KAJIAN PRODUKSI GEL BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KAJIAN PRODUKSI GEL BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL"

Transkripsi

1 KAJIAN PRODUKSI GEL BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL Oleh: AMALIA RIYANTI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 47

2 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN PRODUKSI GEL BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: AMALIA RIYANTI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 48

3 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul Kajian Produksi Gel Bioetanol Dengan Menggunakan Carboxymethylcellulose (CMC) Sebagai Bahan Pengental ini adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditujukan rujukannya. Bogor, Oktober 2009 Yang Membuat Pernyataan, Amalia Riyanti F

4 BIODATA RINGKAS Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, putri dari pasangan Suryanto dan Suhariyati yang dilahirkan di Bengkulu tanggal 8 September Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1991 di TK Witri II Kotamadya Bengkulu dan dilanjutkan ke tingkat Sekolah Dasar Negeri 02 Manna, Kabupaten Bengkulu Selatan pada tahun Pada tahun 1999, penulis melanjutkan sekolah di SLTP Islam As-Syafi iyah 04 Bekasi dan lulus pada tahun Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 3 Madiun, Jawa Timur dan selesai pada tahun Penulis diterima di program sarjana Institut Pertanian Bogor tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Selama kuliah di IPB, penulis pernah menjadi Asisten Praktikum Analisis Bahan dan Produk Agroindustri (2007) dan Asisten Praktikum Bioproses (2009). Pada saat menjalani kegiatan akademik, penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan dan menjadi pengurus organisasi kemahasiswaan sebagai Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri (HIMALOGIN) pada tahun 2007, Badan Khusus HIMALOGIN dan Sekretaris Umum Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Teknologi Pertanian (BEM FATETA) pada tahun Penulis melaksanakan Praktek Lapang pada tahun 2008 di PT. Pepsi Cola Indobeverages, Purwakarta dengan topik Mempelajari Aspek Manajemen Produksi dan Pengawasan Mutu Carbonated Soft Drink di PT. Pepsi Cola Indobeverages, Purwakarta. Penulis melakukan penelitian untuk memperoleh gelar sarjana dengan judul Kajian Produksi Gel Bioetanol dengan Menggunakan Carboxymethylcellulose (CMC) Sebagai Bahan Pengental. 50

5 Amalia Riyanti. F Kajian Produksi Gel Bioetanol Dengan Menggunakan Carboxymethylcellulose (CMC) Sebagai Bahan Pengental. Di bawah bimbingan E. Gumbira Sa id dan Khaswar Syamsu RINGKASAN Energi merupakan salah satu kebutuhan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Pada tahun 2005, minyak bumi masih sangat dominan dalam ketetapan listrik nasional dan berkontribusi sebanyak 63,8% dari ,18 MW kapasitas listrik terpasang. Hal ini membuat Indonesia harus mengimpor bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Alternatif bioenergi yang tepat digunakan dalam skala rumah tangga adalah bioetanol. Emisi gas yang lebih rendah dari energi biomassa dan teknis penggunaan yang lebih mudah menjadikan bioetanol dapat dijadikan alternatif terbaik. Namun dengan sifat fisik yang mudah menguap, tegangan permukaan rendah dan titik nyala yang rendah, bioetanol dalam bentuk cair dapat membahayakan. Gel bioetanol memberikan solusi terhadap keamanan aplikasi pemakaian energi rumah tangga karena tidak mudah tumpah dan menguap. Carboxymethylcellulose (CMC) merupakan salah satu jenis bahan pengental yang dapat digunakan sebagai bahan pengental dalam pembuatan gel bioetanol. Sifat CMC yang biodegradable membuatnya relatif aman untuk digunakan dalam aplikasi gel bioetanol sebagai bahan bakar rumah tangga alternatif. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan konsentrasi Carboxymethylcellulose (CMC) dan konsentrasi bioetanol yang tepat dalam formulasi gel bioetanol serta mengetahui efektivitas penggunaan gel bioetanol dengan Carboxymethylcellulose (CMC) sebagai bahan bakar rumah tangga. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsentrasi CMC (0,75%; 1% dan 1,25% b/v) dan konsentrasi bioetanol (55%, 65% dan 75%). Pengujian yang dilakukan terhadap formula gel bioetanol adalah viskositas, ph, jumlah residu pembakaran, pengukuran Water Boiling Test (WBT), Specific Fuel Consumption (SFC), dan Nilai Kalor (Calorific Value). Penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa dari empat bahan pengental organik yang digunakan (guar gum, Natrium alginat, karagenan dan CMC), CMC dapat mengentalkan campuran air dan bioetanol dengan baik serta hasil gel bioetanol yang jernih dan homogen. Pada konsentrasi bioetanol mencapai 80%, campuran gel bioetanol terpisah menjadi dua fase, yaitu endapan campuran air dengan CMC dan cairan bioetanol, sehingga konsentrasi bioetanol yang dapat digunakan adalah kurang dari 80%. Nilai viskositas gel bioetanol dengan menggunakan CMC berkisar antara 238,335 cp hingga 8816,665 cp. Viskositas tertinggi terdapat pada formula CMC 1,25% -Bioetanol 65%, sedangkan viskositas terendah terdapat pada formula CMC 0,75%-Bioetanol 55% dimana perlakuan konsentrasi CMC dan konsentrasi 51

6 bioetanol berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas gel bioetanol, begitu pula interaksi perlakuan konsentrasi CMC dan bioetanol (P<0,05). Dalam uji pembakaran gel bioetanol terdapat dua warna api pembakaran yang dihasilkan yaitu api biru dan api kemerahan. Residu pembakaran yang berjumlah paling banyak terdapat pada konsentrasi bioetanol 55% (45-47% residu), sedangkan jumlah residu paling rendah terdapat pada konsentrasi bioetanol 75%, yaitu berkisar antara 12-15%. Semakin tinggi konsentrasi bioetanol, semakin sedikit residu pembakaran yang terbentuk. Konsentrasi CMC yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah residu pembakaran. Nilai ph gel bioetanol berkisar antara 6,9 dan 7,3. Hal ini berarti bahwa gel bioetanol dengan menggunakan CMC sebagai bahan pengental mempunyai nilai ph yang netral dimana setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai ph. Kisaran waktu yang dibutuhkan gel bioetanol untuk mendidihkan satu liter air adalah menit dengan WBT yang paling singkat adalah selama 30,18 menit. Selanjutnya, nilai SFC terendah terdapat pada formula CMC 1%- Bioetanol 65% (42,26 gram/liter air), sedangkan nilai SFC tertinggi terdapat pada formula CMC 1,25%-bioetanol 65% (50,86 gram/liter air). Hasil analisis statistika menunjukkan bahwa konsentrasi CMC maupun konsentrasi bioetanol tidak berpengaruh nyata terhadap waktu WBT dan nilai SFC. Empat sampel yang menunjukkan hasil waktu WBT berbeda kemudian diuji nilai kalornya. Nilai kalor tertinggi terdapat pada formula CMC 1,25% dan bioetanol 75% (17,23 MJ/kg), sedangkan nilai kalor paling rendah terdapat pada formula CMC 0,75% dan Bioetanol 65% (15,15 MJ/kg). Nilai kalor gel etanol komersial di Afrika Selatan adalah 16,4 MJ/kg (LHV), sedangkan nilai kalor gel etanol pada penelitian Lloyd dan Visagie (2007) adalah 16,1 MJ/kg (LHV) yang mempunyai konsentrasi etanol sebesar 70%. Berdasarkan hal tersebut, dari keempat sampel gel bioetanol yang diuji, sampel dengan konsentrasi bioetanol 75% memenuhi kriteria gel bioetanol komersial di Afrika Selatan. Kata kunci : Energi, gel bioetanol, bahan bakar, viskositas, nilai kalor. 52

7 Amalia Riyanti. F Study of Gel Bioethanol Production Using Carboxymethylcellulose (CMC) As Thickening Agent. Supervised by E. Gumbira Sa id and Khaswar Syamsu SUMMARY Fuel is one of the most important needs of the society. During the last two decades, primary energy consumption grew relatively high, reached at 8% per year. In 2005, oil contributes more than 50% of total energy consumption. Oil is still dominant in the national electricity provision and contributing 63,8% of ,18 MW installed capacity. Bioethanol is another choice for household cooking fuel. This fuel has a higher combustion power than kerosene, can be made from renewable raw materials and relatively environmental friendly. However, bioethanol as an explosive and flammable material has certain disadvantages. Bioethanol become dangerous and unsafely used when it flows, spills or vaporizes. Gel bioethanol is an innovation for cooking fuel material from liquid bioetanol. Gel bioethanol is more safety, not spill readily and makes it easier to handle and distribute without omitting its ability in combustion. Carboxymethylcellulose (CMC) is one of biodegradable and relatively safe thickening agent which can be utilized for gel bioethanol production and application as a household cooking fuel. The aims of this study were to determine an appropriate formulation of gel bioethanol and to measure an efficiency performance of gel bioethanol as household cooking fuel. Several treatments in this study were CMC content (0,75%; 1% and 1,25%) and bioethanol concentration (55%, 65% and 75%). Gel bioethanol formulations were analyzed for viscosity, combustion residue, ph, Water Boiling Test (WBT), Specific Fuel Consumption (SFC) and Calorific Value. Preliminary study show that CMC could be used for dissolving water and bioethanol homogeneously and provide a clear gel form. Some others thickening agent (guar gum, sodium alginate and carrageenan) could not be used for gel bioethanol formulation because of separate phase which was formed between CMC-water mixture and liquid bioethanol. Therefore, the only bioethanol concentration that can be used in gel bioethanol was below 80%. Viscosity of gel bioethanol was ranging from 238,335 cp until 8816,665 cp. The highest viscosity was found in formulation CMC 1,25% -Bioethanol 65%, and the lowest is in formulation CMC 0,75%-Bioethanol 55% which concentration CMC and bioethanol show a significant value differences to its viscosity. Gel bioethanol combustion has two type of flame, blue and blue-red flame. The highest combustion residue was contained in 55% bioethanol formulation (45-47%) and the lowest was contained in 75% bioethanol formulation (12-15%). 53

8 Value of ph of gel bioethanol was ranging from 6,9-7,3. It showed that gel bioethanol formulations with CMC had relatively neutral acidity. Gel bioethanol need minutes to boil one liter of water which the shortest time was found in CMC 1%-Bioethanol 75% and CMC 0,75%- Bioethanol 65% (30,18 minutes). The lowest SFC value was in the formulation of CMC 1%- Bioethanol 65% (42,26 gram/liter) and the highest SFC value was in formulation CMC 1,25%-bioetanol 65% (50,86 gram/liter). This result shows that CMC and bioethanol concentration have no significant value differences to WBT and SFC value. Four formulations of gel bioethanol which have different value of WBT were analyzed for its heating value content. The highest heating value was found in formulation CMC 1,25%-bioethanol 75% (17,23 MJ/kg) and the lowest heating value was contained in formulation CMC 0,75% -Bioethanol 65% (15,15 MJ/kg). According to this result, gel bioethanol formulation with 75% bioethanol concentration comply a commercial gel bioethanol specification in South Africa. Keyword : energy, bioethanol gel, gelfuel, cooking fuel, viscosity, calorific value. 54

9 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN KAJIAN PRODUKSI GEL BIOETANOL DENGAN MENGGUNAKAN CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) SEBAGAI BAHAN PENGENTAL SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: AMALIA RIYANTI F Dilahirkan pada tanggal 8 September 1987 Di Bengkulu Tanggal lulus : Oktober 2009 Disetujui: Bogor, Oktober 2009 Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MA.Dev Dosen Pembimbing I Dr. Ir. Khaswar Syamsu, MSc.St Dosen Pembimbing II 55

10 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan Hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Kajian Produksi Gel Bioetanol dengan Menggunakan Carboxymethylcellulose (CMC) Sebagai Bahan Pengental. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam melaksanakan dan menyelesaikan skripsi, Penulis dibantu oleh berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada segenap pihak yang membantu, khususnya kepada para personalia di bawah ini. 1. Bapak Prof. Dr. Ir. E. Gumbira Sa id, MA.Dev sebagai dosen pembimbing akademik I, yang banyak memberikan bimbingan berupa arahan dan saran dalam penyusunan skripsi. 2. Bapak Dr. Ir. Khaswar Syamsu, M.Sc.St. sebagai dosen pembimbing akademik II, yang banyak memberikan bimbingan berupa arahan dan saran dalam penyusunan skripsi. 3. Bapak Drs. Purwoko, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Keluarga tercinta, Ayah dan Ibu serta Halimah Riyanti, yang senantiasa memberikan dukungan dan kasih sayang yang tidak ternilai hargannya. 5. Mukti Sukma Wijaya, Nadiyah Khaeriyyah, Apriyani Arbie dan Dego Yusa Ali atas perhatian dan dukungannya. 6. Sondang Meilianti, teman satu topik penelitian, Mahesa Yodhabrata dan Zakiah Nurjanah, teman satu bimbingan, tempat berbagi dan berdiskusi. 7. Deden Ganjar Permana, Saeful Rizal, Mulatsih Tri Atmini, Dhinaranatama, Aulia Yusri Riezkiani Artika, Rima Aprilila Wijaya, Teni Oktavia, Nutriana Dinnuriah, Zulfatun Najah, Denok Monda Hero Nantakupa, Anas Wahab Darajat, Deni Setiawan dan seluruh rekan-rekan TIN 42 atas dukungan dan kebersamaannya selama ini. 56

11 8. Ibu Egnawati, Bapak Gunawan, Bapak Sugiardi, Ibu Sri Mulyasih, seluruh Laboran dan Staf Departemen Teknologi Industri Pertanian yang banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. 9. Pihak-pihak yang telah turut membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini kemungkinan masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan selanjutnya. Bogor, Oktober 2009 Penulis 57

12 DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DARTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... B. Tujuan..... C. Ruang Lingkup II. TINJAUAN PUSTAKA A. Bioetanol B. Carboxymethylcellulose (CMC) C. Viskositas D. Proses Pembakaran E. Nilai Kalor F. Gel Bioetanol.. III. METODE PENELITIAN A. Alat dan Bahan... B. Waktu dan Tempat Penelitian... C. Tata Laksana Penelitian D. Prosedur Pengujian... E. Rancangan Percobaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Jenis Bahan Pengental..... B. Penentuan Konsentrasi Bioetanol C. Pengaruh Konsentrasi Bahan Pengental dan Bioetanol Terhadap Viskositas, Residu Pembakaran dan Nilai PH. D. Water Boiling Test dan Specific Fuel Consumtion. Halaman i ii iv vi viii x

13 E. Nilai Kalor (Calorific Value). V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... B. Saran... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN... Halaman

14 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Sifat Fisika Etanol Absolut dan Etanol Teknis... Tabel 2. Densitas Energi dari Beberapa Bahan Berbasis Alkohol Tabel 3. Rincian Formulasi Gel Bioetanol... Tabel 4. Nilai Viskositas Gel Bioetanol... Tabel 5. Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol. Tabel 6. Nilai ph Formulasi Gel Bioetanol.. Tabel 7. Data Sampel Yang Dipilih Untuk Pengujian Nilai Kalor... Tabel 8. Data Viskositas Formula Gel Bioetanol. Tabel 9. Tabel Analisis Ragam (Anova) Nilai Viskositas Gel Bioetanol. Tabel 10. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi CMC Terhadap Nilai Viskositas Gel Bioetanol.. Tabel 11. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi Bioetanol Terhadap Nilai Viskositas Gel Bioetanol.. Tabel 12. Data Jumlah Residu Formula Gel Bioetanol. Tabel 13. Tabel Analisis Ragam (Anova) Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol Tabel 14. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi CMC Terhadap Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol.. Tabel 15. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi Bioetanol Terhadap Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol Tabel 13. Data Nilai ph Gel Bioetanol. Tabel 14. Analisis Ragam (Anova) Nilai ph Gel Bioetanol Tabel 15. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi Bioetanol Terhadap Nilai ph Gel Bioetanol Tabel 16. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi CMC Terhadap Nilai ph Gel Bioetanol Tabel 17. Data Water Boiling Test Formula Gel Bioetanol.. Halaman

15 Tabel 18. Data Specific Fuel Consumption Formula Gel Bioetanol. Tabel 19. Data rata-rata WBT, SFC dan Fuel Consumption Rate (FCR). Tabel 20. Tabel Analisis Ragam (Anova) Water Boiling Test Formula Gel Bioetanol Tabel 21. Tabel Analisis Ragam (Anova) Specific Fuel Consumption Formula Gel Bioetanol.. Tabel 22. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi CMC Terhadap Water Boiling Test Formula Gel Bioetanol... Tabel 23. Perbandingan Ganda Perlakuan Konsentrasi CMC Terhadap Specific Fuel Consumption Formula Gel Bioetanol.. Halaman

16 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Struktur Kimia Etanol.... Gambar 2. Proses Pembuatan Bioetanol dari Bahan Baku Pati. Gambar 3. Struktur Molekul dari Carboxymethylcellulose (CMC). Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Gel Bioetanol Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian... Gambar 6. Alat Brookfield Viscousimeter... Gambar 7. Diagram Alir Uji Viskositas Gel Bioetanol... Gambar 8. Alat ph meter Beckman Gambar 9. Alat Adiabatic Bomb Calorimeter Gambar 10. Perangkat Pengujian Water Boiling Test (WBT) Gambar 11. Penampakan Gel Bioetanol Dengan Menggunakan Beberapa Bahan Pengental, (a) Guar Gum, (b) Natrium Alginat, (c) Karagenan, dan (d) CMC... Gambar 12. Ikatan hidrogen antara molekul air dan bioetanol Gambar 13. Penampakan gel bioetanol dengan konsentrasi CMC 0,75% (b/v) dengan beberapa konsentrasi bioetanol (a) 80%, (b) 70%, dan (c) 60% (v/v) Gambar 14. Penampakan gel bioetanol dengan konsentrasi CMC 1% (b/v) dengan beberapa konsentrasi bioetanol (a) 80%, (b) 70% dan (c) 60% (v/v).. Gambar 15. Diagram Viskositas Gel Bioetanol Terhadap Konsentrasi CMC dan Konsentrasi Bioetanol Gambar 16. Penampakan Pembakaran Gel Bioetanol (a), dan Residu Pembakaran Gel Bioetanol (b)... Gambar 17. Diagram Jumlah Rata-rata Residu Pembakaran Gel Bioetanol.. Gambar 18. Diagram Perbandingan Nilai ph Gel Bioetanol Halaman

17 Gambar 19. Diagram Perbandingan Nilai Rata-rata WBT dan SFC dari Formula Gel Bioetanol Gambar 20. Perbandingan Nilai Fuel Consumption Rate (FCR) Gel Bioetanol.. Gambar 21. Diagram Perbandingan Nilai Kalor Gel Bioetanol Halaman

18 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Data dan Hasil Analisis Ragam (Anova) Viskositas Gel Bioetanol... Lampiran 2. Data dan Hasil Analisis Ragam (Anova) Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol. Lampiran 3. Data dan Hasil Analisis Ragam (Anova) Nilai ph Gel Bioetanol. Lampiran 4. Data dan Hasil Analisis Ragam (Anova) Water Boiling Test, Specific Fuel Consumption dan Fuel Consumption Rate Formula Gel Bioetanol.... Halaman

19 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Energi merupakan salah satu kebutuhan yang penting untuk kelangsungan hidup manusia. Pada tahun 2005, Minyak bumi berkontribusi lebih dari 50% konsumsi energi total. Namun, cadangan minyak Indonesia yang berjumlah lima ratus juta barrel saat ini hanya dapat bertahan untuk sepuluh tahun kedepan. Selain itu, minyak bumi masih sangat dominan dalam ketetapan listrik nasional dan berkontribusi sebanyak 63,8% dari ,18 MW kapasitas listrik terpasang. Hal ini membuat Indonesia harus mengimpor bahan bakar minyak untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (Amir et al., 2008). Lonjakan harga minyak berdampak buruk pada kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yang sebagian besar menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar dalam kegiatan rumah tangga sehingga sangat membebani masyarakat. Namun demikian hal tersebut memacu berbagai inovasi untuk menghasilkan sumber energi alternatif (bioenergi) yang terbarukan dan ramah lingkungan. Menurut Gumbira-Sa id (2007), bioenergi menjadi sumber energi alternatif dalam pengadaan sumber energi yang berkelanjutan karena memiliki berbagai kelebihan sebagai berikut. 1. Bahan bakar nabati yang dapat diproduksi secara lokal diharapkan dapat memperbaiki ekonomi perdesaan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan pertanian, serta mengurangi potensi ketergantungan minyak impor. 2. Tanaman sebagai sumber bahan bakar nabati dapat mengimbangi produksi gas rumah kaca hasil pembakaran dengan memanfaatkan karbondioksida dari atmosfir. 3. Penggunaan bahan bakar nabati dapat mengurangi pencemaran udara, termasuk emisi partikel dan karbon monoksida. Bila dibandingkan dengan beberapa jenis bioenergi seperti biobriket ataupun minyak nabati murni, alternatif bioenergi yang tepat digunakan dalam skala rumah tangga adalah bioetanol. Penggunaan bioetanol lebih efisien 65

20 dibandingkan dengan minyak tanah. Emisi gas yang lebih rendah dari energi biomassa dan teknis penggunaan yang lebih mudah menjadikan bioetanol dapat dijadikan alternatif terbaik sebagai bahan bakar rumah tangga pada saat terjadi kelangkaan minyak tanah. Selain itu, teknologi produksi bioetanol adalah teknologi yang telah dikenal, yaitu teknologi fermentasi gula sederhana menjadi bioetanol. Oleh karena itu, pembangunan produksi bioetanol skala besar sangat mungkin dilakukan dan dikembangkan (Paul, 1979). Namun dengan sifat fisik yang mudah menguap, tegangan permukaan rendah dan titik nyala yang rendah, bioetanol dalam bentuk cair dapat membahayakan (Robinson, 2006). Bahan bakar berupa gel bioetanol merupakan inovasi yang potensial untuk dikembangkan lebih lanjut. Bahan bakar alternatif tersebut berupa gel untuk memudahkan dalam penanganan, pengemasan dan penyimpan karena tidak mudah tumpah dan mengalir. Keunggulannya adalah daya bakar 200 gram gel bioetanol setara dengan satu liter minyak tanah, api yang dihasilkan berwarna biru serta tidak menghasilkan asap dan jelaga, dimana gel bioetanol ini menggunakan kalsium asetat sebagai pengental (Tambunan, 2008). Bioetanol dapat dibakar di kompor khusus, namun inovasi gel bioetanol menawarkan keuntungan tersendiri melebihi bietanol bentuk cair. Sebagai contoh, dalam penggunaan bioetanol cair sebagai bahan bakar rumah tangga di Brazil banyak insiden kebakaran yang dilaporkan. Untuk alasan tersebut, pemerintah Brazil telah melarang penggunaan bioetanol cair dan memulai penggunaan bioetanol gel dengan kalsium asetat dan carbopol sebagai pengental (Bizzo, 2004 dalam Schlag dan Suzarte, 2008). Gel bioetanol memberikan solusi terhadap keamanan aplikasi penggunaan energi rumah tangga karena tidak mudah tumpah dan menguap (Lloyd dan Vissagie, 2007). Bahan pengental yang digunakan untuk gel bioetanol komersial di Afrika Selatan pada umumnya menggunakan bahan pengental sintetis seperti kalsium asetat dan carbopol yang belum dapat dipastikan keamanannya sehingga perlu dieksplorasi bahan pengental lain yang bersifat organik dan relatif aman bagi lingkungan. Carboxymethylcellulose (CMC) merupakan salah satu jenis bahan pengental yang dapat digunakan sebagai pengental dalam pembuatan gel bioetanol. Sifat CMC yang biodegradable dan food grade relatif aman untuk 66

21 digunakan dalam aplikasi gel bioetanol sebagai bahan bakar rumah tangga alternatif. Menurut Desmarais (1973), CMC mempunyai karakteristik yang partly soluble (larut sebagian) pada larutan etanol dan air, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengental dalam campuran etanol dengan air pada proporsi tertentu. Selain itu, CMC telah dikenal luas dalam masyarakat sebagai bahan tambahan pangan sehingga lebih mudah didapat dengan harga yang relatif lebih murah. B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Mengetahui karakteristik gel bioetanol yang dibuat dengan Carboxymethylcellulose (CMC). 2. Menentukan konsentrasi Carboxymethylcellulose (CMC) dan konsentrasi bioetanol yang tepat dalam formulasi gel bioetanol sebagai bahan bakar rumah tangga. C. RUANG LINGKUP Ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut. 1. Pemilihan bahan pengental yang tepat sebagai pengental dalam gel bioetanol dari beberapa jenis bahan pengental. 2. Formulasi gel bioetanol dengan menggunakan Carboxymethylcellulose (CMC). 3. Pengukuran efektivitas penggunaan gel bioetanol dengan Carboxymethylcellulose (CMC). 67

22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. BIOETANOL Etanol (etil alkohol) adalah alkohol rantai lurus dan rumus molekulnya adalah EtOH, CH 3 CH 2 OH, C 2 H 5 OH. Rumus empirisnya adalah C 2 H 6 O. Struktur kimianya dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 1). Gambar 1. Struktur kimia etanol ( 2008) Alkohol adalah senyawa hidrokarbon berupa gugus hidroksil (-OH) dengan dua atom karbon (C). Jenis alkohol yang banyak digunakan adalah CH 2 OH yang disebut dengan metil alkohol (methanol), C 2 H 5 OH yang disebut dengan etil alkohol (etanol) dan C 3 H 7 OH yang disebut dengan iso propil alkohol (IPA) atau propanol-1. Dalam dunia perdagangan, yang disebut dengan alkohol adalah etil alkohol atau etanol dengan rumus kimia C 2 H 5 OH (Prihandana et al., 2007). Lebih lanjut menurut Prihandana et al. (2007), Penggunaan etanol tidak hanya untuk minuman namun juga digunakan sebagai pelarut, antiseptik, dan bahan baku untuk bahan organik lain seperti etil ester, dietil eter, butadien, dan etil amin. Fuel grade etanol (etanol 99 %) dapat digunakan sebagai bahan bakar. Molekul etanol diikat satu sama lain di dalam fase cair oleh ikatan hidrogen. Interkasi tersebut mempunyai pengaruh yang sangat besar pada titik didih etanol yaitu sekitar 78 o C-80 o C. Kemampuan ikatan hidrogen tersebut membuat etanol dapat larut dengan cukup baik di dalam air karena terdapat empat atau kurang atom karbon yang dapat berikatan dengan molekul air (Weininger, 1972). Alkohol yang mempunyai bobot molekul lebih rendah mempunyai sifat yang menyerupai air. ikatan kimia antara atom yang berbeda adalah ikatan polar, seperti ikatan C-O dan C-Cl. Semakin besar komponen polar dalam suatu senyawa, semakin polar senyawa tersebut dan juga sebaliknya (O Leary, 1976). 68

23 Etanol mempunyai gugus polar (hidroksi, O-H) dan gugus non polar (alkil) sehingga dapat disebut sebagai hidroksihidrokarbon dan sebagai turunan alkil. Alkolhol dengan atom karbon kurang dari tiga masih dapat larut di dalam air dan kelarutan akan terus berkurang seiring dengan meningkatnya panjang rantai karbon (Harper et al., 1977). Etil alkohol (CH 3 CH 2 OH) sering juga disebut alkohol untuk menunjukkan sumber bahan baku yang digunakan atau tujuan umum penggunaannya. Grain alcohol adalah etanol yang dibuat dari biji-bijian seperti jagung, gandum atau beras, sedangkan Industrial alcohol adalah etanol yang digunakan untuk tujuantujuan industri (Prescott dan Dunn, 1981). Etanol mempunyai penampakan tidak berwarna, mudah menguap, jernih, memiliki bau yang halus dan rasa yang pedas. (Setyaningsih, 2006). Bioetanol merupakan istilah etanol yang diproduksi oleh mikroorganisme hayati. Bioetanol didefinisikan sebagai etanol yang terbuat dari bahan baku nabati. Bioetanol pada umumnya adalah hasil fermentasi khamir, Saccharomyces cerevisiae. Kapang ini melakukan metabolisme pada gula pada kondisi anaerobik dan akan menghasilkan etanol dan CO 2. Bila dalam proses tersebut terdapat oksigen maka akan terjadi fermentasi aerobik sehingga hanya akan menghasilkan karbon dioksida (CO 2 ) dan air. White dan Plaskett (1981) menjelaskan bahwa biokimia dasar dari fermentasi bioetanol terdiri dari beberapa urutan reaksi kompleks yang secara singkat dapat ditulis sebagai berikut. C 6 H 12 O 6 2 CH 3 CH 2 OH + 2 CO 2 Reaksi tersebut berlangsung melalui sejumlah tahapan reaksi enzimatik dan katalisis yang berdasarkan karakteristiknya dikenal dengan jalur reaksi Embden- Meyerhoff Pathway. Substrat gula yang digunakan untuk fermentasi mempunyai konsentrasi sekitar 12% b/v dan reaksi berlangsung selama tiga puluh enam (36) jam. Produksi dan penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar tergantung pada substrat gula dalam kapasitas besar yang berarti bahwa biaya produksi dapat ditekan serendah mungkin. Selain itu, dengan permintaan bioetanol yang semakin 69

24 meningkat dan tingginya harga bahan bakar cair konvensional menjadikan bioetanol dapat bersaing sebagai bahan bakar alternatif (White dan Plaskett, 1981). Menurut Hendroko (2008), bioetanol pun dapat diproduksi dari bahan berpati dan berselulosa namun kedua bahan tersebut harus diubah terlebih dahulu menjadi gula melalui reaksi enzimatis, yaitu enzim amilase. Proses tersebut dinamakan sakarifikasi. Diagram produksi bioetanol dari bahan baku pati dapat dilihat pada gambar di bawah ini (Gambar 2). Pati Pemasakan, C Enzim Amylase Hidrolisis Pullulanase & Glukoamylase Pendinginan, 30 0 C mikroorganisme Fermentasi CO 2, H 2 O, panas endotermik Pemisahan Bubur distilat (Stillage) Etanol Gambar 2. Proses pembuatan bioetanol dari Bahan Baku Pati (Lee et al., 2007) Sifat fisika dari etanol adalah polar akan tetapi tingkat kepolarannya masih lebih rendah daripada air. Hal tersebut disebabkan oleh gugus hidroksil (R-OH). Seperti air, etanol juga dapat membentuk ikatan hidrogen. Sifat fisika dari etanol absolut dan etanol teknis dapat dilihat pada Tabel 1. 70

25 Tabel 1. Perbandingan Sifat Fisika Etanol Absolut dan Etanol Teknis No. Parameter Etanol Absolut Etanol Teknis 1 Titik Beku ( o C) -112,3-2 Titik Didih ( o C) 78,4-3 Specific Gravity 0, Indeks bias 1,3633 1, Viskositas (20 o C/P) 0,0122 0, Tegangan Permukaan (dyne/cm) 22,3 22,8 7 Panas spesifik 0,581 0,618 8 Panas fusi (kal/gram) 24,9-9 Panas evaporasi (kal/gram) Konduktivitas elektrik pada 25 o C 1,35 x (Sumber: SNI, 1994) B. CARBOXYMETHYLCELLULOSE (CMC) Carboxymethylcellulose atau CMC merupakan salah satu bahan pengental turunan selulosa yang berfungsi sebagai stabilizer, thickening agent dan emulsifier pada makanan. CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan larutan yang jernih, tanpa warna dengan aroma netral (Murray, 2000). CMC adalah bahan pengental yang larut dalam air, anionik dan polimer linier (Nussinovitch, 1997). Menurut Nevell dan Zeronian (1985), CMC merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut dengan eter selulosa (Cellulose Ethers). CMC diproduksi melalui reaksi substitusi neofilik, yaitu proses metilasi selulosa alkali dengan metil halida (CH 3 X). Gambar 3 memperlihatkan struktur dari Carboxymethylcellulose (CMC). 71

26 Gambar 3. Struktur Molekul dari Carboxymethylcellulose (CMC) CMC diproduksi dengan mereaksikan selulosa dengan larutan Natrium Hidroksida yang diikuti dengan asam monokloroasetat atau natrium monokloroasetat sesuai dengan reaksi esterifikasi Williamson. CMC teknis mempunyai kemurnian antara 94-99%, sedangkan yang digunakan untuk makanan dan minimum mempunyai kemurnian 99,5% (Nussinovitch, 1997). Secara komersial, jenis CMC dibedakan berdasarkan viskositas, ukuran partikel dan derajat substitusi untuk beberapa larutan tertentu (Murray, 2000). Semakin tinggi derajat substitusi, semakin tinggi kelarutan polimer CMC. Selain larut di dalam air, CMC juga larut di dalam pelarut organik seperti campuran airetanol. Jenis CMC yang mempunyai viskositas rendah lebih toleran terhadap konsentrasi etanol tinggi sampai dengan 50% etanol atau 40% aseton. Sifat di atas sangat penting untuk aplikasi pada minuman beralkohol yang campurannya menginginkan kekentalan tinggi dan kejernihan (Keller, 1984). C. VISKOSITAS Viskositas adalah suatu sifat dari cairan yang lebih bertahan untuk mengalir. Viskositas adalah kekuatan yang dibutuhkan untuk memindahkan suatu permukaan datar ke permukaan lainnya dengan ketentuan cairan digerakkan dengan gaya tertentu. Viskositas cairan berbeda-beda tergantung suhu. Oleh karena itu penentuan suhu merupakan hal penting dalam mengukur viskositas suatu larutan (Asel, 1989). Viskositas adalah tahanan yang dimiliki fluida yang 72

27 dialirkan dalam pipa kapiler terhadap gaya gravitasi yang biasanya dinyatakan dalam waktu yang diperlukan untuk mengalir pada jarak tertentu. Jika viskositas semakin tinggi maka tahanan untuk mengalir juga semakin tinggi. Viskositas suatu fluida merupakan ukuran resistansi bahan terhadap aliran. Viskositas tergantung pada suhu dan berkurang dengan naiknya suhu. Alexander dan Johnson (1959) menerangkan bahwa viskositas suatu larutan adalah karakteristik yang bertanggung jawab pada resisten internal terhadap gerakan relatif yang diberikan di bagian yang berbeda dari cairan. Resisten internal atau friksi meliputi gerakan dari setiap lapisan molekul yang berhubungan dengan interaksi antara partikel cairan dan struktur fase cair tersebut. Interaksi antar partikel dapat berupa gaya van der Waals atau interaksi dipol. Peningkatan viskositas suatu larutan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan pengental atau thickening agent. Karakteristik mekanis dari gel yang menyerupai zat padat dianggap berhubungan dengan struktur dimensi makroskopis dalam periode tertentu yang setara dengan lama waktu percobaan. Dalam istilah praktis, hal tersebut berarti gel dapat mempertahankan bentuk wadah tempat terbentuknya meskipun telah dikeluarkan dari wadah tersebut. Struktur gel umumnya merupakan salah satu dari dua jenis di bawah ini (Dickinson dan Stainby, 1997). 1. Jaringan polimer. Struktur ini merupakan struktur bercabang, tiga dimensi dan jaringan makromolekuler dari bobot molekul yang tidak terbatas. Jaringan tersebut terdiri dari rantai kovalen yang homogen dan acak yang disebabkan oleh agregasi fisik rantai yang sebelumnya diacak dengan urutan yang masih dalam satu bagian rantai tertentu. Makromolekul primer diikat bersama dengan bidang atau helaian spiral dari kristal. Gel di atas dapat dibentuk oleh agarose dan karagenan. 2. Dispersi agregat. Dalam hal ini, jaringan terdiri dari dispersi agregat dari partikel koloid yang sangat tinggi seperti partikel emulsi, protein fibrilar atau globular. Gumpalan susu adalah contoh dari gel dispersi agregat. 73

28 D. PROSES PEMBAKARAN Menurut Levy (1983), etanol telah diketahui dapat menjadi bahan bakar yang sesuai untuk kendaraan bermotor hingga 10% campuran dengan bensin. Penggunaan etanol sebagai bahan bakar dapat dikembangkan lebih luas. Keseimbangan energi yang menguntungkan untuk proses tersebut juga merepresentasikan keuntungan etanol untuk produksi bahan bakar cair. Tabel 2 memperlihatkan perbandingan densitas energi dari beberapa bahan bakar berbasis alkohol. Tabel 2. Densitas Energi dari Beberapa Bahan Berbasis Alkohol Bahan Bakar Panas Pembakaran (Btu/lb) (cal/gram) Metanol Etanol Propanol Butanol Pentanol (Sumber: Diolah dari Levy dalam Wise, 1983) Menurut Daywin et al. (1991), yang dimaksud dengan pembakaran adalah proses pencampuran antara bahan bakar dengan udara (oksigen) sehingga terbakar dan menghasilkan gas CO 2 dan H 2 O ditambah dengan energi. Salah satu reaksi pembakaran adalah sebagai berikut. 2CH 3 CH 2 OH + 2O 2 2CO 2 + 2H 2 O + Energi Oksigen yang diperlukan diambil dari udara yang terdiri dari 79% gas nitrogen (N 2 ), 20% oksigen (O 2 ) dan 1% gas lainnya. 74

29 Kemudian, syarat-syarat terjadinya proses pembakaran pada bahan bakar adalah sebagai berikut (Daywin et al., 1991). 1. Adanya bahan bakar 2. Adanya udara (oksigen) 3. Adanya titik nyala sebagai pemicu pembakaran. Selanjutnya menurut Colannino dalam Baukal (2004), pembakaran merupakan pelepasan panas yang terkontrol dari reaksi kimia antara bahan bakar dan pengoksidasi. Bahan bakar yang biasa digunakan dalam industri maupun rumah tangga adalah hidrokarbon. Contoh dari bahan bakar ini adalah gas alam dan bahan bakar minyak. Terdapat empat elemen yang harus ada dalam proses pembakaran, yaitu (1) bahan bakar, (2) pengoksidasi, (3) panas, dan (4) reaksi kimia pembakaran. Api dalam pembakaran dapat didefinisikan sebagai reaksi cepat antara bahan bakar dan pengoksidasi dimana di dalamnya harus terdapat cukup panas untuk memulai dan mempertahankan reaksi pembakaran. E. NILAI KALOR Nilai kalor atau nilai energi adalah hasil pembakaran sempurna satu kilogram atau satu satuan bahan bakar atau satu satuan volume (ASTM, 1980). Nilai kalor diukur dengan menggunakan alat Bomb Calorimeter. Ketika bahan bakar mengalami pembakaran sempurna, hidrogen yang terdapat dalam bahan bakar bereaksi dengan oksigen dari udara membentuk molekul air dan bercampur dengan produk pembakaran yang lain. Jika hasil pembakaran didinginkan dan uap air terkondensasi menjadi cairan, maka yang terukur adalah Higher Heating Value (HHV atau nilai kalori kasar) dan jika kandungan air dari hasil pembakaran tetap dalam fase gas, maka yang terukur adalah Lower Heating Value (LHV atau nilai kalori bersih) (Robinson, 2006). 75

30 F. GEL BIOETANOL Gel etanol adalah campuran berbasis air yang biasa diaplikasikan dalam bidang farmasi sebagai penghantar obat-obatan non polar (non-polar drug delivery). Campuran tersebut dinamakan hydroalcoholic gels. Bahan pengental yang biasa digunakan adalah Carbopol atau pengental turunan selulosa yang dapat larut di dalam air dan alkohol ( Fresno et al., 2002) Saat ini telah banyak diproduksi bioetanol yang diaplikasikan sebagai bahan bakar rumah tangga karena sifatnya yang mudah terbakar. Bioetanol yang digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga tidak hanya dalam bentuk cair namun juga dalam bentuk gel (gelfuel). Gelfuel yang telah dikembangkan di Afrika Selatan sebagai bahan bakar rumah tangga dibuat dari etanol cair 70-75% yang dicampur dengan air dan bahan pengental. Aplikasi gel bioetanol sebagai bahan bakar hampir sama dengan aplikasi paraffin. Namun gel bioetanol bersifat lebih ramah lingkungan dengan emisi hidrokarbon yang relatif rendah (Llyod dan Visagie, 2007). Dengan penambahan bahan pengental, viskositas etanol akan meningkat dan menyerupai viskositas mayones dengan densitas 0, 71 kg/l. Zat pewarna dan flavor juga ditambahkan untuk meningkatkan keamanan saat penggunaan. Llyod dan Visagie (2007) menambahkan bahwa gel bioetanol bersifat tidak mudah tumpah dan dapat dibuat dengan menggunakan bahan-bahan terbarui sehingga sangat prospektif dijadikan bahan bakar. Uji kalorimeter yang dilakukan pada gelfuel di atas menghasilkan Higher Heating Value (HHV) sebesar 19,6 MJ/kg dan Lower Heating Value (LHV) 16,4 MJ/kg dengan asumsi bahan pengental yang digunakan mempunyai kandungan hidrogen yang sama (Robinson, 2006). 76

31 III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter, Brookfield Viscousimeter, Thermometer, kompor bioetanol dan cawan proselen. Bahan yang digunakan adalah bioetanol 99%, air (aquades), Carboxymethylcellulose (CMC) Daichi, Natrium Alginat, Guar Gum dan Karagenan. Bahan-bahan yang digunakan diperoleh dari Toko Kimia Setia Guna dan Toko Kimia Brataco Chemical, Bogor. B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret sampai Agustus 2009, bertempat di Laboratorium Dasar Ilmu Terapan (LDIT), Departemen Teknologi Industri Pertanian (TIN), FATETA, IPB dan Laboratoriun Analitik Departemen Kimia, Institut Teknologi Bandung. C. TATA LAKSANA PENELITIAN Pada awal penelitian, pembuatan sampel gel bioetanol dilakukan dengan skala 100 ml sebagai penelitian pendahuluan. Sebelum dicampur dengan bioetanol, bahan pengental terlebih dahulu dilarutkan dalam air (aquades) karena bahan pengental tidak dapat larut ke dalam bioetanol secara langsung. Pengadukan dilakukan dengan kecepatan minimal 1500 rpm selama menit agar campuran gel bioetanol benar-benar homogen. Diagram alir pembuatan gel bioetanol dapat dilihat pada Gambar 4. 77

32 Air (Aquades) Gelling Agent Bioetanol 95% Pencampuran, 1500 rpm, 20 menit Larutan Gelling Agent dan air Pencampuran, 1000 rpm, 5 menit Gel Bioetanol Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Gel Bioetanol Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu (1) penentuan jenis bahan pengental yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan gel bioetanol, (2) penentuan konsentrasi bioetanol yang terbaik untuk menghasilkan gel bioetanol yang homogen dan jernih, (3) penentuan formulasi bahan pengental dan konsentrasi bioetanol yang terbaik untuk pembuatan gel bioetanol. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 5. Mulai Penentuan Jenis Bahan Pengental Penentuan Konsentrasi Bioetanol Penentuan Formulasi Konsentrasi Bioetanol dan Bahan Pengental Selesai Gambar 5. Diagram Alir Tahapan Penelitian 78

33 1. Penentuan Jenis Bahan Pengental Bahan pengental tidak dapat langsung larut dalam bioetanol sehingga harus dilarutkan terlebih dahulu ke dalam air (aquades) dan kemudian baru ditambahkan larutan bioetanol. Dari keempat jenis bahan pengental yang digunakan (Natrium alginat, guar gum, karagenan dan CMC), dipilih campuran yang homogen (tidak mengendap dalam bioetanol) dan digunakan untuk penelitian selanjutnya. Masing-masing sampel dibuat sebanyak 100 ml dengan konsentrasi bioetanol 70% dengan konsentrasi bahan pengental 0,75% (b/v). 2. Penentuan Konsentrasi Cairan Bioetanol Setelah didapat jenis bahan pengental yang larut dalam campuran airbioetanol, bahan pengental tersebut selanjutnya diujicobakan untuk mengentalkan dalam beberapa konsentrasi bioetanol, yaitu bioetanol 60%, 70% dan 80%. Dari masing-masing konsentrasi tersebut kemudian dipilih konsentrasi campuran air-bioetanol-bahan pengental yang menghasilkan gel bioetanol paling jernih dan homogen. 3. Penentuan Formulasi Bahan Pengental dan Bioetanol Dari jenis bahan pengental dan konsentrasi bioetanol yang terbaik dibuat beberapa sampel dengan perlakuan beberapa konsentrasi bahan pengental terpilih. Setiap sampel perlakuan gel bioetanol kemudian dilakukan pengujian terhadap nilai kalor (calorific value), Water Boiling Test (WBT), viskositas dan residu pembakaran. Nilai kalor yang baik untuk gel bioetanol untuk bahan bakar adalah mendekati 16,4 MJ/kg (Robinson, 2006). D. PROSEDUR PENGUJIAN Penentuan formulasi terbaik untuk pembuatan gel bioetanol dilakukan dengan pengujian nilai kalor, viskositas, Water Boiling Test (WBT) dan residu pembakaran. Penjabaran dari masing-masing pengujian adalah sebagai berikut. 79

34 1. Uji Viskositas Uji viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan gel bioetanol. Alat yang digunakan adalah Brookfield Viscousimeter (Gambar 6). Tingkat kekentalan gel bioetanol akan berpengaruh terhadap aplikasinya sebagai bahan bakar rumah tangga. Viskositas gel bioetanol yang diinginkan adalah kekentalan yang menyerupai pasta dan masih dapat mengalir. Diagram alir uji viskositas diperlihatkan pada Gambar 7. Gambar 6. Alat Brookfield Viscousimeter Gel Bioetanol 600 ml Jarum pemutar dimasukkan dalam sampel Skala dibiarkan berputar Jarum skala stabil Nilai Viskositas Gambar 7. Diagram Alir Uji Viskositas Gel Bioetanol 80

35 2. Nilai ph Pengujian nilai ph dilakukan untuk mengetahui derajat keasaman campuran gel bioetanol. Alat yang digunakan untuk pengujian ini adalah ph meter Beckman. Gambar 8 adalah gambar alat phmeter Beckman. Gambar 8. Alat phmeter Beckman. 3. Nilai Kalor Pengujian nilai kalor dilakukan untuk mengetahui tingkat panas yang dihasilkan oleh setiap sampel gel bioetanol dalam satuan kalori (cal). Untuk mengukur nilai kalor, gel bioetanol dibakar di dalam Adiabatic Bomb Calorimeter (Gambar 9) dimana produk pembakaran kemudian didinginkan kembali hingga suhu ruang. Energi yang digunakan untuk mendinginkan produk pembakaran setara dengan energi yang tersedia dalam bahan bakar (Robinson, 2006). Gambar 9. Alat Adiabatic Bomb Calorimeter 81

36 4. Water Boiling Test (WBT) Pada dasarnya Water Boiling Test (WBT) mengukur efisiensi suhu dari kompor bioetanol dan konsumsi spesifik bahan bakar pada kondisi minimum dan maksimum. Robinson (2006) menjelaskan bahwa untuk melakukan WBT, kompor diuji dari keadaan dingin dan selanjutnya kompor diisi dengan bahan bakar tertentu yang ingin duji. Kompor dinyalakan untuk mendidihkan sejumlah air. Menurut Yunita (2007), pengukuran WBT dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pemasakan, energi panas yang dihasilkan serta konsumsi bahan bakar yang digunakan per satuan waktu. Prosedur untuk melakukan Water Boiling Test (WBT) adalah sebagai berikut (Modifikasi dari Yunita, 2007). a. Satu kilogram air dimasukkan ke dalam panci yang akan digunakan untuk mendidihkan air. b. Termometer alkohol dimasukkan kedalam panci yang telah diisi air. c. Massa awal bahan bakar ditimbang terlebih dahulu dan dimasukkan ke dalam tanki kompor. Kemudian tanki kompor ditutup rapat. d. Massa kompor yang telah diisi dengan bahan bakar ditimbang sebagai bobot awal. e. Kompor dinyalakan untuk mendidihkan air dalam panci dan diamati perubahan dan penampakan nyala api yang terjadi. f. Pengujian dihentikan bila air telah mencapai suhu mendidih. Suhu air kemudian dibaca dan bobot akhir kompor dan sisa bahan bakar ditimbang sebagai bobot akhir dan sisa pembakaran. Mengadopsi dari WBT, pada penelitian ini akan dididihkan satu liter air yang bersuhu ruang hingga 100 o C dan berapa waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air tersebut. Selanjutnya pendidihan terus dilakukan hingga satu liter habis menguap dan kemudian akan dihitung jumlah gel bioetanol yang diperlukan untuk menguapkan satu liter air tersebut. Gambar 10 menunjukkan perangkat untuk pengujian Water Boiling Test (WBT). 82

37 Panci Aluminium Kompor Bioetanol Gambar 10. Perangkat Pengujian Water Boiling Test (WBT) 5. Uji Pembakaran (Modifikasi dari Robinson, 2006) Uji pembakaran dilakukan untuk mengetahui efisiensi pembakaran gel bioetanol. Sekitar 10 gram gel bioetanol dibakar di cawan porselen tahan panas. Dari hasil pembakaran tersebut dihitung sisa pembakaran dan lama api menyala saat gel bioetanol terbakar. Rincian uji pembakaran ini adalah sebagai berikut. a. Cawan alumunium bersih dengan luas permukaan atasnya seluas 22,1 cm 2 ditimbang bobotnya dan dinyatakan sebagai bobot wadah. b. Kemudian ke dalam cawan alumunium ditambahkan kurang lebih 10 gram gel bioetanol dan ditimbang bobotnya. Bobot ini disebut dengan bobot isi. c. Gel bioetanol yang terdapat di dalam cawan alumunium dibakar dan apinya dibiarkan menyala hingga padam. Waktu dihitung dari awal pembakaran hingga api sudah tidak dapat menyala lagi. Waktu tersebut adalah waktu pembakaran. d. Selanjutnya, cawan alumunium yang berisi sisa pembakaran gel bioetanol ditimbang kembali dan dicatat sebagai bobot akhir. Perhitungan residu pembakaran adalah sebagai berikut. bobot akhir bobot awal Re sidu pembakaran(%) x100 % bobot Isi 83

38 6. Specific Fuel Consumption (SFC) Specific Fuel Consumption (SFC) adalah jumlah bahan bakar yang digunakan untuk mendidihkan satu liter untuk kondisi uji pada suhu ruang yang diukur dalam satuan gram. Menurut Robinson (2006), secara umum, semakin tinggi efisiensi termal dari sebuah kompor, semakin rendah nilai SFC bahan bakar tersebut. E. RANCANGAN PERCOBAAN Pada penelitian ini, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor yang digunakan adalah konsentrasi CMC (0,75; 1,00dan 1,25%) dan konsentrasi bioetanol (55, 65 dan 75%). Dengan demikian terdapat sembilan unit perlakuan dengan dua kali ulangan. Rincian formula gel bioetanol yang dibuat sebagai berikut (Tabel 3). Tabel 3. Rincian Formulasi Gel Bioetanol Konsentrasi CMC (%) Konsentrasi Bioetanol (%) ,75 A1B1 A2B1 A3B1 1,00 A1B2 A2B2 A3B2 1,25 A1B3 A2B3 A3B3 Model yang digunakan untuk desain tersebut adalah sebagai berikut (Walpole, 1992). Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + εk(ij) Dimana: A = Pengaruh konsentrasi CMC taraf ke-i (i= 0,75; 1 dan 1,25%) B = Pengaruh konsentrasi bioetanol taraf ke-j (j= 55, 65 dan 75%). ABij = Pengaruh Interaksi faktor A taraf ke-i dengan faktor B taraf ke-j. εk(ij) = Pengaruh acak antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j pada ulangan ke-k (k=1,2). Pengolahan data awal adalah Analisis Ragam (ANOVA) dari data yang diperoleh untuk mengetahui signifikansi pengaruh konsentrasi CMC dan konsentrasi bioetanol terhadap viskositas, Water Boiling Test (WBT), Specific Fuel Consumption (SFC) dan residu pembakaran. 84

39 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan gel bioetanol. Beberapa jenis bahan pengental tersebut adalah Natrium Alginat, Guar Gum, Karagenan dan CMC. Sampel awal dibuat sebanyak empat formula dengan menggunakan bahan pengental yang berbeda dengan masing-masing sampel bervolume 100 ml. konsentrasi bahan pengental yang digunakan adalah 0,75% (b/v) atau 0,75 gram bahan pengental dalam 100 ml larutan gel bioetanol, sedangkan konsentrasi etanol yang digunakan adalah 70% (v/v) dengan penambahan air (aquades). Konsentrasi 0,75% (b/v) CMC digunakan dalam penelitian tahap satu ini karena konsentrasi tersebut adalah konsentrasi umum yang digunakan pada makanan. Konsentrasi CMC yang biasa diaplikasikan ke dalam makanan sebagai penstabil atau pengental adalah antara 0,75% sampai 1,1% (Murray, 2000). Pada Gambar 11 diperlihatkan penampakan gel bioetanol dengan menggunakan beberapa bahan pengental. (a) (b) (c) (d) Gambar 11. Penampakan gel bioetanol dengan menggunakan beberapa bahan pengental, (a) guar gum, (b) Natrium Alginat, (c) Karagenan, dan (d) CMC. 85

40 Dari hasil pembuatan gel bioetanol dengan guar gum (a) dan natrium alginat (b) pada gambar diatas dapat dilihat bahwa terjadi pemisahan fase cair dan padat gel bioetanol. Hal ini dapat terjadi dikarenakan perbedaan kepolaran antara bahan pengental tersebut dengan bioetanol. Guar gum dan natrium alginat pada umumnya digunakan sebagai bahan pengental untuk makanan yang berbasis air, dimana air merupakan senyawa yang polar sempurna. Menurut Nussinovitch (1997), alginat dapat berbentuk asam alginat ataupun kalsium alginat yang garamnya tidak larut dalam air pada konsentrasi tertentu. Lebih lanjut menurut Nussinovitch (1997), pelarut yang sangat baik bagi guar gum adalah air, sedangkan pelarut organik akan menghambat kelarutannya. Berbeda dengan air, etanol memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah dari air karena pada molekul etanol terdapat rantai alkil yang bersifat non polar dan juga terdapat gugus hidroksi yang bersifat polar (O Leary, 1976), sehingga bioetanol bersifat semi polar. Bahan pengental seperti guar gum dan natrium alginat tidak dapat menyatu dengan bioetanol meskipun pada awal proses pembuatan telah dicampur terlebih dahulu dengan air (aquades). Untuk gel bioetanol dengan menggunakan karagenan dan CMC dapat menghasilkan bentuk yang homogen. Hasil pencampuran antara bioetanol dengan karagenan dan CMC dapat meningkatkan kekentalan larutan. Namun dari penampakan dapat dilihat bahwa gel bioetanol dengan CMC menghasilkan gel yang lebih jernih dan transparan dibandingkan gel bioetanol dengan karagenan. Menurut Glicksman (1969), pelarut organik seperti metanol, etanol, aseton dan gliserin memperlambat kelarutan dari karagenan sehingga kelarutannya menjadi tidak sempurna yang kemudian akan mencegah terjadinya hidrasi (penyerapan air oleh molekul polimer) dan pelarutan karagenan. Selain itu, pembuatan gel bioetanol dengan menggunakan karagenan harus menggunakan air panas dengan suhu diatas 75 o C (Glicksman, 1969). Berbeda dengan karagenan, pembuatan gel bioetanol dengan CMC dapat dilakukan dengan menggunakan air dingin karena CMC juga dapat larut di air dingin (Murray, 2000). Berdasarkan hal tersebut, pembuatan gel bioetanol dengan menggunakan air dingin dapat mengurangi penguapan bioetanol pada saat proses produksinya sehingga kehilangan etanol akibat panas pada saat pembuatan dapat 86

41 dikurangi. Selain itu, sampel gel bioetanol dengan menggunakan karagenan cenderung mengalami sineresis pada saat penyimpanan, sedangkan gel bioetanol dengan menggunakan CMC semakin baik konsistensinya selama penyimpanan. Hal ini karena bentuk larutan CMC menghasilkan gel yang bersifat pseudoplastis, yaitu bentuk jernih yang akan berkurang viskositasnya jika mengalami gaya gunting (shear forces), namun akan meningkat viskositas jika didiamkan dan disimpan tanpa pengadukan terus menerus (Nevell dan Zerogian, 1985). Dengan demikian bahan pengental yang tepat digunakan untuk formulasi gel bioetanol adalah CMC dan akan digunakan untuk pengujian selanjutnya. B. PENENTUAN KONSENTRASI BIOETANOL Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, bahan pengental yang digunakan dalam penelitian utama adalah Carboxymethylcellulose (CMC). Tahap penentuan konsentrasi bioetanol bertujuan untuk mengetahui rentang konsentrasi bioetanol yang dapat melarutkan seluruh CMC yang ditambahkan serta menghasilkan gel bioetanol yang homogen.. Penentuan konsentrasi bioetanol dilakukan dengan dua perlakuan, yaitu perlakuan konsentrasi CMC (0,75% dan 1%) dan konsentrasi bioetanol (60%, 70% dan 80%). Pelarutan CMC terhadap campuran bioetanol dan air tidak dapat dilakukan secara langsung. CMC tidak dapat langsung larut dalam pelarut organik sehingga harus dilarutkan terlebih dahulu kedalam air dan selanjutnya pelarut organik dapat ditambahkan (Nevell dan Zerogian, 1985). Dalam campuran gel bioetanol, CMC akan berikatan terlebih dahulu dengan air. Setelah terbentuk campuran CMC dan air yang homogen, air akan berikatan dengan bioetanol yang ditambahkan pada saat terakhir pencampuran. Selulosa eter, seperti halnya CMC meningkatkan viskositas larutan melalui ikatan hidrogen dengan molekul air. Ikatan antara rantai tulang punggung CMC dan molekul air mengakibatkan rantai polimer CMC akan memanjang dan menyebabkan peningkatan viskositas larutan (Van Arkel dalam Kennedy et al., 1990). Pelarut organik seperti bioetanol akan diikat oleh campuran air dan CMC 87

42 yang telah homogen dan meningkat viskositasnya. Molekul CMC akan berikatan secara langsung dengan air melalui ikatan hidrogen, sedangkan gugus hidroksi bioetanol yang bersifat polar akan diikat oleh molekul air. Ikatan hidrogen antara molekul air dan etanol dapat dilihat pada Gambar 12. ( Sumber : Harper et al., 1977) Gambar 12. Ikatan hidrogen antara molekul air dan molekul bioetanol. CMC dapat larut dalam campuran air dan bioetanol pada proporsi tertentu sehingga besarnya konsentrasi bioetanol dan konsentrasi air sangat berpengaruh terhadap kelarutan CMC dalam pembuatan gel bioetanol. CMC merupakan bahan pengental yang umumnya digunakan dalam air, namun menurut Desmarais (1973), CMC mempunyai karakteristik yang partly soluble (larut sebagian) pada larutan etanol dan air. Jika konsentrasi bioetanol yang digunakan telalu banyak dan melebihi kemampuan CMC dalam melarutkan dan mengentalkan, maka konsistensi gel bioetanol yang dihasilkan akan terpisah menjadi dua bagian. Selain berpengaruh terhadap kelarutan gel bioetanol, konsentrasi air dan bioetanol di dalam campuran juga mempengaruhi penampakan dan konsistensi gel bioetanol. Penampakan gel bioetanol dengan beberapa perlakuan konsentrasi bioetanol diperlihatkan pada Gambar 13 dan Gambar

43 (a) (b) (c) Gambar 13. Penampakan gel bioetanol dengan konsentrasi CMC 0,75% (b/v) dengan beberapa konsentrasi bioetanol (a) 80% (v/v), (b) 70% (v/v), dan (c) 60% (v/v) (a) (b) (c) Gambar 14. Penampakan gel bioetanol dengan konsentrasi CMC 1% (b/v) dengan beberapa konsentrasi bioetanol (a) 80% (v/v), (b) 70% (v/v) dan (c) 60% (v/v) Pada hasil yang terlihat pada Gambar 13 dan Gambar 14, kecenderungan penampakan dan konsistensi gel bioetanol konsentrasi CMC 0,75% dan 1% pada beberapa konsentrasi bioetanol relatif sama. Pada konsentrasi bioetanol 80%, penampakan gel bioetanol mempunyai dua fase yang terpisah baik pada konsentrasi CMC 0,75% maupun 1%. Hal tersebut dapat terjadi karena CMC 89

44 tidak dapat mengikat semua bioetanol dengan konsentrasi yang tinggi. Berdasarkan hal tersebut, bioetanol pada konsentrasi 80% tidak dapat melarutkan atau mengikat seluruh konsentrasi CMC yang ada karena konsentrasi gugus hidrofobik dari bioetanol telah melampaui konsentrasi optimum sehingga larutan CMC dan air mengalami titik jenuh dan tidak lagi dapat mengikat bioetanol. Gel bioetanol yang relatif homogen terdapat pada konsentrasi 70% dan 60%. Konsentrasi bioetanol sebesar 70% dan 60% akan digunakan untuk pembuatan gel bioetanol dan analisis selanjutnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka formulasi dan perlakuan gel bioetanol dilakukan pada konsentrasi bioetanol lebih rendah dari 80%, yaitu pada rentang 55-75%. C. PENGARUH KONSENTRASI BAHAN PENGENTAL DAN BIOETANOL TERHADAP VISKOSITAS, RESIDU PEMBAKARAN DAN NILAI ph. Setelah didapat konsentrasi bioetanol yang dapat digunakan untuk pembuatan gel bioetanol, taraf perlakuan diperbanyak dengan kombinasi acak lengkap dan kemudian dilakukan pengujian viskositas larutan gel bioetanol, uji pembakaran serta pengujian derajat keasaman untuk mengetahui karakteristik dan hubungan antara konsentrasi bahan pengental dan konsentrasi bioetanol terhadap viskositas, residu pembakaran dan derajat keasaman (ph). Terdapat tiga taraf dalam perlakuan konsentrasi bahan yaitu 0,75%; 1% dan 1,25%, sedangkan untuk perlakukan konsentrasi bioetanol juga terdapat tiga taraf, yaitu 55%, 65% dan 75%. Penjelasan dari masing-masing pengujian tersebut di atas adalah sebagai berikut. 1. Uji viskositas Viskositas gel bioetanol perlu diukur untuk mengetahui kekentalan dari gel bioetanol. Viskositas dari gel bioetanol mempengaruhi sifat fisiknya yang dalam aplikasinya sangat menentukan cara penggunaan maupun pengemasan dan transportasinya. Peningkatan viskositas larutan juga ditujukan untuk meningkatkan tegangan permukaan agar dalam aplikasinya sebagai bahan bakar 90

45 rumah tangga, gel bioetanol dapat digunakan secara lebih aman. Menurut Robinson (2006), nilai viskositas dari gel bioetanol berpengaruh kepada mudah tidaknya bahan bakar tersebut untuk tumpah ataupun menguap selama penyimpanan dan pembakaran. Namun viskositas juga berpengaruh terhadap pembakaran bahan bakar di dalam wadah pembakaran pada kompor. Tabel 4 dan diagram pada Gambar 15 memperlihatkan nilai viskositas gel bioetanol. Tabel 4. Nilai Viskositas Gel Bioetanol No. Sampel Viskositas (cp) Standar Deviasi 1 CMC 0,75%-Bioetanol 55% CMC 0,75% - Bioetanol 65% CMC 0,75% - Bioetanol 75% CMC 1,00% - Bioetanol 55% CMC 1,00% - Bioetanol 65% CMC 1,00% - Bioetanol 75% CMC 1,25%-Bioetanol 55% CMC 1,25% - Bioetanol 65% CMC 1,25% - Bioetanol 75% Gambar 15. Diagram Viskositas Gel Bioetanol Terhadap Konsentrasi CMC dan Konsentrasi Bioetanol 91

46 Gambar 15 memperlihatkan bahwa viskositas tertinggi terdapat pada formula CMC 1,25% dengan Bioetanol 65%, sedangkan viskositas terendah terdapat pada formula CMC 0,75% dan Bioetanol 55%. Dengan konsentrasi CMC yang sama, viskositas mempunyai nilai tertinggi pada konsentrasi bioetanol 65%. Viskositas maksimum gel bioetanol terdapat pada konsentrasi bioetanol 65% pada setiap konsentrasi CMC (0,75; 1 dan 1,25%). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi bioetanol 65%, CMC dapat mengentalkan campuran dengan optimal. Pada konsentrasi bioetanol rendah, viskositas juga bernilai rendah dengan konsentrasi CMC yang sama. Viskositas akan meningkat pada konsentrasi 65%, namun akan menurun kembali saat konsentrasi bioetanol menjadi 75%. Landoll (1982) mengemukakan bahwa viskositas maksimum pada larutan CMC, air dan bioetanol diperoleh pada saat rantai hidrofobik dari bioetanol (rantai alkil) mencapai konsentrasi optimum dimana viskositas akan semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi rantai alkil bioetanol pada larutan. Berdasarkan uji Analisis Ragam (Anova), diketahui bahwa perlakuan konsentrasi CMC dan konsentrasi bioetanol berpengaruh nyata terhadap nilai viskositas gel bioetanol, begitu pula interaksi perlakuan konsentrasi CMC dan bioetanol (P<0,05). Konsentrasi CMC dan Bioetanol mempengaruhi nilai viskositas melalui mekanisme pengikatan komponen gel bioetanol (CMC, air dan Bioetanol) yang sangat bergantung adanya gugus hidrofobik pada bioetanol yang menghasilkan viskositas optimum pada konsentrasi bioetanol tertentu. Nilai viskositas dari setiap perlakuan berbeda secara nyata pada setiap konsentrasi bioetanol (55%, 65% dan 75%) dan setiap perlakuan konsenrasi CMC (0,75%, 1% dan 1,25%). Nilai viskositas gel bioetanol tertinggi terdapat pada konsentrasi bioetanol 65%. Hal tersebut terjadi pada setiap perlakuan konsentrasi CMC. Nilai viskositas gel bioetanol berkisar antara 238,335 cp hingga cp. Sebagai perbandingan, viskositas terendah gel bioetanol menyerupai viskositas minyak pelumas motor yang mempunyai viskositas cp, sedangkan viskositas tertinggi gel bioetanol menyerupai viskositas madu, yaitu cp ( 2009). Keseluruhan nilai viskositas gel bioetanol pada rentang tersebut dapat 92

47 diaplikasikan untuk kompor bioetanol tanpa sumbu karena masih dapat mengalir dan dituang ke dalam wadah pembakaran yang terdapat di dalam kompor. 2. Residu Pembakaran CMC merupakan bahan pengental yang dibuat dari selulosa dan mempunyai bobot molekul tinggi (Murray, 2000). Sebagai pengental, CMC mengikat cairan dalam kondisi dingin ataupun hangat. Dalam gel bioetanol, CMC dapat mengikat air dan etanol dalam proporsi tertentu. Hasil pembakaran gel bioetanol dengan CMC akan menyisakan residu pembakaran berupa larutan gel yang sudah tidak dapat terbakar dan sisa pembakaran berwarna kehitaman (karbon). Sisa pembakaran akan bertambah selama waktu pembakaran. Karbon yang berwarna kehitaman merupakan sisa dari komponen CMC yang terdapat pada campuran gel bioetanol yang terbakar dan tidak ikut menguap. Dalam uji pembakaran gel bioetanol dihasilkan api yang cenderung tidak stabil karena tidak mempunyai perantara dalam pembakaran, misalnya sumbu kompor. Selain itu, terdapat dua warna api pembakaran yang dihasilkan yaitu api biru dan api biru kemerahan. Berikut ini adalah penampakan uji bakar dan residu pembakaran gel bioetanol dengan menggunakan CMC (Gambar 16). Api biru Api kemerahan (a) Gambar 16. Penampakan Pembakaran Gel Bioetanol (a), dan Residu Pembakaran Gel Bioetanol (b). (b) Api biru akan muncul pada saat awal pembakaran, sedangkan api kemerahan akan muncul setelah pembakaran berjalan cukup lama. Warna api 93

48 mengindikasikan komponen yang terbakar dalam gel bioetanol. Api biru menandakan terbakarnya komponen bioetanol dan lidah api yang terbentuk relatif stabil, sedangkan api kemerahan menandakan pembakaran tidak sempurna dari bioetanol bercampur CMC yang terdapat pada gel bioetanol dan menghasilkan api yang cenderung tidak stabil. Semakin banyak konsentrasi CMC maka api yang berwarna kemerahan akan semakin banyak muncul pada saat pembakaran. Gel bioetanol memiliki tipe api difusi yaitu api yang yang dihasilkan tanpa perantara dan pembakaran terjadi karena percampuran bahan bakar dengan oksigen. Api difusi cenderung membakar lebih lambat dan dapat menghasilkan jelaga jika jarak antara bahan bakar dengan alat pemasakan terlalu dekat sehingga tidak terdapat cukup oksigen untuk pembakaran yang sempurna (Llyod dan Visagie, 2007). Menurut Lloyd dan Visagie (2007), pembakaran tidak sempurna pada aplikasi bahan bakar rumah tangga dapat menghasilkan emisi hidrokarbon dan komponen sisa pembakaran. Tabel 5 dan Gambar 17 memperlihatkan nilai residu pembakaran gel bioetanol. Tabel 5. Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol No. Sampel Residu Pembakaran (%) Standar Deviasi 1 CMC 0,75%-Bioetanol 55% CMC 0,75% - Bioetanol 65% CMC 0,75% - Bioetanol 75% CMC 1,00% - Bioetanol 55% CMC 1,00% - Bioetanol 65% CMC 1,00% - Bioetanol 75% CMC 1,25%-Bioetanol 55% CMC 1,25% - Bioetanol 65% CMC 1,25% - Bioetanol 75%

49 Gambar 17. Diagram Jumlah Residu Pembakaran Gel Bioetanol Dari hasil tersebut di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi bioetanol yang digunakan semakin sedikit residu pembakaran yang dihasilkan setelah gel bioetanol dibakar hingga padam. Residu pembakaran gel bioetanol terdiri dari komponen CMC yang berikatan dengan air. Campuran ini adalah bagian yang sudah tidak dapat terbakar setelah semua bioetanol habis menguap oleh panas. Dalam aplikasi gel bioetanol, residu adalah hal yang tidak diinginkan dalam pemakaian bahan bakar rumah tangga alternatif. Oleh karena itu, residu yang dihasilkan harus seminimum mungkin. Dalam pembakaran jumlah yang sedikit, sisa pembakaran berwarna hitam tidak terlalu banyak terbentuk. Namun, jika pembakaran dilakukan dalam skala yang lebih besar, maka sisa pembakaran yang berwarna hitam akan semakin banyak terbentuk. Semakin sedikit jumlah CMC dan semakin tinggi konsentrasi bioetanol, semakin sedikit residu pembakaran yang terbentuk. Residu pembakaran yang berjumlah paling banyak terdapat pada konsentrasi bioetanol 55%. Pada konsentrasi bioetanol 55%, residu pembakaran berkisar antara 45-47% karena 45% dari gel bioetanol adalah air yang berikatan dengan CMC dan tidak habis terbakar dan tertinggal sebagai residu. Jumlah residu pembakaran terus menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi bioetanol. Jumlah residu paling rendah 95

50 terdapat pada konsentrasi bioetanol 75%, yaitu berkisar antara 12-15%. Dengan jumlah air yang lebih sedikit, maka jumlah residu pembakaran juga sedikit. Hal ini terjadi pada semua konsentrasi CMC. Jumlah air yang menguap saat pembakaran sangat sedikit sehingga jumlah residu pembakaran mendekati konsentrasi air yang terkandung dalam gel bioetanol. Hal tersebut terjadi karena ikatan antara air dengan CMC lebih kuat dibandingkan dengan ikatan air dengan bioetanol sehingga meskipun terdapat panas pembakaran, air dalam gel bioetanol hanya sedikit yang ikut menguap karena terikat oleh CMC. Semakin tinggi konsentrasi air yang terkandung dalam gel bioetanol, semakin tinggi pula residu pembakaran yang dihasilkan. Selain itu, CMC sebagai polimer dengan bobot molekul tinggi adalah bahan pengental yang sulit menguap selama pembakaran dan mengikat air menjadi residu yang tidak dapat terbakar. Hasil Analisis Ragam (Anova) menyatakan bahwa, jumlah residu pada tiap konsentrasi bioetanol (55, 65 dan 75%) berbeda secara nyata. Konsentrasi bioetanol sangat berpengaruh terhadap jumlah residu pembakaran gel bioetanol. Sebaliknya, konsentrasi CMC (0,75; 1 dan 1,25%) tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah residu yang dihasilkan dari pembakaran gel bioetanol, begitu pula dengan interaksi antara konsentrasi CMC dan konsentrasi bioetanol yang juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah residu pembakaran. CMC hanya berperan sebagai pengikat air dalan larutan gel bioetanol, sehingga jumlah air yang terkandung menentukan jumlah residu pembakaran yang dihasilkan. Jadi, dapat dikatakan bahwa jumlah residu pembakaran bioetanol hanya dipengaruhi oleh konsentrasi bioetanol, sedangkan konsentrasi CMC tidak memberi pengaruh yang signifikan. 3. Nilai ph Derajat keasaman gel bioetanol diukur dengan pengujian ph. Pengujian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan aplikasi gel bioetanol yang lain. Dengan mengetahui derajat keasaman dari gel bioetanol, penanganan akan lebih mudah dilakukan baik untuk pengemasan, transportasi ataupun aplikasi lain yang mungkin dilakukan dengan menggunakan gel bioetanol. Berdasarkan hasil 96

51 pengujian derajat keasaman (ph), nilai ph gel bioetanol berkisar antara 6,9 dan 7,3. Hal ini berarti bahwa gel bioetanol dengan menggunakan CMC sebagai bahan pengental mempunyai derajat keasaman yang netral. Dalam pembuatan gel bioetanol dengan menggunakan bahan pengental CMC tidak menggunakan zat asam atau basa tertentu untuk meningkatkan viskositas larutan sehingga hasil yang diperoleh juga relatif mempunyai derajat keasaman yang netral. Perbandingan nilai ph dari setiap formulasi gel bioetanol dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 18. Tabel 6. Nilai ph Formulasi Gel Bioetanol No. Sampel Nilai ph Standar Deviasi 1 CMC 0,75%-Bioetanol 55% CMC 0,75% - Bioetanol 65% CMC 0,75% - Bioetanol 75% CMC 1,00% - Bioetanol 55% CMC 1,00% - Bioetanol 65% CMC 1,00% - Bioetanol 75% CMC 1,25%-Bioetanol 55% CMC 1,25% - Bioetanol 65% CMC 1,25% - Bioetanol 75% Gambar 18. Diagram Nilai ph Gel Bioetanol. 97

52 Dari semua gel bioetanol yang dibuat, formula dengan 0,75% CMC dan 65% Bioetanol mempunyai nilai ph paling rendah (6,98), sedangkan formula CMC 1% dan Bioetanol 75% mempunyai nilai ph paling tinggi (7,315). Namun, perbedaan nilai ph antar formula gel bioetanol tidak berbeda secara signifikan berdasarkan uji Analisis Ragam (Anova). Hal tersebut dikarenakan pada proses pembuatan gel bioetanol tidak dilakukan penambahan asam atau basa serta mempergunakan bahan baku yang bersifat netral. Selain itu, baik konsentrasi CMC maupun konsentrasi Bioetanol juga tidak berpengaruh nyata terhadap nilai ph formula gel bioetanol secara keseluruhan, sehingga tidak diperlukan penanganan khusus bagi gel bioetanol dalam aplikasinya karena derajat keasaman yang netral. D. WATER BOILING TEST DAN SPECIFIC FUEL CONSUMPTION Water Boiling Test (WBT) adalah pengukuran waktu yang dibutuhkan bahan bakar untuk mendidihkan satu satuan air. Menurut Robinson (2006), WBT dapat menunjukkan efekivitas bahan bakar sekaligus mengukur kinerja kompor dalam mendidihkan satu satuan air. Berdasarkan hasil pengujian jumlah residu pembakaran yang dilakukan sebelumnya, sampel formula gel bioetanol yang digunakan adalah sampel dengan konsentrasi bioetanol 65% dan 75% karena untuk sampel dengan konsentrasi 55% menghasilkan residu pembakaran yang paling tinggi. Perangkat WBT dibuat sederhana dengan menggunakan kompor bioetanol sebagai wadah pembakaran gel bioetanol untuk mendidihkan satu liter air pada suhu ruang. Selama proses pengujian WBT, terdapat beberapa fenomena pembakaran gel bioetanol. Kelebihan air yang terkandung dalam gel bioetanol mengakibatkan kondensasi uap air di bagian bawah panci pemasakan. Kondensasi tersebut pada jumlah tertentu dapat mengganggu proses pemanasan dan dalam jumlah yang berlebihan dapat memadamkan api dari bahan bakar. Menurut Lloyd danvisagie (2007), beberapa jenis bahan bakar yang mengandung air dalam jumlah yang besar akan mengalami kondensasi selama proses pemasakan sampai suhu mencapai 60 0 C. Hal tersebut berarti pada suhu antara 20 o C dan 60 o C bahan bakar 98

53 mengahsilkan nilai kalor yang lebih tinggi (higher heating value), sedangkan nilai kalor yang lebih rendah (lower heating value) dicapai pada suhu di atas 60 o C. Dari pengujian Water Boiling Test (WBT) didapat dua parameter efektivitas pembakaran gel bioetanol, yaitu Water Boiling Test (WBT) dan Spesific Fuel Consumption (SFC). WBT adalah waktu yang dibutuhkan oleh bahan bakar untuk mendidihkan satu liter air, sedangkan Specific Fuel Consumption (SFC) adalah banyaknya bahan bakar yang habis digunakan untuk mendidihkan satu liter air (Robinson, 2006). Gambar 19 memperlihatkan diagram perbandingan nilai rata-rata WBT dan SFC dari masing-masing formula gel bioetanol. Gambar 19. Diagram Nilai Rata-rata WBT dan SFC dari Formula Gel Bioetanol Hasil pada Gambar 19 menunjukkan bahwa nilai waktu WBT yang paling singkat adalah pada formula CMC 1%-Bioetanol 75% dan CMC 0,75%-Bioetanol 65% dengan waktu selama 30,18 menit. Hasil yang diharapkan dari pengujian di atas adalah formula yang dapat mendidihkan air dengan waktu yang relatif singkat, maka semakin singkat waktu pendidihan maka semakin efektif kinerja dari bahan bakar tersebut. Menurut Robinson (2006), waktu efektivitas pendidihan tergantung dari efisiensi termal yang terdapat pada perangkat uji, dimana efisiensi termal merupakan kombinasi dari efektivitas pembakaran dan perpindahan panas pada saat pendidihan. Dari semua hasil nilai waktu WBT, kisaran waktu yang dibutuhkan untuk mendidihkan satu liter air adalah menit. Berdasarkan hasil Analisis Ragam (Anova), nilai waktu WBT pada semua 99

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan untuk pembuatan gel bioetanol adalah handmixer, penangas air, dan gelas ukur. Alat yang digunakan untuk uji antara lain adalah Bomb Calorimeter,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN JENIS BAHAN PENGENTAL Pada awal penelitian ini, telah diuji coba beberapa jenis bahan pengental yang biasa digunakan dalam makanan untuk diaplikasikan ke dalam pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia memiliki hasil perkebunan yang cukup banyak, salah satunya hasil perkebunan ubi kayu yang mencapai 26.421.770 ton/tahun (BPS, 2014). Pemanfaatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA

PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA LABORATORIUM TEKNOLOGI PROSES KIMIA JURUSAN TEKNIK KIMIA INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER PEMBUATAN GEL FUEL BERBAHAN DASAR ALKOHOL DENGAN GELLING AGENT ASAM STEARAT DAN METIL SELULOSA DOSEN PEMBIMBING

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

OPTIMALISASI SEKAM PADI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR GEL YANG RAMAH LINGKUNGAN OPTIMALIZED RICE HUSK FOR ALTERNATIVE ENVIROMENTAL BIOFUEL

OPTIMALISASI SEKAM PADI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR GEL YANG RAMAH LINGKUNGAN OPTIMALIZED RICE HUSK FOR ALTERNATIVE ENVIROMENTAL BIOFUEL OPTIMALISASI SEKAM PADI SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN BAKAR GEL YANG RAMAH LINGKUNGAN OPTIMALIZED RICE HUSK FOR ALTERNATIVE ENVIROMENTAL BIOFUEL Rini Kartika Dewi, Boediyanto Jurusan Teknik Kimia Institut Teknologi

Lebih terperinci

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK TUJUAN : Mempelajari proses saponifikasi suatu lemak dengan menggunakan kalium hidroksida dan natrium hidroksida Mempelajari perbedaan sifat sabun dan detergen A. Pre-lab

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Molase Molase adalah hasil samping dari proses pembuatan gula tebu. Meningkatnya produksi gula tebu Indonesia sekitar sepuluh tahun terakhir ini tentunya akan meningkatkan

Lebih terperinci

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL

UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL UJI IDENTIFIKASI ETANOL DAN METANOL Alkohol merupakan senyawa turunan alkana yang mengandung gugus OH dan memiliki rumus umum R-OH, dimana R merupakan gugus alkil. Adapun rumus molekul dari alkohol yaitu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARBOPOL DAN KARBOKSIMETIL SELULOSA SEBAGAI PENGENTAL PADA PEMBUATAN BIOETANOL GEL

PERBANDINGAN KARBOPOL DAN KARBOKSIMETIL SELULOSA SEBAGAI PENGENTAL PADA PEMBUATAN BIOETANOL GEL Perbandingan Karbopol dan Karboksimetil Selulosa sebagai Pengental pada Pembuatan Bioetanol Gel. (Sukma Budi Ariyani) PERBANDINGAN KARBOPOL DAN KARBOKSIMETIL SELULOSA SEBAGAI PENGENTAL PADA PEMBUATAN BIOETANOL

Lebih terperinci

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER

PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER PERBANDINGAN UNJUK KERJA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI DIAMETER BURNER Subroto Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak

Ari Kurniawan Prasetyo dan Wahyono Hadi Jurusan Teknik Lingkungan-FTSP-ITS. Abstrak PEMBUATAN ETANOL DARI SAMPAH PASAR MELALUI PROSES HIDROLISIS ASAM DAN FERMENTASI BAKTERI Zymomonas mobilis ETHANOL PRODUCTION FROM MARKET WASTES THROUGH ACID HYDROLYSIS AND FERMENTATION BY Zymomonas mobilis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian kali ini terdiri dari bahan utama yaitu biji kesambi yang diperoleh dari bantuan Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL GEL

PEMBUATAN BIOETANOL GEL PEMBUATAN BIOETANOL GEL Tujuan umum : Setelah melakukan praktikum ini mahasiswa dapat membuat bioetanol gel dari bioetanol cair menjadi bentuk gel. Tujuan khusus : Mengetahui pengaruh jumlah penambahan

Lebih terperinci

Sumber:

Sumber: Sifat fisik dan kimia bahan 1. NaOH NaOH (Natrium Hidroksida) berwarna putih atau praktis putih, massa melebur, berbentuk pellet, serpihan atau batang atau bentuk lain. Sangat basa, keras, rapuh dan menunjukkan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4

ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 ANALISIS KADAR BIOETANOL DAN GLUKOSA PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA KARET (Monihot glaziovii Muell) DENGAN PENAMBAHAN H 2 SO 4 SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BAHAN BAKU TETES MENGGUNAKAN PROSES FERMENTASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BAHAN BAKU TETES MENGGUNAKAN PROSES FERMENTASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT TUGAS AKHIR 2011 PEMBUATAN BIOETANOL DARI BAHAN BAKU TETES MENGGUNAKAN PROSES FERMENTASI DAN PENAMBAHAN ASAM STEARAT Disusun oleh : Julfikar Gilang Anfias 2308 030 001 Adhitya Tegar Satya 2308 030 069

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh :

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK. Disusun Oleh : LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK Disusun Oleh : Nama : Veryna Septiany NPM : E1G014054 Kelompok : 3 Hari, Jam : Kamis, 14.00 15.40 WIB Ko-Ass : Jhon Fernanta Sipayung Lestari Nike Situngkir Tanggal Praktikum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Karboksimetil selulosa (CMC) merupakan salah satu turunan selulosa yang disebut eter selulosa (Nevell dan Zeronian 1985). CMC dapat larut di dalam air dingin dan air panas dan menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Goreng 1. Pengertian Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya

Lebih terperinci

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201

PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 PENUNTUN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II KI1201 Disusun Ulang Oleh: Dr. Deana Wahyuningrum Dr. Ihsanawati Dr. Irma Mulyani Dr. Mia Ledyastuti Dr. Rusnadi LABORATORIUM KIMIA DASAR PROGRAM TAHAP PERSIAPAN BERSAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Penggunaan energi oleh manusia yang berasal dari bahan bakar fosil semakin meningkat seiring dengan terus meningkatnya pertumbuhan penduduk di dunia.menurut laporan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK PERCOBAAN II SIFAT-SIFAT KELARUTAN SENYAWA OGANIK OLEH NAMA : ISMAYANI NIM : F1F1 10 074 KELOMPOK : III ASISTEN : SYAWAL ABDURRAHMAN, S.Si. LABORATORIUM FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit.

I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. I. Judul : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit. II. Tujuan : Membandingkan Kenaikan Titik Didih Larutan Elektrolit dan Non-Elektrolit pada konsentrasi larutan yang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan. Bioetanol

Teknologi Pengolahan. Bioetanol Teknologi Pengolahan Djeni Hendra, MSi Bioetanol Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Yogyakarta, 11 Februari 2016 Outline I Latar

Lebih terperinci

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI

PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI PRODUK BIOETANOL DARI PATI MANGGA (Mangifera Indica L.) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Oleh : Dewi Istiqoma S. (2308 030 016) Pradita Anggun S. (2308 030 018) Dosen Pembimbing : Prof. Dr.

Lebih terperinci

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK

BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK BAB III PENGOLAHAN DAN PENGUJIAN MINYAK BIJI JARAK 3.1. Flowchart Pengolahan dan Pengujian Minyak Biji Jarak 3.2. Proses Pengolahan Minyak Biji Jarak Proses pengolahan minyak biji jarak dari biji buah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelolaan energi dunia saat ini telah bergeser dari sisi penawaran ke sisi permintaan. Artinya, kebijakan energi tidak lagi mengandalkan pada ketersediaan pasokan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. ALAT DAN BAHAN Alat yang digunakan adalah hotplate stirrer, reaktor labu leher tiga dan alat sentrifuse. Alat yang digunakan dalam analisis deterjen cair adalah viscosimeter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji karet, dan bahan pembantu berupa metanol, HCl dan NaOH teknis. Selain bahan-bahan di atas,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium

III. METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April - Mei 2016 bertempat di Laboratorium Peternakan Universiatas Muhammadiyah Malang dan Laboratorium Pengujian

Lebih terperinci

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto

BIOETHANOL. Kelompok 12. Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto BIOETHANOL Kelompok 12 Isma Jayanti Lilis Julianti Chika Meirina Kusuma W Fajar Maydian Seto PENGERTIAN Bioethanol adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan proses farmentasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Menipisnya cadangan minyak bumi, masalah lingkungan yang terus memburuk (global warming), dan ketidakstabilan energi menyebabkan manusia harus mencari

Lebih terperinci

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F

PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP. Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F PROSES PEMBUATAN BIODIESEL MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) DENGAN TRANSESTERIFIKASI SATU DAN DUA TAHAP Oleh ARIZA BUDI TUNJUNG SARI F34103041 2007 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan Bab IV Data dan Hasil Pembahasan IV.1. Seeding dan Aklimatisasi Pada tahap awal penelitian, dilakukan seeding mikroorganisme mix culture dengan tujuan untuk memperbanyak jumlahnya dan mengadaptasikan mikroorganisme

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Laboratoriun Analisis Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. 1 Prarancangan Pabrik Dietil Eter dari Etanol dengan Proses Dehidrasi Kapasitas Ton/Tahun Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dietil eter merupakan salah satu bahan kimia yang sangat dibutuhkan dalam industri dan salah satu anggota senyawa eter yang mempunyai kegunaan yang sangat penting.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Teori Motor Bakar. Motor bakar torak merupakan internal combustion engine, yaitu mesin yang fluida kerjanya dipanaskan dengan pembakaran bahan bakar di ruang mesin tersebut. Fluida

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor) 23 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Penyiapan Sampel Kualitas minyak kastor yang digunakan sangat mempengaruhi pelaksanaan reaksi transesterifikasi. Parameter kualitas minyak kastor yang dapat menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak beberapa tahun terakhir ini Indonesia mengalami penurunan produksi minyak bumi nasional yang disebabkan oleh berkurangnya cadangan minyak bumi di Indonesia. Cadangan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 21 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Ubi kayu merupakan salah satu hasil pertanian dengan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan etanol. Penggunaan

Lebih terperinci

Titik Leleh dan Titik Didih

Titik Leleh dan Titik Didih Titik Leleh dan Titik Didih I. Tujuan Percobaan Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, MSi. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Cirebon, 5 April 2016 Outline

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar

Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Lampiran 1. Perbandingan nilai kalor beberapa jenis bahan bakar Jenis Bahan Rataan Nilai Kalor (kal/gram) Kayu 4.765 Batubara 7.280 Fuel Oil 1) 10.270 Kerosine (Minyak Tanah) 10.990 Gas Alam 11.806 Sumber

Lebih terperinci

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat

1.3 Tujuan Percobaan Tujuan pada percobaan ini adalah mengetahui proses pembuatan amil asetat dari reaksi antara alkohol primer dan asam karboksilat 1.1 Latar Belakang Senyawa ester hasil kondensasi dari asam asetat dengan 1-pentanol akan menghasilkan senyawa amil asetat.padahal ester dibentuk dari isomer pentanol yang lain (amil alkohol) atau campuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25]

BAB I PENDAHULUAN. Energi (M BOE) Gambar 1.1 Pertumbuhan Konsumsi Energi [25] BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pertumbuhan populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan konsumsi energi semakin meningkat pula tetapi hal ini tidak sebanding dengan ketersediaan cadangan

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren

Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Teknologi Pengolahan Bioetanol dari Nira Aren Djeni Hendra, M.Si. Pusat Litbang Hasil Hutan Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Jakarta, 11-12 Mei 2016

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. asam ataupun enzimatis untuk menghasilkan glukosa, kemudian gula BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Bahan Baku Klasifikasi etanol secara mikrobiologis dipengaruhi oleh bahan bakunya, bahan baku berupa sumber pati prosesnya lebih panjang di banding dengan berbahan

Lebih terperinci

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami

Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami Pembuatan Koloid, Denaturasi Protein dan Lem Alami I. Tujuan Pada percobaan ini akan dipelajari beberapa hal mengenai koloid,protein dan senyawa karbon. II. Pendahuluan Bila garam dapur dilarutkan dalam

Lebih terperinci

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar!

LEMBARAN SOAL 5. Pilih satu jawaban yang benar! LEMBARAN SOAL 5 Mata Pelajaran : KIMIA Sat. Pendidikan : SMA Kelas / Program : XI IPA ( SEBELAS IPA ) PETUNJUK UMUM 1. Tulis nomor dan nama Anda pada lembar jawaban yang disediakan 2. Periksa dan bacalah

Lebih terperinci

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA KADAR GLUKOSA DAN BIOETANOL PADA FERMENTASI TEPUNG KETELA POHON (Manihot utilissima Pohl) DENGAN DOSIS RAGI DAN WAKTU FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhui sebagian persyaratan Guna mencapai

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH

PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH PEMBUATAN BIOETANOL DARI RUMPUT GAJAH (Pennisetum purpureum Scumach) DENGAN PROSES HIDROLISA ENZIM DAN FERMENTASI Di Bawah Bimbingan : Ir. Budi Setiawan, MT Oleh : Tita Rizki Kurnia 2309 030 028 Anne Rufaidah

Lebih terperinci

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH Petunjuk Paktikum I. ISLASI EUGENL DARI BUNGA CENGKEH A. TUJUAN PERCBAAN Mengisolasi eugenol dari bunga cengkeh B. DASAR TERI Komponen utama minyak cengkeh adalah senyawa aromatik yang disebut eugenol.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor

BAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK GAS BUANG YANG DIHASILKAN DARI RASIO PENCAMPURAN ANTARA GASOLINE DAN BIOETANOL

KARAKTERISTIK GAS BUANG YANG DIHASILKAN DARI RASIO PENCAMPURAN ANTARA GASOLINE DAN BIOETANOL KARAKTERISTIK GAS BUANG YANG DIHASILKAN DARI RASIO PENCAMPURAN ANTARA GASOLINE DAN BIOETANOL Laporan Akhir ini disusun sebagai salah satu syarat Menyelesaikan pendidikan S1 Terapan Jurusan Teknik Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan salah satu sumber kehidupan bagi makhluk hidup. Jumlah energi yang dibutuhkan akan meningkat seiring berjalannya waktu dan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi)

Proses Pembuatan Biodiesel (Proses Trans-Esterifikasi) Proses Pembuatan Biodiesel (Proses TransEsterifikasi) Biodiesel dapat digunakan untuk bahan bakar mesin diesel, yang biasanya menggunakan minyak solar. seperti untuk pembangkit listrik, mesinmesin pabrik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Jagung Jagung merupakan tanaman yang banyak dijadikan sebagai bahan baku indutri. Pemanfaat jagung dalam bidang industri selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam

Lebih terperinci

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin.

Memiliki bau amis (fish flavor) akibat terbentuknya trimetil amin dari lesitin. Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida atau trigliserol, dimana berarti lemak dan minyak merupakan triester dari gliserol. Dari pernyataan tersebut, jelas menunjukkan bahwa lemak dan minyak merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat ini pemakaian bahan bakar yang tinggi tidak sebanding dengan ketersediaan sumber bahan bakar fosil yang semakin menipis. Cepat atau lambat cadangan minyak bumi

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA BAHAN AJAR KIMIA DASAR No. BAK/TBB/SBG201 Revisi : 00 Tgl. 01 Mei 2008 Hal 1 dari 9 BAB X AIR Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biodiesel Biodiesel merupakan bahan bakar rendah emisi pengganti diesel yang terbuat dari sumber daya terbarukan dan limbah minyak. Biodiesel terdiri dari ester monoalkil dari

Lebih terperinci

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA

FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA TUGAS AKHIR FERMENTASI ETANOL DARI SAMPAH TPS GEBANG PUTIH SURABAYA Oleh: MUSTIKA HARDI (3304 100 072) Sampah Sampah dapat dimanfaatkan secara anaerobik menjadi alkohol. Metode ini memberikan alternatif

Lebih terperinci

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa

C3H5 (COOR)3 + 3 NaOH C3H5(OH)3 + 3 RCOONa A. Pengertian Sabun Sabun adalah garam alkali dari asam-asam lemak telah dikenal secara umum oleh masyarakat karena merupakan keperluan penting di dalam rumah tangga sebagai alat pembersih dan pencuci.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Keadaan Lokasi Pengambilan Sampel Sampel yang digunakan adalah sampel bermerek dan tidak bermerek yang diambil dibeberapa tempat pasar

Lebih terperinci

CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK

CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK CAMPURAN MINYAK JELANTAH INDUSTRI DAN KEROSIN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF PADA KOMPOR MINYAK Disusun Untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan Pendidikan S1 Terapan pada Jurusan Teknik Kimia Program Studi Teknik

Lebih terperinci

PEMBUATAN BIOETANOL DARI MINUMAN SERBUK AFKIR

PEMBUATAN BIOETANOL DARI MINUMAN SERBUK AFKIR AGROINTEK Volume 10, No.2 Agustus 2016 107 PEMBUATAN BIOETANOL DARI MINUMAN SERBUK AFKIR Wiludjeng Trisasiwi Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Noor Azizah, 2014 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Energi fosil khususnya minyak bumi merupakan sumber energi utama dan sumber devisa negara bagi Indonesia. Kenyataan menunjukan bahwa cadangan energi

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perak Nitrat Perak nitrat merupakan senyawa anorganik tidak berwarna, tidak berbau, kristal transparan dengan rumus kimia AgNO 3 dan mudah larut dalam alkohol, aseton dan air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METDE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sebagian besar sumber bahan bakar yang digunakan saat ini adalah bahan bakar fosil. Persediaan sumber bahan bakar fosil semakin menurun dari waktu ke waktu. Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C)

KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) KARAKTERISTIK KIMIA SOSIS ASAP DENGAN BAHAN BAKU CAMPURAN DAGING DAN LIDAH SAPI SELAMA PENYIMPANAN DINGIN (4-8 o C) SKRIPSI HENDRIA FIRDAUS PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT

Lebih terperinci

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin, SNTTM-VI, 2007 Jurusan Teknik Mesin, Universitas Syiah Kuala ANALISA KINERJA MESIN OTTO BERBAHAN BAKAR PREMIUM DENGAN PENAMBAHAN ADITIF OKSIGENAT DAN ADITIF PASARAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20

PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20 TUGAS AKHIR PENGARUH VARIASI JUMLAH LUBANG BURNER TERHADAP KALORI PEMBAKARAN YANG DIHASILKAN PADA KOMPOR METHANOL DENGAN VARIASI JUMLAH LUBANG 12, 16 DAN 20 Tugas Akhir ini Disusun Guna Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C )

C. ( Rata-rata titik lelehnya lebih rendah 5 o C dan range temperaturnya berubah menjadi 4 o C dari 0,3 o C ) I. Tujuan Percobaan o Menentukan titik leleh beberapa zat ( senyawa) o Menentukan titik didih beberapa zat (senyawa) II. Dasar Teori 1. Titik Leleh Titik leleh adalah temperatur dimana zat padat berubah

Lebih terperinci

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS

STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Berkala Fisika ISSN : 1410-9662 Vol 11,No.2, April 2008, hal 53-58 STUDI KUALITAS MINYAK GORENG DENGAN PARAMETER VISKOSITAS DAN INDEKS BIAS Sutiah, K. Sofjan Firdausi, Wahyu Setia Budi Laboratorium Optoelektronik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. grade industri dengan kadar alkohol %, netral dengan kadar alkohol 96-99,5 2.1 Tinjauan Umum Bioetanol BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bioetanol merupakan etanol yang dibuat dari biomassa yang mengandung komponen gula, pati atau selulosa seperti singkong dan tetes tebu. Etanol umumnya

Lebih terperinci

Kelarutan & Gejala Distribusi

Kelarutan & Gejala Distribusi PRINSIP UMUM Kelarutan & Gejala Distribusi Oleh : Lusia Oktora RKS, S.F.,M.Sc., Apt Larutan jenuh : suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase padat (zat terlarut). Kelarutan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Hasil penentuan asam lemak bebas dan kandungan air Analisa awal yang dilakukan pada sampel CPO {Crude Palm Oil) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan

BAB I PENDAHULUAN. BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BBM petrodiesel seperti Automatic Diesel Oil (ADO) atau solar merupakan sumber energi yang dikonsumsi paling besar di Indonesia. Konsumsi bahan bakar solar terus meningkat

Lebih terperinci

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit

Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit LAMPIRAN Lampiran 1. Pohon Industri Turunan Kelapa Sawit 46 Lampiran 2. Diagram alir proses pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Metil Ester Olein Gas SO 3 7% Sulfonasi Laju alir ME 100 ml/menit,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Peningkatan nilai tambah produk turunan minyak jarak pagar mutlak diperlukan agar industri biodiesel jarak pagar dapat berkembang dengan baik. Saat ini, perkembangan

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2016 PENGARUH PERBANDINGAN ZAT PENSTABIL DAN KONSENTRASI KUNING TELUR TERHADAP MUTU REDUCED FAT MAYONNAISE SKRIPSI OLEH : CHRISTIAN ADITYA HUTAPEA 110305051/ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL. Nama : Ardian Lubis NIM : Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK VOLUM MOLAL PARSIAL Nama : Ardian Lubis NIM : 121810301028 Kelompok : 6 Asisten : Yuda Anggi LABORATORIUM KIMIA FISIK JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan ini merupakan salah satu cara untuk mengetahui dapat atau tidaknya limbah blotong dibuat menjadi briket. Penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum

METODE. = hasil pengamatan pada ulangan ke-j dari perlakuan penambahan madu taraf ke-i µ = nilai rataan umum METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan, Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Kimia Fisik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci