerbang tanah pekuburan, Apapun yang akan terjadi, aku akan menemui mereka. Aku sudah muak dengan segala tingkah polah para pengikut Trah Sekar Seda Lepen itu. Ki Jagabaya yang berjalan di samping Ki Gede tampak mengerutkan keningnya. Jawabnya kemudian, Bagaimana jika dugaan Ki Gede justru sebaliknya? Mereka ternyata justru utusan Raden Wirasena yang selama ini belum pernah kita lihat? Atau bahkan tidak menutup kemungkinan justru salah satu dari mereka itu adalah Raden Wirasena sendiri. Berdesir jantung Ki Gede. Kemungkinan itu memang ada. Dan jika kemungkinan itulah yang akan terjadi, tentu lehernya sendiri yang akan menjadi taruhannya. Untuk beberapa saat kedua orang itu kembali terdiam sambil berjalan di antara sela-sela batu nisan. Ketika iring-iringan itu kemudian berhenti di depan liang lahat yang telah disediakan, kedua orang itu pun segera menepi dan berdiri di bawah sebatang pohon Kamboja. 13

18 Apakah kita akan mendekat, Ki Gede? bertanya Ki Jagabaya kepada Ki Gede yang berdiri di sebelahnya. Tidak perlu, jawab Ki Gede, Aku khawatir jika terlalu dekat dengan mereka, mungkin salah satu dari mereka akan ada yang mengenaliku. Ki Jagabaya tersenyum. Katanya kemudian, Sudah aku katakan tadi, penyamaran Ki Gede cukup sempurna. Namun jika Ki Gede berbicara, tentu orang akan dapat mengenali Ki Gede dari suara itu. Ki Gede tersenyum, betapapun masamnya. Katanya kemudian, Untuk itulah kita tidak perlu mendekat. Jika seseorang kemudian bertanya sesuatu kepadaku, walaupun tanpa kesengajaan dan maksud tertentu, tentu aku akan mengalami kesulitan untuk menyembunyikan suaraku yang asli. Ki Jagabaya kembali tersenyum. Sambil melemparkan pandangan matanya ke arah kerumunan orang di seputar liang lahat itu, dia kemudian bergumam perlahan seolah-olah ditujukan kepada dirinya sendiri, Siapakah sebenarnya orang itu? Dia mati tanpa meninggalkan ciri-ciri yang dapat dijadikan sebagai pancadan untuk menelusuri jati dirinya. Ki Gede yang mendengar gumam Ki Jagabaya telah menarik nafas dalam-dalam. Jawabnya kemudian, Tentu bukan pengikut Trah Sekar Seda Lepen. Aku justru cenderung menduga dia adalah salah satu dari petugas sandi yang telah disebar oleh Mataram. Kemungkinannya orang itu ada hubungannya dengan kedatangan kelima orang yang sekarang berada di banjar. Ki Jagabaya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar dugaan Ki Gede. Namun semua dugaan itu masih harus dibuktikan. Demikianlah ketika liang lahat itu telah selesai ditimbun tanah dan seseorang yang dianggap sesepuh padukuhan Klangon telah selesai memanjatkan doa, orang-orang yang hadir di tanah pekuburan itu pun segera membubarkan diri. 14

19 Marilah Ki Gede, berkata Ki Jagabaya kemudian sambil melangkahkan kakinya, Sebaiknya kita ikut meninggalkan tempat ini. Ki Gede mengangguk sambil melangkahkan kakinya. Ketika pandangan matanya melihat beberapa pengawal padukuhan yang berjalan beriringan sambil bersenda gurau, Ki Gede pun segera membisikkan sebuah pertanyaan kepada Ki Jagabaya. Mengapa begitu banyak pengawal yang datang melayat? Aku tadi juga sempat melihat banyak pengawal yang bersiaga di banjar padukuhan. Apakah ini ada hubungannya dengan kedatangan kelima orang itu? Ki Jagabaya menggeleng. Jawabnya kemudian, Aku tidak tahu, Ki Gede. Mungkin Ki Dukuh telah mendapat laporan dan menyuruh para pengawal padukuhan untuk bersiaga. Ki Gede menarik nafas panjang. Bertanya Ki Gede kemudian, Apakah Ki Dukuh Klangon masih sering mengadakan hubungan dengan pengikut Trah Sekar Seda Lepen? K Jagabaya mengangguk sambil berdesis, Orang yang mengaku bernama Raden Mas Harya Surengpati itulah yang sering mengunjungi Ki Dukuh dan kemudian membuat hubungan kerja sama dan janji-janji dengan mengatas-namakan kakaknya, Raden Wirasena. Ki Gede kembali menarik nafas dalam-dalam sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Katanya kemudian, Agaknya Ki Dukuh Klangon telah termakan janji-janji dari Raden Mas Harya Surengpati. Kemungkinannya memang demikian Ki Gede, sahut Ki Jagabaya. Apakah semua perangkat padukuhan telah terpengaruh? bertanya Ki Gede selanjutnya. Ki Jagabaya menggeleng, Aku tidak tahu Ki Gede. Yang jelas aku tetap bersetia kepada Mataram. Namun hal ini tidak aku 15

20 tunjukkan dengan semata-mata. Aku masih memikirkan keselamatan keluargaku. Ki Gede mengangguk-anggukkan kepalanya. Pertimbangan yang sangat berat adalah permasalahan yang menyangkut keluarga. Bagaimanapun juga jika keluarga terancam keselamatannya, tentu akan berpikir seribu kali untuk menentang pengaruh para pengikut Trah Sekar Seda Lepen itu. Tak terasa langkah mereka telah sampai di persimpangan jalan. Kedua orang itu pun kemudian memutuskan untuk segera berpisah. Kita bertemu lagi saat sirep uwong, berkata Ki Gede, Aku akan berusaha memasuki banjar lewat belakang. Aku akan menunggu di dekat perigi. Lontarkanlah sebuah isyarat jika memang kelima orang itu berada di pihak kita. Namun jika ternyata kelima orang itu justru orang-orangnya Raden Mas Harya Surengpati, aku harus segera menyelamatkan diri. Baik Ki Gede, jawab Ki Jagabaya. Demikianlah akhirnya kedua orang itu pun kemudian segera berpisah. Ki Gede dengan langkah yang tergesa-gesa telah mengambil jalur jalan yang lurus untuk meninggalkan tempat itu, sementara dengan langkah satu-satu Ki Jagabaya mengambil jalur jalan yang satunya untuk kembali menuju ke banjar padukuhan. Dalam pada itu, walaupun hujan telah berhenti, namun di langit masih menyisakan mendung yang bergelayutan. Matahari tidak menampakkan sinarnya sama sekali. Walaupun hari belum menjelang petang, namun suasananya benar-benar sudah seperti menjelang malam. Di banjar padukuhan, Ki Rangga dan kawan-kawannya telah selesai membersihkan diri dan berganti pakaian. Mereka pun kemudian segera berkumpul kembali di ruang dalam, ruang yang diperuntukkan bagi mereka untuk bermalam. 16

21 Sebentar lagi Matahari akan terbenam, berkata Ki Rangga kemudian sambil membetulkan letak duduknya, Selepas makan malam sebaiknya kita menyusun rencana. Ya ngger, jawab Ki Waskita, Aku menyarankan sebagian dari kita duduk-duduk saja di pendapa. Siapa tahu Ki Jagabaya berkenan hadir dan menemani kita berbincang. Ya, aku setuju, sahut Ki Jayaraga, Sementara sebagian dari kita berbincang di pendapa, yang lainnya melakukan penyelidikan di padukuhan Klangon ini. Tepatnya di sekitar rumah Ki Dukuh Klangon, dengan sertamerta Glagah Putih mengajukan sebuah usul. Semua orang menengok ke arah suami Rara Wulan itu. Ki Rangga lah yang kemudian bertanya, Apa pertimbanganmu Glagah Putih? Glagah Putih menggeser duduknya sejengkal. Jawabnya kemudian, Aku mempunyai dugaan, jika padukuhan ini telah terpengaruh oleh orang-orang yang menyebut dirinya Trah Sekar Seda Lepen, tentu dimulai dari pemimpinnya, dalam hal ini adalah Ki Dukuh. Mereka yang hadir mengangguk-anggukkan kepala pertanda setuju dengan pendapat Glagah Putih kecuali Ki Bango Lamatan. Berkata Ki Bango Lamatan kemudian, Belum tentu Ki Dukuh telah terpengaruh oleh para pengikut Trah Sekar Seda Lepen. Bisa saja Ki Dukuh sedang dalam tekanan dan ancaman orangorang terdekatnya yang telah terpengaruh terlebih dahulu. Jika hal ini yang terjadi, kita harus melindungi Ki Dukuh. Kembali mereka mengangguk-angguk. Berkata Ki Rangga kemudian, Kedua kemungkinan itu bisa saja terjadi, dan sebaiknya kita memang mengadakan penyelidikan di sekitar rumah Ki Dukuh Klangon. Benar, ngger, Ki Waskita menambahi, Namun harus tetap kita usahakan jangan sampai jati diri kita terungkap. Dan yang lebih penting lagi, jangan sampai apa yang terjadi nantinya di 17

22 padukuhan Klangon ini akan membangunkan perguruan Sapta Dhahana yang selama ini masih belum menyadari akan kehadiran kita. Untuk beberapa saat mereka terdiam. Memang sasaran mereka yang utama adalah memutus hubungan antara perguruan Sapta Dhahana dengan orang-orang yang menyebut dirinya Trah Sekar Seda Lepen. Namun agaknya pengaruh itu sudah cukup meluas sehingga telah sampai di padukuhan Klangon tempat mereka bermalam. Marilah, tiba-tiba Ki Waskita berkata memecah kesunyian, Matahari sudah terbenam dan sudah terdengar panggilan untuk menunaikan kewajiban kita kepada Yang Maha Agung. Hampir bersamaan mereka mengangguk-angguk. Secara bergantian mereka pun kemudian memerlukan pergi ke pakiwan untuk mensucikan diri sebelum menunaikan kewajiban sebagai tanda syukur atas nikmat dan karunia dari Sang Maha Pencipta. Dalam pada itu Ki Gede yang sedang menyusuri bulak panjang yang menghubungkan padukuhan Klangon dengan Tanah Perdikan Matesih telah dikejutkan oleh kehadiran seseorang di atas tanggul. Pada awalnya Ki Gede menduga orang itu hanyalah seorang petani yang sedang melepaskan lelah sehabis membenahi sawahnya. Musim hujan memang telah datang dan agaknya para petani sudah mulai ancang-ancang untuk menggarap sawah mereka kembali. Mungkin hanya seorang petani yang kebetulan belum pulang dari sawahnya, berkata Ki Gede dalam hati sambil memandang bayangan hitam yang berdiri di atas tanggul sebelah kiri beberapa puluh tombak di depan. Matahari memang baru saja terbenam namun karena langit masih menyisakan mendung yang bergelayutan, sehingga suasana pun terlihat cukup gelap. Mengapa akhir-akhir ini aku menjadi cepat berprasangka buruk terhadap seseorang.? bertanya Ki Gede dalam hati sambil terus mengayunkan langkah, Mungkin kehadiran orang-orang 18

23 yang mengaku pengikut Trah Sekar Seda Lepen itu yang membuatku selalu bercuriga. Ketika langkah Ki Gede semakin dekat dengan orang yang berdiri di atas tanggul itu, jantung Ki Gede pun berdentang semakin keras. Orang itu tidak tampak sebagaimana petani biasanya yang memanggul cangkul di pundaknya dan menyelipkan sabit di pinggangnya. Orang itu justru telah berdiri sambil bertolak pinggang dan terlihat dengan sengaja memang sedang menunggu kedatangannya. Apa boleh buat, geram Ki Gede dalam hati sambil meraba pinggangnya. Ketika tangan kanannya menyentuh sebuah keris pusaka turun-temurun kebanggaan Tanah Perdikan Matesih yang terselip di pinggang kanannya, hatinya pun menjadi sedikit tenang. Dengan langkah satu-satu Ki Gede berjalan terus tanpa meninggalkan kewaspadaan. Malam yang baru saja mulai itu terasa sangat sepi. Hanya terdengar suara binatang-binatang malam yang mulai memperdengarkan nyanyian dalam irama ajeg. Sementara di langit yang kelam kelelawar dan burungburung malam mulai beterbangan hilir mudik mencari mangsa. Semakin dekat jarak Ki Gede dengan orang di atas tanggul itu, jantung Ki Gede pun rasa-rasanya telah berpacu semakin kencang. Betapa pun Ki Gede berusaha menepis syak wasangka di dalam hatinya, namun sikap orang di atas tanggul itu memang terasa sangat mendebarkan. Ternyata apa yang menjadi dugaan Ki Gede itu benar adanya. Ketika jarak mereka berdua tinggal beberapa langkah lagi, tibatiba terdengar suara tawa perlahan dan tertahan-tahan dari orang yang berdiri di atas tanggul itu. Agaknya itu adalah sebuah isyarat bahwa orang di atas tanggul itu memang sengaja menunggu Ki Gede. Maka Ki Gede pun segera menghentikan langkahnya. Sejenak suasana menjadi sunyi. Sudah tidak terdengar lagi suara tawa yang memuakkan itu. Masing-masing terlihat saling menahan diri dan menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. 19

24 Diam-diam Ki Gede telah menggeser kedudukan keris pusakanya ke depan. Tangan kanannya pun telah menggenggam hulu keris itu, siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Suasana benar-benar sangat mencekam. Masing-masing mencoba menilai keadaan, namun tidak ada yang berani mengambil keputusan untuk bergerak terlebih dahulu. Masingmasing hanya menunggu dan menunggu. Tiba-tiba suasana yang mencekam itu telah dipecahkan kembali oleh suara tawa orang yang berdiri di atas tanggul itu. Suara tawa yang terdengar dalam nada rendah dan berkepanjangan. Benar-benar sebuah tawa yang terdengar sangat memuakkan di telinga Ki Gede. Diam! tiba-tiba Ki Gede yang sudah tidak dapat menahan hatinya itu telah membentak dengan suara yang menggelegar. Orang di atas tanggul itu tampak terkejut dan segera menghentikan tawanya. Untuk beberapa saat dia hanya dapat berdiri diam termangu-mangu. Apakah Ki Gede merasa terganggu? tiba-tiba orang di atas tanggul itu bertanya. Suaranya terdengar sangat berat dan dalam. Berdesir dada Ki Gede mendengar pertanyaan itu. Orang itu agaknya telah mengenal dirinya. Jantung Ki Gede pun menjadi semakin berdebaran. Ki Gede tidak segera menjawab. Dicobanya untuk mengenali bayangan yang berdiri bertolak pinggang di atas tanggul itu. Namun kegelapan yang menyelimuti tempat itu telah menghalangi Ki Gede untuk melihat wajahnya dengan jelas, walaupun Ki Gede telah mengerahkan kemampuannya untuk menajamkan pandangan matanya. Bagaimana Ki Gede? kembali terdengar suara orang di atas tanggul itu, Mengapa Ki Gede diam saja? orang itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Ki Gede tidak perlu menghunus pusaka kebesaran Tanah Perdikan Matesih. Tidak akan banyak berarti bagiku. 20

25 Sombong! sergah Ki Gede dengan serta merta. Namun dalam hati Ki Gede mengakui ketajaman mata orang itu. Maka katanya kemudian sambil melepaskan pegangan pada hulu kerisnya dan menunjuk ke arah orang itu, Turunlah! Jangan menjadi pengecut yang hanya berani bertempur dari atas tanggul. Jika Ki Sanak tetap bertahan, jangan salahkan aku jika aku akan memaksamu turun dengan caraku. O? terdengar orang itu kembali tertawa, tawa yang memuakkan, Tidak ada seorang pun yang dapat memaksa aku untuk turun dari tanggul ini. Ki Gede Matesih pun tidak, orang itu berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Kalau Ki Gede tidak percaya, silahkan! Aku berjanji tidak akan menggerakkan tubuhku untuk melawan atau pun menghindar, walaupun hanya ujung ibu jari kakiku. Kata-kata itu benar-benar telah membuat darah Ki Gede mendidih. Rasa-rasanya kemarahan Ki Gede telah sampai ke ubun-ubun. Sebuah penghinaan yang luar biasa telah dengan sengaja ditujukan kepada dirinya, penguasa tertinggi Tanah Perdikan Matesih. Dengan menggeram marah Ki Gede segera memusatkan segenap nalar dan budinya untuk mengungkapkan puncak ilmu warisan turun-temurun leluhur Perdikan Matesih. Sebuah ilmu yang bersumber dari perguruan Pandan Alas dari cabang Gunung Kidul. Namun dalam perkembangannya, sepeninggal Ki Demang Sarayudha, murid pertama Ki Ageng Pandan Alas, ilmu cabang Perguruan Ki Pandan Alas itu telah mengalami kemunduran yang cukup memprihatinkan. Segera saja Ki Gede bergeser ke samping setapak. Wajahnya terangkat dan matanya menjadi redup setengah terpejam. Disalurkan segala tenaganya yang dilambari dengan pemusatan pikiran untuk kemudian meletakkan satu tangannya di atas dada, sedangkan tangan lainnya menjulur ke depan lurus-lurus. Itulah suatu sikap untuk melepaskan ilmunya yang dahsyat, ilmu pamungkas Cundha Manik dari Perguruan Pandan Alas. 21

26 Orang di atas tanggul itu terkejut begitu menyadari Ki Gede telah mengungkapkan ilmu pamungkasnya. Namun sebagaimana janji yang telah diucapkan sebelumnya, orang di atas tanggul itu tidak akan menggerakkan tubuhnya untuk melawan atau pun menghindar, walaupun hanya ujung ibu jari kakinya. Sejenak kemudian terdengar teriakan menggelegar dari Ki Gede. Tubuhnya melesat bagaikan tatit yang meloncat di udara. Tangan kanan yang terjulur lurus itu dengan kekuatan penuh menghantam dada orang yang berdiri di atas tanggul itu. Akibatnya sangat dahsyat. Tubuh Ki Gede bagaikan membentur dinding baja setebal satu jengkal. Kekuatan yang tersalur pada telapak tangan kanannya membalik membentur dadanya sendiri sehingga tubuhnya terpental ke belakang dan melayang jatuh terjerembab di tanah yang berdebu. Terdengar sebuah keluhan pendek sebelum akhirnya Ki Gede jatuh pingsan. Sedangkan orang yang berdiri di atas tanggul itu sejenak bagaikan membeku di tempatnya. Walaupun kekuatan aji Cunda Manik itu tidak mampu menggetarkan tubuhnya, namun untuk beberapa saat jalan nafasnya terasa bagaikan telah tersumbat. Sayang, desis orang itu sambil menarik nafas dalam-dalam untuk melonggarkan dadanya, Aji Cunda Manik ini tinggal kulitnya saja. Seandainya Ki Gede mampu mendalami dan mematangkannya, menghadapi orang yang menyebut dirinya Raden Mas Harya Surengpati itu bukanlah suatu hal yang menakutkan. Dengan perlahan orang itu pun kemudian melangkahkan kakinya menuruni tanggul. Seandainya Ki Ageng Pandan Alas masih hidup dan beliau sendiri yang melontarkan Aji Cunda Manik ini, aku tidak yakin kalau aku akan mampu bertahan, gumam orang itu kemudian sambil melangkah ke tempat Ki Gede terbaring. Sesampainya orang itu di sebelah tubuh Ki Gede, segera saja dia mengambil tempat di sebelah kirinya dan kemudian duduk bersila di atas tanah yang berdebu. 22

27 Untuk beberapa saat orang itu masih merenungi tubuh Ki Gede yang terbujur diam. Kemudian dengan perlahan dirabanya pergelangan tangan Ki Gede, kemudian berpindah ke dada dan terakhir orang itu memiringkan tubuh Ki Gede untuk meraba punggungnya. Untung hanya pingsan saja, desis orang itu, Tidak ada luka dalam. Semoga ini menjadi pelajaran bagi Ki Gede untuk memacu semangatnya dalam mendalami dan menyempurnakan ilmu kebanggaan Perguruan Pandan Alas ini. Sambil mengangguk-anggukkan kepalanya, orang itu pun kemudian mulai memijat tengkuk Ki Gede. Sejenak kemudian, terdengar keluhan tertahan yang keluar dari mulut Ki Gede. Ki Gede, desis orang itu perlahan ketika melihat Ki Gede mulai membuka kedua matanya, Tidak ada yang perlu dirisaukan. Anggap saja apa yang baru saja terjadi ini adalah bentuk dari perkenalan kita. Ki Gede yang belum menemukan kesadarannya secara utuh itu tidak menjawab. Pendengaran dan penglihatannya belum pulih dan bekerja sebagaimana biasa. Sementara dadanya terasa nyeri dan tulang-tulang rusuknya bagaikan berpatahan. Duduklah Ki Gede, bisik orang itu sambil membantu menyangga punggung Ki Gede. Ki Gede masih berusaha memperjelas penglihatan kedua matanya. Dengan mengerjap-kerjapkan kelopak kedua matanya beberapa kali, akhirnya penglihatan Ki Gede pun menjadi semakin terang dan jelas. Begitu kesadarannya mulai pulih kembali, tanpa sadar Ki Gede telah berpaling. Namun alangkah terkejutnya Ki Gede. Darahnya bagaikan tersirap sampai ke ubun-ubun begitu kedua matanya menatap wajah orang yang berada di sebelah kirinya itu. Kalau saja Ki Gede tidak menguatkan hatinya, tentu dia sudah berteriak ketakutan melihat raut wajah orang yang berada di sebelahnya itu. Seraut wajah yang rata, tidak tampak adanya 23

28 sepasang mata, hidung atau pun mulut. Seraut wajah yang benarbenar tampak mengerikan. Namun Ki Gede bukanlah anak kemarin sore yang ketakutan seperti melihat orang-orangan pengusir burung di sawah. Menurut dugaannya, orang itu pasti menggunakan sejenis topeng tipis dari kulit binatang yang disamak dengan halus sehingga terlihat seperti kulit wajah manusia. Berpikir sampai disitu, dengan mengendapkan hatinya yang sempat bergejolak, Ki Gede pun segera bergerak meraih topeng yang menutupi wajah orang itu. Namun sebelum tangan Ki Gede sempat meraih wajah orang itu, tiba-tiba saja dirasakan sekujur tubuhnya menjadi lemas tak bertenaga. Tulang-belulangnya pun bagaikan terlepas dari persendian. Bersamaan dengan itu, terasa telapak tangan orang bertopeng itu mengusap tengkuknya. Sejenak kemudian, Ki Gede merasakan kantuk yang luar biasa beratnya dan tak tertahankan.. Namun sebelum Ki Gede jatuh tertidur, terdengar orang bertopeng itu membisikkan sesuatu di telinganya. Demikianlah akhirnya, Ki Gede yang telah siuman dari pingsannya itu telah tak sadarkan kembali, namun kali ini Ki Gede merasakan ketenangan yang luar biasa dalam tidurnya. Ketika Ki Gede kemudian terbangun dari tidur nyenyaknya, dia mendapatkan dirinya sedang terbaring di bawah sebatang pohon di sebelah perigi. He? desis Ki Gede sambil bangkit dan bertelekan pada kedua tangannya, Di mana aku? Apa sebenarnya yang telah terjadi? Perlahan-lahan Ki Gede mencoba merangkai ingatannya kembali. Segera saja ingatan Ki Gede tertuju pada seraut wajah yang mengerikan, wajah yang tampak rata tak berbentuk bagaikan sebuah dinding batu saja. Mengapa orang bertopeng itu membawaku kemari? bertanya Ki Gede dalam hati sambil memperbaiki duduknya, Orang yang 24

29 aneh, namun kesaktiannya benar-benar ngedab-edabi, Ki Gede berhenti berangan-angan sejenak. Kemudian lanjutnya, Atau aku saja yang terlalu malas untuk mendalami Aji Cunda Manik? Berpikir sampai disitu, tiba-tiba saja terbesit niat di dalam hati Ki Gede untuk menjalani laku yang sudah ditentukan dalam menyempurnakan puncak ilmunya. Namun guru sudah lama meninggal, kembali Ki Gede berangan-angan, Aku tidak berani menjalani laku terakhir itu tanpa bimbingan seorang guru. Niat yang sudah menggebu-gebu di dalam hatinya itu tiba-tiba saja surut kembali bagaikan sinar sebuah dlupak yang kehabisan minyak. Ah, sudahlah, desah Ki Gede kemudian, Itu akan aku pikirkan kemudian. Kelihatannya sekarang sudah mendekati waktu sepi uwong. Aku telah berjanji dengan Ki Jagabaya untuk bertemu di banjar. Sambil berpegangan pada sebatang pohon sawo kecik di sebelahnya, Ki Gede pun kemudian mencoba untuk bangkit. Diedarkan pandangan matanya ke sekelilingnya sambil mengibas-kibaskan kain panjangnya yang menjadi sedikit kotor. Hujan memang telah berhenti sejak sore tadi, namun tanah tempat Ki Gede terbaring masih terasa basah. Hem, desah Ki Gede sambil mengamat-amati lampu dlupak yang disangkutkan di teritisan. Tampak beberapa orang pengawal sedang tidur silang melintang. Bahkan ada yang bersandaran tiang di teritisan itu. Banjar padukuhan Klangon, desis Ki Gede dalam hati dengan jantung yang berdebaran begitu mengenali tempat itu, Para pengawal itu seharusnya berjaga-jaga, namun mengapa mereka justru telah tertidur? Dengan tetap tidak meninggalkan kewaspadaan, ki Gede pun mulai melangkahkan kakinya menuju banjar padukuhan. 25

30 Mereka tidur dalam keadaan tidak sewajarnya, kembali Ki Gede berkata dalam hati begitu dia sampai di dekat teritisan, Sebaiknya aku tidak perlu mengusik mereka. Aku akan masuk dan menemui kelima perantau itu. Dengan sedikit bergegas Ki Gede pun segera membuka pintu butulan dan melangkahkan kakinya memasuki dapur. Di dalam dapur itu ternyata tidak ada sebuah dlupak pun yang menyala sehingga suasana benar-benar gelap. Untunglah Ki Gede bukan orang kebanyakan. Dengan mengerahkan kemampuannya untuk mempertajam pandangan matanya, Ki Gede pun tidak mengalami kesulitan sedikit pun untuk melintasi dapur dan menuju ke ruang tengah. Begitu Ki Gede membuka pintu yang menghubungkan dapur dengan ruang tengah, sepercik sinar segera saja menyambarnya. Ternyata di ruang tengah itu ada sebuah dlupak yang diletakkan di ajug-ajug. Walaupun sinarnya tidak begitu terang, namun sudah cukup untuk menerangi ruang tengah yang cukup luas itu. Demikian Ki Gede melangkah memasuki ruang tengah, lamatlamat dia mendengar suara orang yang sedang bercakap-cakap. Mereka agaknya di pringgitan, berkata Ki Gede dalam hati sambil mengayunkan langkahnya. Namun tiba-tiba saja sebuah keragu-raguan telah menyelinap di hatinya sehingga ki Gede telah menghentikan langkahnya. Bagaimana jika orang bertopeng itu sengaja menjebakku? pertanyaan itu telah berputar-putar di benak Ki Gede. Memang sebelum jatuh tertidur beberapa saat tadi, Ki Gede sempat mendengar bisikan orang bertopeng itu di telinganya, Bergabunglah dengan kelima orang di banjar itu, Ki Gede. Sesungguhnya mereka orang-orang yang dapat dipercaya. Pesan singkat itu memang sangat jelas. Namun tidak menutup kemungkinan jika yang terjadi kemudian adalah justru sebaliknya. Mereka adalah para pengikut Trah Sekar Seda Lepen, 26

31 atau bahkan salah satu dari mereka adalah Raden Wirasena sendiri. Namun ketika lamat-lamat Ki Gede mendengar suara tawa Ki Jagabaya, keragu-raguan itu pun segera sirna bagaikan kabut dini hari yang tertimpa sinar Matahari pagi. Agaknya Ki Jagabaya mulai akrab dengan mereka, berkata Ki Gede dalam hati sambil mengayunkan langkahnya kembali, Persoalan yang sedang bergolak di Perdikan Matesih harus segera dituntaskan. Demikianlah, Ki Gede segera membuang jauh-jauh semua keraguan yang membelit hatinya. Dengan langkah mantap Ki Gede pun menuju ke pringgitan. Dalam pada itu, ketika malam telah melewati sepi uwong dan hampir mencapai tengah malam, tampak seseorang yang berwajah keras, sekeras batu-batu padas di gerojogan sedang berjalan mendekati pintu gerbang Tanah Perdikan Matesih. Beberapa pengawal yang sedang berjaga segera berloncatan ke tengah-tengah pintu gerbang begitu melihat bayangan seseorang yang berjalan menuju ke arah mereka. Siapa? bertanya salah seorang pengawal sambil mengamatamati wajah keras itu di bawah siraman oncor yang tersangkut di pojok atas gerbang. Aku, terdengar suara parau mirip suara burung gagak, Apakah mata kalian sudah lamur sehingga tidak mengenali aku lagi? O, maafkan kami Ki Lurah, jawab salah satu pengawal itu sambil memberi isyarat kawan-kawannya untuk memberi jalan, Sesuai pesan Raden Mas Harya Surengpati, kita diperintahkan untuk meningkatkan kewaspadaan. Berita terbunuhnya seseorang yang diduga telik sandi dari Mataram di Dukuh Klangon sore tadi telah sampai kemari. Ki Lurah menarik nafas dalam-dalam sambil menganggukangguk. Katanya kemudian, Aku tadi sempat singgah di 27

32 padukuhan Klangon dan telah mendapat laporan dari Ki Dukuh, Ki Lurah berhenti sejenak. Lanjutnya kemudian, Aku akan menghadap Raden Mas Harya Surengpati malam ini. Ada sesuatu hal yang sangat penting yang ingin aku laporkan. Para pengawal itu sejenak saling berpandangan. Ada keinginan untuk menanyakan berita apakah yang dibawa oleh Ki Lurah itu? Namun ternyata pertanyaan itu hanya mereka simpan di dalam hati saja. Marilah, berkata Ki Lurah kemudian begitu melihat para pengawal itu hanya berdiri termangu-mangu. Lanjutnya kemudian sambil melangkah, Berhati-hatilah terhadap segala kemungkinan yang dapat terjadi. Agaknya Mataram sudah mulai mencium gerakan kita. Baik Ki Lurah, hampir bersamaan mereka menjawab. Apakah Ki Lurah tidak memerlukan kawan? tiba-tiba salah seorang pengawal itu menyeletuk. Ki Lurah yang sudah mengayunkan langkahnya itu berhenti sejenak. Sambil memandang wajah pengawal itu Ki Lurah tertawa pendek. Jawabnya kemudian, Aku tahu maksudmu. Bukankah jalan menuju rumah yang ditempati Raden Mas Harya Surengpati ini melewati rumahmu? Ah, terdengar gelak tawa kawan-kawannya, namun dengan cepat pengawal itu menyahut, Barangkali Ki Lurah memerlukan kawan untuk berbincang sekalian menjaga segala kemungkinan di perjalanan? Terima kasih, aku dapat menjaga diriku sendiri, jawab Ki Lurah sambil kembali mengayunkan langkahnya meninggalkan tempat itu. Demikianlah, sejenak kemudian Ki Lurah telah berjalan menyusuri lorong-lorong jalan yang telah sepi. Ki Lurah harus melewati padukuhan kecil yang merupakan bagian dari Tanah Perdikan Matesih yang luas sebelum memasuki padukuhan 28

33 induk. Antara padukuhan kecil dengan padukuhan induk itu dihubungkan dengan sebuah bulak yang tidak begitu panjang. Ketika rumah terakhir telah dilewatinya, kini di hadapan ki Lurah terhampar tanah persawahan yang cukup luas. Di tengahtengah tanah persawahan itu tampak jalur jalan yang menjelujur dalam keremangan malam. Tiba-tiba dada Ki Lurah berdesir tajam. Sebagai orang yang telah kenyang malang-melintang dalam dunia kekerasan, hatinya seolah-olah telah menerima isyarat tentang bahaya yang mungkin sedang menghadang di depannya. Persetan! geram Ki Lurah mengeraskan hatinya, Aku bukan anak kemarin sore yang baru belajar loncat-loncatan dalam olah kanuragan. Siapa yang tidak mengenal gegedug dari Dukuh Salam? Baru menyebut namanya saja orang-orang sudah mati berdiri. Dengan berbekal keyakinan itulah, Ki Lurah pun kemudian meneruskan langkahnya menyusuri jalur jalan yang terlihat sangat sepi dan mendebarkan. Ketika Ki Lurah baru saja menempuh perjalanan beberapa tombak jauhnya, firasatnya mengatakan bahwa ada seseorang yang sedang mengikuti perjalanannya. Dengan cepat Ki Lurah berpaling ke belakang. Namun tidak tampak sesuatu pun di belakangnya selain kegelapan malam. Dicobanya mengerahkan kemampuan untuk mempertajam penglihatannya. Namun Ki Lurah benar-benar tidak melihat apapun kecuali hanya kegelapan. Gila! geram ki Lurah sambil mengayunkan langkahnya kembali, Mengapa aku sekarang ini menjadi seorang pengecut? Dengan tanpa meninggalkan kewaspadaan, Ki Lurah kembali berjalan menyusuri jalur jalan yang terasa sangat ngelangut dan sepi. 29

34 Namun baru saja Ki Lurah berjalan lagi beberapa langkah, kali ini pendengaran ki Lurah dikejutkan oleh suara orang terbatukbatuk beberapa langkah saja di belakangnya. Bagaikan disengat kalajengking sebesar ibu jari kaki orang dewasa, Ki Lurah pun terlonjak kaget. Dengan cepat dia segera memutar tubuhnya dan memasang kuda-kuda. Siap untuk menghadapi segala kemungkinan. Namun yang terlihat di hadapan Ki Lurah hanyalah kegelapan malam. Tidak tampak sesuatu pun yang mencurigakan sehingga Ki Lurah menjadi ragu-ragu sendiri dengan pendengarannya. Hantu? kata itulah yang kini menyelinap di dalam hati Ki Lurah. Ah, tidak mungkin. Seumur hidupku aku belum pernah melihat seekor hantu dan aku memang tidak percaya dengan keberadaan para hantu itu sendiri, berkata Ki Lurah dalam hati mencoba untuk menenangkan hatinya. Namun Ki Lurah tidak dapat memungkiri bahwa pendengarannya benar-benar telah menangkap suara orang terbatuk-batuk. Setelah beberapa saat Ki Lurah tidak melihat sesuatu yang mencurigakan, dengan perlahan-lahan Ki Lurah pun kemudian memutar tubuhnya. Namun kali ini jantung ki Lurah bagaikan terlepas dari tangkainya. Belum sepenuhnya Ki Lurah memutar tubuhnya, terasa sebuah tangan telah mengusap tengkuknya. Iblis! teriak Ki Lurah sekeras-kerasnya sambil meloncat menjauh. Begitu sepasang kakinya menginjak tanah, dengan cepat Ki Lurah memutar tubuhnya. Sebuah pedang berukuran cukup besar telah tergenggam di tangan kanannya. Namun kembali Ki Lurah hanya dapat mengumpat-umpat dengan umpatan yang sangat kotor. Kembali yang terbentang di hadapannya hanyalah kegelapan malam yang sepi. Kali ini hati Ki Lurah benar-benar tinggal semenir. Betapapun Ki Lurah mencoba menyangkal akan keberadaan segala jenis 30

Diceritakan kembali oleh: Rachma www.dongengperi.co.nr 2008 Cerita Rakyat Sumatera Utara Di tepi sebuah hutan kecil yang hijau, sebuah danau yang berair jernih berkilau disapa mentari pagi. Permukaannya

Lebih terperinci

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Serial Api di Bukit Menoreh) Panembahan Mandaraka (mbah_man) Cerita fiksi berbasis sejarah semasa Kerajaan Mataram di bawah Panembahan Hanyakrawati

Lebih terperinci

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang Prolog Seorang teman atau bahkan lebih dari sekedar teman, ya tepatnya adalah sahabat? Apa yang kalian tau tentang teman ataupun sahabat? Dua kata yang hampir serupa, namum mempunyai arti begitu berbeda

Lebih terperinci

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan. 1st Spring Hujan lagi. Padahal ini hari Minggu dan tak ada yang berharap kalau hari ini akan hujan. Memang tidak besar, tapi cukup untuk membuat seluruh pakaianku basah. Aku baru saja keluar dari supermarket

Lebih terperinci

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com LUCKY_PP UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com UNTUKMU Yang Bukan Siapa-Siapa Oleh: Lucky_pp Copyright 2014 by Lucky_pp Desain Sampul: Ii dan friend Diterbitkan

Lebih terperinci

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap Dean, kau menghilang cukup lama, dan kau tak mungkin bergabung dengan mereka dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap Justin yang menatapku dengan penuh perhatian. Aku

Lebih terperinci

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada Petualangan Tomi di Negeri Glourius Oleh: Desi Ratih Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada di tempat yang begitu asing baginya. Suasana gelap dan udara yang cukup dingin menyelimuti tempat

Lebih terperinci

angkasa. Tidak ada lagi gugusan bintang dan senyuman rembulan. Langit tertutup awan kelam. Dan sesaat kemudian hujan turun dengan deras.

angkasa. Tidak ada lagi gugusan bintang dan senyuman rembulan. Langit tertutup awan kelam. Dan sesaat kemudian hujan turun dengan deras. PROLOG Perjalanan masih panjang. Senja perlahan bergulir. Remang membayangi permulaan malam. Segelintir gemintang membingkai cakrawala. Rembulan berpijar pucat pasi. Roda roda kehidupan malam mulai berputar.

Lebih terperinci

Pertama Kali Aku Mengenalnya

Pertama Kali Aku Mengenalnya 1 Pertama Kali Aku Mengenalnya Aku berhasil menjadi kekasihnya. Laki-laki yang selama 4 tahun sudah aku kagumi dan cintai. Aku pertama kali bertemu dengannya ketika aku duduk di bangku SMP. Saat itu hidupku

Lebih terperinci

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole.

Seorang pria menyelinap keluar dari balik pohon, dan Endra mengenalinya sebagai pemandunya, Lole. Hampir sore, saat Endra berada di hutan bedugul. Jari-jari lentik sinar matahari menembus kanopi puncak pepohonan menerangi kerimbunan hutan. Suara burung mengiringi langkahnya menembus batas hutan terlarang.

Lebih terperinci

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini PENJAGAL ANGIN Tri Setyorini Awal yang ku lihat adalah abu putih yang berterbangan. Pikirku itu adalah salju yang menyejukkan. Namun ternyata bukan karena abu ini justru terasa panas dan membakar telapak

Lebih terperinci

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

YUNUS. 1 7/15/15 Yunus 1. Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 7/15/15 Yunus 1 YUNUS Yunus menolak perintah Allah untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 Pada jaman dahulu, ada seorang nabi di Israel yang bernama Yunus. Ayahnya bernama Amitai. ALLAH memberi

Lebih terperinci

Jangan main-main. Ingat, aku adalah seorang utusan Panembahan Sekar Jagat.

Jangan main-main. Ingat, aku adalah seorang utusan Panembahan Sekar Jagat. angan kau pikirkan sekarang. Orang itu tidak segera menjawab. Dicobanya untuk menilai keadaan betapapun lukanya menyengat-nyengat. Dan tiba-tiba ia berdesis, He, bukankah kau orang Kademangan Candir Sari?

Lebih terperinci

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011

Pantang Menyerah. Nasution 1. Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Nasution 1 Zahra Kalilla Nasution Rigen Pratitisari Bahasa Indonesia 13 September 2011 Pantang Menyerah Saya berjalan di tengah kota, cuaca begitu indah. Dagangan di kota tampaknya telah terjual semua.

Lebih terperinci

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini. Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati. Malam di Perkuburan Diposkan pada 03 Januari 2016 Sebelumnya saya tidak pernah tinggal di tanah perkuburan. Dan tak ingin tinggal di sana. Namun suatu saat saya mengajak seorang pa-kow. Ketika saya sampai

Lebih terperinci

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi. Prolog Orion mempercepat langkah kakinya, baju perang yang dikenakannya membuat langkah kakinya menjadi berat, suaranya menggema di lorong gua, bergema dengan cepat seiring dengan langkah kaki yang dia

Lebih terperinci

Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku!

Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku! Bagian 1 : Tak Kan Kubiarkan Kau Merebutnya Dariku! Mesin mobil sudah mati beberapa menit yang lalu, tapi Zhara masih duduk diam dibelakang kemudi. Sibuk menenangkan debar jantungnya, berusaha untuk bisa

Lebih terperinci

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat lebih jelas. Sebelum batang pohon terlihat seperti batang

Lebih terperinci

Intro. Cupve - Izzi - Guardian

Intro. Cupve - Izzi - Guardian Intro Cahaya putih bersinar terang. Di ikuti bau yang begitu harum. Dari sebuah bola cahaya muncul sosok bersayap, dengan kaki-kaki yang lentik, tangan yang mungil tapi kuat, mata penuh dengan cinta dan

Lebih terperinci

BROADCASTING TV. (Sinopsis Film Pendek) Di Susun Oleh : : Feraari Andari NIM :

BROADCASTING TV. (Sinopsis Film Pendek) Di Susun Oleh : : Feraari Andari NIM : BROADCASTING TV (Sinopsis Film Pendek) Di Susun Oleh : Nama : Feraari Andari NIM : 08.12.3390 Kelas : S1SI5J SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011 Written By

Lebih terperinci

Fiction. John! Waktunya untuk bangun!

Fiction. John! Waktunya untuk bangun! Prologue Ada seorang anak kecil yang mengendap-endap memasuki sebuah kamar dimana di tengah ruangan terdapat sebuah piano besar. Dia perlahan-lahan menutup pintu dan melihat piano besar tersebut dengan

Lebih terperinci

Angin senja terasa kencang berembus di antara

Angin senja terasa kencang berembus di antara Bab I Angin senja terasa kencang berembus di antara gedung-gedung yang tinggi menjulang. Di salah satu puncak gedung tertinggi, terlihat sebuah helikopter berputar di tempat, berusaha untuk mempertahankan

Lebih terperinci

IBU - seorang ibu beranak 1 berumur 30 tahun, berkulit putih, rambut hitam pendek - berjalan menuju sebuah BUKU.

IBU - seorang ibu beranak 1 berumur 30 tahun, berkulit putih, rambut hitam pendek - berjalan menuju sebuah BUKU. INT. GUDANG - MALAM IBU - seorang ibu beranak 1 berumur 30 tahun, berkulit putih, rambut hitam pendek - berjalan menuju sebuah BUKU. Ibu meniup permukaan buku. Debu berterbangan. Glittering particle membentuk

Lebih terperinci

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak.

Dengan berhati-hati dan waspada Kyai Singoprono mengelilingi sawahnya, dan Kyai Singoprono merasa tentram, sebab tanamannya tak satupun yang rusak. ASAL MULA NAMA SIMO Sawah dan ladang milik Kyai Singoprono subur dengan hasil melimpah ruah, namun kesemuanya itu merupakan hasil kerja keras dan doa yang senantiasa menghiasinya. Suatu malam yang cerah,

Lebih terperinci

Tubuh-tubuh tanpa bayangan

Tubuh-tubuh tanpa bayangan Tubuh-tubuh tanpa bayangan Ada sebuah planet bernama Arais. Planet Arais dihuni oleh suatu makhluk bernama Tubuh berjubah hitam. Mereka adalah makhluk yang sepanjang masa hanya berdiri di tempat yang sama.

Lebih terperinci

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja Perempuan itu berjalan di antara gerimis dan licinnya jalan kampung. Bagian bawah kainnya sudah basah terkena percikan. Ia menenteng sendalnya di tangan kirinya sementara

Lebih terperinci

Belajar Memahami Drama

Belajar Memahami Drama 8 Belajar Memahami Drama Menonton drama adalah kegiatan yang menyenangkan. Selain mendapat hiburan, kamu akan mendapat banyak pelajaran yang berharga. Untuk memahami sebuah drama, kamu dapat memulainya

Lebih terperinci

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL

Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Buah Kejujuran Putri Amanda Karimatullah LL Berita duka menyelimuti kerajaan Airllie, patih kerajaan itu meninggal dunia karena tertimpa bebatuan yang jatuh dari atas bukit saat sedang menjalankan tugas

Lebih terperinci

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu.

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu. Sahabat Terbaik Hari Minggu pagi yang cerah ini seharusnya adalah waktu yang menyenangkan untuk olahraga bersama sahabat terdekat. Sayangnya, hari ini Femii sedang tidak enak badan, perut dan punggungnya

Lebih terperinci

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman Mukadimah Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman Mencoba merangkai kata Berpura-pura jadi pujangga Menyenangkan hati dari tangan dan tulisan Semoga semua berkenan

Lebih terperinci

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( )

ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( ) ONIMUSHA Written by REZA FAHLEVI ( 09.12.3843 ) Copyright 2011 Reza Fahlevi All Right Reserved SINOPSIS adalah seorang anak laki-laki dari pasangan Yusaku Matsuda dan dari desa kecil bernama Chikuya di

Lebih terperinci

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat

Setelah para penyamun pergi, Alibaba memberanikan diri keluar dari tempat Dahulu kala, dikota Persia, hidup 2 orang bersaudara yang bernama Kasim dan Alibaba. Alibaba adalah adik Kasim yang hidupnya miskin dan tinggal didaerah pegunungan. Ia mengandalkan hidupnya dari penjualan

Lebih terperinci

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI

Dilakukan. Komponen STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR TEKNIK PEMIJATAN BAYI Komponen Ya Dilakukan Tidak Pengertian Gerakan/sentuhan yang diberikan pada bayi setiap hari selama 15 menit, untuk memacu sistem sirkulasi bayi dan denyut

Lebih terperinci

Seorang gadis sedang berjalan bahagia di

Seorang gadis sedang berjalan bahagia di Chapter I: The First Meeting Seorang gadis sedang berjalan bahagia di sepanjang jalan pada malam yang cerah. Ia melihat ke sekelilingnya dengan senyum ceria. Ia berharap hal aneh itu tidak akan muncul

Lebih terperinci

Mataram Binangkit Jilid 1

Mataram Binangkit Jilid 1 Agus S. Soerono Mataram Binangkit Jilid 1 Penerbit CV Tistra Abadi MATARAM BINANGKIT Jilid 1 Oleh: Agus S. Soerono Copyright 2014 by Agus S. Soerono Penerbit CV Tistra Abadi Desain Sampul: Ko Awang 2011

Lebih terperinci

Kisah Ashabul Kahfi. Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu:

Kisah Ashabul Kahfi. Adapun lokasi gua Ashabul Kahfi tersebut ada 3 pendapat yaitu: Kisah Ashabul Kahfi Kisah Ashabul Kahfi dan anjing adalah sebuah kisah penuh keajaiban sebagai pertanda kekuasan Allah swt yang tak bias di jelaskan oleh akal manusia yang terbatas ini kisah ini di muat

Lebih terperinci

Sang Pangeran. Kinanti 1

Sang Pangeran. Kinanti 1 Sang Pangeran Langkah Rara terhenti mendengar percakapan dari ruang tamu. Suara seseorang yang sangat dikenalnya. Suara tawa yang terdengar khas itu semakin memperkuat dugaannya, membuat jantung Rara berpacu

Lebih terperinci

YUNUS. 1 Yunus 1. Yunus menolak perintah ALLAH untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe

YUNUS. 1 Yunus 1. Yunus menolak perintah ALLAH untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe 1 Yunus 1 YUNUS 1P Yunus menolak perintah ALLAH untuk pergi memperingatkan penduduk kota Niniwe ada zaman dulu ada seorang nabi di Israel bernama Yunus. Bapak dari Yunus bernama Amitai. ALLAH memberikan

Lebih terperinci

Kehidupan itu terlalu penuh dengan kebahagian bagi orang yang menyadarinya Tommy membaca kalimat terakhir dari sebuah novel yang diterbitkan melalui

Kehidupan itu terlalu penuh dengan kebahagian bagi orang yang menyadarinya Tommy membaca kalimat terakhir dari sebuah novel yang diterbitkan melalui Kehidupan itu terlalu penuh dengan kebahagian bagi orang yang menyadarinya Tommy membaca kalimat terakhir dari sebuah novel yang diterbitkan melalui salah satu blog yang sudah lama ia ikuti. Blog yang

Lebih terperinci

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai.

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai. 1 Tidak. Kau tidak boleh keluar rumah. Di luar masih hujan, sayang, kata Maya kepada anak tunggalnya, Amanda. Tapi, mama. Amanda juga ingin bermain hujan seperti teman-teman Amanda itu, rayu Amanda dengan

Lebih terperinci

Kisah Dari Negeri Anggrek

Kisah Dari Negeri Anggrek Kisah Dari Negeri Anggrek By Eryani Widyastuti SATU Pernahkah kalian mendengar kisah ini? Kisah dari Negeri Anggrek yang damai, indah, dan udaranya dipenuhi oleh bau harum-manis bebungaan anggrek. Negeri

Lebih terperinci

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile.

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile. Angel Has Fallen Down Chapter 1 : Alice the Holy Angel Dunia ini memiliki 101 dimensi yang setiap dimensinya dari teratas merupakan tempat yang bahagia hingga yang terbawah merupakan tempat paling menyengsarakan

Lebih terperinci

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Hingga akhirnya suatu hari, dia pun memberanikan diri untuk mengintip. Terlihat seorang bocah lelaki

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa dan Tuhan kita Kristus Yesus: Salam

Lebih terperinci

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa.

Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Hidup ini singkat bagiku! Kebahagian saat ini hanyalah sementara, tak mudah bagiku untuk menjalani hidup normal layaknya sebagai manusia biasa. Jadi aku hidup tidak normal? Ya itu menurutku! Kehidupan

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2016 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid ketigabelas dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca

Puzzle-Puzzle Fiksi. Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan. menginspirasi pembaca Puzzle-Puzzle Fiksi Inilah beberapa kisah kehidupan yang diharapkan menginspirasi pembaca JULIE 2 Akhirnya Buku Ini Milikku Aku tidak menghiraukan panasnya matahari di siang hari ini. Aku tetap berlari

Lebih terperinci

(Aku Melihatnya & Dia Melihatku)

(Aku Melihatnya & Dia Melihatku) (Aku Melihatnya & Dia Melihatku) JUBAH HITAM PART 1 Tahun 1993, sebuah cerita tentang kelahiranku. Tentunya, kedua orangtuaku menjadi saksi bagaimana aku lahir. Saat aku masih dalam kandungan, ayah, dan

Lebih terperinci

SATU. Plak Srek.. Srek

SATU. Plak Srek.. Srek SATU Plak Srek.. Srek Kertas coklat bertuliskan WANTED itu terlepas dari dinding tempat ia tertempel tadi. Tejatuh ke lantai yang juga terbuat dari kayu. Sehingga gambarnya orang bertopi besar mirip pembungkus

Lebih terperinci

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH

SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH Padepokan Sekar Keluwih Sidoarjo SEJENGKAL TANAH SETETES DARAH (Serial Api di Bukit Menoreh) Panembahan Mandaraka (mbah_man) http://tamanbacaanmbahman.blogspot.co.id/ Cerita fiksi berbasis sejarah semasa

Lebih terperinci

Lebih dekat dengan Mu

Lebih dekat dengan Mu Chapter 2 : Semeru Lebih dekat dengan Mu diatas sana Kenapa kau langkahkan kakimu meninggalkan rumahmu yang nyaman? Kenapa kau tinggalkan peraduanmu dan tarik selimut hangatmu? Kenapa kau bersusah payah

Lebih terperinci

Terusan. Jilid 398. Api di Bukit Menoreh

Terusan. Jilid 398. Api di Bukit Menoreh 2012 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya ini hanya untuk memenuhi kehausan atas kisah Agung Sedayu dan yang yang lainnya yang terpenggal dengan paksa. Bukan untuk tujuan komersil. Jilid 398 Terima kasih

Lebih terperinci

Pergi Tak Kembali. Oleh: Firmansyah

Pergi Tak Kembali. Oleh: Firmansyah 1 Pergi Tak Kembali Oleh: Firmansyah Lima tahun berlalu tanpa terasa. Tanpa terasa? Tidak juga, lima tahun itu juga Dam dan istrinya menunggu. Beruntung saat mereka mulai merencanakan banyak terapi hamil,

Lebih terperinci

JUDUL FILM: Aku Belum Mati tapi Tidak Hidup

JUDUL FILM: Aku Belum Mati tapi Tidak Hidup JUDUL FILM: Aku Belum Mati tapi Tidak Hidup 1. EXT. Pinggrian Rel Kereta Api (Siang) BEJO, seorang anak laki-laki berusia 24 tahun, berjalan menyusuri rel sepulang dari bekerja mengais rupiah di jalanan,

Lebih terperinci

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA.

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA. Judul buku: SYAIR KERINDUAN Penulis: Gunawan Tambunsaribu Jlh. Hal: : 251 halaman Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA. Ada rasa SUKA. KEBENCIAN, SEDIH, BAHAGIA,

Lebih terperinci

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus SATU Kalau manusia didesain untuk memiliki lebih dari dua kaki oleh sang Pencipta, ia akan sangat bersyukur saat ini. Ia adalah seorang pria; kegelapan malam menutupi wujudnya. Kegelapan itu merupakan

Lebih terperinci

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang.

Bintang Pembuka. Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang. Bintang Pembuka Kepada orang-orang yang tidak pernah naik keatas atap rumahnya untuk sekedar melihat betapa indahnya bintang-bintang. Kepada orang-orang yang belum pernah merasakan nikmatnya menatap bintang

Lebih terperinci

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan Bab 1 Wonderheart Di suatu titik di alam semesta ini, terdapat sebuah galaksi yang begitu mirip dengan galaksi Bimasakti. Di dalamnya terdapat sebuah planet yang juga memiliki kehidupan mirip seperti Bumi.

Lebih terperinci

Kura-kura dan Sepasang Itik

Kura-kura dan Sepasang Itik Kura-kura dan Sepasang Itik Seekor kura-kura, yang kamu tahu selalu membawa rumahnya di belakang punggungnya, dikatakan tidak pernah dapat meninggalkan rumahnya, biar bagaimana keras kura-kura itu berusaha.

Lebih terperinci

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA

Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA BAGIAN I. 1 Pasang Surut Ombak Segare Sopianus Sauri XII IPA Hidup, apa itu hidup? Dan apa tujuan kita hidup di dunia ini? Menurutku hidup adalah perjuangan dan pengorbanan, di mana kita harus berjuang

Lebih terperinci

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap.

CINTA 2 HATI. Haii...! Tiara terkejut, dan menatap pada pria itu. Pada saat itu, ternyata pria itu juga menatap kearah Tiara. Mereka saling menatap. CINTA 2 HATI Udara sore berhembus semilir lembut,terasa sejuk membelai kulit.kira kira menunjukan pukul 16.45 WIB. Seorang gadis yang manis dan lugu sedang berjalan didepan rumahnya itu. Tiba tiba seorang

Lebih terperinci

Kalau kau mendengar sesuatu, itu akan hanya memudar dan menjadi bagian dari latar belakang.

Kalau kau mendengar sesuatu, itu akan hanya memudar dan menjadi bagian dari latar belakang. Induksi Jika aku mengatakan kepadamu, lihatlah seekor burung merah, dapatkah kau melihatnya untukku? Lihatlah setangkai bunga kuning. Lihatlah sebuah mobil biru. Lihatlah seekor anjing dan seekor kucing.

Lebih terperinci

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata.

Entahlah, suamiku. Aku juga tidak pernah berbuat jahat dan bahkan selalu rajin beribadah, jawab sang isteri sambil menahan air mata. Hikayat Cabe Rawit Alkisah, pada zaman dahulu hiduplah sepasang suami-isteri di sebuah kampung yang jauh dari kota. Keadaan suami-isteri tersebut sangatlah miskin. Rumah mereka beratap anyaman daun rumbia,

Lebih terperinci

2. Gadis yang Dijodohkan

2. Gadis yang Dijodohkan 2. Gadis yang Dijodohkan Burung-burung berkicau merdu di tengah pagi yang dingin dan sejuk. Dahan-dahan pohon bergerak melambai, mengikuti arah angin yang bertiup. Sebuah rumah megah dengan pilar-pilar

Lebih terperinci

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea,

Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, KEBANGKITAN YESUS Menurut Perjanjian Baru, terutama Injil, Yesus Kristus, menjalani penderitaan dan kemudian mati disalibkan di bawah pemerintahan gubernur Yudea, Pontius Pilatus, pada tanggal 14 Nisan

Lebih terperinci

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi

Eliora. orang yang sedang menjalaninya. 1 Artinya, seberat-berat kami melihat sesuatu terjadi, lebih menyakitkan lagi bagi 1 Nadia Eliora Yuda Putri Bahasa Indonesia 7 13 September 2012 Pelarian Jauh Di Hutan Duarr! Bunyi ledakan bom tentara-tentara Jepang. Setelah ledakan pertama itu, orang-orang di desaku menjadi kalang

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2015 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kesebelas dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

20 Jam Terpenting. Timothy Athanasios

20 Jam Terpenting. Timothy Athanasios 20 Jam Terpenting Timothy Athanasios INTRO : YANG TERBAIK PASTI DATANG! Kalimat di atas adalah pernyataan iman tentang masa depan! Sekalipun dalam ketidakpastian, kita percaya bahwa Allah telah menaruh

Lebih terperinci

Semalam Aldi kurang tidur. Hujan deras ditambah. Rahasia Gudang Tua

Semalam Aldi kurang tidur. Hujan deras ditambah. Rahasia Gudang Tua Rahasia Gudang Tua Semalam Aldi kurang tidur. Hujan deras ditambah suara petir yang silih berganti membuatnya susah memejamkan mata. Hiasan gantung di luar jendela kamarnya selalu bergerak ditiup angin

Lebih terperinci

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? 16. Maka jawab Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!

Lalu Yesus bertanya kepada mereka: Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini? 16. Maka jawab Simon Petrus: Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup! Xc3 Kunjungan ke Kaisarea Filipi 96 Petrus Mengakui untuk Kedua-kalinya bahwa Yesus adalah Mesias 88 Matius 16:13-20, Mar kus 8:27-30, Lukas 9:18-21 13 Setelah Yesus beserta murid-muridnya berangkat ke

Lebih terperinci

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu PROLOG Yui mengerjapkan matanya yang berat dan menggerakan tubuhnya turun dari ranjangnya. Seluruh badannya terasa remuk, dan kepalanya terasa amat pening. Mungkin karena aku terlalu banyak minum semalam,

Lebih terperinci

Kilat masih terus menyambar dan menyilaukan mata. Cahaya terangnya masuk melalui celah-celah jendela dan ventilasi udara. Suara petir terus menderu

Kilat masih terus menyambar dan menyilaukan mata. Cahaya terangnya masuk melalui celah-celah jendela dan ventilasi udara. Suara petir terus menderu Kisah Satu (Oktra) Mendamba Angin Malam Hidup adalah tentang berkorban, atau bahkan mengorbankan orang lain untuk hidup kita. Hidup memberikan makna-makna tersirat yang harus kita artikan sendiri sebagai

Lebih terperinci

Tak Ada Malaikat di Jakarta

Tak Ada Malaikat di Jakarta Tak Ada Malaikat di Jakarta Sen Shaka Aku mencarimu di kota dimana lampu-lampu gemerlap membisu, orang-orang termangu sendiri dalam keriuhan lalu lalang. Mereka terdiam memegang telpon genggam, sibuk bercengkrama

Lebih terperinci

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya.

Keberanian. Dekat tempat peristirahatan Belanda pada zaman penjajahan, dimulailah perjuangan nya. Keberanian Pagi itu di pedesan Kaliurang udara tampak sejuk dan embun pagi mulai pupus. Pada hari pahlawan 10 November tahun dimana kita mengingat perjuangan para pahlawan Indonesia. Ibu Malino sedang

Lebih terperinci

semoga hujan turun tepat waktu

semoga hujan turun tepat waktu semoga hujan turun tepat waktu aditia yudis kumpulan cerita pendek dan flash fiction yang pernah diikutkan kompetisi nulisbuku dan comotan dari blog pribadi. Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com

Lebih terperinci

dan Sura Gentong cukup teliti memperhitungkan sasarannya. Atau barangkali atas petunjuk Ki Sapa Aruh berkata Ki Pandi di dalam hatinya.

dan Sura Gentong cukup teliti memperhitungkan sasarannya. Atau barangkali atas petunjuk Ki Sapa Aruh berkata Ki Pandi di dalam hatinya. dan Sura Gentong cukup teliti memperhitungkan sasarannya. Atau barangkali atas petunjuk Ki Sapa Aruh berkata Ki Pandi di dalam hatinya. Dengan hati yang berat Ki Pandi melangkah keluar dari halaman rumah

Lebih terperinci

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati 1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati Oleh: Alberta Angela (@black_printzesa) Hai, namaku Jati. Mungkin kalian semua sudah sering mendengar namaku. Tapi mungkin kalian belum terlalu mengenal aku dan kehidupanku.

Lebih terperinci

Terusan Api di Bukit Menoreh

Terusan Api di Bukit Menoreh 2015 Terusan Api di Bukit Menoreh Karya mbah-man Kalau boleh ini disebut sebagai lanjutan dari seri ADBM, naskah ini merupakan jilid kesepuluh dari Seri kelima ADBM. ADBM seri keempat telah ditamatkan

Lebih terperinci

Then, something unexpected happened.

Then, something unexpected happened. I Seminyak, 2004. Aww! Tanpa bisa menyeimbangkan diri, tubuhku langsung mendarat di pasir pantai Seminyak pagi itu, ketika sedang melakukan rutinitas pagi sebelum berangkat ke tempat kerja, joging. Aku

Lebih terperinci

huh, akhirnya hanya mimpi, ucapnya sambil mengusap dada.

huh, akhirnya hanya mimpi, ucapnya sambil mengusap dada. Malam begitu gelap, semilir angin merasuk dalam kulit tubuh. Dingin melanda sanubari dan merasuk ke dalam jiwa. Di tempat mereka, semua orang tertidur dengan pulas, bahkan ada yang bersitepi dengan mimpi-mimpi

Lebih terperinci

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari PROLOG Queenstown Singapore, 1970 Apartemen setinggi ratusan kaki itu mustahil akan membuatnya mudah turun dan keluar. Dia ada di lantai paling atas. Bersama tiga nyawa yang telah hilang dengan beragam

Lebih terperinci

Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite

Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite Bab 1 : Lerodia, Desa Penambang Pharite Sore yang cerah di sebuah bukit tidak jauh dari sebuah desa terlihat dua orang yang sedang melakukan aktivitas. Orang pertama seorang pria berumur sekitar tigapuluh

Lebih terperinci

"Apa begitu sulit untuk memulai hidup dengan seorang fotografer?" tanyanya saat aku

Apa begitu sulit untuk memulai hidup dengan seorang fotografer? tanyanya saat aku One - Deshi Angin yang semilir, bergerak dalam diam, malu-malu menelusup masuk melalui jendela kamar yang memang di biarkan terbuka oleh sang pemilik. Jam dinding yang bertengger indah di sisi sebelah

Lebih terperinci

Kisahhorror. Fiksi Horror #1: A Midnight Story. Penerbit Dark Tales Inc.

Kisahhorror. Fiksi Horror #1: A Midnight Story. Penerbit Dark Tales Inc. Kisahhorror Fiksi Horror #1: A Midnight Story Penerbit Dark Tales Inc. 2 Fiksi Horror #1: A Midnight Story Penulis: @kisahhorror Copyright 2012 by Kisahhorror Penerbit Dark Tales Inc. @darktales_inc Darktales.inc@gmail.com

Lebih terperinci

Negeri Peri Di Tengah Hutan

Negeri Peri Di Tengah Hutan Negeri Peri Di Tengah Hutan EXT. Desa Terpencil. Pagi Hari Disebuah desa hiduplah seorang anak perempuan yang lugu, yang bernama. Ia senang sekali bermain ditepi hutan. Namun ibunya sebenarnya melarangnya.

Lebih terperinci

ROSE PAPPER AND BLOODY LILY Part 1

ROSE PAPPER AND BLOODY LILY Part 1 ROSE PAPPER AND BLOODY LILY Part 1 Sinar matahari siang ini begitu terik hingga sanggup menembus setiap celah kain berlapis yang menutupi kulit setiap orang yang menantangnya. Langkah Guri semakin cepat

Lebih terperinci

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Noand Hegask Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali: Kisah-kisah pendek dan sajak rumpang Diterbitkan melalui: Nulisbuku.com Darah Biasanya keluar rumah Saat tengah malam Sambil menangis Hanya

Lebih terperinci

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika

Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Tesalonika 1:1 1 1 Tesalonika 1:6 Surat Paulus yang pertama kepada jemaat Tesalonika 1 Kepada yang kekasih saudara-saudari saya seiman di Tesalonika yaitu kalian yang sudah bersatu dengan Allah Bapa

Lebih terperinci

Butterfly in the Winter

Butterfly in the Winter Butterfly in the Winter Tahun Ajaran Baru Perasaan cinta dan kesepian memiliki jarak yang begitu tipis. Terkadang kita sukar membedakan keduanya. Meski begitu, keduanya memberikan warna yang cerah dalam

Lebih terperinci

Lucu memang.. Aku masih bisa tersenyum manis, melihatmu disana tertawa lepas bersamanya.

Lucu memang.. Aku masih bisa tersenyum manis, melihatmu disana tertawa lepas bersamanya. Lelah menanti.. Cinta untukmu tak pernah berbalas. Lucu memang.. Aku masih bisa tersenyum manis, melihatmu disana tertawa lepas bersamanya. Lucu memang, aku masih saja merindukanmu.. Walau kutau hatimu

Lebih terperinci

PERATURAN BARIS BERBARIS

PERATURAN BARIS BERBARIS PERATURAN BARIS BERBARIS 1. Pengertian Baris Berbaris Suatu wujud fisik yang diperlukan untuk menanamkan kebiasaan tata cara hidup suatu organisasi masyarakat yang diarahkan kepada terbentuknya perwatakan

Lebih terperinci

BAB 1. *** Seoul International High School

BAB 1. *** Seoul International High School BAB 1 당신때문에 Ingin aku mengabaikanmu laksana angin bertiup dan berlalu. Mengusirmu yang bertahta selaksa raja. Membisikan pada hatiku bahwa kau hanyalah orang asing yang tersesat dalam hidupku. Namun, apa

Lebih terperinci

Siapakah Yesus Kristus? (5/6)

Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Siapakah Yesus Kristus? (5/6) Nama Kursus : SIAPAKAH YESUS KRISTUS? Nama Pelajaran : Yesus Memiliki Semua Kuasa dan Penakluk Kematian Kode Pelajaran : SYK-P05 Pelajaran 05 - YESUS MEMILIKI SEMUA KUASA

Lebih terperinci

Dari jarak sepuluh meter bisa kukenali siapa lelaki yang duduk menundukkan kepalanya dan bertumpu pada lengannya yang ia letakkan di atas lutut.

Dari jarak sepuluh meter bisa kukenali siapa lelaki yang duduk menundukkan kepalanya dan bertumpu pada lengannya yang ia letakkan di atas lutut. Dari jarak sepuluh meter bisa kukenali siapa lelaki yang duduk menundukkan kepalanya dan bertumpu pada lengannya yang ia letakkan di atas lutut. Aku putuskan duduk di sebelahnya. Ia sadar ada orang yang

Lebih terperinci

Ayo, minum, katanya seolah mengajaknya ikut minum bersamanya.

Ayo, minum, katanya seolah mengajaknya ikut minum bersamanya. Keledai Cerpen Dedy Tri Riyadi (Koran Tempo, 6 April 2014) LELAKI tua itu memandang ke arah jalan yang ramai di luar jendela. Di jalanan, entah karena apa, banyak sekali orang seperti sedang menunggu sesuatu

Lebih terperinci

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24

Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/ :41:24 Buku BI 3 (12 des).indd 1 16/12/2014 11:41:24 2 Buku BI 3 (12 des).indd 2 16/12/2014 11:41:25 Bintang berkunjung ke rumah Tante Menik, adik ibunya. Tante Menik seorang wartawati. Rumah Tante Menik kecil,

Lebih terperinci

Di Unduh dari : Bukupaket.com

Di Unduh dari : Bukupaket.com bab 5 kejujuran gambar 5.1 tesa sedang berkumpul dengan teman temannya lihatlah gambar di atas tesa sedang berkumpul dengan teman temannya tentu kalian juga sering melakukannya setiap hari kita bergaul

Lebih terperinci

Kakiku basah karena menginjak genangan air. Daundaun berserakan di sekitarku. Terdengar berderik saat terinjak oleh kakiku yang telanjang tanpa alas

Kakiku basah karena menginjak genangan air. Daundaun berserakan di sekitarku. Terdengar berderik saat terinjak oleh kakiku yang telanjang tanpa alas Gelap. Dingin. Angin menerpa tengkukku membuatku bergidik. Aku tidak bisa melihat apa pun karena kabut yang menyelimutiku. Suara gemerisik dedaunan terdengar begitu jelas di telingaku. Di mana aku? Seingatku

Lebih terperinci

LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS

LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS AUDREY LEMAN LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com LEGEND OF THE BATTLING PRINCESS Oleh: Audrey Leman Copyright 2017 by Audrey Leman Penerbit Audrey Leman audreyleman03@yahoo.co.id

Lebih terperinci

Kuda Berkacamata Hitam

Kuda Berkacamata Hitam Kuda Berkacamata Hitam Jeko adalah kuda yang paling gagah di hutan. Tidak hanya gagah, ia pun kuat dan dapat berlari dengan cepat. Saking hebatnya, warga hutan yang lain memberikan gelar Kuda Perkasa padanya.

Lebih terperinci