KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS VIDEO PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS VIDEO PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER"

Transkripsi

1 KEMAMPUAN GURU MENGANALISIS VIDEO PEMBELAJARAN BERBASIS KARAKTER Rahmi Hayati Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Almuslim ABSTRAK Guru memiliki peran penting dalam mengembangkan karakter siswa. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan guru mengembangkan karakter siswa adalah melalui diskusi workshop guru. Video pembelajaran berbasis karater dapat digunakan sebagai bahan diskusi guru dalam workshop. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari tiga orang guru sekolah Dasar Mitra P4MRI Universitas Syiah Kuala. Instrumen penelitian ini berupa angket dan pedoman wawancara. Kemampuan guru menganalisis video pembelajaran berada pada level bervariasi. terdapat tiga orang guru berada pada level 3 untuk indikator interaksi yang terjadi di kelas. Dua orang guru berada pada level 3 dan seorang lainnya berada level 1 yaitu untuk indikator tindak lanjut terhadap penilaian interaksi. Seorang guru berada pada level 3, seorang level 2 dan seorang lainnya berada pada level 1 yaitu untuk indikator menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru. Dua orang guru berada pada level 2 dan seorang lainnya pada level 1 yaitu untuk indikator menghubungkan aktivitas guru dengan pendekatan matematika realistik. sedangkan dua orang guru berada pada level 2 dan seorang lainnya berada pada level 1 yaitu untuk indikator cara mengembangkan karakter siswa. Implikasi kajian ini adalah perlu dilakukan workshop guru secara terus menerus dan guru perlu pendampingan saat menerapkan dalam pembelajaran. Kata kunci: Kemampuan Guru, Menganalisis, Video pembelajaran PENDAHULUAN Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (Kemendikbud 2013:7). Indonesia juga bagian dari peradaban dunia sehingga perlu disiapkan generasi yang cerdas kompetitif. Kurikulum 2013 juga menekankan kepada penanaman karakter dan budaya dalam diri siswa. Karakter merupakan pondasi dari semua tindakan. Akar dari semua tindakan jahat dan buruk terletak pada hilangnya karakter. Samani (2011) mengungkapkan bahwa karakter merupakan hal pokok yang memberikan kemampuan kepada manusia untuk hidup bersama dalam kedamaian yang di penuhi dengan kebaikan dan kebajikan. Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui fikiran dan perbuatan, fikiran demi fikiran, tindakan demi tindakan. Saptono (2011) mengungkapkan ada empat alasan mendasar mengapa sekolah sekarang perlu lebih bersungguh-sungguh menjadikan dirinya tempat terbaik bagi pendidikan karakter, yaitu banyak keluarga tidak menerapkan pendidikan karakter, sekolah tidak hanya membentuk anak yang cerdas tetapi juga anak yang baik, kecerdasan anak hanya bermakna manakala dilandasi kebaikan, dan terakhir membentuk anak didik yang berakarakter bukan hanya tugas tambahan seorang guru, tapi merupakan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru. Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah selama ini adalah guru mentransfer pengetahuan seperti definisi, aturan, dan langkah langkah penyelesaian, lalu siswa menerapkannya dalam menyelesaikan soal-soal yang serupa (Johar dkk, 2014). Hal ini diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan guru dalam mendesain pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik

2 siswa, kurangnya informasi terbaru mengenai Kurikulum 2013 baik itu berupa buku maupun media pembelajaran yang berbasis karakter sesuai dengan standar Kurikulum 2013 yang telah diterapkan, dan kurangnya video pembelajaran yang berorientasi pada pengembangan karakter siswa. Terkadang guru juga menunjukkan sikap yang negatif terhadap pembentukan karakter siswa, seperti kurang menghargai siswa, jarang memberikan pujian kepada siswa, guru lebih banyak mengkritik siswa (Johar dkk, 2013:1). Akibatnya siswa menjadi kurang percaya diri,kurang menghargai orang lain, dan tidak kritis. Upaya dalam membantu guru melaksanakan pembelajaran matematika yang mengintegrasikan nilainilai karakter adalah dengan mendampingi guru menonton video pembelajaran dengan pendekatan realistik berbasis karakter. Video berupa hasil rekaman pembelajaran tentang guru SD yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (P4MRI) Unsyiah. Seterusnya guru dimotivasi untuk mendiskusikan video yang ditontonnya. Sherin (Alsawaie 2009) menjelaskan bahwa menonton dan merenungkan video merupakan sebagai aktivitas berharga bagi guru dan berpengaruh secara positif terhadap pembelajaran yang dilaksanakan guru. Kellog dan Kersaint (2004) menambahkan bahwa dengan menonton video pembelajaran, guru dapat memahami kondisi kelas yang telah berhasil menerapkan ide pembelajaran. Melalui video tersebut guru juga memperoleh pemahaman tentang bagaimana kelas diorganisasikan dan mendorong guru memotivasi siswa melakukan interaksi seperti pada video. Menurut Kristanto (2011) video pembelajaran dapat membantu guru mencapai tujuan pembelajaran. Seterusnya Sherin (2001) mengemukakan bahwa menonton dan menganalisis video pembelajaran memungkinkan guru untuk belajar melakukan pembelajaran seperti pada video. Berdasarkan uraian di atas, guru perlu menganalisis video pembelajaran yang mengintegrasikan nilainilai karakter ke dalam mata pelajaran. Tujuannya adalah untuk mengetahui kemampuan guru menganalisis video pembelajaran. METODE Penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran berbasis karakter. Video pembelajaran yang ditonton guru merupakan video yang menampilkan usaha guru dalam mengembangkan karakter siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peneliti menjaring informasi yang menggambarkan keadaan sesungguhnya mengenai kemampuan guru dalam menganalisis video pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini terdiri dari guru yang hadir pada workshop guru P4MRI yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 6 Maret 2015 di ruang P4MRI, FKIP Unsyiah Banda Aceh. Workshop guru P4MRI Unsyiah tersebut dihadiri oleh 13 guru yang berasal dari MIN Tungkop Aceh Besar, SD Negeri 3 Banda Aceh, SD Negeri 7 Banda Aceh, SD Negeri 54 Banda Aceh, SDIT Nurul Ishlah, SD Negeri 13 Banda Aceh, MIN Lambaro, SD Negeri 67 Banda Aceh, dan MIN Sukadamai. Selanjutnya di pilih tiga orang guru sebagai sumber data bedasarkan kediaan guru tersebut. Workshop membahas tentang video pembelajaran untuk materi menentukan unsur-unsur lingkaran, menemukan nilai perbandingan keliling dengan diameter, dan menemukan rumus keliling lingkaran. Selanjutnya tim P4MRI Unsyiah membagikan video untuk tiga pertemuan, yaitu pertemuan I, pertemuan II, dan pertemuan III. Fasilitator pada workshop adalah dosen pendidikan matematika FKIP Unsyiah yang termasuk sebagai tim P4MRI Unsyiah. Instrumen penelitian ini berupa angket dan pedoman wawancara. Adapun angket pada penelitian ini adalah angket terbuka. Untuk menganalisis hasil angket digunakan rubrik yang di adaptasi dari Alsalwaie et.al (2009). Wawancara dilakukan setelah guru menganalisis video. Pernyataan-pernyataan

3 yang diajukan sebagai pedoman saat wawancara meliputi bagaimana hubungan guru dan siswa saat pembelajaran, tindak lanjut terhadap penilaian pada siswa, standar guru profesional, kesesuaian dengan pendekatan matematika realistik, dan cara guru mengembagkan karakter siswa. Adapun data tambahan berupa pertanyaan tentang masa kerja guru, jumlah siswa di kelas, respon siswa saat pembelajaran dan media yang digunakan saat mengajar. Kemampuan guru dalam menganalisis video dalam penelitian ini ditulis berdasarkan komponen yang diadaptasi dari Alsawaie dkk (2009) yaitu: 1) identifikasi interaksi kelas, 2) tindak lanjut penilaian interaksi, 3) menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru, 4) menghubungkan aktivitas dengan PMR, dan 5) cara mengembangkan karakter siswa. Pertama identifikasi interaksi kelas pada dasarnya proses pembelajaran yang baik memerlukan proses interaksi oleh semua komponen yang terlibat dalam pembelajaran di kelas, baik antara guru dengan siswa, hingga antar sesama siswa itu sendiri. Adapun interaksi di kelas menurut Alsawaie dkk (2009) dapat diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini: Pada level 1, guru tidak mengidentifikasi peristiwa penting yang harus dicatat pada saat menyaksikan video tersebut. Sebaliknya, dia menjelaskan seluruh pelajaran secara kronologis. Pada level 2, guru mengidentifikasi peristiwaperistiwa tertentu yang terjadi pada saat pembelajaran. Namun, guru berfokus pada apa yang guru lakukan dan katakan,jarang memperhatikan siswa berpikir dan belajar. Pada level 3, guru berfokus pada tindakan kedua yaitu guru dan siswa. Guru juga memperhatikan bagaimana siswa bereaksi terhadap tindakan guru. Kedua tindak lanjut penilaian interaksi. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru yang melakukan interaksi positif dengan siswa akan selalu melakukan penilaian. Adapun tindak lanjut penilaian interaksi menurut Alsawaie dkk (2009) diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini. Pada level 1, Guru tidak menginterpretasikan interaksi di kelas, kejadian pada umumnya dikaitkan dengan kronologi di kelas. Pada level 2, Guru hanya menilai kegiatan benar/salah, tidak menawarkan dan memberikan bukti penilaian. Pada level 3, Guru memberikan interpretasi tentang penilaian dan mendukung penilaian, menawarkan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Ketiga menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru. Adapun hubungkan interaksi dengan standar Kompetensi Guru menurut Alsawaie dkk (2009) diidentifikasi dalam beberapa level berikut ini: Pada level 1, Guru tidak menghubungkan peristiwa-peristiwa kelas dengan standar Kompetensi Guru. Pada level 2, guru menulis pernyataan umum mengenai standar-standar yang tidak mencerminkan pemahamannya tentang standar-standar ini. Dia tidak menganalisis situasi sangat tidak menjelaskan bagaimana standar itu ditujukan. Pada level 3, guru mengevaluasi standar Kompetensi guru. Laporan guru mencerminkan pemahamannya tentang visi tersebut. Guru menggunakan standar sebagai kerangka terhadap yang untuk menilai kualitas pengajaran dan pembelajaran disajikan dalam pelajaran. Keempat menghubungkan aktivitas guru dengan PMR. Adapun karakteristik RME adalah sebagai berikut: guru mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan model penyelesaian masalah yang dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan guru, menggunakan kontribusi siswa melalui aneka jawaban dan aneka cara, memaksimalkan interaksi antara siswa-siswa, siswa-guru, dan siswas umber belajar, guru mengaitkan materi matematika dengan topik matematika lainnya (intertwin). Pada level 1 apabila guru hanya berhasil menganalisis 1-2 karakter matematika realistik dalam pembelajaran. Pada level 2 apabila guru hanya berhasil menganalisis 3-4 karakter matematika realistik dalam pembelajaran. Pada level 3 apabila guru hanya berhasil menaganalisis semua karakter matematika realistik dalam pembelajaran.

4 Kelima cara mengembangkan karakter siswa. Adapun cara mengembangkan karakter adalah sebagai berikut (i) mendengarkan pendapat/kritikan siswa, (ii) menghargai pendapat siswa, (iii) menggunakan sumber belajar yang bervariasi, (iv) menerapkan metode mengajar yang bervariasi,(v) mengatur waktu dan mengelola kelas secara mandiri, (vi) memberikan motivasi agar siswa. Guru memotivasi siswa agar menyampaikan pendapat, menanggapi pendapat teman, menghargai pendapat teman, menemukan berbagai strategi penyelesaian (kelompok), mampu bekerja sendiri (individu),bermusyawarah untuk mengambil kesimpulan/membuat keputusan, menyepakati aturan kelas/kelompok. Pada tingkat 1, guru berhasil menganalisis kurang dari 4 cara mengembangkan karakter, pada tingkat 2 guru hanya berhasil menganalisi 4-5 cara mengembangkan karakter, dan pada tingkat 3 guru berhasil menganalisi semua cara mengembangkan karakter. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kemampuan guru dianalisis melalui angket diberikan kepada tiga guru yang menjadi sumber data yaitu guru pertama (G 1 ), guru kedua (G 2), dan guru ketiga (G 3 ). Angket diberikan setelah G 1, G 2, dan G 3 menonton video pembelajaran yang dilakukan oleh guru model (GM). Kemampuan G 1, G 2, dan G 3 menganalisis video dapat dijelaskan berikut. Guru Pertama (G 1 ) Kemampuan G 1 menganalisis interaksi yang terjadi di kelas terlihat pada saat G 1 mampu mengidentifikasi interaksi yang terjadi antara GM dan siswa pada video. Menurut G 1, interaksi GM dan siswa terjadi searah ketika guru memberikan permasalahan kemudian siswa menanggapinya/menjawab. Dalam kerja kelompok GM mengarahkan siswa menanggapinya. Sedangkan pada pertemuan kedua interaksi terjadi ketika GM memperlihatkan benda-benda berbentuk lingkaran dan siswa mengamatinya, siswa termotivasi menjawab tentang unsur lingkaran, guru membagikan LKS, siswa mengerjakan latihan yang terdapat dalam LKS dan siswa mempresentasikan hasil kerja di depan kelas. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G 1 mampu mengidentifikasi tentang interaksi di kelas. G 1 fokus pada interaksi yaitu GM dan siswa dan G 1 mengerti maksud dari interaksi yang terjadi di kelas. G1 juga dapat mengidentifikasi bagaimana GM mengarahkan siswa bereaksi terhadap tindakannya. G 1 juga dapat mengidentifikasi bagaimana GM mengarahkan siswa agar terjadi interaksi antara siswa dan sumber belajar. G1 berpendapat dalam pembelajaran sebaiknya GM jangan telalu aktif, biarkan siswa yang menemukan sendiri. Dengan kata lain maka G 1 dikategorikan padal level 3. Kemampuan G 1 menganalisis interpretasi/penilaian terhadap interaksi yang terjadi di kelas terjadi ketika GM mengoreksi hasil LKS siswa, memberi penguatan terhadap hasil kerja siswa. Sedangkan pada pertemuan kedua GM memberi penegasan kapan penggunaan nilai: π = 22 7 dan π = 3,14. Hasil wawancara yang peneliti lakukan juga menunjukkan G 1 memberikan interpretasi tentang penilaian, memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G 1 mampu memberi intepretasi/penilaian ketika GM menjelaskan penggunaan nilai: π = 22 7 dan π = 3,14. G 1 juga melihat GM melakukan tindak lanjut, seperti mengoreksi LKS siswa. G 1 mampu memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan. Pada saat wawancara G 1 berpendapat sebaiknya penguatan

5 harus dilakukan dengan segera, agar siswa semangat belajar. Dengan kata lain kemampuan G 1 menganalisis interpretasi/ penilaian dikategorikan pada level 3. Kemampuan G 1 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional adalah ketika GM sudah menerapkan keprofesional dalam mengajar yaitu kompetensi pedagogik. Pada pertemuan kedua G 1 menganalisis bahwa GM profesional dalam menggunakan media/alat peraga. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G 1 mampu menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional. Hasil wawancara menunjukkan G 1 paham semua standar kompetensi guru. Dengan kata lain kemampuan G 1 menganalisi dikategorikan pada level 3. Kemampuan G 1 menganalisis menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, G 1 menyebutkan bahwa GM dalam menerapkan karakteristik PMR sudah baik. Sedangkan pada pertemuan kedua G 1 dalam menganalisis menyebutkan pembelajaran sudah berlangsung secara nyata, GM mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri penyelesaian masalah, dan GM sudah mengaitkan dengan beberapa topik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 1 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik matematika realistik, G 1 hanya menyebutkan tiga karakter PMR, diantaranya GM mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan model penyelesaian masalah dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan GM, dan GM juga mengaitkan beberapa topik matematika lainnya yaitu perkalian dan perjumlahan. Dengan kata lain kemampuan G 1 menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G 1 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab, bertanya,dan mengerjakan tugas baik berpasangan maupun berkelompok. Sedangkan pada pertemuan ketiga G 1 menganalisis karakter berani dan percaya diri terlihat ketika siswa berani menjawab latihan dipapan tulis. Selain itu Karakter bisa dikembangkan dengan cara memberi penghargaan dan pujian. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G1 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 2. Guru Kedua (G 2 ) Kemampuan G 2 menganalisis interaksi yang terjadi di kelas terlihat pada saat G 2 mampu mengidentifikasi interaksi yang terjadi antara GM dan siswa pada video. Menurut G 2, interaksi GM dan siswa sama-sama aktif karena dalam menerapkan pembelajaran penguasaan konsep pembelajaran sudah baik dan siswa aktif dalam mengerjakan LKS. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara tersebut G 2 fokus pada interaksi yaitu guru dan siswa, G 2 juga memperhatikan bagaimana siswa bereaksi terhadap tindakan GM dan G 2 juga memperhatikan bagaimana GM mengarahkan siswa agar terjadi interaksi siswa dengan sumber belajar. Dengan kata lain kemampuan G 2 menganalisis dikategorikan pada level 3. Kemampuan G 2 menganalisis interpretasi/penilaian terhadap interaksi yang terjadi di kelas terjadi ketika tanya jawab GM dengan siswa dalam proses belajar mengajar sangat menyenangkan. Berdasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G 2 tidak mampu memberi intepretasi/penilaian. G 2 tidak menginterpretasikan interaksi di kelas artinya G 2 tidak melihat tindak lanjut yang dilakukan oleh guru model saat pembelajaran berlangsung. Dengan kata lain kemampuan G 2 menganalisis dikatergorikan pada level 1. Kemampuan G 2 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional ketika GM memperlihatkan benda-benda/alat peraga yang kepada siswa. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 2 menganalisis video dalam menghubungkan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional terlihat ketika wawancara G 2 mampu menjelaskan standar kompetensi profesional

6 yaitu GM mampu menguasai materi dengan baik. Dengan kata lain kemampuan G 2 menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G 2 menganalisis dalam menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, terlihat ketika G2 menyebutkan bahwa pembelajaran sudah mengarah pada pendekatan matematika realistik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 2 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik matematika realistik terlihat dari hasil wawancara. G 2 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran realistik GM hanya mengarahkan menggunakan konsep dasar selanjutnya siswa yang menemukan penyelesaian. G 2 mampu melihat GM memfasilitasi siswa dengan bermacam-macam alat hitung dalam pengukuran. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa G 2 hanya menyebutkan dua karakteristik matematika realistik yaitu mengunakan model penyelesaian masalah yang dikonstruksi oleh siswa melalui bimbingan guru dan menggunakan kontribusi siswa melalui aneka jawaban dan cara. Dengan kata lain kemampuan G 2 menganalisis dikategorikan pada level 1. Kemampuan G 2 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan bakatnya dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 2 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 1. Perlu untuk diketahui bahwa G 2 belum pernah mengajarkan materi matematika kepada siswanya. G 2 hanya mendengar nilai π rekan kerjanya dan video yang peneliti berikan. Guru Ketiga (G 3 ) Kemampuan G 3 menganalisis interaksi yang terjadi pada guru dan siswa saat pembelajaran berlangsung terjadi ketika GM melempar pertanyaan siswa menanggapinya. Siswa sangat peka terhadap pertanyaan gurunya dan ada timbal balik siswa dengan guru. Sedangkan pada pertemuan kedua G 3 juga menganalisis terlihat GM dan siswa semangat dan aktif saat proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara tersebut maka kemampuan G 3 menganalisis video fokus terhadap interaksi yang terjadi antara GM dan siswa. G 3 menganalisis siswa bereaksi terhadap tindakan GM artinya ketika diberikan pertanyaa, siswa sangat aktif menanggapi. Selanjutnya G 3 juga menganalisis GM memaksimalkan interaksi antara siswa dan sumber belajar. Dapat disimpulkan bahwa G 3 mengerti dengan interaksi di kelas. Dengan kata lain G 3 kemampuan menganalisis dikategorikan pada level 3. Kemampuan G 3 menganalisis interpretasi/penilaian pada siswa saat pembelajaran berlangsung terjadi ketika G 3 menyebutkan dengan cara tanya jawab guru dengan siswa dan siswa menanyakan hal yang diketahui pada guru. Guru meluruskan jawaban-jawaban siswa yang kurang tepat, memberi pujian terhadap siswa, dan memberi tugas tambahan tentang materi yang akan di uji. Sedangkan pada angket pertemuan kedua, G 3 juga menganalisis yaitu ketika GM memberikan penilaian yang belum tepat dan menasehati siswa agar bekerja sama dalam kelompok. Bedasarkan hasil analisis angket dan wawancara dapat disimpulkan bahwa G 3 mampu memberi intepretasi/penilaian ketika GM memberi nilai kepada siswa yang menjawab pertanyaan. G 3 mampu memberikan alternatif untuk memperbaiki keadaan yaitu ketika meluruskan jwaban siswa yang kurang tepat. Dengan kata lain kemampuan mengenalisis G 3 dikategorikan pada level 3. Kemampuan G 3 menganalisis hubungan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional terjadi ketika GM membimbing siswa kearah yang tepat, tanya jawab siswa dan guru, meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat, siswa merefleksi materi yang tidak diberikan oleh guru. Pada pertemuan kedua, G 3 merangsang siswa dengan memperlihatkan benda-benda, siswa menggali informasi dan menuliskan secara lengkap. Menciptakan situasi kelas yang kondusif dan GM mempercayai siswanya menjadi

7 seorang yang sukses. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan menganalisis video dalam menghubungkan interaksi dengan ciri-ciri guru profesional ketika G 3 menyebutkan hanya kompetensi profesional saja artinya berkomunikasi secara efektif, empatik,dan santun dengan peserta didik serta mampu mengguna alat peraga, alat ukur dan alat hitung. Namun saat diwawancarai G3 mampu memberi penjelasan bahwa guru tersebut sudah sangat profesional. Dengan kata lain kemampuan guru menganalisis dikategorikan pada level 1. Kemampuan G 3 menganalisis dalam menghubungkan aktivitas guru dengan PMR, G 3 menyebutkan bahwa GM menggunakan kontribusi siswa untuk menggali informasi disekitar siswa yang berhubungan dengan materi yang diajarkan. Sedangkan pada pertemuan kedua, G 3 menyebutkan bahwa dalam pembelajaran GM menggunakan benda-benda yang nyata. Mampu mengaitkan antar topik. Berdasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 3 menganalisis video dalam menghubungkan aktivitas guru dengan karakteristik PMR terjadi ketika GM mengawali pembelajaran matematika dengan masalah nyata, menggunakan kontribusi siswa, dan mengaitkan materi dengan topik lainnya. Dengan kata lain kemampuan menganalisis dikategorikan pada level 2. Kemampuan G 3 menganalisis cara GM mengembangkan karakter siswa dilakukan dengan cara membimbing siswa, menggali informasi dari siswa, meluruskan jawaban siswa yang kurang tepat, melakukan tanya jawab. Pada pertemuan kedua, G 3 menyebutkan bahwa GM mengaitkan konsep dengan pelajaran yang diampu sehingga menambah wawasan ilmu. Bedasarkan hasil analisis dan wawancara maka kemampuan G 3 menganalisis video dalam mengembangkan karakter siswa berada di level 2. Dari hasil analisis G 1, G 2, dan G 3 maka kemampuan guru menganalisis video dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 1. Level Kemampuan Guru Menganalisis Video No. Komponen G1 G2 G3 1 Interaksi di kelas Level 3 Level 3 Level 3 2 Tindak lanjut penilaian interaksi Level 3 Level 1 Level 3 3 Hubungan interaksi dengan ciriciri Level 3 Level 2 Level 1 guru profesional 4 Hubungan aktivitas guru dengan RME Level 2 Level 1 Level 2 5 Cara guru mengembangkan Level 2 Level 1 Level 2 karakter siswa Pembahasan Bedasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan guru menganalisis video pemnelajaran berada pada level yang bervariasi. Kemampuan guru menganalisis video untuk indikator (i) interaksi yang terjadi di kelas terdapat tiga guru berada pada level 3, untuk indikator (ii) tindak lanjut terhadap penilaian interaksi terdapat dua orang guru berada pada level 3 dan seorang guru berada level 1, untuk indikator (iii) menghubungkan interaksi dengan standar kompetensi guru terdapat seorang guru berada pada level 3, seorang level 2 dan seorang guru pada level 1, untuk indikator (iv) menghubungkan aktivitas guru dengan pendekatan matematika realistik terdapat dua orang guru berada pada level 2 dan seorang guru pada level 1, sedangkan untuk indikator (v) cara mengembangkan karakter siswa terdapat dua orang guru berada pada level 2 dan seorang guru pada level 1. Implikasi kajian ini adalah perlu dilakukan workshop guru secara terus menerus dan guru perlu pendampingan saat menerapkan dalam pembelajaran. Penelitian ini menunjukkan bahwa menonton

8 dan menganalisis video pembelajaran memungkinkan guru untuk belajar melakukan pembelajaran seperti pada video. Hal ini sesuai seperti yang diungkapkan Alsawaie et.al (2009) bahwa menonton dan merenungkan video merupakan sebagai aktivitas berharga bagi para guru. Berdasarkan hasil wawancara terlihat bahwa G 1 merupakan seorang fasilitator yang sudah berpengalaman, lama masa mengajar adalah 17 tahun dan latar belakang juga mendukung. G 2 merupakan guru kelas yang belum pernah mengajar materi matematika di kelas tinggi. G 2 sudah mengajar selama 25 tahun sebagai guru. sedangkan untuk G 3 adalah seorang guru dengan latar latarbelakang guru matematika, dan lama masa mengajar G 3 selama 8 tahun. SIMPULAN Simpulan dari penelitian ini adalah kemampuan guru menganalisis video berada pada level bervariasi. Setelah menganalisis video pembelajaran, banyak manfaat yang bisa diambil oleh guru diantaranya guru mengetahui bagaimana kelas diorganisasikan, interaksi yang terjadi di kelas, cara memberi penilaian, cara menerapkan PMR, hubungan dengan standar kompetensi guru, dan cara mengembangkan karakter siswa. SARAN Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1) secara keseluruhan kemampuan guru menganalisis video pembelajaran sudah berjalan dengan baik, guru paham dengan komponen yang dianalisis; 2) Bagi guru hendaknya lebih sering mengikuti workshop guru, hal ini bertujuan supaya guru dapat bertukar pikiran pada saat menganalisis video. DAFTAR PUSTAKA Alsawaie. Othman N. dan Alghazo. Iman M., (2010). The Effect of Video-Based Approach on Prospective Teachers Ability To Analyze Mathematics Teaching. Journal Math Teacher Educ 13: Johar. R., Ikhsan. M., Zubainur. Cut Morina Tingkat Kepedulian (strages of concern) guru memanfaatkan video dalam melakasanakan pembelajaran dengan pendekatan realistik untuk mengembangkan karakter siswa. Laporan Penelitian Unsyiah. Tidak dipublikasi. Kellogg. M., & Kersaint. G. (2004). Creating a vision for the standards using online videos in an elementary mathematics methods course. Contemporary Issues in Technology and Teacher Education [Online serial], 4(1). Available : Kristanto Media Pembelajaran: Konsep, Nilai Edukatif, Klasifikasi, Praktek, Pemanfaatan dan Pengembangan. Semarang: UNNES Press. Mulyasa, Dr. E., M.Pd Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Yang Kreatif dan Menyenangka. Rosda Karya. Bandung. Samani, Muchlas (2011) Rosdakarya. Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: PT. Remaja Sherin, M. G., & Han, S. Y. (2004). Teacher learning in the context of a video club.teaching and Teacher Education, 20(2), Sherin, M. G., & van Es, E. A. (2005). Using video to support teacher s ability to notice classroominteractions. Journal of Technology in Teacher Education, 13(3),

STANDAR PENJAMINAN MUTU PMRI. Quality Assurance Conference Jogyakarta, April 2009

STANDAR PENJAMINAN MUTU PMRI. Quality Assurance Conference Jogyakarta, April 2009 STANDAR PENJAMINAN MUTU PMRI Quality Assurance Conference Jogyakarta, 17-18 April 2009 PMRI STANDARDS SCHOOL RELATED UNIVERSITIES RELATED PEOPLE TEACHER LECTURER ACTIVITIES INSTITUTIONS LESSON LEARNING

Lebih terperinci

Miftahul Ayu et al., Pembentukan Karakter Konsisten dan Teliti Siswa SMP...

Miftahul Ayu et al., Pembentukan Karakter Konsisten dan Teliti Siswa SMP... 1 Pembentukan Karakter Konsisten dan Teliti Siswa SMP Dengan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) Berbasis Lesson Study Pada Sub Pokok Bahasan Tabung Kelas IX C SMP Negeri 2 Panti Tahun Ajaran

Lebih terperinci

Jurnal Serambi PTK, Volume III, No.2, Desember 2016 ISSN :

Jurnal Serambi PTK, Volume III, No.2, Desember 2016 ISSN : UPAYA MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR SISWA MELALUI METODE DISKUSI KELOMPOK PADA MATERI KENAMPAKAN ALAM, SOSIAL DAN BUDAYA SETEMPAT DI KELAS IV SD NEGERI 25 BANDA ACEH 54 Nina Aryani Guru SD Negeri 25 Banda

Lebih terperinci

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2

PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1. Oleh: Rahmah Johar 2 PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DAN RELEVANSINYA DENGAN KTSP 1 Oleh: Rahmah Johar 2 PENDAHULUAN Di dalam latar belakang dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF

ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANALISIS KEBUTUHAN BUKU AJAR MATEMATIKA BERORIENTASI PENDEKATAN REALISTIK MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF Rahmi Purwitaningrum 1). Suparman 2) 1) ProgramPascasarjana, Universitas Ahmad Dahlan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dikenal dengan Classroom Action Research. Menurut Arikunto (2007: 58)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. dikenal dengan Classroom Action Research. Menurut Arikunto (2007: 58) 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas (PTK) atau dikenal dengan Classroom Action Research. Menurut Arikunto (2007: 58) mengemukakan penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase. operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai 12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, mereka berada pada fase operasional konkret. Kemampuan

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI LESSON STUDY PADA PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS IV SDN LAMSAYEUN

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI LESSON STUDY PADA PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS IV SDN LAMSAYEUN UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI LESSON STUDY PADA PENJUMLAHAN PECAHAN DI KELAS IV SDN LAMSAYEUN Monawati dan M. Yamin (Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah dasar FKIP Unsyiah) ABSTRAK

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2, Hal 70-77, Mei 2017

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Geografi FKIP Unsyiah Volume 2, Nomor 2, Hal 70-77, Mei 2017 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DALAM PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS X-IPA 3 SMA LABORATORIUM UNSYIAH BANDA ACEH Nurti Aslindiˡ, Hasmunir²,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pengembangan Perangkat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelas V B SD Negeri 19 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : ANGGIT WIBOWO A

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh : ANGGIT WIBOWO A PENERAPAN PEMBELAJARAN DENGAN TEKNIK PROBING DALAM KELOMPOK KECIL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI PADA SISWA (PTK Pembelajaran Matematika di kelas VII D MTs Negeri Sukoharjo Pada Pokok Bahasan

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PERUBAHAN FISIKA SERTA MENGEMBANGKAN KARAKTER KOMUNIKATIF, KERJA KERAS, DAN RASA INGIN TAHU SISWA SMP

MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PERUBAHAN FISIKA SERTA MENGEMBANGKAN KARAKTER KOMUNIKATIF, KERJA KERAS, DAN RASA INGIN TAHU SISWA SMP 1 BAB I PENDAHULUAN A. Judul PENERAPAN -log UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP PERUBAHAN FISIKA SERTA MENGEMBANGKAN KARAKTER KOMUNIKATIF, KERJA KERAS, DAN RASA INGIN TAHU SISWA B. Latar Belakang Karakter

Lebih terperinci

Soejadi (dalam Junaidi pada Blogspot.com, 2011) mengemukakan. bahwa:

Soejadi (dalam Junaidi pada Blogspot.com, 2011) mengemukakan. bahwa: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu pendidikan melalui perbaikan kualitas proses pembelajaran merupakan hal yang penting untuk direalisasikan. Kualitas proses pembelajaran sangat

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN SOAL CERITA MATEMATIKA BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL DITINJAU DARI UNSUR KETERBACAAN Henry Suryo Bintoro 1, Ratri Rahayu 2, Ristiyani 3 Program Studi Pendidikan Matematika 1, Program

Lebih terperinci

BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU

BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU BELAJAR KONSEP PEMBAGIAN MELALUI PERMAINAN MEMBAGI PERMEN DENGAN DADU Navel O. Mangelep Email : navelmangelep@gmail.com A. PENDAHULUAN Matematika sebagai cabang ilmu yang terstruktur dan terorganisir secara

Lebih terperinci

Penerapan Model-Eliciting Activities (MEAs) pada Materi Peluang di Kelas X SMA Negeri 1 Banda Aceh

Penerapan Model-Eliciting Activities (MEAs) pada Materi Peluang di Kelas X SMA Negeri 1 Banda Aceh Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Matematika Volume 1, Nomor 1, Hal 59-71 Agustus 2016 Penerapan Model-Eliciting Activities (MEAs) pada Materi Peluang di Kelas X SMA Negeri 1 Banda Aceh Rahmi Keumalasari*,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang pendidikan. Ada yang berpendapat bahwa pembelajaran matematika selalu berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur

BAB I PENDAHULUAN. serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menjadi salah satu sarana untuk membantu manusia menjadi insan yang lebih baik. Adapun tujuan pendidikan nasional menurut UUD Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional abad XXI bertujuan untuk mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya suatu negara ditentukan oleh peran pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negara tersebut. Begitu pula negara indonesia

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS MEMECAHKAN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TERAS

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS MEMECAHKAN MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TERAS UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS MEMECAHKAN MASALAH MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 TERAS NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 1 UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN CONCEPT MAPPING (PTK Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 03 Colomadu Tahun 2013/2014) NASKAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada

BAB II KAJIAN TEORI. ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada BAB II KAJIAN TEORI A. Kerangka Teoretis 1. Pengertian Implementasi Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak

Lebih terperinci

PMRI MENYENANGKAN DAN DEMOKRATIS * Rahmah Johar

PMRI MENYENANGKAN DAN DEMOKRATIS * Rahmah Johar PMRI MENYENANGKAN DAN DEMOKRATIS * Rahmah Johar PENDAHULUAN Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) telah mulai diujicobakan di sekolah sejak tahun 2001 oleh empat LPTK. Sampai sekarang telah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATICS EDUCATION (RME) KELAS VIII SMP NEGERI 1 BILUHU Nur Ain Hasan, Abas Kaluku, Perry Zakaria JURUSAN PENDIDIKSN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu kegiatan yang kompleks, berdimensi luas, dan banyak variabel yang mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraannya. pendidikan diharapkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN TUTOR SEBAYA Jurnal Inovasi Pembelajaran Karakter (JIPK) Vol. 1, No. 1, September 2016 ISSN 2541-0393 (Media Online) 2541-0385 (Media Cetak) PENINGKATAN KEMAMPUAN MENENTUKAN KPK DAN FPB MELALUI SD Negeri 01 Kebonsari,

Lebih terperinci

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan

Hannaning dkk : Penerapan pembelajaran Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Kemampuan 1 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PADA SUB POKOK BAHASAN KUBUS DAN BALOK SISWA KELAS VIII-7 SMP NEGERI 1 KREMBUNG SIDOARJO SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang-undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu tahap perkembangan saja

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu tahap perkembangan saja 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu tahap perkembangan saja melainkan harus dilaksanakan sepanjang hayat. Thompson dalam Lestari (2008: 1.3) menyatakan bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION Rahayu Dwi Palupi, Penerapan Model Belajar Group Investigation... 85 PENERAPAN MODEL BELAJAR GROUP INVESTIGATION UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR IPS TENTANG DAYA TARIK, MOTIVASI, DAN AMBISI BANGSA

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN:

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika ISBN: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN THINK-PAIR- SHARE (TPS) DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS X MIA 1 SMA MTA SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 Sigit

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK

Fembriani Universitas Widya Dharma Klaten ABSTRAK MODEL PEMBELAJARAN AIR (AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION) BERBANTUAN MAKE A MATCH SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR Fembriani Universitas Widya Dharma

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan 309 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A. Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan penelitian, di bawah ini di paparkan simpulan penelitian sesuai dengan fokus masalah dan pertanyaan penelitian. Pertama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu komponen kehidupan yang sangat penting sebagai investasi jangka panjang bagi kelangsungan hidup bangsa dan negara. Melalui pendidikan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas :

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pegangan untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keinginan terwujudnya pendidikan nasional yang berkualitas tertuang di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna MENEMUKAN NILAI π DAN RUMUS KELILING LINGKARAN MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna (nikmatulhusna13@gmail.com) A. PENDAHULUAN Pembelajaran matematika adalah suatu proses yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Melalui pendidikan siswa diharapkan memiliki kecakapan baik intelektual,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Hasil

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar yang optimal. Hasil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Untuk menciptakan proses pembelajaran yang baik maka perlu adanya suatu tujuan yang jelas. Tujuan dalam kegiatan pembelajaran yaitu menciptakan suasana belajar yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Refleksi Awal Proses Pembelajaran Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas IV SDN 88 Kota Bengkulu. Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan metakognisi merupakan salah satu Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dari aspek pengetahuan yang harus dikuasai oleh siswa SMA dalam Kurikulum 2013. Kemampuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia sehari-hari. Beberapa diantaranya sebagai berikut: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Matematika adalah bagian yang sangat dekat dengan kehidupan seharihari. Berbagai bentuk simbol digunakan manusia sebagai alat bantu dalam perhitungan, penilaian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi drama, sosiokultural,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (PP No.19 tahun 2005). Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga Negara yang beriman, produktif kreatif,

Lebih terperinci

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG

DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG DESAIN PEMBELAJARAN PENJUMLAHAN BILANGAN 1-29 BERBASIS PENDIDIKAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA (PMRI) DI SD NEGERI 117 PALEMBANG Oleh : Dewi Hamidah Abstrak : Observasi ini bertujuan untuk menghasilkan

Lebih terperinci

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PERBANDINGAN DAN SKALA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK. Sri Suwarni

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PERBANDINGAN DAN SKALA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK. Sri Suwarni PENINGKATAN HASIL BELAJAR PERBANDINGAN DAN SKALA MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK Sri Suwarni Guru SDN Mlirip1 Kec. Jetis Kabupaten Mojokerto ssuwarni.13@gmail.com Tersedia Online di http://www.jurnal.unublitar.ac.id/

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ARIAS TERINTEGRASI PADA PEMBELAJARAN KOOPERATIF STAD UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA ( PTK Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Colomadu Tahun 2011/2012 ) Oleh

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SECARA TEMATIK DI KELAS I SD

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SECARA TEMATIK DI KELAS I SD PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK SECARA TEMATIK DI KELAS I SD Rahmah Johar ) Abstrak Based on KTSP, Teaching and Learning in early class is held thematically, it means, some subjects are integrated in

Lebih terperinci

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo

KHETRINA CITRA PUSPITA SARI 1 DWI AVITA NURHIDAYAH, M. Pd 2 1. Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo 2. Dosen Universitas Muhammadiyah Ponorogo PENERAPAN PENDEKATAN PMRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN BANGUN RUANG SISI DATAR KELAS VIII-B SMP NEGERI 1 KECAMATAN BUNGKAL TAHUN PELAJARAN 2013/2014 KHETRINA

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. belajar siswa pada mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Pada

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. belajar siswa pada mata pelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan Pada BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas (PTK) dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerapan model pembelajaran Kontekstual dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME

BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME BAB II HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN MENGHITUNG LUAS PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Mata pelajaran Matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar

I. PENDAHULUAN. meningkatkan mutu pendidikan antara lain dengan perbaikan mutu belajarmengajar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu usaha yang mencetak seseorang menjadi generasi yang berkualitas dan memiliki daya saing. Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan antara

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil 422 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai dan temuan hasil penelitian, maka pada bab lima ini dikemukakan tentang simpulan hasil penelitian pengembangan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar PENINGKATAN KREATIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL BAGI SISWA KELAS III SDIT AR-RISALAH SURAKARTA TAHUN 2014/2015 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta

Mahasiswa S1 Program Studi Pendidikan Kimia PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret, Surakarta Jurnal Pendidikan Kimia (JPK), Vol. 2 No. 4 Tahun 2013 Program Studi Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret ISSN 2337-9995 jpk.pkimiauns@ymail.com PENERAPAN METODE PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT

Lebih terperinci

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh :

MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : MENEMUKAN NILAI π DAN RUMUS KELILING LINGKARAN MELALUI TUTUP KALENG BERBENTUK LINGKARAN Oleh : Nikmatul Husna Sri Rejeki (nikmatulhusna13@gmail.com) (srirejeki345@rocketmail.com) A. PENDAHULUAN Pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang signifikan. Beberapa penerapan pola peningkatan kualitas pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sebuah agen untuk menciptakan generasi yang berkarakter, intelektual, dan berdedikasi tinggi. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan,

Lebih terperinci

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA KELAS VII A DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI

PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA KELAS VII A DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI PENINGKATAN AKTIVITAS SISWA KELAS VII A DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC DI MTs AL IMAN BABADAN PONOROGOTAHUN PELAJARAN 2013/2014 Choyul

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan,

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada manusia untuk mengembangkan bakat serta kepribadiannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas.

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Kejuruan (SMK). Posisi SMK menurut UU Sistem Pendidikan. SMK yang berkarakter, terampil, dan cerdas. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia dapat ditempuh melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan non formal, dan pendidikan informal. Salah satu satuan pendidikan

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR)

PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) Oleh : Iis Holisin Dosen FKIP UMSurabaya ABSTRAK Objek yang ada dalam matermatika bersifat abstrak. Karena sifatnya yang abstrak, tidak jarang guru maupun siswa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan 10 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran Pembelajaran efektif merupakan suatu pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan pengetahuan, wawasan, keterampilan, dan keahlian tertentu kepada individuindividu guna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana dan alat yang tepat dalam membentuk masyarakat dan bangsa yang dicita-citakan, yaitu masyarakat yang berbudaya dan dapat menyelesaikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau menangkap segala perisitiwa disekitarnya. Dalam kamus bahasa Indonesia. kesanggupan kecakapan, atau kekuatan berusaha. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Kemampuan Komunikasi Matematika 2.1.1.1 Kemampuan Kemampuan secara umum diasumsikan sebagai kesanggupan untuk melakukan atau menggerakkan segala potensi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kualitas suatu bangsa dan negara sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikannya. Setiap bangsa yang ingin berkualitas selalu berupaya untuk meningkatkan tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pembelajaran merupakan salah satu pilar upaya peningkatan mutu pendidikan secara keseluruhan. Upaya peningkatan mutu pendidikan adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda

BAB I PENDAHULUAN. guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan secara faktual adalah aktivitas sekelompok orang dan guru yang melaksanakan kegiatan pendidikan untuk orang-orang muda secara perspektif member

Lebih terperinci

mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan mengarahkan kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan dan lebih bertakwa kepada

mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan mengarahkan kehidupan bangsa yang lebih baik di masa depan dan lebih bertakwa kepada I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan untuk mempersiapkan kehidupan generasi muda bangsa dan mempersiapkan kehidupan masa kini dan masa depan. Pendidikan mengarahkan manusia untuk membangun kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Di dalam sebuah proses

Lebih terperinci

Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog. Novita Sari

Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog. Novita Sari Belajar Pengukuran Sudut Sambil Bermain Jam Analog Novita Sari e-mail : novita_sari14@ymail.com A. PENDAHULUAN Belajar matematika merupakan hal yang menyulitkan bagi sebagian siswa. Pernyataan ini tidak

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 1 IDI RAYEUK

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 1 IDI RAYEUK 312 PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA SMP NEGERI 1 IDI RAYEUK Khairul Asri Prodi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Serambi Mekkah email: khairul.asri@serambimekkah.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu membentuk individu-individu yang berkompentensi. sesuai bidang keahlian yang dipilih atau yang dimilikinya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada didalam dirinya. Pendidikan terdiri dari pendidikan

Lebih terperinci

Listiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1

Listiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1 MEMPERKENALKAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KEPADA GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PELATIHAN SINGKAT Introducing the Implementation of Scientific Teaching Method to Elementary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permendikbud No. 67 tahun 2013, kurikulum 2013 dirancang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Permendikbud No. 67 tahun 2013, kurikulum 2013 dirancang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tujuan diadakannya perbaikan dalam bebagai bidang di dalam pendidikan baik itu perubahan kurikulun yang dilakukan oleh dinas pendidikan, perubahan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Komunikasi Matematis Secara umum komunikasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan dimana individu atau beberapa orang atau kelompok menciptakan dan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 278 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini dikemukakan kesimpulan dari temuan-temuan terpenting dalam penelitian, dan rekomendasi tindak lanjut bagi penelitian berikutnya. Perlu diketahui bahwa

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK DAN KERTAS UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF BAGI GURU DI SDN 5 BAE, KUDUS

PENDAMPINGAN PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK DAN KERTAS UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF BAGI GURU DI SDN 5 BAE, KUDUS JURNAL PENGABDIAN Pendampingan PADA Pemanfaatan MASYARAKAT Sampah Plastik dan Kertas Untuk Media Volume 1, No. 1, Desember Pembelajaran 2016: Inovatif Page 48-55 Bagi Guru di SDN 5 Bae, Kudus P-ISSN: 2540-8739

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisi data dan temuan penelitian selama pembelajaran dengan pendekatan open-ended dengan menekankan pada kemampuan pemecahan masalah

Lebih terperinci

Konsep Pembelajaran Materi Perubahan Benda dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing

Konsep Pembelajaran Materi Perubahan Benda dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing Fakultas Pendidikan Islam dan Keguruan Universitas Garut p-issn: 1907-932X; e-issn: 2579-9274 Konsep Pembelajaran Materi Perubahan Benda dengan Menggunakan Metode Penemuan Terbimbing Siti Hadijah Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. mengadakannya tergantung dari media yang dibutuhkan. karya harun yahya, Jaringan WIFI, lingkungan sekitar, benda- benda yang

BAB VI PENUTUP. mengadakannya tergantung dari media yang dibutuhkan. karya harun yahya, Jaringan WIFI, lingkungan sekitar, benda- benda yang BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan 1. Desain Pemanfaatan Media Pembelajaran Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Peserta didik a. Menyampaikan materi yang sulit/abstrak dengan memanfaatkan media pembelajaran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan aktifitas yang berupaya untuk mengembangkan atau membangun manusia dan hasilnya tidak dapat dilihat dalam waktu yang singkat melainkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORITIS BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pembelajaran Matematika Realistik a. Pengertian matematika realistik Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education (RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. setiap tindakan yang dilakukan mulai dari siklus I, II dan III pada pembelajaran

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. setiap tindakan yang dilakukan mulai dari siklus I, II dan III pada pembelajaran BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pengamatan, analisis, refleksi dan perencanaan terhadap setiap tindakan yang dilakukan mulai dari siklus I, II dan III pada pembelajaran Pendidikan

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK DAN KERTAS UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF BAGI GURU DI SDN 5 BAE, KUDUS

PENDAMPINGAN PEMANFAATAN SAMPAH PLASTIK DAN KERTAS UNTUK MEDIA PEMBELAJARAN INOVATIF BAGI GURU DI SDN 5 BAE, KUDUS JURNAL PENGABDIAN PADA MASYARAKAT Volume Pendampingan 1, No. 1, Desember Pemanfaatan 2016: Page Sampah 48-55 Plastik dan Kertas Untuk Media Pembelajaran P-ISSN: 2540-8739 E-ISSN: 2540-8747 PENDAMPINGAN

Lebih terperinci

Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017

Seminar Nasional Pendidikan Dasar Universitas Negeri Medan 2017 PENGARUH METODE PAKEM TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN IPS MATERI KERAJAAN-KERAJAAN HINDU DI INDONESIA DENGAN MEMBUAT ALAT PERAGA WAYANG SEJARAH DI KELAS V SDN 116874 BAKARAN BATU KABUPATEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kreativitas Kreativitas menurut para ahli psikologi penjelasannya masih berbeda-beda sesuai sudut pandang masing-masing. Menurut Semiawan kreativitas adalah suatu kemampuan untuk

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVIEMENT DIVISION (STAD)

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVIEMENT DIVISION (STAD) MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIVIEMENT DIVISION (STAD) Aisjah Juliani Noor, Rifaatul Husna Pendidikan Matematika FKIP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa

BAB I PENDAHULUAN. siswa untuk memahami nilai-nilai warga negara yang baik. Sehingga siswa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bertujuan untuk membentuk karakter individu yang bertanggung jawab, demokratis, serta berakhlak mulia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kemajuan sebuah bangsa dan negara. Apabila pendidikan di suatu negara sudah berjalan dengan baik, maka negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kemampuan Komunikasi matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2005: 585) disebutkan bahwa komunikasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan atau atau berita antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hakekat interaksi pembelajaran adalah suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan secara timbal balik antara siswa, mahasiswa dengan guru, dosen dalam memahami, mendiskusi,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu :

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu : BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian simpulan dapat dibagi dua yaitu : 1. Simpulan Umum Pendidikan karakter dalam pembelajaran IPA di kelas 4 SD Laboratorium UPI sudah diterapkan

Lebih terperinci