BAB I. PENDAHULUAN. Cedera iskemik reperfusi menginduksi Acute Kidney Injury (AKI).

Transkripsi

1 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera iskemik reperfusi menginduksi Acute Kidney Injury (AKI). Ketidakseimbangan metabolisme organ IRI menghasilkan hipoksia jaringan dan disfungsi mikrovaskuler. Proses ini diikuti oleh cedera tubulus, penebalan dinding pembuluh darah, reduksi rasio daerah dinding/daerah lumen dari arteri-arteri kecil ginjal, peningkatan stres oksidatif, dan inflamasi (Arfian et al., 2012; Eltzschig dan Eckle, 2011). Di Indonesia, sebanyak penduduk menderita penyakit gagal ginjal pada tahun 2013 (Riskesdas, 2013). Data 7th Report of Indonesian Renal Registry tahun 2014 menunjukkan 56% penderita penyakit ginjal adalah penduduk usia produktif di bawah 55 tahun. Fakta ini membawa konsekuensi yakni biaya jaminan kesehatan kesehatan yang harus ditanggung pemerintah melalui JKN untuk penderita gagal ginjal kronik juga sangat tinggi, mencapai Rp 2,68 triliun di tahun 2015 (Sulistyorini, 2017). Insiden AKI secara global selama lebih dari dua dekade terakhir ini terus meningkat, terutama di USA. Hal ini memicu riset intensif di bidang preventif dan kuratif (Chertow et al., 2005; Xue et al., 2006; Hsu et al., 2007; Siew dan Davenport, 2015). Peningkatan kejadian AKI terkait erat dengan interaksi obat, toksisitas, peresepan obat yang tidak sesuai, kegagalan klinisi menyesuaikan fungsi ginjal saat menghitung dosis pada pasien berisiko, lalu terpapar nefrotoksin selama AKI (Cox et al., 2013; Rewa dan Bagshaw, 2014). Cedera ginjal akut menyebabkan 1

2 2 terjadinya cedera endotel/mikrovaskuler, sehingga memicu inflamasi dan penurunan aliran darah. Proses AKI juga memicu iskemi, berlanjut menjadi reperfusi, menimbulkan inflamasi, menurunkan aliran darah. Akibatnya, sitokin dibebaskan, menyebabkan homeostasis struktur seluler terganggu, terjadilah apoptosis (Collard dan Gelman, 2001; Basile et al., 2012; Kalogeris et al., 2012). Cedera I/R ginjal berkontribusi terhadap perkembangan AKI. Beberapa proses terlibat di dalam perkembangan cedera I/R ginjal dengan bangkitan superoksida dan ROS (reactive oxygen species), disfungsi mitokondria, stres nitrosatif, stres retikulum endoplasma, sinyal redoks seluler, overload kalsium, inflamasi, apoptosis, serta perubahan epigenetik berupa metilasi DNA, modifikasi histon, dan noncoding RNA (Kalogeris et al., 2017; Banaei, 2015). Berbagai pendekatan yang ada tampaknya belum memberikan hasil optimal dan maksimal di dalam tatalaksana AKI. Sel punca mesenkim (SPM) memberikan harapan baru bagi penderita berbagai penyakit. Sel punca mesenkim berpotensi mengatasi beragam penyakit pada hewan model, misalnya: infark miokard, artritis rematoid, diabetes, gagal hati, cedera paru-paru akut (acute lung injury), degenerasi retina, pertumbuhan tumor, dan gagal ginjal akut. (Uccelli et al., 2008). Sel punca mesenkim mampu berdiferensiasi menjadi sel osteogenik, miogenik, kondrogenik, dan neurogenik lineages, ektodermal (neuronal), mesodermal (miosit, osteosit, endothel, adiposit, kardiomiosit), endodermal (epitel respirasi, pankreas, hepar) (Uccelli et al., 2008; Kode et al., 2009). Human umbilical cord blood-derived mesenchymal stem cells (HUCB- MSCs) mengurangi cedera ginjal mencit jantan C57BL/6 usia 8-10 minggu di fase

3 3 cedera awal setelah cedera iskemik reperfusi, terutama oleh efek humoral dan sekresi VEGF (Vascular endothelial growth factor). HUCB-MSCs berpotensi sebagai terapeutik cedera iskemik reperfusi ginjal (Jang et al., 2014). Sel punca mesenkim mengalami homing selama berada di sistem sirkulasi, terutama di jaringan yang rusak, melalui mekanisme rekrutmen leukosit ke jaringan inflamasi yang melibatkan molekul adhesi (selektin, reseptor kemokin, dan integrin). Sel punca mesenkim berdiferensiasi menggantikan sel-sel yang cedera (injury), sehingga terbentuk sitoarsitektur yang baru (Rantam et al., 2014). Mekanisme SPM keluar dari microenvironment menuju daerah yang degenerasi atau mengalami injury, sehingga mengalami homing menarik untuk diteliti lebih lanjut (Rantam et al., 2014). Sel punca mesenkim mensekresi beragam sitokin dan growth factor, seperti: Monocyte Chemotactic Protein-1 (MCP-1), Vascular Endothelial Growth Factor-A (VEGF-A), Epidermal Growth Factor (EGF), Fibroblast Growth Factor-2 (FGF-2), interleukin-6 (IL-6), Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Transforming Growth Factor-beta (TGF-b), VCAM-1, ICAM-1 yang juga berperan di dalam AKI dan patofisiologi cedera iskemi-reperfusi (Carden dan Granger, 2000; Feng et al., 2008; Kode et al., 2009; Rantam et al., 2014). Sel punca mesenkim (SPM) telah digunakan di klinik selama 10 tahun, berasal dari mesoderm, dijumpai hampir di semua jaringan. Sel punca mesenkim mudah diisolasi dari sumsum tulang, jaringan adipose, tali pusat, liver fetus, otot, dan paru-paru. Sejumlah clinical trial SPM telah ada sejak 2004, bahkan tercatat

4 4 344 clinical trial teregistrasi di pelbagai fase berbeda yang bertujuan untuk evaluasi terapi sel berbasis SPM di seluruh dunia (Wei et al., 2013). Di balik keunggulan dan potensi SPM, terdapat beberapa keterbatasan. SPM mensekresikan sitokin dan faktor-faktor lain yang menekan respon imun, menghambat apoptosis dan fibrosis. Selain itu, SPM mempercepat pertumbuhan tumor pada resipien alogenik, menjelaskan masalah keamanan yang dapat membatasi aplikasi klinis SPM. Bila komplikasi ini terpecahkan, maka aplikasi klinis SPM menjadi semakin luas (Bartholomew et al., 2002; Caplan dan Dennis, 2006; Rosenbaum et al., 2008). Aplikasi terapeutik SPM seringkali memerlukan sejumlah sel dalam jumlah banyak, yang memerlukan ekspansi ex vivo paskapanen. Sel punca mesenkim diisolasi dari area patologis seperti persendian yang rusak akibat artritis rematoid dan dalam beberapa kasus mereka mendemonstrasikan karakteristik upregulasi dari reseptor-reseptor BMP. Bila selsel diisolasi dari pelbagai jaringan berbagi banyak karakteristik yang serupa, selsel itu memperlihatkan beragam perbedaan minor di dalam profil ekspresi dan potensial diferensiasi mereka (Wagner et al., 2005; Rastegar et al., 2010). Di dalam kedokteran regeneratif, terdapat hipotesis parakrin untuk menjelaskan mekanisme SPM. Kemampuan diferensiasi SPM terkait potensi terapi tidak diragukan lagi. Namun, efisiensi SPM yang ditransplantasikan menjadi sel fungsional yang mampu memperbaiki jaringan belum dilaporkan. Efek repair bukan dihasilkan oleh SPM melainkan faktor parakrin yang disekresikan SPM. Faktor parakrin meningkatkan arteriogenesis melalui mekanisme parakrin (Sze et al., 2007).

5 5 Sel punca mesenkim mensekresi metabolit bioaktif pada media kultur yang dikenal sebagai media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM). Media terkondisi sel punca mesenkim mengandung pelbagai sitokin, kemokin, growth factors yang memberikan efek tropik sel-sel lain melalui efek parakrin. Efek parakrin MT-SPM terdiri dari angiogenesis, kemoatraktan, efek tropik (antiapoptosis, stimulasi mitosis, proliferasi, diferensiasi sel punca endogen), imunomodulator, antiskar. Konsep ini telah menggantikan konsep diferensiasi SPM sebagai mekanisme sentral terapeutik SPM. Melalui efek parakrin, SPM dapat meregenerasi jaringan rusak tanpa fusi maupun diferensiasi menjadi sel spesifik. Oleh karena itu, MT-SPM berpotensi sebagai alternatif dalam aplikasi klinis (Meirelles et al., 2009; Laqif, 2013). Media terkondisi sel punca mesenkim berefek sama dengan transplantasi sel punca dan berperan sebagai kemoatraktan bagi makrofag dan sel endotel pada perbaikan jaringan. Efek parakrin transplantasi sel punca meregenerasi kerusakan jaringan (Si et al., 2011). Media terkondisi sel punca mesenkim memicu angiogenesis, epitelisasi, dan fibroproliferasi melalui sinyal parakrin (Wolbank et al., 2010). Mesenchymal stem cell-conditioned medium (MT-SPM) mengakselerasi regenerasi sel-sel epitel tubulus proksimal ginjal manusia setelah toksisitas gentamisin. Sitokin-sitokin disekresikan oleh SPM menstimulasi regenerasi sel tubulus ginjal setelah nefrotoksisitas (Moghadasali et al., 2013). Media terkondisi dari sel-sel epitel tubular ginjal menyediakan sumber tepat sinyal-sinyal induksi untuk menginisiasi diferensiasi MSC (mesenchymal stem cells) dewasa menjadi lineage epitel (Baer et al., 2009). Kelebihan MT-SPM

6 6 adalah mudah diproduksi secara masal, mudah disimpan dalam suhu -20ºC, mudah digunakan, dan memiliki growth factor (berupa sitokin, dsb) sebagai sinyal parakrin dalam proses perbaikan jaringan (Laqif, 2013). Pemberian MT-SPM menghambat inflamasi, sehingga mencegah penurunan aliran darah, sitokin tidak jadi dibebaskan, struktur seluler tidak terganggu, menghambat terjadinya apoptosis, sehingga tidak terjadi kematian sel (Collard dan Gelman, 2001; Basile et al., 2012; Kalogeris et al., 2012). Riset yang dilakukan Laqif (2015) berhasil membuktikan bahwa MT-SPM dari selaput amnion yang dihasilkan dengan metode hipoksia memerbaiki folikulogenesis terutama dalam pembentukan folikel primordial dan primer pada ovarium, dan meningkatkan kadar estradiol pada tikus KOP (kegagalan ovarium prematur) yang disebabkan oleh VCD (4-Vinyl cyclohexene diepoxide). Alasan inilah sebagai dasar ilmiah mengapa melakukan penelitian ini, yakni untuk menunjukkan potensi MT-SPM sebagai salah satu terapi alternatif di dalam tatalaksana AKI, melalui mekanisme IRI. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Adakah pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) terhadap kadar kreatinin? 2. Adakah pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) terhadap cedera tubulus?

7 7 3. Adakah pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) terhadap proliferasi tubulus? I.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan: Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) terhadap cedera ginjal iskemik-reperfusi Tujuan Khusus 1. Untuk mengkaji apakah media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) menurunkan kadar serum kreatinin pada mencit dengan cedera I/R ginjal. 2. Untuk mengkaji apakah media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) dapat memperbaiki cedera sel tubulus pada mencit dengan cedera I/R ginjal. 3. Untuk mengkaji pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) dapat meningkatkan jumlah proliferasi sel epitel tubulus pada mencit dengan cedera I/R ginjal. I.4. Keaslian Penelitian Penelitian terdahulu terkait sel punca mesenkim (SPM) atau media terkondisi sel punca mesenkim (MT SPM), secara kronologis dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini.

8 8 Tabel 1. Keaslian Penelitian Peneliti Tahun Penjelasan Perbedaan Fahmy 2017 HUC-MSCs (human umbilical Penelitian ini et al., cord mesenchymal stem cells) menggunakan media merupakan agen terapeutik terkondisi sel punca efektif melawan ginjal dengan mesenkim. IRI (renal ischemia/reperfusion injury) pada tikus coba. Ranghino et al., 2017 Populasi MSCs (Mesenchymal stromal cells) yang menetap di dalam glomeruli (Gl-MSCs) dapat berkontribusi di dalam pemulihan (recovery) mencit model AKI yang diinduksi IRI terutama melalui pelepasan vesikel ekstraseluler (EVs). Lin et al., 2016 Kombinasi terapi ADMSC (adipose-derived mesenchymal stem cell) dan eksosom efektif sebagai proteksi ginjal dari cedera iskemik reperfusi akut pada tikus jantan dewasa. Laqif 2015 MT-SPM dari selaput amnion yang dihasilkan dengan metode hipoksia memerbaiki folikulogenesis terutama dalam pembentukan folikel primordial dan primer pada ovarium, dan meningkatkan kadar estradiol pada tikus KOP (kegagalan ovarium prematur) yang disebabkan oleh VCD (4-Vinyl cyclohexene diepoxide). Xing et al., 2014 Riset pada mencit jantan BALB/C 6-8 minggu gram membuktikan bahwa infusion sel punca mesenkim, bukan media terkondisi, yang berkontribusi terhadap perbaikan ginjal, termasuk kapiler peritubuler, selsel epitel tubuler, karena efek antiinflamasi, antiapoptotik, serta peningkatan sekresi proangiogenic growth factors melalui mekanisme parakrin. Penelitian ini menggunakan MT- SPM yang mengandung growth factors dan leukemia inhibitory factors. Penelitian ini hanya menggunakan MT- SPM. Penelitian ini menggunakan mencit model cedera iskemik reperfusi dan mencit jantan Swiss. Penelitian ini menggunakan mencit jantan Swiss 3-4 bulan gram, MT-SPM dari selaput amnion manusia yang dihasilkan dengan metode hipoksia.

9 9 Sepanjang pengetahuan peneliti, belum ada penelitian yang secara spesifik meneliti pengaruh media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) terhadap kadar kreatinin, cedera tubulus, dan proliferasi pada mencit dengan cedera ginjal iskemik reperfusi. I.5. Manfaat Penelitian Bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hasil penelitian ini dapat memberikan penjelasan awal untuk memahami keuntungan-kerugian pemberian media terkondisi sel punca mesenkim (MT-SPM) pada kasus AKI dengan menggunakan model hewan coba, dapat digunakan sebagai masukan awal untuk alternatif tatalaksana AKI dengan menggunakan MT-SPM, serta sebagai dasar untuk melakukan riset selanjutnya (translational research) pada manusia Bagi peneliti Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dan kajian penelitian lebih lanjut tentang peran MT-SPM sebagai alternatif tatalaksana AKI di manusia Bagi masyarakat, negara, dan bangsa Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi awal tentang pendekatan terbaru untuk mengatasi kasus AKI, serta menjadi dasar penelitian untuk pengembangan biomarker hingga alternatif terapi media terkondisi sel punca mesenkim pada AKI di manusia. Penelitian ini juga mendukung salah satu SDGs (sustainable development goals), yakni memastikan kehidupan yang sehat dan mempromosikan kesejahteraan bagi semua usia (UNDP Indonesia, 2015).