PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN"

Transkripsi

1 PROFIL KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR MATEMATIS DAN TIPE KEPRIBADIAN Ihsan Walidin Laksana 1. Dr. Heni Pujiastuti, M.Pd 2. Etika Khaerunnisa, M.Pd. 3 Jurusan Pendidikan Matematika. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa ihsan8065@gmail.com ABSTRAK matematis siswa ditinjau dari gaya belajar matematis dan tipe kepribadian merupakan suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan keadaan atau gambaran yang ada dalam diri siswa berdasarkan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian pada kemampuan penalaran matematis. Subyek dalam penelitian ini adalah delapan siswa kelas XI MIPA SMA Negeri 1 Banjarsari. Subyek dipilih dengan teknik purposive sampling. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen utama serta angket penggolongan gaya belajar matematis, angket penggolongan tipe kepribadian, tes kemampuan penalaran matematis, dan wawancara sebagai instrumen pendukung. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa siswa mastery learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, memeriksa kesahihan, dan memberikan alasan atau bukti. Siswa self-expressive learning mampu melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, dan memberikan alasan atau bukti, sedangkan tidak mampu memeriksa kesahihan. Siswa interpersonal learning tidak mampu melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, dan memberikan alasan atau bukti karena terkendala dengan soal abstraksi, sedangkan mampu dalam memeriksa kesahihan karena menyukai masalah kehidupan nyata. Siswa understanding learning mampu dalam melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti, dan memeriksa kesahihan dengan mencari pola, sedangkan tidak mampu dalam menarik kesimpulan. Siswa guardian tidak mampu dalam melakukan manipulasi, menarik kesimpulan, dan memeriksa kesahihan, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti dengan jelas dan sistematis. Siswa artisan tidak mampu dalam melakukan manipulasi, dan memeriksa kesahihan karena cenderung tergesa-gesa dan tidak teliti, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti, dan menarik kesimpulan dengan cara berdiskusi. Siswa rational tidak mampu melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti, dan memeriksa kesahihan karena kurang ketelitian, sedangkan mampu menarik kesimpulan dengan logika. Siswa idealist mampu dalam menarik kesimpulan, dan memeriksa kesahihan, sedangkan tidak mampu melakukan manipulasi, memberikan alasan atau bukti karena salah dalam memandang persoalan. Kata kunci: Kemampuan penalaran matematis, gaya belajar model mastery learning, self-expressive, learning interpersonal, dan learning understanding learning, kepribadian tipe guardian, artisan, rational, dan idealist. PENDAHULUAN Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa pendidikan dimaknai sebagai usaha sadar dan terencana manusia untuk mewujudkan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dalam rangka menggali dan mengembangkan potensi diri agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan masyarakat, bangsa, dan negara. Melalui pendidikan manusia menjadi lebih berkualitas dan berbudi pekerti luhur sehingga berguna bagi manusia lainnya. Oleh karena itu, pendidikan memegang peranan penting untuk kelangsungan kehidupan bangsa dan negara. Salah satu pendidikan yang ada di Indonesia yaitu pendidikan matematika. Pendidikan matematika merupakan pendidikan yang sangat penting, karena di dalam ilmu matematika bisa dipelajari ilmu yang lain (Suherman dkk., 2003: 25).

2 Sebagaimana yang tertuang dalam kurikulum, pendidikan matematika harus dipelajari siswa dari sekolah dasar sampai menengah bahkan sampai perguruan tinggi. Pengertian matematika berdasarkan etimologis merupakan ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Suherman dkk., 2003: 16). Menurut Ruseffendi (Suherman dkk., 2003: 16) matematika merupakan hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran. Jadi pengertian matematika adalah suatu ilmu pengetahuan yang didapat dari hasil pemikiran manusia dengan cara bernalar. Siswa di sekolah banyak yang kesulitan mengikuti pelajaran matematika. Salah satu penyebab kesulitan tersebut karena materi yang dibelajarkan kurang dikaitkan dengan kehidupannya. Kesulitan ini ditambah manakala guru yang mengajar materi kurang bisa membangkitkan keinginan dan potensi siswa untuk memperdalam pelajaran matematika, akibatnya pelajaran matematika seakan-akan menjadi sesuatu yang menakutkan. Pembelajaran matematika idealnya dapat memotivasi siswa untuk terlibat langsung dalam pembentukan pengetahuan mereka. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Sariningsih (2014) yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran matematika dibutuhkan inovasi baru agar keingintahuan siswa tumbuh dan potensi yang dimiliki oleh siswa bisa dikembangkan. Menurut Sariningsih (2014) peningkatan kemampuan penalaran matematik siswa SMA bisa dilakukan dengan model pembelajaran kontekstual agar dalam pembelajaran matematika terasa bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pembelajaran matematika, kemampuan penalaran berperan penting dalam pemahaman konsep maupun pemecahan masalah, kemampuan bernalar berguna pada saat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang diberikan oleh guru berupa soal. Tujuan pembelajaran matematika yang tertuang dalam Permendiknas Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, menyatakan bahwa salah satu tujuan dari mata pelajaran matematika di sekolah yaitu agar siswa mampu menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. Senada dengan hal diatas, Permendikbud Nomor 59 Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah menyatakan bahwa salah satu tujuan diberikannya mata pelajaran matematika yaitu agar siswa mampu mengkomunikasikan gagasan, penalaran, serta mampu menyusun bukti matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Berdasarkan uraian di atas nampak bahwa kemampuan penalaran sangat penting dimiliki oleh siswa. Penalaran adalah proses atau aktivitas berpikir dalam menarik kesimpulan atau membuat pernyataan baru yang benar berdasarkan pada pernyataan yang telah dibuktikan kebenarannya (Sariningsih, 2014: 214). Kemampuan penalaran merupakan kemampuan atau kesanggupan untuk menemukan penyelesaian, kemampuan untuk menarik kesimpulan suatu pertanyaan dan melihat hubungan implikasi serta kemampuan untuk melihat hubungan antara ide-ide. Untuk menyelesaikan persoalan matematika banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya cara penyampaian guru, tanggapan dari siswa, dan model pembelajaran yang dipakai. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Aziz (2010) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh model pembelajaran pada hasil belajar siswa. Faktor dominan yang mempengaruhi hasil belajar tidak semata dari faktor model pembelajaran, penyampaian guru, dan tanggapan dari siswa, akan tetapi ada faktor lain yaitu tipe kepribadian dan gaya belajar. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Sagitasari (2010) yang mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara gaya belajar dengan prestasi belajar matematika. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya yang seringkali menjadi penghambat, sebab diperlukan perlakuan yang berbeda pula antar siswa terutama dalam pemilihan model. Selanjutnya untuk

3 meningkatkan hasil dan prestasi belajar siswa, maka perlu diperhatikan hubungan antara gaya belajar, tipe kepribadian dengan penggunaan model pembelajaran, yakni penggunaan model pembelajaran perlu disesuaikan dengan gaya belajar dan tipe kepribadian, dan sebaliknya gaya belajar dan tipe kepribadian juga memerlukan kehadiran model pembelajaran untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal. Berdasarkan uraian di atas, gaya belajar berpengaruh terhadap hasil belajar. Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda (Ghufron dan Risnawita, 2010: 42). Gaya belajar setiap individu berbeda tergantung dari cara memahami dan menyerap pelajaran yang diberikan. Oleh karena itu, mereka sering kali harus menempuh cara yang berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Gaya belajar diklasifikasikan menjadi empat model (Strong dkk., 2007), yaitu mastery learning, self-expressive learning, interpersonal learning, dan understanding learning. Keempat model gaya belajar menurut Strong itu lebih spesifik untuk matematika. Perbedaan keempat model gaya belajar matematis menurut Strong adalah mastery learning merupakan gaya belajar yang cenderung untuk belajar dengan gaya setahap demi setahap. Self-expressive learning merupakan gaya belajar yang cenderung untuk memvisualisasikan dan membuat gambar serta mengejar banyak strategi. Interpersonal learning merupakan gaya belajar yang cenderung belajar melalui percakapan, hubungan pribadi, dan kelompok. Understanding learning merupakan gaya belajar yang cenderung mencari pola, kategori, dan alasan. Selain dari gaya belajar, tipe kepribadian juga berpengaruh dalam hasil pembelajaran. Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Aziz (2010) yang mengemukakan bahwa ada pengaruh tipe kepribadian pada hasil belajar siswa. Menurut Keirsey dan Bates (1984: 30-66) dan Keirsey (2009) (Yuwono, 2010: xxvi) kepribadian digolongkan menjadi empat tipe, yaitu The Guardians (The Epimethean Temperament), The Artisans (The Dionysian Temperament), The Rationals (The Promethean Temperament), dan The Idealist (The Apollonian Temperament). Secara garis besar perbedaan antara ke empat tipe kepribadian menurut Keirsey adalah guardian menyukai kelas dengan model tradisional dimana guru dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Artisan menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Tipe artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang. Rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Idealist menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai, dan lebih menyukai menyelesaikan tugas secara pribadi dari pada diskusi kelompok. Gaya belajar dan tipe kepribadian dapat diamati melalui tingkah laku. Tingkah laku siswa selama pembelajaran menggambarkan gaya belajar dan tipe kepribadian yang dimiliki siswa tersebut. Setelah siswa sudah mengetahui gaya belajar dan tipe kepribadiannya, maka dalam memecahkan masalah matematika akan lebih mudah. Siswa juga memerlukan kemampuan penalaran matematis untuk memecahkan masalah matematika, karena dalam kehidupan sehari-hari manusia tidak luput dari masalah. Pemecahan masalah menjadi penting untuk ditanamkan pada peserta didik agar matematika tidak kehilangan maknanya, sebab suatu konsep atau prinsip akan bermakna jika dapat diaplikasikan dalam pemecahan masalah (Yuwono, 2010: xxii-xxiii). Untuk dapat mengetahui profil kemampuan penalaran matematis siswa yang ditinjau dari gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematis Dan Tipe Kepribadian. PENALARAN MATEMATIS Pada dasarnya setiap penyelesaian soal matematika apa pun memerlukan kemampuan penalaran. Dengan bernalar, siswa diharapkan dapat melihat bahwa matematika merupakan ilmu yang sistematis

4 dan menggunakan logika tanpa merasa tergantung pada cara-cara yang cepat dan singkat dalam menyelesaikan persoalan matematika. Siswa dapat berpikir dan bernalar terhadap suatu persoalan matematika apabila telah dapat memahami persoalan tersebut. Dengan demikian siswa merasa yakin bahwa matematika dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan dan dievaluasi. Secara garis besar terdapat dua jenis penalaran yaitu penalaran induktif yang juga dikenal dengan induksi dan penalaran deduktif yang juga bisa disebut deduksi. Sumarmo (Sariningsih, 2014: 215) mengatakan bahwa penarikan kesimpulan yang berdasarkan sejumlah kasus atau contoh terbatas disebut induksi. Penarikan kesimpulan berdasarkan aturan yang disepakati dinamakan deduksi. 1. Penalaran Induktif Penalaran Induktif adalah penalaran yang berdasarkan contoh-contoh terbatas yang teramati. Adapun menurut Azmi (2013: 12) penalaran induktif adalah suatu kegiatan, suatu proses atau suatu aktivitas berpikir untuk menarik suatu kesimpulan atau membuat suatu pernyataan baru yang bersifat umum (general) berdasarkan pada beberapa pernyataan khusus yang diketahui benar. Penalaran induktif melibatkan persepsi tentang keteraturan. Dalam matematika, mendapatkan kesamaan tersebut dapat menjadi dasar dalam rangka pembentukan konsep, yaitu dengan cara mengurangi hal-hal yang harus diingat. Proses tersebut dinamakan abstraksi konsep. Penalaran induktif memainkan peran penting dalam pengembangan dan penerapan matematika. Sebagai fakta, penemuan matematika ada pula yang berawal dari suatu penarikan kesimpulan dengan menerapkan penalaran induktif. Kesimpulan yang ditarik secara induktif tidak selalu dapat dibuktikan secara deduktif. Kesimpulan demikian dinamakan suatu konjektur. Konjektur adalah suatu tebakan, penyimpulan teori, atau dugaan yang didasarkan pada fakta yang tak tertentu atau tak lengkap. 2. Penalaran Deduktif Penalaran deduktif adalah penalaran yang didasarkan pada aturan yang disepakati. Beberapa penalaran yang tergolong deduktif diantaranya: melakukan operasi hitung, menarik kesimpulan logis, memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan atau pola, mengajukan lawan contoh, mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argumen, membuktikan dan menyusun argumen yang valid, merumuskan definisi dan menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung dan pembuktian dengan induksi matematika. Penalaran deduktif (Azmi, 2013: 14) didefinisikan sebagai proses penalaran yang menerapkan hal-hal yang umum terlebih dahulu untuk seterusnya dihubungkan dalam bagian-bagian yang khusus. Pada penalaran deduktif proses penalaran konklusinya diturunkan secara mutlak dari premis-premisnya. Pada deduksi yang valid atau sahih, kesimpulan yang didapat dinyatakan tidak akan pernah salah jika premis-premisnya bernilai benar. Penalaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penalaran deduktif atau deduksi yang dalam penarikan kesimpulannya berdasarkan aturan yang disepakati bersifat umum yang selanjutnya dihubungkan ke hal-hal yang bersifat khusus. INDIKATOR KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 tentang rapor diuraikan bahwa indikator siswa yang memiliki kemampuan dalam penalaran matematis adalah: 1. Mengajukan dugaan; 2. Melakukan manipulasi matematika; 3. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap kebenaran solusi; 4. Menarik kesimpulan dari pernyataan; 5. Memeriksa kesahihan suatu argumen; 6. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Menurut Sumarmo (Azmi, 2013: 15) indikator penalaran matematis pada

5 pembelajaran matematika antara lain, siswa dapat: 1. Menarik kesimpulan logis; 2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta, sifat-sifat dan hubungan; 3. Memperkirakan jawaban dan proses solusi; 4. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik; 5. Menyusun dan menguji konjektur; 6. Merumuskan lawan contoh (counter exemple); 7. Mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument; 8. Menyusun argumen yang valid; 9. Menyusun pembuktian langsung, tak langsung, dan menggunakan induksi matematika. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu empat indikator dari beberapa indikator yang dinyatakan oleh Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas dan Sumarmo, yaitu: 1. Melakukan manipulasi matematika; 2. Menarik kesimpulan dari pernyataan; 3. Memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi; 4. Memeriksa kesahihan suatu argumen. GAYA BELAJAR Gaya belajar adalah suatu cara yang ditempuh oleh seseorang untuk menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang berbeda. Hasil penelitian Kolb (Ghufron dan Risnawita, 2010: 93) yang dipaparkan dalam bukunya experiential learning, menjelaskan bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan dalam belajar dan memenuhi model dasar belajar yang dijelaskan dalam learning cycle atau lingkaran pembelajaran. Kolb (Ghufron dan Risnawita, 2010: 97) membagi gaya belajar kedalam empat bagian, yaitu (1) Diverger (pengalaman kongkret, refleksi pengamatan); (2) Asimilatif (konseptualisasi abstrak, refleksi pengamatan); (3) Konverger (konseptualisasi abstrak, eksperimen aktif); (4) Akomodatif (pengalaman kongkret, eksperimen aktif). Honey dan Mumford (Ghufron dan Risnawita, 2010: 103) juga membagi gaya belajar seseorang menjadi empat menyerupai rumusan gaya belajar Kolb, yaitu gaya belajar reflektor, teoris, pragmatis dan aktivis. Honey dan Mumfrod (Ghufron dan Risnawita, 2010: ) berpendapat bahwa individu cenderung mempunyai perbedaan metode belajar, tergantung situasi dan tingkat pengalaman dengan begitu mereka bergerak di antara empat gaya belajar, dibandingkan mendominasi pada salah satu gaya belajar. Selain dari Kolb, Honey dan Mumfrod, Strong juga mengembangkan model gaya belajar siswa (Strong dkk., 2007), gaya belajar siswa yang dikembangkan oleh Strong lebih spesifik untuk matematika. Gaya belajar siswa tersebut antara lain: 1. Mastery Learning Mastery Learning (ML) adalah gaya belajar yang cenderung untuk belajar dengan gaya setahap demi setahap. Adapun, karakteristik dari siswa dengan gaya belajar mastery learning antara lain: (a) menginginkan petunjuk langkah demi langkah, (b) menyukai tata cara latihan yang diulang-ulang, (c) mempunyai kendala untuk membuat abstraksi, memberikan penjelasan dan menyelesaikan soal problem solving, dan (d) menyukai umpan balik yang cepat tentang keterampilan yang telah mereka capai. Gaya belajar mastery learning menganggap bahwa kecakapan matematika sebagai kecakapan dalam menghitung dan mengoperasikan angka-angka. 2. Self Expressive Learning Self Expressive Learning (SL) adalah gaya belajar yang cenderung untuk memvisualisasikan dan membuat gambar serta mengejar banyak strategi. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) Ingin menggunakan imajinasi dalam kelas matematika, (b) menyukai hal baru, masalah yang menarik, (c) kendala dalam pembelajaran yang rutin dan praktek pengulangan, dan (d) menyukai peluang untuk menjadi kreatif. 3. Interpersonal Learning Interpersonal Learning (IL) adalah gaya belajar yang cenderung belajar melalui percakapan hubungan pribadi, dan kelompok. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) menyukai diskusi bagaimana

6 menghadapi masalah, (b) menyukai masalah kehidupan nyata, (c) mempunyai kendala dengan persoalan matematika tanpa aplikasi praktis, soal problem solving, serta soal yang menuntut abstraksi, dan (d) menyukai hubungan dengan rekan dan guru. 4. Understanding Learning Understanding Learning (UL) adalah gaya belajar yang cenderung mencari pola, kategori, dan alasan. Karakteristik dari gaya belajar ini antara lain: (a) ingin mengetahui bagaimana matematika bekerja, (b) menyukai masalah yang meminta alasan dan penjelasan, (c) mempunyai kendala ketika persoalan matematika diminta untuk dilakukan secara kerjasama, menghadapi soal aplikasi, menghadapi latihan dan praktek, dan (d) menyukai tantangan. Dalam penelitian ini, gaya belajar matematis yang akan diteliti melihat dari hasil angket yang diberikan kepada responden atau peserta didik. Responden yang dominan ke salah satu gaya belajar matematis akan dipilih menjadi subyek penelitian. TIPE KEPRIBADIAN Proses pembelajaran di kelas masih berfokus pada guru sebagai sumber utama pengetahuan (teacher oriented), disamping metode pembelajaran ceramah menjadi pilihan utama. Kondisi ini seringkali menjadikan proses belajar dan hasil belajar yang diraih tidak sesuai dengan yang diharapkan. Hasil penelitian Aziz (2010) mengungkapkan bahwa dalam proses belajar mengajar masih minim guru yang menggunakan model pembelajaran yang tepat yang sesuai dengan materi yang diajarkan. Sebetulnya penggunaan metode pembelajaran yang tepat sangat penting untuk mencapai pembelajaran yang berkualitas. Tidak hanya metode pembelajaran yang tepat yang menjadikan hasil pembelajaran meningkat, terdapat faktor lain yaitu faktor kepribadian siswa. Siswa yang dominan pada satu tipe kepribadian nilainilainya sangat tinggi di beberapa mata pelajaran. Ini membuktikan bahwa faktor kepribadian berpengaruh dalam hasil pembelajaran. Setiap siswa terdapat perbedaan kepribadian, maka guru harus dapat menyatukan perbedaan yang ada, tanpa menghilangkan ciri mereka yang sesungguhnya dengan menggunakan model pembelajaran yang dianggap tepat. Keirsey (1998) menggolongkan kepribadian dalam empat tipe, yaitu guardian, artisan, rational, dan idealist. Penggolongan ini didasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya extrovert atau introvert, bagaimana seseorang mengambil informasi sensing atau intuitive, bagaimana seseorang membuat keputusan thinking atau feeling, dan bagaimana gaya dasar hidupnya judging atau perceiving. 1. Extrovert atau Introvert Seseorang memiliki perbedaan dalam memperoleh energi yang mempengaruhi tingkah lakunya. Cara dalam memperoleh energi bisa didapat dari luar atau biasa dikenal dengan extrovert, bisa juga berasal dari dalam atau disebut dengan introvert. 2. Sensing atau Intuitive Keirsey mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki kesadaran ketika menerima lalu menyikapi informasi yang diterimanya. Ada yang menyikapi dengan cara mengamati menggunakan panca indera atau disebut dengan sensing, namun ada pula yang menyikapi berdasarkan intuisinya atau disebut dengan intuitive. 3. Thinking atau Feeling Jika suatu konsep dalam hidup seseorang berasal dari penalaran yang objektif atau pikirannya dinamakan dengan thinking. Sedangkan jika konsep tersebut berasal dari perasaan atau emosinya dinamakan dengan feeling. 4. Judging atau Perceiving Seseorang akan menganggap segala yang diyakininya lahir dari apa yang dialami, pengalaman itu kemudian dianggap sebagai sesuatu yang benar, hal ini dikenal dengan judging. Akan tetapi jika pengalaman tersebut dibiarkan tetap terbuka apa adanya dikenal dengan perceiving. Dengan berdasarkan pada keempat temperamen, akan dideskripsikan gaya belajar pada masing-masing tipe kepribadian

7 menurut Keirsey dan Bates (Keirsey, 1998) sebagai berikut: 1. Tipe Guardian Kepribadian tipe guardian ini menyukai kelas dengan model tradisional beserta prosedur yang teratur. Siswa dengan tipe ini menyukai guru yang dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Tipe ini mempunyai ingatan yang kuat, menyukai pengulangan dan latihan dalam menerima materi, dan penjelasan terstruktur. Tipe guardian tidak selalu berpartisipasi dalam kelas diskusi, tetapi tipe ini menyukai saat tanya-jawab. Tidak menyukai gambar, namun lebih condong kepada kata-kata. Materi yang disajikan harus dihubungkan dengan materi masa lalu, dan kegunaan di masa datang. Jenis tes yang disukai adalah tes objektif. 2. Tipe Artisan Kepribadian tipe artisan menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang, baik guru maupun temantemannya. Bentuk kelas yang disukai adalah kelas dengan banyak demonstrasi, diskusi, presentasi, karena dengan demikian tipe ini dapat menunjukkan kemampuannya. Artisan akan bekerja dengan keras apabila dirangsang dengan suatu konteks. Segala sesuatunya ingin dikerjakan dan diketahui secara cepat, bahkan sering cenderung terlalu tergesa-gesa. 3. Tipe Rational Kepribadian tipe rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika. Mereka mampu menangkap abstraksi dan materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi. Rational menyukai guru yang dapat memberikan tugas tambahan secara individu setelah pemberian materi. Dalam menerima materi, rational menyukai guru yang menjelaskan selain materinya, namun juga mengapa atau dari mana asalnya materi tersebut. Bidang yang disukai biasanya sains, matematika, dan filsafat, meskipun tidak menutup kemungkinan akan berhasil di bidang yang diminatinya. cara belajar yang paling disukai adalah eksperimen, penemuan melalui eksplorasi, dan pemecahan masalah yang kompleks. 4. Tipe Idealist Kepribadian tipe idealist menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai. Lebih menyukai menyelesaikan tugas secara pribadi dari pada diskusi kelompok. Dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif. Menyukai membaca, dan juga menulis, oleh karena itu idealist kurang cocok dengan bentuk tes objektif, karena tidak dapat mengungkapkan kemampuan dalam menulis. Kreativitas menjadi bagian yang sangat penting bagi idealist. Kelas besar sangat mengganggu idealist dalam belajar, sebab lebih menyukai kelas kecil dimana setiap anggotanya mengenal satu dengan yang lainnya. METODE PENELITIAN Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan jenis penelitian etnografi. Menurut Miles & Hubberman (Emzir, 2010: 18) penelitian etnografi merupakan jenis penelitian kualitatif yang bermaksud untuk menyediakan naratif atau mendeskripsikan tentang komunitas atau kultur dibawah penyelidikan. Sedangkan Creswell (Ridwan, 2015: 30) menyebutnya strategi etnografi, yang merupakan salah satu strategi penelitian kualitatif dimana peneliti menyelidiki suatu kelompok yang alamiah dengan mengumpulkan data utama, data observasi, dan data wawancara. PROSEDUR PEMILIHAN SUBJEK Teknik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling untuk menentukan subyek penelitian. Menurut Sugiyono (2010: 300) teknik purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai pemimpin tertinggi sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi obyek atau situasi sosial yang diteliti. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling yaitu dengan mengelompokkan siswa kedalam empat

8 kelompok gaya belajar matematis dan empat kelompok tipe kepribadian. Setelah siswa dikelompokkan ke dalam kelompoknya masing-masing, selanjutnya dipilih perwakilan dari setiap kelompok gaya belajar matematis dan tipe kepribadian untuk dianalisis kemampuan penalaran matematis siswa tersebut. Proses pemilihan subyek dimulai dari menyiapkan angket penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, menetapkan kriteria pemilihan subyek, melaksanakan tes tertulis penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, menganalisis hasil tes penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian, mewawancarai guru atau pihak lain untuk meminta pertimbangan sesuai dengan kriteria pemilihan subyek penelitian, sampai memilih subyek penelitian yang memenuhi kriteria. INSTRUMEN DAN DATA PENELITIAN Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, dan sebagai pendukung peneliti menggunakan instrumen pendukung yaitu: 1. Angket penggolongan gaya belajar matematis 2. Angket penggolongan tipe kepribadian 3. Tes kemampuan penalaran 4. Wawancara Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Data yang diperoleh dari instrumen lembar angket untuk menentukan penggolongan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. 2. Jawaban tertulis subyek penelitian dari soal kemampuan penalaran. 3. Rekaman wawancara. TEKNIK ANALISIS DATA Menurut Bogdan (Emzir, 2010: 85) analisis data merupakan proses sistematis pencarian dan pengaturan transkripsi wawancara, catatan lapangan, dan materimateri lain yang telah dikumpulkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai materi - materi tersebut dan untuk memungkinkan menyajikan apa yang sudah ditemukan kepada orang lain. Analisis data kualitatif bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Miles dan Huberman (Emzir, 2010: ) ada tiga macam kegiatan dalam analisis data kualitatif, yaitu: 1. Reduksi Data Reduksi data merujuk pada proses pemilihan, pemokusan, penyederhanaan, abstraksi dan pentransformasian data mentah yang terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis. Data yang diperoleh jumlahnya cukup banyak, kompleks, dan rumit, maka dari itu diperlukan analisis data melalui reduksi data. Dalam penelitian ini reduksi data digunakan ketika data penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian diperoleh, selanjutnya data difokuskan pada masing masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. 2. Model Data (Data Display) Setelah data direduksi, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Model data atau data display merupakan suatu kumpulan informasi yang tersusun yang membolehkan pendeskripsian kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini data display atau model data digunakan setelah data difokuskan pada masing masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, selanjutnya data disajikan dalam bentuk tabel sehingga dapat terlihat masing masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadiannya. 3. Penarikan/Verifikasi Kesimpulan Penarikan/verifikasi kesimpulan adalah langkah ketiga dari kegiatan analisis data kualitatif yang permulaannya pengumpulan data, memutuskan apakah makna dari sesuatu, mencatat keteraturan, pola pola, penjelasan, konfigurasi yang mungkin, alur kausal dan proposisi proposisi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan adalah terciptanya temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang

9 sebelumnya masih remang remang sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Penarikan kesimpulan dalam penelitian ini digunakan setelah data display, selanjutnya diambil satu orang subyek dari masing masing gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. PENGUJIAN KEABSAHAN DATA Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data, uji transferability, uji dependability dan uji confirmability. 1. Uji Kredibilitas Menurut Sugiyono (2010: 368) uji kredibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan member chek. Perpanjangan pengamatan dapat dilakukan dengan kembali ke lapangan untuk melakukan pengamatan dan wawancara lagi dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru sehingga informasi yang didapat bisa lebih mendalam lagi. Dalam perpanjangan pengamatan untuk menguji kredibilitas data penelitian, difokuskan pada pengujian terhadap data yang telah diperoleh, apakah data itu benar atau tidak, berubah atau tidak. Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Meningkatkan ketekunan bisa dilakukan dengan mengecek kembali pengerjaan angket, tes penalaran matematis, wawancara yang telah dilakukan, membaca berbagai referensi buku dan hasilhasil penelitian terkait. Pengujian kredibilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan meningkatkan ketekunan dengan cara mengecek kembali pengerjaan angket, tes penalaran matematis, mendengarkan kembali hasil wawancara, dan membaca hasil penelitian yang relevan. 2. Uji Transferability Menurut Sugiyono (2010: 376) pengujian transferability merupakan validitas eksternal. Validitas eksternal menunjukkan derajad ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke populasi di mana sampel tersebut diambil. Untuk meyakini hasil laporan yang telah dibuat maka peneliti dalam membuat laporan harus memberikan uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Pengujian transferability dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menyusun laporan hasil penggolongan gaya belajar matematis dan penggolongan tipe kepribadian. Selanjutnya didiskusikan dengan guru mata pelajaran matematika, apakah hasil yang diperoleh dari masing masing siswa sesuai dengan karakteristik gaya belajar matematis dan tipe kepribadian. 3. Uji Dependability Menurut Sugiyono (2010: 377) pengujian dependability dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitiannya. Dalam penelitian ini, auditor dilakukan oleh pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian. Menurut Sanafiah (Sugiyono, 2010: 377) jika peneliti tidak dapat menunjukkan jejak aktivitas lapangannya, maka dependabilitas penelitiannya patut diragukan. Pengujian dependability dilakukan dengan cara memberikan laporan penelitian serta bimbingan yang intensif dengan pembimbing skripsi. Pembimbing skripsi merevisi laporan dengan melihat sistematika laporan dan kaidah bahasa yang digunakan. 4. Uji Confirmability Menurut Sugiyono (2010: 377) pengujian confirmability disebut dengan uji obyektifitas penelitian. Penelitian dikatakan obyektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang. Dalam penelitian kualitatif, uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji confirmability berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan (Sugiyono, 2010: 378). Pengujian confirmability dalam penelitian ini dilakukan dengan melihat hasil diskusi peneliti dengan guru mata pelajaran matematika serta dosen pembimbing. Hasil diskusi dengan guru mata pelajaran

10 matematika yaitu setuju dengan hasil laporan yang diberikan. HASIL PENELITIAN 1. Profil Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Matematis a. Profil Siswa Mastery Learning matematis siswa Mastery Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika ketika mampu belajar dari kesalahan sebelumnya. Mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan langkah-langkah yang benar. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi ML mampu memberikan alasan dengan jelas. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen ML mampu memberikan argumen secara sistematis. b. Profil Siswa Self-Expressive Learning matematis siswa Self-expressive Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika karena SL menyukai hal baru dan menarik, menggunakan imajinasi dalam menarik kesimpulan dari suatu pernyataan. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi SL mampu memberikan alasan dengan singkat dan benar, sedangkan dalam memeriksa kesahihan suatu argumen SL tidak mampu karena tidak mengingat rumus yang harus digunakan. c. Profil Siswa Interpersonal Learning matematis siswa Interpersonal Learning tidak mampu dalam melakukan manipulasi matematika, dan menarik kesimpulan dari suatu pernyataan karena terkendala dengan soal abstraksi. Pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi IL tidak mampu karena terkendala dengan soal problem solving, sedangkan pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen IL mampu memberikan argumen karena soal yang disajikan berupa masalah kehidupan nyata. d. Profil Siswa Understanding Learning matematis siswa Understanding Learning sudah mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika dengan mencari pola, dan kategori. IL tidak mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan karena terkendala dengan soal aplikasi, sedangkan pada tahap memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi IL mampu memberikan alasan dengan argumennya sendiri. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen IL mampu memberikan argumen karena menyukai masalah yang meminta alasan. 2. Profil Siswa Ditinjau Dari Tipe Kepribadian a. Profil Siswa Guardian matematis siswa Guardian tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, dan tidak mampu menarik kesimpulan dari pernyataan dengan langkahlangkah yang benar, sedangkan mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi dengan jelas dan sistematis. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen GD tidak mampu memberikan argumen secara sistematis karena kurang dalam ketelitian. b. Profil Siswa Artisan matematis siswa Artisan tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, sedangkan pada tahap menarik kesimpulan dari suatu pernyataan AR berdiskusi dengan temannya untuk mampu menarik kesimpulan. AR mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi dengan cepat dan sistematis. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen AR tidak mampu karena segala sesuatunya ingin dikerjakan dengan cepat bahkan cenderung tergesa-gesa. c. Profil Siswa Rational matematis siswa Rational tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika, sedangkan mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan logika berpikirnya sendiri. Pada tahap

11 memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi, dan memeriksa kesahihan suatu argumen RT tidak mampu karena terkendala dengan ketelitian dalam proses penyelesaian. d. Profil Siswa Idealist matematis siswa Idealist tidak mempunyai ide dalam melakukan manipulasi matematika karena tidak memahami soal yang diberikan, sedangkan mampu menarik kesimpulan dari suatu pernyataan dengan sudut pandangnya. ID tidak mampu memberikan alasan atau bukti terhadap satu atau beberapa solusi karena salah dalam memandang persoalan yang diberikan. Pada tahap memeriksa kesahihan suatu argumen ID mampu memeriksa dengan benar. SARAN 1. Peneliti lain agar melakukan penelitian lanjutan dengan tinjauan kemampuan matematis yang berbeda sebagai tambahan pengetahuan akan pentingnya gaya belajar matematis dan tipe kepribadian terhadap kemampuan matematis, dan melakukan penelitian dengan mengambil kelas yang mempunyai kemampuan awal matematisnya sama sehingga mendapatkan subyek yang benar-benar sesuai dengan tujuan peneliti. 2. Peneliti lain agar melihat keterkaitan antara gaya belajar matematis dan tipe kepribadian dengan kemampuan matematis yang diteliti, serta melakukan wawancara dengan efektif sehingga mampu mengungkapkan halhal yang belum ditemukan dalam jawaban subyek. 3. Di setiap sekolah agar mengadakan identifikasi penggolongan gaya belajar matematis dan tipe kepribadian, sehingga dalam proses pembelajaran siswa dapat menyesuaikan dengan gaya belajar matematis dan tipe kepribadiannya. 4. Guru matematika agar memahami gaya belajar matematis dan tipe kepribadian siswa yang berbeda-beda, sehingga dapat melakukan kegiatan pembelajaran dengan lebih efektif dan efisien serta menggunakan metode, model, dan strategi pembelajaran yang mampu mencakup gaya belajar matematis dan tipe kepribadian siswa. REFERENSI Azmi, U. (2013). Profil Kemampuan Penalaran Matematika Dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Ditinjau Dari Kemampuan Matematika Pada Materi Persamaan Garis Lurus Kelas VIII SMP YPM 4 Bohar Sidoarjo. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya: Tidak Diterbitkan. Aziz, A. (2010). Pengaruh Metode Pembelajaran dan Tipe Kepribadian Pada Hasil Belajar Siswa Dalam Mata Pelajaran Fiqih. Tesis Program Panca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo. Depdiknas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas. Emzir Metodologi Penelitian Kualitatif Analisis Data. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ghufron, M. N., dan Risnawita, R. (2010). Gaya Belajar (Kajian Teoritik). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hendrayana, A. (2015). Pengaruh Pembelajaran Pendekatan Rigorous Mathematical Thinking (RMT) Terhadap Pemahaman Konseptual, Kompetensi Strategis, Dan Beban Kognitif Matematik Siswa SMP Boarding School (Sekolah Berasrama). Disertasi Program Studi Pendidikan Matematika UPI Bandung: Tidak Diterbitkan. Junairi, R., dkk. Penerapan Lembar Kerja Siswa Berbasis Gaya Belajar Mastery, Interpersonal, Understanding, dan Self-Expressive Di Kelas VII Kecerdasan Interpersonal SMP Negeri 7 Padang Tahun Pelajaran 2013/2014. Jurnal Pendidikan Matematika FMIPA UNP: Tidak Diterbitkan. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online terdapat pada Keirsey, D. (1998). Please Understand Me II: Temperament Character

12 Intelligence. USA: Prometheus Nemesis Book Company. Republik Indonesia, 2004 Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas, Jakarta: Sekretariat Negara., 2006 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, Jakarta: Sekretariat Negara., 2014 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 59, Jakarta: Sekretariat Negara. Ridwan, M. (2015). Profil Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sultan Ageng Tirtayasa: Tidak Diterbitkan. Sagitasari, D. A. (2010). Hubungan Antara Kreativitas dan Gaya Belajar dengan Prestasi Belajar Matematika Siswa SMP. Skripsi Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Negeri Yogyakarta. Sariningsih, R. (2014). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematik Siswa SMA Menggunakan Pembelajaran Kontekstual. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika Program Pasca Sarjana STKIP Siliwangi Bandung: Tidak Diterbitkan. Strong, R., dkk. (2007). The Strategic Teacher: Selecting the Right Research-Based Strategy for Every Lesson. New York: ASCD. Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.. (2013). Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suherman, E. (2001). Evaluasi Proses Dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.. (2003). Individual Textbook Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA UPI. Suherman, E., dkk. (2003). Common Textbook Strategi Pembelajaran Kontemporer. Bandung: JICA UPI. Yuwono, A. (2010). Profil Siswa SMA Dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Tipe Kepribadian. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta: Tidak Diterbitkan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang. serta sifat penalaran matematika yang sistematis. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika sering digunakan sebagai alat untuk mencari solusi berbagai masalah kehidupan sehari-hari. Matematika terdiri dari beberapa komponen yang meliputi aksioma/postulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berpikir secara umum diartikan sebagai proses yang intens untuk memecahkan masalah dengan menghubungkan satu hal dengan yang lain, sehingga

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November http://jurnal.fkip.uns.ac.

Prosiding Seminar Matematika dan Pendidikan Matematika...ISBN: hal November http://jurnal.fkip.uns.ac. ANALISIS KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS PADA MATERI PERSAMAAN GARIS LURUS DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 2 NGEMPLAK BOYOLALI Sayekti Dwiningrum 1, Mardiyana 2, Ikrar Pramudya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

BAB II KAJIAN TEORITIK. 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Masalah pada umumnya merupakan sesuatu yang harus diselesaikan (dipecahkan). Masalah dalam matematika adalah masalah

Lebih terperinci

OLEH : ANISATUL HIDAYATI NPM: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

OLEH : ANISATUL HIDAYATI NPM: FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (FKIP) UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016 PROSES PENALARAN MATEMATIS SISWA DALAM MEMECAHKAN MASALAH MATEMATIKA BERDASARKAN KEMAMPUAN MATEMATIKA PADA MATERI POKOK DIMENSI TIGA DI SMA NEGERI 5 KEDIRI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat sangat membantu mempermudah kegiatan dan keperluan kehidupan manusia. Namun manusia tidak bisa menipu diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan matematika sangat berperan penting dalam upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Matematika bukan pelajaran yang hanya memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang begitu pesat membuat setiap orang dapat mengakses segala bentuk informasi yang positif maupun negatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai bagian dari kurikulum di sekolah, memegang peranan yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas lulusan yang mampu bertindak atas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat, hal ini menyebabkan kita harus selalu tanggap menghadapi hal tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan Sumber Daya

Lebih terperinci

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI,

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS JAMBI FEBRUARI, ARTIKEL ILMIAH ANALISIS KESULITAN BELAJAR MATEMATIKA SISWA MENURUT LERNER DENGAN KEPRIBADIAN ARTISAN DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA MATERI ARITMATIKA SOSIAL KELAS VII SMP FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal utama yang dibutuhkan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia karena pendidikan merupakan sarana untuk meningkatkan dan mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, antara lain pembaharuan kurikulum, peningkatan kualitas tenaga. pendidik dan peningkatan sarana dan pra sarana. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan salah satu aspek yang berperan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Terbukti bahwa hampir di setiap negara, pendidikan menjadi prioritas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejak awal kemerdekaan hingga sekarang, Indonesia telah memberlakukan enam kurikulum sebagai landasan pelaksanaan pendidikan secara nasional. Diantaranya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pembelajaran Model Treffinger Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Dan Koneksi Matematis Siswa BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Dalam perkembangannya, ternyata banyak konsep matematika diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam. penelitian ini layak untuk diuji kebenarannya.

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam. penelitian ini layak untuk diuji kebenarannya. 61 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisa data yang diperlukan guna menjawab persoalan yang dihadapi sebagai persoalan yang diselidiki.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Metode merupakan suatu hal yang sangat penting dalam sebuah penelitian. Baik buruknya hasil suatu penelitian (research) sebagian tergantung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara global semakin menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Hal tersebut dapat dirasakan melalui inovasi-inovasi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode merupakan suatu hal yang sangat penting demi tercapainya suatu tujuan penelitian. Karena metode mempelajari dan membahas tentang cara-cara yang ditempuh dengan setepat-tepatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan disiplin ilmu yang sifatnya terstruktur dan terorganisasi dengan baik, mulai dari konsep atau ide yang tidak terdefinisi sampai dengan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di

BAB I PENDAHULUAN. diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang diberikan sejak tingkat pendidikan dasar sampai dengan pendidikan menengah di negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ditinjau dari tempat atau lokasi penelitiannya, penelitian ini termasuk

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Ditinjau dari tempat atau lokasi penelitiannya, penelitian ini termasuk BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Ditinjau dari tempat atau lokasi penelitiannya, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu bangsa. Penduduk yang banyak tidak akan menjadi beban suatu negara apabila berkualitas, terlebih

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN

BAB III METODELOGI PENELITIAN BAB III METODELOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian deskriftif analitis dengan pendekatan kualitatif merupakan metode penelitian yang hendak digunakan dalam pelaksanaan Penelitian dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual)

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelectual) Model pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual) adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah

Lebih terperinci

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis

Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis Pengaruh Model Pembelajaran Koperatif Tipe Think Talk Write Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Penalaran Matematis P 5 Asep Ikin Sugandi STKIP Siliwangi, Asepikinsugandi@yahoo.co.id Abstrak Artikel ini

Lebih terperinci

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan...

Desi Suryaningsih et al., Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan... 1 Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis Siswa Pada Pokok Bahasan Persamaan Garis Lurus Kelas VIII C SMP Negeri 13 Jember Semester Ganjil Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Arif Abdul Haqq, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah upaya sadar yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003

Lebih terperinci

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK

2016 KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP MELALUI MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan yang timbul akibat adanya Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Sains (IPTEKS) dimana semakin pesat yaitu bagaimana kita bisa memunculkan Sumber Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ada pandangan umum yang mengatakan bahwa mata pelajaran matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999), matematika merupakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam perkembangan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. 1 Departemen Pendidikan Nasional RI. Undang-undang RI no 20 tahun 2003 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam undang-undang Republik Indonesia 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran menurut ensiklopedi Wikipedia adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

Lebih terperinci

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 IMPLEMENTASI PENDEKATAN OPEN-ENDED PROBLEM SOLVING UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2 Kartasura Tahun Ajaran

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian 1. Jenis penelitian Jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ialah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori 1. Kemampuan Penalaran Matematis Istilah penalaran matematis dalam beberapa literatur disebut dengan mathematical reasoning. Brodie (2010:7) menyatakan bahwa, Mathematical

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah proses perubahan atau pendewasaan manusia, berasal dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak biasa menjadi biasa, dari tidak paham menjadi paham

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means,

BAB II KAJIAN TEORETIS. a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, BAB II KAJIAN TEORETIS A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran MEA a. Pengertian MEA Means-Ends Analysis (MEA) terdiri dari tiga unsur kata yakni: means, ends dan analysis. Means berarti banyaknya cara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah, prinsip serta teorinya banyak digunakan dan dimanfaatkan untuk menyelesaikan hampir semua

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Tujuan penelitian studi kasus atau lapangan adalah untuk mengetahui implementasi

Lebih terperinci

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIKA MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PICTURE AND PICTURE SUMARSIH SMP Negeri 1 Masaran/Program Magister Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sebelas Maret

Lebih terperinci

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA DITINJAU DARI LANGKAH POLYA

STRATEGI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA DITINJAU DARI LANGKAH POLYA STRATEGI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP KRISTEN 2 SALATIGA DITINJAU DARI LANGKAH POLYA Siti Imroatun, Sutriyono, Erlina Prihatnani Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian 1. Pendekatan penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif adalah jenis penelitian yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode dan Desain Penelitian Fokus dari penelitian ini adalah untuk menyusun bahan ajar pada konsep persamaan linear satu variabel yang dapat memfasilitasi siswa dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Kualitatif Setiap penelitian yang dilakukan baik itu menggunakan metode kualitatif ataupun kuantitatif, selalu akan berangkat dari sebuah masalah. Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riva Lesta Ariany, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan salah satu pelajaran yang penting untuk dipelajari, oleh sebab itu matematika diajarkan disetiap jenjang pendidikan. Pada jenjang sekolah menengah,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK

BAB II KAJIAN TEORETIK BAB II KAJIAN TEORETIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Penalaran merupakan konsep yang paling umum menunjuk pada salah satu proses pemikiran untuk memperoleh suatu kesimpulan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving

BAB II KAJIAN TEORI. Rahmawati, 2013:9). Pizzini mengenalkan model pembelajaran problem solving BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Pemahaman Konsep Matematis, Model Pembelajaran Search, Solve, Create and Share (SSCS), Pembelajaran Konvensional dan Sikap 1. Model Pembelajaran Search, Solve, Create and

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui pemahaman konsep dan implementasi softskills

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui pemahaman konsep dan implementasi softskills 42 BAB III METODE PENELITIAN A. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pemahaman konsep dan implementasi softskills kepala madrasah dalam meningkatkan mutu pendidikan di MTsN 1 Model Palangka Raya. B. Tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif 50 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islam Al-Azhar 29 Semarang. SMP Islam Al-Azhar 29 Semarang beralamat di Jl. RM. Hadisobeno Sosrowardoyo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panji Faisal Muhamad, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang selalu menemani perjalanan kehidupan. Dengan pendidikan, manusia dapat mengembangkan potensinya. Seperti yang dijelaskan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Ruang lingkup dalam penelitian ini pada bidang manajemen pemasaran yang difokuskan pada bauran pemasaran menurut Islam. Metode penelitian merupakan suatu cara prosedur atau langkah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan 46 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian menghasilkan deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau prilaku

Lebih terperinci

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN

BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN 42 BAB III METODE DAN TEKNIK PENELITIAN Metode penelitian berisi tahap-tahap yang akan dilakukan dalam proses penelitian. Metode penelitian yang akan dilakukan, yaitu metode penelitian kualitatif. A. Metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian pada dasarnya adalah suatu kegiatan atau proses sistematis untuk memecahkan masalah yang dilakukan dengan menerapkan metode ilmiah. 1 Metode penelitian merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan sepanjang hayat. Setiap manusia membutuhkan pendidikan, sampai kapan dan dimanapun ia berada. Pendidikan sangat penting artinya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 76 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kualitatif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara jelas

Lebih terperinci

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Suska Journal of Mathematics Education (p-issn: 2477-4758 e-issn: 2540-9670) Vol. 2, No. 2, 2016, Hal. 97 102 Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah Mikrayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Memasuki abad ke 21 persaingan dan tantangan di semua aspek kehidupan semakin besar. Teknologi yang semakin maju dan pasar bebas yang semakin pesat berkembang mendorong

Lebih terperinci

BAB II. Kajian Teoretis

BAB II. Kajian Teoretis BAB II Kajian Teoretis A. Kajian Teori 1. Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project (MMP) Menurut Slavin (Rahayu 2011, hlm. 9), Missouri Mathematics Project (MMP) adalah suatu program yang dirancang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia sepanjang hidupnya. Tanpa adanya pendidikan manusia akan sulit berkembang bahkan akan terbelakang. Salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan memecahkan masalah. Masalah dapat muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elita Lismiana, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peningkatan kualitas pendidikan nasional ditandai dengan penyempurnaan-penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Salah satu aspek pendidikan yang

Lebih terperinci

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP Mardiana Abstraksi Pembelajaran kooperatif Co-op Co-op. Model pembelajaran ini pada dasarnya menekankan pentingnya siswa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. Secara umum analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: (1) reduksi data merupakan proses pemilihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) yaitu peneliti terjun kelapangan untuk memperoleh data. Penelitian dilakukan di MI Imaduddin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi

BAB I PENDAHULUAN. Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembaharuan di bidang pendidikan yang mengacu pada visi dan misi pembangunan pendidikan nasional kini telah tertuang dalam undang-undang tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Desain Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Desain Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Menurut Nawawi (2005:63),

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

BAB III METODE PENELITIAN. A. Pendekatan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 51 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data 1. Pendekatan Penelitian Pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan lebih membutuhkan data kualitatif tetapi dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK

BAB II KAJIAN TEORITIK BAB II KAJIAN TEORITIK 1. Problem Based Learning (PBL) Problem Based Learning (PBL) pertama kali dipopulerkan oleh Barrows dan Tamblyn (1980) pada akhir abad ke 20 (Sanjaya, 2007). Pada awalnya, PBL dikembangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, artinya data yang dikumpulkan bukan berupa angka-angka, melainkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk menggali data yang diperlukan.

BAB III METODE PENELITIAN. pengamatan langsung ke lokasi penelitian untuk menggali data yang diperlukan. BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif diskriftif. Jenis metode kualitatif yang digunakan ini adalah metode penelitian lapangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran II. TINJAUAN PUSTAKA A. Masalah Matematis Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran berbasis masalah, sebelumnya harus dipahami dahulu kata masalah. Menurut Woolfolk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Matematika merupakan ilmu pengetahuan yang memegang peranan penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian1 ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif2. Penelitian lapangan yaitu metode yang mempelajari fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut karena merupakan sekolah yang menerapkan kurikulum 2013

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut karena merupakan sekolah yang menerapkan kurikulum 2013 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 2 Labuhan Ratu pada tahun pelajaran 2014/2015. Adapun alasan penulis melakukan penelitian di sekolah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan masyarakat yang cenderung bersifat terbuka memberi kemungkinan munculnya berbagai pilihan bagi seseorang dalam menata dan merancang kehidupan masa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 47 BAB III METODE PENELITIAN Bagian ini akan membahas tentang (1) Pendekatan dan Rancang Penelitian, (2) Kehadiran Peneliti, (3) Sumber Data Penelitian, (4) Teknik Pengumpulan Data, (5) Analisis Data,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini sesuai dengan masalah yang akan dibahas peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Taufik Rahman, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pada saat di sekolah dasar, materi matematika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan pada setiap jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah penting untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan,

BAB I PENDAHULUAN. menyampaikan informasi atau mengkomunikasikan ide-ide melalui lisan, tulisan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembelajaran matematika di sekolah diantaranya adalah melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, mengembangkan kemampuan memecahkan masalah,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Untuk menemukan hubungan antara kemampuan berpikir matematis dengan perbedaan gender, dengan unsur-unsur pokok yang harus ditemukan sesuai dengan butir-butir rumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan penting dalam pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari waktu jam pelajaran sekolah lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan dalam mengolah data mulai dari

BAB III METODE PENELITIAN. pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan dalam mengolah data mulai dari 27 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Dari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang diajukan membutuhkan data yang bersifat kualitatif, namun tidak tertutup kemungkinan dalam hal tertentu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses

BAB II KAJIAN TEORITIS. Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses BAB II KAJIAN TEORITIS A. Kajian Teori 1. Kemampuan Berpikir Kritis Kemampuan berpikir tingkat tingi dapat dikembangkan dalam proses pembelajaran terutama dalam pembelajaran matematika, salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dan Taylor (Moleong, 2000:3) penelitian kualitatif adalah prosedur

BAB III METODE PENELITIAN. dan Taylor (Moleong, 2000:3) penelitian kualitatif adalah prosedur BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (Moleong, 2000:3) penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang tergolong dalam penelitian lapangan (Field Research), yaitu metode yang mempelajari fenomena dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar

BAB I PENDAHULUAN. rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi yang mewarnai pembelajaran matematika saat ini adalah seputar rendahnya kualitas atau mutu pendidikan matematika. Laporan Badan Standar Nasional Pendidikan

Lebih terperinci

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING

2015 MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN LOGIS MATEMATIS SERTA KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA SMP MELALUI LEARNING CYCLE 5E DAN DISCOVERY LEARNING BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan ilmu yang berperan penting dalam kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), sehingga perkembangan matematika menjadi sesuatu yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan

Lebih terperinci

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA

2016 PENERAPAN MODEL CONNECTED MATHEMATICS PROJECT (CMP) DENGAN METODE HYPNOTEACHING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN INDUKTIF MATEMATIS SISWA 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan suatu upaya membangun sumber daya manusia agar lebih maju dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini senada dengan definisi pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar kelak mampu bersaing dan berperan dalam menghadapi setiap perubahan

Lebih terperinci