BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan pariwisata dalam menunjang perekonomian baik pada level daerah dan maupun nasional saat ini terus meningkat. Identifikasi awal menunjukkan adanya perkembangan yang cukup signifikan pada volume wisatawan nusantara dan mancanegara di Indonesia. Besarnya peningkatan tersebut berimplikasi pada besarnya volume uang yang beredar yang akhirnya berdampak pada pendapatan masyarakat. Data dari Rencana Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan peran pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2012 mencapai 4,5% yang diharapkan terus meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, diindikasikan masih terdapat permasalahan dalam penyebaran destinasi wisata, yang sebagian besar masih terfokus di Kawasan Barat Indonesia, khususnya Jawa, yang mencapai 57% dari total wisatawan nusantara (Kemenparekraf, 2010). Padahal dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun telah ditetapkan 222 (dua ratus dua puluh dua) Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional (KPPN) di 50 (lima puluh) Destinasi Pariwisata Nasional (DPN) dan 88 (delapan puluh delapan) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu hal yang menyebabkan belum optimalnya pengembangan destinasi wisata sebagaimana diuraikan dalam Rencana Strategis Kemenparekraf adalah ketidaksiapan sarana, prasarana termasuk sarana dan prasarana perhubungan laut, khususnya di Kawasan Timur Indonesia. Transportasi laut menjadi hal yang sangat penting dalam pariwisata, terlebih dalam kaitannya dengan wisata maritim (maritime tourism) di wilayah timur Indonesia. Indonesia bagian timur dikenal sebagai tujuan wisata oleh wisatawan dalam negeri dan wisatawan mancanegara. Namun, harus diakui bahwa sarana dan prasarana pariwisata, utamanya aksesibilitas di wilayah Indonesia bagian timur masih belum memadai dan perbaikannya perlu menjadi prioritas pemerintah. Ketersediaan fasilitas dan insfrastruktur dalam rangka kelancaran transportasi, terutama transportasi laut menjadi salah satu peran strategis dalam memajukan sektor pariwisata. Saat ini, Pemerintah sedang dalam upaya pengembangan kawasan

2 strategis pariwisata dan ekonomi kreatif yang mengarah ke Indonesia bagian timur sebagai upaya memeratakan destinasi wisata agar tidak menumpuk di wilayah barat. Namun perlu diakui bahwa aksesibilitas kurang maksimal dikarenakan masih minimnya sarana dan infrastruktur transportasi laut yang mendukung hal tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan suatu upaya pemerintah dalam bentuk strategi dan kebijakan nasional. Dengan memperhatikan uraian permasalahan tersebut, maka kajian ini dilakukan sebagai upaya memberikan solusi aspek transportasi khususnya transportasi laut bagi optimalisasi pengembangan kawasan wisata maritim di Kawasan Timur Indonesia. B. Maksud dan Tujuan Kajian Rumusan masalah yang akan dijawab dalam pelaksanaan penelitian meliputi: 1. Bagaimana kondisi penyelenggaraan transportasi laut khususnya untuk mendukung pariwisata maritim di Indonesia: sarana, prasarana, rute, jadwal? 2. Bagaimana kondisi pariwisata maritim di Indonesia: lokasi wisata, asal dan tujuan wisata, karakteristik wisatawan? 3. Bagaimana kebutuhan pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata maritim di Indonesia? 4. Bagaimana strategi dan kebijakan untuk menutup kebutuhan tersebut? Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maksud dari studi adalah menganalisis dan mengevaluasi tantangan dan peluang pengembangan pelayanan transportasi laut di kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian Timur. Tujuan dari studi ini adalah adalah tersusunnya strategi dan kebijakan nasional pola pengembangan pelayanan transportasi laut dalam upaya mendukung pengembangan kawasan strategis pariwisata di kawasan Indonesia bagian Timur. C. Ruang Lingkup Penelitian Kegiatan yang akan dilakukan dalam pelaksanaan kajian meliputi: 1. Inventarisasi peraturan perundang-undangan dan literatur yang mengatur kepariwisataan di Indonesia; 2. Inventarisasi potensi kawasan strategis pengembangan pariwisata di Indonesia bagian timur yang dilayani oleh transportasi laut; 3. Inventarisasi potensi ekonomi yang berasal dari sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; 2

3 4. Identifikasi jaringan trayek kapal penumpang di Indonesia bagian timur; 5. Identifikasi infrastruktur transportasi laut yang dapat mendukung dan digunakan untuk sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; 6. Identifikasi rencana pengembangan pelabuhan wisata (cruise); 7. Identifikasi potensi-potensi wisata maritim (maritime tourism) di kawasan Indonesia bagian timur; 8. Analisis kinerja pelayanan transportasi laut pendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur; 9. Analisis kebutuhan pengembangan pelayanan transportasi laut di kawasan Indonesia bagian timur; 10. Analisis strategi pengembangan pelayanan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur; 11. Penyusunan rekomendasi. Kegiatan dilaksanakan dengan batasan menyusun konsep pengembangan pelayanan transportasi laut untuk mendukung pengembangan kawasan strategis pariwisata laut di Indonesia Timur. Satu hal yang perlu menjadi catatan dalam kajian ini adalah penggunaan istilah pariwisata maritim yang tidak dikenal dalam peristilahan di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menggunakan istilah pariwisata bahari (marine tourism). Untuk mensinkronkan peristilahan dan menghindari kerancuan pemahaman, maka dalam kajian ini seluruh penggunaan istilah pariwisata maritim memiliki makna yang sama dengan pariwisata bahari, yaitu wisata yang memiliki obyek daya tarik alam di pantai maupun laut (interpretasi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun ). D. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian adalah: 1. Bagi pemegang kebijakan di sektor pariwisata: sebagai referensi dalam pengembangan pariwisata maritim di masa mendatang, dengan mempertimbangkan kondisi dan rencana pengembangan transportasi laut; 2. Bagi pemegang kebijakan di sektor perhubungan: sebagai referensi dalam menetapkan kebijakan dan strategi pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata maritim. 3

4 G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan laporan adalah sebagai berikut: Bab I Pendahuluan, berisi tentang konteks pelaksanaan kajian; Bab II Metode Penelitian, berisi tentang cara penyelesaian pekerjaan; Bab III Analisis dan Pembahasan, berisi tentang analisis kinerja pelayanan transportasi aut pendukung kawasan strategis pariwisata, analisis permintaan pariwisata maritim, analisis kebutuhan pengembangan pelayanan transportasi dan analisis strategi pengembangan pelayanan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata. Dalam analisis dilengkapi juga dengan analisis SWOT yang mendasari penyusunan Kebijakan, Strategi dan Program pelayanan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata beserta program implementasinya. Bab IV Kesimpulan dan Saran, berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil kajian. 4

5 BAB II METODE PENELITIAN Dalam bagian ini diuraikan mengenai pendekatan yang digunakan dalam kajian, serta tahapan pelaksanaan yang akan dilakukan untuk menjalankan ruang lingkup kajian. A. Pendekatan Pendekatan pengembangan jaringan transportasi untuk pariwisata yang berkelanjutan perlu meninjau berbagai aspek yang mencakup identifikasi kondisi dan kebijakan, sintesis antara faktor penunjang pariwisata dan transportasi, perencanaan jaringan dan rencana implementasi (Lumsdon, 2000). Secara skematis, pendekatan tersebut disajikan dalam Gambar 2.1. Identifikasi kebijakan transportasi dan pariwisata eksisting Sintesis data eksisting pada aliran transportasi dan pariwisata Identifikasi infrastruktur transportasi eksisting Sintesis faktor-faktor penunjang pariwisata dan transportasi: - Aksesibilitas dari akomodasi dan daya tarik lokasi - Indikator keberlanjutan - Struktur instansional dan penyedia - Lingkungan pasar - Dampak eksisting dan potensinya Perencanaan jaringan: - Maksud dan tujuan - Revisi hirarki perencanaan - Memberikan input dasar yang strategis - Rencana implementasi - Tanggung jawab stakeholder yang terpercaya - Aspek estetika dan standar desain Rencana implementasi: - Rencana infrastruktur - Pemasaran dan komunikasi - Pengawasan dan review - Pengaturan, perawatan dan penambahan/pengurangan Gambar 2. 1 Pendekatan Pengembangan Transportasi Laut untuk Mendukung Pariwisata yang Berkelanjutan Sumber: L. Lumsdon, 2000, Cycle Tourism A Model for Sustainable Development? 5

6 Sesuai pendekatan tersebut, maka perlu dilakukan identifikasi pada aspek pariwisata dan transportasi secara bersama-sama. Pendekatan dari sisi pariwisata akan mencakup 2 aspek, yaitu (McIntosh, dkk, 1995): 1. Pendekatan sistem kepariwisataan Pendekatan ini menegaskan keterkaitan antara komponen produk, pasar, kelembagaan sebagai suatu kesatuan yang integral. Ketersediaan produk menjadi impuls bagi pasar wisatawan untuk melakukan perjalanan. Salah satu komponen produk adalah moda transportasi. Wisatawan membutuhkan moda transportasi yang handal dalam arti nyaman dan aman, mudah dijangkau, tepatwaktu, biaya murah dan berkualitas. Penyediaan sarana transportasi seperti itu akan memacu wisatawan untuk mengunjungi kawasan-kawasan strategis pariwisata di bagian timur Indonesia. Kelembagaan berfungsi untuk menghubungkan pasar dan produk dalam arti bagaimana pengelolaan produk (manajemen transportasi) yang tepat harus dilakukan. 2. Pendekatan pariwisata berkelanjutan Pendekatan ini menegaskan urgensi pemanfaatan dan pemeliharaan sumberdaya pariwisata secara cermat (well planned) sebagai jaminan untuk memperoleh hasil optimal dalam jangka panjang. Implikasi pendekatan ini pada pengembangan transportasi di kawasan strategis pariwisata adalah pemanfaatan sumberdaya lokal sebagai prioritas, baik dalam bentuk materi/bahan baku maupun kearifan. Di sini perlu dipertimbangkan penggunaan perahu kapal yang dibuat oleh penduduk dengan meningkatkan standar dan mutu yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan. Dengan demikian, pemanfaatan tenaga kerja lokal baik sebagai pembuat perahu kapal maupun sebagai pemilik usaha transportasi dapat ditingkatkan. Kedua pendekatan tersebut diharapkan akan memiliki peran yang seimbang dalam penyusunan rumusan strategi dan rekomendasi yang akan dihasilkan. Berdasarkan kedua pendekatan tersebut, akan dapat diidentifikasi kebutuhan pengembangan transportasi sesuai dengan demand dan karakteristik pariwisata yang terbentuk. Kebutuhan pengembangan transportasi yang diperlukan akan dapat mencakup kebutuhan pengembangan kapal wisata (cruise ship), pengembangan kapal penumpang komersial (ferry, kapal cepat, pelayaran laut), dan pengembangan. Pengembangan moda transportasi yang berbeda tersebut dilakukan dengan memperhatikan volume dan karakteristik wisatawan yang ada di suatu wilayah. Dari sisi transportasinya, maka pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata akan memperhatikan volume penumpang, 6

7 kondisi geografis/ perairan, iklim, ketersediaan sarana dan prasarana yang saat ini tersedia, serta yang diperlukan di masa mendatang. Proyeksi potensi penumpang di masa mendatang yang salah satunya ditimbulkan oleh aktifitas pariwisata merupakan masukan penting dalam perencanaan sarana dan prasarana transportasi laut di masa mendatang. B. Metodologi Metodologi kegiatan pada setiap tahapan disajikan secara skematis dalam Gambar 2.2. Keluaran Tahapan kegiatan Metodologi Lap. Pendahuluan Lap. Antara Metodologi dan Rencana Kerja Tahap Identifikasi Kondisi Eksisting: a. Inventarisasi peraturan perundang-undangan dan literatur yang mengatur kepariwisataan di Indonesia; b. Inventarisasi potensi kawasan strategis pengembangan pariwisata di Indonesia bagian timur yang dilayani oleh transportasi laut; c. Inventarisasi potensi ekonomi yang berasal dari sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; d. Identifikasi jaringan trayek kapal penumpang di Indonesia bagian timur; e. Identifikasi infrastruktur transportasi laut yang dapat mendukung dan digunakan untuk sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; f. Identifikasi rencana pengembangan pelabuhan wisata (cruise); g. Identifikasi potensi-potensi wisata maritim (maritime tourism) di kawasan Indonesia bagian timur. Kajian meja: studi literatur, diskusi tenaga ahli Kajian meja: studi literatur, diskusi tenaga ahli Kajian lapangan: identifikasi kondisi, diskusi stakeholders Konsep Lap. Akhir Tahap Analisis: a. Analisis konektifitas transportasi laut pendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur; b. Analisis kebutuhan pengembangan pelayanan transportasi laut di kawasan Indonesia bagian timur; c. Analisis SWOT penyelenggaraan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur. Kajian meja: pengolahan hasil survei, diskusi tenaga ahli Lap. Akhir Tahap Rekomendasi: strategi dan kebijakan nasional pola pengembangan pelayanan transportasi laut dalam upaya mendukung pengembangan kawasan strategis pariwisata di kawasan Indonesia bagian timur. Kajian meja: simpulan hasil analisis, diskusi tenaga ahli Gambar 2. 2 Tahapan Pelaksanaan 7

8 1. Tahap Identifikasi Kondisi Eksisting Identifikasi kondisi eksisting akan mencakup: a. Inventarisasi peraturan perundang-undangan dan literatur yang mengatur kepariwisataan di Indonesia; b. Inventarisasi potensi kawasan strategis pengembangan pariwisata di Indonesia bagian timur yang dilayani oleh transportasi laut; c. Inventarisasi potensi ekonomi yang berasal dari sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; d. Identifikasi jaringan trayek kapal penumpang di Indonesia bagian timur; e. Identifikasi infrastruktur transportasi laut yang dapat mendukung dan digunakan untuk sektor pariwisata di Indonesia bagian timur; f. Identifikasi rencana pengembangan pelabuhan wisata (cruise); g. Identifikasi potensi-potensi wisata maritim (maritime tourism) di kawasan Indonesia bagian timur. Sebagai tambahan, perlu dilakukan identiifikasi karakteristik penyelenggaraan pariwisata yang berkunjung di suatu daerah, seperti: a. Identifikasi up-and-down jumlah wisatawan menurut waktu (peak-low season) yang berkaitan dengan kebutuhan jumlah, jenis dan frekuensi moda transportasi laut; b. Identifikasi tipologi wisatawan (mass-special interest) yg berimplikasi pada tipe moda transportasi; c. Identifikasi kelembagaan pengelolaan usaha kapal/pelayaran laut di kawasan strategis pariwisata Indonesia bagian timur. Identifikasi dilakukan dengan pengumpulan data sekunder melalui survei kepustakaan, meliputi teori-teori, referensi-referensi, serta peraturan perundang-undangan, yang terkait dan relevan dengan tujuan studi. Selain itu, akan dikumpulkan dokumen perencanaan pengembangan pariwisata maupun transportasi laut di wilayah studi pada instansi/dinas yang ada di wilayah tersebut. Pengumpulan data primer dilakukan melalui survei lapangan pada pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, didukung wawancara mendalam terhadap stakeholders pada instansi pemerintah terkait, dalam hal ini Dinas Perhubungan dan Dinas Pariwisata. Kegiatan survei akan dilakukan di 7 lokasi, yaitu Jakarta, 8

9 Tabel 2.1 Semarang, Denpasar, Kupang, Mataram, Manado dan Sorong. Mencermati lokasi survei yang tidak semuanya berada di wilayah Indonesia bagian Timur, indikasi kegiatan survei yang akan dilakukan diuraikan dalam tabel berikut: Indikasi Kegiatan di Lokasi Survei No Lokasi Indikasi kegiatan survei 1 Jakarta, DKI Jakarta 2 Semarang, Jawa Tengah Pengumpulan data sekunder dan kebijakan pengembangan pariwisata dan transportasi laut di Indonesia Best practices pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata darat Rencana pengembangan pariwisata (Masterplan Pariwisata/RIPP) 3 Denpasar, Bali Best practices pengembangan transportasi laut untuk menunjang pariwisata maritim Rencana pengembangan pariwisata (Masterplan Pariwisata/RIPP) 4 Kupang, Nusa Tenggara Timur 5 Mataram, Nusa Tenggara Barat 6 Manado, Sulawesi Utara 7 Sorong, Papua Barat Identifikasi kondisi pariwisata eksisting dan rencana pengembangan (Masterplan Pariwisata/RIPP) Identifikasi kondisi transportasi laut eksisting dan kebutuhan pengembangannya Identifikasi kondisi pariwisata eksisting dan rencana pengembangan (Masterplan Pariwisata/RIPP) Identifikasi kondisi transportasi laut eksisting dan kebutuhan pengembangannya Identifikasi kondisi pariwisata eksisting dan rencana pengembangan (Masterplan Pariwisata/RIPP) Identifikasi kondisi transportasi laut eksisting dan kebutuhan pengembangannya Identifikasi kondisi pariwisata eksisting dan rencana pengembangan (Masterplan Pariwisata/RIPP) Identifikasi kondisi transportasi laut eksisting dan kebutuhan pengembangannya 2. Tahap Analisis Beberapa kegiatan yang akan dilakukan antara lain: 9

10 a. Analisis kinerja pelayanan transportasi laut pendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur; Kinerja pelayanan transportasi laut diukur dengan tingkat konektifitas ke lokasi wisata, yang dibagi atas: 1) Konektifitas dalam lingkup global yang menghubungkan jaringan pelayaran kapal pesiar ke pelabuhan utama di Indonesia, 2) Konektifitas dalam lingkup nasional yang menghubungkan antar wilayah di Indonesia, yang dilakukan oleh pelayaran laut dan lintas 3) Konektifitas dalam lingkup lokal, yang menghubungkan ke lokasi wisata, yang dilakukan oleh. b. Analisis SWOT pengembangan pelayanan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata di Indonesia bagian timur. Analisis SWOT dilakukan untuk mengidentifikasi aspek internal dan eksternal dari wilayah studi, terkait dengan aspek transportasi dan pariwisata. Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan (strong), kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan tantangan (threath), serta strategi yang dapat dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan. Secara skematis, analisis SWOT disajikan dalam gambar berikut: Gambar 2. 3 Analisis SWOT 10

11 Analisis dan evaluasi dilakukan secara komprehensif, dengan pendekatan deskriptif dan kuantitatif yang ditunjang oleh data primer hasil pengukuran, pengamatan dan wawancara serta data sekunder. Tahapan dan skema analisis perencanaan dan pengembangan transportasi laut disajikan dalam Gambar 2.4. Aspek permintaan: - Volume o Jumlah orang o Jumlah perjalanan - Lokasi o Asal perjalanan o Tujuan perjalanan - Karakteristik o Kualitas layanan yang diharapkan o Jenis perjalanan wisata yg diharapkan - Proyeksi permintaan o Potensi wisata o Rencana pengembangan o Pertumbuhan pendapatan o Pertumbuhan penduduk Aspek penyediaan: - Prasarana o Panjang dermaga o Kualitas dermaga o Kapasitas terminal o Kapasitas fasilitas pendukung - Sarana o Kapasitas sarana o Kualitas sarana - Operasi o Frekuensi sarana o Pengembangan rute o Standar operasi dan keselamatan - Rencana pengembangan o Kebijakan terkait Analisis: - Konektifitas - SWOT Kebutuhan pengembangan: - Sarana - Prasarana Rencana implementasi: - Biaya - Waktu - Instansi/lembaga pelaksana Gambar 2. 4 Skema Analisis Perencanaan dan Pengembangan Transportasi Laut 3. Tahap Penyusunan Rekomendasi Cakupan rekomendasi yang akan disusun diharapkan mampu menjawab maksud dan tujuan penelitian, yaitu tersusunnya strategi dan kebijakan nasional pola pengembangan pelayanan transportasi laut dalam upaya mendukung pengembangan kawasan 11

12 strategis pariwisata di kawasan Indonesia bagian timur. Rekomendasi yang diberikan merupakan simpulan akhir dari hasil identifikasi dan analisis yang dilakukan pada tahap sebelumnya. Berdasarkan rangkuman kajian literatur yang dilakukan, maka rekomendasi pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata maritim diarahkan pada transportasi laut yang memiliki karakteristik: a. mampu menjangkau dan melayani rute pelayaran dari dan ke pulau-pulau kecil secara berkala; b. menggunakan inovasi teknologi modern secara proporsional dan minimal bahan pencemar; c. menggunakan moda transportasi bertonase kecil-menengah namun tetap laik dari sisi keamanan dan kenyamanan; d. mengangkut wisatawan secara cepat dan tepat-waktu dari dan ke kawasan-kawasan pariwisata maritim. Prinsip-prinsip pengembangan tersebut akan mendasari strategi dan rekomendasi yang akan diperinci lebih lanjut dalam keluaran kajian. 12

13 BAB III ANALISIS DAN PEMBAHASAN Analisis dilakukan terhadap aspek konektifitas wilayah serta analisis SWOT sebagaimana diuraikan dalam bagian berikut: A. Analisis Konektifitas Penyediaan Transportasi Laut dalam Mendukung Pengembangan Pariwisata Maritim Konektifitas transportasi laut dalam mendukung pengembangan pariwisata maritim dapat diidentifikasi dengan ketersediaan pelabuhan, sarana serta rute untuk menuju lokasi wisata. Berdasarkan sifat pergerakannya, konektifitas transportasi laut ke destinasi wisata dapat dibagi dalam konektifitas global, nasional dan lokal. Konektifitas global merupakan keterhubungan kota-kota di Indonesia dengan jalur pelayaran wisata dunia, yang dilayani oleh kapal pesiar besar (cruise ship). Konektifitas global memerlukan daya tarik wisata yang tinggi, sehingga mampu menarik minat wisatawan dengan kapal kelas dunia untuk menyinggahi destinasi wisata. Konektifitas global juga memerlukan dukungan prasarana dan sarana yang memadai agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan standar internasional. Konektifitas nasional, merupakan pergerakan antar kota di Indonesia, yang diindikasikan dilayani oleh pelayaran laut dan penyeberangan secara reguler. Konektifitas lokal, merupakan pergerakan dari suatu kota ke lokasi wisata maritim terdekat, yang diindikasikan dilayani oleh pelayaran rakyat yang dijalankan secara mandiri dan non reguler. Pola-pola tersebut secara skematis disajikan dalam gambar berikut: Pelayaran cruise Pelayaran laut, penyeberangan Pelayaran rakyat Lokasi wisata Lokasi wisata Pelabuhan Utama Pelabuhan Pengumpul, Pelabuhan Pengumpan Lokasi wisata Gambar 3. 1 Pola Konektifitas Pergerakan Wisatawan Uraian konektifitas dalam ketiga kategori tersebut disajikan dalam 13

14 bagian berikut: 1. Konektifitas Global Tabel 3. 1 Konektifitas dengan pergerakan global kapal pesiar ditunjukkan dengan kemampuan pelabuhan menerima kapal pesiar dengan kapasitas besar. Beberapa pelabuhan tersebut beserta indikasi cakupan wilayah layanan destinasi wisata maritim adalah sebagai berikut: Kondisi Konektifitas Global No Pelabuhan Destinasi wisata maritim 1 Sabang, Nangroe Aceh Darussalam Pulau Weh 2 Tanjung Priok, DKI Jakarta Kepulauan Seribu 3 Tanjung Emas, Jawa Tengah Karimunjawa 4 Probolinggo, Jawa Timur 5 Tanjung Perak, Jawa Timur 6 Tanjung Ampo, Bali Bali dan Nusa Lembongan 7 Celukan Bawang, Bali Bali dan Nusa Lembongan 8 Benoa, Bali Bali dan Nusa Lembongan 9 Lembar, Nusa Tenggara Barat Gili Tramena 10 Makassar, Sulawesi Selatan 11 Bitung, Sulawesi Utara Bunaken 12 Sorong, Papua Barat Raja Ampat Sumber: Analisis konsultan, 2013 Berdasarkan identifikasi tersebut, dapat dilihat bahwa pelabuhan dengan kemampuan menerima kapal wisata besar terpusat pada pelabuhan di Jawa dan Bali. Keberadaan pelabuhan belum mampu melayani kapal pesiar pada beberapa lokasi wisata maritim seperti di Derawan, Wakatobi, Nias, Mentawai dan Siberut, Pangandaran dan Nusakambangan, serta Bandanaira. Meskipin demikian, beberapa lokasi wisata maritim terkemuka telah menjadi bagian dari rute kapal wisata besar, seperti Bunaken (melalui pelabuhan Bitung), dan Raja Ampat (melalui pelabuhan Sorong). Aspek konektifitas tersebut masih perlu didukung oleh kualitas pelayanan yang memadai, misalnya dalam aspek keimigrasian, layanan transportasi feeder ke lokasi wisata, kapasitas dermaga, keamanan dan kenyamanan wisatawan di lokasi wisata (hasil wawancara stakeholders, 2013). Secara grafis, konektifitas destinasi pariwisata maritim dengan jalur pelayaran disajikan dalam gambar berikut: 14

15 P. Weh Derawan Bunaken Halmahera, Morotai Nias Rajampat Mentawai, Siberut Kep. Seribu Karimunjawa Pangandaran, Nusakambangan Bali, Nusa Lembongan Gili Tramena Wakatobi Bandaneira Gambar 3. 2 Konektifitas Destinasi Pariwisata Maritim dengan Pergerakan Global Kapal Wisata / Cruise Ship 15

16 2. Konektifitas Nasional dan Lokal Tabel 3. 2 Konektifitas nasional transportasi laut diidentifikasi dengan keterhubungan antar kota yang dilayani oleh angkutan laut reguler, angkutan laut perintis dan angkutan penyeberangan. Dari hasil identifikasi, dapat dilihat bahwa masing-masing kota telah memiliki keterhubungan dengan kota-kota lainnya di Indonesia, dengan ringkasan kondisi sebagai berikut: Kondisi Konektifitas Nasional No Provinsi Jenis layanan Nama kapal/kota dihubungkan 1 DKI Jakarta Pelayaran KM.GN.DEMPO: Tj Priok Jayapura komersial KM.DOBONSOLO: Tj Priok Jayapura KM.CIREMAI: Tj Priok Jayapura KM.LABOBAR: Tj Priok Jayapura KM.KELUD: Tj Priok Belawan KM.TIDAR: Tj. Priok Fak-fak KM.BINAIYA: Tj. Priok Surabaya KM.LEUSER: Tj. Priok Sampit Pelayaran Tidak ada perintis Penyeberangan KM Kerapu, Muara Angke Pulau Untung Jawa Pulau Lancang Pulau Pari - Pulau Pramuka 2 Jawa Tengah Pelayaran komersial 3 Bali Pelayaran komersial KM.LEUSER: Tj. Priok Sampit KM.LAWIT: Semarang Padang; Semarang - Pontianak KM. EGON: Kumai KM Sirimau: Batulicin Tj. Priok KM Bukit Raya: Sampit Kumai KM Kirana I dan III: Semarang Sampit KM Dharma Kencana II: Semarang Kumai/Pontianak KM Dharma Ferry II: Semarang Kumai.Pontianak KM Satya Kencana: Semarang Ketapang Tidak ada Pelayaran perintis Penyeberangan KMC Kartini I: Semarang - Jepara Karimunjawa BAHARI EXPRES: Jepara Karimunjawa KM. Tilongkabila: Denpasar - Lembar Bima Labuanbajo Makassar Baubau Raha Kendari - Kolonedale Luwuk Gorontalo Bitung KM. Awu: Sampit Surabaya Denpasar Lembar Bima Waingapu - Ende - Kupang - Kalabahi Larantuka Kupang - Ende

17 No Provinsi Jenis layanan Nama kapal/kota dihubungkan Wangiapu Bima Denpasar Surabaya Kumai Surabaya Pelayaran Tidak ada perintis Penyeberangan Ketapang Gilimanuk 4 Nusa Tenggara Barat 5 Nusa Tenggara Timur Pelayaran komersial Pelayaran perintis Padangbai Lembar KM. Tilongkabila: Denpasar - Lembar Bima Labuanbajo Makassar Baubau Raha Kendari - Kolonedale Luwuk Gorontalo Bitung KM. Awu: Sampit Surabaya Denpasar Lembar Bima Waingapu - Ende - Kupang - Kalabahi Larantuka Kupang - Ende Wangiapu Bima Denpasar Surabaya Kumai Surabaya KM. Entebe Express Rute 13: Bima - P.Sailus - Calabahi - Badas - Labuan Lombok - Reo - Selayar - Makassar KM. Entebe Express Rute 14: Bima - Balo Baloang - Makassar - Jampea - Waikelo - Ende - P. Raijua - Sabu/Seba - Rote Penyeberangan Padangbai Lembar Kayangan Pototano Sape - Labuhan Bajo Sape Waikelo Pelayaran komersial Pelayaran perintis Bkt Siguntang: Loweleba- Maumere- Makassar Parepare Balikpapan Tarakan Nunukan Parepare Makassar KM. Sirimau: Blinyu - Tg. Priok Semarang Batulicin Makassar Larantuka Kalabahi Kupang KM. Sabuk Nusantara: Kupang-Upisera- Ilwaki-Kiser-Leti-Moa-Lakor-Lelang-Tepa- Wulur-Bebar-Ambon (PP) Penyeberangan Sape - Labuhan Bajo Sape Waikelo Kupang - Larantuka Kupang - Rote Kupang - Waingapu Kupang - Sabu Kupang - Aimere Kupang - Kalabahi Kupang - Ende Kupang - Lewoleba Ende - Waingapu Aimere - Waingapu Sabu - Waingapu 17

18 No Provinsi Jenis layanan Nama kapal/kota dihubungkan Larantuka - Waiwerang Waiwerang - Lewoleba Baranusa - Kalabahi Lewoleba - Baranusa Larantuka - Lewoleba Kalabahi - Lewoleba Kalabahi - Larantuka Kalabahi - Teluk Gurita 6 Sulawesi Utara Pelayaran komersial Pelayaran perintis KM. Dorolonda: o Pantoloan- Balikpapan- Surabaya Balikpapan- Pantoloan -Bitung -Ternate - Sorong Nabire- Jayapura -Serui Manokwari- Ternate o Sorong- Manokwari Serui- Nabire - Sorong -Bitung KM Sinabung: o Ternate Manokwari- Serui -Jayapura - Serui -Manokwari Ternate- Banggai- Bau-Bau -Surabaya -Makassar -Bau-Bau - Bitung o Biak- Sorong -Bitung -Bau-Bau Makassar- Banggai KM. Lambelu, melayani rute: Bau-Bau Namlea- Ambon- Bitung- Ambon -Namlea - Makassar -Surabaya KM. Tatamailau, melayani rute: Agats- Merauke- -Agats - Kaimana -Sorong Morotai- Bitung -Morotai Sorong- Fak-Fak - Timika KM. Tilongkabila, melayani rute: Gorontalo- Kolonedale- Raha Makassar- Labuanbajo - Lembar - Benoa -Bima -Makassar -Bau-Bau Kendari- Luwuk -Bitung KM. Sangiang, melayani rute: o Sanana -Ternate -Bitung Ulusiau- Karatung Lirung- Ulusiau -Gorontalo Poso- Gorontalo- Bitung Ternate- Sanana -Ambon o Tung Tahuna -Miangas -Tahuna -Bitung - P.Togian- - Namlea -Sanana -Ternate - Bitung o Tahuna - Karatung - Lirung - Ulusiau Tobelo - Buli Ternate - Bitung Ternate - Sanana - Ambon o Bitung- Ulusiau - Marore Miangas - Marore - Bitung -Gebe -Namlea Tidak ada 18

19 No Provinsi Jenis layanan Nama kapal/kota dihubungkan Penyeberangan KMP. Porodisa, melayani rute: perintis o Bitung - Melonguane - Lirung o Bitung - Tahuna KMP. P. Sagori: Bitung - Pananaru - Marore KMP. Lokongbanua: Bitung - Tagulandang - Siau KMP. Tude: Bitung - Lembeh KMP. Berkat Porodisa: Melonguane - 7 Papua Barat Pelayaran komersial Pelayaran perintis Mangaran KM. Dobonsolo: Tg.Priok Surabaya- Makassar-Sorong Jayapura- Manokwari- Sorong -Bau-Bau- Makassar- Surabaya KM. Ciremai: Manokwari- Sorong- Bau-Bau- Makassar- Surabaya- Tg.Priok- Surabaya Makassar \ Sorong \ Jayapura KM. Labobar: Surabaya -Makassar \ Sorong- Manokwari- Jayapura- Nabire- Manokwari \ Makassar- Surabaya -Tg.Priok KM. Nggapulu: Serui- Sorong -Fak-Fak Namlea- Bau-Bau- Makassar - Bau-Bau- Namlea -Fak-Fak- Sorong- Wasior- Jayapura- Biak// Ambon- Sorong- Manokwari- Nabire- Serui KM. Dorolonda: Pantoloan- Balikpapan - Surabaya -Balikpapan -Pantoloan Bitung- Ternate Sorong- Nabire Jayapura- Serui - Manokwari Ternate// Sorong -Manokwari - Serui Nabire-Sorong- Bitung KM. Sinabung: Sorong -Biak Sorong- Bitung -Bau-Bau -Makassar -Banggai KM. Tatamaliau: Agats - Merauke Agats- Kaimana Sorong- Morotai - Bitung -Morotai Sorong- Fak-Fak -Timika KMP. Kurisi, melayani rute: o Sorong - Saonek - Waisai - Kabarai o Sorong - Linmalas - Waigama o Sorong - Folley - Harapan Jaya KMP. Komodo: Sorong - Teminabuan - Mugim - Kais - Inanwatan - Kokoda KMP. Arar: Patani - Sorong KMP. Teluk Cendrawasih II: Biak - Serui - Waren - Nabire KMP. Kasuari Pasifik IV: Biak - Manokwari - Numfor Penyeberangan Sorong-Saonek Saonek-Waisai Waisai-Kabari 19

20 No Provinsi Jenis layanan Nama kapal/kota dihubungkan Sorong-Linamalas Linmalas-Waigama Sorong-Foley Foley-Harapan Jaya Sorong-Seget Seget-Seremuk Seremuk-Konda Konda-Teminabuan Teminabuan-Mugim Mugim-Kais Kais-Inwatan Inwatan-Kokoda Sumber: Analisis konsultan, 2013 Tabel di atas memperlihatkan bahwa konektifitas kota-kota di wilayah studi telah cukup baik, dilihat dari telah tersedianya rute pelayaran, baik dari pelayaran komersial, perintis maupun penyeberangan. Data yang ada juga menunjukkan bahwa peran pelayaran dan penyeberangan perintis cukup dominan di Indonesia bagian Timur, karena karakteristiknya sebagai wilayah kepulauan dengan perkembangan ekonomi wilayah yang masih terbatas. Dalam bentuk peta, jalur-jalur pelayaran dan lintas penyeberangan di wilayah studi disajikan dalam gambar berikut: 20

21 Gambar 3. 3 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi DKI Jakarta

22 Gambar 3. 4 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Jawa Tengah 22

23 Gambar 3. 5 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Bali 23

24 Gambar 3. 6 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Nusa Tenggara Barat 24

25 Gambar 3. 7 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Nusa Tenggara Timur 25

26 Gambar 3. 8 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Sulawesi Utara 26

27 Gambar 3. 9 Konektifitas Nasional dan Lokal di Provinsi Papua Barat 27

28 3. Konektifitas Lokal Konektifitas lokal diidentifikasi dari kemampuan transportasi laut menghubungkan kota terdekat dengan lokasi wisata maritim. Berdasarkan identifikasi, konektifitas lokal ke destinasi wisata di lokasi studi adalah sebagai berikut: Tabel 3. 3 Kondisi Konektifitas Lokal No Provinsi Nama Lokasi Wisata Pelabuhan 1 DKI Jakarta Cagar Alam Pulau Bokor Suaka Margasatwa Pulau Rambut Pulau Macan Pulau Tidung Pulau Pramuka Pulau Putri Pulau Pari Pulau Untung Jawa Pulau Kotok Tengah Pelabuhan Marina Ancol Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Pulau Pari Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Muara Angke Pelabuhan Muara Angke Pelabuhan Marina Ancol, Pelabuhan Muara Angke Pelabuhan Muara Angke Pelabuhan Marina Ancol, Dermaga Pulau Pramuka Pelabuhan Muara Angke Pelabuhan Marina Ancol, Muara Angke Konektifitas dari ibukota provinsi/kabupaten - Penyeberangan reguler - Pelayaran rakyat Pulau Ayer Pelabuhan Ratu Pelayaran rakyat 2 Jawa Tengah Kab. Jepara Pulau Karimun Jawa Pelabuhan Tanjung Emas, Kota Semarang Penyeberangan reguler Kab. Cilacap Pulau Nusakambangan Pelabuhan Cilacap Pelayaran rakyat Teluk Penyu Pelabuhan Tanjung Pelayaran rakyat Intan, Cilacap Pantai Permisahan Pelabuhan Tanjung Pelayaran rakyat Intan, Cilacap Pantai Widara Payung Pelabuhan Tanjung Pelayaran rakyat Intan, Cilacap 3 Bali Pantai Dream Land Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Pantai Lovina Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Pantai Ahmed Pelabuhan Tanjung Akses darat

29 No Provinsi Nama Lokasi Wisata Pelabuhan Konektifitas dari ibukota provinsi/kabupaten Benoa Pantai Tulamben Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Candi Dasa Beach Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Pantai Legian Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Pantai Seminyak Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa Pantai Padang Bai Pelabuhan Padang Akses darat Bai Pantai Sanur Pelabuhan Tanjung Akses darat Benoa 4 Nusa Tenggara Barat Pantai Sire Pelabuhan Sape Akses darat, Gili Gede Pelabuhan Pulau Gili Pelayaran rakyat Gede Selong Blanak Pelabuhan Kayangan Akses darat, Kuta, Tanjung A'an Pelabuhan Lembar Akses darat, Gili Gulat Pelabuhan Gili Gede Pelayaran rakyat Pantai Maluk Pelabuhan Kayangan Akses darat, Pulau Moyo Pelabuhan Poto Tano Pelayaran rakyat Pantai Hu'u Pelabuhan Padang Bai Akses darat, Teluk Bima Pelabuhan Bima Akses darat, Sape Pelabuhan Sape Akses darat, 5 Nusa Tenggara Timur Kota Kupang Pantai Lasiana Pelabuhan Niaga Akses darat Pantai Kalbano Pelabuhan Kolbano Akses darat Kab. Timor Tengah Utara Tanjung Bastian Pelabuhan Wini Akses darat, Pantai Wini Pelabuhan Wini Akses darat, 29

30 No Provinsi Nama Lokasi Wisata Pelabuhan Konektifitas dari ibukota provinsi/kabupaten Kab. Belu Teluk Gurita Pelabuhan Atapupu Akses darat, Kab. Rote Ndao Pantai Nembrala Pelabuhan Laut Ba'a Akses darat, Laut Mati Pelabuhan Laut Ba'a Akses darat, Pulau Ndana Pelabuhan Laut Ba'a Akses darat, Kab. Alor Pantai Mali Pelabuhan Kalabahi Akses darat, Pantai Maimol Pelabuhan Kalabahi Akses darat, Taman Laut Pantar Pelabuhan Kalabahi Akses darat, Kab. Sumba Timur Kab. Sumba Barat Kab. Sumba Barat Pantai Tarimbang Pantai Kalala Pantai Walakeri Pantai Patawang Pantai Mamboro Pantai Marosi Pantai Lailang Pelabuhan Rakyat Waingapu Pelabuhan Rakyat Waingapu Pelabuhan Rakyat Waingapu Pelabuhan Rakyat Waingapu Pelabuhan Rakyat Waingapu Akses darat, Akses darat, Akses darat, Akses darat, Akses darat, Akses darat, Akses darat, Pantai Mananga Aba Pelabuhan Waingapu Akses darat, Pantai Tosi Pelabuhan Waingapu Akses darat, Pantai Newa Pelabuhan Waingapu Akses darat, 30

31 No Provinsi Nama Lokasi Wisata Pelabuhan Konektifitas dari ibukota provinsi/kabupaten Pantai Ratenggoro Pelabuhan Pero Akses darat, Pantai Pero Pelabuhan Pero Akses darat, Pantai Watumaledong Pantai Waikelo Akses darat, Pantai Cepi Watu Pelabuhan Waikelo Akses darat, Kab. Manggarai Barat Kab. Ngada TN. Komodo Pelabuhan Sape Akses darat, Pantai Pede Taman Laut 17 Pulau Riung Pelabuhan Pede Labuan Pelabuhan Aimere Kab. Nagekeo Pantai Enagara Pelabuhan Marapokot Akses darat, Akses darat, Akses darat, Kab. Ende Pantai Jaga Po Pelabuhan Maurole Akses darat, Kab. Sikka Teluk Maumere Pelabuhan L. Sai Akses darat, Kab. Flores Timur Pantai Kajawulu Pelabuhan Sadang Bui Akses darat, Pulau Waibalun Pelabuhan Larantuka Akses darat, Pantai Watohari Pelabuhan Larantuka Akses darat, Kab. Lembata Pantai Waijarang Pelabuhan Ende Akses darat, 6 Sulawesi Utara Kota Manado Taman Laut Bunaken Pelabuhan Menado Akses darat Kab. Bitung Pantai Tanjung Merah Pelabuhan Bitung Akses darat Kab. Bolmong Pantai Naungan Pelabuhan Labuan Akses darat 31

32 No Provinsi Nama Lokasi Wisata Pelabuhan Konektifitas dari ibukota provinsi/kabupaten Uki Tanjung Dulang Pelabuhan Labuan Akses darat Uki Kab Sangihe Pantai Nusa Tabukan Pelabuhan Tahuna Akses darat, Gunung Api Bawah Laut Mahangetang Pelabuhan Tahuna Akses darat, Kab. Minahasa Selatan Pantai Moinit Pelabuhan Amurang Akses darat Kab. Talaud Pulau Sara Pelabuhan Melonguane Kab. Minahasa Tenggara 7 Papua Barat Kabupaten Raja Ampat Kab. Teluk Wondama Pulau Mangaran pelabuhan Melonguane, Pelabuhan Lirung Akses darat, Akses darat, Pantai Bentanan Pelabuhan Amurang Akses darat Pantai Lakban Pelabuhan Amurang Akses darat Kawasan Raja Ampat Pelabuhan Waisai Penyeberangan, Taman Nasional Teluk Pelabuhan Wasior Akses darat Cendrawasih Kab. Kaimana Teluk Triton Pelabuhan Kota Kaimana Sumber: Analisis konsultan, 2013 Akses darat Hasil identifikasi tersebut menunjukkan bahwa peran pelayaran rakyat cukup dominan untuk menjangkau lokasi wisata yang berada di luar pulau. Sementara dukungan aksesibilitas melalui darat sangat penting untuk menjangkau lokasi wisata maritim yang terletak pada pulau yang sama. Wisatawan dari pulau lain akan menggunakan angkutan penyeberangan maupun pelayaran rakyat. Memperhatikan pola-pola konektifitas tersebut, adanya integrasi antar moda khususnya moda angkutan penyeberangan moda darat dan menjadi sangat penting untuk mendukung pencapaian ke lokasi wisata maritim. 32

33 B. Analisis SWOT Penyediaan Transportasi Laut untuk Mendukung Pariwisata Maritim Untuk mencapai visi, misi, dan sasaran penyelenggaraan, dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor kekuatan, kendala/kelemahan, peluang/kesempatan dan tantangan/hambatan. Hasil-hasil dari identifikasi kemudian digunakan untuk menyusun strategi kebijakan dan program. 1. Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Kekuatan (Strenght), meliputi: a) Beberapa destinasi pariwisata nasional memiliki karakteristik wisata maritim, misalnya Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Karimun Jawa (Jawa Tengah), Nusa Dua-Menjangan-Nusa Penida-Tulamben (Bali), Gili Tramena-Pulau Moyo-Pantai Selatan Lombok (NTB), Komodo-Alor-Rote (NTT), Bunaken-Lembeh (Sulut), Raja Ampat-Manokwari-Fakfak (Papua Barat), b) Beberapa destinasi wisata bahari/maritim telah disinggahi oleh kapal wisata (cruise) dari luar negeri, misalnya Sabang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Ampo, Celukan Bawang, Benoa, Lembar, Bitung dan Sorong. c) Pilihan wisata budaya dan darat sangat terbuka untuk melengkapi wisata maritim di Indonesia, misalnya dengan adanya paket-paket wisata yang melibatkan masyarakat lokal di sekitar objek seperti pertunjukkan budaya dan kerajinan masyarakat lokal yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut, d) Konektifitas antar kota melalui angkutan laut cukup memadai, baik melalui pelayaran komersial, pelayaran perintis, maupun angkutan e) Kesadaran masyarakat yang mulai tumbuh terhadap pentingnya melestarikan laut dan pesisir, baik dari masyarakat yang tinggal di lokasi wisata maupun pihak luar, seperti berbagai LSM nasional dan internasional yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan. Kelemahan (Weakness), meliputi: a) Terbatasnya kemampuan dan keterampilan sumber daya manusia di sekitar objek wisata bahari/maritim dalam memanfaatkan potensi wisata yang ada, misalnya penguasaan bahasa Inggris, b) Keterbatasan fasilitas pendukung dan kinerja yang belum memadai untuk melayani wisatawan asing, misalnya imigrasi, 33

34 c) Keterbatasan penyediaan fasilitas pendukung di destinasi wisata bahari/maritim seperti listrik, telepon, air bersih (air tawar), karena sebagian objek wisata maritim merupakan daerah pantai dan kepulauan, d) Lemahnya regulasi dan kebijakan pemerintah dalam pengelolaan wisata bahari/miritim, misalnya terkait perizinan kapal pesiar, pengelolaan kawasan wisata, e) Kualitas layanan transportasi laut yang belum memadai untuk melayani wisatawan, dari aspek kondisi sarana prasarana, jadwal dan keteraturan, f) Jarak wisata maritim seringkali cukup jauh, sehingga memerlukan waktu yang lama bila ditempuh melalui jalur laut, sehingga memerlukan dukungan moda transportasi lain, seperti transportasi udara. Peluang (Opportunities), meliputi: 1) Indonesia sebagai wilayah kepulauan memiliki potensi wisata maritim yang sangat besar (diving, snorkel, surfing, berperahu-berlayar, olahraga air, berjemur, fishing, dan lainlain), 2) Perkembangan pasar wisata dunia terutama wisatawan cruise dan yatch di kawasan Asia Pasific, seperti Jepang, Taiwan, Korea, China dan Australia, yang mampu mendorong Indonesia sebagai bagian dari pengembangan tersebut, 3) Minat yang besar dari turis lokal dan mancanegara terhadap wisata maritim di Indonesia, yang memacu investasi untuk penyediaan sarana prasarana transportasi dan akomodasi, 4) Perhatian dan dukungan yang besar dari Pemerintah Pusat dan daerah terhadap pengembangan pariwisata, yang dilakukan dengan penetapan kebijakan, promosi dan pengembangan destinasi wisata, 5) Adanya dukungan moda transportasi lain, terutama udara untuk menjangkau lokasi yang jauh dan membutuhkan waktu lama apabila dilakukan dengan transportasi laut. Ancaman (Threats), meliputi: 1) Kondisi alam seperti gelombang tinggi yang menyebabkan terhambatnya mobilitas melalui laut, karena berresiko terhadap kecelakaan laut, 2) Ancaman kerusakan lingkungan bila pengelolaan wisata maritim tidak berpihak pada ekologi dan lingkungan misalnya aktivitas kegiatan kapal pesiar yang membuang jangkar di atas terumbu karang, 34

35 3) Benturan kepentingan antara industri wisata maritim, perikanan, pertambangan, kehutanan yang tumpang tindih di suatu destinasi wisata bahari/maritim, 4) Isu keamanan mempengaruhi minat kunjungan pada wisata maritim, baik kemananan terkait transportasi maupun terorisme, 5) Kesenjangan ekonomi dan perbedaan budaya antara pengunjung dan pribumi dapat menimbulkan konflik. 2. Analisis Matriks Strategi Eksternal dan Internal Analisis bobot dan skor kondisi internal adalah sebagai berikut: 35

36 Tabel 3. 4 Analisis Kondisi Internal Aspek/kondisi Bobot Skor Bobot*Skor Kekuatan: - Karakteristik destinasi wisata 0, Kemampuan kapal 0,15 2 0,3 cruise berlabuh - Dukungan wisata 0,2 4 0,8 budaya - Konektifitas transportasi laut 0,2 3 0,6 memadai - Kesadaran masyarakat 0,2 3 0,6 Kelemahan: - Keterbatasan SDM 0, ,3 - Keterbatasan fasilitas 0, ,45 pendukung untuk wisatawan asing - Keterbatasan fasilitas 0,2-4 -0,8 pendukung di destinasi wisata - Lemahnya regulasi dan kebijakan pengelolaan pariwisata 0,2-3 -0,6 - Kualitas transportasi 0,2-3 -0,6 laut yang belum memadai - Jarak yang jauh dan 0,1-3 -0,3 waktu tempuh lama dengan transportasi laut Letak koordinat internal 0,25 Keterangan: Nilai skor 1 sangat tidak sesuai, 4 sangat sesuai, dalam nilai mutlak Sumber: Analisis konsultan,

37 Tabel 3. 5 Analisis bobot dan skor kondisi eksternal adalah sebagai berikut: Analisis Kondisi Eksternal Aspek/kondisi Bobot Skor Bobot*Skor Peluang: - Indonesia sebagai 0, wilayah kepulauan - Perkembangan pasar 0,2 3 0,6 wisata dunia - Dorongan investasi 0,15 3 0,45 sektor pariwisata - Dukungan pemerintah 0,25 3 0,75 - Dukungan moda 0,15 3 0,45 transportasi lain Ancaman: 0 - Kondisi alam 0,2-4 -0,8 - Kerusakan lingkungan 0,2-4 -0,8 - Benturan kepentingan 0,2-4 -0,8 - Keamanan 0,2-4 -0,8 - Kesenjangan ekonomi 0,2-4 -0,8 dan budaya memicu konflik Letak koordinat -0,75 eksternal Keterangan: Nilai skor 1 sangat tidak sesuai, 4 sangat sesuai, dalam nilai mutlak Sumber: Analisis konsultan, 2013 Berdasarkan hasil perhitungan skor tersebut, maka strategi besar (grand strategy) pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata maritim di Indonesia adalah kompetitif (lihat Gambar 5.16). Strategy kompetitif tersebut menunjukkan adanya potensi sektor pariwisata di Indonesia yang mampu dikembangkan di masa mendatang. 37

38 Eksternal 4 Kelemahan Kwadran III: Strategi Konservatif Kwadran IV: Strategi Defensif Peluang Ancaman Kwadran I: Strategi Agresif Kwadran II: Strategi Kompetitif Kekuatan Internal Gambar Grand Strategy berdasarkan Analisis Matriks Internal - Eksternal Sumber: Analisis konsultan, Kebijakan Strategis Berdasarkan hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu : (1) strategi menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang (S-O); (2) strategi menanggulangi kendala/kelemahan dengan memanfaatkan peluang (W-O); (3) strategi menggunakan kekuatan untuk menghadapi tantangan (S-T); serta (4) strategi memperkecil kelemahan/kendala dan menghadapi tantangan/hambatan (W-T), diuraikan pada tabel berikut: 38

39 Tabel 3. 6 ASPEK INTERNAL Strategi SWOT Pengembangan Transportasi Laut untuk Mendukung Pariwisata Maritim ASPEK INTERNAL PELUANG (O) 1) Karakteristik Indonesia sebagai wilayah kepulauan 2) Perkembangan pasar wisata dunia yang pesat 3) Dorongan investasi sektor pariwisata karena kenaikan volume wisatawan 4) Dukungan pemerintah dalam bentuk promosi dan pembangunan destinasi wisata 5) Dukungan moda transportasi lain, terutama udara ANCAMAN/TANTANGAN (T) 1) Kondisi cuaca yang menyebabkan pelayaran terganggu 2) Kerusakan lingkungan 3) Benturan kepentingan antara berbagai sektor 4) Keamanan yang belum terjamin, baik dalam aspek transportasi atau terorisme 5) Kesenjangan ekonomi dan budaya memicu konflik KEKUATAN (S) 1) Karakteristik destinasi wisata maritim yang melimpah 2) Kapal cruise dapat berlabuh pada beberapa destinasi pariwisata maritim 3) Adanya dukungan wisata budaya 4) Konektifitas transportasi laut memadai 5) Kesadaran masyarakat menjaga lingkungan alam STRATEGI S-O 1. Memaksimalkan potensi alam yang berkarakteristik wisata maritim di seluruh wilayah Indonesia 2. Membangun jaringan dengan pelaku wisata dunia, sehingga Indonesia menjadi bagian dari destinasi yang akan dikunjungi 3. Mendorong investasi infrastruktur pada destinasi wisata yang potensial untuk didatangi kapal cruise 4. Mengemas paket-paket wisata yang menarik, baik yang berbasis wisata maritim maupun budaya STRATEGI S-T 1) Menyusun standar operasi dan prosedur operasional kapal yang mampu menjaga kelestarian lingkungan dengan melibatkan semua pihak 2) Sinkronisasi kebijakan dan strategi antar berbagai sektor yang terkait, sehingga dapat tercapai sinergi 3) Peningkatan kualitas operasional transportasi laut 4) Memaksimalkan penggunaan moda transportasi udara pada wilayah yang rawan pengaruh alam 5) Pendampingan pada masyarakat sehingga mampu terlibat secara aktif dalam pengembangan sektor pariwisata di daerahnya KELEMAHAN (W) 1) Keterbatasan SDM 2) Keterbatasan fasilitas pendukung untuk wisatawan asing 3) Keterbatasan fasilitas pendukung di destinasi wisata 4) Lemahnya regulasi dan kebijakan pengelolaan pariwisata 5) Kualitas transportasi laut yang belum memadai 6) Jarak yang jauh dan waktu tempuh lama dengan transportasi laut STRATEGI W-O 1) Peningkatan kapasitas SDM pelaku usaha pariwisata baik dari sektor pemerintah maupun swasta sehingga sesuai dengan standar internasional 2) Penyiapan fasilitas yang diperlukan wisatawan asing, misalnya imigrasi, bea cukai, money changer dan sebagainya 3) Mengembangkan paket wisata intermoda, dengan memaksimalkan keunggulan komparatif masing-masing moda 4) Penetapan regulasi dan kebijakan yang diperlukan dalam lingkup operasional, terkait perizinan, pengelolaan kawasan wisata 5) Pemanfaatan berbagai sumber pendanaan baik dari pemerintah atau swasta untuk mengembangkan destinasi wisata maritim STRATEGI W-T 1) Peningkatan kualitas pelayanan transportasi laut yang mencakup aspek keamanan, keteraturan, kepastian jadwal, 2) Peningkatan keamanan nasional untuk menjamin rasa nyaman dan aman wisatawan asing 3) Penetapan syarat-syarat pada pelaku usaha pariwisata untuk melibatkan sebesar mungkin tenaga kerja lokal, sehingga mengurangi kesenjangan ekonomi dan kecemburuan sosial

40 C. Kebijakan, Strategi dan Program Kebijakan, strategi dan program pengembangan pelayanan transportasi laut dalam mendukung kawasan strategis pariwisata disusun berdasarkan analisis matriks internal eksternal dan SWOT. Dalam lingkup makro, kebijakan, strategi dan program yang didasari oleh berbagai peraturan dan kebijakan yang telah diterapkan oleh pemerintah, yaitu Undang undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Undang-undang Nomor 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun , serta Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional. 1. Kebijakan Salah satu tujuan penyelenggaraan pelayaran adalah untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui perairan dengan mengutamakan dan melindungi angkutan di perairan dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional. Pariwisata merupakan salah satu kegiatan ekonomi nasional yang terus berkembang di masa mendatang. Sebagai wilayah kepulauan dengan luas laut lebih dari dua per tiga, Indonesia memiliki potensi pengembangan pariwisata maritim/bahari. Keunggulan komparatif yang telah dimiliki Indonesia dengan keluasan dan kekayaan alam harus dimanfaatkan dengan optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Untuk menunjang pengembangan pariwisata, transportasi merupakan sektor yang sangat penting dan dominan, disamping faktor obyek wisata, atraksi, pelayanan, promosi dan informasi. Terkait dengan pariwisata maritim, transportasi laut merupakan moda yang diperlukan untuk mencapai lokasi yang berada di pantai atau dasar laut. Pengembangan transportasi laut untuk mendukung pariwisata maritim akan mencakup: a. Transportasi lingkup global, untuk mengakomodasi permintaan wisatawan dari luar negeri untuk berwisata di Indonesia, b. Transportasi lingkup nasional, untuk mengakomodasi permintaan wisatawan dalam lingkup wilayah Indonesia dalam pergerakan antar provinsi,

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT

TOPIK BAHASAN POTRET KINERJA LOGISTIK INDONESIA KEBIJAKAN UMUM TRANSPORTASI LAUT ARMADA TRANSPORTASI LAUT LALU LINTAS ANGKUTAN LAUT DUKUNGAN KEBIJAKAN DALAM MENGOPTIMALKAN KAPASITAS, KUALITAS DAN DAYA SAING INDUSTRI PELAYARAN NIAGA DAN PELAYARAN RAKYAT SERTA INFRASTRUKTUR PENDUKUNGNYA DALAM MEWUJUDKAN KONEKTIVITAS NASIONAL DAN NORMALISASI

Lebih terperinci

Dinamika dan Tantangan Pelayaran Nasional

Dinamika dan Tantangan Pelayaran Nasional Dinamika dan Tantangan Pelayaran Nasional ICE BSD 2-4 MARCH 2017 DPP INSA 2015-2019 Jakarta, 04 April 2017 Latar Belakang Pelayaran Nasional Dasar Hukum Undang Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

Lebih terperinci

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINDAKLANJUTI HASIL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG LLASDP

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINDAKLANJUTI HASIL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG LLASDP PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENINDAKLANJUTI HASIL PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR BIDANG LLASDP Ir. Sudirman Lambali, S.Sos, M.Si Direktur LLASDP DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2013 PT. Delima Laksana Tata

KATA PENGANTAR. Jakarta, November 2013 PT. Delima Laksana Tata KATA PENGANTAR Laporan Akhir Studi Pengembangan Pelayanan Transportasi Laut dalam Mendukung Pengembangan Pariwisata Maritim ini disusun sebagai salah satu tahapan yang tertuang dalam kontrak antara Puslitbang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 29 TAHUN 2018 TENTANG TARIF ANGKUTAN BARANG DI LAUT UNTUK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN PELAYANAN PUBLIE (PUBLIC

Lebih terperinci

Lampiran Surat Nomor : 331/KN.320/J/07/2016 Tanggal : 14 Juli 2016

Lampiran Surat Nomor : 331/KN.320/J/07/2016 Tanggal : 14 Juli 2016 Provinsi Bali 1. Kabupaten Badung 2. Kabupaten Bangli 3. Kabupaten Buleleng 4. Kabupaten Gianyar 5. Kabupaten Jembrana 6. Kabupaten Karangasem 7. Kabupaten Klungkung 8. Kabupaten Tabanan 9. Kota Denpasar

Lebih terperinci

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN BAB II DISKIRPSI PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Objek Wisata Pulau Pari merupakan salah satu kelurahan di kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Kepulauan Seribu, Jakarta. Pulau ini berada di tengah gugusan

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk

BAB I PENDAHULUAN. dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kepariwisataan pada umumnya diarahkan sebagai sektor potensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh setiap negara selalu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakatnya. Pembangunan ekonomi di negara yang sedang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D

PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR. Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D PENGEMBANGAN PARIWISATA DI KABUPATEN MANGGARAI BARAT MELALUI PEMBENTUKAN CLUSTER WISATA TUGAS AKHIR Oleh: MEISKE SARENG KELANG L2D 605 199 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang

Lebih terperinci

TARIFBATASATASANGKUTANPENUMPANGLAUT DALAMNEGERI KELASEKONOMI

TARIFBATASATASANGKUTANPENUMPANGLAUT DALAMNEGERI KELASEKONOMI MENTERIPERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA TARIFBATASATASANGKUTANPENUMPANGLAUT DALAMNEGERI KELASEKONOMI a. bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Dari hasil analisis, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan mempertimbangkan pelabuhan-pelabuhan terluar pada setiap pintu akses keluar

Lebih terperinci

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO

PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO PROFILE PELABUHAN PARIWISATA TANAH AMPO 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Terminal Kapal Pesiar Tanah Ampo Kabupaten Karangasem dengan sebutan "Pearl from East Bali" merupakan tujuan wisata ketiga setelah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2011 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Indonesia

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau kecil yang biasanya menunjukkan karakteristik keterbatasan sumber daya dan tidak merata yang membatasi kapasitas mereka untuk merangkul pembangunan. Hal ini terutama

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010

PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN PP NO 10/2010 JO PP NO 22/2011 PP NO 21/2010 Sosialisasi Rencana Induk Pelabuhan Nasional I Hotel, Batam 26 Januari 2012 ANGKUTAN DI PERAIRAN KEPELABUHANAN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PELAYARAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN MARITIM PP NO 10/2010 JO PP NO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI V. 1. KESIMPULAN Berdasarkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi pengembangan produk wisata bahari dan konservasi penyu di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata.

BAB I PENDAHULUAN. Bajo, kabupaten Manggarai Barat Nusa Tenggara Timur. Perkembangan yang. sektor, salah satunya yang sangat pesat ialah pariwisata. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang saat ini. Perkembangan tersebut merata keseluruh penjuru daerah yang ada di Indonesia. Salah satu daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta

BAB I PENDAHULUAN ,05 Juta ,23 Juta ,75 Juta ,31 Juta ,23 Juta JUTA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena yang terjadi saat ini yaitu masyarakat Indonesia menunjukkan minat yang semakin besar dalam menjelajah sektor pariwisata global. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten

BAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur yang terletak di daratan Pulau Flores. Wilayah Kabupaten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula,

BAB I PENDAHULUAN. Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Kepulauan Sula, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota Sanana saat ini adalah Ibu Kota Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN

ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN ARAHAN PENGEMBANGAN WILAYAH NASIONAL KSN Kawasan Strategis Nasional (KSN) adalah wilayah yang penataan ruang nya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 15 TAHUN 2011 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar (Perbatasan) No Provinsi No Kabupaten / Kota Status 1 Sambas Perbatasan 2 Bengkayang Perbatasan 1 Kalimantan Barat

Lebih terperinci

DASAR PELAKSANAAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

DASAR PELAKSANAAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran DASAR PELAKSANAAN Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Kewajiban Publik Untuk Angkutan Barang di Laut Peraturan Menteri Perhubungan

Lebih terperinci

Denpasar, Juli 2012

Denpasar, Juli 2012 Denpasar, 12-14 Juli 2012 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Sasaran 3. Perkembangan Kegiatan 4. Hasil Yang Diharapkan LATAR BELAKANG MP3EI antara lain menetapkan bahwa koridor ekonomi Bali Nusa Tenggara

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil inventarisasi kebijakan, fakta lapang dan analisis kinerja serta prioritas pengembangan sarana dan prasarana transportasi darat di Kawasan Timur Indonesia,

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018 DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018 No. Kabupaten / Kota Provinsi 1 Aceh Singkil Aceh 2 Nias Sumatera Utara 3 Nias Selatan Sumatera Utara 4 Nias Utara Sumatera Utara 5 Nias Barat Sumatera Utara 6 Kepulauan

Lebih terperinci

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM 111 VI. RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM Rancangan strategi pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Natuna merupakan langkah terakhir setelah dilakukan beberapa langkah analisis, seperti analisis internal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandalkan transportasi air sebagai salah satu sarana transportasi, yang

BAB I PENDAHULUAN. yang mengandalkan transportasi air sebagai salah satu sarana transportasi, yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sorong adalah kota yang terletak di ujung Barat Propinsi Papua Barat yang mengandalkan transportasi air sebagai salah satu sarana transportasi, yang menghubungkan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA TUGAS AKHIR Oleh: FARIDAWATI LATIF L2D 001 418 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar,

I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tourism Center adalah 10,1%. Jumlah tersebut setara dengan US$ 67 miliar, 34 I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki sekitar 17.504 pulau, dengan panjang garis pantai kurang lebih 91.524 km, dan luas perairan laut

Lebih terperinci

APBN TAHUN ANGGARAN NILAI. 1. Kapal Motor Penyeberangan Temi, hasil Pekerjaan Satuan Kerja Pengembangan Sarana Transportasi SDP, Ambon, Maluku.

APBN TAHUN ANGGARAN NILAI. 1. Kapal Motor Penyeberangan Temi, hasil Pekerjaan Satuan Kerja Pengembangan Sarana Transportasi SDP, Ambon, Maluku. LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ASDP INDONESIA

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 1526, 2016 KEMENHUB. Kapal Wisata Asing. Pelayanan. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 123 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

TOPIK KHUSUS POROS MARITIM

TOPIK KHUSUS POROS MARITIM TOPIK KHUSUS POROS MARITIM INTI TRAYEK TOL LAUT BERTAMBAH, HARGA TURUN Perbedaan harga antar wilayah berubah drastis sejak dijalankannya trayek tol laut. Harga menjadi semakin stabil dan turun secara signifikan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 2011 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA SAIL KOMODO TAHUN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2015 TENTANG KUNJUNGAN KAPAL WISATA (YACHT) ASING KE INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA

STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA STRATEGI PENGEMBANGAN JARINGAN JALAN DI KAWASAN TIMUR INDONESIA BERDASARKAN KONSEP SISTEM TRANSPORTASI ANTARMODA Ir. Ofyar Z Tamin, MSc, PhD Ir. Hedi Hidayat, MSc Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT LALU LINTAS DAN ANGKUTAN SUNGAI, DANAU DAN PENYEBERANGAN Jakarta, Februari 2013 ANGKUTAN MULTIMODA (PERATURAN PEMERINTAH NO 8 TAHUN

Lebih terperinci

Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Kawasan Strategis

Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Kawasan Strategis Koordinasi Pembangunan Infrastruktur Kawasan Strategis Pariwisata i Nasional Oleh : Ir. Henky Hermantoro, MURP/MPA Sekditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 07 Januari 2016 s/d 12 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 07 Januari 2016 Kamis, 7 Januari 2016 Berhala, Perairan Utara

Lebih terperinci

(Persero), perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan

(Persero), perlu menetapkan Keputusan Menteri Energi dan MENTERI ENERGI SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1772 K/20/MEM/2018 TENTANG BESARAN BIAYA POKOK PENYEDIAAN PEMBANGKITAN PT

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T) Page 1 of 7 Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar (3T) Daftar Daerah, Terdepan dan Terluar No Provinsi Kabupaten / Kota Status 1 Kalimantan Barat 2 Kalimantan Timur 3 Sulawesi Utara 4 Nusa Tenggara Timur

Lebih terperinci

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D

STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR. Oleh : M. KUDRI L2D STUDI KEBUTUHAN PENGEMBANGAN KOMPONEN WISATA DI PULAU RUPAT KABUPATEN BENGKALIS TUGAS AKHIR Oleh : M. KUDRI L2D 304 330 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Lebih terperinci

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG Jakarta, 1 April 2015 KAMIS, 2 APRIL 2015 GELOMBANG DAPAT TERJADI 2,0 M S/D 3,0 M DI : SAMUDERA HINDIA SELATAN NTB, LAUT SULAWESI BAGIAN TIMUR, PERAIRAN BITUNG-MANADO, PERAIRAN KEP. SANGIHE, PERAIRAN SELATAN

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No Provinsi Kabupaten / Kota Status Sambas Bengkayang 1 Kalimantan Barat Sanggau Sintang Kapuas Hulu Nunukan 2

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 Maret 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 18 Maret 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Maret 2016 s/d 23 Maret 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 Maret 2016 Jumat, 18 Maret 2016 SELATAN PULAU JAWA, PERAIRAN SELATAN

Lebih terperinci

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI

BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI BAB-6 BAB VI ARAH PENGEMBANGAN JARINGAN TRANSPORTASI 6.1 Potensi dan Kendala Dalam menyusun kebijakan dan program perlu memperhatikan potensi dan kendala memperhatikan faktor internal Pemerintah dan faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. KAWASAN TUJUAN WISATA. Dalam rangka pengembangan Pariwisata Indonesia Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menyusun Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini akan membahas mengenai (1) latar belakang; (2) rumusan permasalahan; (3) tujuan dan kegunaan; (4) ruang lingkup penelitian; (5) kerangka pemikiran; dan (6) sistematika

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dua per tiga wilayahnya adalah perairan dan terletak pada lokasi yang strategis karena berada di persinggahan rute perdagangan dunia.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN

PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2006-2020 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T) DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah T [LEMBAGA PENGELOLA DANA PENDIDIKAN] DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (T) Daftar Daerah Terdepan dan Terluar () No 6 7 Provinsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pariwisata merupakan bagian yang terintegrasi dalam proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai cita cita bangsa indonesia sebagai bangsa yang mandiri,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH

UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS KELUAR DAERAH DAN DALAM DAERAH LAMPIRAN III TENTANG PERUBAHAN ATAS NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PERJALANAN DINAS DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA NO. TUJUAN UANG PENGINAPAN, UANG REPRESENTASI DAN UANG HARIAN PERJALANAN DINAS

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA KE DALAM MODAL SAHAM PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT ASDP INDONESIA FERRY DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 0 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah

Lebih terperinci

Daftar Daerah Tertinggal

Daftar Daerah Tertinggal DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERDEPAN DAN TERLUAR (PERBATASAN) TAHUN 2015 Dalam rangka pelaksanaan Beasiswa Afirmasi, Khususnya pemilihan Daerah yang termasuk dalam katagori Daerah Tertinggal, Terdepan dan

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Perkembangan kepariwisataan dunia yang terus bergerak dinamis dan kecenderungan wisatawan untuk melakukan perjalanan pariwisata dalam berbagai pola yang berbeda merupakan

Lebih terperinci

INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL

INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL TAHUN 2010-2025 INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN NASIONAL Bagian

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Januari 2016 s/d 23 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Januari 2016 s/d 23 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Januari 2016 s/d 23 Januari 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 Januari 2016 Senin, 18 Januari 2016 PERAIRAN BARAT KEP. MENTAWAI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97

BAB I PENDAHULUAN. 1 Rencana Strategis Daerah Kab. TTU hal. 97 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sesuai dengan Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) dalam rangka pengembangan Kecamatan Insana Utara (Wini) sebagai Kota Satelit (program khusus)

Lebih terperinci

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012 Tanggal : 20 Desember 2012 RINCIAN LOKASI DAN ALOKASI DAERAH PENERIMA BANTUAN SOSIAL BIDANG PENGEMBANGAN DAERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan yang diperoleh Bangsa Indonesia selama tiga dasawarsa pembangunan ternyata masih menyisakan berbagai ketimpangan, antara lain berupa kesenjangan pendapatan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nusa Tenggara Timur (NTT) adalah salah satu provinsi yang terletak di Indonesia Timur. Salah satu obyek wisata yang terkenal sampai mancanegara di provinsi ini adalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT POKOK-POKOK PIKIRAN MENGENAI PENGEMBANGAN JARINGAN PELAYANAN DAN PRASARANA TRANSPORTASI DARAT TERPADU DALAM PERSPEKTIF SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR PENCARIAN DAN PERTOLONGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NASIONAL PENCARIAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juni 2016 s/d 29 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juni 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juni 2016 s/d 29 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 25 Juni 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 25 Juni 2016 s/d 29 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 25 Juni 2016 Sabtu, 25 Juni 2016 Selat Malaka Bagian Selatan, Perairan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan

1 BAB I PENDAHULUAN. pelabuhan pelabuhan hub disertai feeder dari Sumatera hingga ke Papua dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim dengan luas wilayah perairan 6.315.222 km 2, panjang garis pantai 99.093 km 2, serta 13.466 pulau yang bernama dan berkoordinat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Ende dengan ibukotanya bernama Ende merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di daratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat

BAB I PENDAHULUAN. sangat membutuhkan devisa untuk membiayai pembangunan Nasional. Amanat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama pengembangan pariwisata sebagai industri, adalah untuk meningkatkan perolehan devisa. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, sangat membutuhkan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK. 03 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR PK. 08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan di laut yang saling berinteraksi sehingga

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.08 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA KANTOR SEARCH AND RESCUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN SAR NASIONAL,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitan Berdasarkan lingkup kegiatan dan permasalahan-permasalahan dalam penjelasan Kerangka Acuan Kerja (KAK), penelitian ini tidak termasuk kategori

Lebih terperinci

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG

PRAKIRAAN TINGGI GELOMBANG Jakarta, 17 Mei 2015 SENIN, 18 MEI 2015 GELOMBANG DAPAT TERJADI 2,0 M S/D 3,0 M DI : LAUT ANDAMAN, SAMUDERA HINDIA BARAT PULAU ENGGANO DAN LAMPUNG, PERAIRAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH, LAUT JAWA BAGIAN

Lebih terperinci

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report

Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung MP3EI Koridor Sulawesi KATA PENGANTAR. Final Report KATA PENGANTAR Dengan mengucap rasa syukur Alhamdulillah Laporan Akhir () kegiatan Pekerjaan Studi Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Dalam Mendukung Percepatan dan Perluasan Pembangunan Koridor

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 03 Juli 2016 s/d 07 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 03 Juli 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 03 Juli 2016 s/d 07 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 03 Juli 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 03 Juli 2016 s/d 07 Juli 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 03 Juli 2016 Minggu, 3 Juli 2016 Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Juni 2016 s/d 25 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 21 Juni 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Juni 2016 s/d 25 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 21 Juni 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 21 Juni 2016 s/d 25 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 21 Juni 2016 Selasa, 21 Juni 2016 Selat Malaka Bagian Selatan, Perairan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata TREND WISATA BAHARI

KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata TREND WISATA BAHARI KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata TREND WISATA BAHARI Disampaikan dalam ASIA PACIFIC REGION DISCUSSION FORUM ON BLUE ECONOMY : Healthy Ocean

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juni 2016 s/d 13 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juni 2016

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juni 2016 s/d 13 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA. Jakarta, 09 Juni 2016 PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 09 Juni 2016 s/d 13 Juni 2016 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 09 Juni 2016 Kamis, 9 Juni 2016 Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut

Lebih terperinci

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian POKOK-POKOK MASTER PLAN PERCEPATAN DAN PERLUASAN PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA (MP3EI) TAHUN 2011-2025 Disampaikan Pada acara: RAKERNAS KEMENTERIAN KUKM Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries),

BAB I PENDAHULUAN. negara yang menerima kedatangan wisatawan (tourist receiving countries), 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini perhatian terhadap pariwisata sudah sangat meluas, mengingat bahwa pariwisata mendatangkan manfaat dan keuntungan bagi negara yang menerima

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Desember 2015 s/d 23 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA

PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Desember 2015 s/d 23 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA PRAKIRAAN HARIAN TINGGI GELOMBANG 5 HARI KE DEPAN 18 Desember 2015 s/d 23 Desember 2015 BADAN METEOROLOGI KLIMATOLOGI DAN GEOFISIKA Jakarta, 18 Desember 2015 Jumat, 18 Desember 2015 WARNING : Prediksi

Lebih terperinci