dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa kanak-kanak dewasa. Karena itulah bila masa kanak-kanak dan remaja rusak karena

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu fase perkembangan antara masa kanakkanak dan masa dewasa. Perkembangan seseorang dalam masa kanak-kanak dan remaja akan membentuk perkembangan diri orang tersebut dimasa dewasa. Karena itulah bila masa kanak-kanak dan remaja rusak karena alkohol, maka suram atau hancurlah masa depannya. Pada masa remaja justru keinginan untuk mencoba-coba, mengikuti trend dan gaya hidup, serta bersenang-senang sangat tinggi. Pergaulan yang negatif yang memberikan pengaruh dalam penggunaan minuman keras. Karena dengan minum-minuman keras mereka berharap bisa mendapatkan kegembiraan, menghilangkan rasa rendah diri, mempertahankan gengsi. Di samping itu, tidak sedikit remaja yang ikut-ikutan dan hanya sekedar mencari perhatiaan dan pengakuan bahwa dialah yang paling hebat. Mereka tidak menyadari bahwa minuman keras berdampak terhadap tingkah laku mereka. Mereka yang semula anak baik dapat berubah menjadi remaja yang sering berbuat onar. Minuman keras juga memberikan dampak terhadap kenakalan remaja (Sunaryo, 2008). Hasil penelitian, alkohol dapat menyebabkan kecelakaan lalu lintas, luka baka, kasus penganiayaan anak, bunuh diri dan kecelakaan kerja. Di Indonesia penjualan minuman beralkohol dibatasi dan yang boleh membeli adalah mereka yang telah berumur 21 tahun. Data yang dihimpun oleh BNN

2 (Badan Narkotika Nasional) sampai tahun 2006, menggambarkan pola peningkatan penyalahgunaan zat termasuk alkohol yang significan, tahun 2006 terjadi kasus penyalahgunaan narkotika, kasus penyalahgunaan psikotropika dan kasus penyalahguaan zat adiktif, dari tahun sebelumnya tahun 2005 terjadi kasus penyalahgunaan narkotika, kasus penyalahgunaan psikotropika, dan kasus penyalahgunaan zat adiktif. Penyalahgunaan alkohol dikelompokkan berdasarkan pendidikan formal pada tahun 2006, SLTP dan SLTA menempati urutan pertama dengan kasus, SD dengan kasus, dan PT dengan kasus (anonim, 2007, ). Berdasarkan dari studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada siswa SMK Sepuluh Nopember Semarang, pada tanggal 11 Mei 2009, diperoleh data jumlah siswa di SMK Sepuluh Nopember Semarang sebanyak 390 siswa. Hasil observasi dan wawancara singkat pada 30 siswa didapatkan 26 siswa yang mengkonsumsi alkohol dengan alasan ingin mencoba-coba, penasaran, diajak oleh teman-teman sepergaulannya, mencari hiburan dan menghilangkan stress. Di Indonesia kelompok remaja yang berusia tahun sebagian berada di sekolah, sebagian kecil diluar sekolah yaitu sebagai pekerja, anak jalanan dan pengangguran. Sebagian besar pengguna minuman keras adalah remaja. Remaja merupakan kelompok rawan yang beresiko terhadap penyalahgunaan alkohol karena sifatnya yang energik, dinamis dan ingin mencoba hal yang baru, menyenangi petualangan, mudah tergoda oleh 2

3 tekanan dan pengaruh dari kelompoknya, cepat putus asa sehingga mudah terjerumus kedalam penyalahgunaan alkohol. Hal ini juga didukung oleh belum matangnya konsep diri untuk lebih memperhitungkan akibat suatu perbuatan (Hurlock, 1997). Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya keinginan para remaja untuk mengkonsumsi minuman keras. Lingkungan keluarga bisa menjadi salah satu faktor dominan. Keluarga tidak bisa memberikan bimbingan yang baik kepada para remaja, menyebabkan dorongan kuat agar remaja melakukan tindakan negatif. Salah satunya mencoba untuk mengkonsumsi minuman keras (Ruslan, 2005).Selain itu, ada faktor internal yang mempengaruhi perilaku penyalahgunaan alkohol pada remaja antara lain konsep diri dan motivasi. Menurut Brooks dan Emmert (dalam Rakhmat, 2003), konsep diri dapat di bedakan menjadi dua bentuk, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Remaja yang mempunyai konsep diri positif, maka akan yakin dengan kemampuannya dalam mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, dapat menerima pujian tanpa rasa malu, mampu menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan peilaku yang tidak seluruhnya dapat diterima oleh masyarakat, dan mampu memperbaiki dirinya karena remaja tersebut sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya. Sebaliknya, remaja yang mempunyai konsep diri negatif, maka ia akan peka terhadap kritik. Remaja ini tidak tahan dengan kritik yang diterimanya, dan mudah marah atau naik 3

4 pitam. Bagi remaja ini, koreksi sering kali di persepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Dalam komunikasi, remaja yang memiliki konsep diri negatif cenderung menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru. Wyle (dalam Pudjianto, 2000), menyatakan bahwa pembentukan konsep diri tesebut dipengaruhi oleh pengalaman. Apabila pengalaman remaja dapat mengembangkan rasa puas dan bermanfaat untuk meningkatkan dirinya, maka konsep diri remaja tersebut akan terbentuk menjadi positif. Sebaliknya, apabila remaja sering menemukan pengalaman yang tidak menyenangkan, sering kecewa, merasa selalu gagal serta menderita, dan sering merasa tidak mampu, maka konsep diri remaja tersebut akan terbentuk menjadi negatif. Konsep diri merupakan inti dari kepribadian yang mengendalikan remaja dalam berinteraksi dengan lingkungannya, karena dalam mencari identitas diri, remaja diharapkan pada situasi tertentu mampu menyesuaikan diri bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga pada lingkungannya. Dengan demikian, remaja yang mempunyai konsep diri positif akan mampu mengadakan interaksi yang seimbang antara diri sendiri maupun terhadap kesempatan atau hambatan di dalam lingkungan. Oleh karena itu dalam menyesuaikan diri, remaja dituntut mempunyai kemampuan bergaul dan mampu hidup secara wajar terhadap lingkungannya, sehingga ia akan merasa puas terhadap dirinya sendiri dan terhadap lingkungannya. Namun bagi remaja yang mempunyai konsep diri negatif, maka ia tidak dapat bergaul dengan baik, dan akan cenderung menjadi anak yang rendah diri, tertutup, 4

5 tidak dapat menerima dirinya sendiri dan kelemahan-kelemahan orang lain, serta malu jika berada diantara orang lain atau situasi yang terasa asing baginya (Pudjianto, 2000). Hal ini didukung dengan penelitian Helmi dan Ramdhani (1992), yang menunjukkan hasil bahwa ada hubungan yang positif antara konsep diri dengan kemampuan bergaul remaja. Semakin tinggi konsep dirinya, semakin mampu bergaul atau semakin rendah konsep dirinya maka taraf kesulitan bergaulnya semakin tinggi. Pudjianto (2000), menyatakan bahwa remaja berada dalam kondisi tidak mampu bergaul akan mengalami stress. Gambaran konsep diri remaja berubah ketika bergaul dengan teman sebayanya. Berdasarkan data yang diperoleh dari SMK Sepuluh Nopember Semarang pada tahun 2009 berjumlah 390 siswa, sebagian besar siswa merasa berubah ketika bergaul dengan teman sebayanya yang mengkonsumsi minuman beralkohol, mengakibatkan harga dirinya menjadi rendah, cenderung arogan, tertutup, agresif, mudah tersinggung, serta membatasi diri dalam bergaul di lingkungan sekitarnya. Perilaku mereka juga dipengaruhi oleh keadaan sekitar yang tidak bersahabat, misalnya pada pergaulan di lingkungan sekolah. Mereka cenderung akan dikucilkan dari pergaulan apabila mereka tidak ikut mengkonsumsi minuman beralkohol, diejek sok suci, banci, atau ejekan-ejekan yang lain. Ada juga beberapa teman yang menyuruh mengkonsumsi minuman beralkohol terlebih dahulu sebagai syarat agar dapat menjadi teman satu geng atau hal-hal lain yang membuat mereka gengsi, sehingga mau tidak mau menuruti cara bergaul di lingkungan sekitarnya. 5

6 Melihat fenomena yang ada perlu diadakan penelitian ini untuk mengetahui konsep diri dengan tingkat pemakaian alkohol pada remaja. Untuk itu diadakan penelitian hubungan antara konsep diri remaja dengan penyalahgunaan alkohol. B. Rumusan Masalah Berdasarkan permasalahan tersebut diatas maka peneliti ingin meneliti Apakah ada hubungan konsep diri remaja dengan pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan konsep diri remaja dengan pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang. b. Mendeskripsikan konsep diri remaja dengan tingkat pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang. c. Menganalisis hubungan antara konsep diri remaja dengan pemakaian alkohol di SMK Sepuluh Nopember Semarang. 6

7 D. Manfaat penelitian 1. Bagi Profesi Keperawatan Hasil penelitian ini di harapkan dapat menggambarkan konsep diri remaja dengan tingkat pemakaian alkohol, sebagai masukan bagi dunia keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas dan jiwa. 2. Bagi Peneliti Sebagai referensi dalam penelitian lanjutan dan bahan pertimbangan bagi yang berkepentingan untuk melanjutkan penelitian yang sejenis. 3. Bagi Institusi Sebagai proses balajar dalam mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di Program Studi Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah Semarang. 4. Bagi Masyarakat Sebagai informasi pada masyarakat bahwa gambaran konsep diri dengan tingkat pemakaian alkohol adalah citra diri, harga diri, ideal diri, identitas diri tidak seperti dulu. 7