BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makan dan minum yang cukup jumlah dan mutunya, manusia tidak dapat produktif dalam melakukan aktivitasnya. Masalah pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan dan kesehatan baik jasmani maupun rohani. 1 Agar makanan dapat berfungsi dengan baik, maka diperlukan berbagai syarat agar memenuhi kriteria seperti yang diharapkan. Selain harus mangandung zat gizi (lemak, protein, karbohidrat, mineral dan vitamin), makanan harus baik dan yang tidak kalah penting untuk diperhatikan adalah bahwa makan harus aman untuk dikonsumsi. Setelah ketiga unsur tersebut terpenuhi, maka baru dapat disebut dengan makanan sehat. 2 Karena pentingnya keberadaan pangan, banyak pihak yang berkepentingan dengan konsumen dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Pemerintah harus sangat memperhatikan agar pangan dapat tersedia dan cukup di segala pelosok tanah air. 3 Di lain pihak, bagi organisasi bisnis terutama industri pangan, jumlah konsumen yang banyak merupakan potensi pasar bagi berbagai produk makanan yang 1 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal Marwanti, Keamanan Pangan, (diakses pada tanggal 25 April 2016). 3 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op. Cit., hal

2 2 diproduksinya. 4 Industri pangan perlu mengetahui makanan apa yang seharusnya diproduksi dan dipasarkan kepada konsumen. Oleh sebab itu konsumen harus dilindungi dari berbagai makanan yang tidak aman dan merugikan konsumen. 5 Masalah pangan sendiri bukanlah hal yang dapat dianggap remeh. Tetapi hal tersebut adalah masalah yang sangat serius dan strategis. Pangan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditunda pemenuhannya dalam sekejap. 6 Sebagai bagian dari masyarakat, setiap individu mempunyai limitasi dalam hal menilai mutu pangan yang akan ia pilih dan konsumsi sehingga terdapat berbagai pertanyaan yang sulit dijawab. Misalnya, apakah dalam makanan tertentu terdapat kontaminasi yang membahayakan konsumen? Apakah makanan tersebut cukup sanitasi dan higienanya sehingga pantas dikonsumsi oleh manusia? 7 Betapapun tingginya nilai mutu dan lezatnya makanan tersebut, tetapi bila tidak aman untuk dikonsumsi tidak akan ada artinya sama sekali bagi konsumen, karena konsumen yang tidak berdaya sama sekali dalam menghadapi tantangan tersebut, maka mereka memerlukan perlindungan. Dalam hal ini pemerintah adalah lembaga satu-satunya yang berkewajiban menangani dan melindungginya. 8 Namun sebaliknya, perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha dari pelaku usaha, karena keberadaan mereka sangat esensial dalam perekonomian suatu 1993), hal Ibid. 4 Ibid 5 Ibid. 6 Beddli Amang, Sistem Pangan Nasional, (Jakarta: Dharma Karsa Utama, 1995), hal Winarno, Pangan,Gizi, Teknologi dan Konsumen, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,

3 3 negara. 9 Oleh karena itu, ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen juga harus diimbanggi dengan memberikan perlindungan kepada pelaku usaha, sehingga perlindungan konsumen tidak justru membalikan kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat, dan sebaliknya produsen menjadi lebih lemah. 10 Dengan semakin berkembangnya era globalisasi, industri pangan nasional akan menghadapi tantangan pasar bebas berupa iklim persaingan yang semakin ketat. Membanjirnya produk pangan impor adalah bukti bahwa fenomena pasar bebas telah berlangsung saat ini. 11 Untuk memenangkan persaingan ini, tantangan yang paling besar bagi industri pangan di Indonesia adalah kemampuan untuk memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk pangan yang dikonsumsi bermutu dan aman, serta pada tingkat harga yang terjangkau. 12 Sebagai konsekuensi dari hal tersebut, industri pangan nasional harus mampu menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan keamanan pangan sebagai fokus kegiatan utama dalam memproduksi pangan yang layak untuk dikonsumsi. 13 Namun keadaan keamanan mutu pangan di Indonesia saat ini masih jauh dari keadaan aman, dimana hal ini dapat dilihat dari peristiwa keracunan makanan yang banyak terjadi belakangan ini. 14 Misalnya, pelaku usaha makanan yang 9 Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal Ibid. 11 Stella Darmadi, Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan, INDUSTRI-PANGAN (diakses pada tanggal 26 Juni 2016). 12 Ibid. 13 Ibid.. 14 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op. cit., hal. 170.

4 4 senang menggunakan zat pewarna tekstil untuk berbagai produk makanan dan minuman karena pertimbangan ekonomis. 15 Salah satu penyebab dari peristiwa-peristiwa tersebut di atas adalah kurang pedulinya konsumen terhadap keamanan makanan yang mereka konsumsi serta kurangnya informasi yang dimiliki oleh konsumen tentang pangan yang dikonsumsinya, sehingga belum banyak yang menuntut produsen untuk menghasilkan produk makanan yang aman. 16 Hal ini juga menyebabkan produsen makanan semakin mengabaikan keselamatan konsumen demi memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. 17 Seiring dengan berlakunya Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (selanjutnya disebut UU Pangan ) 18 maka penerapan standar mutu untuk produk pangan dan mutu di dalam proses produksi telah menjadi suatu kewajiban yang harus dijalankan oleh para produsen pangan. Dalam UU Pangan Bab VII tentang Keamanan Pangan secara tegas telah diatur bahwa produsen produk pangan harus mampu untuk memenuhi berbagai persyaratan produksi sehingga dapat memberikan jaminan dihasilkannya produk pangan yang aman dan bermutu bagi konsumen. Jaminan mutu bukan hanya menyangkut masalah metode tetapi juga merupakan sikap tindakan pencegahan 15 Ibid. 16 Ibid. 17 Ibid. 18 Indonesia (Pangan), Undang-Undang tentang Pangan, UU No. 18 Tahun 2012, LN Nomor 227 Tahun 2012, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5360.

5 5 terjadinya kesalahan dengan cara bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang baik yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. 19 Penerapan jaminan mutu pangan dilakukan dengan menerapkan Good Manufacturing Practices (selanjutnya disebut GMP ). Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20/Permentan/OT.140/2/2010 (selanjutnya disebut Permentan 20/2010 ), GMP adalah suatu pedoman yang menjelaskan cara Pengolahan Hasil Pertanian yang Baik agar menghasilkan pangan bermutu, aman, dan layak dikonsumsi. 20 GMP menetapkan Kriteria (istilah umum, persyaratan bangunan dan fasilitas lain, peralatan serta kontrol terhadap proses produksi dan proses pengolahan), Stándar (spesifikasi bahan baku dan produk, komposisi produk) dan Kondisi (parameter proses pengolahan) untuk menghasilkan produk mutu yang baik. 21 Untuk menjamin dilaksanakannya penerapan GMP oleh pelaku usaha dalam menjaga mutu pangan konsumen maka produsen pangan ataupun pelaku usaha haruslah dibebankan tanggung jawab atas produk pangan yang dihasilkannya. Dalam Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan 19 Rana Bella, Good Manufacturing Practices, 9&lt= &user_id= &uahk=xTbi+j8GXG/Qj9cbyjXPg76+MDY, (diakses pada tanggal 26 April 2016). 20 Indonesia (Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian), Peraturan Menteri Pertanian tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan Hasil Pertanian, Permentan No. 20 Tahun 2010 Pasal 1 angka Rana Bella, Good Manufacturing Practices, 9&lt= &user_id= &uahk=xTbi+j8GXG/Qj9cbyjXPg76+MDY, (diakses pada tanggal 26 April 2016).

6 6 Konsumen (selanjutnya disebut UUPK ) 22 telah dinyatakan dengan tegas tanggung jawab yang harus diemban oleh pelaku usaha terhadap konsumen. Dalam Pasal 19 ayat (1) disebutkan, bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. 23 Berdasarkan hal ini, maka adanya produk barang dan/atau jasa yang cacat bukan merupakan satu-satunya dasar pertanggungjawaban pelaku usaha. Hal ini berarti bahwa tanggung jawab pelaku usaha meliputi segala kerugian yang dialami konsumen. 24 Bertitik tolak pada permasalahan pangan di atas, penulis tertarik untuk membahas bagaimana penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) untuk mewujudkan keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen. B. Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah pengaturan hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha di Indonesia? 2. Bagaimanakah pengaturan Good Manufacturing Practices di Indonesia? 22 Indonesia (Perlindungan Konsumen), Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 8 Tahun 1999, LN Nomor 42 Tahun 1999, Tambahan Lembaran Negara Nomor Indonesia (Perlindungan Konsumen), Op. Cit., Pasal 19 ayat (1). 24 Ahmad Miru, Sutarman Yodo, Op. Cit., hal. 126.

7 7 3. Bagaimanakah penerapan Good Manufacturing Practices sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Penyusunan skripsi ini mempunyai tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan hak dan kewajiban dari konsumen dan pelaku usaha dalam pelaksanaan perlindungan konsumen di Indonesia. 2. Untuk mengetahui tentang pengaturan GMP dalam peraturan perundangundangan di Indonesia dan penerapan Good Manufacturing Practices di Indonesia. 3. Untuk mengetahui tentang penerapan GMP sebagai bentuk keamanan mutu pangan hasil pertanian dalam rangka perlindungan konsumen. Manfaat penulisan yang diharapkan melalui penulisan skripsi ini adalah : a. Secara Teoritis Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang perlindungan konsumen serta peraturan hukum lainnya yang berkaitan dengan perlindungan konsumen.

8 8 b. Secara Praktis Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan informasi serta masukan bagi pemerintaah, pelaku usaha, dan konsumen mengenai perkembangan dan problematika perlindungan konsumen terhadap mutu pangan hasil pertanian. D. Keaslian Penulisan Sepanjang yang ditelusuri dan diketahui dari lingkungan Fakultas Hukum bahwa penulisan skripsi dengan judul Penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) untuk Mewujudkan Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian Dalam Rangka Perlindungan Konsumen belum pernah ditulis sebelumnya. Dengan demikian, dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini adalah merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain yang diperoleh dari pemikiran, referensi buku-buku, makalah-makalah, jurnal, media elektronik, yaitu internet serta bantuan dari berbagai pihak. Jika terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda. E. Tinjauan Kepustakaan Adapun judul yang dikeukakan penulis adalah Penerapan Good Manufacturing Practices ( GMP ) untuk Mewujudkan Keamanan Mutu

9 9 Pangan Hasil Pertanian, maka sebelum diuraikan lebih lanjut terlebih dahulu Penulis akan memberikan penjelasan tentang judul dengan maksud untuk menghindarkan dari kesalahpahaman dan memberikan batasan yang jelas. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata perlindungan memiliki arti: tempat berlindung; Hal (perbuatan dan sebagainya) yang bertujuan untuk memperlindungi (menjadikan atau menyebabkan berlindungan). 25 Sedangkan kata konsumen memiliki arti: Pemakai barang-barang hasil produksi (bahan makan, pakaian dan sebagainya); penerimaan pesanan iklan; pemakai jasa. 26 Istilah konsumen barasal dari alih bahasa dari kata consumer (Inggris- Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Pengertian dari consumer atau consument itu tergantung dari posisi mana ia berada. 27 Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang. Tujuan penggunaan barang atau jasa nanti menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begitu pula Kamus Bahasa Inggris-Indonesia memberi arti kata consumer sebagai pemakai atau konsumen. 28 Pakar masalah konsumen di Belanda, Hondius menyimpulkan, para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan konsumen sebagai, pemakai produk terakhir dari barang atau jasa. Dengan rumusan ini, Hondius membedakan antara 25 Departemen Pendidikan dan Kebudayan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hal Ibid, hal AZ. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2002), hal Ibid

10 10 konsumen antara dan komsumen akhir. 29 Konsumen antara adalah konsumen yang menggunakan suatu produk sebagai bagian dari proses produksi suatu produk lainnya, sedangkan konsumen akhir adalah pengguna atau pemanfaat akhir dari suatu produk. 30 Konsumen akhir ini lah yang dengan jelas diatur perlindungannya dalam UUPK. Pengertian konsumen dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 UUPK menyatakan : Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. 31 Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk mengambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam usaha untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan konsumen itu sendiri. 32 Pengertian Perlindungan Konsumen dalam Ketentuan Umum Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan : Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen. 33 Rumusan pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka 1 UUPK tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan segala upaya 29 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (rev.ed. 2006; Jakarta: Grasindo, 2006), hal AZ. Nasution, op. cit., hal Indonesia (Perlindungan Konsumen), Op. Cit., Pasal 1 angka Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen Di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000), hal Indonesia (Perlindungan Konsumen), Op. Cit., Pasal 1 angka 1.

11 11 yang menjamin adanya segala kepastian hukum, diharapkan sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku usaha hanya demi untuk kepentingan perlindungan konsumen. 34 Pengertian pangan dan mutu pangan menurut beberapa peraturan perundang-undangan dapat dilihat sebagai berikut : 1. Pangan a. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Pangan : Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan,dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman. 35 b. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ( PP KMPG ) : 36 Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman Ahmad Miru, Sutarman Yodo, Op. Cit., hal Indonesia (Pangan), Op. Cit., Pasal 1 angka Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi Pangan), Peraturan Pemerintah tentang Keamanan, Mutu, dan, Gizi, PP No. 28 Tahun 2004, LN Nomor 107 Tahun 2004, TLN Nomor Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi), Op. Cit., Pasal 1 angka 1.

12 12 Dari pengertian pangan di atas, dapat dikembangkan beberapa hal, yaitu : 38 a) Pangan berasal dari sumber daya hayati dan air, yang berarti pangan merupakan semua sumber dari organisme, baik hewan dan tumbuhan yang dapat diolah dan dikonsumsi. Selain itu, air merupakan salah satu komponen pangan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup organisme yang membutuhkannya. b) Pangan yang diolah maupun yang tidak diolah, yang berarti pengelolaan pangan terdiri dari dua jenis, yaitu pangan yang harus diolah sebelum dikonsumsi, seperti daging dan telur, serta pangan yang dapat langsung dikonsumsi tanpa harus diolah, seperti sayur dan buah-buahan. c) Diperuntukkan sebagai makanan atau minuman, merupakan dua jenis komponen utama pangan yang sangat dibutuhkan makhluk hidup. d) Bahan tambahan pangan, merupakan zat atau bahan tertentu yang ditambahkan ke dalam pangan, berfungsi untuk menambah rasa, aroma, bentuk dan daya tarik pangan tersebut untuk dikonsumsi. e) Bahan baku pangan, merupakan bahan-bahan utama yang digunakan dalam membuat suatu makanan atau minuman. 38 Aufa Aulia Kanza, Sukma Chaedir Umar, Mutu, Gizi, dan Keamanan Pangan (diakses pada tanggal 26 April 2016).

13 13 2. Mutu Pangan Berdasarkan Pasal 1 angka 36 UU Pangan : Mutu Pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan dan kandungan Gizi, Pangan. 39 Berdasarkan Pasal 1 angka 24 PP KMGP : Mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi, dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan minuman. 40 Mutu pangan merupakan seperangkat sifat atau faktor pada produk pangan yang membedakan tingkat pemuas/aseptabilitas produk itu bagi konsumen. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain adalah : 41 a) aspek gizi (kalori, protein, lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); b) aspek selera (indrawi, enak, menarik, segar); c) aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta d) aspek kesehatan (jasmani dan rohani). Mutu pangan merupakan hal yang penting untuk konsumen oleh sebab itu setiap pelaku usaha wajib menjamin mutu pangan setiap produknya dengan menerap kan GMP sebagai syarat dasar menjamin mutu pangan. Di Indonesia pedoman pelaksanaan GMP dalam indutri berdasarkan SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 tanggal 24 Januari 1978 tentang Pedoman Cara produksi yang Baik untuk Makanan. Badan obat dan makanan Amerika Serikat 39 Indonesia (Pangan), Op. Cit., Pasal 1 angka Indonesia ( Keamanan, Mutu, dan, Gizi), Op. Cit., Pasal 1 angka Stella Darmadi, Tinjauan Aspek Mutu Dalam Kegiatan Industri Pangan, INDUSTRI-PANGAN (diakses pada tanggal 26 Juni 2016).

14 14 atau Food and Drug Administration (selanjutnya disebut FDA) membuat panduan GMP dalam bentuk regulasi CFR 21 part 110 (FDA, 1996). Persyaratan GMP juga dapat ditemukan dalam peraturan European Commission (EC) No. 852/2004 dan EC No. 853/ F. Metode Penulisan Dalam suatu penulisan skripsi, posisi metode penelitian sangatlah penting sebagai suatu pedoman. Pedoman ini nantinya akan menjelaskan mengenai apa yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan dalam penulisan. Dalam penulisan skripsi ini metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut. 1. Jenis Penelitian Dalam penulisan skripsi ini, jenis yang digunakan adalah yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif merupakan penelitian kepustakaan yaitu penelitian terhadap data sekunder Sumber Data Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan, meliputi peraturan perundang- 42 Chindarwani, Kajian Sistem Manajemen Keamanan Pangan Berbasis Iso Di PT Nestle Indonesia, Kejayan Factory, (Skripsi Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor, 2007), hal Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2003), hal. 24.

15 15 undangan, buku, situs internet, media massa, dan kamus serta data lain yang terdiri atas 44 : a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri atas : 1) Pembukaan UUD 1945; 2) Peraturan Perundang-undangan : a) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan; b) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; c) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; d) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan; e) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 20 Tahun 2010 tentang Sistem Jaminan Mutu Pangan; f) Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2008 tentang Persyaratan Dan Penerapan Cara Pengolahan Hasil Pertanian Asal Tumbuhan Yang Baik (Good Manufacturing Practices). b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu buku-buku yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer. 44 Ibid.

16 16 c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus, bahan dari internet dan lain-lain. 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode Library Research (penelitian kepustakaan), yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan Analisis Data Data primer dan data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis dengan menggunakan metode dedukatif dan indukatif. Metode dedukatif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan mebandingkan, sedangkan metode indukatif dilakukan dengan cara menerjemahkan bebagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi 45 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal. 27.

17 17 ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan. 46 G. Sistematika Penulisan Secara garis besar skripsi ini dibagi atas 5 (lima) Bab dan masing-masing bab dibagi lagi dalam beberapa sub bagian sesuai dengan kepentingan penulisan. Bab I : Bab ini menerangkan secara ringkas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tinjauan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, dan Sistematika Penulisan. Bab II : Bab ini membahas tentang Perkembangan Perlindungan Konsumen di Indonesia, Prinsip-Prinsip Hukum Perlindungan Konsumen, Aspek Hukum Publik dan Hukum Perdata Perlindungan Konsumen, dan Dinamika Perkembangan Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha. Pembahasan dalam Bab II akan menjawab perumusan masalah pertama dalam skripsi ini. Bab III : Bab ini menguraikan tentang Tinjauan Umum Good Manufacturing Practices, Perkembangan Good Manufacturing Practices, dan Penerapan Good Manufacturing Practices di Indonesia yang diatur 1997), hal Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

18 18 dalam Permentan 35/2008 Pembahasan dalam Bab III akan menjawab perumusan masalah kedua dalam skripsi ini. Bab IV : Bab ini menguraikan tentang Standardisasi Mutu Pangan di Indonesia, Pengawasan Mutu Pangan dan, Penerapan Good Manufacturing Practices ( GMP ) sebagai Bentuk Keamanan Mutu Pangan Hasil Pertanian dalam Rangka Perlindungan Konsumen. Pembahasan dalam Bab IV akan menjawab perumusan masalah ketiga dalam skripsi ini. Bab V : Bab ini berisi kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran yang mungkin berguna dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. 1 Hal ini dapat dilihat dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat, dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan

BAB I PENDAHULUAN. yang melindungi kepentingan konsumen 1. Adapun hukum konsumen diartikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asasasas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah

BAB I PENDAHULUAN. produk-produk yang kemudian dapat dikonsumsi oleh masyarakat setelah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada zaman yang semakin berkembang pesat ini, kegiatan perdagangan merupakan kegiatan yang terus menerus dan berkesinambungan karena adanya saling ketergantungan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Manusia mempunyai kebutuhan yang beragam seiring dengan peningkatan kesejahteraannya. Beberapa kebutuhan manusia antara lain, kebutuhan primer dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA 2.1 Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah segala bentuk upaya pengayoman terhadap harkat dan martabat manusia serta pengakuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau jasa yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

BAB I PENDAHULUAN. membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu perkembangan dunia dewasa ini ditandai arus globalisasi disegala bidang yang membawa dampak cukup pesat bagi perkembangan pertumbuhan dan perekonomian dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah. Mayoritas konsumen Indonesia sendiri adalah konsumen makanan, jadi 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya dibidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN. Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat 60 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian pada bagian pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara menerapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara Kesejahteraan sebagaimana yang dituangkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV yang mana tujuan Negara Indonesia yaitu melindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai

BAB I PENDAHULUAN. Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak makanan import yang telah masuk ke Indonesia tanpa disertai informasi yang jelas pada kemasan produknya. Pada kemasan produk makanan import biasanya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah oleh karena itu ekonomi secara terus-menerus mengalami pertumbuhan dan perubahan. Manusia membutuhkan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Peran Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Yogyakarta dalam rangka melindungi hak konsumen dalam mengkonsumsi makanan yang menggunakan perwarna tekstil adalah

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TINJAUAN YURIDIS TANGGUNGJAWAB PRODUK TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Dwi Afni Maileni Dosen Tetap Program Studi Ilmu Hukum UNRIKA Batam Abstrak Perlindungan konsumen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen

BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen BAB II TINJAUAN TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN A. Pengertian Konsumen Bagi para ahli hukum pada umumnya sepakat bahwa arti konsumen adalah, pemakai terakhir dari benda dan jasa yang diserahkan kepada mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka menghadapi perdagangan bebas, merek dagang merupakan objek yang sangat penting, hal ini karena adanya aspek ekonomi yang melekat pada merekmerek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Buku Kedokteran EGC. hlm ibid. hlm. 140

BAB I PENDAHULUAN. Buku Kedokteran EGC. hlm ibid. hlm. 140 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semua makhluk hidup akan selalu melakukan aktivitas setiap harinya. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia tentunya akan selalu membutuhkan energi. Energi

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta data yang didapatkan

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta data yang didapatkan 79 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta data yang didapatkan oleh penulis mengenai pertanggung jawaban Pelaku Usaha terhadap kewajibannya sesuai dengan peraturan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT BAHAYA KONSUMSI ROKOK ELEKTRIK Oleh: Ketut Nurcahya Gita I Gede Putra Ariana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Jurnal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan tersebut maka setiap manusia mengkonsumsi atau menggunakan BAB I PENDAHULUAN Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang beragam dalam kehidupannya sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, namun manusia tidak mampu memenuhi setiap kebutuhannya tersebut secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi

BAB I PENDAHULUAN. - Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Daging ayam memiliki nilai gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ayam potong (broiler) merupakan sumber hayati produk peternakan yang diperuntukkan sebagai makanan manusia, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) Undang - Undang Nomor

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta

DAFTAR PUSTAKA. Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan. Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta DAFTAR PUSTAKA A. Sumber Buku Abdullah, Imam Baehaqi, dkk, 1990, Menggugat Hak: Panduan Konsumen bila dirugikan, YLKI Jakarta Badrulzaman, Miriam Darus, 1994, Aneka Hukum Bisnis, Aneka, Bandung Barkatullah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1

BAB I PENDAHULUAN. serta penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya dan khususnya di bidang perindustrian dan perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen

BAB III TINJAUAN TEORITIS. A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Konsumen 1. Pengertian Konsumen Pengertian konsumen menurut Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen sebelum berlakunya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PANGAN TRADISIONAL, STANDARISASI MUTU DAN GIZI PANGAN 2.1 Pangan dan Pangan Tradisional 2.1.1 Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

Lebih terperinci

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DI INDONESIA TERKAIT CACAT TERSEMBUNYI PADA PRODUK MINUMAN BOTOL Oleh: A.A Sagung Istri Ristanti I Gede Putra Ariana Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu

Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus. terpadu, terarah, dan berkesinambungan dalam rangka mewujudkan suatu Pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak untuk terusmenerus meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata dalam segala aspek kehidupan serta diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada umumnya sudah mengenal siapa itu konsumen. 2 Konsumen sebagaimana yang dikenal dalam bahasa Indonesia merupakan serapan dari bahasa asing,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Kompas 18 Maret 2004, Perlindungan terhadap konsumen di Indonesia ternyata masih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan ekonomi yang semakin cepat memberikan hasil produksi yang sangat bervariatif, dari produksi barang maupun jasa yang dapat dikonsumsi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud makanan adalah segala sesuatu. pembuatan makanan atau minuman. 1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling hakiki. Oleh karena itu pemenuhan akan kebutuhannya merupakan hak asasi setiap orang. Dalam hal ini yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dunia dewasa ini ditandai dengan arus globalisasi di segala bidang yang membawa pengaruh cukup besar bagi perkembangan perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb).

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN. iklan, dan pemakai jasa (pelanggan dsb). BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSUMEN DAN PELAKU USAHA DALAM KONTEKS PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Konsumen 2.1.1. Pengertian Konsumen Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan konsumen adalah pemakai

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu 36 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian dilakukan dalam usaha memperoleh data yang akurat serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, penelitian hukum merupakan kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN. memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang bersifat mengatur dan mengandung sifat 16 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 2.1. Pengertian Perlindungan Konsumen Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk di indonesia, maka kebutuhan masyarakat akan rumah semakin meningkat. Pembangunan perumahan merupakan salah satu upaya untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan cabang hukum itu senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit.

BAB I PENDAHULUAN. apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan umum (public service) memang sarat dengan berbagai masalah, apalagi jangkauannya sendiri sangat luas meliputi sektor profit maupun nonprofit. Sedemikian luas

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Ali, Zainudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Arifin, Syamsul, 1992, Falsafah Hukum, UNIBA PRESS, Medan.

DAFTAR PUSTAKA BUKU. Ali, Zainudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Arifin, Syamsul, 1992, Falsafah Hukum, UNIBA PRESS, Medan. DAFTAR PUSTAKA BUKU Ali, Zainudin, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Arifin, Syamsul, 1992, Falsafah Hukum, UNIBA PRESS, Medan. Asikin, Zainal dan Amiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK KONSUMEN PENGGUNA PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Pasar Tavip Kota Binjai)

PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK KONSUMEN PENGGUNA PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Pasar Tavip Kota Binjai) PERLINDUNGAN HUKUM UNTUK KONSUMEN PENGGUNA PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Pasar Tavip Kota Binjai) Oleh : MOCHAMAD ERWIN RADITYO, S.H., M.Kn Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Sosial Sains Universitas

Lebih terperinci

BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN. Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau

BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN. Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau BAB II PENGERTIAN PELAKU USAHA, KONSUMEN, DAN PENGOPLOSAN 1.1 Pengertian Pelaku Usaha Dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menentukan bahwa pelaku usaha adalah setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2.

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 51. Grafindo Persada, 2004), hal. 18. Tahun TLN No. 3790, Pasal 1 angka 2. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aktivitas bisnis merupakan fenomena yang sangat kompleks karena mencakup berbagai bidang baik hukum, ekonomi, dan politik. Salah satu kegiatan usaha yang

Lebih terperinci

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau

A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen. Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau A. Pengertian konsumen dan perlindungan konsumen 1. Pengertian Konsumen Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika), atau consument/konsument (Belanda). 15 Pengertian tersebut secara

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pemamparan penulis yang dituliskan dalam Bab sebelumnya

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pemamparan penulis yang dituliskan dalam Bab sebelumnya 69 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemamparan penulis yang dituliskan dalam Bab sebelumnya yaitu, pada Bab I dan Bab II akhirnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : Tanggung jawab pelaku

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP MIRAS TIDAK BERLABEL DI LIHAT DARI UNDANG UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh Anak Agung Gede Adinanta Anak Agung Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT TIDAK DICANTUMKANNYA INFORMASI MENGENAI KOMPOSISI PRODUK SECARA LENGKAP

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT TIDAK DICANTUMKANNYA INFORMASI MENGENAI KOMPOSISI PRODUK SECARA LENGKAP TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERUGIAN AKIBAT TIDAK DICANTUMKANNYA INFORMASI MENGENAI KOMPOSISI PRODUK SECARA LENGKAP ABSTRACT Oleh: Putu Adi Merta Jaya Ni Nyoman Mas Aryani

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank telah berkembang sedemikian

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR

TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA TERHADAP PENJUALAN KOSMETIK YANG TIDAK DISERTAI DENGAN KEJELASAN LABEL PRODUK DI DENPASAR Oleh: Luh Putu Budiarti I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemajuan ekonomi terutama dalam sektor perdagangan sangat mempengaruhi kegiatan bisnis di dunia, tidak terkecuali Indonesia sebagai negara yang ingin mencapai tujuannya

Lebih terperinci

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN

HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN HAK-HAK KONSUMEN DALAM PEREDARAN PRODUK MAKANAN DAN MINUMAN DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh I Kadek Surya Tamanbali I Wayan Sutaradjaya Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. keadilan, untuk mencapai tujuan tersebut Indonesia dihadapkan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia yang seutuhnya. Seluruh rakyat Indonesia berhak memperoleh kesejahteraan dan keadilan, untuk mencapai tujuan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin, FH.

DAFTAR PUSTAKA. Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin, FH. DAFTAR PUSTAKA A. Buku : Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen, Banjarmasin, FH. Unlam Press, 2008. Abdul Wahab, Hukum dan Perikatan, Fakultas Hukum Universitas Sekolah Tinggi Hukum Bandung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya

BAB I PENDAHULUAN. modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan dan pertumbuhan industri barang dan jasa yang semakin modern di satu pihak membawa dampak positif, di antaranya tersedianya kebutuhan dalam jumlah

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DALAM PEREDARAN JAJANAN ANAK (HOME INDUSTRY) YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM DINAS KESEHATAN Oleh Komang Rina Ayu Laksmiyanti I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan

BAB III PENUTUP. telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan 53 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maupun pembahasan, serta analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut ini disajikan kesimpulan yang merupakan jawaban

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI

PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI PELAKSANAAN PENGAWASAN PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU OLEH BADAN PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN DI KOTA PADANG SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar sarjana hukum Oleh : SETIA PURNAMA

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERACUNAN MAKANAN

PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERACUNAN MAKANAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN YANG MENGALAMI KERACUNAN MAKANAN Oleh : Dewa Ayu Sekar Vikanaswari I Ketut Sudjana Bagian Hukum Bisnis, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai

BAB I PENDAHULUAN. Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Air tawar bersih yang layak minum kian langka di perkotaan. Sungai-sungai yang menjadi sumbernya sudah tercemar berbagai macam limbah, mulai dari buangan sampah

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan

BAB III PENUTUP. pada bab-bab terdahulu, berikut disajikan kesimpulan yang merupakan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, serta pembahasan dan analisis yang telah penulis lakukan pada bab-bab terdahulu, berikut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan era globalisasi yang semakin pesat berpengaruh terhadap semakin banyaknya kebutuhan masyarakat akan barang/ jasa tertentu yang diikuti

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MELAKUKAN TRANSAKSI ONLINE Oleh Ni Kadek Ariati I Wayan Suarbha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Online transactions are transactions

Lebih terperinci

TUGAS-TUGAS BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL

TUGAS-TUGAS BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL TUGAS-TUGAS BADAN PERLINDUNGAN KONSUMEN NASIONAL Oleh : I Komang Bagus Try Permana A.A. Istri Ari Atu Dewi Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT This journal, entitled "The Tasks

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 6/Ags/2017 TANGGUNG GUGAT PRODUSEN TERHADAP PEREDARAN PRODUK CACAT DALAM RANGKA PERLINDUNGAN KONSUMEN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 1 Oleh : Viggy Sinaulan 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen memiliki kewajiban untuk beritikad baik di dalam melakukan atau menjalankan usahanya sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tentang Pangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan), keamanan

BAB I PENDAHULUAN tentang Pangan (selanjutnya disebut Undang-Undang Pangan), keamanan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa makanan dan minuman yang cukup jumlah dan mutunya, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesatnya pembangunan Indonesia di bidang ekonomi telah memicu semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa. Kebutuhan akan barang dan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex et Societatis, Vol. V/No. 3/Mei/2017 PELAKU USAHA YANG MENGEDARKAN PRODUK PANGAN TIDAK MEMILIKI IZIN EDAR DITINJAU DARI HUKUM PIDANA 1 Oleh: Marsella Meilie Esther Sunkudo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. minuman memberikan asupan gizi yang berguna untuk kelangsungan hidup. bidang produksi pengolahan bahan makanan dan minuman bagi

BAB I PENDAHULUAN. minuman memberikan asupan gizi yang berguna untuk kelangsungan hidup. bidang produksi pengolahan bahan makanan dan minuman bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Manusia merupakan bagian terkecil dari masyarakat yang mempunyai keinginan dan kebutahan yang beraneka ragam diantaranya kebutuhan sandang dan pangan. Dari kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang

BAB I PENDAHULUAN. baru dari rokok yang disebut rokok elektrik atau nama lainnya adalah vapor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia, terutama di Kota Yogyakarta rokok bukan lagi berupa benda asing untuk dikonsumsi, melainkan telah menjadi suatu kebiasaan masyarakat untuk mengkonsumsinya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia merupakan cerminan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional di Indonesia merupakan cerminan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional di Indonesia merupakan cerminan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia secara adil dan merata, yang menyangkut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan. beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia mempunyai kebutuhan yang tidak terbatas dan beragam,baikitukebutuhanprimer,kebutuhansekunder maupunkebutuhan tersier. Oleh karena itu manusia selalu berusaha

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PEMBELIAN BARANG ELEKTRONIK YANG TIDAK MENDAPATKAN KARTU JAMINAN ATAU GARANSI Oleh Luh Gede Wendy Wahyundari I Gede Putra Ariana Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam

BAB III TINJAUAN UMUM. Pada era globalisasi dan perdagangan bebas saat ini, banyak bermunculan berbagai macam 21 BAB III TINJAUAN UMUM A. Tinjuan Umum Terhadap Hukum Perlindungan Konsumen 1. Latar belakang Perlindungan Konsumen Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama. Pada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label PENDAHULUAN Latar Belakang Label merupakan salah satu alat komunikasi untuk menyampaikan sebuah informasi produk agar mudah dipahami oleh konsumen. Label yang disusun secara baik akan memudahkan konsumen

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di era globalisasi saat ini kebutuhan masyarakat untuk kehidupan sehari-hari semakin meningkat sehingga, memberikan peluang bagi pelaku usaha sebagai produsen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) merupakan badan yang menyelesaikan sengketa konsumen melalui cara di luar pengadilan. BPSK memiliki tujuan sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan

BAB 1 PENDAHULUAN. penting untuk dapat mempengaruhi pola perdagangan. Kemampuan 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pesat dan majunya teknologi internet mempermudah untuk mengakses informasi apapun yang dibutuhkan, termasuk di dalamnya informasi produk. Adanya kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perlindungan konsumen adalah bagian dari hukum yang memuat asas-asas atau kaidah kaidah yang bersifat mengatur dan juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN.  hal. 2. diakses 06 September Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia dalam era globalisasi ini semakin menuntut tiap negara untuk meningkatkan kualitas keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya mereka agar

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Al-Qishthu Volume 13, Nomor 2 2015 185 ANALISIS HUKUM TENTANG UNDANG-UNDANG RAHASIA DAGANG DAN KETENTUAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Pitriani Dosen Jurusan Syari ah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 48 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melihat

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KOMSUMEN MENGKONSUMSI MAKANAN KADALUARSA MENURUT UU NO. 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN 1 Oleh: Bella Rawung 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pengecer yang melanggar ketentuan Pasal 4 UUPK dan Pasal 8 wajib bertanggung jawab memberikan ganti kerugian kepada konsumen smartphone ilegal. Namun pada kenyataannya

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. miras masih sangat lemah, ini disebabkan oleh pelaku usaha yang masih menjual

BAB III PENUTUP. miras masih sangat lemah, ini disebabkan oleh pelaku usaha yang masih menjual 80 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Perlindungan hukum terhadap anak dibawah umur sebagai konsumen miras masih sangat lemah, ini disebabkan oleh pelaku usaha yang masih menjual miras kepada anak dibawah umur

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN PENGGUNA JASA LAUNDRY DI KELURAHAN KADIPIRO KECAMATAN BANJARSARI KOTA SURAKARTA Oleh : LINDA PRATIWI NIM: 12100091 ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Grafindo Persada, Jakarta, 2000 hal 1. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan taraf kehidupan, masyarakat mempunyai kemampuan dan keahlian masing-masing serta cara yang berbeda-beda dalam mencapai tujuan kemakmuran dan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah

III. METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah 38 III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah secara yuridis normatif, yaitu dengan cara melihat dan menelaah perbandingan asas

Lebih terperinci

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016

NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 NOTULEN RAPAT PENYUSUNAN REGULASI KETAHANAN PANGAN TAHUN 2016 a. Hari/Tanggal : Selasa/29 Maret 2016 b. Jam : 09.00 selesai c. Tempat : Perusda Citra Mandiri Jawa Tengah Unit Hotel KESAMBI HIJAU Jl. Kesambi

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN AKIBAT WANPRESTASI DALAM TRANSAKSI ELEKTRONIK Oleh Bella Citra Ramadhona Anak Agung Gede Agung Dharmakusuma Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan, agar tersedia tenaga listrik dalam jumlah yang cukup dan merata. tahun jumlah masyarakat semakin bertambah banyak. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Dapat dikatakan bahwa listrik telah menjadi sumber energi utama dalam setiap kegiatan baik di rumah tangga

Lebih terperinci

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK

Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK ANALISIS TERHADAP PENERAPAN KLAUSULA EKSONERASI DALAM PERJANJIAN BAKU PERUMAHAN DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN Oleh George Edward Pangkey ABSTRAK Pebisnis

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN TERHADAP PRODUK MAKANAN YANG DIPASARKAN PELAKU USAHA MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999 oleh I Dewa Gede Eka Dharma Yuda Dewa Gde Rudy Suartra Putrawan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1.

BAB 1 PENDAHULUAN. seperti perlengkapan rumah, transportasi dan lain-lain 1. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan adalah keinginan manusia untuk memiliki dan menikmati kegunaan barang atau jasa yang dapat memberikan kepuasan bagi jasmani dan rohani demi kelangsungan hidup.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research. Kata research

III. METODE PENELITIAN. Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research. Kata research 40 III. METODE PENELITIAN Penelitian adalah terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu research. Kata research berasal dari re (kembali) dan to search (mencari). Research berarti mencari kembali, oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan/atau jasa, baik itu transaksi barang dan/atau jasa yang berasal dari dalam. menuntut keduanya untuk saling memberikan prestasi. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang besar. Hal ini merupakan salah satu faktor penunjang lancarnya arus transaksi barang dan/atau jasa, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. barang menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya pada. ditangguhkan sampai waktu yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Istishna merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena

BAB I P E N D A H U L U A N. pihak yang mengadakan perjanjian pengangkutan laut ini. Tetapi karena BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Mengikuti perkembangan dari perekonomian yang moderen, adanya pengangkutan merupakan salah satu sarana yang cukup penting dalam menunjang pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2007 tentang waralaba (selanjutnya disebut PP No. 42 Tahun 2007) dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bisnis waralaba atau franchise sedang berkembang sangat pesat di Indonesia dan sangat diminati oleh para pengusaha karena prosedur yang mudah, tidak berbelit-belit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya lembaga keuangan di Indonesia dibedakan atas dua bagian, yakni lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non bank, namun dalam praktek sehari-hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kebudayaan atau pun kebiasaan masyarakat di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dan perkembangan perekonomian umumnya di bidang perindustrian, khususnya dalam perdagangan nasional telah menghasilkan berbagai variasi produk barang dan/atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini

Lebih terperinci