Buku Ajar Fisika Inti MAP4217. Fisika Inti: Teori dan Penerapannya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Buku Ajar Fisika Inti MAP4217. Fisika Inti: Teori dan Penerapannya"

Transkripsi

1 Buku Ajar Fisika Inti MAP4217 Fisika Inti: Teori dan Penerapannya Abdurrouf Fisika UB 2015

2 ii

3 Prakata Fisika Inti (MAP4217) adalah salah satu mata kuliah wajib di Program Studi S1 Fisika UB dengan bobot 3 SKS. Mata kuliah ini didesain untuk mahasiswa semester 4, yaitu mereka yang sudah mendapatkan Fisika Modern di semester 3, tetapi baru akan mendapatkan Fisika Statistik di semester 5 dan Fisika Kuantum di semester 6. Dengan demikian, pembahasan yang terkait dengan konsep kuantum atau statistik akan diberikan secara kualitatif. Sebagai mata kuliah wajib, Fisika Inti membutuhkan keberadaan buku ajar sebagai pegangan. Buku ajar ini ditulis untuk kebutuhan silabus Fisika Inti, mengacu pada kurikulum 2011, dan diharapkan dapat mengatasi kelangkaan buku Fisika inti dalam bahasa Indonesia. Buku ajar ini berisi konsep dan contoh soal beserta jawabannya. Konsep yang ada juga disajikan dalam bentuk gambar, untuk membantu mahasiswa mencernanya. Penulis berterima kasih kepada adik-adik mahasiswa Fisika UB peserta kuliah Fisika Inti, yang menjadi sumber inspirasi penulisan diktat ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istri penulis (Triyuni Kurniawati, S.Ag., M.Pd.) dan putri kami (Ifti, Biba, dan Naila) yang terkurangi waktu kebersamaannya karena aktivitas ini. Akhirnya, kami menunggu sumbang saran pembaca untuk kebaikan naskah ini. Semoga tulisan ini bermanfaat, dan pahalanya bisa tersampaikan pada almarhumah ibu penulis, Ibu Istiqomah. Malang, Januari 2015 Penulis iii

4 iv

5 Daftar Isi 1 Mengenal Inti Sejarah Penemuan Inti Partikel Penyusun Inti Dimensi, Massa, dan Energi Inti Dimensi inti Massa nukleon Massa dan energi ikat inti Isotop dan massa relatif Model Inti Klasik Perlunya Model Inti Model Tetes Cairan Model Gas Fermi Model Inti Kuantum Model Kulit Motivasi model kulit Model potensial sentral Model potensial sentral plus kopling spin Modifikasi potensial sentral inti Sifat-sifat inti Sifat mekanik inti Sifat magnetik inti Sifat elektrik inti Model Inti yang lain v

6 3.3.1 Model alfa Model vibrasi Model rotasi Model Nilsson Gambaran skematis model inti Gaya Antar Nukleon Deuteron Energi ikat Spin dan paritas Momen magnetik Momen quadrupol elektrik Potensial dan jari-jari Sifat Gaya Nuklir Model Pertukaran Partikel Isospin Peluruhan Radioaktif Jenis Peluruhan dan Penyebabnya Peluruhan Alfa Mengapa harus alfa? Energi pada peluruhan alfa Teori emisi alfa Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas Peluruhan Beta Persamaan peluruhan beta Energi pada peluruhan beta Jenis peluruhan beta Teori peluruhan beta Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas Peluruhan beta ganda Peluruhan Gamma Energi pada peluruhan gamma Klasifikasi peluruhan gamma vi

7 6 Reaksi Inti Mengenal Reaksi Inti Klasifikasi reaksi inti Energetika pada reaksi inti Tampang reaksi inti Reaksi Fisi Mengapa reaksi fisi? Energi pada reaksi fisi Reaksi Fusi Energi pada reaksi fusi Reaksi fusi pada matahari vii

8 viii

9 Daftar Gambar 1.1 Kerapatan nukleon hasil eksperimen Kerapatan teroretis nukleon Jari-jari inti sebagai fungsi nomor massa A 1/ Data isotop Carbon (Sumber: Krane, 1988) Tabel periodik carbon Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya Plot fraksi energi ikat inti dari hasil eksperimen Plot fraksi energi ikat teoritis Plot fraksi energi ikat, dihitung dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda Muatan elektrostatis pada inti Susunan simetri versus susunan asimetri Plot df da sebagai fungsi A Kurva kestabilan inti, teori vs eksperimen Energi coulumb inti sebagai fungsi A 2/ Plot M atom sebagai fungsi Z, untuk A tertentu Gambaran gas fermion untuk netron dan proton Jumlah isotop stabil sebagai fungsi jumlah netron N Kelimpahan isotop Energi separasi netron sehingga menghasilkan isotop X (A, Z) Energi ikat netron terakhir Energi eksitasi inti Tampang reaksi inti ix

10 3.7 Momen quadrupol inti Model potensial sentral Tingkat energi menurut model sumur potensial dan osilator harmonis Tingkat energi nukleon menurut model kopling spin Mayer Jansen HHG sebagai pendeteksi spin inti Potensial netron (kiri) dan proton (kanan) Tingkat energi proton dan netron dari potensial sentral yang ditunjukkan pada gambar?? Berbagai bentuk inti Fraksi energi ikat inti Struktur inti menurut model alfa Berbagai model deformasi inti akibat vibrasi Tingkatan energi menurut model Nillson, Berbagai model inti dan pengelompokannya Berbagai model inti dan kronologi perumusannya Diagram Feynmann untuk berbagai jenis interaksi nukleonnukleon Peluruhan alfa Perbadingan nilai Q teoritis dan eksperimen untuk peluruhan alfa Potensial yang harus dilewati oleh partikel alfa untuk lepas dari inti anak Pola peluruhan alfa dari U-234 menjadi Th Gambar peluruhan β dan diagram Feynamann terkait Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi energi kinetik dari inti induk Bi Jenis peluruhan beta Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi momentum inti induk Cu-64 dan kurva Fermi-Kurie terkait Skema peluruhan gamma pada Zn x

11 5.10 Skema peluruhan gamma pada Co Skema reaksi inti dalam kerangka laboratorium Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM) Gambaran berkas sinar proyektil yang mengenai target Inti produk hasil reaksi fisi termal dar U-235 (Loveland, 2006) Kecenderungan reaksi fusi dan fisi, berdasarkan nomor massa A xi

12 xii

13 Daftar Tabel 1.1 Sifat-sifat proton dan netron Berbagai set nilai konstanta untuk persamaan energi ikat Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai kombinasi jumlah proton dan jumlah netron Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model potensial kotak Tingkat energi untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi Tingkat energi untuk model 1 osilator harmonis 3 dimensi Prediksi spin pada berbagai jenis inti Berbagai model potensial inti Nilai momen magnetik beberapa inti Energi ikat per α bond pada berbagai inti Sifat-sifat pion Energi ikat beberapa inti Nilai isospin beberapa jenis partikel Jenis peluruhan radioaktif Nliai Q pada berbagai modus peluruhan U Nilai Q pada peluruhan alfa untuk berbagai isotop Fraksi energi ikat dan massa per nukleon pada inti kecil Nilai T partikel α pada berbagai inti induk Klasifikasi radiasi gamma xiii

14 6.1 Jenis netron Distribusi energi hasil reaksi fisi untuk U xiv

15 Bab 1 Mengenal Inti 1.1 Sejarah Penemuan Inti Sejarah penemuan inti tidak bisa dilepaskan dari sejarah penemuan atom. Model atom yang pertama kali menyarankan keberadaan inti atom adalah model atom Rutherford (1911). Model atom tersebut bermula dari percobaan Hans Geiger dan Ernest Marsden (1909) yang dilakukan di Laboratorium Fisika Universitas Manchester. Percobaan tersebut dilakukan atas petunjuk dari Ernest Rutherford, dengan tujuan untuk membuktikan kebenaran dari teori atom yang dikemukakan oleh Thomson. Pada eksperimen tersebut, sebuah lempengan emas tipis ditembaki dengan partikel alfa 1 yang diemisikan oleh unsur Radium. Partikel alfa yang telah mengenai lempengan emas kemudian dideteksi dengan menggunakan layar yang dilapisi seng sulfida (ZnS) sebagai detektor. Rutherford berpendapat bahwa apabila struktur atom yang dikemukakan oleh Thomson 2 adalah benar maka sebagian besar berkas partikel alfa yang melewati emas akan mengalami gaya elektrostatik yang sangat lemah, sehingga partikel alfa akan diteruskan dengan sedikit penyimpangan arah dari arah semula, atau kurang dari 1 o. 1 Saat itu sudah diketahui bahwa partikel alfa bermuatan posisitif. Belakangan kita tahu bahwa partikel alfa tidak lain adalah inti atom helium. 2 Salah satu poin dari model Thomson adalah muatan positif tersebar merata di seluruh inti 1

16 2 BAB 1. MENGENAL INTI Tetapi apa yang diamati Geiger dan Marsden sangat mengejutkan. Meskipun banyak partikel alfa yang mengalami penyimpangan kurang dari 1 o, tetapi ada juga yang mengalami penyimpangan dengan sudut sangat besar. Bahkan sebagian kecil dari partikel alfa terhambur ke arah semula. Setelah merunut pola-pola partikel alfa yang ditembakkan ke lempeng logam emas, maka Rutherford mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar ruang dalam atom adalah ruang kosong, di mana massa atom terkonsentrasi pada pusat atom yang bermuatan positif dengan ukuran kali lebih kecil dibanding ukuran keseluruhan atom. Konsentrasi massa tersebut dinamakan inti atom (nucleus, jamak nuclei) dan bermuatan positif, sehingga medan elektrostatik yang ditimbulkannya mampu membalikkan partikel alfa yang juga bermuatan positif. Elektron diasumsikan mengelilingi inti atom tersebut seperti planet-planet kita mengelilingi matahari. Selanjutnya, hasil percobaan Geiger-Marsden dapat diterangkan dengan menggunakan model atom Rutherford, sebagai berikut. Fraksi partikel alfa yang dapat melewati lempengan logam emas dengan sudut deviasi yang kecil (kurang dari 1 o ) menunjukkan bahwa berkas partikel alfa tersebut melewati ruang kosong yang ada di dalam atom Fraksi partikel alfa yang mengalami deviasi menunjukan bahwa partikel alfa tersebut berada pada posisi yang dekat dengan inti atom yang bermuatan positif. Gaya elektrosatis antara partikel alfa dan inti emas akan membelokkan partikel alfa, dengan sudut deviasi berbanding terbalik dengan kedekatan berkas alfa terhadap inti emas. Berkas partikel alfa yang dipantulkan ke arah semula menunjukkan bahwa partikel alfa tersebut bertumbukan dengan inti atom yang bermuatan positif. Karena inti atom emas memiliki massa dan muatan yang lebih besar dibanding partikel alfa, maka partikel alfa mengalami pemantulan.

17 1.1. SEJARAH PENEMUAN INTI 3 Dalam bahasa Indonesia, sebutan inti, nuklir, atau padanannya, muncul dalam berbagai bentuk, antara lain adalah kata benda, seperti inti atom yang merupakan padanan dari kata inggris nucleus atau atomic nuclei nuklida (nuclide) yang merupakan sebutan bagi inti atom suatu unsur tertentu, seperti nuklida hidrogen, nuklida nitrogen, dan lain-lain nukleon (nucleon) yang berarti partikel penyusun inti 3 kata sifat, seperti reaksi nuklir/reaksi inti (nuclear reaction), energi nuklir (nuclear energy), bom nuklir (nuclear bomb), fisika nuklir / fisika inti (nuclear physics), peluruhan inti (nuclear decay), dan lain-lain Contoh : Menghitung jari-jari inti dari hamburan alfa. Perkirakan jari-jari inti dari hamburan alfa, dengan menganggap seluruh energi kinetik alfa diubah menjadi energi elektrosatis pada saat mendekati inti. Misalkan energi kinetik elektron adalah T, sehingga partikel alfa dapat mendekati inti sampai jarak R. Pada jarak tersebut, seluruh energi kinetik partikel alfa T diubah menjadi energi elektrostatik. Karena muatan alfa adalah 2e sedang muatan inti emas adalah Ze, maka T = 1 2Ze 2 2e2 Z 4πɛ 0 R, atau R = 4πɛ 0 T = 4, Z T Jm = 2, Z T MeV m. Karena T = 7, 7 MeV dan Z = 79, maka R = 29, m m = 30 fm. Perhatikan bahwa sekarang kita pakai satuan jarak baru untuk fisika inti yaitu fermi (fm), di mana 1 fm = m, Sebagai perbandingan, satuan jarak dalam atom didefinisikan dalam angstrom, di mana 1 angstrom = m. 1 Ini berarti, berarti jari-jari inti jari-jari atom. 3 Kita akan membahas topik ini pada sub bab 1.2

18 4 BAB 1. MENGENAL INTI 1.2 Partikel Penyusun Inti Mengacu pada hasil percobaan Geiger-Marsden, diketahui bahwa inti (i) mengandung proton dan bermuatan positif sebanding dengan nomor atomnya, atau q inti +Ze, dan (ii) jari-jarinya dalam orde fm (10 15 m). Analisis spektrometri massa memberikan info tambahan bahwa (iii) massa inti sebanding dengan nomor massa (A) atomnya, atau m inti Am p. Berdasarkan asumsi (i) dan (iii), fisikawan mengajukan gagasan bahwa inti terdiri atas A proton dan (A Z) elektron. Model proton-elektron ini terlihat sangat menjanjikan karena gabungan A proton dan Z elektron menghasilkan inti dengan muatan Ze +Ze dan massa Am p. Sekalipun demikian, model proton-elektron ini mengalami banyak kesulitan terkait dengan kehadiran elektron bebas dalam inti. Setidaknya ada 4 alasan yang menolak kehadiran elektron dalam inti. Alasan pertama terkait dengan spin inti, di mana nilai spin inti yang diprediksi oleh model proton elektron tidak sesuai dengan data eksperimen. Alasan kedua terkait ukuran inti, Dengan analisis energi ikat, dimensi inti dipandang terlalu sempit bagi elektron bebas. Alasan serupa muncul dari analisis asas ketidakpastian Heisenberg. Alasan ketiga terkait dengan momen magnetik, di mana momen magnetik inti model proton elektron terlalu tinggi dibandingkan dengan data eksperimen. Alasan keempat terkait dengan peluruhan beta, di mana spektrum kontinyu dari partikel beta yang dipancarkan inti bertentangan dengan spektrum diskrit yang disarankan model protonelektron. Alasan serupa muncul dari interaksi nuklir elektron, di mana akan sulit memahami bagaimana mungkin separo dari elektron berada dalam inti dan berinteraksi dengan gaya

19 1.2. PARTIKEL PENYUSUN INTI 5 nuklir kuat, sementara separo yang lain berada di luar inti dan berinteraksi dengan gaya Coulumb. Contoh : Nilai spin gabungan partikel Hitunglah spin partikel hasil gabungan N partikel dengan spin 1 2. Misalkan seluruh partikel penyusun memiliki orientasi spin up, maka spin partikel gabungannya (yang sekaligus merupakan nilai maksimum yang mungkin dimiliki) yaitu N 2. Jika sebuah partikel berubah orientasi, maka nilai spin up berkurang 1 2 sedang nilai spin down bertambah 1 2. Dengan demikian, spin partikel gabungannya berkurang sebesar I = 1 2 ( 1 2 ) =. Untuk N genap, maka pengurangan ini bisa berlangsung terus sampai jumlah spin up dan down sama yang berarti spin gabungannnya bernilai 0. Untuk N ganjil, maka pengurangan ini bisa berlangsung terus sampai jumlah spin up dan down berselisih 1 yang berarti spin gabungannya bernilai 1 2. Dengan demikian, nilai spin gabungan yang mungkin dari hasil penggabungan N partikel berspin 1 2 adalah adalah I = N 2, ( N 2 1 ), Contoh : Analisis spin inti ( ) { N 2 2,..., 0 untuk N genap 1 2 untuk N ganjil. Hitunglah spin inti atom nitrogen menurut menurut proton-elektron, dan bandingkan dengan hasil eksperimen. Apa kesimpulan anda? Menurut model proton-elektron, inti N terdiri atas 14 proton dan 7 elektron. Karena masing-masing proton dan elektron memiliki spin 1 2,4 maka momen spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 21 partikel dengan spin masing-masing partikel 1 2. Dengan demikian, momen spin inti N bisa jadi salah satu dari 1 2, 3 2,..., 19 2, atau Sayangnya, data eksperimen menunjukkan bahwa spin inti N adalah 4 Seringkali hanya ditulis sebagai 1 dengan mengganggap = 1. 2

20 6 BAB 1. MENGENAL INTI. Inti berarti analisis spin tidak mendukung model proton-elektron. Contoh : Analisis energi ikat Hitunglah energi ikat elektron-proton, carilah panjang gelombang de Broglienya, dan bandingkan dengan dimensi inti. anda? Apa kesimpulan Karena elektron adalah lepton, maka ia hanya dapat berinteraksi dengan proton melalui ikatan elektrostatis, yang besarnya adalah E e p = 1 4πɛ 0 Ze 2 r. Untuk kasus inti besar A = 124, Z A 2 = 62, dan r adalah jari-jari inti r = R = R 0 A 1/3 = ( 1, ) 124 1/3 = 5, m. Dengan demikian E e p = ( 1, ) 5, = J 15 MeV. Panjang gelombang de Broglie terkait elektron dengan energi 15 MeV adalah λ e = = h/2π p e E e p /c = hc 2πE e p ( 6, ) ( ) = = m Karena jari-jari inti dalam orde m sedangkan (untuk kasus kita sekarang) r = 5, m, berarti r < λ e. Ini berarti analisis energi tidak mendukung keberadaan elektron bebas dalam inti. Contoh: Analisis ketidakpastian Heisenberg Jika jari-jari inti adalah m, hitunglah energi yang dapat dimiliki partikel yang berada di dalamnya. Apa kesimpulan anda?

21 1.2. PARTIKEL PENYUSUN INTI 7 Ketidakpastian Heisenberg untuk kasus 1 dimensi menyatakan bahwa ( p) ( x) 2. Jika x adalah jari-jari inti R, maka p = 2 x = h 4πR = 6, = 1, kg m/s Kita ambil nilai p sebagai nilai p. Selanjutnya, karena T = pc, maka T = ( 1, ) ( ) = 3, J = 20 MeV. Ternyata elektron atau partikel beta yang diamati pada peluruhan beta memiliki energi sekitar 2-3 MeV, satu orde lebih kecil dari nilai dugaan teoretis model proton-elektron. Sekali lagi, hal ini menunjukkan bahwa elektron bebas tidak mungkin ditemui di dalam inti. Contoh : Analisis momen magnetik inti Hitung momen magnetik elektron, momen magnetik proton, dan bandingkan dengan momen magnetik inti. Apakah kesimpulan anda? Momen magnetik inti dapat dinyatakan sebagai fungsi linier dari magneton proton µ p = e 2m p dan magneton elektron µ e = e 2m e. Karena µ 1 mp m dan m e = 1836, maka µe µ p = Dengan demikian, jika benar terdapat elektron dalam inti, maka momen magnetik inti harusnya dalam orde µ e. Faktanya, momen magnetik inti adalah dalam orde µ p. Hal ini menunjukkan bahwa elektron bebas tidak mungkin ditemui di dalam inti. Contoh : Energi kinetik elektron pada peluruhan beta Jika elektron bisa ditemui dalam inti, bagaimanakah bentuk spektrumnya? Jika elektron dapat dijumpai sebagai partikel bebas dalam inti, maka peluruhan beta mestinya terjadi karena tumbukan elektron dengan proton. Dalam hal ini, partikel beta harusnya bersifat monoenergetik sehingga spektrumnya bersifat diskrit. Faktanya, spektrum

22 8 BAB 1. MENGENAL INTI beta bersifat kontinyu, yang berarti elektron yang dipancarkan pada peluruhan beta berasal dari pecahan partikel lain, yang bermuatan netral. Partikel lain inilah yang kemudian dinamakan netron dan, bersama dengan proton, menjadi partikel penyusun inti. Kegagalan model proton elektron menuntun Rutherford untuk mengajukan model proton-netron pada tahun Netron dipostulatkan (i) memiliki massa hampir sama dengan massa netron, dan (ii) bermuatan netral. Sebagai tambahan, netron yang spinnya 1 2, bukanlah gabungan dari proton dan elektron, karena secara teoritis tidak mungkin dua partikel dengan spin 1 2 bergabung dan menghasilkan partikel baru dengan spin 1 2. Kita ulangi, netron proton + elektron (1.1) Sebuah inti sekarang dapat dilambangkan dengan Pada persamaan di atas, A ZX. (1.2) X adalah simbol kimia atom (perhatikan bahwa X ditulis dengan huruf kapital dan tegak). Z adalah nomor atom, yang menunjukkan jumlah proton dalam inti dan menentukan muatan inti. A adalah nomor massa, yang menunjukkan jumlah proton dan netron dalam inti, dan menentukan massa inti. Dengan demikian, jumlah netron di dalam inti adalah A Z. Karena sebuah nomor atom (Z) bersifat unik untuk setiap atom, maka penulisan Z bersama X seringkali dianggap tidak berguna, sehingga sebuah inti dicirikan oleh nomor massa A, dan dapat ditulis sebagai A X,

23 1.2. PARTIKEL PENYUSUN INTI 9 atau X A. Model proton-netron menemukan momentumnya setelah netron ditemukan secara eksperimen oleh J. Chadwick pada tahun Contoh : Cara menuliskan inti Suatu inti terdiri atas 7 proton dan 8 neutron. Bagaimana cara menuliskan inti tersebut? Inti dengan 7 proton adalah nitrogen, jadi kita dapat menuliskan inti tersebut sebagai 15 7 N, 15 N, atau N 7. Contoh : Spin inti Hitunglah spin inti atom nitrogen menurut menurut proton-netron, dan bandingkan dengan hasil eksperimen. Apa kesimpulan anda? Menurut model proton-netron, inti N terdiri atas 7 proton dan 7 netron. Karena masing-masing proton dan netron memiliki spin 1 2, maka spin inti N harusnya merupakan kombinasi dari 14 partikel dengan spin masing-masing partikel 1 2. Dengan demikian, momen spin inti N bisa jadi salah satu dari (0, 1, 2,...7). Data eksperimen menunjukkan menunjukkan bahwa spin inti N adalah. Ini berarti analisis spin mendukung model proton-netron. yaitu Terkait dengan nilai Z dan A, ada beberapa istilah yang kita kenal isotop, yaitu nuklida yang memliki Z yang sama tetapi A berbeda, seperti N. 8 O, 16 8 O, 17 8 O, dan 18 8 O, serta 12 7 N, 13 7 N, 14 7 N, dan isobar, yaitu nuklida yang memliki A yang sama tetapi Z berbeda, seperti 17 8 O dan 17 9 F 5 Sekalipun demikian, perlu dicatat bahwa proton dan netron bukanlah partikel dasar. Keduanya tersusun atas 3 quark. Kita akan membahasnya nanti.

24 10 BAB 1. MENGENAL INTI isoton, yaitu nuklida yang memliki A Z yang sama tetapi Z dan A berbeda, seperti 15 7 N, 16 8 O, dan 17 9 F isomer, yaitu nuklida yang memiliki Z dan A yang sama, tetapi memiliki tingkat energi yang berbeda, karena salah satu inti sedang berada pada keadaan tereksitasi, seperti Ta dan 180m serta Pa dan 234m 91 Pa 73 Ta mirror nuclei (inti kaca atau inti cermin), yaitu dua inti di mana keduanya memiliki A yang sama, tetapi Z 1 = N 2 dan Z 2 = N 1. Dengan kata lain, dua pasang inti cermin dicirikan oleh Z 1 + Z 2 = A. Contoh inti cermin dengan Z berselisih 1 adalah 3 1 H dan 3 2He serta 15 7 dengan Z berselisih 2 adalah 18 8 N dan 15 8 O, sedang contoh inti cermin O dan Ne 1.3 Dimensi, Massa, dan Energi Inti Dimensi inti Bagaimanakah bentuk inti? Apakah inti berbentuk lingkaran? Jika ya, berapakah jari-jarinya? Dalam eksperimen, jari-jari inti dapat ditentukan melalui pengukuran distribusi muatan inti atau distribusi materi inti. Salah satu hasil pengukuran distribusi muatan inti ditunjukkan pada Gambar 1.1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa inti berbentuk bola, dengan kerapatan nukleon konstan ρ 0 sampai jarak tertentu untuk kemudian menurun secara cepat sampai menuju nol sepanjang kulit inti dengan ketebalan t (Gambar 1.2 (model kerapatan gradual)). Kerapatan nukleon pada jarak r terhadap pusat inti diberikan oleh ρ (r) = ρ exp [(r R) /a] (1.3) di mana ρ 0 = 0, 172 nukleon/fm 3 adalah kerapatan nukleon pada bagian inti dalam, R adalah jari-jari ketika ρ (r) = 1 2 ρ 0, dan a = t/ (4 ln 3) 0, 2272t dengan t adalah ketebalan kulit inti. Untuk kepentingan operasional, kita memakai R sebagai jari-jari efektif inti. Dalam hal ini, inti dimodelkan sebagai bola dengan jari-jari R,

25 1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 11 Gambar 1.1: Kerapatan nukleon dalam inti (Sumber: B. Frois, Proc. Int. Conf. Nucl. Phys., Florence, 1983, eds. P. Blasi and R.A. Ricci, Tipografia Compositori Bologna, Vol. 2, p. 221). Insert: Gambaran kerapatan nukleon (sumber: R. Mackintosh, J. Al-Khalili, B. Jonson and T. Pena, Nucleus: A Trip into the Heart of Matter, The Johns Hopkins University Press, 2001). Kedua gambar dikutip dalam Loveland (2006) Gambar 1.2: Model kerapatan nukleon dalam inti.

26 12 BAB 1. MENGENAL INTI dengan kerapatan nukleon serba sama ρ 0, seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2 (model kerapatan konstan). Selanjutnya, karena terdapat A nukleon dalam inti, maka ρ 0 = R = 3 4πρ 1/ A πr3, sehingga A 1/3 = R 0 A 1/3, (1.4) di mana R 0 = 1, 2 fm. 6 Ketergantungan R pada A 1/3 diperlihatkan dr pada Gambar 1.3. Kemiringan kurva, d(a 1/3 ), menunjukkan nilai R 0, dan untuk Gambar 1.3 bernilai 1, 2 fm. Sejauh ini, kita mengasumsikan bahwa inti berbentuk bulat. Untuk beberapa inti, anggapan ini tidak benar. Beberapa inti jarang (rare earth, dengan 220 < A < 260) dan inti aktinida (220 < A < 260) mengalami perubahan bentuk dari lingkaran supaya bersifat stabil. Kita akan mendiskusikannya nanti di Bab 2. Gambar 1.3: Jari-jari inti sebagai fungsi nomor massa A 1/3 (Sumber: R. Engler et al., Atomic Data and Nuclear data Tables 14, 509 (1974), seperti dikutip oleh Krane, 1988). 6 Kadang-kadang dipakai R 0 = 1, 4 fm

27 1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 13 Contoh : Kerapatan inti Hitunglah kerapatan inti. Kerapatan inti bisa didapatkan dengan cara ρ = m V = Am nukleon 4 = Am nukleon 3 πr3 4 3 π ( R 0 A 1/3) 3 = m nukleon 4 3 πr3 0 1, kg = 4 3 π (1, m) 3 = 2, kg/m Massa nukleon Satuan massa dalam SI adalah kg. Namun, satuan kg dianggap terlalu besar untuk inti. Dalam fisika inti, massa suatu partikel dinyatakan dalam satuan massa atom (sma) atau atomic mass units (u), di mana 7 1 u = 1 ( massa 12 6 C ) = 1, kg. (1.5) 12 Contoh : Nilai u dalam kg Menurut eksperimen, massa 1 mol 12 6 C adalah 12 gram. Berapakah nilai u dalam kg. 1 mol 12 6 C terdiri atas 6, (yang dikenal dengan bilangan Avogadro, N A ) molekul 12 6 C. Jika massa 1 mol 12 6 C adalah 12 gram, berarti massa 1 atom 12 6 C adalah massa ( 12 6 C ) = 12 gram 6, = kg 6, = 1, kg. 7 Definisi u menurut persamaan (1.5) sering disebut sebagai u ala fisikawan. Sebelumnya 1 u didefinisikan sebagai 1 u = 1 16 `massa 16 8 O, yang dikenal sebagai definisi u ala kimiawan.

28 14 BAB 1. MENGENAL INTI Selanjutnya, karena 1 u = 1 ( 12 massa 12 6 C), maka 1 u = 1, = 1, kg. Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan ekivalensi massaenergi Einstein, sebuah massa m dapat menghasilkan energi sebesar E = mc 2. (1.6) Karena itu, satuan massa juga dapat dinyatakan dalam satuan energi ekivalen, di mana satuan massa = satuan energi /c 2. Salah satu satuan ekivalen yang banyak dipakai adalah MeV/c 2, di mana 1 u juga dapat didefinisikan dalam energi ekivalensinya sebagai 1 u = 931, 5 MeV/c 2. (1.7) Berdasarkan Persamaan (1.7), diperoleh hubungan c 2 = 931, 5 MeV/u. 8 Contoh : Kesetaraan u dengan MeV/c 2 Nyatakan nilai u dalam MeV/c 2. Energi yang diperoleh sebagai hasil konversi massa sebesar 1 u adalah Energi (1 u) = kg ( ms 1) 2 = 1, J. Energi juga dapat dinyatakan dalam satun ev (electron volt), di mana 1 ev adalah energi potensial dari sebuah elektron yang diletakkan pada beda potensial 1 volt, atau 1 ev = e J = 1, J. 8 Pada sistem satuan atomik (atomic units), dipilih c = 1, sehingga hubungan massa energi menjadi lebih simpel. Dalam hal ini faktor konversinya adalah 1 u = 931, 5 MeV.

29 1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 15 Dengan demikian Energi (1 u) = 1, J 1, = 931, ev 931, 5 MeV. Dengan demikian, 1 u juga dapat didefinisikan dalam energi ekivalensinya, yaitu 1 u = 931, 5 MeV/c 2. Tabel 1.1: Sifat-sifat proton dan netron. muatan spin massa massa massa (e) ( ) ( kg) (u) (MeV/c 2 ) 1 proton , , , 27 1 netron 0 2 1, , , 57 atom H , Selanjutnya dengan menggunakan rumusan ekivalensi massa dan momentum p = mc = 1 c mc2, maka satuan momentum dapat dinyatakan sebagai MeV/c. Massa proton dan netron dinyatakan pada Tabel 1.1. Untuk sebarang inti, begitu kita mengetahui massanya dalam u, maka kita dapat mengetahui energinya dengan menggunakan Persamaan (1.7). Berikut disajikan beberapa kuantitas penting dalam kajian fisika inti, dinyatakan dalam satuan yang aplikatif e 2 4πε 0 = 1, MeV fm = 6, MeV s c = 2, fm/s c = 197, 3 MeV fm Massa dan energi ikat inti Di antara sifat-sifat inti yang dapat diukur dengan ketepatan tinggi adalah massanya. Massa suatu inti A z X (yang terdiri atas Z proton

30 16 BAB 1. MENGENAL INTI dan (A Z) netron) harusnya sama dengan massa penyusunnya atau m ( A z X ) = Zm p + (A Z) m n. Faktanya hasil pengukuran selalu menunjukkan bahwa m ( A z X ) (selanjutnya ditulis sebagai m) selalu lebih kecil dari Zm p +(A Z) m n. Ini berarti ada selisih massa (mass defect) yang besarnya adalah m = Zm p + (A Z) m n m. (1.8) Selisih massa tersebut tidak berarti ada massa hilang, melainkan ada massa yang diubah menjadi energi ikat inti (binding energy, B). 9 Dengan memanfaatkan hubungan massa energi E = mc 2, maka besarnya energi ikat inti adalah B (A, Z) = mc 2 = [Zm p + (A Z) m n m] c 2. (1.9) Kebanyakan tabel yang ada mencantumkan massa atom M dan bukan massa inti m. Hubungan kedua massa tersebut adalah m (A, Z) = M (A, Z) Zm e + B atom (A, Z) /c 2, di mana m e adalah massa elektron (m e = 0, 511 MeV/c 2 ) sedangkan B atom (A, Z) adalah energi ikat atomik (dalam orde kev 10 ). Dengan demikian, energi ikat inti juga bisa dinyatakan sebagai berikut B (A, Z) = [Zm p + (A Z) m n ( M atom Zm e + B atom (A, Z) /c 2)] c 2 = [Z (m p + m e ) + (A Z) m n M atom (A, Z)] c 2 B atom /c 2 [ZM H + (A Z) m n M atom (A, Z)] c 2, (1.10) 9 Mengacu pada kata binding, dipakai notasi B untuk energi ikat inti. Di sini kita melihat asal energi ikat sebagai hasil perubahan sebagian massa inti menjadi energi. Pada bab 2, kita akan mendiskuskan pemanfaatan energi ikat tersebut oleh inti. 10 Menurut rumusan Thomas-Fermi, energi ikat elektronik dapat dinyatakan sebagai B atom (A, Z) = 15, 73Z 7/3 ev.

31 1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI 17 di mana M H adalah massa atom hidrogen, H-1. Pada penurunan di atas, kita mengabaikan B atom (A, Z) karena nilainya yang dalam orde ev jauh lebih kecil dari energi ikat inti yang dalam orde MeV. Kenyataan bahwa energi ikat inti dapat dinyatakan dalam massa atom adalah alasan mengapa kita menggunakan atomic units dan bukan nuclear units. Contoh : Energi ikat inti Hitunglah energi ikat deuteron, jika massa deuteron adalah 1875, 5803MeV/c 2. Deuteron adalah inti 2 1H, sehingga terdiri atas 1 proton dan 1 netron. Untuk menghitung energi ikatnya, akan lebih mudah jika digunakan massa ekivalennya, sbb B = (m p + m n m deuteron ) c 2 = (938, , , 58) MeV = 2, 26 MeV. Kuantitas lain yang juga penting adalah energi separasi, baik energi separasi netron S n maupun energi separasi proton S p. Energi separasi netron adalah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan sebuah netron (yang terluar) dari suatu inti A ZX sehingga terbentuk inti baru A 1 Z X, menurut reaksi A ZX + S n (A, Z) A 1 Z X + n. Energi separasi netron dapat dinyatakan sebagai S n (A, Z) = [m (A 1, Z) + m n m (A, Z)] c 2 (1.11) Dengan cara yang sama, persamaan reaksi untuk separasi proton, yaitu pemisahan sebuah proton (yang terluar) dari suatu inti A Z X se-

32 18 BAB 1. MENGENAL INTI hingga terbentuk inti baru A 1 Z 1Y, dapat dinyatakan sebagai Energi separasi proton adalah A ZX + S p (A, Z) A 1 Z 1 Y + p. S p (A, Z) = [m (A 1, Z 1) + m p m (A, Z)] c 2 (1.12) Contoh : Energi separasi netron Hitunglah energi separasi netron untuk untuk U-239. Energi separasi netron untuk U-239 adalah S n (U 239) = [m (U 238) + m n m (U 239)] c 2 = [238, , , ] 931, 5 MeV = 4, 9 MeV. Contoh : Mencari ungkapan S p dan S n Turunkan ungkapan S p dan S n sebagai fungsi energi ikat B. Pada Persamaan (1.11), energi separasi netron dinyatakan sebagai S n (A, Z) = [m (A 1, Z) + m n m (A, Z)] c 2. Karena B (A, Z) = [Zm p + (A Z) m n m] c 2 (Pers. (2.1)), maka ungkapan S n juga dapat dinyatakan sebagai S n (A, Z) = [( Zm p + (A 1) m n B (A 1, Z) /c 2) + m n ( Zm p + Am n B (A, Z) /c 2)] c 2 = B (A, Z) B (A 1, Z). (1.13) Dengan cara yang sama, didapatkan S p (A, Z) = B (A, Z) B (A 1, Z 1). (1.14)

33 1.3. DIMENSI, MASSA, DAN ENERGI INTI Isotop dan massa relatif Kita akhiri bab ini dengan mengenal isotop dari inti dengan nomor atom yang sama. Sebagai contoh, kita tinjau isotop carbon, seperti diperlihatkan pada Gambar 1.4. Pada sata tersebut, kolom pertama menunjukkan simbol atom, kolom kedua nomor atom, kolom ketiga nomor massa, kolom keempat massa atom, kolom kelima spin dan paritas, sedang kolom ketujuh adalah kelimpahan isotop di alam (untuk isotop stabil) atau waktu paro dan modus peluruhan (untuk isotop tak stabil). Dari data tersebut, diketahui bahwa inti carbon, bisa muncul dalam 7 isotop, yaitu C-9, C-10, C-11, C-12. C-13, C-14, dan C-15. Dari 7 isotop tersebut, 2 isotop bersifat stabil yaitu, C-12 dan C-13; 3 isotop tidak stabil dan akan menangkap elektron C-9, C-10, dan C-11; dan 2 isotop tidak stabil dan akan memancarkan radiasi beta C-14 dan C-15. Dari data tersebut, kita dapat mencari massa relatif atom, yaitu Gambar 1.4: Data isotop Carbon (Sumber: Krane, 1988). Mr (atom) = Σ i m i y i, di mana m adalah massa atom dan y adalah kelimpahan atom. Penjumlahan i dilakukan pada semua isotop stabil dari atom tersebut. Contoh : Menghitung massa relatif Mr Hitunglah massa relatif atom carbon.

34 20 BAB 1. MENGENAL INTI Dari data pada Gambar 1.4, didapatkan Mr (carbon) = (12, , , , 0111) u = 12, u Data yang lebih akurat adalah C-12 memiliki kelimpahan 98,93% sedangkan kelimpahan C-13 adalah 1,07%. Dengan demikian, didapatkan Mr (carbon) = (12, , , , 0107) u = 12, u Nilai Mr tercantum pada tabel periodik, seperti pada Gambar 1.5. Gambar 1.5: Tabel periodik carbon.

35 Bab 2 Model Inti Klasik 2.1 Perlunya Model Inti Sejauh ini terdapat banyak data eksperimen terkait inti atom, seperti (i) sifat jenuh energi ikat per nukleon, (ii) sifat kestabilan inti yang sangat khas, serta (iii) keberadaan bilangan ajaib (magic number). Sayangnya pengetahuan kita sejauh ini hanyalah sebatas bahwa: inti tersusun atas proton dan netron, tanpa ada penjelasan bagaimana nukleon tersebut tersusun dalam inti dan saling berhubungan satu sama lain. Berbeda dengan kasus atom, yang fenomenanya dapat dijelaskan secara sempurna oleh teori kuantum, sejauh ini belum ada satu teoripun yang dapat menjelaskan fenomena di level inti atom. Jadilah kita mencoba merangkai suatu model untuk inti. Berbeda dengan teori yang berlaku secara umum, suatu model barangkali hanya bisa menjelaskan fenomena tertentu saja, secara parsial. Dengan kata lain, daerah kerja suatu model sangat terbatas. Meski demikian, dengan memiliki suatu model inti, diharapkan kita dapat menjelaskan berbagai fenomena pengamatan untuk inti serta mampu menduga perilaku inti yang belum diketahui melalui eksperimen. Pada akhirnya, diharapkan kita mampu memanfaatkan fenomena di level inti untuk kepentingan yang bermanfaat. Model yang akan kita buat untuk inti bertumpu pada bagaimana memodelkan dinamika nukleon di dalamnya. Terkait dengan hal 21

36 22 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.1: Berbagai model inti dan inspirasi penggunaannya ini, ada dua cara pandang. Cara pandang pertama adalah pandangan kolektif yang memandang nukleon sebagai satu kesatuan. Dalam pandangan kolektif, nukleon tidak terisolasi satu sama lain melainkan saling berinteraksi sangat kuat, di mana dinamika kolektifnya muncul sebagai sifat inti. Dengan kata lain, mean free-path (lintasan bebas rata-rata) nukleon sangat pendek. Cara pandang kedua adalah pandangan independen, yang memandang nukleon bukan sebagai kelompok. Dalam pandangan ini, nukleon dipandang sebagai partikel individual yang tidak saling berinteraksi satu sama lain atau berinteraksi sangat lemah yang diwujudkan dalam bentuk potensial. Dalam pandangan ini, mean free-path nukleon sangat panjang. Sebagai konsekuensinya, setiap nukleon memiliki sifat fisis yang berbeda, yang pada gilirannnya dapat mempengaruhi sifat inti. Secara umum, suatu model akan diterima bila (i) bisa menjelaskan fenomena eksperimen, (ii) menghasilkan dugaan teoritis yang benar, serta (ii) memiliki bentuk yang sederhana, mudah diingat, dan efi-

37 2.2. MODEL TETES CAIRAN 23 sien secara matematis. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa baik pendekatan kolektif maupun individual berhasil menerangkan perilaku inti, meskipun untuk kasus yang berbeda. Ini berarti keduanya konsisten. Tetapi kenapa keduanya muncul dalam model yang berbeda? Penjelasannya ada pada prinsip larangan Pauli. Setiap interaksi menghasilkan suatu keadaan (state). Akibat larangan Pauli, tidak semua keadaan boleh ada. Ini berarti nukleon tidak selalu berinteraksi. Akibatnya, mean free-path nukleon pada model independen sangat panjang. Kebanyakan model inti diadopsi dari model non-inti yang sudah ada. Jika suatu fenomena dalam inti memiliki kesamaan dengan dengan fenomena lain di luar inti, maka model yang bisa menjelaskan fenomena tersebut dipakai sebagai model inti, seperti ditunjukkan pada Gambar Model Tetes Cairan Model tetes cairan (liquid drop model) adalah model kolektif yang paling banyak dipakai. Model ini mula-mula diusulkan oleh George Gamow dan kemudian dikembangkan oleh Niels Bohr dan John Archibald Wheeler. Model ini diilhami oleh kesamaan sifat inti dengan sifat tetes cairan. Di antara sifat tetes cairan adalah (i) kerapatannya homogen, (ii) ukuran tetes cairan berbanding lurus dengan jumlah partikel / molekul penyusunnya, dan (iii) kalor uapnya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya, C uap = konstanta jumlah partikel. Misalkan kita mengukur kalor uap per jumlah partikelnya, maka mengacu pada sifat no (iii), tentunya kita akan mendapat nilai yang konstan, tanpa bergantung pada jumlah partikel penyusunnya. 1 Sekarang kita akan melihat bahwa sifat tetes cairan tersebut juga dijumpai pada inti, sebagai berikut. 1 Energi vaporisasi per molekul untuk air adalah 0,42 ev, tidak bergantung pada jumlah molekulnya.

38 24 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.2: Plot fraksi energi ikat inti (energi ikat per nukleon) dari hasil eksperimen. (sumber: ) Dari Gambar 1.1, terlihat bahwa kerapatan massa inti konstan, kecuali pada daerah kulit inti. Dari Persamaan (1.4), terlihat bahwa R A 1/3, yang berarti V A Suatu besaran pada inti yang setara dengan kalor uap per jumlah partikel adalah energi ikat inti per nukleon f = B A. (2.1) Hasil pengamatan, yang ditunjukkan pada Gambar 2.2, menunjukkan bahwa nilai f relatif konstan pada nilai sekitar 8,5 MeV untuk 30 A 200. Kesamaan ini memotivasi fisikawan untuk mengadopsi model tetes

39 2.2. MODEL TETES CAIRAN 25 cairan sebagai model inti. Model tetes cairan mengandaikan inti sebagai tetes cairan fluida tak mampat, yang tersusun oleh nukleon, yakni gabungan proton dan netron yang terikat oleh gaya nuklir kuat. Model tetes cairan tidak memerinci sifat individual nukleon, tetapi menerangkan sifat kolektif nukleon yang sekaligus merepresentasikan sifat inti. Dengan menganalogikan inti sebagai tetes cairan nukleon, inti diasumsikan punya sifat berikut Inti tersusun atas nukleon tak termampatkan sehingga R A 1/3 (Perilaku ini setara dengan sifat tetes cairan, di mana ukurannya berbanding lurus dengan jumlah molekul penyusunnya.) Gaya inti antar nukleon mengalami saturasi dengan cepat, dalam arti hanya memiliki jangkauan yang sangat terbatas, atau hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti sebanding dengan jumlah nukleonnya. (Ini sama dengan sifat tetes cairan, di mana kalor uapnya berbanding lurus dengan jumlah partikel pembentuknya) Jika gaya tolak elektrostatik diabaikan, maka gaya inti bernilai sama besar di antara proton dan netron. Berdasarkan asumsi di atas, kita dapat merumuskan energi ikat inti sebagai B A = a v A, di mana a v adalah suatu konstanta. 2 Berdasarkan rumusan di atas, kita dapat menghitung bahwa energi ikat inti per nukleon adalah f = B A = a v bernilai konstan. Hal ini tidak sesuai dengan data eksperimen 2 Karena volume inti sebanding dengan nomor massanya A, maka ketergantungan B pada A juga dapat diartikan sebagai ketergantungannya pada volume. Dengan demikian, sangat logis untuk menuliskan energi tersebut sebagai energi volume dan menuliskannya sebagai a V A, di mana indeks v untuk volum.

40 26 BAB 2. MODEL INTI KLASIK pada Gambar 2.2. Ini berarti harus ada suku koreksi pada ungkapan energi ikat. Untuk memahami kehadiran suku koreksi, kita lihat asumsi ke-2 dari model tetes cairan. Gaya inti antar nukleon hanya efektif untuk nukleon tetangganya langsung. Dengan demikian, energi ikat inti per nukleon sebanding dengan jumlah nukleon tetangganya, katakan n. Asumsi inilah yang kita pakai dalam menentukan nilai a v. Sekalipun demikian, perlu diingat bahwa tidak semua inti mempunyai n nukleon tetangga. Inti yang ada di sepanjang permukaan bola, tentunya akan memiliki jumlah tetangga lebih sedikit. Ini artinya nilai B = a v A terlalu besar dan harus dikurangi oleh inti yang ada di permukaan bola. Jika volume bola sebanding dengan A, maka luas permukaan bola sebanding dengan A 2/3, sehingga faktor koreksi akibat permukaan adalah a s A 2/3, di mana indeks s untuk surface. 3 dapat menuliskan energi ikat inti sebagai B = a v A a s A 2/3. Sekarang kita Persamaan terakhir memberikan kita f = a v as. Terlihat bahwa A 1/3 ungkapan tersebut belum benar karena memberikan nilai fraksi energi ikat f yang akan naik sejalan dengan kenaikan nomor massa A, tanpa pernah mencapai puncak untuk kemudian turun. Faktor koreksi berikutnya muncul dari kecenderungan proton untuk saling menjauh, yang tetunya mengurangi nilai energi ikatnya. Jika jumlah proton adalah Z dan maka energi ikat elektrosatisnya adalah B c (Ze)2 R, dengan R adalah jari-jari inti. Karena proton tidak mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka B c (Ze)2 Ze2 Z(Z 1)e 2 R R R =. Selanjutnya, karena volume inti sebanding dengan jumlah nukleon A, maka R A 1/3, sehingga faktor koreksi energi akibat gaya Z(Z 1) elektrostatis atau gaya Coloumb adalah a c, di mana indeks A 1/3 c untuk Coulumb. Dengan demikian, menurut model tetes cairan, 3 Dalam pembahasan energi ikat, energi ikat kita beri nilai positif. Dengan demikian, faktor koreksi energi yang menguatkan ikatan kita beri nilai positif, sedang faktor koreksi energi yang melemahkan ikatan kita beri nilai negatif.

41 2.2. MODEL TETES CAIRAN 27 energi ikat inti (nuclear binding energy, B) terdiri atas B = B v B s B c = a v A a s A 2/3 a c Z (Z 1) A 1/3. (2.2) Persamaan terakhir memberikan fraksi energi f = a v as A 1/3 a c Z(Z 1) A 4/3, yang menjamin bahwa sejalan dengan kenaikan A, fraksi energi f akan naik, mencapai nilai maksimum, dan kemudian turun. Sayangnya nilai tersebut belum benar-benar sama dengan data eksperimen. Ini berarti masih dibutuhkan suku koreksi yang lain. Koreksi berikutnya muncul dari model kulit. 4 Koreksi pertama (dari model kulit) terkait dengan perbandingan jumlah proton dan netron. Menurut larangan Pauli, dua buah proton (atau dua buah netron) tidak bisa menempati suatu keadaan yang sama. Dengan demikian, satu tingkat energi, hanya bisa ditempati maksimal 4 nukleon, yaitu sebuah netron spin up, sebuah netron spin down, sebuah proton spin up, dan sebuah proton spin down. Untuk inti simetris (N = Z), semua tingkat energi (selain tingkat tertinggi) akan terisi 4 nukleon. Sebaliknya untuk inti asimetris (N Z), tidak semua tingkat energi terisi 4 nukleon. Dengan demikian, energi minimum untuk membentuk inti asimetris lebih besar dari energi minimum inti simetris. Dengan kata lain, pada inti asimetri, sebagian dari energi ikat inti dipakai untuk membentuk pasangan asimetris ini. Koreksi (N Z) energi ikat terkait sifat asimetris diberikan oleh a 2 a, di mana indeks a untuk asymmetric. Koreksi kedua (dari model kulit) terkait dengan kecenderungan sesama proton untuk membentuk pasangan yang yang terdiri atas sebuah proton spin up dan sebuah proton spin down, sehingga energinya minimum. Hal yang sama berlaku untuk netron. Akibatnya sebuah inti dengan Z genap dan N genap (inti genap-genap), akan memiliki energi minimum yang berbeda bila dibandingkan dengan inti genap-ganjil, ganjil-genap, dan ganjil-ganjil. Mengingat hal ini, ditambahkan koreksi pasangan yang besarnya kita 4 Kita membahasnya di sini, sekalipun belum membahas model kulit, untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang SEMF. A

42 28 BAB 2. MODEL INTI KLASIK nyatakan sebagai δ. Koreksi ketiga (dari model kulit) terkait dengan konfigurasi nukleon dalam inti, di mana inti dengan jumlah proton dan atau netron sama dengan bilangan ajaib (magic number) akan memiliki energi ikat lebih besar. Dengan memperhatikan semua koreksi yang bersumber pada model tetes cairan dan model kulit, maka rumusan energi ikat inti adalah: B = B v B s B c B a + B p + B m = a v A a s A 2/3 Z (Z 1) (N Z) 2 a c A 1/3 a a + δ + η.(2.3) A Arti setiap suku pada pada persamaan di atas adalah B adalah energi ikat inti (binding energy) a v A adalah energi ikat yang dijabarkan dengan pendekatan volume a s A 2/3 adalah koreksi energi ikat akibat efek permukaan Z(Z 1) a c adalah koreksi energi ikat akibat gaya tolak Coulumb A 1/2 antar proton (N Z) a 2 a A adalah koreksi energi ikat akibat ketidaksamaan jumlah proton dan netron (asssymmetry, a) δ adalah koreksi energi ikat akibat sifat berpasangan (pairing, p) dari netron dan proton, di mana δ = 0 jika A ganjil, dan δ 0 untuk A genap. Lebih detail, δ berharga positif jika N dan Z genap, dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Ada dua ekspresi untuk δ, yaitu ap dan ap, dengan indeks p untuk A 3/4 A 1/2 pairing.. Keduanya diturunkan dari fitting data eksperimen, tanpa ada penurunan secara teoritis. η adalah koreksi energi inti akibat konfigurasi kulitnya, di mana η berharga positif jika N dan Z adalah bilangan ajaib. Persamaan (2.3) dikenal sebagai rumusan empiris untuk energi ikat inti atau massa ikat inti (the semi-empirical mass formula, SEMF).

43 2.2. MODEL TETES CAIRAN 29 Gambar 2.3: Plot fraksi energi ikat teoritis, dihitung sampai faktor koreksi yang berbeda, diplot sebagai fungsi A, dengan menggunakan koefisien a dari Ferbel pada Tabel 2.1. Perhatikan kemiripannya dengan hasil eksperimen pada Gambar 2.2. Rumusan di atas juga dikenal sebagai formula Weizsäcker 5 (atau lebih lengkapnya formula Bethe-Weizsäcker). Plot f teoritis sebagai fungsi A, dengan berbagai tingkat koreksi yang berbeda, ditunjukkan pada Gambar 2.3. Tabel 2.1: Berbagai set nilai konstanta untuk Persamaan (2.3). Nilai (MeV) a v a s a c a a δ A 3/4 A 1/2 A 3/4 A 3/4 A 3/4 A 1/2 Ref. Beiser Meyerhof Ferbel Kaplan Wapstra Rohif Sebagai persamaan semi-empiris, terdapat berbagai set nilai koefisien a (a v, a s, a c, a a, dan a p ), baik yang diperoleh dari fitting data 5 Mengacu pada Carl Friedrich von Weizsäcker yang mengajukan rumusan tersebut pada tahun 1935.

44 30 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.4: Plot fraksi energi ikat, dihitung sampai dengan suku asimetri, dengan menggunakan berbagai koefisien yang berbeda. Perhatikan kemiripannya satu sama lain. eksperimen maupun dari perhitungan teoritis, seperti ditunjukkan pada Tabel Plot fraksi energi yang dihitung dengan menggunakan berbagai set koefisien yang berbeda disajikan pada Gambar 2.4. Terlihat bahwa tiap set koefisien menghasilkan kurva dengan posisi puncak yang berbeda, dengan puncak kurva Ferbel paling dekat dekat dengan data experimen (A = 56), seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3. Contoh : Menghitung a v secara kualitatif Misalkan interaksi antar nukleon dimodelkan dengan cara sebuah netron melepaskan partikel dengan energi tertentu pada proton, sehingga proton berubah jadi netron dan netron berubah jadi proton. Dengan menggunakan model tersebut, hitunglah nilai a v pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)). Misalkan dipakai asumsi Z = N = 1 2A, maka ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi dalam model ini adalah Karena setiap interaksi melibatkan 2 nukleon, maka jumlah pa-

45 2.2. MODEL TETES CAIRAN 31 sangan yang terbentuk adalah 1 2 A. Karena reaksi hanya berlangsung satu arah, dalam arti yang satu melepaskan dan yang lain menerima, maka peluang sebuah nukleon (yang kelebihan energi) untuk menemukan nukleon lain (yang bisa menerima energi, untuk menjadi pasangannya) adalah 1 2. Jika suatu interaksi mempertukarkan energi sebesar ɛ, maka energi bersih yang dipertukarkan oleh setiap nukleon adalah 1 2 ɛ. Dengan demikian, total energi dalam suatu inti adalah E v = 1 2 A ɛ = ɛ 8 A. Membandingkan hasil di atas dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa a v = ɛ 8. Menurut Model Yukawa, energi dari partikel yang dipertukarkan adalah 140 MeV, sehingga a v = 17, 5 MeV. Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting. Contoh : Menghitung a s secara kualitatif Berilah gambaran kualitatif nilai a s pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)). Jika jari-jari inti adalah R = R 0 A 1(3, maka volume inti adalah 4 3 πr3 oa. karena inti mengandung A nukleon, berarti volume suatu nukleon adalah 4 3 πr3 o. Ini berarti jari-jari nukleon adalah R 0. Jika nukleon memiliki kerapatan konstan, maka jumlah nukleon yang berada pada permukaan inti N s, sebagai berikut N s = ( ) ( luas permukaan inti luas penampang nuleon kerapatan relatif nukleon pada permukaan inti ) = 4πR2 0 A2/3 πr 2 0 ρ R = 4ρ R A 2/3. Hal berikutnya yang perlu mendapat perhatian adalah berapakah pro-

46 32 BAB 2. MODEL INTI KLASIK sentasi luasan dari nukleon permukaan yang tidak berinteraksi dengan nukleon lain. Misalkan nilainya adalah S R, maka energi ikat permukaan adalah B S = a V 4ρ R S R A 2/3. Ini berarti bahwa a s = 4ρ R S R a V. Jika dipakai ρ R = 1 2 dan S R = 1 2, maka didapatkan a s = a V. Kondisi yang lebih tepat adalah ρ R < 1 2 dan S R > 1 2, sehingga didapatkan nilai a s bisa lebih besar atau lebih kecil, tetapi cukup dekat dengan nilai a v. Contoh : Menghitung a c secara kualitatif Hitunglah nilai a c pada rumus energi ikat empiris (Pers. (2.3)). r q 1 =(Ze/R 3 )r 3 dr q 2 =3(Ze/R 3 )r 2 dr Gambar 2.5: Muatan elektrostatis pada inti Misalkan kita anggap bahwa proton tersebar secara homogen pada inti. Untuk inti yang terdiri atas Z proton dan memiliki jari-jari R, maka rapat muatannya adalah ρ = Ze 4 3 πr3. Sekarang kita akan menghitung energi elektrostatik antara muatan dalam bola dengan jari r dan muatan pada selubung luar dengan ketebalan dr, seperti diperlihatkan pada Gambar 2.5. Muatan pada Ze 4 bola dengan jari-jari r adalah 4 3 πr3 3 πr3 = Ze r 3. Sementara itu, R 3 muatan pada selubung adalah Ze 4 4πr2 dr = 3 Ze r 2 dr. Selanjutnya 3 πr3 R 3

47 2.2. MODEL TETES CAIRAN 33 kita hitung energi potensial antara keduanya B c = 1 R Ze 4πε 0 0 R 3 r3 3 Ze R 3 r2 dr 1 r = 3 (Ze)2 4πε 0 R 6 R 0 r 4 dr = 1 4πε 0 3 (Ze) 2 5R. Dengan memanfaatkan hubungan R = R 0 A 1/3, didapatkan ( 1 e 2 ) 3 Z 2 B c = 4πε 0 R 0 5 A 1/3. Selanjutnya, karena Z proton tidak mungkin berinteraksi dengan dirinya sendiri, maka B c = = ( 1 e 2 ) 3 Z 2 ( 1 4πε 0 R 0 5 A 1/3 ( 3 1 e 2 ) Z (Z 1) 5 4πε 0 A 1/3. R 0 4πε 0 e 2 R 0 ) 3 5 Z A 1/3 Membandingkan hasil terakhir dengan Pers. (2.3), didapatkan bahwa e 2 a c = 3 1 joule 5 4πε 0 R 0 = , 44 MeV fm = 0, 72 MeV. 1, 2 fm Nilai ini sangat dekat dengan nilai hasil fitting. Contoh : Menghitung a a secara kualitatif Hitunglah nilai a a pada rumus energi ikat empiris (pers. (2.3)). Kita tinjau 2 inti isobar dengan nomor massa A. Misalkan inti pertama memiliki Z = N = 1 2A, sedangkan inti kedua memiliki N > Z, di mana selisih netron dan proton adalah N Z. Ini berarti bahwa inti kedua dapat diperoleh dengan cara merubah 1 2 (N Z) proton menjadi netron dan memindahkan posisinya 1 2 (N Z) lebih tinggi. Untuk merubah sebuah proton menjadi sebuah netron dibutuhkan energi sebesar N Z A E p n, 6 di mana untuk memindahkannya 6 Faktor setengah yang pertama terkait dengan peluang untuk menemukan

48 34 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.6: Susunan simetri (kiri) dan susunan asimetri (kanan). Perhatikan bahwa susunan asimetri dapat diperoleh dengan merubah 1 2 (N Z) proton menjadi 1 2 (N Z) netron, dan memindahkannya sejauh 1 2 (N Z) tingkat lebih tinggi. Untuk itu diperlukan energi. ke posisi 1 2 (N Z) lebih tinggi diperlukan energi sebesar 1 2 (N Z) ɛ, dengan ɛ adalah beda energi antar tingkat. Jika jarak antar tingkat energi adalah sama, tiap tingkat energi diisi 2 netron dan 2 proton, dan energi tertinggi adalah E F, maka ɛ = demikian E F 2(N+Z) B a = (jumlah proton yg diubah menjadi netron) = = = E F 2A. [(energi untuk merubah proton menjadi netron)+ Dengan (energi untuk memindahkan proton ke tingkat lebih tinggi)] [ ] [ 1 1 (N Z) (N Z) E p n A 2 (N Z) E ] F 2A [ ] (N Z)2 1 A 8 (E p n + E F ). Dengan membandingkan persamaan di atas dengan Persamaan (2.3), didapatkan a a = 1 8 (E p n + E F ). Menurut model Yukawa E p n = 140 MeV, sedangkan menurut model Fermi E F 33 MeV, sehingga netron di sekitar proton. Faktor setengah berikutnya terkait dengan pola reaksi yang bersifat satu arah. Faktor N Z terkait dengan peluang menemukan netron A secara tak berapasangan dalam inti.

49 2.2. MODEL TETES CAIRAN 35 a a 22, 125 MeV. Nilai ini sangat dekat nilai hasil fitting. Contoh : Memahami suku koreksi akibat sifat berpasangan Jelaskan alasan munculnya tanda plus, minus, dan nol untuk suku koreksi akibat sifat berpasangan dari nukleon, δ, pada pers. (2.3). Setiap nukleon hanya punya dua kemungkinan nilai spin, yaitu spin up dan spin down. Dengan demikian, masing-masing netron dan proton akan membentuk pasangan spin dan mempunyai energi minimal jika jumlahnya genap. Untuk A ganjil, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - ganjil dan ganjil - genap. Kedua kombinasi tersebut menyisakan satu proton atau satu netron tak berpasangan. Kondisi tersebut adalah kondisi yang harus terjadi dan tidak ada kondisi lain yang mungkin. Dengan demikian tidak ada faktor koreksi terkait dengan sifat berpasangan ini, δ = 0. Tabel 2.2: Jumlah isotop stabil dan berumur anjang untuk berbagai kombinasi jumlah proton dan jumlah netron. A genap ganjil Z genap ganjil genap ganjil N genap ganjil ganjil genap Stabil Bermur panjang Total Untuk A genap, maka ada dua kemungkinan kombinasi nilai N dan Z, yaitu genap - genap dan ganjil - ganjil. Kombinasi genapgenap tidak menyisakan nukleon tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya maksimum, sehingga suku koreksinya bersifat menambah energi ikat dan berharga positif. Kombinasi ganjil - ganjil menyisakan satu netron dan satu proton tak berpasangan. Ini adalah kondisi di mana energi ikatnya minimum, sehingga suku koreksinya bersifat mengurangi energi ikat dan berharga negatif. Dengan mengkuti logika di atas, berarti inti cenderung stabil jika memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk genap-genap dan

50 36 BAB 2. MODEL INTI KLASIK cenderung tidak stabil jika memiliki kombinasi proton-netron dalam bentuk ganjil-ganjil. Jumlah isotop stabil untuk berbagai kombinasi Z dan N disajkan pada Tabel 2.2. Contoh : Menuliskan suku koreksi akibat sifat berpasangan Tuliskan ungkapan matematis untuk suku koreksi akibat sifat berpasangan. Karena suku koreksi akibat sifat berpasangan bernilai nol untuk proton-netron ganjil genap dan genap ganjil, bernilai positif untuk kombinasi genap-genap, serta bernilai negatif untuk kombinasi ganjilganjil, maka nilainya dapat dinyatakn sebagai B p = 1 2 ( ( 1) Z + ( 1) N) a p A 3/4. Contoh : Menghitung B Hitunglah nilai energi ikat dan fraksi energi ikat untuk inti 16 O. Dengan memanfaatkan rumusan SEMF dan koefisien Meyerhof, didapatkan B v = a v A = = 256 MeV B s = a s A 2/3 = /3 = 114, 29 MeV Z (Z 1) 8 (8 1) B c = a c A 1/3 = 0, /3 = 16 MeV. B a = a a (A 2Z) 2 A = 23, 5 (16 2 8)2 16 = 0. Dengan demikian, energi ikat O 2 menurut SEMF adalah = 125, 71 MeV. Sebagai perbandingan, kita dapat menghitung nilai energi ikat (yang

51 2.2. MODEL TETES CAIRAN 37 sebenarnya) dengan memanfaatkan Persamaan (2.4), B (O 16) = [8M H + (16 8) m n M atom (O 16)] c 2 = [8 1, , , ] 931, 5 MeV = 128, 45 MeV. Ternyata nilai pendekatan SEMF cukup dekat dengan nilai sebenarnya, dengan tingkat kesalahan 2,13%, sehingga cukup valid untuk digunakan menghitung B. Model tetes cairan dengan SEMF-nya terbukti berhasil menerangkan berbagai fenomena eksperimen berikut. Fraksi energi ikat, yaitu energi ikat per nukleon atau energi ikat inti dibagi jumlah nukleon penyusunnya, f = B A. Fungsi f sampai suku asimetri, adalah f = a v a s A 1/3 a c Z (Z 1) A 4/3 a a ( 1 2Z A ) 2. (2.4) Selanjutnya, jika dipakai hasil (2.6) akan didapatkan f sebagai fungsi A sebagai berikut f = a v a s A 1/3 a ( 1 c 4 A1/2 1 2 A 1/2 γ 2 A1/6) ( + a a 1 + γa 2/3 A ) 2 ( A 3/4 + γa 1/2) 2 (2.5) di mana γ = ac 4a a. Dengan memilih f A = 0, model ini juga bisa meramalkan nilai A 0 yang menghasilkan inti paling stabil. Kurva f A sebagai fungsi A ditunjukkan pada Gambar 2.7. Pita kestabilan inti, di mana sebuah inti dengan nilai A tertentu akan stabil untuk nilai Z tertentu. Untuk A ganjil maka δ = 0, sehingga untuk suatu nilai A, hanya terdapat satu macam nilai

52 38 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.7: Plot df da sebagai fungsi A. Inti dengan f maksimum ditunjukkan oleh df da = 0. Z yang menghasilkan inti stabil, yaitu Z = A/2 ( ). (2.6) 1 + ac 4a a A 2/3 Untuk A genap, maka terdapat lebih dari satu nilai Z yang menghasilkan inti stabil. Selanjutnya, model ini juga berhasil mereproduksi kurva kestabilan initi, jumlah netron N sebagai fungsi jumlah proton Z. Contoh : Fraksi energi ikat Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)) dan hubungan A dan Z untuk inti stabil (Persamaan (2.6)), turunkan ungkapan untuk f sebagai fungsi A, Nilai f sampai dengan suku asimetri adalah f a v a s A 1/3 a c Z (Z 1) A 3/2 + a a ( 1 2Z A ) 2.

53 2.2. MODEL TETES CAIRAN 39 Selanjutnya, karena Z = A/2 (1+γA 2/3 ) dengan γ = ac 4a a, maka ( ) A/2 A/2 f = a v a s A 1/3 (1+γA 2/3 ) (1+γA 2/3 ) 1 ( ) 2 A a c a a 1 ( ) 1 + γa 2/3 A 3/2 ( A A = a v a s A 1/3 2 2 a ( 1 + γa 2/3)) [( A ) 3/2 1 + γa 2/3 c ( ) A ] γa 2/3 2 a a ( ) 1 + γa 2/3 2 = a v a s A 1/3 ( ac 4 A 2 ac 2 A γac 2 A5/3) [( A ) 3/2 1 + γa 2/3 ( ) A ] γa 2/3 2 a a ( ) 1 + γa 2/3 2 = a v a s A 1/3 a c ( 1 4 A1/2 1 2 A 1/2 γ 2 A1/6) ( 1 + γa 2/3 ) 2 a a ( 1 + γa 2/3 A ) 2 ( 1 + γa 2/3 ) 2 = a v a s A 1/3 a ( 1 c 4 A1/2 1 2 A 1/2 γ 2 A1/6) ( + a a 1 + γa 2/3 A ) 2 ( A 3/4 + γa 1/2) 2. Contoh : Kestabilan inti Dengan mengunakan rumus energi ikat semi-empiris (Pers. (2.3)), turunkan hubungan antara nomor atom Z dan nomor massa A supaya inti menjadi stabil, jika A ganjil. Kondisi setimbang didapatkan pada saat B maksimum. matematis, hal tersebut bersesuaian dengan db dz Persamaan (2.3) Secara = 0. Kita nyatakan B a v A a s A 2/3 Z 2 a c A 1/3 a (A 2Z) 2 a A ± δ + η. Untuk A ganjil, maka δ = 0, sehingga db dz = 2a cz A 1/3 2a ( a (A 2Z) ( 2) 2ac = Z A A 1/3 + 8a ) a + 4a a = 0, A atau Z = 4a ( a ) = 2ac + 48a A 1/3 A A/2 ( ac 4a a A 2/3 + 1 ) = A/2 ( ). (2.7) 1 + ac 4a a A 2/3

54 40 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.8: Panel kiri: kurva kestabilan inti (yang dikenal sebagai kurva Segre), dihitung menurut pers. (2.6) (garis biru) dibandingkan Z = A 2 (garis merah). Panel kanan: data eksperimen untuk kestabilan inti (sumber: wikipedia) Dari Persamaan (2.7), terlihat bahwa Untuk A kecil, keadaan stabil tercapai bila Z A 2 atau N = Z. Untuk A besar, keadaan stabil tercapai N > Z. Penyimpangan tersebut terjadi karena efek gaya tolak elektrostatis. Andaikan tidak ada gaya elektrostatis (a c = 0), maka Z = A 2 untuk sebarang nilai A. Garis kestabilan inti (N = A Z sebagai fungsi Z) ditunjukkan pada Gambar 2.8. Inti yang berada di luar kurva kestabilan akan cenderung mendekati kurva dengan memancarkan partikel tertentu. Contoh : Mencari inti stabil Carilah inti stabil yang nomor massanya adalah 43. A/2 1+ ac Dengan menggunakan rumusan Z =, maka untuk 4aa A2/3 A = 43, didapatkan Z = 19, 7 20, yang berarti intinya adalah Ca. Faktanya, dari 24 isotop Ca (mulai dari Ca-34 sampai dengan Ca-57), terdapat 4 isotop stabil, dan Ca-43 adalah salah satunya..

55 2.2. MODEL TETES CAIRAN 41 Contoh : Inti paling stabil jika Z = 1 2 A Dengan memanfaatkan rumusan energi ikat f, dan menganggap Z = 1 2A, carilah nilai A yang menghasilkan inti paling stabil. Jika dianggap Z = 1 2A, maka rumusan untuk energi ikat inti adalah dan fraksi energi ikatnya adalah B a v A a s A 2/3 a c Z 2 A 1/3, f = B A a v a s A 1/3 a c Z 2 A 4/3 = a v a s A 1/3 a c 4 A2/3. Inti paling stabil akan memiliki nomor massa A yang memenuhi df da = 0. Dengan memanfaatkan rumusan f di atas, didapatkan df da = 1 3 a sa 4/3 1 6 a ca 1/3 = 0, sehingga didapatkan A = 2a s /a c. Dengan memanfaatkan nilai a s = MeV dan a c = 0.72 MeV, didapatkan A 0 = Jika dipakai A/2 Z =, maka diperoleh nilai A 1+ ac 0 yang berbeda, tergantung pada nilai koefisiennya, seperti ditunjukkan pada Gambar aa A2/3 Sejauh ini, eksperimen menunjukkan bahwa A 0 = 56. Inti dengan A < A 0 akan cenderung melakukan reaksi fusi, sedang inti dengan A > A 0 akan cenderung melakukan reaksi fisi. Contoh : Menentukan R 0 Tentukan nilai R 0 dari data eksperimen pada gambar 2.9. Gambar 2.9 menunjukkan nilai energi Coulumb B c dari nukleon, diplot sebagai fungsi nomor massa A 2/3. Dengan memanfaatkan nilai

56 42 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.9: Energi Coulumb inti sebagai fungsi nomor massa A 2/3 (sumber: Krane, 1988). didapatkan B c = 3 Z (Z 1) e 2 5 4πε 0 R e 2 = 3 1 Z (Z 1) 5 4πε 0 R 0 A 1/3, B c = B c (Z + 1) B c (Z) e 2 = 3 1 [(Z + 1) Z Z (Z 1)] 5 4πε 0 R 0 A1/3 = 3 e 2 [ ] 1 2Z 5 4πε 0 A 1/3. R 0 Dengan menganggap A 2Z, didapatkan e 2 B c = 3 1 A 2/3. 5 4πε 0 R 0 Dari plot B c sebagai fungsi A 2/3 pada Gambar 2.9, didapatkan slope db c e 2 1 4πε 0 R 0 d(a 2/3 ) = 0, 71 MeV. Ini berarti 3 5 e 2 4πε 0 = 1, MeV fm, didapatkan R 0 = 3 5 = 0, 71 MeV. Jika dipakai 1, ,71 1, 2169 fm, cu-

57 2.2. MODEL TETES CAIRAN 43 kup dekat dengan harga dugaan teoretis R 0 = 1, 2 fm. Contoh : Mencari ekspresi jari-jari inti (Beiser 11.19) Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa energi Coulomb dari Z proton yang terdistribusi ke seluruh inti adalah B C = 3 Z(Z 1)e 2 5 4πɛ 0 R. Sekarang kita pakai formula tersebut untuk meninjau sepasang inti cermin, dengan A sama tetapi Z berselisih 1. Jika perbedaan massa antara dua inti cermin M (beda massa kedua inti) ditimbulkan oleh m (beda massa antara 1 1 H dan netron) dan energi Coulumb (B c )-nya, carilah formula untuk jari-jari inti R. Gunakan formula R untuk mencari jari-jari sepasang inti cermin 15 8 O, jika perbedaan massa antara , 00296u. O dan 15 7 N adalah M = Ditinjau dari aspek massa, perbedaan energi antara sepasang inti cermin adalah B = ( M + m) c 2. Karena sepasang inti cermin memiliki nilai A dan N Z yang sama, maka menurut SEMF semua komponen energinya sama, kecuali komponen energi Coulumb. Dengan demikian, beda energi ikat pada sepasang inti cermin adalah B C = B C (Z + 1) B C (Z) = 3 (Z + 1) Ze 2 3 Z (Z 1) e 2 = 3 e 2 2Z 5 4πɛ 0 R 5 4πɛ 0 R 5 4πɛ 0 R = a 2ZR 0 c R. Dengan memanfaatkan B = ( M + m) c 2, didapatkan nilai jarijari inti R = a c 2ZR 0 ( M + m) c 2. Untuk pasangan inti cermin 15 N dan 15O maka Z = 7, sehingga R = 0, 72 MeV x1,2 fm (0, ,.0014) 931,5 MeV = 2, 9782 fm.

58 44 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Contoh : Kestabilan bintang netron Dengan menggunakan SEMF, dugalah perangai bintang netron supaya stabil. Bayangkan bintang netron sebagai inti raksasa yang tersusun atas netron saja. Dengan mengikutsertakan energi gravitasi, SEMF dapat ditulis sebagai B a v A a s A 2/3 Z (Z 1) (A 2Z) 2 A (A 1) a c A 1/3 a a ±δ +η +a g A A 1/3. Suku terakhir adalah suku yang berasal dari energi tarik gravitasi. Nilai a g dapat dihitung dengan cara yang sama dengan a c, sehingga didapatkan a g = 3 5 G m2 n R 0 joule. Jika sebuah bintang hanya terdiri atas netron, berarti Z = 0 dan B c = 0. Karena ukuran bintang sangat besar, maka suku permukaan bisa diabaikan. Dengan demikian, persamaan energi sehingga ukuran bintang mencapai batas atau energi ikatnya nol, adalah B a v A a a A + a g A 5/3 = 0, atau a v a a + a g A 2/3 = 0, Dengan menggunakan nilai a v dan a a, didapatkan a g A 2/3 = 3 5 G m2 n R 0 A 2/3 = 7.5 MeV. Selanjutnya, dengan mengunakan G = 6, Jmkg 2 dan m n = 1, kg, didapatkan kondisi batas untuk bintang netron A , R 4, 3 km, dan M = 0, 045 M O, dengan M O adalah massa matahari. Perhitungan yang lebih teliti menghasilkan M = 0.1 M O.

59 2.2. MODEL TETES CAIRAN 45 Contoh : Inti sferis Sejauh ini kita selalu menganggap bahwa inti berbentuk bulat. Misalkan inti terdeformasi dan berbentuk sferis dengan jari-jari mayor a = R (1 + ɛ) dan jari-jari minor b = R (1 + ɛ) 1/2, dengan ɛ adalah parameter deformasi. Akibatnya, luas permukaannya menjadi A sferis = A bulat 1 + ( 2 5 ɛ2) dan jari-jari rata-ratanya menjadi ( R sferis = R bulat ɛ2). Carilah perubahan energinya. Akibat perubahan luas permukaan dan jari-jari, maka komponen energi yang mengalami perubahan adalah energi permukaan B s dan energi Coulumbnya B c berubah. Dengan demikian B = B s + B [( c = B s ) ] 5 ɛ2 1 + B c [(1 15 ) ] ɛ2 1 = ɛ2 5 (2B s B c ). Selama B > 0, maka inti bersifat stabil, dalam arti deformasinya tidak merusak inti. Karena B s = a s A 2/3 Z(Z 1) dan B c = a c, maka A 1/3 inti akan akan stabil selama Z(Z 1) A < 2as a c. Contoh : Plot massa inti sebagai fungsi Z Turunkan ungkapan massa inti sebagai fungsi Z. Rumus energi dalam inti dapat ditulis sebagai M atom (A, Z) c 2 = ZM p c 2 + (A Z) M n c 2 B + Zm e c 2. Dengan menggunakan nilai B dari Persamaan (2.3) dan menatanya sebagai B = a v A + a s A 2/3 + a c A 1/3 Z2 a c A 1/3 Z + a aa + 4a a A Z2 4a a Z,

60 46 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.10: Plot energi sebagai fungsi Z, untuk A = 135. Kurva hampiran didapatkan dengan menggunakan Persamaan (2.8), sedang nilai eksperimen didapatkan dengan menggunakan persamaan E (A, Z) = [M (A, Z) Zm e ] c 2, di mana M (A, Z) adalah berat molekul. Terlihat bahwa A = 135 akan stabil jika Z = 56. maka didapatkan di mana M atom (A, Z) c 2 = αz 2 + βz + γ, (2.8) α = a c A 1/3 + 4a a A β = (M n M p m e ) c 2 4a a ( γ = M n c 2 a v + a a + a ) s A 1/3 A. Terlihat bahwa, M atom adalah fungsi kuadratik dari Z dengan nilai minimum pada

61 2.3. MODEL GAS FERMI 47 Z min = b 2a = (M p M n + m e ) c 2 ac 4a A 1/3 a ( ) 2 ac + 4aa A 1/3 A A/2 1 + ac 4a a A 2/3. Nilai [ M atom c 2] minimum menunjukkan B maksimum. Ini berarti bahwa nilai [ M atom c 2] terkait dengan inti paling stabil untuk suatu minimum A tertentu. Contoh plot M atom c 2 sebagai fungsi Z untuk A yang konstan ditunjukkan pada Gambar Model Gas Fermi Seperti kita diskusikan di awal bab, bahwa suatu model inti biasanya hanya bisa menjelaskan suatu fenomena, tetapi seringkali belum bisa menjelaskan fenomena yang lain. Sebagai contoh, model tetes cairan bisa menjelaskan kestabilan inti, tetapi tidak bisa menjelaskan munculnya suku koreksi asimetri pada SEMF. Sekarang kita akan diskusikan Model Gas Fermi (MGF) yang merupakan pendekatan independen yang paling sederhana. Dalam model gas Fermi, suatu nukleon diperlakukan sebagai suatu partikel atau fermion dalam gas fermion yang menempati ruang sebesar volume inti. Suatu fermion dianggap tidak berinteraksi satu sama lain, atau berinteraksi dengan gaya yang sangat lemah. Posisi suatu fermion diberikan oleh 6 koordinat, yaitu 3 koordinat ruang (x, y, dan z) dan 3 koordinat momentum (p x, p y, dan p z ). Dengan demikian elemen volumenya adalah dγ = dx dy dz dp x dp y dp z. Kekhasan nilai energi suatu nukleon dipengaruhi oleh koordinat momentumnya dan tidak dipengaruhi koordinat ruangnya. Dengan demikian, kita dapat mengintegrasikan elemen volume spasial dan menuliskan volume 6 dimensi sebagai dγ = V dp x dp y dp z, dengan V adalah volume spasial. Biasanya akan lebih mudah menyatakan koordinat momentum dalam koordinat bola, sehingga elemen volumnya

62 48 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Gambar 2.11: Gambaran gas fermion untuk netron dan proton (sumber: Loveland, 2006). adalah dγ = V 4πp 2 dp (di mana p 2 = p 2 x + p 2 y + p 2 z), dan volume bola inti dalam koordinat 6 dimensi adalah Γ = 4 3 πp3 V. Mengacu pada ketidakpastian Heisenberg, suatu fermion akan menempati ruang sebesar [( x) ( p x )] 3 (2π ) 3. Dengan demikian, jumlah keadaan energi yang tersedia dalam inti adalah N = 4 volume bola ruang per partikel = 3 πp3 V (2π ) 3 = 4πp3 V 3 (2π ) 3. Model gas Fermi mempunyai dua cara pandang terhadap nukleon, yaitu memandang proton dan netron sebagai partikel yang sama (isospin) dengan dengan jumlah A memandang proton dan netron sebagai partikel berbeda, masingmasing dengan jumlah Z dan A Z Dalam cara pandang isospin, tiap keadaan energi dapat terisi 4 nukleon, yaitu proton spin up (s = ), proton spin down (s = 1 2 ), netron spin up, dan netron spin down. Dengan demikian, jumlah keadaan energinya adalah N = 16πp3 V 3 (2π ) 3. (2.9)

63 2.3. MODEL GAS FERMI 49 Jika seluruh A nukleon ditempatkan pada keadaan energi yang ada, maka energi tertingginya dikenal sebagai energi Fermi (E F ) dengan nilai momentum tertingginya adalah momentum Fermi (p F ). Selanjutnya dengan memanfaatkan fakta bahwa volume spasial adalah V = 4 3 πr3 0A dan N = A, maka didapatkan nilai momentum Fermi p F = 2R 0 (9π) 1/3. Dengan memanfaatkan hubungan E = p2 2m, didapatkan E F = 2 8mR0 2 (9π) 2/3. Mengacu Persamaan (2.9), jumlah nukleon dengan energi antara E E + de adalah dn = 16πp2 V (2π ) 3 dp = 16πp2 4 3 πr3 0 A (2π ) 3 dp = 8 3π = 4 ( ) 3 R0 (2m) 3/2 AE 1/2 de. 3π ( R0 ) 3 Ap 2 dp Dengan menggunakan persamaan terakhir, energi rata-rata nukleon dapat dihitung sebagai Ē = EF 0 EdN EF 0 dn = EF 0 E 3/2 de EF 0 E 1/2 de = 2 5 E5/2 F 2 3 E3/2 F = 3 5 E F, (2.10) sehingga energi total nukleonnya adalah E = ĒA = 3 5 E F A. Contoh : Menghitung panjang gelombang de Broglie Hitunglah panjang gelombang de Broglie dari nukleon yang bergerak dengan energi rata-rata dalam inti Pb-208? Anggap R 0 = 1, 2 fm.

64 50 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Energi Fermi dari nukleon pada inti Pb-202 adalah E F = = 2 8mR0 2 (9π) 2/3 = ( c)2 8mc 2 R0 2 (9π) 2/3 (197, 3 MeV fm) 2 8 (201, , 5 MeV) (1, 2 fm) 2 (9π)2/3 = 27 MeV. Mengacu pada Gambar 2.11, didapatkan potensial intinya adalah V inti = = 35 MeV. Mengacu pada Persamaan (2.10), energi rata-rata nukleon adalah Ē = = 16 MeV. Selanjutnya, panjang gelombang de Broglienya adalah λ = h p = 2π 2mEF = 2π c 2mc 2 E F = 2π (197, 3 MeV fm) 2 (201, , 5 MeV) 16 MeV = 5, 487 fm. Contoh : Menghitung tekanan pada inti Jika suatu inti dengan volume V dan N = Z = A 2 di mana K konstanta, hitunglah tekanannya. dan A = KV E3/2 F, Tekanan suatu gas diberikan oleh p = E V = 3 5 A E F V. Untuk menghitung E F V, kita manfaatkan batasan nilai A = KV E3/2 F. Karena A konstan, maka A V = 0 atau KE3/2 F +KV 3 2 E1/2 E F F V = 0. Dengan demikian, E F V = 2 E F 3 V, sehingga p = 3 5 A 2 E F 3 V = 2 A 5 V E F = 2 5 ρ NE F. Contoh : Menghitung E p F dan En F Tinjau proton dan netron sebagai dua jenis fermion yang berbeda. Hitunglah energi Fermi untuk proton (E p F ) dan energi Fermi untuk netron (E n F ) Jika proton dianggap sebagai partikel berbeda, maka jumlah pro-

65 2.3. MODEL GAS FERMI 51 ton dengan energi antara E E + de adalah dn p = 2 3π ( R0 Karena jumlah proton adalah Z, maka E p F 0 dn p = 2 3π ( R0 ) 3 (2m) 3/2 AE 1/2 de. ) 3 (2m) 3/2 A 2 ( E p ) 3/2 F = Z 3 ( 9πZ ) 2/3 ( 4A = 2Z ) 2/3. EF A Dengan cara yang sa- atau E p F = 2 2mR0 2 ma dan dengan mengingat jumlah netron adalah A Z, didapatkan E n F = 2 2mR 2 0 ( 9π(A Z) 4A ) 2/3 = EF ( 2(A Z) A Contoh : Menghitung suku asimetri ) 2/3. Hitunglah energi asimetri B a dengan menggunakan model gas Fermi. Energi asimetri adalah selisih energi jika N Z terhadap energi jika N = Z. Untuk itu kita hitung energi kinetik total untuk kondisi N Z dan kondisi N = Z, dengan menggunakan model gas Fermi, di mana kita perlakukan proton dan netron sebagai 2 gas fermi yang berbeda. Dengan memanfaatkan hasil yang sudah ada, didapatkan E = E Z N tot Etot Z=N [ 3 = 5 Ep F Z + 3 ] 5 En F (A Z) 3 5 E F A [ (2Z = 3 ) 2/3 ( ) 2 (A Z) 2/3 5 E F Z + (A Z) A] A A [ (2Z = 3 ) 5 E A 5/3 ( ) 2 (A Z) 5/3 F + 2] 2 A A [ (2Z = 3 ) 5/3 ( 10 E F A + 2 2Z ) ] 5/3 2 A A

66 52 BAB 2. MODEL INTI KLASIK Jika dimisalkan δ = 1 2Z A 1, maka E = 3 [ ] 10 E F A (1 δ) 5/3 + (1 + δ) 5/3 2 3 [( 10 E F A δ + 5 ) ( δ δ + 5 ) ] δ2 2 = 1 ( 3 E F A 1 2Z ) 2 = 3 A 10 E F A 10 9 δ2 E = 1 3 E (N Z) 2 F A Dalam penurunan di atas dipakai deret Taylor (1 ± δ) n = 1 ± nδ ± +n (n 1) 1 2 δ2 ±... Hasil di atas, menunjukkan bahwa keadaan tak simetris (N Z) memiliki energi kinetik lebih besar dibanding keadaan simetris (N = Z). Ini berarti keadaan simetris memiliki energi ikat lebih besar dan karenanya, jika suatu inti tak simetris, maka ada reduksi energi ikat yang muncul sebagai faktor koreksi asimetris (lihat Persamaan (2.3)), yang besarnya persis sama dengan ungkapan di atas, yaitu B a = 1 3 E F (N Z)2 (A 2Z) A = a 2 a A dan a a = 1 3 E F. Contoh : Menghitung energi koreksi akibat asimetri Hitunglah energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208? Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa E F = 27 MeV. Dengan demikian, energi koreksi akibat asimetri pada inti Pb-208 adalah B a = 1 3 E (A 2Z) 2 F A = )2 27( , 77 MeV. Contoh : Menganalisis bintang katai putih Hitunglah jari-jari kesetimbangan bintang katai putih (yaitu jari-jari yang dibutuhkan supaya bintang tidak runtuh). Energi gravitasi dari sebuah bintang dengan massa M adalah

67 2.3. MODEL GAS FERMI 53 E G = 3 5 G M r, sedang energi Ferminya adalah E F = n e EF e = n e 3 5 E F e, dengan n e adalah jumlah elektron. Dengan demikian, energi total bintang adalah E (r) = 3 5 n ee F e 3 5 GM r. Jika terdapat n nukleon maka jumlah intinya adalah n A elektronnya adalah n e = n A Z = n Z A = nx, sehingga dan jumlah E (r) = 3 5 nxe F e 3 5 GM r, ( di mana E F e = h2 3n ) ) 2/3 2/3 8m e πv = h 2 3n π = h πr3 dan M = nm p. Kondisi setimbang didapatkan ketika de dr 8m e ( ( 9n ) 2/3 1 8m e, 4π 2 r 2 = 0 atau ( ( 2) h2 9n ) 2/3 1 8m e ( 1) 3 4π 2 r0 3 5 G n2 m 2 p = 0, yang memberikan kita r r0 2 0 = ( xh 2 9 4m e xn ) 2/3 1. Bintang katai putih tidak mungkin memiliki 4π 2 Gnm 2 p jari-jari yang lebih kecil dari r 0. Hasil yang sama dapat dipakai untuk bintang netron, dengan memanfaatkan fakta bahwa x = 1 dan mengganti m e dengan m p. Dengan cara yang sama, kita bisa mendapatkan m 0 atau massa minimum yang dikenal sebagai batas Chadrasekkar. Keberhasilan model gas fermi dalam menerangkan kehadiran dan cara menghitung nilai suku asimetri serta nilai potensial inti menempatkannya sebagai batu loncatan yang penting dalam memahami perilaku inti atom.

68 54 BAB 2. MODEL INTI KLASIK

69 Bab 3 Model Inti Kuantum 3.1 Model Kulit Motivasi model kulit Sekalipun model tetes cairan dan model gas Fermi cukup berhasil menerangkan berbagai fenomena inti, khususnya terkait dengan energi dan kestabilan inti, masih ada hasil eksperimen yang belum bisa dijelaskan. Salah satu fakta eksperimen yang cukup mencolok adalah keberadaan bilangan ajaib (magic number), yaitu 2, 8, 20, 28, 50, 82, dan 126. Kemunculan bilangan ajaib bisa terwujud dalam bentuk bilangan ajaib tunggal, di mana suatu inti memiliki Z bilangan ajaib, dengan nilai N sembarang bilangan ajaib tunggal, di mana suatu inti memiliki N bilangan ajaib, dengan nilai Z sembarang bilangan ajaib ganda, di mana suatu inti memiliki N dan Z bilangan ajaib. Contoh : Inti dengan bilangan ajaib ganda Berikan contoh inti dengan bilangan ajaib ganda dan jelaskan keistimewaan masing-masing. 55

70 56 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Contoh inti dengan bilangan ajaib ganda antara lain adalah He-4, O-16, Ca-40, Ca-48, Ni-48, dan Pb-208. Keistimewan masing-masing inti tersebut adalah sebagai berikut. He-4 adalah isotop paling stabil. Ca-40 adalah isotop dengan N = Z, yang terberat. Ca-48 adalah isotop ringan dengan dengan N/Z terbesar, Ni-48 adalah isotop ringan dengan dengan N/Z terkecil setelah He-3. Pb-208 adalah isotop stabil terberat. Lalu, bagaimanakah sifat inti yang memiliki bilangan ajaib? Dari data eksperimen, diketahui bahwa isotop dengan bilangan ajaib bersifat stabil. Kestabilannya terukur dari fakta eksperimen berikut. Jumlah inti stabil dengan bilangan ajaib lebih banyak dibanding inti stabil yang lain (lihat Gambar 3.1 dan contoh soal). Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki kelimpahan isotop lebih besar dibanding inti stabil yang lain (lihat Gambar 3.2). Energi separasi netron dengan N = bilangan ajaib + 1 sangat kecil, yang berarti inti dengan bilangan ajaib mudah dihasilkan dari separasi netron dari inti lain dengan nomor massa satu angka lebih besar (lihat Gambar 3.3). Sebaliknya, energi separasi netron untuk inti dengan dengan N = bilangan ajaib adalah sangat tinggi, yang berarti sangat sulit untuk mengubah inti dengan magic number menjadi inti lain (lihat Gambar 3.4). Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki energi eksitasi yang besar (lihat Gambar 3.5). Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki tampang reaksi netron yang rendah (lihat Gambar 3.6). Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki momen quadrupol hampir nol (lihat Gambar 3.7). Inti stabil dengan bilangan ajaib merupakan akhir dari deret radioaktif (lihat contoh soal).

71 3.1. MODEL KULIT 57 Gambar 3.1: Jumlah isotop stabil sebagai fungsi jumlah netron N. (sumber: Contoh : Menghitung isotop stabil dengan N = 20 Menurut Gambar 3.1, terdapat 5 isotop stabil dengan N = 20. Tulislah kelima isotop tersebut Kelima isotop stabil dengan N = 20 adalah 16 S 36, 17 Cl 37, 18 Ar 38, 19K 39, dan 20 Ca 40. Sebagai perbandingan, jumlah isotop stabil untuk N = 19 dan N = 21 adalah 3. Contoh : Menghitung isotop stabil dengan N = 50 Menurut Gambar 3.1, terdapat 6 isotop stabil dengan N = 50. Tulislah keenam isotop tersebut Keenam isotop stabil dengan N = 50 adalah 36 Kr 86, 37Rb 87, 38Sr 88, 39 Y 89, 40 Zr 90, dan 42 Zr 92. Sebagai perbandingan, jumlah isotop stabil untuk N = 49 dan N = 51 adalah 4.

72 58 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.2: Kelimpahan isotop. Perhatikan bahwa isotop dengan kelimpahan tinggi selalu terkait dengan bilangan ajaib. Perkecualian hanya terjadi pada Fe-56 yang memiliki kelimpahan tinggi karena memiliki f tertinggi. (Sumber: Gambar 3.3: Energi separasi netron sehingga menghasilkan isotop X (A, Z). (Sumber:

73 3.1. MODEL KULIT 59 Contoh : Menghitung energi separasi netron Dengan memanfaatkan SEMF, hitunglah energi separasi netron untuk 40 Ca dan 41 Ca. Kita gunakan SEMF (Persamaan (2.3)) untuk menghitung energi ikat inti B = a v A a s A 2/3 Z (Z 1) (N Z) 2 a c A 1/3 a a + ɛ 12 A A 1/2, di mana ɛ = 0 jika A ganjil, berharga positif jika N dan Z genap, dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Dapat dihitung bahwa B ( 39 Ca ) = MeV, B ( 40 Ca ) = MeV, dan B ( 41 Ca ) = MeV. Selanjutnya, kita pakai Persamaan (1.13) untuk menghitung energi separasi netron, S n ( 41 Ca ) = B ( 41 Ca ) B ( 40 Ca ) = 10, 38 MeV S n ( 40 Ca ) = B ( 40 Ca ) B ( 39 Ca ) = 15, 35 MeV Terlihat bahwa S n (Ca 40) lebih besar dari S n (Ca 41). Gambar 3.4: Energi ikat netron terakhir. (Sumber: Fruenfelder and Hanley (1991))

74 60 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.5: Energi eksitasi inti. (Sumber: Phys. Rev. Lett. 50, 432 (1950)) Gambar 3.6: Tampang reaksi inti (Sumber:

75 3.1. MODEL KULIT 61 Gambar 3.7: Momen quadrupol inti (Sumber: M. A. Preston, Physics of the Nucleus, Addison-Wesley Publishing Company, 1962, seperti dikutip dalam Loveland, 2006). Contoh : Mengamati akhir deret alfa Carilah bilangan ajaib pada inti akhir dari 4 jenis deret alfa yang terkenal. Keempat deret alfa berakhir sebagai berikut. Deret Reaksi pertama Produk akhir Bil. ajaib Thorium 232 Th 228 Ra + α Pb-208 N dan Z Neptunium 237 Np 233 Pa + α Bi-209 N Uranium 238 U 234 Th + α Pb-206 Z Actinium 235 Ac 231 Th + α Pb-207 Z

76 62 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Contoh : Bilangan ajaib menurut model tetes cairan Mungkinkah kehadiran bilangan ajaib pada inti diterangkan dengan model tetes cairan? Untuk menerangkan bilangan ajaib dengan model tetes cairan, kita tulis kembali SEMF B = a v A a s A 2/3 Z (Z 1) (N Z) 2 a c A 1/3 a a + δ + η. A Suatu inti akan stabil jika B-nya besar. Menurut SEMF, B akan besar jika salah satu kondisi berikut terpenuhi, yaitu N = Z, sehingga suku koreksi Coulumb sama dengan nol N dan Z genap sehingga suku δ sama dengan nol Terlihat bahwa SEMF meramalkan inti akan stabil jika N = Z = genap. Tetapi itu tidak menerangkan keberadaan bilangan ajaib, karena tidak semua bilangan genap merupakan bilangan ajaib. Lalu bagaimanakah cara menerangkan keberadaan bilangan ajaib pada inti? Sebelumnya, juga dikenal bilangan ajaib untuk atom, yaitu 2, 10, 18, 36, 54, dan 86. Pada kasus atom, setiap atom yang jumlah elektronnya adalah bilangan ajaib bersifat stabil. Untuk atom netral, hal tersebut terjadi pada atom yang nomor atomnya adalah bilangan ajaib. Kestabilan tersebut, terkait dengan fakta bahwa atom yang jumlah elektronnya merupakan bilangan ajaib akan memiliki kulit terluar yang terisi penuh oleh elektron. Pengertian kulit terluar di sini bisa berupa kulit atau sebuah sub kulit yang terpisah cukup jauh dari energi berikutnya. Fakta bahwa kulit sudah terisi penuh dan energi pemisah dengan kulit berikutnya sangat jauh, membuat atom cenderung untuk tidak menangkap atau melepaskan elektron lagi, dan karenanya bersifat sangat stabil. Keberhasilan model kulit atom untuk menerangkan kehadiran bilangan ajaib atom, menginspirasi ilmuwan untuk mencoba memakai model kulit inti (nuclear shell model) untuk menerangkan kehadiran bilangan ajaib inti.

77 3.1. MODEL KULIT 63 Untuk mendapatkan tingkat energi pada kulit inti, kita harus memecahkan persamaan Schrödinger untuk inti [ ] 2 2m 2 + V (r) Ψ = EΨ, (3.1) di mana 2 2m 2 adalah energi kinetik nukleon, V (r) adalah energi potensial efektif inti, serta E adalah energi nukleon. Dengan memberikan V (r) yang benar, maka akan didapatkan nilai energi yang benar, menurut kulit dan sub kulitnya, yang menentukan konfigurasi nukleon dalam inti. Pada kasus atom, energi potensial atom bisa dirumuskan dengan mudah karena gaya elektrostatis yang mengatur interaksi elektron dengan inti diketahui dengan pasti. Masalahnya, gaya nuklir kuat yang mengatur interaksi antar nukleon belum banyak dipahami. Sebagai konsekuensinya, potensial inti juga belum bisa dirumuskan dengan baik. Dengan demikian, kita akan mencoba berbagai model potensial inti sampai didapatkan bilangan ajaib inti yang benar Model potensial sentral Yang dimaksud dengan potensial sentral adalah potensial yang nilainya bergantung pada jarak titik pengamatan terhadap titik pusat inti. Ada tiga kandidat potensial sentral yang perlu dicoba, yaitu potensial kotak tak hingga, potensial osilator harmonis, serta potensial Woods- Saxon. Model ketiga potensial tersebut disajikan pada Gambar 3.8. Potensial sentral pertama yang akan kita coba adalah sumur potensial tak hingga. Di sini kita bayangkan nukleon terkungkung dalam inti dengan jari-jari R dengan energi ikat V 0 sehingga V (r R) = V 0. Untuk meyakinkan bahwa nukleon tidak meninggalkan inti, maka dibayangkan ada potensial yang sangat besar di luar inti, atau V (r > R) =. Dengan demikian, potensialnya kita tulis sebagai V (r) = { V 0 r R r > R. (3.2) Solusi pesamaan Schrödinger dengan V pada Persamaan (3.2) meng-

78 64 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM arah pada deret Bessel j nl, di mana solusi tingkat energi dari kulit n sub kulit atau orbital l adalah Gambar 3.8: 3 Model potensial sentral ( ) 2 E nl = 2mR 2 Xnl 2, (3.3) dengan X nl didapatkan pada saat j nl = 0. Setiap orbiltal nl memiliki energi E nl dan dapat ditempati sampai N nl = 2 (2l + 1) nukleon. Orbital tersebut kita susun dari energi terkecil sampai energi terbesar. Jika jarak antara satu E nl dengan E nl berikutnya kecil, maka kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai satu tingkat yang sama. Sebaliknya, jika jarak antara satu E nl dengan E nl berikutnya besar, maka kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai tingkat yang berbeda. Bilangan ajaib diperoleh sebagai akumulasi jumlah keadaan untuk nukleon pada setiap akhir tingkat energi, Σ nl N nl. Nilai energi yang didapatkan dengan model sumur potensial disajikan pada Tabel 3.1. Terlihat bahwa potensial kotak menghasilkan konfigurasi tertutup dengan bilangan 2, 8, 18, 20, 34, 40, 58, 68, 92, 132, 138, dengan hanya 2 bilangan, yaitu 2 dan 8, yang sesuai dengan bilangan ajaib hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan hasil eksperimen. Potensial sentral berikutnya adalah potensial osilator harmonis. Potensial ini dirumuskan atas anggapan bahwa nukleon hanya ber-

79 3.1. MODEL KULIT 65 Tabel 3.1: Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model potensial kotak. ( ) orbital X nl E 2 nl N 2mR 2 nl g nl Bilangan ajaib 1s p d s f p g d h s f i p g interaksi dengan tetangganya dengan gaya efektif yang dimodelkan dengan osilator harmonis sederhana 3 dimensi. potensial inti dapat ditulis sebagai V (r) = { Dengan demikian, V mω2 r 2 r R r > R. (3.4) Potensial pada persamaan di atas dapat dipandang (secara kartesian) sebagai gabungan dari 3 potensial osilator harmonis 1 dimensi, sehingga solusinya mengarah ke polinomial hermite, dengan energi E N = = [( n x + 1 ) 2 ( N ( + n y + 1 ) ( + n z + 1 )] ω 2 2 ) ω, (3.5) di mana N = n x +n y +n z, adalah bilangan kuantum utama. Untuk setiap nilai N, jumlah keadaan energi terkait adalah 1 2 (N + 1) (N + 2).

80 66 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Tabel 3.2: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib yang dihasilkan, untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi N E N ( 1 2 ω) (n x, n y, n z ) g N Bil. ajaib 0 3 (0,0,0) (1,0,0), (0,1,0), (0,0,1) (2,0,0), (0,2,0), (0,0,2), (1,1,0), (1,0,1), (0,1,1) (3,0,0), (0,3,0), (0,0,3), (2,1,0), (1,2,1), (2,0,1), (1,0,2), (0,1,2), (0,2,1), (1,1,1) 4 11 (4,0,0), (0,4,0), (0,0,4), (2,2,0), (2,0,2), (0,2,2), (3,1,0), (1,3,0), (3,0,1), (1,0,3), (0,3,1), (0,1,3), (2,1,1), (1,2,1), (1,1,2) Jika kita memperhatikan dua jenis spin nukleon yang mungkin, yaitu spin up dan down, maka jumlah keadaan energinya adalah g N = (N + 1) (N + 2). Tingkat energi dan bilangan ajaib yang dihasilkan melalui pendekatan 3 osilator 1 dimensi disajikan pada Tabel 3.2. Contoh : Mencari jumlah keadaan energi Turunkan ungkapan jumlah keadaan energi pada model 3 OHS 1 dimensi. Karena N = n x + n y + n z, maka jika kita pilih n X, maka nilai n y dan n z tidak lagi bebas, tetapi mengikuti pola n y + n z = N n x. Ini berarti ada untuk setiap nilai n x, ada N n x + 1 kombinasi untuk nilai (n y, n z ). Karena n x dapat diplih dari 0 sampai dengan N, maka jumlah keadaan energi yang mungkin (tanpa memperhatikan spinnya) adalah Σ N n (N n x=0 x + 1) = (N + 1) N (N 1) = 1 2 (N + 1) (N + 2). Jika faktor spin diperhitungkan, maka didapatkan g N = (N + 1) (N + 2). Alternatif lain, potensial pada Persamaan (3.4) juga dapat dipan-

81 3.1. MODEL KULIT 67 Tabel 3.3: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib yang dihasilkan, untuk model 1 osilator harmonis 3 dimensi N E N ( 1 2 ω) (n, l) g N Bil. ajaib 0 3 1s p d, 2s f, 2p g, 2d, 3s h, 2f, 3p i, 2g, 3d, 4s dang sebagai 1 osilator harmonis 3 dimensi, sehingga solusinya berupa polinomial laguarre L l+1/2 n 1, dengan nilai energi dari kulit n sub kulit l adalah E N = [ 2 (n 1) + l + 3 ] ω. (3.6) 2 Dengan membandingkan Pers. (3.5) dan Pers. (3.6), didapatkan bilangan kuantum utama N = 2 (n 1) + l. (3.7) Mengacu pada Persamaan (3.7), maka didapatkan n = 1 2 (N l) Karena N = 0, 1, 2, 3... dan l = 0, 1, 2,..., maka n = 1, 2, 3... Nama yang dipilih untuk orbital l adalah s (l=0), p (l=1), d (l=2), f (l=3), g (l=4), h (l=5), i (l=6),... Setiap keadaan l menghasilkan proyeksi l pada sumbu z sebesar l, (l 1),...0,... (l 1), l atau total (2l + 1) keadaan. Mengingat dua jenis spin untuk nukleon, maka populasi nukleon pada orbital l adalah 2 (2l + 1). Tingkat energi dan bilangan ajaib yang dihasilkan melalui pendekatan 1 osilator 3 dimensi disajikan pada Tabel 3.3. Ternyata kedua model osilator harmonis 1 Perhatikan bahwa Persamaan (3.7) memungkinkan kita memiliki keadaan dengan l n. Hal ini terjadi karena solusinya adalah persamaan Laguerre. Hal ini berbeda dengan kasus atom hidrogenik, di mana solusinya adalah persamaan Legendre, sehingga l = 0, 1,... (n 1).

82 68 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.9: Tingkat energi menurut model sumur potensial (kiri) dan osilator harmonis (kanan). Potensial Woods-Saxon menghasilkan tingkat energi yang sama dengan potensial osilator harmonis. (sumber: menghasilkan konfigurasi tertutup pada bilangan 2, 8, 20, 40, 70, 112, 168 dengan 3 yang pertama, yaitu 2, 8, dan 20 sesuai dengan hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh melalui potensial osilator harmonis tidak sesuai dengan hasil eksperimen, sehingga kita perlu mencoba bentuk potensial lain. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan potensial sumur dan osilator harmonis disajikan pada Gambar 3.9. Potensial sentral ketiga yang akan kita coba adalah potensial Woods- Saxon. Model potensial ini berdasarkan distribusi muatan inti (Pers. (1.3)), di mana didefinisikan potensial serupa dengan kedalaman V 0 dengan lengkungan di ujungnya, sehingga V (r) = V exp [(r R) /a] (3.8)

83 3.1. MODEL KULIT 69 di mana V 0 = 50 MeV adalah potensial inti R = R 0 A 1/3 fm adalah jari-jari inti a = 0,254 fm adalah ketebalan kulit inti. Potensial Woods-Saxon mempunyai perilaku yang diharapkan untuk potensial inti, yaitu nilainya secara naik secara monotonik ketika jaraknya dari inti naik, yang menunjukkan gayanya adalah gaya tarik Untuk A yang besar, bentuknya hampir konstan di tengah inti Nukleon di permukaan inti (yakni nukleon dengan r R < a ) mengalami gaya tarik ke inti yang besar Nilainya mendekati nol pada jarak r R a, yang menujukkan sifat berjangkauan pendek dari gaya inti. Ternyata model potensial Woods-Saxon menghasilkan konfigurasi tertutup yang sama dengan osilator harmonis, yaitu pada bilangan 2, 8, 20, 40, 70, 112, 168 dengan 3 yang pertama, yaitu 2, 8, dan 20 sesuai dengan hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh melalui potensial Woods-Saxon tidak sesuai dengan hasil eksperimen, sehingga kita perlu mencoba bentuk potensial yang tidak hanya berupa potensial sentral Model potensial sentral plus kopling spin Dari pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa model potensial sentral belum menghasilkan bilangan ajaib yang sesuai dengan hasil eksperimen, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.9. Kegagalan tersebut terjadi karena ketidakberhasilan potensial sentral memisahkan beberapa orbital, sehingga suatu tingkat energi terisi atas beberapa orbital yang saling tumpang tindih. Dengan demikian, ide berikutnya adalah

84 70 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM bagaimana mendesain suatu potensial yang bisa memisahkan setiap orbital yang ada. Hal tersebut dapat dilakukan jika kita mengakomodir kopling interaksi antara spin inti dan momentum orbitalnya (atau yang biasa dikenal sebagai kopling spin inti), dalam rumusan potensial inti. Untuk itu, potensial inti dapat dituliskan sebagai V inti = V sentral + V kopling, (3.9) di mana V sentral dapat berupa salah satu dari potensial kotak, osilator harmonis, atau Woods-Saxon. Pada tahun 1949, Mayer dan Jansen atas saran Fermi, mengusulkan bentuk potensial untuk inti dengan memilih potensial inti sama dengan potensial kotak ditambah potensial kopling spin inti 2 V (r) = { V 0 2 αl.s r R 2 r > R. (3.10) Pada persamaan di atas, l adalah momentum sudut nukleon sedang s adalah momentum spinnya. Penjumlahan keduanya menghasilkan momentum sudut total dari nukleon j = l + s. (3.11) Karena nilai eigen spin adalah s = ± 1 2, maka untuk setiap nilai l berlaku j = l ± 1 2. Dengan kata lain, kehadiran spin membuat satu keadaan l terpecah jadi dua, yaitu j = l dan j = l Maria Goeppert Mayer mempublikasikan idenya dalam 2 paper, yaitu Phys. Rev. 78 (1), (1950) dengan judul Nuclear Configurations in the Spin- Orbit Coupling Model. I. Empirical Evidence dan Phys. Rev. 78 (1), (1950) dengan judul Nuclear Configurations in the Spin-Orbit Coupling Model. II. Theoretical Considerations. Sementara itu, J. Hans D Jensen mempublikasikan hasil kerjanya bersama dengan Otto Haxel dan Hans E. Suess di Phys. Rev. 75 (11) (1949) dengan judul On the Magic Numbers in Nuclear Structure. Pada tahun 1963, Mayer dan Jensen, bersama dengan E. Wigner, mendapat nobel Fisika.

85 3.1. MODEL KULIT 71 Contoh : Mencari nilai l.s Turunkan nilai l.s pada Persamaan (3.10) Jika Persamaan (3.11) kita kuadratkan, maka didapatkan j 2 = l 2 + s 2 + 2l.s, sehingga l.s = 2 2 [ j 2 l 2 s 2]. Dengan demikian maka nilai eigen (l.s) = 2 2 nilai eigen [ j 2 l 2 s 2] = 2 2 = 2 2 [j (j + 1) l (l + 1) s (s + 1)] [ j (j + 1) l (l + 1) 3 ]. 4 Karena ada 2 nilai j, maka { nilai eigen (l.s) = 2 2 l untuk j = l (l + 1) untuk j = l 1 2. (3.12) Dengan memanfaatkan hasil (3.12), potensial inti untuk r R dapat ditulis sebagai V (r) = V 0 + α { l l + 1 }, j = { l l 1 2. (3.13) Persamaan terakhir menunjukkan bahwa keadaan dengan spin paralel (j = l+ 1 2 ) lebih terikat pada potensial inti dibanding keadaan dengan spin anti paralel (j = l 1 2 ). Akibatnya, spin paralel memiliki energi lebih rendah. Nilai energi yang didapatkan dengan model potensial pada Persamaan (3.13) adalah ( ) { } { 2 E nlj = 2mR 2 X 2nl + α l l + 1, j = 2 l + 1 l 1 2, (3.14)

86 72 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM ( ) Bagian pertama dari Persamaan (3.14), 2 X 2 2mR 2 nl, berasal dari pemecahan sumur potensial dan memberikan tingkat yang sama dengan model{ sumur potensial, } seperti disajikan pada Tabel 3.1. Bagian kedua, α, muncul akibat kopling spin. Ternyata model l l + 1 kopling spin menyebabkan suatu orbital terpecah menjadi 2 sub orbital, yaitu tingkat energi dengan spin anti paralel dan tingkat energi dengan spin parallel. Energi yang memisahkan kedua sub orbital tersebut adalah E j = E nlanti paralel E nlparalel [( ) ] [( ) ] 2 = 2mR 2 X 2nl 2 + α (l + 1) 2mR 2 X 2nl + α ( l) = (2l + 1) α. (3.15) Terlihat bahwa jarak tingkat energi antar sub orbital bergantung pada l. Untuk l yang besar, nilai E j juga cukup besar sehingga mungkin lebih besar dari jarak tingkat energi antar orbital. Sebagai akibatnya, sangat mungkin sub orbital paralel dari orbital yang lebih tinggi memiliki energi yang lebih rendah dibanding sub orbital anti paralel dari orbital yang lebih rendah. Sebagai contoh, sub orbital 1d 5/2 memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 1s 1/2. Atau, sub orbital 1f 7/2 memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 2p 3/2. Hasil yang didapatkan dengan menggunakan pendekatan kopling spin disajikan pada Gambar 3.10, dan memberikan bilangan ajaib yang sesuai dengan hasil pengamatan, Ini berarti pendekatan kopling spin dapat dipakai untuk memahami sebab munculnya bilangan ajaib pada inti. Dengan memanfaatkan model kulit, setiap keadaan energi nukleon dicirikan oleh (nl j ) x (3.16) di mana n adalah nomor kulit inti

87 3.1. MODEL KULIT 73 Gambar 3.10: Tingkat energi nukleon menurut model kopling spin Mayer Jansen. (Sumber: M. G. Mayer dan J. H. D. Jenson, Elementery Theory of Nuclear Shell Structure, Wiley, New York, 1955).

88 74 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM l adalah momentum sudut nukleon. j adalah momentum sudut total nukleon. Nilai j adalah j = l±s dengan s adalah spin intrinsik nukleon, s = 1 2. x adalah populasi nukleon pada keadaan tersebut. Untuk suatu nilai j, nilai proyeksinya adalah m j = j, (j 1),..., (j 1), j atau total jumlah m j -nya adalah 2j + 1, Nilai 2j + 1 juga menunjukkan populasi maksimum nukleon pada keadaan tersebut. Dalam model kulit, proton dan netron dipandang sebagai partikel yang berbeda, sehingga keduanya memiliki konfigurasi yang terpisah. Mengacu pada Gambar 3.10, konfigurasi proton dan netron, mengikuti urutan orbital sebagai berikut: ( 1s1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 2, ( 1d5/2 ) 6, ( 2s1/2 ) 2, ( 1d3/2 ) 4,... Baik proton maupun netron mengisi orbital lebih rendah lebih dahulu sampai penuh, baru kemudian orbit yang lebih tinggi, begitu seterusnya sampai nukleon terakhir. Pada setiap sub orbital, nukleon akan membentuk pola berpasangan terlebih dahulu, sebelum mengisi keadaan energi berikutnya. Dengan demikian, orbital terakhir tidak selalu terisi penuh. Pada gilirannya, perilaku inti ditentukan oleh ada tidaknya proton dan/atau netron tak berpasangan pada orbital terakhir. Mengacu pada jumlah proton dan netron dalam inti, kita dapat mengelompokkan inti dalam 4 jenis, dengan nilai spin pada keadaan dasar, yang juga khas, seperti ditunjukkan pada pada Tabel 3.4. Untuk inti dengan nilai Z dan/atau N = A Z yang besar, maka kita bisa menuliskan konfigurasinya dari bilangan ajaib terbesar sebelum nilai Z atau N. Untuk memahami keandalan model kulit, kita akan menggunakannya untuk menghitung spin inti. Contoh : Mencari momentum spin inti Carilah momentum spin dari inti O-15, O-16, dan O-17.

89 3.1. MODEL KULIT 75 jumlah proton Tabel 3.4: Prediksi spin pada berbagai jenis inti jumlah j p j n I netron genap genap genap ganjil 0 bil. bulat bil. bulat ganjil genap bil. bulat bil. bulat bil. bulat ganjil ganjil bil. bulat bil. bulat bil. bulat Konfigurasi proton untuk 15 O adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 2 yang berarti tidak ada proton tak berpasangan, atau j p = 0. Pada sisi lain, konfigurasi netronnya adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 1. Ini berarti dalam 15 O ada satu netron tak berpasangan dengan j n = 1 2. Dengan demikian momentum sudut total nukleon atau spin inti O 15 adalah I = Σj p + Σj n = = 1 2. Konfigurasi proton dan netron untuk 16 O adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 2, yang berarti dalam 16 O tidak ada proton ataupun netron yang tak berpasangan. Dengan demikian momentum sudut total nukleon, atau momentum spin intimya, adalah I = = 0. Konfigurasi proton untuk 17 O adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 2, sedang untuk netron adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 2, ( 1d5/2 ) 1. Ini berarti dalam 17 O ada satu netron tak berpasangan dengan j = 5 2. Dengan demikian spin inti O 17, adalah I = 5 2. Nilai spin hasil perhitungan untuk ketiga isotop tersebut sesuai dengan data hasil eksperimen. Contoh : Mencari momentum spin inti Tuliskan konfigurasi proton dan netron untuk Zn-63 Karena Z untuk Zn adalah 30, berarti ada 30 proton dan 33 netron. Karena kedua bilangan tersebut cukup besar, maka konfigurasi keduanya dimulai dari bilangan ajaib terbesar, yang masih lebih kecil dari 30. Konfigurasinya adalah proton: [28], ( 2d 3/2 ) 2

90 76 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM netron: [28], ( 2d 3/2 ) 4, ( 1f5/2 ) 1 Dengan demikian, perilaku inti Zn-63 ditentukan oleh netron tak berpasangan di 1f 5/2, sehingga spin dari Zn-63 adalah 5 2. Contoh : Mencari rasio I genap : I ganjil pada molekul. Carilah rasio I genap : I ganjil pada molekul N 2. Karena inti N-14 mengandung 7 proton dan 7 netron, maka konfigurasi proton dan netronnya adalah ( 1s 1/2 ) 2, ( 1p3/2 ) 4, ( 1p1/2 ) 1. Dengan demikian ada sebuah netron bebas dengan j = 1 2 dan sebuah proton bebas dengan j = 1 2. Dengan demikian, spin inti N adalah I = 1. Ketika dua buah atom N membentuk molekul N 2, maka kemungkinan nilai spin inti dari molekulnya adalah 0 (ketika keduanya anti paralel), 1 (ketika keduanya tegak lurus), dan 2 (ketika keduanya paralel). Karena tiap keadaan I mempunyai multisiplitas 2I +1, maka keadaan dengan I = 0 mempunyai 1 keadaan, keadaan dengan I = 1 mempunyai 3 keadaan, sedang keadaan dengan I = 2 mempunyai 5 keadaan, sehingga rasio I genap : I ganjil = (1 + 5) : 3 = 6 : 3 = 2 : 1. Pada eksperimen dengan pembangkitan sinar harmonik tinggi (high harmonic generation, HHG), seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11 (panel atas), sinar muncul pada puncak dengan mengikuti pola (4I + 6) Bc. Untuk I ganjil, pola (4I + 6) Bc akan menghasilkan puncak pada (10, 18, 26, 34,...) Bc. Untuk I genap, puncak akan muncul di (6, 14, 22, 30,...)Bc. Dari gambar, terlihat bahwa puncak dengan I genap atau deret (10, 18, 26, 34,...) Bc dua kali lebih tinggi dari puncak dengan I ganjil atau deret (6, 14, 22, 30,...) Bc, yang menunjukkan bahwa I genap : I ganjil = 2 : 1 pada molekul N 2. Hasil yang sama juga didapatkan jika menghitung sinar HHG secara teoritis, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.11 (panel bawah). Contoh : Mencari spin inti Carilah momentum spin dari inti Mo-95 dan Pb-207

91 3.1. MODEL KULIT 77 Gambar 3.11: Sinar HHG molekul N 2 hasil eksperimen di Institut of Advanced Energy Kyoto (panel a) dan hasil perhitungan teori (panel b). (Sumber: Gambar eksperimen: K. Miyazaki, M. Kaku, G. Miyaji, A. Abdurrouf, and F. H. M. Faisal, Phys. Rev. Lett. 95, (2005); Gambar teori: F. H. M. Faisal, A. Abdurrouf, K. Miyazaki, and G. Miyaji, Phys. Rev. Lett. 98, (2007))

92 78 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpasangan, j p = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya adalah [50] ( ) 3, 1g 7/2 yang berart jn = 7 2. Ini berarti spin Mo-95 adalah 7 2 dan paritasnya adalah ( 1)4, sehingga paritasnya genap atau postif, Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpasangan, j p = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasinya adalah [82] ( 1h 9/2 ) 10, ( 2f7/2 ) 8, ( 2f5/2 ) 6, ( 3p3/2 ) 4, ( 3p1/2 ) 2, ( 1i13/2 ) 13, yang berarti j n = Ini berarti spin Pb-207 adalah 13 2 dan paritasnya adalah ( 1) 6, sehingga paritasnya genap atau postif, Sayangnya hasil pengukuran menunjukkan kalau spin Mo-95 adalah 5 2 dan Pb-207 adalah 1 2. Perbedaan hasil ini memaksa fisikawan untuk mencari bentuk potensial sentral yang lain Modifikasi potensial sentral inti Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa potensial Mayer-Jensen berhasil untuk menerangkan spin inti ringan dan sedang dengan jumlah proton dan netron masing-masing tidak lebih dari 50. Untuk jumlah netron atau proton yang lebih besar dari 50, terlihat kalau model Mayer-Jensen kurang berhasil. Karena konsep kopling spin terbukti berhasil mereproduksi bilangan ajaib, maka kemungkinan kesalahan bersumber dari anggapan potensial sentral berbentuk kotak tak hingga yang dipakai Mayer-Jensen. Sekarang kita akan coba hal yang berbeda, yaitu Gambar 3.12: Potensial netron (kiri) dan proton (kanan).

93 3.1. MODEL KULIT 79 Gambar 3.13: Tingkat energi proton (kiri) dan netron dari potensial sentral yang ditunjukkan pada Gambar (sumber: Povh, 1995)

94 80 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM mencoba mendefinisikan potensial inti sebagai jumlahan potensial sentral non kotak ditambah potensial kopling inti mencoba memasukkan efek Coloumb, sehingga potensial untuk proton mungkin berbeda dari potensial untuk netron. Salah satu contoh potensial yang diusulkan disajikan pada Gambar 3.12, sedang tingkat energi yang dihasilkan disajikan pada Gambar Dengan membandingkan kedua tingkat energi yang ada (Gambar 3.10 dan 3.13) dapat dilihat bahwa semua model menghasilkan konfigurasi bilangan ajaib yang sama semua model memiliki urutan orbital yang sama sampai dengan bilangan ajaib 50, dengan beberapa perbedaan urutan orbital untuk orbital di atasnya. Hal ini terkait dengan fakta bahwa gaya Coulumb mulai efektif pada jumlah proton yang besar. Selain model potensial sentral yang sudah kita diskusikan, masih ada beberapa model yang lain, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5. Contoh : Mencari momentum spin inti Carilah momentum spin dari inti Mo-95 dan Pb-207 dengan menggunakan tingkat energi pada Gambar Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpasangan, j p = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya adalah [50] ( ) 3, 2d 5/2 yang berart jn = 5 2. Ini berarti spin Mo-95 adalah 5 2 dan paritasnya adalah ( 1)2, sehingga paritasnya genap atau postif, Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpasangan, j p = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasinya adalah [82] ( 2f 7/2 ) 8, ( 1h9/2 ) 10, ( 2f5/2 ) 6, ( 3p3/2 ) 4, ( 1i13/2 ) 14, ( 3p1/2 ) 1,

95 3.1. MODEL KULIT 81 Tabel 3.5: Berbagai model potensial inti.

96 82 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM yang berart j n = 1 2. Ini berarti spin Pb-207 adalah 1 2 dan paritasnya adalah ( 1) 1, sehingga paritasnya ganjil atau negatif, Sekarang hasil perhitungan sesuai dengan hasil pengukuran. 3.2 Sifat-sifat inti Dengan menggunakan model kulit, kita dapat mengetahui konfigurasi netron dan proton dalam inti, sehingga kita bisa memahami sebab munculnya bilangan ajaib untuk inti, di mana bilangan ajaib muncul sebagai jumlah total netron atau proton pada suatu orbital tertentu yang terpisah cukup jauh dari orbital berikutnya. menduga nilai spin inti I, di mana spin inti adalah jumlahan dari semua momentum sudut total semua nukleon penyusun inti I = Σj p + Σj n. (3.17) mencari keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dari suatu inti, serta spin terkait. dengan menggunakan nilai spin inti I dan momentum sudut l, kita dapat menduga menduga paritas inti π = ( 1) l, di mana paritas inti dapat bernilai ganjil (negatif) atau genap (positif). 3 menduga momen magnetik inti µ menduga momen quadrapol elektrik inti Q Sekarang kita sudah siap membahas sifat inti yang bergantung pada spin inti. Sifat-sifat inti tersebut adalah sifat mekanik (yang meliputi spin, dan paritas inti), sifat magnetik (momen dipol magnetik), dan sifat elektrik (momen quadrupol elektrik). 3 Istilah ganjil atau genap mengacu pada nilai momentum sudut l, sedang istilah positif atau negatif mengacu pada nilai ( 1) l.

97 3.2. SIFAT-SIFAT INTI Sifat mekanik inti Inti terdiri dari nukleon. Tiap nukleon memiliki momentum angular intrinsik, yang dikenal sebagai spin s. Karena nukleon tidak diam melainkan selalu bergerak di dalam inti, maka nukleon juga memiliki momentum angular orbital l. Spin inti didefinisikan sebagai jumlah momentum angular atau momentum angular total (terdiri dari spin dan momentum angular orbital) seluruh nukleon penyusunnya: I = Σ A i=1 l i + Σ A i=1 s i = l + s. (3.18) Perhatikan bahwa penjumlahan pada persamaan di atas adalah penjumlahan vektor. Kadang-kadang, spin inti juga dinyatakan sebagai jumlahan spin total proton dan spin total netron. Contoh : Mencari rumusan spin inti Turunkan ungkapan spin inti (Persamaan (3.17)) dari Persamaan (3.18). Kita tuliskan lagi Persamaan (3.18) dan memodifikasi suku-sukunya. I = Σ Z i=1 l i + Σ A Z i=1 l i + Σ Z i=1 s i + Σi=1 A Z s i ( = Σ Z i=1 l i + Σ Z ) ( i=1 s i + Σ A Z i=1 l i + Σ A Z i=1 s i proton )netron = I p + I n. Secara umum, I adalah bilangan bulat plus 1 2 untuk A ganjil dan bilangan bulat jika A genap. Dari pengamatan, didapatkan bahwa inti dengan A genap memiliki spin 0, kecuali inti dengan A genap tetapi Z dan N ganjil, yaitu 2 1 H, 6 3Li, 10 5 B, dan 14 7 N. Spin inti pada keadaan dasar (ground state) dapat berbeda dari spin inti pada keadaan tereksitasi (excited state). Sebutan spin inti tanpa keterangan lebih lanjut berarti spin inti pada keadaan dasar. Suatu inti dengan spin I akan terdegenerasi ke dalam (2I + 1) keadaan. Masing-masing dicirikan oleh bilangan kuantum magnetik spin

98 84 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM m I (yaitu proyeksi spin I pada sumbu quantisasi, misalnya sumbu z), di mana m I = I, I + 1,..., I 1, I. Kuantitas lain yang juga diperlukan adalah paritas (parity), yang merepresentasikan sifat simetri fungsi gelombang suatu partikel. Jika fungsi gelombang suatu partikel dinyatakan dengan Ψ (r, θ) dengan r menyatakan koordinat posisi (x, y, z) dan θ menyatakan orientasi ruangnya, maka partikelnya dikatakan memiliki paritas positif jika Ψ (r, θ) = +Ψ ( r, θ), dan dikatakan memiliki paritas negatif jika Ψ (r, θ) = Ψ ( r, θ). Menurut model kulit, kedudukan suatu nukleon di dalam inti dicirikan oleh nilai kulit utamanya, orbitalnya, serta spinnya. Sifat paritas suatu suatu nukleon, π, ditentukan oleh π = ( 1) l, (3.19) di mana l adalah bilangan orbital. Suatu inti dikatakan memiliki paritas positif atau paritas genap jika l bernilai genap, seperti 0 (untuk orbital s), 2 (orbital d), 4 (orbital g), 6 (orbital i), dan seterusnya. Sebaliknya, suatu inti dikatakan memiliki paritas negatif atau paritas ganjil jika l bernilai ganjil, seperti 1 (untuk orbital p), 3 (orbital f), 5 (orbital h), dan seterusnya. Seringkali nilai suatu paritas ditulis bersama dengan spinnya sebagai berikut j π = I ( 1)l, (3.20) dengan I adalah spin inti. Dengan demikian suatu inti dengan paritas negatif dan I = 7 2, dikatakan memiliki j = 7 2. Contoh : Mencari paritas Carilah paritas dari inti O-15, O-16, dan O-17.

99 3.2. SIFAT-SIFAT INTI 85 Pada 15 O terdapat 1 netron tak berpasangan di ( 1p 1/2 ) 1, yang berarti l = 1, Dengan demikian, paritasnya adalah ( 1) 1, yang berati paritasnya ganjil atau negatif. Kita tulis I = ( 1 2) 1. Pada 165 O tidak terdapat netron atau proton, sehingga I = 0 I = 0+0 = 0. Pada 157 O terdapat 1 netron tak berpasangan di ( 1d 5/2 ) 1, yang berarti l = 3, Dengan demikian, paritasnya adalah ( 1) 3. Contoh : Mencari momentum spin dan paritas inti Tuliskan konfigurasi proton dan netron untuk Zn-63 Karena inti Zn-63 memiliki netron tak berpasangan di 1f 5/2, maka paritasnya adalah ( 1) 3, yang berarti paritasnya ganjil atau negatif. Ini berarti I = 5 2. Contoh : Spin dan paritas inti Hasil eksperimen untuk nilai spin dan paritas dari beberapa inti adalah sebagai berikut: Ca-43: 7 2, Nb-93: 9 + 2, dan Ba-137: Jelaskan maksud hasil tersebut. Karena spin Ca-43 adalah 7 2, maka l = 3 atau l = 4. Tetapi karena paritasnya negatif, berarti l = 3 atau orbital f. Dengan demikian, spin pada inti 43 20Ca berasal dari netron tak berpasangan di sub orbital f 7/2, atau lengkapnya adalah 1f 7/2. Nilai spin dan paritas Nb adalah 9 2 +, artinya l = 4 atau l = 5. Karena paritasnya positif, maka l = 4 atau sub orbitalnya 1f 9/2. Nilai spin dan paritas Ba adalah 3 2 +, artinya l = 1 atau l = 2. Karena paritasnya positif, maka l = 2 atau sub orbitalnya d 3/ Sifat magnetik inti Di dalam inti, proton memiliki gerakan orbital. Karena proton adalah partikel bermuatan, maka gerakannya menimbulkan arus listrik. Berikutnya, arus listrik tersebut akan menjadi sumber kemagnetan

100 86 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM inti. Menurut model kulit, momen magnetik dari inti dengan A ganjil bersumber dari nukleon tak berpasangan. Jika nukleon tak berpasangan tersebut adalah proton, maka (menurut mekanika klasik) gerakan orbitalnya akan menghasilkan momen dipol magnetik µ l = el ( ) ( ) ( ) e l l = = µ N, 2m p 2m p di mana µ N = e 2m p dikenal sebagai magneton nuklir. 4 Sebuah netron, karena tidak bermuatan, tidak memiliki momen magnetik orbital. Secara umum, momen magnetik orbital nukleon adalah µ l = g l µ N ( l ), (3.21) di mana g l = 1 untuk proton dan g l = 0 untuk netron. Sumber kemagnetan inti yang lain adalah sifat magnetik intrinsik nukleon akibat spin nukleon yang tak berpasangan. Momen magnetik intrinsik akibat spin adalah µ s = g s µ N ( s ), (3.22) di mana g s = 5, 59 untuk proton dan g s = 3.83 untuk netron. Dengan menggabungkan Pers. (3.21) dan (3.22), didapatkan momen magnetik total untuk inti tunggal tak berpasangan adalah µ = µ l + µ s = µ N (g l l + g s s) /. (3.23) Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai [ 1 µ = µ N 2 (g l + g s ) (l + s) + 1 ] 2 (g l g s ) (l s) /. Sekarang kita dapat menghitung perkalian titik antara µ dan J (di e 2m 4 Momen magnet didefinisikan sebagai µ = arus luas = e 2πr/v πr2 = evr l = magneton l. 2 =

101 3.2. SIFAT-SIFAT INTI 87 mana J = l + s), sebagai berikut µ.j = µ N [ 1 2 (g l + g s ) J (g l g s ) ( l 2 s 2)] /. Mengingat µ = µ j J, maka proyeksi momentum dipole magnetik µ terhadap J adalah µ.j = µ j j (j + 1) 2, sehingga [ 1 µ (j + 1) = µ N 2 (g l + g s ) j (j + 1) + 1 ] 2 (g l g s ) (l (l + 1) s (s + 1)), atau µ = µ N [ 1 2 (g l + g s ) j (g l g s ) Selanjutnya, karena s = 1 2 dan j = l ± 1 2, maka ] (l s) (l + s + 1). (3.24) (j + 1) { [ µn jgl 1 2 µ = (g l g s ) ] [ ] untuk j = l µ N jg l + j 2(j+1) (g l g s ) untuk j = l 1 2. Persamaan terakhir juga dapat ditulis sebagai { [( j 1 µ = 2) gl g s] µn untuk j = l j [( j+1 j + 3 2) gl 1 2 g s] µn untuk j = l 1 2, (3.25) yang dikenal sebagai nilai Schmidt. Nilai magneton nukleon adalah µ N = 3, ev/t. 5 Seringkali nilai µ dinyatakan dalam nuclear magneton, µ N, dan disingkat sebagai nm. Contoh : Momen magnetik inti dalam l Nyatakan Persamaan (3.25) dalam variabel l. 5 Bandingkan dengan magneton Bohr (untuk elektron) yang nilainya µ B = 2m e = 5, ev/t. Jika ada elektron bebas dalam inti, tentunya momen magnetik yang teramati adalah dalam orde µ B, bukan µ N.

102 88 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Untuk j = l + 1 2, kita dapatkan [( µ = j 1 ) g l + 1 ] 2 2 g s µ N [( = l ) g l g s ] µ N = [ g l l + 1 ] 2 g s µ N Untuk j = l 1 2,kita dapatkan [( j µ = j + 3 ) g l 1 ] j g s µ N = l 1 2 l = l 1 2 l [( l ) g l 1 ] 2 2 g s µ N [ g l (l + 1) 1 2 g s Contoh : Momen magnetik inti ] µ N Hitunglah nilai momen magnetik dari inti Ca-43 (I = 7 2 ), Nb-93 (I = ), dan Ba-137 (I = ). Karena momentum total 43 20Ca disebabkan oleh netron tak berpasangan dengan j = l + s = = 7 2, maka µ = [( ) ] 2 ( 3.83) µ N = 1, 915 nm. Momentum total 93 41Nb disebabkan oleh proton tak berpasangan dengan j = l + s = = 9 2, sehingga µ = [( ) ] 2 (5, 59) µ N = 6, 8 nm. Momentum total Ba disebabkan oleh netron tak berpasangan dengan j = l s = = 3 2, sehingga µ = [( ) 0 12 ] 2 ( 3.83) µ N = 1, 15 nm.

103 3.2. SIFAT-SIFAT INTI 89 Ternyata momen magnetik hasil eksperimen untuk ketiga inti tersebut adalah -1,312 nm (untuk Ba-43), 6,167 nm (untuk Nb-93), dan 0,9357 (untuk Ba-137). Dari hasil di atas, ternyata ada ketidaksesuaian antara hasil melalui rumusan Schmidt dan hasil eksperimen Hal ini terjadi karena rumusan Schmidt dibangun atas anggapan nukleon yang bebas, padahal sebenarnya tidak. Untuk itu dilakukan modifikasi pada nilai g s dan g l menjadi nilai efektifnya, di mana g efektif s = (0, 6 0, 7) g s g efektif l = (0, 9 1, 0) g l. Nilai yang dipakai biasanya adalah g efektif s = 0, 7g s dan g efektif l = g l. Contoh : Momen magnetik inti Hitunglah momen magnetik inti dari Ca-43, Nb-93, dan Ba-137 dengan mengunakan nilai g efektif. Nilai momen magnetik untuk Ca-43, Nb-93, dan Ba-137, berturutturut adalah [( 7 µ = 2 1 ) ] 2 (0, ) µ N = 1, 3405 nm µ = µ = [( 9 µ = 2 1 ) ] 2 (0.7 5, 59) µ N = 5, 9565 nm [( ) 0 12 (0, ) ] µ N = 0, 805 nm Sekarang momen magnetik teoritis lebih dekat dengan hasil eksperimen, yaitu -1,312 nm (untuk Ba-43), 6,167 nm (untuk Nb-93), dan 0,9357 (untuk Ba-137).

104 90 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Tabel 3.6: Nilai momen magnetik beberapa inti Eksperimen (nm) Teori (Pers. (3.25)) (nm) Teori (Pers. (3.25), g efektif ) (nm) Ca-43-1,312-1,92-1,341 Nb-93 6,167 6,8 5,957 Ba-137 0,934 1,15 0,805 Contoh : Frekuensi resonansi Hitunglah frekuensi NMR dari (a) Nb-93 dan (b) Ca-43, dalam medan magnetik 1 tesla. Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa momen magnetik untuk Nb-93 adalah µ = 5, 9565 µ N, sedang untuk Ca-43 adalah µ = 1, 3405 µ N, di mana µ N = 3, MeV/T. Selanjutnya, frekuensi resonansi dapat dihitung dengan ν = ω 2π = ω 2π = µb/j h, di mana nilainya adalah 37,67 MHz untuk Nb-93 dan 2.03 MHz untuk Ca Sifat elektrik inti Momen elektrik inti orde terendah yang bisa berharga tidak nol adalah momen quadrupol elektrik. Secara klasik, momen quadrupol elektrik diberikan oleh Q = e ( 3z 2 r 2). Jika fungsi gelombang inti dinyatakan dengan ψ, maka nilai momen quadrupol elektrik pada arah z dapat dinyatakan sebagai Q = ρψ [ 3z 2 r 2] ψdτ, (3.26) Secara umum, terdapat 3 jenis bentuk inti, yaitu

105 3.2. SIFAT-SIFAT INTI 91 Inti berbentuk bola, sehingga r 2 = x 2 + y 2 + z 2 = 3z 2 dan Q = 0. Inti berbentuk oblate, x = y > z sehingga r 2 = x 2 +y 2 +z 2 > 3z 2 dan Q bernilai negatif. Inti berbentuk prolate, x = y < z sehingga r 2 = x 2 + y 2 + z 2 < 3z 2 dan Q bernilai positif. Fakta bahwa Q sebanding dengan e r 2, mengakibatkan momen quadrupol elektrik memiliki satuan e (satuan luas), di mana satuan luas yang sering dibakai adalah b dengan 1 b = m 2. Dengan demikian, satuan Q adalah ebarn dan disingkat eb. 6 Mengacu pada nilai momen dipol magnetik µ yang dapat dimyatakan sebagai fungsi j (Pers. (3.25)), maka momen quadrupol elektrik inti dapat didekati sebagai Q = j (2j 1) (j + 1) (2j + 1) Q B. (3.27) Pers. (3.27) mengindikasikan bahwa Q = 0 jika j = 0, j = 1 2, atau Q B = 0. Q B adalah momen quadrapol dalam body frame. Nilai Q B diberikan oleh Q B = 2 5 Ze ( a 2 b 2), (3.28) di mana a = R (1 + ε) adalah jari-jari sepanjang sumbu rotasi (atau sumbu z) dan b = R (1 + ε) 1/2 adalah jari-jari sepanjang sumbu tegak lurus rotasi atau sumbu xy), dengan ε adalah parameter deformasi. Kaitan antara β, bentu inti, dan nilai Q ditunjukkan pada Gambar 3.14 Contoh : Menyatakan Q B sebagai fungsi ε Nyatakan Q B dalam parameter deformasi ε sebagai 6 Pada beberapa buku, dipakai sistem satuan atom dengan e = 1, sehingga satuan Q adalah barn.

106 92 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.14: Berbagai bentuk inti dan kaitannya dengan parameter deformasi β dan momen quadrupol Q. Panel kiri; oblate (ε < 0, Q < 0), tengah: bola (ε = 0, Q = 0), dan kanan: prolate (ε > 0, Q > 0). (sumber: Loveland, 2006) Kita gunakan Persamaan (3.28) untuk Q B sehingga didapatkan ketergantungannnya pada parameter deformasi ε sebagai berikut Q B = 2 ( ) 5 Ze R 2 (1 + ε) 2 R2 1 + ε ( ) = 2 (1 + ε) ZeR2 1 + ε = 2 ( 3ε + 3ε 2 + ε 3 ) 5 ZeR2 1 + ε 2 ( ) 3ε (1 + ε) 5 ZeR2 1 + ε = 6 5 ZeR2 ε. Contoh : Momen quadrupol elektrik inti Hitunglah momen quadrupol dari inti Pb Pb-207 memiliki 82 proton dan 125 netron. Itu berarti hanya ada 1 netron tak berpasangan di 3p 1/2. Dengan demikian j = 1 2, dan karena itu maka Q = 0.

107 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 93 Contoh : Menduga bentuk inti dari momen quadrupolnya Kedaan dasar dari Ho stabil dengan I = ( 7 memiliki 2) QB = 3, 58 eb. Gunakan data ini untuk mencari nilai a dan b serta menduga bentuk inti. Dengan menggunakan Persamaan (3.28), didapatkan Q B e = 2 5 Z ( a 2 b 2) = 3, 58 b. Karena Z = 67, maka didapatkan a 2 b 2 = 0, 13 b = 13 fm 2. Selanjutnya dengan memanfaatkan ekspresi kerapatan nukleon da- A 4 lam inti ρ =, maka didapatkan A = 4 3 πr3 3 πr3 ρ = 4 3 πab2 ρ, 7 atau ab 2 = 3A 4πρ. Karena ρ = 0, 17 fm 3 dan A = 165, didapatkan ab 2 = 231, 7 fm 3. Selanjutnya dengan memecahkan kedua persamaan, didapatkan a = 6, 85 fm dan b = 5.82 fm. Karena a > b, maka kita dapat menyimpulkan bahwa inti Ho-165 berbentuk prolate. 3.3 Model Inti yang lain Selain berbagai keberhasilannya, model kulit juga memiliki kekurangan karena gagal menjelaskan beberapa sifat / fenomena inti lain, yang menunjukkan gerakan nukleon secara kolektif. Contoh fenomena tersebut antara lain Kurva fraksi energi inti f sebagai fungsi A tidak bersifat smooth, tetapi menunjukkan adanya puncak pada inti dengan A kelipatan 4. Inti yang turun ke keadaan dasar memancarkan foton. Dari spektrum foton yang dipancarkan dapat dipelajari struktur tingkat keadaan eksitasi inti. Pada tingkat eksitasi tertentu didapatkan spektrum yang sederhana, yang menunjukkan adanya modus gerak inti yang lain, bukan seperti yang digambarkan oleh model kulit, yang justru memprediksi spektrum eksitasi yang lebih rumit. 7 Ingat bahwa a = R (1 + ε) dan b = R (1 + ε) 1/2.

108 94 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Momen quadrupol Lu-177 didapatkan 25 kali lebih besar dari yang nilai diberikan oleh model kulit. Momen quadrupol yang besar menunjukkan bahwa wujud inti bukan berupa bola yang simetris ke segala arah. Dengan kata lain, inti mengalami perubahan bentuk (deformasi). Ini menandakan adanya gerak kolektif nukleon dalam tubuh inti, yang justru tidak dipertimbangkan oleh model kulit. Pada hamburan inelastik, inti mengambil energi dari proyektil untuk eksitasi. Seringkali perhitungan berdasarkan model kulit memberikan penampang lintang yang lebih kecil dari data eksperimen. Ini menandakan suatu proses eksitasi kolektif nukleon, sesuai suatu modus gerak kolektif tertentu. Keseluruhan fenomena di atas, mendorong ilmuwan untuk merumuskan model inti alternatif yang bisa menjelasakan fenomena tersebut. Kita akan mendiskusikan beberapa model alternatif tersebut Model alfa Sejauh inti kita memandang inti sebagai kumpulan proton dan netron, di mana keduanya dipandang sebagai partikel yang secara langsung membentuk inti. Bagaimana kalau misalnya netron dan proton membentuk cluster lebih dahulu, dan kemudian cluster tersebut yang membetuk inti. Cara pandang ini menjadi relevan jika kita melihat fraksi energi ikat inti, seperti ditunjukkan pada Gambar Dari gambar tersebut, terlihat bahwa setiap inti dengan A kelipatan 4 dan Z kelipatan 2 selalu memiliki fraksi energi ikat yang lebih besar dari inti tetangganya. Fakta inti memunculkan ide bahwa inti terdiri atas partikel alfa, atau dikenal sebagai model alfa. Model alfa adalah salah satu model cluster dengan n = 4. Dalam model alfa, inti dipandang sebagai kumpulan partikel alfa, di mana antar partikel alfa dihubungkan dengan ikatan alfa (α bond ), yang jumlahnya tergantung pada jumlah partikel alfanya. Inti 4 2 He terdiri atas 1 partikel alfa, sehingga jumlah α bond -nya adalah 0. Inti

109 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 95 Gambar 3.15: Fraksi energi ikat inti (Sumber Cook, 2005). 8 4 Be terdiri atas 2 partikel alfa, sehingga jumlah α bond-nya adalah 1. Inti 12 6 C terdiri atas 3 partikel alfa, sehingga jumlah α bond-nya adalah 3. Jumlah α bond menentukan struktur intinya, seperi ditunjukkan pada gambar benar. Misalkan asumsi kita tentang struktur inti menurut model alfa Jika demikian, maka energi ikat inti B akan dipakai untuk membentuk n partikel alfa (masing-masing dengan energi ikat B α = 28, 3MeV) dan sisanya dipakai untuk m membentuk α bond, dengan energi ikat per bound adalah B bound. Dengan demikian 8 B = n B α + m B bound. Tabel 3.7 menunjukkan suatu hasil yang menarik, bahwa nilai energi B bond adalah bernilai konstan, sekitar 2,42 MeV. Hal ini merupakan 8 Nilai m pada persamaan ini mengacu pada tabel 3.7, yang dihitung berdasarkan bentuk yang dipilih dan tidak mengharuskan hubungan antar setiap partikel α. Jika setiap partikel alfa dihubungkan, maka m = Σ m 1 i=1 i.

110 96 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.16: Struktur inti menurut model alfa (Sumber Cook, 2005). dukungan bagi model alfa. Contoh : Rumusan untuk B bound Carilah rumusan untuk B bound. Carilah nilai B bound per ikatan untuk inti 16 8 O. Menurut model alfa, energi ikat inti B dipakai untuk membentuk partikel alfa di mana B α = 28, 3 MeV, sedang sisanya dipakai untuk membentuk ikatan alfa dengan energi B bound. Jika inti terdiri atas n partikel alfa dan memiliki m ikatan alfa, maka B bound = B (n B α). m Untuk 16 8 O, diketahui bahwa A = 16, B = 127, 62 MeV, n = 16 4 = 4, dan m = 6. Dengan demikian B bound = 127, = 2, 40 MeV. Nilai ini sama dengan harga pada tabel 3.7.

111 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 97 Tabel 3.7: Energi ikat per α bond pada berbagai inti. (n = jumlah partikel alfa, m = jumlah ikatan alfa, B bound = energi ikat antar alfa per ikatan) Inti n m B bound (MeV) 4 2 He Be C O Ne Mg Si S Ar Ca Model vibrasi Menurut model vibrasi, nukleon tidak diam dalam inti melainkan bergerak di mana gerakan kolektifnya menyebabkan permukaan inti ikut bergetar, seperti sebuah selaput yang bergetar. Getaran ini membuat bentuk inti tidak tetap melainkan berubah-ubah secara periodik di sekitar bentuk bola. Secara umum, perubahan tersebut akan muncul sebagai perubahan jari-jari inti, yang dinyatakan sebagai R (t, θ, φ) = R ave + Σ λ Σ λ m= λ a λm (t) Y lm (θ, φ), (3.29) di mana R ave = 1 2 (R mayor + R minor ). Mengacu pada persamaan di atas, dikenal berbagai modus vibrasi, yaitu 1 Monopol (λ = 0 atau R (t) = R ave + 4π a 00 (t)). Terlihat bahwa jari-jari inti hanya membesar dan mengecil secara seragam. Hal ini berarti inti mengalami pemuaian dan penyusutan tanpa mengalami perubahan bentuk dari bentuk lingkarannya. Monopol teramati sebagai eksitasi dengan energi ratusan MeV. Dipol (λ = 1) muncul sebagai pergeseran pusat massa inti tanpa merubah bentuknya, dan dapat dipandang sebagai gerakan

112 98 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.17: Panel atas: Berbagai model deformasi inti akibat vibrasi, dari kiri ke kanan: monopol, dipol, quadrupol, oktupol, dan heksadekapol (sumber: Lylle, 2001). Panel bawah: mekanisme terjadinya dipole (kiri) dan quadrupol (kanan), proton dilambangkan dengan bulatan hitam sedang netron bulatan putih. (sumber: Cook, 2006) translasi. Dipol teramati sebagai eksitasi dengan 0-20 MeV. Dipol dianggap timbul sebagai akibat gerakan kolektif proton dan gerkan kolektif netron ke arah yang berlawanan. Quadrupol (λ = 2), muncul sebagai perubahan bentuk inti menjadi lonjong akibat gerakan netron dan proton. Kuadrupol teramati sebagai eksitasi dengan di atas 10 MeV. Berbeda dengan monopol dan dipol yang tidak merubah bentuk inti, maka qudrupol menyebabkan perubahan bentuk inti. Dengan demikian, quadrupol dapat dianggap sebagai vibrasi orde terendah. Kuantisasi energi untuk vibrasi disebut fonon, dan untuk kasus quadrupol disebut fonon quadrupol. Fonon quadrupol membawa momentum dua unit (l = 2) dan paritas genap (( 1) l ). Salah satu fakta yang bisa dijelaskan dengan teori vibrasi adalah giant dipole resonance pada reaksi (γ,n) pada 208 Pb. Giant dipole resonance ditunjukkan sebagai sebuah peak besar pada distribusi penampang lintang total proses tersebut pada energi

113 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 99 γ yang datang. Oktupol (λ = 3), muncul sebagai perubahan bentuk inti dalam 3 arah yang berbeda. Contoh oktupol antara lain adalah eksitasi 208 Pb pada energi 2,61 MeV di atas energi dasarnya. Contoh : Menjelasan giant dipole resonance. Jelaskan terjadinya giant dipole resonance. menurut model vibrasi. Menurut model vibrasi, proton bergetar terhadap netron pada suatu frekuensi tertentu. Foton γ yang datang ke inti berinteraksi secara elektromagnetik dengan proton, tapi tidak dengan netron. Apabila frekuensi foton γ sesuai dengan frekuensi getar proton terhadap netron, maka terjadi resonansi sehingga getaran proton semakin kuat. Kejadian ini ditandai oleh puncak pada penampang lintang total Model rotasi Gerakan vibrasi inti dapat menyebabkan deformasi bentuk inti dari bentuk lingkarannya. Perubahan ini bersifat lunak dalam arti dapat hilang sehingga inti kembali ke bentuk dasarnya, yaitu lingkaran. Karena inti bersifat tak terbedakan, maka sebuah rotasi dapat diamati hanya jika intinya tidak berbentuk lingkaran. Di alam terdapat beberapa inti yang secara permanen bentuknya bukan lingkaran, yaitu dengan inti jarang (150 < A < 190) atau aktinida (A > 220). Inti tersebut dikenal sebagai inti terdeformasi (deformed nuclei). Salah satu efek rotasi yang teramati adalah, inti dengan jarang atau aktanida dengan A ganjil diketahui mempunyai momen magnetik yang sangat besar, dibandingkan dugaan teori dengan model kulit. Secara umum, bentuk inti yang mengalami deformasi akan menjadi ellips atau lonjong di mana jari-jarinya diberikan oleh R θ = R [1 + βy 20 (θ, φ)]. (3.30) Pada persamaan di atas, R θ adalah jari-jari inti pada sudut θ se-

114 100 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM dang R adalah jari-jati inti jika inti dianggap berbentuk bola. Karena Y 20 (θ, φ) = 1 ( 5 4 π 3 cos 2 θ 1 ), maka R θ hanya bergantung pada θ dan tidak bergantung pada φ. Contoh : Mencari ungkapan untuk β Carilah ungkapan beta dalam R, a = R (θ = 0), dan b = R (θ = π/2), Kita hitung lebih dahulu a = R θ=0 = R b = R θ=π/2 = R [ [ 1 + β β ( 3 cos )] [ = R 1 + β 2 ] 5 π 4 π 5 ( 3 cos 2 π ) ] [ π 2 1 = R 1 β 1 ] 5 4 π a b = Rβ π Dengan demikian, maka parameter deformasi β diberikan oleh β = 4 3 π a b 5 R b 1, 06a R, (3.31) Contoh : Hubungan antar parameter deformasi Carilah hubungan antara β dan ε. Kita evaluasi nilai keduanya pada saat θ = 0, di mana a = R [ 1 + β 2 4 a = R [1 + ε]. ] 5 π Dari kedua hubungan di atas, didapatkan ε = 2 4 = 1, 98. ε β 5 π β = 1, 98β atau Energi dari benda yang berotasi adalah E = J 2 2I dengan J adalah momentum sudut dan I adalah momen inersia. Secara kuantum, J 2

115 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 101 harus diganti dengan Ĵ 2 = J (J + 1) 2 sehingga E J = 2 J (J + 1). (3.32) 2I Dengan demikian, akan didapatkan E 1 = 0, E 1 = 2 2 2I, E 2 = 6 2 E 3 = I dan seterusnya. Contoh : Menghitung energi rotasi. Energi eksitasi pertama dari Er-164 adalah 91,4 kev di atas energi dasarnya (0 + ). Carilah nilai energi rotasinya untuk sembarang J. Karena keadaan dasarnya adalah 0 +, maka keadaan eksitasi pertamanya adalah 2 +. Eksitasi berikutnya adalah 4 +, 6 +, dan seterusnya. Dengan menggunakan 2 2I = 15, 2 kev, didapatkan E 2 = 2 2I 2 (2 + 1) = 91, 4 kev, E 4 = 20 15, 2 = 305 kev, E 6 = 42 15, 2 = 640 kev, dan E 8 = 72 15, 2 = 1097 kev. Sebagai perbandingan, nilai hasil pengukuran adalah E 2 = 91, 4 kev, E 4 = 300 kev, E 6 = 614 kev, dan E 8 = 1025 kev. Pada kenyataanya, nilai momen inersia bervariasi, tergantung pada bentuk intinya. Untuk inti rigid berbentuk ellips dipakai I rigid = 2 5 MR2 0 (1 + 0, 31β) atau 2I rigid ellip dipakai I cair = 9 8π MR2 0 β atau 2I, = 6 kev. Untuk inti cair berbentuk 2I cair = 90 kev. Sekarang kita bahas efek dari bentuk inti terhadap momen kuadrupol. Perubahan bentuk inti mempengaruhi nilai Q B (yaitu momen quadrupol dalam body-frame ), mengikuti persamaan Q B = 3 5π R 2 0Zβ (1 + 0, 16β) Model Nilsson Sejauh ini kita telah mendiskusikan berbagai model inti dengan segala keberhasilannya. Pendekatan independen (yang diwakili oleh model gas fermi yang merupakan pendekatan klasik dan model kulit yang merupakan pendekatan kuantum) dan pendekatan kolektif (yang di-

116 102 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM representasikan oleh model tetes cairan, model vibrasi, model rotasi, dan model cluster/alfa) berhasil menerangkan berbagai perilaku inti, dengan caranya yang berbeda-beda. Selanjutnya ilmuwan, di antaranya adalah A. Bohr dan B. Mottelson, tertarik untuk menggabungkan kedua pendekatan tersebut, dalam suatu model yang konsisten. Di antara pertanyaan yang coba dijawab adalah: bagaimanakah bentuk tingkat energi inti dan nilai bilangan ajaib jika faktor deformasi inti diperhitungkan?. Ilmuwan yang pertama kali melakukan perhitungan berdasarkan ide tersebut adalah Nilsson. Ia menggunakan model kulit, tetapi memasukkan faktor deformasi inti ke dalam rumusan potensialnya, sebagai berikut V (r) = 1 2 mω2 r 2 (1 2βY 20 (θ, φ)) + CL.S + DL 2. (3.33) Perhatikan bahwa suku β merepresentasikan deformasi inti (lihat Persamaan (3.31)). Sebagai konsekuensi dari kehadiran faktor β dalam ekpresi potensial inti, maka bentuk tingkatan energi pada inti bergantung pada faktor β, seperti ditunjukkan pada Gambar Contoh : Menghitung spin inti terdeformasi. Hitunglah spin Na-23, jika β = Na-23 mengandung 11 proton dan 12 netron, sehingga terdapat sebuah proton tak berpasangan yang merupakan sumber spin inti Na-23. Dengan menggunakan model kulit (atau menganggap inti berbentuk bulat, β = 0), proton tak berpasangan tersebut berada pada sub kulit 1d 5/2, sehingga spinnya seharusnya 5 2. Ternyata nilai ini berbeda dengan hasil eksperimen, Hal ini wajar, karena Na-23 tidak berbentuk lingkaran melainkan prolate dengan β = 0.12 (nilai β bisa didapatkan dari data momen kuadrupol Q dan jari-jari inti rata-rata R). Mengacu pada gambar Terlihat bahwa untuk β = 0.12, sub orbital 1d 5/2 terpecah menjadi 3 keadaan sehingga proton bebas berada pada j = 3 2. Ternyata, hasil ini sesuai dengan eksperimen, di mana spin

117 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 103 Gambar 3.18: Tingkatan energi menurut model Nilsson (Cook, 2006).

118 104 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Na-23 adalah 3 2. Salah satu ramalan model Nielsson adalah nilai bilangan ajaib untuk proton. Menurut model kulit, nilai bilangan ajaib setelah 82 adalah 126. Untuk netron, keberadaan 126 sebagai bilangan ajaib sudah dibuktikan dalam eksperimen. Untuk proton, keberadaan bilangan 126 sebagai bilangan ajaib belum dapat dibuktikan karena belum ditemukan inti dengan Z = 126. Model Nilsson sebaliknya meramalkan 114 sebagai bilangan ajaib untuk proton setelah Gambaran skematis model inti Di luar model yang sudah kita diskusikan, sebenarnya masih banyak model lain yang dikembangkan ilmuwan untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik tentang inti atom. Secara umum, pengelompokan model inti disajikan pada Gambar 3.19, sedang kronologis perumusannya disajikan pada Gambar 3.20.

119 3.3. MODEL INTI YANG LAIN 105 Gambar 3.19: Berbagai model inti dan pengelompokannya (Sumber Cook, 2005)

120 106 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM Gambar 3.20: Berbagai model inti dan kronologi perumusannya (Sumber Cook, 2005)

121 Bab 4 Gaya Antar Nukleon Pada Bab 3, kita telah mengenal keberadaan potensial inti dan memakainya untuk mendapatkan model kulit inti. Potensial tersebut merupakan akumulasi dari potensial antar nukleon. Ini berarti ada gaya yang bekerja antar nukleon, baik antar netron, antar proton, maupun antara proton dan netron. Keberadaan gaya inti juga bisa dipahami dengan cara berikut. Karena kebanyakan inti mengandung lebih dari satu proton, di mana setiap proton bermuatan positif, maka kita mesti bertanya: mengapa inti bisa stabil dan tidak terpecah? Seperti kita ketahui, dua partikel dengan muatan sejenis akan menghasilkan gaya elektrostatis yang bersifat saling menolak. Sebagai konsekuensinya, proton dalam inti akan saling menjauh dan bahkan keluar dari inti sehingga inti bersifat tidak stabil. Faktanya, inti tetap stabil. Jadi, kita bisa menyimpulkan bahwa selain gaya elektrostatik, juga terdapat suatu gaya lain yang bekerja antar nukleon. Untuk selanjutnya, kita sebut gaya tersebut sebagai gaya antar nukleon. 4.1 Deuteron Untuk memahami sifat gaya antar nukleon, kita tinjau Deuteron. Deuteron adalah inti yang terdiri atas 1 proton dan 1 netron. Deuteron merupakan inti dari Deuterium (H-2), yang merupakan salah satu 107

122 108 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON isotop dari hidrogen. Deuteron merupakan contoh inti yang paling sederhana dan sekaligus mengandung interaksi antar nukleon. Berikut kita tinjau beberapa sifat deuteron Energi ikat Energi ikat deuteron, yang juga berarti energi ikat proton-netron, dapat diamati dengan ketelitian tinggi melalui salah satu dari cara berikut. Mengukur massa deuteron dengan spektroskopi massa, dan kemudian menghitung energi ikatnya dengan menggunakan Persamaan (1.9) B deuteron = [m p + m n m deuteron ] c 2. Hasil yang diperoleh dengan metode ini adalah B deuteron = 2, ± 0, MeV. Dengan menggunakan reaksi penggabungan inti hidrogen dan netron, melalui reaksi 1 H + n 2 H + γ dan mengukur energi dari sinar gamma yang dipancarkan. Dalam metode ini, energi ikat deuteron sama dengan energi γ dikurangi dengan energi kinetik netron. Hasil yang diperoleh dengan metode disosiasi adalah B deuteron = 2, ± 0, MeV. Dengan menggunakan reaksi balik atau reaksi fotodisosiasi, 2 H + γ 1 H + n, di mana energi minimal γ merupakan nilai dari energi ikat deuteron. Hasil yang diperoleh dengan metode fotodisosiasi adalah B deuteron = 2, 224 ± 0, 002 MeV.

123 4.1. DEUTERON 109 Dengan demikian, didapatkan fraksi energi ikat (yaitu energi per nukleon) untuk deuteron sebesar 1,112 MeV. Nilai ini jauh lebih kecil dari fraksi energi ikat rata-rata inti, yaitu sebesar 8,5 MeV (yang kita dapatkan dari model tetes cairan atau SEMF) Spin dan paritas Karena deuteron terdiri atas 1 proton dan 1 netron, maka spinnya berasal dari spin netron, spin inti, dan momentum sudut l, sebagai berikut I = s p + s n + l. (4.1) Dari hasil pengukuran, didapatkan bahwa spin deuteron adalah I = 1 dan paritasnya genap. Ini berarti nilai momentum sudut deuteron adalah adalah l = 0 (orbital s) atau l = 2 (orbital d). Contoh : Mencari nilai momentum sudut untuk deuteron. Dengan mengacu pada Persamaan (4.1) dan fakta bahwa spin deuteron adalah 1 dan paritasnya genap, carilah nilai momentum sudut yang mungkin. Karena spin deuteron adalah 1, maka kombinasi dari nilai s n, s p, dan l. pada Persamaan (4.1) harus menghasilkan I = 1, atau Karena s p + s n + l = 1 l = 1 (s p + s n ). ±1 jika proton dan netron paralel (s p + s n ) = 0 jika proton dan netron anti paralel 0 jika proton dan netron tegak lurus terhadap l Dengan demikian, 4 nilai l yang mungkin adalah

124 110 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON proton dan netron paralel dengan (s p + s n ) = 1, sehingga momentum sudutnya adalah I = 1 1 = 0 proton dan netron antiparalel dengan (s p + s n ) = 0, sehingga momentum sudutnya adalah I = 1 0 = 1 proton dan netron paralel (tetapi keduanya tegak lurus terhadap l) dengan (s p + s n ) = 0, sehingga momentum sudutnya adalah I = 1 0 = 1 proton dan netron paralel dengan (s p + s n ) = 1, sehingga momentum sudutnya adalah I = = 2 Dari percobaan yang lain, diketahui bahwa paritas dari deuteron adalah genap. Karena paritas terkait dengan ( 1) l, berarti bahwa momentum sudut deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d) Momen magnetik Deuteron terdiri atas 1 proton dan 1 netron tak berpasangan. Jika kita menganggap keduanya berada pada orbital s, maka momen magnetik deuteron adalah µ = [(g sn s + g sp s) / ] µ N (4.2) Karena s = 1 2, g sp = 5, (untuk proton), dan g sn = (untuk netron), maka didapatkan µ = 0, nm. Sebagai perbandingan, nilai hasil eksperimen adalah µ = 0, ± 0, nm. Ini berarti hasil perhitungan tidak benar-benar sama dengan hasil eksperimen. Dengan kata lain, peluang bagi netron dan proton untuk berada di orbital s (l = 0) tidak bernilai 100%. Hasil eksperimen bisa direproduksi secara teoritis jika kita menganggap hanya 96% deuteron berada di orbital s, sedangkan sisanya, 4%, ada di orbital d (l = 2).

125 4.1. DEUTERON 111 Contoh : Menghitung rasio keadaan s dan d pada deuteron. Dengan memanfaatkan data nilai momen magnetik deuteron nilai hasil eksperimen adalah µ = 0, nm, hitunglah peluang deuteron untuk berada pada keadaan momentum sudut d. Dari analisis spin dan paritas, diketahui bahwa momentum sudut deuteron adalah 0 (orbital s) atau 2 (orbital d). Sekarang kita akan mnghitung rasionya. jika deuteron berada pada orbital s (atau l = 0), maka µ s = 1 2 (g sn + g sp ) = 1 ( , ) = 0, nm 2 jika deuteron berada pada orbital d (atau l = 2), maka µ d = 1 4 (3 g sn g sp ) = 1 ( , ) = 0, nm 4 Jika fraksi deuteron yang berada pada orbital d adalah x, maka berlaku µ eksp = (1 x) µ s + xµ d = µ s + x (µ d µ s ), atau x = µ eksp µ s 0, , = = 0, %. µ d µ s 0, , Momen quadrupol elektrik Jika deuteron berada pada orbital s (l = 0), berarti momen quadrupolnya adalah nol. Sayangnya, hasil eksperimen menunjukkan bahwa momen quadrupol deuteron adalah Q = 0, ± 0, barn. Se-

126 112 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON baliknya, jika deuteron dianggap terdiri atas orbital s dan d, maka Q = Q ss + Q sd + Q dd. Ternyata hasil eksperimen bisa direproduksi secara teoritis jika kita menganggap 96% deuteron berada di orbital s dan sisanya, 4%, ada di orbital d (l = 2). Hasil ini sekali lagi menunjukkan bahwa sebagian deuteron berada pada orbital d (l = 2) Potensial dan jari-jari Dari percobaan hamburan, didapatkan bahwa jari-jari efektif deuteron adalah 2,1 fm. Selanjutnya jika hasil tersebut dimasukkan pada persamaan Schrödinger, didapatkan kedalaman potensial deuteron adalah -35 MeV. Ini berarti bahwa energi ikat deuteron jauh lebih dekat ke puncak sumur potensial (V = 0 MeV), dibandingkan ke dasar potensialnya (V = -35 MeV). 4.2 Sifat Gaya Nuklir Dari analsis deuteron, kita dapat menduga sifat gaya antar nukleon atau gaya nuklir (atau nuklir kuat, strong nuclear force). Karena gaya tersebut harus bisa mengimbangi gaya tolak elektrostatis, maka kita bisa menduga bahwa gaya nuklir tersebut harus memiliki sifat sebagai berikut: 1. Pada jarak dekat (radius inti), gaya (tarik) nuklir lebih kuat dibanding gaya (tolak) Coulumb. 2. Pada jarak atomik, gaya nuklir dapat diabaikan, sehingga ikatan molekul dapat dipahami sebagai akibat gaya Coulumb 3. Beberapa partikel, seperti elektron, tidak dipengaruhi oleh gaya nuklir. Dari percobaan yang dilakukan kemudian, kita dapati tambahan sifat untuk gaya nuklir, yaitu

127 4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL Gaya nuklir juga mengandung komponen repulsif (saling menolak) yang bisa menjaga nukleon berada pada jarak rata-rata antar partikel yang tidak nol. 2. Gaya nuklir tidak bergantung pada jenis nukleonnya. Dengan demikian, tidak ada perbedaan antara gaya antar proton, antar netron, serta antara proton dan netron. Sifat ini dikenal sebagai independensi gaya nuklir terhadap muatan (charge independence). 3. Gaya nuklir bergantung pada spin dari nukleonnya. 4. Gaya nuklir memiliki komponen tensor yang tidak bersifat sentral. Akibatnya, momentum sudut tidak bernilai konstan. 4.3 Model Pertukaran Partikel. Sampai dengan awal abad ke-20, salah satu gaya yang perilakunya diketahui dengan baik adalah gaya elektromagnetik. 1 Interaksi elektromagnetik dipahami sebagai interaksi yang timbul karena pertukaran foton antara dua partikel yang bermuatan listrik. Foton tersebut memiliki massa diam 0, muatan listrik 0, dan spin 1. Dikatakan bahwa foton merupakan partikel pembawa (carrier particle) untuk interaksi elektromagnetik. Ide bahwa sebuah interaksi timbul karena adanya partikel yang dipertukarkan, dikenal sebagai model pertukaran partikel (particle exchange model). 2 Selanjutnya, jika terdapat interaksi antar nukleon dalam inti, lalu apakah jenis partikel pembawanya? Orang yang mula-mula menerapkan model pertukaran partikel untuk memahami interaksi antar nukleon pada inti adalah fisikawan Jepang, Hideki Yukawa, pada tahun Dia berpendapat, bahwa partikel pembawa untuk interaksi antar nukleon adalah meson. 3 Kelak partikel ini dikonfirmasi dalam eksperimen oleh C.F. Powell pada 1 Kita mengenal 4 interaksi fundamental, yaitu interaksi gravitasi, interaksi elektromagnetik, interaksi kuat, dan interaksi lemah. 2 Secara kualitatif, anda dapat memandang interaksi antara Na dan Cl terjadi setelah ada elektron yang dipertukarkan di antara keduanya. 3 Meson berasal dari bahasa latin meso, yang artinya sedang. Ini menunjukkan

128 114 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON tahun 1947, dan dikenal sebagai meson π (π-meson) atau disingkat pion. Kita dapat menduga massa pion dengan menggunakan ketidakpastian Heisenberg ( E) ( t). Jika pion bergerak di dalam inti dengan kecepatan cahaya c, dan jangkauan interaksi kuat adalah r 0, maka massa pion adalah m π c 2 = t = r 0 /c = c = r 0 197, 3 MeV fm. (4.3) r 0 fm Misalkan jangkauan interaksi nuklir adalah 1 fm, maka menurut Persamaan (4.3), massa pion adalah 197, 3 MeV/c 2. Contoh : Memperkirakan massa pion Berapakah massa pion, jika (i) jangkau interaksi antar nukleon sama dengan jarak antar nukleon dalam inti, dan (ii) jika jarak interaksinya adalah 1,5 fm Jarak antar nukleon dalam inti adalah r 0 = = ( ) ( ) volume inti 1/3 4 1/3 ( 4 3 = πr3 3 = πr3 0 A jumlah nukleon A A ( ) 4 1/3 3 π R 0 = 1, 93 fm. ) 1/3 Dengan demikian, maka massa pion adalah m π c 2 = 197,3 MeV fm 1,93 fm 102 MeV, atau m π = 102 MeV/c 2. Selanjutnya, jika dipakai r 0 = 1, 5 fm, maka m π = 131, 5 MeV/c 2. Karena semua nukleon (proton maupun netron) memiliki spin yang sama, berarti spin pion adalah 0. 4 Secara terperinci, interaksi antar nukleon dapat berlangsung antara proton-proton, protonnetron, dan netron-netron. Dengan demikian, kita dapat menduga bahwa interaksi tersebut bisa muncul dalam 3 model, yaitu bahwa fisikawan menduga massa meson adalah antara massa elektron yang ringan dan massa nukleon yang berat. 4 Adalah suatu fakta, bahwa semua partikel pembawa interaksi memiliki spin bilangan bulat, dan dikenal sebagai boson.

129 4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 115 Gambar 4.1: Diagram Feynmann untuk berbagai jenis interaksi nukleon-nukleon. Perhatikan bahwa waktu bergerak dari bawah ke atas. Partikel yang dipertukarkan kita tulis sebagai garis putus-putus. Interaksi di mana baik partikel pemberi pion maupun penerima pion tidak berubah muatannya. interaksi ini terkait dengan pion netral atau π 0. Contoh reaksinya adalah (p untuk proton dan n netron, serta indeks 1 untuk nukleon pemberi pion dan indeks 2 untuk nukleon penerima pion) n 1 n 1 + π 0 dan n 2 + π 0 n 2 p 1 p 1 + π 0 dan p 2 + π 0 p 2 p 1 p 1 + π 0 dan n 2 + π 0 n 2 (dan sebaliknya) Interaksi di mana partikel pemberi pion berkurang muatannya sedang penerima pion bertambah muatannya. interaksi ini terkait dengan pion positif atau bermuatan +1, yaitu π +. Contoh reaksinya adalah p 1 n 1 + π + dan n 2 + π + p 2. (Perhatikan bahwa reaksi p 1 n 1 + π + dan p 2 + π +? tidak mungkin terjadi. Mengapa?) Interaksi di mana partikel pemberi pion bertambah muatannya sedang penerima pion berkurang muatannya. interaksi ini terkait dengan pion positif atau bermuatan -1, yaitu π. Contoh reaksinya adalah n 1 p 1 + π dan p 2 + π n 2. (Perhatikan bahwa reaksi n 1 p 1 + π dan n 2 + π? tidak mungkin terjadi. Mengapa?) Diagram Feynmann untuk ketiga reaksi tersebut disajikan pada Gambar 4.1. Dari data eksperimen didapatkan bahwa m π + = m π =

130 116 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON 139, 6 MeV/c 2 dan m π 0 = 135, 0 MeV/c 2. 5 Sifat-sifat pion ditunjukkan pada Tabel 4.1. Kedekatan nilai eksperimen dengan nilai dugaan massa pion pada jangkau interaksi 1,5 fm, memaksa kita mengambil kesimpulan bahwa interaksi antar nukleon dengan pion sebagai partikel pembawa terjadi pada jangkauan fm. Pada jarak 0,5-1 fm, pertukaran pion menjadi sumber energi ikat inti. Pada jarak yang lebih dekat (0,25 fm), partikel pembawanya adalah meson ω (m ω = 783 MeV/c 2 ) dan menghasilkan gaya yang saling menolak. Pada jarak yang lebih dekat lagi (x < 0,25 fm), partikel pembawanya adalah meson ρ (m ρ = 783 MeV/c 2 ) dan bertanggung jawab atas spin dan orbit interaksi. 6 Berikutnya, kita akan mencari ungkapan untuk gaya nuklir. Kita mulai dengan ungkapan energi total relativistik E 2 = (pc) 2 + ( mc 2) 2. Selanjutnya kita pakai ungkapan operator Ê = i t dan ˆp = i sehingga didapatkan Ê2 = 2 2 dan ˆp 2 = 2 2, dan t 2 ( 2 ( mc ) ) 2 φ = 1 2 φ c 2 t 2. Persamaan terakhir dikenal sebagai persamaan Klein-Gordon. Untuk kasus statis, (φ φ (t)), maka persamaan terakhir tereduksi menjadi persamaan Helmholtz, atau ( 2 k 2) φ = 0, di mana k = mc/. memiliki solusi dalam bentuk Dalam koordinat radial, persamaan terakhir φ = g e kr r. (4.4) 5 Fakta bahwa pion terdiri atas 3 jenis partikel, serupa dengan nukleon yang bisa muncul dalam 2 bentuk partikel. Gejala ini dikenal sebagai isospin. 6 Fakta ini, juga persamaan (4.3), menunjukkan bahwa daya jangkau suatu interaksi berbanding terbalik dengan massa partikel pembawabya.

131 4.3. MODEL PERTUKARAN PARTIKEL. 117 Tabel 4.1: Sifat-sifat pion π + π 0 π massa (MeV/c 2 ) 139, ,6 muatan (e) isospin (T) spin ( ) paritas ganjil ganjil ganjil modus peluruhan π µ + ν µ π γ + γ π + µ + + ν µ modus pembentukan T ambang = 290 MeV modus pembentukan T ambang = 600 MeV Reaksi elastik dengan nukleon Reaksi inelastik dengan nukleon Reaksi (n,p) dengan nukleon p + p p + n + π + p + p p + p + π 0 p + n p + n + π 0 p + n p + p + π p + p p + n + π 0 + π 0 p + p p + p + π + + π p + p p + n + π 0 + π + p + p n + n + π + + π + π + + p π + + p π + p π + p π + + p π + + π 0 + p π + + p π + + π + + n π + p π 0 + n Bentuk terakhir, menjadi landasan model potensial Yukawa di mana r 0 = mc e r/r 0 V Y ukawa (r) = V 0, r ini sesuai dengan Persamaan (4.3). adalah jarak rata-rata interaksi nuklir kuat. Hasil Contoh : Memperkirakan jarak efektif gaya nuklir kuat Perkirakan jarak rata-rata interaksi kuat, dengan menggunakan Persamaan (4.4). Untuk m π ± = 139, 6 MeV/c 2, didapatkan r 0 = c m: πc = 197, ,6 = 1, 41 fm. Untuk m π 0 = 135 MeV/c 2, didapatkan r 0 = 197,3 139,6 = 1, 46 fm.

132 118 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON Contoh : Memperkirakan bentuk dan jangkauan potensial elektromagnetik dan gravitasi Perkirakan bentuk persamaan dan jangkauan potensial elektromagnetik dan gravitasi. Pada kedua kasus di atas, gaya pembawanya adalah foton virtuil dan graviton, dengan massa diam nol. Dengan demikian, maka r 0 bernilai tak berhingga, dan bentuk ungkapan potebsialnya adalah V = k 1 r. 4.4 Isospin Kita akhiri diskusi ini dengan membahas konsep isospin. Dalam fisika partikel, konsep isospin (asalnya dari isobaric spin) adalah bilangan kuantum (tambahan) yang terkait dengan interaksi kuat. Dua buah partikel (atau lebih) yang memiliki massa hampir sama dan berinteraksi dengan besar gaya kuat yang sama, sekalipun muatannya berbeda, dianggap sebagai partikel yang sama (isospin), tetapi dalam keadaan yang berbeda. Syarat memiliki massa yang sama atau hampir sama menghasruskan kelompok partikel tersebut memiliki nomor massa yang sama. Inilah asal istilah isobar spin. Contoh isospin dapat berupa partikel tunggal (isospin singlet), seperti barion lambda (Λ 0 ) dua partikel (isospin doublet), misalnya nukleon (p dan n), meson K (K dan K 0 serta K + dan K 0 ) tiga partikel (isospin triplet), misalnya meson pi atau pion (π, π 0, dan π + ) dan barion sigma (Σ, Σ 0, dan Σ + ) empat partikel (isospin quartret), misalnya barion delta (, 0, +, dan ++ ).

133 4.4. ISOSPIN 119 lima partikel (isospin quintet), misalnya pada inti dengan A=4 (4n, 4p, He-4, Li-4, dan Be-4) dan A=32 (Si-32, P-32, S-32, Cl-32, dan Ar-32). Bukti bahwa proton dan netron berinteraksi dengan gaya nuklir yang sama besar, ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2: Energi ikat beberapa inti A Inti B (MeV) B c (MeV) B B C (MeV) 3 H-3 8, ,486 He-3 7,723 0,829 8, C-13 97,10 7, ,734 N-13 94,10 10, , Na ,54 23,13 209,67 Mg ,54 27,75 209,42 41 Ca ,53 65,91 416,44 Sc ,79 72,84 416,63 Jika bilangan isospin disimbolkan dengan T dan jumlah partikelnya adalah N, maka berlaku hubungan 2T + 1 = N. (4.5) Proyeksi T pada sumbu z atau biasa ditulis T Z adalah T, T 1,... T. Nilai isospin dicantumkan pada Tabel 4.3 Contoh : Menghitung isospin pion Hitunglah nilai isospin T dari pion. Karena terdapat 3 jenis pion, maka nilai isospin T -nya memenuhi 2T + 1 = 3. Ini berarti T = 1, dan T z = +1 untuk π +, T z = 0 untuk π 0, dan T z = 1 untuk π, Contoh : Menghitung isospin nukleon Hitunglah nilai isospin T dari nukleon.

134 120 BAB 4. GAYA ANTAR NUKLEON Karena terdapat 2 jenis nukleon, maka nilai isospin T -nya memenuhi 2T + 1 = 3, yang berarti T = 1 2, dan T z = untuk proton dan T z = 1 2 untuk netron, Tabel 4.3: Nilai isospin beberapa jenis partikel Jenis Jumlah Isospin Proyeksi Contoh isospin partikel (T ) (T z ) partikel singlet barion lambda 1 1 doublet 2 2 2, 1 2 nukleon, kaon triplet 3 1 1, 0, -1 pion, barion sigma 3 3 quarter 4 2 2, 1 2, 1 2, 3 2 barion delta quintet 5 2 2, 1, 0, -1, -2 X-4, X-32 Contoh : Menghitung T z Hitunglah nilai isospin T z dari isospin kuintet A=32 (Si-32, P-32, S- 32, Cl-32, dan Ar-32). Untuk kasus inti dengan Z proton dan N netron, nilai proyeksi spin diberikan oleh T z = 1 2 (Z N). Dengan demikian didapatkan Si-32 (Z = 14 dan N = 18), maka T z = 1 2 (14 18) = 2 P-32 (Z = 15 dan N = 17), maka T z = 1 2 (15 17) = 1 S-32 (Z = 16 dan N = 16), maka T z = 1 2 (16 18) = 0 Cl-32 (Z = 17 dan N = 15), maka T z = 1 2 (17 15) = 1 Ar-32 (Z = 18 dan N = 14), maka T z = 1 2 (18 14) = 2.

135 Bab 5 Peluruhan Radioaktif 5.1 Jenis Peluruhan dan Penyebabnya Peluruhan radiokatif mula-mula diamati oleh Henri Becquerel pada unsur uranium (1896), dan kemudian oleh Marie dan Pierre Curie pada thorium, serta unsur baru polonium dan radium. Dengan mengacu pada daya jangkau serta daya ionisasinya pada suatu materi, pada tahun 1899 Ernest Rutherford memilah radioaktivitas menjadi dua kelompok, yaitu peluruhan alfa dan peluruhan beta (yang sekarang dikenal sebagai beta negatif, untuk membedakannya dengan beta positif). Radiasi alfa diketahui dapat dihentikan oleh sehelai papan tipis, sedangkan radiasi beta dapat menembus papan tipis tersebut, tetapi dihentikan oleh sehelai aluminium. Pada tahun 1900, Paul Villard menemukan jenis radiasi ketiga yang disebut sebagai peluruhan gamma, yang sanggup menembus sehelai aluminium, bahkan papan dari timbal. 1 Kelak kita akan mengetahui jenis radiasi yang lain, yaitu pemancaran positron, penangkapan elektron, dan penangkapan positron, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.1. Dengan menggunakan metode J.J. Thomson yang digunakan untuk menganalisis sinar katoda, pada tahun 1900 Becquerel mengukur 1 Terlihat bahwa penamaan jenis peluruhan dilakukan menurut abjad, α, β, dan γ, sesuai dengan urutan penemuannya. Urutan tersebut ternyata juga terkait daya ionisasi dan massanya. 121

136 122 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Tabel 5.1: Jenis peluruhan radioaktif Jenis reaksi Penyebab Mekanisme peluruhan alfa peluruhan beta negatif (elektron) peluruhan beta positif (positron) penangkapan elektron penangkapan positron peluruhan gamma ukuran inti terlalu besar rasio N/P melebihi nilai (N/P ) stabil rasio N/P kurang dari nilai (N/P ) stabil rasio N/P kurang dari nilai (N/P ) stabil rasio N/P melebihi nilai (N/P ) stabil inti memiliki kelebihan energi Pemancaran partikel alfa mereduksi ukuran inti Dengan memacarkan elektron, netron berubah menjadi proton Dengan memacarkan positron, proton berubah menjadi netron Dengan menangkap elektron, proton berubah menjadi netron Dengan menangkap positron, netron berubah menjadi proton Pemancaran sinar gamma akan mereduksi energi inti Reaksi Dasar, reaksi inti, dan contoh peluruhan Gaya yang bekerja p n 4 2 α + Q A Z X A 4 Z 2 X α + Q gaya nuklir kuat U Th + α + Q 1 0 n 1 1 p e + νe + Q A Z X A Z+1 X e + νe + Q 146 C 14 7 N e + νe + Q 1 1 p 1 0 n e+ + νe + Q A Z X A Z 1 X e+ + νe + Q Cu Ni e+ + νe + Q 1 1 p e 1 0 n + ν e + Q A z X e A z 1 X + νe + Q Cu e Ni + ν e + Q 1 0 n e+ 1 0 p + ν e + Q A z X e+ A z+1 X + νe + Q Na+0 1 e Mg+ + νe+q A z X A z X + γ Sr 67 gaya nuklir lemah gaya nuklir lemah gaya nuklir lemah gaya nuklir lemah elektromagnetik 38 Sr + γ gaya

137 5.2. PELURUHAN ALFA 123 rasio muatan terhadap massa (e/m) dari radiasi beta, dan sampai pada kesimpulan bahwa radiasi beta adalah elektron. Pada tahun 1901, Rutherford dan Frederick Soddy menunjukkan bahwa radiasi alfa dan beta terjadi ketika suatu inti berubah menjadi inti unsur yang lain. Setelah mempelajari berbagai radiasi yang ada, pada tahun 1913 Soddy dan Kazimierz Fajans secara terpisah mengajukan hukum pergeseran radiasi, yang menyatakan bahwa radiasi beta menghasilkan inti baru yang nomor atomnya naik satu, sedangkan radiasi alfa menghasilkan inti baru yang nomor atomnya turun dua. Seperti halnya semua peristiwa dalam fisika, peluruhan radioaktif juga harus memenuhi beberapa hukum kekekalan. Di antara hukum kekekalan yang harus dipenuhi, antara lain adalah Hukum kekekalan muatan listrik q (bisa dirunut dari nomor atom Z) Hukum kekekalan nukleon (bisa dirunut dari nomor massa A) Hukum kekekalan energi E (bisa dirunut dari hubungan E = mc 2 ) 5.2 Peluruhan Alfa Mengapa harus alfa? Partikel alfa adalah inti atom Helium, 4 2He. Peluruhan alfa terjadi jika inti menjadi tidak stabil karena besarnya jumlah nukleon A. Pada peluruhan alfa, inti melepaskan partikel alfa sehingga nomor atomnya Z berkurang 2 dan nomor massanya A berkurang 4. Reaksi peluruhan alfa dapat ditulis sebagai A ZX A 4 Z 2 X + α + Q, (5.1)

138 124 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.1: Peluruhan alfa (sumber: di mana Q adalah energi yang dilepaskan pada reaksi tersebut, yang nilainya adalah Q = [m X m X m α ] c 2. (5.2) Nilai Q positif menunjukkan bahwa reaksi tersebut menghasilkan energi, sebaliknya nilai Q negatif menunjukkan reaksi yang membutuhkan energi. Suatu reaksi hanya bisa belangsung secara spontan jika Q 0. Nilai Q yang positif juga menunjukkan bahwa massa total inti hasil reaksi harus lebih kecil atau sama dengan massa inti sebelum reaksi. Salah satu contoh reaksi alfa adalah U Th + α + Q. Tentunya kita bisa bertanya, mengapa partikel yang dilepaskan oleh inti U pada reaksi tersebut adalah partikel alfa, dan bukan partikel yang lain, seperti netron, 1 1 H, 2 1 H, 3 1 H, 3 2 He, 5 2He, atau partikel kecil yang lain? Jawabannya adalah pada nilai Q, di mana peluruhan alfa adalah satu-satunya reaksi yang menghasilkan Q bernilai positif. Contoh : Menghitung Q untuk berbagai modus peluruhan Hitunglah energi yang dilepaskan jika U meluruh dengan melepaskan 3 2 He, alfa, dan 5 2 He. Dengan menggunakan Persamaan 5.2, energi yang dilepaskan pada

139 5.2. PELURUHAN ALFA 125 peluruhan U adalah Jika yang dilepaskan adalah 3 2He, maka Q = [ m ( U ) m ( Th ) m ( 3 2 He )] c 2 = [232, u 229, u u] 931, 5 MeV/u = 9, 91 MeV Jika yang dilepaskan adalah 4 2He, maka Q = [ m ( U ) m ( Th ) m ( 4 2 He )] c 2 = [232, u 228, u 4, u] 931, 5 MeV/u = 5, 41 MeV Jika yang dilepaskan adalah 5 2He, maka Q = [ m ( U ) m ( Th ) m ( 5 2 He )] c 2 = [232, u 227, u 5, u] 931, 5 MeV/u = 2.58 MeV Hasil perhitungan menunjukkan bahwa hanya peluruhan alfa yang bisa terjadi secara spontan pada U, karena Q-nya bernilai positif. Perhitungan lebih teliti serta untuk berbagai modus peluruhan dari U disajikan pada tabel 5.2. Untuk isotop lain, ternyata peluruhan α juga selalu menghasilkan Q bernilai positif. Contoh : Menghitung Q untuk berbagai isotop Hitunglah energi yang pada peluruhan alfa, jika inti induknya adalah U, U, dan Th. Dengan menggunakan Persamaan 5.2, energi yang dilepaskan pada peluruhan α adalah

140 126 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Tabel 5.2: Nilai energi yang dilepaskan Q pada berbagai modus peluruhan U (Krane, 1992). Partikel yang Q Partikel yang Q dilepaskan (MeV) dilepaskan (MeV) n -7, He +5, H -6, He -2, H -10, He -6, H -10, Li -3, He -9, Li -1,94 Jika reaksinya adalah U Th + α + Q, maka Q = [ m ( U ) m ( Th ) m ( 4 2 He )] c 2 = [238, u 234, u u] 931, 5 MeV/u = 4, 27 MeV Jika reaksinya adalah U Th + α + Q, maka Q = [ m ( U ) m ( Th ) m ( 4 2 He )] c 2 = [ u u u] 931, 5 MeV/u = 4, 86 MeV Jika reaksinya adalah Th 226Ra + α + Q, maka Q = [ m ( Th ) m ( Ra ) m ( 4 2 He )] c 2 88 = [ u u u] 931, 5 MeV/u = 4, 77 MeV Nilai Q pada peluruhan α pada beberapa isotop disajikan pada Tabel 5.3. Lalu mengapa peluruhan α selalu menghasilkan Q positif? Hal ini tidak lepas karena tingginya fraksi energi ikat dari partikel α, seperti ditunjukkan pada Tabel 5.4. Fraksi energi ikat partikel alfa, f = 7, 075 MeV, adalah yang tertinggi di antara partikel yang lain. Tingginya f berkorelasi pada rendahnya massa inti per nukleon, m A.

141 5.2. PELURUHAN ALFA 127 Tabel 5.3: Nilai energi yang dilepaskan Q pada peluruhan alfa untuk berbagai isotop (Cotingham dan Greenwood, 2004) Reaksi Q Reaksi Q yang terjadi (MeV) yang terjadi (MeV) U Th + α + Q 4, Rn Po + α + Q 5, U Th + α + Q 4, Po Pb + α + Q 6,61 Th Ra + α + Q 4, Po Pb + α + Q 7,84 Ra Rn + α + Q 4, Po Pb + α + Q 5, Tabel 5.4: Fraksi energi ikat dan massa per nukleon pada inti kecil. Partikel f = B A m = m A Partikel f = B A m = m A kecil (MeV) (u) kecil (MeV) (u) n 0 1, He 7,075 1, H 0 1, He n.a. 1, H 1,11 1, He n.a. 1, H 2,83 1, Li 5,33 1, He 2,57 1, Li 5,386 1, Contoh : Menghitung energi ikat partikel alfa Hitunglah energi ikat dan fraksi energi ikat pada partikel alfa. Partikel alfa terdiri atas 2 proton dan 2 netron, dan massanya 4, u. Dengan demikian, energi ikatnya adalah B = [2m p 2m n m α ] c 2 = [2 1, u 2 1, u u] 931, 5 MeV/u = 28, 2962 MeV. Dengan demikian, energi ikat per nukleonnya adalah f = B A = 7, 075 MeV. Nilai Q dari suatu reaksi juga dapat dinyatakan sebagai selisih energi ikatnya. Untuk peluruhan alfa, nilai Q-nya adalah Q = B ( 4 2 He ) + B ( A 4 Z 2 X ) B ( A Z X ). (5.3)

142 128 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Persamaan di atas, memberikan jaminan bahwa jumlahan energi ikat pada inti produk lebih besar dari ( energi) ikat inti induk. Bahkan, peluruhan alfa selalu memenuhi f A 4 Z 2 X > f ( A Z X ). Dengan menggunakan SEMF, persamaan terakhir dapat dinyatakan sebagai [ Q = 28, 3 + a v (A 4) a s (A 4) 2/3 (Z 2) (Z 3) a c (A 4) 1/3 ] (A Z) 2 a a (A 4) + a p (A 4) 3/4 [ ] a v A a s A 2/3 Z (Z 1) (A 2Z) 2 a c A 1/3 a a + a p A A 3/4 (5.4) 28, 3 4a v a sa 1/3 Z ( 1 Z ) 3A + 4a c a ( 1/3 4a a 1 2Z ) 2 + 3a p A 7/4. (5.5) A Pada persamaan di atas A dan Z adalah nomor massa dan nomor atom inti induk. Perbandingan antara nilai Q teoritis yang dihitung dengan Persamaan (5.4) dan nilai eksperimen dinyatakan pada Gambar 5.2. Contoh : Menghitung nilai Q dengan SEMF Hitunglah Q dengan menggunakan Persamaan (5.4) dan (5.5) untuk peluruhan alfa di mana inti induknya adalah Th-226, Th-232, dan Th-220, dan bandingkan hasilnya dengan harga eksperimen. Gunakan a v = 15, 5 MeV, a s = 16, 8 MeV, a c = 0, 72 MeV, a a = 23 MeV, dan a p = 34 MeV. Untuk reaksi Th Ra + α + Q, nilai Q-nya adalah 6,25 MeV (Pers. (5.4)) dan 6,76 MeV (Pers. (5.5)). Kedua nilai tersebut cukup dekat dengan nilai eksperimen, yaitu 6,45 MeV. Untuk reaksi Th Ra + α + Q, nilai Q-nya adalah 5,18 MeV (Pers. (5.4)), 5,7 MeV (Pers. (5.5)), dan 4,08 MeV (eks-

143 5.2. PELURUHAN ALFA 129 Gambar 5.2: Perbandingan antara nilai Q teoretis (persamaan (5.4)) dan nilai eksperimen untuk peluruhan alfa. (Cottingham dan Greenwood, 2004) perimen). Untuk reaksi Th Ra + α + Q, nilai Q-nya adalah 7,27 MeV (Pers. (5.4)), 7,77 MeV (Pers. (5.5)), dan 8,95 MeV (eksperimen). Contoh : Menghitung nilai f dengan SEMF Hitunglah fraksi energi ikat f dengan menggunakan Persamaan (5.4) untuk peluruhan alfa di mana inti induknya adalah Th-226, Th- 232, dan Th-220. Gunakan a v = 15, 5 MeV, a s = 16, 8 MeV, a c = 0, 72 MeV, a a = 23 MeV, dan a p = 34 MeV. Untuk reaksi Th Ra+α+Q, nilai f ( Th) = 7, 60 MeV, sedang f ( Ra) = 7, 64 MeV Untuk reaksi Th Ra+α+Q, nilai f ( Th) = 7, 57 MeV, sedang f ( Ra) = 7, 60 MeV

144 130 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Untuk reaksi Th Ra+α+Q, nilai f ( Th) = 7, 62 MeV, sedang f ( Ra) = 7, 646 MeV Terlihat bahwa f induk > f anak Energi pada peluruhan alfa Persamaan energi untuk peluruhan alfa pada Pesamaan (5.1) adalah m X c 2 = m X c 2 + m α c 2 + T X + T α, (5.6) di mana T X dan T α berturut-turut adalah energi kinetik inti anak dan alfa. Dengan menggunakan definisi Q pada Persamaan (5.3), maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai Q = T α + T X. (5.7) Misalkan inti induk X mula-mula diam, maka persamaan momentumnya adalah p X = p X + p α = 0, (5.8) yang berimplikasi pada p X = p α atau p X = p α. Dengan ) demikian Persamaan (5.7) dapat ditulis sebagai Q = T α (1 + mα m, atau X T α = ( Q ) = 1 + mα m X ( mx m X + m α ) Q. (5.9) Berikutnya, karena massa suatu inti sebanding dengan nomor massanya, maka persamaan terakhir dapat ditulis sebagai T α ( ) ) Ai 4 Q = Q (1 4Ai, (5.10) (A i 4) + 4 di mana A i adalah nomor massa inti induk. Untuk A i = 200, persamaan terakhir menghasilkan T α = 98% dari Q, yang berarti hanya 2% dari energi yang dilepaskan dipakai sebagai energi rekoil inti.

145 5.2. PELURUHAN ALFA 131 Tabel 5.5: Nilai energi yang dilepaskan Q pada peluruhan alfa untuk berbagai isotop (Cotingham dan Greenwood, 2004) Reaksi Q T yang terjadi (MeV) (MeV) U Th + α + Q 4,27 4, U Th + α + Q 4,86 4, Th Ra + α + Q 4,77 4, Ra Rn + α + Q 4,87 4, Rn Po + α + Q 5,59 5, Po Pb + α + Q 6,61 6, Po Pb + α + Q 7,84 7,68 Po 206Pb + α + Q 5,41 5, Teori emisi alfa Peluruhan alfa tidak bisa dijelaskan dengan menggunakan mekanika klasik, tetapi bisa dijelaskan dengan menggunakan mekanika kuantum. Menurut Gamow, Gurney, dan Condon, partikel alfa terbentuk di dalam inti induk dan kemudian terpisah dari inti induk setelah berhasil melewati potensial inti. Teori mereka tentang peluruhan alfa dapat ditulis sebagai berikut: partikel alfa bisa ada sebagai suatu partikel di dalam inti partikel semacam ini terus-menerus dalam kedaaan gerak, tetapi geraknya hanya di dalam inti karena adanya rintangan potensial yang melingkunginya sekalipun energi partikel lebih kecil dari potensial rintangan, tetapi secara kuantum terdapat peluang kecil (tetapi tidak nol) bagi partikel tersebut untuk melewati rintangan setiap kali terjadi tumbukan Misalkan partikel alfa terbentuk dalam inti induk dengan nomor atom Z i, sehingga inti anaknya memiliki nomor atom Z a = Z 2. Dengan demikian, energi potensial elektrostatik antara partikel alfa dengan

146 132 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.3: Potensial yang harus dilewati oleh partikel alfa untuk lepas dari inti anak. inti anak adalah B = 1 2e (Z i 2) e = e2 2 (Z i 2) = 2, 996 Z a MeV fm. 4πɛ 0 r 4πɛ 0 r r (5.11) di mana e2 4πɛ 0 = 1, 4998 MeV fm. Berikutnya kita definisikan jarak efektif inti r ef sebagai jumlah jari-jari efektif inti anak dan partikel alfa, maka [ r ef = r a + r α = 1, 2 A 1/3 a + 4 1/3] fm di mana A a adalah nomor massa inti anak. Pada r r ef partikel alfa berada di bawah pengaruh potensial nuklir, sedangkan pada r > r ef potensial Coulumb yang bekerja. Dengan demikian, partikel alfa mula-mula terperangkap dalam gaya nuklir pada r r ef, dan setelah itu harus menembus awan proton dengan energi potensial B ef untuk bisa melepaskan diri, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.3. Nilai B pada saat r = r ef adalah B ef = 2, 4967 Z a [ ] MeV. A 1/3 a + 4 1/3

147 5.2. PELURUHAN ALFA 133 Seperti kita bahas sebelum ini, suatu reaksi alfa melepaskan energi sebesar Q. Karena belum terlepas dari inti anak, maka seluruh energi reaksi Q dimiliki oleh partikel alfa. Sekalipun demikian, nilai Q selalu lebih kecil dari B ef. Karena nilai B meluruh dengan bertambahnya r, maka pada suatu jarak tertentu nilai B akan sama dengan Q. Nilai r yang menghasilkan B = Q dikenal sebagai jari-jari Coulumb r Q, di mana r Q = 2, 996 Z a Q fm. (5.12) Deskripsi potensial inti, potenial Coulumb, nilai jari-jari efektif r ef dan jari-jari Coulumb r Q ditunjukkan pada Gambar 5.3. Contoh : Menghitung nilai Q dan B ef Hitunglah nilai Q, B ef, r ef, dan r Q untuk peluruhan alfa dengan inti induk adalah U-238. Reaksi peluruhan alfanya adalah U Th + α + Q. Dengan menggunakan SEMF, didapatkan nilai Q-nya Nilai B ef -nya adalah Q = B ( Th ) B ( U ) = 4, 27 MeV. 90 B ef = 2, 4967[ 234 1/3 + 41/3] = 29, 45 MeV. Selanjutnya nilai r ef adalah r ef = 1, 2 [ 234 1/ /3] = 9, 16 fm, sedangkan nilai r Q adalah r Q = 2, 996 Za Q bahwa B ef > Q. 90 = 2, 996 4,2 = 64.2 fm. Terlihat Mengacu pada Gambar 5.3, partikel alfa sekarang memiliki energi kinetik Q dan harus menembus potensial Coulumb B ef > Q, sehingga tinggi potensial neto yang harus dilewatinya adalah B ef Q. Menurut mekanika klasik, partikel alfa tidak mungkin menembus potensial tersebut, sehingga peluruhan alfa tidak mungkin terjadi. Pada mekanika kuantum, partikel diperlakukan sebagai gelombang. Dengan

148 134 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF demikian, sekalipun B ef > Q, partikel alfa tetap memiliki peluang untuk menerobos potensial B ef, dengan nilai peluang T = e 2G, (5.13) di mana 2G adalah faktor Gamow, yang nilainya adalah 2G = 2r Q [π 2µQ 2 2 Q B ef ]. (5.14) Contoh : Menghitung faktor Gamow Turunkan Persamaan (5.14). Menurut pendekatan WKB, peluang terjadinya terobosan adalah T = e 2G, di mana rq 2G = 2 r ef rq = 2 = 2 r ef rq r ef k (r) dr [ ] 2µ (V (r) Q) 1/2 dr [ 2µ 2 ( Zα Z a 4πε 0 r Q )] 1/2 dr. Pada ungkapan di atas, µ adalah massa efektif partikel alfa, atau µ = m αm a m α + m a u 4 A i 4 A i u, dengan A adalah nomor massa. Selanjutnya, Q adalah energi yang dilepaskan pada peluruhan alfa, atau Q = ZαZae2 4πε 0 r Q. Dengan demikian, faktor Gamow dapat ditulis sebagai 2G = 2r rq [( Q rq )] 1/2 2µQ r ef r 1 dr = 2r Q 2µQ [ cos 1 x x (1 x) ].

149 5.2. PELURUHAN ALFA 135 di mana x = r ef r Q = Q B ef. Untuk kasus potensial yang tebal (x = r ef r Q = Q B ef 1), maka cos 1 r ef r Q dapat ditulis sebagai π 2 Q B ef 2G = 2r Q [π 2µQ 2 2 sehingga persamaan terakhir Q B ef ]. Selanjutnya, kita dapat menghitung frekuensi tumbukan partikel alfa pada potensial Coulumb, yang diberikan oleh f = v 2 (V0 + Q) /µ =. (5.15) 2r ef 2r ef Sekarang kita dapat menghitung laju emisi peluruhan alfa sebagai hasil kali frekuensi partikel alfa menumbuk potensial Coulumb (Persamaan (5.15)) dan peluang partikel alfa untuk menembus potensial tersebut (Persamaan (5.14)). Untuk potensial yang tebal, laju emisi alfa diberikan oleh { 2 (V0 + Q) /µ λ = ft = exp 2 [ π 2µQ 2 2 2r ef Q B ef ]}. (5.16) Sekarang kita dengan mudah dapat mendefinisikan waktu paro sebagai T 1/2 = ln 2 λ = 2r ef ln 2 {2 2 (V0 + Q) /µ exp [ π 2µQ 2 2 Q B ef ]}. (5.17) Ungkapan terakhir dapat dibandingkan dengan ungkapan eksperimen ln T 1/2 = a + b Q, (5.18) di mana a dan b adalah konstanta. Pernyataan terakhir dikenal sebagai hukum Geiger-Nuttal untuk peluruhan alfa.

150 136 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Contoh : Menghitung nilai T 1/2 Hitunglah T 1/2 untuk peluruhan alfa dari U-238, jika potensial intinya adalah 30 MeV. Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa untuk reaksi peluruhan alfa U Th + α + Q, didapatkan Q = 4, 27 MeV, B ef = 29, 45 MeV, r ef = 9, 16 fm, dan r Q = 64.2 fm. Karena B ef Q (dan juga r Q r ef ), maka dapat dipakai pendekatan potensial tebal, sehingga dapat dipakai Persamaan (5.14) untuk menghitung faktor Gamow, sebagai berikut [ ] 2 (µc 2G = 2r 2 ) Q π Q ( c) Q B ef 2 ( = 2 64, 2 fm 931, 5 MeV) 4, 27 MeV = 85, 8 [ ] π 2 2 4, 27 MeV 29, 45 MeV (197, 3 MeV.fm) 2 Dengan demikian, peluang terjadinya terobosan adalah T = e 85,8 = 5, Selanjutnya frekuensi tumbukan ke dinding potensial adalah f = c 2 (V 0 + Q) / (µc 2 ) = 2r ef ( fm/s ) 2(30+4,27) ,5 = 2, s , 16 fm Dengan demikian konstanta peluruhan alfanya adalah λ = f T = ( 2, s 1) ( 5, ) = 1, s 1, dengan waktu paro

151 5.2. PELURUHAN ALFA 137 T 1/2 = ln 2 λ = 5, s = 1, tahun. Sebagai perbandingan, nilai waktu paro hasil eksperimen adalah T 1/2 = ( 4, tahun. ) Perhitungan dengan menggunakan r ef = 1, 4 A 1/3 a + A /3 α fm memberikan hasil T 1/2 = 1, tahun, suatu hasil yang lebih dekat dengan hasil eksperimen Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas Misalkan inti induk (sebelum peluruhan alfa) memiliki momentum sudut total I i, sedang momentum sudut total inti anak (setelah peluruhan) adalah I a. Dengan mengacu pada aturan penjumlahan momentum, maka momentum sudut partikel alfa dapat berharga antara I i I a dan I i + I a. Partikel alfa terdiri atas 2 proton dan dua netron. Kedua netron dan kedua proton tersebut menempati orbital 1s dan membentuk pasangan anti paralel. Dengan demikian, spin partikel alfa adalah nol dan momentum totalnya hanya ditentukan oleh momentum sudut orbitalnya l α. Ini berarti I i I a l α I i + I a, di mana perubahan paritas terkait dengan peluruhan alfa adalah ( 1) lα. Dengan demikian, aturan seleksi untuk peluruhan alfa adalah I i I a l α I i + I a π = ( 1) lα. (5.19) Aturan di atas berarti bahwa inti induk dan inti anak memiliki paritas yang sama jika I i I a genap dan memiliki paritas yang berbeda jika I i I a ganjil. Secara matimatis, dapat ditulis sebagai { genap tidak ada perubahan paritas I i I a = (5.20) ganjil ada perubahan paritas Untuk inti anak yang memiliki berbagai tingkat energi, Persamaan (5.20) memberi kita batasan keadaan yang diijinkan dan tidak diijinkan pada inti anak.

152 138 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.4: Pola peluruhan alfa dari U-234 menjadi Th-234. Keadaan energi Th-234 (relatif terhadap keadaan dasar) dan intensitas relatif peluruhan ditunjukkan pada gambar (sumber: Lilley, 2001). Contoh : Aturan seleksi pada peluruhan alfa Tunjukkan penerapan aturan seleksi peluruhan alfa pada peluruhan U-238 menjadi Th-234, jika U-238 berada dalam keadaan dasar dengan I = 0 +. Karena U-238 berada I = 0 +, maka berdasarkan Persamaan (5.20), maka peluruhan U-238 menjadi Th-234 dapat terjadi asal Th-234 berada pada keadaan dengan spin genap dan parias genap (I = genap + ) atau keadaan dengan spin ganjil dan parias ganjil (I = ganjil ). Dengan demikian. keadaan Th-234 yang mungkin adalah keadaan dasar 0 +, serta tereksitasi 1, 2 +, 3, 4 +, dan seterusnya, seperti itunjukkan pada Gambar 5.4.

153 5.3. PELURUHAN BETA 139 Contoh : Aturan seleksi pada peluruhan alfa Salah satu sumber alfa adalah Am-241 yang meluruh menjadi Np-237. Jika Am-241 berada pada keadaan dasar (I = ), tentukan kedaan dari Np-237 yang terbentuk. Np-237 bisa berada pada berbagai tingkat energi, yaitu keadaan dasar (I = 5 2 ), keadaan eksitasi pertama (I = ), serta keadaan kedua (I = 7 2 ). Dengan demikian, inti Np-237 yang terbentuk tidak mungkin berada pada keadaan dasar, tetapi bisa berada pada keadaan eksitasi pertama atau kedua. 5.3 Peluruhan Beta Persamaan peluruhan beta Peluruhan beta terjadi jika suatu inti memiliki kelebihan netron, atau rasio netron terhadap protonnya melebihi rasio stabilnya. Pada kurva kestabilan inti, (kurva jumlah netron N sebagai fungsi jumlah proton Z), suatu inti akan cenderung mengalami peluruhan beta jika terletak di atas kurva kestabilan inti. Suatu inti yang kelebihan netron (yang juga berarti kekurangan proton) akan berusaha mencapai kestabilan dengan cara merubah netron menjadi proton, 1 0n 1 1 p. Sayangnya reaksi di atas tidak mungkin terjadi karena tidak memenuhi hukum kekekalan muatan listrik. Seperti kita tahu, netron adalah partikel yang netral secara elektrik, sedangkan proton bermuatan positif, atau +e. Untuk memastikan hukum kekekalan muatan listrik tidak dilanggar, maka reaksi di atas dituliskan sebagai 1 0n 1 1 p e. Pada persamaan di atas, 0 1 e adalah elektron, yang pada saat emisi tersebut pertama kali diamati, dikenal sebagai partikel beta. Reaksi

154 140 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.5: Gambaran peluruhan beta (kiri) dan diagram Feynman terkait dengan peluruhan tersebut. (Sumber: wikipedia) terakhir sudah memenuhi hukum kekekalan muatan listrik. Meskipun demikian, masih ada hukum lain yang dilanggar, yaitu hukum kekekalan momentum sudut atau spin. Spin netron, proton, dan elektron masing-masing adalah 1 2. Dengan demikian total spin sebelum reaksi adalah 1 2, sedangkan total spin setelah reaksi adalah nol. Untuk mengatasi hal tersebut, W. Pauli (1930) mengajukan gagasan bahwa reaksi peluruhan beta juga menghasilkan suatu partikel lain dengan spin 1 2, dengan massa diam yang sangat kecil. Partikel tersebut kemudian dikenal sebagai anti neutrino ν e. Dengan demikian, reaksi peluruhan beta dapat dituliskan sebagai 1 0n 1 1 p e + ν e + Q β. (5.21) Secara umum, reaksi peluruhan β dapat ditulis sebagai A z X A z+1x e + ν e + Q β. (5.22) Pada persamaan di atas, notasi Q β dipakai untuk membedakannya dari Q untuk reaksi beta yang lain, yang dibahas pada Sub Bab Pada reaksi alfa yang terjadi hanya perubahan pengelompokkan netron dan proton, dan karenanya terkait dengan gaya nuklir kuat. Pada reaksi beta, terjadi perubahan proton menjadi netron, elektron, dan anti neutrino, sehingga terkait dengan gaya nuklir lemah. Kita

155 5.3. PELURUHAN BETA 141 akan membahas kedua gaya tersebut di bab selanjutnya Energi pada peluruhan beta Pada Persamaan (5.21) dan Persamaan (5.22), Q β adalah energi yang dilepaskan, yang membuat reaksi peluruhan beta memenuhi hukum kekekalan massa-energi. Mengacu pada Persamaan (5.21), nilai Q β adalah Q β = [m n m p m e m νe ] c 2 = 939, 573 MeV 938, 280 MeV 0, 511 MeV m νe c 2 = 0, 782 MeV m νe c 2. (5.23) Karena reaksi peluruhan beta menghasilkan 3 partikel, maka energi Q β seharusnya dibagi sebagai energi kinetik ketiga partikel tersebut. Sekalipun demikian, karena massa proton jauh lebih besar, maka energi kinetiknya (0,3 kev) jauh lebih kecil dibanding energi kinetik kedua partikel yang lain, sehingga Q β = T p + T e + T νe T e + T νe. (5.24) Hasil pengukuran menunjukkan bahwa energi kinetik maksimum elektron, yang dihasilkan dari peluruhan netron bebas, adalah T e, maks = (0, 782 ± 0, 013) MeV, di mana 13 kev adalah ketelitian alatnya. Karena T e maks = Q β (Persamaan (5.23)), maka dapat disimpulkan bahwa neutrino adalah partikel dengan massa diam nol. Dengan demikian, nilai Q β pada peluruhan beta dari netron bebas adalah (Persamaan (5.21)) dapat ditulis sebagai Q β = [m n m p m e ] c 2 (5.25) Sekarang kita coba menghitung nilai Q β untuk peluruhan beta dari suatu inti, dengan mengacu pada Persamaan (5.21). Dalam hal

156 142 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF ini maka Q β = [m X m X m e ] c 2. (5.26) Pada persamaan di atas, m adalah massa inti. kita dapat menyatakan nilai Q β Sebagai alternatif, dalam massa atom M, di mana M X = m X + Zm e Σ z i B e,i dengan B e,i adalah energi ikat elektron ke-i. Dengan demikian Q β = [(MAZ X Zm e + Σ z i B e,i ) ( M X (Z + 1) m e + Σ z+1 i B e,i ) me ] c 2. Selanjutnya dengan pendekatan Σ z+1 i B e,i Σ z i B e,i, maka didapatkan Q β = [M X M X ] c 2. (5.27) Contoh : Menghitung energi kinetik partikel β Hitunglah kinetik elektron maksimum T e, maks yang dihasilkan dari inti Bi-210. Reaksi peluruhan β untuk Bi-210 adalah Bi Po e + ν e +Q β. Nilai Q β dapat dihitung dengan menggunakan Pers. (5.27) Q β = M P o 210 M Bi 210 = (209, u 209, u) 931, 502 Mev/u = 1, 161 MeV Dengan demikian, maka T e maks = Q β = 1, 161 MeV. Plot partikel beta sebagai fungsi T e ditunjukkan pada Gambar 5.6. Secara umum, tipikal nilai Q β adalah 0, 5 Q β 2 MeV Jenis peluruhan beta Kita sudah diskusikan sebelum ini bahwa peluruhan beta terjadi karena inti memiliki rasio N/P di atas (N/P ) stabil. Selengkapnya jenis reaksi yang terkait dengan rasio N/P adalah

157 5.3. PELURUHAN BETA 143 Gambar 5.6: Plot jumlah partikel beta sebagai fungsi energi kinetik dari inti induk Bi-210. (Sumber: Krane, 1987). Reaksi pemancaran beta (β, beta emssion, BE). Seperti sudah kita bahas, reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di atas (N/P ) stabil. Reaksi ini merupakan salah satu modus untuk mengurangi nilai N dan menambah nilai P, dengan cara merubah netron menjadi proton, mengikuti pola 1 0n 1 1 p + 1e 0 + ν e + Q β. Pada persamaan di atas 0 1 e biasa dituliskan sebagai e dan dikenal sebagai partikel β (lengkapnya: beta negatif), elektron, atau negatron. Peluruhan beta menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z bertambah satu. Contoh peluruhan beta adalah 14 6 C 14 7 N e + ν e + Q β. Perhatikan bahwa rasio N/P = 4 3 pada 14 6C dan turun menjadi N/P = 1 pada 14 7 N. Reaksi pemancaran positron (β +, positron emssion, PE). Reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di bawah (N/P ) stabil. Untuk itu, inti perlu menambah nilai N dan mengurangi nilai P, dengan cara merubah proton menjadi netron, dan sebagai konsekuensinya, inti akan memancarkan positron. Reaksi pe-

158 144 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF mancaran positron dapat ditulis sebagai 1 1p 1 0n + 0 1e + ν e + Q β +. (5.28) Pada persamaan di atas 0 1 e biasa dituliskan sebagai e+ dan dikenal sebagai positron atau beta positif. Positron memiliki sifat yang sama dengan elektron, kecuali muatannya, di mana positron bermuatan +1, sedang elektron bermuatan -1. Partikel ν e dikenal sebagai neutrino. Karena massa proton lebih kecil dari massa netron yang dihasilkannya, maka pemancaran positron hanya bisa terjadi di dalam inti. Pemancaran positron menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z berkurang satu. Contoh peluruhan beta adalah 64 29Cu Ni+0 1 e+ +ν e +Q β +. Perhatikan pada Cu dan naik menjadi N/P = 28 Ni. Nilai energi yang terkait dengan reaksi pemancaran bahwa rasio N/P = pada positron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X adalah Q β + = [M X M X 2m e ] c 2. (5.29) Secara umum, tipikal nilai Q β + adalah 2 Q β 4 MeV. Reaksi penangkapan elektron (electron capture, EC). Reaksi ini terjadi jika inti memiliki rasio N/P di bawah (N/P ) stabil. Untuk itu, inti perlu menambah nilai N dan mengurangi nilai P, antara lain dengan cara menangkap elektron dari luar inti (biasanya dari kulit K) di mana elektron tersebut kemudian bereaksi dengan proton menghasilkan netron. Reaksi pemancaran positron dapat ditulis sebagai 1 1p + 1e 0 1 0n + ν e + Q EC. (5.30) Penangkapan elektron menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z berkurang satu. Contoh peluruhan beta adalah Cu e Ni + ν e + Q EC. Nilai energi

159 5.3. PELURUHAN BETA 145 yang terkait dengan reaksi penangkapan elektron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X adalah Q EC = [M X M X ] c 2. (5.31) Secara umum, tipikal nilai Q EC adalah 0, 2 Q EC 2 MeV. Reaksi penangkapan elektron bersaing dengan reaksi pemancaran positron, sebagai cara untuk mendekati (N/P ) stabil bagi inti dengan dengan N/P di bawah (N/P ) stabil. Pada inti berat, jarijari orbit K lebih kecil sehingga peluang penangkapan elektron menjadi lebih besar. Reaksi penangkapan positron (positron capture, PC). Reaksi ini merupakan kebalikan dari reaksi pemancaran positron, dan terjadi jika inti memiliki rasio N/P di atas (N/P ) stabil. Untuk itu, inti perlu mengurangi nilai N dan menambah nilai P, antara lain dengan cara menangkap positron dari luar inti, di mana positron tersebut kemudian bereaksi dengan netron menghasilkan proton. Reaksi penangkapan positron dapat ditulis sebagai 1 0n + 0 1e + 1 1p + ν e + Q P C. (5.32) Penangkapan positron menghasilkan inti yang nomor massanya A tetap, tetapi nomor atomnya Z bertambah satu. Contoh penangkapan positron adalah Na e Mg+ + ν e + Q P C. Nilai energi yang terkait dengan reaksi penangkapan positron dari inti X sehingga menghasilkan inti baru X adalah Q P C = [M X M X + 2m e ] c 2. (5.33) Reaksi penangkapan positron bersaing dengan reaksi pemancaran elektron, sebagai cara untuk mendekati (N/P ) stabil bagi inti dengan dengan N/P di atas (N/P ) stabil. Kenyataannya, reaksi penangkapan positron sangat jarang terjadi karena (i) hampir tiada positron bebas di alam, serta (ii) baik inti maupun po-

160 146 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.7: Jenis peluruhan beta sitron keduanya bermuatan positif sehingga cenderung saling menolak. Contoh : Menghitung energi dan momentum pada penangkapan elektron Hitunglah energi dan momentum dari inti anak dan neutrino yang dihasilkan ketika Be-7 mengalami penangkapan elektron pada keadaan diam. Reaksi penangkapan elektron oleh inti Be-7 adalah 7 4 Be e 7 3 Li + ν e + Q EC, sehingga Q EC = (M Be M Li ) c 2 = (7, u 7, u) (931, 5 MeV/u) = 0, 862 MeV.

161 5.3. PELURUHAN BETA 147 Seharusnya energi tersebut dibagi antara Li-7 dan neutrino. Tetapi karena massa Li-7 jauh lebih besar dari massa neutrino, maka hampir seluruh energi tersebut dipakai sebagai energi kinetik neutrino, atau T ν 0, 862 MeV. Karena inti Be-7 mula-mula diam, maka momentum akhir akan sama dengan nol, atau p ν = p Li = 0, 862 MeV/c. Dengan demikian T Li = p2 Li = (p Lic) 2 2m Li 2m Li c 2 = (0, 862 MeV) 2 = 56, 8 ev. 2 7, 02u 931, 5 MeV/u Contoh : Menghitung energi pada penangkapan positron Hitunglah energi pada reaksi Na e Mg+ + ν e + Q P C. Mengacu pada Persamaan (5.32), maka energi dari reaksi Na e Mg+ + ν e + Q P C adalah Q P C = (M Na 24 M Mg m e ) c 2 = (23, u 23, u) (931, 5 MeV/u) + 1, 022 MeV = 5, 355 MeV Teori peluruhan beta Konstanta peluruhan beta diberikan oleh Fermi golden rule, sebagai berikut λ = 2π V fiρ (E f ). (5.34) Pada persamaan di atas, V fi = gψ final V interaksiψ initial dτ 2 adalah elemen matriks interaksi yang menyatakan interseksi antara keadaan akhir dan keadaan awal, akibat adanya potensial interaksi V interaksi. Biasanya V fi ditulis sebagai V fi = g 2 M fi 2, di mana M fi 2 adalah elemen matriks dan diberikan oleh M fi = Ψ final V interaksiψ initial dτ 2. Keadaan awal direpresentasikan oleh Ψ initial = Ψ netron pada keadaan dasar, sedang keadaan akhir dinyatakan oleh gabungan dari 3 fungsi gelombang dari 3 partikel, atau Ψ f = Ψ protonψ elektron Ψ anti neutrino.

162 148 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF ρ (E f ) menyatakan rapat keadaan energi pada keadaan akhir. Salah satu bentuk akhir dari Persamaan (5.34) adalah λ (p e ) dp e = M fi 2 2π 3 7 c 3 g2 F (Z D, p e ) p 2 e (Q T e ) (1 2 m2 νc 4 ) 1/2 (Q T e ) 2 dp e. Persamaan di atas terdiri atas 3 suku penting, yaitu faktor statistik p 2 e (Q T e ) 2 akhir atau momentum akhir elektron. (5.35) yang merepresentasikan keadaan Fungsi Fermi F (Z D, p e ) yang menampung efek dari medan Coulumb Elemen matriks M fi 2 yang menampung faktor interaksi antara keadaan awal dan keadaan akhir Karena dn dt = λn, maka pola λ yang merupakan pola bagi jumlah elektron yang dihasilkan pada peluruhan beta. Dengan demikian, kita dapat menulis N (p e ) F (Z D, p e ) p 2 e (Q T e ) 2. (5.36) Persamaan terakhir menunjukkan bahwa N bernilai nol bila p e = 0 atau T e = Q, dan mencapai maksimum di antara keduanya. Dengan demikian, jika kita membuat plot partikel beta berdasarkan momentumnya, maka kurva akan bernilai nol ketika p e = 0 atau p e = p e maks, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.8. Gambar tersebut dikenal juga sebagai spektrum peluruhan beta. Selanjutnya, Persamaan (5.36) dapat ditulis sebagai N (p e ) F (Z D, p e ) p 2 e Berdasarkan persamaan terakhir, maka plot (Q T e ). (5.37) N(pe) F (Z D,p e)p 2 e sebagai fungsi T e, akan menghasilkan kurva dengan slope negatif. Kurva tersebut dikenal sebagai kurva Kurie, kurva Fermi, atau kurva Fermi-Kurie.

163 5.3. PELURUHAN BETA 149 Gambar 5.8: Panel kiri: plot jumlah partikel beta sebagai fungsi momentum dari inti induk Cu-64. Panel kanan: contoh kurva Fermi- Kurie (Sumber: Loveland, 2006) Kurva Kurie memotong sumbu-x di Q = T e, dan dapat dipakai sebagai cara untuk menentukan Q. Contoh : Memplot N (p) Hitunglah p e maks dan nilai p e yang memberikan jumlah elektron maksimum. Energi kinetik maksimum terjadi bila Q T e = 0 atau T e maks = Q. Selanjutnya karena T = E total E diam maka T e = p 2 ec 2 + m 2 ec 4 m e c 2. Dengan demikian, syarat Q T e = 0 menghasilkan p e maks = (Q + m e c 2 ) 2 m 2 ec 4. Misalkan untuk peluruhan beta dari Cu-64 1 c dengan Q = 0, 5782 MeV, didapatkan p e maks = (0, , 511) 2 0, = 0, 9619 MeV/c Selanjutnya spektrum beta juga dapat dinyatakan sebagai N (p e ) F (Z D, p e ) p 2 e (Q T e ) 2 ( F (Z D, p e ) p 2 e Q p 2 ec 2 + m 2 ec 4 + m e c 2) 2.

164 150 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Fungsi di atas mencapai maksimum bila dn dp e = 0. Untuk peluruhan beta dari Cu-64, didapatkan p e = 0, 515 MeV/c. Sekarang kita manfaatkan Persamaan (5.35) untuk mendapatkan di mana λ (p e ) = g2 m 5 ec 4 M fi 2 2π 3 7 f (Z D, Q), (5.38) f (Z D, Q) = 1 (m e c) 3 (m e c 2 ) 2 ( F (Z D, p e ) p 2 e (Q T e ) 2 1 m2 νc 4 ) 1/2 (Q T e ) 2 dp e adalah konstanta tak berdimensi yang dikenal sebagai integral Fermi, dan nilainya sudah ditabelkan untuk berbagai nilai Z D dan Q. 2 Selanjutnya jika waktu paro peluruhan beta adalah T 1/2 = 0,693 λ, maka didapatkan 2π 3 7 ft 1/2 = 0, 693 g 2 m 5 ec 4 M fi 2. (5.39) Kuantitas ft 1/2 dikenal sebagai waktu paro komparatif, di mana T 1/2 dapat diukur dalam eksperimen sedangkan f dapat dilihat di tabel. Nilai ft 1/2 bersifat khas ntuk setiap peluruhan beta dan nilainya mencirikan jenis peluruhan beta. Jika ln ft 1/2 = 3 4, maka peluruhan beta yang terjadi termasuk peluruhan yang sangat diijinkan (super allowed decay). Untuk beberapa peluruhan beta, nilai M fi 2 dapat dihitung dengan mudah (misalnya transisi dari 0 ke 0, M fi 2 = 2). Pada situasi tersebut, dimungkinkan untuk menghitung konstanta kekuatan peluruhan beta g. Selanjutnya juga dapat dihitung konstanta tak berdimensi dari kekuatan peluruhan beta G = m2 c, di mana 3 G = 10 5 untuk interaksi lemah. 3 2 Besaran f ini tidak sama dengan nilai f pada persamaan (5.15). 3 Sebagai perbandingan, G = 1 untuk interaksi kuat, G = 10 2 untuk interaksi elektromagnetik, dan G = untuk interaksi gravitasi,

165 5.3. PELURUHAN BETA Aturan seleksi: momentum sudut dan paritas Pada peluruhan beta negatif, sebuah inti induk X meluruh menjadi inti anak X, elektron e dan anti neutriono ν e. Misalkan elektron dan anti neutriono dihasilkan di r = 0 sehingga momentum sudutnya l = r p = 0, maka momentum sudut total keduanya hanya bersumber dari spin masing-masing, atau I e = 1 2 dan I ν e = 1 2. Jika elektron dan anti-neutriono anti paralel maka jumlahan momentum sudut keduanya adalah nol sehingga I = I X I X = 0, dan dikenal sebagai peluruhan Fermi. Jika keduanya paralel maka jumlahan momentum sudut keduanya adalah 1 sehingga I = I X I X = 1, dan dikenal sebagai peluruhan Gamow-Teller. Selanjutnya perubahan paritas terkait dengan ( 1) l sedangkan l e = l νe = 0, maka pada peluruhan beta tidak ada perubahan paritas, π, antara inti induk dan inti anak. Dengan demikian, peluruhan beta 4 akan dimungkinkan terjadi bila, I = 0, 1 tidak ada π. (5.40) Beberapa contoh peluruhan beta yang memenuhi Persamaan (5.40) sehingga diijinkan adalah 5 transisi Fermi dengan I = 0 dan tidak ada π yang merupakan transisi yang sangat diijinkan, seperti 14 O 14 N (0 0 ), 10 C 10 B ( ), dan 34 Cl 34 S ( ). transisi Gamow-Teller dengan I = 1 dan tidak ada π, yang merupakan transisi yang diijinkan, seperti 6 He 6 Li ( ), 13 B 13 C ( ), dan 111 Sn 111 In ( ). Beberapa peluruhan beta yang tidak diijinkan adalah reaksi terlarang orde pertama di mana I = 0, 1, 2 dan ada π, seperti 17 N 17 O ( ), 76 Br 76 Se (1 0 + ), dan 122 Sb 122 Sn (2 2 + ). 4 Yang dimaksud di sini adalah peluruhan beta dalam arti yang luas, yang meliputi pemancaran elektron, pemancaran positron, dan penangkapan elektron. 5 Contoh berikut mengacu pada Krane (1988), sehingga nilai spinnya juga mengacu pada tabel pada buku yang sama.

166 152 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF reaksi terlarang orde kedua di mana I = 2, 3 dan tidak ada π, seperti 22 Na 22 Ne (3 0 ) dan 137 Cs 137 Ba ( ). reaksi terlarang orde ketiga di mana I = 3, 4 dan ada π, seperti 87 Rb 97 Sr ( ) dan 40 K 40 Ca (4 0 + ). reaksi terlarang orde keempat di mana I = 4, 5 dan tidak ada π, seperti 115 In 115 Sn ( ) Peluruhan beta ganda Pada peluruhan beta ganda, dua netron secara bersamaan berubah menjadi dua proton diikuti dua elektron dan dua anti neutrino, tanpa melalui keadaan transisi, A Z X Z+2X A + 2β + 2ν e. Peluruhan beta ganda bisa terjadi akibat salah satu dari hal berikut: Peluruhan beta (tunggal) tidak mungkin terjadi karena aturan seleksi, sekalipun Q reaksinya positif. Sebaliknya peluruhan beta ganda merupakan transisi yang sangat diijinkan. Contoh untuk kasus ini adalah adalah Ca-48. Jika Ca-48 meluruh mengikuti 48 20Ca Sc + β + ν e maka energi yang dilepaskan adalah Q = 0, 281 MeV yang harusnya merupakan reaksi yang spontan. Sekalipun demikian, karena spin untuk Ca-48 adalah 0 + sedangkan keadaan yang mungkin untuk Sc-48 adalah 4, 5, dan 6, maka peluruhan tersebut termasuk peluruhan yang tidak dijinkan orde kempat atau keenam. Sebaliknya, reaksi 48 20Ca Ti+2β +2ν e mungkin menghasilkan Ti-48 dengan spin 0 +, sehingga merupakan reaksi yang sangat diijinkan. Peluruhan beta (tunggal) tidak mungkin terjadi karena Q reaksinya negatif. Sebaliknya peluruhan beta ganda merupakan transisi dengan Q yang bernilai positif. Contoh untuk kasus ini adalah adalah Te-128. Jika Te-128 meluruh mengikuti Te I+β +ν e maka nilai Q-nya adalah

167 5.4. PELURUHAN GAMMA 153 negatif. Sebaliknya, reaksi Te Xe + 2β + 2ν e menghasilkan Q yang bernilai positif sehingga bisa berlangsung secara spontan. Contoh unsur yang teramati mengalami peluruhan beta ganda adalah Ca-48, Ge-76, Se-82, Zr-96, Mo-100, Cd-116, Te-128, Te-130, Ba-130, Xe-136, Nd-150, dan U Peluruhan Gamma Peluruhan gamma terjadi bila suatu inti X yang memiliki energi berlebih atau berada pada keadaan tereksitasi X, melepaskan kelebihan energinya dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetik atau foton. Foton tersebut dikenal sebagai sinar gamma. Dengan demikian, peluruhan gamma dapat ditulis sebagai A X A X + γ. (5.41) Dalam peluruhan gamma, tidak ada perubahan nomor atom Z maupun nomor massa A. Yang terjadi hanyalah perubahan keadaan inti dari keadaan tereksitasi tingkat tinggi ke keadaan tereksitasi yang lebih rendah, atau ke keadaan dasar. Masing-masing transisi memiliki energi yang khas (dari kev sampai MeV) dan intensitas yang berbeda, seperti ditunjukkan pada Gambar 5.9. Contoh : Menghitung energi dan intensitas sinar gamma Hitunglah energi dan intensitas sinar gamma dari Ga-69. Dari gambar tersebut, terlihat bahwa inti Ga-69 dapat menghasilkan 3 jenis sinar gamma, masing-masing dengan energi 871,70 MeV (terkait dengan transisi keadaan teksitasi dengan I = 3 2 ke keadaan dasar dengan I = 3 2, dengan intensitas 99, 967% 0, 00025% = 0, %), 573,90 MeV (terkait dengan transisi I = 5 2 ke I = 3 2, dengan intensitas 0, 033% 100% = 0, 033%), serta 318,4 MeV (ter-

168 154 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Gambar 5.9: Skema peluruhan gamma pada Zn-69. Energi gamma diberikan dalam satuan kev (Loveland, 2006). kait dengan transisi I = 1 2 ke I = 3 2, dengan intensitas 99, 967% 99, 9986% = 99, 9656%). Terlihat bahwa total intensitasnya adalah = 0, % + 0, 033% + 99, 9656% 100%. Pada beberapa kasus, inti dapat memiliki 2 konfigurasi dengan perbedaan energi yang sangat kecil tetapi perbedaan momentum yang sangat besar. Transisi antara dua keadaan tersebut cenderung dihindari karena foton harus memilki momentum yang sangat besar. Kondisi ini membuat keadaan dengan energi yang lebih tinggi memiliki waktu paro yang sangat lama, dan dikenal sebagai keadaan isomerik. Peluruhan gamma yang terjadi dikenal sebagai peruruhan transisi isomerik (isomeric transition decay, IT decay). Contoh peluruhan IT adalah peluruhan Zn-69m (I = ) ke Zn-69 (I = 1 2 ) dengan waktu paro 13 hari, ditunjukkan pada Gambar 5.9. Secara makro, peluruhan gamma biasanya mengiringi peluruhan beta atau alfa. Hal ini terjadi jika inti baru yang dihasilkan dalam pe-

169 5.4. PELURUHAN GAMMA 155 Gambar 5.10: Skema peluruhan gamma pada Co-60. luruhan alfa dan/atau beta tidak berada pada keadaan dasar karena aturan seleksi. Selanjutnya, inti tersebut akan bertransisi ke keadaan dasar dengan cara memancarkan sinar gamma. Contoh untuk kasus ini adalah peluruhan beta dari Co-60 menghasilkan Ni-60, seperti ditunjukkan pada Gambar Energi pada peluruhan gamma Misalkan inti induk mula-mula dalam keadaan diam dan setelah mengalami peluruhan γ akan mengalami gerakan mundur (recoil) dengan momentum p R dan energi kinetik T R. Jika keadaan sebelum peluruhan memiliki energi E i dan keadaan setelah peluruhan gamma memiliki energi E f, maka persamaan energi pada peluruhan gamma adalah E i = E f + E γ + T R. (5.42) Selanjutnya dengan menggunakan hukum kekekalan momentum didapatkan E γ = E ( E)2 2mc 2 (5.43) di mana E = E i E f dan m adalah massa inti.

170 156 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Contoh : Menghitung E γ Hitunglah E γ sebagai fungsi E dan massa inti m. Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum p R + p γ = 0 didapatkan p R = p γ, sehingga energi kinetik rekoil inti adalah T R = p 2 R 2m = p2 γ 2m = (Eγ/c)2 2m = E2 γ. Sekarang kita bisa menuliskan persamaan 2mc 2 energi (Persamaan (5.43)) sebagai E = E γ + E2 γ 2mc 2. Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai E 2 γ+ ( 2mc 2) E γ ( 2mc 2) E = 0 yang solusinya adalah ( E γ = mc [ E ) ] 1/2 mc 2. Karena suatu inti terdiri atas A nukleon dengan mc 2 = 931, 5 MeV, maka mc A MeV. Karena E dalam orde MeV, maka E mc 2 adalah bilangan yang sangat kecil. Dengan demikian kita bisa menderetkan persamaan terakhir (sampai 3 suku) sebagai berikut ( E γ mc [ E mc ( = mc [ E mc [ = mc 2 E mc 2 1 ( ) ] E 2 2 mc 2 E γ = E ( E)2 2mc 2. ( ) ! ) )] 2 ( E mc 2 ( 2 E ) )] 2 mc 2 Perhatikan bahwa jika menderetkan sampai suku kedua, maka akan didapatkan E γ = E.

171 5.4. PELURUHAN GAMMA 157 Contoh : Menghitung energi rekoil inti Hitunglah energi partikel γ yang dihasilkan dari inti Zn m 69, yang beda energinya adalah 0,439 MeV. (0,439 MeV) 2 Kita hitung dulu ( E)2 = 2mc , ,5 MeV = 1, MeV. Dengan menggunakan Persamaan (5.43), didapatkan E γ = E ( E) 2 = 0, 439 0, , 439 MeV. Dengan demikian, energi 2mc 2 (0,439 MeV) rekoil inti adalah T R = , ,5 MeV = 1, MeV = 1, 5 ev Klasifikasi peluruhan gamma Misalkan sebelum meluruh inti memiliki spin I i dan setelah meluruh memiliki spin I f. Dengan memanfaatkan hukum penjumlahan momentum, maka foton harus memiliki spin I f I i l I f + I i. (5.44) Persamaan di atas menunjukkan bahwa transisi dengan l = 0 adalah tidak mungkin terjadi untuk foton tunggal. Pada setiap transisi, foton γ yang dipancarkan biasanya diberi nama menurut aturan 2 l. Untuk l = 1 maka 2 1 = 2 dan radiasinya dikenal sebagai dipol. Untuk l = 2 maka 2 2 = 4 dan radiasinya dikenal sebagai quadrupol. Di samping itu, sebuah transisi dapat menyebabkan perubahan distribusi muatan atau distribusi arus dalam inti. Suatu transisi yang menyebabkan perubahan distribusi muatan dikenal sebagai transisi elektrik, sedang transisi yang menyebabkan perubahan distribusi arus dikenal sebagai transisi magnetik. Untuk masing-masing transisi, perubahan paritasnya adalah { ( 1) l untuk transisi elektrik π = ( 1) l+1 untuk transisi magnetik. (5.45) Sebagai contoh transisi dengan l = 1 yang terkait dengan perubahan muatan dikenal sebagai transisi dipol listrik (E1) dan terkait dengan perubahan paritas.. Sebaliknya, transisi dengan l = 1 yang terkait de-

172 158 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF Tabel 5.6: Klasifikasi radiasi γ. Pada tabel ini, E adalah energi gamma dalam MeV (Krane, 1988). Tipe Nama l π laju transisi, λ (s 1 ) E1 dipol elektrik 1 ya 1, A 2/3 E 3 M1 dipol magnetik 1 tidak 3, E 3 E2 quadrupol elektrik 2 tidak 7, A 4/3 E 5 M2 quadrupol magnetik 2 ya 2, A 4/3 E 5 E3 oktupol elektrik 3 ya 3, A 2 E 7 M3 oktupol magnetik 3 tidak 1, A 4/3 E 7 E4 heksadekapol elektrik 4 tidak 1, A 8/3 E 9 M4 heksadekapol magnetik 4 ya 3, A 2 E 9 E5 5 ya 2, A 10/3 E 11 M5 5 tidak 7, A 8/3 E 11 ngan perubahan arus dikenal sebagai transisi dipole magnetik (M 1) dan tidak terkait dengan perubahan paritas. Klasifikasi radiasi gamma ditunjukkan pada Tabel 5.6. Contoh : Menduga jenis radiasi γ Dugalah jenis radiasi γ dari inti Na-23, terkait transisi dari keadaan eksitasi kedua ( ) ke keadaan dasar Kita hitung dahulu momentum sinar-γ dengan menggunakan Persamaan (5.44), di mana I f I i l I f + I i. Karena l i = 7 2 dan l f = 3 + 2, maka 2 l 5 dan π = tidak. Selanjutnya, dengan mengacu pada Tabel 5.6, maka transisi yang mungkin adalah E2, M3, E4, dan M5. Contoh : Menghitung panjang gelombang radiasi γ Hitunglah panjang gelombang dari yang dipancarkan Zn m 61 ketika mengalami transisi internal. Pada soal sebelumnya diketahui bahwa E γ = 0, 439 MeV. Karena E γ = hc 2πhc λ, maka λ = E γ = hc (2π 197,3 MeV fm) E γ = (439 MeV) = 28, 2 fm. Sebagai +

173 5.4. PELURUHAN GAMMA 159 perbandingan, jari-jari inti Zn 61 adalah R = 1, /3 = fm sehingga diameter intinya adalah 9,4347 fm. Karena panjang gelomnang γ jauh lebih besar dari diameter inti, berarti transisi tersebut tidak dapat dipakai untuk mempelajari struktur inti atom Zn-61. Sekarang kita akan mendiskusikan probabilitas masing-masing jenis radiasi γ, untuk jenis radiasi tunggal. Dengan menggunakan aturan emas Fermi, didapatkan probabilitas transisi masing-masing radiasi sebagai berikut λ (E, l) = ( ) ( ) 8π (l + 1) e 2 E 2l+1 ( ) 3 2 l [(2l + 1)!!] 2 cr 2l (5.46) 4πɛ 0 c c l + 3 λ (B, l) = 8π (l + 1) l [(2l + 1)!!] 2 ( e 2 4πɛ 0 c ( µ p 1 ) ( E c ) 2 ( ) h 2l+1 l + 1 m c ) 2l 1 ( ) 3 2 cr 2l 2 (5.47) l + 2 di mana R = R 0 A 1/3, dan n!! = n. Biasanya dipakai µ p ( 2 l+1) 1 = 10. Terlihat bahwa nilai λ bergantung pada nilai perubahan momentum l, energi yang dipnancarkan E, nomor massa A, serta paritas π yang menentukan jenis transisi elektrik E atau magnetik B. Nilai λ disajikan pada Tabel 5.6. Contoh : Menghitung probabilitas radiasi γ Hitunglah λ (E, l). Dengan menggunakan Persamaan (5.46) dan memanfaatkan nilai aplikatif beberapa besaran ( e2 4πε 0 = 1, MeV fm, c = 2, fm/s, c = 197, 3 MeV fm); didapatkan λ (E, l) = 16π ( ) 1, MeV fm E MeV , 3 MeV fm 197, 3 MeV fm ( ) 3 2 ( 2, fm/s ) (1, 2 fm) 2 A 2/3, 4

174 160 BAB 5. PELURUHAN RADIOAKTIF sehingga didapatkan λ (E1) [s 1 ] = (E [MeV]) 3 A 2/3. Contoh : Menghitung rasio intensitas radiasi γ Hitunglah rasio E2 terhadap E1 untuk E = 100 MeV dan A = 100. Dengan menggunakan Tabel 5.6, didapatkan I (E1) I (E2) = λ (E1) λ (E2) = 1, A 2/3 E 3 7, A 4/3 E 5 = 1, A 2/3 E 2. Untuk E = 100 MeV dan A = 100, didapatkan I(E1) I(E2) = 6, Contoh : intensitasnya. Menentukan jenis radiasi dan menghitung rasio Dengan menggunakan aturan seleksi, carilah transisi yang mungkin antara keadaan eksitasi pertama 0,349 MeV ( ) pada Zn-49 ke keadaan dasarnya ( 1 2 ). Kita dapatkan bahwa 4 l 5 dan terjadi perubahan paritas. Dengan menggunakan Tabel 5.6, transisi yang mungkin adalah M 4 dan E5. Probabilitas masing-masing radiasi adalah λ (M4) = 3, , = 7, s 1 λ (E5) = 2, /3 0, = 3, s 1. Terlihat bahwa λ(m4) λ(e5) = 2,

175 Bab 6 Reaksi Inti 6.1 Mengenal Reaksi Inti Salah satu jenis reaksi yang kita kenal selama ini adalah reaksi kimia, misalnya 2H 2 + O 2 2H 2 O Na + Cl Na + + Cl NaCl Pada reaksi kimia yang pertama terjadi pengelompokan ulang atom sehingga terbentuk molekul baru. Pada reaksi kimia yang kedua terjadi perpindahan elektron antar atom sehingga terbentuk ion positif dan ion negatif, yang kemudian membentuk molekul. Pada reaksi kimia, perubahan terjadi pada tingkat atom atau elektron, tanpa merubah jenis inti. Berbeda dengan reaksi kimia, reaksi inti terjadi pada tingkat inti. Reaksi inti bisa berupa pengelompokan ulang nukleon (misalnya peluruhan α) atau perubahan suatu nukleon menjadi nukleon yang lain (misalnya peluruhan β) pada suatu inti, sehingga terbentuk inti baru. Reaksi peluruhan merupakan salah satu contoh reaksi inti yang berlangsung secara spontan. Meskipun demikian, tidak semua reaksi inti berlangsung secara spontan. Untuk kasus tak spontan, suatu inti target (T ) harus ditembak lebih dahulu dengan proyektil (p) dengan energi kinetik tertentu. Sebagai hasilnya akan terbentuk inti baru 161

176 162 BAB 6. REAKSI INTI atau inti residu (R) dan partikel emisi (x). Reaksinya dapat ditulis sebagai p + T R + x, (6.1) atau dalam notasi yang lebih ringkas 1 T (p, x) R. (6.2) Jenis proyektil yang biasa dipakai antara lain adalah netron (n atau 1 0 n), proton (p atau 1 1 p), deuteron (d atau 2 1 H), triton (t atau 3 1 H), helium-3 (h atau 3 2 He), atau partikel alfa (α atau 4 2He). Suatu reaksi inti antara lain harus memenuhi hukum kekekalan nomor atom Z, nomor massa A, dan massa-energi. Contoh : Memahami reaksi inti Carilah inti x i pada reaksi berikut: 59 Co (p, x 1 ) 59 Ni, 27 Al (p, n) X 2, 32 Si (α, γ) X 3, 197 Au ( 12 C, x 4 ) 206 At, dan 116 Sn (x 5, p) 117 Sn. Untuk 59 Co (p, x 1 ) 59 Ni, notasi lengkapnya adalah Co (p, x 1) Ni. Kita pakai hukum kekekalan nomor atom (Z) dan nomor massa (A): hukum kekekalan Z: = Z x Z x1 = 0 hukum kekekalan A: = A x A x1 = 1 dapat disimpulkan bahwa x 1 memiliki nomor atom 0 dan nomor massa 1, sehingga x 1 = n Untuk 27 Al (p, n) X 2, notasi lengkapnya adalah Al (p, n) X 2 sehingga X 2 memiliki nomor atom 14 dan nomor massa 27, atau 1 Jika kita ingin menyertakan energi reaksinya, maka penulisannya adalah p + T R + x + Q, atau T (p, x) R Q =...MeV.

177 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 163 X 2 = Si Untuk 32 Si (α, γ) X 3, notasi lengkapnya adalah Si (α, γ) X 3 sehingga X 3 memiliki nomor atom 16 dan nomor massa 36, atau X 3 = S Karena notasi lengkapnya adalah Au ( 12 6 C, x ) At, maka x 4 memiliki nomor atom 0 dan nomor massa 3, atau x 4 = 3n Karena notasi lengkapnya adalah Sn (x 5, p) Sn, maka x 5 memiliki nomor atom 1 dan nomor massa 2, atau x 5 = d Klasifikasi reaksi inti Reaksi inti dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok, tergantung pada batasan pengelompokannya. Berdasarkan perlu tidaknya pemicu, kita kenal reaksi spontan (misalnya peluruhan radioaktif) dan reaksi tak spontan (misalnya reaksi yang terjadi pada reaktor nuklir atau akselerator). Berdasarkan nilai energi reaksi Q-nya, kita mengenal reaksi eksotermik atau eksoergik (Q positif) dan reaksi endotermik atau endoergik (Q negatif). Reaksi eksotermik bisa berlangsung secara spontan. Sebaliknya reaksi endotermik (Q negatif) hanya dapat terjadi jika proyektil dipercepat atau dinaikkan temperaturnya sehingga energi kinetiknya T p lebih besar dari energi yang dibutuhkan Q, yang dapat dituliskan sebagai T p > Q atau Q + T p > 0. Nanti akan ditunjukkan bahwa energi ambang untuk reaksi endotermik adalah T p Q ( mp+m T m T ). Berdasarkan ada atau tidak adanya interaksi antara proyektil dan target, kita mengenal reaksi hamburan (proyektil terhamburkan oleh target tanpa terjadi kontak antara keduanya) maupun reaksi non hamburan (proyektil berinteraksi dengan target). Ada dua jenis hamburan yang kita kenal yaitu hamburan elastik (elastic shape scattering, jika inti produk sama dengan

178 164 BAB 6. REAKSI INTI inti reaktan) dan hamburan tak elastik (inelastic scattering, jika inti produk sama dengan inti reaktan, tetapi dalam keadaan tereksitasi). Berdasarkan ukuran inti produk dan reaktan, kita mengenal reaksi fisi (pembelahan, di mana produk lebih kecil dibanding reaktan) dan reaksi fusi (penggabungan, di mana produk lebih besar dibanding reaktan). Kedua jenis reaksi ini akan dibahas tersendiri. Berdasarkan perpindahan nukleon dari proyektil ke inti target, kita kenal reaksi memungut (pick up reaction, bila inti target mendapat tambahan nukleon dari proyektil) dan reaksi pelepasan (stripping reaction, bila inti target kehilangan nukleon karena diambil proyektil). Contoh reaksi pelepasan adalah 16 O (d, t) 15 O dan 41 Ca (h, α) 40 Ca, sedang contoh reaksi tangkapan adalah 23 Na (h, d) 24 Mg dan 90 Zr (d, p) 91 Zr. Berdasarkan kekekalan jumlah proton dan jumlah netron, kita mengenal reaksi di mana jumlah proton dan jumlah netronnya tetap, seperti peluruhan alfa. Di samping itu ada juga reaksi yang melibatkan perubahan netron menjadi proton (atau sebaliknya), seperti peluruhan beta, sehingga jumlah proton dan jumlah netronnya tidak tetap. Reaksi pertama terkait dengan gaya nuklir kuat, sedang reaksi kedua terkait dengan gaya nuklir lemah. Berdasarkan mekanisme terjadinya reaksi, kita mengenal reaksi langsung (direct reaction, di mana reaktan langsung bereaksi dan menghasilkan produk, tanpa melalui inti perantara), dan reaksi tak langsung atau reaksi majemuk (compound reaction, di mana reaktan bereaksi membentuk inti majemuk sebagai perantara, yang kemudian meluruh menjadi inti produk). Ada dua perbedaan antara reaksi langsung dan reaksi tak langsung. Pertama, reaksi tak langsung berlangsung dalam rentang s (waktu tersebut sekaligus merupakan umur paro

179 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 165 inti majemuk), dan lebih lama dibanding waktu untuk reaksi langsung (10 22 s, yang merupakan waktu tempuh proyektil dalam inti). Kedua, distribusi anguler dari partikel emisi untuk reaksi langsung cenderung memiliki puncak yang lebih tajam dibanding distribusi sejenis dari reaksi tak langsung. Suatu inti majemuk bisa jadi merupakan hasil dari berbagai reaksi, dan dapat meluruh dalam berbagai cara yang berbeda. 2 Berikut disajikan contoh berbagai reaksi majemuk dengan inti 20 Ne sebagai inti majemuk perantara. 19 F + p 19 Ne + n 20 Ne + γ 19 F + p 17 O + h 16 O + α 14 N + 6 Li 12 C + 8 Be 10 B + 10 B 20 Ne 18 F + d 17 F + t 17 O + h 16 O + α 14 N + 6 Li 13 N + 7 Li 12 C + 8 Be 11 C + 9 Be 10 B + 10 B 9 B + 11 B Contoh : Menghitung waktu tempuh netron dalam inti. Hitunglah waktu tempuh netron 14 MeV dalam dalam inti U-238. Waktu tempuh netron dalam inti adalah t = 2R v = 2R 0A 1/3 2T/mn. 2 Cara khas terjadinya reaksi majemuk, terkait dengan jenis inti pembentuk dan inti yang dihasilkan, dikenal sebagai channel.

180 166 BAB 6. REAKSI INTI Misalkan kita pakai m n = 939, 57 MeV/c 2 dan R 0 = 1, 2 fm, maka didapatkan t = 2 1, 2 fm 2381/3 = 2 14 MeV 939,57 MeV/c 2 26, m 0, 1726 c = 2, s. Gambar 6.1: Skema reaksi inti dalam kerangka laboratorium Energetika pada reaksi inti Kita tinjau gambaran reaksi inti, di mana proyektil p menumbuk inti target T yang diam. Untuk reaksi tersebut, hukum kekekalan massaenergi menghasilkan Q = (m T + m p m R m x ) c 2. (6.3) Nilai Q tersebut akan muncul sebagai jumlahan energi kinetik partikel yang terlibat dalam reaksi, yaitu Q = T R + T x T p. (6.4) Kita tinjau reaksi tersebut dalam koordinat laboratorium, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.1. Prinsip kekekalan momentum linier

181 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 167 memberikan kita persamaan p p = p x cos θ + p R cos φ 0 = p x sin θ p R sin φ. Selanjutnya, karena p = (2mT ) 1/2, maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai (m R T R ) 1/2 cos φ = (m p T p ) 1/2 (m x T x ) 1/2 cos θ (m R T R ) 1/2 sin φ = (m x T x ) 1/2 sin θ. Sekarang kedua persamaan di atas kita kuadratkan lalu kita jumlahkan, di mana kita akan mendapatkan m R T R = m x T x + m p T p 2 (m p T p m x T x ) 1/2 cos θ, atau ( T R = T x 1 + m ) ( x T p 1 m ) p 2 (m p T p m x T x ) 1/2 cos θ. m R m R m R Dengan memanfaatkan hasil terakhir, Persamaan (6.4) dapat ditulis sebagai Q = m x m R T x + m p m R T p 2 m R (m p T p m x T x ) 1/2 cos θ. (6.5) Persamaan terakhir dapat dipecahkan karena semua parameternya dapat dikontrol (m p dan T p ) atau dapat diukur (m x, m R, T x, θ). Persamaan tersebut memberi kita nilai energi yang dilepaskan pada suatu reaksi,q. Jika Q dapat dihitung dengan memanfatkan Persamaan (6.3), maka Persamaan (6.5) dapat dipakai untuk menghitung energi kinetik partikel emisi, T x, Karena energi kinetik proyektil T p biasanya sudah diketahui, maka dengan mengetahui Q dan T x, kita juga dapat menghitung energi kinetik rekoil inti residu T R dengan menggunakan Persamaan (6.4). Sekarang kita tinjau reaksi tersebut dalam koordinat pusat massa,

182 168 BAB 6. REAKSI INTI Gambar 6.2: Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM) seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2. Dengan menggunakan hukum kekekalan momentum (m p + m T ) v pm = m p v p, kita dapatkan kecepatan pusat massa v pm = m p m p + m T v p. Selanjutnya, kita dapatkan energi kinetik pusat massa, sebagai berikut T pm = 1 2 (m p + m T ) vpm 2 = 1 ( 2 (m mp p + m T ) ) = 1 2 m pv 2 p ( mp m p + m T = T p ( mp m p + m T ) 2 v p m p + m T ). (6.6) Pada persamaan di atas, T p = 1 2 m pv 2 p adalah energi kinetik partikel dalam kerangka laboratorium. Selama reaksi, tidak seluruh energi proyektil dalam kerangka laboratorium T p dapat dipakai untuk energi reaksi, melainkan harus dikurangi dengan energi kintik pusat massa T pm. Dengan demikian, energi yang tersedia untuk reaksi adalah T 0 = T p T pm ) m p = T p (1 m p + m T ( ) mt = T p. (6.7) m p + m T

183 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 169 Selanjutnya ( suatu reaksi akan berlangsung bila Q + T 0 0. Karena T 0 = T mt p m p+m T ), maka suatu reaksi akan berlangsung bila ( ) mp + m T T p Q. (6.8) m T Nilai energi minimum proyektil T p,min = Q ( mp+m T m T ) dikenal sebagai energi ambang sebuah reaksi (threshold energy). Perlu diingat bahwa Q berharga negatif, sehingga nilai T p berharga positif. Untuk proyektil yang bermuatan positif, dia akan mengalami gaya tolak Coloumb ketika mendekati inti target, yang besarnya diberikan oleh B c = 1 (Z p e) (Z T e) = B c = e2 4πε 0 R p + R T 4πε 0 Z p Z ( T R 0 A 1/3 T + A 1/3 p Z p Z T = 1, 22 ( ) MeV (6.9) A 1/3 T + Ap 1/3 Dalam hal ini, nilai energi proyektil T p pada reaksi endotermik harus memenuhi ( ) mp + m T T p B c Q. (6.10) m T Kelebihan energi partikel sebesar B c akan dipakai sebagai energi kinetik partikel hasil reaksi, T x dan T R. Untuk reaksi eksotermik, harus dipenuhi T p B c. (6.11) Jika suatu reaksi eksotermik melepaskan energi sebesar Q 3, maka energi tersebut dipakai sebagai energi kinetik T dari partikel emisi x dan inti rekoil yang terbentuk R, atau = T x + T R. dengan mengacu pada Persamaan (5.9), didapatkan T X = ) Selanjutnya, ( ) Q mr = Q, (6.12) 1 + mx m R m x + m R 3 Nilai Q yang dimaksud di sini juga mencakup kelebihan energi kinetik proyektil.

184 170 BAB 6. REAKSI INTI dan T R = ( ) Q m x 1 + m = Q. (6.13) R m X m x + m R Contoh : Menghitung energi ambang reaksi Hitunglah energi ambang reaksi 14 N (α, p) 17 O. Dengan menggunakan hukum kekekalan massa energi, didapatkan Q = (m N 14 + m α m p m O 17 ) c 2 = (14, , , , ) 931, 5 = 0, 6800 MeV Terlihat bahwa reaksi 14 N (α, p) 17 O adalah reaksi endotermik dan membutuhkan energi ambang agar bisa berlangsung. Besarnya energi ambang untuk reaksi tersebut adalah ( ) mp + m T T p = Q m T ( ) 4, , = ( 0, 6800) = 0, 8742 MeV 14, Besar gaya tolak Coloumb adalah B c = 1, ( 14 1/3 + 41/3) = 4, 2026 MeV. Dengan demikian, partikel alfa harus memiliki energi minimal sebesar 5,0768 MeV Tampang reaksi inti Sekarang kita tinjau seberkas proyektil dengan intensitas φ 0 (dalam satuan jumlah proyektil per satuan luas) yang mengenai bahan target dengan kerapatan inti per satuan luas N, sehingga berkas yang diteruskan tinggal φ, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.3. Dengan demikian, berkas yang diserap oleh bahan target harusnya sebanding

185 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 171 kerapatan inti N, intensitas proyektil φ, serta luas efektif interaksi proyektil dan target σ, dan dapat ditulis sebagai Gambar 6.3: Gambaran berkas sinar proyektil yang mengenai target. φ = N φσ. (6.14) Pada persamaan di atas, σ dikenal sebagai penampang reaksi atau penampang lintang (crosssection). Karena N σ adalah kuantitas tak berdimensi, maka tampang lintang σ berdimensi luas. Satuan σ yang sering dipakai adalah barn (b), di mana 1 b = m 2. Bagaimana ungkapan tampang lintang σ untuk reaksi inti? Secara geometris, suatu proyektil dengan jari-jari R p akan berinteraksi dengan inti target dengan jari-jari R T, jika jarak keduanya adalah R (R p + R T ). Dengan kata lain, proyektil akan bereaksi dengan inti target jika berada pada lingkaran yang berpusat di pusat inti target, dengan jari jari R p + R T. Luas lingkaran π (R p + R T ) 2 merupakan permukaan efektif terjadinya reaksi, dan dikenal sebagai nilai tampang lintang. Sekalipun demikian, ada juga faktor koreksi terkait dengan rasio antara energi kinetik proyektil (dalam koordinat pusat massa) T pm dan gaya tolak Coulumb (lihat Pers. (6.9)). Dengan demikian, kita dapatkan ungkapan ketergantungan σ terhadap energi proyektil T pm (lihat Pers. (6.6)), sebagai berikut ( σ = π (R p + R T ) 2 1 B ) c. (6.15) T pm

186 172 BAB 6. REAKSI INTI Tampang reaksi nuklir juga dapat diukur secara eksperimen. 4 Contoh : Menghitung nilai σ Hitunglah tampang reaksi Ca-48 dan Pb-208, jika energi kinetik Pb- 208 dalam sistem laboratorium adalah T lab = 256 MeV. Kita hitung lebih dahulu jari-jari tampang lintang ( ) ( R p + R T = R 0 Ap 1/3 + A 1/3 T = 1, 2 fm 48 1/ /3) = 11, 47 fm, dan gaya tolak Coulumb B C = e2 4πε 0 Z p Z T = 1, 44 MeV.fm = 205, 9 MeV, R p + R T 11, 47 fm serta energi kinetik peoyektil dalam sistem pusat massa (Persamaan (6.6)) ( ) mp T pm = T lab m p + m T ( ) = 256 = 208, 03 MeV. 47, Sekarang kita dapat menghitung tampang reaksi ( σ = π (11, 47 fm) , 9 ) = 417 b = 44, 1 mb Sekarang kita lihat pengaruh σ terhadap interaksi. Untuk serapan yang kecil, kita bisa mengganti φ dengan dφ serta mengganti kerapatan atom per luas N dengan ndx di mana n adalah kerapatan atom per satuan volume dan dx adalah ketebalan bahan target. Dengan demikian, Persamaan (6.14) dapat ditulis sebagai dφ φ = nσdx, 4 Silahkan lihat Abdurrouf, Pengukuran tampang reaksi neutron cepat pada bahan struktur Mg, Si, V, Fe, Cu, dan Zr, Skripsi S1, Fisika UB (1994).

187 atau 5 φ transmisi = φ 0 e nσx. (6.16) 6.1. MENGENAL REAKSI INTI 173 Dengan demikian, berkas sinar yang diserap melalui bahan dengan kerapatan n, ketebalan x, dan tampang lintang σ adalah φ awal φ transmisi = φ 0 ( 1 e nσx ). Biasanya nilai intensitas φ dari suatu ion dengan muatan ne dinyatakan dalam arus I, di mana hubungan keduanya adalah φ (partikel/s) = Contoh : Menghitung φ I (coulumb/s) ne (coulumb/partikel). Hitunglah intensitas proton dari arus proton yang memiliki arus sebesar 1 µa. Hitunglah intensitas Ar 17+ dari arus Ar 17+ yang memiliki arus sebesar 4 µa. Intensitas proton dari arus proton adalah φ = 10 6 C/s 1, C/proton = 6, proton/s. Dari sini didapatkan identitas untuk arus proton: 1 µa proton = 6, proton/s. Intensitas Ar 17+ dari arus Ar 17+ dapat dihitung sebagai berikut φ = C/s 17 1, C/ion = 1, Ar 17+ ion/s Jika setiap proyektil yang diserap oleh bahan berinteraksi dengan inti 5 Dalam skala makro, persamaan di atas biasa ditulis sebagai φ = φ 0e µx, di mana µ = nσ adalah koefisien serapan per satuan panjang.

188 174 BAB 6. REAKSI INTI target, maka intensitas inti yang bereaksi adalah dn dt = φ ( 0 1 e nσx ). (6.17) Untuk target dengan ketebalan (x) yang sangat kecil, maka jumlah inti yang mengalami reaksi dapat didekati sebagai dn dt φ 0nσx. Jika inti yang bereaksi dengan proyektil kemudian meluruh dengan laju λn, maka didapatkan laju total pembentukan inti radioaktif dn dt φ 0nσx λn. d(λn) φ 0 nσx λn Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai = d (λt), di mana solusinya adalah ln (φ 0 nσx λn) N 0 = λt atau φ 0nσx λn φ 0 nσx = e λt. Dari ekspresi terakhir didapatkan aktivitas radioaktif A = λn = φ 0 nσx ( 1 e λt). Pada akhirnya akan didapatkan N = φ 0Nσ λ ( 1 e λt). (6.18) Contoh : Menghitung aktivitas inti hasil reaksi Hitunglah aktivitas No-254 (waktu paro 55 s) yang dihasilkan dari iradiasi Pb-208 dengan Ca-48, selama 1 menit. Asumsikan kerapatan massa Pb-208 adalah 0, 5 mg/cm 2, arus Ca-48 adalah 0,5 µa partikel, dan tampang reaksi 208 Pb ( 48 Ca, 2n ) adalah 3,0 µb. Karena aktivitas didefinisikan sebagai A = φnσ ( 1 e λt), maka lebih dahulu kita hitung semua komponen yang terlibat, yaitu N = m/a BM N A = (0, ) (6, ) 208 = 1, atom/cm 2 σ = cm 2 φ = 0, = 3, ion/s 1,

189 6.2. REAKSI FISI 175 λ = ln 2 55 = 1, s 1 Dengan demikian, aktivitas dari inti yang terbentuk adalah A = 7, 2 peluruhan/detik. 6.2 Reaksi Fisi Mengapa reaksi fisi? Reaksi fisi nuklir (nuclear fision reaction) atau dikenal sebagai reaksi fisi adalah pembelahan inti berat menjadi dua buah inti yang lebih ringan. Pembelahan ini menghasilkan energi yang besarnya dapat dinyatakan sebagai fungsi fraksi energi ikat inti, f, sebagai berikut Q = (m reaktan Σm produk ) c 2 = B reaktan + ΣB produk = A reaktan f reaktan + Σ (A produk f produk ). (6.19) Mengingat inti produk biasanya memiliki nomor massa A yang hampir sama, maka fraksi energi ikat produknya juga tidak berbeda jauh sehingga dapat dipakai pendekatan ΣA produk f produk f produk ΣA produk = A reaktan fproduk, di mana f produk adalah nilai rata-rata dari fraksi energi ikat produk. Dengan demikian, Persamaan (6.19) dapat didekati sebagai Q = A reaktan ( fproduk f reaktan ), yang menunjukkan bahwa reaksi fisi akan menghasilkan energi jika f produk > f reaktan. 6 Ini berarti bahwa reaksi fisi terjadi pada inti dengan nomor massa A reaktan yang besar, dan menghasilkan inti 6 Secara umum selisih antara f produk dan f reaktan adalah 0,9 MeV. Karena untuk uranium A = 235, maka energi yang dilepaskan pada reaksi fisi adalah sekitar 210 MeV.

190 176 BAB 6. REAKSI INTI baru dengan A produk yang lebih kecil, tetapi tidak akan lebih kecil dari inti dengan f terbesar, yaitu Fe-56. Dapat disimpulkan bahwa 56 < A produk < A reaktan. Contoh : Menghitung energi reaksi fisi Misalkan U-236 membelah menjadi 2 inti yang sama besar. Hitunglah energi yang dilepaskan dengan menggunakan pendekatan massa dan pendekatan energi ikat Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar dapat ditulis sebagai U Pd + Q. Nilai Q dapat dihitung sebagai berikut Dengan pendekatan massa Q = (m U 236 2m Pd 118 ) c 2 = (M U 236 2M Pd 118 ) c 2 = (236, , 91898) u 931, 5 Mev/u = 193, 38 MeV Dengan pendekatan energi ikat (koefisien Ferbel) Q = 2 B P d 119 B U 238 = f P d f U 236 = , , 41 = 189, 88 MeV Lalu, mengapa terjadi perbedaan energi ikat yang begitu besar antara produk dan reaktan? Menurut model SEMF, energi ikat inti terdistribusi atas komponen-komponennya (lihat Pers. (2.3)). Jika suatu inti berat membelah menjadi 2 inti yang lebih ringan yang besarnya sama, maka energi yang dilepaskan, jika kita hitung sampai suku asimetris,

191 6.2. REAKSI FISI 177 adalah Q = 2 B p B r = (2B v,p B v,r ) (2 B s,p B s,r ) (2 B c,p B c,r ) (2 B a,p B a,r ) Pada persamaan terkahir, indeks p dan r masing-masing untuk produk dan reaktan. Contoh : Menghitung komponen energi reaksi fisi Misalkan U-236 membelah menjadi 2 inti yang sama besar. Hitunglah (i) perubahan komponen energi volume, (ii) perubahan komponen energi permukaan, (iii) perubahan komponen energi Coulumb, serta (iv) perubahan komponen energi asimetri. Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar adalah reaksi U Pd. Perubahan komponen energinya adalah Perubahan komponen energi volume B v = 2 B v P d 118 B v U 236 = 2 [a v A] P d 118 [a v A] U 236 = a v [ ] = 0 MeV Perubahan komponen energi permukaan B s = 2 B s P d 118 B s U 236 = 2 [a S A 2/3] [ a S A 2/3] P d 118 U 236 = 17, 86 [ / /3] = 177, 28 MeV

192 178 BAB 6. REAKSI INTI Perubahan komponen energi Coulumb B c = 2 B c P d 118 B [ ] c U 236 Z (Z 1) = 2 a c A 1/3 P d 118 [ ] = 0, / /3 = 367, 70 MeV [ a c Z (Z 1) A 1/3 ] U 236 Perubahan komponen energi asimetri B a = B a P d B [ ] a U 236 [ (A 2Z) 2 = a a 2 A P d 118 [ ] 54 2 = 23, 3 0 MeV a a (A 2Z) 2 A ] U 236 Perubahan komponen energi pairing B p = B p P d B p U 236 [ = 2 a [ p ap A ]P 3/4 d 118 [ 2 = /4 1 ] 236 3/4 0, 53 MeV A 3/4 ]U 236 Terlihat bahwa Q = B v B s B c B a = 0 177, , , 53 = 189, 88 MeV, sama dengan hasil sebelumnya. Nlai Q terkait dengan perubahan energi permukaan dan energi Coulumb. Nilai B s positif, menunjukkan bahwa pembelahan inti akan meningkatkan

193 6.2. REAKSI FISI 179 Tabel 6.1: Jenis netron Jenis Energi netron termal netron epitermal netron lambat netron cepat 0,025 ev 1 ev 1 kev 100 kev - 10 MeV energi permukaan. Nilai B v negatif, menunjukkan bahwa pembelahan inti akan mengurangi energi Coulomb. Ini berarti, faktor utama pembelahan inti adalah karena tingginya gaya tolak Coulumb pada inti berat Energi pada reaksi fisi Pada kenyataanya, reaksi fisi tidak terjadi secara spontan. Suatu inti akan meluruh jika ditembak dengan sebuah partikel ringan. Salah satu partikel ringan yang banyak dipakai sebagai proyektil adalah netron, karena tidak bermuatan sehingga tidak mengalami efek gaya tolak Coulumb ketika mendekati inti. adalah Salah satu contoh reaksi fisi U n U 93 37Rb Cs n + Q. Pada reaksi di atas, digunakan netron termal (T = 300 K atau setara dengan energi kinetik 0, 026 ev). Pengelompokan netron berdasarkan energinya disajikan pada Tabel 6.1. Untuk U yang ditembak netron termal, dapat dihasilkan berbagai inti produk, dengan nomor massa A merentang antara dengan puncak pada A = 95 (contoh kategori ini adalah Rb-93) dan dengan puncak pada A = 140 (contoh kategori ini adalah Cs-141), seperti ditunjukkan pada Gambar 6.4. Pada reaksi di atas, U adalah inti tak stabil, yang kemudian meluruh menjadi 93 37Rb dan Cs, di mana keduanya dikenal sebagai fragmen fisi primer. Mengacu pada syarat ketabilan inti (Pers. (2.7)), suatu inti stabil dengan A = 93 harusnya memiliki Z = 40, sedangkan

194 180 BAB 6. REAKSI INTI Gambar 6.4: Inti produk hasil reaksi fisi termal dar U-235 (Loveland, 2006). inti stabil dengan A = 141 harusnya memiliki Z = 58. Ini berarti kedua inti tersebut masih kelebihan netron, sehingga akan mengalami peluruhan beta sampai didapatkan kondisi yang stabil Rb 6 detik 93 38Sr 7 menit 93 39Y jam 40Zr 10 6 tahun 93 41Nb Cs 25 detik Ba 18 menit La 4 jam 58 Ce 33 hari 141 Inti Nb-93 dan Pr-141 dalam hal ini merupakan produk akhir fisi. Contoh : Menghitung energi reaksi fisi Tinjau reaksi U +1 0 n 236 Tuliskan reaksinya 92 U Rumusan untuk energi reaksinya Rb Cs n + Q. 59 Pr Pada reaksi di atas, 93 37Rb dan Cs bukan produk akhir. Rb-93

195 6.2. REAKSI FISI 181 Tabel 6.2: Distribusi energi hasil reaksi fisi untuk U-235 Energi langsung (MeV) Energi tunda (MeV) energi kinetik produk 167 partikel beta 7 energi kinetik netron 5 sinar gamma 6 sinar gamma langsung 5 neutrino 10 sinar gamma dari tangkapan 10 Total energi langsung 187 Total energi tunda 23 berubah menjadi Nb-93, yang berlangsung melalui 4 kali peluruhan beta. Dengan demikian, didapatkan produk samping berupa 4 elektron dan 4 anti netrino elektron. Hal yang sama terjadi pada perubahan Cs-141 menjadi Pr-141. Dengan demikian, persamaan reaksinya adalah U n U 93 41Nb Pr n + 8e + 8 ν e + Q. Karena anti neutrino elektron tidak memiliki massa diam, massa elektron sangat kecil, dan energi kinetik netron proyektil sangat kecil, maka Q = (m U 235 m Nb 93 m P r 141 m n ) c 2 = (235, , , , 0087) 931, 5 = 206 MeV Energi yang dihasilkan pada reaksi fisi sebagian akan langsung dilepaskan pada waktu reaksi, sedang sebagian yang lain akan dilepaskan kemudian, setelah reaktor dimatikan. Tipikal distribusi energi untuk U-235 disajikan pada Tabel 6.2. Pada akhirnya semua energi tersebut akan diubah menjadi energi termal yang ditransfer pada material di sekitarnya, dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan tertentu.

196 182 BAB 6. REAKSI INTI Contoh : Menghitung energi reaksi fisi Berapakah energi yang dihasilkan dari 1 gram U-235 melalui reaksi fisi. n = Jumlah inti U-235 dalam 1 gram U-235 adalah 10 3 kg (1, kg/u) (235, u/inti) = 2, inti Jika rata-rata energi yang dilepaskan per reaksi fisi adalah 206 MeV, maka energi yang dapat dihasilkan adalah 5, MeV. Salah satu isu dalam reaksi fisi adalah tentang netron, terkait dengan bagaimana ia dihasilkan dan bagaimana ia dikendalikan. Secara umum, netron dapat diperoleh dari hasil penembakan suatu inti dengan partikel α, seperti 4 He + 9 Be 12 C + 1 n hasil fotonetron, seperti γ + 9 Be 8 Be + 1 n hasil fisi spontan, seperti pada peluruhan Cf-252 reaksi nuklir, seperti t + d α + 1 n reaktor nuklir, seperti pada reaksi yang kita bahas U n 93 41Nb Pr n + 8e + 8ν e + Q. Pada reaksi fisi (seperti pada contoh terakhir) juga dihasilkan netron, dengan jumlah berlipat. Jika dibiarkan, netron ini akan menumbuk U-235 dan menghasilkan reaksi fisi baru, begitu seterusnya. Hal ini

197 6.3. REAKSI FUSI 183 Gambar 6.5: Kecenderungan reaksi fusi dan fisi, berdasarkan nomor massa A. dikenal sebagai reaksi berantai. Pada kasus bom nuklir, reaksi berantai tersebut dibiarkan tak terkendali. Pada reaktor nuklir, biasanya reaksinya dikendalikan dengan cara mengendalikan jumlah netron pada reaktor. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik atau mendorong masuk bahan yang mudah menyerap netron, yaitu kadmium atau Cd, 6.3 Reaksi Fusi Jika inti berat (dengan fraksi energi ikat f yang rendah) cenderung membelah diri menjadi inti yang lebih ringan (tetapi dengan f lebih besar) untuk menghasilkan energi, tentunya situasi sebaliknya terjadi pada inti ringan. Inti ringan (dengan f yang rendah) bila bergabung dengan inti ringan lain (yang juga memiliki f rendah) akan dapat melepaskan energi. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi penggabungan atau fusi (fusion reaction). Inti hasil fusi mestinya memiliki nomor massa tidak lebih besar dari 56, yang merupakan puncak kurva f. Contoh : Menghitung energi reaksi fusi Berapakah energi yang dihasilkan bila 4 buah proton bergabung menghasilkan α? Berapa energi yang dihasilkan per nukleonnya? Bandingkan dengan energi per nukleon dari reaksi fisi.

BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM

BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM BAB I INTI ATOM 1. STRUKTUR ATOM Untuk mengetahui distribusi muatan positif dan negatif dalam atom, maka Rutherford melakukan eksperimen hamburan partikel alpha. Adapun eksperimen tersebut adalah sebagai

Lebih terperinci

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si.

ENERGETIKA KESTABILAN INTI. Sulistyani, M.Si. ENERGETIKA KESTABILAN INTI Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id PENDAHULUAN Apakah inti yang stabil itu? Apakah inti yang tidak stabil? Bagaimana menyatakan kestabilan U-238 berdasarkan reaksi

Lebih terperinci

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah informasi dan referensi mengenai interaksi nukleon-nukleon di dalam inti atom yang menggunakan potensial Yukawa. 2. Dapat

Lebih terperinci

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si.

Inti Atom dan Penyusunnya. Sulistyani, M.Si. Inti Atom dan Penyusunnya Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id Eksperimen Marsden dan Geiger Pendahuluan Teori tentang atom pertama kali dikemukakan oleh Dalton bahwa atom bagian terkecil dari

Lebih terperinci

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti

Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini. Fisika Atom & Inti Fisika Umum (MA 301) Topik hari ini Fisika Atom & Inti 8/14/2007 Fisika Atom Model Awal Atom Model atom J.J. Thomson Bola bermuatan positif Muatan-muatan negatif (elektron)) yang sama banyak-nya menempel

Lebih terperinci

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd

Pendahuluan Fisika Inti. Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Pendahuluan Fisika Inti Oleh: Lailatul Nuraini, S.Pd, M.Pd Biodata Email: lailatul.fkip@unej.ac.id No hp: 085 236 853 668 Terdapat 6 bab. Produk matakuliah berupa bahan ajar. Tugas mandiri 20%, tugas terstruktur

Lebih terperinci

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif

KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA. Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif KIMIA INTI DAN RADIOKIMIA Stabilitas Nuklir dan Peluruhan Radioaktif Oleh : Arif Novan Fitria Dewi N. Wijo Kongko K. Y. S. Ruwanti Dewi C. N. 12030234001/KA12 12030234226/KA12 12030234018/KB12 12030234216/KB12

Lebih terperinci

CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016

CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF. Diah Ayu Suci Kinasih Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 CATATAN KULIAH ATOM, INTI DAN RADIOAKTIF Diah Ayu Suci Kinasih -24040115130099- Departemen Fisika Universitas Diponegoro Semarang 2016 FISIKA NUKLIR Atom, Inti dan Radioaktif 1. Pekembangan Teori Atom

Lebih terperinci

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom

STRUKTUR ATOM. Perkembangan Teori Atom STRUKTUR ATOM Perkembangan Teori Atom 400 SM filsuf Yunani Demokritus materi terdiri dari beragam jenis partikel kecil 400 SM dan memiliki sifat dari materi yang ditentukan sifat partikel tersebut Dalton

Lebih terperinci

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 2 STRUKTUR ATOM PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 2 STRUKTUR ATOM PARTIKEL MATERI Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi :. Menurut Democritus, pembagian materi bersifat diskontinyu ( jika suatu materi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN

PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN PENDAHULUAN RADIOAKTIVITAS TUJUAN Maksud dan tujuan kuliah ini adalah memberikan dasar-dasar dari fenomena radiaktivitas serta sumber radioaktif Diharapkan agar dengan pengetahuan dasar ini kita akan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF

BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF BAB II PROSES-PROSES PELURUHAN RADIOAKTIF 1. PROSES PROSES PELURUHAN RADIASI ALPHA Nuklida yang tidak stabil (kelebihan proton atau neutron) dapat memancarkan nukleon untuk mengurangi energinya dengan

Lebih terperinci

Perkembangan Model Atom. Semester 1

Perkembangan Model Atom. Semester 1 Perkembangan Model Atom Semester 1 Model atom adalah suatu gambar rekaan atom berdasarkan eksperimen ataupun kajian teoritis, karena para ahli tidak tahu pasti seperti apakah bentuk atom itu sebenarnya.

Lebih terperinci

STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK Kimia SMK KELAS X SEMESTER 1 SMK MUHAMMADIYAH 3 METRO

STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK Kimia SMK KELAS X SEMESTER 1 SMK MUHAMMADIYAH 3 METRO STRUKTUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK Kimia SMK KELAS X SEMESTER 1 SMK MUHAMMADIYAH 3 METRO SK DAN KD Standar Kompetensi Mengidentifikasi struktur atom dan sifat-sifat periodik pada tabel periodik unsur Kompetensi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN MODEL ATOM DI SUSUN OLEH YOSI APRIYANTI A1F012044

PERKEMBANGAN MODEL ATOM DI SUSUN OLEH YOSI APRIYANTI A1F012044 PERKEMBANGAN MODEL ATOM DI SUSUN OLEH YOSI APRIYANTI A1F012044 PERKEMBANGAN MODEL ATOM Seorang filsuf Yunani yang bernama Democritus berpendapat bahwa jika suatu benda dibelah terus menerus, maka pada

Lebih terperinci

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM

BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM BAB 1 PERKEMBANGAN TEORI ATOM 1.1 Teori Atom Perkembangan teori atom merupakan sumbangan pikiran dari banyak ilmuan. Konsep dari suatu atom bukanlah hal yang baru. Ahli-ahli filsafah Yunani pada tahun

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford.

BAB FISIKA ATOM. Model ini gagal karena tidak sesuai dengan hasil percobaan hamburan patikel oleh Rutherford. 1 BAB FISIKA ATOM Perkembangan teori atom Model Atom Dalton 1. Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur yang tidak dapat dibagi-bagi 2. Atom-atom suatu unsur semuanya serupa dan tidak dapat berubah

Lebih terperinci

PELURUHAN RADIOAKTIF

PELURUHAN RADIOAKTIF PELURUHAN RADIOAKTIF Inti-inti yang tidak stabil akan meluruh (bertransformasi) menuju konfigurasi yang baru yang mantap (stabil). Dalam proses peluruhan akan terpancar sinar alfa, sinar beta, atau sinar

Lebih terperinci

RANGKUMAN MATERI. Struktur Atom

RANGKUMAN MATERI. Struktur Atom RANGKUMAN MATERI Struktur Atom Atom terdiri dari proton, neutron dan elektron. Proton dan neutron berada di dalam inti atom. Sedangkan elektron terus berputar mengelilingi inti atom karena muatan listriknya.

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti

RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Tipe peluruhan inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Lebih terperinci

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16

: Dr. Budi Mulyanti, MSi. Pertemuan ke-16 MATA KULIAH KODE MK Dosen : FISIKA DASAR II : EL-122 : Dr. Budi Mulyanti, MSi Pertemuan ke-16 CAKUPAN MATERI 1. INTI ATOM 2. BILANGAN ATOM DAN BILANGAN MASSA 3. MASS DEFECT 4. RADIOAKTIVITAS 5. WAKTU PARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alam tersusun atas empat jenis komponen materi yakni padat, cair, gas, dan plasma. Setiap materi memiliki komponen terkecil yang disebut atom. Atom tersusun atas inti

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA... Kelas / Semester : XII / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas Einstein

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1

Xpedia Fisika. Soal Fismod 1 Xpedia Fisika Soal Fismod 1 Doc. Name: XPPHY0501 Version: 2013-04 halaman 1 01. Pertanyaan 01-02 : Sebuah botol tertutup berisi 100 gram iodin radioaktif. Setelah 24 hari, botol itu berisi 12,5 gram iodin

Lebih terperinci

BAB 19 A T O M. A. Pendahuluan

BAB 19 A T O M. A. Pendahuluan BAB 19 A T O M A. Pendahuluan Pemikiran ke arah penemuan atom dan inti atom telah berkembang di setiap peradaban sejak manusia mengenal tulisan atau yang lebih dikenal sebagai zaman permulaan sejarah.

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan

Pendahuluan. Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1 Pendahuluan Tujuan perkuliahan Setelah mempelajari bab 1 ini, mahasiswa diharapkan 1. Mengetahui gambaran perkuliahan. Mengerti konsep dari satuan alamiah dan satuan-satuan dalam fisika partikel 1.1.

Lebih terperinci

SILABUS PEMBELAJARAN

SILABUS PEMBELAJARAN SILABUS PEMBELAJARAN Sekolah : SMA NEGERI 3 DUMAI Kelas / Semester : XII / II Mata Pelajaran : FISIKA Standar : 3. Menganalisis berbagai besaran fisis pada gejala kuantum dan batas-batas berlakunya relativitas

Lebih terperinci

STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM

STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM STRUKTUR INTI ATOM DAN BINDING ENERGY RIDA SNM RIDA@UNY.AC.ID TUJUAN PERKULIAHAN Ø Mampu mendefinisikan konsep nomor massa, nomor atom dan isotop dan mengaplikasikannya Ø Mampu menghitung defek massa dan

Lebih terperinci

TEORI PERKEMBANGAN ATOM

TEORI PERKEMBANGAN ATOM TEORI PERKEMBANGAN ATOM A. Teori atom Dalton Teori atom dalton ini didasarkan pada 2 hukum, yaitu : hukum kekekalan massa (hukum Lavoisier), massa total zat-zat sebelum reaksi akan selalu sama dengan massa

Lebih terperinci

SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN. 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa

SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN. 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa SIFAT GELOMBANG PARTIKEL DAN PRINSIP KETIDAKPASTIAN 39. Elektron, proton, dan elektron mempunyai sifat gelombang yang bisa diobservasi analog dengan foton. Panjang gelombang khas dari kebanyakan partikel

Lebih terperinci

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan Tenaga Nuklir Nasional 1 Pokok Bahasan STRUKTUR ATOM DAN INTI ATOM A. Struktur Atom B. Inti Atom PELURUHAN RADIOAKTIF A. Jenis Peluruhan B. Aktivitas Radiasi C. Waktu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Struktur atom Struktur atom merupakan satuan dasar materi yang terdiri dari inti atom beserta awan elektron bermuatan negatif yang mengelilinginya. Inti atom mengandung campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi

BAB I PENDAHULUAN. akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem inti dapat dipelajari melalui kesatuan sistem penyusun inti sebagai akibat dari interaksi di antara penyusun inti tersebut. Penyusun inti meliputi proton

Lebih terperinci

LATIHAN UJIAN NASIONAL

LATIHAN UJIAN NASIONAL LATIHAN UJIAN NASIONAL 1. Seorang siswa menghitung luas suatu lempengan logam kecil berbentuk persegi panjang. Siswa tersebut menggunakan mistar untuk mengukur panjang lempengan dan menggunakan jangka

Lebih terperinci

Bunyi Teori Atom Dalton:

Bunyi Teori Atom Dalton: Bunyi Teori Atom Dalton: Pada 1808, ilmuwan berkebangsaan Inggris, John Dalton, mengemuka- kan teorinya tentang materi atom yang dipublikasikan dalam A New System of Chemical Philosophy. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

REAKSI NUKLIR NANIK DWI NURHAYATI,S.SI, M.SI

REAKSI NUKLIR NANIK DWI NURHAYATI,S.SI, M.SI REAKSI NUKLIR NANIK DWI NURHAYATI,S.SI, M.SI nanikdn.staff.uns.ac.id nanikdn.staff.fkip.uns.ac.id 081556431053 / (0271) 821585 REAKSI INTI Reaksi Inti adalah proses perubahan yang terjadi dalam inti atom

Lebih terperinci

Terdiri atas inti atom dan elektron yang berada diluar atom. Inti atom tersusun atas proton dan netron.

Terdiri atas inti atom dan elektron yang berada diluar atom. Inti atom tersusun atas proton dan netron. PARTIKEL-PARTIKEL DASAR ATOM (Sumber : www.chem-is-try-org) Kimia SMAN 113 Jakarta (www.kimiavegas.wordpress.com) Guru Mata Pelajaran : Gianto, SPd Facebook: multios2009@gmail.com Terdiri atas inti atom

Lebih terperinci

BAB FISIKA ATOM I. SOAL PILIHAN GANDA

BAB FISIKA ATOM I. SOAL PILIHAN GANDA FISIK TOM I. SOL PILIHN GND 0. Pernyataan berikut yang termasuk teori atom menurut Dalton adala... agian terkecil suatu atom adala elektron. lektron dari suatu unsur sama dengan elektron dari unsure lain.

Lebih terperinci

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM Program Studi : Pendidikan Fisika/Fisika Nama Mata Kuliah :Fisika Inti Kode

Lebih terperinci

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10

MODUL KIMIA SMA IPA Kelas 10 SMA IPA Kelas Atom Bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat dibagi lagi disebut atom (berasal dari bahasa Yunani atomos yang berarti tidak dapat dibagi lagi). Namun, berakhir pendapat tersebut

Lebih terperinci

STRUKTUR ATOM DAN PERKEMBANGAN TEORI ATOM 0leh: Ramadani. sinar bermuatan negatif. kecil pembentuk atom tersebut yaitu

STRUKTUR ATOM DAN PERKEMBANGAN TEORI ATOM 0leh: Ramadani. sinar bermuatan negatif. kecil pembentuk atom tersebut yaitu STRUKTUR ATOM DAN PERKEMBANGAN TEORI ATOM 0leh: Ramadani A. PENDAHULUAN Istilah atom pertama kali dikemukakan oleh filsuf Yunani bernama Demokritus dengan istilah atomos yang artinya tidak dapat dibagi.

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 2 Doc. Name: AR12FIS02UAS Version : 2016-09 halaman 1 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di daerah sinar ultraviolet. Manakah peristiwa

Lebih terperinci

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS

Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS Oleh ADI GUNAWAN XII IPA 2 FISIKA INTI DAN RADIOAKTIVITAS 1 - Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang - " Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan

Lebih terperinci

BAB II RADIASI PENGION

BAB II RADIASI PENGION BAB II RADIASI PENGION Salah satu bidang penting yang berhubungan dengan keselamatan radiasi pengukuran besaran fisis radiasi terhadap berbagai jenis radiasi dan sumber radiasi. Untuk itu perlu perlu pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi

BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi BAB I Jenis Radiasi dan Interaksinya dengan Materi Radiasi adalah pancaran energi yang berasal dari proses transformasi atom atau inti atom yang tidak stabil. Ketidak-stabilan atom dan inti atom mungkin

Lebih terperinci

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB

FISIKA MODERN. Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB FISIKA MODERN Staf Pengajar Fisika Departemen Fisika,, FMIPA, IPB 1 MANFAAT KULIAH Memberikan pemahaman tentang fenomena alam yang tidak dapat dijelaskan melalui fisika klasik Fenomena alam yang berkaitan

Lebih terperinci

Struktur atom. Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi :

Struktur atom. Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi : Struktur atom A PARTIKEL MATERI Bagian terkecil dari materi disebut partikel. Beberapa pendapat tentang partikel materi : Menurut Democritus, pembagian materi bersifat diskontinyu ( jika suatu materi dibagi

Lebih terperinci

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD

EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Laporan Praktikum Fisika Eksperimental Lanjut Laboratorium Radiasi PERCOBAAN R3 EKSPERIMEN HAMBURAN RUTHERFORD Dosen Pembina : Herlik Wibowo, S.Si, M.Si Septia Kholimatussa diah* (080913025), Mirza Andiana

Lebih terperinci

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ).

PELURUHAN GAMMA ( ) dengan memancarkan foton (gelombang elektromagnetik) yang dikenal dengan sinar gamma ( ). PELURUHAN GAMMA ( ) Peluruhan inti yang memancarkan sebuah partikel seperti partikel alfa atau beta, selalu meninggalkan inti pada keadaan tereksitasi. Seperti halnya atom, inti akan mencapai keadaan dasar

Lebih terperinci

Struktur Atom. Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu mengidentifikasi atom dan strukturnya berdasarkan Tabel Periodik Unsur.

Struktur Atom. Setelah mempelajari bab ini, Anda diharapkan mampu mengidentifikasi atom dan strukturnya berdasarkan Tabel Periodik Unsur. I Pernahkah Anda membayangkan bahwa keberadaan alam semesta, dunia dan seisinya termasuk juga kita hanya mungkin terjadi dengan adanya keseimbangan yang teramat halus dan teliti? Atom adalah bagian terkecil

Lebih terperinci

FISIKA ATOM & RADIASI

FISIKA ATOM & RADIASI FISIKA ATOM & RADIASI Atom bagian terkecil dari suatu elemen yang berperan dalam reaksi kimia, bersifat netral (muatan positif dan negatif sama). Model atom: J.J. Thomson (1910), Ernest Rutherford (1911),

Lebih terperinci

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP 01 )

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP 01 ) RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN ( RPP 0 ) Sekolah : SMA Advent Makassar Kelas / Semester : XII/ 2 Mata Pelajaran : FISIKA Alokasi Waktu : 2 x 45 Menit I. Standar Kompetensi 4. Menunjukkan penerapan konsep

Lebih terperinci

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN

FISIKA MODERN UNIT. Radiasi Benda Hitam. Hamburan Compton & Efek Fotolistrik. Kumpulan Soal Latihan UN Kumpulan Soal Latihan UN UNIT FISIKA MODERN Radiasi Benda Hitam 1. Suatu benda hitam pada suhu 27 0 C memancarkan energi sekitar 100 J/s. Benda hitam tersebut dipanasi sehingga suhunya menjadi 327 0 C.

Lebih terperinci

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN

Getaran Dalam Zat Padat BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan Getaran atom dalam zat padat dapat disebabkan oleh gelombang yang merambat pada Kristal. Ditinjau dari panjang gelombang yang digelombang yang digunakan dan dibandingkan

Lebih terperinci

RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti

RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti LABORATORIUM KIMIA FISIK Departemen Kimia Fakultas MIPA Universitas Gadjah Mada (UGM) RADIOKIMIA Pendahuluan Struktur Inti Drs. Iqmal Tahir, M.Si., Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

SIFAT-SIFAT INTI. PERTEMUAN KEEMPt

SIFAT-SIFAT INTI. PERTEMUAN KEEMPt SIFAT-SIFAT INTI PERTEMUAN KEEMPt Sifat-sifat inti atom Tidak Bergantung pada waktu: Muatan inti (electric charge) Massa inti (mass) Jari-jari (radius) Momentum sudut (angular momentum) Momen magnetik

Lebih terperinci

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi

Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi Partikel sinar beta membentuk spektrum elektromagnetik dengan energi yang lebih tinggi dari sinar alpha. Partikel sinar beta memiliki massa yang lebih ringan dibandingkan partikel alpha. Sinar β merupakan

Lebih terperinci

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN

PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN PERTEMUAN KEEMPAT FISIKA MODERN TEORI KUANTUM TENTANG RADIASI ELEKTROMAGNET TEKNIK PERTAMBANGAN UNIVERSITAS MULAWARMAN TEORI FOTON Gelombang Elektromagnetik termasuk cahaya memiliki dwi-sifat (Dualisme)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Atom berasal dari bahasa Yunani atomos yang artinya tidak dapat dibagi-bagi lagi.

PENDAHULUAN. Atom berasal dari bahasa Yunani atomos yang artinya tidak dapat dibagi-bagi lagi. PENDAHULUAN Atom berasal dari bahasa Yunani atomos yang artinya tidak dapat dibagi-bagi lagi. Demokritus (460-370-S.M) Bagian terkecil yang tidak dapat dibagi lagi disebut: ATOM Konsep atom yang dikemukakan

Lebih terperinci

Struktur Atom. Sulistyani, M.Si.

Struktur Atom. Sulistyani, M.Si. Struktur Atom Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id DEFINISI ATOM Salah satu konsep ilmiah tertua adalah bahwa semua materi dapat dipecah menjadi zarah (partikel) terkecil, dimana partikel-partikel itu

Lebih terperinci

Spektrum Gelombang Elektromagnetik

Spektrum Gelombang Elektromagnetik Spektrum Gelombang Elektromagnetik Hubungan spektrum dengan elektron Berkaitan dengan energi energi cahaya. energi gerak elektron dan Keadaan elektron : Saat arus dilewatkan melalui gas pada tekanan rendah,

Lebih terperinci

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si.

PENEMUAN RADIOAKTIVITAS. Sulistyani, M.Si. PENEMUAN RADIOAKTIVITAS Sulistyani, M.Si. Email: sulistyani@uny.ac.id APA ITU KIMIA INTI? Kimia inti adalah ilmu yang mempelajari struktur inti atom dan pengaruhnya terhadap kestabilan inti serta reaksi-reaksi

Lebih terperinci

Fisika Modern (Teori Atom)

Fisika Modern (Teori Atom) Fisika Modern (Teori Atom) 13:05:05 Sifat-Sifat Atom Atom stabil adalah atom yang memiliki muatan listrik netral. Atom memiliki sifat kimia yang memungkinkan terjadinya ikatan antar atom. Atom memancarkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA F A K U L T A S M I P A RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP/KIM 233/ 01 1 Februari 2013 1. Fakultas/ Program Studi : FMIPA/Dik Kimia 2. Matakuliah/Kode : Kimia Inti/ KIM

Lebih terperinci

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA

MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA MATERI II TINGKAT TENAGA DAN PITA TENAGA A. Tujuan 1. Tujuan Umum Mahasiswa memahami konsep tingkat tenaga dan pita tenaga untuk menerangkan perbedaan daya hantar listrik.. Tujuan Khusus a. Mahasiswa dapat

Lebih terperinci

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral)

Jumlah Proton = Z Jumlah Neutron = A Z Jumlah elektron = Z ( untuk atom netral) FISIKA INTI A. INTI ATOM Inti Atom = Nukleon Inti Atom terdiri dari Proton dan Neutron Lambang Unsur X X = nama unsur Z = nomor atom (menunjukkan banyaknya proton dalam inti) A = nomor massa ( menunjukkan

Lebih terperinci

FI 353 Fisika Modern - P.Sinaga 1

FI 353 Fisika Modern - P.Sinaga 1 FI 353 Fisika Modern - P.Sinaga 1 HISTORY OF THE ATOM 460 BC Democritus Dia menemukan bahwa material dam mangkuk bila digerus terus maka ukurannya akan mengecil terus hingga akhirnya mencapai ukuran terkecil

Lebih terperinci

Bab 1 STRUKTUR ATOM. Pada pelajaran bab pertama ini akan dipelajari tentang perkembangan teori atom, notasi unsur, Isotop, isobar, dan isoton.

Bab 1 STRUKTUR ATOM. Pada pelajaran bab pertama ini akan dipelajari tentang perkembangan teori atom, notasi unsur, Isotop, isobar, dan isoton. Bab STRUKTUR ATOM Gambar. Teori Atom Rutherford. Sumber: Ensiklopedia Iptek Pada pelajaran bab pertama ini akan dipelajari tentang perkembangan teori atom, notasi unsur, Isotop, isobar, dan isoton. Struktur

Lebih terperinci

Kurikulum 2013 Kelas 12 Fisika

Kurikulum 2013 Kelas 12 Fisika Kurikulum 2013 Kelas 12 Fisika Persiapan UAS 2 Fisika Kelas 12 Kurikulum 2013 Doc. Name: K13AR12FIS02UAS Version: 2016-04 halaman 1 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di

Lebih terperinci

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20

PREDIKSI UN FISIKA V (m.s -1 ) 20 PREDIKSI UN FISIKA 2013 1. Perhatikan gambar berikut Hasil pengukuran yang bernar adalah. a. 1,23 cm b. 1,23 mm c. 1,52mm d. 1,73 cm e. 1,73 mm* 2. Panjang dan lebar lempeng logam diukur dengan jangka

Lebih terperinci

TEORI ATOM. Awal Perkembangan Teori Atom

TEORI ATOM. Awal Perkembangan Teori Atom TEORI ATOM Awal Perkembangan Teori Atom Teori atom pada masa peradaban Yunani Demokritus, Epicurus, Strato, Carus Materi tersusun dari partikel yang sangat kecil yang tidak dapat dibagi lagi Partikel

Lebih terperinci

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07)

PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) PR ONLINE MATA UJIAN: FISIKA (KODE A07) 1. Gambar di samping ini menunjukkan hasil pengukuran tebal kertas karton dengan menggunakan mikrometer sekrup. Hasil pengukurannya adalah (A) 4,30 mm. (D) 4,18

Lebih terperinci

Pertanyaan Final (rebutan)

Pertanyaan Final (rebutan) Pertanyaan Final (rebutan) 1. Seseorang menjatuhkan diri dari atas atap sebuah gedung bertingkat yang cukup tinggi sambil menggenggam sebuah pensil. Setelah jatuh selama 2 sekon orang itu terkejut karena

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron

PENDAHULUAN. Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron PENDAHUUAN Di dalam modul ini Anda akan mempelajari Gas elektron bebas yang mencakup: Elektron bebas dalam satu dimensi dan elektron bebas dalam tiga dimensi. Oleh karena itu, sebelum mempelajari modul

Lebih terperinci

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER III INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar

Lebih terperinci

Atom menyusun elemen dengan bilangan sederhana. Setiap atom dari elemen yang berbeda memiliki massa yang berbeda.

Atom menyusun elemen dengan bilangan sederhana. Setiap atom dari elemen yang berbeda memiliki massa yang berbeda. Review Model Atom Model Atom Dalton Atom menyusun elemen dengan bilangan sederhana. Setiap atom dari elemen yang berbeda memiliki massa yang berbeda. Model Atom Thomson Secara garis besar atom berupa bola

Lebih terperinci

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII

SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII SOAL LATIHAN PEMBINAAN JARAK JAUH IPhO 2017 PEKAN VIII 1. Tumbukan dan peluruhan partikel relativistik Bagian A. Proton dan antiproton Sebuah antiproton dengan energi kinetik = 1,00 GeV menabrak proton

Lebih terperinci

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education

Kunci dan pembahasan soal ini bisa dilihat di  dengan memasukkan kode 5976 ke menu search. Copyright 2017 Zenius Education 01. Batas ambang frekuensi dari seng untuk efek fotolistrik adalah di daerah sinar ultraviolet. Manakah peristiwa yang akan terjadi jika sinar-x ditembakkan ke permukaan logam seng? (A) tidak ada elektron

Lebih terperinci

INFORMASI KIMIA ENERGI ATOM

INFORMASI KIMIA ENERGI ATOM Kimia SMAN 113 Jakarta (www.kimiavegas.wordpress.com) Guru Mata Pelajaran : Gianto, SPd Facebook: multios2009@gmail.com INFORMASI KIMIA ENERGI ATOM Energi atom adalah energi yang bersumber dari atom. Setiap

Lebih terperinci

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD.

BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET. Hani Nurbiantoro Santosa, PhD. BINOVATIF LISTRIK DAN MAGNET Hani Nurbiantoro Santosa, PhD hanisantosa@gmail.com 2 BAB 1 PENDAHULUAN Atom, Interaksi Fundamental, Syarat Matematika, Syarat Fisika, Muatan Listrik, Gaya Listrik, Pengertian

Lebih terperinci

B. Macam macam Model Atom a. Model Atom John Dalton. a. Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat. Makalah Struktur Atom 1

B. Macam macam Model Atom a. Model Atom John Dalton. a. Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang sudah tidak dapat. Makalah Struktur Atom 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Atom adalah suatu satuan dasar materi, yang terdiri atas beberapa struktur. Istilah atom berasal dari Bahasa Yunani (átomos), yang berarti tidak dapat dipotong ataupun

Lebih terperinci

Apa yang dimaksud dengan atom? Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur

Apa yang dimaksud dengan atom? Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur Struktur Atom Apa yang dimaksud dengan atom? Atom adalah bagian terkecil dari suatu unsur Atom tersusun atas partikel apa saja? Partikel-partikel penyusun atom : Partikel Lambang Penemu Muatan Massa 9,11x10-28g

Lebih terperinci

MODUL 1 FISIKA MODERN MODEL MODEL ATOM

MODUL 1 FISIKA MODERN MODEL MODEL ATOM MODUL 1 FISIKA MODERN MODEL MODEL ATOM Oleh JAJA KUSTIJA, Drs. MSC. JURUSAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI J a k a r t a 2005 1 Nama Mata Kuliah / Modul Fisika Modern / Modul 1 Fakultas / Jurusan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensial Coulomb untuk Partikel yang Bergerak Dalam bab ini, akan dikemukakan teori-teori yang mendukung penyelesaian pembahasan pengaruh koreksi relativistik potensial Coulomb

Lebih terperinci

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A

1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A PREDIKSI 7 1. Pengukuran tebal sebuah logam dengan jangka sorong ditunjukkan 2,79 cm,ditentikan gambar yang benar adalah. A B C D E 2. Pak Pos mengendarai sepeda motor ke utara dengan jarak 8 km, kemudian

Lebih terperinci

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi

VII. PELURUHAN GAMMA. Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi VII. PELURUHAN GAMMA Sub-pokok Bahasan Meliputi: Peluruhan Gamma Absorbsi Sinar Gamma Interaksi Sinar Gamma dengan Materi 7.1. PELURUHAN GAMMA TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS: Setelah mempelajari Sub-pokok

Lebih terperinci

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam

Elektron Bebas. 1. Teori Drude Tentang Elektron Dalam Logam Elektron Bebas Beberapa teori tentang panas jenis zat padat yang telah dibahas dapat dengan baik menjelaskan sifat-sfat panas jenis zat padat yang tergolong non logam, akan tetapi untuk golongan logam

Lebih terperinci

PELURUHAN SINAR GAMMA

PELURUHAN SINAR GAMMA PELURUHAN SINAR GAMMA Pendahuluan Radioaktivitas disebut juga peluruhan radioaktif, yaitu peristiwa terurainya beberapa inti atom tertentu secara spontan yang diikuti dengan pancaran partikel alfa (inti

Lebih terperinci

PARTIKEL PENYUSUN ATOM

PARTIKEL PENYUSUN ATOM Semester 1 PARTIKEL PENYUSUN ATOM ELEKTRON 0 1 e NEUTRON PROTON 1 1 1 0 p n ELEKTRON Elektron ditemukan pertama kali oleh J.J Thomson pada tahun 1897 dengan percobaan sinar katoda (www.geocities.com )

Lebih terperinci

Mekanika Kuantum. Orbital dan Bilangan Kuantum

Mekanika Kuantum. Orbital dan Bilangan Kuantum Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Mendeskripsikan struktur atom dan sifat-sifat periodik serta struktur molekul dan sifat-sifatnya. Menerapkan teori atom mekanika kuantum untuk menuliskan konfigurasi

Lebih terperinci

MATA PELAJARAN PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM

MATA PELAJARAN PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM MATA PELAJARAN Mata Pelajaran Program Studi : Fisika : IPA Hari/Tanggal : Kamis, 24 April 2008 Jam : 08.00 0.00 PELAKSANAAN PETUNJUK UMUM. Isikan identitas Anda ke dalam Lembar Jawaban Ujian Nasional (LJUN)

Lebih terperinci

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON

FISIKA. Sesi TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON B. TEORI ATOM THOMSON FISIKA KELAS XII IPA - KURIKULUM GABUNGAN 11 Sesi NGAN TEORI ATOM A. TEORI ATOM DALTON 1. Atom adalah bagian terkecil suatu unsur yang tidak dapat dibagi lagi.. Atom suatu unsur serupa semuanya, dan tak

Lebih terperinci

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS

CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS CHAPTER iii INTI ATOM DAN RADIOAKTIVITAS -Inti atom atau nukllida terdiri atas neutron (netral) dan proton (muatan positif) -Massa neutron sedikit lebih besar daripada massa proton -ukuran inti atom berkisar

Lebih terperinci

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT

BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT 1.1. Partikel bermuatan BAGIAN 1 PITA ENERGI DALAM ZAT PADAT - Muatan elektron : -1,6 x 10-19 C - Massa elektron : 9,11 x 10-31 kg - Jumlah elektron dalam setiap Coulomb sekitar 6 x 10 18 buah (resiprokal

Lebih terperinci

Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur. Kelompok 1 Atifa Rahmi ( ) Lelly Shelviyani ( ) Nur Ayu Fitriani ( ) Suhartini ( )

Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur. Kelompok 1 Atifa Rahmi ( ) Lelly Shelviyani ( ) Nur Ayu Fitriani ( ) Suhartini ( ) Struktur Atom dan Sistem Periodik Unsur Kelompok 1 Atifa Rahmi (1102867) Lelly Shelviyani (1105121) Nur Ayu Fitriani (1101979) Suhartini (1106554) Mari Kita Pretest Jawablah pernyataan di bawah ini dengan

Lebih terperinci

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2

Xpedia Fisika. Soal Fismod 2 Xpedia Fisika Soal Fismod Doc. Name: XPPHY050 Version: 013-04 halaman 1 01. Peluruhan mana yang menyebabkan jumlah neutron di inti berkurang sebanyak satu? 0. Peluruhan mana yang menyebabkan identitas

Lebih terperinci

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah.

Theory Indonesian (Indonesia) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Q3-1 Large Hadron Collider (10 poin) Sebelum kalian mengerjakan soal ini, bacalah terlebih dahulu Instruksi Umum yang ada pada amplop terpisah. Pada soal ini, kita akan mendiskusikan mengenai fisika dari

Lebih terperinci

ATOM DAN SISTEM PERIODIK UNSUR

ATOM DAN SISTEM PERIODIK UNSUR ATOM DAN SISTEM PERIODIK UNSUR I. Perkembangan teori atom a. Teori atom Dalton: Materi tersusun atas partikel-partikel terkecil yang disebut atom. Atom merupakan bagian terkecil dari materi yang tidak

Lebih terperinci

FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si

FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A.Halim, M.Si Syiah Kuala Univesity Press 2011 FISIKA MODERN I (Pendekatan Konseptual) Dr. A. HALIM, M.Si Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah

Lebih terperinci

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh

Dibuat oleh invir.com, dibikin pdf oleh 1. Energi getaran selaras : A. berbanding terbalik dengan kuadrat amplitudonya B. berbanding terbalik dengan periodanya C. berbanding lurus dengan kuadrat amplitudonya. D. berbanding lurus dengan kuadrat

Lebih terperinci