BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dispepsia ditujukan kepada nyeri berulang, bersifat kronik dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Dispepsia ditujukan kepada nyeri berulang, bersifat kronik dan"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. DISPEPSIA Dispepsia ditujukan kepada nyeri berulang, bersifat kronik dan rasa tidak nyaman di daerah perut atas yang dapat berupa mual, muntah, rasa penuh di perut terutama setelah makan, cepat kenyang, sendawa, dan kadang beberapa klinisi menyatakan disertai rasa terbakar/tidak nyaman didaerah retrosternal yang terasa sampai ke leher (heartburn). Istilah dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua kata yaitu dys (jelek) dan peptein (pencernaan). Dispepsia merupakan suatu symptom bukan diagnosis. (5,8,15,29) Etiologi Penyebab dispepsia dapat diklasifikasikan sebagai organik dan fungsional. Pada dispepsia yang organik, ada 3 penyebab yang paling sering menyebabkan dispepsia adalah ulkus lambung/duodeni, refluks gastro-esofagus/gastroesofageal Reflux Disease (GERD), dan kanker lambung (keganasan). Penyebab lain dari dispepsia organik ini sangat jarang, obat-obatan tertentu seperti NSAIDs, calcium channel blockers, methylxanthine, alendronate, orlistat, supplement pottassium, acarbose, dan antibiotik tertentu seperti erytromisin and metronidazole dapat

2 menyebabkan dispepsia. Hampir 60% pasien yang mengalami dispepsia tidak diketahui penyebabnya, dan dinyatakan sebagai dispepsia fungsional (idiopatik), dan sering juga disebut dispepsia nonulkus. Dispepsia fungsional dikatakan bila dijumpai setidaknya 3 bulan gejalagejala dispepsia tapi tidak dijumpai kelainan organik ataupun sistemik yang bisa menjelaskan penyebab dari gejala tersebut. Patofisiologi dari dispepsia fungsional ini masih belum jelas. Beberapa penyakit di luar sistem gastrointestinal dapat pula bermanifestasi dalam bentuk sindrom dispepsia, seperti gangguan kardiak ( iskemia inferior, / infark miokard ), penyakit tiroid dan sebagainya (5,8,15,29) Manifestasi klinis Ada tiga pola manifestasi klinis yang sering dijumpai pada dispepsia: (Kriteria dari consensus Rome II) 1. Ulkus like dispepsia, gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri di epigastrik yang terlokalisasi dan akan berkurang dengan pemberian antasida 2. Dysmotility like dispepsia, gejala didominasi rasa mual, muntah, rasa penuh terutama setelah makan dan cepat kenyang. 3. Dispepsia non spesifik (campuran) karena tidak ada gejala yang khas. Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian

3 akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras. Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut kembung). Pada konsensus Rome III, dinyatakan gejala dispepsia fungsional terdiri dari 4 gejala spesifik yang berasal dari gastroduodenal yaitu : - Rasa penuh setelah makan - Cepat kenyang - Nyeri uluhati - Rasa terbakar di uluhati Setidaknya satu dari gejala ini harus muncul dalam 3 bulan terakhir dan dalam 6 bulan setelah didiagnosis. Gejala lain bisa ada atau tidak seperti bloating, mual, muntah, belching, rasa terbakar. Banyak penelitian yang menemukan bahwa ada hubungan antara infeksi H.pylori dan dispepsia fungsional, namun tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara prevalensi dan beratnya gejala dispepsia yang ditemukan antara pasienpasien yang positif terinfeksi H.pylori dengan pasien dispepsia yang tidak terinfeksi H.pylori.

4 Tabel 2.1 : Criteria Rome III pada dispepsia fungsional 2.2. Helicobacter pylori H.pylori adalah bakteri gram negatif berbentuk spiral sedikit melengkung dengan 2-6 unipolar flagella. Bakteri ini ujungnya bulat tumpul dengan panjang sekitar 2,5-4,0 µm dan lebar 0,5 1,0 µm. Dinding selnya halus terdiri dari glycocalyx dengan tebal 40 nm, bakteri

5 ini kadang mengandung bakteriophage. Panjang flagella 2,5 µm dan tebal diameter 30nm (1,2,3) Gbr. 2.1 Helicobacter pylori Gbr. 2.2 : Scanning mikrograph electron dari H. pylori (warna biru) David Mc carthy/photo researches inc. (3)

6 Epidemiologi Studi epidemiologi terhadap H.pylori yang dilakukan di wilayah Asia Pasifik, mendapatkan bahwa ada variasi yang sangat luas dari prevalensi infeksi H.pylori diantara negara, berbagai suku didalam suatu negara. Secara umum laju prevalensi ini lebih tinggi di negara-negara kurang berkembang. Prevalensi infeksi dari H.pylori ini berhubungan kuat dengan kondisi sosio-ekonomi. Prevalensi pada dewasa pertengahan mencapai 80% di negara-negara berkembang, bila dibanding dengan negara-negara industri yang berkisar 20-50%. Di Iran prevalensi infeksi oleh H.pylori sekitar 71%, (dari anak-anak sampai dewasa), di India sekitar 79%, di Vietnam sekitar 75%. Sedangkan di negara maju seperti Australia lebih rendah hanya sekitar 15%. Diantara negara-negara di Asia tenggara dilaporkan prevalensi ini sekitar 36% di Malasya, 31% di Singapura,dan 57% di Thailand. Secara umum dapat dikatakan, negara-negara dengan prevalensi infeksi H.pylori yang tinggi mempunyai resiko yang tinggi pula untuk perkembangan kanker lambung. Phenomena ini mungkin karena perbedaan dalam faktor genetik dari host atau faktor virulensi dari strain H.pylori di masingmasing wilayah. Di setiap negara dilihat adanya perbedaan laju prevalensi diantara daerah yang berbeda geografinya juga diantara sukusuku yang berbeda. (1,3,23,24) Walaupun secara umum sudah disepakati bahwa infeksi oleh HP telah menurun, tapi data-data yang mensuport pernyataan ini masih

7 sangat terbatas. Pada penelitian di profinsi Guangzhou di China, secara umum didapat infeksi HP ini menurun dari 62,5% tahun 1993 menjadi 47% pada tahun Di Australia prevalensi pada anak usia 1-4 tahun sekitar 4% dan meningkat menjadi 23% pada orang berusia tahun. (25,26) Pada penelitian di New Delhi, India ada peningkatan prevalensi seiring bertambahnya usia. Bukti baru-baru ini mengindikasikan bahwa pada kebanyakan negara di Asia, laju infeksi H.pylori ini menurun pada dekade tahun terakhir. Ini karena adanya perhatian besar yang diberikan, penentuan diagnosa yang tepat dari H.pylori dan peningkatan penggunaan terapi eradikasi. Penurunan prevalensi H.pylori ini dihubungkan dengan tingkat sosial ekonomi yang semakin baik di Asia. Sehingga konsekuensinya, infeksi oleh H.pylori pada masa kanak-kanak yang berkurang, akan mengurangi juga prevalensi pada generasi muda dan selanjutnya menurunkan prevalensi pada seluruh penduduk. (1,3,16,24) Transmisi Transmisi dari H.pylori dapat terjadi melalui cara : 1. Rute person to person Manusia diketahui merupakan satu-satunya reservoir bagi H. pylori, kontak person to person dipercaya merupakan rute transmisi yang paling utama bagi penularan infeksi H.pylori. Kontak personal yang dekat antara orang tua ke anaknya, saudara

8 sekandung, suami dengan istri merupakan faktor resiko untuk transmisi infeksi ini. Brenner et al.(2006) mendapati prevalensi infeksi lebih tinggi pada wanita yang suaminya positif terinfeksi HP dibandingkan pada wanita yang suaminya tidak rerinfeksi. Person to person transmisi ini dapat terjadi melalui berbagai cara yaitu, lewat feces, muntah. 2. Rute oral-oral DNA dari H.pylori dapat dideteksi pada saliva penderita yang positif terinfeksi H.pylori dengan PCR. Juga telah terdeteksi pada plak gigi pasien yang terinfeksi H.pylori. 3. Rute fecal-oral Bakteri H.pylori telah dideteksi pada kultur feces orang yang terinfeksi dan DNA nya dengan PCR. Parsonet et al (1999) mendokumentasikan kemungkinan peran feses pada penyebaran dari H.pylori ke lingkungannya. 4. Waterborne transmisi Penelitian pada penduduk China dan Amerika latin menemukan bahwa sumber air yang digunakan untuk mandi dan kebutuhan sehari-hari bisa dihubungkan dengan infeksi H.pylori.

9 5. Transmisi iatrogenic Penggunaan endoscopy pada saluran pencernaan atas dapat menjadi sumber infeksi iatrogenik karena proses desinfeksi yang tidak benar. (1,3,30) Pathogenesis Pada kondisi normal, mukosa lambung terlindung dengan baik dari infeksi bakteri. Satu gambaran yang menakjubkan dari H.pylori ini kemampuannya untuk bertahan dan membentuk kolonisasi di suasana lambung yang sangat asam dengan ph antara 4-6,5. H.pylori membutuhkan suatu mekanisme untuk melindungi dirinya pada keadaan yang sangat asam (acute acid shock) dengan mekanisme yang unik sehingga dapat tetap hidup dan berkembang pada ph sekitar 5,5. Bakteri H.pylori mempunyai sifat adaptasi yang sangat tinggi terhadap kondisi ini, dengan bentuk tubuhnya yg unik yang memungkinkan memasuki mukosa lambung, kemudian berenang dan menetap di mukosa lambung, selanjutnya melekatkan diri ke sel-sel epitel lambung dan menghindar dari sistem respon imun tubuh dan kemudian terjadi persisten kolonisasi di lambung sampai kemudian menyebar. Gen dari H.pylori dapat berubah-ubah terus menerus selama proses kolonisasi pada host dengan cara mengimport sepotong kecil DNA asing dari H.pylori strain lain selama proses infeksi persisten berlangsung. Setelah dicerna, bakteri tersebut harus menghindar dari kerja lambung untuk menghancurkannya dan kemudian memasuki lapisan mukosa lambung.

10 Urease yang dihasilkan oleh H.pylori dan daya motilitasnya sangat penting pada tahap infeksi ini, dimana urease ini akan menghidrolisa urea menjadi karbon dioksida dan ammonia, dan dengan cara inilah bakteri ini dapat bertahan pada lingkungan lambung yang asam. Aktifitas enzim ini diatur oleh suatu pintu masuk ph-urea channel yang khas yaitu Ure I yang akan terbuka pada ph rendah dan menutup saat masuknya urea pada kondisi netral. Sedangkan motility penting pada kolonisasi dimana flagella dari bakteri bisa beradaptasi terhadap suasana lambung. (23,24) Mayoritas strain dari H.pylori mensekresi exotoxin yang disebut vacuolating cytotoxin VacA. Toxin ini dengan sendirinya masuk kedalam membrane dari sel epitel lambung dan membentuk sebuah hexameric anion selectif. VacA ini juga menyerang membrane mitokondria yang menyebabkan lepasnya cytochrome c dan menginduksi apoptosis. Analisa tentang VacA toxin ini masih diperdebatkan, perannya dalam menimbulkan penyakit sangat rumit. Di negara-negara barat varian dari VacA gen tertentu dihubungkan dengan penyakit yang lebih berat. Infeksi oleh H.pylori ini akan menyebabkan inflamasi di lambung yang berlangsung terus menerus. Respon inflamasi ini pada awalnya terdiri dari rekruitmen neutrofil, selanjutnya limfosit T dan B, sel plasma, dan makrofag teraktifasi, dan diikuti kerusakan dari sel-sel epitel lambung. Sejak H.pylori menginvasi mukosa lambung, respon imun host teraktivasi saat bakteri melekat ke sel-sel epitel ini. Bakteri kemudian

11 berikatan dengan molekul MHC kelas II pada permukaan sel epitel ini dan menginduksi apoptosis. Perubahan yang lebih jauh pada sel-sel epitel ini tergantung pada protein yang dikode pada cytotoxin associated antigen A (CagA) kedalam sel epitel lambung. CagA protein ini merupakan suatu immunoprotein yang di kode oleh cag gen yang dimiliki oleh hampir 50-70% dari strain H.pylori, dan merupakan suatu marker munculnya PAI genomic. Strain yang membawa Cag-PAI disebut sebagai CagA + strain, dan sering teridentifikasi pada pasien karena kemampuannya untuk menginduksi suatu titer antibodi yang cukup bermakna untuk melawan CagA marker protein. Epitel lambung dari orang yang sudah terinfeksi dengan H.pylori akan menyebabkan naiknya kadar dari IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF α. Diantaranya, IL-8 mempunyai peran yang nyata sebagai suatu neutrofil activating chemokine yang diekspresikan oleh sel epitel lambung. Respon ini tergantung dari aktifitas dari nuclear factor-κβ (NF-κβ) dan respon awal faktor transkripsi dari activity protein 1 ( AP-1). (3,23,24) Infeksi H.pylori menginduksi suatu sistemik respon imun humoral dari mukosa. Antibodi yang dihasilkan tidak dapat mengeradikasi infeksi yang terjadi, malah berperan dalam kerusakan jaringan lambung. Diketahui beberapa pasien yang terinfeksi H.pylori memiliki respon autoantobodi yang secara langsung melawan H + / K + -ATP ase dari sel-sel parietal lambung yang berhubungan dengan meningkatnya atropi dari korpus lambung. Selama proses respon imun, subgroup dari sel-sel T

12 yang berbeda muncul, sel- T ini berperan dalam melindungi mukosa dan membantu membedakan bakteri patogen dan komensal. Sel-sel Immature T helper (Th) mengekspresikan CD4 dapat berdiferensiasi kedalam 2 subtipe fungsional, yaitu Th1: mensekresikan IL-2 dan interferon γ, Th2: mensekresi IL-4, IL-5, IL-10. Th2 sel menstimulasi respon sel B terhadap ekstraseluler patogen, sedangkan Th1 sebagian besar terinduksi sebagai respon terhadap intraselular pathogen. (3,23,24) Kerusakan pada sel-sel epitel lambung juga disebabkan reaktif oksigen dan spesies nitrogen yang dihasilkan oleh neutrofil yang teraktifasi. Inflamasi kronis juga meningkatkan sel-sel epitel turn-over dan apoptosis yang mungkin karena efek gabungan dari kontak langsung Fas yang dimediasi antara epitel dan Th1 dan interferon-γ Infeksi HP dan disfungsi endotel Ada beberapa kemungkinan teori yang dikemukakan bagaimana mekanisme yang mendasari peran kausal infeksi H.pylori dan disfungsi endotel. Bakteri ini dapat memiliki efek langsung pada struktur dan fungsi sel endotel vaskular. Ekstrak dari H.pylori dilaporkan dapat menginduksi gangguan proliferasi dan apoptosis dan menurunkan viabilitas dari kultur vaskular sel endotel. Kemungkinan berikutnya adalah pengaruh infeksi H.pylori terhadap gizi. Infeksi dari H.pylori dapat menyebabkan malabsorpsi folat, vitamin B6, dan vitamin B12. Gangguan pada absorbsi nutrisi ini bisa mengakibatkan kegagalan metilasi oleh 5-metil-

13 tetrahydrofolic asam sehingga terjadi keadaan yang disebut hyperhomocysteinanemia, yang merupakan keadaan yang toksik bagi sel endotel. (17,18,21) Gbr Mekanisme host terhadap pathogenesis dari infeksi HP ( from : N Engl Journal Med 2002) 2

14 Menurut O Connor,S (2001) produk mikroorganisme yang berupa endotoksin bersifat virulen pada host, endotoksin ini jika masuk kedalam sirkulasi darah akan menimbulkan suatu echo suatu keadaan teraktifasinya sel-sel yang berhubungan dengan ateroma dan terjadi pelepasan sitokin seperti IL-1 dan TNF-α. Sitokin ini juga akan merangsang keluarnya protein fase akut seperti fibrinogen. H.pylori merupakan bakteri yang mempunyai endotoksin berupa lipopolisakarida (LPS) yang mengandung fucosilated oligosaccharide antigen, dan diduga LPS ini berhubungan dengan patogenesitas dari strain H.pylori karena merupakan antigen yang dapat dikenali oleh sistem imun spesifik dan non spesifik dan melibatkan sistem toll-like reseptor (TLR-4). Antigen dari bakteri ini (lewis antigen) memperlihatkan variasi antigen yang nyata yang diperkirakan berperan dalam immun evasion (19,20,24) Diagnosis Helicobacter pylori Pemeriksaan diagnostik untuk memastikan adanya infeksi oleh H.pylori penting dilakukan karena tindakan eradikasi dapat mencegah terjadinya komplikasi seperti keganasan lambung. Ada beberapa metode diagnostik untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori yang telah berkembang saat ini. Secara mendasar pemeriksaan diagnostik dibedakan atas penggunaan biopsi melalui endoskopik (metode invasif) dan tanpa endoskopik (non invasif)

15 a. Metode non invasif Tes serologi merupakan tehnik non invasif pertama yang dipakai untuk mendeteksi anti H. pylori IgG pada serum penderita. Infeksi H.pylori pada mukosa lambung akan menyebabkan respon imun baik lokal maupun sistemik. Pada awalnya IgM antibodi titer yang meningkat sementara, kemudian diikuti meningkatnya IgA dan IgG yang akan bertahan sepanjang infeksi berlangsung. Antibodi ini dapat di deteksi dengan ELISA atau secara latex aglutinasi. Test serologi ini murah, cepat, mudah untuk dikerjakan. Test serologi ini tidak dapat digunakan untuk memantau hasil terapi eradikasi, karena titer antibodi H.pylori akan menurun setelah 12 bulan. Penggunaan NSAIDs juga dilaporkan akan mengurangi akurasi dari ELISA. Ada 2 faktor dari bakteri ini yang telah diidentifikasi sebagai pathogenic marker yang dihubungkan dengan ulkus peptik yaitu : Cag A dan VacA. (29,31,32) Sensitifity dari tes serologi cukup tinggi sekitar , namun spesifisitinya bervariasi antara 76-96%, khususnya bila prevalensi dari H.pylori rendah. (33) Urea Breath Test (UBT) merupakan metode yang paling sensitif dan spesifik untuk mendeteksi H.pylori dan memantau hasil eradikasi. Prinsip C urea breath test didasarkan pada prinsip urea yang sudah dilabel dengan carbon 13 ( 13 C) atau carbon 14 ( 14 C ), dimana karbon ini akan segera dihidrolisa seluruhnya oleh enzim urease yang dihasilkan bakteri, karbon dioksida yang berlabel ini kemudian akan diabsorbsi sepanjang mukosa lambung dan selanjutnya melalui sirkulasi sistemik

16 diekskresikan sebagai CO2 pada ekspirasi pernafasan. False positif jarang terjadi, mungkin terjai karena tehnik menelan yang salah dari pasien, gagal menelan isotop dengan cepat sehingga urea dihidrolisis oleh bakteri di oroparingeal. Obat-obatan yang diketahui dapat menginhibisi infeksi dari H.pylori merupakan penyebab hasil yang falsenegatif atau equifocal termasuk didalamnya antibiotik, bismuth, proton pump inhibitor (PPi), dan dosis tinggi dari H2 reseptor antagonis, dan pasien disarankan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan tersebut selama 4 minggu sebelum dilakukan urea breath test. (5,29,32) Gbr 2.4 : The urea breath test (Sleisinger and Fordtran s :Gastrointestinal and liver Disease, ninth edition) Helicobacter pylori stool antigen (HpSA) merupakan suatu immunoassay untuk mendeteksi adanya antigen yang lepas di feses pasien yang terinfeksi oleh H.pylori. HpSA merupakan tes noninvasif,

17 simple, dan biayanya murah. HpSA kurang sensitif bila dibandingkan dengan UBT, namun test ini sangat ideal dikerjakan bila UBT tidak dapat dilakukan. Beberapa penelitian melaporkan sensitifity dan spesifisity dari HpSA ini mirip dengan UBT (>90%), test ini banyak dilakukan pada studi epidemiologikal untuk mendeteksi infeksi H.pylori pada anak-anak. (5,31,32) Sensitifitas tes HpSA ini dipengaruhi PPIs, Bismuth, dan antibiotik, obatobatan ini dapat menurunkan bacterial load. Sehingga penggunaan obatobatan tersebut harus diperhatikan saat akan dilakukan tes HpSA ini. Untuk mengurangi hasil yang negative palsu sebaiknya penggunaan obat PPi sebaiknya dihentikan 1 2 minggu sebelum tes, dan antibiotik dan bismuth 4 minggu sebelum tes. (16,33,34) Keterbatasan dari test ini karena merupakan suatu test kualitatif untuk mendeteksi adanya antigen dari H.pylori pada feses, bukan merupakan suatu tes untuk mendeteksi adanya antigen secara kuantitatif, sehingga tes ini juga tidak dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan dari penyakit gastritis. Hasil test yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan adanya infeksi H.pylori pada orang tersebut, karena test ini mempunyai sensitifitas 91-98% dan spesifisitas 94-99%. Diperlukan test diagnostik lain untuk hasil yang masih meragukan. (53) Deteksi antigen dari H.pylori pada feses dilakukan untuk diagnosis adanya infeksi H.pylori dan untuk memantau terapi eradikasi. (34,36) Prinsip dari test ini dengan menggunakan polyclonal atau monoconal anti- H.pylori menangkap antibodi yang diserab ke sumur-sumur yang tersedia.

18 Sebaiknya menunggu paling tidak 4 minggu atau lebih setelah pengobatan eradikasi selesai untuk melihat apakah pengobatan berhasil dan pasien sudah benar-benar sembuh. (16) b. Metode Invasif cara: Bakteri H.pylori dapat dideteksi dari hasil biopsi endoskopi dengan Histologi : Pemeriksaan histologi dari biopsi endoskopi antral lambung yang sering digunakan untuk mendeteksi H.pylori. Cara ini memerlukan biaya yang besar, butuh keahlian dan hasilnya juga tidak dapat segera diketahui. Akurasi dari hasil pemeriksaan histologi ini juga sangat bergantung dari pengalaman pemeriksa. (29,36) Hasil biopsi ini biasanya diwarnai dengan pewarnaan hematoxylin atau dengan eosin saja, namun pewarnaan tambahan seperti Giemsa, Genta, Gimenez, Warthin-Starry Silver, Creosyl violet diperlukan untuk mendeteksi infeksi yang minimal dimana bakteri H.pylori tidak ditemukan dan untuk melihat morfologi yang khas dari H.pylori. Keunggulan yang penting dari pemeriksaan histologi ini, bila catatan riwayat penyakit tersedia, bahan biopsi bisa dilakukan kapan saja. Spesimen biopsi dari bagian lain dari lambung juga bisa diawetkan dengan formalin untuk kemudian diperiksa hanya jika antral histologi tidak meyakinkan. (16,31,32,)

19 Table 2.2 Diagnostic tests for Helicobacter pylori. (16) Pemeriksaan histologi dianggap sebagai baku emas untuk identifikasi adanya infeksi dengan sensitifity dan spesifisity yang mendekati 95% bahkan hampir 98%. Direkomendasikan untuk mendapatkan dua spesimen biopsy dari bagian antrum, dua dari bagian fundus, dan satu bagian dari incisura lambung untuk meningkatkan sensitifitasnya (33,34) Urease tes adalah tes kualitatif untuk mendeteksi infeksi H.pylori, yang didasarkan pada prinsip adanya urease dari H.pylori akan menghidrolisa urea sehingga ph akan meningkat dan terjadi perubahan warna pada ph indikator. Hasil yang positif dapat diinterpretasikan dalam 1 2 jam (disimpan pada suhu 37 o C atau diatas suhu ruangan) dan harus dilaporkan negatif setelah 24 jam. Hasil yang positif palsu dapat terjadi setelah 24 jam karena urease lain yang dihasilkan oleh organisme dalam lambung. (29,31) Keuntungan dari cara ini simpel, cepat, dan caranya mudah

20 dikerjakan. Saat ini banyak kit komersial yang tersedia dimana sensitifitas dan spesifitasnya hampir sama jika dikerjakan dengan tepat sesuai instruksi dari pabrik. Selain itu, sensitifitas dari tes ini juga tidak dipengaruhi oleh ukuran dari spesimen jika ukuran yang didapat tidak memadai. (29) Spesifisitas dari tes ini antara % dan positif palsu jarang terjadi, sedangkan sensitifitasnya dilaporkan sekitar 90-95% tapi akurasinya bisa terganggu oleh adanya darah dalam lambung, dan dalam penggunaan obat-obatan seperti antibiotik, bismuth, dam PPIs. (33) Kultur terhadap bakteri H.pylori dari spesimen biopsi mempunyai spesifisitas hampir 100% jika hasilnya positif, namun hal ini tidak rutin dilakukan. Sebab kultur sangat sulit dilakukan, biayanya mahal, dan biasanya dilakukan penentuan kepekaan antibiotik terhadap pasien yang gagal dan tidak berespon pada pengobatan eradikasi lini kedua. (16) Kultur mikrobiologi dari H.pylori walau sangat spesifik tapi juga paling tidak sensitif karena organisme ini membutuhkan persyaratan yang rumit untuk tumbuh. Spesimen harus disimpan dan dikirim dalam dalam larutan garam fisiologis, atau dalam medium semi solid (mis: Stuart s medium pada suhu -4 o C ) bila penyimpanan lebih dari 24 jam kemudian ditumbuhkan pada agar darah menggunakan selektif dan non selektif medium pada suasana mikroaerofilik. Kultur membutuhkan waktu dan pengalaman serta dedikasi untuk persiapan spesimen. Setidaknya kultur ini berperan penting dalam penentuan sensitifitas antibiotik sebelum memulai pengobatan ataupun pada pengobatan yang gagal. (29,33)

21 Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan metode sensitif untuk mendeteksi H.pylori dari biopsi mukosa lambung, namun ini tidak dikerjakan rutin untuk diagnosa klinik. Biasanya PCR dilakukan pada riset yang bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri bila kultur yang biasa susah dilakukan, juga saat mendeteksi feses atau air minum pada suatu daerah untuk menentukan jenis organisme pada suatu studi epidemiologi, juga untuk testing kepekaan antibiotik di jaringan. (33,36) 2.3. DISLIPIDEMIA Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam plasma. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah peningkatan kadar kolesterol total, LDL-c terutama jenis LDL kecil padat (small dense LDL), dan trigliserida serta penurunan kadar HDL-c. Dislipidemia merupakan salah satu faktor resiko utama untuk terjadinya penyakit kardiovaskular ataupun aterosklerosis. Penyakit kardiovaskular merupakan masalah global penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting di negaranegara maju bahkan di Indonesia. Kelainan dasarnya adalah terjadinya disfungsi endotel berlanjut menjadi aterosklerosis dengan pembentukan plak pada arteri. (37) Pada penelitiannya Damjanov SK et all menyatakan bagaimana mekanisme infeksi H.pylori berperan pada proses atherogenesis, infeksi

22 H.pylori memproduksi proinflamasi faktor dalam jumlah berlebihan, seperti interleukin-6 (IL-6),tumor necrosis faktor alpha (TNF-a) dan akut fase reaktan (misalnya fibrinogen dan C reaktif protein), cross-mimikri antara H.pylori dan protein host, menyebabkan terjadinya kerusakan vaskular yang dimediasi proses imun dan disfungsi endotel dan modifikasi serum profil lipid, infeksi H.pylori juga meyebabkan oksidasi dari LDL-c, kelainan pada hemostasis, invasi bakteri langsung pada plak aterosklerosis. (22) IL-6 diketahui dapat meningkatkan glukoneogenesis di hati dan sintesis dari trigliserida, TNF-a dapat menghambat lipoprotein lipase dan merangsang aktifitas lipogenesis di hati menyebabkan mobilisasi lipid dari jaringan dan peningkatan serum trigliserida dan menurunkan konsentrasi HDL-cl, bagaimana hal ini terjadi masih belum jelas, kemungkinan karena mediasi sitokin tertentu yang dapat memodulasi aktivitas enzim dan reseptor ekspresi dan menginduksi stres oksidatif, yang mempengaruhi metabolism kolesterol tapi hypotesis ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut. (22) Pada keadaan fisiologis, lapisan endotel merupakan barier antara faktor-faktor yang ada pada sirkulasi dan sel-sel lapisan intima dan lapisan media arteri. Lapisan endotel bersifat antikoagulan dan fibrinolitik karena menghasilkan plasminogen aktivator yang bekerja menghambat efek faktor koagulasi seperti fibrinogen dan Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1). Lapisan endotel juga menghasilkan Nitric Okside (NO) yang bersifat vasodilator dan mencegah terjadinya migrasi dan proliferasi

23 smooth muscle cell (SMC). Adanya peningkatan asam lemak bebas dan lipoprotein dapat menyebabkan kerusakan pada lapisan endotel ini. (38). Kerusakan endotel menyebabkan menghilangnya fungsi sawar sebagai pengatur masuknya berbagai zat, dan mengakibatkan perubahan dalam katabolisme dan mobilisasi lemak dalam dinding arteri. Dalam hal ini makrofag berperan dalam absorbsi dan merombak lipoprotein plasma. Pengikatan makromolekul lemak dan protein dalam sel menyebabkan permeabilitas sel berkurang sehingga terjadi penumpukan kompleks lemak secara progresif. Penimbunan lemak ini merupakan salah satu mekanisme terbentuknya sel busa (foam cell) sebagai mekanisme terbentuknya aterosklerosis. (39) Metabolisme Lipid Lemak bersifat insolubel dalam darah karenanya diperlukan suatu transport untuk mengangkutnya berupa suatu kompleks makromolekuler yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berupa lipid yang bersifat hidrofobik (trigliserida dan kolesterol ester) di bagian inti dan lipid yang lebih polar (fosfolipid dan kolesterol bebas) pada bagian luar serta protein khusus yang bersifat amfipatik yaitu apolipoprotein pada permukaannya. (37,38)

24 Gambar 2.5: Struktur dari lipoprotein. Lipoprotein berbentuk spheris dengan inti yang hidrofobik dan permukaan yang amphiphilik. Lipoprotein dapat dibedakan berdasarkan densitas, komposisi, ukuran partikel dan mobilitas elektroforesisnya. Sifat fisik dari lipoprotein berbeda pada kandungan protein, trigliserida dan kolesterol dan merefleksikan perannya masing-masing dalam metabolisme lipid. Densitas dari partikel-partikel dalam lipoprotein ditentukan oleh kandungan dari protein dan trigliserida didalamnya. Ada 4 jenis lipoprotein utama yang telah terindentifikasi kilomikron, VLDL, LDL, dan HDL. Lipoprotein dengan kandungan tinggi trigliserida dan rendah protein (kilomikron dan VLDL) lebih padat dibanding lipoprotein yang mengandung tinggi protein dan rendah trigliserida (HDL). Apolipoprotein disintesa terutama di sel-sel hepatosit dan enterosit. Lipoprotein terlibat membawa lipid kedalam jaringan untuk disimpan atau digunakan sebagai

25 sumber energi. Kilomikron dibentuk di usus dari diet lemak yang kita makan, VLDL dibentuk di hati kaya akan trigliserida yang dimetabolisme setelah masuk ke sirkulasi. Melalui kerja dari lipoprotein lipase (LPL) partikel ini akan merontokkan trigliserida dan kolesterol ester dan diubah menjadi lipoprotein yang lebih padat dengan persentase kolesterol yang tinggi. Interaksi dengan LPL, menyebabkan kilomikron dan VLDL kehilangan trigliserida, lebih padat, protein relative kaya akan kolesterol dan kadar kilomikron remnant dan LDL akan meningkat. Partikel ini kemudian dimetabolisme di dalam sel, kilomikron di hati dan sumsum tulang, dan LDL oleh sel-sel hati. LDL bertugas sebagai sumber kolesterol utama di jaringan. 38 Tabel : 2.3 Klasifikasi lipoprotein plasma

26 2.4 Kerangka Konsep Infeksi kronis Helicobacter pylori Gangguan di saluran cerna dapat berupa gastritis kronis, ulkus peptikum, ulkus Gangguan diluar saluran cerna Respon imun terhadap inflamasi kronis akan memproduksi proinflamasi faktor yang berlebihan seperti (IL-6, TNF-α, APR) Disfungsi endotel dan perubahan/modifikasi serum profil lipid ATHEROSKLEROSIS

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastritis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan lambung. Berbeda dengan dispepsia,yang bukan merupakan suatu diagnosis melainkan suatu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dispepsia kronis merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia kronis didefinisikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang

BAB I PENDAHULUAN. Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Penelitian Dispepsia merupakan keluhan nyeri atau rasa tidak nyaman yang berpusat pada perut bagian atas. Menurut kriteria Roma III, dispepsia didefinisikan sebagai kumpulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. HELICOBACTER PYLORI Infeksi Helicobacter pylori pada saluran cerna bagian atas mempunyai variasi klinis yang luas, dimulai daripada kelompok asimtomatik sampai tukak peptik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Penelitian. histopatologi. Gastritis yang berlangsung dalam jangka waktu lama akan didapatkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penelitian Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara

I. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dispepsia menurut kriteria Rome III didefinisikan sebagai sekumpulan gejala yang berlokasi di epigastrium, terdiri dari nyeri ulu hati atau ketidaknyamanan, bisa disertai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dislipidemia A.1. Definisi Dislipidemia ialah suatu kelainan salah satu atau keseluruhan metabolisme lipid yang dapat berupa peningkatan ataupun penurunan profil lipid, meliputi

Lebih terperinci

merupakan suatu pertahanan diri. Kuman ini bersifat gram negatif dengan ukuran panjang

merupakan suatu pertahanan diri. Kuman ini bersifat gram negatif dengan ukuran panjang Morfologi Helicobacter pylori adalah suatu kuman pleomorfik yang dapat berbentuk spiral atau batang bengkok. Pada keadaan substrat yang kurang baik, kuman ini bebrbentuk kokus yang merupakan suatu pertahanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) atau iskemia miokard, adalah penyakit yang ditandai dengan iskemia (suplai darah berkurang) dari otot jantung, biasanya karena penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit sistemik akut pada saluran pencernaan yang masih menjadi masalah kesehatan global bagi masyarakat dunia. Angka kejadian demam tifoid di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dunia sekarang mengalami penderitaan akibat dampak epidemik dari berbagai penyakit penyakit akut dan kronik yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penyakit penyakit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak

PENDAHULUAN. Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara alamiah seluruh komponen tubuh setelah mencapai usia dewasa tidak dapat berkembang lagi, tetapi justru terjadi penurunan fungsi tubuh karena proses penuaan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sakit Perut Berulang Sakit perut berulang menurut kriteria Apley adalah sindroma sakit perut berulang pada remaja terjadi paling sedikit tiga kali dengan jarak paling sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan. penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulkus Peptikum 2.1.1 Definisi Ulkus peptikum merupakan luka terbuka dengan pinggir edema disertai indurasi dengan dasar tukak tertutup debris (Tarigan, 2009). Ulkus peptikum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gastritis 2.1.1. Definisi Gastritis Definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung secara histopatologi. Sedangkan definisi lain dari gastritis

Lebih terperinci

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan penurunan kadar HsCRP dan tekanan darah antara pemberian

Lebih terperinci

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas.

Di seluruh dunia dan Amerika, dihasilkan per kapita peningkatan konsumsi fruktosa bersamaan dengan kenaikan dramatis dalam prevalensi obesitas. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini studi tentang hubungan antara makanan dan kesehatan memerlukan metode yang mampu memperkirakan asupan makanan biasa. Pada penelitian terdahulu, berbagai upaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.

BAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga pada 1972, di Indonesia penyakit jantung koroner merupakan penyebab kematian ke-11. Pada 1986 kondisi naik menjadi peringkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

Dislipidemia. Ema Rachmawati

Dislipidemia. Ema Rachmawati Dislipidemia Ema Rachmawati Kolesterol dan metabolisme lipoprotein Kolesterol Merupakan prekursor garam empedu dan hormon Dapat diperoleh dari makanan (eksogen) maupun sintesis de novo di hati (endogen)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup tinggi. Penelitian yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi

BAB VI PEMBAHASAN. Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi BAB VI PEMBAHASAN Selama penelitian bulan Januari Juni 2011 terdapat 20 subjek yang memenuhi kriteria penelitian, 65% di antaranya laki-laki, dengan rentang umur 6-156 bulan, dengan 75% gizi baik, 25%

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dispepsia merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Hiperlipidemia atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dislipidemia Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia. Berat kulit kira-kira 15% dari berat badan seseorang. Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini di seluruh dunia termasuk Indonesia kecenderungan penyakit mulai bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit metabolik. Dengan meningkatnya globalisasi dan

Lebih terperinci

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS

MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan salah satu penyakit kardiovaskular yang diakibatkan karena penyempitan pembuluh darah koroner, yang terutama disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hiperlipidemia merupakan keadaan yang terjadi akibat kadar kolesterol dan/atau trigliserida meningkat melebihi batas normal (Price & Wilson, 2006). Parameter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai oleh peningkatan atau penurunan fraksi lemak dalam plasma. Kelainan fraksi lemak yang utama adalah kenaikan

Lebih terperinci

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1

Pendahuluan. Harmas Yazid Yusuf & Nani Murniati 1 Pendahuluan Teori infeksi fokal, yang populer pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, menyebutkan bahwa fokus dari suatu kondisi spesies bertanggung jawab terhadap inisiasi dan berkembangnya sejumlah penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid, ditandai oleh peningkatan dan/atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang dijumpai yaitu peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini pesatnya kemajuan teknologi telah banyak membawa perubahan pada pola hidup masyarakat secara global termasuk dalam hal pola makan. Seiring dengan berkembangnya

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita

Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini. kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita 12 Pada wanita penurunan ini terjadi setelah pria. Sebagian efek ini kemungkinan disebabkan karena selektif mortalitas pada penderita hiperkolesterolemia yang menderita penyakit jantung koroner, tetapi

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lipid yang ditandai dengan peningkatan atau penurunan fraksi lipid plasma darah. Kelainan fraksi lipid yang paling utama adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam

BAB 1 PENDAHULUAN. Karena lemak tidak larut dalam air, maka cara pengangkutannya didalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Apolipoprotein atau apoprotein dikenal sebagai gugus protein pada lipoprotein. 1 Fungsi apolipoprotein ini adalah mentransport lemak ke dalam darah. Karena lemak tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat dan menimbulkan dampak sosial maupun ekonomi. Infeksi dengue disebabkan oleh virus DEN 1,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan manifestasi klinis akut penyakit jantung koroner (PJK) yangmemiliki risiko komplikasi serius bahkan kematian penderita. Penyakit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Pada negara berkembang infeksi Helicobacter pylori terjadi pada 80% populasi, sedangkan di negara maju < 40%. Infeksi Helicobacter pylori lebih banyak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem peyampaian obat konvensional tidak dapat mempertahankan konsentrasi obat yang efektif selama periode yang diperlukan, terutama untuk obat-obat yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi bakteri yang berkembang menjadi sepsis yang merupakan suatu respon tubuh dengan adanya invasi mikroorganisme, bakteremia atau pelepasan sitokin akibat pelepasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Cedera ginjal akut (Acute Kidney Injury / AKI) memiliki insidensi yang terus meningkat setiap tahunnya (Cerda et al., 2008). Berbagai macam strategi pencegahan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di

BAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global,

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini karena prevalensinya yang selalu meningkat. Secara global, jumlah penderita DM

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut,

BAB 5 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, lxxiii BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian terhadap 100 penderita stroke iskemik fase akut, setelah dialokasikan secara acak 50 penderita masuk kedalam kelompok perlakuan dan 50 penderita lainnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

FREDYANA SETYA ATMAJA J.

FREDYANA SETYA ATMAJA J. HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT TINGKAT KECUKUPAN KARBOHIDRAT DAN LEMAK TOTAL DENGAN KADAR TRIGLISERIDA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RUANG MELATI I RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Skripsi Ini Disusun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat zaman modern ini, setiap individu sibuk dengan kegiatan masingmasing, sehingga cenderung kurang memperhatikan pola makan. Gaya hidup sedentari cenderung

Lebih terperinci

Marianne, S.Si., M.Si., Apt.

Marianne, S.Si., M.Si., Apt. Marianne, S.Si., M.Si., Apt. HMG Co-A Reduktase Inhibitor (statin) Resin Pengikat Asam Empedu Derivat Asam Fibrat Penghambat Absorpsi Kolesterol Niasin Penggolongan Obat Simvastatin, Pravastatin, Lovastatin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lambung merupakan perluasan organ berongga besar berbentuk kantung dalam rongga peritoneum yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Saat keadaan kosong, bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Inflamatory bowel disease (IBD) mewakili suatu kondisi inflamasi kronik usus yang idiopatik. IBD terdiri atas dua jenis penyakit, yaitu Crohn's disease (CD)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Buah Pinang (Areca catechu) adalah semacam tumbuhan palem yang tumbuh di daerah Asia, dan Afrika bagian timur, Pasific. Di Indonesia sendiri, Buah pinang banyak terdapat

Lebih terperinci

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh

Lesi mukosa akut lambung akibat Aspirin atau dengan istilah Aspirin gastropati merupakan kelainan mukosa akibat efek topikal yang akan diikuti oleh V. PEMBAHASAN UMUM Lesi mukosa akut lambung akibat efek samping OAINS/Aspirin merupakan kelainan yang sering ditemukan. Prevalensi kelainan ini sekitar 70 persen sedangkan pada 30 persen kasus tidak didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sindroma ovarium polikistik (SOPK) adalah sindroma disfungsi ovarium dengan karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hiperglikemia / tingginya glukosa dalam darah. 1. Klasifikasi DM menurut Perkeni-2011 dan ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Melitus 2.1.1. Definisi Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu penyakit metabolik yang disebabkan karena terganggunya sekresi hormon insulin, kerja hormon insulin,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing

BAB V PEMBAHASAN. Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing BAB V PEMBAHASAN Kadar glukosa darah pada penelitian ini, terjadi peningkatan pada masingmasing kelompok dapat dilihat pada tabel 11. Peningkatan kadar glukosa darah ini dikarenakan pemberian STZ yang

Lebih terperinci

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Leukemia. Leukemia / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Leukemia Leukemia merupakan kanker yang terjadi pada sumsum tulang dan sel-sel darah putih. Leukemia merupakan salah satu dari sepuluh kanker pembunuh teratas di Hong Kong, dengan sekitar 400 kasus baru

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga

BAB VI PEMBAHASAN. Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga 54 BAB VI PEMBAHASAN Analisis jumlah limfosit T CD4+ pada penelitian ini dijadikan baseline yang juga berperan sebagai Immunological recovery pada saat memulai terapi ARV sehingga dapat memaksimalkan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung. iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Tingkat morbiditas dan mortalitas penyakit jantung iskemik masih menduduki peringkat pertama di dunia dalam dekade terakhir (2000-2011). Penyakit ini menjadi penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN

RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN BAB 10 RESPON PERTAHANAN TERHADAP MIKROBIA PATOGEN 10.1. PENDAHULUAN Virus, bakteri, parasit, dan fungi, masing-masing menggunakan strategi yang berbeda untuk mengembangkan dirinya dalam hospes dan akibatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan

BAB I PENDAHULUAN. sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Endometriosis merupakan salah satu penyakit ginekologi yang sering ditemukan pada wanita usia reproduksi berupa implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit peradangan hati akut atau menahun disebabkan oleh virus Hepatitis B (VHB). Termasuk famili Hepadnavirus ditemukan pada cairan tubuh seperti saliva, ASI, cairan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang World Health Organization (WHO) pada tahun 2013 mengumumkan 4 penyakit tidak menular (PTM) termasuk penyakit kardiovaskular (48%), kanker (21%), pernapasan kronis

Lebih terperinci

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang

Mekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum (UD) adalah luka terbuka pada permukaan kulit yang disebabkan oleh adanya komplikasi kronik berupa mikroangiopati dan makroangiopati akibat

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20

BAB 5 PEMBAHASAN. penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 70 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 41 penderita stroke iskemik. Subyek penelitian terdiri atas pria sebanyak 21 (51,2%) dan wanita sebanyak 20 (48,8%). Rerata (SD) umur penderita stroke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku hidup sehatnya, khususnya pada pola makannya sehari-hari. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat Indonesia dan khususnya sebagai generasi penerus bangsa tidak luput dari aktifitas yang tinggi. Oleh sebab itu, mahasiswa diharapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dislipidemia adalah kelainan metabolisme lemak yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lemak plasma. Beberapa kelainan fraksi lemak yang utama adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian

BAB I PENDAHULUAN. negara karena serangan Jantung. Salah satu penyakit yang menyebabkan kematian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit kardiovaskular adalah penyebab kematian tertinggi di dunia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya populasi kematian usia produktif di banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum diketahui. Penyakit ini tidak mengancam jiwa, namun lesi kulit yang terjadi menimbulkan

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gangguan pada hepar dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, antara lain virus, radikal bebas, maupun autoimun. Salah satu yang banyak dikenal masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit akibat infeksi bakteri Salmonella enterica serotipe typhi. Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia yang timbul secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium

BAB I PENDAHULUAN. Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bawang putih (Allium sativum) adalah nama tanaman dari genus Allium sekaligus nama dari umbi yang dihasilkan. Senyawa sulfida merupakan senyawa yang banyak jumlahnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10

BAB 1 PENDAHULUAN. Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat tajam dalam 10 tahun. Tahun

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini

BAB 5 PEMBAHASAN. dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini 61 BAB 5 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 44 subyek pasien pasca stroke iskemik dengan menggunakan consecutive sampling. Rerata umur pada penelitian ini hampir sama dengan penelitian sebelumnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada praktek umum 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Keluhan dispepsia merupakan keadaan klinik yang sering dijumpai dalam praktek sehari-hari. Diperkirakan bahwa hampir 30% kasus pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1

LIPOPROTEIN. Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR. Ana Andriana 1 LIPOPROTEIN Ana Andriana, S.Si Bagian Biokimia Fakultas Kedokteran - UNIZAR Ana Andriana 1 PENDAHULUAN Lipoprotein menjadi alat transport Trigliserida dan kolesterol diantara organ dan jaringan. Gangguan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan

BAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan

Lebih terperinci