Humanis. Perdagangan Perempuan dan Anak Menusuk Jantung HAM. Menghindari Jebakan Perbudakan Modern. Pendidikan Anak-anak TKI yang Terabaikan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Humanis. Perdagangan Perempuan dan Anak Menusuk Jantung HAM. Menghindari Jebakan Perbudakan Modern. Pendidikan Anak-anak TKI yang Terabaikan"

Transkripsi

1 Pendidikan Anak-anak TKI yang Terabaikan Humanis Warta Hak Asasi Manusia VOLUME 2 TAHUN VIII Desember 2012 ISSN Menghindari Jebakan Perbudakan Modern Perdagangan Perempuan dan Anak Menusuk Jantung HAM

2 Selamat & Sukses PENANDATANGANAN - NOTA KESEPAHAMAN BERSAMA MoU DILMAHKUMJAKPOL - MoU BALITBANGHAM DENGAN PEMERINTAH PROVINSI ACEH - PENGUKUHAN PANITIA RANHAM PROVINSI - PERESMIAN DESA SADAR HUKUM ENGAYOMAN - PERESMIAN LAPAS KLAS II A DAN RUTAN KLAS II B BANDA ACEH

3 Humanis Warta Hak Asasi Manusia PENGAYOMAN Pelindung Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Pengarah Prof. Harkristuti Harkrisnowo, S.H., M.A., Ph.D. Penanggung Jawab Ir. Maruahal Simanjuntak, S.H., M.M. Redaktur Farida, S.H., M.Si. Darus Amin, S.H. Ajarotni Nasution, S.H., M.H. Drs. Arman Nazar, M.Si. Redaktur Pelaksana Indah Kurnianingsih, S.H. Penyunting/Editor Benyamin Ginting, S.H. Sabir R, Bc.KN., S.Sos. Jaya Laksana, S.E. Drs. Halasan Pardede Desain Grafis dan Fotografer Agus Priyatna, A.Md. M.Virsyah Jayadilaga, S.Si, M.P. Horison Citrawan Damanik, S.H. Ratidjo Slamet Yuliana Primawardani, S.Sos, M.Si. Teddy Suryotejo Suratni Sekretariat Chairina Penerbit Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia Alamat Redaksi Jl. HR. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan-Jakarta Selatan, Telp , Fax website: Redaksi menerima tulisan, artikel, karikatur, yang berkaitan dengan HAM. Redaksi berhak mengedit tanpa mengubah substansi. Surat dialamatkan ke redaksi Humanis atau melalui Daftar Isi Halaman Surat Pembaca 2 Buah Bibir Menghindari Jebakan Perbudakan Modern 3 Opini Paradigma dan Tantangan HAM di Indonesia Pulau Terluar Indonesia Rawan Picu Konflik 10 Kewajiban Negara dalam Melindungi dan Menjamin Kepastian Hukum serta Persamaan Kedudukan di Depan Hukum 15 Tolak Outsourcing 17 Fokus Perdagangan Perempuan dan Anak Menusuk Jantung HAM 21 Pendidikan Anak-anak TKI yang Terabaikan 27 Manajemen Konflik Melalui Problem Based Learning Dalam Menyikapi Tawuran Pelajar 29 Agenda 34 Apa dan Siapa 38 5 Dari Redaksi Masalah perburuhan yang menjadi keprihatinan kita adalah persoalan TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang sering disebut pahlawan devisa. Persoalan perburuhan lain yang menjadi sorotan adalah banyaknya perubahan status buruh tetap menjadi outsourcing (buruh kontrak), hal ini merupakan bentuk penghindaran kewajiban perusahaan terhadap buruh. Para aktivis buruh sering menyebut fenomena ini sebagai Perbudakan Modern. Pada edisi ini, Majalah Humanis memaparkan tentang fenomena perbudakan modern di Indonesia yang berkaitan dengan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) juga dampaknya terhadap anak-anak mereka. Pembaca akan dihantarkan kepada realita eksploitasi Tenaga Kerja di Indonesia baik internal maupun eksternal. Secara internal, seperti halnya outsourcing, sistem ini dipandang efisien oleh user karena dapat mengurangi beban anggaran perusahaan untuk kepentingan SDMnya, antara user dengan perusahaan pengerah pekerja outsourcing, terikat kontrak kerja tertentu. Karena terikatnya dengan kontrak, maka harganya pun juga bisa dinegosiasi, akibatnya kesejahteraan dan perlindungan hak-hak pekerja outsourcinglah yang menjadi korban. Secara eksternal, Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri diperlakukan semena-mena layaknya barang dagangan, di beberapa negara mereka dipromosikan melalui selebaran dan etalase. Tak jarang setelah mereka direkrut oleh majikannya hak-hak mereka diabaikan bahkan ada yang disiksa dan dilecehkan. Anak-anak yang menjadi tanggungan mereka pun pendidikannya terabaikan dan tak terurus dengan baik. Semoga informasi yang kami sajikan akan menambah pengetahuan dan wawasan tentang HAM bagi pembaca. Redaksi 1

4 SURAT PEMBACA Pernikahan Siri dalam Perspektif HAM? Redaksi yang terhormat, Pemberitaan di Media, baik infotainmen maupun infopolitik memberitakan tentang maraknya pernikahan Siri. Sepengetahuan saya, jika seseorang melakukan pernikahan siri dianggap telah sah secara agama dan sebagai solusi terbaik untuk tidak terjerumus perzinaan, namun pada sisi lain, pembenaran apapun tidak bisa diberlakukan untuk melegalkan nikah siri yang bertentangan dengan UU No 1 tahun Mungkin sebelum adanya UU Perkawinan, praktek nikah siri banyak terjadi, tapi setelah adanya undang-undang itu, tidak lagi. Yang ingin saya tanyakan adalah, bagaimana esensi pernikahan siri dalam perspektif HAM dikaitkan dengan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Muhammad Jameludeen, SH Mampang Jakarta. Sdr. Jamel Nikah siri memang masih kontroversi, bahkan pernah mencuat rencana memidanakan pelakunya. Dilihat dari perspektif hak asasi manusia, sesungguhnya menikah adalah atas kehendak bebas dari calon mempelai laki-laki dan perempuan. Kewenangan pemerintah adalah mengatur, bagaimana pernikahan dicatatkan sah oleh negara.terlebih UU No.1 tahun 1974 menegaskan, perkawinan sah dilakukan jika menurut hukum agama. Maka tahap pertama, harus dilakukan menurut hukum agama. Pernikahan siri sebagai pernikahan yang tidak dicatatkan. Sangat bertentangan dengan UU No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan telah mengesahkan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan menggunakannya dengan UU No 7 Tahun 1984, hal ini pun tersiar dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengatur tentang kewajiban dan tanggung jawab pemerintah. Secara jelas mengatur bahwa pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang. Nah, kalau kita berbicara dari perkawinan siri tentu saja berdampak pada lemahnya posisi perempuan secara hukum yang pada akhirnya menghalangi pemenuhan HAM perempuan dan anak. Seperti suami ingin menikah lagi, penelantaran rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga, masalah harta bersama, dan hak anak. Dimana mendapatkan Majalah Humanis Kepada Redaksi yang saya hormati, Saya seorang mahasiswa Fakultas Hukum pada salah satu Perguruan Tinggi swasta di Yogyakarta, saat ini saya senang sekali membaca artikel-artikel tentang Hak Asasi Manusia di Majalah Humanis, karena selain untuk menambah wawasan dan pengetahuan juga sebagai bahan referensi saya untuk mengambil judul skripsi. Saya mendapatkan Majalah Humanis pada acara Legal Expo 2012 yang diselenggarakan Kementerian Hukum dan HAM RI di Taman Pintar Yogyakarta, yang ingin saya tanyakan adalah, apakah Warta Hak Asasi Manusia Humanis bisa didapatkan di toko-toko buku / majalah dan berapa edisi dalam setahun? jika tidak ada, dimanakah saya bisa mendapatkan Majalah tersebut untuk edisi-edisi selanjutnya? Atas perhatian dan jawabannya, sebelumnya saya ucapkan terimakasih. Mirza Jayadiningrat Sdr. Mirza Humanis diterbitkan 2 edisi dalam 1 tahun dan tidak diperjualbelikan di toko buku. Untuk mendapatkan majalah Humanis secara gratis bisa akses di website 2

5 BUAH BIBIR MENGHINDARI JEBAKAN PERBUDAKAN MODERN Oleh : Harison Citrawan* Sebuah flyer ditemukan oleh aktivis buruh migran Anis Hidayah di Malaysia beberapa waktu lalu, bertuliskan: Indonesian maids now on SALE!!! Fast & Easy Application!! Now your housework and cooking come easy. You can rest and relax, Deposit only RM 3,500! Price RM 7,500 nett. Kontan saja, hal tersebut mengundang kemarahan publik nasional terhadap prilaku biadab beberapa pihak di negeri seberang tersebut. Frasa biadab dalam hal ini secara leksikon mengacu pada pengertian: belum beradab; belum maju kebudayaannya. Fakta tentang flyer tersebut seakan-akan mengantarkan kita pada pola perbudakan zaman kuno sebelum masehi sampai pada sekitar abad 19, yang tentu saja terjadi di berbagai belahan dunia. Pada masa pra industrial tersebut, para budak dianggap sebagai barang yang dapat dibawa, dijual, serta dipaksa untuk bekerja. Perjuangan menentang perbudakan mencapai titik kulminasinya ketika dunia internasional bersepakat untuk menghapuskan perbudakan di seluruh dunia melalui Konvensi Perbudakan yang ditandatangani di Jenewa, 25 September Setidaknya dua hal yang patut diberi penekanan pada aturan-aturan yang tertera dalam Konvensi ini, yaitu: pertama, pengertian perbudakan yaitu status atau kondisi seseorang yang terhadap orang lain setiap atau semua kekuasaan yang melekat pada hak kepemilikan dilakukan; kedua, perdagangan budak mencakup setiap tindakan yang melibatkan penangkapan, pemilikan atau pembuangan seseorang dengan maksud untuk menempatkan dia dalam status perbudakan, semua tindakan yang terlibat dalam pemilikan budak dengan maksud untuk menjual atau menukarkannya, semua tindakan pembuangan melalui penjualan atau pertukaran seorang budak yang diperoleh dengan maksud untuk dijual atau dipertukarkan, dan, secara umum, setiap tindakan perdagangan atau pengangkutan budak. Dalam praktik hukum internasional kontemporer, penghapusan perbudakan telah diakui sebagai jus cogens atau norma yang harus ditaati (peremptory norm). Argumentasi demikian tersurat dalam putusan Mahkamah Internasional dalam kasus Barcelona Traction, 1970, yang menyatakan bahwa: such obligations [of jus cogens] derive, for example, in contemporary international law, from the outlawing of acts of aggression, and of genocide as also from the principles and rules concerning the basic rights of the human person, including protection from slavery and racial discrimina-

6 tion. Status jus cogens tersebut secara langsung menempatkan perbudakan sebagai tindakan kriminal bagi setiap bangsa-bangsa di dunia, dan menuntut agar setiap bangsa menghukum para pelaku perbudakan. Dalam perspektif hak asasi manusia, Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik menggariskan dalam Pasal 8 bahwa (1) tidak seorang pun dapat diperbudak; perbudakan dan perdagangan budak dalam segala bentuknya harus dilarang; (2) Tidak seorang pun dapat diperhambakan. Lebih lanjut, Statuta Roma dari Mahkamah Kriminal Internasional juga mengatur tentang larangan perbudakan yang meliputi perdagangan orang, khususnya perempuan dan anakanak. Kiranya jelas dalam perspektif ini, bahwa praktik perbudakan merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip dan norma hak asasi manusia. Kembali pada problematika perdagangan Tenaga Kerja Indonesia di atas, dalam perspektif hak asasi manusia, analisa terhadapnya tidak dapat dilepaskan dari esensi dari hak atas pekerjaan, mengingat status penawaran penjualan buruh migran Indonesia tersebut berada dalam konteks hubungan kontraktual kerja. Kegagalan meletakkan persoalan ini pada ranah hak asasi manusia dapat mengakibatkan negara dalam posisi yang memiliiki peran dalam pola perbuda- BUAH BIBIR kan modern. Berangkat dari definisi normatif serta praktik dalam hukum internasional di atas, kerasionalan demikian tentu saja beralasan mengingat substansi penawaran tenaga pembantu rumah tangga asal Indonesia tersebut sangat erat kaitannya dengan elemen-elemen perbudakan. Dari flyer di atas pula, dapat diinterpretasikan bahwa buruh migran Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga, seakan-akan menyerahkan hak atas kepemilikan pribadinya kepada pihak lain yang (dengan atau tanpa persetujuan buruh tersebut) memiliki kuasa untuk menjual mereka. Perlu kita pahami bersama bahwa terdapat beberapa premis dasar dalam normativitas hak atas pekerjaan, sebagaimana termaktub dalam Pasal 6 Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, yang meliputi: pertama, hak atas pekerjaan adalah elemen penting dalam realisasi hak-hak manusia yang lainnya serta merupakan bagian yang tak terpisahkan dan melekat dalam martabat manusia; kedua, hak atas pekerjaan berkontribusi pada saat yang sama untuk mempertahankan hidup bagi seseorang, keluarganya, serta perkembangan dan pengakuan di dalam masyarakat, sejauh pekerjaan tersebut dipilih atau diterima secara bebas; ketiga, pekerjaan yang dipilih atau diterima secara bebas tersebut meliputi pula hak untuk tidak diperlakukan secara tidak adil. Ketiga elemen tersebut patut menjadi basis negara dalam menggariskan kebijakan terkait buruh migran Indonesia yang dikirimkan ke luar negeri. Aturan yang mengatur tentang penempatan dan perlindungan buruh migran nampaknya lebih menempatkan posisi mereka sebagai kapital dengan analisa untung rugi ketimbang, sebagaimana pendekatan hak asasi manusia di atas, memberikan hak mereka untuk bekerja secara bermartabat. Mengingat tanggung jawab negara dalam memenuhi hak atas pekerjaan, seyogyanya peranan swasta yang berorientasi modal diatur secara proporsional, mengingat, berdasarkan penelitian the Institute for Ecosoc Rights, PPTKIS memegang peran yang dominan dalam berbagai aturan tentang penempatan dan perlindungan tenaga kerja Indonesia tersebut. Akhir kata secara umum, pemenuhan hak asasi manusia oleh negara tidak secara serta merta dapat dikuantifikasikan melalui angka. Hak asasi manusia merupakan hal yang kompeks sebagaimana manusia itu sendiri. Oleh sebab itu, pemenuhan hak asasi manusia tidak dapat dijustifikasikan melalui perhitungan laba rugi semata, namun juga melalui pendekatan yang benar-benar mendukung perlindungan harkat dan martabat sebagai manusia. *(Pengolah data hasil penelitian pada puslitbang Hak-hak Sipil dan Politik- Balitbang HAM)

7 OPINI PARADIGMA DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN HAM DI INDONESIA Oleh : Sabir* Da l a m perkembangannya sekarang ini baik konsep HAM maupun konsep pembangunan sudah diperluas. Antara Hak-hak Asasi Manusia dan Pembangunan tidak ada pertentangan lagi bahkan menjadi terintegrasi secara total. (John O Monique, 1992:78-79). Hakhak Asasi Manusia tidak saja hak untuk berkumpul, berserikat dan berbicara (civil and political rights) tetapi juga hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. Sebaliknya pembangunan tidak saja diartikan pertumbuhan ekonomi tetapi juga pembangunan sosial, politik dan kebudayaan. Pembangunan Indonesia bertujuan untuk pula membangun manusia Indonesia seutuhnya. Untuk pembangunan manusia, seseorang memerlukan baik makanan maupun kebebasan berpendapat; makanan perlu untuk dapat tetap hidup, kebebasan m e n g e l u a r k a n p e n d a p a t dibutuhkan agar jiwa tetap dapat berkembang. Keduanya merupakan kebutuhan yang mendasar dan absolut. Dengan menerima bahwa semua hakhak manusia dapat saling terkait dan tidak dapat dipisahkan, maka penegakan hak-hak sipil dan politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan harus dilaksanakan dan didorong Hubungan negara dengan warga negara dituliskan dalam bentuk perjanjian berupa konstitusi atau undang-undang yang didalamnya antara lain menyebutkan tujuan negara, mekanisme pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara dan hak dan kewajiban negara cq. Pemerintah. dengan integritas yang sama. Hak-hak sipil dan politik tidak lebih prioritas dari hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan. paradigma ini disebut Paradigma HAM terkait dengan proses pembangunan di Indonesia yang maknanya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. PARADIGMA HAM a) Negara vs Warga Negara Secara teoritis dalam terminologi hak asasi manusia selalu diposisikan negara berhadapan dengan warga negara. John Locke menyampaikan gagasannya bahwa warga n e g a r a menyerahkan s e b a g i a n h a k a s a s i manusia yang dimilikinya kepada negara dengan perjanjian bahwa negara akan mensejahterakan tiap-tiap warga negara. Itulah intisari dari teori negara sejahtera (welfare state). Paham ini diikuti sampai sekarang walaupun tidak semua orang memahaminya. Dengan demikian dalam hubungan negara dengan warga negara tidak didasari oleh rasa belas kasihan. Hubungan negara dengan warga negara dituliskan dalam bentuk perjanjian berupa konstitusi atau undang-undang yang didalamnya antara lain

8 menyebutkan tujuan n e g a r a, m e k a n i s m e pemerintahan, hak dan kewajiban warga negara serta hak dan kewajiban negara cq. Pemerintah. b) Kewajiban negara vs hak warga negara Negara cq.pemerintah b e r k e d u d u k a n sebagai pengemban kewajiban (duty bearer) sedangkan warganegara berkedudukan sebagai pemilik hak (rights holder). Negara dituntut untuk secara sungguh-sungguh mampu mengelola sumber daya manusia (human resources) dan sumber daya alam (natural resources) untuk memberikan kesejahteraan bagi tiaptiap warga negara secara optimal. Untuk kepentingan tersebut, negara berkewajiban mengambil langkah-langkah yang penting dan perlu dilakukan secara administratif, hukum, politik, ekonomi dan ideologi melalui lembagalembaga negara yang termasuk dalam sistem pemerintahan. Tidak ada OPINI alasan bagi negara untuk mengabaikan hak-hak warga negara dalam memperoleh tingkat kesejahteraan yang optimal bagi tiap-tiap warga negara. Berbagai situasi dan kondisi yang dihadapi tiaptiap warga negara menjadi tantangan bagi negara untuk mengupayakan pencapaian kesejahteraaan warga negara tersebut. Aspek geografis maupun keterbatasan anggaran tidak dapat dijadikan pembenaran atas terabaikanya pelayanan atas hak-hak dasar tiaptiap warga negara. Hakhak warga negara dapat teridentifikasi pada muatan isi konstitusi dan undangundang yang menjadi hukum posistif dalam pelaksanaan negara cq. pemerintah. Hal ini membawa konsekuensi tiap warga negara dapat memajukan tuntutan kepada negara cq.pemerintah apabila hak-hak dasar yang dimilikinya tidak terpenuhi oleh negara cq.pemerintah. c) Gradual dan progresif Dalam perspektif HAM upaya penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM tidak serta merta dapat diwujudkan dalam satu waktu. Hal itu dapat dilakukan dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi yang berbeda dari tiap-tiap Negara. Namun demikian, diisyaratkan upaya tersebut harus bersifat gradual dan progresif. Gradual diartikan bahwa negara secara bersungguh-sungguh m e n g u p a y a k a n p e n i n g k a t a n kesejahteraan warga negara berdasarkan hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya secara bertahap dalam satuan waktu. Progresif diartikan bahwa negara menyatakan kondisi awal dan target yang ingin diwujudkan dalam p e n g h o r m a t a n, p e r l i n d u n g a n d a n p e m e n u h a n h a k asasi manusia berupa perbaikan dan kemajuan yang dinikmati oleh tiaptiap warga negara. d) Universal dan tidak dapat dicabut; tidak bisa dibagi; saling bergantung dan berkaitan; kesetaraan dan non diskriminasi; partisipasi dan kontribusi; tanggung jawab Negara dan penegakan hukum. Untuk mewujudkan k e w a j i b a n n e g a r a berupa penghormatan p e r l i n d u n g a n d a n

9 pemenuhan hak asasi manusia maka negara cq.pemerintah dituntut untuk mampu mengadopsi prinsip-prinsip pokok hak asasi manusia dalam penyelenggaran negara. Hal itu termasuk dalam pembuatan kebijakan nasional perundangundangan, peraturan pelaksanaan sampai dengan implementasi di masyarakat. Apabila hal tersebut tidak dilakukan maka negara cq.pemerintah terindikasi melakukan pelanggaran HAM. 2. T A N T A N G A N PEMBANGUNAN HAM INDONESIA a) Kesenjangan pengetahuan tentang HAM yang terjadi pada kalangan aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah serta di kalangan masyarakat umum. Meskipun belum ada data y a n g m e n g u n g k a p k a n t i n g k a t p e n g e t a h u a n tentang HAM pada aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah serta di kalangan masyarakat umum, namun kondisi tersebut seolah menjadi fenomena yang diterima. OPINI Hal tersebut terindikasi secara umum dari berbagai peristiwa yang tampil di media massa cetak maupun elektronik. Liputan di media massa tersebut relatif menunjukkan terjadinya Dalam praktik keseharian, dapat ditemukan aparatur pemerintah tidak mengetahui atau menyadari bahwa tindakan atau kebijakan yang dilakukan telah melanggar HAM. Terjadi pula pelanggaran HAM yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam masyarakat atas individu atau kelompok lainnya. Kondisi tersebut diasumsikan para pihak tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang HAM. pemenuhan HAM ataupun pelanggaran HAM yang diduga atau terindikasi dilakukan oleh kalangan aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah serta di kalangan masyarakat umum. Pengetahuan HAM yang dimaksud merujuk pada pemahaman tekstual informasi maupun kontekstual. Pengetahuan tekstual antara lain bersumber dari konvenan atau konvensi internasional, undang-undang dan peraturan hukum. Pengetahuan kontekstual antara lain bersumber dari peristiwa dan kegiatan sehari-hari terkait dengan kehidupan yang dijalani individu, kelompok, maupun masyarakat secara luas. Dalam praktik keseharian, dapat ditemukan aparatur pemerintah tidak mengetahui atau menyadari bahwa tindakan atau kebijakan yang dilakukan telah melanggar HAM. Terjadi pula pelanggaran HAM yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam masyarakat atas individu atau kelompok lainnya. Kondisi tersebut diasumsikan para pihak tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang HAM. b) K o m p l e k s i t a s permasalahan HAM dilihat dari penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak sipil politik dan hak ekonomi sosial budaya. Kovenan HAM internasional mengamanatkan bahwa negara berkewajiban untuk

10 memenuhi seluruh hak asasi manusia dari tiap warga negaranya. Dalam praktik implementasi tersebut tidak selalu mudah dilaksanakan. Dalam prinsip pokok HAM disebutkan pelanggaran atas satu hak asasi akan mempengaruhi pemenuhan hak asasi lainnya. Pandangan pada umumnya menyebutkan pelaksanaan hak sipil dan politik lebih mudah dibandingkan hak ekonomi, sosial, dan budaya. Hal itu disebabkan hak sipil dan politik dianggap dapat diberlakukan serta merta tanpa memerlukan dukungan anggaran belanja negara. Hal ini benar meskipun tidak seratus persen benar karena pada beberapa jenis hak sipil dan politik ternyata memerlukan anggaran belanja negara yang relatif besar, contoh, pelaksanaan e- KTP, pemilihan umum untuk legislatif, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, pemilihan pimpinan kepala daerah. Penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak ekonomi, sosial, dan budaya, memerlukan proses administrasi OPINI dan implementasi yang relatif panjang, contoh, penanganan Tenaga Kerja Indonesia yang berkerja di luar negeri, pemberian Biaya Operasional Sekolah, pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin. Kesemuanya tersebut melibatkan koordinasi banyak pihak dari aparatur pemerintah serta menyerap anggaran belanja negara yang relatif besar. Berbagai keterbatasan yang dimiliki negara cq. Pemerintah memaksa adanya pilihan prioritas pelaksanaan kebijakan, dan program pembangunan nasional di bidang tertentu. Hal ini dapat menimbulkan kesan terabaikannya beberapa hak asasi dari warga negara. c) Komitmen para pemangku kepentingan untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi manusia. Kedudukan HAM sebagai norma atau pun rambu atas kewajiban negara terhadap warga negara kadang dipandang sebagai bentuk soft law karena tidak adanya sanksi atas terjadinya pelanggaran HAM. Sekalipun dari sisi konstitusi dan peraturan perundangan telah dicantumkan hak normatif dari warga negara terkait dengan hak asasi manusia, lebih penting adalah implementasi dari hak-hak tersebut di masyarakat serta hasil yang dinikmati (enjoyable) oleh warga negara. Hal tersebut hanya dapat tercapai ketika terdapat komitmen yang tinggi serta b e r s u n g g u h - s u n g g u h dari para pemangku kepentingan, seperti Negara cq. pemerintah, warga negara, serta pihak nonnegara (nonstate actor), melakukan upaya untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia. d) B e n t u k - b e n t u k pelanggaran HAM oleh aktor non negara. Paradigma awal tentang HAM selalu mendudukan Negara cq. Pemerintah berhadapan dengan warga negara. Dalam perkembangan terkini muncul peran dari pihak nonnegara (nonstate actor). Pihak nonnegara (nonstate actor) merupakan individu atau pun institusi yang memiliki kemampuan atau pun daya kerja yang menyerupai negara, termasuk dalam daya

11 pengaruh sosial, ekonomi, politik, bahkan ideologi, di tingkat domestik, nasional, regional, dan internasional, kepemilikan dana yang luar biasa untuk mendukung operasional kebijakannya, serta akses informasi yang dikuasai. Contoh, perusahaan multinasional (multinational corporate = MNC) antara lain PT Freeport, PT Newmont, British Petroleum, Microsoft Corporation; lembaga keuangan internasional antara lain International Moneter Fund, World Bank, Asian Development Bank; organisasi internasional antara lain Perserikatan Bangsa-Bangsa, World Health Organization, North Atlantic Territorial Organization, Worl Wildlive Foundation. Kemampuan yang demikian powerful dan kadang sifat arogansi yang mereka miliki berpotensi melakukan pelanggaran HAM terhadap warga negara karena mereka bekerja secara sistematis demi mewujudkan kepentingan yang menguntungkan bagi pihaknya atau koleganya. 3. HARAPAN PERBAIKAN DALAM PENGHORMATAN, PERLINDUNGAN DAN PEMENUHAN HAM OPINI a) Internalisasi nilai-nilai HAM pada aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah. Adanya program internalisasi nilai-nilai HAM secara berkelanjutan (suistainable programm) tiap-tiap tahun berupa pelatihan dan pendidikan serta tindaklanjut (action plan) bagi aparatur pemerintah di tingkat pusat maupun daerah secara proposional sesuai dengan tugas fungsi. b) Sosialisasi nilai-nilai HAM pada masyarakat. Adanya program sosialisasi nilai-nilai HAM pada masyarakat berupa kampanye menggunakan bauran media mencakup media cetak dan elektronik, penyuluhan, pelatihan dan pendidikan, kajian normatif sosiologis. c) Pembangunan HAM yang terintegrasi. Adanya komitmen politik (political will) dan kemauan baik (good will) dari seluruh komponen negara dan pemerintah untuk secara sungguhsungguh melaksanakan pembangunan nasional yang berbasis HAM (rightsbased- approach). Hal tersebut harus tercermin pada paramater dan indikator HAM yang mencakup aspek struktur, proses, dan hasil (enjoyment). Indikator struktur merujuk pada produk peraturan perundangan serta lembaga yang melaksanakan; indikator proses merujuk pada tahapan dalam penyusunan produk peraturan perundangan dan pembangunan serta implementasi di lapangan; indikator hasil merujuk pada penikmatan yang diterima oleh warga negara atas berbagai hak asasi yang dimilikinya. Dari uraian di atas diharapkan pengaruh konsep hak asasi manusia sebagai salah satu pranata globalisasi dapat memberikan pengaruh yang konstruktif terhadap pradigma penatalaksanaan hukum dan pembangunan di Indonesia. *) Kepala Sub Bagian Humas dan Protokol Sekretariat Badan Litbang HAM

12 OPINI PULAU TERLUAR INDONESIA RAWAN PICU KONFLIK Oleh : Penny Naluria Utami* Dalam Amandemen Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Bab IX A tentang Wilayah Negara, Pasal 25A tercantum Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undangundang. Di sini jelas disebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada United Nations Convension on the Law of the Sea (UNCLOS) 82/Hukum laut (HUKLA) 82 yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun Indonesia memiliki sekitar buah pulau dan ⅔ (dua per tiga) wilayahnya berupa lautan. Dari pulau tersebut terdapat pulau-pulau terluar yang menjadi batas langsung Indonesia dengan negara tetangga. Dampak dari ratifikasi UNCLOS ini adalah keharusan Indonesia untuk menetapkan Batas Laut Teritorial (Batas Laut Wilayah), Batas Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan Batas Landas Kontinen. Berdasarkan hasil survei base point atau titik dasar (TD) yang telah dilakukan oleh Dinas Hidro Oseanografi (DISHIDROS) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL), terdapat 183 titik dasar yang terletak di 92 pulau terluar dan sisanya ada di tanjung terluar serta di wilayah pantai. Dari 92 pulau terluar ini ada dua belas (12) pulau yang harus mendapatkan perhatian Keberadaan pulaupulau terluar ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas Negara ditentukan. serius atau rawan picu konflik. Indonesia mempunyai perbatasan darat dengan tiga negara tetangga, yaitu Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste. Sementara perbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, diantaranya Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Papua Nugini, Timor Leste, India, Thailand, Australia, dan Palau. Hal ini tentunya sangat erat kaitannya dengan masalah penegakan kedaulatan dan hukum di laut, pengelolaan sumber daya alam serta pengembangan ekonomi kelautan suatu negara. Kompleksitas permasalah di laut akan semakin memanas akibat semakin maraknya kegiatan di laut, seperti pengiriman barang antar negara yang 90% dilakukan dari laut, ditambah lagi dengan isu-isu perbatasan, keamanan, kegiatan ekonomi dan sebagainya. Dapat dibayangkan bahwa penentuan batas laut menjadi sangat penting bagi Indonesia, karena sebagian besar wilayahnya berbatasan langsung dengan negara tetangga di wilayah laut. Batas laut teritorial diukur berdasarkan garis pangkal yang menghubungkan titik-titik dasar yang terletak di pantai terluar dari pulau-pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Keberadaan pulau-pulau terluar ini secara geografis sangatlah strategis, karena berdasarkan pulau inilah batas Negara ditentukan. Pulau-pulau ini seharusnya mendapatkan perhatian dan pengawasan 10

13 serius agar tidak menimbulkan permasalahan yang dapat mengganggu keutuhan wilayah Indonesia, khususnya pulau yang terletak di wilayah perbatasan dengan negara negara yang tidak atau belum memiliki perjanjian dengan Indonesia. Ada beberapa kondisi yang membahayakan keutuhan wilayah jika terjadi pada pulau-pulau terluar, diantaranya: 1. Hilangnya pulau secara fisik akibat abrasi, tenggelam, atau karena kesengajaan manusia; 2. Hilangnya pulau secara kepemilikan, akibat perubahan status kepemilikan akibat pemaksaan militer atau sebagai sebuah ketaatan pada keputusan hukum seperti yang terjadi pada kasus berpindahnya status kepemilikan Sipadan dan Ligitan dari Indonesia ke Malaysia; dan 3. Hilang secara sosial dan ekonomi, akibat praktek ekonomi dan sosial dari masyarakat di pulau tersebut. Misalnya pulau yang secara turun temurun didiami oleh masyarakat dari negara lain. Berdasarkan inventarisasi yang telah dilakukan oleh DISHIDROS TNI AL, terdapat 92 pulau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, diantaranya: 1. Pulau Simeulucut, Salaut OPINI Besar, Rawa, Rusa, Benggala dan Rondo berbatasan dengan India; 2. Pulau Sentut,, Tokong Malang Baru, Damar, Mangkai, Tokong Nanas, Tokong Belayar, Tokong Boro, Semiun, Subi Kecil, Kepala, Sebatik, Gosong Makasar, Maratua, Sambit, Berhala, Batu Mandi, Iyu Kecil, dan Karimun Kecil berbatasan dengan Malaysia; 3. Pulau Nipa, Pelampong, Batu berhenti, dan Nongsa berbatasan dengan Singapura; 4. Pulau Sebetul, Sekatung, dan Senua berbatasan dengan Vietnam; 5. Pulau Lingian, Salando, Dolangan, Bangkit, Manterawu, Makalehi, Kawalusu, Kawio, Marore, Batu Bawa Ikang, Miangas, Marampit, Intata, kakarutan dan Jiew berbatasan dengan Filipina; 6. Pulau Dana, Dana (pulau ini tidak sama dengan Pulau Dana yang disebut pertama kali, terdapat kesamaan nama), Mangudu, Shopialoisa, Barung, Sekel, Panehen, Nusa Kambangan, Kolepon, Ararkula, Karaweira, Penambulai, Kultubai Utara, Kultubai Selatan, Karang, Enu, Batugoyan, Larat, Asutubun, Selaru, Batarkusu, Masela dan Meatimiarang berbatasan dengan Australia; 7. Pulau Leti, Kisar, Wetar, Liran, Alor, dan Batek berbatasan dengan Timor Leste; 8. Pulau Budd, Fani, Miossu, Fanildo, Bras, Bepondo danliki berbatasan dengan Palau; 9. Pulau Laag berbatasan dengan Papua Nugini; dan 10. Pulau Manuk, Deli, Batukecil, Enggano, Mega, Sibarubaru, Sinyaunau, Simuk dan wunga berbatasan dengan samudra Hindia. Ada dua belas (12) pulau yang harus mendapatkan perhatian serius atau rawan picu konflik, dintaranya: 1. Pulau Rondo Pulau Rondo adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudera Hindia dan berbatasan dengan wilayah negara India, yaitu Kepulauan Nikobar. Pulau Rondo ini merupakan wilayah paling utara dari Republik Indonesia dan secara administratif merupakan bagian dari wilayah kota Sabang, provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang rawan dengan kegiatan Illegal Fishing. Di pulau ini terdapat titik dasar TD Pulau Berhala Pulau Berhala adalah sebuah pulau di Jambi yang merupakan pulau terluar Indonesia di Selat 11

14 OPINI Malaka. Pulau yang kaya akan hutan akar bahar ini menyimpan berbagai jenis terumbu karang (Intertidal Coral Reef dan Karang Tengah) dalam radius 200M dari bibir pantai yang tidak kurang dari 22 spesies dan jenis ikan karang dapat terlihat dari 11 spesies. Berhala memiliki topografi bergunung dengan hutan lebat dan pantai yang putih bersih. Nama pulau Berhala ini diambil dari nama raja Jambi dahulu yaitu Datuk Paduko Berhala yang makamnya terdapat di pulau itu. Saat ini pulau di jaga oleh Tentara Nasional Indonesia Angakatan Laut dan terdapat titik dasar TD 184. Pulau ini menjadi sangat penting karena menjadi pulau terluar Indonesia di Selat Malaka yang sangat ramai karena merupakan jalur pelayaran internasional dan Illegal Fishing. Saat ini sudah terdapat fasilitas berupa resort, pemancingan, wahana untuk permainan laut maupun Hotel untuk para wisatawan yang berkunjung ke sana. 3. Pulau Nipa Pulau Nipa adalah salah satu pulau yang berbatasan langsung dengan Singapura. Secara Administratif pulau ini masuk kedalam wilayah Kelurahan Pemping Kecamatan Belakang Padang Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau. Pulau Nipa menjadi terkenal karena beredarnya isu mengenai hilangnya atau tenggelamnya pulau ini atau hilangnya titik dasar TD yang ada di pulau tersebut. Hal ini memicu anggapan bahwa luas wilayah Indonesia semakin sempit. Pada kenyataanya, Pulau Nipa memang mengalami abrasi serius akibat penambangan pasir laut di sekitarnya dan pasir ini dijual untuk reklamasi pantai Singapura. Pada saat air pasang maka wilayah Pulau Nipa hanya terdiri dari Suar Nipa, beberapa pohon bakau dan tanggul yang menahan terjadinya abrasi. Hilangnya titik referensi ini dikhawatirkan akan menggeser batas wilayah NKRI. Pemerintah melalui DISHIDROS TNI AL telah menanam 1000 pohon bakau, melakukan reklamasi dan melakukan pemetaan ulang di pulau ini, termasuk pemindahan Suar Nipa (yang dulunya tergenang air) ke tempat yang lebih tinggi. 4. Pulau Sekatung Pulau Sekatung adalah pulau terluar dan paling utara dari wilayah provinsi Kepulauan Riau yang terletak di laut Cina Selatan dan berbatasan dengan negara Vietnam. Pulau Sekatung ini merupakan wilayah dari kabupaten Natuna, provinsi Kepulauan Riau. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 030 yang rawan dengan kegiatan Illegal Fishing. 5. Pulau Marore Pulau Marore adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina yang rawan dengan Illegal Fishing. Pulau Marore ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kepulauan Sangihe, provinsi Sulawesi Utara. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 055 dengan jumlah penduduk kurang lebih 640 jiwa. 6. Pulau Miangas Miangas adalah pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina. Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan, terorisme serta penyelundupan. Jarak 12

15 Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Perkawinan dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi dikarenakan kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso. Aplikasi jejaring Google Maps memiliki kesalahan dengan memasukkan pulau miangas sebagai bagian dari Filipina dan terdapat Titik Dasar TD Pulau Fani Pulau Fani adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Pasifik dan berbatasan dengan negara Palau. Pulau Fani ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 066 yang rawan dengan usaha Illegal Fishing. 8. Pulau Fanildo Pulau Fanildo adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Pasifik dan berbatasan dengan negara Palau. Pulau Fanildo ini merupakan bagian OPINI dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 072 yang rawan Illegal Fishing. 9. Pulau Bras Pulau Bras adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Pasifik dan berbatasan dengan negara Palau. Pulau Bras ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Provinsi Papua. Di pulau ini terdapat Titik Dasar TD 072A dengan jumlah penduduk kurang lebih 50 jiwa yang rawan kegiatan Illegal Fishing. 10. Pulau Batek Pulau Batek (Fatu Sinai) adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sawu dan berbatasan dengan negara Timor Leste. Pulau Batek ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Kupang, provinsi Nusa Tenggara Timur yang rawan dengan kegiatan Illegal Fishing. Di pulau ini belum ada titik dasar TD dan tempat penyu bertelur dan migrasi lumba-lumba. 11. Pulau Marampit Pulau Marampit adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Filipina. Pulau Marampit ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 057 dengan jumlah penduduk kurang lebih 1436 jiwa yang rawan dengan kegiatan Illegal Fishing. 12. Pulau Dana Pulau Dana adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Hindia dan berbatasan dengan negara Australia. Pulau Dana ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Kupang, provinsi Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini terdapat titik dasar TD 121 yang rawan dengan kegiatan Illegal Fishing. Menjaga pulau terluar memiliki makna sangat luas, yaitu dengan merencanakan, mengendalikan dan memanfaatkan serta mengawasinya adalah wujud nyata penjagaan dimaksud. Pulau terluar (outermost island) dikukuhkan melalui titik dasar (TD) pada pulau tertentu yang letaknya pada posisi paling luar wilayah Indonesia atau sebaliknya paling dekat ke negara tetangga tertentu. Kehadiran titik dasar, dilegalkan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Pengertian 13

16 OPINI di atas mengindikasikan bahwa pulau terluar adalah wilayah perbatasan tetapi tidak semua pulau perbatasan adalah pulau terluar. Pemerintah memulai untuk komitmen menjaga pulau-pulau terluar dengan melahirkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 29 Desember 2005 atas inisiasi Departemen Kelautan dan Perikanan. Inilah kebijakan pertama di Indonesia soal perbatasan dan banyak kemajuan yang telah dicapai walaupun tidak ada anggaran khusus dan masih banyak yang harus dilakukan. Revitalisasi Pulau Nipa adalah contoh program soal menjaga kondisi fisik pulau terluar. Pembangunan tugu NKRI dan sarana bantu navigasi adalah contoh memperkuat kepemilikan negara. Menamakan pulau dan mendepositkan namanya ke Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) adalah contoh bukti pemberlakukan fungsi pemerintahan dan publikasi serta registrasi bukti eksistensi pengelolaan pada badan dunia. Programprogram turunan dapat berupa program ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, pemberantasan buta huruf, peningkatan kualitas sanitasi dan kesehatan, penyediaan infrastruktur seperti sekolah, pelabuhan dan penyediaan akses, modal dan kesempatan berusaha di bidang-bidang tertentu sesuai potensi wilayah. Beberapa kendala pembangunan kawasan ini antara lain: 1) ketersediaan bahan bakar minyak. Keisolasian pulau membuat bahan bakar minyak menjadi penting untuk Dalam pengelolaan perbatasan wilayah harus sangat hatihati karena persoalan perbatasan tidak semudah yang dibayangkan. Karena berada dalam hukum internasional, batas bisa tumbuh dan hilang secara alamiah. aktivitas perekonomian baik untuk transportasi antar pulau maupun usaha penangkapan ikan. Dengan memperhitungkan kedekatan antara pulau maka sebaiknya dibangun fasilitas dengan kapasitas yang sesuai dengan kondisi setempat; 2) kemandirian masyarakat. Ada kecenderungan sifat masyarakat yang tidak mau belajar mandiri mengakibatkan beban pemerintah menjadi berat. Oleh sebab itu, pemerintah daerah harus bekerja keras untuk mengatasi masalah ini; 3) masalah ketersediaan air bersih. Problem utama di pulau kecil adalah air bersih apalagi kalau pulaunya datar sehingga pulau tersebut tidak memiliki kemampuan untuk menahan air tanah. Maka dibutuhkan teknologi tepat guna untuk mengatasi masalah ini; 4) sarana trasportasi. Selama ini pemerintah memang menyediakan kapal perintis tetapi dikeluhkan masyarakat karena inkonsistensi jadwal kedatangan. Komoditas pertanian dan perikanan yang dimiliki menjadi tidak berharga karena inkonsistensi ini. Dalam pengelolaan perbatasan wilayah harus sangat hati-hati karena persoalan perbatasan tidak semudah yang dibayangkan. Karena berada dalam hukum internasional, batas bisa tumbuh dan hilang secara alamiah. Sumber Angkaraku < blogspot.com/2012/09/mari-kitajaga-pulau-pulau-terluar.html> Lalu Muhamad Jaelani < geomatika.its.ac.id/archives/ pulau-pulau-terluar-dan-batasnkri/> < K a t e g o r i : P u l a u _ t e r l u a r _ Indonesia> *) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak Kelompok Khusus 14

17 OPINI Kewajiban Negara dalam Melindungi dan Menjamin Kepastian Hukum serta Persamaan Kedudukan di Depan Hukum. Oleh: Hakki Fajriando* Dalam kehidupan bermasyarakat tentunya kita akan selalu bersentuhan langsung dengan banyak permasalahan, terutama permasalahan hukum. Dalam tingkatan sosial, ekonomi, budaya dan politik, sangat berpotensi timbul perselisihan yang dilatarbelakangi oleh berbagai persoalan yang akhirnya timbul (konflik horizontal) antar masyarakat dan tidak dapat di antisipasi oleh negara, dan dalam hal ini pemerintah bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut. Dari segala banyak persoalan yang terjadi dan ketidaktahuan masyarakat tentang hukum, terutama masyarakat bawah yang notabene mereka hanya berpendidikan rendah dan ada juga yang belum pernah sama sekali mengeyam pendidikan. Dan itulah yang menjadi persoalan dan menjadi tanggung jawab negara (pemerintah) berperan aktif dalam mencerdaskan bangsa yang diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 34. Besarnya permasalahan yang timbul akibat perbedaan tingkat pendidika n dan besarnya jumlah pengangguran di negeri ini, menimbulkan konflikkonflik ditingkatan masyarakat antara lain, penganiayaan oleh orang tua kepada anak, suami kepada isteri, kejahatan dijalanan, pencurian bahkan pembunuhan yang dilatarbelakangi oleh faktor Penegakan hukum menjadi hal pokok yang mesti dibenahi, terutama lembaga peradilan. Lembaga peradilan menjadi hal penting yang harus diperhatikan, mengingat disitulah masyarakat menggantungkan harapan terhadap suatu keadilan. ekonomi, rendahnya pendapatan masyarakat dan minimnya pengetahuan mereka tentang hukum serta perbedaan status sosial, dan diskriminasi dalam pelayanan, menjadi hal yang mendasar untuk di perbaiki. Menjadi tanggung jawab negara terutama pemerintah dalam menghapuskan kemiskinan, mensejahterakan rakyatnya dan penegakan supremasi hukum. Seiring perkembangan jaman dibutuhkan kerja keras pemerintah dalam menciptakan lapangan pekerjaan dan memperbaiki sistem pemerintahannya, salah satunya adalah penegakan hukum yang diatur dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1) Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya, Pasal 28 D ayat (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Penegakan hukum menjadi hal pokok yang mesti dibenahi, terutama lembaga peradilan. Lembaga peradilan menjadi hal penting yang harus diperhatikan, mengingat disitulah masyarakat menggantungkan harapan terhadap suatu keadilan. Kesadaran masyarakat terhadap hukum sangat 15

18 OPINI minim, namun ketika mereka sudah dibenturkan dengan permasalahan hukum maka mereka akan mencari sumber informasi untuk menjawab persoalan yang mereka hadapi, dan ini bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, akan tetapi menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mensosialisasikan dan memberikan pendidikan tentang kesadaran hukum itu sendiri. Peran serta masyarakat, terutama suatu lembaga atau badan hukum yang berkonsentrasi dalam bidang pelayanan hukum, memprioritaskan atau paling tidak membagi waktu dalam hal pelayanan hukum cuma-cuma terutama buat kantor hukum atau kantor pengacara dalam memberikan pendampingan atau pro bono yang telah diamanatkan UU Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, Pasal 22 tentang bantuan hukum Cuma-Cuma yang menjadi kewajiban seorang advokat memberikan pelayanan hukum Cuma-Cuma atau pro bono kepada masyarakat kurang mampu. Permasalahan yang sering mereka hadapi (baca: kurang mampu) lingkupnya sering dilatarbelakangi persoalan ekonomi, pengangguran (sempitnya lapangan pekerjaan), status sosial (antara si kaya dengan si miskin), dan pelayanan. Bukan lagi menjadi rahasia umum, bila mereka yang kaya selalu mendapatkan pelayanan ekstra, ketimbang mereka yang miskin secara ekonomi selalu dinomor duakan. Tugas pemerintah dalam hal ini memberikan jaminan kepada mereka yang kurang mampu untuk mendapatkan hak yang sama dalam segi pelayanan maupun kesempatan untuk mengembangkan diri mereka, terutama ekosop (ekonomi, sosial budaya dan politik), sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUD 1945, Pasal 27, 28, 28A, 28B, 28C, 28D, 28E, 28F, 28H, 28I, 28J, 29, 31, 32, 33, dan Pasal 34. Pemerintah akhirnya mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 83 Tahun 2008, yang sebenarnya juga atas desakan dari beberapa elemen masyarakat (LSM) yang perduli dengan hal yang telah disebutkan di atas. Permasalahan yang terjadi saat ini adalah tanggung jawab negara dan pemerintah sebagai penyelenggara negara berpartisipasi dalam memberikan pelayanan Cuma-Cuma (pendampingan hukum) dan juga memberikan sumbangsihnya dalam persoalan ini. Kendala yang sering dihadapi oleh lembaga bantuan hukum atau lembaga sosial lainnya yang memang berkonsentrasi dalam bidang pelayanan dan penegakan hukum, yaitu persoalan keuangan sebagai dana operasional dalam menjalankan misinya, artinya jangan sampai hal ini menghambat kerja dari mereka-mereka yang memang perduli dengan penegakan hukum di Indonesia dan hak-hak dasar yang harus dilindungi (HAM). Dengan adanya lembaga masyarakat atau badan hukum lainnya yang perduli dengan persamaan kedudukan didepan hukum, hak sosial, hak politik sampai dengan mendapatkan hak yang sama dalam perlakuaan atau pelayanan, baik di lingkungan pendidikan, lingkungan tempat tinggal, tempat beribadah, rumah sakit, lingkungan birokrasi, di Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan bahkan di lingkungan kerja sekalipun dan lain sebagainya. *) Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hakhak Kelompok Khusus-Badan Penelitian dan Pengembangan HAM 16

19 OPINI TOLAK OUTSOURCING Ir. Maruahal Simanjuntak, S.H., M.M. *) Foto : Agus/ litbangham Tolak Outsourcing Itulah kata-kata yang diteriakkan oleh demonstran buruh yang berunjuk rasa dibeberapa kota di negeri ini. Ribuan orang dari berbagai elemen buruh melakukan aksi bersama melakukan tuntunan penolakan terhadap outsourcing (alih daya) yang merupakan tuntutan dalam upaya memperbaiki kesejahteraan buruh, disamping tuntutan lain untuk peningkatan upah buruh seperti Upah Minimum Provinsi (UMP), Upah Minimum Kabupaten/ Kota (UMK) maupun tuntutan terkait Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Rasa tidak puas para buruh seharusnya dilakukan sesuai koridor gerakan buruh nasional. Kalau buruh tidak puas dengan pengusaha, penyelesaiannya dilakukan melalui lembaga bipatrit, yakni pertemuan antara pengusaha dan pekerja. Kalau lembaga ini tidak jalan, selanjutnya melalui lembaga tripatrit, yakni pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Jika ini juga gagal, baru boleh melakukan unjuk rasa. Namun, apabila unjuk rasa yang menjadi pilihan para pekerja, diharapkan demo yang bertujuan untuk menyuarakan aspirasi tersebut dapat dilakukan dengan tertib dan aman. Alih Daya (Outsourcing) Jasa Tenaga Kerja Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan 17

20 OPINI kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Berdasarkan ketentuan di atas, outsourcing dibagi menjadi dua jenis: 1. Pemborong Pekerjaan Yaitu pengalihan suatu pekerjaan kepada penjual alih daya (vendor outsourcing), dimana vendor bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pekerjaan yang dialihkan beserta hal-hal yang bersifat teknis (pengaturan oerasional) maupun halhal yang bersifat non-teknis (administrasi kepegawaian). Pekerjaan yang dialihkan adalah pekerjaan yang bisa diukur volumenya, dan fee yang dikenakan oleh vendor adalah rupiah per satuan kerja (Rp/m2, Rp/kg, dsb.). Contoh: pemborongan pekerjaan cleaning service, jasa pembasmian hama, jasa katering, dsb. 2. Penyediaan Jasa Pekerja/ Buruh Yaitu pengalihan suatu posisi kepada vendor outsourcing, dimana vendor menempatkan karyawannya untuk mengisi posisi tersebut. Vendor hanya bertanggung jawab terhadap manajemen karyawan tersebut serta halhal yang bersifat non-teknis lainnya, sedangkan hal-hal teknis menjadi tanggung jawab perusahaan selaku pengguna dari karyawan vendor. Terkait soal tanggung jawab teknis, non teknis dan menjadi tanggung jawab siapa, sering sekali menimbulkan permasalahan bagi jasa tenaga alih daya yang pada akhirnya merasa dirugikan dan tidak puas terhadap ketentuan peraturan ketenagakerjaan. Demo pekerja berkenaan dengan alih daya (outsourcing) bukan ingin menghapus Undang- Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, tapi ingin mengembalikan pada sistem yang ada dalam kebenaran. Banyak perusahaan yang oleh buruh dikatakan menggunakan tenaga outsourcing tidak sesuai atau menyalahi aturan dalam undangundang tersebut. Tenaga yang bisa dimasukkan dalam sistem alih daya adalah yang termasuk lima jenis pekerjaan bukan inti, yakni keamanan, jasa kebersihan, katering, transportasi, dan pertambangan. Pada kondisi sekarang tenaga kerja selain lima jenis tersebut di atas, juga dimasukkan buruh pabrik dan sektor perbankan sebagai tenaga alih daya (outsourcing). Hal ini memperlihatkan kurang tegasnya pelaksanaan UU No.13 Tahun 2003 tersebut dijalankan, yang juga berdampak kurangnya perlindungan bagi tenaga kerja dalam pengupahan murah dan perwujudan jaminan layanan kesehatan dan sosial. Praktik alih daya pekerja yang tidak terkendali dan eksploitatif demikian bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila serta Undang- Undang Dasar 1945 (Hajriyanto Y Thohari, Wakil Ketua MPR, Kompas 3 Oktober 2012). Pasal 28 (H,I,J) Undang- Undang Dasar 1945 terkait Hak Asasi Manusia dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan bathin, memperoleh pelayanan kesehatan, bebas dari perlakuan diskriminatif, wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan Undang- Undang dengan semata-mata untuk menjamin pengakuan dan penghormatan atas hak orang lain untuk memenuhi tuntutan yang adil dalam suatu masyarakat demokratis. Undang-undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia lebih mempertegas lagi bahwa setiap orang berhak untuk hidup mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya (Psl.9) ; Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak (Psl.38) ; Setiap warga negara berhak atas jaminan sosial yang dibutuhkan untuk hidup layak serta untuk perkembangan pribadinya secara utuh (Psl.41) Prinsip Pengawasan Ketenagakerjaan Mogok kerja, melakukan demo dengan menyisir pabrik 18

21 OPINI (sweeping), memblokade jalur distribusi dan mengintimidasi buruh yang masih memilih tetap bekerja menjadikan keresahan tersendiri bagi para pengusaha karena proses produksi industri lumpuh. Mogok kerja serentak pada tanggal 3 Oktober 2012 di seantero nusantara dari anggota Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia telah melumpuhkan sebagian besar aktivitas produksi industri perusahaan (Kompas, 4 Oktober 2012). Kerugian perusahaan sebagai akibat gagal memproduksi dan pengiriman yang tidak tepat waktu (tidak sesuai kontrak) sehingga terkena penalti. Aksi massal seperti ini menjadi faktor negatif dalam perbaikan iklim investasi di Indonesia, ditengah upaya pemerintah memompa investasi sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi yang tinggi bersama dengan konsumsi masyarakat. Dalam hal ini Pemerintah harus menjamin kepastian hukum agar investor tenang bekerja dan tidak terjadi pengepungan, penyisiran pabrik, pemaksaan pembuatan kesepakatan yang tidak sesuai norma ketenagakerjaan. Peran Pemerintah untuk menegakkan prinsip pengawasan ketenagakerjaan sangat diperlukan efektifitasnya. Indonesia sebagai anggota ILO telah meratifikasi Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1974 dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2003, dimana konvensi tersebut memuat prinsip-prinsip pengawasan ketenagakerjaan, antara lain: 1. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan berdasarkan satu sistem dan merupakan tangggung jawab pemerintah. 2. Sistem pengawasan ketenagakerjaan harus diterapkan diseluruh tempat kerja dan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan. Undang-undang No.21 Tahun 2003 menjamin ditaatinya peraturan Perundang-undangan ketenagakerjaan, mengumpulkan bahan dan masalah hubungan kerja dan masalah ketenagakerjaan dalam arti seluas-luasnya dan guna membuat peraturan Perundang- Undangan ketenagakerjaan. Tentu dalam hal ali daya (outsourcing) termasuk hal yang diawasi pelaksanaannya oleh pengawas ketenagakerjaan karena terkait pengupahan dan kesejahteraan jaminan sosial. Untuk ini diperlukan regulasi yang mengatur mengenai pembatasan alih daya (outsourcing) dan penetapan kerja borongan yang pada akhir-akhir ini sebagai penyedia tenaga kerja alih daya menjadi bisnis menggiurkan bagi banyak orang dan berkembang pesat. Ketegasan Aturan Batas Alih Daya (Outsourcing) Menyikapi tuntutan para pekerja/buruh terhadap hal alih daya, pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sebagai bagian yang terlibat dalam pengawasan ketenagakerjaan berupaya melindungi hak atas kesejahteraan para pekerja atas jaminan sosial dan hidup layak. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan membuat Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk regulasi alih daya yang disusun secara cermat melalui Lembaga Kerjasama (LKS) Tripartit Nasional. Sangat diharapkan peraturan baru ini tetap memperhatikan daya saing industri dan menjaga upaya penciptaan lapangan kerja baru. Tenaga alih daya bukan berarti dihapuskan tapi sistem alih daya dilarang untuk pekerjaan inti. Lima jenis pekerjaan yang bukan inti masih tetap dapat dilakukan dengan sistem alih daya (transportasi, kebersihan, keamanan, pertambangan lepas, katering). Bagi pekerja meski berstatus alih daya, tetap harus mendapat perlindungan memadai oleh perusahaan penyalurnya. Jika tidak melindungi, perusahaan dicabut izinnya dan dilarang beroperasi. Perusahaan tidak usah khawatir bahwa pelarangan sistem alih daya mengganggu efisiensi, proyek yang harus dilaksanakan dengan sistem borongan masih bisa dilakukan 19

22 melalui perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (Muhaimin Iskandar, Menakertrans, Kompas 3 Oktober 2012). Menjadi prhatian bahwa peralihan pekerjaan yang dibolehkan dengan syarat perusahaan penerima pekerjaan harus memiliki hubungan kerja langsung dengan pekerja. Aturan akan dipertegas melarang penyedia tenaga alih daya selain 5 jenis pekerjaan yang sudah ditetapkan. Kita sama mengharap bahwa regulasi aturan baru tentang alih daya ini memudahkan pengendalian perusahaan pemborong pekerjaan dengan mekanisme pengesahan izin operasional oleh dinas ketenagakerjaan setempat. Menjadi catatan dalam penyusunan draft aturan baru regulasi bahwa perusahaan outsourcing yang tidak tercatat jumlahnya bisa berkali lipat dari yang tercatat dan kantor pemilihannyapun tidak jelas dapat menimbulkan masalah. Peraturan Menteri (Permen) Tenaga Kerja U n d a n g - u n d a n g ketenagakerjaan mengizinkan perusahaan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa tenaga pekerja alih daya eksploitatif. Namun setelah sekian tahun, perusahaan/pelaku penyedia dan penerima tenaga OPINI alih daya dalam perkembangannya menimbulkan masalah, kerap terkait dalam praktik penyerahan pekerjaan kepada penyedia jasa pekerja. Untuk mencegah kelemahan pengawasan pada tenaga alih daya ini, maka pemerintah melalui Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah menerbitkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 19 Tahun 2012 mengenai syarat Penyerahan sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada perusahaan lain guna membatasi bisnis penyedia jasa tenaga alih daya. Peraturan ini adalah hasil rapat tiga pihak (Pemerintah, Pengusaha, Pekerja) dalam Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional dengan lebih menegaskan hanya pemborongan pekerjaan yang dibolehkan sepanjang bukan kegiatan pokok produksi pemberi kerja. Peraturan Menteri No.19 Tahun 2012 mengatur dua hal utama, yakni pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh (outsourcing). Untuk penyediaan alih daya pekerja tetap meliputi 5 jenis usaha penunjang (pelayan kebersihan, makanan, pengamanan, pertambangan, dan migas, penyediaan angkutan bagi pekerja). Sementara, sistem pemborongan pekerjaan mewajibkan kepada setiap perusahaan penerima pemborongan harus memenuhi persyaratan diantaranya berbentuk badan hukum, memiliki tanda daftar perusahaan, memiliki izin usaha, dan memiliki bukti wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan. Selain itu perusahaan penerima pemborongan juga diwajibkan melapor kepada instansi ketenagakerjaan jika ada perubahan alur kerja di luar kegiatan utama (core bussiness) perusahaan pemberi pekerjaan terhadap PerMen No.19/2012 ini belum teruji keampuhannya apakah sudah betul-betul dapat dijadikan sebagai jalan keluar dari permasalahan yang timbul selama ini. Pihak Asosiasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI) akan mengajukan uji materi Peraturan Menteri No.19/2012 kepada Mahkamah Agung (Wisnu Wibowo ketua ABADI, Harian Seputar Indonesia 21 November 2012). Referensi : 1. UUD 1945 hasil amandemen 2. UU No.21 Tahun 2003 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan 3. UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 4. Buku Pedoman Hak Asasi Manusia bagi Pengawas Ketenagakerjaan, Balitbang HAM Harian Kompas, Oktober Tempo, edisi Oktober Harian Seputar Indonesia, November 2012 *) Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia. Kementerian Hukum dan HAM 20

23 TR A F F I C K I N G (perdagangan manusia) adalah bentuk konkrit pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang paling tragis setelah perbudakan. Akibatnya, tindak kejahatan bersifat transnasional seperti ini diatur kovenan-kovenan HAM internasional. Ada beberapa definisi tentang perdagangan perempuan dan anak. Protokol Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bisa mencegah, memberantas dan menghukum perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak (2000), suplemen Konvensi PBB untuk melawan organisasi kejahatan lintas batas, memasukan definisi perdagangan sbagai berikut : a. Perdagangan manusia adalah perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk lain dari pemaksaan, penculikan, penipuan, kebohongan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau memberi atau menerima pembayaran atau memperoleh hasil dan keuntungan agar dapat memperoleh persetujuan dari seseorang yang berkuasa atas orang lain, untuk tujuan FOKUS Perdagangan Perempuan dan Anak Menusuk Jantung HAM Oleh : Agustinus Pardede* eksploitasi. Eksploitasi termasuk, paling tidak untuk melacurkan orang lain atau bentuk-bentuk lain dari potret eksploitasi seksual, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan ataupun praktik-praktik serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh; b. Persetujuan korban perdagangan manusia terhadap eksploitasi yang dimaksudkan yang dikemukakan dalam sub alinea (a) artikel ini tidak akan relevan jika salah satu dari cara-cara yang dimuat dalam sub alinea (a) digunakan; c. Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan atau penerimaan seorang anak guna eksploitasi dipandang sebagai perdagangan manusia. Bahkan kalau kegiatan ini tidak melibatkan s a t u p u n c a r a y a n g dikemukakan dalam sub alinea (a) pasal ini; Anak adalah setiap orang yang berumur dibawah delapan belas tahun. Definisi dibutuhkan untuk menentukan, apakah sebuah kasus lalu-lintas manusia adalah trafficking atau migrasi biasa. Definisi dari protokol PBByang luas ini setidaknya mampu menyediakan perangkat hukum internasional (yang bisa diadopsi ke dalam hukum nasional kita) untuk menjaring kejahatan trafficking manusia yang selama ini tidak mudah dijerat oleh hukum yang ada. Dalam hukum Indonesia, jika korban menerima dengan sukarela peristiwa trafficking itu (korbang tahu dan menyadari bahwa ia diperdagangkan) tidak ditindak secara hukum. Selama ini yang bisa ditindak adalah perekrutan paksa, yakni korban dibujuk atau dipaksa, disekap, untuk melakukan pekerjaan tertentu yang tidak sesuai dengan janjinya. Definisi Protokol PBB itu penting karena meliputi proses perekrutan dan pengiriman yang menentukan bagi perdagangan, maupun kondisi eksploitatif terhadap korban. Dalam Perumusan Rencana Aksi Nasional untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, Pemerintah menggunakan definisi protokol PBB di atas, dan berusaha memperjelas secara spesifik menguraikan tipe-tipe perdagangan perempuan dan anak Indonesia yang seringkali terjadi. Menurut UU Nomer 21 Tahun 2007 tentang Pembantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Di UU Pemberantasan 21

24 Tindak Pidana Perdagangan Orang, Trafficking didefinisikan : Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, ataupun penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam suatu negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Eksploitasi adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan, penindasan, pemerasan,pemanfaatan fisik, seksual,organ reproduksi, atau secara hukum memindahkan atau mentransplantasi organ tubuh. Yang menjadi permasalahan siapa saja yang bisa menjadi korban perdagangan orang? Setiap orang baik itu laki-laki, perempuan maupun anak anak, namun yang paling rentan adalah perempuan dan anak. Menurut Keputusan FOKUS Presiden RI Nomor 88 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak adalah segala tindakan pelaku (trafiker) yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan antar negara, pemindah tanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara atau ditempat tujuan-orang manusia)- dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal dan fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi keretanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan utang, dan lain-lain), memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan, dimana orang (manusia) digunakan untuk tujuan pelacuran dan eksploitasi seksual (termasuk phaedopili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerjaan jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, mengemis, industri pornografi, pengedaran obat terlarang, dan penjualan organ tubuh, serta bentukbentuk eksploitasi lainnya. Perdagangan orang merupakan kejahatan terhadap kemerdekaan yang melanggar hak asasi manusia, menghancurkan kehormatan manusia serta harapan korban untuk dapat hidup layak. Sedangkan dalam pasal 546 Rancangan KUHP merumuskan Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai berikut: setiap orang yang melakukan perekrutan, pengiriman, penyerahterimaan orang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman berupa kekerasan, penipuan, penculikan, penyekapan, penyalahgunaan kekuasaan, pemanfaatan posisi kerentanan, atau penjeratan utang, untuk tujuan mengeksploitasi atau perbuatan yang dapat tereksploitasi orang tersebut, dipidana karena melakukan tindak pidana perdagangan orang, dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Tapak Tilas Trafficking di Indonesia Trafficking manusia sebenarnya sudah menjadi perhatian dunia sejak lama karena magnitude kejahatannya yang dianggap pelanggaran HAM yang cukup serius. Pada 1926, sudah ada sebuah instrumen internasional yang secara tegas melarang praktek perbudakan. Konvensi ini ditanda tangani di Jenewa pada 25 September 1926, mewajibkan negara untuk mengambil langkahlangkah guna penghapusan sesegera mungkin, perangkatperangkat kelembagaan serta praktek-praktek yang meliputi perbudakan berdasarkan hutang, penghambaan, pertunangan anak dan praktek-praktek perkawinan dimana seorang perempuan 22

25 diperlakukan sebagai harta milik, baik oleh keluarganya sendiri maupun keluarga suaminya, atau bisa diwariskan setelah kematian suaminya. Setelah itu ada konvensi internasional 11 Oktober 1933 untuk Penghapusan Perdagangan Perempuan Dewasa, diamandemen dengan protokol PBB tanggal 20 Oktober Lantas Konvensi PBB tentang Penghapusan Perdagangan Manusia dan Eksploitasi Pelacur (1949). Konvensi ini dirumuskan oleh komite ketiga (soal budaya dan kemanusiaan) dari PBB dan memasukkan beberapa modifikasi berdasarkan pada masukan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada Komite Keenam (hukum). Majelis umum membahas konvensi ini dalam sidang umum dan menyetujuinya dalam Resolusi 317 (IV) tahun 1949 dengan suara 35 berbanding 2 dan 15 abstain. Dalam prakteknya, perbedaan antara trafficking dengan penyelundupan migran bisa sangat tidak jelas. Beberapa kasus trafficking seringkali hanya teridentifikasi pada tahap (akhir) terjadinya eksploitasi. Sebelumnya (yaitu: selama seluruh tahap kegiatan) mungkin hanya sedikit terdapat perbedaan atau tidak ada perbedaan yang jelas antara suatu kelompok orang yang mengalami trafficking FOKUS dengan sekelompok migran gelap. Memang, suatu pengiriman individu dapat mencakup orang yang ditujukan untuk eksploitasi (korban trafficking) dan orangorang yang hanya dipindahkan dari suatu negara tertentu ke negara lain dengan suatu bayaran tertentu (migran yang diselundupkan). Di masa lalu, perdagangan dipandang sebagai pemindahan perempuan secara paksa ke luar negeri untuk tujuan prostitusi, dengan sejumlah konvensi terdahulu (yang sudah disebutkan di atas) mengenai perdagangan hanya memfokuskan pada aspek ini. Namun kemudian model perdagangan didefinisikan sebagai perpindahan manusia (khususnya perempuan dan anak), dengan atau tanpa persetujuan orang bersangkutan, di dalam suatu negara atau ke luar negeri, untuk semua bentuk berupa perburuhan yang eksploitatif, tidak hanya prostitusi dan perbudakan yang berkedok pernikahan sehingga memperluas definisi itu untuk mencakup lebih banyak isu dan jenis kekerasan (Wijers & Lap- Chew, 1999:23-45). Perluasan seperti ini terhadap definisi mempunyai arti bahwa kini lebih banyak bentuk eksploitasi yang dialami oleh perempuan dan anak indonesia yang digolongkan sebagai perdagangan daripada sebelumnya. Dengan menyoroti perubahan-perubahan konseptual ini, kita akan mempunyai pengertian yang lebih baik tentang bagaimana hal ini mempengaruhi pemahaman kita tentang perdagangan di Indonesia. Dari pola di atas terlihat wilayah Jawa Barat, terutama di kota-kota Indramayu, Cirebon, Sukabumi, Subang, dan Bandung merupakan pemasok terbesar trafficking anak dan perempuan ke Jakarta. Faktor penyebabnya juga sangat banyak mengapa kota-kota tersebut menjadi pemasok terbesar. Pertama dari segi geografis wilayah-wilayah ini sangat dekat dengan ibukota Jakarta, sebagian dari kota-kota itu merupakan wilayah pertanian di mana lapangan pekerjaan hanya terpusat di sektor pertanian yang semakin lama- semakin tidak membutuhkan tenaga kerja. Sebagian lainnya merupakan wilayah minus dan miskin. Secara tradisi, wilayah-wilayah ini juga merupakan wilayah yang pemasok tradisional sejak lama. Jika di lihat dari rute-rute migrasi dan trafficking anak dan perempuan yang ditunjukkan dalam tabel-tabel di bawah maka Jakarta selain menjadi kota tujuan kegiatan trafficking juga merupakan tempat persinggahan (transit) sebelum korban trafficking dikirim ke luar daerah atau ke luar negeri. 23

26 FOKUS Tabel 1 Wilayah Pemasok dan Penerima Trafficking Perempuan Dan Anak di DKI Jakarta WILAYAH PEMASOK TERBESAR WILAYAH PENERIMA TERBESAR SEKTOR TUJUAN Indramayu, Cirebon, Sukabumi, Subang, dan Bandung (Jawa Barat) DKI Jakarta Pelacuran, pekerja hiburan malam, industri, pekerjaan rumah tangga, pengemis, pengedar narkotika Sumber: Kajian Trafficking di Provinsi DKI Jakarta, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta, Tabel 2 Rute yang Lazim Berdasarkan Tipe Pekerjaan SEKTOR DAERAH PENGIRIM TUJUAN TUJUAN INTERNASIONAL DOMESTIK Buruh Migran Jawa Timur, Jawa Tidak Ada Hongkong, Malaysia, Saudi Arabia, Tengah dan Jawa Singapura, Taiwan Barat, Nusa Tenggara Barat, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan P e m b a n t u Rumah Tangga Pekerja Seks P e n g a n t i n P e s a n a n, Pelacuran Barat Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, Lampung, Sumatera Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat, Bali, Sulawesi Utara Jawa Timur, Kalimantan Barat Jakarta, Kota besar lainnya Bali, Bintan, Jakarta, Jambi, Papua, Riau, Surabaya Tidak ada Hongkong, Malaysia, Amerika Utara, Arab Saudi, Singapura, Taiwan, negaranegara Timur Tengah Australia, Jepang, Malaysia, Amerika Utara, Singapura, Korea Selatan Malaysia, Taiwan Sumber : Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ICMC ACILS, Jakarta, 2003 dan riset media Tabel 3 Modus Penipuan dalam Trafficking di Provinsi DKI Jakarta, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta, 2006 MODUS METODE TUJUAN AKHIR Ditawari pekerjaan menjadi pelayanan restoran atau pembantu rumah di luar negeri (Malaysia, Hongkong, Jepang, Singapura, Timur Tengah) Dijual secara kepada germo di kota-kota besar (Jakarta, Medan, Pekanbaru, Batam, dan lain-lain) dan dipaksa untuk melayani lakilaki hidung belang Menjadi pekerja seks di bawah pengawasan ketat germo tanpa bayaran (perbudakan). Sumber : Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) DKI Jakarta,

27 FOKUS Tabel 4: Rute Transit di Indonesia untuk Perdagangan Internasional Jawa Barat Jawa Tengah Jawa Timur Nusa Tenggara Barat Sulawesi Selatan Sulawesi Utara Jakarta, Batam, Kalimantan Timur (Nunukan), Kalimantan Barat (Entikong) Kalimantan Timur (Nunukan), Kalimantan Barat Surabaya, Solo, Jakarta, Batam, Kalimantan Timur (Nunukan), Kalimantan Barat (Entikong) Jakarta, Surabaya Kalimantan Timur (Nunukan) Kalimantan Timur (Nunukan) Sumber : Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ICMC ACILS, Jakarta, 2003 TABEL 5: Rute Migrasi dan Trafficking Pekerja Seks dan Anak dengan Tujuan atau Transit Jakarta ASAL TUJUAN PEKERJA SEX KOMERSIAL DOMESTIK PEKERJA SEX KOMERSIAL INTERNASIONAL Indramayu, Karawang, dan Cianjur di Jawa Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan Jawa Barat Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Utara Jakarta Utara (Mangga Besar dan Hayam Wuruk) Transit Jakarta ke Jepang, Malaysia, Singapura PEKERJA ANAK DOMESTIK Jawa Barat, Jawa Tengah Jakarta PROSTITUSI ANAK Jawa Barat dan Jawa Timur Jakarta Sumber: Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ICMC ACILS, Jakarta, 2003 Langkah ke Depan Trafficking terjadi karena pertemuan antara permintaan tenaga kerja yang tinggi di sektor-sektor tersebut di atas, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, dengan tingginya tingkat pengangguran di hampir seluruh wilayah Indonesia, kemiskinan yang absolut serta tradisi kultural yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung terjadinya kejahatan ini. Oleh karena itu kejahatan perdagangan orang melanggar hak asasi manusia. Trafficking juga terjadi karena pengawasan yang kurang maksimal dari pemerintah daerah yang kurang. Demikian juga soal pengawasan terhadap Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang jumlahnya ratusan bahkan bisa mencari ribuan, kurang maksimal. PJTKI bisa menjadi salah satu aktor dalam kejahatan trafficking. Walaupun adanya hukum nasional yang mengatur trafficking juga mendorong kejahatan ini meluas. Penegakan hukum oleh aparat hukum dalam hal ini Kepolisian masih sangat lemah. Selama ini trafficking hanya dipahami sebatas kasus penculikan belaka dan pemerasan. Sehingga jika tidak 25

28 FOKUS ditemui unsur-unsur pidana penculikan dan pemerasan, maka tidak ada tindakan hukum. Kendati sebenarnya trafficking merupakan kejahatan yang lebih luas daripada penculikan dan pemerasan. Trafficking tidak selalu merupakan penculikan dan pemerasan, sehingga rumusan hukum dan KUHP tidak mampu menjangkau kejahatan trafficking yang tidak memenuhi unsur-unsur pidana dalam KUHP. Untuk itu rantai aktivitas kejahatan trafficking harus diputuskan secara bersamasama, mulai dari keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat,termasuk di dalamnya instansi-instansi yang terkait dengan berkoordinasi dan tidak melibatkan diri dalam segala bentuk kegiatan yang mengarah pada kegiatan trafficking. Pihak Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan diharapkan mampu menggunakan hukum dan undangundang yang tersedia, dengan merumuskan sangkaan, tuntutan dan vonis yang setimpal. Selain itu pelaksanaan Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang ditambah RUU KUHP. Pemerintah hendaknya melakukan upaya-upaya maksimal memberantas faktorfaktor penyebab terjadinya trafficking, seperti perbaikan ekonomi dan sosial, terutama di pedesaan. Sehingga tersedia lapangan kerja yang cukup memadai di daerah-daerah yang berguna untuk mencegah arus migrasi penduduk kita ke luar negeri yang berpeluang menjadi korban trafficking Penulis adalah Kepala Bidang Penelitian Hak Hak Kelompok Khusus-Pusat litbang Hak Hak Kelompok Khusus 26

29 FOKUS PENDIDIKAN ANAK-ANAK TKI YANG TERABAIKAN Oleh: Asri Setiapuri* Anak adalah amanah dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa, sehingga didalam dirinya melekat harkat dan martabat manusia seutuhnya. Anak memiliki hak-hak sebagaimana warga negara Indonesia, seperti hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, hak untuk beribadah menurut agamanya, hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial, hak memperoleh pendidikan dan pengajaran, hak mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, dan lain sebagainya. Hak anak merupakan hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Oleh sebab itu Pemerintah membuat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak agar hak-hak anak dapat terjamin, terlindungi dan terpenuhi. Anak juga merupakan generasi penerus bangsa, yang mempunyai peran sangat signifikan untuk kelangsungan eksistensi serta kemajuan bangsa dan negara di masa depan. Untuk itu pendidikan atas anak harus benar-benar diperhatikan dan dijamin oleh negara. Sesuai dengan Pasal 9 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yaitu Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya. Tetapi pada kenyataannya banyak hak-hak anak terutama hak atas pendidikan anak, yang tidak sepenuhnya dijamin dan dilindungi oleh Negara Republik Indonesia. Didalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dijelaskan juga bahwa negara berkewajiban melaksanakan penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9 tahun untuk setiap warga negara baik yang tinggal di dalam wilayah NKRI maupun di luar negeri. Tetapi kenyataannya di lapangan, bahwa Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri terutama yang bekerja di Malaysia khususnya yang bekerja disektor perkebunan di sekitar wilayah Sabah, mengalami kesulitan dalam memperoleh pendidikan untuk anak-anak mereka. Anak-anak TKI di Malaysia yang sudah masuk usia sekolah belum terlayani pendidikannya sehingga terancam buta huruf. Ada 400 ribuan TKI di sini. 50 ribu anak-anak mereka itu buta huruf semua, kata Soepeno, Konsul Jenderal RI, KJRI Sabah, Lorong Kemajuan, Karamunsing, Kota Kinabalu Sabah, Malaysia, (detik.com, 28/7/2012). Untuk itu Konsulat Jenderal RI (KJRI) berupaya melobi perusahaan kelapa sawit yang ada di sekitar wilayah Sabah untuk mengalokasikan dana Coorporate Social Responsibility (SCR) untuk dikucurkan bagi pendidikan anak-anak TKI ini: Selanjutnya dilakukanlah berbagai lobi antar pejabat kedua negara. Sehingga Kerajaan Malaysia mengizinkan lembaga Learning Center (LC) di berbagai penjuru Sabah. Diharapkan dengan adanya LC ini, ribuan anak-anak buta huruf bisa melek dan menjadi warga negara Indonesia yang baik. Jumlah anak-anak TKI yang sudah masuk usia sekolah namun belum sekolah mencapai anak. Anakanak tenaga kerja Indonesia itu umumnya di ladang sawit. Dari data yang kami himpun, baru sekitar anak-anak TKI di tingkat SD dan SMP yang bisa dilayani pemerintah, kata Ahmad Rizali, Direktur Program Pendidikan Pertamina Foundation di Jakarta. (Batam. 27

30 Tribunnews.com, 06/08/2012). Mengutip data Konsulat Jenderal RI di Kota Kinabalu, Ahmad menyebutkan, anak-anak TKI buta huruf di Sabah, Malaysia, yang sudah tertangani orang. Mereka terdiri dari 423 anak SD di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) dan anak di 42 di community learning center (CLC), 74 anak di SMP SIKK dan anak di 35 CLC SMP terbuka, serta anak di Pusat Pembelajaran LSM Humana Borneo Child Aid (kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 2006). Dalam hal ini, Pertamina Foundation bekerja sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) membantu penanganan pendidikan anak-anak TKI di Malaysia. Selain menyalurkan buku-buku pelajaran dan alat bantu belajar jarak jauh, kerja sama ini juga meliputi pengiriman guru ke Malaysia. Besarnya angka buta huruf anak-anak TKI di Sabah tidak sebanding dengan jumlah 160 guru yang khusus didatangkan dari Indonesia leh KJRI Sabah bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Dari sekitar 12 ribu anak TKI yang telah mendapat pendidikan dasar membaca, menulis, dan menghitung, tidak semuanya diajar dengan kurikulum pendidikan Indonesia. FOKUS Dalam satu kelas terdapat dua guru yang mengajar. Satu guru dari program CLC sudah tentu mengajar kurikulum Indonesia dengan bahasa Indonesia baku, namun satu guru dari program Humana Borneo Aid mengajar anak TKI dengan kurikulum Sekolah Kerajaan Malaysia dengan gaya Melayu Malaysia, ujar salah satu guru CLC, Eka Nur. (Rakyat Media Online, 31/7/2012). Salah satu hambatan bagi pengajar dari Indonesia dalam mengajar yaitu nilai-nilai kebangsaan Malaysia sudah melekat erat dibenak anak-anak TKI yang lahir dan hidup di Sabah, mengingat para TKI dalam bekerja diperkenankan untuk kawin dan membawa keluarga ke Sabah, sehingga agak sulit untuk merubah perilaku anak-anak TKI tersebut. Dengan kenyataan yang terjadi terhadap anak-anak TKI di Sabah, Malaysia, diharapkan Program Pemerintah untuk Pendidikan Wajib Belajar 9 Tahun yang telah dilaksanakan di tanah air janganlah hanya untuk anakanak yang hidup dan tinggal di tanah air Indonesia tetapi harusnya dilaksanakan juga bagi anak-anak Indonesia khususnya anak-anak TKI yang hidup dan tinggal di luar negeri. Pengentasan buta aksara yang dicanangkan pemerintah juga jangan hanya menjadi wacana didalam negeri dan mengabaikan hak-hak anak TKI di luar negeri untuk memperoleh pendidikan. Sebab dengan adanya pengakuan dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) terhadap keberhasilan penuntasan buta aksara di Indonesia terkait peringatan Hari Aksara Internasional 2012 diharapkan tidak membuat komitmen pemerintah untuk mengatasi masalah tersebut mengendur. Inilah salah satu tantangan bagi bangsa Indonesia untuk dapat mewujudkan hak-hak anak atas pendidikan sesuai yang diamanatkan dalam Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya dalam Pasal 9 Ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Anak-anak TKI adalah juga anak-anak Indonesia, sebagai generasi penerus bangsa yang harus diperhatikan, dilindungi, dipenuhi dan dijamin pendidikannya sehingga mereka tidak melupakan tanah air-nya serta kebudayaan-kebudayaan bangsanya sendiri. *) Staff pada Subbidang Sosialisasi Hasil Penelitian, Bidang Pengembangan Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Puslitbang Hak- Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya. 28

31 FOKUS MANAJEMEN KONFLIK MELALUI PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENYIKAPI TAWURAN PELAJAR Oleh : SUJATMIKO, SH, M.Si * I. Pendahuluan T a w u r a n antar pelajar kembali marak dan menambah kesemerawutan tatanan kehidupan masyarakat kota, sehingga memberikan implikasi negatif dalam proses pengembangan sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai karakter positif. Tragedi yang menimpa wajah penerus bangsa dialami dan diakhiri dengan berujung kematian akibat tawuran yang menewaskan pelajar, belum lama ini siswa SMAN 6 dan SMK Swasta di DKI Jakarta tewas akibat tawuran. Dampak negatif ini sangat mencoret nama institusi pendidikan yang dinilai oleh masyrakat belum mampu menciptkan generasi yang bermoral dan selama ini hanya sibuk meningkatkan nilai secara simbolis kepada siswa yang dituangkan dalam bentuk ijazah. S u n g g u h teralaminya fenomena tawuran pelajar membuat para orang tua siswa memudar kepercayaannya dan membuat rasa khwatir ketika anaknya sekolah didalam 29

32 FOKUS institusi pendidikan, lalu kesalahan siapa dan apa yang menyebabkan aksi tawuran pelajar terus terulang sepanjang zaman dengan kekhawatiran orang tua dalam memperoses anaknya didalam pranata pendidikan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.sebenarnya jika kita mau melihat lebih dalam lagi, salah satu akar permasalahannya adalah tingkat kestressan siswa yang tinggi dan pemahaman agama yang masih rendah. Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengahtengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat. Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng kelompoknya. Rasa solidaritas berlebihan dan primordialisme memancing persoalan baru antar pelajar, banyak kasus konflik terjadi antar pelajar karena hal sepele yaitu hanya perebutan kekasih, kompetisi kegiatan kurikuler, ekstrakulikuler dan dendam yang turun menurun membuat terjadinya pergeseran nilai didalam diri Sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada pencapaian stantar nilai Ujian Nasional dinilai mejadi permasalahan yang relevan sehingga anak akan stress dan meluapkannya diluar dalam tindakan-tindakan yang hiperaktif dan extreem sehingga aksi perkelahian sangat berpotensi terjadi. pelajar sehingga timbul disintegrasi dikalangan pelajar. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu. Aksi balas dendam dan solidaritas tinggi membuat catatan tindakan tawuran semakin meningkat, kesalahan yang sering kita sepelekan terhadap tawuran pelajar salah satunya dikarenakan ketidakmampuan orang dewasa memahami dunia anak, energi yang tidak tersalurkan dengan baik, dan fasilitas yang terbatas. Kemudian tekanan sistem pendidikan yang membuat anak stres. Sistem pendidikan yang hanya berorientasi pada pencapaian stantar nilai Ujian Nasional dinilai mejadi permasalahan yang relevan sehingga anak akan stress dan meluapkannya diluar dalam tindakan-tindakan yang hiperaktif dan extreem sehingga aksi perkelahian sangat berpotensi terjadi. Adapun perumusan dalam kajian ini adalah bagaimana strategi aksi dalam manajemen konflik terhadap tawuran antar pelajar yang selama ini terjadi. Dengan demikian diperlukannya 30

33 FOKUS sistem pendidikan yang bisa dikelola dan potensi dilakukan pendidik humanis dan menuju konflik ditransformasikan. untuk meningkatkkan pada Civilitation demi Apabila aksi kekeresan keterampilan manajemen mencerdaskan kehidupan para pelajar tidak bisa konflik kolaboratif dengan bangsa, oleh karena diatasi akan berdampak menerapkan intervensi itu diperlukan sebuah buruk pada pencapaian pembelajaran berbasis sistem pendidikan yang efektivitas pendidikan. masalah (problem-based mengenalkan nilai-nilai Model pembelajaran learning). agama dan moral yang berbasis masalah atau Menurut kamus bersifat kontekstual sejak problem based learning besar bahasa Indonesia dini dengan membangun merupakan formulasi manajemen adalah proses sistem pendidikan mengarah pada nilai-nilai budi pekerti yang relevan dengan pemecahan Problem Based Learning (PBL) penggunaan sumber daya secara efektif dan efisien. Manajemen merupakan proses penting II. masalah ( Problem solving ), sehingga pelajar mampu mengelola konflik kearah konstruktif. Strategi Aksi Manajemen Konflik Melalui Problem Based Learning k e k e r a s a n antar pelajar merupakan permasalahan yang mendarah daging dengan proses pewarisan sehingga mindset dendam masih sangat tertanam ketika terjadi perkelahian oleh para siswa. Hal ini perlu ada cara menyikapi konflik pada dasarnya berkaitan dengan cara pandang seseorang dalam melihat konflik. Hal senada diungkapkan oleh Prasojo bahwa konflik tidak bisa dihilangkan, konflik hanya adalah suatu pendekatan strategi pembelajaran dimana para siswa memecahkan masalah secara kolaboratif dan merefleksi pengalaman mereka. efektif dalam mencegah tindakan anarkis yang dilakukan oleh para pelajar, Problem based learning (PBL) dimulai di McMaster University di Hamilton, Ontario, Kanada, akhir tahunn Salah satu upaya yang dapat yang menggerakkan organisasi karena tanpa manajemen yang efektif tidak akan ada usaha yang berhasil cukup lama. Sedangkan pengertian konflik Menurut Johnson (Supratiknya, 1995) konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu tindakan pihak lain. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa manajemen konflik adalah cara yang digunakan dalam menghadapi permasalahan seperti perselisihan dengan menghasilkan solusi yang konstruktif. K e t e r a m p i l a n manajemen konflik adalah kecakapan/ caracara seseorang dalam 31

34 mengelola pertentanganpertentangan kepentingan yang muncul antara dua individu atau lebih (interpersonal) yang bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan ke arah perilaku yang positif dan kolaboratif. Keterampilan manajemen konflik biasanya dipelajari secara otodidak melalui pengamatan setiap hari seiring bertambahnya usia. Melalui pengamatan, sebagian besar ada yang memiliki keterampilan pengelolaan konflik dengan baik, namun tidak sedikit juga orang yang tidak memiliki keterampilan manajemen konflik dengan baik. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik. Problem Based Learning (PBL) adalah suatu pendekatan strategi pembelajaran dimana para siswa memecahkan FOKUS masalah secara kolaboratif dan merefleksi pengalaman mereka. Problem based learning atau pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu metode terbaik dalam pembelajaran yang membahas tentang hubungan antar kelompok dan konflik di Indonesia. White (2001) Manajemen konflik kolaboratif dengan menerapkan intervensi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi aksi dalam memberikan keterampilan manajemen konflik yang relevan dengan upaya resolusi mengemukakan bahwa secara keseluruhan PBL adalah metode yang efektif untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pebelajar. Karakteristik PBL adalah: (1) belajar dikendalikan oleh tantangan, openended problem, (2) siswa bekerja dalam kelompok kolaboratif kecil, dan (3) pendidik berperan sebagai fasilitator belajar. PBL mengakhiri orientasi para siswa ke arah pembuatan makna terhadap fakta-fakta yang dikumpulkan. Dengan demikian, mereka dapat mengkontruksi sendiri pengetahuan dari fakta-fakta yang mereka kumpulkan. Para siswa belajar melalui serangkaian masalah dan situasi konstektual. Melalui kerja kelompok dinamis dan penyelidikan sendiri, mereka mencapai tingkat pemahaman yang lebih tinggi, lebih m e n g e m b a n g k a n belajar dan keterampilan membentuk pengetahuan dan juga keterampilan sosial (Rhem, 1998). Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan Faktor yang menyebabkan tawuran remaja tidak lah hanya faktor solidaritas tinggi yang disebabkan oleh antar individu tersebut 32

35 FOKUS. Melainkan juga terjadi karena faktor-faktor lain yang yaitu sistem pendidikan yang masih berorientasi pada pencapaian standar nilai ujian nasional sehingga membuat anak menjadi stress dan melupakannya dengan cara anarkis. Selain itu keterampilan manajemen konflik didalam diri pelajar dinilai sangat rendah sekali seperti sering terjadinya konflik pelajar yang mengarah pada kekerasan. M a n a j e m e n konflik kolaboratif dengan menerapkan intervensi pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) merupakan strategi aksi dalam memberikan keterampilan manajemen konflik yang relevan dengan upaya resolusi, sehingga diperlukan pembelajaran koloboratif antar pelajar dalam memecahkan sebuah persoalan yaitu dengan memberikan sebuah win-win solution pada setiap terjadinya masalah yang d i h a d a p i a n t a r p e l a j a r sehingga terjadinya pembelajaran conflict resolution baik diintegrasikan maupun terpisah dalam program intrakurikuler. B. Saran Dalam menyikapi masalah remaja terutama tentang tawuran pelajar yang terjadi pada saat ini, penulis memberikan beberapa saran. Diantaranya : 1. Masyarakat mesti menyadari akan perannya dalam menciptakan situasi yang kondusif sehingga masyarakat diharapkan menjadi mitra pelajar dengan berperan sebagai mediator. 2. Diupayakan pendidik dalam berbagai disiplin ilmu mampu menerapkan proses koloboratif pada proses pembelajaran dengan m e n g i n t e g r a s i k a n manajemen konflik pada prosesi pembelajaran. 3. Pranata Pendidikan sudah semestinya m e m b e r i k a n pelayanan pendidikan yang berorientasi pada pengembangan keperibadian yang rill dan aplikatif melalui problem based learning. DAFTAR PUSTAKA Brown, L. Dave, Managing Conflict Among Groups, dalam Organizational Psychology, Herbert A. Simon (ed.), New Jersey: Prentice Hall Inc. h t t p : / / w w w. s e k o l a h d a s a r. n e t / / 1 0 / m o d e l - pembelajaran-problem-based. html. Diakses pada tanggal 4 Desember Ibrahim, M. & Nur, M, *) Penulis adalah Kepala sub Bidang Pelaksanaan Penelitian Transformasi Konflik, Bidang Penelitian Transformasi Konflik, Pusat Litbang Transformasi Konflik, Balitbang HAM 33

36 AGENDA LEGAL EXPO 2012 Bertempat di Taman Pintar, Yogyakarta, pada tanggal 19 Oktober 2012 sampai dengan 20 Oktober 2012 telah diadakan Pameran yang bertemakan Hukum dan Hak Asasi Manusia atau Legal Expo Pameran tersebut dibuka oleh Kepala Kantor Wilayah DI Yogyakarta, Danan Purnomo, SH, MS dengan disaksikan oleh Kepala Biro Humas dan HLN, Martua Batubara, SH. Diikuti oleh berbagai instansi/lembaga/organisasi/perbankan dengan jumlah total sekitar 46 stand, pameran tersebut memperkenalkan berbagai produk hukum, seperti produk-produk: Balitbang HAM, Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, HKI, Keimigrasian, Pemasyarakatan, Administrasi Hukum Umum (AHU), Peraturan Perundang-Undangan, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dan lain sebagainya. Diadakan pula kegiatan Talk Show dengan Ombudsman RI, Badan Penyuluhan Hukum Nasional (BPHN), dan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Pameran dipadati oleh para pengunjung dari berbagai elemen masyarakat (mahasiswa/advokat/lsm dan sebagainya) dan diberikan berbagai penghargaan, antara lain, pemilihan stand terbaik, dan lomba karya tulis oleh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), serta penghargaan kepada media lokal di Yogyakarta. Balitbang HAM, sebagai salah satu Unit Kerja Eselon 1 pada Kementerian Hukum dan HAM RI, juga ikut serta dalam pameran tersebut, produk-produk yang dipamerkan bervariatif, yaitu : - Buku-buku Hasil Penelitian dan Pengembangan HAM dari Tahun 2008 sampai dengan 2011; - Majalah Humanis Tahun 2011 sampai dengan 2012; - Jurnal HAM Tahun 2012; - News Letter Tahun 2012; - Buku/Kamus HAM Tahun 2011; - Poster/leaflet yang bertemakan HAM; - CD Interaktif Tahun Pada pameran tersebut, stand Balitbang HAM membagikan produk-produknya kepada pengunjung Legal Expo Pameran ditutup oleh Kepala Biro Humas dan HLN, Martua Batubara, SH. MoU Balitbang HAM dengan Kemensos Kementerian Hukum dan HAM RI dengan Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial (Badiklitkesos), Kementerian Sosial RI diselenggarakan pada hari Selasa, 23 Oktober 2012 di Pusdiklat Kemsos, Jalan Margaguna No. 1 Radio Dalam, Jakarta Selatan. Konferensi Hasil-hasil Penelitian Penandatanganan Kesepakatan dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial dan Penandatanganan Kesepakatan Bersama (MoU) antara Balitbang HAM, Bersama antara Plt. Balitbang HAM Kementerian Hukum dan HAM RI, Prof. Harkristuti Harkrisnowo, SH, MA, Ph.D dengan Kepala Badiklitkesos Kementerian Sosial RI, Dr. Ir. Harry Hikmat, M.Si; Acara Konferensi dan Kesepakatan Bersama tersebut, pada intinya membahas tentang pandangan pola research (riset) yang biasanya bersifat sosial-deskriptif menjadi suatu kegiatan yang menghasilkan policy research, yaitu mengarah kepada hasil rekomendasi kebijakan yang lebih implementatif. 34

37 AGENDA SOSIALISASI PP NO.53 TAHUN 2010 Kamis, 25 Oktober 2012, bertempat di kantor Balitbang HAM, telah dilaksanakan Sosialisasi Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Bertindak sebagai Narasumber adalah Direktur Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan Badan Kepegawaian Negara, English Nainggolan, SH, MH dan sebagai pengarah, pembuka dan moderator yaitu Sekretaris Balitbang HAM, Ir. Maruahal Simanjuntak, SH, MM ; staf dan pejabat struktural Balitbang HAM sebagai peserta Sosialisasi. Acara sosialisasi membahas tentang status Pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara wajib memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan ; setia dan taat kepada Pancasila, Undang- Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dipandang dari aspek sosiologis, Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. Saat ini, penerapan jenis Hukuman Disiplin sangat variatif, jika dibandingkan dengan peraturan pemerintah yang sebelumnya, dapat diamati bahwa jika PNS melakukan pelanggaran yang sama, maka akan mendapatkan Hukuman Disiplin yang berbeda sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 lebih menekankan kepada pedoman penegakan disiplin, paket atau bagian dari reformasi birokrasi, mewujudkan PNS yang handal, professional dan bermoral, menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, serta mendorong kinerja, perubahan sikap dan produktivitas. 31 Oktober 2012 di Lobby Gedung Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dan Balitbang HAM, diselenggarakan Ceramah Kesehatan : Manfaat Vaksinasi dalam Mencegah Penyakit Berbahaya dan Menular, oleh Dr. Irsan Hasan, Sp.PD dari Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM Jakarta ; dan Manajemen Stress, oleh Dra. A. Ratih Andjayani Ibrahim, MM, Psikolog dari Growth Counselling and Development Center. CERAMAH KESEHATAN Pada ceramah tersebut, dijelaskan seputar bahaya dan penularan penyakit Hepatitis A dan B, pencegahan serta penanggulannya. Sebelumnya, pegawai Balitbang HAM juga telah mendapatkan immunisasi/vaksinasi Hepatitis B secara cumacuma, yang mana saat ini penya- sumber stress yang dihapadi ceramah untuk dapat mengenali kit tersebut merupakan penyakit dan memberikan insight kepada yang paling sering terjadi pada peserta bagaimana mengatasi masyarakat Indonesia. dan mencegah stress yang dialami. Ceramah diakhiri dengan Selanjutnya dilanjutkan dengan Manajemen Stress. Psikolog Ratih sesi tanya-jawab antara peserta A. Ibrahim mengajak peserta dan narasumber. 35

38 AGENDA EVALUASI PENGUATAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA PEREMPUAN Bertempat di Ruang Rapat A Lantai 3 Gedung Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia dan Balitbang HAM, hari Jum at, 2 November 2012, dilaksanakan presentasi akhir dengan judul Evaluasi Penguatan Perlindungan Tenaga Kerja Perempuan. Narasumber yang diundang berasal dari Universitas Atmajaya, Prof. DR. Rianto Adi, MA ; Moderator, Erni Nurhayanti, SH dan acara dibuka oleh Kepala Bidang Evaluasi Hak-hak Kelompok Khusus, Dra. Novia Swastika. Pemasalahan yang dihadapai oleh Tenaga Kerja Indonesia Perempuan (TKIP) di negara tujuan cukup besar, mengingat sebagian besar TKIP memiliki tingkat pengetahuan yang rendah. Hal tersebut dibarengi dengan kurangnya pengetahuan mereka akan budaya, adat kebiasaan, bahasa dari negara tujuan mereka akan bekerja, sehingga dapat dipastikan TKIP menjadi pihak yang dirugikan. Dengan demikian, permasalahan yang di evaluasi ini adalah bagaimana sesungguhnya penguatan dan perlindungan terhadap hak bagi tenaga kerja Indonesia khususnya perempuan (TKIP) sejak pra penempatan hingga paska penempatan. Kegiatan evaluasi penguatan perlindungan tenaga kerja perempuan Indonesia ini bertujuan untuk membuat rekomendasi terhadap hasil evaluasi terkait dengan kebijakan penguatan perlindungan terhadap hak bagi TKIP sejak pra penempatan hingga paska penempatan. EVALUASI EFEKTIVITAS PENGADILAN, HUKUM DAN HAM, KEJAKSAAN DAN KEPOLISIAN (DILKUMJAKPOL) DALAM KERANGKA INTEGRATED CRIMINAL JUSTICE SYSTEM Kegiatan Bidang Evaluasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak Sipil dan Politik telah dilaksanakan pada hari Senin, 29 Oktober 2012 Pukul sampai dengan WIB di Ruang Rapat Lantai 3, Gedung Ditjen HAM dan Balitbang HAM, Kementerian Hukum dan HAM RI. Tujuan dari kegiatan evaluasi tersebut adalah untuk mengetahui bagaimana efektivitas forum Pengadilan, Hukum dan HAM, Kejaksaan, dan Kepolisian (Dilkumjakpol) dalam kerangka Integrated Criminal Justice System; untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan sulitnya penegakan hukum di Indonesia dalam kerangka mewujudkan Integrated Criminal Justice System. Sedangkan, manfaat yang diharapkan dari evaluasi ini adalah sebagai bahan rekomendasi dalam membuat rumusan kebijakan yang berkaitan dengan forum Dilkumjakpol; sebagai bahan bacaan guna memperkaya khasanah keilmuan dan kepustakaan. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan pada lima provinsi terpilih, maka forum Dilkumjakpol tidak sepenuhnya efektif, meskipun terdapat variasi diantara lima provinsi tersebut. Dalam hal koordinasi, Provinsi D.I Yogyakarta tergolong sebagai yang lebih efektif dibandingkan dengan yang lainnya. Sejak tahun 1990-an, Provinsi D.I Yogyakarta dalam hal ini Biro Hukum Pemerintah Daerah Provinsi mempunyai komitmen kuat dalam memfasilitasi pertemuan-pertemuan diantara aparat penegak hukum secara berkala. 36

39 AGENDA EVALUASI PENANGANAN KONFLIK SOSIAL PADA DAERAH TERTINGGAL Bertempat di Ruang Rapat Lantai 6 Puslitbang Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, Gedung Direktorat Jenderal HAM dan Balitbang HAM, Kamis, 1 November 2012 Pukul s/d WIB telah dilaksanakan Presentasi dan Diskusi Draft Laporan Akhir dengan Judul Evaluasi Penanganan Konflik Sosial pada Daerah Tertinggal. Narasumber yang diundang berasal dari Universitas Bina Nusantara, Yustinus Suhardiman, M.Si, sebagai moderator Kepala Bidang Evaluasi Transformasi Konflik, Drs. Piet Bukorsyom, SH dan peserta yang diundang berasal dari stakeholders terkait. Secara pragmatis, tujuan presentasi ini adalah untuk mengevaluasi efektivitas penanganan konflik horizontal yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah selama ini. Namun, secara substantif, diharapkan penelitian ini akan menyumbangkan model penanganan konflik yang efektif dan bersifat sustainable. Secara teoritik, penelitian ini akan membahas dan menyumbangkan konsep-konsep inklusivitas-eksklusivitas dan konsep mengenai governance. Lingkup utama dari penelitian ini adalah perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia dalam pelaksanaan mekanisme dan norma-norma dalam penanganan konflik didaerah tertinggal ; kendala pelaksanaan dalam penanganan konflik di daerah tertinggal ; tanggungjawab pemerintah, lembaga-lembaga swadaya masyarakat, tokoh agama/adat dalam penanganan konflik di daerah tertinggal. EVALUASI IMLEMENTASI RANHAM GENERASI KE TIGA TENTANG PRO ENVIRONMENT Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengadakan presentasi draft laporan akhir mengenai Evaluasi Implementasi RANHAM generasi ke tiga tetang Pro Environment. Kegiatan berlangsung pada tanggal 6 November 2012 bertempat di kantor Balitbang HAM. Permasalahan yang diangkat adalah bagaimana kesiapan pelaksanaan kepanitiaaan RAN- HAM dan bagaimana kebijakan pemerintah daerah dalam rangka RANHAM Pro Lingkungan. Evaluasi yang dihadiri oleh Syafuan Rozi dari LIPI sebagai narasumber dan didampingi oleh Firdaus dari Balitbang HAM sebagai moderator ini diharapkan menjadi bahan masukan rekomendasi kebijakan bagi para stakeholder yang terlibat langsung dalam masalah lingkungan serta dapat digunakan sebagai bahan acuan dan referensi dalam menghadapi masalah-masalah sehubungan dengan kondisi lingkungan dan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM. Hasil evaluasi yang dilakukan mengeluarkan rekomendasi kepada pemangku kebijakan RA- NHAM Pro-Environment di tingkat pusat dan daerah hendaknya terus mengembangkan paradigm pro lingkungan dalam setiap kebijakan dan programnya. Perlu dilakukan pemantauan aktif terhadap resiko kebocoran limbah industri kecil, pabrik menengah dan bengkel agar tidak mencemari lingkungan dengan mengkampanyekan peringatan dini pro lingkungan beserta sanksinya. 37

40 APA DAN SIAPA dr. H. Zaini Abdullah Dr. Zaini Abdullah atau yang akrab disapa sebagai doto di lingkungan komunitas pejuang Aceh merupakan sosok yang dianggap penting dan sebagai tokoh kunci mantan Gerakan Aceh Merdeka. Keterlibatan dr. Zaini Abdullah dalam memperjuangkan Aceh tak terlepas dari kecintaannya kepada Aceh. Konsep pembebasan dan mensejahterakan rakyat Aceh yang diusung Wali Nanggroe Hasan di Tiro begitu melekat Biodata Singkat dalam jiwanya. Lelaki yang pernah menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Sumatera Utara dan spesialis kedokteran di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm-swedia ini aktif melakukan diplomasi dengan dunia Internasional mengenai perjuangan masyarakat Aceh. Profesi dokter memang telah menjadi bagian hidup lelaki kelahiran Sigli, 72 tahun silam ini ditengah sejumlah pekerjaan perjuangan untuk kesejahteraan Aceh. Pada tahun 2002 sosok yang pernah menjadi Menteri Luar Negeri Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini ikut terlibat dalam perundingan pertama antara pemerintah RI dengan GAM yang dilakukan di Tokyo Jepang. Pada tahun 2005 dilakukan Memorandum of Understanding antara GAM dengan pemerintah RI. Tak lama setelah itu, dr. Zaini Abdullah kembali ke Aceh. Ia masih bercita-cita untuk melanjutkan perjuangan mensejahterakan rakyat Aceh. GAM kini tak lagi mengangkat senjata. Perjuangan dilakukan dengan jalan politik melalui Partai Aceh. Dr. Zaini Abdulah kini menjabat sebagai Gubernur Aceh dan mantan panglima GAM Muzakir Manaf sebagai Wakil Gubernur Aceh yang diusung oleh Partai Aceh. Nama lengkap : dr. ZAINI ABDULLAH Tempat dan tanggal lahir : Sigli, 24 April 1940 Profesi : Gubernur Aceh Riwayat Pendidikan: Sekolah Rakyat di Beureunuen Aceh ( ) Sekolah Menengah Pertama Sigli Aceh ( ) Sekolah Menengah Atas Kutaraja/Banda Aceh Aceh ( ) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ( ) Pendidikan Spesialis dalam Bidang Penyakit Kandungan dan Kebidanan pada Universitas Sumatera Utara (USU) - RSU Pirngadi - Medan ( ) Pendidikan Spesialis Family Doctor di Karolinska Universitets Sjukhus Huddinge, Stockholm Swedia ( ) Riwayat Pekerjaan: Kepala Puskesmas/Kepala Rumah Sakit Umum Kuala Simpang Aceh Timur ( ) Aktif sebagai dokter di sejumlah Rumah Sakit di Swedia ( ) Pensiun dan bekerja sebagai Konsultan Kesehatan dan dokter di Rumah Sakit Umum dan Health Centre di Swedia ( ) Pengalaman dalam Organisasi dan Perdamaian Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus Anggota Delegasi GAM dalam proses perdamaian Pertama dengan Pemerintah Republik Indonesia (RI) pada Tahun di Genewa Swiss. Leadership Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sekaligus anggota Delegasi GAM dalam Perundingan Antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia di Helsinki-Finlandia tahun 2005 yang menghasilkan Kesepakatan Damai Bersama (MoU) Helsinki 15 Agustus

41 Membaca online dengan e-book Penggunaan perangkat komputer dewasa ini khususnya perangkat komunikasi internet semakin konvergen dengan teknologi komunikasi bergerak (mobile communication). Jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai angka 80 juta pengguna (data dari sejumlah media sosial Indonesia). Pada kenyataanya 70 juta pengguna cenderung menggunakan internet secara mobile. Manfaat internet semakin terasa bagi pengguna yang tidak bisa lepas dari dunia internet ini seperti marketing, blogger, dan toko online sebagai sarana promosi dan sebagainya. Melalui internet kita bisa banyak mendapatkan informasi terbaru tentang berbagai hal, mencari sumber referensi ataupun sekedar berbagi informasi. Menyikapi perkembangan tersebut, Badan Penelitian dan Pengembangan HAM sebagai unit Penelitian dan Pengemangan HAM di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM memiliki produk b e r u p a buku-buku t e r b i t a n Badan P e n e - litian dan Pengembangan HAM (Balitbang HAM). Buku-buku tersebut merupakan hasil dari penelitian, pengembangan dan evaluasi yang dilakukan oleh Balitbang HAM. Dengan semakin bertambahnya koleksi buku-buku terbitan Balitbang HAM, maka Balitbang HAM berusaha untuk melestarikan buku-buku tersebut. Melalui bagian Humas dan Informasi muncul inisiatif untuk membangun sebuah sistem aplikasi berbasis web berupa ebook litbang HAM. Aplikasi ini merupakan wadah yang menampung koleksi buku-buku hasil penelitian, pengembangan dan evaluasi yang dapat dibaca secara online melalui internet sebagai salah satu cara pelestarian buku ke dalam bentuk ebook. Dengan peluncuran ebook ini diharapkan minat membaca buku akan semakin meningkat, koleksi buku-buku akan terpelihara dan tidak termakan oleh usia. (agus/huminfo) 39

42 e-book Litbang HAM 1.Browse 2.Click 3.Read

43

44 Setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari kegiatan eksploitasi dan pelecehan seksual, penculikan, perdagangan anak, serta dari berbagai bentuk penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya. (Pasal 65 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM)

PENGARUH PULAU PULAU TERLUAR TERHADAP PENETAPAN BATAS LAUT INDONESIA

PENGARUH PULAU PULAU TERLUAR TERHADAP PENETAPAN BATAS LAUT INDONESIA PENGARUH PULAU PULAU TERLUAR TERHADAP PENETAPAN BATAS LAUT INDONESIA Lalu Muhamad Jaelani Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, ITS, Sukolilo, Surabaya, 60111 E-mail : lmjaelani@geodesy.its.ac.id,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.legalitas.org PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjaga

Lebih terperinci

DAFTAR NOMENKLATUR DAN PENAMAAN

DAFTAR NOMENKLATUR DAN PENAMAAN DAFTAR NOMENKLATUR DAN PENAMAAN GAN TELKOM UNIVERSITYGEDUNG-GEDUNG DI LINGKUNGAN TELKOM UNIVERSITYGEDUNG-GEDUNG DI LING No. Kelompok Gedung 00 Rektorat 01 Fakultas Teknik Elektro 02 Fakultas Rekayasa Industri

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

United Nations Convention on the Law of the Sea/Konvensi

United Nations Convention on the Law of the Sea/Konvensi PERATURAN PRESIDEN NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga keutuhan wilayah negara, serta meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN PERBATASAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Analisis Keberadaan 92 Pulau Terluar di Indonesia dalam Mendukung Pengembangan Konsep Tol Laut

Analisis Keberadaan 92 Pulau Terluar di Indonesia dalam Mendukung Pengembangan Konsep Tol Laut Analisis Keberadaan 92 Pulau Terluar di Indonesia dalam Mendukung Pengembangan Konsep Tol Laut Karya tulis ilmiah yang diajukan untuk Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI) kategori surveyor dan umum dalam rangka

Lebih terperinci

ANALISIS KEBERADAAN 92 PULAU TERLUAR DI INDONESIA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KONSEP TOL LAUT

ANALISIS KEBERADAAN 92 PULAU TERLUAR DI INDONESIA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KONSEP TOL LAUT Rizki Baihaqi. Analisis Keberadaan 92 Pulau Terluar di Indonesia 183 ANALISIS KEBERADAAN 92 PULAU TERLUAR DI INDONESIA DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN KONSEP TOL LAUT Rizki Baihaqi Jurusan Teknik Geodesi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan sebagian besar merupakan pulau-pulau kecil yang tersebar diseluruh nusantara. Indonesia menjadi negara kepulauan sejak ditetapkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menjaga

Lebih terperinci

INFORMASI CITRA SATELIT 92 PULAU-PULAU KECIL TERLUAR INDONESIA

INFORMASI CITRA SATELIT 92 PULAU-PULAU KECIL TERLUAR INDONESIA INFORMASI CITRA SATELIT 92 PULAU-PULAU KECIL TERLUAR INDONESIA Pulau Marore Data Pleiades 15 Februari 2013 Pulau Nipa Worldview-2 23 Maret 2015 Landsat 8 G. Kelud (26 Juni 2013) Sebelum Erupsi Pulau Rondo

Lebih terperinci

LOGO. Dipaparkan oleh: Dr. Sudirman Saad Direktur Jenderal KP3K

LOGO. Dipaparkan oleh: Dr. Sudirman Saad Direktur Jenderal KP3K Dipaparkan oleh: Dr. Sudirman Saad Direktur Jenderal KP3K Disampaikan pada: Sarasehan Roadmap Pembangunan Kelautan dan Kemaritiman UGM YOGYAKARTA 28 Agustus 2014 www.themegallery.com POTENSI SUMBERDAYA

Lebih terperinci

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL

PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL LAMPIRAN X PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 26 TAHUN 2008 TANGGAL : 10 MARET 2008 PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS NASIONAL 1. Kawasan Industri Lhokseumawe (Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam)

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb

2017, No Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tamb No.580, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Pengamanan Perbatasan. Pengerahan Tentara Nasional Indonesia. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGERAHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PENGELOLAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DALAM PERSPEKTIF MENJAGA KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

PENGELOLAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DALAM PERSPEKTIF MENJAGA KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PENGELOLAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DALAM PERSPEKTIF MENJAGA KEDAULATAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Oleh: Direktur Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetapan batas wilayah teritorial laut telah menjadi permasalahan antar negaranegara bertetangga sejak dulu. Kesepakatan mengenai batas teritorial adalah hal penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Setelah Mahkamah Hukum Internasional menjatuhkan putusan kepemilikan pulau Sipadan dan Ligitan kepada Malaysia pada tanggal 17 Desember 2002, Indonesia memasuki suatu

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai

Lebih terperinci

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.177, 2008 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara.

6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. 243 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Rancangbangun hukum pulau-pulau perbatasan merupakan bagian penting dari ketahanan negara. Untuk itu setiap negara mempunyai kewenangan menentukan batas wilayah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2007 TENTANG PENGESAHAN PERSETUJUAN ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH REPUBLIK SOSIALIS VIETNAM TENTANG PENETAPAN BATAS LANDAS KONTINEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.388, 2010 KEMENTERIAN PERTAHANAN. Tunjangan Operasi Pengamanan. Petugas. Pulau Kecil. Terluar. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada

BAB III PENUTUP. tahun 2006 tentang tim nasional pembakuan rupa bumi. Saat ini ada 45 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Sejauh ini upaya hukum yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani pulau pulau terluar di Indonesia adalah sejak tahun 2005 pemerintah telah melakukan

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kepulauan Riau STUDI KASUS PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN PADA PROVINSI KEPULAUAN RIAU GAMBARAN UMUM WILAYAH - Provinsi Kepulauan Riau dibentuk berdasarkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahirnya komitmen pemerintah Indonesia untuk mengelola pulau-pulau kecil berdasarkan fakta bahwa Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) berdasarkan Konvensi

Lebih terperinci

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA STRATEGI KONSERVASI PULAU KECIL TERLUAR DALAM MENJAGA KEDAULATAN NKRI. Bidang Kegiatan: PKM GT.

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA STRATEGI KONSERVASI PULAU KECIL TERLUAR DALAM MENJAGA KEDAULATAN NKRI. Bidang Kegiatan: PKM GT. PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA STRATEGI KONSERVASI PULAU KECIL TERLUAR DALAM MENJAGA KEDAULATAN NKRI Bidang Kegiatan: PKM GT Disusun Oleh: Lutfi Brilliant Wanda C44080035 / 2008 (Ketua) Fahrul Rozi C44080024

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan

BAB I. memiliki jumlah penduduk yang tinggi seperti Indonesia. Masalah. dan membutuhkan penanganan segera supaya tidak semakin membelit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK- TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA.

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK- TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 38 TAHUN 2002 (38/2002) TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975 1 K-143 Konvensi Pekerja Migran (Ketentuan Tambahan), 1975 2 Pengantar Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) merupakan merupakan badan PBB yang

Lebih terperinci

PERTEMUAN KE 7b OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA

PERTEMUAN KE 7b OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA PERTEMUAN KE 7b OLEH : TRIYONO, SS. MM. STTNAS YOGYAKARTA Triyono, 2008 2 Low Earth Orbit (LEO) 160 To 2.000 6.530 To 8.370 Medium earth Orbit (MEO) 2000 To 34.780 8.370 To 41.150 International space station

Lebih terperinci

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 7 2012, No.54 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TENTANG RENCANA AKSI PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2012 NOMOR : 2 TAHUN 2012 TANGGAL : 6 JANUARI 2012 RENCANA

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis

No b. pemanfaatan bumi, air, dan udara serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat; c. desentralis TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.4925 WILAYAH NEGARA. NUSANTARA. Kedaulatan. Ruang Lingkup. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177 ) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN

KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN LAPORAN PENELITIAN KERJA SAMA KEAMANAN MARITIM INDONESIA-AUSTRALIA: TANTANGAN DAN UPAYA PENGUATANNYA DALAM MENGHADAPI KEJAHATAN LINTAS NEGARA DI PERAIRAN PERBATASAN Oleh: Drs. Simela Victor Muhamad, MSi.

Lebih terperinci

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III

Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) I, II, III Gambar Batas-batas ALKI Lahirnya Konvensi ke-3 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai hukum laut (United Nation Convention on the Law of the Sea/UNCLOS),

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2010 TENTANG PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PROGRAM STRATEGIS PENATAAN AGRARIA DAN PERANAN SKMPP ATR SEBAGAI SUPPORTING SYSTEM MONITORING DAN EVALUASI

PROGRAM STRATEGIS PENATAAN AGRARIA DAN PERANAN SKMPP ATR SEBAGAI SUPPORTING SYSTEM MONITORING DAN EVALUASI KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROGRAM STRATEGIS PENATAAN AGRARIA DAN PERANAN SKMPP ATR SEBAGAI SUPPORTING SYSTEM MONITORING DAN EVALUASI KONSULTASI TEKNIS SISTEM KENDALI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan

BAB I PENDAHULUAN. Persengketaan muncul akibat penerapan prinsip yang berbeda terhadap penetapan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Ketidakjelasan batas-batas negara dan status wilayah sering menjadi sumber persengketaan di antara negara-negara yang berbatasan atau berdekatan. Persengketaan

Lebih terperinci

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM

Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Hak atas Informasi dalam Bingkai HAM Oleh Asep Mulyana Hak atas informasi atau right to know merupakan hak fundamental yang menjadi perhatian utama para perumus DUHAM. Pada 1946, majelis umum Perserikatan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011

RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 LAMPIRAN : PERATURAN KEPALA BNPP NOMOR : 4 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA KERJA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN TAHUN 2011 A. LATAR BELAKANG Penyusunan Rencana Kerja (Renja) Badan Nasional

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan hukum internasional 4. Kedaulatan BAB I PENDAHULUAN H. Latar Belakang Kedaulatan ialah kekuasaan tertinggi yang dimiliki oleh suatu negara untuk secara bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan kepentingannya asal saja kegiatan tersebut

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PERATURAN PRESIDEN NOMOR 49 TAHUN 2010 TENTANG TUNJANGAN OPERASI PENGAMANAN BAGI PRAJURIT TENTARA NASIONAL INDONESIA DAN PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BERTUGAS DALAM OPERASI PENGAMANAN PADA PULAU-PULAU KECIL

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia*

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN. Oleh : Ida Kurnia* PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASIONAL TERKAIT DENGAN PENETAPAN INDONESIA SEBAGAI NEGARA KEPULAUAN Oleh : Ida Kurnia* Abstrak KHL 1982 tentang Hukum Laut yang telah diratifikasi oleh Indonesia dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2002 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK GARIS PANGKAL KEPULAUAN INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-undang

Lebih terperinci

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia

UNCLOS I dan II : gagal menentukan lebar laut territorial dan konsepsi negara kepulauan yang diajukan Indonesia Konferensi Hukum Laut di Jenewa tahun 1958 (United Nations Conference on the Law of the Sea - UNCLOS I) yang menghasilkan 4(empat) Konvensi yaitu : Konvensi tentang laut territorial dan jalur tambahan,

Lebih terperinci

PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR?

PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR? OMBUDSMAN BRIEF PENGAWASAN ORANG ASING (POA) DI PROVINSI KALIMANTAN TIMUR SEJAUH MANA EFEKTIFITAS KEBIJAKAN PENGAWASAN ORANG ASING DI KALIMANTAN TIMUR? Maraknya pemberitaan tentang kehadiran TKA dan/atau

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1996 WILAYAH. KEPULAUAN. PERAIRAN. Wawasan Nusantara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu,

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Di masa lalu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafiking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia. Ini merupakan

Lebih terperinci

: PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011

: PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 LAMPIRAN I : PERATURAN BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR : 2 TAHUN 2011 TANGGAL : 7 JANUARI 2011 RENCANA INDUK PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN KAWASAN PERBATASAN TAHUN 2011-2014 A. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA MENCERMATI PENERBITAN PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Oleh: Arrista Trimaya * Naskah diterima: 30 Januari 2015; disetujui: 12 Februari 2015 Menteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka bumi ini dan merupakan tindakan yang bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, dan telah

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN BAB I LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2015 TANGGAL 22 JUNI 2015 RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA TAHUN 2015-2019 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Komitmen Negara Republik

Lebih terperinci

fti PRESIDEN REPLIBLIK INDONESIA LAMPIRAN I NOMOR 6 TAHUN 2017 DAFTAR PULAU-PULAU KECIL TERLUAR Laut Natuna '32" u : ' 08" T

fti PRESIDEN REPLIBLIK INDONESIA LAMPIRAN I NOMOR 6 TAHUN 2017 DAFTAR PULAU-PULAU KECIL TERLUAR Laut Natuna '32 u : ' 08 T fti * REPLIBLIK INDONESIA LAMPIRAN I KEPUTUSAN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DAFTAR PULAU-PULAU KECIL TERLUAR Nama Nama Lain ; Koordlnat Titik Terluar (Lintang, Bujur)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN OLEH TERORIS,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti

HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA dalam UUD Negara RI tahun 1945 Dr.Hj. Hesti HAK ASASI MANUSIA NASIONAL INTERNASIONAL LOKAL / DAERAH INTERNASIONAL dalam konteks pergaulan antar bangsa (Internasional) Penghargaan dan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1388, 2015 ANRI. Arsip Terjaga. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PENGELOLAAN ARSIP TERJAGA DENGAN

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menjamin hak konstitusional setiap orang

Lebih terperinci

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1

PUSAT KAJIAN ADMINISTRASI INTERNASIONAL LAN (2006) 1 ABSTRAK KAJIAN KERJASAMA ANTARA PEMERINTAH INDONESIA, MALAYSIA DAN SINGAPURA DALAM MENANGANI MASALAH KEAMANAN DI SELAT MALAKA Selat Malaka merupakan jalur pelayaran yang masuk dalam wilayah teritorial

Lebih terperinci

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional Konferensi Perburuhan Internasional Catatan Sementara 15A Sesi Ke-100, Jenewa, 2011 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA 15A/ 1 NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG

Lebih terperinci

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 2 K-189: Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011 K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL CONVENTION FOR THE SUPPRESSION OF TERRORIST BOMBINGS, 1997 (KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENGEBOMAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA DI LUAR NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 32 BAB III DESKRIPSI PENELANTARAN ANAK DALAM RUMAH TANGGA MENURUT UU NO.23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Hak dan Kewajiban antara Orang Tua dan Anak menurut UU No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang

Lebih terperinci

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF

ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta. Analisis Undang-undang Kelautan di Wilayah Zona Ekonomi Eksklusif 147 ANALISIS UNDANG-UNDANG KELAUTAN DI WILAYAH ZONA EKONOMI EKSKLUSIF Ardigautama Agusta Teknik Geodesi dan Geomatika,

Lebih terperinci

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA MEKANISME PENGADUAN DAN PELAPORAN TERHADAP PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Oleh : Butje Tampi, SH., MH. ABSTRAK Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan melakukan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENEMPATAN DAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA INDONESIA KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, : a. bahwa untuk

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

I- i PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR

I- i PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR v.--'' j'.'y' I- i, i KEPUTUSAN NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG PENETAPAN PULAU-PULAU KECIL TERLUAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Menimbang bahwa dengan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SINGAPURA TENTANG PENETAPAN GARIS BATAS LAUT WILAYAH KEDUA NEGARA DI BAGIAN BARAT

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA. abstract. Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA. abstract. Kata Kunci : Pembantu Rumah Tangga, Konvensi, Legislasi PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK KONSTITUSIONAL PEMBANTU RUMAH TANGGA Oleh Dr. Fanny Tanuwijaya, S.H.,M.Hum 1 Dosen Fakultas Hukum Universitas Jember abstract Pembantu Rumah Tangga (PRT) berhak mendapat

Lebih terperinci