BAB III ANALISIS PERAN POLITIK ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM MERESPON KEPENTINGAN PEREMPUAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III ANALISIS PERAN POLITIK ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM MERESPON KEPENTINGAN PEREMPUAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR"

Transkripsi

1 BAB III ANALISIS PERAN POLITIK ANGGOTA LEGISLATIF PEREMPUAN DALAM MERESPON KEPENTINGAN PEREMPUAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR 3.1 Peran Politik Anggota Legislatif Perempuan Penilaian peran politik merupakan suatu hal yang penting karena dapat digunakan dalam mengkaji sebuah ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam hal ini adalah DPRD Kota Pematangsiantar dalam menjalankan tugas yang telah dimandatkan sebagai wakil rakyat. Dengan melakukan penilaian maka upaya untuk memperbaiki kinerja bisa dilakukan secara terarah dan sistematis. Peran politik anggota legislatif dapat dilihat dari peranan anggota legislatif dalam menjalankan fungsinya. Anggota legislatif perempuan memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan juga sebagai representatif rakyat terutama bagi kaum perempuan yang selama ini tertinggal akibat kurang diperjuangkannya kepentingan-kepentingan perempuan yang jarang mendapatkan perhatian. Dengan meningkatnya kuota perempuan di parlemen yang kemudian dipeertegas dengan adanya UU Partai Politik dan UU Pemilu yang mewajibkan adanya keterwakilan perempuan diparlemen merupakan kesempatan bagi anggota legislatif yang terpilih untuk memperjuangkan kepentingan perempuan. Di DPRD Kota Pematangsiantar keterwakilan perempuan sangat sedikit, namun untuk periode dapat dikatakan meningkat dari tahun sebelumnya meskipun tidak terlalu signifikan. Hal ini dapat dilihat pada periode perempuan yang 61

2 berhasil duduk di parlemen hanya berjumlah 6 orang dari 30 orang anggota dewan. Pada periode dari 30 anggota dewan, perempuan yang berhasil duduk di parlemen ada 7 orang. Hal ini menunjukkan hal yang positif bagi keterwakilan perempuan di parlemen. Keterwakilan perempuan dalam legislatif sangat penting karena perempuan memiliki kebutuhan khusus yang hanya dapat dipahami dengan baik oleh perempuan itu sendiri. Kebutuhan khusus tersebut dapat meliputi kebutuhan akan kesehatan reproduksi, masalah kesejahteraan keluarga (seperti soal harga Sembilan bahan pokok yang terjangkau,masalah kesehatan, dan pendidikan anak), kepedulian kepada anak, kebutuhan manusia tingkat lanjut, kekerasan dalam rumah tangga serta isu-isu kekerasan seksual dan lain-lain. Keadilan gender merupakan proses atau perlakuan keadilan bagi semua kaum bagi laki-laki maupun perempuan. Terwujudnya keseteraan gender dan keadilan gender dengan tidak adanya diskriminasi terhadap perempuan sehingga memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dan memiliki akses kontrol dalam proses pembangungan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangungan yang telah dilakukan dan memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi,hukum,politik,sosial budaya,pendidikan,pertahanan dan keamanan nasional, serta kesamaan dalam menikmati pembangunan yang dilakukan. 62

3 Perempuan tidak banyak menguasai praktek politik untuk bisa membantunya menghadapi perubahan kebijakan yang berpihak kepada mereka, dibandingkan dengan laki-laki meskipun sebagai aktor handal politik, namun pada umumnya rentan terhadap stress yang menimbulkan tindakan emosi berlebihan. Sejak awal reformasi, pembicaraan tentang keterwakilan perempuan diparlemen bergeser dari isu akademik dan gerakan sosial menjadi agenda kerja politik. Dengan adanya peraturan kuota perempuan dilembaga legislatif dan partai politik sebagaimana yang ditetapkan dalam UU pemilu No. 10 tahun 2010 semakin menguatkan desakan terhadap partai dan parlemen untuk memberikan ruang khusus bagi politisi perempuan. 27 Penduduk Indonesia khususnya di Sumatera utara di dominasi oleh kaum perempuan sehingga keterwakilan perempuan di parlemen sangat dibutuhkan untuk bisa merepresentasikan kepentingan perempuan yang tidak dapat diwakili oleh kaum laki-laki dan disini lah dibutuhkan affirmative action. Affirmative action juga dibutuhkan untuk kuota politik perempuan di parlemen,rekrutmen pejabat politik,birokrasi yang sensitive gender,konsultasi khusus untuk kalangan perempuan, akses-akses khusus bagi perempuan terhadap kebijakan publik dan prioritas anggaran untuk mewujudkan kepentingan perempuan. Gender bukan kodrat ketuhanan tetapi lebih kepada proses penempatan bagaimana sebaiknya laki-laki dan perempuan bertindak dan berperan sesuai dengan tata nilai dan struktur, ketentuan sosial dan budaya ditempat mereka berada. Seperti yang 27 Eep Saefullah Fattah, Perspektif, Gatra no.13, Februari

4 dikatakan Bapak Henri Dunand Sinaga S.P bahwa antara laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam membahas masalah ataupun isu dari masyarakat pun juga sama hal nya soal penyusunan program tidak ada dibatasi hak bersuara perempuan disini. Ketika rapat juga semua bebas mengelurakan pendapat tanpa adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan. 28 Memperjuangkan keterwakilan perempuan dalam pengambilan keputusan merupakan bagian dari upaya untuk mewujudkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan. Kesetaraan kesempatan dalam pengambilan keputusan akan mewujudkan persamaan peran dan posisi antara lakilaki dan perempuan dalam kuasa pengambilan keputusan sehingga kepentingan perempuan dapat diperjuangkan. Pengalaman, kepentingan, dan daya tanggung perempuan dan laki-laki seharusnya menjadi pertimbangan dalam perumusan kebijakan dan pengambilan keputusan, sehingga semua kebijakan public memberikan manfaat yang sama adilnya bagi perempuan dan laki-laki. Perjuangan mewujudkan keterwakilan perempuan di parlemen adalah salah satu strategi mewujudkan kesetaraan gender di bidang politik, terutama dalam hal pengambilan keputusan. Tujuan akhir dari perjuangan mewujudkan kesetaraan gender dalam politik melalui peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen adalah mencapai keadilan bagi perempuan dan laki-laki (keadilan gender) di segala aspek kehidupan. Kaum perempuan harus tahu bahwa dalam Undangundang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif dan Undang-undang No Hasil wawancara dengan bapak Henri Dunand Sinaga S.P, pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2017 pukul

5 tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol), kuota keterlibatan perempuan dalam dunia politik adalah sebesar 30 %, terutama untuk duduk di dalam parlemen. Pasal 8 Butir d UU No. 10 tahun 2008, disebutkan penyertaan sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat sebagai salah satu persyaratan parpol untuk dapat menjadi peserta pemilu. Dan Pasal 53 UU mengatakan bahwa daftar bakal calon peserta pemilu juga harus memuat paling sedikit 30 % keterwakilan perempuan. Ada yang pro dan kontra mengenai keterwakilan perempuan di parlemen, seperti yang di ungkapkan oleh Ibu Nurlela Sikumbang,SH dalam UU telah diatur tentang keterwakilan perempuan 30 % di parlemen, memang ada sedikit masalah dan perdebatan dengan kuota perempuan 30 % tapi kita harus bersyukur karena ini sudah menjadi pintu untuk kita perempuan berpartisipasi, kalau tidak maka lelaki akan mendominasi. 29 Undang-Undang tentang keterwakilan 30% perempuan di parlemen telah membuka ruang demokrasi bagi perempuan untuk dapat lebih lagi masuk dalam sistem politik dan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan di parlemen, namun banyak juga yang kurang begitu sepakat dengan kuota 30 % perempuan di parlemen dikarenakan secara tersirat membatasi jumlah perempuan di parlemen seperti yang dikatakan Hj. Rini Silalahi, S.Si menurut saya ada kekeliruan dalam UU keterwakilan perempuan, dari redaksi 30 persen tersirat bahwa perempuan di batasi dalam parlemen, sebenarnya tidak 29 Hasil wawancara dengan Ibu Nurlela Sikumbang, SH, pada hari Senin tanggal 1 Mei 2017 pukul

6 usah ada redaksi begitu sehingga tidak di batasi, asalkan mereka mampu dalam melakukan fungsi sebagai wakil rakyat. Lebih dari itu bisa, dan perempuan dari dulu sudah melakukan dan terlibat dalam perjuangan bersama rakyat. 30 Lahirnya kuota perempuan melalui undang-undang tersebut sebenarnya menjadi berita baik bagi kaum perempuan. Secara tekstual,undang-undang tersebut memang baru mengakui adanya kebutuhan untuk melibatkan perempuan dalam partai politik sebagai upaya agar perempuan dapat memperoleh akses yang lebih luas dalam pengambilan keputusan. Pesan semacam itu tidak terdapat dalam regulasi sebelumnya, yakni Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum. Apabila dicermati secara lebih mendalam, terutama dalam undang-undang partai politik, kebijakan kuota perempuan ini sebenarnya sangat lemah. Hal itu tercermin dari tidak adanya penekanan secara eksplisit tentang keterlibatan perempuan dalam mengambil keputusan partai. Maka dari itu tidak ada jaminan bahwa penyertaan 30% perempuan di dalam keanggotaan partai politik akan secara otomatis mengubah paradigma partai untuk berpihak kepada perempuan. Ketidaktegasan aturan dalam undang-undang tersebut juga menyebabkan angka 30% menjadi angka yang meragukan untuk dapat terwujud. Seperti yang dikatakan oleh bapak Zainal Purba selaku Ketua DPP Partai PAN Kota Pematang Siantar Faktanya ditemukan di lapangan bahwa untuk mengisi kuota 30% perempuan sangat sulit untuk menemukan calon legislatif perempuan yang mau 30 Hasil wawancara dengan Ibu Hj.Rini Silalahi, S.Si pada hari kamis 4 Mei 2017 Pukul

7 dan berkompeten dalam hal berpolitik, karena pendidikan politik perempuan disini masih sangat rendah juga untuk mengisi kuota 30% itu harus diberlakukan sistem undangan yang dimana dalam hal ini walaupun bukan kader partai tetap diberikan kartu anggota supaya bisa mencalonkan dan partai mampu memenuhi kuota 30% yang telah ditetapkan. 31 Pemberian kuota sama halnya dengan pemberian batasan atas perempuan itu sendiri, karena hanya dilihat dari segi kuantitas. Padahal semestinya juga harus melihat aspek kualitas, dalam hal ini bagaimana posisi dan peran perempuan itu didalam sistem nantinya. Perwakilan perempuan di legislatif diharapkan dapat mengartikulasikan kebutuhan kaumnya dalam setiap proses politik yang menghasilkan kebijakan untuk kepentingan perempuan. Ada beberapa hal yang membuat pemenuhan kuota 30% bagi keterwakilan perempuan dalam politik dianggap sebagai sesuatu yang penting. Beberapa di antaranya adalah tanggungjawab dan kepekaan akan isu-isu kebijakan publik, terutama yang terkait dengan perempuan dan anak, lingkungan sosial, moral yang baik, kemampuan perempuan melakukan pekerjaan multitasking, dan pengelolaan waktu. Dan juga fakta di lapangan bahwa anggota dewan perempuan merupakan pemimpin dalam kelompok-kelompok sosial dan dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti di posyandu, kelompok pemberdayaan perempuan, komite sekolah, dan kelompokkelompok keagamaan. Seperti yang diutarakan ibu Nurlela Sikumbang,SH 31 Hasil wawancara dengan bapak Zainal Purba pada hari Senin 8 Mei 2017 Pukul

8 Di wilayah konstituen saya, saya sering menggelar program pemberdayaan perempuan dalam hal ekonomi dimana saya mengadakan pelatihan bagi para ibu-ibu di daerah saya, selain itu di bidang agama saya boleh dikatakan sebagai penasihat ibu-ibu pengajian dan baru saja kami mengadakan program yang kami adakan di gedung MUI Pematang siantar 32 Adanya kebebasan berpolitik bagi kaum perempuan atau lahirnya politik perempuan ternyata juga dianggap sebagai salah satu faktor atau indikator dari kemajuan suatu negara. Suatu negara dianggap belum maju atau masih tertinggal apabila belum memberikan kebebasan atau kesempatan yang setara antara lakilaki dan perempuan dalam ranah politik. Sebab kesetaraan adalah salah satu aspek dari penegakan Hak Azasi Manusia yang merupakan ciri dari negara demokrasi. DPRD Kota Pematang Siantar pada pemilu legislatif 2014 terpilih 7 orang anggota legislatif perempuan, sehingga belum mencapai kuota 30 % yang disediakan, seperti yang diungkapkan Boy Parady Purba S.sos.I : Jika melihat kuota belum tercapai disini, seharusnya sekitar 10 orang tapi disini hanya 7 orang, tapi dari segi peran, kualitas mereka, serta fungsi, mereka itu menyeimbangkan semua, antar tugas dirumah dan di DPRD, secara kuantitatif belum, tapi secara kualitas saya tidak meragukan, saya berharap akan bertambah lagi perempuan di DPRD pada periode berikutnya. Hal senada juga di katakana Oleh Bapak Henry Dunand Sinaga S.P Hasil wawancara dengan ibu Nurlela Sikumbang,SH pada hari Senin 1 Mei 2017 Pukul Wawancara dengan bapak Boy Parady Purba S.sos.I pada hari selasa 2 Mei 2017 pukul

9 Perempuan lebih banyak dan lebih cepat menampung aspirasi, dan mereka bertujuh disini sudah terlatih, mereka sangat memperhatikan isu dan sensitif melihat aspirasi diluar yang ditujukan ke DPRD, Antara laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama dalam membahas masalah ataupun isu dari masyarakat pun juga sama hal nya soal penyusunan program tidak ada dibatasi hak bersuara perempuan disini. Ketika rapat juga semua bebas mengeluarkan pendapat tanpa adanya pembedaan antara laki-laki dan perempuan 34 Dari pernyataan kedua narasumber diatas penulis menyimpulkan bahwa secara kuantitas jumlah kuota 30 % keterwakilan perempuan di DPRD Kota Pematang Siantar belum terpenuhi, namun secara kualitas ke tujuh anggota legislatif perempuan tersebut telah menunjukan kapasitas mereka sebagai wakil perempuan di DPRD yang berupaya untuk selalu memperjuangkan kepentingan rakyat, khususnya perempuan. Perempuan Kota Pematang Siantar bisa semakin meningkatkan peran sosial secara kuantitatif maupun kualitatif di berbagai bidang ruang publik. Karena itu perempuan harus diletakkan sebagai subyek pembangunan yang memiliki akses, kontrol, dan manfaat dari berbagai kebijakan publik. Adapun tugas yang dijalankan perempuan sebagai anggota dewan adalah: 1. Mengembangkan jaringan lintas fraksi antara perempuan di parlemen guna memperkuat basis dalam memperjuangkan kepentingan perempuan. 2. Mempertegas pasal tentang kuota perempuan 34 Wawancara dengan bapak Henry Dunand Sinaga S.P pada hari senin 1 Mei 2017 Pukul

10 3. Memperjuangkan Undang-undang (perda) yang menjamin peran perempuan diranah public dan perlindungan kepada perempuan. Berbicara kepentingan perempuan dalam proses legislasi setidaknya menyangkut dua hal. Pertama, adanya produk legislasi yang memperhatikan kepentingan kaum perempuan termasuk di dalamnya perempuan dan anak. Kedua, partisipasi perempuan dalam proses legislasi. Keduanya saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi sehingga kuota 30 % belum diupayakan secara maksimal oleh perempuan, antara lain : 1. Perempuan menjalankkan dua peran sekaligus, yaitu peran reproduktif serta peran produktif,di dalam maupun diluar rumah. Peran produktif, perempuan berusaha membantu dalam hal pendapatan keluarga. Sedangkan peran reproduktif yaitu peran perempuan sebagai nyonya rumah (home maker) yang bertanggung jawab atas kegiatan reproduktif dan pekerjaan domesitik. Adanya peran ganda tersebut, membatasi waktu pilihan-pilihan perempuan untuk berpartisipasi dalam politik. 2. Adanya hambatan budaya yang terkait dengan pembagian kerja secara seksual dan pola interaksi perempuan dengan laki-laki yang membatasi gerak perempuan. Kaum lelaki masih dominan dalam kepengurusan dan kekuasaan di dalam partai politik. Seperti diungkapkan oleh Ibu Hotmaulina Malau : 70

11 Perempuan saat ini harus pandai dalam melihat situasi apalagi di era emansipasi wanita saat ini, perempuan mesti jeli melihat setiap kesempatan. Walaupun hambatan terbesar bagi perempuan adalah budaya yang menjadi penghalang terbesar dalam keterlibatan perempuan, yang mana didominasi oleh lelaki. 35 Mayoritas masyarakat kita, masih didominasi oleh cara pandang dan sikap yang cenderung melihat serta memperlakukan kaum perempuan sebagai pelengkap kaum laki-laki. Persepsi semacam ini, tidak jarang pada akhirnya melihat dan menempatkan kaum perempuan sebagai pelengkap laki-laki bahkan dalam tingkat tertentu hanya dilihat sebagai objek semata. Secara cultural dimana sudut pandang patrinial (laki-laki dilihat lebih superior) menjadi acuan utama dalam melihat dan menempatkan perempuan, telah menyebabkan peranan perempuan selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang bersifat pelengkap kaum lakilaki, bukan sebagai mitra yang mempunyai kedudukan sejajar sehingga berhak mendapatkan peluang yang sama diberbagai bidang sendi kehidupan. Hambatan kultural merupakan hambatan yang cukup fundamental karena kultur/budaya akan membentuk persepsi dan persepsi pada akhirnya akan bermuara pada pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat terlibat dalam segala aspek kegiatan politik bagi perempuan tidaklah mudah. Kondisi perempuan Indonesia yang dicapai sekarang ini terbentuk oleh adanya kendala yang menghambat partisipasi politiknya. Kendala pokok yang sering sekali dipergunakan sebagai 35 Wawancara dengan Ibu Hotmaulina Malau pada hari selasa 2 Mei 2017 Pukul

12 alasan lemahnya partisipasi politik perempuan, keengganan besar perempuan untuk terlibat dalam kegiatan politik. Keengganan ini dikarenakan budaya mereka yang belum memungkinkan bisa aktif menyuarakan dan menyampaikan keinginan serta aspirasinya di bidang politik Peran Politik Anggota Legislatif Perempuan dalam menjalankan fungsi Legislasi Legislasi daerah adalah instumen perencanaan program di daerah. Proses penyusunan memiliki dua jalur. Pertama, melalui Inisiatif Eksekutif dimana sebuah rancangan masuk ke dewan dari legislatif yang kemudian dibahas di rapat dewan untuk dianalisis apakah layak untuk dibawa ke Panitia Khusus. Dari pansus ini jika sudah dianalisis, diuji, dan disepakati maka akan diajukan ke tim dimana tim ini terdiri atas eksekutif dan legislatif. Kedua, melalui Inisiatif dari DPRD, dari sini sebenarnya bisa dilihat bahwa kewenangan penyusunan legislasi di daerah dapat dilakukan oleh dewan. Berdasarkan hasil wawancara saya dengan anggota legislatif perempuan Ibu Hj.Rini Silalahi S.Si dari Fraksi Golkar mengatakan Sampai pada saat ini belum ada langkah dari anggota legislatif perempuan secara kelembagaan untuk merespon kepentingan perempuan, hal ini disebabkan kurang vokalnya sebahagian anggota DPRD perempuan untuk bersuara dan kurang mengerti akan kewajibannya sebagai wakil rakyat yang harus bisa merepresentasikan 72

13 kepentingan konstituennya 36. Hal ini tentunya sangat disayangkan mengingat anggota legislatif perempuan di Kota Pematangsiantar banyak yang menempati posisi strategis di komisi maupun di fraksi, seharusnya hal ini harus diberdayakan sebagai sumber kekuatan mereka dalam memperjuangkan kepentingan perempuan di kota Pematangsiantar. Jika dikaji lebih jauh, masih kurangnya rasa tanggung jawab anggota legislatif perempuan ini dalam merespon kepentingan perempuan. Dapat dilihat pada masa kerja anggota dewan DPRD Pematangsiantar yang telah berjalan kuranglebih selama 3 tahun belum ada produk legislasi yang berhasil dibuat yang khusus menangani perempuan. Seperti dalam menjalankan fungsi legislasi membuat tentang perlindungan perempuan,serta memperjuangkan anggaran yang pantas untuk memenuhi kepentingan perempuan yang memang dalam kenyataanya perempuan lebih membutuhkan biaya yang lebih besar daripada perempuan.inilah yang harus nya menjadi agenda kerja mereka dalam merepresentasikan kepentingan-kepentingan perempuan saat ini Peran Politik Anggota Legislatif Perempuan dalam menjalankan fungsi Budgeting Pengalokasian anggaran yang berpihak pada orang miskin dan perempuan menjadi kegiatan yang selalu diadvokasi oleh masyarakat sipil baik ditingkat nasional maupun daerah. Sejauh mana pemerintah komitmen dalam pemenuhan 36 Hasil wawancara dengan Ibu Hj.Rini Silalahi, S.Si pada hari kamis 4 Mei 2017 Pukul

14 hak-hak dasar warga negaranya maka akan dilihat dari wajah anggarannya. Minimnya akses layanan kesehatan memberatkan perempuan. Dewasa ini kondisi kesehatan perempuan semakin menurun karena layanan kesehatannya tidak baik. Upaya untuk mewujudkan Anggaran Responsif Gender (ARG), masih banyak menemui kendala. Salah satunya adalah masih minimnya pemahaman Pengarusutamaan Gender (PUG) di kalangan penentu kebijakan di tingkat lokal (eksekutif/ legislative). Hal ini disebabkan karena dalam proses penyusunan APBD masih sering muncul usulan titipan yang bermuatan politis. Seperti yang diutarakan oleh ibu Nurlela Sikumbang SH Peranan keterwakilan perempuan di legislatif masih sangat lemah, sehingga tidak semua fraksi yang menempatkan perempuan dalam posisi yang strategis,seperti menempatkan perempuan dalam badan anggaran sehingga apabila perempuan menjabat posisi yang strategis otomatis akan memperjuangkan anggaran untuk kepentingan perempuan Peran Politik Anggota Legislatif Perempuan Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan Dalam menjalankan fungsi pengawasan pada dasarnya anggota dewan laki-laki dan perempuan saling bersinergi dan bekerjasama. Menjalankan fungsi pengawasan tentunya terlebih dahulu melahirkan peraturan perundang-undangan yang dijadikan sebagai bahan acuan dalam melakukan pengawasan terhadap pemerintah dalam menjalankan tugasnya. 37 Hasil wawancara dengan ibu Nurlela Sikumbang,SH pada hari Senin 1 Mei 2017 Pukul

15 Ibu Hotmaulina Malau mengatakan Dalam menjalankan fungsi pengawasan sejauh ini kami anggota dewan perempuan melakukan jajak dengar pendapat dengan masyarakat, ikut turun langsung ke lapangan dan melakukan pengawasan ke setiap SKPD yang berkaitan dengan perempuan seperti Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana 38 Dari pengamatan peneliti sejauh ini kinerja lembaga legislatif perempuan dalam menjalankan fungsi pengawasan belum maksimal. Hal ini disebabkan karena masih banyak anggaran yang kurang tepat sasaran. Lahirnya UU KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)membuktikan bahwa sering sekali terjadi kekerasan terhadap perempuan yang disebabkan karena cara pandang kaum pria terhadap perempuan. Begitu pula dalam kasus hubungan suami-istri, kaum perempuan cenderung diperlakukan tidak sejajar dan dalam posisi bargaining yang lemah sehingga dominasi dan ego kaum laki laki seolah-olah mendapatkan tempat yang lebih baik. Pencerahan politik kepada kaum perempuan ini masih sangat jarang. Aspek-aspek historis yang menuturkan peran perempuan dalam kehidupan politik seharusnya diangkat agar ruang politik jangan dikesankan maskulin sehingga membuat kaum perempuan phobia, menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan kompetensi kaum perempuan agar bisa semakin melebarkan peran-peran sosial di dalam ruang publik. Keterlibatan dan keterwakilan perempuan dalam dunia politik dan kebijakan publik merupakan suatu keharusan, sebab akses, kontrol, dan partisipasi 38 Wawancara dengan Ibu Hotmaulina Malau pada hari selasa 2 Mei 2017 Pukul

16 politik perempuan dalam berbagai tingkatan pembuatan dan pengambilan keputusan merupakan hak asasi manusia. Tidak dapat dipungkiri perempuan secara demografis merupakan mayoritas, namun secara politis mereka menempati posisi minoritas. Di Kota Pematang Siantar kualitas perempuan sudah dapat dikatakan baik diliat dari potensi, tingkat pendidikan dan strata hidup. Namun untuk terlibat dalam politik minat perempuan Kota Pematang Siantar masih terbilang sedikit, mereka lebih nyaman hanya menjadi partisipasi aktif politik dalam memilih, ketimbang harus dipilih, dan perempuan Kota Pematang Siantar banyak yang lebih memilih berada pada jajaran jabatan publik ketimbang jabatan politik. seperti yang diungkapkan Hj Frida Damanik Perempuan Pematang Siantar sudah dapat dikatakan mampu dan memiliki skill, pemerataan pendidikan perempuan merata semakin meningkat. Perempuan sebenarnya sangat teliti dalam dan peka terhadap aspirasi. Sayangnya mereka masih agak ragu-ragu terlibat dalam jabatan politik, mereka lebih banyak yang suka pada tataran jabatan publik. 39 Mayoritas masyarakat kita, masih didominasi oleh cara pandang dan sikap yang cenderung melihat serta memperlakukan kaum perempuan sebagai pelengkap kaum laki-laki. Persepsi semacam ini, tidak jarang pada akhirnya melihat dan menempatkan kaum perempuan sebagai pelengkap laki-laki bahkan dalam tingkat tertentu hanya dilihat sebagai objek semata. Hambatan kultural merupakan hambatan yang cukup fundamental karena kultur/budaya akan membentuk 39 Wawancara dengan Ibu Hj.Frida Damanik pada hari selasa 2 Mei

17 persepsi dan persepsi pada akhirnya akan bermuara pada pola perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, sudah menjadi kewajiban bersama untuk meluruskan cara pandang budaya yang kurang tepat dalam memahami dan memandang kaum perempuan sehingga kaum perempuan dapat memainkan peran dan fungsinya lebih maksimal lagi. Untuk dapat terlibat dalam segala aspek kegiatan politik bagi perempuan tidaklah mudah. Kondisi perempuan Indonesia yang dicapai sekarang ini terbentuk oleh adanya kendala yang menghambat partisipasi politiknya. Kendala pokok yang sering sekali dipergunakan sebagai alasan lemahnya partisipasi politik perempuan, keengganan besar perempuan untuk terlibat dalam kegiatan politik. Keengganan ini dikarenakan budaya mereka yang belum memungkinkan bisa aktif menyuarakan dan menyampaikan keinginan serta aspirasinya di bidang politik. Hal senada juga diungkapkan oleh anggota DPRD Kota Pematang Siantar Nazli Juwita Panei Perempuan Masih belum memiliki minat dan terlihat kurang nyaman untuk duduk di politik, mungkin karena politik masih di dominasi oleh kaum lelaki dan banyakanya persaingan pertarungan dan intrik. Saya sendiri mengapa mau terlibat dikarenakan kalau saya terlibat maka saya akan bisa memperjuangkan aspirasi masyarakat, kita lebih bisa efektif karena kita sudah masuk ke dalam sistem pemerintahan Wawancara dengan Ibu Nazli Juwita Panei Pada Hari Kamis 4 Mei 2017 Pukul

18 Lingkungan sosial budaya yang kurang mendukung pengembangan potensi perempuan, antara lain wawasan orang tua, adat, penafsiran terhadap ajaran agama yang tidak tepat, tingkat pendapatan keluarga, dan sistem pendidikan yang diskriminatif. Masih lekatnya budaya tradisional dan kecilnya akses wanita pada penguasaan faktor sosial ekonomi menyebabkan terbentuknya image dalam diri perempuan bahwa memang sewajarnya mereka berada di belakang pria. Kendala pokok lemahnya partisipasi politik perempuan antara lain berada pada lingkungan social budaya yang kurang mendukung pengembangan potensi perempuan. Selain itu dapat pula bersumber dari kebijaksanaan pembangunan politik yang kurang memadai serta kurang berfungsinya partai politik. Peningkatan partisipasi politik perempuan dapat diupayakan antara lain dengan melalui pendidikan politik yang mampu menciptakan kemampuan dan kesadaran perempuan akan hak dan kewajibannya di bidang politik. Adanya hambatan legal bagi perempuan seperti larangan berpartisipasi dalam politik tanpa seijin suami. Perempuan masih sering diposisikan sebagai pihak yang harus bersikap menerima tanpa perlawanan (reserve) sehingga pada akhirnya kaum perempuan lebih dilihat sebagai objek dari pada sebagai subjek yang menjadi mitra kaum laki-laki. Kekerasaan rumah tangga yang sering menempatkan perempuan pada posisi yang lemah, adalah sebuah contoh nyata dimana kaum perempuan tidak mempunyai kekuatan untuk melawan ketidakadilan dan kesewenang-wenangan dari kaum laki-laki. 78

19 Pencerahan politik kepada kaum perempuan ini masih sangat jarang. Aspek-aspek historis yang menuturkan peran perempuan dalam kehidupan politik seharusnya diangkat agar ruang politik jangan dikesankan maskulin sehingga membuat kaum perempuan phobia, menekankan pentingnya peningkatan kapasitas dan kompetensi kaum perempuan agar bisa semakin melebarkan peranperan sosial di dalam ruang publik. Keterlibatan dan keterwakilan perempuan dalam dunia politik dan kebijakan publik merupakan suatu keharusan, sebab akses, kontrol, dan partisipasi politik perempuan dalam berbagai tingkatan pembuatan dan pengambilan keputusan merupakan hak asasi manusia. Tidak dapat dipungkiri perempuan secara demografis merupakan mayoritas, namun secara politis mereka menempati posisi minoritas. Di Kota Pematang Siantar kualitas perempuan sudah dapat dikatakan baik diliat dari potensi, tingkat pendidikan dan strata hidup. Namun untuk terlibat dalam politik minat perempuan Kota Pematang Siantar masih terbilang sedikit, mereka lebih nyaman hanya menjadi partisipasi aktif politik dalam memilih, ketimbang harus dipilih, dan perempuan Kota Pematang Siantar banyak yang lebih memilih berada pada jajaran jabatan publik ketimbang jabatan politik. seperti yang diungkapkan Yesika Sidabalok,SH Perempuan di Kota Pematangsiantar sudah dapat dikatakan mampu dan memiliki skill, pemerataan pendidikan perempuan merata semakin meningkat. Perempuan sebenarnya sangat teliti dalam dan peka terhadap aspirasi. 79

20 Sayangnya mereka masih agak ragu-ragu terlibat dalam jabatan politik, mereka lebih banyak yang suka pada tataran jabatan publik. 41 Terkait peran anggota legislatif perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di Kota Pematang Siantar, Kepentingan perempuan dapat dibedakan menjadi kepentingan gender strategis dan kepentingan gender praktis. Kepentingan gender strategis lahir dari analisis subordinasi perempuan dalam masyarakat yang mendorong keinginan untuk mewujudkan tatanan sosial yang lebih adil gender. Contoh kepentingan gender strategis adalah penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, pemberian kesempatan bagi perempuan di bidang politik, tuntutan-tuntutan tersebut identik dengan feminisme. Sementara itu, kepentingan gender praktis berangkat dari kondisikondisi konkret yang dialami perempuan sehari-hari. Kepentingan gender praktis tidak mempersoalkan konstruksi gender yang tidak adil, melainkan bersumber dari kesulitan-kesulitan yang dihadapi perempuan dalam menjalankan fungsi-fungsi mereka sebagai perempuan, seperti masalah pemeliharaan anak, perawatan kesehatan, kebutuhan sanitasi lingkungan, air bersih dan pemenuhan kebutuhan pangan. Dari penelitian penulis, pada tahun 2016 telah ditemukan 64 kasus yang melibatkan perempuan namun hingga saat ini belum ada peraturan legislasi yang dikeluarkan oleh anggota legislatif kota Pematangsiantar yang khusus untuk memenuhi kebutuhan perempuan, organisasi anggota dewan perempuan atau KAUKUS juga belum ada dibentuk di legislatif kota Pematangsiantar, hal ini 41 Wawancara dengan Ibu Yesika Sidabalok, SH pada hari Rabu 3 Mei 2017 pukul

21 disebabkan oleh masih belum mengertinya sebahagian anggota legislatif mengenai tugas mereka sebagai wakil perempuan yang duduk sebagai dewan. Mereka sampai saat ini juga belum pernah menaikkan wacana tentang pembuatan program khusus untuk perempuan. Seperti yang dikatakan oleh ibu Asrida Sitohang Amd di dalam DPRD kota Pematang Siantar tidak ada program khusus yang diperuntukkan khusus untuk menanggapi kepentingan perempuan, dan juga para anggota legislatif perempuan hingga saat ini belum ada membentuk organisasi kaukus perempuan yang bertujuan khusus untuk merespon kepentingan perempuan di Pematang Siantar 42 Dalam hal ini memang tidak terlepas dari keberadaan laki-laki yang secara luas mendominasi arena politik, laki-laki sangat dominan dalam memformulasikan aturan-aturan permainan politik; dan laki-laki lah yang sering mendefinisikan standar untuk evaluasi. Sebagai anggota legislatif perempuan, sudah seharusnya mereka selalu memperdalam khasanah berpikir tentang politik, hal ini agar mereka dapat menunjukkan kualitas mereka dan mereka sebagai perempuan tidak disepelekan. Permasalahan nya bukan lah mengenai jumlah atau kuanttitas akan tetapi lebih kepada kualitas personal anggota legislatif perempuan dalam menyampaikan usulan menjadi faktor penting yang menentukan apakah anggota laki-laki akan mendukung usulan anggota legislatif perempuan atau tidak, karena respon 42 Wawancara dengan ibu Asrida Sitohang Amd Pada hari Rabu 18 Januari 2017 Pukul

22 anggota legislatif laki-laki sangat tergantung kepada kualitas bagaimana anggota perempuan dalam menyampaikan argumen. Sampai saat ini isu perempuan belum mendapatkan perhatian dari anggota DPRD kota Pematangsiantar. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya produk legislasi yang dikeluarkan khusus menanggapi dan mengatur kepentingan perempuan, maupun program dari DPRD yang khusus dibentuk untuk menanggapi permasalahan perempuan yang ada di kota Pematangsiantar. Kedudukan perempuan dalam ekonomi dan politik sangat strategis, sehingga diperlukan suatu skema pelayanan khusus bagi perempuan, seperti kemudahan pendidikan, kemudahan mengakses modal dan teknologi, semua itu semestinya dapat diatur dengan Perda sesuai dengan kewenangan daerah. Penulis melihat tentang perlunya Perda yang dapat mengakomodir kepentingan perempuan menunjukkan adanya perhatian anggota legislatif laki-laki terhadap persolan perempuan merupakan bukti kekritisan mereka dalam melihat persoalan perempuan, sebuah pandangan yang semestinya disampaikan oleh anggota legislatif perempuan. Peraturan Daerah Kota Pematangsiantar sampai saat ini belum ada yang secara khusus mengatur tentang kepentingan perempuan, namun dalam melandasinya, dasar hukum yang dipakai adalah Undang-Undang yang bersifat universal secara keseluruhan yang dipakai di Indonesia. UU No 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang pada ayat (1) disebutkan : setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, 82

23 psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Media massa merupakan salah satu sarana bagi anggota legislatif perempuan untuk menggalang kekuatan dalam memperjuangkan kepentingan perempuan. Melalui media massa, anggota legislatif dapat berwacana untuk membentuk opini publik. Media massa biasanya memanfaatkan peristiwaperistiwa tertentu yang berkaitan dengan persoalan perempuan ketika melakukan peliputan dan wawancara. Momentum yang biasanya dimanfaatkan media massa untuk melakukan peliputan dan wawancara adalah Hari Perempuan, Hari Ibu, Hari Kartini, saat ada audiensi di DPRD yang membawa persoalan-persoalan perempuan, saat komisi terkait terjun ke lapangan kemudian menemukan kasus, atau pada saat penyusunan anggaran untuk dinas-dinas pemerintah. Selain memperjuangkan kepentingan perempuan dalam proses legislasi, serta memanfaatkan media massa, anggota legislatif perempuan juga seharusnya membuka diri dan bekerjasama dengan masyarakat, terutamanya organisasi perempuan maupun lembaga pemerintahan yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Asrida Sitohang Amd Keterkaitan antara lembaga DPRD dengan lembaga pemberdayaan perempuan kota pematangsiantar belum lah terjalin dengan baik, kami di DPRD 83

24 tidak ada menyimpan data-data mengenai permasalahan perempuan, data-data tersebut dapat ditemukan di kantor BP2KB 43 Memang pada prakteknya di lapangan anggota DPRD perempuan kota pematangsiantar tidak bersinergi dengan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) Kota Pematangsiantar guna melakukan konsultasi untuk membahas masalah perempuan yang ada di kota ini. Seperti yang dikatakan oleh Ibu Juita Tarigan selaku bagian pemberdayaan di BP2KB kota Pematangsiantar Sejauh ini belum pernah kami melakukan kerjasama dengan DPRD kota Pematangsiantar, kami melakukan tugas kami sesuai arahan dari pemerintah kota, dan biasanya ketika kami menjalankan program para anggota dewan perempuan hanya datang sebagai tamu undangan yang di undang melalui Pemko 44 Seharusnya kerjasama antara anggota legislatif perempuan dengan Lembaga pemberdayaan perempuan sudah seharusnya dilaksanakan, agar tupoksi dari anggota dewan perempuan dalam memberdayakan perempuan dapat berjalan dengan optimal. Dengan demikian BP2KB ataupun organisasi perempuan di kota Pematangsiantar dapat menitipkan isu untuk diperjuangkan di lembaga legislatif. Ada empat indikator yang penulis digunakan untuk menilai apakah keterlibatan perempuan di parlemen berdampak positif atau berpihak pada kepentingan perempuan atau tidak, yaitu: 43 Wawancara dengan Ibu Asrida Sitohang Amd pada hari selasa 2 Mei 2017 Pukul Wawancara dengan Ibu Juita tarigan pada hari Kamis 19 Januari 2017 pukul

25 1. Perubahan institusional/prosedural yang menghasilkan peraturan-peraturan yang lebih ramah terhadap perempuan, 2. Perubahan representasi, termasuk tindakan di parlemen yang dirancang untuk menempatkan perempuan dalam posisi penting di parlemen 3. Perubahan terhadap keluaran (output), yaitu apakah lahir Undang-Undang atau regulasi yang mengakomodir keinginan perempuan(gender sensitive) 4. Perubahan wacana, sehingga menjadikan berpolitik sebagai sikap yang wajar dan membuat akses yang lebih besar bagi media dan publik kepada parlemen. Dari hasil penelitian, peran anggota legislatif perempuan di kota pematangsiantar secara keseluruhan masih lah minim, hal ini dapat dilihat dari belum adanya kebijakan ataupun program yang dimiliki khusus untuk mengakomodir kepentingan perempuan, selain itu juga belum terbentuknya KAUKUS perempuan di lembaga ini menjadi bahan penilaian bahwasanya anggota legislatif perempuan belum menjadikan kaum perempuan sebagai fokus kebijakan mereka, selama ini mereka belum pernah menaikkan isu ataupun wacana mengenai perempuan. Kepemimpinan perempuan di parlemen sebagai pengambil kebijakan juga menjalankan fungsi legislasi,anggaran,dan monitoring akan sangat berdampak dalam perkembangan perubahan bagi kemajuan pembangunan khususnya bagi kaum perempuan. Kerjasama dengan organisasi perempuan ataupun dengan lembaga pemerintah seperti BP2KB sudah semestinya harus segera dilaksanakan, agar 85

26 nantinya dapat mengakomodir kebutuhan khusus kaum perempuan di kota Pematangsiantar, nantinya dengan di adakan kerjasama ini merupakan bentuk keterbukaan diri dari para anggota dewan perempuan. Kerjasama ini juga menunjukkan arti penting organisasi perempuan dan BP2KB di mata anggota perempuan. 86

27 BAB IV PENUTUP 4.1 Kesimpulan Keterlibatan perempuan di kancah politik bukanlah sesuatu hal yang baru. Dalam sejarah perjuangan kaum perempuan, partisipasi perempuan dalam pembangunan telah banyak kemajuan dicapai terutama di bidang pendidikan, ekonomi, lembaga kenegaraan dan pemerintahan. Partisipasi perempuan dibidang politik pada masa reformasi kini mengalami perluasan peran menjadi anggota parlemen.pada prinsipnya perempuan di Indonesia secara hukum mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berkiprah dibidang politik. Tetapi karena alasan nilai kultural yang berkembang di masyarakat dan kendala struktural sehingga hanya sedikit sekali jumlah perempuan yang tampil di panggung politik. Sehingga dalam merepresentasikan kepentingan-kepentingan perempuan pun lemah untuk di perjuangkan. Mengingat kualitas perempuan secara Intelengesia dan potensi lainnya yang pada dasarnya sama dengan laki-laki, diharapkan dimasa mendatang, jumlah perempuan yang memasuki panggung politik dan menduduki posisi yang strategis di lembaga legislatif semakin meningkat demi tercapainya keadilan gender yang selama ini selalu menjadikan perempuan lemah. Dengan adanya keterwakilan perempuan di Parlemen diharapkan berbagai aspirasi yang berkaitan tentang masalah-masalah perempuan bisa terinstitusionalisasikan melalui berbagai produk politik yang dibuat. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun

28 tentang Pemilihan Umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, pasal 53 mengamanatkan agar partai politik memuat (keterwakilan) paling sedikit 30% perempuan dalam daftar calon legislatifnya. Kebijakan kuota perempuan paling sedikit 30% dalam daftar calon legislatif juga diperkuat dengan kebijakan pemerintah melalui Undang- Undang Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik.Keterwakilan perempuan dalam politik, terutama di lembaga perwakilan rakyat (DPR/DPRD), bukan tanpa alasan yang mendasar. Keterwakilan perempuan di legislatif merupakan suatu keharusan yang dipergunakan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan dalam arena legislasi, dengan adanya mereka diharapkan kepentingan perempuan dapat terwakili. Partisipasi perempuan yang terlibat seharusnya bukan untuk pemenuhan kuota belaka, namun lebih dari itu mereka semestinya menunjukkan kemampuan dirinya sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Penulis menyimpulkan : 1. Secara Kuantitas jumlah kuota 30% keterwakilan perempuan di DPRD Pematangsiantar belum terpenuhi,pada pemilihan legislatif tahun 2014 hanya terpilih 7 (tujuh) orang wakil perempuan. Namun demikian tidak seluruhnya anggota DPRD Perempuan Kota Pematangsiantar menunjukkan peranannya dalam merespon kepentingan perempuan di kota Pematangsiantar. Wakil-wakil perempuan di DPRD ini semestinya turut memperjuangkan kepentingan perempuan dalam proses legislasi. 88

29 2. Hubungan antara DPRD dengan lembaga perempuan lainnya seperti BP2KB belum memiliki sinergitas untuk melakukan kerjasama untuk melakukan program-program kerja yang berorientasi kepada perlindungan dan pemberdayaan perempuan di kota Pematangsiantar. B. Saran Setelah melakukan penelitian kurang lebih selama dua bulan dan dengan berbagai temuan di lapangan, maka penulis memberikan beberapa saran terkait dengan peran anggota DPRD Perempuan dalam merespon kepentingan perempuan di kota Pematangsiantar, antara lain : 1. DPRD Kota Pematangsiantar hendaknya melahirkan suatu regulasi dalam bentuk perda yang khusus untuk melindungi dan mengakomodasi kepentingan perempuan di kota Pematangsiantar. 2. Memberikan pemahaman khusus kepada setiap anggota legislatif perempuan sebagai representatif masyarakat, agar lebih paham mengenai fungsi nya dalam melindungi dan menanggapi kepentingan perempuan. 3. KAUKUS Perempuan sudah sepatutnya dibentuk di lembaga DPRD Kota Pematangsiantar, sebagai wadah yang khusus dalam merespon kepentingan perempuan. 4. Ketegasan semua unsure atau lembaga dalam menetapkan undang-undang terkait dengan politik perempuan, khususnya komisi pemilihan umum dan 89

30 partai politik. Partai Politik seharusnya memberikan kebebasan terhadap perempuan demi mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Komisi Pemilihan Umum juga dituntut untuk tegas dalam menerapkan aturan, dimana jika ada ditemukan partai politik yang tidak memenuhi aturan, maka tidak diberi izin untuk menjadi peserta pemilu. 90

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1

Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa) Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKB 1 Disampaikan pada Seminar Menghadirkan Kepentingan Perempuan: Peta Jalan Representasi Politik Perempuan Pasca 2014 Hotel Haris, 10 Maret 2016 Oleh Dra. Hj. Siti Masrifah, MA (Ketua Umum DPP Perempuan Bangsa)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran

BAB I PENDAHULUAN. Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% Daerah Kota Kendari tahun anggaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tulisan ini berupaya mengkaji tentang adanya kebijakan kuota 30% perempuan dan kaitannya dalam penyusunan anggaran responsif gender. Yang menjadi fokus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pandangan tentang perempuan di masyarakat tidak jarang menimbulkan pro dan kontra padahal banyak kemampuan kaum perempuan yang tidak dimiliki oleh laki - laki.

Lebih terperinci

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta

KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN BERDASARKAN FUNGSI DPRD DI KOTA SEMARANG PERIODE 2014-2019 Oleh: Hikmia Rahadini Pradipta Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Budiardjo dalam Dewi (2014: 1) menyatakan bahwa : Indonesia merupakan Negara yang menganut sistem demokrasi memiliki pemikiran mendasar mengenai konsep

Lebih terperinci

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Women can be very effective in navigating political processes. But there is always a fear that they can become pawns and symbols, especially if quotas are used. (Sawer,

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan adalah dimensi penting dari usaha United Nations Development Programme (UNDP) untuk mengurangi separuh kemiskinan dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan

I. PENDAHULUAN. wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki, maupun perempuan atas dasar perinsip persamaan derajat, dalam semua wilayah

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KESETARAAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara melindungi

Lebih terperinci

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita

Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita + Lembaga Akademik dan Advokasi Kebijakan dalam Perlindungan Perempuan dari Kekerasan Berbasis Gender Margaretha Hanita Disampaikan dalam Seminar Nasional "Jaringan dan Kolaborasi untuk Mewujudkan Keadilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih mulia yaitu kesejahteraan rakyat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, upaya membangun demokrasi yang berkeadilan dan berkesetaraan bukan masalah sederhana. Esensi demokrasi adalah membangun sistem

Lebih terperinci

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016

Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Strategi Gerakan untuk Kepentingan Perempuan Surya Tjandra Unika Atma Jaya Jakarta, 10 Maret 2016 Pijakan Awal Pengalaman perjuangan rakyat untuk gagasan2, prinsip2 dan kemungkinan2 baru, perlu terus berada

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI PROFIL DAN SUSUNAN DPRD KOTA PEMATANG SIANTAR Sejarah Singkat Mengenai DPRD Kota Pematang Siantar

BAB II DESKRIPSI PROFIL DAN SUSUNAN DPRD KOTA PEMATANG SIANTAR Sejarah Singkat Mengenai DPRD Kota Pematang Siantar BAB II DESKRIPSI PROFIL DAN SUSUNAN DPRD KOTA PEMATANG SIANTAR 2.1 Profil DPRD Kota Pematang Siantar 2.1.1 Sejarah Singkat Mengenai DPRD Kota Pematang Siantar Kota Pematangsiantar (sering disingkat Siantar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan

Lebih terperinci

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN

SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN SINERGI ANGGOTA PARLEMEN, MEDIA DAN OMS UNTUK MENDORONG KEBIJAKAN YANG BERFIHAK PADA PEREMPUAN MISKIN LENA MARYANA MUKTI Anggota DPR/MPR RI 2004-2009 Jakarta, 21 Mei 2015 1 PEREMPUAN DI LEMBAGA PEMBUAT

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY

PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY PEREMPUAN DALAM BIROKRASI Hambatan Kepemimpinan Perempuan dalam Birokrasi Pemerintah Provinsi DIY Rike Anggun Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada rikeanggunartisa@gmail.com

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative

I. PENDAHULUAN. pendidikan, pekerjaan, dan politik. Di bidang politik, kebijakan affirmative I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kebijakan affirmative action merupakan kebijakan yang berusaha untuk menghilangkan tindakan diskriminasi yang telah terjadi sejak lama melalui tindakan aktif

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017 KERANGKA ACUAN MENAKAR KEPEMIMPINAN PEREMPUAN TAHUN 2017 A. PENDAHULUAN Peningkatan kapasitas berpolitik perempuan pada hakikatnya adalah upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di legislatif sehingga

Lebih terperinci

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN

GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KESETARAN DAN KEADILAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara melindungi dan menjamin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk

BAB I PENDAHULUAN. Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persoalan perempuan sampai saat ini masih menjadi wacana serius untuk didiskusikan, selain karena terus mengalami perkembangan, juga banyak permasalahan perempuan

Lebih terperinci

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN

STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN STRATEGI MENINGKATKAN KETERWAKILAN PEREMPUAN Oleh: Ignatius Mulyono 1 I. Latar Belakang Keterlibatan perempuan dalam politik dari waktu ke waktu terus mengalami peningkatan. Salah satu indikatornya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dian Kurnia Putri, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gencarnya pembangunan yang dilakukan oleh negara pada hakikatnya memberikan dampak buruk kepada perempuan. Maraknya kasus-kasus yang terjadi terhadap perempuan seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di kebanyakan negara demokrasi, pemilihan umum dianggap lambang sekaligus tolok ukur, dari demokrasi itu (Budiardjo, 2009:461). Pemilihan umum dilakukan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun

BAB I PENDAHULUAN. jumlah suara yang sebanyak-banyaknya, memikat hati kalangan pemilih maupun BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pemilu merupakan salah satu arena ekspresi demokrasi yang dapat berfungsi sebagai medium untuk meraih kekuasaan politik. Karenanya, berbagai partai politik

Lebih terperinci

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan

PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK. MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan PEMILU & PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM POLITIK MY ESTI WIJAYATI A-187 DPR RI KOMISI X Fraksi PDI Perjuangan Tujuan Indonesia Merdeka 1. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia 2. Memajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan negara Indonesia yang terdiri dari banyak pulau dan Daerah mengharuskan untuk diterapkannya kebijakan otonomi daerah. Meskipun dalam UUD 1945 disebutkan

Lebih terperinci

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan BAB V PENUTUP BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini yang fokus terhadap Partai Golkar sebagai objek penelitian, menunjukkan bahwa pola rekrutmen perempuan di internal partai Golkar tidak jauh berbeda dengan partai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUNINGAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif Gender menjadi aspek dominan dalam politik, dalam relasi kelas, golongan usia maupun etnisitas, gender juga terlibat di dalamnya. Hubungan gender dengan politik

Lebih terperinci

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik

Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Perempuan di Ranah Politik Pengambilan Kebijakan Publik Sri Budi Eko Wardani PUSKAPOL - Departemen Ilmu Politik FISIP UI Lembaga Administrasi Negara, 21 Desember 2016 2 Partisipasi Perempuan di Ranah Politik

Lebih terperinci

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK

RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK RENCANA AKSI GLOBAL MENANG DENGAN PEREMPUAN: MEMPERKUAT PARTAI PARTAI POLITIK Sebagai para pemimpin partai politik, kami memiliki komitmen atas perkembangan demokratik yang bersemangat dan atas partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

2016 EKSISTENSI MAHASISWI D ALAM BERORGANISASI D I LINGKUNGAN FAKULTAS PEND ID IKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mahasiswa identik dengan kaum terdidik yang sedang menjalani proses pematangan intelektual. Peran ganda yang dijalani oleh mahasiswa mendorong mereka untuk

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Tugas : Melaksanakan urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah dan Tugas Pembantuan di bidang pemberdayaan perempuan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang Mengingat : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

BAB I PENDAHULUAN. dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan disuatu negara menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah dengan seluruh rakyatnya, baik itu laki-laki maupun perempuan. Seluruh rakyat berperan

Lebih terperinci

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda YURISKA, VOL. 2, NO. 1, AGUSTUS 2010 72 PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda ABSTRAK Hubungan

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2

PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk Luas Wilayah km 2 PROFIL KABUPATEN SAMPANG (2014) Tahun berdiri Jumlah penduduk 883.282 Luas Wilayah 1.233 km 2 Skor IGI I. 4,02 Anggaran pendidikan per siswa II. 408.885 rupiah per tahun III. Kota Yogyakarta KABUPATEN

Lebih terperinci

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa

DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN. Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa DEKLARASI TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN Majelis Umum, Diproklamasikan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 20 Desember 1993 [1] Mengikuti perlunya penerapan secara

Lebih terperinci

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin

Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Peningkatan Keterwakilan Perempuan dalam Politik pada Pemilu Legislatif Nurul Arifin Jakarta, 14 Desember 2010 Mengapa Keterwakilan Perempuan di bidang politik harus ditingkatkan? 1. Perempuan perlu ikut

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan

BAB I PENDAHULUAN. politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ditetapkannya kuota 30 persen untuk keterlibatan perempuan dalam proses politik yang secara legal masuk dalam Undang-undang partai politik merupakan terobosan besar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1482, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK. Partisipasi Politik. Perempuan. Legislatif. Peningkatan. Panduan. PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga

PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI. Murbanto Sinaga Karya Tulis PENGARUSUTAMAAN GENDER SEBAGAI UPAYA STRATEGIS UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRATISASI DALAM BIDANG EKONOMI Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER SALINAN BUPATI KEBUMEN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

perubahan paradigma baru di tanah air. Perubahan dalam tatanan pemerintahan daerah tersebut bertujuan menciptakan iklim demokratis dan

perubahan paradigma baru di tanah air. Perubahan dalam tatanan pemerintahan daerah tersebut bertujuan menciptakan iklim demokratis dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab yang diikuti oleh menguatnya isu demokratisasi lokal di Indonesia telah diyakini sebagai suatu perubahan paradigma baru di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang

BAB I PENDAHULUAN. Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keterlibatan perempuan di panggung politik merupakan isu yang sering kali diperdebatkan. Sejak tahun 2002, mayoritas para aktivis politik, tokoh perempuan dalam partai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu Negara yang menjalankan sistem demokrasi, akan tetapi pembangunan demokrasi di Indonesia seperti banyak mengalami rintangan dan halangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masyarakat yang menganut sistem patriarkhi seringkali menempatkan lakilaki pada posisi dan kekuasaan yang lebih dominan dibandingkan perempuan. Secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. politik yang sama sekali tidak demokratis. Di dalam masa transisi menuju

BAB I PENDAHULUAN. politik yang sama sekali tidak demokratis. Di dalam masa transisi menuju BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendemokrasian atau proses demokratisasi merupakan transisi menuju demokrasi yang bermuara kembar. 1 Demokratisasi merupakan langkah awal untuk menuju kehidupan yang

Lebih terperinci

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan

Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Keterwakilan Perempuan, Ketidakadilan dan Kebijakan Keadilan ke depan Oleh Dian Kartikasari Koalisi Perempuan Indonesia Page 1 Pokok Bahasan 1. Keterwakilan Perempuan dalam Politik 2. Keterwakilan Perempuan

Lebih terperinci

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota

Kesimpulan K E S I M P U L A N. DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota K E S I M P U L A N Kesimpulan CECILIA BYLESJÖ DAN SAKUNTALA KADIRGAMAR-RAJASINGHAM DALAM TAHUN 1965, JUMLAH TOTAL PEREMPUAN YANG MENJABAT sebagai anggota parlemen mencapai 8,1 persen. Pada tahun 2002

Lebih terperinci

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN

2015 PERANAN PEREMPUAN DALAM POLITIK NASIONAL JEPANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang merupakan negara maju yang terkenal dengan masyarakatnya yang giat bekerja dan juga dikenal sebagai negara yang penduduknya masih menjunjung tinggi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1604, 2014 BNPB. Penanggulangan. Bencana. Gender. Pengarusutamaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN BENCANA NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK

BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK 74 BAB IV TINJAUAN FIQH SIYASAH DAN UU NO. 8 TAHUN 2012 MENGENAI IMPLEMENTASI KUOTA 30% KETERWAKILAN CALON LEGISLATIF PEREMPUAN DI DAPIL 4 GRESIK A. Analisis Terhadap Implementasi kuota 30% Keterwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan

BAB I PENDAHULUAN. Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan. minoritas seperti pemuda, petani, perempuan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Disertasi ini mengkaji tentang relasi gender dalam keterlibatan perempuan di radio komunitas. Karakteristik radio komunitas yang didirikan oleh komunitas, untuk komunitas

Lebih terperinci

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah

ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah ADVOKASI KESEHATAN Waktu : 45 Menit Jumlah soal : 30 buah Petunjuk Umum: Baca dan tandatangani pernyataan patuh pada Etika Akademik Pilihan Ganda 1. Berilah tanda silang pada lembar jawaban dengan memilih

Lebih terperinci

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari

PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA. Oleh: Chandra Dewi Puspitasari PEREMPUAN DAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Oleh: Chandra Dewi Puspitasari Pendahuluan Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN RESPONSIF GENDER PADA SATUAN KERJA PERANGKAT ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan

BAB V PENUTUP. dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk. undang-undang. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh DPR dan 119 BAB V PENUTUP A. Simpulan Calon legislatif merupakan lembaga perwakilan yang anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Setiap rancangan undang-undang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan reformasi 1998 telah membawa angin perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Sistem pemerintahan yang sentralis dengan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi di Indonesia merupakan salah satu dari nilai yang terdapat dalam Pancasila sebagai dasar negara yakni dalam sila ke empat bahwa kerakyatan dipimpin oleh hikmat

Lebih terperinci

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel

Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Laporan Penyelenggaraan Seminar Publik Representasi Politik Perempuan: RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender 16 Januari 2014 Grand Kemang Hotel Latar Belakang Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI)

Lebih terperinci

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009

DEPARTEMEN ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2009 Skripsi PEREMPUAN DAN POLITIK (Studi Penetepan Kuota 30% Calon Anggota Legislatif Perempuan oleh Partai PNI Marhaenisme dan Partai Sarikat Indonesia di Kota Medan) D I S U S U N Oleh : Nama : Eka Parinduri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya

I. PENDAHULUAN. melalui penghargaan terhadap perbedaan-perbedaan yang ada, khususnya 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah masyarakat dapat dikatakan demokratis jika dalam kehidupannya dapat menghargai hak asasi setiap manusia secara adil dan merata tanpa memarginalkan kelompok

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014

ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 ANGGARAN DASAR KOMNAS PEREMPUAN PENGESAHAN: 11 FEBRUARI 2014 PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya hak-hak asasi dan kebebasan-kebebasan fundamental manusia melekat pada setiap orang tanpa kecuali, tidak dapat

Lebih terperinci

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA

PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA PEREMPUAN &PEMBANGUNAN DIAN KARTIKASARI KOALISI PEREMPUAN INDONESIA SITUASI PEREMPUAN, KINI Data BPS per 2013, Rata-rata Lama Sekolah Anak Laki-laki 8 Th dan Perempuan 7 Th (tidak tamat SMP) Prosentase

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG 2010, No.617 6 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2010 TENTANG PANDUAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra.

BAB I PENDAHULUAN. berperan penting atau tokoh pembawa jalannya cerita dalam karya sastra. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra memuat perilaku manusia melalui karakter tokoh-tokoh cerita. Hadirnya tokoh dalam suatu karya dapat menghidupkan cerita dalam karya sastra. Keberadaan

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab

BAB I PENDAHULUAN. demokrasi, desentralisasi dan globalisasi. Jawaban yang tepat untuk menjawab BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Memasuki abad 21, hampir seluruh negara diberbagai belahan dunia (termasuk Indonesia) menghadapi tantangan besar dalam upaya meningkatkan sistem demokrasi,

Lebih terperinci

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR.. TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH, Menimbang : a. bahwa perempuan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu fenomena yang sering menjadi bahan perbincangan setiap orang. Perempuan sering kali menjadi korban diskriminasi, pelecehan,

Lebih terperinci

jabatan di struktur Pemko Pematangsiantar? 6. Dan mengapa etnis lainnya seperti Mandailing, Nias dan lain-lain sedikit menduduki

jabatan di struktur Pemko Pematangsiantar? 6. Dan mengapa etnis lainnya seperti Mandailing, Nias dan lain-lain sedikit menduduki Pedoman Wawancara: 1. Bagaimana penilaian Anda terhadap perkembangan politik di Kota Pematangsiantar? 2. Bagaimana penilaian Anda terhadap kondisi politik di Kota Pematangsiantar ditengah keberagaman etnis

Lebih terperinci

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

IV.B.14. Urusan Wajib Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak 14. URUSAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK Pembangunan daerah Kabupaten Wonosobo ditujukan untuk seluruh penduduk tanpa membedakan laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun orang dewasa.

Lebih terperinci

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG 1 PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 01 TAHUN 2014 TENTANG TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN

Lebih terperinci

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK

PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK PANDANGAN AKHIR FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA DPR-RI TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PARTAI POLITIK Disampaikan oleh : Ir. Apri Hananto Sukandar, M.Div Nomor Anggota : A- 419 Yang terhormat Pimpinan

Lebih terperinci

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH

PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD. Oleh : Imam Asmarudin, SH PERAN ALAT KELENGKAPAN DEWAN DAN PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD Oleh : Imam Asmarudin, SH Abstraks Pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rumah tangga merupakan unit yang terkecil dari susunan kelompok masyarakat, rumah tangga juga merupakan sendi dasar dalam membina dan terwujudnya suatu negara. Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 10 TAHUN 2005 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK)

DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) DISAMPAIKAN OLEH : YUDA IRLANG, KORDINATOR ANSIPOL, ( ALIANSI MASYARAKAT SIPIL UNTUK PEREMPUAN POLITIK) JAKARTA, 3 APRIL 2014 UUD 1945 KEWAJIBAN NEGARA : Memenuhi, Menghormati dan Melindungi hak asasi

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 33 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru

BAB I PENDAHULUAN. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) sebenarnya bukan hal yang baru di Indonesia, namun selama ini selalu dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga maupun

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017

KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 KERANGKA ACUAN PELAKSANAAN PELATIHAN PENINGKATAN KAPASITAS PEREMPUAN KADER ORGANISASI PARTAI POLITIK PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2017 A. PENDAHULUAN Peningkatan kapasitas berpolitik perempuan pada hakikatnya

Lebih terperinci

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi Yuliani Paris, M.Sc. Nomor Anggota : A-183 FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENDAPAT AKHIR FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMILIHAN UMUM ANGGOTA DPR, DPD DAN DPRD Dibacakan oleh: Dr. Ir. Hj. Andi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Konsep Keuangan Daerah 2.1.1.1. Pengertian keuangan daerah Dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI No. 58 Tahun 2005, tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah Begitu banyak permasalahan yang dialami oleh masyarakat Indonesia khususnya yang menimpa kaum perempuan seperti kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), pelecehan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PERCEPATAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEBUMEN, Menimbang : a. bahwa kemiskinan adalah masalah

Lebih terperinci

H. Afif Nurhidayat, S.Ag.

H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Peran Legislatif dalam mendorong Perda Kabupaten Wonosobo Ramah HAM H. Afif Nurhidayat, S.Ag. Ketua DPRD Wonosobo Disampaikan dalam Workshop Penyusunan Peraturan Daerah Pada Festival Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk

BAB I PENDAHULUAN. mengurus rumah dan selalu berada di rumah, sedangkan laki-laki adalah makhluk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman telah banyak mengubah pandangan tentang perempuan, mulai dari pandangan yang menyebutkan bahwa perempuan hanya berhak mengurus rumah dan selalu

Lebih terperinci

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RESUME RESUME PARAMETER KESETARAAN GENDER DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 1. Apa latar belakang perlunya parameter gender dalam pembentukan peraturan perundangundangan. - Bahwa masih berlangsungnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan

I. PENDAHULUAN. pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di Negara Indonesia ini terdapat berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, pulau-pulau dan lebih kebudayaan, upaya menguraikan kondisi hubungan perempuan dan

Lebih terperinci

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU

ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU ADVOKASI UNTUK PEMBAHASAN RUU PEMILU 1. Sistem Pemilu Rumusan naskah RUU: Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional dengan daftar calon

Lebih terperinci