METODE PENELITIAN. Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "METODE PENELITIAN. Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini"

Transkripsi

1 24 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kecamatan Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta lokasi, kamera untuk dokumentasi kegiatan, pita ukur, patok kayu dan tali plastik untuk membuat petak contoh, penggaris untuk mengukur tinggi kantung Nepenthes, Global Position System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat, parang, buku panduan identifikasi Nepenthes, termometer, dan alat tulis untuk mencatat data.bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nepenthes sebagai objek penelitian, karton tebal, label nama, benang, kapas, dan tally sheet. Prosedur Penelitian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data sekunder merupakan data olahan yang diperoleh dari beberapa sumber sebagai data pendukung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peta Cagar Alam Dolok Sibual-Buali seperti pada Lampiran 1. Sedangkan data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung di lapangan.

2 25 1. Metode Pengumpulan Data a. Identifikasi Nepenthes Penentuan Daerah Sampel Penentuan daerah sampel berdasarkan pertimbangan keberadaan Nepenthes (searching sample).pada inventarisasi Nepenthes digunakan metode cluster. Plot yang dibuat dalam kegiatan ini diharapkan dapat mewakili daerah penelitian.plot dibuat di lokasi penelitian dengan ukuran plot 20x20 m sebanyak 8 petak contoh.jenis Nepenthes yang ada dicatat pada tally sheet dengan parameter meliputi nomor plot,jenis Nepenthes, jumlah rumpun, cara hidup Nepenthes (epifit/teresterial), koordinat dan elevasi lokasi, serta kondisi habitat. Desain penentuan pengambilan daerah sampel dapat dilihat pada Gambar m 20 m Gambar 3. Desain pembuatan petak contoh

3 26 Pemberian Kode Untuk mempermudah proses identifikasinepenthes, di lapangan perlu dibuat kode yang berbeda untuk masing-masing jenis yang ditemukan. Nepenthes yang ditemukan diberi kode berurutan misalnya mulai dari A1, A2, A3, A4, dan seterusnya. Kode ditulis pada label nama dan didokumentasikan sebelum dokumentasi setiap bagian Nepenthes. Dokumentasi Dokumentasi dilakukan dengan kamera digital. Dokumentasi yang diambil adalah jenis Nepenthes yang ditemukan beserta habitatnya dan dokumentasi dari seluruh tahapan kegiatan penelitian seperti plot pengamatan, pengukuran bagian morfologi Nepenthes (panjang kantung, panjang taji, panjang dan lebar tutup kantung, tinggi tumbuhan Nepenthes, panjang sulur, lebar dan panjang daun), pengukuran suhu udara di lokasi penelitian, dan lainnya. Data yang diperoleh dicatat pada tally sheet dengan parameter nomor plot, untuk bagian daun yaitu warna, bentuk,dan tata daun, bagian batang yaitu bentuk batang, bagian kantung yaitu warna, bentuk, corak kantung, tinggi kantung, jumlah taji, memiliki sayap atau tidak, serta warna peristome. Dokumentasi jenis Nepenthes yang ditemukan tersebut kemudian dicetak untuk membantu kegiatan identifikasi. b. Suhu dan Kelembaban Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik lingkungan di setiap lokasi penelitian.data suhu dan kelembaban diambil di salah satu petak contoh yang dianggap dapat mewakili kondisi lingkungan lokasi penelitian tersebut.

4 27 Pengukuran suhu dilakukan menggunakan dua termometer yaitu termometer basah dan termometer kering.untuk temometer basah, di ujung termometer diberi kapas basah dan diikat menggunakan benang. Kedua termometer digantung di tiang setinggi 1,5 meter (setinggi dada orang dewasa), kemudian dicatat data suhu di masing-masing termometer pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit. Pengukuran kelembaban udara dilakukan menggunakan Psikrometer bola basah bola kering. Sesuai dengan Lakitan (1994), alat ini terdiri dari 2 termometer yaitu termometer basah dan termometer kering. Setelah data suhu dari kedua termometer diketahui, maka kelembaban relatif dapat diestimasi menggunakan Tabel RH (Relatif Humidity). Ketinggian tempat sangat berkaitan dengan suhu lingkungan.di dataran tinggi, suhu pasti lebih rendah dibandingkan di dataran rendah.nepenthes dataran rendah biasanya hidup pada suhu 20 C-35 C, sedangkan Nepenthes dataran tinggi tumbuh di suhu 10 C-30 C. Bahkan ada beberapa spesies dataran tinggi yang memerlukan suhu 4 C agar dapat tumbuh dengan baik (Untung, dkk., 2006). Umumnya Nepenthes di Kalimantan Barat tumbuh pada lingkungan dengan kelembaban yang tinggi yaitu antara 70% - 90% (Listiawati dan Chairani, 2008). Kelembaban sangat penting bagi Nepenthes, tanpa kelembaban yang memadai, minimamal 70%, maka kantungnya tidak akan muncul (Untung, dkk., 2006). Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, Nepenthes dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Nepenthes dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi.nepenthes dataran rendah yaitu Nepenthes yang hidup pada ketinggian di bawah 500 m dpl.nepenthes dataran menengah berada di ketinggian antara 500

5 28 m dpl 1000 m dpl, dan Nepenthes dataran tinggi hidup pada ketinggian lebih dari 1000 m dpl (Mansur, 2006). 2. Analisis Data a. Dominansi Jenis Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi suatu jenis terhadap jenis lainnya. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif (KR) dan Frekuensi Relatif (FR) yang dapat diketahui dengan persamaan(indriyanto, 2006) : Kerapatan (K)= Individu Luas petak contoh K suatu jenis Kerapatan Relatif (KR)= 100% K totalseluruh jenis Frekuensi (F) = sub petak ditemukan suatu spesies seluruh sub petak contoh F suatu jenis Frekuensi Relatif (FR) = 100% F totalseluruh jenis D suatu jenis Dominansi Relatif (DR) = 100% D totalseluruh jenis Indeks Nilai Penting : - Untuk tingkat tiang dan pohon INP = KR + FR + DR - Untuk tingkat semai dan pancang INP = KR + FR

6 29 b. Indeks Keanekaragaman Jenis (Diversitas) Indeks keanekaragaman dari Shannon-Wiener digunakan untuk menyatakan hubungan keanekaragaman jenis dalam komunitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) : s H = - [( ni / N) ln (ni/n)] i 1 Keterangan: H = Indeks keanekaragaman Pi = ni/n S = Jumlah jenis ni = Jumlah individu suatu jenis N = Jumlah individu seluruh jenis Kriteria indeks keanekaragaman adalah : 1. Rendah, bila indeks keanekaragaman = H <1 2. Sedang, bila indeks keanekaragaman = 1 H 3 3. Tinggi, bila indeks keanekaragaman = H >3 c. Indeks Keseragaman (Equitabilitas) Setelah diketahui indeks keanekaragaman, maka dapat juga dilakukan perhitungan indeks keseragaman. Untuk menghitung indeks keseragaman dari seluruh jenis tumbuhan Nepenthes dapat menggunakan indeks Equitabilitas (E ) dengan persamaan berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) : Keterangan : E = Indeks keseragaman H = Indeks keanekaragaman Hmaks = ln S S = Jumlah jenis Identifikasi indeks keseragaman sebagai berikut: 1. Rendah, bila indeks keseragaman <0,5

7 30 2. Tinggi, bila indeks keseragaman 0,5-1 d. Indeks Kesamaan (Similarity) Indriyanto (2006), menyatakan indeks kesamaan diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara beberapa unit sampling, atau antara beberapa komunitas yang diteliti dan dibandingkan komposisi dan struktur komunitasnya. Untuk mengetahui indeks kesamaan dapat digunakan persamaan sebagai berikut: Keterangan : IS W = indeks kesamaan = jumlah dari nilai penting yang lebih kecil atau sama dari dua spesies berpasangan, yang ditemukan pada dua komunitas a b = total nilai penting dari komunitas atau unit sampling A = total nilai penting dari komunitas atau unit sampling B Pengelompokan nilai indeks kesamaan oleh Suin (2002), sebagai berikut : Kesamaan < 25% Kesamaan 25-50% Kesamaan 50-70% : Sangat tidak mirip : Tidak mirip : Mirip Kesamaan % : Sangat mirip

8 31 HASIL DAN PEMBAHASAN Kekayaan Jenis Nepenthes Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kabupaten Tapanuli Selatan, Propinsi Sumatera Utara ditemukan 5 jenis Nepenthes. Adapun jenis-jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis-jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali No. Famili Genus Jenis 1. Nepenthes tobaica 2. Nepenthes reinwardtiana 3. Nepenthaceae Nepenthes Nepenthes rhombicaulis 4. Nepenthes bongso 5. Nepenthes ovate Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan di Sumatera Utara yaitu di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh pada tahun 2009 oleh Dariana ditemukan 7 jenis Nepenthes yang terdiri dari N. reinwardtiana, N. tobaica, N. spectabilis, N. rhombicaulis, N. rigidifolia, dan 2 spesies hibrid alami yaitu N. reinwardtiana x N. spectabilis dan N. reinwardtiana x N. tobaica. Penelitian yang dilakukan oleh Nova pada tahun 2013 di Cagar Alam Dolok Sibual buali ditemukan 6 jenis Nepenthes yang terdiri dari N. reinwardtiana, N. tobaica, N. sumatrana, N. rhombicaulis, N. ovata, N. bongso.perbedaan jumlah yang diperoleh dari tahun ke tahun merupakan bentuk penurunan jenis Nepenthes yang terdapat di CADS. faktor yang diduga dapat mempengaruhi perubahan tersebut adalah faktor biofisik yaitu fakto iklim, topografi dan faktor biologis

9 32 hutan CADS itu sendiri. Mengingat CADS termasuk ke dalam hutan lindung sehingga tidak banyak campur tangan manusia di dalamnya. Nepenthes yang ada di Cagar Alam Dolok Sibual Buali adalah jenis Nepenthes yang tumbuh di dataran tinggi.untung, dkk.(2006). menambahkan jika dibagi berdasarkan tempat asal dan dominasi jenis di dataran tinggi, maka Sumatera menduduki peringkat pertama.sebagian besar kantung semar di Sumatera tumbuh di pegunungan. Keunikan dari Nepenthes terletak pada bentuk, ukuran, dan corak warna kantungnya yang beragam.selain menyuguhkan keindahan, kantungnya juga dapat beralih fungsi menjadi perangkap serangga dan binatang kecil lainnya.bentuk kantungnya pun beragam, dari yang panjang langsing, gendut bak periuk, hingga ada yang seperti kendi.namun biasanya bentuk kantung tidak jauh berbeda dengan bentuk piala (Handoyo dan Sitanggang, 2006).Bentuk kantung dari setiap jenis Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dapat dilihat pada Gambar 4. a b c d e

10 33 Gambar 4. Bentuk kantung tiap jenis Nepenthes di CA Dolok Sibual Buali : a) N.tobaica, b) N. reinwardtiana, c) N. rhombicaulis, d) N.bongso, dan f) N.ovata. Gambar 4 menunjukkan bentuk kantung setiap Nepenthes berbedabeda.pada N. bongso kantung berbentuk silindris dan semakin mengecil di bagian bawah, kantung berbentuk telur.tidak jauh berbeda dengan N. bongso, N. ovata juga memiliki kantung berbentuk telur.kantung N. reinwardtiana berpinggang dan N. rhombicaulis memiliki kantung seperti tempayan berleher pendek, bagian bawah kantung membulat, mengecil di bagian tengah, dan silindris di bagian atas, adapun variasi beberapa bentuk kantung Nepenthes spp. adalah berbentuk pinggang, corong, tempayan, telur dan silinder. Umumnya Nepenthes memiliki tiga bentuk kantung yang berbeda meski dalam satu individu, bentuk kantung tersebut terdiri dari (Mansur, 2006) : 1. Kantung roset, yaitu kantung yang keluar dari kantung ujung daun roset. 2. Kantung bawah, yaitu kantung yang keluar dari daun yang letaknya tidak jauh dari permukaan tanah dan biasanya menyentuh permukaan tanah. Selain ujung sulurnya berada di depan bawah kantung, juga memiliki dua sayap yang fungsinya seperti tangga untuk membantu serangga naik hingga ke mulut kantung. 3. Kantung atas, yaitu kantung berbentuk corong, pinggang atau silinder dan tidak memiliki sayap. Bentuk ini sangat beralasan karena kantung atas difungsikan untuk menangkap serangga terbang, bukan serangga tanah, ciri lainnya adalah ujung sulur berada di bawah kantung. Sketsa satu individu Nepenthes yang terdiri dari kantung roset/antara, kantung bawah, dan kantung atas dapat dilihat pada Gambar 5.

11 34 c b Gambar 5. Sketsa satu rumpun tumbuhan Nepenthesdi alam : a) katung roset, b) kantung bawah, dan c) kantung atas. a Handoyo dan Sitanggang (2006), menyatakan bahwa kantung bawah biasanya agak membulat dibandingkan kantung atas yang cenderung lebih langsing.sedangkan bentuk kantung antara (roset) merupakan peralihan dari bentuk kantung atas ke kantung bawah. Deskripsi Jenis Nepenthes Setiap jenis Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali memiliki perbedaan tiap jenis baik dari bentuk dan warna kantung, bentuk dan warna daun, cara tumbuh, serta ukuran tumbuhan. Tabel 4 menunjukkan perbedaan bagian tubuh yang dimiliki oleh tiap jenis Nepenthes yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali yaitu perbedaan bentuk batang, bentuk daun, tepi daun berbulu atau rata, permukaan sulur berbulu atau licin, bentuk kantung, bentuk tutup kantung, dan jumlah cabang taji. Tabel 4. Perbedaan tiap jenis bagian Nepenthes di CA Dolok Sibual Buali No. Jenis Bentuk batang Bentuk daun Tepi daun Permukaan sulur Bentuk kantung 1. N. bongso Silindris Lanset bulu bulu Telur 2. N. ovate Silindris Obovate bulu bulu Telur Bentuk tutup kantung bulat telur bulat telur Cabang Taji 2 2

12 35 Tabel 4. Lanjutan No. Jenis Bentuk batang Bentuk daun Tepi daun Permukaan sulur Bentuk kantung 3. N. reinwardtiana Segitiga Lanset rata licin pinggang 4. N. rhombicaulis Segitiga Obovate bulu bulu tempayan berleher pendek 5. N. tobaica Bersudut Lanset rata licin pinggang Bentuk tutup kantung bundar sampai elips bulat telur bulat telur Cabang Taji Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Berikut ini adalah penjelasan mengenai deskripsi morfologi tumbuhan Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali. 1. Nepenthes bongso Korth Secara umum ukuran bagian N. bongso yang di temukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Puspitaningtyas dan Wawangningrum pada tahun 2007 di Suaka Alam Sulasih Talang, Sumatera Barat. Setiap individu yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dan di SA Sulasih Talang memiliki ukuran yang berbeda, yang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Ukuran bagian tubuh N. bongso di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dan SA Sulasih Talang No. Bagian Nepenthes CA Dolok Sibual Buali SA Sulasih Talang* 1. Diameter batang 0,47 cm 0,5 cm 2. Panjang sulur 17,2 cm 30 cm 3. Tinggi kantung bawah 16 cm cm 4. Tinggi kantung atas 19,6 cm 35 cm *sumber : Puspitaningtyas dan Wawangningrum (2007)

13 36 Deskripsi jenis untuk N. bongso yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali sebagai berikut : a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat, dengan tinggi batang mencapai 60 cm, jarak antar daun 2-6 cm, bentuk silindris berwarna hijau kecoklatan dengan permukaan batang licin. b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang lingkaran, susunan daun alternate, bentuk lanset, warna daun hijau kemerahan dan hijau tua, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus. c. Sulur : berwarna coklat di bagian dekat daun, hijau di bagian tengah dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus. d. Kantung bawah : warna coklat kemerahan, bagian dalam terdapat bintik merah, bentuk elips di bagian bawah dan silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat sepanjang kantung, panjang bulu 0,5 1,5 cm. Peristome berwarna merah tua/merah menyala, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas di kedua sisi dengan lebar mencapai 5-8 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning dengan berurat merah, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,4 cm berwarna merah atau hitam, taji bercabang dua berwarna coklat.

14 37 e. Kantung atas : warna hijau kekuningan, bagian dalam terdapat bintik merah. Kantung berbentuk corong dengan mulut lebar dan mendongak ke atas. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar bulat, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 1,5 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,5 cm berwarna hijau kekuningan, taji bercabang dua berwarna coklat atau hijau. keterangan dapat dilihat pada gambar 6. a b c d e f Gambar 6. Bentuk dan bagian dari Nepenthes bongso Korth : a) kantung atas, b) kantung bawah, c) bagian belakang peristome, d) bentuk daun, e) kantung bawah bagian depan, dan f) kantung bawah bagian samping.

15 38 2. Nepenthes ovata Nerz dan Wistuba Kantung N. ovata yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali memiliki ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sufrizal pada tahun 2009 di Wisata Alam Taman Eden Seratus, Sumatera Utara.Perbedaan ukuran bagian N. ovata di dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Ukuran bagian tubuh N. ovata di CA Dolok Sibual Buali dan WA Taman Eden Seratus. No. Bagian Nepenthes CA Dolok Sibual Buali WA Taman Eden Seratus* 1. Tinggi batang 85 cm cm 2. Diameter batang 0,4 cm 0,47 cm Jarak antar daun Panjang sulur Tinggi kantung bawah Tinggi kantung atas *sumber : Sufrizal (2009) 2 22 cm 17,2 cm 12,5 cm 16,5 cm 3 cm 18 cm 17 cm 23 cm Tabel 6 menunjukkan bahwa ukuran diameter batang pada N. ovata di CA Dolok Sibual Buali dan WA Taman Eden tidak berbeda jauh yaitu secara berurut adalah 0,4 cm dan 0,47 cm. Deskripsi jenis untuk N. ovata yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali sebagai berikut : a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat. Bentuk batang silindris berwarna hijau kecoklatan dengan permukaan batang licin. b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang lingkaran, susunan daun alternate, bentuk obovate, warna daun hijau kemerahan dan hijau tua, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus. c. Sulur : berwarna coklat di bagian dekat daun, hijau di bagian tengah dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus.

16 39 d. Kantung bawah : warna coklat kemerahan sampai merah kehitaman, bagian dalam terdapat bintik merah, bentuk elips di bagian bawah dan membesar silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 1,1 cm. Peristome berwarna merah tua/merah menyala, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas di kedua sisi dengan lebar mencapai 3,5 cm. Peristome sangat lebar dan melengkung ke bagian belakang dan di bagian depan terdapat tonjolan sepanjang 0,2 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning dengan berurat merah, di bagian bawah tutup kantung terdapat tonjolan seperti kail sepanjang 0,4 cm berwarna merah atau hitam, taji bercabang dua berwarna coklat. e. Kantung atas : warna hijau kekuningan, bagian dalam terdapat bintik merah. Kantung berbentuk corong dengan mulut lebar dan mendongak ke atas. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar bulat, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 1,8 cm. Peristome melengkung ke bagian belakang dan di bagian depan terdapat tonjolan sepanjang 0,5 cm. Peristome rapat dan sangat jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung dan peristome yang tepat di bawah tutup kantung menjarang dan semakin jelas dan panjang seperti duri keras. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna kuning, di bagian bawah tutup kantung terdapat

17 40 tonjolan seperti kail sepanjang 0,8 cm berwarna hijau kekuningan, taji bercabang dua berwarna coklat atau hijau. N. ovata tumbuh di ketinggian 1500 m dpl 2000 m dpl.n.ovatamerupakan endemik Sumatera Utara.Nepenthes ini masuk ke dalam daftar Apendix II dalam CITES (Hernawati dan Akhriadi, 2006). Untung, dkk. (2006), menyatakan bahwa N. ovata berkerabat dekat dengan N. bongso, kantung atas N. ovata dan N. bongso secara morfologis sama. Gambar 7menunjukkan bentuk peristome N. ovata.gambar 8 menunjukkan bentuk kantung dari N. ovata serta bagian tubuh lainnya. a b Gambar 7. Peristome Nepenthes ovata Nerz dan Wistuba : a) Peristome seperti duri di bawah tutup, dan b) Tonjolan di bagian depan. a b c

18 41 c d e Gambar 8. Bentuk dan bagian Nepenthes ovata Nerz dan Wistuba : a) kantung bawah yang masih muda, b) tutup kantung, c) bentuk daun, d) kail di bawah tutup kantung, e) kantung bawah, dan f) kantung atas. 3. Nepenthes reinwardtiana Miq. Secara umum ukuran bagian N. reinwardtiana (kecuali ukuran kantung bawah) yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dariana pada tahun 2009 di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, Sumatera Utara. Ukuran kantung bawah N. reinwardtiana di CA Dolok Sibual Buali adalah 11 cm dan di TWA Sicikehcikeh adalah 8,5-10 cm, ukuran kantung bawah di kedua lokasi penelitian ini tidak berbeda jauh. Perbedaan ukuran bagian tubuh N. reinwardtiana di dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Ukuran bagian tubuh N. reinwardtiana di CA Dolok Sibual Buali dan TWA Sicikeh-cikeh No. Bagian Nepenthes CA Dolok Sibual Buali TWA Sicikeh-cikeh* 1. Tinggi batang 162 cm 2-7 m 2. Diameter batang 0,38 cm 0,5 0,7 cm 3. Jarak antar daun 1-8 cm 1,67 12 cm 4. Panjang sulur 6-10 cm 13,6 cm 5. Tinggi kantung bawah 11 cm 8,5 10 cm 6. Tinggi kantung atas 15,2 cm 12-18cm *sumber : Dariana (2009) Deskripsi jenis untuk N. reinwardtiana yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali sebagai berikut :

19 42 a. Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat, bentuk batang segitiga berwarna merah kecoklatan dengan permukaan batang licin. b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang lingkaran, susunan daun alternate, bentuk lanset, warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau muda, permukaan daun licin, dan agak tebal. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun rata. c. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur licin. d. Kantung bawah : warna hijau muda, bentuk bagian dasar bulat menggembung (berpinggang), mengecil di tengah, dan melebar ke bagian mulut, bersayap dengan bulu jarang, panjang bulu 0,05 0,1 cm. Di bagian zona lilin memiliki dua spot mata di dalam dinding bagian belakang. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,3 cm. Peristome rapat dan agak jelas. Bentuk tutup kantung bundar sampai elips dengan warna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga. e. Kantung atas : warna hijau muda, bentuk hampir sama dengan kantung bawah tetapi tidak bersayap, ditandai dengan dua liris merah di bagian depan kantung, terlihat jelas antara bagian dasar dan bagian tengah kantung. Peristome berwarna hijau dengan liris merah, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,3-0,7 cm. Peristome rapat dan agak jelas.

20 43 Bentuk tutup kantung bundar sampai elips dengan warna hijau, taji tanpa cabang. Listiawati dan Chairani (2008), menyatakan N. reinwardtiana sangat mudah dikenali karena ada 2 titik di dalam kantung, tidak jauh di bawah permukaan mulut (sekitar 2 cm). Titik terlihat seperti mata, kalau diperhatikan kedua titik biasanya basah, berfungsi sebagai penebar aroma dan sekaligus pesona untuk dikunjungi serangga-serangga yang akan dimangsanya. Hernawati dan Akhriadi (2006), menyatakan di beberapa populasi, titik bisa berjumlah lebih dari satu, bisa juga tanpa mata.tanda yang hampir mirip juga dijumpai pada kantung tua milik N. sanguinea, N. stenophylla, dan N. tentaculata. Penyebaran N. reinwardtiana berada di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Lampung, dan Kalimantan di ketinggian 100 m dpl m dpl. Widhiastuti dan Saputri (2010), menyatakan warna kantung N. reinwardtiana biasanya dominan hijau berbintik merah dan terkadang berwarna merah.bentuk kantung, bentuk tutup kantung, bentuk daun, serta eyespot dari N. reinwardtiana dapat dilihat pada Gambar 9. a b c

21 44 d e f g h Gambar 9. Bentuk dan bagian dari N. reinwardtiana Miq : a) kantung bawah, b) kantung atas, c) susunan daun, d) Eye spot, e) tutup kantung berwarna hijau, f) tutup kantung berwarna hijau kemerahan,g) N. reinwardtiana tampak depan, dan h) N. reinwardtiana tampak samping. 4. Nepenthes rhombicaulis Sh. Kurata Secara umum ukuran bagian N. rhombicaulis (kecuali ukurankantung atas) yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dariana pada tahun 2009 di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh, Sumatera Utara. Ukuran kantung atas N. rhombicaulis di CA Dolok Sibual Buali adalah 11,2 cm dan di TWA Sicikehcikeh adalah 9 cm. Ukuran kantung bawah dan kantung atasn. rhombicaulis yang ditemukan di Taman Wisata Alam Sicikeh-cikeh memiliki ukuran yang sama

22 45 yaitu 9 cm. Perbedaan ukuran bagian tubuh N. rhombicaulis di dua lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Ukuran bagian tubuh N. rhombicaulis di CA Dolok Sibual Buali dan TWA Sicikeh-cikeh. No. Bagian Nepenthes CA Dolok Sibual Buali TWA Sicikeh-cikeh* 1 Tinggi batang 25 cm 2 m 2 Diameter batang 0,38 cm 0,43 cm 3 Jarak antar daun 1 8 cm 2,3 cm 4 Panjang sulur 6 10 cm 13,6 cm 5 Tinggi kantung bawah 6 Tinggi kantung atas *sumber : Dariana (2009) 7,8 cm 11,2 cm 9 cm 9 cm Tabel 8 menunjukkan tinggi batang dan panjang sulur N. rhombicaulis yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali lebih pendek dibandingkan TWA Sicikeh-cikeh.Hal ini disebabkan N. rhombicaulis yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali tumbuh secara teresterial, batang tumbuh roset. Deskripsi jenis untuk N. rhombicaulis yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali sebagai berikut : a. Batang : pada anakan dan dewasa batang tumbuh roset, namun tumbuhan dewasa menggantung di pohon atau tanah, bentuk segitiga berwarna hijau dengan permukaan batang licin. b. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang lingkaran, susunan daun alternate, bentuk obovate, warna daun hijau tua sampai hijau kekuningan, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau kemerahan, tepi daun berbulu halus. Untuk kantung bawah, daun biasanya di bawah tanah (tidak terlihat) atau berukuran kecil sekitar 2-5 cm. c. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur berbulu halus.

23 46 d. Kantung bawah : warna merah keputihan dengan bercak merah di bagian luar maupun bagian dalam kantung, bentuk bagian dasar bulat menggembung, mengecil di tengah, dan silindris kebagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 0,3 cm. Peristome berwarna merah, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,5 cm. Peristome rapat dan jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna putih kusam dengan bercak merah beraturan (seperti batik), taji tanpa cabang. e. Kantung atas : warna merah dan kehijauan dengan bercak merah di bagian luar maupun bagian dalam kantung, bentuk bagian dasar bulat menggembung, mengecil di tengah, dan silindris memanjang ke bagian atas. Bagian atas lebih panjang dibandingkan dengan bagian bawah yang membulat. Bersayap dengan bulu jarang, panjang bulu 0,5 cm. Peristome berwarna merah, melingkar oval, semakin meninggi di bagian belakang, semakin melebar ke atas dengan lebar mencapai 0,35 cm. Peristome rapat dan jelas seperti duri melengkung ke bagian dalam kantung. Bentuk tutup kantung bulat telur, membulat di bagian ujung dan berlekuk di bagian pangkal, warna merah dengan bercak beraturan merah (seperti batik), taji tanpa cabang. N. rhombicaulis merupakan jenis endemik dari Sumatera Utara yang hidup di ketinggian 1500 m dpl 2000 m dpl (Hernawati dan Akhriadi, 2006).Bentuk kantung, bentuk tutup daun, serta kondisi N. rhombicaulis di alam dapat dilihat pada Gambar 10.

24 47 a b c d e f Gambar 10. Bentuk dan bagian dari Nepenthes rhombicaulis Sh. Kurata : a) N. rhombicaulis tampak samping, b) N. rhombicaulis tampak depan, c) tutup kantung, d) susunan daun, e) kantung atas, dan f) kantung bawah.

25 48 5. Nepenthes tobaica Danser. Ukuran bagian N. tobaica yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali memiliki ukuran yang lebih kecil bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Dariana pada tahun 2009 di TWA Sicikeh-cikeh, Sumatera Utara, terkecuali untuk jarak antar daun dan panjang sulur. Jarak antar daun di kedua tempat penelitian memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda yaitu di CA Dolok Sibual Buali 2 15 cm dan di TWA Sicikeh-cikeh 1,67-12 cm. Panjang sulur N. tobaica di CA Dolok Sibual Buali lebih panjang dengan ukuran 15 cm sedangkan di TWA Sicikeh-cikeh memiliki panjang sulur 4,5 6 cm. Setiap individu memiliki ukuran yang berbeda, yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.. Ukuran bagian tubuh N. tobaica di CA Dolok Sibual Buali dan TWA Sicikeh-cikeh No. Bagian Nepenthes CA Dolok Sibual Buali TWA Sicikeh-cikeh* 1 Tinggi batang 150 cm 4-7 m 2 Diameter batang 0,31 cm 0,2-0,5 cm 3 Jarak antar daun 2 15 cm 1,67-12 cm 4 Panjang sulur 15 cm 4,5 6 cm 5 Tinggi kantung bawah 2,2 7,3 cm 10 cm 6 Tinggi kantung atas 8 cm cm *sumber : Dariana (2009) Deskripsi jenis untuk N. tobaica yang ditemukan di CA Dolok Sibual Buali sebagai berikut : Batang : pada anakan batang tumbuh roset dan pada dewasa batang tumbuh memanjat, bentuk batang silindris berwarna hijau dengan permukaan batang licin. a. Daun : daun tunggal, tidak berpetiole, memeluk batang lingkaran, susunan daun alternate, bentuk lanset, warna daun bagian atas hijau tua dan bagian bawah berwarna hijau kemerahan, permukaan daun licin. Ibu tulang daun jelas dengan warna hijau, tepi daun rata.

26 49 b. Sulur : berwarna hijau di bagian dekat daun dan merah di bagian dekat kantung, permukaan sulur licin. c. Kantung bawah : warna hijau muda, bagian dalam kantung terdapat bercak merah. Bentuk pinggang, oval di bagian bawah, mengecil di bagian tengah, dan silindris ke bagian atas, bersayap dengan bulu rapat, panjang bulu 0,1 0,5 cm. Peristome tipis berwarna hijau, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang. Peristome rapat dan tidak jelas. Bentuk tutup kantung agak bundar berwarna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga. d. Kantung atas : warna hijau muda, bentuk hampir sama dengan kantung bawah tetapi tidak bersayap, ditandai dengan liris jelas di kantung bagian depan berwarna hijau, terlihat jelas antara bentuk bagian dasar dan bagian tengah kantung. Bagian dalam kantung terdapat bercak merah. Peristome tipis berwarna hijau, melingkar agak oval sampai bulat, rata di bagian depan meninggi di bagian belakang. Peristome rapat dan tidak jelas. Bentuk tutup kantung agak bundar berwarna hijau, taji tanpa cabang sampai bercabang tiga. Kantung bawah biasanya berukuran kecil (tidak lebih dari 3 cm) dan hidup teresterial. Bentuk dan ukuran kantung dari N. tobaica dilihat pada Gambar 11. a b c

27 50 d e f Gambar 11. Bentuk dan bagian dari Nepenthes tobaica Danser : a) kantung atas, b) kantung antara, c) kantung bawah, d) kantung bawah berukuran kecil, e) tutup kantung, dan f) bentuk daun. Analisis Kelimpahan Nepenthes Selain jenis Nepenthes, data yang diperoleh dari penelitian ini adalah jumlah rumpun dari setiap jenis Nepenthes.Jumlah rumpun setiap jenis Nepenthes di setiap loksi penelitian dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah rumpun dan jenis Nepenthes pada lokasi penelitian di Cagar Alam Dolok Sibual Buali Petak Contoh No. Jenis I II III IV V VI VII VIII 1. Nepenthes tobaica Nepenthes ovata 3. Nepenthes reinwardtiana 4. Nepenthes bongso 5. Nepenthes rhombicaulis Jumlah rumpun Jumlah jenis Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa jumlah rumpun dan jumlah jenis Nepenthes yang paling banyak ditemukan pada lokasi III.Jumlah seluruh rumpun Nepenthes di lokasi III sebanyak 187 rumpun dan jumlah jenis Nepenthes sebanyak 4 jenis.sedangkan jumlah rumpun dan jumlah jenis Nepenthes paling

28 51 sedikit ditemukan pada lokasi VI. Di lokasi ini ditemukan hanya 7 rumpun Nepenthes dengan jumlah jenis hanya 1 jenis saja. Pada lokasi I dan II jumlah rumpun yang paling banyak terdapat pada jenis N. rhombicaulis dengan jumlah 9 rumpun dan 48 rumpun, untuk lokasi III dan IV jumlah rumpun paling banyak terdapat pada jenis N.reinwardtiana yaitu sebanyak 89 rumpun dan 42 rumpun. Pada lokasi V, jumah rumpun terbanyak terdapat pada jenis N. bongso yaitu sebanyak 22 rumpun. Pada lokasi VI dan VII jumlah rumpun yang paling banyak terdapat pada jenis N. reiwardtiana dengan jumlah 7 rumpun dan 12 rumpun, sedangkan untuk lokasi VIII jumlah rumpun paling banyak terdapat pada jenis N.rhombicaulis yaitu sebanyak 15 rumpun. Dengan metode cluster diperoleh rumpun Nepenthesyang cukup banyak pada setiap petak contoh.hal ini disebabkan pemilihan petak contoh dilakukan dengan melihat ada atau tidaknya rumpun pada jenis Nepenthes tersebut di lokasi penelitian. Pemilihan lokasi secara acak ini memudahkan penelitian untuk menganalisis keberadaan Nepenthes sehingga secara keseluruhan dari ketinggian CADS dari 1200 m dpl 1600 m dpl dapat diketahui seluruh jumlah jenis Nepenthes yang ada di CADS. hal ini berbeda dengan Fadila (2009) yang hanya melakukan penelitian pada setiap ketinggian 1200 m dpl, 1400 m dpl dan 1500 m dpl saja sehingga pada ketinggian 1300 m dpl tidak ditemukan jenis Nepenthes. Pada ketinggian ini tidak dilakukan pengambilan sampel. Kondisi lokasi pada ketinggian 1300 m dpl adalah vegetasi dengan kerapatan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan lokasi I dan lokasi III.

29 52 Jumlah Nepenthes yang ditemukan berbeda tiap jenisnya.persentase jumlah Nepenthes yang ditemukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Perbandingan jumlah rumpun Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali No. Jenis Jumlah Persentase 1. Nepenthes ovata Nepenthes bongso Nepenthes tobaica Nepenthes rhombicaulis Nepenthes reinwardtiana ,34 Jumlah Pada Tabel 11 dapat diketahui jenis yang paling tinggi persentase jumlahnya adalah N. reinwardtiana yaitu 36,34% diikuti oleh N. tobaica sebesar 23,01%. Selanjutnya N. rhombicaulis memiliki persentase jumlah sebesar 15,48%, N. bongso sebesar 13,54%, dan jenis dengan persentase jumlah paling kecil adalah N. ovate 11,61%. Hal ini berbeda dengan Nova (2009) yang memperoleh jenis yang paling tinggi persentase jumlahnya adalah N. reinwardtiana yaitu 32,55% diikuti oleh N. tobaica sebesar 22,06%. Selanjutnya N. rhombicaulis memiliki persentase jumlah sebesar 18,20%, N. ovata sebesar 16,70%, N. bongso sebesar 5,78%, dan jenis dengan persentase jumlah paling kecil adalah N. sumatrana4,71 %. Pada penelitian nova (2009) diperoleh N. sumatrana lebih kecil sedangkan pada penelitian ini diperoleh N. ovata yang lebih kecil presentasenya, hal ini disebabkan pada penelitian ini tidak diperoleh lagi jenis dari N. sumatrana pada hutan CADS. N. reinwardtiana dan N. tobaica merupakan Nepenthes yang paling tinggi persentase jumlahnya.n.reinwardtiana dapat dijumpai pada lokasi III dan lokasi IV dengan jumlah yang banyak yaitu secara berurut untuk N. reinwardtiana

30 53 sebanyak 89 rumpun dan 42 rumpun. Sedangkan untuk N. tobaica banyak ditemukan pada lokasi II dan lokasi IV secara berurut sebanyak 15 rumpun dan 64 rumpun. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut memiliki kondisi lingkungan yang sesuai dengan karakteristik tempat tumbuh N. reinwardtiana dan N. tobaica yaitu daerah terbuka dengan kelembaban yang tinggi. Diketahuinya jumlah rumpun dan penyebaran tiap jenis Nepenthes dapat kita cari nilai dari Kerapatan/0,2 Ha (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR) dan Indeks Nilai Penting (INP) Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yang dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Kerapatan/0,2 Ha (K), Kerapatan Relatif (KR), Frekuensi (F), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai Penting (INP), Indeks Keanekaragaman (H ) dan Indeks Keseragaman (E) Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali No Jenis K KR F FR INP 1. N. Rhombicaulis N. reinwardtiana N. tobaica N. bongso N. ovata Total N. Rhombicaulis H 1,51 E 0,24 IS 58,5% Pada Tabel 12 dapat diketahui N. reinwardtiana mempunyai kerapatan relatif paling tinggi sebesar 36,34%. Kerapatan relatif yang paling kecil adalah N. ovata yaitu sebesar 11,61%. Untuk frekuensi relatif (FR) diketahui N. reinwardtiana mempunyai nilai tertinggi yaitu 30,23% sedangkan nilai FR terkecil pada N. bongso dan N. rhombicaulis. Indeks nilai penting menyatakan kepentingan suatu jenis tumbuhan serta memperlihatkan peranannya dalam suatu komunitas tumbuhan.indeks nilai penting didapat dari penjumahan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR).

31 54 Pada Tabel 12 INP tertinggi di adalah N. reinwardtiana sebesar 66,57% dan paling terkecil adalah N. bongso 27,50%. Dalam hal ini N. reinwardtiana berkembang baik karena berada di daerah terbuka sehingga mendapatkan cahaya matahari yang banyak. Menurut Clarke (2001), beberapa jenis dari Nepenthes mampu bertahan hidup pada penyinaran matahari penuh atau menyukai cahaya matahari langsung seperti N. reinwardtiana. Jenis yang menyukai cahaya matahari langsung pada daerah yang terbuka. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragamannya sebesar 1,51, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali sedang. Hasil yang diperoleh berbeda dengan Nova (2009) yaitu indeks keanekaragaman di lokasi I sebesar 0.68, dan pada lokasi II sebesar 0.20, hal ini menunjukkan bahwa keanekaragaman pada lokasi I dan II rendah, dan pada lokasi III didapat indeks keanekaragaman yaitu sebesar 1.59, hal ini menunjukkan bahwa pada lokasi III keanekaragaman sedang. Hal ini disebabkan perhitungan indeks keanekaragaman pada penelitian ini di hutan CADS dilakukan secara keseluruhan pada setiap jenis dari seluruh petak contoh. Sehingga memperoleh indeks keanekaragaman pada seluruh ketinggian hutan CADS. Indeks keanekaragaman jenis menurut Shanon Whiener dalam Ludwig dan Reynolds (1988), bahwa Indeks Keanekaragaman Shanon Whiener digunakan luas dalam ekologi komunitas, karakteristiknya adalah apabila H = 0 maka hanya terdapat satu jenis yang hidup dalam satu komunitas. H maksimum jika kelimpahan jenis-jenis penyusun terdistribusi secara sempurna tingkat diversitas berbanding lurus dengan kemantapan suatu komunitas.semakin tinggi tingkat diversitas jenis maka semakin mantap komunitas tersebut.

32 55 Fachrul (2007), menyatakan bahwa Indeks Keanekargaman (H ) merupakan paremeter vegetasi yang sangat berguna untuk membandingkan berbagai komunitas tumbuhan, terutama untuk mempelajari pengaruh gangguan faktor-faktor lingkungan atau abiotik terhadap komunitas atau untuk mengetahui keadaan suksesi atau stabilitas pada suatu komunitas. Pada Tabel 10 dapat dilihat bahwa indeks keanekaragamannya sebesar 0,24, hal ini menunjukkan bahwa keseragaman Nepenthes pada Cagar Alam Dolok Sibual Buali rendah. Nilai indeks keseragaman didapat dengan membandingkan nilai H dengan total jumlah jenis (ln S) yang terdapat pada suatu lokasi. Berkurangnya atau turunnya nilai Indeks keseragaman pada setiap lokasi disebabkan oleh kondisi lingkungan dan penyediaan nutrisi tanah yang berbeda. Menurut Soerianegara dan Indrawan (1978) dalam Saputri (2009), ketersediaan nutrisi dan pemanfaatan nutrisi yang berbeda menyebabkan nilai keanekaragaman dan nilai indeks keseragaman bervariasi. Keberadaan Nepenthes berbeda pada setiap petak contoh, berbeda pada jenis dan jumlah rumpunnya. Hal ini disebabkan faktor biofisik hutan CADS dimana faktor tersebut berupa faktor biologi, topografi dan iklim. Hal ini sesuai dengan Fadila (2009) yang menyatakan Pada lokasi II faktor fisik lingkungannya sangat berbeda dengan lokasi I dan lokasi III, perbedaan faktor fisik dipengaruhi oleh rapatnya vegetasi pohon sehingga mempengaruhi iklim mikro diantaranya intensitas cahaya lebih rendah. Keadaan seperti ini tentu sangat berpengaruh pada keanekaragaman dan jumlah rumpun Nepenthes.Hanya Nepenthes yang menyukai faktor fisik seperti ini yaitu N. rhombicaulis yang dapat memiliki jumlah rumpun yang banyak.

33 56 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Ditemukan 5 jenis Nepenthes di Cagar Alam Dolok Sibual Buali yaitun.tobaica, N.rhombicaulis, N. reinwardtiana, N.bongso,dan N. ovate. 2. Jenis yang paling dominan adalah N. reinwardtiana dengan persentase jumlah rumpun sebesar36.32% sedangkan jenis Nepanthes yang paling kecil tingkat dominannya adalah Nepenthes bongso yaitu sebesar 11,61%. 3. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada seluruh hutan CADS berbeda, jika dibandingkan dengan penelitian Nova (2009) pada beberapa ketinggian. Sehingga dapat diketahui indeks keanekaragaman shannon winner dari keseluruhan hutan CADS, yaitu 1,51 pada tingkat sedang. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai keanekaragaman Nepenthes spp. di Cagar Alam Dolok Sibual Buali dengan lokasi pengambilan sampel yang berbeda, sehingga dapat memperkaya informasi mengenai Nepenthes dan dapat dibandingkan hasilnya.

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR ( Nepenthes spp. ) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR ( Nepenthes spp. ) DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI KENEKRGMN JENIS KNTONG SEMR ( spp. ) DI CGR LM DOLOK SIUL-ULI Diversity of Kantong Semar ( Spp.) at Natural Reserves Dolok Sibual-uali Muhaimin Zikri Pratama 1, Pindi Patana 2, Yunasfi 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

1. - - - - - - - - - - - - 3. - - - - - - 5. 1. - - - - - - Plot Keterangan : (-) Tidak diteukan Lapiran 1. Lanjutan. Tally sheet inventarisasi di ketinggian 1200 dpl. 1. 1. 3. 5. 6. 1. 3. - - - - - -

Lebih terperinci

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan INVENTARISASI NEPENTHES DI TAPANULI SELATAN. Inventory of Nepenthes in Southern Tapanuli

BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan INVENTARISASI NEPENTHES DI TAPANULI SELATAN. Inventory of Nepenthes in Southern Tapanuli BioLink, Vol. 3 (2) Januari 2017 p-issn: 2356-458x e-issn:2597-5269 BioLink Jurnal Biologi Lingkungan, Industri, Kesehatan Available online http://ojs.uma.ac.id/index.php/biolink INVENTARISASI NEPENTHES

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat BAB IV METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yang terfokus di Desa Tompobulu dan kawasan hutan sekitarnya. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang karakteristik habitat Macaca nigra dilakukan di CA Tangkoko yang terletak di Kecamatan Bitung Utara, Kotamadya Bitung, Sulawesi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi penelitian.

Gambar 2 Peta lokasi penelitian. 0 IV. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Bidang Pengelolaan Wilayah III Bengkulu dan Sumatera Selatan, SPTN V Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Taman Nasional Kerinci

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bukit Gunung Sulah Kelurahan Gunung Sulah Kecamatan Sukarame Kota Bandar Lampung (Gambar 2) pada bulan Juli sampai dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2017 s/d bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit Taman Nasional Meru Betiri. Gambar 3.1. Peta Kerja

Lebih terperinci

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak

Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Vol. 2 (1): 1 6 Keanekaragaman Jenis dan Pola Distribusi Nepenthes spp di Gunung Semahung Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak Gustap Baloari 1, Riza Linda 1, Mukarlina 1 1 Program Studi Biologi, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODELOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2017 hingga bulan Februari 2017 yang berada di Resort Bandealit, SPTN Wilayah II, Taman Nasional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 19 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada remnant forest (hutan sisa) Kawasan Konservasi Hutan Duri PT. Caltex Pacifik Indonesia dengan luas 255 hektar di dalam kawasan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau, pada 3 tipe penggunaan lahan gambut yaitu; Hutan Alam, Kebun Rakyat dan Areal HTI Sagu, yang secara geografis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Pembatasan Masalah Penelitian Keanekaragaman Jenis Burung di Berbagai Tipe Daerah Tepi (Edges) Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasyim Propinsi Riau selama 6 bulan adalah untuk

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan tanggal 22 April sampai 9 Mei 2007 di hutan rawa habitat tembesu Danau Sumbu dan Danau Bekuan kawasan Taman Nasional Danau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini dengan menggunakan metode transek belt yaitu dengan menarik garis lurus memanjang kearah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu pengambilan data di lapangan dilakukan di sempadan muara Kali Lamong dan Pulau Galang, serta pengolahan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura 12 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok Hutan Pendidikan Konservasi Terpadu Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luasan 1.143 ha. Secara geografis terletak

Lebih terperinci

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016.

BAB III METODELOGI PENELITIAN. Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2016. BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Hutan Bambu tepatnya di Kawasan Ekowisata Boon Pring Desa Sanankerto Kecamatan Turen Kabupaten Malang, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif kuantitatif. Pengamatan ini mengunakan metode petak. Metode petak merupakan metode yang paling umum

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 bertempat di kawasan sistem agroforestry Register 39 Datar Setuju KPHL Batutegi Kabupaten Tanggamus. 3.2 Objek

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan 23 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2014 di Kawasan Hutan Lindung Batutegi Blok Kali Jernih (Gambar 3), bekerjasama dan di bawah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September

BAB III METODE PENELITIAN. Taman Nasional Baluran, Jawa Timur dan dilakasanakan pada 28 September BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dengan objek penelitian tumbuhan mangrove di Pantai Bama hingga Dermaga Lama, Taman Nasional Baluran, Jawa

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi

BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2 Bahan dan Alat 4.3 Metode Pengambilan Data Analisis Vegetasi BAB IV METODOLOGI 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April sampai bulan Juni tahun 2009, pada areal hutan produksi perusahaan pemegang Izin Usaha Pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 s.d 20 September 2011 di Taman hutan raya R. Soerjo yang terletak di Kota Batu, Provinsi Jawa Timur

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, 16 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan juni sampai dengan Juli 2013 di zona pemanfaatan terbatas, Resort Way Kanan, Satuan Pengelolaan Taman Nasional 1 Way Kanan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Stasiun Penangkaran Semi Alami Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten. Penelitian ini dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan selama dua bulan pengamatan dari bulan Juli hingga Agustus 2009 di Pondok Ambung, Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan

BAHAN DAN METODE. Gambar 3 Lokasi penelitian ( ) Alat dan Bahan 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli - Agustus 2010 di Hutan Tanaman Pelawan Desa Trubus, Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang, dan Hutan Dusun Air

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi 12 Gymnospermae lebih efisien pada intensitas cahaya tinggi (Kramer & Kozlowski 1979). Sudomo (2007) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang berlebihan akan menyebabkan laju transpirasi tinggi, sedangkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di tiga tipe hutan kerangas di Kabupaten Belitung Timur yaitu hutan kerangas primer (Rimba), hutan kerangas sekunder (Bebak)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Hutan Raya Sultan Syarif Hasim wilayah bagian Kelurahan Muara Fajar Kecamatan Minas Kabupaten Siak pada bulan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 12 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kawasan Cagar Alam Sukawayana, Desa Cikakak, Kecamatan Cikakak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Waktu penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni Pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendiskripsikan tentang keanekaragaman dan pola distribusi jenis tumbuhan paku terestrial.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan metode belt transek. Metode ini sangat cocok digunakan untuk mempelajari suatu kelompok

Lebih terperinci

Ini Dia Si Pemakan Serangga

Ini Dia Si Pemakan Serangga 1 Ini Dia Si Pemakan Serangga N. bicalcarata Alam masih menyembunyikan rahasia proses munculnya ratusan spesies tanaman pemakan serangga yang hidup sangat adaptif, dapat ditemukan di dataran rendah sampai

Lebih terperinci

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

4 METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian 4 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan Desa Aur Kuning, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Provinsi Riau. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari hingga Mei 2012.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa

METODE PENELITIAN. Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian tentang analisis habitat monyet ekor panjang dilakukan di hutan Desa Cugung, KPHL Gunung Rajabasa, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Analisis Vegetasi Hutan Alam

Analisis Vegetasi Hutan Alam Analisis Vegetasi Hutan Alam Siti Latifah Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Analisis vegetasi hutan merupakan studi untuk mengetahui komposisi dan struktur hutan.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. JENIS PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada Januari 2017 selama kurun waktu satu bulan di blok Krecek, Resort Bandialit, SPTN wilayah II, Balai Besar Taman

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI PULAU BATAM. DIVERSITY OF PITCHER PLANT (Nepenthes spp) IN BATAM ISLAND

KEANEKARAGAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI PULAU BATAM. DIVERSITY OF PITCHER PLANT (Nepenthes spp) IN BATAM ISLAND DIMENSI, VOL. 6, NO. 3 : 442-452 NOVEMBER 2017 ISSN: 2085-9996 KEANEKARAGAMAN KANTONG SEMAR (Nepenthes spp) DI PULAU BATAM DIVERSITY OF PITCHER PLANT (Nepenthes spp) IN BATAM ISLAND Fauziah Syamsi 1, Destaria

Lebih terperinci

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali.

B III METODE PENELITIAN. ada di di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai Denpasar Bali. B III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Penelitian ini menggunakan metode eksplorasi, yaitu melakukan pengamatan langsung pada mangrove yang ada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di blok koleksi tumbuhan Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman. Pada bulan September 2013 sampai dengan Oktober 2013. B. Alat

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan yaitu dimulai bulan Juni hingga Agustus 2011. Lokasi penelitian bertempat di Kawasan Hutan Batang Toru Bagian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan data lapangan dilaksanakan selama 2 bulan, yaitu bulan Agustus 2015 sampai dengan September 2015. Lokasi penelitian berada di Dusun Duren

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 21 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan secara langsung di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan yaitu pada bulan Maret sampai dengan bulan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 12 BAB III METODOLOGI PENELIT TIAN 31 Waktu dan Tempat Penelitian inii dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juli 2010 yang berlokasi di TAHURA Inten Dewata dimana terdapat dua lokasi yaitu Gunung Kunci dan

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III. METODE PENELITIAN BAB III. METODE PENELITIAN A. Tempat Penelitian Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Gunung Merbabu (TNGMb) Jawa Tengah, difokuskan di lereng sebelah selatan Gunung Merbabu, yaitu di sekitar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ekologi perilaku ayam hutan hijau (Gallus varius) dilaksanakan di hutan musim Tanjung Gelap dan savana Semenanjung Prapat Agung kawasan Taman

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di tiga padang golf yaitu Cibodas Golf Park dengan koordinat 6 0 44 18.34 LS dan 107 0 00 13.49 BT pada ketinggian 1339 m di

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di dalam areal Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT. Sari Bumi Kusuma, Unit S. Seruyan, Kalimantan Tengah. Areal hutan yang dipilih untuk penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan suatu obyek sesuai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 12 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam Kamojang, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung, Provinsi Jawa Barat. Kegiatan pengambilan data di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan 14 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Januari sampai Febuari 2015 di kanan kiri Jalan Sanggi-Bengkunat km 30 - km 32, Pesisir Barat, Taman Nasional

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan

METODE PENELITIAN. A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan II. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan jabon dan vegetasi tumbuhan bawah yang terdapat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Materi (Bahan dan Alat), Waktu dan Lokasi Penelitian 1. Materi ( Bahan dan Alat) Penelitian Materi yang digunakan dalam penelitian berupa jenis tumbuhan bawah dan alkohol 70%.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan pada bulan Agustus sampai November 2011 yang berada di dua tempat yaitu, daerah hutan mangrove Wonorejo

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan, mulai dari Januari sampai April 2010, dilakukan dengan dua tahapan, yaitu : a. pengambilan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli Lokasi penelitian adalah di kawasan III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Mei - Juli 2014. Lokasi penelitian adalah di kawasan hutan mangrove pada lahan seluas 97 ha, di Pantai Sari Ringgung

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon.

BAB III METODOLOGI. Gambar 1 Lokasi Taman Nasional Ujung Kulon. BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2009 hingga Agustus 2009. Lokasi penelitian terletak di daerah Semenanjung Ujung Kulon yaitu Cigenter, Cimayang, Citerjun,

Lebih terperinci

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM

KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM KARYA TULIS KERAGAMAN JENIS ANAKAN TINGKAT SEMAI DAN PANCANG DI HUTAN ALAM OLEH : DIANA SOFIA H, SP, MP NIP 132231813 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2007 KATA PENGANTAR Syukur Alhamdulillah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS.

BAB I PENDAHULUAN. terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0 LU sampai dengan 23 ½ 0 LS. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di

Lebih terperinci

Maidita Fitri br Purba 1), Yunasf 2), Pindi Patana 2)

Maidita Fitri br Purba 1), Yunasf 2), Pindi Patana 2) 1 Keanekaragaman Jenis Kantung Semar ( spp.) di Kawasan Suaka Margasatwa Siranggas Kabupaten Pakpak Bharat (Biodiversity of Pitcher Plant ( spp.) in Siranggas Wildlife Reserve, Pakpak Bharat Region) Maidita

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian tentang Perkembangan Tegakan Pada Hutan Alam Produksi Dalam Sistem Silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (TPTII) dilaksanakan di areal

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Buana Sakti dan sekitarnya pada bulan November -- Desember 2011. B. Objek dan Alat Penelitian Objek pengamatan

Lebih terperinci

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM

KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM KOMPOSISI TEGAKAN SEBELUM DAN SESUDAH PEMANENAN KAYU DI HUTAN ALAM Muhdi Staf Pengajar Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan USU Medan Abstract A research was done at natural tropical

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tumbuhan Nepenthes spp. Nepenthes spp. pertama kali dikenalkan oleh J. P Breyne pada tahun 1689 di Indonesia. Kantung semar dikenal sebagai tumbuhan yang unik dan merupakan bentuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Penengahan, Kecamatan Pesisir Tengah, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung (Gambar 2). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 51 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif kuantitatif. Menurut Sugiyono (2013), metode penelitian kuanitatif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses Pemulihan Vegetasi METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 4 praktek perambahan masyarakat lokal melalui aktivitas pertanian atau perladangan berpindah dan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak. Hal ini sesuai dengan karakteristik usaha kehutanan yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di blok pemanfaatan kawasan hutan pendidikan USU Tahura Desa Tongkoh Kecamatan Dolat Rayat Kabupaten Karo Provinsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januarisampai dengan Februari 2013 di dua lokasi bagian Pantai selatan Kabupaten Sampang Madura yaitu Pantai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan

BAB III METODE PENELITIAN. deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi pohon pelindung di jalan arteri primer

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 8 III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Lokasi pelaksanaan penelitian adalah di Taman Nasional Lore Lindu, Resort Mataue dan Resort Lindu, Provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. dalam kawasan wisata alam Trinsing yang secara administratif termasuk ke dalam METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di areal hutan kerangas yang berada dalam kawasan Hak Pengusahaan Hutan PT. Wana Inti Kahuripan Intiga, PT. Austral Byna, dan dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D)

BAB III METODE PENELITIAN. analisa Indeks Keanekaragaman (H ) Shannon Wienner, Indeks Dominansi (D) BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif. Pengambilan data sampel yaitu dengan pengamatan secara langsung. Perameter yang diukur dalam penelitian adalah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan BAB III METODOLOGI PEELITIA 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan Cagar Alam Gunung Ambang subkawasan Kabupaten Bolaang Mongondow Timur dengan ketinggian 700-1000 m dpl,

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO

INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO 1 INVENTARISASI DAN ANALISIS HABITAT TUMBUHAN LANGKA SALO (Johannes teijsmania altifrons) DI DUSUN METAH, RESORT LAHAI, TAMAN NASIONAL BUKIT TIGAPULUH PROVINSI RIAU- JAMBI Yusi Indriani, Cory Wulan, Panji

Lebih terperinci

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994.

Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani. penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. IV. METODOLOGI PENELITIAN A. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN Penelitian dilakukan di areal HPH PT. Kiani Lestari, Kalimantan Timur. Waktu penelitian selama dua bulan yaitu bulan Oktober - November 1994. B.

Lebih terperinci

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Konsep Keanekaragaman METODE Tempat dan Waktu Penelitian 5 salinitas, ph, kandungan bahan-bahan, suhu dll.), dan atmosfer (atmosphere, udara: iklim, cuaca, angin, suhu, dll.) (Tarumingkeng 1991). Tarumingkeng (1991) menambahkan bahwa lingkungan biotik merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Cagar Alam tangale yang terdapat di Kabupaten Gorontalo. Cagar Alam ini terbagi menjadi dua kawasan yaitu

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan dari bulan November 010 sampai dengan bulan Januari 011 di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Peta lokasi pengamatan dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1

BAB III METODE PENELITIAN. fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah maupun rekayasa manusia. 1 BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif ekploratif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Blok Koleksi Tanaman Tahura Wan Abdul Rachman. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2012 sampai dengan Maret 2012.

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 28 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, dimulai dari bulan November- Desember 2011. Lokasi pengamatan disesuaikan dengan tipe habitat yang terdapat di

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK KEANEKARAGAMAN JENIS KANTONG SEMAR (Nepenthes SPP) DALAM KAWASAN HUTAN LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG DESA SAHAM KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK (Diversity Of Pitcher Plants ( Nepenthes Spp ) Forest

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta lokasi 18 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di kawasan pesisir Pulau Dudepo, Kecamatan Anggrek, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Peta

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi :

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Pengambilan Data Metode Pengumpulan Data Vegetasi : METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2008 sampai dengan Februari 2009. Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Silvikultur Fakultas Kehutaan Institut

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta lokasi penelitian

Gambar 3. Peta lokasi penelitian 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus 2009 di kawasan pesisir Kecamatan Kasemen, Kota Serang, Provinsi Banten, lokasi penelitian mempunyai

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan sejak bulan Desember 2011 sampai Januari 2012. Lokasi penelitian yaitu di RPH Jatirejo, Desa Gadungan, Kecamatan Puncu,

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 17 IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, dimulai Juni 2008 hingga Agustus 2008 di kawasan hutan Batang hari, Solok selatan, Sumatera barat. Gambar

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2004 sampai dengan September 2005 di empat lokasi Taman Nasional (TN) Gunung Halimun-Salak, meliputi tiga lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 15 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Sungai Luar Kecamatan Menggala Timur Kabupaten Tulang Bawang pada bulan April 2014 dapat dilihat pada (Gambar 2). Gambar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar hutan Indonesia termasuk dalam kategori hutan hujan tropis karena memiliki curah hujan tinggi dan suhu hangat sepanjang tahun. Hutan hujan tropis merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman 22 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil identifikasi jamur yang didapat dari Resort Pematang Raman Taman Nasional Berbak Kabupaten Muaro Jambi yang telah dilakukan di laboratoriun

Lebih terperinci