INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (IKLH) PROVINSI BANTEN TAHUN Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (IKLH) PROVINSI BANTEN TAHUN Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten"

Transkripsi

1 INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP (IKLH) PROVINSI BANTEN TAHUN 2017 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten

2 KATA PENGANTAR IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup ) merupakan gambaran atau indikasi awal yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada lingkup dan periode tertentu. Dengan mengetahui media lingkungan yang masih kurang baik, sumber daya yang ada dapat dialokasikan secara lebih tepat sehingga akan lebih efektif dan efisien. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten menyusun Laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) sebagai gambaran kondisi lingkungan hidup Provinsi Banten terkini, tekanan terhadap lingkungan akibat perubahan media lingkungan (air, udara dan lahan/hutan) dari kegiatan manusia dan respon atau upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Banten, kabupaten/kota dan masyarakat dalam menanggulangi permasalahan lingkungan hidup yang terjadi di Banten. Diharapkan informasi ini menjadi bahan `pertimbangan utama bagi penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan, baik di tingkat Pemerintah Banten maupun kabupaten/kota. Tersusunya laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Banten Tahun 2017 ini tidak terlepas dari bantuan instansi terkait. Untuk itu kami ucapkan terimakasih atas kerjasamanya sehingga laporan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Banten Tahun 2017 dapat tersusu. Serang, Oktober 2017 Kepala DLHK Provinsi Banten i

3 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang I Maksud dan Tujuan I Ruang Lingkup I-2 BAB II PENYUSUNAN INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP II Indikator dan Parameter II-1 BAB III INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI BANTEN III Indeks Kualitas Air Provinsi Banten III Indeks Kualitas Udara Provinsi Banten III Indeks Tutupan Hutan Provinsi Banten III-11 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN IV Kesimpulan IV Saran IV-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

4 Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Kerusakan lingkungan hidup di Provinsi Banten, merupakan isu yang sangat penting dan membutuhkan perhatian yang serius, mengingat dampak pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk yang semakin pesat. Alih fungsi wilayah terjadi dibeberapa wilayah di Banten, selain legon dan Tanggerang yang memang sejak semula sudah menjadi kawasan Industri, kini giliran wilayah serang Utara juga disulap menjadi Kawasan industri. Sejak tahun 90-an, telah didirikan kawasan industri yang tentunya sedikit banyak akan mengakibatkan permasalahan lingkungan dan pada gilirannya melanggar Hak-hak Masyarakat. Kerusakan, pencemaran lingkungan, kualitas dan kuantitas air yang menurun adalah konsekwensi yang dialami masyarakat bersamaan dengan perkembangan industri. Pada prosesnya juga melanggar Hak-hak Masyarakat untuk mendapatkan kehidupan dan penghidupan yang layak. Dampak nyata kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan adalah rusak dan tercemarnya sejumlah DAS yang ada di Banten; menurunnya kuantitas dan kualitas air, sehingga tidak lagi layak konsumsi. Di sejumlah daerah di sepanjang pantai utara Kabupaten serang telah merasakan imbasnya, diantaranya petani gagal panen dan atau produksinya menurun, begitu juga yang dirasakan petani petambak dan nelayan. Semenjak berdirinya kawasan industri di wilayah serang timur, hasil produksi tambak terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, hasil tangkapan ikan juga terus mengalami penurunan. Upaya mengurangi laju kerusakan lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan terus dilakukan tidak saja oleh pemerintah namun dilakukan pula oleh semua elemen masyarakat. Upaya ini masih belum meningkatkan kualitas lingkungan hidup sebagaimana yang kita harapkan bersama.kita masih mengalami berbagai bencana lingkungan hidup seperti banjir, kekeringan, longsor, pencemaran dan kerusakan lingkungan lainnya.kondisi ini merupakan gambaran bahwa fungsi lingkungan hidup telah mengalami penurunan. Pemahaman akan kualitas lingkungan hidup ini sangat penting untuk mendorong semua pemangku kepentingan (stakeholder) melakukan aksi nyata dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berkepentingan untuk mempermudah masyarakat awam dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I - 1

5 para pengambil keputusan mulai dari pemerintah pusat hingga pemerintah daerah untuk memahami kualitas lingkungan hidup Indonesia. Oleh karenanya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengembangkan suatu indeks lingkungan berbasis provinsi sejak 2009 yang memberikan kesimpulan cepat dari suatu kondisi lingkungan hidup pada periode tertentu. Indeks ini diterjemahkan dalam angka yang menerangkan apakah kualitas lingkungan berada pada kondisi baik, atau sebaliknya Tujuan Tujuan disusunnya indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) adalah: 1. Memberikan informasi kepada para pengambil keputusan di tingkat pusat dan daerah tentang kondisi lingkungan di daerah sebagai bahan evaluasi kebijakan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. 2. Sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada publik tentang pencapaian target program-program pemerintah di bidang pengelolaan lingkungan hidup Ruang Lingkup Kerangka Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang diadopsi oleh KLHK adalah pengembangan dari konsep yang dikembangkan oleh Virginia Commonwealth University (VCU) dan BPS dengan menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan sebagai indikator. Karena keterbatasan data, kualitas lingkungan di wilayah pesisir dan laut serta kondisi keanekaragaman hayati belum menjadi indikator dalam perhitungan IKLH. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I - 2

6 Bab 2 Penyusunan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Kualitas Lingkungan Hidup dapat diukur secara kuantitatif dengan menggunakan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang diadopsi dari beberapa sumber diantaranya Environmental Performance Index (EPI) yang dikembangkan oleh sebuah pusat studi di Yale University. Konsep IKLH, seperti yang dikembangkan oleh BPS, hanya mengambil tiga indikator kualitas lingkungan yaitu kualitas air sungai, kualitas udara, dan tutupan hutan. Berbeda dengan BPS, IKLH dihitung pada tingkat provinsi sehingga dapat menghasilkan indeks tingkat nasional. Perbedaan lain dari konsep yang dikembangkan oleh BPS dan VCU adalah setiap parameter pada setiap indikator digabungkan menjadi satu nilai indeks. Penggabungan parameter ini dimungkinkan karena ada ketentuan yang mengaturnya, seperti: 1. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Pedoman ini juga mengatur tatacara penghitungan indeks pencemaran air (IPA). 2. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep- 45/MENLH/10/1997 tentang Indeks Pencemar Udara Indikator dan Parameter Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah, seperti ketentuan baku mutu air dan baku mutu udara ambien. Selain ini dapat digunakan juga acuan referensi universal dalam skala internasional untuk mendapatkan referensi ideal (Benchmark). IKLH terdiri dari 3 indikator yaitu Indeks Pencemaran Air, Indeks Pencemaran Udara dan Indeks Tutupan Hutan, dimana indikator tersebut mewakili green issues (isu hijau) dan brown issues (isu coklat). Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 1

7 Isu hijau adalah pendekatan pengelolaan lingkungan hidup yang menangani aspekaspek konservasi atau pengendalian kerusakan lingkungan hidup. Isu hijau seharusnya memiliki kontribusi yang sama terhadap IKLH, namun karena hanya diwakili 1 (satu) indikator, yaitu tutupan hutan, maka bobotnya lebih besar dibanding indikator lainnya. Sedangkan isu coklat menangani isu pencemaran lingkungan hidup yang pada umumnya berada pada sektor industri dan perkotaan, indikator udara dan air yang mewakili isu coklat memiliki bobot sama. Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1. Gambar 2.1. Struktur IKLH Tabel 2.1. Indikator dan Parameter IKLH Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 2

8 berikut : Perhitungan IKLH setiap provinsi dilakukan dengan menggunakan formula sebagai IKLH Provinsi = (IKA x 30%) + (IKU x 30%) + (ITH x 40%) Keterangan: IKLH Provinsi : Indeks Kualitas Lingkungan Hidup tingkat provinsi IKA : Indeks Kualitas Air IKU : Indeks Kualitas Udara ITH : Indeks Tutupan Hutan Nilai IKLH tersebut selanjutnya dikategorikan sesuai nilai rentang IKLH Tabel 2.2. Rentang Nilai IKLH Indeks Kualitas Air Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi mahluk hidup, baik manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan yang memungkingkan semua ini untuk tetap dapat bertahan hidup. Air permukaan adalah salah satu sumber air baku dari berbagai alternative sumber air baku yang ada di bumi ini, untuk dilakukan proses pengolahan menjadi air minum pada suatu instalasi pengolahan air minum. Kualitas air sungai merupakan salah satu parameter perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) (KLH RI, hal. 7, 2013). Perhitungan Indeks Pencemaran Air (IPA) dilakukan berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air dimana pedoman ini juga mengatur Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 3

9 tatacara perhitungan IPA. Dalam pedoman tersebut dijelaskan antara lain mengenai penentuan status mutu air dengan metode indeks pencemaran (Pollution Index Pi). Menurut definisinya PIj adalah indeks pencemaran bagi peruntukan j yang merupakan fungsi dari /Lij, dimana menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i dan Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air i yang dicantumkan dalam baku peruntukan air j. Dalam hal ini peruntukkan yang akan digunakan adalah klasifikasi mutu air kelas II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Pemantauan kualitas air dilakukan di sungai-sungai yang melintasi kabupaten/kota dalam satu provinsi. Umumnya sungai yang dijadikan tolak ukur memiliki enam titik pantau dan dilakukan minimal tiga kali periode pemantauan. Setiap titik pemantauan diasumsikan sebagai satu data dan akan memiliki status kualitas air. Konsentrasi parameter yang diukur dibandingkan dengan baku mutu air, apabila nilai /Lij lebih besar dari 1,0 maka digunakan nilai /Lij baru dengan rumus sebagai berikut: (/Lij) baru = 1,0 + P.log(/Lij) Selanjutnya dilakukan penghitungan indeks pencemaran, dengan formula sebagai berikut: Keterangan: / Lij M : nilai maksimum dari / Lij / Lij R : nilai rata-rata dari /Lij Evaluasi terhadap nilai Pij: Memenuhi baku mutu jika 0 < Pij <= 1 Tercemar ringan jika 1,0 < Pij <= 5,0 Tercemar sedang jika 5,0 < Pij <= 10,0 Tercemar berat jika Pij > 10,0 Transformasi nilai IPA ke dalam indeks kualitas air (IKA) dilakukan dengan mengalikan bobot nilai indeks dengan persentase pemenuhan baku mutu. Persentase pemenuhan baku mutu didapatkan dari hasil penjumlahan titik sampel yang memenuhi baku mutu terhadap jumlah sampel dalam persen. Sedangkan bobot indeks diberikan batasan sebagai berikut: 70 untuk memenuhi baku mutu, 50 untuk tercemar ringan, 30 untuk tercemar sedang, dan 10 untuk tercemar berat. Parameter yang dinilai dalam indikator kualitas air yaitu TSS,DO, COD, BOD, Fosfat, Total Coliform dan E.Coli/Fecal Coli. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 4

10 Indeks Kualitas Udara Indeks Kualitas Udara didefinisikan sebagai gambaran atau nilai hasil transformasi parameter-parameter (indikator) individual polusi udara yang saling berhubungan. Udara merupakan campuran berbagai macam komponen gas nitrogen 78% dan oksigen 21% serta karbondioksida 0,035%. Udara yang mempunyai kandungan tersebut tergolong dalam udara bersih. Sementara udara yang tercemar mempunyai kadar bahan pencemar baik dalam bentuk gas maupun padat melebihi yang terdapat di lingkungan alam. Pemantauan kualitas udara dilakukan melalui metode Passive Sampler dilakukan di 4 lokasi, yaitu area transportasi, industri dan 2 titik area komersial, yaitu dalam hal ini perumahan dan perkantoran/perdagangan. Dalam satu tahun umumnya dilakukan 2 (dua) kali periode pemantauan dengan durasi pemantauan masing-masing 2 minggu. Perhitungan nilai Indeks Pencemaran Udara (IPU) dilakukan dengan formula sebagai berikut : Keterangan: IPU : Indeks Pencemaran Udara IP NO 2 : Indeks Pencemar NO 2 IP SO 2 : Indeks Pencemar SO 2 Selanjutnya, dilakukan perhitungan indeks kualitas udara model EU, yaitu membandingkan nilai rata-rata tahunan terhadap standar EU Directives, apabila angkanya melebihi 1 (satu) maka berarti melebihi standar EU, begitu pula sebaliknya apabila sama dan dibawah 1 (satu) artinya memenuhi standar dan lebih baik. Rata-rata hasil pemantauan untuk parameter SO 2 dan NO 2 dibandingkan dengan Referensi EU mendapatkan Index Udara Model (Ieu). Index Udara model EU dikonversikan menjadi indeks IKLH melalui persamaan sebagai berikut : Indeks kualitas udara = 100-{50/0.9 x ieu 0.1} Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 5

11 Indeks Tutupan Hutan Hutan merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem. Hutan berfungsi sebagai penjaga air, mencegah terjadinya erosi tanah, mengatur iklim, dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah. Berdasarkan klasifikasinya, hutan terbagi menjadi hutan primer dan hutan sekunder. Hutan primer adalah hutan yang belum mengalami gangguan, sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami setalah mengalami gangguan seperti pertambangan, perkebunan, dan pertanian. Pada hakikatnya hutan memiliki fungsi sebagai paru-paru bumi ini memberikan manfaat yang sama terhadap manusia. Oleh karenanya manusia mempunyai hak yang sama terhadap layanan hutan atau luasan hutan yang sama.lebih penting lagi adalah setiap luas lahan harus memiliki proporsi luasan hutan yang sama untuk menjaga kelestarian lingkungan hidupnya. Dengan demikian perhitungan indeks merupakan perbandingan luas hutan dibandingkan luas wilayah administrasinya. Angka presentase yang diwajibkan adalah 30% berdasarkan UU 41/99 Kehutanan. Sebagai angka idealnya diambil 84,3%,yaitu luas tutupan hutan Papua pada tahun 198. Dalam konteks pengindeksan 30% mendapat angka 50 sedangkan angka ideal maksimal, 100 adalah ketika 84,3%. Untuk menghitung indeks tutupan hutan yang pertama kali dilakukan adalah menjumlahkan luas hutan primer dan hutan sekunder, kemudian dibagi dengan luas wilayah provinsi. Keterangan: TH : Tutupan Hutan LTH : Luas Tutupan ber-hutan LWP : Luas Wilayah Provinsi Selanjutnya dilakukan konversi persentase perbandingan Luas Tutupan ber-hutan dengan Luas Wilayah Provinsi untuk menghitung Indeks Tutupan Hutan, menggunakan persamaan berikut: ITH = 100 ( (84,3 (TH x 100)) x 50/54,3) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB I I- 6

12 Bab 3 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Banten Manfaat Indeks kualitas lingkungan hidup adalah untuk mengukur keberhasilan program - program pengelolaan lingkungan. Selain sebagai sarana untuk mengevaluasi efektifitas program-program pengelolaan lingkungan, indeks kualitas lingkungan hidup mempunyai peranan dalam hal membantu perumusan kebijakan, membantu dalam mendisain program lingkungan, mempermudah komunikasi dengan publik sehubungan dengan kondisi lingkungan. IKLH dapat membantu untuk mempertajam prioritas program dan kegiatan dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup. Upaya mengurangi laju kerusakan lingkungan di Provinsi Banten dengan pemulihan kualitas lingkungan terus dilakukan tidak saja oleh pemerintah namun dilakukan pula oleh semua elemen masyarakat. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini mengakibatkan kerugian bagi perikehidupan masyarakat, tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga hingga merenggut jiwa manusia. Oleh karena itu, Kementerian Lingkungan Hidup pada tahun 2009 telah mengembangkan alat ukur sederhana yang disebut dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup atau yang biasa disebut dengan IKLH. Indeks Kualitas Ligkungan Hidup (IKLH) bertujuan dapat memberikan informasi mengenai kondisi lingkungan hidup yang sebenarnya di Provinsi Banten. Kondisi lingkungan hidup ini menggunakan kualitas air sungai, kualitas udara dan tutupan hutan sebagai indikator. Menurut Undang Undang No. 32 Tahun 2009, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yuridisnya. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 1

13 3.1. Indeks Kualitas Air (IKA) Provinsi Banten Pemantauan kualitas air sungai di Provinsi Banten, dilakukan di 5 sungai (S.sadane, S.durian, S.ujung, S.rarab dan S.banten) pada tahun 2016 dan 7 sungai (S.sadane, S.durian, S.ujung, S.rarab, S.banten, S.lemer, dan S.manceuri) pada tahun Setiap sungai memiliki minimal 6 titik pantau yang diambil sampelnya minimal 2 kali dalam setahun. Parameter yang dinilai dalam indeks kualitas air yaitu TSS,DO, COD, BOD, Fosfat, Total Coliform dan E.Coli/Fecal Coli (Lampiran 1 dan 2). Tabel 3.1 menunjukkan data status pencemaran pada setiap titik pantau di S.sadane pada tahun 2016, berdasarkan data tersebut terlihat bahwa S.sadane memiliki 21 status ringan dan 3 status sedang, sehingga diperoleh nilai IKA sebesar 47,5 / waspada (Tabel 3.2), nilai ini tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan di tahun 2017 yaitu sebesar 48,3 /waspada (Tabel 3.4) Titik Pantau Peruntukkan Tabel 3.1 Titik Pantau S.sadane Tahun 2016 Kelas PI Status PI Status PI Status PI Status Jembatan sauk 1,6 ringan 2,4 ringan 2,4 ringan 2,4 ringan Jembatan Gading Serpong 1,6 ringan 2,1 ringan 2,1 ringan 2,1 ringan Jembatan kokol 1,9 ringan 2,2 ringan 2,2 ringan 2,2 ringan Jembatan PT. Indorama 1,9 ringan 2,6 ringan 2,6 ringan 2,6 ringan Jembatan Robinson 1,9 ringan 1,9 ringan 1,9 ringan 1,9 ringan Bend Pintu Air 4,0 ringan 5,2 sedang 5,2 sedang 5,2 sedang Tabel 3.2 Indeks Kualitas Air S.sadane Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 21 0, ,75 3 Sedang 3 0, ,75 4 Berat ,5 Titik Pantau Tabel 3.3 Titik Pantau S.sadane Tahun 2017 Peruntukkan Kelas PI Status PI Status Jembatan sauk 4,7 ringan 2,4 ringan Jembatan PT. Indorama 5,0 sedang 2,1 ringan Jembatan Gading 4,8 ringan 2,2 ringan Jembatan kokol 4,8 ringan 2,6 ringan Jembatan Robinson 4,8 ringan 1,9 ringan Bend Pintu Air 4,8 ringan 2,4 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 2

14 Tabel 3.4 Indeks Kualitas Air S.sadane Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 11 0, , Sedang 1 0, ,5 4 Berat ,33333 Sungai durian memiliki nilai indeks kualitas air lebih baik daripada Sungai sadane, yaitu 70 / cukup pada tahun 2016 (Tabel 3.6), namun menurun hingga 50 / sangat kurang di tahun 2017 (Tabel 3.8). Titik Pantau Tabel 3.5 Titik Pantau S.durian Tahun 2016 Peruntukkan Kelas PI Status PI Status Tanjung Sari 0,5 memenuhi 0,5 memenuhi Ranca Sumur 0,6 memenuhi 0,6 memenuhi kande Hulu 0,5 memenuhi 0,5 memenuhi kande Hilir 0,5 memenuhi 0,5 memenuhi Koper 0,5 memenuhi 0,5 memenuhi Tamara 0,5 memenuhi 0,5 memenuhi Tabel 3.6 Indeks Kualitas Air S.durian Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan Sedang Berat Tabel 3.7 Titik Pantau S.durian Tahun 2017 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status Jembatan Kopo Maja 4,8 ringan Ranca Sumur 4,8 ringan kande Asem 4,8 ringan Jembatan Koper 5,0 ringan Jembatan Kresek 4,9 ringan Kronjo 5,0 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 3

15 Tabel 3.8 Indeks Kualitas Air S.durian Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan Sedang Berat Indeks kualitas air Sungai ujung tahun 2016 memiliki bobot 50 / sangat kurang (Tabel 3.10) dengan status pencemaran ringan di setiap pemantauan (Tabel 3.9), bobotnya menurun menjadi 42,22 / waspada (Tabel 3.12) pada tahun 2017 karena terdapat 7 pemantauan yang berstatus sedang (Tabel 3.11). Tabel 3.9 Titik Pantau S.ujung Tahun 2016 Peruntukkan Titik Pantau Kelas PI Status PI Status PI Status PI Status Hulu cisalaraja 1,9 ringan 1,9 ringan 2,2 ringan 2,2 ringan ciberang 2,1 ringan 2,2 ringan 2,4 ringan 2,2 ringan jembatan baru 3 1,3 ringan 1,9 ringan 2,2 ringan 2,0 ringan Kragilan 1,9 ringan 2,1 ringan 2,4 ringan 2,2 ringan Jongjin 2,5 ringan 2,7 ringan 2,7 ringan 2,7 ringan Bendungan pamarayan 3,1 ringan 2,6 ringan 3,3 ringan 3,2 ringan Tabel 3.10 Indeks Kualitas Air S.ujung Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan Sedang Berat Tabel 3.11 Titik Pantau S.ujung Tahun 2017 Peruntukkan Titik Pantau Kelas PI Status PI Status PI Status Hulu cisalaraja 8,2 sedang 3,1 ringan 4,0 ringan ciberang 7,6 sedang 2,8 ringan 4,2 ringan jembatan baru 3 8,8 sedang 2,8 ringan 5,5 sedang Kragilan 7,7 sedang 2,8 ringan 4,7 ringan Jongjin 7,1 sedang 3,1 ringan 4,4 ringan Bendungan pamarayan 7,2 sedang 2,8 ringan 4,0 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 4

16 Tabel 3.12 Indeks Kualitas Air S.ujung Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 11 0, , Sedang 7 0, , Berat ,22222 Sungai rarab memiliki dua titik pantau berstatus memenuhi (Tabel 3.13) pada tahun 2016 sehingga memperoleh nilai IKA 51,25 / sangat kurang (Tabel 3.14). Akan tetapi, pada tahun 2017 terdapat enam titik pantau berstatus berat dan enam status sedang (Tabel 3.15) yang mengakibatkan nilai IKA menurun drastis hingga 35,83 / waspada (Tabel 3.16). Tabel 3.13 Titik Pantau S.rarab Tahun 2016 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status PI Status PI Status PI Status Jembatan bitung 1,3 ringan 1,8 ringan 1,8 ringan 0,9 memenuhi Jembatan pasar Kemis 1,7 ringan 1,4 ringan 1,4 ringan 1,7 ringan Perumahan total persada 1,1 ringan 1,1 ringan 1,2 ringan 1,6 ringan Perumahan tomang 1,7 ringan 1,4 ringan 1,4 ringan 1,4 ringan Kota Bumi 1,1 ringan 1,6 ringan 1,9 ringan 1,9 ringan Jembatan Kulkug 1,7 ringan 2,0 ringan 1,4 ringan 1,4 ringan Jembatan Sarakan 1,1 ringan 1,8 ringan 2,0 ringan 1,1 ringan Jembatan cirarab 1,7 ringan 1,0 ringan 1,9 ringan 1,0 memenuhi Tabel 3.14 Indeks Kualitas Air S.rarab Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi 2 0, ,375 2 Ringan 30 0, ,875 3 Sedang Berat ,25 Tabel 3.15 Titik Pantau S.rarab Tahun 2017 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status PI Status PI Status Jembatan bitung 14,4 berat 0,9 memenuhi 8,1 sedang Jembatan pasar Kemis 8,2 sedang 2,7 ringan 10,0 sedang Jembatan Permata Tangerang 13,7 berat 2,8 ringan 7,6 sedang Jembatan Kutabumi 7,0 sedang 11,6 berat 9,3 sedang Cadas Kukun 23,4 berat 2,8 ringan 10,0 berat rarab Hilir 20,7 berat 4,7 ringan 3,8 ringan Jembatan Sarakan 1,1 ringan 1,8 ringan 2,0 ringan Jembatan cirarab 1,7 ringan 1,0 ringan 1,9 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 5

17 Tabel 3.16 Indeks Kualitas Air S.rarab Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi 1 0, , Ringan 11 0, , Sedang 6 0, ,5 4 Berat 6 0, , ,83333 Semua titik pantau di Sungai banten berstatus ringan (Tabel 3.17) pada tahun 2016 sehingga memiliki nilai IKA 50 / sangat kurang (Tabel 3.18). Pada tahun 2017 tujuh titik pantau mengalami penurunan menjadi status sedang (Tabel 3.19) sehingga nilai IKA nya pun turun 42,22 / waspada (Tabel 3.20). Tabel 3.17 Titik Pantau S.banten Tahun 2016 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status PI Status PI Status PI Status Desa pabuaran 1,9 ringan 2,1 ringan 2,3 ringan 2,1 ringan Telaga Kencana 2,3 ringan 2,7 ringan 2,3 ringan 2,5 ringan Sumber abadi 2,3 ringan 2,4 ringan 2,5 ringan 2,5 ringan Kampung serut 2,3 ringan 2,5 ringan 2,7 ringan 2,5 ringan Jembatan Kaujon 2,3 ringan 2,3 ringan 2,5 ringan 2,1 ringan Jembatan Kaibon 2,3 ringan 2,5 ringan 2,7 ringan 2,4 ringan Tabel 3.18 Indeks Kualitas Air S.banten Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan Sedang Berat Tabel 3.19 Titik Pantau S.banten Tahun 2017 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status PI Status PI Status Desa pabuaran 6,3 sedang 4,9 ringan 4,4 ringan Telaga Kencana 6,3 sedang 2,2 ringan 4,2 ringan Sumber abadi 6,5 sedang 4,7 ringan 5,0 sedang Jembatan Kubang 6,4 sedang 4,1 ringan 4,1 ringan Jembatan Kaoujon 6,5 sedang 4,7 ringan 4,0 ringan Jembatan Kaibon 6,4 sedang 4,4 ringan 4,1 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 6

18 Tabel 3.20 Indeks Kualitas Air S.banten Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 11 0, , Sedang 7 0, , Berat ,22222 Pada tahun 2017 sungai yang dipantau bertambah dua yaitu Sungai lemer dan Sungai manceuri. Kedua sungai tersebut memiliki nilai IKA yang sama sebesar 46,67 / waspada (Tabel 3.22 dan Tabel 3.24). Tabel 3.21 Titik Pantau S.lemer Tahun 2017 Titik Pantau Peruntukkan Kelas PI Status PI Status PI Status Hulu Mandalawangi 1,7 ringan 3,4 ringan 5,4 sedang Kurung Kambing 1,7 ringan 3,8 ringan 5,4 sedang Goyang Lidah 2,1 ringan 3,4 ringan 5,4 sedang Jembatan sata 2,1 ringan 3,8 ringan 4,1 ringan Jembatan Surianeun 2,4 ringan 3,4 ringan 3,7 ringan Jembatan Tegal Papak 2,8 ringan 3,9 ringan 3,9 ringan Tabel 3.22 Indeks Kualitas Air S.lemer Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 15 0, , Sedang 3 0, Berat ,66667 Tabel 3.23 Titik Pantau S.manceuri Tahun 2017 Peruntukka Titik Pantau n Kelas PI Status PI Status PI Status Jembatan Kutruk 1,7 ringan 3,4 ringan 5,4 sedang Jembatan Ruko Millenium 1,7 ringan 3,8 ringan 5,4 sedang Jembatan Surya Toto 2,1 ringan 3,4 ringan 5,4 sedang Jembatan Balaraja 2,1 ringan 3,8 ringan 4,1 ringan Jembatan Baduk Anom 2,4 ringan 3,4 ringan 3,7 ringan Jembatan Barong 2,8 ringan 3,9 ringan 3,9 ringan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 7

19 Tabel 3.24 Indeks Kualitas Air S.manceuri Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi Ringan 15 0, , Sedang 3 0, Berat ,66667 Berdasarkan tabel-tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2016 Sungai durian memiliki nilai IKA tertinggi sebesar 70 / cukup dan Sungai sadane memiliki nilai terendah sebesar 47,5 / waspada. Sungai durian memperoleh nilai IKA tertinggi pada tahun 2017 sebesar 50 dan nilai IKA terendah sebesar 35,83 dimiliki oleh Sungai rarab. IKA Provinsi Banten merupakan hasil rekapitulasi data-data sungai yang dipantau. Indeks kualitas air Provinsi Banten pada tahun 2016 sebesar 51,89 / sangat kurang (Tabel 3.25), kemudian turun menjadi 43,33 / waspada pada tahun 2017 (Tabel 3.26). Penurunan nilai IKA tersebut harus menjadi perhatian bagi pemerintah agar program-program dan kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan kembali nilai Indeks Kualitas Air Provinsi Banten. Tabel 3.25 Indeks Kualitas Air Provinsi Banten Tahun 2016 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi 14 0, , Ringan 99 0, , Sedang 3 0, , Berat ,89655 Tabel 3.26 Indeks Kualitas Air Provinsi Banten Tahun 2017 No Status Jumlah Persen Bobot Nilai 1 Memenuhi 1 0, , Ringan 80 0, , Sedang 27 0, , Berat 6 0, , ,33333 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 8

20 3.2. Indeks Kualitas Udara (IKU) Provinsi Banten Kualitas udara ambient di Provinsi Banten sangat dipengaruhi oleh kegiatan transportasi. Sumber pencemaran udara perkotaan berasal dari sumber bergerak yang sangat dipengaruhi oleh kandungan bahan bakar dan pembakaran mesin. Polutan yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor berupa senyawa CO, HC, SO 2, NO 2 dan partikulat. Hal ini dikarenakan peningkatan jumlah kendaraan bermotor baik roda 2 maupun roda 4 di Banten. Dalam rangka pengendalian pencemaran udara, Pemerintah Provinsi Banten melakukan Pemantauan kualitas udara yaitu pemantauan kualitas udara ambien yang mengacu pada PP RI 41 tahun Pemantauan dilakukan di 32 titik lokasi yang tersebar di Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Banten. Di setiap Kabupaten/Kota diambil 4 titik lokasi pengambilan sampel. Data kualitas udara di Provinsi Banten didapatkan dari hasil pemantauan tetap yang mewakili dari pemukiman, industri, dan padat lalu lintas. Parameter yang digunakan dalam perhitungan Indeks Pencemaran Udara adalah konsentrasi NO 2 dan SO 2.Nilai konsentrasi tahunan adalah rata-rata dari nilai konsentrasi yang terpantau setiap bulan untuk selanjutnya dikonversikan menjadi nilai indeks dalam skala No Kabupaten Tabel Kualitas Udara Provinsi Banten Tahun 2016 Kadar SO 2 Kadar NO 2 µg/nm 3 µg/nm 3 Ratarata Kadar NO 2 Ratarata Kadar SO 2 A B C1 C2 A B C1 C2 1 Pandeglang 24,58 2,98 22,38 11,39 43,00 31,70 28,50 28,40 15,33 32,9 24,15 2 Lebak 16,49 5,86 5,39 10,36 <0,41 <0,41 <0,41 26,10 9,52 6,83 8,17 3 Kab,Tangerang 5,48 <2,57 26,10 9,92 58,90 40,10 <0,41 21,70 11,01 30,27 20,64 4 Kab,Serang 13,12 10,68 3,48 14,72 40,50 34,20 24,20 26,70 10,5 31,4 20,95 5 Kota Serang 69,36 12,36 5,40 <2,57 29,20 40,90 9,60 13,20 22,42 23,22 22,82 Kota 4,90 3,74 7,32 14,03 56,50 54,50 53,10 46,50 6 Tangerang 7,49 52,65 30,07 7 Kota legon 11,00 12,32 7,44 14,57 46,90 26,90 22,00 <0,41 11,33 24,05 17,69 Kota Tangerang 41,78 6,32 12,16 7,08 40,30 24,80 31,50 26,00 8 Selatan 16,83 30,65 23,74 Nilai Indeks Rata-rata 13,05 28,99 21,02 Sumber : Hasil Perhitungan Keterangan : A: Transportasi C1: Pemukiman B: Industri /Agroindustri C2: Perkantoran / komersial IPU Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 9

21 Tabel Indeks Kualitas Udara Provinsi Banten Tahun 2016 Parameter Rerata Pemantauan 2016 Referensi EU Index NO2 13, ,32625 SO2 28,99 20,1,4495 Indeks udara (Ieu) 0,8878 Indeks Kualitas Udara ,234 Sumber : Analisis Data Dari hasil perhitungan indeks kualitas udara tahun 2016, rata-rata kadar NO 2 sebesar 13,05 µg/nm 3, sedangkan rata-rata kadar SO 2 sebesar 28,99 µg/nm 3 dengan Indeks Pencemaran Udara terbesar ada di Kota Tangerang yaitu 30,07 µg/nm 3. Adapun hasil perhitungan kualitas udara model EU dan IKLH tahun 2016 di Provinsi Banten menunjukkan angka 56,234 yang berarti bahwa kualitas udara di Provinsi Banten berada diatas indek udara nasional dan termasuk dalam kategori kurang baik, Hal ini terjadi karena pemantauan udara ambien Provinsi Banten hanya dilakukan di roadside sehingga konsentrasi pollutant yang bersumber dari emisi kendaraan relatif tinggi dan tidak mewakili kualitas udara ambien Provinsi Banten secara keseluruhan, Disamping itu juga Provinsi Banten merupakan daerah industri yang mempunyai kontribusi terhadap pencemaran udara, Sebagai perbandingan lebih lanjut, pada tabel berikut ditampilkan Indeks Kualitas Udara Tahun No Kabupaten Keterangan : Tabel Kualitas Udara Provinsi Banten Tahun 2017 Kadar SO 2 Kadar NO 2 µg/nm 3 µg/nm 3 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 10 Ratarata Kadar NO 2 Ratarata Kadar SO 2 A B C1 C2 A B C1 C2 1 Pandeglang 9,61 3,78 5,02 4,62 30,40 14,60 12,30 13,90 5,75 17,8 11,77 2 Lebak 16,49 5,86 5,39 10,36 25,40 12,40 9,10 10,40 9,52 14,32 11,92 3 Kab.Tangerang 5, ,80 26,70 19,80 11, ,65 21,86 4 Kab.Serang 28,51 27,14 10,31 16,89 70,60 42,60 20,20 26,70 20,71 40,02 30,36 5 Kota Serang 89,07 12,42 12,40 29,79 30,30 67,70 9,60 14,00 35,92 30,4 33,16 6 Kota Tangerang 55,42 3,36 69,95 20,05 51,00 41,80 4,50 35, ,25 35,12 7 Kota legon 93,75 12,92 73,16 12,70 49,10 28,80 7,30 31,30 48,13 29,12 38,62 Kota Tangerang 38,19 16,86 63,63 10,52 37,60 32,00 29,50 23,90 8 Selatan 32,3 30,75 31,52 Nilai Indeks Rata-rata 25,42 28,16 30,46 Sumber : Hasil Perhitungan IPU

22 A: Transportasi C1: Pemukiman B: Industri /Agroindustri C2: Perkantoran / komersial Tabel Indeks Kualitas Udara Provinsi Banten Tahun 2017 Parameter Rerata Pemantauan 2016 Referensi EU Index NO2 25, ,635 SO2 28, ,408 Index udara (Ieu) 1,0215 Index udara 2017 IKLH 49,05 Sumber : Analisis Data Dari tabel Perhitungan Indeks Kualitas Udara Tahun 2017 di Provinsi Banten menunjukkan angka 49,05 yang berarti indeks kualitas udara Provinsi Banten berada pada kondisi < 50 jadi termasuk dalam kondisi waspada, Pencemaran udara Provinsi Banten dewasa ini semakin memprihatinkan, seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan transportasi, industri, perkantoran, dan perumahan yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap pencemaran udara, 3.3. Indeks Tutupan Hutan (ITH) Provinsi Banten Hutan merupakan salah satu komponen yang penting dalam ekosistem, Hutan berfungsi sebagai penjaga air, mencegah terjadinya erosi tanah, mengatur iklim, dan tempat tumbuhnya berbagai plasma nutfah, Berdasarkan klasifikasinya, hutan terbagi menjadi hutan primer dan hutan sekunder, Hutan primer adalah hutan yang belum mengalami gangguan, sedangkan hutan sekunder adalah hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami setalah mengalami gangguan seperti pertambangan, perkebunan, dan pertanian, Untuk menghitung indeks tutupan hutan yang pertama kali dilakukan adalah menjumlahkan luas hutan primer dan hutan sekunder, kemudian dibagi dengan luas wilayah provinsi, Keterangan: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 11

23 TH LTH LWP : Tutupan Hutan : Luas Tutupan ber-hutan : Luas Wilayah Provinsi Selanjutnya, dilakukan konversi berdasarkan persamaan berikut: Berdasarkan data statistik kehutanan dan BPS, diperoleh data sebagai berikut: Tabel Tutupan Hutan Provinsi Banten Tahun 2016 Komponen Nilai (Ha) Hutan primer Hutan sekunder Luas tutupan berhutan Luas wilayah provinsi Tutupan Hutan 0,071 Nilai Tutupan Hutan tersebut kemudian dikonversi, sehingga diperoleh nilai Indeks Tutupan Hutan Provinsi Banten tahun 2016 sebesar 28,9, Nilai tersebut mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2017 menjadi 29,19, Kedua nilai tersebut menunjukkan kondisi tutupan hutan di Provinsi Banten relatif stabil tanpa adanya pengurangan luas wilayah hutan primer dan sekunder. Tabel Tutupan Hutan Provinsi Banten Tahun 2017 Komponen Nilai Hutan primer 7.441,29 Hutan sekunder ,54 Luas tutupan berhutan ,83 Luas wilayah provinsi Tutupan Hutan 0,074 Hasil perhitungan konversi diperoleh nilai Indeks Tutupan Hutan Provinsi Banten Tahun 2017 sebesar 29,19, 3.4. Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Provinsi Banten Perhitungan IKLH Provinsi dilakukan dengan persamaan berikut: Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 12

24 IKLH Provinsi = (IKA x 30%) + (IKU x 30%) + (ITH x 40%) Tabel Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Banten Tahun 2016 dan 2017 Tahun IKA IKU ITH IKLH Status ,89 56,23 28,9 43,99 Waspada ,33 49,05 29,19 39,38 Waspada Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka diperoleh kesimpulan bahwa status IKLH Provinsi Banten berada dalam status waspada, sehingga pengelolaan dan perlindungan Lingkungan Hidup di Provinsi Banten harus lebih ditingkatkan, Jika dibandingkan dengan data IKLH Provinsi Banten Tahun yang dimuat dalam IKLH Nasional Tahun 2014, nilai IKLH Provinsi Banten Tahun 2017 merosot hingga selisih sekitar 10% dari tahun-tahun sebelumnya, Tabel Perbandingan Nilai IKLH Provinsi Banten Tahun Tahun IKA IKU ITH IKLH Status ,04 74,05 37,92 52,7 Sangat kurang ,5 53,13 37,16 46,85 Waspada ,1 57,79 37,16 46,33 Waspada ,86 53,15 37,16 43,67 Waspada ,89 56,23 28,9 43,99 Waspada ,33 49,05 29,19 39,38 Waspada Sumber : Hasil Perhitungan, 2017 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB III- 13

25 Bab 4 Kesimpulan dan Saran 4.1. Kesimpulan Indeks Kualitas Lingkungan hidup (IKLH) Provinsi Banten tahun 2017 memiliki angka sebesar 39,38. Hal ini menyimpulkan bahwa status lingkungan hidup Provinsi Banten pada Tahun 2017 berada dalam posisi waspada. Kondisi ini memiliki makna bahwa lingkungan hidup di provinsi Banten masih belum memenuhi kriteria lingkungan yang baik dan sehat sebagaimana diharapkan dalam UUD 1945 pasal 28 H ayat(1). Pemantauan hanya dilakukan pada kabupaten/kota yang memiliki aktivitas tinggi dan pemantauan air sungai dilakukan terhadap sungai-sungai yang memiliki potensi pencemaran. Jika ditinjau berdasarkan indikatornya, nilai Indeks Kualitas Air Provinsi Banten tahun 2017 mencapai 43,33 atau dengan kata lain berada pada posisi waspada, sedangkan hasil perhitungan Indeks Kualitas Udara Provinsi Banten menunjukkan angka 56,23 di Tahun 2016 dan angka 49,05 di Tahun 2017 yang berarti bahwa kualitas udara di Banten berada termasuk dalam kategori sangat kurang dan waspada. Indeks Tutupan Hutan Provinsi Banten yang berada di dalam kawasan hutan relatif tetap pada nilai 28 29, hal ini menunjukkan tidak adanya perubahan luas wilayah hutan primer dan hutan sekunder. Angka IKLH Provinsi Banten tersebut merupakan angka indikatif yang masih dapat menjadi perdebatan dikarenakan keterbatasan data yang kita miliki, namun IKLH ini dapat menjadi acuan yang memberikan gambaran umum dan membantu dalam proses pengambilan kebijakan. Tentu saja diperlukan pengkajian yang lebih mendalam guna memperoleh pendekatan hasil kondisi sebenarnya yang mendekati kondisi lapangan. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB IV - 1

26 4.2. Saran Penyempurnaan IKLH merupakan upaya yang berkelanjutan dan diharapkan tetap terus dilakukan. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan sebagai berikut : a. IKLH perlu dikembangkan sebagai salah satu alat pendukung pembuatan kebijakan, sesuai dengan konsep yang holistik dan menyeluruh dimana kebutuhan dan ketersediaan data turut mengikuti konsep tersebut sehingga diharapkan ditemukan suatu konsep yang sangat mendekati kondisi lapangan. b. Pembenahan dan penyempuranaan kesahihan serta keakuratan sumber data, terutama memastikan kualitas data mulai dari kegiatan pengumpulan data melalui kegiatan pemantauan, sehingga dapat ditelusuri setiap angka indikatifnya dan dapat ditemukan sumber permasalahannya. Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB IV - 2

27 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten BAB IV - 3

28 1. Data Pemantauan Kualitas Air Provinsi Banten Tahun 2016 Sungai sadane Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Provinsi Banten 2017 Lampiran Jembatan sauk Kelas Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 5 4 1,25 1, ,00 1, ,00 1, ,00 1,00 TSS ,46 0, ,42 0, ,40 0, ,40 0,40 Fecal Coli ,93 0, ,75 0, ,75 0, ,75 0,75 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 5 3 1,67 2, ,67 3, ,67 3, ,67 3,13 COD ,76 0, ,24 1, ,24 1, ,24 1,47 Fosfat 0,03 0,2 0,15 0,15 0,04 0,2 0,20 0,20 0,04 0,2 0,20 0,20 0,04 0,2 0,20 0,20 Jembatan Gading Serpong Parameter (Data) /Lij,R 0,98 /Lij,R 1,16 /Lij,R 1,16 /Lij,R 1,16 /Lij,M 2,11 /Lij,M 3,13 /Lij,M 3,13 /Lij,M 3,13 PIj 1,6 PIj 2,4 PIj 2,4 PIj 2,4 Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 5 4 1,25 1, ,00 1, ,00 1, ,00 1,00 TSS ,46 0, ,48 0, ,44 0, ,44 0,44 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 1

29 Fecal Coli 1, ,00 0, ,75 0, ,75 0, ,75 0,75 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 5 3 1,67 2, ,33 2, ,33 2, ,33 2,84 COD ,80 0, ,08 1, ,08 1, ,08 1,17 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,04 0,2 0,20 0,20 0,04 0,2 0,20 0,20 0,04 0,2 0,20 0,20 /Lij,R 0,83 /Lij,R 1,07 /Lij,R 1,07 /Lij,R 1,07 /Lij,M 2,11 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 PIj 1,6 PIj 2,1 PIj 2,1 PIj 2,1 Jembatan kokol Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,00 1, ,00 1, ,00 1,00 TSS ,66 0, ,36 0, ,34 0, ,34 0,34 Fecal Coli ,93 0, ,75 0, ,75 0, ,75 0,75 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 6 3 2,00 2, ,33 2, ,33 2, ,33 2,84 COD ,96 0, ,16 1, ,16 1, ,16 1,32 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,2 0,2 1,00 1,00 0,2 0,2 1,00 1,00 0,2 0,2 1,00 1,00 /Lij,R 1,02 /Lij,R 1,21 /Lij,R 1,21 /Lij,R 1,21 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 PIj 1,9 PIj 2,2 PIj 2,2 PIj 2,2 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 2

30 Jembatan PT. Indorama Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 3 Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,75 0, ,75 0, ,75 0,75 TSS ,44 0, ,34 0, ,36 0, ,36 0,36 Fecal Coli ,75 0, ,93 0, ,93 0, ,93 0,93 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 6 3 2,00 2, ,00 3, ,00 3, ,00 3,39 COD ,00 1, ,52 1, ,52 1, ,52 1,91 Fosfat 0,03 0,2 0,15 0,15 0,03 0,2 0,15 0,15 0,03 0,2 0,15 0,15 0,03 0,2 0,15 0,15 Jembatan Robinson Parameter (Data) /Lij,R 0,97 /Lij,R 1,24 /Lij,R 1,25 /Lij,R 1,25 /Lij,M 2,51 /Lij,M 3,39 /Lij,M 3,39 /Lij,M 3,39 PIj 1,9 PIj 2,6 PIj 2,6 PIj 2,6 Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,00 1, ,00 1, ,00 1,00 TSS ,36 0, ,42 0, ,40 0, ,40 0,40 Fecal Coli ,75 0, ,93 0, ,93 0, ,93 0,93 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 6 3 2,00 2, ,00 2, ,00 2, ,00 2,51 COD ,00 1, ,96 0, ,96 0, ,96 0,96 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,03 0,2 0,15 0,15 0,03 0,2 0,15 0,15 0,03 0,2 0,15 0,15 /Lij,R 0,95 /Lij,R 0,99 /Lij,R 0,99 /Lij,R 0,99 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,51 PIj 1,9 PIj 1,9 PIj 1,9 PIj 1,9

31 Bend Pintu Air DO 4 4 1,00 1, ,00 1, ,00 1, ,00 1,00 TSS ,44 0, ,48 0, ,46 0, ,46 0,21 Fecal Coli ,93 0, ,93 0, ,93 0, ,93 0,86 Coliform 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A 5000 #N/A BOD 7 3 2,33 5, ,67 7, ,67 7, ,67 7,11 COD ,08 1, ,24 1, ,24 1, ,24 1,54 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,00 0,01 0,2 0,05 0,00 0,01 0,2 0,05 0,00 0,01 0,2 0,05 0,00 Sungai durian /Lij,R 1,45 /Lij,R 1,79 /Lij,R 1,79 /Lij,R 1,79 /Lij,M 5,44 /Lij,M 7,11 /Lij,M 7,11 /Lij,M 7,11 PIj 4,0 PIj 5,2 PIj 5,2 PIj 5,2 Tanjung Sari Kelas Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,50 0, ,50 0,50 Coliform ,18 0, ,18 0,18 BOD 2 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 12, ,48 0,48 12, ,48 0,48 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 /Lij,R 0,38 /Lij,R 0,38 /Lij,M 0,67 /Lij,M 0,67 PIj 0,5 PIj 0,5 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 4

32 Ranca Sumur Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,65 0, ,65 0,65 Coliform ,24 0, ,24 0,24 BOD 2 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 17, ,70 0,70 16, ,65 0,65 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 kande Hulu /Lij,R 0,46 /Lij,R 0,45 /Lij,M 0,70 /Lij,M 0,67 PIj 0,6 PIj 0,6 Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,40 0, ,40 0,40 Coliform ,13 0, ,13 0,13 BOD 2,02 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 12,5 25 0,50 0,50 11, ,46 0,46 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 /Lij,R 0,35 /Lij,R 0,34 /Lij,M 0,67 /Lij,M 0,67 PIj 0,5 PIj 0,5 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 5

33 kande Hilir Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,35 0, ,35 0,35 Coliform ,20 0, ,20 0,20 BOD 2 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 11, ,44 0,44 11, ,45 0,45 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 Koper /Lij,R 0,34 /Lij,R 0,34 /Lij,M 0,67 /Lij,M 0,67 PIj 0,5 PIj 0,5 Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,50 0, ,50 0,50 Coliform ,24 0, ,24 0,24 BOD 2 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 10, ,41 0,41 12, ,49 0,49 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 /Lij,R 0,37 /Lij,R 0,39 /Lij,M 0,67 /Lij,M 0,67 PIj 0,5 PIj 0,5 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 6

34 Tamara Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 #N/A 4 #N/A TSS 50 #N/A 50 #N/A Fecal Coli ,35 0, ,35 0,35 Coliform ,13 0, ,13 0,13 BOD 2 3 0,67 0, ,67 0,67 COD 9, ,37 0, ,40 0,40 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 Sungai ujung Hulu cisalaraja Kelas /Lij,R 0,31 /Lij,R 0,32 /Lij,M 0,67 /Lij,M 0,67 PIj 0,5 PIj 0,5 Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,00 1,00 TSS ,50 0, ,50 0,50 Fecal Coli ,75 0, ,50 1,88 Coliform ,24 0, ,15 0,15 BOD 6 3 2,00 2, ,00 2,51 COD ,84 0, ,00 1,00 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,02 0,2 0,10 0,10 /Lij,R 0,85 /Lij,R 1,02 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,51 PIj 1,9 PIj 1,9 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 7

35 ciberang Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,00 1,00 TSS ,48 0, ,54 0,54 Fecal Coli ,75 0, ,50 1,88 Coliform ,24 0, ,15 0,15 BOD 7 3 2,33 2, ,33 2,84 COD ,00 1, ,16 1,32 Fosfat 0,01 0,2 0,05 0,05 0,01 0,2 0,05 0,05 /Lij,R 0,91 /Lij,R 1,11 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 PIj 2,1 PIj 2,2 jembatan baru 3 Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 5 4 1,25 1, ,00 1,00 TSS ,80 0, ,90 0,90 Fecal Coli ,75 0, ,50 1,88 Coliform ,24 0, ,15 0,15 BOD 4 3 1,33 1, ,00 2,51 COD ,68 0, ,84 0,84 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,02 0,2 0,10 0,10 /Lij,R 0,81 /Lij,R 1,05 /Lij,M 1,62 /Lij,M 2,51 PIj 1,3 PIj 1,9 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 8

36 Kragilan Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1, ,00 1,00 TSS ,42 0, ,38 0,38 Fecal Coli ,93 0, ,50 1,88 Coliform ,42 0, ,15 0,15 BOD 6 3 2,00 2, ,33 2,84 COD ,96 0, ,04 1,09 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,01 0,2 0,05 0,05 /Lij,R 0,91 /Lij,R 1,06 /Lij,M 2,51 /Lij,M 2,84 Jongjin PIj 1,9 PIj 2,1 Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 4 4 1,00 1,00 3,4 4 0,85 0,85 TSS ,46 0, ,48 0,48 Fecal Coli ,93 0, ,50 1,88 Coliform ,42 0, ,15 0,15 BOD 9 3 3,00 3, ,33 3,61 COD ,44 1, ,60 2,02 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,02 0,2 0,10 0,10 /Lij,R 1,16 /Lij,R 1,30 /Lij,M 3,39 /Lij,M 3,61 PIj 2,5 PIj 2,7 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 9

37 Bendungan pamarayan Parameter (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru DO 2,9 4 0,73 0, ,00 1,00 TSS ,40 0, ,40 0,40 Fecal Coli ,93 0, ,10 2,61 Coliform ,48 0, ,19 0,19 BOD ,33 4, ,00 3,39 COD ,08 2, ,40 1,73 Fosfat 0,02 0,2 0,10 0,10 0,02 0,2 0,10 0,10 Sungai ujung (lanjutan) Hulu salaraja /Lij,R 1,34 /Lij,R 1,34 /Lij,M 4,18 /Lij,M 3,39 PIj 3,1 PIj 2,6 (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru (Data) Lij (BMA) /Lij /Lij,baru 4 4 1,00 1, ,00 1, ,46 0, ,54 0, ,50 1, ,50 1, ,15 0, ,15 0, ,33 2, ,33 2, ,20 1, ,08 1,17 0,02 0,2 0,10 0,10 0,02 0,2 0,10 0,10 /Lij,R 1,12 /Lij,R 1,10 /Lij,M 2,84 /Lij,M 2,84 PIj 2,2 PIj 2,2 Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Banten 10

Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan

Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan Penentuan Indeks Kualitas Lingkungan Landasan Teori Studi indeks lingkungan yang telah dipublikasikan antara lain Environmental Sustainability Index (ESI), Environmental Performance Index (EPI), dan Virginia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini mengakibatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi saat ini mengakibatkan kerugian bagi perikehidupan masyarakat, tidak hanya dari sisi ekonomi namun juga hingga merenggut

Lebih terperinci

MAKALAH INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN

MAKALAH INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN MAKALAH INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN Sebagai syarat UTS PKL semester genap 016/017 Disusun Oleh: ANISA WIGATI 14513076 Dosen Pengampu: DR. SUPHIA RAHMAWATI, S.T., M.T. PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2018 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2018 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2018 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang. FUNGSI : a. Perumusan

Lebih terperinci

Lampiran Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Bogor 2015

Lampiran Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Bogor 2015 Lampiran Perhitungan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) Kota Bogor 2015 Upaya mengurangi laju kerusakan lingkungan di Kota Bogor dengan pemulihan kualitas lingkungan terus dilakukan tidak saja oleh

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang pengelolaan dan perlindungan daerah FUNGSI

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang dan perlindungan daerah FUNGSI : a. Perumusan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Melaksanakan pengawasan dan pengendalian, penilaian di Bidang Pengelolaan FUNGSI : a. Perumusan

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2016 BADAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH (BLHD) KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Melaksanakan pengawasan dan pengendalian, penilaian di Bidang Pengelolaan Hidup FUNGSI : a. Perumusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar

DAFTAR ISI. Kata Pengantar. Daftar Isi. Daftar Tabel. Daftar Gambar DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Daftar i ii iii vii Bab I Pendahuluan A. Kondisi Umum Daerah I- 1 B. Pemanfaatan Laporan Status LH Daerah I-10 C. Isu Prioritas Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon

Lebih terperinci

IKLH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat

IKLH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat IKLH PROVINSI SULAWESI BARAT TAHUN 2016 @2016 Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat Diterbitkan Oleh : Bidang Penaatan dan Komunikasi Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Barat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Jakarta, Juni 2010 Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas. Sudariyono

Kata Pengantar. Jakarta, Juni 2010 Deputi MENLH Bidang Pembinaan Sarana Teknis dan Peningkatan Kapasitas. Sudariyono Kata Pengantar Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010 2014 antara lain dinyatakan bahwa sasaran pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan adalah terpeliharanya

Lebih terperinci

Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH

Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH Konsep Penelitian Kualitas Lingkungan (Udara) dalam Membangun IKLH Oleh : RITA, S.Si., M.Si disampaikan pada acara: RAKERNIS KUALITAS UDARA PM 10, PM 2.5 DI 17 KOTA DI INDONESIA Serpong, 25 Agustus 2016

Lebih terperinci

Berapa Burukkah Kualitas Lingkungan Hidup Kita?

Berapa Burukkah Kualitas Lingkungan Hidup Kita? Berapa Burukkah Kualitas Lingkungan Hidup Kita? Uzair Suhaimi 1 uzairsuhaimi.wordpress.com Penulis yakin pembaca yang budiman mengetahui buruknya lingkungan hidup kita. Tetapi seberapa buruk? Pertanyaan

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGUKURAN KINERJA PEMBANGUNAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN UNTUK RPJMN 2015-2019 PENDEKATAN DUKUNGAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Wahyu Marjaka Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan

Lebih terperinci

No. Permasalahan Solusi 3. Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang mekanisme pengajuan izin lingkungan Telah diterbitkan peraturan Bupati

No. Permasalahan Solusi 3. Belum adanya peraturan daerah yang mengatur tentang mekanisme pengajuan izin lingkungan Telah diterbitkan peraturan Bupati BAB IV PENUTUP Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LKjIP) Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Kulon Progo disusun untuk mengetahui sejauh mana pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

Indek Kualitas Air Sungai

Indek Kualitas Air Sungai Latar belakang NO STRUKTUR IKLH YANG TELAH ADA INDIKATOR JUMLAH PARAMETER JENIS 1 KUALITAS AIR 7 TSS, DO, BOD, COD, T-P, Fecal Coli, Total Coliform BOBOT 3% 2 KUALITAS UDARA 2 NO2, SO2 3% 3 TUTUPAN HUTAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA INDEKS KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP INDONESIA 2014 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Jl. D.I Panjaitan Kav.24 Jakarta

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

DINAS LINGKUNGAN HIDUP

DINAS LINGKUNGAN HIDUP PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA BARAT DINAS LINGKUNGAN HIDUP Jalan Khatib Sulaiman No. 22 Telp. (0751) 7055231 446571 445154 Fax. (0751) 445232 PADANG website: http://dlh.sumbarprov.go.id email: dlh@sumbarprov.go.id

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016

KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN Jakarta, 7 Desember 2016 KEGIATAN DITJEN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN TAHUN 207 Jakarta, 7 Desember 206 PRIORITAS NASIONAL DITJEN. PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN NO PRIORITAS NASIONAL Kemaritiman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan

BAB I PENDAHULUAN Tujuan Penulisan Laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tujuan Penulisan Laporan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Lingkungan dan Pembangunan (the United Nations Conference on Environment and Development UNCED) di Rio

Lebih terperinci

Makalah Baku Mutu Lingkungan

Makalah Baku Mutu Lingkungan Makalah Baku Mutu Lingkungan 1.1 Latar Belakang Pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup seyogyanya menjadi acuan bagi kegiatan berbagai sektor pembangunan agar tercipta keseimbangan dan kelestarian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, keadaan dan mahluk termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Studi ini menyajikan analisis mengenai kualitas udara di Kota Tangerang pada beberapa periode analisis dengan pengembangan skenario sistem jaringan jalan dan variasi penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008

STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 LAPORAN STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA DENPASAR TAHUN 2008 DITERBITKAN DESEMBER 2008 DATA OKTOBER 2007 SEPTEMBER 2008 PEMERINTAH KOTA DENPASAR PROVINSI BALI KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk

Lebih terperinci

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t

2 menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia tentang Rawa; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 t BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.797, 2015 KEMEN PU-PR. Rawa. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2010 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup Juni 2011 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2010 Pengarah: Henry Bastaman Penanggung Jawab: Johny P. Kusumo Penyusun: Maulyani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai menjadi salah satu pemasok air terbesar untuk kebutuhan mahluk hidup yang memiliki fungsi penting bagi kehidupan manusia. Sungai adalah sumber daya alam yang bersifat

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : KEP- 45/MENLH/10/1997 TENTANG INDEKS STANDAR PENCEMAR UDARA LINGKUNGAN HIDUP Kementerian Lingkungan Hidup 2002 65 KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam namun mengabaikan masalah lingkungan dapat dipastikan akan menimbulkan gangguan terhadap lingkungan dan komponennya.

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF Dalam kerangka pembangunan Good Governance yang berorientasi pada hasil, dan dalam rangka mendukung pencapaian

Lebih terperinci

RPPI-10 KUALITAS LINGKUNGAN UNTUK IKLH DAN ISTM

RPPI-10 KUALITAS LINGKUNGAN UNTUK IKLH DAN ISTM RPPI-10 KUALITAS LINGKUNGAN UNTUK DAN ISTM Koordinator : DYAH APRIYANTI, S.Si., M.Si. Wakil koordinator : RITA, S.Si., M.Si. Pembina : Prof Riset Dr. Ir. CHAIRIL ANWAR SIREGAR, M.Sc Balikpapan, 10-12 Juni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Hal ini disebabkan karena manusia memerlukan daya dukung unsur unsur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Interaksi manusia dengan lingkungan hidupnya merupakan suatu proses yang wajar dan terlaksana sejak manusia itu dilahirkan sampai ia meninggal dunia. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

IPTEK Litbang Lingkungan dan Laboratorium

IPTEK Litbang Lingkungan dan Laboratorium IPTEK Litbang Lingkungan dan Laboratorium Bidang Program, Anggaran Evaluasi dan Diseminasi Pusat Penelitian Pengembangan Kualitas dan Laboratorium Lingkungan. Kawasan Puspiptek-Serpong, Gedung 210. Jln.

Lebih terperinci

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI

INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI INFORMASI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI PROVINSI JAMBI Saat ini banyak kota besar yang kekurangan ruang terbuka hijau atau yang sering disingkat sebagai RTH. Padahal, RTH ini memiliki beberapa manfaat penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan yang dihadapi negara yang sedang berkembang adalah pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi. Pertumbuhan penduduk mengakibatkan terjadinya peningkatan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia

Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia 2011 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Indonesia Kementerian Lingkungan Hidup Desember 2012 Indeks Kualitas Lingkungan Hidup 2011 Pengarah: Henry Bastaman Penanggung Jawab: Johny P. Kusumo Penyusun: Maulyani

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan salah satu komponen sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia, namun keberadaannya pada sumber-sumber air mempunyai risiko mudah tercemar,

Lebih terperinci

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2017 TATACARA PENYUSUNAN a. Tim Penyusun dan Bentuk Dokumen disusun oleh Tim yang dibentuk oleh Kepala Daerah, yang keanggotaannya melibatkan unsur-unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, Perguruan

Lebih terperinci

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP

Ikhtisar Eksekutif TUJUAN PEMBANGUNAN LINGKUNGAN HIDUP Ikhtisar Eksekutif Pembangunan sistem administrasi modern yang andal, professional, partisipatif serta tanggap terhadap aspirasi masyarakat, merupakan kunci sukses menuju manajemen pemerintahan dan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik yang saling terkait satu sama lain. di bumi ada dua yaitu ekosistem daratan dan ekosistem perairan. Kedua

Lebih terperinci

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Rawa adalah wadah air beserta air dan daya air yan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.180, 2013 SDA. Rawa. Pengelolaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5460) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BAPEDALDA TAHUN 2016

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BAPEDALDA TAHUN 2016 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA BAPEDALDA TAHUN 2016 RINGKASAN EKSEKUTIF Laporan Akuntabilitas Kinerja Bapedalda Provinsi Sumatera Barat Tahun 2016 merupakan wujud akuntabilitas pencapaian kinerja dari

Lebih terperinci

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016

BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 BUKU I RINGKASAN EKSEKUTIF INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH KOTA BLITAR TAHUN 2016 PEMERINTAH KOTA BLITAR DINAS LINGKUNGAN HIDUP JL. Pemuda Soempono Kel. Gedog Kec. Sananwetan Telp.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN Menimbang : GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAMBI TAHUN 2013-2015 GUBERNUR JAMBI, a. bahwa berdasarkan ketentuan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKj) BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015

LAPORAN KINERJA (LKj) BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 LAPORAN KINERJA (LKj) BADAN LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL TAHUN 2015 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat dan karunia-nya,

Lebih terperinci

Wahyu Marjaka Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL)

Wahyu Marjaka Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) KEBIJAKAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP DAN PENGELOLAAN LABORATORIUM LINGKUNGAN HIDUP 2016-2017 Wahyu Marjaka Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) OUTLINE TANTANGAN

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi yang BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas udara perkotaan di Indonesia menunjukkan kecenderungan menurun dalam beberapa tahun terakhir ini. Ekonomi kota yang tumbuh ditandai dengan laju urbanisasi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH

DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Lampiran II. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor : Tanggal : DATA MINIMAL YANG WAJIB DITUANGKAN DALAM DOKUMEN INFORMASI KINERJA PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAERAH Tabel-1. Lindung Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk

BAB I PENDAHULUAN. pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Udara merupakan sumber daya alam milik bersama yang besar pengaruhnya terhadap ekosistem secara global. Udara yang kita pakai untuk bernafas umumnya tidak atau kurang

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG 1 PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan wilayah di Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat pada dua dekade belakangan ini. Pesatnya pembangunan di Indonesia berkaitan dengan dua

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PEDOMAN PENILAIAN. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2013

PEDOMAN PENILAIAN. Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2013 PEDOMAN PENILAIAN Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Tahun 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 2014 1 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i BAGIAN I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN... 2 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TAHUN 2017 DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN TANAH BUMBU TUGAS : Membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah di bidang lingkungan. FUNGSI

Lebih terperinci

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP

H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP - 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap.

I. PENDAHULUAN. digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan. ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah yang tetap. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dan keberadaannya digunakan untuk seluruh mahluk hidup di muka bumi ini dengan ketersediaannya di alam semesta dalam jumlah

Lebih terperinci

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN

C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN C. BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Pengendalian Dampak 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 2. Analisis Mengenai Dampak (AMDAL) 3. Pengelolaan Kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa

BAB I PENDAHULUAN. kota yang menjadi hunian dan tempat mencari kehidupan sehari-hari harus bisa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin bertambahnya aktivitas manusia di perkotaan membawa dampak semakin sulitnya pemenuhan tuntutan masyarakat kota akan kesejahteraan, ketentraman, ketertiban

Lebih terperinci

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan

Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun Frekuensi Sampling. 1 Sungai Ciliwung 6 5 memenuhi-cemar ringan 24. LINGKUNGAN HIDUP 184 Tabel 24.1 Status Kualitas Air Sungai di Provinsi Jawa barat Tahun 2010 No Nama Jumlah Titik Sampling Frekuensi Sampling Kisaran Status Mutu Air Sungai Berdasarkan KMA PP 82/2001

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN

PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN PEMBANGUNAN HUTAN KOTA DALAM STRATEGI PEMBANGUNAN PERKOTAAN PROVINSI BANTEN Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Banten Hotel Ledian, 14 oktober 2014 I. GAMBARAN UMUM 1. WILAYAH PERKOTAAN PROVINSI

Lebih terperinci

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI JOMBANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JOMBANG, Menimbang : a. bahwa keberadaan

Lebih terperinci

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup

SASARAN STRATEGIS 1 : Menurunnya beban pencemaran lingkungan hidup Ringkasan Eksekutif Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP) ini disusun sebagai wujud dan tekad Kementerian Lingkungan Hidup dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin meningkat pula kebutuhan akan lahan-lahan untuk menyediakan permukiman, sarana penunjang ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

BAB III ISU STRATEGIS

BAB III ISU STRATEGIS BAB III ISU STRATEGIS Berdasar kajian kondisi dan situasi Pengelolaan Lingkungan Hidup tahun 2006 2010 (Renstra PLH 2006 2010), dan potensi maupun isu strategis yang ada di Provinsi Jawa Timur, dapat dirumuskan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral

BAB I PENDAHULUAN. untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Strategi kebijakan pelaksanaan pengendalian lingkungan sehat diarahkan untuk mendorong peran dan membangun komitmen yang menjadi bagian integral dalam pembangunan kesehatan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF 5.1. Rencana Program dan Kegiatan. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 lampiran A.VII,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat

Lebih terperinci

LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN. PP No.41 TAHUN 1999

LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN. PP No.41 TAHUN 1999 LAPORAN KEGIATAN PENGKAJIAN BAKU MUTU KUALITAS UDARA AMBIEN LAMPIRAN PP No.41 TAHUN 1999 PUSAT SARANA PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN Deputi Bidang Pembinaan Sarana Tehnis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi

Gambar 2.1. Diagram Alir Studi 2.1. Alur Studi Alur studi kegiatan Kajian Tingkat Kerentanan Penyediaan Air Bersih Tirta Albantani Kabupaten Serang, Provinsi Banten terlihat dalam Gambar 2.1. Gambar 2.1. Diagram Alir Studi II - 1 2.2.

Lebih terperinci