BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit untuk membiayai

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah memerlukan dana yang tidak sedikit untuk membiayai pembelanjaan negara yang semakin lama semakin bertambah besar. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber yang dimiliki oleh suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun iuran dari masyarakat. Menurut Ika (2010), memajukan suatu bangsa dengan mendanai pembangunan adalah dengan mengoptimalkan sumber dana yang berasal dari dalam negeri, salah satunya berupa pajak yang harus terus ditingkatkan serta mendapatkan apresiasi dari seluruh masyarakat. Pajak merupakan wujud dari peran serta masyarakat dalam mendukung pembangunan maupun perekonomian di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab. Peran pajak bagi suatu negara menjadi sangat dominan. Pajak hanya boleh dipungut oleh negara, dan iuran tersebut berupa uang bukan barang. Pajak yang dipungut berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar (UUD) dan aturan pelaksanaannya, tanpa jasa timbal balik secara langsung dari negara (Warouw, Sondakh, dan Walandouw, 2015). Kemenkeu (2013) Undang-Undang KUP No 16 Tahun 2009 Pasal 1 Angka (1) pengertian pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang- Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Menurut jenisnya pajak dibagi

2 2 menjadi 2 yaitu pajak negara dan daerah. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik daerah tingkat I (pajak provinsi) maupun pajak daerah tingkat II (pajak kabupaten/kota) dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah masing masing. Pajak daerah sendiri memiliki peranan yang dominan karena digunakan untuk membiayai pembangunan daerah dan infrastruktur yang menunjang segala aktivitas masyarakat. Pajak merupakan kontribusi wajib yang ada pada orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan peraturan perundang-undangan, dengan tidak mendapatkan balas jasa secara langsung tetapi digunakan untuk membiayai keperluan negara untuk mensejahterakan masyarakat serta meningkatkan pendapatan (Cahyadi dan Jati 2016). Dalam rangka mensejahterakan masyarakat dan meningkatkan pendapatan untuk mencapai target pajak yang telah dianggarkan, perlu adanya kesadaran dan kepatuhan masyarakat sesuai ketentuan yang berlaku. Apabila masyarakat memiliki kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak yang baik, maka masyarakat sendirilah yang akan merasakan manfaatnya di masa yang akan datang. Dengan begitu, masyarakat akan semakin sejahtera dan target pajak dapat terpenuhi. Mengingat kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak merupakan faktor penting bagi peningkatan penerimaan pajak, maka perlu secara intensif dikaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan Wajib Pajak, khususnya Wajib Pajak badan (Mandagi, Sabijono, & Tirayoh, 2014). Bedasarkan berita yang dimuat dalam Pajak.go.id hingga tahun 2015, Wajib Pajak (WP) yang terdaftar dalam sistem administrasi Direktorat Jenderal

3 3 Pajak (DJP) mencapai WP, yang terdiri atas WP Badan, WP Orang Pribadi (OP) Non Karyawan, dan WP OP Karyawan. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa hingga tahun 2013, sudah beroperasi perusahaan industri besar, perusahaan industri sedang sebesar dan perusahaan industri kecil sebesar di Indonesia. Artinya, belum semua perusahaan terdaftar sebagai WP Badan. Jumlah WP yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) terdiri atas WP Badan, WP OP Non Karyawan, dan WP OP Karyawan. Artinya, tingkat atau rasio kepatuhan WP Badan baru mencapai 57,09%, WP OP Non-Karyawan 40,75%, dan WP Karyawan 63,22%. Yang lebih memprihatinkan lagi, dari jumlah tersebut hanya WP yang bayar, yang terdiri atas WP Badan, WP OP Non Karyawan, dan WP OP Karyawan. Angka WP Badan yang bayar atau Non SPT nihil jelas sangat kecil jika dibandingkan dengan 3 juta lebih perusahaan yang ada dan beroperasi di Indonesia. Sedangkan jumlah WP yang bayar OP Non Karyawan dan WP yang bayar OP Karyawan, jauh sangat tak berarti dibandingkan dengan jumlah total 93 juta lebih penduduk Indonesia yang bekerja dan menerima penghasilan (Kemenkeu, 2016). Dilansir pada HarianJogja.com (2016) dari analisa KPP Pratama Kota Yogyakarta dari data yang telah masuk, kepatuhan wajib pajak Badan masih terlalu rendah. Dari total Badan di Jogja, baru masuk wajib pajak, jika diprosentase kepatuhan wajib pajak Badan hanya 21,25% terhitung pada bulan Mei 2016.

4 4 Berita tersebut menunjukan bahwa masih ada wajib pajak yang menunggak pajak badan mereka. Tunggakan tersebut terjadi karena adanya wajib pajak yang tidak patuh dalam membayar pajak. Ketidakpatuhan pajak adalah wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tidak melaporkan kewajiban pajaknya sesuai undang-undang yang berlaku, serta tidak membayar pajaknya sesuai ketentuan (Kundalini, 2016). Untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepatuhan wajib pajak diantaranya adalah kesadaran wajib pajak. Kesungguhan dan keinginan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban pajaknya merupakan salah satu indikator dari kesadaran wajib pajak ditunjukkan dalam pemahaman wajib pajak terhadap fungsi pajak dan kesungguhan wajib pajak dalam membayar dan melaporkan pajak (Putri dan Jati, 2012). Kesadaran wajib pajak dapat dilihat dari kesungguhan dan keinginan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya yang ditunjukkan dalam pemahaman wajib pajak terhadap fungsi pajak dan kesungguhan wajib pajak dalam membayar dan melaporkan pajak. Idealnya untuk mewujudkan sadar dan peduli pajak, masyarakat harus terus diajak untuk mengetahui, mengakui, menghargai dan mentaati ketentuan perpajakan yang berlaku. Kesadaran wajib pajak masih sangat rendah, dapat dilihat dari wajib pajak badan yang membayar baru sekitar 21,25% saja dari wajib pajak badan yang terdaftar. Tunggakan tersebut terjadi karena adanya wajib pajak yang tidak patuh dalam melaksanakan kewajibannya, hal

5 5 tersebut dikarenakan kurangnya pemahaman masyarakat tentang perpajakan (Cahyadi dan Jati, 2016) Arum (2012) mendefinisikan bahwa beberapa fenomena kasus-kasus dalam dunia perpajakan di Indonesia belakangan ini membuat masyarakat dan wajib pajak khawatir untuk membayar pajak. Dengan adanya kondisi seperti ini dapat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak, karena para wajib pajak tidak ingin pajak yang telah dibayarkan disalahgunakan oleh aparat pajak itu sendiri. Oleh karena itu, beberapa masyarakat dan wajib pajak berusaha menghindari pajak. Pemerintah perlu meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai sistem dan peraturan perpajakan yang berlaku khususnya mengenai bagaimana caranya menjalankan kewajiban perpajakan yang sesuai dengan undang undang yang berlaku. Tingkat pengetahuan perpajakan merupakan salah satu faktor potensial bagi pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya (Widyastuti, 2015). Semakin tinggi tingkat pengetahuan dan pemahaman wajib pajak terhadap peraturan perpajakan, maka semakin kecil kemungkinan wajib pajak untuk melanggar peraturan tersebut sehingga meningkatkan tingkat kepatuhan wajib pajak. Selain pengetahuan masyarakat tentang perpajakan yang harus ditingkatkan, kualitas pelayanan pajak juga harus ditingkatkan oleh aparat pajak. Kualitas pelayanan merupakan salah satu faktor penunjang sebagai perbandingan antara harapan yang diinginkan oleh wajib pajak dengan penilaian terhadap kinerja nyata dari suatu penyediaan layanan (Supadmi, 2009). Jika petugas pajak memiliki kompetensi dalam arti memiliki keahlian, pengetahuan, pengalaman

6 6 dalam hal kebijakan perpajakan, administrasi pajak, perundang-undangan perpajakan dan profesionalitas dalam bekerja yang tinggi, maka pelayanan yang diberikan menjadi maksimal serta memberikan tingkat kepuasan yang tinggi bagi wajib pajak. Apabila wajib pajak merasa dilayani dengan baik, akan mempegaruhi keinginan wajib pajak untuk membayar pajak dengan tertib. Sanksi perpajakan mempunyai pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak. Menurut Musniati (2014), ketentuan umum dan tata cara peraturan perpajakan telah diatur dalam Undang-Undang, tidak terkecuali mengenai sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan dalam undang-undang perpajakan berupa sanksi administrasi (dapat berupa denda dan bunga) dan sanksi pidana. Sanksi diperlukan untuk memberikan pelajaran bagi pelanggar pajak. Dengan demikian, diharapkan agar peraturan perpajakan dipatuhi oleh para wajib pajak. Wajib pajak akan memenuhi kewajiban perpajakan bila memandang bahwa sanksi perpajakan akan lebih banyak merugikannya. Sanksi perpajakan diberikan kepada wajib pajak agar wajib pajak mempunyai kesadaran dan patuh terhadap kewajiban pajaknya. Beberapa penelitian terdahulu masih menunjukan ketidakkonsistenan hasil penelitian mengenai pengaruh kesadaran pajak, pengetahuan pajak, kualitas pelayanan dan sanksi pajak terhadap kepatuhan pajak. Variabel pertama yaitu kesadaran pajak. Pada penelitian Indriyani dan Sukartha (2014) dan Kamil (2015) menyatakan bahwa kesadaran pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak, sedangkan pada penelitian Rohmawati, Prasetyono dan Rimawati (2014) menyatakan sebaliknya. Variabel kedua, pengetahuan pajak yang dalam penelitian Kristanty, Khairani dan Fajriana (2015), Inasius (2015), Kamil (2015) dan Palil,

7 7 Akir dan Wan Fadillah (2013) menyatakan bahwa pengetahuan pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak, sedangkan pada penelitian Hardiningsih (2011) menyatakan sebaliknya. Variabel ketiga yaitu kualitas pelayanan pada penelitian Paramartha dan Rasmini (2016) dan Kamil (2015) menyatakan bahwa kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pajak, sedangkan pada penelitian Widowati (2014) menyatakan sebaliknya. Kemudian variabel keempat ialah sanksi pajak, dimana pada penelitian Paramartha dan Rasmini (2016), Kamil (2015) serta Indriyani dan Sukartha (2014) menyatakan bahwa sanksi perpajakan berpengaruh positif pada kepatuhan wajib pajak, sedangkan pada penelitian Winerungan (2013) dan Oladipupo dan Obazee (2016) menyatakan sebaliknya. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Paramartha dan Rasmini (2016). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sampel dan objek penelitian yang digunakan serta dengan menambah variabel kesadaran pajak sebagai variabel independen. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis termotivasi untuk meneliti kembali variabel-variabel yang belum konsisten dengan judul Pengaruh Kesadaran Pajak, Pengetahuan Pajak, Kualitas Pelayanan dan Sanksi Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan. Adapun objek penelitian yang digunakan yaitu Wajib Pajak Badan di KPP Kota Yogyakarta.

8 8 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yaitu: 1. Apakah kesadaran pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 2. Apakah pengetahuan pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 3. Apakah kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 4. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis pengaruh kesadaran pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan. 2. Untuk menganalisis pengaruh pengetahuan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan. 3. Untuk menganalisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak badan. 4. Untuk menganalisis pengaruh sanksi pajak terhadap kepatuhan wajib pajak badan.

9 9 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya wawasan dalam bidang perpajakan terutama dalam hal tingkat kepatuhan wajib pajak badan. Dimana hasil penelitian ini berkontribusi dalam menambah bukti empiris mengenai faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan wajib pajak seperti kesadaran pajak, pengetahuan membayar pajak, kualitas pelayanan pajak dan sanksi pajak. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Bagi praktisi, diharapkan bagi Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pajak untuk memberikan penyuluhan kepada wajib pajak yang tepat guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak, terutama dalam kaitannya dengan kesadaran pajak, pengetahuan membayar pajak, kualitas pelayanan pajak dan sanksi pajak sehingga penerimaan pajak akan efektif dan efisien guna memenuhi target penerimaan pajak yang sudah dianggarkan.