PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN"

Transkripsi

1

2 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN

3

4 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN Universitas Lambung Mangkurat Press

5 PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN Editor : Mochamad Arief Soendjoto, Ahmad Kurnain Desain sampul : Ilhamsyah Darusman Foto-foto sampul : Mochamad Arief Soendjoto, Maulana Khalid Riefani Perpustakaan Nasional RI: Katalog dalam Terbitan (KDT) Soendjoto, M.A. dan A. Kurnain Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan. Banjarmasin: Universitas Lambung Mangkurat Press. xiv, 148 hal., (15,5 x 23) cm ISBN Hak Cipta pada penulis dan dilindungi Undang-Undang Dilarang memerbanyak atau mengopi seluruh atau sebagian isi buku ini tanpa ijin tertulis dari penerbit. Penerbit: Universitas Lambung Mangkurat Press, d/a Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. H. Hasan Basry, Kayutangi, Banjarmasin 70123; Telp./ Fax

6 SAMBUTAN REKTOR UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT Pengukuhan guru besar yang ditandai atau disertai dengan orasi ilmiah adalah tradisi di lingkungan perguruan tinggi. Tradisi ini tidak boleh ditinggalkan dan umumnya diamanatkan oleh statuta perguruan tinggi bersangkutan. Jika tradisi tersebut ditinggalkan, maka kredibilitas perguruan tinggi itu patut dipertanyakan. Sebagai perguruan tinggi, bahkan perguruan tinggi yang dikatakan tertua di Pulau Kalimantan, Universitas Lambung Mangkurat sudah seharusnya memelihara tradisi itu. Pemeliharaannya tidak hanya dalam bentuk pemaksaan kepada dosen yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai guru besar untuk segera mengumumkan kegurubesarannya melalui pengukuhan dalam Rapat Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat, tetapi juga dalam bentuk pelestarian naskah orasi ilmiah dalam bentuk buku. Pemeliharaan tradisi adalah upaya untuk menjadikan universitas ini sebagai menara air dan bukan menara gading. Menara air merupakan pengibaratan bagi universitas yang mendistribusikan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) kepada masyarakat sekitarnya melalui Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat) Sejak Unlam berdiri pada tanggal 28 September 1958, penulisan buku memang sudah dilakukan oleh beberapa dosen, tetapi penghimpunan naskah orasi ilmiah pengukuhan guru besar ke dalam bentuk buku jarang dilakukan. Tidak banyak dosen yang mau mengorbankan tenaga dan waktunya untuk menghimpun naskah orasi itu, walaupun buku himpunan naskah orasi itu bernilai historis dan strategis. Buku bernilai historis, karena mengenalkan dosen-dosen yang berdasarkan pada prestasinya bisa meraih gelar tertinggi Guru Besar di lingkungan perguruan tinggi menurut periode atau waktu tertentu. Buku

7 bernilai strategis, karena bermanfaat (1) mengenalkan dan menyebarluaskan gagasan, inovasi, dan konsep seorang Guru Besar kepada masyarakat, (2) memberi inspirasi kepada semua Guru Besar di lingkungan Universitas Lambung Mangkurat untuk mengembangkan lebih jauh kompetensi keilmuannya, (3) membangkitkan semangat para Doktor untuk memromosikan dirinya ke jabatan fungsional Guru Besar, dan (4) mendorong dan memotivasi dosen muda untuk berkarya dan berpartisipasi menghasilkan karya ilmiah bermutu di bidangnya masing-masing serta mengembangkan dan menerapkannya di masyarakat. Atas nama Pemimpin Universitas Lambung Mangkurat, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Sdr. Mochamad Arief Soendjoto dan Sdr. Ahmad Kurnain yang berinisiatif menghimpun naskah orasi dalam bentuk buku serta menyuntingnya sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia, sehingga buku itu nyaman dibaca dan muatannya mudah dipahami. Kami yakin buku ini bermanfaat bagi kita semua, baik yang berkecimpung dalam dunia pendidikan maupun yang bergerak dalam pembangunan pada umumnya. Dosen dan mahasiswa sudah seharusnya menggunakan buku ini sebagai referensi, sedangkan pemerintah kabupaten/kota/provinsi, pelaku ekonomi, dan wirausahawan dapat menggunakannya untuk bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan. Banjarmasin, Juni 2010 Rektor Prof. Ir. H. Muhammad Rasmadi, M.S. vi

8 vii

9 PRAKATA Mulai tahun 2006 Rektor Universitas Lambung Mangkurat berkomitmen untuk mewajibkan dosen yang telah ditetapkan sebagai Guru Besar menyampaikan orasi pengukuhan Guru Besar. Kewajiban ini sebenarnya sudah diamanatkan dalam Statuta Universitas Lambung Mangkurat, tetapi kewajiban ini berangsurangsur atau cenderung tidak dilaksanakan seiring dengan jarangnya muncul Guru Besar baru sebelum tahun Komitmen Rektor patut dihargai. Orasi pengukuhan Guru Besar merupakan tradisi dan budaya pada perguruan tinggi yang selama ini memang dianggap sebagai pusat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks). Orasi pengukuhan bukan sekedar wujud kebebasan mimbar akademik di lingkungan perguruan tinggi, melainkan juga bentuk pertanggungjawaban atas wewenang keilmuan dan kebanggaan seorang Guru Besar. Dalam orasi itu Guru Besar mengemukakan konsep, ide, dan inovasi yang berkaitan dengan pengembangan dan penerapan ipteks, terutama yang berkaitan dengan bidang ilmu ampuan Guru Besar. Karena muatan dan nilai itulah, naskah orasi pengukuhan sudah selayaknya dihimpun menjadi buku. Setidaknya empat manfaat diperoleh. Pertama, naskah orasi terdokumentasi dengan baik dan bisa disebarluaskan ke semua lapisan masyarakat atau tidak terbatas di tangan individu-individu tertentu yang mengikuti acara pengukuhan. Kedua, naskah orasi dapat ditelusuri kembali di perpustakaan setempat atau perpustakaan nasional, walaupun Guru Besar bersangkutan sudah tidak ada di perguruan tingginya. Ketiga, naskah orasi dapat dijadikan bahan referensi atau acuan pustaka oleh pengguna, seperti mahasiswa, dosen, staf instansi pemerintah, dan atau karyawan perusahaan. Terakhir, naskah orasi merupakan media perkenalan Guru Besar dan sekaligus perguruan tinggi tempat Guru Besar mengabdikan dirinya. Buku berjudul Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ini merupakan himpunan enam judul orasi pengukuhan Guru Besar; dua dari Fakultas Pertanian, tiga dari Fakultas Kehutanan, dan satu dari viii

10 Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Keenam judul orasi disusun menurut tema pokok, agar pembaca mudah menyinambungkan keterkaitan makna atau pesan setiap tema. Buku ini juga merupakan buku kedua himpunan orasi, setelah sebelumnya terbit buku dengan judul Pengelolaan Sumberdaya Alam Dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Budaya dan Kearifan Lokal. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang memberi kontribusi, sehingga buku ini akhirnya dapat dibaca. Kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat yang memberi semangat kepada kami untuk menerbitkan buku dan kepada para Guru Besar yang merelakan naskah orasinya dihimpun dalam buku ini. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada Sdr. Ilhamsyah Darusman yang mendesain sampul buku, staf Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat dan staf Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat yang membantu membangkitkan inspirasi, serta semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu. Semoga buku ini bermanfaat. Banjarmasin, Mei 2010 Mochamad Arief Soendjoto Ahmad Kurnain ix

11 DAFTAR ISI DAFTAR ISI.... x DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR GAMBAR... iv 1. SUMBER DAYA ALAM, PEMBANGUNAN PERTANIAN, DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (Mengelola Eksternalitas untuk Memperbaiki Kesejahteraan) (Luthfi Fatah)... 1 Pendahuluan Peranan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Wilayah... 3 Pembangunan Pertanian dan Lingkungan.. 5 Persoalan Eksternalitas dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Prinsip Penanganan Eksternalitas. 10 Penutup.. 13 Pernyataan Syukur dan Terima Kasih Daftar Pustaka KACANG NAGARA SEBAGAI MITRA KEDELAI UNTUK STABILITAS KETAHANAN PANGAN DI ERA PERUBAHAN IKLIM (Pemanfaatan Kekayaan Biodiversitas untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Global) (Athaillah Mursyid) Pendahuluan Penyebab Perubahan Iklim Dampak Negatif Perubahan Iklim terhadap Agro ekosistem Indonesia Prakiraan Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketahanan Pangan, Khususnya Kedelai Kacang Nagara, Alternatif Pengganti atau Mitra Kacang Kedelai Rangkuman Analisis dan Pokok Pikiran ke Depan Ucapan Terima Kasih Daftar Pustaka x

12 3. HUTAN SEBAGAI SISTEM SUMBERDAYA YANG BERSIFAT MULTIGUNA, MULTIFUNGSI DAN MULTIKEPENTINGAN (Yudi Firmanul Arifin) Pendahuluan.. 46 Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).. 47 Deskripsi Hasil Penelitian di Kawasan Pegunungan Meratus Tumbuhan berkhasiat obat dari hutan alam Rotan dari hutan alam Ekowisata di hutan alam Permasalahan Penerapan Multiguna Hutan Pendekatan dalam Penerapan Multiguna Hutan.. 61 Kesimpulan Ucapan Terima Kasih Daftar Pustaka PERENCANAAN HUTAN ADALAH TIANG PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN (Udiansyah) Kondisi Hutan Indonesia Pengelolaan Hutan Berkelanjutan: Konsep versus Fakta Perencanaan Hutan Struktur Tegakan dan Pertumbuhan Pohon.. 75 Hutan dan Pendapatan Negara Penutup.. 79 Ucapan Terima Kasih. 80 Daftar Pustaka EKSPERIMENTASI PROVENAN SUNGKAI (Peronema canescens) DALAM USAHA MENINGKATKAN KUALITAS TEGAKAN HUTAN (Gusti Muhammad Hatta) Peningkatan Kebutuhan akan Kayu.. 85 Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk Memasok Kayu Sungkai, Jenis Tanaman Rekomendasi untuk HTI Variasi Genetik Sungkai pada Populasi Alami Distribusi Geografis Sungkai xi

13 Basis Ekologi Silvikultur Direct Environment Sungkai Uji Provenan untuk Meningkatkan Kualitas Bibit Semai Sungkai Mengoptimalkan Produksi Semai Sungkai Perancangan Sistem Silvikultur untuk Sungkai.. 95 Kesimpulan. 100 Ucapan Terima Kasih Daftar Pustaka PERUBAHAN HIDROTOPOGRAFI PERAIRAN MUARA BARITO, PENDEKATAN HIDRODINAMIKA (H. Fathurrazie Shadiq) Pendahuluan Hidrodinamika (Simulasi Arus Akibat Pasang Surut dan Angin) Hidrotopografi Rekomendasi Ucapan Terima Kasih Daftar Pustaka BIODATA GURU BESAR SEKILAS TENTANG EDITOR xii

14 DAFTAR TABEL 1.1. Perbandingan pertanian dan batubara untuk beberapa komponen perekonomian di Kalimantan Selatan (2004) Jenis dan golongan HHBK Karakteristik hasil kayu dan HHBK ditinjau dari berbagai aspek Produksi HHBK tahun 1997/ Jenis HHBK yang potensial di Kalimantan Selatan Jenis-jenis tumbuhan obat, potensi, dan kegunaannya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tinggi tempat dan faktor-faktor lingkungan mikro tumbuhan obat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Jenis rotan yang ditemukan, potensi, dan faktor lingkungannya Amplitudo 10 komponen harmonik pasang surut xiii

15 DAFTAR GAMBAR 1.1. Nilai tambah sektoral di Indonesia (% pertumbuhan tahunan) Efek rumah kaca (KMNLH, 2008) Kecenderungan pola curah hujan yang akan datang di Jawa dan Bali (Naylor et al., 2007 dalam UNDP, 2007) Sungkai di Kampus Unlam Banjarbaru (kiri) dan di hutan produksi Kabupaten Kotabaru Foto satelit Muara Sungai Barito (Google, 2006) Verifikasi pasang surut: ramalan versus amatan Pasang surut Muara Sungai Barito tahun 2005 (ramalan) Ayunan pasut Barito dan Balikpapan Pola arus model besar pada saat surut baik di posisi Pemancingan/Barito maupun di Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Pola arus model besar pada saat surut di posisi Pemancingan/Barito dan slag water di Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Pola arus model besar pada saat surut di Barito dan pasang di posisi Pemancingan/ Barito dan Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Pola arus model besar pada saat pasang di posisi Pemancingan/Barito dan mulai pasang di Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2010 (Armi et al., 2008) Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2050 (Armi et al., 2008) Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2100 (Armi et al., 2008) xiv

16 1 SUMBER DAYA ALAM, PEMBANGUNAN PERTANIAN, DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (Mengelola Eksternalitas untuk Memerbaiki Kesejahteraan) Pendahuluan Luthfi Fatah Kita bersyukur bahwa Allah swt. telah menentukan kita terlahir di negara yang sangat kaya akan sumber daya alam. Secara lebih spesifik lagi kita terlahir di Provinsi Kalimantan Selatan, wilayah yang mengandung hampir atau setidaknya pernah ada semua sumber daya alam. Kita punya hutan tropis, meskipun sekarang tengah terancam kelestariannya. Kita punya sumber daya perairan. Beberapa bagian dari wilayah Kalimantan Selatan berbatasan langsung dengan Laut Jawa. Kita punya sumber daya pertambangan. Ada intan, emas, dan batubara. Untuk minyak bumi, kita punya stok yang cukup signifikan. Untuk sumber daya lahan, kita masih memiliki banyak lahan yang potensi dan kapasitasnya belum dimanfaatkan secara optimal. Dari segi sumber daya alam, kita sebetulnya memiliki stok yang melimpah. Namun demikian, kita bisa dengan mudah melihat bahwa manfaat sumber daya alam ini belum dirasakan oleh sebagian besar warga kita. Sumber daya alam ini telah dieksploitasi dan diambil manfaatnya, tetapi sebagian besar penduduk yang wilayahnya mengandung sumber daya alam itu tidak ikut menikmati manfaatnya. Kalaupun sumber daya alam itu ada manfaatnya, yang diterima penduduk hanya berupa proporsi sangat kecil dari keseluruhan nilai tambah yang telah dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam tersebut. Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat di Gedung Serbaguna Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, tanggal 05 Desember Guru Besar Ilmu Ekonomi Sumber Daya pada Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~

17 Fenomena kelaparan di lumbung padi banyak kita jumpai. Sumber daya alam melimpah, tetapi rakyat sekitar masih tetap terjerambab dalam kemiskinannya. Misalnya, kemiskinan rakyat Mimika di Papua berdampingan dengan kemegahan dan kemewahan gaya hidup orang-orang di Freeport yang mengeksploitasi emas dari perut bumi Mimika. Seorang ibu muda di salah satu wilayah kota Makassar mati kelaparan, padahal Makassar tengah berlari kencang dalam pertumbuhan ekonominya. Para petani mengeluh kesulitan membeli beras yang harganya melangit dan semakin jauh dari jangkauan, padahal merekalah yang memproduksi padinya. Orang-orang miskin harus antri berhari-hari untuk memeroleh minyak tanah, padahal negara mereka, Indonesia mempunyai banyak ladang minyak bumi. Demikian pula untuk bahan bakar minyak. Masyarakat harus antri, padahal bumi kita sebenarnya telah menyediakan stok yang melimpah ruah. Bagi kita sendiri di Kalimantan Selatan, armada truk angkutan batu bara demikian panjangnya dan jajaran truk bisa tampak seperti lautan. Namun, kenyataannya kita mengalami kesulitan energi. Listrik di wilayah kita harus byar-pet. Banyak sekali kerugian material yang timbul akibat ini dan bahkan nyawa pun melayang. Banyak lagi gambaran serupa, kalau kita ingin terus membaca. Fakta menunjukkan bahwa kekayaan sumber daya alam kita tidak serta merta berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Apakah sumber daya alam dapat dimanfaatkan untuk memerbaiki kesejahteraan masyarakat dan membantu pengembangan wilayah? Bagaimana seharusnya mengelola sumber daya alam sehingga dapat memberikan kesejahteraan yang maksimal bagi masyarakat? Apakah pertanian dapat berkontribusi dalam perbaikan kesejahteraan dan pengembangan wilayah ini? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang dicoba dijelaskan dalam makalah ini. ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

18 Peranan Sumber Daya Alam untuk Pengembangan Wilayah Untuk mengembangkan wilayah, perlu dilakukan pembangunan. Pembangunan merupakan upaya menerapkan kemampuan mengelola sumber daya dan aset yang dimiliki untuk mencapai keadaan lebih baik. Kemampuan mengelola, ketersediaan sumber daya, dan jumlah aset yang dimiliki dengan demikian merupakan tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan pada gilirannya mampu untuk mengembangkan wilayah. Semakin tinggi kemampuan mengelola, semakin banyak alternatif yang dapat dikembangkan untuk mengembangkan wilayah. Kemampuan ini mencakup penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan teknologi. Dalam hal sumber daya, semakin banyak sumber daya yang dikuasai dan semakin besar tingkat penguasaan terhadap sumber daya tersebut, semakin besar pula peluang keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan. Dalam hal jumlah aset, kecenderungannya adalah bahwa semakin banyak aset yang dikuasai (misalnya dukungan infrastruktur, sarana, dan prasarana), semakin mudah mewujudkan rencana pelaksanaan pembangunan. Kegagalan-kegagalan pembangunan ekonomi di negara berkembang dan berbagai degradasi sumber daya alam dan lingkungan tidak bisa semata-mata didekati dari kebijakan ekonomi fiskal dan moneter. Pembangunan hendaknya tidak hanya dipandang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia, tetapi juga menjaga agar sumber daya tetap tersedia atau lestari. Secara ekonomi, peningkatan kesejahteraan tentu saja memerlukan pertumbuhan ekonomi (growth). Akhir-akhir ini kebijakan promosi pertumbuhan ekonomi semata banyak mendapat tantangan, karena berakibat pada terganggunya sistem ekologi. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat, malah menimbulkan kesenjangan yang semakin lebar antara negara kaya dan negara miskin, antara penduduk kaya dan penduduk miskin, dan antara wilayah kota kaya dan wilayah desa miskin. Pada sisi lain, krisis lingkungan muncul mengikuti pertumbuhan tersebut. Lahan semakin kritis, hutan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~

19 menyusut bahkan gundul, udara dan air tercemar, serta bencana alam seperti banjir, longsor, dan kekeringan terjadi. Keadaan tersebut terjadi karena dalam pembangunan ekonomi, banyak sekali aspek yang tidak memiliki nilai pasar secara finansial justru berperan sangat signifikan dalam menentukan dan menjaga sumber daya alam dan lingkungan yang selanjutnya akan menentukan keberhasilan pembangunan berikutnya. Misalnya, eksploitasi sumber daya alam yang sangat intensif akan menguras deposit sumber daya alam tersebut. Pada gilirannya, ketika depositnya sudah demikian menipis, kegiatan pembangunan tidak dapat berkelanjutan, apalagi bila hanya jenis sumber daya alam ini yang diandalkan. Pengurasan deposit ini tidak dinilai dalam pasar sumber daya tersebut, sehingga harga yang disepakati terlalu rendah dan tidak mencerminkan tingkat kelangkaannya. Akibatnya, sumber daya bersangkutan dikuras secara sangat cepat. Contoh lain dapat dilihat pada industri batubara. Penambang, para supir truk pengangkut, pemilik modal, pemilik alat-alat berat, pemilik warung-warung sepanjang jalan pengangkutan, dan mungkin banyak pihak lain lagi adalah pihak-pihak yang memeroleh keuntungan finansial dari industri ini. Namun, industri ini juga menimbulkan masalah yang nilainya secara finansial tidak diperhitungkan. Kerusakan jalan yang dilalui, debu yang dihasilkan dari pengangkutan, korban kecelakaan lalu lintas akibat kendaraan pengangkut batubara, kemacetan jalan, suhu panas karena banyak lahan hutan terbuka untuk diambil kandungan batubara di bawahnya, dan banjir yang seperti mewabah merupakan bentukbentuk kerugian yang secara nyata dialami oleh masyarakat. Pada saat bersamaan, pasar tidak memberi nilai untuk kerugian tersebut. Karena tidak bernilai, kerugian tidak diperhitungkan sebagai ongkos produksi. Bentuk kegiatan seperti digambarkan di atas adalah contohcontoh bentuk eksternalitas. Bergantung pada tujuan pelaksanaan pembangunan dan target utama penerima manfaat, pengelolaan eksternalitas sangat menentukan. Otoritas pengambil kebijakan harus cermat melihat eksternalitas yang timbul dari eksploitasi suatu sumber daya alam. Selanjutnya otoritas itu mengarahkan eksternalitas ini agar beban dan biaya ataupun kemudahan dan manfaat yang ditimbulkan terdistribusi secara adil kepada ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

20 komponen masyarakat yang sesuai, sehingga tujuan pembangunan dan pengembangan wilayah yang telah digariskan dapat dicapai. Pembangunan Pertanian dan Lingkungan Dalam upaya pengembangan wilayah, otoritas pengambil kebijakan dapat memilih sektor-sektor yang akan menjadi tumpuan dalam pelaksanaan pembangunan. Sesuai dengan karakteristik masing-masing, ada sektor yang mampu memberikan keuntungan dan nilai tambah yang lebih besar dalam satu periode waktu tertentu dibandingkan dengan sektor lainnya. Sebagai ilustrasi dapat disampaikan bahwa kecenderungan nilai tambah sektoral kita (dinyatakan pertumbuhan persentase tahunan) pada awal perkembangannya cenderung didominasi sektor pertanian. Kemudian dominasi ini bergeser dan dikuasai oleh sektor industri. Pada kondisi dewasa ini yang lebih dominan adalah sektor industri. Gambar 1.1 memberikan ilustrasi ini secara grafis. Gambar 1.1. Nilai tambah sektoral di Indonesia (% pertumbuhan tahunan) (Diadaptasi dari 2001 World Development Indicators CD-ROM, World Bank 2002) Kalau demikian, mengapa kita harus memilih pembangunan pertanian sebagai domain produksi dalam pemanfaatan sumber Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~

21 daya alam untuk mengembangkan wilayah dan memerbaiki kesejahteraan masyarakat? Ada beberapa alasan yang menjadi justifikasi mengapa kita harus memilih sektor pertanian sebagai tumpuan dan fokus utama untuk pembangunan ekonomi. Pertama, sebagian besar masyarakat miskin kita adalah petani dan tinggal di pedesaan (Bunasor et al., 1991; Arifin, 2005; Fatah, 2007). Kenyataan ini membawa implikasi bahwa apabila kita ingin mengembangkan wilayah melalui pembangunan, maka orientasi pembangunan hendaknya diarahkan ke wilayah perdesaan dan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat petani. Untuk maksud ini tool yang paling sesuai adalah pembangunan pertanian. Kedua, kita memiliki keunggulan komparatif pada sektor pertanian dalam hal ketersediaan sumber daya terutama alam dan manusia. Mendorong pembangunan pertanian dan memanfaatkan keunggulan komparatif merupakan alternatif yang lebih ekonomis dan sekaligus juga relevan untuk maksud distribusi kesejahteraan (Fatah, 2003). Ketiga, kenyataan bahwa pertanian menyerap sebagian besar tenaga kerja membawa implikasi bahwa keberhasilan dalam pembangunan pertanian akan memberikan perbaikan pendapatan kepada sebagian besar masyarakat kita. Pada gilirannya, hal ini tentu akan membawa kesejahteraan dan tingkat pertumbuhan wilayah yang lebih baik (Fatah, 2008; Kasryno, 1999; Krisnamurti dan Aziz, 2001). Keempat, potensi pasar produk sektor pertanian sangat luas. Potensi ini dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan dengan penanganan tepat produk pertanian juga dapat diekspor. Kedua jenis pasar ini merupakan pasar yang kemampuan absorbsinya sangat besar, bergantung pada kemampuan pihak terlibat dalam penanganan produksi dan distribusi produk yang bersangkutan. Yang terakhir tetapi tidak kalah pentingnya adalah kenyataan bahwa input komponen impor dalam pengembangan pertanian sangat sedikit dibandingkan dengan sektor lain, seperti industri dan jasa (Mason and Baptist, 1996). Untuk membangun pertanian kita bisa mengandalkan input domestik dan memanfaatkan tenaga ahli lokal. Bahkan dalam hal tertentu ahli pertanian lokal justru ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

22 tergolong yang terbaik secara internasional. Tidak demikian halnya untuk industri dan jasa. Selain banyak komponen input yang harus diimpor, tenaga ahli untuk kedua sektor ini juga tampaknya masih didominasi oleh ahli eksternal. Lihatlah semua eksploitasi sumber daya alam penting di Kalimantan Selatan, seperti batubara, emas, kayu, dan minyak bumi. Semuanya dikuasai dan dijalankan oleh ahli-ahli dan manajer dari luar negeri. Pembangunan pertanian dapat memengaruhi keberhasilan pembangunan wilayah dan sekaligus dapat pula menyebabkan perubahan struktur dan komposisi lingkungan dan sumber daya alam. Penggunaan lahan secara terus menerus dalam pembangunan pertanian untuk suatu jenis tanaman (misalnya, padi) dapat menurunkan kualitas lingkungan. Beberapa kemungkinan adalah terjadinya ledakan hama akibat ketidak-terputusan siklus hidupnya, degradasi atau penurunan kualitas lahan akibat terkurasnya unsur hara tertentu, pengerasan struktur tanah yang menyulitkan tingkat pengolahan tanah, serta timbulnya dampak-dampak sampingan (residual effects) dari penggunaan intensif berbagai jenis pestisida dan pupuk buatan (Heiriyani, 1997). Degradasi lahan merupakan proses berkurangnya atau hilangnya kegunaan lahan dalam usaha meningkatkan produksi pertanian. Menurut Lal (1994), kerusakan tanah/lahan dapat disebabkan oleh kemerosotan struktur tanah (pemadatan tanah, erosi dan desertifikasi), penurunan tingkat kesuburan tanah, keracunan dan pemasaman tanah, kelebihan garam di permukaan tanah, dan polusi tanah. Menurut Oldeman (1994), faktor-faktor yang memengaruhi degradasi tanah/lahan adalah (1) pembukaan lahan (deforestration) dan penebangan kayu hutan secara berlebihan untuk kepentingan domestik, (2) penggunaan lahan untuk kawasan peternakan/penggembalaan secara berlebihan (overgrazing), dan (3) aktivitas pertanian dalam penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan. Kurnia et al. (1997) menyatakan bahwa penggunaan lahan yang tidak memertimbangkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air memercepat proses degradasi lahan yang terdapat di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS). Meskipun bagi negara-negara maju lingkungan telah menjadi pertimbangan yang utama dalam pengembangan pertanian, bagi negara-negara berkembang aspek ini belum begitu menjadi Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~

23 perhatian. Selain karena memang kesadaran akan pentingnya kualitas lingkungan bagi kesejahteraan di kalangan penduduk dan pengambil keputusan di negara-negara berkembang masih rendah, hal ini juga disebabkan oleh kesulitan mengkuantifikasi aspek lingkungan (FAO, 2002). Menurut Arifin (2005), pembangunan pertanian hendaknya tidak dilakukan hanya sebagai upaya sambilan dari upaya pembangunan ekonomi keseluruhan. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan hendaknya merupakan pembangunan sustainable (berkelanjutan) yang merupakan usaha untuk meningkatkan laju pertumbuhan hasil pertanian agar dapat selalu bersesuaian dengan laju pertumbuhan tuntutan kebutuhan hidup manusia terhadap produksi pertanian pada saat ini dan masa masa akan datang (Anwar et al., 1991). Persoalan Eksternalitas dalam Pemanfaatan Sumber Daya Alam Eksternalitas adalah dampak kegiatan produksi oleh satu pihak yang harus dipikul atau diterima oleh pihak lain yang tidak terlibat dalam proses produksi tersebut. Bila menguntungkan, maka eksternalitas ini dinamakan eksternalitas positif dan sebaliknya, bila merugikan disebut eksternalitas negatif. Banyak sekali bentuk eksternalitas yang tidak dapat dinilai harganya secara langsung melalui mekanisme pasar. Kondisi demikian membuat proses produksi dan eksploitasi sumber daya alam cenderung bersifat overexploited. Artinya, eksploitasi dilakukan terlalu intensif, karena harga sumber daya yang dikuras tidak dicerminkan dengan baik oleh pasar. Eksternalitas negatif yang timbul akibat proses eksploitasi seringkali tidak dimasukkan sebagai komponen biaya. Kondisi pengurasan sumber daya alam yang berlebihan ini pada gilirannya dapat menganggu keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Mekanisme saling kebergantungan antarkomponen lingkungan banyak yang terputus. Kondisi lingkungan yang stabil banyak yang terganggu. Kenyamanan dan nilai amenity yang dapat diperoleh dari lingkungan banyak yang sirna. Kondisi ini pada keadaan ekstrimnya akan membuat lingkungan rusak dan proses pembangunan terhenti karena ketiadaan sumber daya alam. ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

24 Yang dialami lebih lanjut adalah pemerosotan kenyamanan hidup manusia dan penurunan tingkat kesejahteraan. Marilah kita mengambil contoh satu jenis sumber daya alam untuk ditelaah secara mendetail dalam kaitannya dengan eksternalitas yang mengikuti eksploitasinya. Kita melihat bersama industri pertambangan batubara di Kalimantan Selatan Trade off antara ekonomi dan ekologi banyak sekali dijumpai dalam langkah pembangunan industri batubara ini. Oleh sebab itu, diperlukan konsep pendekatan yang dapat menghasilkan solusi untuk memerbaiki kesejahteraan manusia secara umum yang peduli dengan keseimbangan antargenerasi dan yang dapat menjaga kelestarian produksi dari sumber daya yang dieksploitasi. Eksploitasi sumber daya alam dioptimalkan, agar generasi sekarang dapat memeroleh manfaat dan generasi mendatang juga masih dapat menikmati manfaat tersebut. Industri batubara dikatakan merupakan industri yang menguntungkan. Industri ini membuka kesempatan kerja, menciptakan nilai tambah, dan meningkatkan investasi asing di suatu wilayah negara ataupun satuan administrasi yang lebih kecil, seperti propinsi dan kabupaten (EBLNF, 2004). Namun demikian, kita dapat melihat pula dengan mudah bahwa tidak sedikit dampak negatif yang muncul akibat aktivitas industri batubara ini. Di antaranya adalah kontaminasi sumber air, problem debu dan polusi udara yang berdampak pada kesehatan, serta kerusakan pada hutan dan lahan yang selanjutnya menyebabkan terjadinya banjir pada daerah-daerah yang sebelumnya aman dari banjir. Ketika jalan umum digunakan untuk pengangkutan sumber daya alam ini, terjadi kemacetan dan kelambatan lalu lintas, kecelakaan yang membawa korban nyawa, dan juga gangguan kebisingan. Selain itu, kita dapat melihat dengan jelas perbedaan tingkat kesejahteraan karyawan dan para pemilik pertambangan dengan masyarakat sekitarnya (JATAM, 2002). Hampir semua dampak negatif dari industri batubara seperti dipaparkan di atas merupakan akibat dari eksternalitas yang mengikuti produksi industri batubara. Eksternalitas tersebut bersifat negatif dan merugikan. Sesuai dengan namanya eksternalitas, pihak yang menderita kerugian ini adalah pihak eksternal, yaitu pihak yang tidak terlibat atau tidak ikut menjalankan proses produksi. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~

25 Prinsip Penanganan Eksternalitas Sterner (2003) menyajikan instrumen kebijakan untuk penanganan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam ke dalam enam kategori. Instrumen kebijakan ini dapat pula diimplementasikan untuk menangani dan mengatasi persoalanpersoalan yang berhubungan dengan eksternalitas. Enam instrumen kebijakan adaptasian dimaksud adalah (1) pengaturan langsung, (2) izin yang dapat diperjualbelikan, (3) pajak, (4) subsidi, deposit, pembayaran polusi, (5) hak kepemilikan, instrumen legal, dan kebijakan pengelolaan informasi, serta (6) perencanaan menyeluruh. Pemilihan instrumen kebijakan tidak bisa dilepaskan dari konteksnya, terutama berkaitan dengan penilaian kondisi saat ini (existing condition) dan kondisi masa datang (future condition) sebagai tujuan yang ingin dicapai. Perbedaan pemahaman dan pandangan terhadap kedua hal tersebut akan membawa perbedaan pada kebijakan yang dipilih. Selain itu, satu jenis instrumen dapat digunakan untuk mencapai beberapa tujuan berbeda, bergantung pada pengaturan dan pengimplementasian instrumen kebijakan tersebut. Misalnya, penggunaan pajak. Penerapan pajak lumpsump akan berbeda akibatnya terhadap sumber daya alam dibandingkan dengan pajak ad valorem. Pajak ad valorem akan menyebabkan ongkos produksi semakin mahal bila tingkat ekspolitasi semakin tinggi. Akibatnya, jenis pajak ini akan cenderung mencegah atau menghambat eksploitasi yang lebih tinggi. Pajak lumpsump tidak memiliki efek demikian. Dari uraian tersebut kita bisa memahami bahwa kedudukan informasi sangatlah penting dalam penentuan kebijakan untuk mengelola eksternalitas. Informasi memainkan peranan khusus dalam pengambilan keputusan. Bahkan bagaimana mengelola tersedianya informasi tertentu merupakan bagian instrumen kebijakan (Bemelmans-Vide et al., 1998). Sebelum kebijakan yang sesuai mengenai penanganan industri batubara dikeluarkan, terlebih dahulu pengambil keputusan harus memahami dinamika dan karakteristik dari industri batubara. Tanpa pemahaman yang baik tentu akan sulit kita mengharapkan bahwa kebijakan yang tepat akan dapat dikeluarkan. 10 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

26 Mari, kembali kepada contoh spesifik kita, yaitu industri batubara. Dalam kenyataannya industri batubara di Kalimantan Selatan ini menimbulkan beberapa eksternalitas negatif yang cukup signifikan, yaitu persoalan banjir, gangguan kesehatan, polusi udara, kontaminasi air, dan sejenisnya. Dalam proses produksi semua dampak negatif tersebut tidak diperhitungkan sebagai bagian dari biaya. Dengan demikian ongkos produksi eksploitasi batubara ini lebih murah daripada seharusnya. Sesuai dengan kaidah ilmu ekonomi, kita memahami bahwa sumber daya yang bernilai lebih rendah dari seharusnya (undervalued) akan terkuras lebih cepat, karena biaya produksi yang rendah cenderung mendorong proses deplesi terhadap sumber daya ini. Apabila perekonomian Kalimantan Selatan dilihat secara makro dan sektor industri batubara dibandingkan dengan sektor pertanian, maka output pangsa industri batubara adalah 17%, sedangkan pertanian hanya 14%. Namun, apabila dilihat serapan tenaga kerjanya, maka pertanian jauh lebih besar. Serapan di sektor pertanian mencapai 50%, sedangkan batubara hanya 3%. Untuk investasi, yang tertuang bagi industri batubara mencapai 30%, sedangkan untuk pertanian hanya sebesar 15% (Tabel 1.1). Gambaran ini merupakan existing condition dari sektor industri batubara dan sektor pertanian. Tabel 1.1. Perbandingan pertanian dan batubara untuk beberapa komponen perekonomian di Kalimantan Selatan (2004) Komponen Satuan Pertanian Batubara Juta rupiah Output Pangsa (%) Orang Tenaga kerja Pangsa (%) 50 3 (TK) TK/output 0 0 Juta rupiah Investasi Pangsa (%) Diolah dari Social Accounting Matrix (SAM) Kalsel 2004 Selanjutnya sebelum menentukan instrumen kebijakan yang akan diterapkan, perlu pula ditetapkan future condition yang Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 11

27 diinginkan dari perekonomian kita, khususnya menyangkut industri batubara dan pertanian. Seperti telah diuraikan di atas future condition merupakan tujuan penerapan kebijakan. Ambilah misal bahwa tujuan kebijakan kita adalah agar sumber daya alam batubara tidak terdeplesi akibat eksploitasi berlebihan serta memberi manfaat yang berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat secara signifikan sepadan dengan nilai output-nya. Deplesi sumber daya batubara dapat terjadi akibat eksploitasi berlebihan, yang terjadi karena biaya eksploitasinya terlalu murah. Oleh karena itu kebijakan yang perlu diterapkan adalah menempatkan ongkos produksi pada tingkat yang seharusnya. Menetapkan penggunaan jalan sendiri bagi industri batubara merupakan salah satu bentuk kebijakan tepat yang akan mendorong ongkos produksi naik mendekati tingkat seharusnya. Bentuk kebijakan ini menurut Sterner (2003) adalah kategori instrumen kebijakan nomor 1, yaitu pengaturan langsung terhadap teknologi atau tatacara yang digunakan dalam eksploitasi dan proses produksi. Instrumen lainnya yang juga dapat digunakan adalah pengenaan pajak secara ad valorem. Dengan pengenaan pajak ini biaya produksi akan semakin tinggi, tingkat eksploitasi menurun, dan pada saat yang sama pemerintah akan memeroleh penerimaan dari pajak setelah dikurangi biaya pengumpulannya (Baumol and Oates, 1988). Untuk mengatasi problema yang timbul dari eksternalitas negatif industri batubara seperti banjir, polusi udara, dan kontaminasi air, instumen kebijakan yang dapat digunakan adalah nomor 4, yaitu kategori subsidi, deposit dan pembayaran polusi. Subsidi bisa diberikan kepada masyarakat yang menderita akibat eksternalitas negatif. Deposit dan pembayaran polusi adalah setoran dari perusahaan yang melakukan eksploitasi. Perusahaan diwajibkan menyimpan deposit sejumlah tertentu. Bila banjir muncul deposit ini akan digunakan untuk masyarakat korban banjir, tetapi bila ternyata banjir tidak terjadi maka perusahaan berhak memeroleh kembali deposit mereka setelah periode tertentu (Kosmo, 1987). Dalam penggunaan instrumen kebijakan ini, informasi yang akurat sangat diperlukan oleh otoritas pengambil keputusan. Informasi tentang bagaimana korelasi antara eksploitasi sumber daya alam batubara dengan banjir, berapa lama periode dampaknya akan muncul, serta berapa besar kerugian yang timbul akibat banjir 12 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

28 bila dikuantifikasikan ke dalam nilai ekonomi, merupakan beberapa di antara informasi strategis yang perlu didapatkan terlebih dahulu (Sterner, 2003). Untuk melengkapi penerapan instrumen-instrumen kebijakan di atas, terutama dalam kaitannya dengan komparasi data antara batubara dengan pertanian, instrumen lain yang juga perlu dipertimbangkan penerapannya adalah perencanaan menyeluruh, yaitu nomor 6. Pengaturan yang dilakukan tidak hanya menyangkut sektor batubara saja, tetapi juga menyangkut bagaimana mengatur sektor pertanian yang terkait dengan batubara ini. Pengaturan ini bertujuan agar manfaat industri batubara dapat dinikmati masyarakat secara lebih merata, bukan hanya menguntungkan segelintir orang. Dengan melihat data komponen perekonomian di atas, output besar di sektor batubara yang dibarengi dengan serapan tenaga kerja yang kecil menunjukkan bahwa dampak pertambahan nilai yang muncul hanya akan dinikmati oleh bagian kecil masyarakat saja. Artinya, pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada batubara akan membuat distribusi pendapatan akan semakin memburuk. Mengingat bahwa serapan tenaga kerja di sektor pertanian sangatlah besar, maka bias ke batubara harus dialihkan menjadi bias ke pertanian. Investasi yang selama ini lebih banyak diarahkan ke batubara harus mulai disusun ulang agar mengarah ke sektor pertanian. Penutup Ketersediaan sumber daya alam yang melimpah tidaklah serta merta berkorelasi positif dengan perbaikan tingkat kesejahteraan. Kita banyak melihat fenomena kelangkaan di tengah-tengah kelimpahan ini. Sumber daya alam yang ada telah dieksploitasi dan diambil manfaatnya, tetapi sebagian besar penduduk yang wilayahnya mengandung sumber daya alam itu tidak ikut menikmati manfaatnya. Kalaupun ada manfaatnya, yang mereka terima hanya dalam proporsi sangat kecil dari keseluruhan nilai tambah yang dihasilkan dari eksploitasi sumber daya alam tersebut. Kemampuan mengelola, ketersediaan sumber daya, dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 13

29 jumlah aset yang dimiliki adalah tiga faktor utama yang menentukan keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan pada gilirannya mampu mengembangkan wilayah. Pembangunan hendaknya tidak hanya dipandang sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan umat manusia saja, tetapi juga untuk menjaga agar sumber daya tetap tersedia atau lestari. Dalam pembangunan yang mengambil manfaat sumber daya alam, banyak sekali eksternalitas, yaitu dampak kegiatan produksi oleh satu pihak yang harus dipikul atau diterima oleh pihak lain yang sebenarnya tidak terlibat atau ikut serta dalam proses produksi tersebut. Yang sering menjadi persoalan adalah eksternalitas negatif. Contohnya, terjadi banjir, polusi udara, dan kontaminasi air sebagai dampak dari industri batubara. Untuk mengelola eksternalitas agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terdapat enam instrumen kebijakan yang dapat diterapkan, yaitu (1) pengaturan langsung, (2) izin yang dapat diperjualbelikan, (3) pajak, (4) subsidi, deposit, pembayaran polusi, (5) hak kepemilikan, instrumen legal, dan kebijakan pengelolaan informasi, serta (6) perencanaan menyeluruh. Dalam penentuan instrumen kebijakan itu perlu diperhatikan kondisi saat ini (existing condition) dan kondisi masa depan (future condition) sebagai tujuan dari penerapan instrumen kebijakan yang akan dipilih. Sebagai contoh, problem eksternalitas pada industri batubara; jenis instrumen kebijakan yang lebih sesuai adalah nomor (1) yaitu pengaturan langsung, nomor (3) berupa pengenaan pajak ad valorem, dan nomor (4) yaitu penerapan subsidi, deposit, dan pembayaran polusi. Sebagai tambahan, untuk menjamin bahwa manfaat industri batubara dapat dinikmati masyarakat secara lebih merata, instrumen kebijakan nomor (6) yaitu perencanaan menyeluruh perlu pula diterapkan. Pernyataan Syukur dan Terima Kasih Adalah sesuatu yang mustahil bahwa apa yang saya capai hari ini merupakan buah karya saya sendiri. Banyak sekali pihak yang berperang mendorong dan mendukung sehingga sampai pada tahap ini. Di atas semuanya adalah kehendak-nya yang telah menentukan bahwa saya boleh memeroleh jabatan guru besar ini dan bisa dikukuhkan pada hari ini, tepat pada hari ulang tahun saya 14 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

30 ke 47. Bagaimanapun usaha saya beserta orang yang mendukung memersiapkan angka kredit dan proses administrasinya, tidak akan jadi tanpa izin dan pertolongan-nya. Sebaliknya, bagaimanapun juga hambatan yang ada atau keinginan orang untuk menghalanginya, tidak mungkin terhalang juga tanpa izin dan kehendak-nya. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat-nya. Allahu Akbar. Selanjutnya, ada dua orang perempuan yang sangat signifikan kontribusinya pada perjalanan karir saya sampai saat ini. Pertama adalah ibunda tercinta, Hj. Masyrumi yang berkenan hadir bersama saya pada hari ini untuk memberikan dukungan semangat. Mulai dari masa kanak-kanak saya, mama telah meletakkan dasardasar bahwa belajar itu penting dan bahwa belajar itu dapat dilakukan bagaimanapun keadaan dan kesulitan kita. Mama telah mengorbankan kenyamanan dan ketenangan hidupnya demi memastikan bahwa saya dapat menyelesaikan studi S1. Ini sebuah modal yang sangat berharga sehingga selanjutnya saya dapat meniti karier dengan baik, termasuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Mama, mohon ampuni ananda, karena tidak akan pernah bisa membalas segala jasa dan kebaikanmu. Doakan ananda agar menjadi hamba Allah yang beriman dan dapat menyenangkan mama di sisa kehidupan kita ini. Perempuan kedua adalah istri saya tercinta, Hj. Tuti Heiriyani. Di paruh kedua kehidupan, ketika dia mulai memasuki kehidupan saya, keadaan kami sungguh memerlukan perjuangan yang berat. Alhamdulillah dengan kesabaran, pengertian, pelayanan, dan cinta kasihnya, kami berhasil bersama melalui riak gelombang kehidupan dengan pasang surut silih berganti, sampai bahtera rumah tangga kami sekarang berjalan 21 tahun, telah dikarunia dua orang anak, dan bahkan pada waktu pengajuan usul guru besar dan saking susahnya saya sudah ingin menyerah. Saya merasakan bahwa proses untuk memeroleh angka kredit jauh lebih mudah daripada proses untuk mengklaim nilai angka kredit itu, padahal menurut hemat saya, persoalan administrasi ini seharusnya tidak menghambat orang yang berprestasi. Alhamdulillah, Tuhan menyediakan Tuti Heiriyani sebagai istri saya. Dia menyabarkan saya. Bahkan, ketika usulan beberapa orang di belakang saya sudah diproses lebih dulu dan saya sudah merasa lelah sehingga menyerah untuk memproses pangkat, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 15

31 dia mengambil alih dengan berbagai konsekuensi dan kesulitannya. Untuk kedua orang skrikandi yang saya cintai ini, terima kasih yang tak terhingga. Selanjutnya terima kasih saya untuk ayahanda H.A. Fatah Arsyad (almarhum) serta kedua ananda Novita Alfinuri dan Shaufi Firdaus Luthfi. Masing-masing dengan caranya sendiri telah berkontribusi dalam perjalanan karir saya, sehingga sampai pada tahap ini. Berikutnya saya ingin berterima kasih kepada guru-guru saya sejak TK, SD, dan seterusnya sampai jenjang S3 yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu. Saya ingin berterima kasih kepada Bapak Ir. H. Mulyadi Yusuf dan Ir. H. Fardiani, M.M. sebagai pembimbing S1 saya, Prof. Dr. Ir. Affendi Anwar, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Lutfi Ibrahim Nasution, M.Sc., dan Dr. Ir. Agus Pakpahan, M.S. yang merupakan para pembimbing S2 saya, dan Prof. Dr. Randy Stringer, pembimbing S3 saya. Terima kasih juga disampaikan kepada sejawat dan kolega di Jurusan Sosek Faperta Universitas Lambung Mangkurat dan di lingkungan luas Universitas Lambung Mangkurat atas interaksi, saran, dan masukan, sehingga langkah saya sampai pada tahap seperti hari ini. Pak Samad, Pak Prof. Udi, Bu Emi Rahmawati, Pak Artahnan, Pak Aman, Pak Dja far, dan Pak Azis serta lain-lainnya, terima kasih untuk rangkaian diskusi informalnya yang sangat mengayakan. Saya juga ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Ibu Dekan Fakultas Pertanian dan para pemimpin fakultas, serta Bapak Rektor beserta pemimpin universitas lainnya. Untuk menutup pernyataan ini, saya mohon maaf atas segala kekurangan dan kekhilafan yang disengaja dan tidak serta disadari dan tidak. Mudahan capaian ini tidak hanya bermanfaat buat saya tetapi juga membawa manfaat bagi yang lain dan bagi institusi kita yang tercinta ini, Universitas Lambung Mangkurat. 16 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

32 DAFTAR PUSTAKA Anwar, A To Form the Fundamentals of Sustainable Agricultural System to Improve the Self Sustainability of the Nation. Paper presented in Seminar of Agricultural Development Strategy for the Second Stage of Long term Development, Bogor, 28 October Arifin, B Pembangunan Pertanian, Paradigma Kebijakan dan Strategi Revitalisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Baumol, W.J. and W.E. Oates The Theory of Environmental Policy. Cambridge, UK: Cambridge University Press. Bemelmans-Vide, M.L., R.C. Rist, and E. Vedung Carrots, Stick and Shermon: Policy Instruments and Their Evaluation. New Brunswick, NJ: Transaction Press. Bunasor et al Memaksimumkan dan Meratakan Distribusi Manfaat serta Melindungi Usaha Kecil Pertanian dari Dampak Globalisasi. Makalah Seminar Pembangunan Pertanian dalam PJPT II, Institut Pertanian Bogor, Bogor, September EBLNF (End Black Lung Now and Forever) Mining and Its Effects, End Black Lung Now and Forever. London: Working Paper EBLNF. FAO Anti Hunger Programme: Reducing Hunger through Sustainable Agricultural and Rural Development and Wider Access to Food. Rome: FAO. Fatah, Luthfi The Roles of Agroindustry in the Improvement of Regional Economy and Income Distribution of South Kalimantan Province, Indonesia. Ph.D. Dissertation. Adelaide: Adelaide University Australia. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 17

33 Fatah, Luthfi Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Banjarmasin: Pustaka Banua. Fatah, L., Udiansyah, H. Imansyah, and G. Khairuddin The impacts of coal mining on the economy and environment of South Kalimantan Province, Indonesia. ASEAN Economic Bulletin, 25(1): Heiriyani, T Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Secara Alami. Banjarbaru: Fakultas Peratanian Universitas Lambung Mangkurat. JATAM (Jaringan Advokasi Tambang - Network for Mining Advocating) Taking the coal mining in South Kalimantan Province. Gali-gali, 4(20):2-11. Kasryno, F Membangun Sektor Pertanian Berkelanjutan sebagai Penggerak Pertumbuhan Ekonomi Indonesia: Memantapkan Ketahanan pangan dan Menghapus Kemiskinan. Makalah disampaikan pada Pra Widya dan Gizi Tahun Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kosmo, M Money to Burn? The High Cost of Energy Subsidy. Washington D.C.: World Resource Institute. Krisnamurti, B. dan A. Aziz Agribisnis. Jakarta: Yayasan Pengembangan Sinar Tani. Kurnia, U., N. Sinukaban, F. G. Suratmo, H. Pawitan, dan H. Suwardjo Pengaruh teknik rehabilitasi lahan terhadap produktivitas tanah dan kehilangan hara. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, (15): Lal, R Sustainable land use systems and soil resilience., R Sustainable land use systems and soil resilience. In: Soil Resilience and Sustainable Land Use. Proceeding of a Symposium held in Budapest, 28 September - 2 October 18 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

34 1992, including the Second Workshop on the Ecological Foundations of Sustainable Agriculture (WEFSA II). pp Mason, A. and J. Baptist How Important are Labor Markets to the Welfare of the Poor in Indonesia? Washington D.C.: World Bank. Oldeman, L.R The global extent of soil degradasion. In: Soil Resilience and Sustainable Land Use. Proceeding of a Symposium held in Budapest, 28 September - 2 October 1992, including the Second Workshop on the Ecological Foundations of Sustainable Agriculture (WEFSA II). pp Sterner, T Policy Instrumen for Environmental and Natural Resource Management. Washington DC: Resource for the Future Press. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 19

35 2 KACANG NAGARA SEBAGAI MITRA KEDELAI UNTUK STABILITAS KETAHANAN PANGAN DI ERA PERUBAHAN IKLIM (Pemanfaatan Kekayaan Biodiversitas untuk Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim Global) Athaillah Mursyid Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian malam dengan siang terdapat tanda tanda bagi orang orang yang berakal, yaitu orang orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk dan berbaring; mereka memikirkan penciptaan langit dan bumi seraya berkata, Ya Tuhan Kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia sia ; Maha Suci Engkau, peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. 3: ) Pendahuluan Perubahan iklim dicirikan oleh peningkatan suhu udara serta perubahan pola dan distribusi curah hujan. Perubahan pola dan distribusi curah hujan akan memengaruhi sumber air bersih dan ketersediaan air untuk irigasi. Kemarau panjang dan banjir menyebabkan gagal panen dan akhirnya sangat mengganggu stabilitas sistem ketahanan pangan kita. Perubahan iklim merupakan dampak pemanfaatan sumber daya alam baik oleh negara-negara maju maupun oleh negara berkembang. Indonesia sebagai salah satu negara berkembang mengontribusi perubahan iklim itu antara lain melalui penggundulan hutan, kebakaran hutan dan lahan, degradasi lahan gambut, serta kerusakan lahan rawa yang membawa berkurangnya penghisap karbon. Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat di Aula Fakultas Kehutanan, Unlam, Banjarbaru, tanggal 28 Januari Guru Besar Ekologi/Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan pada Fakultas Pertanian, Unlam. 20 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

36 Perubahan iklim telah dan akan terus membawa dampak negatif yang luas pada kehidupan masyarakat, termasuk di antaranya adalah masyarakat Indonesia. Perubahan ini mengancam berbagai upaya Indonesia untuk memerangi kemiskinan, memerparah berbagai resiko dan kerentanan yang dihadapi oleh rakyat miskin, serta menambah beban persoalan yang sudah di luar kemampuan rakyat miskin untuk menghadapinya. Dengan kalimat lain, perubahan iklim menghambat upaya masyarakat untuk membangun kehidupan lebih baik bagi diri dan keluarga mereka. Fakta menunjukkan bahwa 56,07% dari angka kemiskinan adalah petani miskin. Mitigasi perlu dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim. Tindakan itu tidak lagi sekedar diskusi berkepanjangan mengenai pemanasan global, tetapi antara lain berupa penurunan kadar CO 2 udara atau pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Walaupun penting, mitigasi hanya merupakan satu sisi saja dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Bagi masyarakat miskin, prioritas paling mendesak adalah menemukan cara mengatasi kondisi lingkungan hidup yang baru melalui adaptasi. Oleh sebab itu, kita perlu segera mengintregrasikan mitigasi dengan adaptasi ke dalam sistem perencanaan pembangunan bangsa kita. Kita perlu menyiagakan masyarakat agar lebih siap, lebih tahan, dan lebih kuat terhadap ancaman perubahan iklim. Masyarakat tidak menyebut upaya kedua itu dengan istilah adaptasi, karena banyak dari mereka yang telah berpengalaman dengan adaptasi ini. Para petani di wilayah yang sering terkena kemarau panjang sudah belajar memanfaatkan kekayaan biodiversitas (keanekaragaman hayati) untuk mendiversifikasi sumber pendapatan mereka. Mereka antara lain menanam tanaman yang lebih tahan pada kemarau panjang. Tugas kita yang sangat diperlukan sekarang adalah menelaah dan membangun kembali kearifan ekologi yang sudah ada di masyarakat. Tujuannya adalah membantu masyarakat melindungi dan mengurangi kerentanan sumber-sumber sistem ketahanan pangan, nafkah, dan kehidupan dari ancaman perubahan iklim berupa kondisi cuaca yang semakin tidak menentu dan semakin ekstrim itu. Perhatian harus kita berikan secara sungguh-sungguh pada Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 21

37 sistem ketahanan pangan berbasis kacang-kacangan, yang salah satunya adalah kedelai. Kedelai adalah komoditas sangat strategis bagi masyarakat banyak, lebih-lebih masyarakat miskin. Pangan olahan dari kedelai, seperti tempe, tahu, dan kecap merupakan hajat hidup masyarakat banyak. Pangan ini memberi kontribusi besar dalam pemenuhan gizi masyarakat. Pangan ini merupakan sumber protein murah menuju pangan sehat dan gizi berimbang. Gizi diketahui sangat menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia dulu, kini, dan masa depan. Perubahan iklim diprediksi dapat menurunkan produktivitas kedelai di daerah tropis, termasuk Indonesia. Sekarang saja kebutuhan kedelai Indonesia sangat bergantung pada kedelai impor. Jika pada era perubahan iklim ini produktivitas kedelai semakin rendah, maka masyarakat dan bangsa kita yang sangat bergantung pada kedelai impor akan memiliki sistem ketahanan pangan yang semakin rawan dan rapuh. Berdasarkan pada kearifan ekologi dalam pemanfaatan kekayaan biodiversitas, kacang nagara berpotensi menjadi komoditas alternatif pengganti kedelai atau setidak-tidaknya menjadi suplemen atau mitra kedelai. Kacang nagara terbukti sangat adaptif terhadap kondisi lahan rawa dan tahan terhadap ancaman kemarau. Orasi ilmiah yang saya sampaikan ini diharapkan akan semakin menggugah hati nurani saya pribadi. Lebih dari itu, orasi juga diharapkan mengajak hadirin untuk berbuat sesuatu membantu masyarakat, khususnya masyarakat miskin, agar lebih siap dan lebih tahan pada keniscayaan perubahan iklim di lingkungan hidup kita. Penyebab Perubahan Iklim Iklim global diketahui berubah-ubah. Secara ilmiah, perubahan iklim dapat dicermati dan dibandingkan menurut kurun waktu. Jutaan tahun lalu suhu bumi relatif dingin, sehingga sebagian wilayah bumi ditutupi es. Beberapa abad kemudian suhu turun-naik secara musiman. Ini akibat dari fluktuasi radiasi matahari atau peristiwa alam lainnya. Parahnya, perubahan iklim yang terjadi pada saat ini dan akan datang tidak hanya disebabkan oleh peristiwa alami, tetapi juga oleh 22 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

38 berbagai aktivitas manusia. Konvensi Acuan PBB tentang Perubahan Iklim mendefinisikan perubahan iklim sebagai akibat langsung atau tidak langsung aktivitas manusia yang menyebabkan perubahan komposisi atmosfer secara global (Dir. Publikasi, 1992). Kepedulian sebagian besar masyarakat dunia terhadap pelestarian dan keseimbangan alam semakin menipis, akibat dari tuntutan dan persaingan yang semakin ketat dalam pemenuhan kebutuhan akan berbagai sumber daya alam untuk mendukung segala aktivitas manusia (Mursyid, 2008b). Tuntutan dan persaingan dalam pembangunan ekonomi dunia itu memberikan dampak negatif yang serius terhadap iklim dunia. Pembakaran besarbesaran bahan bakar fosil (minyak, batubara) berlangsung dan pada gilirannya telah meningkatkan produksi GRK. GRK adalah unsur gas, baik alami maupun buatan (anthropogenic), di dalam atmosfer yang menyerap dan memancarkan kembali radiasi infra merah (Dir. Publikasi, 1992). Istilah GRK diambil dari sifat gas ini yang memiliki efek sama dengan panel-panel kaca yang menjadi atap sebuah rumah kaca. Pada siang hari sinar matahari yang menembus panel-panel kaca meningkatkan suhu di dalam rumah kaca. Suhu panas tidak segera turun kembali dengan cepat, karena jenis radiasi di dalam rumah kaca yang memiliki gelombang panjang infra merah tidak tersebar kembali ke atmosfer, tetapi dihambat oleh panel-panel kaca. Jelasnya, efek rumah kaca terjadi, karena keberadaan GRK di troposfir memerangkap radiasi gelombang panjang (infra merah) yang sebenarnya merupakan radiasi balik (back radiation) permukaan bumi setelah permukaan bumi menerima radiasi (Gambar 2.1). GRK yang terus meningkat adalah CO 2. Lebih dari 75% komposisi GRK di atmosfer adalah CO 2 yang dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil (antara lain dalam kegiatan transportasi, pembangkitan listrik, dan pembakaran batubara), penebangan hutan atau kayu, dan penggunaan pupuk pada lahan pertanian. Selain CO 2, GRK lainnya menurut Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC) adalah dinitroksida (N 2 O), sulfurheksaflorida (SF 6 ), perfluorokarbon (PFC s ), dan hidrofluorokarbon (HFCs) (KMNLH, 2008). Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 23

39 Gambar 2.1. Efek rumah kaca (KMNLH, 2008) Sebetulnya sebagian CO 2 diserap kembali melalui proses fotosintesa pada tanaman. Masalahnya sekarang adalah bahwa kebanyakan negara di dunia memproduksi CO 2 jauh lebih cepat daripada kecepatan penyerapan gas itu oleh tanaman atau pohon, sehingga konsentrasi gas itu di atmosfer meningkat secara bertahap. Memang, negara-negara di seluruh dunia tanpa henti membuang CO 2 dalam jumlah besar. Namun, negara-negara maju mengeluarkan emisi lebih banyak per kapita karena secara umum membakar lebih banyak bahan bakar fosil. Masalah menjadi lebih parah, ketika banyak pohon yang sebenarnya dapat menyerap CO 2 melalui fotosintesa menghilang. Di Indonesia saja, kehancuran hutan berlangsung semakin cepat, dari hektar per tahun pada tahun 1980-an menjadi sekitar 1,6 juta hektar per tahun pada penghujung tahun 1990-an. Akibatnya, tutupan hutan menurun secara tajam dari 129 juta hektar pada tahun 1990 menjadi 82 juta hektar pada tahun 2000, dan bahkan diproyeksikan 68 juta hektar pada tahun Ini berarti, setiap tahun Indonesia semakin mengalami penurunan daya serap CO 2 (UNDP, 2007). Badan dunia yang bertugas memonitor isu perubahan iklim (IPCC) memerkirakan konsentrasi CO 2 di atmosfer terus meningkat dengan kecepatan 1,9 ppm/tahun. Akibatnya, pada tahun ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

40 nanti suhu global dapat naik 1,8-2,9 0 C (UNOCHA, 2006 dalam UNDP, 2007). Dampak Negatif Perubahan Iklim terhadap Agroekosistem Indonesia Iklim global merupakan sistem yang rumit. Iklim tersebut dipengaruhi oleh dari pemanasan global yang berinteraksi dengan berbagai pengaruh lainnya. Di Indonesia salah satu faktor yang memengaruhi iklim adalah El Nino Southern Oscillation (ENSO), yang dalam periode waktu tertentu (tahunan) memicu berbagai peristiwa cuaca ekstrim di Indonesia. ENSO meningkatkan kebakaran besar lahan dan hutan. Kebakaran ini menyebabkan kabut asap semakin tebal di atmosfer dan kabut itu menjadi cemaran yang menurunkan kualitas udara ambien. Kualitas udara seperti ini dapat menimbulkan kerusakan pada beberapa jenis tanaman yang peka (Mursyid, 2008a). ENSO merupakan perpaduan fenomena El Nino dan La Nina. Kejadian El Nino berkaitan dengan perubahan arus laut di Samudera Pasifik yang menyebabkan air laut menjadi hangat. Pada saat terjadi El Nino, kita biasanya mengalami kemarau kering panjang. Kondisi sebaliknya adalah La Nina, yaitu ketika arus laut menjadi sangat dingin. Yang terkait dengan peristiwa ini adalah Osilasi Selatan (Southern Oscillation) atau perubahan tekanan atmosfer di belahan selatan bumi. Ketika terjadi La Nina, kita lebih sering dilanda banjir. El Nino tahun adalah yang paling parah selama 50 tahun. Tahun 1998 merupakan tahun terpanas dalam abad 20 ini (PEACE, 2007). Makin sering terjadinya El Nino ini bertepatan dengan berlangsungnya pemanasan global. Data dari NOAA menunjukkan bahwa sejumlah kejadian El Nino paling parah terjadi setelah tahun 1970-an, ketika pemanasan global mulai berlangsung makin cepat. Apakah berbagai perubahan yang kita alami sekarang ini akibat ENSO, efek rumah kaca/pemanasan global, atau paduan keduanya, yang jelas Indonesia sudah mengalami perubahan iklim (UNDP, 2007) Faktor lain yang memengaruhi iklim Indonesia adalah letak Indonesia yang berada pada zone konvergensi intertrofik (Inter Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 25

41 Trofical Convergence Zone, ITCZ), zona pertemuan angin yang bertiup dari belahan bumi utara dengan angin dari bumi belahan selatan. Wilayah ini sering dicirikan dengan adanya awan komulonimbus dengan curah hujan yang tinggi (Las et al., 1991). Pergerakan siklon tropis di wilayah selatan bagian timur Samudera India (Januari s/d April) dan sebelah timur Samudera Pasifik (Mei s/d Desember) dapat menyebabkan angin kencang dan curah hujan yang tinggi. Angin kencang juga sering terjadi selama peralihan angin munson (angin musim hujan) dari arah timur laut ke barat daya (UNDP, 2007). Perubahan iklim akan memerparah berbagai masalah akibat iklim di Indonesia. Agroekosistem Indonesia sudah rentan terhadap begitu banyak ancaman yang berkaitan dengan iklim, seperti banjir, kemarau panjang, angin kencang, dan kebakaran lahan atau hutan. Kini, ancaman itu semakin sering dan bertambah parah (UNDP, 2007). Dampak yang ditimbulkannya pun menjadi lebih dahsyat. Dalam kurun waktu kemarau panjang terjadi rata-rata setiap 4 tahun sekali, tetapi antara meningkat menjadi setiap 3 tahun. Banjir juga makin sering melanda. Dalam kurun waktu , telah dilaporkan 530 kali banjir yang melanda hampir semua provinsi. Perubahan iklim mengacaukan kearifan ekologis yang berupa kemampuan astronomi para petani padi mengenai urut-urutan musim tanam. Jika dibandingkan kurun waktu dengan kurun waktu , maka awal musim hujan di sebagian besar wilayah Sumatera terlambat hari dan awal kemarau terlambat hari (UNDP, 2007). Pergeseran awal musim tanam 2-4 minggu sejak 5 tahun terakhir, bahkan di beberapa daerah di Pantura awal musim tanam mundur 1-2 bulan (Manan, 2008). Pada masa mendatang sebagian wilayah Indonesia, terutama di wilayah selatan khatulistiwa, diprediksi dapat mengalami curah hujan semakin tinggi dan musim kemarau semakin panjang. Tipe perubahan mengikuti pola seperti Gambar 2.2. Curah hujan yang semakin tinggi dan periode musim hujan yang semakin pendek diperhitungkan akan memercepat erosi dan degradasi lahan. Sebaliknya, kemarau panjang dengan suhu tinggi dapat memengaruhi ketersediaan air tanah. Oleh sebab itu, pola vegetasi dan pola tanam di lahan-lahan pertanian harus berubah (PEACE, 2007). 26 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

42 Gambar 2.2. Kecenderungan pola curah hujan yang akan datang di Jawa dan Bali (Naylor et al., 2007 dalam UNDP, 2007) Sebagai negara kepulauan, Indonesia pun sangat rentan terhadap fenomena lain dari perubahan iklim. Peningkatan suhu atmosfer bumi akan melelehkan gletser dan lapisan es di kutub yang selanjutnya diperkirakan menaikkan muka air laut 9 hingga 100 cm. Kenaikan ini akan memicu luapan dan intrusi air laut ke perairan/ persawahan pasang surut (UNDP, 2007). Luapan air laut yang silih berganti dengan kemarau menyebabkan padi puso. Menurut Manan (2008), luasan lahan padi puso cenderung meningkat pada tahun-tahun terakhir ini. Di Kalimantan Selatan, pada musim kemarau tahun 2003 luas tanaman padi yang rusak akibat masuknya air laut mencapai ha. Pada masa depan, intrusi dan luapan air laut diduga semakin jauh masuk ke kawasan yang lebih dalam akibat rusaknya kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) atau daerah tangkapan air. Pada musim kemarau debit air sungai berkurang, sehingga tidak mampu mendorong air laut keluar, sedangkan muka laut semakin naik, akibatnya air laut masuk ke lahan pertanian yang lebih ke dalam dari pantai. Kerusakan tanaman padi dan persawahan pasang surut oleh keracunan air laut semakin luas (Hariyanto, 2005). Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 27

43 Prakiraan Dampak Perubahan Iklim terhadap Ketahanan Pangan, Khususnya Kedelai Perubahan iklim yang berdampak negatif terhadap agroekosistem tentu mengganggu produksi berbagai tanaman, terutama tanaman tidak toleran. Gangguan pada produksi tanaman pangan menimbulkan kelangkaan pasokan pangan yang pada gilirannya mengganggu stabilitas ketahanan pangan. Menurut Undang-Undang Nomor 07 Tahun 1996 tentang Pangan, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, merata, dan terjangkau. Dengan kalimat lain, ketahanan pangan mencakup tiga unsur utama, yaitu 1. ketersediaan pangan atau tersedianya pangan berkualitas dalam jumlah cukup pada tingkat lokal maupun nasional, baik dari produksi sendiri maupun impor, 2. keterjangkauan atau terdistribusinya dan tersedianya bahan pangan secara lokal dan terjangkau oleh masyarakat, 3. kebermanfaatan pangan untuk menjamin gizi dan kesehatan masyarakat. Walaupun ketahanan pangan telah dikonsep seperti itu, ancaman krisis pangan diperkirakan tetap ada. Kita pasti mengerti bahwa penyebab krisis pangan amatlah kompleks. Namun adalah keniscayaan bahwa pemanasan global, ketidakpastian iklim, dan berbagai ancaman krisis ekologi di agroekosistem sebagai salah satu penyumbang kontribusi krisis pangan (Notodiputro, 2008). Alaman di Nusa Tenggara Timur (NTT) membuktikan bahwa di Timor Barat, Sumba Timur, dan pulau-pulau di sebelah timur Flores banyak masyarakat yang sudah merasakan dampak parah perubahan iklim. Menurunnya kesuburan tanah yang disertai curah hujan tidak menentu dan kemarau panjang pada tahun-tahun El Nino menyebabkan lebih dari sepertiga populasi di berbagai pelosok wilayah ini hidup di bawah garis kemiskinan. Pada tahun-tahun El Nino (2002 dan 2005), sekitar 25% anak balita mengalami kurang gizi akut. Di Kabupaten Belu misalnya. Di kabupaten yang mendapat curah hujan paling rendah di Indonesia ini, kemarau panjang yang diikuti oleh kegagalan panen telah menimbulkan kasus kurang gizi merebak di seluruh provinsi ini 32-50% (Kieft dan Soekarjo, 2007). 28 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

44 Di negara yang dianggap sudah menguasai teknologi maju bidang pertanian sekalipun, dampak perubahan iklim pun dirasakan. Kekeringan yang melanda Australia tahun 2007 menurunkan produksi gandum negara ini sekitar 40% yang setara dengan 4 juta ton (Arifin, 2008 dalam Notodiputro, 2008). Dari kepustakaan yang sudah ada sejak lama diketahui pengaruh faktor-faktor iklim terhadap metabolisme tanaman. Secara singkat metabolisme tanaman mencakup fotosintesa, respirasi, dan asimilasi. Fotosintesa merupakan pembentukan bahan organik atau makanan, respirasi adalah penguraian bahan organik menjadi energi, dan asimilasi adalah proses penggunaan bahan makanan untuk pembentukan protoplasma dan dinding sel pada pertumbuhan tanaman. Sebagian besar hasil fotosintesa dipergunakan untuk respirasi dan asimilasi. Kelebihannya baru disimpan pada bagian-bagian tertentu tanaman. Pada serealia dan kacang-kacangan, kelebihan itu disimpan dalam biji. Biji yang dipanen adalah hasil tanaman untuk pangan kita (Darmawan dan Baharsyah, 1983). Baharsyah et al. (1984) mengemukakan faktor iklim yang menentukan hasil kedelai. 1. Radiasi matahari optimum untuk fotosintesa kedelai sekitar 0,3-0,8 kal/cm 2 /menit. Berdasarkan keragaman radiasi matahari sehari-hari, hasil fotosintesa tertinggi pada tanaman kedelai dicapai pada jam 10 pagi. Radiasi matahari memengaruhi intensitas dan aliran fotosintesis. Rendahnya radiasi akan menghambat proses translokasi ke perakaran. 2. Titik optimal suhu udara yang memengaruhi fotosintesa kedelai adalah C. Pada suhu 26, C polong kedelai terbentuk optimal, sedangkan pada suhu 31,6-40,5 0 C hanya sedikit polong yang dapat terbentuk. Suhu maksimal harian yang melebihi suhu optimal pada stadia pertumbuhan sangat mengurangi hasil biji. Hal ini terjadi, karena kelembaban tanah terganggu, evapotranspirasi meningkat, dan respirasi tanaman meningkat. Selain dua faktor iklim tersebut, faktor iklim lain yang dominan terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai adalah curah hujan. Sumarno et al. (1990) menegaskan bahwa : 1. musim hujan dengan curah hujan di atas 200 mm/bulan terlalu basah dan berakibat buruk untuk kedelai, terutama pada Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 29

45 pembungaan, pengisian polong, atau masa panen; 2. musim kemarau terlalu kering juga berakibat buruk, apalagi apabila tidak tersedia sarana irigasi; tanaman kedelai akan menderita kekeringan. FAO membagi kesesuaian faktor fisik (khususnya iklim) untuk kedelai dalam 4 tingkat (Guhardja, 1990). Tingkat terbaik adalah daerah dengan suhu C, bulan kering (75 mm) 3-7,5 bulan, dan curah hujan mm/tahun. Dari uraian di atas jelas bahwa pada era perubahan iklim yang menjadikan kondisi iklim semakin ekstrim, produktivitas kedelai diperkirakan menurun sekitar 20-40% dari produktivitas sekarang ini (UNDP, 2007). Seandainya benar terjadi, hal ini tentu akan sangat mengganggu sasaran kuantitatif pembangunan pertanian kedelai untuk tahun 2008 sebesar 0,85-0,90 juta ton dengan kenaikan produksi sebesar 6,5% per tahun (Manan, 2008). Kedelai sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat. Sumarno et al. (1990) mengemukakan bahwa sebelum tahun an hanya masyarakat pedesaan dan kelompok ekonomi lemah di Jawa saja yang mengonsumsi tempe atau tahu. Namun, mulai tahun 1970-an konsumen tempe dan tahu meluas ke seluruh pelosok Indonesia. Perpindahan penduduk dari perdesaan ke kotakota besar di seluruh Indonesia mendorong perkembangan industri tahu-tempe sebagai penyedia lauk sumber protein yang murah di kota. Untuk kecukupan gizi kalori per kapita per hari yang di antaranya mengandung 55 gram protein, dapat dipenuhi antara lain dari 44 gram kacang-kacangan. Anjuran konsumsi 44 gram kacangkacangan per kapita per hari tidaklah sulit dipenuhi apabila kita memanfaatkan keragaman kacang-kacangan dalam menu makanan (Sumarno, 1984). Masyarakat Indonesia sudah lama bertumpu pada kedelai untuk memenuhi pangan berbasis kacang-kacangan. Kedelai diyakini sangat berguna bagi kesehatan manusia, sehingga kedelai menjadi primadona penyedia pangan fungsional (Hustiany, 2008). Sayangnya, kebutuhan kedelai kita sangat tergantung pada kedelai impor. Pada awal 2008 tercatat Indonesia membutuhkan 1,8 juta ton kedelai. Dari kebutuhan tersebut hanya 35% dapat dipenuhi 30 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

46 oleh produksi dalam negeri, sedangkan sisanya (65%) dipenuhi oleh impor (Gatra, 2008). Pada akhir 2007 dan awal tahun 2008 bangsa Indonesia dihadapkan pada kenaikan harga kedelai. Kenaikan harga terjadi, karena ladang-ladang kedelai di Amerika Serikat dikonversi menjadi ladang-ladang jagung guna memenuhi kebutuhan negara tersebut akan biofuel. Akibat kelangkaan kedelai, harga kedelai naik dari Rp3.800/kg menjadi Rp7.300/kg. Akibat berikutnya, harga tempe batangan di pasar tradisional juga naik. Bahkan sebagian produsen tempe dan tahu menghentikan produksinya karena tidak mampu membeli kedelai yang harganya begitu melambung. Krisis pangan hasil olahan dari kedelai pada akhir 2007 dan awal 2008 menjadi pertanda masih rendahya ketahanan pangan dari kedelai di negara kita. Hal ini sekaligus menunjukkan bahwa ada hal-hal yang perlu diperbaiki dalam kebijakan ketahanan pangan berbasis kacang-kacangan, apalagi menurut Mursyid dan Rozy (2008), pada era perubahan iklim ini, era produktivitas kedelai diperkirakan akan semakin menurun. Tidak berlebihan, apabila pemanfaatan kekayaan biodiversitas melalui alternatif suplemen atau mitra kedelai dan melalui penganekaragaman pangan kacangkacangan merupakan harapan untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan kita. Kacang Nagara, Alternatif Pengganti atau Mitra Kacang Kedelai Para ilmuwan percaya bahwa sekitar spesies tumbuhan dunia dapat dimakan. Hanya 30 spesies di antaranya sudah dapat menyediakan 90% kebutuhan gizi kita (Kehati dan WWF, 1993). Indonesia memiliki jumlah spesies tropik yang umum maupun jumlah spesies endemik tertinggi di dunia. Banyaknya pulau-pulau atau wilayah di Indonesia yang terisolir cukup lama memunculkan secara perlahan-lahan spesies lokal yang unik dan selanjutnya dikenal endemik. Agroekosistem yang sebenarnya bukan habitat atau sistem alami secara tradisional mengandung keanekaragaman hayati dan pangan yang tinggi. Sistem-sistem budidaya ini melahirkan keanekaragaman spesies dan genetik. Saat ini diketahui ada sekitar 100 spesies tanaman kacang-kacangan dan beragam kelompok Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 31

47 tanaman lain sebagai penyedia protein dan lemak (KMNLH dan KONPHALINDO, 1995). Lahan basah sebagai sebuah habitat merupakan sumber keanekaragaman Indonesia, baik dari segi ekosistem maupun spesies. Lahan basah paling luas di Indonesia terdapat di datarandataran rendah aluvial, lembah-lembah datar, dan muara-muara mangrof di Kalimantan, selain Sumatera dan Irian Jaya. Bagian lahan basah berupa rawa-rawa yang dangkal dan kering secara musiman mempunyai arti penting sebagai lahan budidaya berbagai tanaman, yang pada akhirnya juga lebih memerkaya keragaman spesies dan genetik. Di Kalimantan Selatan terdapat jenis kacang yang oleh masyarakat Banjar disebut kacang nagara. Nama nagara diberikan, karena kacang ini diusahakan petani secara turun temurun di kawasan rawa Nagara. Kacang nagara banyak dibudidayakan di Kecamatan Daha Utara dan Kecamatan Daha Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Luas areal tanamannya tiap tahun relatif tetap, ha dengan produksi 1,5-2,5 ton/ha biji kering. Tanaman ini tidak pernah diberi pupuk ataupun kapur, kecuali pemberantasan hama dan penyakit apabila diperlukan. Lahan pertanaman kacang tidak menetap setiap tahunnya. Lahan pertanaman berpindah dari lahan lama ke lahan yang baru dibuka. Perpindahan ini dilakukan, karena hasil kacang pada lahan yang sebelumnya sudah pernah ditanami dengan kacang nagara, akan menurun dan kurang menguntungkan (Supiyatna et al., 1992). Kacang nagara atau kacang-putih merupakan subspesies kacang tunggak (Wahdah et al., 2007). Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 568/Kpts/Tp.240/94, pada tahun 1994 kacang nagara telah dilepas sebagai varitas unggul dari kacang tunggak. Kacang yang dideskripsikan dapat menghasilkan 1,5-1,8 ton/ha ini cocok dikembangkan di lahan lebak dan lahan kering baik di Kalimantan maupun di luar Kalimantan. Sampai saat ini masyarakat Kalimantan Selatan memanfaatkan kacang nagara sebagai bahan masakan karih (ayam, sapi dan kambing) dan makanan ringan kacang nagara goreng. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa kacang nagara dapat diolah menjadi tempe, tauco, kecap, tepung, sambal kacang, dan berbagai produk olahan lainnya. Uji organoleptik menunjukkan bahwa tauco, 32 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

48 kecap, dan tempe dari kacang nagara tidak jauh berbeda dengan pangan olahan dari kedelai. Bahkan ada kecenderungan orang lebih menyukai pangan olahan dari kacang nagara. Menurut Supiyatna et al. (1992), cita rasa sambal dari kacang negara tidak berbeda jauh dengan cita rasa sambal dari kacang tanah. Demikian juga dengan kue; rasa kue dari kacang nagara tidak berbeda jauh dengan rasa kue dari tepung terigu. Menurut Noor (1991), walaupun tahu dari kacang nagara sulit dicetak, penambahan kacang nagara sebanyak 10-20% pada kedelai bahan tahu akan menjadikan tahu berasa lebih gurih. Sebagai bahan makanan, kacang nagara mempunyai kandungan protein 22,7-27,0%, karbohidrat sekitar 62%, lemak 1,43%, dan mineral sekitar 3,48% (Supiyatna et al., 1992). Dari segi manfaat dan nilai gizi ini, kacang nagara berpotensi menjadi suplemen atau mitra kacang kedelai untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan berbasis kacang-kacangan. Namun, karena sifat fungsional kedelai sebagai gelasi, penstabil emulsi, dan penyerap air yang baik, para pengrajin tahu, tempe, susu kedelai, kecap, tauco, dan tauge sulit untuk berpindah sama sekali dari kedelai (Hustiany, 2008). Dalam kaitan dengan pemanasan global atau perubahan iklim, kacang nagara mempunyai keunggulan dibandingkan dengan kedelai. Seperti pada umumnya sifat kacang tunggak, kacang nagara lebih tahan terhadap kekeringan dan naungan serta mampu berdaptasi dengan selang yang lebih panjang terhadap curah hujan dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan lainnya (Sumarno dan Manwan, 1990; Tindall, 1975). Penanaman kacang nagara selama ini dilakukan pada musim kemarau (Juni-Juli), ketika perairan lahan rawa lebak telah surut, tetapi masih lembab untuk ditanami (BPSB XI Kalimantan, 1992). Panen dilakukan 8-10 minggu setelah tanam (Mursyid dan Rozy, 1993). Kacang nagara kultivar arab dan padi toleran terhadap kekeringan sampai 65% kapasitas lapang (Mahdalena dan Wahdah, 2007). Selain potensi hasilnya yang tinggi, kacang nagara dapat menghasilkan banyak biomas. Dari petak-petak percobaan dapat dihasilkan lebih dari 15 ton/ha biomas. Biomas tanaman kacang ini banyak digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan mulsa di atas tanah. Berdasarkan pada alasan-alasan di atas, kacang nagara sangat potensial dikembangkan pada wilayah-wilayah rawan kemarau dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 33

49 sangat berfungsi sebagai penutup tanah pada musim kemarau (Sumarno dan Manwan, 1990). Rangkuman Analisis dan Pokok Pikiran ke Depan Tuntutan kepentingan ekonomi, sosial, budaya, bahkan politik telah mengubah intensitas kebutuhan manusia terhadap sumber daya alam. Sayangnya, manusia menipiskan kepedulian terhadap keseimbangan dan keberlanjutan sumber daya alam, sehingga kemajuan pesat ekonomi justru berdampak negatif terhadap ekologi. Dampak itu antara lain perubahan komposisi atmosfer secara global atau peningkatan konsentrasi berbagai jenis gas yang digolongkan ke dalam GRK. Efek rumah kaca yang disebabkan oleh GRK pada konsentrasi 350 ppm dianggap masih sesuai untuk sistem iklim bumi. Namun, kenaikan konsentrasi GRK menjadi 430 ppm telah menyebabkan pemanasan global dan mendorong terjadinya perubahan iklim global. Dampaknya akan makin memerparah berbagai krisis ekologi akibat iklim yang sudah ada di Indonesia, sebagai negara kepulauan. Selama ini, Indonesia sangat rentan dengan perubahan iklim. El Nino-Southern Oscillation (ENSO) setiap beberapa tahun memicu berbagai peristiwa cuaca ekstrim di Indonesia. Pertemuan angin dari belahan bumi utara dengan angin dari belahan bumi selatan memengaruhi awan kumulonimbus serta angin kencang dengan curah hujan yang tinggi dan berhari-hari. Bertepatan dengan berlangsungnya pemanasan global, berbagai fenomena iklim semakin tidak menentu, dahsyat, dan ekstrim. Pergeseran awal musim tanam sudah dirasakan di beberapa daerah pertanian Indonesia. Tanaman menjadi puso, akibat banjir dan kekeringan. Intensitas kejadian dan luasan pertanaman pun cenderung terus meningkat. Kearifan ekologi berupa penguasaan kemajuan astronomi petani untuk memahami karekteristik musim pun kacau. Curah hujan tinggi dalam periode waktu semakin pendek yang ditambah dengan suhu udara panas mendorong degradasi kualitas tanah terutama di lahan kering. Kemarau panjang yang ditambah dengan kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global menaikkan salinitas air genangan dan pada gilirannya akan 34 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

50 merusak lahan pertanian pasang surut. Gangguan faktor-faktor iklim yang ditambah dengan degradasi kualitas tanah akan berdampak negatif pada produktivitas tanaman, terutama tanaman yang tidak toleran terhadap ancaman lingkungan dimaksud. Produktivitas kedelai diperkirakan akan turun sekitar 20-40% dari produktivitas sekarang ini. Kedelai adalah penyedia lauk sumber protein murah dan telah menjadi makanan sehari-hari bangsa Indonesia. Sayangnya, kebutuhan akan kedelai bangsa Indonesia masih sangat tergantung pada kedelai impor. Bangsa Indonesia pernah dihadapkan pada kenaikan harga kedelai, gara-gara pengonversian ladang kedelai menjadi ladang jagung di Amerika Serikat. Kenaikan harga kedelai impor menyebabkan kelangkaan kedelai, kenaikan harga tempe di pasar tradisional, dan selanjutnya penghentian produksi oleh sebagian produsen tempe dan tahu. Fenomena masalah kedelai merupakan gejala rendahnya ketahanan pangan akan kedelai di negara kita. Ketika pada era perubahan iklim produktivitas kedelai diperkirakan akan semakin menurun, ketahanan pangan akan kedelai pun diprediksi akan semakin rawan. Untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan akan kedelai di era perubahan iklim, pertanian masa depan di Indonesia harus berbasis pada dua program. 1. Program Mitigasi dilakukan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (source) maupun penyediaan wadah (sink), sehingga meredam pemanasan dan perubahan iklim global. 2. Program Adaptasi dilakukan melalui penyesuaian sistem produksi terhadap pemanasan dan perubahan iklim global. Program adaptasi juga mengharuskan bentuk pertanian rakyat yang bersifat polikultural, pertanian yang harus memertimbangkan jenis tanaman lain yang lebih toleran terhadap perubahan iklim. Dengan kalimat lain, orientasi pertanian harus diubah dari monokultural yang kedelaisentris menjadi polikultural yang mengarah pada diversifikasi tanaman kacang-kacangan. Sumber produksi pangan berbasis kacang-kacangan perlu dikelola dengan pembudidayaan aneka tanaman pangan berbasis kacang-kacangan. Kebutuhan akan gizi berimbang dari kacang-kacangan akan mudah Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 35

51 dipenuhi melalui konsumsi aneka kacang-kacangan. Kekayaan biodiversitas menjanjikan peluang penguatan pola konsumsi aneka ragam pangan. Masalahnya sekarang adalah membangkitkan kesadaran komunitas warga dan konsumen terhadap produksi aneka ragam pangan. Upaya ini untuk menjamin kecukupan pangan sehat dan gizi berimbang serta sekaligus membantu petani mengembangkan usaha tani dan kesejahteraannya dalam cekaman perubahan iklim. Kita harus menyadari bahwa pangan adalah kebutuhan yang paling azasi bagi manusia. Menjadi sangat berisiko ketika urusan pangan sangat tergantung kepada pihak asing. Kita harus menghidupkan daya kemandirian masyarakat, sehingga mau dan mampu memanfaatkan kekayaan biodiversitas untuk memenuhi kecukupan pangan yang sehat dan gizi berimbang. Kacang nagara (Vigna unguiculata ssp cypindrica) telah dibudidayakan oleh petani di kawasan rawa Nagara secara turun temurun dan merupakan salah satu kekayaan biodiversitas asal Kalimantan Selatan. Kacang yang diperhitungkan lebih unggul daripada kedelai ini mampu beradaptasi untuk bertumbuh dan berproduksi terutama pada era pemanasan global atau perubahan iklim. Memasukkan kacang nagara yang berpotensi menjadi suplemen atau mitra kacang kedelai pada sistem usaha tani mempunyai arti penting dalam program mitigasi terhadap perubahan iklim. Dengan menganalogikan tanaman kelapa sawit yang hasil biomasanya 36 ton/ha/tahun dapat menyerap pencemar udara CO 2 25 ton/ha/ tahun dan mengubahnya menjadi udara bersih O 2 sebanyak 18 ton/ha/tahun (Manan, 2008), kacang nagara yang diperhitungkan menghasilkan biomassa 15 ton/ha/musim dan biji kering 2 ton/ha/ musim akan mampu menyerap CO 2 sekitar 11 ton/ha/musim dan mengeluarkan udara bersih 8,5 ton/ha/musim. Kacang nagara selama ini ditanam pada lahan tanpa bakar dan tanpa olah tanah. Pembukaan lahan tanpa bakar akan mereduksi GRK 22,47 ton/ha dan pengembangan sistem pertanian tanpa olah tanah dapat mengurangi emisi CH 4 hingga 65% dibandingkan dengan sistem olah tanah sempurna. Budidaya kacang nagara selama ini dilaksanakan pada lahan rawa yang sudah kering dari air genangan. 36 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

52 Dari alaman Program SRI (System Rice Management), pengurangan tinggi genangan air dapat mereduksi gas rumah kaca sampai 45% (Manan, 2008). Permana (2006) dan Hakim (2006) keduanya adalah mahasiswa bimbingan saya menunjukkan bahwa bioproduk berupa kompos eceng gondok dan limbah tandan sawit berpengaruh positif sangat nyata terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di lahan kering bekas tambang batu bara dan tanah podsolik. Mursyid (1992) juga menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang dan fosfat di tanah podsolik bekas padang alang-alang meningkatkan pertumbuhan kacang nagara. Pemanfaatan limbah untuk kompos dan pupuk sangat berpotensi untuk mengurangi emisi GRK. Ini sesuai dengan Manan (2008) bahwa pengelolaan berupa pemanfaatan kotoran ternak dapat mereduksi gas metan. Manan (2008) menambahkan bahwa pemanfaatan limbah sawit, tebu, dan karet sebagai biofuel dapat mengurangi emisi CO 2 sampai 78%. Dari analisis dan pokok-pokok pikiran di atas, tersimpul bahwa kacang nagara sangat berpotensi sebagai alternatif pengganti atau setidak-tidaknya mitra kacang kedelai dalam menjaga stabilitas ketahanan pangan. Pada masa mendatang kacang nagara diharapkan lebih banyak digunakan dalam langkah-langkah nyata program aksi mitigasi dan atau adaptasi perubahan iklim global guna mewujudkan kecukupan pangan dan keseimbangan gizi. Ucapan Terima Kasih Hampir setiap kali saya menghadiri upacara pengukuhan Guru Besar, selalu saja ada teman sejawat yang bertanya, Pabila jua Profnya?. Maklum, jabatan terakhir Lektor Kepala sudah disandang terlalu lama, sejak Pertanyaan seperti ini mencairkan kembali semangat saya yang sudah membeku. Atas dorongan rekan-rekan, khususnya para senior, saya mengucapkan terima kasih. Dokumen pendukung yang bertumpuk dan tidak tertata, tidak mungkin tersusun rapi tanpa bantuan saudara A. Mukti, tenaga honorer di Fakultas Pertanian Unlam. Atas bantuannya, usulan saya siap diajukan untuk dinilai oleh Senat Fakultas Pertanian Unlam dan Senat Unlam. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 37

53 Alhamdulillah, Ibu Ir. Hj. Rodinah, M.S. selaku Dekan dan Ketua Senat Fakultas Pertanian Unlam, segenap anggota Senat Fakultas Pertanian Unlam, Prof. Ir. H. Muhammad Rasmadi, M.S. selaku Rektor dan Ketua Senat Unlam, serta semua anggota Senat/ Guru Besar Unlam mengusulkan pengangkatan saya sebagai Guru Besar untuk mendapat persetujuan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas). Kepada mereka yang telah memungkinkan saya mendapat kepercayaan dan kehormatan sebagai Guru Besar dalam mata kuliah atau bidang ilmu Ekologi / Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan ini, saya ucapkan terima kasih setulus-tulusnya dari lubuk hati yang paling dalam. Pada saat menulis pidato ini, saya menyadari betapa terbatasnya ilmu yang saya ketahui; tidak ubahnya bagaikan setetes air di samudera yang sangat luas dan sangat dalam. Namun, saya pun menyadari bahwa dengan bekal itulah saya dapat meniti karir akademik yang cukup panjang selama ini. Selama saya menapak jalan panjang kehidupan ini dan sampai dapat berpidato di hadapan forum terhormat ini, betapa banyak orang yang telah turut berjasa memanusiakan diri saya. Oleh karena itu, sepantasnyalah dalam suasana yang penuh kebahagiaan dan kehormatan ini serta sekaligus untuk mengenang mereka karena di antara mereka ada yang tidak bisa hadir di sini dan bahkan ada yang sudah meninggalkan dunia fana ini saya mengucapkan terima kasih. Bekal dasar dan filsafat hidup yang kuat, konsisten, dan istiqamah menuju khusnul-khotimah untuk mencapai tingkat kehidupan seperti sekarang ini telah ditanamkan pada diri saya oleh Almarhum Ayahanda H. Mursyid (Gelar Tuan Guru Haji Kabau) serta Almarhumah Ibunda Hj. Lawiah. Mereka telah mengasuh dan mendidik saya sejak kecil. Namun, mereka tidak dapat menyaksikan saya menerima jabatan akademik tertinggi ini, karena telah meninggal dunia. Rasa saling menyayangi serta rukun dan saling membantu antar-saudara dan antar-keluarga terbentuk dan terbina atas bimbingan Almarhum Ayahanda dan Ibunda. Doa, dorongan moril, bantuan materil sangat banyak saya peroleh dari kakak/adik saya: keluarga Hasbullah Mursyid, keluarga almarhum H. Saadillah Mursyid, keluarga almarhumah Hj. Samnah Syukeri Mursyid, keluarga Fadlillah Mursyid, keluarga Abidillah Mursyid, dan keluarga Faizah Eman Sulaiman Mursyid. Doa, dorongan moril, dan 38 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

54 bantuan materi/serta teladan kesabaran telah diberikan mertuaku, Almarhum Ayahanda H. Abdul Wahab dan Almarhumah Ibunda Hj. Halimah. Hal yang sama juga kami terima dari kakak ipar: keluarga almarhum Abdul Khair, keluarga H. Abdul Hadi Wahab, dan keluarga Hj. Hurriah H. Salimi. Atas doa, dukungan moril dan bantuan materil dari mereka semua saya sampaikan terima kasih. Kepada Ayahanda, Ibunda, dan kakak-kakak saya yang telah mendahului meninggalkan dunia fana ini, dipanjatkan doa semoga mereka mendapat tempat yang lapang dan terhormat di sisi Allah swt. Kepada istriku tercinta, HELWATI sesuai dengan namanya MANIS, yang selalu memberikan nuansa manis dalam mengarungi samudera hidup dan kehidupan yang penuh tantangan ini dan dengan penuh kesabaran, pengertian dan keikhlasannya senantiasa menjadi pendamping dan pendorong kuat sehingga saya dapat melaksanakan berbagai tugas selama ini saya sampaikan rasa kasih sayang setulus-tulusnya. Penghargaan dan terima kasih yang khusus saya sampaikan juga atas kesabaran dan keikhlasan istriku dalam mengasuh dan membimbing anak-anak. Tanpa belaian kasih sayang darinya, tidaklah mungkin anak-anak dapat tumbuh dan berkembang baik fisik maupun akal-pikirannya. Kepada anak-anakku, Fajar Isnaeni, Nizar Husnaeni, dan Helma Mursyida, saya sampaikan rasa bangga dan kasih sayang setulus-tulusnya. Anak-anakku semua, kalian sudah melaksanakan amanah yang dititipkan oleh bapak dan ibumu. Bersama isteri atau suami, kalian telah menghadirkan cucu yang cantik dan gagah: Maisa, Najya, Deniz, Arviza, dan Noval, sehingga menyempurnakan kebahagiaan di usia senja kakek dan neneknya. Semoga keluarga anak-anakku menjadi keluarga imani dan islami. Buat cucuku, semoga kalian menjadi anak shaleh dan shalehah serta bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa. Kepada segenap guru dan dosen, yang telah mendidik saya di SR (Sekolah Rakyat) sampai Perguruan Tinggi dan yang telah membekali saya dasar-dasar pemahaman ilmu pengetahuan dan budipekerti, serta kepada segenap rekan-rekan senasib seperjuangan dalam organisasi kemahasiswaan dan organisasi sosial kemasyarakatan, yang sama-sama belajar dan berlatih mengabdi dan menumbuh kembangkan kepedulian sosial, saya sampaikan terima kasih. Melalui berbagai jabatan dan kegiatan, saya menyadari pula Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 39

55 betapa berharganya bantuan dan sumbangsih orang lain. Tanpa sumbangsih mereka yang tak kenal lelah, tidak mungkin saya dapat bekerja dengan nyaman. Untuk itu saya sampaikan terima kasih kepada staf dan pegawai Fakultas Pertanian, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH), Rektorat, dan staf dan pegawai Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan (PS-PSDAL), Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Di unit-unit kerja ini saya pernah atau sedang menjabat pemimpin. Naskah pidato ini dapat tersusun rapi atas bantuan saudara M. Isynainie, S.Hut., staf PS PSDAL serta Bandi Chairullah dan G. Tajuddin Noor, mahasiswa PS PSDAL Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat. Kepada mereka, saya ucapkan terima kasih. Kepada hadirin, saya beserta keluarga juga mengucapkan terima kasih tak terhingga atas kesediaannya meluangkan waktu yang berharga untuk hadir dan mengikuti acara ini dengan khidmat. Kepada Dekan Fakultas Kehutanan serta Panitia Pengukuhan Tingkat Fakultas (Kehutanan) dan Tingkat Universitas Lambung Mangkurat, saya ucapkan terima kasih atas dukungannya menyiapkan dan melaksanakan acara dengan sukses. Bagi semuanya itu, saya berdoa, semoga budi baik, perhatian, pengertian dan kesabaran yang diberikan mendapat imbalan yang berlipat ganda dari Allah swt. Akhir kalam, saya panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt. Atas ridho, karunia, dan rahmat-nya jualah, saya dapat menempuh perjalanan hidup yang tidak pernah sepi dari tantangan. Billahit taufiq wal hidayah, wassalaamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. DAFTAR PUSTAKA Baharsyah, J.S., D. Suardi, dan I. Las Hubungan iklim dengan pertumbuhan kedelai. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung, dan Yuswadi. Kedelai. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hal ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

56 BPSB XI Kalimantan Selatan Pengembangan Benih Kacang Nagara (Vigna sp) Menuju Benih Nasional. Makalah pada Seminar Regional Pembangunan Pertanian Terpadu dengan Kesehatan. Banjarbaru: Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Darmawan, J. dan J.S. Baharsyah, Dasar-Dasar Fisiologi Tanaman. Semarang: PT Suryandaru Utama. Dir. Publikasi Konferensi Tingkat Tinggi Bumi, Rio de Janeiro. Jakarta: Direktorat Publikasi, Direktorat Jenderal PPG, Departemen Penerangan RI. Gatra, Dewan Perwakilan Rakyat panggil Menteri terkait masalah kedelai. versi cetak.php?id [09 Maret 2008]. Guhardja, E Teknologi produksi kedelai. Dalam: Puslitbangtan. Risalah Lokakarya Pengembangan Kedelai (Potensi, Kendala dan Peluang). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. hal Hakim, Z Efek Subsitusi Abu Tandan Kosong Kelapa Sawit terhadap Kebutuhan KCL pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Nagara (Vigna unguiculata ssp. cypindrica). Skripsi (tidak dipublikasi). Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat. Hariyanto, W Ketahanan dan Mekanismenya Tiga Varietas Lokal terhadap Beberapa Tingkat Salinitas Air. Tesis (tidak dipublikasi). Banjarbaru: Program Studi Pascasarjana Agronomi, Universitas Lambung Mangkurat. Hustiany, R Ketahanan Pangan melalui Diversifikasi Pangan Berbasis Lokal. Makalah Orasi Ilmiah Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 09 Februari Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 41

57 Kehati dan WWF Keanekaragaman Hayati. London, UK: A Banson Production. Kieft, J. dan D. Soekarjo Food and Nutritional Security Assesment, March 2007: Initial Impact Analysis of the 2006/2007 Crop Season in Comparism to 1997/1998 and 2002/2003 El-Nino Events for the Eastern NTT Region. Jakarta: CARE International Indonesia, KMNLH BUMI Semakin Panas Jangan Cuma Kipas-Kipas! Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. KMNLH dan KONPHALINDO Atlas Keanekaragaman Hayati di Indonesia. Jakarta: Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia berkerjasama dengan Konsorsium Nasional untuk Pelestarian Hutan Alam Indonesia. Las, I., A.K. Makarim, A. Hidayat, A.S. Karama, dan I. Manwan Peta Agroekologi Utama Tanaman Pangan di Indonesia. Bogor: Puslibangtan Pangan, Balitbangtan, Departeman Pertanian. Mahdalena, Z. dan R.Wahdah Toleransi kultivar kacang tunggak (Vigna sp.) terhadap cekaman kekeringan. Chlorophyl, 3: Manan, H Penyusunan Rencana Aksi untuk Mitigasi Dan Adaptasi Dampak Pemanasan Global di Regional Sumatera dan Kalimantan untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan. Makalah pada Round Table Discussion and Exhibition, Universitas Sriwijaya, Palembang. Mursyid, A Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang dan Fosfat di Tanah Podsolik Bekas Padang Alang-Alang Terhadap Bobot Berangkasan dan Kandungan P Jaringan Kacang Nagara. Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat. 42 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

58 Mursyid, A. 2008a. Dampak asap tebal kebakaran lahan terhadap beberapa parameter kualitas udara ambien. Agritek, (16): Mursyid, A. 2008b. Implementasi daya dukung dan baku mutu lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. EnviroScienteae, 4(1):1-6. Mursyid, A. dan F. Rozy Prospek Kacang Nagara (Vigna sp) dalam Upaya Mengentaskan Kemiskinan di Daerah Rawa. Makalah Simposium Penelitian Tanaman Pangan IV. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Mursyid, A. dan F. Rozy Prospek Kacang Nagara (Vigna unguiculata ssp. cypindrica) untuk Mensubsitusi Sebagian Kebutuhan Kedelai. Makalah pada Round Table Discussion and Exhibition, Universitas Sriwijaya. Palembang. Noor, M Rendemen dan Mutu Tahu dari Kacang Kedelai (Glycine max (L) dan Kacang Nagara dengan Menggunakan Beberapa Macam Penggumpal. Skripsi (tidak dipublikasi). Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat.. Notodiputro, K.A Pangan dan Energi untuk Kedaulatan Bangsa. Makalah pada Pertemuan Pimpinan Pascasarjana Perguruan Tinggi Negeri (PTN) se Indonesia, Bogor, 5 7 Agustus PEACE Indonesia and Climate Change, Current Status, and Policies. Jakarta: World Bank, DFID, dan PEACE. Permana, M Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Nagara (Vigna unguiculata ssp. cypindrica) pada Pemberian Berbagai Dosis Kompos Eceng Gondok (Eichornia crassipes) dan SP-36 di Lahan Reklamasi Tambang Batubara. Skripsi (tidak dipublikasi). Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 43

59 Sumarno Yasaguna. Kedelai dan Cara Budidayanya. Jakarta: CV Sumarno, D.M. Arsyad, dan I. Manwan Teknologi usahatani kedelai. Dalam: Puslitbangtan. Risalah Lokakarya Pengembangan Kedelai (Potensi, Kendala dan Peluang). Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. hal Sumarno dan I. Manwan National Coordinated Research Program: Grain Legume. Bogor: Central Research Institute for Food Crops. Supiyatna, Rodinah, Wahyuddin, dan G.M. Sugian Noor Pengembangan Budidaya Kacang Nagara (Vigna sp.) di Lahan Basah dan Lahan Kering, Teknologi Pasca Panen serta Pemasarannya. Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat. Tindall, H.D Commercial Vegetable Growing. Oxford: Oxford University Press. UNDP Sisi Lain Perubahan Iklim, Mengapa Indonesia Harus Beradaptasi untuk Melindungi Rakyat Miskinnya. Jakarta: UNDP Indonesia Country Office. Wahdah, R., C. Nisa, dan H. Andriani Pendugaan pewarisan kuantitatif beberapa karakter kacang nagara (Vigna unguiculata ssp. cypindrica). Agroscientiae, (14): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

60 3 HUTAN SEBAGAI SISTEM SUMBER DAYA YANG BERSIFAT MULTIGUNA, MULTIFUNGSI, DAN MULTIKEPENTINGAN Yudi Firmanul Arifin Bismillahirrahmaanirrahim Yang terhormat Ketua dan Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat, Rektor dan para Pembantu Rektor Universitas Lambung Mangkurat, para Guru Besar, para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Lambung Mangkurat, Direktur dan Asisten-asisten Direktur, para Kepala Program Studi Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, para Ketua Lembaga, para dosen, tamu undangan, kawan sejawat, handai taulan, serta segenap sanak keluarga yang berbahagia. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt., karena nikmat dan karunia-nya pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di tempat ini untuk mengikuti Rapat Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat. Terima kasih yang sebesarbesarnya saya sampaikan kepada Ketua Senat Universitas/Rektor dan seluruh Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang ilmu Ekologi Hutan pada Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Para hadirin yang terhormat, pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan pidato pengukuhan berjudul Hutan sebagai Sistem Sumber Daya yang Bersifat Multiguna, Multifungsi Dan Multikepentingan. 5 Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat di Aula Rektorat Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, tanggal 15 September Guru Besar Ekologi Hutan pada Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 45

61 Pendahuluan Pembangunan bidang kehutanan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga jelaslah bahwa pembangunan kehutanan merupakan tanggung jawab bersama, dilakukan secara bertanggung jawab dan transparan, serta diselenggarakan untuk menuju pengelolaan hutan yang lestari guna memberi manfaat bagi rakyat. Oleh karena itu, praktek pengelolaan sumber daya hutan harus tetap memerhatikan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial budaya, sehingga pemanfaatan sumber daya hutan yang kelihatannya menjadi sarana ekonomi utama dari penyelenggaraan desentralisasi dapat lebih memerhatikan aspek ketatalaksanaan sumber daya hutan sebagai penyokong kehidupan manusia antargenerasi (Robian, 2002). Paradigma lama sektor kehutanan yang memandang hutan sebagai sumber produksi timber (kayu) telah lama dipahami oleh masyarakat kita, sehingga ketika terjadi penurunan produksi kayu, masyarakat menganggap hutan di Indonesia sudah punah atau rusak dan bahkan bisa dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan berjangka pendek. Anggapan itu mencerminkan rendahnya kepedulian masyarakat terhadap hutan dan berdampak pada tingkat keparahan kerusakan hutan. Pembalakan hutan dan pembukaan lahan menyebabkan semakin luasnya lahan kritis yang pada gilirannya berdampak pada semakin luasnya padang alang-alang (Imperata cylindrica). Rehabilitasi lahan kritis itu sendiri membutuhkan biaya yang sangat mahal dan waktu pemulihan yang sangat lama, sehingga menyebabkan dampak besar bagi lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa hutan memiliki fungsi yang sangat komplek dan multiguna. Hal ini memunculkan paradigma baru sektor kehutanan yang memandang hutan sebagai sistem sumber daya bersifat multifungsi, multiguna, memuat multikepentingan, serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini tentu lebih menyadarkan kita bahwa hutan dapat memenuhi berbagai kebutuhan hidup masyarakat, seperti produksi oksigen, penyerapan CO 2, pengaturan tata air, tempat berwisata alam, dan produksi hasil hutan bukan kayu (tumbuhan obat, rotan, bambu, minyak atsiri, karet, terpentin, dan lain-lain). 46 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

62 Untuk menjawab paradigma baru sektor kehutanan, isu strategis, tantangan, dan peluang bagi pembangunan sumber daya yang tersedia perlu dibuat konsepsi/inovasi strategi penelitian tentang multiguna hutan di Indonesia. Berkenaan dengan isu strategis, tantangan, dan peluang dalam paradigma baru itu, sebagai seorang rimbawan saya berkomitmen melakukan berbagai penelitian mengenai multiguna hutan tersebut, khususnya pengembangan hasil hutan bukan kayu yang ada di Kalimantan Selatan. Tujuan penelitian adalah pemberdayaan dan peningkatan sumber daya hutan, pelestarian hutan alam, peningkatan ekonomi rakyat, dan peningkatan devisa negara dari sektor kehutanan. Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) HHBK (Tabel 3.1) memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan di Indonesia, khususnya di Kalimantan Selatan. Keberadaan HHBK ini tentunya sangat bergantung pada tingkat penutupan lahan oleh vegetasi yang berada di hutan atau dengan kata lain, penutupan lahan oleh vegetasi di hutan sangat memengaruhi keberadaan HHBK. Tabel 3.1. Jenis dan golongan HHBK No. Jenis HHBK Golongan HHBK 1. Resin Gondorukem, kopal loba, kopal melengket, damar mata kucing, damar daging, damar rasak, damar pilau, damar batu, kemenyan, gaharu, kemedangan, shellak, jernang, kapur barus, dan lain-lain 2. Minyak atsiri Munyak cendana, minyak gaharu, minyak kayu putih, minyak keruing, minyak keruing, minyak lawang, minyak terpentin, minyak kenanga, minyak ilang-ilang, minyak eukaliptus, minyak pinus, kayu manis, vanili, cendana, minyak sereh, menyak daun cengkeh, minyak pala, minyak kembang mas, dan lain-lain Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 47

63 3. Minyak lemak, karbohidrat dan buahbuahan 4. Tanin dan getah 5. Tanaman obat dan tanaman hias Minyak lemak: tengkawang, kemiri, jarak, wijen, saga, pohon, kenari, biji mangga, dan lain-lain Karbohidrat atau buah-buahan: sagu, aren, nipah, lontar, asam, matoa, duren, duku, nangka, mente, burahol, mangga, sukun, saga, gadung, talas ubi, rebung, jamur, madu, kolang-kaling, dan lain-lain Tanin: akasia, bruguiera, rizophora, pinang, gambir Getah: jelutung, perca, ketiau, getah merah, balam, sundik, getah karet, gemor, dan lain-lain Tanaman obat: aneka jenis tanaman obat dari hutan Tanaman hias: anggrek hutan, palmae, pakis, dan lainlain 6. Rotan dan Segala jenis rotan dan bambu bambu 7. Hasil hewan Sarang burung, sutera alam, buaya, ular, telur, daging, ikan, burung, lilin lebah, tulang, gigi, kulit, aneka hewan yang tidak dilindungi 8. Jasa hutan Air, udara (oksigen), rekreasi/ekoturisme, penyanggah ekosistem alam 9. Lain-lain Balau, kupang, ijuk, pandan, arang, sirap, gemor, purun, rumput gajah, gelam, dan lain-lain Jika pemanfaatan hutan untuk produksi HHBK dibandingkan dengan untuk produksi kayu, maka karakteristiknya dari berbagai aspek akan berbeda (Tabel 3.2). Hutan lebih banyak manfaatnya untuk HHBK dibandingkan dengan untuk produk kayu. Pemanfaatan hutan untuk produk HHBK lebih bernilai ekonomis dan ekologis atau lebih ramah lingkungan daripada untuk produksi kayu. Hal itu menunjukkan bahwa peran keberadaan hutan tidak hanya dari produksi kayunya. Masih banyak produk lainnya yang lebih potensial dan bermanfaat lebih. 48 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

64 Tabel 3.2. Karakteristik hasil kayu dan HHBK ditinjau dari berbagai aspek No. Kriteria Produk Kayu Produk HHBK 1. Bagian pohon yang dimanfaatkan Batang Daun, getah, kulit, bunga, biji, kulit batang, buah, akar atau cabutan Hewan (kulit, tanduk, satwa hidup) Gabungan hewani dan nabati Alam, jasa (non komersial dan komersial) 2. Cara pemanenan Penebangan Penyadapan, pemetikan, pemangkasan, pemungutan, 3. Efek pemanenan Merusak sekitar perburuan, dll Tanpa/sedikit merusak 4. Umur pohon pohon tahun Bulanan sampai 100 tahun lebih atau lebih 5. Panen/umur pohon sekali Berkali-kali 6. Waktu panen/ Beberapa menit- Beberapa menit-puluhan tahun umur panen jam 7. Hasil panen Kayu (lignoselulosa) Komoditi dan jasa komoditi; resin, minyak lebak, pati, minyak atsiri, tanin, kayu, selulosa, karet, protein, bahan obat, pestisida, bumbu dapur, pewarna, penyamak dan bahan industri lainnya 8. Daur produksi Riap diameter Riap produksi 9. Pascapanen Pengeringan, Pelayuan, pengeringan, perendaman pengawetan 10. Pengolahan Penggergajian, venering, chiping, Penggorengan, pengeringan, isolasi / ekstraksi, penyulingan, pengempaan, pelarutan, bioprosesing, seleksi/ milling/choping, grading paneling 11. Perubahan bentuk Fisik, sedikit kimia 12. Areal Luas, modal pengusahaan besar 13. Skala Besar, pengusahaan menengah 14. Peralatan/ Tinggi/ teknologi menengah 15. Tahap pemakai Nasional, internasional Kimia, biologi, fisika Sempit, luas, modal kecil-menengah Kecil, menengah Sederhana, menengah Dipakai sendiri, nasional, dan internasional Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 49

65 16. Macam pemakaian Kontruksi (bangunan, jembatan), mebeler, karajinan 17. Keuntungan Pengusaha, masyarakat, negara 18. AMDAL Degradasi lingkungan Finishing, polishing, isolator, pangan, obat, kosmetik, pewangi, pewarna, insektisida, minuman, keperluan rumah tangga, bahan industri, mebeler, kerajinan tangan dan bahan industri lain Masyarakat sekitar hutan, pengusaha dan negara Tanpa atau sedikit degradasi lingkungan Departemen Kehutanan mengembangkan lima jenis HHBK yang menjadi prioritas pengembangan, yaitu rotan, bambu, lebah, sutera, dan gaharu. Peraturan Menteri Kehutanan No.35/Menhut- II/2007 menetapkan 9 kelompok HHBK yang terdiri atas 558 spesies tumbuhan dan hewan. Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumber daya yang bersifat multifungsi, multiguna, dan multikepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Berikut ini (Tabel 3.3) produksi HHBK pada 10 tahun terakhir. Tahun Tabel 3.3. Produksi HHBK tahun 1997/ Rotan (ton) Bambu (ton) Lebah madu (ton) Sutera (ton) Gaharu (kg) 1997/ , ,21 66, / , ,48 135, / , ,12 63, , ,05 71, ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

66 , ,00 110, , ,70 90, , , ,68 88, , , ,47 55, , ,14 69, , ,38 13, Sumber: Baplan dalam Eksekutif Data Strategis Kehutanan, 2007 FAO memerkirakan bahwa 80% dari populasi penduduk di negara berkembang menggunakan HHBK untuk kebutuhan bagi kesehatan dan nutrisi. Saat ini peran HHBK makin meningkat dan tidak hanya untuk kebutuhan dasar saja. Pada tahun 1999 diperkirakan nilai perdagangan HHBK di dunia mencapai US$1.100 juta, dengan rata-rata tingkat pertumbuhan pasarnya 20% per tahun. Produk HHBK bagi masyarakat di sekitar hutan bisa menjadi sumber pendapatan berkelanjutan sebelum tanaman kayu hutan dipanen. Mereka bisa memeroleh tambahan pendapatan bersamaan dengan penerapan cara hidup yang tradisional dan bersahabat dengan alam. Usaha pedesaan bisa tumbuh tidak hanya berbasis budidaya dan pemanenan saja, tetapi juga penambahan nilai tambah melalui pengolahan produk, pengemasan, sertifikasi dan transportasi. Kalimantan Selatan merupakan salah satu provinsi yang sangat potensial dalam produksi HHBK (Tabel 3.4). Sebagian besar jenis HHBK di Kalimantan Selatan terdapat di kawasan Pegunungan Meratus, sehingga dapat dikatakan Pegunungan Meratus adalah kawasan sangat kaya akan HHBK. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 51

67 Tabel 3.4. Jenis HHBK yang potensial di Kalimantan Selatan No. Jenis HHBK Golongan HHBK 1. Resin Damar, kemenyan, gaharu 2. Minyak atsiri Minyak gaharu, minyak terpentin, kayu manis 3. Minyak lemak, karbohidrat, dan buah-buahan Minyak lemak: kemiri, jarak, biji mangga Karbohidrat atau buah-buahan: aren, nipah, duren, duku, nangka, mente, mangga, sukun, saga, gadung, talas ubi, rebung, jamur, madu, dan lainlain 4. Tanin dan getah Tanin : Bruguiera, Rhizophora, pinang, gambir Getah : jelutung, getah karet, gemor, dan lain-lain 5. Tanaman obat dan tanaman hias Tanaman obat : aneka jenis tanaman obat dari hutan Tanaman hias : anggrek hutan, palmae, pakis, dan lain-lain 6. Rotan dan bambu Beberapa jenis rotan dan bambu 7. Hasil hewan Sarang burung, telur, daging, ikan, burung, lilin lebah, kulit, aneka hewan tidak dilindungi 8. Jasa hutan Air, udara (oksigen), rekreasi/ekoturisme, penyangga ekosistem alam 9. Lain-lain ijuk, pandan, arang, sirap, gemor, purun, rumput gajah, gelam, dan lain-lain Deskripsi Hasil Penelitian di Kawasan Pegunungan Meratus Kawasan Pegunungan Meratus merupakan kawasan hutan lindung yang harus menjadi perhatian kita semua. Kawasan ini berperan sebagai kawasan penyangga dan pengatur tata air sebagian besar wilayah kabupaten di Kalimantan Selatan. Keberadaan hutan lindung di kawasan ini sangat penting bagi masyarakat Kalimantan Selatan. Kawasan ini juga menyimpan sumber daya alam yang sangat besar, seperti tambang, kayu, dan HHBK. Penerapan Close to Nature Forest (CNF) merupakan satusatunya cara dalam pengelolaan kawasan Pegunungan Meratus ini. Konsep pemanfaatan hutan tanpa harus melakukan pembukaan lahan hutan atau biasa disebut CNF sudah lama dikembangkan di Eropa. Irist Forest di Irlandia adalah salah satu tempat yang sangat populer mengembangkan CNF. Lebih dari 8,5 juta pengunjung 52 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

68 mengunjungi tempat tersebut setiap tahun (Clinch, 1999). Dari hutan berbagai aktivitas ekonomi dapat terjadi dan lebih dari tenaga kerja bekerja di tempat ini. Dari hutan ini juga diperoleh kayu untuk industri dengan pemanfaatan yang sangat efisien. Penghasilan dari Irish forest ini lebih dari 500 juta Euro per tahun (Bacon, 2003). Hutan tersebut juga berperan penting secara ekologi, sebagai pengendali erosi, tempat hidup berbagai fauna dan flora, serta sebagai penyimpan karbon. Konsep utama CNF adalah pemanfaatan hutan tanpa harus merusak atau melakukan pembukaan lahan hutan secara berlebihan. Dengan contoh itu, kawasan Pegunungan Meratus harus tetap terpelihara atau tidak boleh mengalami kerusakan. HHBK yang terdapat di dalamnya (seperti rotan, bambu, tumbuhan obat, air, udara yang segar, keindahan alam) dapat dimanfaatkan, sehingga hutannya bermultiguna. Beberapa hasil penelitian yang saya dan tim lakukan di kawasan Pegunungan Meratus adalah sebagai berikut. Tumbuhan berkhasiat obat dari hutan alam Kelestarian tumbuhan obat sangat tergantung pada keberadaan hutan alam. Degradasi hutan alam berarti degradasi tumbuhan obat tersebut. Sebagian besar tumbuhan obat yang berada di hutan alam dikategorikan sebagai liana (tumbuhan memanjat atau tumbuhan yang hidupnya perlu pohon inang) atau berasosiasi dengan pohonpohon tertentu. Dari hasil penelitian yang telah saya dan tim lakukan di Kecamatan Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan didapat 26 spesies tumbuhan berkhasiat obat yang terdiri atas golongan rumput, perdu, liana, semak, dan pohon. Semua jenis ini dipergunakan secara turun temurun oleh masyarakat Dayak Bukit di sekitar Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Arifin et al., 2006a; Arifin et al., 2006b). Secara rinci jenis-jenis tumbuhan obat beserta potensi dan kegunaan disajikan pada Tabel 3.5. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 53

69 Tabel 3.5. Jenis-jenis tumbuhan obat, potensi, dan kegunaannya di Kabupaten Hulu Sungai Selatan Yang dimanfaatkan No. Nama botanis Nama lokal Gol. Potensi Kegunaan 1. Chromolaena odorata Kerinyu Perdu Besar*) Daun Sakit perut, luka 2. Vitex pubescens Alaban Pohon 25 btg/ha Kulit batang Pegal linu 3. - Pikajar Rumput 200 rmp/ Daun Obat kuat ha 4. Melastoma affine D.Don Uduk-uduk Semak Besar*) daun Sari rapet 5. Blumea balsamifera Capa Perdu 375 btg/ Daun Obat sakit perut 6. (L.) DC Parastemun Waringin Pohon ha 50 btg/ha Daun Sakit kepala cerophyllum 7. Flacourtia rukam Z. & M. Rukam 8. Spatholobus sp. Dibilas Pohon 250 btg/ Akar Diabetes ha 9. Lasianthus constrictus Katumbar Liana Besar*) Akar Diare Wight. 10. Chionanthus nifens Lapik adam Pohon 175 btg/ Air batang Sariawan K.et V. 11. Curculigo latifolia Undingan Pohon ha btg/ Akar Kejantanan pria Dryand. Ex W. T. Ait ha 12. Fagraea racemosa Jack ex Wall Mengkudu hutan Pohon 25 btg/ha Akar, kulit batang Beri-beri, habis bersalin 13. Ficus sp. Kuku-kuku Pohon - Kelopak daun Hernia 14. Zyzyphus horsfieldii Sambung Liana Banyak *) Akar Diabetes Miq. 15. Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) maut Mambaratan Pohon 25 btg/ha Pucuk Batuk berat Havil. 16. Paederia verticillata Kantut-kantut Liana Banyak *) Daun Sakit perut Blume 17. Uncaria pedicellata Kakait habang Pohon 25 btg/ha Akar Sakit perut/ Roxb. 18. Clausena excavata Waringin Liana 50 btg/ha Daun pinggang Sakit kepala Burm.f. 19. Cayratia geniculata Akar Liana 25 btg/ha Akar Obat diare (Blume) Gagnep. 20. Kadsura scandens basambilu Lungsur sawa Pohon - Akar Pembersih nifas Blume 21. Morinda citrifolia Carikan Pohon 25 btg/ha Air batang Wasir 22. Daemonorops sp. Rotan gatah Rotan Banyak *) Umbut Batuk kering 23. Tristania maingayi Palawan Pohon 175 btg/ Air batang Sariawan ha Balik angin Liana 50 btg/ha Kulit batang Obat gosok **) Litu**) Liana - Akar Untuk wanita Kayu cindulcindul**) Pohon - Akar Sakit pinggang Keterangan: *) Tidak dapat dihitung, akan tetapi terlihat sangat melimpah dan menyebar merata **) Belum terindentifikasi Gol. = golongan tumbuhan; rmp = rumpun; btg = batang 54 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

70 Sebagian besar tumbuhan tersebut mempunyai potensi sangat besar. Penyebarannya pun merata, karena menempati habitat yang sangat cocok bagi kehidupannya. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap proses metabolisme dalam tumbuhan adalah faktor-faktor lingkungan mikro dari tapak tumbuh-tumbuhan berada (Lakitan, 2004). Tabel 3.6 menunjukkan bahwa tumbuhan obat di Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan hidup pada ketinggian m dari permukaan laut (dpl) dengan intensitas cahaya yang bervariasi Lux. Kawasan dengan intensitas Lux merupakan kawasan terbuka tanpa naungan, sedangkan kawasan di bawah Lux adalah kawasan yang tumbuhannya memerlukan naungan untuk hidup. Tabel 3.6. Tinggi tempat dan faktor-faktor lingkungan mikro tumbuhan obat di Kabupaten Hulu Sungai Selatan No. Nama botanis Nama lokal Tinggi tempat (m dpl) Intensitas cahaya (Lux) Suhu ( o C) Suhu tanah ( o C) Kelembaban (%) 1. Chromolaena odorata Kerinyu 401, Vitex pubescens Alaban 267, Pikajar 250, Melastoma affine D.Don Uduk-uduk 401, Blumea balsamifera (L.) DC Capa 401, Parastemun cerophyllum Waringin 401, Flacourtia rukam Z. & M. Rukam 429, Spatholobus sp. Dibilas 345, Lasianthus constrictus Wight. Katumbar 250, Chionanthus nifens K.et V. Lapik adam 429, Curculigo latifolia Dryand. Ex W. T. Ait Undingan 267, Fagraea racemosa Jack ex Wall Mengkudu hutan 250, Zyzyphus horsfieldii Miq. Sambung maut 429, Anthocephalus macrophyllus (Roxb.) Havil. Mambaratan 250, Lasianthus constrictus Wight Katumbar 250, Paederia verticillata Blume Kantut-kantut 429, Uncaria pedicellata Roxb. Kakait habang 463, Clausena excavata Burm.f. Waringin 401, Cayratia geniculata (Blume) Gagnep. Akar basambilu 440, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 55

71 20. Kadsura scandens Blume Lungsur sawa 219, Morinda citrifolia Carikan 250, Daemonorops sp. Rotan gatah 309, Tristania maingayi Palawan 401, Balik angin **) 401, Litu**) 440, Kayu cindulcindul**) 455, Kecepatan pertumbuhan tanaman sangat bergantung juga pada suhu udara. Kecepatan pertumbuhan akan mencapai optimum, apabila suhu berada pada kondisi optimum (Jumin, 2002). Suhu berkorelasi dengan penangkapan cahaya, sehingga intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan suhu juga tinggi. Sebagian tumbuhan obat di atas hidup dengan suhu 31 o C atau pada keadaan tanpa naungan, sehingga sangat tepat dikembangkan pada hutan sekunder muda dengan suhu optimum. Temperatur tanah erat kaitannya dengan penyerapan air oleh akar tumbuhan (Jumin, 2002). Temperatur tanah yang tepat menentukan keseimbangan air dalam tumbuh tanaman. Tumbuhan obat di atas hidup pada temperatur tanah o C. Temperatur tanah yang tinggi terdapat pada tumbuhan yang intoleran, seperti Chromolaena odorata, Melastoma affine D. Don., Blumea balsamifera (L.) DC, dan Parastemun cerophyllum. Dari hasil inventarisasi, tumbuh-tumbuhan berkhasiat obat dapat digolongkan menjadi jenis rumput-rumputan, tanaman perdu, liana, semak, dan tanaman berkayu. Dari masyarakat lokal yang menggunakan tumbuhan obat secara turun temurun di Desa Kamawakan dan Desa Haratai, Kecamatan Loksado diperoleh informasi bahwa sebagian besar bagian tumbuhan yang diambil sebagai obat adalah daun dan akar. Daun dan akar dimanfaatkan, baik dengan cara direbus, diekstrak, maupun direndam. Bagian lainnya adalah kulit batang dan air batang. Kulit batang diekstrak, sedangkan air batang diminum secara langsung. Hasil uji kandungan fitokimia (kualitatif) menunjukkan bahwa sebagian besar tumbuhan mengandung alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, dan triterpenoid yang dapat digunakan sebagai anti diare dan anti disentri (Otshudi et al., 2000; Atta dan Mouneir, 2004). Flavonoid, tanin, dan saponin dapat digunakan sebagai anti 56 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

72 peradangan (Vongtau et al., 2004). Tanin, saponin, dan glikosid digunakan untuk anti mikrobia (Aguwa dan Lawal, 1988; Agnol et al., 2003). Tanin dan flavonoid dapat membunuh bakteri (Süzgeç et al., 2005; Reid et al., 2005; Atta dan Mouneir, 2004). Sebagian besar tumbuhan obat yang ditemukan mempunyai khasiat, sesuai dengan peran setiap parameter di atas. Contohnya, kandungan yang terdapat pada Chromolaena odorata, Spatholobus sp., dan Lasianthus constrictus Wight; sesuai dengan informasi masyarakat, tumbuhan ini dipergunakan sebagai obat sakit perut/diare dan juga anti bakteri, karena adanya kandungan tanin dan flavonoid. Rotan dari hutan alam HHBK lainnya yang sangat potensial dan memiliki peran yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat sekitar hutan adalah rotan. Hingga kini kebutuhan akan bahan baku rotan komersial, baik untuk industri kecil maupun besar di Indonesia, khususnya di Kalimantan masih terus meningkat. Untuk kelangsungannya industri itu tentu saja membutuhkan sumber bahan baku yang besar dan terus menerus. Akan tetapi hutan alam yang menjadi habitat rotan dari tahun ke tahun terus mengalami degradasi, baik akibat penebangan pohon-pohon untuk konsumsi industri perkayuan maupun pembukaan areal untuk permukiman penduduk, pertambangan, serta kebutuhan lain. Aktifitas ini tentu saja sangat besar sekali pengaruhnya secara ekologis terhadap populasi rotan di alam. Pada sisi lain budidaya rotan masih dalam skala kecil dan belum dapat memenuhi kebutuhan untuk skala besar. Budidaya rotan hanya terbatas pada jenis-jenis tertentu yang dikenal bernilai ekonomis atau dibutuhkan oleh industri, seperti rotan sega (Calamus caesius) dan rotan irit (Calamus trachycoleus). Jenis-jenis lain yang belum dikenal oleh masyarakat atau pasar belum dibudidayakan, sehingga upaya preventif dalam rangka pembudidayaan dan pelestarian rotan tersebut perlu dilakukan. Salah satu upaya untuk menunjang budidaya rotan adalah mengetahui keanekaragaman, distribusi, dan habitat setiap jenis rotan di hutan alam. Di kawasan Pegunungan Meratus, Kecamatan Loksado saya dan tim peneliti mendapatkan 15 spesies (3 genus) rotan. Sebagian besar spesies hidup mengelompok di dekat aliran sungai pada Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 57

73 ketinggian tapak berbeda, antara 462 m dan 870 m dari permukaan laut (Arifin, 2008). Secara umum di habitat alam rotan dijumpai pada lokasi yang berdekatan dengan aliran sungai dalam kawasan hutan. Hal ini karena daerah tersebut relatif lembab dan ketersediaan air cukup untuk hidupnya sepanjang tahun. Potensi rotan di hutan alam sudah sangat rendah. Hal ini terjadi karena hutan alam yang menjadi habitatnya semakin terdegradasi. Rotan merupakan hasil hutan ikutan yang hidupnya sangat tergantung pada keberadaan hutan. Kondisi iklim mikro dan ketersediaan pohon inang untuk rambatan sangat menentukan keberadaan rotan di habitat alam (Arifin, 2003). Untuk pertumbuhan optimal, semai rotan memerlukan cahaya 50% (Mori, 1980) serta intensitas cahaya di lokasi studi bervariasi 18 65% dengan tegakan yang sebagian masih rapat. Pada lokasi hutan alam yang sudah sangat jarang tidak ditemukan rotan. Setiap jenis rotan memerlukan intensitas cahaya yang bervariasi 30 80% (Burnette dan Morikawa, 2006). Dari hasil survei diketahui bahwa hanya dua spesies yang penyebarannya cukup merata, yaitu rotan siit (Daemonorops monticola) dan rotan gatah (Daemonorops melanocaetes). Kedua jenis ini hidup pada ketinggian 462 m dpl. Jenis-jenis yang dapat hidup pada ketinggian bervariasi dari rendah hingga tinggi adalah rotan lilin (Calamus javensis) dan rotan taman (Calamus caesius). Ketinggian tempatnya berturut-turut m dpl dan m dpl. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketinggian tempat sangat memengaruhi penyebaran rotan. Hanya dua jenis rotan yang bernilai komersial atau banyak diperdagangkan, yaitu rotan taman (Calamus caesius) dan rotan manau (Calamus manan). Namun, kedua jenis tersebut sudah sangat jarang ditemukan di hutan alam, sehingga perlu dilakukan pembudidayaan dan konservasi. Pemanenan berlebihan di hutan alam dikhawatirkan akan menyebabkan kepunahan dua jenis rotan tersebut. 58 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

74 Tabel 3.7. Jenis rotan yang ditemukan, potensi, dan faktor lingkungannya No Nama botanis Nama lokal Jumlah rumpun Tinggi tempat (m dpl) Intensitas cahaya (%) Kelembaban (%) Suhu udara ( o C) 1 Daemonorops Rotan siit monticola 2 Calamus Rotan tuu scipionum 3 Daemonorops Rotan melanocaetes gatah 4 Calamus javensis Rotan lilin Calamus mannan Rotan 2 btng *) manau 6 Calamus caesius Rotan taman 7 Korthalsia Rotan huyi scaphigera 8 Korthalsia sp. Rotan baras Calamus sp. Rotan minung 10 Korthalsia sp. Rotan wariung 11 Daemonorops Rotan micracantha jerenang 12 Daemonorops Rotan oligophylla bambulau 13 Belum Rotan teridentifikasi lantau 14 Calamus sp. *) Rotan 1 btng tunggal 15 Calamus pilosellus Rotan paku Keterangan: *) Solitary species (jenis rotan yang tidak berumpun) Pohon inang yang sangat diperlukan oleh rotan sebagai penopang untuk memeroleh cahaya adalah pohon-pohon yang memiliki batang kokoh dan agak kasar serta bercabang rendah (Arifin, 1995; Arifin, 2003). Jenis-jenis ini banyak ditemukan di tepi sungai; beberapa di antaranya alaban (Vitex pubescens) dan bungur (Lagerstromia speciosa). Pada daerah alluvial dan rawa umumnya ditumbuhi oleh rotan irit (Calamus tracycoleus) dan hanya sedikit jenis yang mampu hidup. Rotan irit tumbuh sangat cepat dan mendominasi kawasan ini. Di Kabupaten Barito Kuala, rotan irit tumbuh di sepanjang Sungai Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 59

75 Barito dan potensinya sangat tinggi. Rotan irit yang hidup di sini merupakan rotan yang dibudidayakan oleh masyarakat setempat. Keberadaannya cukup terjaga dan sewaktu-waktu dipanen oleh pemilik, bila ada pembeli. Rotan irit memiliki selantar yang panjang dan merayap di atas tanah. Selantar tersebut dapat tumbuh mencapai 25 m atau lebih pada rumpun yang sudah berumur tahun (Arifin, 2008). Ekowisata di hutan alam Manfaat lain dari hutan adalah sebagai tempat wisata atau yang sering disebut wisata alam. Ekowisata adalah jenis pariwisata berwawasan lingkungan dengan aktivitas melihat, menyaksikan, memelajari, dan mengagumi alam, flora dan fauna, serta sosial budaya etnis setempat. Wisatawan yang melakukan ikut membina kelestarian lingkungan alam di sekitarnya dengan melibatkan penduduk lokal. Jadi, ekowisata bukan jenis pariwisata yang sematamata menghamburkan uang atau pariwisata glamor, melainkan pariwisata yang dapat meningkatkan pengetahuan, memerluas wawasan, atau memelajari sesuatu dari alam, flora, fauna, atau sosial budaya etnis setempat. Pengembangan ekowisata ini sudah banyak dilakukan di beberapa negara, seperti Jerman, Kanada, dan Korea. The Northern Regional Forest Service di Korea Selatan merupakan kawasan ekowisata yang menghasilkan 4 billion dollar setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan ekowisata tidak hanya menjaga kelestarian hutan dan lingkungan, tetapi juga menghasilkan devisa yang sangat besar. Kawasan Pegunungan Meratus merupakan kawasan yang sangat potensial dalam pengembangan ekowisata ini. Dari hasil penelitian yang saya dan tim lakukan, kawasan ini memiliki panorama alam yang sangat menarik, seperti hutan, air terjun, arus sungai yang deras, goa, kebun, dan ladang. Kawasan ini juga memiliki biodiversitas atau keragaman jenis yang tinggi serta masyarakat Dayak Meratus/Bukit yang tetap memertahankan budaya, baik spiritual maupun keunikan dalam bertani. Masyarakat pun mudah bergaul dan bersosialisasi dengan turis yang datang. Semua itu merupakan unsur utama yang menimbulkan daya tarik ekowisata. Hasil survei yang kami lakukan juga menunjukkan bahwa 60 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

76 sebagian besar masyarakat Dayak Bukit yang berada di Pegunungan Meratus di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah mengatakan siap menjadikan wilayahnya sebagai kawasan pengembangan ekowisata. Mereka siap menerima wisatawan dan menjadikan rumah balai mereka sebagai rumah tempat singgah para wisatawan. Mereka juga akan selalu menjaga lingkungan sekitar mereka dari kerusakan. Permasalahan Penerapan Multiguna Hutan Beberapa permasalahan harus dihadapi dalam penerapan paradigma multiguna hutan di Kalimantan Selatan. 1. Perencanaan pembangunan di masa lalu yang kurang terpadu menyebabkan terjadinya tumpang tindih peruntukan lahan. 2. Pengelolaan hutan di masa lalu tidak dilakukan secara bijaksana. Pengurusan dan pengamanan hutan pun tidak dilakukan secara baik. Personel, prasarana, dan sarananya terbatas. 3. Tekanan penduduk terhadap kawasan hutan lindung demikian tinggi, akibat pertumbuhan penduduk, keterbatasan kesempatan kerja, dan kebergantungan pada usaha tani yang masih cukup besar. 4. Kebutuhan akan bahan baku kayu untuk industri dan rumah tangga semakin meningkat sejalan dengan peningkatan pertumbuhan penduduk. 5. Tuntutan memerbaiki tingkat kehidupan masyarakat dengan tingkat pengetahuan dan ketrampilan serta modal terbatas menyebabkan masyarakat memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya secara tidak bertanggung jawab. Tingkat kesadaran masyarakat dalam pelestarian hutan masih sangat rendah. Pendekatan dalam Penerapan Multiguna Hutan Beberapa pendekatan mungkin dapat dilakukan dalam menerapkan multiguna hutan di Kalimantan Selatan. 1. Redesain kurikulum. Perlu adanya redesain kurikulum dalam ilmu kehutanan yang mengarah pada pengembangan pemahaman dan implementasi multiguna hutan sebagai upaya pelestarian hutan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 61

77 tropis dan pemanfaatannya secara bertanggung jawab serta optimal demi kesejahteraan masyarakat. 2. Meningkatkan peran serta masyarakat lokal. Hutan tropis sangat beragam dan demikian pula dengan berbagai macam masyarakat yang memandang hutan sebagai sumber mata pencaharian dan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Beragam kepentingan tersebut menyebabkan terjadinya tumpang tindih pada sistem pengelolaan tradisional, akses penduduk lokal terhadap kawasan budaya, lahan hutan, barang dan pekerjaan; pengelolaan industri untuk papan dan tanaman perkebunan; dan usaha pemerintah dalam kegiatan pengelolaan dengan tujuan konservasi dan lainnya. Perlu dicari jalan keluar dalam pengelolaan hutan, sehingga keutuhan aspek ekologi dan kesejahteraan manusia dapat dipertahankan, selain upaya pemanfaatan hutan untuk memenuhi beragam kebutuhan. Sejarah mencatat bahwa kebanyakan pendekatan pengelolaan hutan dilakukan secara konvensional melalui sistem top-down yang cenderung lebih memberikan suara dan wewenang pengawasan kepada kepentingan penguasa dan kurang memerhatikan kepentingan dan kebutuhan penduduk lokal. Hal ini mengakibatkan berkurangnya akses penduduk hutan terhadap sumber daya yang utama bagi kesejahteraan keluarganya. Suara mereka kurang terwakili dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan hutan, padahal keputusan yang dihasilkan sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. 3. Dukungan semua pemangku kepentingan (stakeholder). Para peneliti dan manajer kehutanan harus mengakui penting dan lebihnya perhatian pada kepentingan beragam pemangku kepentingan dalam pemanfaatan hutan, sehingga perlu ditampilkan gambaran memadai tentang berbagai variasi di dalam maupun di antara kelompok pemangku kepentingan, terutama penduduk hutan setempat. Ketidakseimbangan kekuatan dan batasan akses berdasarkan gender, etnis, tingkat kesejahteraan, dan perbedaan lainnya dapat menutup kemungkinan keterlibatan masyarakat yang mempunyai interaksi sangat dekat dengan hutan dan banyak memberikan sumbangan 62 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

78 yang berarti terhadap sistem pengelolaan hutan secara efektif. 4. Penerapan kebijakan secara tepat. Kebijakan di sektor kehutanan dan perdagangan hasil hutan dinilai sangat lambat dalam menanggapi perubahan keadaan dan seringkali bertolak belakang dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pengelolaan hutan lestari dan kesejahteraan manusia. Sebagian dari hal ini disebabkan oleh lemahnya mekanisme kelembagaan dan alat yang digunakan dalam menanggapi permasalahan di atas. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan tepat untuk mendukung pengembangan multiguna hutan tersebut. 5. Menetapkan perlindungan hutan dan merehabilitasi hutan lindung yang rusak. Menjadikan kawasan hutan berfungsi secara ekologis melalui penetapan kawasan perlindungan hutan merupakan bagian dari strategi pengelolaan hutan. Selain sangat penting dalam upaya mengawetkan keanekaragaman hayati dan manfaat lainnya, bagaimanapun juga, kawasan perlindungan sering dijadikan isu karena persaingan antar-berbagai kepentingan dan ketidaksenangan menyangkut pembatasan pemanfaatan sumber dayanya. Hutan lindung yang telah rusak direhabilitasi intensif dan terkontrol dengan tanaman yang tepat sesuai dengan kondisi tanah dan besarnya lahan terbuka. Masyarakat diberi kesempatan untuk menanam multipurpose species pada kawasan hutan rakyat. 6. Perlu adanya penelitian yang terintegrasi mengenai HHBK. Untuk menjawab paradigma baru sektor kehutanan, isu strategis, tantangan, dan peluang bagi pembangunan sumber daya yang tersedia, perlu dibuat konsepsi/inovasi strategi penelitian HHBK yang terintegrasi di Kalimantan Selatan. Bagi keperluan penelitian dan pengambil keputusan, konsepsi ini dapat dimanfaatkan dalam rangka penyusunan rencana jangka pendek, menengah, dan panjang pembangunan produk HHBK di Kalimantan Selatan. Tujuannya adalah pemberdayaan dan peningkatan sumber daya hutan, ekonomi rakyat, dan pendapatan bagi daerah. Keluaran dari konsepsi/inovasi strategi penelitian HHBK ini adalah program penelitian HHBK yang Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 63

79 dapat digunakan sebagai acuan pelaksanaan penelitian untuk menghasilkan teknologi tepat guna baik berupa insentif maupun diversifikasi. Kegiatan ini diharapkan dapat mengakomodasi semua permasalahan produk HHBK (inventarisasi, budidaya, produktivitas, mutu, dan diversifikasi produk, sosial ekonomi, pemberdayaan masyarakat, peraturan perundang-undangan, dan diversifikasi sosial-ekonomi). Dampaknya akan bermuara pada penyediaan teknologi, pembangunan ekonomi, pemberdayaan sosio-budaya, pelaksanaan aspek pelestarian, dan peningkatan pandangan positif terhadap produk HHBK. Kesimpulan Pemahaman dan pelaksanaan multiguna, multifungsi dan multikepentingan hutan sudah sangat mendesak untuk dikembangkan dalam rangka melestarikan hutan tropis dan pemanfaatan hasil yang berkesinambungan untuk kesejahteraan masyarakat. Pengembangan HHBK merupakan salah satu upaya melaksanakan multiguna hutan. Potensi ini berpeluang cukup besar diterapkan di Kalimantan Selatan. Perguruan tinggi khususnya fakultas kehutanan yang mencetak sarjana-sarjana kehutanan harus melakukan redesain kurikulum yang berlaku sekarang untuk mengubah paradigma hutan untuk produksi kayu menjadi paradigma multiguna hutan. Penerapan konsep Close to Nature Forest dalam pengelolaan hutan tropis merupakan salah satu cara untuk memertahankan hutan tropis Indonesia. Ucapan Terima Kasih Dalam kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada Ayahanda Drs. H. Yusuf Azidin dan Ibunda Hj. Siti Fatimah, yang selalu mendoakan, mendukung, dan mengarahkan saya agar menjadi orang yang baik dan berguna bagi masyarakat. Hal yang sama juga saya sampaikan kepada saudara-saudara saya yang selalu mendoakan dan mendukung kerja keras saya selama ini, 64 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

80 isteri saya tercinta Ir. Dewi Yuliarti yang selalu memberikan motivasi, mendukung, dan mendoakan saya untuk terus berprestasi, serta anak saya tersayang Adi Perdana Arifin yang selalu tabah, sabar dan pengertian saat saya menunaikan tugas belajar di Jerman, saya ucapkan terima kasih. Terima kasih kepada DAAD Jerman yang telah memberikan beasiswa kepada saya untuk menempuh program Doktor di Goettingen University, Jerman. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi juga saya haturkan kepada guru-guru saya: Prof. Dr. Ralf Mitloehner, Prof. Dr. H. J. Weidelt, Prof. Dr. Gravernhorst, Prof. Dr. Christopt Klein, Dr. Ludwiq Kammesheid, Prof. Dr. Volster, serta guru-guru saat saya kuliah di Universitas Lambung Mangkurat, di SMAN I Banjarmasin, SMPN 2 Seroja Banjarmasin, dan SDN Swa Cipta Meratus Banjarmasin. Terima kasih kepada teman-teman saya yang turut membantu saat saya studi di Jerman: Frans B., Siva, Kindeya, Leti Sundawati, Nyinyi, dari Waldbau Institut fuer Tropen, dan Frau Berthol (sekretaris Prof. Dr. Weidelt) yang telah banyak membantu selama saya studi di Goettingen University. Ungkapan penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor/Ketua Senat dan seluruh Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat, Dekan Fakultas Kehutanan dan Anggota Senat Fakultas Kehutanan, dan juga kawan sejawat dan sivitas akademika. Akhirnya, perkenankanlah saya menyudahi pidato pengukuhan ini dengan ucapan Alhamdullilah rabbil alamin. Terima kasih atas segala perhatian, kehadiran, serta kesabaran hadirin yang saya muliakan dalam mengikuti pidato pengukuhan Guru Besar ini. Apabila ada tutur perkataan serta sopan santun perbuatan yang kurang berkenan di hati para hadirin, saya mohon maaf sebesarbesarnya dan setulus hati. Wabillahittaufiq wal hidayah, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 65

81 Daftar Pustaka Aqnol, R. D., A. Ferraz, A.P. Bernardi, D. Albring, C. Noer, L. Sarmento, L. Lamb, M. Hass, G. v. Poser, and E.E. Schapoval Antimicrobial activity of some Hypericum species. Urban and Fischer Verlag. pp Aguwa, C.N. and A.M. Lawal Pharmacological studies on the active principles of Calliandra portorincensis leaf extracts. Journal of Ethnopharmacology, 22: Arifin, Y.F Rattan Gardens in North Barito District, a Case Study in Muara Tupuh Village, Central Kalimantan. Master Thesis. Goettingen, Germany: Georg-August University. Arifin, Y.F Traditionelle Rattangärten in Zentralkalimantan, Indonesien. Dissertation zur Erlangung des Doktorgrades der Fakultät für Forstwissenschaften und Waldökologie der Georg- August-Universität Göttingen, Deutschland. Arifin, Y.F Inventarisasi jenis dan distribusi habitat rotan pada hutan dataran tinggi dan dataran rendah di Kalimantan Selatan. Jurnal Biota, 13: Arifin, Y. F., M. Aqla, dan Edila Y. P. 2006a. Tumbuhan berkhasiat obat dari hutan alam di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Jurnal Agroscientiae, 13(1):1 9. Arifin, Y. F., M. Aqla, Edila Y. P., dan E. D. Pujawati. 2006b. Inventarisasi dan Pemetaan Tumbuhan Berkhasiat Obat dari Hutan Alam di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, Sebagai Upaya Budidaya dan Konservasi. Laporan Hasil Penelitian Hibah Bersaing. Banjarmasin: Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. Atta, A.H. and S.M. Mounier Antidiarrhoeal activity of some Egyptian medicinal plant extracts. Journal of Ethnopharmacology, 92(2-3): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

82 Bacon, P Forestry: A Growth Industry in Ireland. Wexford, Ireland: Peter Bacon & Associates, Economic Consultants. Burnette, R. and B. Morikawa Rattan Seed Germination and Storage Study in Northern Thailand. Uplands Holistic Development Project (UHDP). Chiang Mai 50110, Thailand: Fang. Clinch, J. Peter Economics of Irish Forestry: Evaluating the Returns to Economy and Scarcity. Dublin: COFORD. Jumin, H.J Agroekologi, Suatu Pendekatan Fisiologis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Lakitan, B Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Mori, T Growth of rotan manau (Calamus manan) seedling under various light conditions. Malay. For., 43: Otshudi, A. L., A. Vercruysse, and A. Foriers Contribution to the ethnobotanical, phytochemical and pharmacological studies of traditionally used medicinal plants in the treatment of dysentery and diarrhoea in Lomela area, Democratic Republic of Congo (DRC). Journal of Ethnopharmacology, 71(3): Reid, K. A., A.K. Jäger, M.E. Light, D.A. Mulholland, and J.V. Staden Phytochemical and pharmacological screening of Sterculiaceae species and isolation of antibacterial compounds. Journal of Ethnopharmacology, 97(2): Robian Kondisi Faktual, Masalah dan Harapan dalam Optimalisasi Pelaksanaan Desentralisasi Kehutanan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. Makalah dalam Workshop Pengaturan Hasil Hutan Produksi pada Era Desentralisasi di Kalimantan Timur, Februari Tidak dipublikasi. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 67

83 Süzgeç, S., A.H. Meriçli, P.J. Houghton, and B. çubukçu Flavonoids of Helichrysum compactum and their antioxidant and antibacterial activity. Fitoterapia, 76: Vongtau, H. O., J. Abbah, I.E. Ngazal, O.F. Kunle, B.A. Chindo, P.B. Otsapa, and K.S. Gamaniel Anti-nociceptive and anti-inflammatory activities of the methanolic extract of Parinari polyandra stem bark in rats and mice. Journal of Ethnopharmacology, 90(1): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

84 4 PERENCANAAN HUTAN ADALAH TIANG PENGELOLAAN HUTAN BERKELANJUTAN Udiansyah Assalaamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat pagi dan salam sejahtera untuk kita semua. Yang saya hormati dan muliakan Rektor, Ketua dan Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat, Ketua Lembaga dan Pemimpin Unit Kerja di lingkungan Universitas Lambung Mangkurat, seluruh civitas akademika, dosen, karyawan, dan mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat, anggota keluarga, handai taulan, para undangan, dan hadirin/hadirat yang berbahagia. Pada kesempatan yang terhormat ini, perkenankanlah saya memanjatkan puji dan syukur Alhamdulillah kepada Allah swt. atas segala rahmat dan hidayah-nya, sehingga kita dapat berkumpul bersama di tempat ini. Salawat dan salam, mari kita curahkan untuk junjungan kita Rasulullah, Muhammad saw., para sahabat, kerabat, dan pengikutnya hingga akhir zaman. Pada kesempatan yang baik ini pula, saya ingin menyampaikan terima kasih yang tulus kepada Rektor dan Senat Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan kepercayaan dan kehormatan kepada saya untuk berdiri di mimbar mulia ini, di hadapan hadirin yang mulia, untuk menyampaikan pidato pengukuhan saya sebagai Guru Besar Perencanaan Hutan pada Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Pada saat yang berbahagia ini, perkenankanlah saya menguraikan permasalahan yang saat ini perlu mendapat perhatian kita bersama, yaitu kerusakan hutan yang berdampak kepada Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat, di Aula Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, 19 Agustus Guru Besar Perencanaan Hutan pada Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 69

85 pemanasan global, akibat tidak terimplementasikannya dengan baik perencanaan hutan di dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Hal tersebut saya kemas dalam suatu pidato dengan judul Perencanaan Hutan adalah Tiang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Sepintas, judul pidato ini mirip dengan salah satu hadist Nabi Muhammad saw., yaitu sholat adalah tiang agama. Memang demikian adanya, karena dalam kehidupan sudah seharusnya kita selalu menjadikan Hadist dan Al Qur an menjadi referensi utama. Ibarat pepatah agama akan roboh jika sholat tidak didirikan, pengelolaan hutan berkelanjutan pun tidak akan terwujud jika perencanaan hutan tidak diimplementasikan. Kondisi Hutan Indonesia Saya berkeyakinan bahwa ada di antara hadirin selalu bertanyatanya di dalam hati, Apa benar pengelolaan hutan di Indonesia ini berkelanjutan, seiring dengan melimpahnya sarjana, magister, dan doktor yang berlatar belakang kehutanan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita tengok data dan prediksi keadaan penutupan hutan di Kalimantan yang dirilis oleh World Wide Fund (WWF). Luas hutan yang menutupi Kalimantan tahun 1900, menurut WWF, masih mendekati 100%. Bahkan, 50 tahun kemudian pembukaan wilayah hutan masih sangat tidak signifikan. Akan tetapi, sejak tahun 1985, pasca-diundangkannya UU Pokok Kehutanan, Penanaman Modal Dalam Negeri, dan Penanaman Modal Asing, wilayah tertutup hutan menjadi 73,7%. Tahun 2005 atau 20 tahun kemudian wilayah tersisa 50,4% dan pada tahun 2020 penutupan hutan Kalimantan yang tersisa diprediksi kurang dari 35%. Penutupan hutan tersisa itupun berada di tengah-tengah atau di jantung Pulau Kalimantan, tepatnya di Pegunungan Muller, Pegunungan Schwaner, dan Pegunungan Walui. Kalimantan Selatan merupakan wilayah yang mempunyai paling sedikit hutan tersisa. Kondisi tersebut seyogyanya menambah keyakinan kita akan kebenaran ayat-ayat Allah, seperti yang disebutkan dalam Al Qur an Surah Ar Rum ayat 41, Kerusakan telah nampak di darat dan di laut karena perbuatan tangan-tangan manusia. Ia akan merasakan sebagian kepada mereka akibat perbuatan mereka, supaya mereka 70 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

86 kembali ke jalan yang benar. Namun sayang, walaupun Tuhan telah memberikan peringatan tersebut, bahkan telah memberikan bukti-buktinya dalam bentuk banjir, tanah longsor, kekeringan, serta kebakaran hutan, manusia-manusia tidak sadar-sadar juga. Kita mengetahui bersama bahwa hutan merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Namun, kenapa hutan yang tersisa sangat mengkhawatirkan? Secara teori, hutan dapat dikelola secara berkelanjutan. Kuncinya, volume yang ditebang ditambah dengan yang rusak akibat penebangan tersebut maksimum sama dengan pertumbuhan hutan. Dalam bahasa kehutanan, Jatah Tebang Tahunan harus maksimum sama dengan pertumbuhan hutan. Jika Jatah Tebang Tahunan tersebut lebih besar dari pertumbuhan hutan, maka degradasi hutan pasti akan terjadi. Sebaliknya, jika Jatah Tebang Tahunan lebih kecil dari pertumbuhan hutan, maka pengelolaan hutan tidak efisien dan pengelolaan hutan pun tidak berkelanjutan. Secara filosofi, sesungguhnya pengelolaan hutan adalah memungut pohon yang akan mati pada hutan klimaks, hutan yang pertumbuhan pohonnya tidak terjadi lagi. Alam telah mengatur, bahwa pada hutan yang klimak ada pohon mati. Begitu ada yang mati, maka tumbuh pohon-pohon lain yang menggantikan pohonpohon mati tersebut. Dalam kehutanan, dikenal istilah gap simulation atau simulasi rumpang. Logika ekonominya adalah bahwa daripada pohon mati percuma di hutan, lebih baik pohon itu dimanfaatkan atau dipanen untuk kepentingan dan kebutuhan umat manusia. Atas logika ekonomi tersebut, maka hutan dikelola dengan merek dagang, Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan, menurut International Tropical Timber Organization (2005), merupakan proses mengelola hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan tertentu yang jelas dalam menghasilkan barang dan jasa hutan yang diperlukan secara berkelanjutan, tanpa adanya pengurangan terhadap nilai dan produktivitas hutan di masa yang akan datang dan tanpa adanya dampak yang tidak diharapkan lingkungan fisik dan sosial. Definisi di atas secara jelas mensyaratkan bahwa hutan yang dikelola secara berkelanjutan, mempunyai ciri-ciri, 1. produksi bukan hanya kayu tetapi juga jasa, 2. produktivitas dan nilai hutan tidak berkurang, serta Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 71

87 3. tidak ada dampak terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar hutan tersebut. Pengelolaan Hutan Berkelanjutan: Konsep versus Fakta Ada pertentangan antara konsep Pengelolaan Hutan Berkelanjutan dengan fakta yang ada sekarang. Tahun an di Indonesia terdapat 504 Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau perusahaan. Sekarang keberadaannya tidak lebih dari 100 perusahaan saja. Di Kalimantan Selatan pada periode yang sama terdapat 15 perusahaan. Namun, kini hanya ada satu perusahaan saja yang aktif berproduksi. Itu pun dalam kondisi megap-megap, bak kata pepatah hidup segan mati tak mau. Produksi kayu Kalimantan Selatan dahulu lebih dari 800 ribu meter kubik dan sekarang hanya 50 ribu meter kubik saja. Ini merupakan indikasi bahwa hutan dikelola dengan manajemen yang umumnya tidak berkelanjutan. Fakta keadaan hutan sekarang dan kemunculan bencana seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan kebakaran hutan yang kuantitas serta kualitasnya semakin meningkat, seyogyanya menjadi perhatian dan pemikiran kita bersama. Jika kondisi di atas telah menjadi bahan renungan kita, maka diyakini kita telah mengimplementasikan ayat Allah dalam surah An Nahl ayat 10-11, Dialah yang menurunkan hujan dari langit untukmu, daripadanya kamu minum dan daripadanya (tumbuh) tanaman, yang dengan itu kami beri makan ternakmu. Dengan itu Ia tumbuhkan bagimu hasil bumi, zaitun, palma, anggur, dan berbagai macam buah-buahan. Sungguh semua itu suatu tanda bagi mereka yang berfikir. Apabila kita acuh tak acuh saja dengan fenomena alam yang ada, maka bencana yang lebih dahsyat menanti, yaitu pemanasan global (global warming) yang akan menyebabkan perubahan iklim (climate change). Perubahan iklim adalah perubahan variabel iklim, khususnya suhu udara dan curah hujan yang terjadi secara berangsur-angsur dalam jangka waktu panjang ( tahun). Perubahan iklim tersebut semakin cepat menjelma, jika hutan yang dapat menyerap gas rumah kaca, seperti karbon dioksida, metana, dan lain-lain bertambah rusak dan industri yang memproduksi emisi tidak dapat dikurangi. Setidaknya enam dampak akan terjadi, karena perubahan iklim ini. Pertama, suhu meningkat sedang. Sejak tahun 1990, suhu rata- 72 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

88 rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 o C pada seluruh musim. Kedua, intensitas curah hujan meningkat. Curah hujan per tahun diperkirakan meningkat 2-3% di seluruh Indonesia. Dalam periode yang lebih pendek, resiko banjir meningkat secara signifikan. Ketiga, keamanan pangan akibat perubahan iklim pada bidang pertanian terancam. Keempat, permukaan air laut menaik. Air laut ini akan menggenangi daerah produktif pantai serta memengaruhi pertanian dan penghidupan pantai, termasuk pertambakan ikan dan udang, produksi padi dan jagung. Kelima, air laut bertambah hangat, sehingga memengaruhi keanekaragaman hayati laut dan memberi tekanan lebih pada terumbu karang yang sudah terancam. Terakhir, penyakit yang media perkembangbiakannya lewat air dan vektor, seperti malaria dan demam berdarah merebak. Perencanaan Hutan Berdasarkan pada uraian di atas, maka peran perencanaan hutan menjadi sangat penting. Perencanaan hutan adalah proses untuk menentukan tindakan-tindakan dalam pengelolaan hutan agar tercapai hutan yang berkelanjutan melalui serangkaian pilihan masuk akal. Ada pemeo; jika kita membuat perencanaan hutan yang salah misalnya, data tidak valid pada hakikatnya kita sedang membuat rencana kegagalan. Perencanaan hutan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman dan arah yang menjamin tercapainya tujuan penyelenggaraan kehutanan. Perencanaan hutan seyogyanya dilaksanakan secara transparan, bertanggung-gugat, partisipatif, terpadu, serta memerhatikan kekhasan dan aspirasi daerah. Perencanaan hutan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan hutan, pembentukan wilayah pengelolaan hutan, dan penyusunan rencana kehutanan. Inventarisasi hutan dilaksanakan untuk mengetahui dan memeroleh data dan informasi sumber daya hutan, potensi kekayaan alam hutan, serta lingkungannya secara lengkap. Pengukuhan kawasan hutan untuk memberikan kepastian hukum atas kawasan hutan melalui proses penunjukan kawasan hutan, penataan batas kawasan hutan, pemetaan kawasan hutan, dan penetapan kawasan hutan. Penatagunaan kawasan hutan adalah penetapan fungsi dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 73

89 penggunaan kawasan hutan berdasarkan pengukuhan kawasan hutan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan pada tingkat unit pengelolaan dilaksanakan dengan memertimbangkan karakteristik lahan, tipe hutan, fungsi hutan, kondisi daerah aliran sungai, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan masyarakat setempat termasuk masyarakat hukum adat dan batas administrasi pemerintahan. Data tentang hutan sangat penting. Data dapat diperoleh melalui inventarisasi hutan. Hasil inventarisasi hutan yang tidak akurat mengakibatkan kesalahan penatagunaan dan pengukuhan kawasan hutan serta kesalahan pembentukan wilayah pengelolaan hutan. Hasilnya, pastilah degradasi dan penggundulan hutan meningkat secara signifikan. Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan inventarisasi hutan sangat berat. Misalnya dalam hal pengukuran dimensi tinggi dan diameter pohon di dalam hutan. Keadaan lapangan yang berat, jurang yang terjal, rawa yang dalam, serta keadaan tumbuhan bawah yang rapat dan berduri dapat mengakibatkan pengukur pohon tidak mengukur pohon dengan benar, sehingga menghasilkan bias yang besar. Bias akan semakin besar, apabila areal yang diukur semakin luas. Oleh karena itu, metode inventarisasi yang efisien untuk memeroleh data hutan yang akurat diperlukan (Udiansyah, 1994). Metode inventarisasi yang efisien tersebut sangat penting; apa gunanya metode yang akurat, tetapi ternyata mahal. Hal ini jelas sangat sesuai dengan persyaratan pembangunan berkelanjutan, yaitu secara teknik dapat diterapkan, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial dapat diterima masyarakat, dan tidak berdampak besar kepada lingkungan. Perencanaan hutan di Indonesia banyak menggunakan asumsi. Misalnya, riap atau tambah tumbuh diameter adalah satu sentimeter per tahun dan angka bentuk 0,7 untuk semua jenis pohon (Udiansyah, 2000, 2007). Realitasnya, banyak penelitian menunjukkan hal yang sangat kontradiktif. Penelitian Udiansyah (1994) menunjukkan bahwa pertumbuhan pohon adalah sigmoid. Artinya, sewaktu pohon masih muda, pertumbuhannya besar. Semakin tua umurnya, pertumbuhan pohon per tahun pun semakin berkurang bahkan 74 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

90 tidak ada pertambahan tumbuh lagi pada saat tertentu. Untuk itu regresi nonlinear disarankan untuk digunakan dalam pemodelan pertumbuhan pohon. Contoh lain dikemukakan oleh Wahyono dan Sumarna (1985), Siswanto (1988), dan Wahyono et al. (1994). Berdasarkan pada penelitian mereka, penggunaan angka bentuk 0,7 akan menyebabkan over-estimate 14 sampai 24 persen. Oleh karena itu, disarankan bahwa seyogyanya volume merupakan fungsi dari diameter setinggi dada dan tinggi pohon. Struktur Tegakan dan Pertumbuhan Pohon Pendugaan dimensi tegakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan model struktur tegakan. Struktur tegakan adalah jumlah pohon per hektar pada berbagai kelas diameter. Model struktur tegakan yang dimaksudkan di sini menggunakan model sebaran peluang (Udiansyah, 1994, 1999). Suhendang (1985) dalam penelitiannya di hutan alam hujan tropika dataran rendah memeroleh model struktur tegakan yang mengikuti sebaran peluang; sebaran lognormal untuk kelompok semua jenis, kelompok jenis pohon komersil, dan jenis pohon meluang serta famili sebaran gamma untuk jenis pohon damar asam dan simpur. Dikatakan bahwa hasil pendugaan terhadap beberapa ukuran dimensi tegakan yang terdiri atas kerapatan pohon dalam tegakan (pohon/ha), luas bidang datar tegakan (m 2 /ha), dan volume tegakan (m 3 /ha) serta penilaian kelayakan penerapan TPI (sekarang TPTI) yang diperoleh dengan cara memakai struktur tegakan ternyata tidak berbeda dengan cara tanpa membuat struktur tegakan seperti yang selama ini biasa dipakai. Hal yang sama juga diperoleh Prihanto (1987) pada hutan tanaman jati. Famili sebaran normal terpilih, karena apabila dibandingkan dengan sebaran lain (lognormal dan gamma), sebaran normal lebih menguntungkan dalam kaitannya dengan kemudahan dan kepraktisannya. Sementara itu, Resvandri (1988) pada hutan mangrove memeroleh famili sebaran Weibull untuk kelompok jenis pohon bakau serta famili sebaran gamma untuk kelompok jenis pohon tumu, mata buaya, dan lenggadai. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 75

91 Penggunaan struktur tegakan dalam pendugaan dimensi tegakan akan mengurangi banyaknya waktu, biaya, dan tenaga yang diperlukan, sehingga diduga akan menghasilkan tingkat efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang berlaku sekarang. Namun, hal ini masih belum teruji secara empiris di lapangan (Suhendang, 1985). Berdasarkan hasil penelitian Udiansyah (1994), hipotesis Suhendang (1985) di atas terbukti benar. Metode inventarisasi dengan menggunakan struktur tegakan lebih efisien dibandingkan dengan metode inventarisasi yang berlalu sekarang untuk menduga jumlah pohon, volume tegakan, dan luas bidang dasar tegakan per hektar (besaran efisiensinya berturut-turut adalah 203%, 351%, dan 232%). Saya menemukan efisiensi tersebut, setelah memeroleh model struktur tegakan lognormal pada hutan bekas tebangan di PT Siak Raya Timber, Provinsi Riau. Hal ini sangat dapat dipahami, karena dalam metode penggunaan struktur tegakan tidak ada pengukuran apapun, kecuali menghitung jumlah pohon. Pengukuran hanya dilakukan pada saat pembentukan model struktur tegakan tersebut. Tentu ini berbeda dengan pedoman inventarisasi hutan yang berlaku sekarang. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur secara langsung semua pohon yang terdapat dalam satuan contoh dalam tegakan. Metode dengan struktur tegakan belum diperhatikan serius agar dijadikan pedoman inventarisasi. Sementara itu, implementasi pedoman inventarisasi yang berlaku sekarang sangat bergantung pada para surveyor dan pemilik perusahaan, karena sangat berhubungan dengan biaya. Data yang juga sangat penting dalam perencanaan hutan adalah pertumbuhan pohon. Pertumbuhan pohon adalah pertambahan tumbuh baik volume, tinggi, atau diameter sepanjang waktu. Pertambahan tumbuh per satuan waktu disebut dengan riap. Setiap jenis pohon mempunyai model pertumbuhan tertentu. Dalam penelitian di Kalimantan Tengah, saya membuat model pertumbuhan dan hasil tegakan tinggal Dipterocarpaceae. Sesungguhnya, model pertumbuhan dapat dibentuk dengan regresi nonlinear. Berdasarkan pada model tersebut, dapat diduga hasil 76 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

92 tegakan tahun tertentu pada berbagai kondisi tegakan. Tegakan tinggal seyogyanya dipelihara (timber stand improvement), agar produktivitasnya tinggi dan menguntungkan secara ekonomi dan finansial. Jika ini dilakukan, maka diprediksi hasil tegakannya 175 meter kubik pada periode tebang ke dua. Lama rotasi tebangan disarankan hanya 30 tahun dan bukan 35 tahun seperti sekarang. Secara finansial, pengusaha tidak terlalu tertarik dengan saran ini, karena akan mengeluarkan biaya pemeliharaan tegakan. Sementara itu, kepastian memanen tegakan yang akan datang sangat tidak jelas. Oleh karena itu, pemerintah disarankan mengelola hutan negara dan melakukan pemeliharaan tegakan tinggal (Udiansyah, 1999). Pemeliharaan tegakan tinggal tidak hanya menguntungkan secara finansial, tetapi juga menguntungkan secara ekonomi. Keperluan akan tenaga kerja dalam pemeliharaan tegakan berarti terbukanya lapangan kerja serta terjadinya dampak ganda lain. Hutan dan Pendapatan Negara Kondisi hutan yang sangat menyedihkan sekarang diperparah dengan maraknya pertambangan batubara di dalam kawasan hutan; termasuk hutan lindung, seperti yang terjadi di Kalimantan Selatan. Tidak kurang dari 100 juta ton batubara diproduksi pada tahun Adanya peraturan kebijakan yang menyertai pengelolaan sumber daya alam juga diyakini memerparah kondisi hutan. Contoh tersebut dapat dilihat dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No 2 tahun Pasal 1 ayat 2 berbunyi, Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung berdasarkan formula PNBP = (L1 x tarif ) + (L2 x 4 x tarif ) + (L3 x 2 x tarif ). Dalam hal ini: L1 = area terganggu karena penggunaan kawasan hutan untuk sarana prasarana penunjang yang bersifat permanen dan bukaan tambang selama jangka waktu penggunaan kawasan hutan (ha), Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 77

93 L2 = area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat temporer yang secara teknis dapat dilakukan reklamasi (ha), L3 = area terganggu karena penggunaan kawasan hutan yang bersifat permanen yang secara teknis tidak dapat dilakukan reklamasi (ha). Dari formula itu dapat disimak bahwa hutan yang rusak secara permanen (L3) dibayar lebih murah dibandingkan dengan hutan yang rusak secara sementara atau temporer (L2). Yang sementara dikali dengan 4, tetapi yang permanen hanya dikali dengan 2. Apa yang akan terjadi, ketika pemakai hutan melaporkan bahwa dalam penggunaan hutan, mereka merusak secara permanen semua? Tentu saja pendapatan negara menjadi tidak optimal (Udiansyah et al., 2009). Ketika pendapatan negara tidak optimal dan distribusinya kepada masyarakat belum adil dan merata, skema baru dimunculkan. Skema itu terdiri atas Tanggung-jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility, CSR) dan Imbal Jasa Lingkungan (Payment Environmental Services, PES). Awalnya, ide CSR muncul ketika perusahaan memberikan secara ikhlas keuntungan mereka kepada masyarakat yang tidak mendapat perlakuan dari pemerintahnya. Namun, di Indonesia ide tersebut telah bergeser menjadi suatu kewajiban dengan terbitnya UU Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 15 UU pertama berbunyi, Setiap penanam modal berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan dan pasal 74 ayat 1 UU kedua menyebutkan, Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Seyogyanya, pendapatan negara dari pengelolaan sumber daya alam adalah sebesar (Udiansyah et al., 2009) PN = TP TB KN PM Dalam hal ini, PN = pendapatan Negara, TP = total pendapatan, TB = total biaya, KN = keuntungan normal, dan PM = pengembalian modal. 78 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

94 Namun, sayangnya penetapan pendapatan negara tersebut sekarang belum mempunyai dasar akademik sama sekali. Misalnya yang berkaitan dengan dasar penetapan kenapa sewa hutan lindung tiga juta rupiah per hektar dan kenapa royalti batubara 13,5%. Jika penetapan negara dari pengelolaan sumber daya alam telah ditetapkan sebagaimana di atas dan dikelola serta didistribusikan sebagaimana mestinya, maka Insya Allah skema CSR dan PES tidak diperlukan. Penutup Untuk merencanakan dan menjalankan perencanaan hutan dengan sempurna diperlukan profesionalisme sarjana kehutanan. Ciri sumber daya manusia(sdm) yang profesional adalah mempunyai (1) pengetahuan, (2) keahlian, dan (3) moral atau kejujuran. Ketiga ciri tersebut harus merupakan satu kesatuan yang utuh. Ketika ciri nomor 3 tidak terpenuhi, maka seseorang belum merdeka dalam arti subyektif dan akan menyalahgunakan arti kemerdekaan itu, seandainya dia diberi hak kemerdekaan dalam masyarakat. Kejanggalan-kejanggalan yang muncul kemudian adalah sebagai berikut. 1. Manusia pintar merdeka untuk ngibuli manusia bodoh, dan si bodoh merdeka untuk dikibuli si pintar. 2. Manusia kaya merdeka untuk mengeksploitasi si miskin, dan si miskin merdeka untuk dieksploitasi si kaya. 3. Manusia kuat merdeka untuk memerbudak si lemah, dan si lemah merdeka untuk diperbudak si kuat. 4. Yang sangat mengkhawatirkan, ketika si kaya, si kuat dan si pintar itu bersatu untuk mengibuli si bodoh, untuk mengeksploitasi si miskin, dan memerbudak si lemah. Jika kejanggalan-kejanggalan itu benar, maka diyakini pedoman inventarisasi tidak terlaksana dengan sempurna, data yang diperoleh bias, dan pada gilirannya, perencanaan hutan yang disusun keliru. Itu artinya kita sedang merencanakan suatu kegagalan dari Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Dari itu semua, Allah membuktikan kebenaran firmannya dalam surah Al Baqarah ayat Dan bila kepada mereka Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 79

95 dikatakan, Janganlah membuat kerusakan di muka bumi. Mereka menjawab; Tidak, kami bahkan membuat perbaikan. Sungguh, merekalah yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadari. Ucapan Terima Kasih Sebelum mengakhiri pidato ini, perkenankan saya menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah banyak membantu saya selama menempuh pendidikan, memotivasi saya sehingga memeroleh penghargaan sebagai Guru Besar, serta mengizinkan saya menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang dalam, saya sampaikan kepada guru-guru di SD Negeri Berangas Pulau Laut Timur Kotabaru, SMP Negeri 1 Kotabaru, dan SMA Negeri Kotabaru, tempat saya menuntut ilmu tingkat pendidikan dasar dan menengah. Mereka telah membekali saya ilmu-ilmu dasar dan pengetahuan untuk hidup mandiri. Waa bil khusus, terima kasih untuk almarhum Djamal Suyatno, Guru Matematika saya di SMP Negeri 1 Kotabaru, yang membimbing dan menyediakan waktu kursus privat matematika secara gratis, khusus untuk saya. Penghargaan dan ucapan yang sama juga dihaturkan kepada para dosen di tingkat pendidikan tinggi (S1, S2, dan S3), khususnya para dosen pembimbing skripsi, tesis, ataupun disertasi, terlebih kepada Ir. Rachmat Hidayat, M.Agr. yang sungguh-sungguh membimbing dan memberikan nilai kehidupan kepada saya; Dr. Ir. Satyawati Hadi yang membekali saya ilmu terapan dan selalu membayarkan SPP untuk saya; Prof. Dr. Ir. H. Endang Suhendang, M.S., Pembimbing Utama tesis saya, yang mencurahkan ilmunya dan juga membekali saya ilmu terapan dengan memberikan kesempatan kepada saya mengajar di salah satu perguruan tinggi swasta di Bandung serta membiayai penelitian tesis saya di Riau; serta Prof. Dr. Romulo A. del Castillo, pembimbing utama disertasi saya, dan keluarganya yang sangat familiar baik kepada saya pribadi maupun kepada keluarga saya. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pemimpin Fakultas Kehutanan dan Universitas Lambung Mangkurat, yang telah memberikan izin kepada saya untuk melanjutkan sekolah 80 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

96 S2 dan S3. Secara khusus, ucapan tersebut disampaikan kepada almarhum Prof. Ir. H. Yus a Anward, M.S., mantan Rektor Universitas Lambung Mangkurat, yang telah memberikan rekomendasi yang sangat penting, berupa jaminan pembiayaan, sehingga saya dapat melanjutkan S3. Tanpa rekomendasi tersebut mustahil Pemerintah Indonesia memberikan izin kepada saya. Penghargaan juga ingin saya sampaikan kepada Senat Universitas Lambung Mangkurat, yang memberi kesempatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan ini; rekan-rekan, baik staf dosen maupun staf administrasi di Fakultas Kehutanan, sahabat-sahabat, dan kawan-kawan lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu, yang langsung atau tidak langsung merangsang saya untuk belajar, berfikir, dan bertindak; serta panitia pelaksana yang telah menyelenggarakan acara ini dengan sukses. Yang paling utama, saya juga ingin menyampaikan penghargaan, hormat, dan cinta yang suci, kepada almarhumah Ibunda dan almarhum Ayahanda saya. Atas doa mereka yang tak henti-hentinya dan ikhlas, saya dapat berdiri di podium yang terhormat ini. Hal sama saya sampaikan kepada Nenek saya tercinta yang kini terbaring uzur di tempat tidur. Beliau memelihara dan mendidik saya terutama ketika di Sekolah Dasar. Di desa Ayahanda dan Ibunda saya tinggal, tidak terdapat SD pada saat itu. Cinta, penghargaan, dan terima kasih saya sampaikan juga untuk isteriku tercinta yang selalu ikhlas menjadi single parent ketika saya menempuh studi S2 dan S3 serta anak-anakku, Rahmi Maydina dan Sriyunia Anizar yang cantik dan yang selalu mendorong dan memberikan semangat agar saya dapat segera menyelesaikan studi dan berprestasi. Pada kesempatan yang sangat baik ini, saya bermohon dan sangat berharap kepada hadirin dan hadirat. Jika sekiranya hadirin melihat dan mendengar bahwa saya telah bersikap dan bertindak tidak seperti layaknya seorang Guru Besar, maka segeralah klarifikasi, tegur dan/atau nasihati saya. Akhirnya saya mohon maaf jika sekiranya dalam pidato pengukuhan ini terdapat kalimat yang tidak pantas diucapkan oleh seorang Guru Besar, karena saya baru belajar menjadi Guru Besar. Billahit taufiq wal hidayah, wassalaamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 81

97 DAFTAR PUSTAKA International Tropical Timber Organization Revised ITTO criteria and indicators for the sustainable management of tropical forests including reporting format. ITTO Policy Development Series No 15. Prihanto, B Studi Model Struktur Tegakan Hutan Tanaman Jati (Tectona Grandis L.F.) di KPH Randblatung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Skripsi (tidak dipublikasi). Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Resvandri Studi Model Struktur Tegakan Hutan Mangrove di Kuala Seblat Propinsi Daerah Tingkat I Riau. Skripsi (tidak dipublikasi). Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Siswanto, B.E Tree volume table for Shorea spp. in Rokan Forest District Riau Sumatera. For. Res. Bull., (500):1 18. Suhendang, E Studi Model Struktur Tegakan Hutan Alam Hujan Tropika Dataran Rendah di Bengkunat Propinsi Daerah Tingkat I Lampung. Tesis (tidak dipublikasi). Bogor: Program Pascasarjana IPB. Udiansyah, Penggunaan Struktur Tegakan dalam Menduga Beberapa Macam Dimensi Tegakan Hutan Tidak Seumur. Tesis (tidak dipublikasi). Bogor: Program Pascasarjana IPB. Udiansyah Growth and Yield Modeling for Logged-over Dipterocarp Stands Using Implicit and Average Stand Models. Dissertation (unpublished). Los Banos: University of the Phillippines at Los Banos, Ph.D. Udiansyah Model volume pohon pada hutan bekas tebangan. Bull. Kehutanan, (42): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

98 Udiansyah Revegetation stand valuation on the ex coal mining area of PT Adaro Indonesia. Jurnal Agritek, (15): Udiansyah, L. Fatah, dan Khairunnisa Forest Rent Valuation for Coal Mining Activity in South Kalimantan, Indonesia. Singapore: Interim Report Economy and Environment Program for Southeast Asia. Wahyono, D. dan K. Soemarna Model pendugaan isi pohon meranti (Shorea spp) di KPH Barito Utara Propinsi Kalimantan Tengah. Bull. Pen. Hut., (466): Wahyono, D., R. Atmawijaya, dan L. D. Saryono Stem volume estimation model of Shorea parvifolia Dyer based on the integration of taper equations in Kalimantan. For. Res. Bull., (559):1 18. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 83

99 5 EKSPERIMENTASI PROVENAN SUNGKAI (Peronema canescens) DALAM USAHA MENINGKATKAN KUALITAS TEGAKAN HUTAN Gusti Muhammad Hatta 10 Bismillahirrahmanirrohim Yang terhormat Ketua dan Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat, Rektor dan para Pembantu Rektor Universitas Lambung Mangkurat, para Guru Besar, para Dekan dan Pembantu Dekan di lingkungan Universitas Lambung Mangkurat, Direktur dan Wakil wakil Direktur dan para Kepala Program Studi pada Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, para Ketua Lembaga, para Dosen, tamu undangan, kawan sejawat, handai taulan, segenap sanak keluarga yang berbahagia. Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Terlebih dahulu marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah swt., karena nikmat dan karunia Nya pada hari ini kita dapat berkumpul bersama di tempat ini untuk mengikuti Rapat Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat. Terima kasih yang sebesar besarnya saya sampaikan kepada Ketua Senat Universitas/Rektor dan seluruh Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat yang telah memberikan kesempatan dan kehormatan kepada saya untuk menyampaikan pidato pengukuhan sebagai Guru Besar Silvikultur pada Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat. Hadirin yang terhormat, pada kesempatan ini perkenankanlah saya menyampaikan pidato pengukuhan guru besar berjudul Eksperimentasi Provenan Sungkai (Peronema canescens) dalam Usaha Meningkatkan Kualitas Tegakan Hutan. 9 Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat di Aula Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, tanggal 28 Januari Guru Besar Silvikultur pada Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat. 84 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

100 Kayu sungkai merupakan salah satu jenis kayu mewah (fancy wood) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan jenis asli di Indonesia (Martawijaya et al., 1981). Daerah penyebaran alamnya terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Jenis ini mempunyai kisaran yang relatif lebar terhadap kondisi tapak dan sebagaimana jenis jenis Verbenaceae lainnya, sungkai mempunyai daya tahan hidup yang tinggi, bahkan jika tumbuh pada kondisi yang jauh dari kondisi ekologi optimalnya (Palmer, 1994) Peningkatan Kebutuhan akan Kayu Permintaan kayu di Indonesia cenderung meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan kenaikan permintaan kayu industri industri kehutanan yang ingin memerbesar ekspor produk industri kayunya. Gejala ini menunjukkan bahwa pasokan kayu yang berkesinambungan merupakan hal yang terpenting. Sejak tahun 1980 industri kehutanan meningkat pesat di Indonesia. Dalam kurun waktu 10 tahun sejumlah besar pabrik penggergajian dan kayu lapis dibangun. Demikian juga industri industri yang menghasilkan papan blok, papan partikel, pulp dan rayon didirikan. Industri hutan tersebut telah memanfaatkan kayu dari hutan hujan tropis sebanyak 20 juta m 3 per tahun (Prawirohatmodjo, 1994). Pada tahun 1995 Menteri Kehutanan menyatakan bahwa pada tahun 2000 Indonesia membutuhkan 70 juta m 3 kayu. Sementara itu, pihak Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) memberikan estimasi yang berbeda, yaitu 25 juta m 3 pada tahun Pernyataan Menteri Kehutanan tersebut bisa jadi berdasarkan pada data tahun 1995, yaitu produksi kayu bulat dan kayu olahan berjumlah m 3 (Anonim, 2004). Selanjutnya, Anonim (2004) menunjukkan data produksi kayu bulat dan olahan tahun 2000 berjumlah m 3. Terlepas dari perbedaan di atas, kebutuhan kayu di Indonesia cenderung meningkat, apalagi bila dikaitkan dengan pertambahan populasi penduduk yang semakin meningkat. Penurunan data produksi kayu di atas tidak berarti penurunan permintaan, tetapi diduga karena luas hutan yang semakin berkurang akibat kerusakan hutan. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 85

101 Dalam upaya merespon kebutuhan kayu yang semakin meningkat tersebut, Menteri Kehutanan merencanakan membangun Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan target 4,4 juta ha dalam 10 sampai dengan 20 tahun berikutnya. Aktivitas tersebut diharapkan dapat memberikan keuntungan, yaitu penyediaan kayu untuk industri, penurunan kebergantungan pasokan kayu dari hutan hutan alam, dan peningkatan sumber sumber kayu dari areal hutan yang rusak. Dengan demikian, hal tersebut akan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dan populasi masyarakat perkotaan. Untuk memenuhi kebutuhan kayu yang semakin meningkat di satu pihak, dan merosotnya luas hutan di lain pihak, maka diperlukan suatu tegakan hutan berkualitas yang dapat menghasilkan kayu dalam jumlah banyak dan kualitas baik. Hutan yang berkualitas hanya dapat diciptakan dengan memanfaatkan benih benih berkualitas, selain tindakan silvikultur lainnya. Hutan Tanaman Industri (HTI) untuk Memasok Kayu Pengembangan HTI dimaksudkan untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam. Kegiatan ini tidak hanya memberi kontribusi terhadap tujuan konservasi lahan nasional, tetapi juga menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri dan menghijaukan kembali hutan hutan tidak produktif. Pada kegiatan HTI, jenis kayu lokal dengan hasil tinggi diprioritaskan pada areal hutan produksi dan diimplementasikan pada areal hutan tak-produktif. Dari tahun , Indonesia telah membangun 1,7 juta ha HTI yang umumnya berlokasi di luar Jawa. Apabila ditambahkan dengan 2 juta ha hutan tanaman yang dibangun oleh Perum Perhutani di Jawa, secara keseluruhan Indonesia telah membangun 4 juta ha hutan tanaman, termasuk hutan tanaman yang dibangun oleh masyarakat. Meskipun beberapa keberhasilan telah tercapai, namun kendala kendala juga muncul selama implementasi pembangunan HTI. Kendala kendala tersebut antara lain ketidakjelasan distribusi areal hutan tak produktif, munculnya konflik penggunaan lahan, lemahnya koordinasi antara lembaga lembaga di tingkat pusat dan daerah, kekurangmampuan pihak swasta (HPH) dalam penguasaan teknologi produksi benih, dan ketidakprofesionalan pihak swasta 86 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

102 dalam pengelolaan persemaian dan sumber benih, terutama yang perbanyakannya vegetatif (seperti stek). Sungkai, Jenis Tanaman Rekomendasi untuk HTI Menteri Kehutanan membuat pola umum HTI yang dijadikan guideline untuk perencanaan dan implementasinya. Sebanyak 20 jenis pohon telah direkomendasikan oleh Menteri Kehutanan untuk pembangunan HTI dan salah satunya adalah sungkai. Dalam pembangunan HTI khususnya di Kalimantan, sungkai yang biasa juga disebut kayu lurus, adalah salah satu dari berbagai jenis yang ditanam di areal HTI. Namun, belum ada usaha pengembangan agar diperoleh bibit yang berkualitas tinggi. Biasanya sungkai diperbanyak dengan stek daripada melalui biji, karena pengerjaan stek lebih mudah dan tanpa bergantung pada musim berbuahnya pohon sungkai. Gambar 5.1. Sungkai di Kampus Unlam Banjarbaru (kiri) dan di hutan produksi Kabupaten Kotabaru (kanan) Pada umumnya, perbanyakan bibit sungkai diambil dari sumber benih sembarang, jadi lebih berdasarkan pada pertimbangan banyaknya bibit yang tersedia, tanpa memerhatikan kualitas Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 87

103 pohon induknya. Agar dapat diperoleh kayu berkualitas dengan produktivitas tinggi, jelas diperlukan bibit yang berkualitas pula. Benih yang unggul dapat diupayakan melalui pemuliaan pohon (Soeseno, 1983). Meningkatnya permintaan kayu sungkai membuat pemerintah memberikan perhatian pada jenis kayu tersebut. Pemerintah Provinsi Riau melaksanakan penanaman satu juta pohon sungkai pada tahun 1993 melalui gerakan yang terkenal dengan sebutan gerakan sejuta pohon sungkai. Kegiatan tersebut dilatarbelakangi permintaan kayu sungkai oleh perusahaan perusahaan di Jakarta dalam jumlah dan volume besar untuk memasok pabrik pabrik, selain meningkatnya kebutuhan kayu sungkai untuk Provinsi Riau sendiri. Sungkai banyak digunakan untuk perabot rumah tangga, moulding, cabinet, plywood, veneer, kerajinan tangan, rayon, dan lainnya. Tentu saja hal tersebut menghasilkan pendapatan bagi masyarakat lokal, pemerintah, dan penduduk perkotaan dalam bentuk berbagai produk dari kayu sungkai. Variasi Genetik Sungkai pada Populasi Alami Seperti dikemukakan sebelumnya, walaupun sungkai direkomendasikan pada program HTI, sedikit sekali yang diketahui tentang variasi genetiknya pada populasi alami dan baru sedikit usaha yang dibuat dalam peningkatan genetiknya. Fakta menunjukkan bahwa sungkai dapat ditemukan di banyak tempat di Kalimantan dan Sumatera, tetapi pohon sungkai secara terus menerus ditebang dari hutan alam. Dalam praktik praktik yang sudah dilakukan selama ini stek sungkai dikumpulkan dari pohon sungkai yang terdapat di sembarang tempat, tanpa memerhatikan kualitas pohonnya. Seharusnya ada usaha untuk mengumpulkan stek yang berkualitas dari sumber geografi dan provenan yang berbeda. Suatu jenis pohon dengan sebaran alami yang luas dapat menunjukkan variasi genetik antara provenan satu dan provenan lainnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan, seperti ketinggian tempat dari permukaan laut, jenis dan status kesuburan tanah. Kondisi lingkungan yang bervariasi tersebut memungkinkan terjadinya perbedaan ekspresi fenotip, termasuk 88 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

104 dalam hal produktivitas, yang juga memberikan konsekuensi terhadap perbedaan nilai ekonominya. Di Indonesia uji provenan yang sudah dilaksanakan baru pada beberapa jenis, yaitu Tectona grandis, Gmelina arborea, Acacia mangium, dan Calliandra calothyrsus (Soeseno dan Danarto, 1990). Belum ada disebutkan aktivitas pengembangan pohon sungkai, padahal permasalahan ini menjadi penting. Ketersediaan sumber genetik sungkai semakin mengecil, akibat penebangan hutan alami yang tidak memerhatikan kelestariannya. Hatta (1992) yang melaksanakan percobaan lapangan pertama terhadap provenan sungkai dari berbagai tapak di Kalimantan Selatan menemukan perbedaan perbedaan pertumbuhan terjadi di antara provenan provenan yang ada. Meskipun data ini hanya dalam satu provinsi, keanekaragaman genetik yang lebih besar dapat diharapkan pada kisaran ekologi dan geografi yang luas dari pohon sungkai yang terdapat di Kalimantan dan Sumatera. Distribusi Geografis Sungkai Sebelum melakukan uji provenan suatu jenis, harus diketahui terlebih dahulu sebaran alami dari jenis bersangkutan. Dengan demikian kita dapat menentukan provenan mana saja yang akan dijadikan bahan dalam eksperimentasi atau bahkan semua provenan. Kebanyakan literatur hanya menyebutkan pernyataan yang terlalu umum tentang distribusi geografis pohon sungkai, yaitu di Sumatera dan Kalimantan. Hasil penelitian Hatta (1999) di pulau Sumatera dan Kalimantan menunjukkan bahwa sungkai tersebar dalam batas lintang kisaran alami antara Lintang Selatan dan Lintang Utara. Di luar batas tersebut semakin sulit dijumpai pohon sungkai yang tumbuh secara alami. Berdasarkan pada pengamatan di lapangan dan informasi dari penduduk setempat selama pengumpulan stek stek sungkai, ternyata distribusi alami pohon sungkai di Kalimantan dan Sumatera cenderung padat di selatan garis khatulistiwa atau semakin jauh tapak ke utara dari garis khatulistiwa, semakin jarang populasi sungkai. Oleh sebab itu, dalam uji provenan sungkai untuk pulau Sumatera, bahannya hanya diambil dari Provinsi Lampung, Sumetera Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 89

105 Selatan, Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, dan Riau, tidak termasuk Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Aceh; sedangkan di Pulau Kalimantan bahan untuk uji provenan diambil dari 4 provinsi, yaitu Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Selatan. Basis Ekologi Silvikultur Informasi ekologi bagi suatu jenis merupakan hal penting dan mendasar bagi perlakuan perlakuan silvikultur. Berdasarkan pada perilaku basis ekologi dari suatu jenis atau provenan, pertumbuhan suatu jenis dapat ditingkatkan. Pertumbuhan pohon dapat ditingkatkan dengan cara memenuhi kebutuhan kebutuhan ekologinya. Untuk memenuhi kebutuhan ekologinya, masing masing jenis mempunyai pola strategi sendiri yang disebut dengan istilah ecological profile sebagai respon terhadap dinamika perubahan lingkungan (Oldeman dan Sieben-Binnekamp, 1994). Profil ekologi ini penting diketahui agar kita dapat memproduksi kayu sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. Dengan mengenal profil ekologi suatu jenis, kebutuhan jenis akan lingkungannya dapat diketahui. Dalam kaitan dengan profil ekologi ini, ternyata Tree Architecture merupakan codeterminan bagi profil ekologi suatu jenis. Rossignol et al. (1998) menyatakan bahwa arsitektur pohon mengatur pertumbuhan, memelihara, dan mentransfer materi dan energi suatu pohon dengan direct environment-nya. Salah satu faktor yang berkaitan dengan basis ekologi silvikultur adalah direct environment of a tree. Menurut Rossignol et al. (1998), direct environment adalah lingkungan terdekat di sekeliling suatu organisme. Adaptasi suatu provenan atau jenis terhadap kondisi tapak yang baru merupakan prasyarat bagi kesehatannya. Pohon pohon yang sehat mempunyai peluang yang besar untuk mencapai tujuan spesifik dari penanaman. Kendatipun demikian, setiap provenan atau jenis sering memberikan respon yang berbeda terhadap tapak baru. Oleh karena itu, tahap pertama dalam membangun hutan tanaman adalah meyakinkan agar provenan memanfaatkan 90 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

106 kemampuan adaptasi optimalnya terhadap tapak baru. Direct Environment Sungkai Vegetasi asli di sekeliling provenan masing masing bervariasi dari vegetasi asli alami hingga berbentuk kebun dan semak belukar serta dari tegakan alami yang didominasi oleh pohon sungkai hingga suatu tegakan jenis campuran. Kondisi demikian sampai batas batas tertentu dapat memengaruhi arsitektur pohon. Di atas sudah disebutkan arsitektur pohon kodeterminan terhadap profil ekologi jenis. Halle (1976) menguraikan variasi arsitektur vegetatif jenis jenis tertentu yang dicatat oleh Kahn, seperti Euphorbia mellifera, Mangifera indica dan Arbutus unedo. Arsitektur pohon tersebut mengikuti model Leeuwenberg pada tempat yang terbuka dan mengikuti model Scarron pada tempat yang tertutup. Jadi, arsitektur pohon pohon tersebut berhubungan erat dengan direct environment dan kebanyakan berkaitan dengan jumlah cahaya yang terjadi. Pada eksperimentasi provenan sungkai yang telah dilakukan, stek stek yang berasal dari kondisi lingkungan yang relatif terbuka menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik pada plot plot percobaan. Sebaliknya, stek stek yang berasal dari kondisi lingkungan yang tertutup menunjukkan pertumbuhan yang sedikit lambat dibandingkan dengan stek stek sebelumnya. Hal ini diduga karena seleksi oleh direct environment alami dan pohon pohon dari stek stek tersebut diambil, selain pengaruh kondisi iklim dan edafis secara umum. Pada umumnya tapak tanaman baru adalah lingkungan yang terbuka. Kondisi tersebut tentu saja berbeda dengan kondisi vegetasi aslinya. Stek stek sungkai yang dikumpulkan dari tempat tertutup akan mengalami stres ketika ditanam di tempat terbuka. Sementara itu, stek stek sungkai yang dikumpulkan dari tempat terbuka sudah familiar dengan kondisi tersebut. Stres yang dialaminya kecil dan mereka lebih mampu beradaptasi dengan kondisi seperti itu. Oleh karena itu kondisi lingkungan tapak asal dan tapak baru penting sekali diketahui agar tanaman dapat menyesuaikan secara tepat terhadap kondisi klimatis dan edafisnya. Pengetahuan tentang tempat asal suatu jenis pohon merupakan pemandu terbaik untuk mengetahui kebutuhan lingkungan agar Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 91

107 pohon tersebut dapat tumbuh dengan baik. Dengan mencocokkan kesesuaian tapak baru dan tapak asli provenan, tingkat kecocokan provenan dan tapak dapat ditentukan. Penilaian yang komprehensif merupakan hal yang penting dalam proses penyesuaian, karena ada interaksi timbal balik faktor faktor lingkungan. Semakin akurat penyesuaian, semakin tinggi tingkat kecocokan provenan dan tapak. Menurut Evans dan Hibberd (1993), penyesuaian yang terbaik antara jenis tanaman dan tapak untuk menghasilkan pertumbuhan dengan hasil tinggi dan tanaman yang sehat, didasarkan pengetahuan genotip (provenan) dan lingkungan hanya dapat direalisasikan dengan cara analisis iklim secara detail. Pendekatan kecocokan provenan dan tapak memungkinkan untuk membedakan antara tapak yang cocok dan tidak cocok pada daerah yang baru. Hal Ini dapat membantu menyebarkan provenan provenan di dalam kisaran yang optimum pada suatu lahan, sesuai dengan persyaratan hidupnya. Uji Provenan untuk Meningkatkan Kualitas Bibit Semai Sungkai Langkah awal dalam membangun hutan tanaman adalah meyakinkan bahwa provenan mampu memanfaatkan adaptasi optimal terhadap tempat tumbuh barunya. Kemampuan adaptasi tersebut merupakan prasyarat untuk dapat tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, potensi provenan memberikan pengaruh yang kuat terhadap pertumbuhan awal tingkat semai. Percobaan dengan menggunakan bahan stek sungkai dari berbagai provenan merupakan sebuah alat di dalam usaha untuk mencapai maksud tersebut. Eksperimentasi provenan sungkai dilakukan dua tahap, yaitu uji provenan pada tahap di pesemaian dan uji provenan di lapangan. Tujuan dari observasi provenan provenan sungkai pada tahap persemaian adalah untuk menentukan tampilan awal dari masing masing provenan. Hal ini berguna untuk mengevaluasi tampilan mereka selanjutnya saat sudah ditanam dan tumbuh di lapangan. Berdasarkan pada hasil uji provenan pada tingkat semai, ternyata provenan Riau menduduki peringkat pertama yang selanjutnya diikuti oleh provenan Pontianak dan provenan Palembang pada peringkat kedua dan ketiga. Provenan Banjarmasin 92 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

108 dan Jambi juga mempunyai prospek yang baik, meskipun sama sama hanya menduduki peringkat 4. Selanjutnya, hasil uji provenan setelah tanaman sungkai berumur 26 bulan menunjukkan bahwa provenan Pontianak menduduki urutan pertama, diikuti oleh provenan provenan Palangkaraya, Banjarmasin, Riau, dan Padang pada urutan kedua sampai kelima. Dari 10 provenan sungkai yang telah diuji, provenan Pontianak, Palangkaraya dan Riau perlu mendapat perhatian. Meskipun relatif jauh antara tempat asal provenan dan tempat tumbuh barunya (Kalimantan Selatan), tampilannya bagus. Ini berarti, adaptasinya terhadap tempat tumbuh baru sangat bagus. Memang paling sedikit ada dua hal yang menjadi tujuan uji provenan, yaitu daya adaptasi yang tinggi dan peluang untuk mendapatkan variasi genetik dari jenis pohon yang diuji. Pohon yang adaptasinya rendah cenderung mudah stres. Energi yang ada kemungkinan lebih banyak digunakan untuk melawan stres, sehingga pertumbuhannya lambat. Anakan pohon (seedling) yang ditanam di tapak baru biasanya merespon kondisi lingkungan lebih sensitif dibandingkan dengan pohon dewasa. Zimmermann (1977) menyatakan bahwa dibandingkan dengan pohon dewasa, anakan anakan pohon lebih responsif terhadap perubahan perubahan tapak. Hal ini terjadi, karena jarak antara tunas dan akarnya sangat dekat, sehingga lebih cepat mendapat dampak dari pengaruh yang datang secara tiba tiba. Stek yang berasal dari kondisi lingkungan relatif terbuka menunjukkan pertumbuhan yang baik dan sebaliknya, stek yang berasal dari kondisi lingkungan tertutup menunjukkan pertumbuhan yang lebih lambat (Hatta, 1999, 2008). Provenan provenan Pontianak, Palangkaraya, Riau, Banjarmasin, dan Padang yang pohon pohonnya berasal dari tempat tumbuh atau lingkungan yang agak terbuka, ternyata pertumbuhannya baik, sedangkan provenan Samarinda dan Jambi yang berasal dari lingkungan yang tertutup, pertumbuhannya relatif lebih lambat. Hal ini diduga karena seleksi/ pengaruh dari faktor lingkungan langsung secara alami (natural direct environment), misalnya kondisi tanah dan iklim secara umum (Rossignol et al., 1998). Wangermann dalam Bakker (1998) mengatakan bahwa suatu jenis/pohon yang mengalami kondisi stres banyak pada ujung Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 93

109 kisaran toleransinya, biasanya dapat hidup lebih lama daripada pohon pohon lainnya. Namun, variasi toleransi yang demikian bisa jadi disebabkan oleh hal lain, khususnya variasi genetik. Ennis dan Marcus (1996) mengatakan bahwa kemampuan menyesuaikan dengan kondisi iklim baru berkaitan dengan keberadaan variasi genetik yang besar di dalam suatu jenis. Variasi genetik ini meningkatkan peluang bagi beberapa individu pohon untuk dapat bertahan hidup pada perubahan perubahan lingkungan. Jelas sekali bahwa penelitian provenan sungkai atau jenis lainnya akan mengarah kepada peningkatan genetik selain kemampuan adaptasi, sehingga dapat menyediakan populasi optimal pohon sungkai secara silvikultur. Uji provenan diharapkan dapat menunjukkan dengan tepat provenan sungkai terbaik, yang nantinya akan menghasilkan pohon pohon dengan spesifikasi produktivitas tinggi dan tegakan pohon dengan resiko rendah. Hasil uji provenan ini akan bermanfaat, khususnya bagi perusahaan perusahaan yang membangun HTI untuk memeroleh bibit stek sungkai berkualitas baik yang pada gilirannya akan menghasilkan kayu kayu sungkai dalam jumlah banyak dan dengan kualitas bagus. Mengoptimalkan Produksi Semai Sungkai Tujuan utama persemaian adalah untuk memproduksi anakan anakan pohon atau semai semai berkualitas tinggi dan dalam jumlah yang besar. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, beberapa usaha telah dilakukan pada sungkai, seperti penggunaan stek stek dengan panjang dan diameter yang berbeda, stek muda dan stek matang, posisi topofisik stek di pohon, penggunaan media tumbuh yang berbeda dan kombinasinya, serta penggunaan pupuk dan zat tumbuh. Kendatipun demikian, umumnya stek stek yang digunakan di atas diambil dari pohon sungkai lokal. Padahal, sungkai banyak dijumpai pada berbagai lokasi di Sumatera dan Kalimantan. Pemanfaatan berbagai provenan sungkai pada eksperimentasi ini akan memerkaya informasi yang telah ada. Pengoptimalan produksi semai sungkai termasuk di dalamnya adalah upaya memelihara persyaratan biologinya. Di antara mereka, persentasi hidup dan kemampuan berakar khususnya bagi propagasi stek dipertimbangkan menjadi sifat sifat krusial penting. 94 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

110 Pemanfaatan hasil hasil eksperimentasi yang telah dilakukan di atas juga untuk memenuhi hal seperti di atas dan sifat sifat lainnya. Provenan yang terbaik diharapkan menyediakan stek stek yang optimal secara silvikultur. Arsitektur pohonnya diharapkan juga optimal sehingga stek menunjukkan bentuk pertumbuhan dan hasil yang baik. Mereka juga seharusnya menjadi yang mampu tampil baik di dalam interaksi dengan organisme hutan lainnya, seperti mutualisme, patogen, organisme penyerbuk bunga atau parasit. Hasil uji provenan tingkat persemaian menunjukkan tampilan yang berbeda. Beberapa provenan menunjukkan persentase tumbuh 100% (Pontianak, Riau, Banjarmasin, dan Jambi). Sebagian lagi persentasi tumbuhnya antara 80 90% (Palangkaraya, Palembang, Bengkulu, dan Samarinda) dan sisanya di bawah 80% (Padang dan Lampung). Kecepatan pembentukan akar pun berbeda. Yang tercepat adalah provenan Riau yang disusul kemudian oleh provenan Pontianak dan Palangkaraya. Karena hasil di atas hanya merupakan eksperimentasi dalam skala kecil dan sementara itu hasil penelitian sungkai lainnya masih terbatas, disarankan agar memanfaatkan provenan provenan peringkat tinggi dari segi parameter parameter penting yang dinilai. Rekomendasi tersebut tentu saja akan dapat meningkatkan praktik HTI yang sudah berlangsung. Informasi informasi hasil penelitian seperti jenis stek dan bagian pohon mana yang bagus untuk stek, bagaimana penanganan stek stek sebelum dan sesudah dibawa ke tempat baru, dan perlakuan apa yang diberikan untuk menghindari kekeringan stek selama pengangkutan perlu disebarluaskan. Untuk mengoptimalkan produksi semai, material provenan terbaik mesti digunakan dan demikian pula prosedur yang baik dalam penanganan stek di persemaian dan teknik pemeliharaan terbaik dalam penanaman. Penting sekali mencari provenan provenan yang memiliki toleransi terbesar (resisten) terhadap faktor faktor pembatas. Perancangan Sistem Silvikultur untuk Sungkai Dalam merancang sistem silvikultur sungkai, paling sedikit ada 4 faktor yang menjadi pertimbangan, yaitu (1) kesehatan Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 95

111 pohon pohon yang ditanam termasuk profil ekologi pohon, (2) pemanfaatan akhir kayu sungkai, (3) maksud maksud manajemen sekunder, dan (4) biaya tindakan tindakan silvikultur. Ini merupakan terjemahan dari 4 kriteria manajemen Oldeman (1991). Profil ekologi atau temperamen organisme adalah pola strategi organisme dalam merespon dinamika lingkungan agar dapat memenuhi persyaratan ekologisnya. Ini perlu diketahui agar kita dapat memproduksi papan sesuai spesifikasi. Pemanfaatan kayu yang berbeda memerlukan karakteristik yang berbeda pula. Kayu gergajian, pulp, dan plywood menghendaki spesifikasi yang lebih tinggi daripada penggunaan lainnya. Kebanyakan pemakai kayu gergajian menyukai kayu dengan sifat panjang dan lurus, lebar dan tebal, merata seluruh permukaan papan, tidak ada atau (kalaupun ada) sedikit saja lubang bekas cabang, serta bebas dari calsite, selica dan kantong kantong resin (Palmer, 1994). Rancangan dari suatu penanaman sering terfokus untuk memeroleh hasil volume yang tinggi dibandingkan dengan investasi minimum dan kelestariannya. Sementara itu, maksud maksud manajemen sekunder hampir tidak diperhatikan, bahkan kadang kadang tidak dihiraukan. Penekanan pada tujuan utama tanpa peduli pada kesehatan lingkungan bisa mengarahkan kepada penghancuran sistem produksi. Tindakan tindakan silvikultur untuk kesehatan hasil dan pohon pohon yang tumbuh pesat adalah untuk mencapai hasil yang diinginkan. Tentu saja tindakan tersebut memerlukan biaya. Sepanjang tindakan silvikultur akan meningkatkan keuntungan, aktivitas tersebut harus dilaksanakan. Kendatipun demikian, biaya rendah selalu dikehendaki. Oldeman (1991) menyatakan pilihan tindakan tindakan silvikultur yang murah dan cukup adalah sebuah jaminan untuk keberhasilan pengelolaan dibandingkan sebuah perkiraan hasil kuantitatif. Sebagai contoh, penanaman pohon dengan jarak lebar akan memberi kesempatan kepada rumput untuk tumbuh dengan cepat karena tajuk sungkai lambat menutup kanopi. Hal tersebut akan menyebabkan biaya tinggi, jika pemeliharaan sering dilaksanakan selama keseluruhan rotasi. Hal tersebut juga akan menjadi ancaman penting bagi tanaman pohon sungkai, khususnya di musim kemarau, jika pemeliharaan tidak dilaksanakan. Jadi, jarak tanaman pendek 96 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

112 adalah efisien biaya dan efisien secara ekologis untuk mengurangi masalah dalam hal penanaman pohon sungkai di areal alang alang. Contoh di atas memberikan ilustrasi, bagaimana ke empat tujuan tersebut dipelihara di dalam pemikiran apabila kita merancang sistem silvikultur sungkai. Berikut sekilas tentang implementasi keempat tujuan di atas dalam 4 fase silvikultur, yaitu pembangunan tegakan, pemeliharaan, pemanenan, dan regenerasi. Industri perkayuan menghendaki HTI memproduksi batang pohon yang panjang dan lurus, cocok untuk plywood dan kayu gergajian. Pohon memenuhi spesifikasi tersebut bergantung pada arsitektur pohon dan pembentukan batang khususnya. Strategi arsitektur berbeda di antara kelompok kelompok pohon. Hal kedua yang perlu dipertimbangkan dalam aktivitas pembangunan hutan adalah jarak. Jarak memengaruhi penampilan pohon secara umum, termasuk juga provenan provenan. Jarak yang lebar bisa mengarah kepada kayu kualitas jelek dalam hal bentuk batang dan ukuran cabang. Disamping itu, jarak lebar memberikan kesempatan rumput dan tumbuhan herba lainnya tumbuh lebat di sekeliling pohon yang baru ditanam. Jarak pendek bisa mengurangi percabangan yang lebih awal dan meningkatkan kelurusan dan tegaknya batang serta memercepat penutupan tajuk. Namun, menurut Evans and Hibberd (1993), jarak pendek mengurangi riap diameter pohon begitu tanamannya dewasa, kecuali jika jumlah pohonnya dikurangi melalui penjarangan. Secara umum, pada tanah miskin memerlukan jarak tanam lebar dan tanah subur perlu jarak pendek (FAO, 1979). Karena itu, pohon sungkai pada lahan alang alang seharusnya ditanam rapat. Hal yang ketiga yang diperhatikan dalam pembangunan hutan adalah pencegahan atau mengurangi faktor faktor lingkungan yang dapat menstimulasi multistem pada pohon sungkai. Karena itu, pemangkasan harus dilakukan pada tegakan yang padat populasinya, khususnya pada fase pemeliharaan. Untuk mengurangi multistem pemangkasan lebih awal dianjurkan, segera begitu ada tanda tanda pembentukan multistem. Sistem tebang habis adalah umum di dalam pemanenan tanaman seumur. Pada fase pemanenan, tapak/tanah dikonservasi dengan hati hati, sehingga dapat mengurangi potensi pengaruh Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 97

113 negatif atas kelestarian yang disebabkan oleh tebang habis. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa HTI (termasuk sungkai) umumnya ditanam pada lahan marginal seperti kelerengan curam dan tanah tanah mudah tererosi. Perencanaan yang baik diperlukan dalam seleksi operasi pemanenan, peralatan dan mesin yang pantas dan penyebarannya di lapangan (Hibberd dalam Evans and Hibberd, 1993). Kayu dipanen dengan cara ekstraksi individu pohon sedemikian rupa sehingga keseluruhan sistem tidak terancam (Kuper, 1997). Ada 3 bentuk dasar pemanenan kayu, yaitu sepanjang tiang pohon, kayu kayu pendek atau potongan potongan, dan keseluruhan pohon. Kesehatan hutan dilayani terbaik dengan cara pemanenan kayu kayu pendek untuk mencegah atau mengurangi pemadatan tanah dan erosi. Hal ini sudah umum dilakukan di hutan jati di Jawa. Di tempat tempat tertentu di Kalimantan, pengalaman masyarakat lokal dalam menyeret pohon pohon yang ditebang dengan bantuan kerbau dapat diadaptasi, khususnya pada tapak tapak curam. Ini akan menurunkan pemadatan tanah dan erosi. Disamping itu, pohon pohon yang berada pada tapak tapak sangat curam, seharusnya hanya ditebang dengan pola yang dirancang dengan baik, sehingga selalu ada tegakan penutup untuk melindungi tanahnya. Oleh karena itu, perancangan hutan tanaman seharusnya tidak hanya menekankan pada pengembalian keuangan dan keuntungan ekonomi, tetapi juga memerhatikan dampak lingkungan jangka panjang (Wiersum, 1984). Pohon pohon harus dikelola dengan baik karena mereka adalah pembawa jangka panjang fungsi fungsi utama ekonomi dan ekologi. Setiap produk atau jasa dari hutan/ pohon berkaitan dengan sistem lokal (Oldeman, 1991). Karena itu, maksud maksud manajemen sekunder harus dapat perhatian, dan jika mungkin ditingkatkan. Barangkali kegagalan hutan tanaman disebabkan oleh kurang perhatian khusus terhadap kondisi fisik dan sosial ekonomi daerah yang bersangkutan. Anonim (1997) mengatakan bahwa hanya sebagian kecil keuntungan diinvestasikan dalam usaha usaha pengembangan sumber daya hutan. Sebagian besar keuntungan diinvestasikan di dalam operasi penebangan dan industri pengolahan. Isu kunci untuk kelestarian nilai yang nonkomersial adalah memelihara kesuburan tanah penutup hutan/ 98 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

114 tegakan dan keanekaragaman hayati (Kuper, 1997). Seperti disebutkan sebelumnya bahwa tindakan tindakan silvikultur dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas tegakan hutan, tetapi semuanya memerlukan dana. Menurut Kuper (1997), investasi akan menguntungkan bila hal tersebut akan meningkatkan net present value (NPV). Sebagai contoh, penjarangan jumlah pohon adalah salah satu tindakan silvikultur untuk memertinggi NPV. Penjarangan mengkonversi pohon menjadi uang dan pada saat bersamaan penjarangan menyediakan ruang pertumbuhan yang lebih besar bagi pohon pohon berkualitas lebih tinggi. Aspek lain pada tanaman sungkai adalah pemangkasan dan jarak tanam. Berdasarkan pengalaman penelitian sungkai, pemangkasan diperlukan untuk memerkuat kualitas kayunya. Sebagai konsekuensi untuk bertahan hidup pada kondisi yang jelek, pohon sungkai membentuk cabang cabang atau multistem. Pemangkasan meningkatkan NPV dengan cara meningkatkan kualitas kayu. Jarak tanam yang tidak pas mengarah ke bentuk batang yang jelek dan memberikan kesempatan rumput tumbuh dengan cepat karena penutupan tajuk sungkai lambat. Hal ini mengakibatkan penurunan kualitas produksi kayu dan demikian juga keuntungan. Selain itu, rumput yang lebat mengancam tanaman, khususnya pada areal peladangan berpindah dilaksanakan. Pemanenan seharusnya direncanakan lebih awal, memanfaatkan data atau informasi yang dihasilkan saat proses penyesuaian tapak dan persyaratan ekologi dari provenan provenan. Data tersebut termasuk kondisi lapangan (seperti kelerengan), tanah (seperti tipe, tekstur) dan iklim. Perancangan tanaman sering fokus secara eksklusif pada alat untuk mencapai hasil maksimum. Sementara itu, daya dukung ekosistem dan faktor sosial diabaikan (Wiersum, 1984; Oldeman, 1991; Neugebaur et al., 1996; Padoch dan Peluso, 1996). Dalam perancangan hutan tanaman sungkai faktor faktor tersebut di atas harus diperhitungkan. Dalam perancangan hutan tanaman sungkai, partisipasi masyarakat lokal harus ditingkatkan, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Masyarakat lokal dilibatkan dan jika mungkin di semua fase (identifikasi, desain, pengelolaan, dan pemantauan). Ada beberapa keuntungan dalam hal ini; misal, meningkatkan rasa Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 99

115 memiliki tanaman, menambah pendapatan masyarakat, dan mengurangi konflik.aa Dibandingkan dengan jenis mangium, ekaliptus, dan gmelina, jenis sungkai lebih dikenal oleh masyarakat masyarakat di pedesaan. Pengetahuan lokal mereka tentang sungkai tentu akan memberikan input yang menguntungkan di dalam perancangan tanaman sungkai. Inisiatif baru harus dikenalkan di dalam hutan tanaman sungkai. Misalnya, perusahaan HTI memberikan kesempatan penduduk lokal mengelola beberapa hutan tanaman sungkai dengan pengawasan dan bimbingan dari perusahaan. Banyak strategi yang dapat direncanakan dan diimplementasikan. Akhirnya, semua tergantung pada kemauan perusahaan untuk menuruti rangkaian pelajaran dari kegiatan. Kesimpulan Sebelum mengakhiri uraian ini, mari kita lihat beberapa hal berikut. a. Berdasarkan karakteristik individu hasil eksperimentasi provenan sungkai, peringkat masing masing provenan adalah Pontianak, Palangkaraya, Banjarmasin, Riau, Padang, Samarinda, Palembang, Bengkulu, Jambi, dan Lampung. b. Pendekatan provenan tetangga memberikan prospek baik dalam pembuatan hutan tanaman sungkai, seperti dibuktikan pada butir 1 di atas. Diusulkan untuk menggunakan provenan tetangga yang terdekat atau provenan lokal dalam pengembangan hutan tanaman sungkai. Hal ini adalah pendekatan konservatif (tetapi aman) dan harus diterapkan sampai ada penelitian baru yang menunjukkan alternatif pilihan lebih baik. c. Arsitektur sungkai mewakili model Scarrone saat muda dan menjadi model Leeuwenberg saat pohon menjadi dewasa. Arsitektur pohon mencerminkan pola strategi untuk memenuhi tantangan tantangan ekologis. Ekosistem yang sehat cenderung menyokong arsitektur pohon yang memungkinkan untuk memproduksi kayu sesuai spesifikasi yang diinginkan. 100 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

116 d. Untuk mengoptimalkan penyesuaian provenan dan tapak baru, suatu keharmonisan provenan dan tapak harus diarahkan. Pendekatan ini mengarah ke tingkat keharmonisan yang tinggi dari tapak baru terhadap provenan tertentu. Disarankan menggunakan kombinasi ekologi optimum dari persyaratan ekologi bagi provenan dan ciri ciri dari tapak baru. e. Untuk mengoptimalkan produksi semai sungkai, material provenan terbaik mesti digunakan, selain prosedur yang baik dalam penanganan stek di persemaian dan teknik pemeliharaan terbaik pada tanaman. f. Untuk mengoptimalkan pohon sungkai sebagai penghasil kayu, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu pembentukan/pemantapan keharmonisan provenan dan tapak pada tapak baru, pencegahan terhadap hama dan penyakit. Dalam kaitannya dengan faktor di atas, ada 5 hal harus menjadi pertimbangan, yaitu kondisi tempat asal dari provenan, pengangkutan stek sungkai dari tempat asal ke tapak baru, perilaku di persemaian, pengangkutan dari persemaian ke tapak penanaman, dan perilaku di tapak/di lapangan penanaman. g. Dalam perancangan sistem silvikultur sungkai, ada 4 faktor yang harus dipertimbangkan, yaitu kesehatan tegakan sungkai termasuk profil ekologi pohon, pemanfaatan akhir dari kayu yang dihasilkan, maksud maksud manajemen sekunder, dan biaya dari tindakan tindakan silvikultur. Faktor faktor tersebut harus dilibatkan di dalam fase fase silvikultur, seperti pendirian/ pembentukan tegakan, pemeliharaan tegakan, pemanenan, dan regenerasi hutan tanamannya. h. Masyarakat lokal harus dilibatkan dalam program penanaman, jika mungkin di dalam semua fase (identifikasi, desain, manajemen, pemantauan). Pelibatan mereka akan menyediakan keamanan yang lebih besar bagi hutan tanaman dan masyarakat lokal. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 101

117 Ucapan Terima Kasih Dalam kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada almarhum Ayahanda Gusti Sulaiman dan almarhumah Ibunda Gusti Berlian, yang selalu mendoakan dan mengarahkan saya agar menjadi orang yang baik dan berguna bagi masyarakat. Hal yang sama juga saya sampaikan kepada saudara saudara saya, khususnya kakanda Drs. H. Gusti Mahfudz, Ak. yang selalu mengajak dan membimbing saya ke lingkungan yang baik dan agamis. Untuk isteri saya Ir. Hj. Violet, M.P. yang selalu memotivasi saya untuk selalu berprestasi serta anak saya Gusti Noor Hidayat, S.T. dan Gusti Noor Ramadany Saputra yang selalu tabah dan pengertian saat saya studi di luar negeri, saya ucapkan terima kasih. Terima kasih kepada Pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk menempuh program Doktor di Universitas Wageningen, Belanda melalui dana SUDR ADB. Terima kasih dan penghargaan yang tinggi saya haturkan kepada guru guru saya, Prof. Dr. Ir. R.A.A. Oldeman, Prof. Dr. Ir. Hj. Oemi Hani in Soeseno (Almh.), Prof. Dr. Ir. Van Der Maissan, Prof. Dr. Ir. Eric Gowie, Prof. Dr. Ir. Paul Richard, Dr. Ir. Kuper, Prof. Dr. Ir. Djoko Marsono, Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulthony, Ir. Syafii Manan, M.Sc., Dr. Kuswata Kartawinata, Kathy McKinnon, Prof. Dr. A. P. Vayda (Rutgers University, USA), serta guru guru saat saya kuliah di Unlam, IPB, UGM, di SMA, SMP, dan SRN di Banjarmasin. Terima kasih kepada teman teman saya yang turut membantu saat saya studi di Belanda. Mereka antara lain adalah Ir. Dela E. Boeijink, Marthy Boudewijn, E.A.P de Bruijn dari Ecological Agriculture Departement dan Gerrit Gort dari Departement of Mathematics of Wageningen University. Ungkapan penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Rektor/Ketua Senat dan seluruh Anggota Senat Universitas Lambung Mangkurat, Dekan Fakultas Kehutanan beserta anggota Senat Fakultas Kehutanan, dan juga untuk kawan sejawat dan sivitas akademika. Akhirnya, perkenankanlah saya menyudahi pidato 102 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

118 pengukuhan ini dengan ucapan Alhamdulillahi rabbil alamin. Terima kasih atas segala perhatian, kehadiran, serta kesabaran hadirin yang saya muliakan dalam mengikuti pidato pengukuhan Guru Besar ini. Apabila ada tutur perkataan serta sopan santun perbuatan yang kurang berkenan di hati para hadirin, saya mohon maaf sebesar besarnya dan setulus hati. Billahit taufiq wal hidayah, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.a DAFTAR PUSTAKA Anonim Statistik Kehutanan Indonesia Jakarta: Departemen Kehutanan. Bakker, M.J Canescens in Trees. Wageningen: Wageningen Agricultural University, Departement of Ecological Agricultural and Departement of Genetics. Ennis, C.A. dan N.H. Marcus Biological Consequences of Global Climate Change. Sausalito, California: University Science Books. Evans, J. dan B.G. Hibberd Operations. Dalam: Shell dan WWF. Shell/WWF tree plantation review. Study No. 9. Shell International Petroleum Company and World Wide Fund for Nature. Halle, F Architectural variation at the specific level in tropical trees. Dalam: P.B. Tomlinson dan M.H. Zimmermann (Eds.). Tropical Trees as Living System. Cambridge: Cambridge University Press. p Hatta, G.M Uji Provenan dan Berbagai Jenis Stek Sungkai di Panaan, Kalimantan Selatan. Banjarbaru: Fakultas Kehutanan,Universitas Lambung Mangkurat. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 103

119 Hatta, G.M Sungkai (Peronema canescens) a Promising Pioneer Tree: An Experimental Provenance Study in Indonesia. Wageningen: Wageningen University. Disertation. Hatta, G.M Evaluasi pertumbuhan semai beberapa provenan sungkai (Peronema canescens Jack) di Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 2(2): Kuper, J.H Profitable sustainable forestry. Proceedings Sustainability the Pro Silva Way. 2 nd International Pro Silva Congress, Apeldoorn, the Netherlands, May 1997: Martawijaya, A., I. Kartawijaya, K. Kadir, dan S.A. Prawira Atlas Kayu Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan. Neugebaur, B., R.A.A. Oldeman, dan P. Valvarde Key principles in ecological silviculture. Dalam: T.V. Ostergaard (Ed). Fundamentals of Organic Agriculture. Eleventh IFOAM International Scientific Conference, Copenhagen, Oldeman, R.A.A The paradox of forest management. BOS Nieuwsletter, 10(3): Oldeman, R.A.A. dan A.H.M. Sieben Binnekamp Timber trees: architecture and ecology. Dalam: R.R.B. Leakey dan A.C. Newton (Eds.). Tropical Trees: The Potential for Domestication and the Rebuilding of Forest Resources. ITE Symposium, (29): Padoch, C. dan N.L. Peluso Borneo in Transition. People, Forests, Conservation, and Development. Kuala Lumpur: Oxford University Press. Palmer, J.R Designing commercially promising tropical timber species. Dalam: R.R.B. Leakey dan A.C. Newton (Eds.). Tropical 104 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

120 Trees: The Potential for Domestication and the Rebuilding of Forest Resources. ITE Symposium, (29): Prawirohatmodjo, S Albizia falcataria (Paraserianthes falcataria): a newly emerging export earner in Indonesia. IAWA (International Association of Wood Anatomists) Bulletin, 13: Yogyakarta: Wood Science Technology, Faculty of Forestry, Gadjah Mada University. Rossignol, M., L. Rossignol, R.A.A. Oldeman, dan S.B. Tizroutin Struggle of Life or the Natural History of Stress and Adaptation. Heelsum, the Netherlands: Tre pp. Soeseno, O.H Pemuliaan pohon sebagai dasar pokok keberhasilan pembangunan hutan Indonesia. Dalam: Perumusan dan Himpunan Makalah Sarasehan I di Wanagama, Fakultas Kehutanan UGM, Yogyakarta. Soeseno, O.H. dan S. Danarto Forest tree improvement in Indonesia. Proceeding of Forest Biotechnology Seminar. Forestry Faculty of Gadjah Mada University, Yogyakarta. Wiersum, K.F Strategies and designs for afforestation, reforestation and tree planting. Dalam: K.F. Wiersum (Ed). Proceedings of an International Symposium on the Occasion of 100 Years of Forestry Education and Research in the Netherlands, Wageningen, September 1983 Zimmermann, M.H Trees Structure and Function. Massachussete, USA: Harvard University. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 105

121 6 PERUBAHAN HIDROTOPOGRAFI PERAIRAN MUARA BARITO, PENDEKATAN HIDRODINAMIKA 11 H. Fathurrazie Shadiq 12 Bismillahirrahmanirrahim Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh, Yang terhormat Bapak Rektor dan Senat Universitas Lambung Mangkurat, para dosen, alumni, mahasiswa, beserta warga civitas akademika Universitas Lambung Mangkurat, para undangan dan hadirin yang kami muliakan Alhamdulillah, marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Ilahi Rabbi Allah swt., karena senantiasa melimpahkan rahmat-nya kepada kita sekalian, sehingga kita dapat berhadir dalam upacara yang hikmat hari ini. Shalawat beserta salam kita haturkan semoga tercurah ke haribaan Nabi Muhammad saw., keluarga, sahabat, dan umat beliau hingga akhir zaman. Di hadapan majelis terhormat pada hari ini, ijinkanlah saya menyampaikan orasi pengukuhan Guru Besar mata kuliah/bidang Ilmu Teknik Sipil (Teknik Keairan) pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Judul orasi tersebut adalah Perubahan Hidrotopografi Perairan Muara Barito, Pendekatan Hidrodinamika Pendahuluan Sungai Barito adalah salah satu penciri Kalimantan. Sungai ini, bersama dengan dua sungai besar lainnya, yaitu Mahakam dan Kapuas, bisa dibilang sebagai river mark bagi pulau ketiga terbesar di dunia, Borneo atau Kalimantan. 11 Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Lambung Mangkurat di Aula Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, tanggal 19 Agustus Guru Besar Ilmu Teknik Sipil pada Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat 106 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

122 Foto satelit terhadap muara Sungai Barito (Gambar 6.1) menunjukkan bahwa pendangkalan di muara sungai sebelum alur navigasi telah masuk mendekati Pulau Kaget. Pendangkalan sangat mengganggu alur navigasi kapal cargo dan juga kapal penumpang yang hendak keluar dan atau masuk pelabuhan Tri Sakti Banjarmasin. Gambar 6.1. Foto satelit Muara Sungai Barito (Google, 2006) Masalah yang terjadi pada muara Sungai Barito memang adalah pendangkalan akibat angkutan sedimen atau pelumpuran pada alur navigasi, sehingga arus keluar masuk kapal terganggu. Untuk mengetahui seberapa besar laju perubahan bathemitri dasar sungai akibat sedimentasi, dilakukan kajian gerakan pasang surut di muara Sungai Barito. Pengukuran di lapangan memeroleh data fluktuasi muka air selama 15 hari (14-28 Juli 2005). Kemudian data pengamatan 15 hari tersebut dianalisa menggunakan metode Admiralty, sehingga diperoleh amplitudo 10 komponen harmonik pasang surut (S0, M2, S2, N2, K2, K1, O1, P1, M4, dan MS4) seperti disajikan pada Tabel 6.1 (Shadiq, 2005). Tabel 6.1. Amplitudo 10 komponen harmonik pasang surut S0 M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 A (cm) 140,58 13,27 14,295 2,84 3,29 57,50 28,36 18,98 0,90 3,14 g ( o ) 0 93,09 217,32 24,76 217,32 202,90 330,21 202,90 26,83 132,62 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 107

123 Selanjutnya dengan regresi kuadrat terkecil, memakai program rampas (ramalan pasang surut) dengan input komponen-komponen harmonik itu, diperoleh ramalan pasang surut muara Sungai Barito 2005 seperti pada Gambar 6.2 dan 6.3 berikut. Gambar 6.2. Verifikasi pasang surut: ramalan versus amatan Gambar 6.3. Pasang surut Muara Sungai Barito tahun 2005 (ramalan) Jika dianggap bahwa partikel melayang diangkut langsung dengan kecepatan sama dengan kecepatan aliran, maka debit sedimen dapat dinyatakan sebagai perkalian antara debit aliran dan konsentrasi sedimen. Persamaannya dinyatakan sebagai: Q = Q. C k (1) si i i. Sedimen yang bergerak dalam suatu saluran sungai dapat bergerak sebagai suspended load dan bed load. Suspended load merupakan gerakan partikel melayang yang diangkut langsung oleh 108 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

124 aliran sungai. Bed load merupakan gerakan partikel yang bergerak sekitar lapisan dasar sungai dengan menggelinding, meluncur (sliding), dan meloncat (ripples and dunes). Pada bagian muara sungai atau daerah estuari, tinjauan suspended load lebih dominan daripada bed load. Dalam hal ini: Q si = debit sedimen (ton/hari); Q i = debit aliran (m 3 /det); C i = konsentrasi (mg/l) dan k = 0,0864 (konstanta perubahan dimensi satuan). Persamaan (1) itu sekaligus menunjukkan bahwa debit sedimen dapat dihitung, bila debit aliran diketahui. Dari penerapan persamaan (1) untuk memerkirakan sedimentasi di muara Sungai Barito, Shadiq (2007) menemukan perubahan bathemetri dasar perairan Barito sebesar 6-10 cm per tahun. Hidrodinamika (Simulasi Arus Akibat Pasang Surut dan Angin) Untuk mengetahui gerakan arus akibat pasang surut dan angin perairan pantai di sekitar muara Sungai Barito, kajian arus pada perairan Selat Laut dapat dijadikan referensi. Shadiq et al. (2005) mengkaji arus perairan Selat Laut selat yang terletak di sebelah timur muara Barito ini melalui pekerjaan Detil Design Pelabuhan Penangkapan Ikan Kabupaten Kotabaru, yang berlokasi di sekitar Stagen, alur utara Selat Laut. Pendekatan hidrodinamika untuk memeroleh kejelasan pola arus telah dilakukan dengan model matematik-numerik hidrodinamika 2D, yaitu dengan menyelesaikan persamaan kontinuitas (2) dan persamaan momentum (3a) dan(3b) sebagai berikut. UH + t x η (2) VH + y = UH UH UH η U U + U + V = gh + νh + + ( τ ) 2 2 ρ wx τ (3a) bx t x y x x x 2 2 VH VH VH η V V + U + V = gh + νh + + ( τ ) 2 2 ρ wy τ (3b) by t x y y Penerapan kondisi batas memeroleh hasil simulasi untuk pola Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 109 y y

125 arus yang disebabkan gerakan pasang surut dan pengaruh angin. Sebagai penggerak arus, inputnya adalah kondisi pasang surut di Tanjung Pemancingan (utara Pulau Laut/Kotabaru), Balikpapan dan muara Sungai Barito (Banjarmasin). Pasang surut Barito maupun Balikpapan yang diberikan sebagai syarat batas untuk bagian bagian batas terbuka dimaksud ditunjukkan dalam Gambar 6.4. Ayunan pasut dari arah Barito dan Balikpapan elevasi ma (m) 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0, Waktu (jam) Bpapan barito Gambar 6.4. Ayunan pasut Barito dan Balikpapan Keadaan sirkulasi arus pada model ini, pada saat pasang dan saat surut ditunjukkan pada Gambar Aliran arus digambarkan dengan adanya garis-garis panah yang merupakan vektor kecepatan, panjang garis panah menyatakan besar vektor kecepatan, sedangkan arah panah menyatakan arah kecepatan; dalam hal ini, kecepatan merupakan kecepatan rerata kedalaman. Gambar 6.5. Pola arus model besar pada saat surut baik di posisi Pemancingan/Barito maupun Balikpapan (Shadiq et al., 2005) 110 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

126 Gambar 6.6. Pola arus model besar pada saat surut di posisi Pemancingan/Barito dan slag water di Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Gambar 6.7. Pola arus model besar pada saat surut di Barito dan pasang di posisi Pemancingan/ Barito dan Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 111

127 Gambar 6.8. Pola arus model besar pada saat pasang di posisi Pemancingan/Barito dan mulai pasang di Balikpapan (Shadiq et al., 2005) Keadaan pola arus hasil simulasi model dapat dijadikan referensi pola gerakan arus akibat pasang surut dan angin untuk seluruh alur perairan Selat Laut. Secara umum terjadi arah aliran arus dari selatan-utara dan baratdaya-timurlaut pada saat pasang dengan kecepatan rata-rata 0,10 0,90 m/detik. Pada saat surut terjadi aliran arus sebaliknya dari timurlaut-baratdaya dan utaraselatan dengan kecepatan rata-rata 0,20 1,06 m/detik. Hidrotopografi Perubahan hidrotopografi perairan muara Barito terjadi karena berbagai pengaruh. Di antaranya adalah pengaruh perubahan bathemitri dasar perairan, mekanisme gerakan arus pasang surut, dan juga pengaruh kenaikan permukaan air laut akibat pemanasan global. Permukaan Sungai Barito naik, karena muka laut di Laut Jawa naik, akibat perubahan iklim. Kenaikan muka laut untuk wilayah Indonesia, khususnya di Banjarmasin, telah diteliti dan diproyeksikan oleh Armi et al. (2008). Jika diambil hasil proyeksi tahun 2010, 2050, dan 2100 dengan luas daratan yang hilang berturut-turut seluas km 2, km 2, dan km 2 (Gambar 6.9, 6.10, dan 6.11), maka sekitar 0,03% luas daratan yang hilang adalah bagian daratan Banjarmasin. 112 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

128 Daratan di wilayah Banjarmasin hilang, karena Sungai Barito yang mengalir di antara kota mendapatkan massa air kiriman dari Laut Jawa. Banjir terjadi, karena daratan Banjarmasin rendah dan selanjutnya air Sungai Barito yang permukaannya lebih tinggi dari daratan Banjarmasin itu meluap ke daratan. Gambar 6.9. Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2010 (Armi et al., 2008) Gambar Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2050 (Armi et al., 2008) Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 113

129 Gambar Kenaikan muka laut Banjarmasin tahun 2100 (Armi et al., 2008) Rekomendasi 1. Wilayah Kota Banjarmasin yang terancam tergenang (karena kiriman air laut) dimulai dari Banjarmasin Selatan dan Tengah (2040). 2. Perlu regulasi pemda terkait dengan prasarana transportasi (jalan). Jalan yang termasuk kategori jalan masih bisa dipertahankan dan baik (seperti Jalan Ahmad Yani dan Jalan Brigjen Hasan Basri) harus terus dipelihara (maintance) hingga Namun, khusus pada jalan arteri dan kolektor (seperti Jalan Veteran dan Jalan Nagasari) yang diperkirakan sulit dipertahankan, proyek perbaikan jalan di daerah ini sebaiknya dikurangi. Alokasi dana dapat dialihkan pada pembentukan jalan-jalan baru. 3. Perlu diwacanakan istilah relokasi dan normalisasi dalam penanganan atau penanggulangan persoalan drainase dalam Kota Banjarmasin. Namun demikian, normalisasi saluran tetap diperlukan guna memerlancar pengembalian air genangan ke Sungai Barito pada saat air surut. 114 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

130 Ucapan Terima Kasih Di penghujung atau bagian akhir orasi pengukuhan Guru Besar ini, perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang tulus dari lubuk hati terdalam kepada semua pihak atas segala bantuan dan dukungan, sehingga saya bisa mencapai jenjang jabatan akademik tertinggi, khususnya kepada 1 Pemerintah RI, melalui Bapak Menteri Pendidikan RI atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk memangku jabatan Guru Besar dalam bidang ilmu Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. 2 Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Bapak Prof. Ir. H. Muhammad Rasmadi, M.S., selaku Ketua Senat Universitas Lambung Mangkurat yang telah memercayai dan mengusulkan saya untuk jabatan Guru Besar, 3 Dekan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat, Bapak Prof. Dr. Ir. Rusdi H.A., M.Sc., Senat Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat, para dosen dan staf karyawan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat yang memberikan dorongan dan dukungan semenjak persiapan pengusulan sampai penetapan pengangkatan dan pelaksanaan upacara pengukuhan hari ini, 4 para pendidik, guru-guru saya di SRN 1, SMPN 1, dan SMAN 1 Pontianak, serta dosen saya di Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dan Program Pascasarjana ITB Bandung. 5 para pembimbing S2 dan para promotor S3 yang saya hormati, Bapak Dr. Ir. Dance Kardhana Natakusumah, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Soegandar Sumawiganda, M.Sc., Bapak Prof. Dr. Ir. Hang Tuah, MSOc., dan Bapak Dr. rer. nat. Dadang K. Miharja, yang telah mencetak saya sebagai peneliti bidang teknik keairan computational hydrodinamics. Kepada kedua orang tua saya, almarhum Abah H. Mahmud Shadiq dan almarhumah Uma Hj. Masdjurah yang telah mendidik dan membesarkan saya untuk hidup sederhana dan sabar serta menasehati saya untuk tidak berputus asa terhadap rahmat Allah swt., terimakasih atas semua kasih sayang yang abah dan uma berikan. Semoga almarhum/almarhumah selalu dalam limpahan rahmat Allah swt. dan menerima safaat sebagai umat Rasullullah saw. Amin. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 115

131 Kepada isteri tercinta Dra. Hj. Noorliana serta anak-anakku tersayang, Muhamad Rizani, S.T., Umi Fatma Octavia, S.Ked., dr. Dewi Fatmi Januarini, dan Sri Fatma Julia, terimakasih atas pengorbanan dan pengertian kalian semua selama ini, sehingga saya dapat menjalani studi dan meniti karir dengan tawakal. Kepada panitia penyelenggara upacara pengukuhan Guru Besar hari ini dan para hadirin yang telah dengan sabar mendengarkan orasi, saya juga mengucapkan terimakasih. Mohon maaf jika terdapat kekurangan dan kesalahan. Wabillahit taufiq wal hidayah, wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.a DAFTAR PUSTAKA Armi, S., I. Herlianti, M. Tamamadin, dan I. Nurlela Dampak perubahan iklim terhadap ketinggian muka laut di wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan, 12(2). Shadiq, F Perencanaan Pelabuhan Penangkapan Ikan, Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan. Marabahan: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Barito Kuala. Shadiq, F Memahami Problema Sekitar Muara Sungai, Pendekatan Pemodelan Numerik. Makalah Disampaikan pada Seminar Nasional Pengelolaan Sungai Sungai di Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 15 Desember Shadiq, F. dan Reza Adhi Fajar The Study of Impact Analysis for Sea Water Rising on Barito Estuary to Resettlement Area in and around Banjarmasin. Paper presented in International Symposium on Climate Change and Human Settlements, Denpasar-Bali, Indonesia, March Shadiq, F. et al Detail Design PPI, Kabupaten Kotabaru, Provinsi Kalimantan Selatan. Kotabaru: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kotabaru. 116 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

132 BIODATA GURU BESAR Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 117

133 Kantor Nama : Prof. Ir. H. LUTHFI FATAH, M.S., Ph.D. TTL : Kandangan, 5 Desember 1962 NIP : Ayah : H. Abdul Fatah Arsyad (alm.) Ibu : Hj. Masyrumi Isteri : Hj. Tuti Heiriyani Anak : 1. Novita Alfinuri 2. Shaufi Firdaus Luthfi Rumah : Komp. Pondok Halim Permai Blok E-1 Guntung Paikat, Banjarbaru 70713, Telp : Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Jalan Jenderal Ahmad Yani Kotak Pos 1028 Banjarbaru 70714, Telp/ Fax A. Pendidikan 1. S3 : Agricultural Economics, School of Economics, Adelaide University, Australia, lulus tahun S2 : Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, lulus tahun S1 : Penyuluhan Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, lulus tahun SLTA : SMA Negeri Kandangan, Kandangan, lulus tahun SLTP : SMP Negeri 7 (Bunga Matahari), Banjarmasin, lulus tahun SD : SD Negeri Cemara, Banjarmasin, lulus tahun 1975 B. Kepangkatan 1. Penata Muda, III/a, 1988 Asisten Ahli Madya, Penata Muda Tingkat I, III/b, 1992 Asisten Ahli, Penata, III/c, 1994 Lektor Muda, Penata Tingkat I, III/d, 1996 Lektor Madya, Pembina, IV/a, 1998 Lektor, Pembina, IV/a, 2002 Lektor Kepala, Pembina Tingkat I, IV/b, 2009 Guru Besar, ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

134 C. Jabatan di Dalam Universitas Lambung Mangkurat 1. Dosen Fakultas Pertanian Unlam, 1988 sekarang 2. Dosen pada Program Studi Ekonomi Pertanian, Program Pascasarjana Unlam, 2003 sekarang 3. Dosen pada Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Unlam, 2003 sekarang 4. Dosen pada Program Studi Magister Sain Administrasi Pembangunan, Program Pascasarjana Unlam, 2009 sekarang 5. Ketua Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Unlam, D. Jabatan di Luar Universitas Lambung Mangkurat 1. Sekretaris Umum PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia) Komisariat Kalimantan Selatan, Anggota HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), sekarang 3. Anggota ASAE (Asian Society of Agricultural Economists), sekarang 4. Anggota AARES (Australian Agricultural and Resources Economics Society), sekarang 5. Peneliti untuk Penelitian Penanggulangan Kemiskinan, kerjasama PSE Bogor dengan Program Pascasarjana IPB, Bogor, Peneliti untuk Penelitian Pengembangan Agroindustri Pedesaan, kerjasama Dirjen Pertanian Tanaman Pangan Jakarta dengan Pascasarjana IPB Bogor, Anggota Dewan Redaksi Majalah Ilmiah Kalimantan Agrikultura, Konsultan Sistem Pelayanan Informasi Pasar, kerjasama KUF-GTZ dengan Kantor Wilayah Departemen Pertanian Kalimantan Selatan, Konsultan Pembangunan Daerah, kerjasama Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unlam dengan Pemda Kodya Banjarmasin, Supervisor Kuliah Kerja Nyata, Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Contributor the German Federal Ministry for Economic Co-operation and Development (BMZ) and the German Agency for Technical Cooperation (GTZ), together with the Centre for Poverty Analysis (CEPA), 1 Oktober Maret Ketua Tim Konsultan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Kotabaru, kerjasama Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat Unlam dengan Pemda Kabupaten Kotabaru, Ketua Tim Konsultan Penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten, kerjasama Lembaga Penelitian Unlam dengan Pemda Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Researcher EEPSEA Singapura, sekarang Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 119

135 15. Kepala Bidang Akademik, Community Empowerment and Rural Development (CERD), kerjasama antara Universitas Lambung Mangkurat, Dirjen PMD Depdagri, dan ADB Manila, Team Leader Konsultan Penyusunan Tabel Input-Output Kabupaten Hulu Sungai Selatan, kerjasama Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Selatan dengan Yayasan Agribhakti Putra Banua, Tim Ahli Penyusunan Renstra, PT Adaro PAMA, Research Management Adviser, Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR), Senior Research Management Adviser, Australian Centre for International Agricultural Research (ACIAR), E. Pendidikan dan Pelatihan 1. Kursus Komputer Program Basic dan Aplikasi Matematika. Laboratorium Komputer Banjarbaru, Latihan Organisasi Kepemimpinan dan Keprofesian. HKTI Cabang Kalimantan Selatan, Pelatihan Singkat Tanpa Gelar SUDR-ADB untuk Manajemen Perguruan Tinggi. UI Jakarta, Pelatihan Penulisan Buku Ajar. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas, Ujung Pandang, Kursus TOEFL. Laboratorium Bahasa Unlam, Banjarmasin, Training on English for Academic Purpose. IALF Jakarta, CGE Modeling with Wayang Model. CSIS and Adelaide University, Jakarta, Energi Daerah. Institut Teknologi Bandung, Bandung, Resource Economics. Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA), Chiang Mai Thailand, Managers Development Program. Melbourne Business School, Victoria Australia, Inter Regional Computable General Equilibrium. Universitas Pajajaran Bandung, Bandung, 2009 F. Penelitian 1. Anwar, A., Luthfi, S.I. Prahasto, dan H. Siregar Studi Prospek Perkreditan Koperasi. Laporan Penelitian. Bogor: Kerjasama Badan Litbang Koperasi dengan Program Pascasarjana IPB. 2. Anwar, A., Luthfi, S.I. Prahasto, dan Hartini Pengembangan Agroindustri di Wilayah Pedesaan. Laporan Penelitian. Bogor: Kerjasama Direktorat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan dengan Program Pascasarjana IPB. 3. Fatah, L The Utilization of Social Accounting Matrix (SAM) for Poverty Monitoring and for Investigating the Implications of a Poverty Alleviation Strategy. Colombo: Centre for Poverty Analisis. 120 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

136 4. Fatah, L. dan Tuti Heiriyani Poverty Alleviation through Oil Palm Development in Swampland Area. Bangkok: East Asian Development Network (EADN). 5. Fatah, L. and Udiansyah An Assessment on Forest Management Options to Prevent Forest Fire in Indonesia. Singapura: Economy and Environment Program for South East Asia. 6. Fatah, L., Udiansyah, H. Imansyah, and G. Khairuddin The impacts of coal mining on the economy and environment of South Kalimantan Province, Indonesia. ASEAN Economic Bulletin, 25(1): Luthfi Studi Potensi Lahan Pekarangan sebagai Salah Satu Sumber Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Simpur Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Laporan Penelitian. Banjarmasin: Pusat Penelitian Unlam. 8. Luthfi Profil Aktifitas Ekonomi dan Problema Kemiskinan Masyarakat Kabupaten Grobogan. Tesis. Bogor: Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Program Pascasarjana IPB. 9. Luthfi Sistem Pelayanan Informasi Pasar. Banjarbaru: Kalimantan Upland Farming System Development Project Kalimantan Selatan. 10. Luthfi Pengkajian Prospek Pengembangan Agroindustri dari Produk Usahatani di Lahan Pasang Surut dalam Kerangka Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Laporan Penelitian. Banjarbaru: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Lambung Mangkurat. 11. Luthfi Strategi Pembangunan Regional untuk Pengentasan Kemiskinan dan Pemerataan Pendapatan di Kabupaten Banjar. Laporan Penelitian. Banjarmasin: Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. 12. Luthfi The Roles of Agroindustries in The Improvement of Regional Economy and Income Distribution in South Kalimantan Province, Indonesia. Dissertation. The School of Economics Adelaide University, Australia. 13. Luthfi et al Kemampuan Membina Hubungan Melembaga Kelompok Tani dengan KUD di WKBPP Martapura. Laporan Penelitian. Banjarmasin: Pusat Penelitian Unlam. 14. Luthfi et al Peningkatan Ekspor Non Migas dan Perbaikan Pemerataan Pendapatan Masyarakat di Kalimantan Selatan Melalui Pengembangan Kegiatan Agroindustri. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti. Banjarbaru: Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. 15. Luthfi et al Pengembangan Wilayah Melalui Pemanfaatan Lahan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan untuk Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat dan Perbaikan Keragaan Perekonomian Wilayah. Banjarbaru: Kerjasama Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 121

137 16. Luthfi, Eka Radiah, dan Tuti Heiriyani Pengkajian Implikasi Strategi Ketahan Pangan terhadap Pemerataan, Pertumbuhan Ekonomi dan Keseimbangan Lingkungan di Indonesia. Laporan Penelitian RUKK Ristek. Banjarbaru: Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat. 17. Luthfi dan Sadik Ikhsan Penyusunan Indikator Dini Per Triwulananan Perekonomian Kalimantan Selatan Tahun Banjarmasin: Kerjasama Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat dengan Bappeda Propinsi Kalimantan Selatan. 18. Pakpahan, A., Luthfi, A. Nasution, Dharmawan, I. Krisantia, dan M. Hosein Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pengembangan Wilayah Lahan Kering. Laporan Penelitian. Bogor: Kerjasama Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian (PSE) Bogor dengan Program Pascasarjana IPB. G. Seminar Internasional 1. The Quality in Postgraduate Research Conference. University of Adelaide, Adelaide, Australia, April Luthfi The roles of small-scale agroindustries in enhancing growth with equity. Paper presented on The International Conference on Small and Medium Sized Enterprises in a Global Economy: Sustaining SME Innovation, Competitiveness and Development in the global Economy. University of Wollongong, NSW, Australia, Juli Fatah, L The roles of agroindustry in enhancing growth with equity. Paper presented on The Fourth Conference of the Asian Society of Agricultural Economist (ASAE) on New Challenges Facing Asian Agriculture under Globalization. Alor Setar, Kedah, Malaysia, Agustus Regional Conference on Poverty Monitoring In Asia. Asian Development Bank (ADB) Headquarters, Manila, Philippines, Maret Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 24 th Biannual Workshop. Siem Reap, Cambodia, November Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 26 th Biannual Workshop. Cebu, Philippines, November Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 27 th Biannual Workshop. Beijing, Republik Rakyat China, Mei Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 28 th Biannual Workshop. Kuala Lumpur, Malaysia, November Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 30 th Biannual Workshop. Bali, Indonesia, November ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

138 10. Global Development Network (GDN) 10th Annual Conference on Natural Resources and Development. Held by the Arab Fund for Economic and Social Development. Kuwait City, Kuwait, 3-5 Februari Fatah, L Application of social accounting matrix multiplier as an energy-economy-environment model for devising coal mining policy. Paper presented on The 4th East Asian Symposium on Environmental and Natural Resource Economics. Taipei, Taiwan, 2-3 Maret East Asia Development Network Annual Forum. Bangkok, Thailand, Mei Economy and Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA) the 30 th Biannual Workshop. Dalat, Vietnam, Mei Fatah, L The roles of agroindustries in regional economic development (Study case in South Kalimantan). Paper presented on The Second Indonesian Regional Science Association Conference (IRSA Institute). Bogor Agricultural University, Bogor, Juli The 3 rd Haze Dialog. An event held together by Singapore Institute of International Affair (SIIA) and Institute of Strategic and International Studies (ISIS) Malaysia. Kuala Lumpur, Malaysia, 5 Oktober Fatah, L The options of forest management policy for fire prevention (A study case in Indonesia). Paper presented on The 13th World Forestry Congress. Buenos Aires, Argentina, Oktober Fatah, L Building communication in agricultural research adaptive to accelerate the improvement of farmer welfare. Paper presented on The Australasia Pacific Extension Networks 5th International Conference Shaping Change in Communities. Busselton, Western Australia, 17 November Workshop on Outcome Based Monitoring and Evaluation for Adaptive Research in Agriculture, held by ACIAR in collaboration with AUSAID. Australian Embassy, Jakarta, 20 November H. Seminar Nasional 1. Luthfi Kemiskinan, Tinjauan Perspektif Sosial Ekonomi dan Upaya Pengentasannya. Makalah Seminar Sehari Pengentasan Kemiskinan Regional Kalsel. Banjarmasin: KMA-PBS Universitas Lambung Mangkurat. 2. Luthfi Petani Miskin untuk Pengembangan Usaha dan Peningkatan Pendapatannya. Makalah Seminar dan Lokakarya Peranan Perguruan Tinggi dalam Upaya Pengentasan Desa Tertinggal. Banjarmasin: Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat Unlam. 3. Luthfi et al Aspek Ekonomi Regional dalam Pengembangan Pemukiman Transmigrasi. Prosiding Seminar Pengembangan Usaha Transmigran untuk Peningkatan Pendapatan. Banjarmasin, 3-12 Maret Seminar Nasional dan Lokakarya Perencanaan Energi Daerah. Institut Teknologi Bandung (ITB). Bandung, 5-12 September 2004 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 123

139 5. Diskusi Publik Dampak Penerapan Perda No. 3 Tahun 2008 terhadap Iklim Investasi Perkebunan Kelapa Sawit Di Kalimantan Selatan. Swissbell Hotel, Banjarmasin, 18 Agustus I. Publikasi Buku 1. Luthfi et al Silent issues in success for international postgraduate students. In: Margaret Killey and Gerry Mullins (Eds.). Book Section in Quality in Postgraduate Research: Making Ends Meet. Adelaide: The Advisory Centre for University Education, The University of Adelaide. p Fatah, L The utilization of social accounting matrix (SAM) for poverty monitoring and for investigating the implications of a poverty alleviation strategy. In: Hans Gsanger and Myriam Fernando (Eds.). Book Section in Poverty Monitoring in Asia. Colombo: Centre for Poverty Analysis. p Fatah, L Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan. Banjarmasin: Pustaka Banua. J. Publikasi Jurnal 1. Luthfi Identifikasi dan penanggulangan kemiskinan melalui pengembangan wilayah lahan kering. Kalimantan Agrikultura, 5(2): Fatah, L The Potentials of agro-industry for growth promotion and equality improvement in Indonesia. Asian Journal of Agriculture and Development, 4(1): Fatah, L., Udiansyah, H. Imansyah, and G. Khairuddin The impacts of coal mining on the economy and environment of South Kalimantan Province, Indonesia. ASEAN Economic Bulletin, 25(1): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

140 Menantu Cucu Nama : Prof. Dr. Ir. ATHAILLAH MURSYID, M.S. TTL : Barabai, 27 September 1946 NIP : Ayah : Haji Mursyid gelar Tuan Guru Haji Kabau (alm.) Ibu : Hajjah Lawiah (almh.) Isteri : Helwati Anak : 1. Fajar Isnaeni, S.T. 2. Nizar Husnaeni, AMTrU, S.E. 3. Helma Mursyida, AMTrU : 1. Diah Purnama Sari, S.T. 2. Devita Anggraeni, S.E. 3. Firmansyah, A.Md. : 1. Maisa Syakira Nuraini Mursyid 2. Najya Rafa Nasitha Mursyid 3. Deniz Zamzami Raihan 4. Arviza Adha Nugraha 5. Farid Naufal Rifani A. Pendidikan 1. S3 : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, lulus tahun S2 : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor, lulus tahun S1 : Ilmu Penyakit Tanaman (Major: Ilmu Tanaman Semusim, Minor: Ilmu Pemuliaan Tanaman), Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarbaru, lulus tahun SLTA : SMA Negeri Barabai, lulus tahun SLTP : SMP Negeri 1 Barabai, lulus tahun SD : SR Negeri 6, Kayu Bawang, Barabai, lulus tahun 1959 B. Jabatan di Dalam Universitas Lambung Mangkurat 1. Dosen pada Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, 1973 sekarang 2. Ketua Departemen Ilmu Pasti Pengetahuan Alam, Sekretaris Tim Pembina Kebun Percobaan Universitas Lambung Mangkurat, Sungai Riam, Kabupaten Tanah Laut, Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 125

141 4. Ketua Pelaksana Pembinaan Kebun Percobaan Universitas Lambung Mangkurat, Sungai Riam, Kabupaten Tanah Laut, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Ketua Presidium Koordinator Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru, Ketua Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Lambung Mangkurat, Pembantu Rektor I (Bidang Akademik) Universitas Lambung Mangkurat, Koordinator Tim Pelaksana Harian Program S2 (Pascasarjana) Ilmu- Ilmu Pertanian, Komisaris Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Timur Universitas Lambung Mangkurat, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, C. Jabatan di Luar Universitas Lambung Mangkurat 1. Pelaksana Proyek Bimas/Inmas Propinsi Kalimantan Selatan di Desa Tanta dan Desa Mangkusip, Kabupaten Tabalong, Petugas Khusus pada Proyek Bimas Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Pembantu Pemimpin Proyek Informasi Pertanian (PIP), Banjarbaru, Konsultan Pelaksanaan Proyek Penghijauan CV Anacardium Banjarbaru, Ketua Kelompok Penyuluh / Pemimpin Redaksi Untuk Bahan Penyuluhan Pertanian Tertulis pada BIP Banjarbaru, Anggota Tim Forum Komunikasi Lingkungan (FKL) Propinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Ketua Bidang Ilmu Pertanian (Pembinaan Kurikulum dan Silabi Ujian Negara) Kopertis Wilayah XI, Anggota Tim Assesor Program Studi Jenjang Program S1 Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, Anggota Tim Ahli Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, D. Organisasi Profesi 1. Persatuan Insinyur Indonesia (PPI): Anggota 2. Perhimpunan Agronomi Indonesia (PERAGI): Anggota 3. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI): Penasehat E. Mata Kuliah Ampuan 1. S1: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2. S1: Karakteristik Lingkungan Kalimantan Selatan 3. S1: Perencanaan Tata Guna Lahan 4. S1: Budidaya Tanaman Legum 5. S1: Mikrobiologi Agronomi 126 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

142 6. S2 PSDAL: Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 7. S2 PSDAL: Pembangunan dan Lingkungan Hidup 8. S2 Agronomi: Ekofisiologi Tanaman 9. S2 Teknik: Ekologi Rawa F. Pembimbingan 1. S1 Faperta : ± 90 orang (lulus) dan 8 orang (masih dalam pembimbingan tahun 2009/2010) 2. S2 PSDAL : ± 30 orang (lulus) dan 7 orang (masih dalam pembimbingan tahun 2009/2010) 3. S2 Agronomi : ± 9 orang (lulus) dan 2 orang (masih dalam pembimbingan tahun 2009/2010) G. Penelitian 1. Studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Perkebunan Kelapa Sawit PT Agri Bumi Sentosa di Kecamatan Tabukan, Wanaraya, Barambai dan Marabahan, Kabupaten Batola, Provinsi Kalimantan Selatan (Ketua Tim, 2008). 2. Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (DPPL) Kegiatan Pertambangan Batubara CV Putra Parahyangan Mandiri, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan (Ketua Tim, 2008). 3. Sistem Perkebunan di Lahan Pascatambang; Kerjasama Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat dengan PT Adaro Indonesia (2009). H. Makalah dalam Seminar 1. Mursyid, A Peningkatan Pengelolaan Sumberdaya Alam untuk Meningkatkan Daya Dukung Lingkungan. Diskusi Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Banjarbaru, 27 Mei Syaifuddin, H., M. A. Soendjoto, dan A. Mursyid Konsesi Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Fasilitas Publik. Konsultasi Publik Detail Tata Ruang Kawasan (RDTRK) Sepanjang Jalan Lingkar Utara Propinsi Kalimantan Selatan. Banjarmasin, 16 Juni Purnomo, E., A. Mursyid, M. Syarwani, A. Jumberi, Y. Hashidoko, dan M. Osaki Phosphorus Solubilizing Microorganisme in Rhizosphere of Local Rice Varietas Grown without Fertilizer on Acid Sulfate Soils. 6 th International Symposium on Plant-Soil Interaction at Low ph. Sendal, Japan, 1 5 August Asmawi, S. dan A. Mursyid Kelayakan Ekologi dengan Pendekatan Ekosistem dalam Pembangunan dan Pengembangan Wilayah Pesisir. Seminar Pembangunan Perikanan dan Kelautan. Kotabaru, 13 Desember Mursyid, A Beberapa Prinsip Manajemen Lingkungan Menuju Keberhasilan Program Kesehatan Kabupaten Sehat. Seminar Harapan dan Tantangan dalam Pencapaian Kabupaten/ Kota Sehat. Rantau, 22 Maret Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 127

143 6. Mursyid, A Implementasi Daya Dukung dan Baku Mutu Lingkungan dalam Pembangunan Berkelanjutan. Kongres Ilmu Pengetahuan Wilayah Kalimantan. Samarinda, Desember Mursyid, A. dan F. Rozy Prospek Kacang Negara (Vigna unguiculata ssp Cylindrica) untuk Mensubtitusi Sebagian Kebutuhan Kedelai. Seminar Lokakarya dan Pameran Penyusunan Rencana Aksi Mitigasi dan Antisipasi Dampak Pemanasan Global di Regional Sumatera dan Kalimantan untuk Mewujudkan Ketahanan Pangan. Palembang, Sumatera Selatan, Maret Mursyid, A Analisis Pertumbuhan Revegetasi pada Lahan Reklamasi Pasca-tambang Batubara. Seminar Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Kotabaru, 9 Juni I. Publikasi Buku/Jurnal 1. Adriani, D.E., H.M.H. Noor, A. Mursyid, dan G. Rusmayadi, Pengukuran evapotranspirasi padi lokal dengan metode pengukuran langsung dan tidak Langsung. Agroscientiae, (14) : Hatta, G.M., A. Mursyid, Udiansyah, dan Wahyudin Evaluasi revegetasi pada lahan reklamasi pascatambang di Kabupaten Tapin. Kalimantan Scientiae: Ilmu-ilmu Hayati, 24(67):41 3. Khairuddin, H., A. Mursyid, Husaini, dan L. Wardani Analisis kualitas bakteriologi dan kimia depot air minum serta air baku di Kabupaten Tabalong Tahun EnviroScienteae, 4(1): Londong, P., A. Mursyid, Arifin, dan Moehansyah Efek subsitusi urea oleh Azolla terhadap ph, C-Organik, KPK, N- total tanah dan hasil padi. Agroscientiae, (11): Mursyid, A Dampak asap tebal kebakaran lahan terhadap beberapa parameter kualitas udara ambien. Agritek, (16): Mursyid, A Implementasi daya dukung dan baku mutu lingkungan dalam pembangunan berkelanjutan. EnviroScienteae, 4(1): Mursyid, A., E. Purnomo, L. Wardhani, A. Soendjoto, Samharianto, S. Ekawati, N. Kartana, and M. Osaki The ability of wood vinegar in improving chili (Capsicum annum, L) production. Ziraa ah, (20): Mursyid, A. dan F. Rozy Prospek pengembangan kacang negara (Vigna sp.) di lahan rawa Kalimantan Selatan. Dalam: Puslitbangtan. Kinerja Penelitian Tanaman Pangan, Buku 6. Bogor: Puslitbangtan. hal Purnomo, E., M. Sarwani, A. Jumberi, A. Mursyid, T. Hase Gawa, Y. Haslidoko, T. Shinano, S. Honma, dan M. Osaki Phosporus nutrition of high yielding lokal rice varieties grown without fertilizer on acid sulphate soil. Soil Science and Plant Nutrition, 51(5): ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

144 10. Salmani, A. Mursyid, Adenan, dan B. Halang Kontribusi volume arus lalu lintas kendaraan bermotor terhadap kadar timbal (Pb) di udara pada ruas jalan Kota Banjarmasin. Jurnal Intekna, (6): Sofarini, D., A. Mursyid,G. Khairuddin, dan F. Ariffin Pengaruh kadar debu batubara di perairan terhadap kehidupan fitoplankton. Fish Scientiae, (3): Sumantri, A. Mursyid, H.S. Sastrodiwiryo, dan A.R. Saidy Hubungan kualitas buah jeruk varietas siam banjar (Citrus suhuiensis Tan.) dengan sifat kimia tanah dan air di lahan pasang surut. EnviroScienteae, 3(2): Tyas, A., A. Mursyid, G. Khairuddin, dan M. Rahman Pengaruh lama waktu aerasi air IPAL industri tahu terhadap mutu effluen. EnviroScienteae, 2(1): J. Penghargaan 1. Satya Lencana Karya Satya XX Tahun (1999) 2. Satya Lencana Karya Satya XXX Tahun (2003) Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 129

145 Nama : Prof. Dr. Ir. H. YUDI FIRMANUL ARIFIN, M.Sc. TTL : Banjarmasin, 16 Juli 1967 NIP : Ayah : Drs. H. Yusuf Azidin Ibu : Hj. Siti Fatimah Isteri : Ir. Dewi Yuliarti Anak : Adi Perdana Arifin Rumah : Jl. Sultan Adam, Komp. Bumi Lestari Hijau No. 9 Banjarmasin Kantor : Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714, Telp./Fax A. Pendidikan 1. S3 : Institute of Silviculture and Forest Ecology, Goettingen University, Germany, lulus tahun S2 : Faculty of Forestry Sciences, Goettingen University, Germany, lulus tahun S1 : Fakultas Kehutanan Unlam Banjarbaru, lulus tahun SLTA : SMA Negeri 1 Banjarmasin, lulus tahun SLTP : SMP Negeri 2 Seroja, Banjarmasin, lulus tahun SD : SD Negeri Swacipta, Banjarmasin, lulus tahun 1980 B. Kepangkatan 1. Penata Muda, III/a, 1992 Asisten Ahli Madya, Penata Muda Tingkat I, III/b, 1996 Asisten Ahli, Penata, III/c, 1998 Lektor, Penata Tingkat I, III/d, 2006 Lektor Kepala, Pembina, IV/a, 2009 Guru Besar, 01 Juni 2009 C. Jabatan di Dalam Universitas Lambung Mangkurat 1. Dosen Fakultas Kehutanan Unlam, 1992 sekarang 2. Kepala Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Unlam, Kepala Bidang Akademik Program Pascasarjana Unlam, Asisten Direktur Bidang Akademik, Program Pascasarjana Unlam, 2007 sekarang 5. PlhKetua Prodi Magister Ilmu Kehutanan (2009-sekarang) D. Jabatan di Luar Universitas Lambung Mangkurat 1. Anggota Dewan Riset Daerah Kalimantan Selatan (2007 sekarang) 130 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

146 2. Anggota Masyarakat Peneliti Kayu Indonesia (MAPEKI) (2006- sekarang) 3. Anggota Germany Alumni Forestry Network (GAForN) (2008- sekarang) E. Pendidikan dan Pelatihan 1. Kursus Bioklimatologi di Institut für Bioklimatologie, Universität- Goettingen, Jerman pada Sommer Semester Kursus Amdal A, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Lambung Mangkurat, Summer School with theme: Forest for Future, Goettingen University, Germany, 2009 F. Penelitian 1. Rattan Gardens in North Barito District: A Case Study in Muara Tupuh Village, Central Kalimantan, The Behavior Changing of Society Around The Forest in The Development of Industrial Plantation Forest in Sungai Pinang Sub- District, South Kalimantan, The Role of Customary Law in The Regulations and Rights in Land and Forest of The Bukit Ethnic Group in Hulu Sungai Selatan, South Kalimantan, Uji Provenan dan Uji Sumber Stek Jenis Sungkai (Peronema canescens Jack) Pada Daerah Alang-alang (Imperata cylindrica), Forestry Conflicts in Indonesia, Traditional Rattan Gardens in Central Kalimantan, Indonesia, Traditionelle Rattangärten in Zentralkalimantan,Indonesien, Pengaruh Pengerukan Alur Muara Sungai Barito terhadap Biota Darat, Traditional Rattan Gardens as an Agroforestry Model in Indonesia, Komposisi Jenis Rotan Di Kebun Rotan dan Hutan Alam, Konsep Perencanaan Pengelolaan Hutan Partisipatif Sebagai Upaya Untuk Mencapai Keseimbangan Fungsi Hutan dan Kesejahteraan Masyarakat, Perencanaan Pengelolaan Taman Hutan Raya Sultan Adam, Pembuatan Master Plan Agropolitan Kabupaten Barito Kuala, Struktur Vegetasi Kabun di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan, Studi Tingkat Kerusakan Tegakan Tinggal pada Sistem pembalakan Konvensional dan Sistem RIL Di HPH PT Indexim Utama, Kalimantan Tengah, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan JBG (Tambang Batubara), 2004 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 131

147 17. Inventarisasi dan Pemetaan Tumbuhan Berkhasiat Obat dari Hutan di Kaliman Selatan dan Kalimantan Tengah sebagai Upaya Budidaya dan Konservasi, Pengaruh Intensitas Cahaya terhadap Pertumbuhan Anakan Meranti, Pengaruh Faktor Lingkungan (Intensitas Cahaya dan Ketinggian Tempat) terhadap Pertumbuhan Anakan Mahoni (Swietenia macrophylla), Analisis Efektivitas PMLT-Pinufert pada Jenis Kayu-kayuan dan MPTS Tanaman GNRHL di Kalimantan Selatan, Evaluasi Pembangunan Hutan Tanaman Industri Kelas Perusahaan Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria) di HTI PT Gunung Meranti Provinsi Kalimantan Selatan, Analisis Perubahan Biota Darat (Vegetasi dan Satwa) Akibat Pembukaan Lahan untuk Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Kotabaru (Kal-Sel), Analisis Pertumbuhan dan Finansial Tanaman Meranti, Sengon, Akasia, Jabon dan Kayu Lurus di Kalimantan Tengah, Inventarisasi Potensi dan Pemetaan Tumbuhan Rotan dari Hutan Alam di Kalimantan Selatan Sebagai Upaya Budidaya dan Konservasi, Studi Evaluasi Lingkungan Pasca Tambang PT Arutmin Senakin, Studi Pengembangan Ekowisata di Kabupaten Hulu Sungai Selatan dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Inventarisasi dan Pemetaan Tumbuhan Tabat Barito dari Hutan Alam di Kalimantan Selatan sebagai Upaya Budidaya dan Konservasi, 2009 G. Seminar Internasional 1. Pemakalah pada Seminar Rattan and Rattan Gardens in Indonesia di Institut of Silviculture and Forest Ekologi, Goettingen University, Jerman, Oktober Peserta dan penulis Voluntary Paper pada Seminar International Sustainable Development Socio-Economic and Environmental Problems, Goettingen, Jerman, 20 April Pemakalah Silviculture of Rattan in Indonesia pada Seminar yang diselenggarakan oleh ISTEC, Frankfurt, Jerman, 4 May Pemakalah pada International Seminar of Sket-2002-IASI Technology and Policy on Indonesian Resources Utilization, Hamburg, Jerman, September Peserta dan penulis Voluntary Paper pada Kongres Kehutanan Dunia, Quebec, Kanada, September Pemakalah pada International Seminar of South East Asia Germany Alumni Network Improving Dry Land Agriculture System, Purwokerto, ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

148 9. Pemakalah pada International Seminar of South East Asia Germany Alumni Network Improving Animal Health and Production in the Integrated Agriculture System, Bogor, Peserta pada ITTO MoF Regional Workshop on RIL Implementation in Indonesia with Reference to Asia Pacific Region: Review and Experiences, Bogor, Pemakalah pada International Symposium Close to Nature Forest, Kuala Lumpur Malaysia, 2008 H. Seminar Nasional 1. Pembicara pada Workshop Lingkungan Hidup Regional Kalimantan, Samarinda, Penyaji dalam Seminar Nasional Asam Tambang dan Rehabilitasi Lahan di Institut Teknologi Bandung (ITB), 2008 I. Publikasi Jurnal 1. Arifin, Y. F The structure and stands in rattan gradens and natural forest in Central Kalimantan. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Agroscientiae, 11(3). Terakreditasi SK Dirjen Dikti-Depdiknas No. 49/DIKTI/Kep/ Arifin, Y. F Traditional Agroforestry Systems as an Alternative to Rehabilitate Unproductive Lands in Indonesia. Journal of Agriculture and Rural Development in The Tropics and Subtropics. Universitaet Kassel in Germany. ISSN , ISSN(10): , ISSN(13): , URN: urn:nbn:de; Arifin, Y. F Tumbuhan berkhasiat obat dari hutan di Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmuilmu Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Agroscientiae, 13(1). Terakreditasi SK Dirjen Dikti-Depdiknas No. 49/DIKTI/ Kep/ Arifin, Y. F Habitat Tumbuhan Krinyu (Chromolaena odorata) dan Pemanfaatannya sebagai Tumbuhan Bekhasiat Obat. Majalah Ilmiah Pengembangan Komunitas dan Pemberdayaan Masyarakat Kalimantan Selatan. ISBN Arifin, Y. F Inventarisasi jenis dan distribusi habitat rotan pada hutan dataran tinggi dan dataran rendah di Kalimantan Selatan. Jurnal Universitas Atmajaya Yogyakarta, Biota, 13(3): ISSN Terakreditasi dalam SK Dirjen Dikti No. 43/ DIKTI/Kep/ Arifin, Y. F., M. Aqla, dan Edila Y. P Tumbuhan berkhasiat obat dari hutan alam di Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Jurnal Ilmuilmu Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Agroscientiae, 13(1):1 9. J. Lain-lain 1. Guest Lecturer in Department of Forestry Science, Sangji University, Republic of Korea, 2008 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 133

149 2. Kunjungan ke Sangji Universty, Korea Selatan dalam rangka memerdalam kerjasama untuk pengembangan Twinning Program pada Program Sarjana dan Program Pascasarjana Unlam, Dosen Berprestasi II Universitas Lambung Mangkurat berdasarkan SK Rektor No. 349/H8/KP/2009, tanggal 11 Mei ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

150 Nama : Prof. Ir. UDIANSYAH, M.S., Ph.D. TTL : Kotabaru, 15 Maret 1960 NIP : NPWP : Ayah : Muhammad Kasi (alm.) Ibu : Inur (almh.) Isteri : Nurhasanah Anak : 1. Rahmi Maydina 2. Sriyunia Anizar Rumah : Kompleks Ratu Elok, Jalan Jelawat No. 36, Banjarbaru Kantor : Program Studi PSDAL, Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, Jalan A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714, Telp./Fax A. Pendidikan 1. S3 : Forest Resources Management, University of the Philippines at Los Banos, Filipina, lulus tahun S2 : Biometrika Hutan, Institut Pertanian Bogor, Bogor, lulus tahun S1 : Manajemen Hutan, Universitas Mulawarman, Samarinda, lulus tahun 1986 B. Kepangkatan 1. Penata Muda, III/a, 1988 Asisten Ahli Madya, Penata Muda Tingkat I, III/b, 1992 Asisten Ahli, Penata, III/c, 1994 Lektor Muda, Penata Tingkat I, III/d, 1996 Lektor Madya, Pembina, IV/a, 2001 Lektor, Pembina Tingkat I, IV/b, 2003 Lektor Kepala, Pembina Tingkat I, IV/b, 2003 Guru Besar, Pembina Utama Muda, IV/c, 2009 C. Jabatan di Dalam Universitas Lambung Mangkurat 1. Dosen Fakultas Kehutanan Unlam, 1988 sekarang 2. Dosen pada Program Pascasarjana Unlam, 2000 sekarang 3. Ketua Program Studi Ilmu Kehutanan, Pascasarjana Unlam, Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Pascasarjana Unlam, 2009 sekarang D. Jabatan di Luar Universitas Lambung Mangkurat 1. Anggota Persatuan Sarjana Kehutanan Indonesia, 1988 sekarang Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 135

151 2. Sekretaris ICMI Orsat Filipina, Sekretaris Yayasan Pendidikan Islam Ushuluddin, Martapura, Anggota International Tropical Foresters Society (ITFS), 1998 sekarang 5. Anggota The Honor Society of Agriculture Gamma Sigma Delta, University of the Philippines Chapter, 1999 sekarang 6. Staf Ahli DPRD Kabupaten Kotabaru, Ketua Koperasi Karyawan Fakultas Kehutanan, Unlam, Rural Development Advisor pada South and Central Kalimantan Production Forest Project, Uni Eropa, Direktur LM3 (Lembaga Mandiri yang Mengakar pada Masyarakat), Pondok Pesantren Ushuluddin, Martapura, Anggota Dewan Riset Daerah (DRD) Provinsi Kalimantan Selatan, 2005 sekarang 11. Ketua Pembangunan Asrama Santri Pondok Pesantren Ushuluddin, Martapura kerjasama dengan Kepolisian Daerah Kalsel, Anggota Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI), 2009 sekarang E. Pendidikan dan Pelatihan 1. Pelatihan Pengantar Komponen, Banjarbaru, Pelatihan Statistical Analysis System, Los Banos, Filipina, Pelatihan Expert Panel on Plantation Forest Certification System, Bogor, Training on Environmental and Resource Economics, Nonthaburi, Thailand, Training of Trainer untuk Hutan Kemasyarakatan, Makassar, 2008 F. Penelitian 1. Persepsi Masyarakat terhadap Penerapan Perhutanan Sosial di Riam Kanan. Sumber Dana: Ford Poundation, Penggunaan Struktur Tegakan dalam Menduga Beberapa Macam Dimensi Tegakan Hutan Tidak Seumur. Sumber Dana: Tim Manajemen Pendidikan Doktor, Pengaruh Pengelolaan Hutan Mangrove terhadap Biota Perairan. Sumber Dana: Six Universities Development Rehabilitation, Model Volume Pohon pada Hutan Bekas Tebangan. Sumber Dana: Dirjen Pendidikan Tinggi, Depdiknas, Growth and Yield Modeling for Logged-Over Dipterocarp Stands using Implicit and Average Stand Model. Sumber Dana: Six Universities Development Rehabilitation, Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan PT Aya Yayang Indonesia. Sumber Dana: Uni Eropa, Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Majemuk di Kalimantan Selatan. Sumber Dana: Menko Kesra, ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

152 8. Revegetation Stand Valuation on the Ex Coal Mining Area of PT Adaro Indonesia. Sumber Dana: PT Adaro, The Impacts of Coal Mining on the Economy an Environment of South Kalimantan Province. Sumber Dana: Economy and Environmental Program for South East Asia, An Assessment on Forest Management Options to Prevent Forest Fire in Indonesia. Sumber Dana: Economy and Environmental Program for South East Asia, Forest Rent Valuation for Coal Mining Activity in South Kalimantan, Indonesia. Sumber Dana: Economy and Environmental Program for South East Asia, 2009 G. Seminar Internasional 1. Identifying Appropriate Land Rent Level of Forest Usage for Coal Mining in South Kalimantan, Indonesia. Bali, November Economic Valuation of Forest Stand Condition after Coal Mining Activity. Thailand, May Using Stand Structure on Prediction Some Stand s Dimensions of Uneven-aged Forest. Samarinda, 1995 H. Seminar Nasional 1. Pengembangan Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia menuju Pembangunan Hutan Lestari. Jakarta, Desember Pola Pengelolaan Hutan Tropika yang Selaras Dengan Jiwa Otonomi Daerah. Yogyakarta, Juli Peningkatan Kualitas Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup. Banjarmasin, September Peran Perguruan Tinggi dalam Implementasi Pembangunan yang Berkelanjutan. Banjarmasin, September Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Sumberdaya Manusia dalam Upaya Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Majemuk di Kalimantan Selatan. Jakarta, Desember Dampak Pertambangan Batubara pada Manajemen Hutan Berkelanjutan. Balikpapan, Agustus Kearifan Tradisional di Kawasan Konservasi Hutan dan Keterkaitan Peraturan. Banjarmasin, Desember Penilaian Sewa Sumberdaya untuk Pertambangan Batubara di Kalimantan Selatan. Banjarmasin, Juni CSR dan Pembangunan Hutan Kemasyarakatan: (Peran Pemerintah dan Universitas dalam Mendukung Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan). Banjarbaru, Juli Strategi Multipihak dalam Penyelamatan Lingkungan Hidup Kalsel, Seminar Agama Menjawab Permasalahan Lingkungan Hidup. Banjarmasin, Agustus 2009 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 137

153 I. Publikasi Buku 1. Luthfi, F.A, H. Imansyah, G. Khairuddin, and Udiansyah The Impacts of Coal Mining on the Economy and Environment of South Kalimantan Province ISBN: Singapore: EEPSEA. 2. Udiansyah Cara Batanam Kaminting nang Gampang. Tabalong: Dinas Kehutanan. ISBN: Udiansyah Kelestarian Hutan: Merupakan Suatu Amanat. Bogor: Crescent. ISBN: J. Publikasi Jurnal 1. Fatah, L., Udiansyah, H. Imansyah, and G. Khairuddin The impacts of coal mining on the economy and environment of South Kalimantan Province, Indonesia. ASEAN Economic Bulletin, 25(1): Hadi, S., R. Hidayat, dan Udiansyah Perbandingan antara nilai harapan murni Acacia mangium dan tegakan campuran A. mangium dengan lada (Piper nigrum). Dalam: A. Lahjie and B. Seibert (Eds.). Agroforestry for the development of village districts in East Kalimantan: Proceedings of a Seminar held at Universitas Mulawarman, Samarinda, East Kalimantan, Sept 1988: Hatta, G.M., A. Mursyid, Udiansyah, dan Wahyudin Evaluasi revegetasi pada lahan reklamasi pascatambang di Kabupaten Tapin. Kalimantan Scientiae: Ilmu-ilmu Hayati, 24(67): Pattiwael, J. T. dan Udiansyah Kontribusi peran masyarakat sekitar hutan dalam praktik penebangan liar (Kasus di Kabupaten Barito Utara Propinsi Kalimantan). Jurnal Hutan Tropis Borneo, 6(17): Udiansyah Model volume pohon pada hutan bekas tebangan. Bulletin Kehutanan, (42): Udiansyah Financial analysis for residual forest with timber stand improvement. Jurnal Agritek, 9(1): Udiansyah Mangrove forest status in South Kalimantan. Jurnal Agro Scientiae, 9(1): Udiansyah Revegetation stand valuation on the ex coal mining area of PT Adaro Indonesia. Jurnal Agritek, (15): Udiansyah, M. Asyari, dan Didik P Hubungan kerapatan tegakan dengan riap diameter Dipterocarpaceae pada hutan bekas tebangan. Agritek Edisi Khusus, Udiansyah, S. Budi, dan U. Bijaksana Pengaruh pengelolaan hutan mangrove terhadap biota perairan. Jurnal Agritek, 10(2): K. Publikasi Media 1. Udiansyah Kemerosotan sumberdaya hutan vs kesejahteraan masyarakat. Banjarmasin Post, 22 November Udiansyah Refleksi kerusuhan demo illegal logging. Banjarmasin Post, 3 Oktober ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

154 3. Udiansyah Hasil hutan rakyat yang spektakuler. Banjarmasin Post, 31 Juli Udiansyah Jalan negara & kutukan batubara. JATAM, 8 Juli Udiansyah Aeroseeding: Kepanikan Departemen Kehutanan? Banjarmasin Post, 30 April L. Pengabdian kepada Masyarakat 1. Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat, bekerjasama dengan LSM, Gereja Kalimantan Evangelis, dan/atau Pondok Pesantren (2005 sekarang) 2. Pelatihan Dinamika Kelompok Program Pemberdayaan Masyarakat lokal kawasan hutan. Sumberdana: Uni Eropa, Bimbingan Teknis Perbanyakan Vegetatif Durian dalam rangka pengembangan dukuh sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat. Sumberdana: Dirjen Dikti, Depdiknas, Penerapan Sistem Tanam Lorong pada Perladangan Berpindah untuk Pengentasan Kemiskinan. Sumberdana: Dirjen Dikti, Depdiknas, Pemeliharan Kepiting Bakau sebagai usaha Konservasi Mangrove dan Pemberdayaan Masyarakat. Sumberdana: Dirjen Dikti, Depdiknas, Sering menjadi narasumber tentang kehutanan dan lingkungan di media elektronik, baik Radio Swasta, RRI maupun TVRI. M. Lain-lain 1. Ikut membidani lahirnya tiga Program Studi di Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, yaitu: Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Ilmu Kehutanan, dan Administrasi Pembangunan. Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 139

155 Nama : Prof. Dr. Ir. H. GUSTI MUHAMMAD HATTA, M.S. TTL : Banjarmasin, 1 September 1952 NIP : Ayah : Gusti Sulaiman (alm.) Ibu : Gusti Berlian (almh.) Isteri : Ir. Hj. Violet Burhanuddin, M.P. Anak : 1. Gusti Noor Hidayat, S.T. 2. Gusti Noor Ramadany Saputra Rumah : Komp. Beringin, Jalan Durian No 10, RT 27, Banjarbaru Kantor : Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Telp./Fax ; gthatta@unlam.ac.id A. Pendidikan 1. S3 : Silvikultur, Universitas Wageningen, Belanda, lulus tahun S2 : Silvikultur, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, lulus tahun S1 : Silvikultur, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat, Afiliasi Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor, lulus tahun SLTA : SMA Negeri 3 Banjarmasin, lulus tahun SLTP : SMP Negeri 3 Banjarmasin, lulus tahun SD : SR Negeri Beringin Banjarmasin, lulus tahun 1966 B. Kepangkatan 1. Penata Muda, III/a, Penata Muda Tingkat I, III/b, Penata, III/c, Penata Tingkat I, III/d, Pembina, IV/a, Pembina Tingkat I, IV/b, Pembina Tingkat I, IV/b, Pembina Utama Muda, IV/c, 2009 C. Jabatan 1. Ketua Program Studi Silvikultur, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Pembantu Dekan I, Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat, Wakil Ketua Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Lambung Mangkurat, ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

156 4. Ketua Pengelola Program Studi Ilmu Kehutanan, Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat, Anggota Dewan Pakar Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Selatan, 2002 sekarang 6. Ketua Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat, Pembantu Rektor Bidang Akademik, Universitas Lambung Mangkurat, Menteri Negara Lingkungan Hidup, 2009-sekarang D. Pendidikan dan Pelatihan 1. Pengajar Applied Approach (AA) dan Pengembangan Keterampilan Teknologi Instruksional (PEKERTI) di Universitas Lambung Mangkurat, 1998 sekarang 2. Penatar AMDAL pada PPLH Unlam, E. Konsultansi 1. Tim Forester pada Kampsax (Denmark), Tim Konsultan CIFOR dalam Penyusunan dan Pengujian Kriteria dan Indikator untuk Hutan yang Dikelola oleh Masyarakat, Kalimantan Barat, Tim Konsultan CIFOR (Centre of International Forest Research) dalam Pengujian Kriteria dan Indikator yang dikembangkan oleh CIFOR untuk Pengelolaan Hutan yang Lestari, Ketua Tim Amdal beberapa HPH di Kalimantan Tengah dan Selatan, Amdal Tambang, Amdal Industri dan Amdal Pelabuhan, Ketua Tim Studi Amdal Batu Bara PT Antang Gunung Meratus, Kalimantan Selatan, Tim Konsultan (ERM, Inggris) dalam Penilaian Dampak Lingkungan dan Sosial dari Kegiatan Proyek Uni-Eropa (SCKPFP) di Kalimantan Selatan dan Tengah, 2001 F. Penelitian 1. Perubahan Struktur dan Pertumbuhan Permudahan Setelah Pemeliharaan pada Hutan Bekas tebangan Sistem TPTI di Provinsi Jambi, Survei Flora dan Fauna Hutan Tanaman Nasional Kutai dan Cagar Alam Kayan Mentarang Provinsi Kalimantan Timur (Bantuan USAID untuk Pembinaan dan Pengembangannya), Survei Flora dan Fauna Hutan Cagar Alam Bukit Raya Provinsi Kalimantan Tengah (Bantuan USAID untuk Pembinaan dan Pengembangannya), Penelitian Fauna dan Pengamatan Berbunga dan Berbuahnya Tegakan Hutan di Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura, 1989 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 141

157 5. Studi Variasi Longitudinal Ekologi Sungai Kalaan di Suaka Margasatwa Pelaihari Martapura Kalimantan Selatan, Aspek aspek Ekologi dari Pengembangan Tanah tanah Sulfat Masam di Kalimantan Tengah, Uji Species di areal HPH PT Yayang Indonesia di Kabupaten Tabalong Kalimantan Selatan, Pengaruh Berbagai Perlakuan terhadap Pertumbuhan Anakan Meranti (Shorea spp.), Uji Provenan dan Berbagai Jenis Stek Sungkai di Panaan, Kalimantan Selatan, Maryani, R., S. Sunito, G. Hatta, dan N. Burford de Oliveira Developing criteria and indicators for community managed forests: Indonesian test sites (Bedigong and Darok Villages, Sanggau, West Kalimantan). Project Report. Bogor: CIFOR. 11. Hatta, G.M., B. Purbowaseso, dan Syaifuddin Pemetaan Habitat Pohon Ulin (Evisideroxylon zwageri T et B) melalui Program Sistem Informasi Geografi dan Upaya Pengembangannya di Provinsi Kalimantan Selatan. Jakarta: RUT VI, Menristek. G. Seminar Internasional 1. Konferensi Internasional tentang Biologi Hutan dan Konservasi, yang diselenggarakan di Sabah Malaysia, Disponsori oleh WWF 2. Symposium tentang Tanah tanah Sulfat Masam Daerah Tropis, yang diselenggarakan di Kota Ho Chi Minh, Vietnam, Disponsori oleh LAWOO Belanda 3. Forum Bilateral USA-Indonesia International Partnership on Higher Education, diselenggarakan oleh Ditjen Dikti 4. Internasional Seminar and Workshop on International Research Networking, diselenggarakan oleh DP3M Ditjen Dikti, Jakarta, Agustus 2005 H. Seminar Nasional 1. Seminar Pemanfaatan Sistem Hak Kekayaan Intelektual oleh Perguruan Tinggi dan Lembaga Litbang, diselenggarakan oleh Ditjen HAKI, Departemen Kehakiman, September Workshop Pemanfaatan Informasi Paten untuk Penelitian di Perguruan Tinggi, diselenggarakan oleh DP3M Dikti, Jakarta, Oktober Seminar dan Lokakarya Perencanaan Sistem kebijakan Penelitian dan Pengkajian Bidang Unggulan Lokal yang Berdaya Saing Tinggi di Kawasan Timur Indonesia. Kerjasama Ditjen Dikti dengan UNHAS, Makassar, Agustus 2005 I. Publikasi Buku 1. Co-author: Ecology In Cooperation with The University of Eastern Indonesia. 142 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

158 2. Hatta, G.M Sungkai (Peronema canescens) a Promising Pioneer Tree: An Experimental Provenance Study in Indonesia. Disertation. Wageningen: Wageningen University. ISBN X 3. Klepper, O., G. Chairuddin, and G.M. Hatta Acid Sulphate Soils in the Humid Tropics: Ecological Aspects of Their Development. Bogor: AARD & LAWOO. 4. Mackinnon, K., G.M. Hatta, H. Halim, dan A. Mangalik The Ecology of Kalimantan. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. ISBN: J. Publikasi Jurnal 1. Hatta, G.M Evaluasi pertumbuhan semai beberapa provenan sungkai (Peronema canescens Jack) di Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Kehutanan, 2(2): Hatta, G.M., A. Mursyid, Udiansyah, dan Wahyudin Evaluasi revegetasi pada lahan reklamasi pascatambang di Kabupaten Tapin. Kalimantan Scientiae: Ilmu-ilmu Hayati, 24(67):41 3. Klepper, O., G.M. Hatta, dan G. Chairuddin Environmental impacts of the reclamation of potential acid sulphate soils in Indonesia. Indones. Agric. Res. Dev. J., 12(2): AARD, Bogor. K. Lain-lain 1. Studi Banding ke Arboretum National di Kwangnung Korea Selatan, Disponsori oleh Konsultan Indonesia 2. Studi Banding ke FRIM (Forest Research Institute Malaysia), Disponsori oleh IFSP (Indonesia Forest Seed Project) 3. Rapat Koordinasi Nasional Riset dan Teknologi tahun 2005, diselenggarakan oleh Menristek, di Jakarta Juni Peserta pada Sosialisasi Kerjasama Luar Negeri di Bidang Pendidikan di selenggarakan oleh Sekretaris Jenderal Pendidikan Nasional, Jakarta September Kunjungan ke Universitas Utara Malaysia (UUM) dalam rangka kerjasama Unlam dan UUM, Kunjungan ke Universitas Kyung Hee, Universitas Seoul, Universitas Sang Ji, Korea Selatan dalam rangka kerjasama Unlam dan Universitas tersebut, 2006 Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 143

159 Nama : Prof. Dr. Ir. H. FATHURRAZIE SHADIQ, M.T. TTL : Banjarmasin / 16 Juni 1948 NIP : Ayah : H. Mahmud Shadiq (alm.) Ibu : Hj. Masdjurah (almh.) Isteri : Dra. Hj. Noorliana Ayah mertua : H. Asmuni Ibu mertua : Hj. Nursiah Anak : 1. Muhamad Rizani, ST : 2. Umi Fatma Octavia SKed : 3. dr. Dewi Fatmi Januarini : 4. Sri Fatma Julia Rumah : Jl. Citra Megah Raya I No. 36 Loktabat Utara, Banjarbaru 70712, Telp ; HP ; fathur_shadiq@ yahoo.co.id Kantor : Fakultas Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Jl. A. Yani Km. 36 Banjarbaru 70714, Telp A. Pendidikan 1. S3 : Teknik Sipil (TSDA), Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung, lulus tahun S2 : Teknik Sipil (TSDA), Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung, Bandung, lulus tahun S1 : Jurusan Teknik Sipil, Fak. Teknik, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, lulus tahun SLTA : SMA Negeri 1 Pontianak, lulus tahun SLTP : SMP Negeri 1 Pontianak, lulus tahun SD : SR Negeri 1 Pontianak, lulus tahun 1962 B. Kepangkatan 1. Penata Muda, III/a, 01 Maret Penata Muda Tingkat I, III/b, 01 Oktober Penata, III/c, 01 Oktober Penata Tingkat I, III/d, 01 Oktober Pembina, IV/a, 01 April Pembina Tingkat I, IV/b, 01 April 1997 C. Jabatan 1. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Unlam, 1981 sekarang 2. Pembantu Dekan II Fakultas Teknik, Unlam, Pembantu Dekan I Fakultas Teknik, Unlam, Pembantu Dekan I Fakultas Teknik, Unlam, Dosen Pogram Magister Teknik Sipil, Unlam, 2005 sekarang 6. Direktur Program Pascasarjana, Unlam, 2006 sekarang 144 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

160 7. Dosen Pogram Magister PSDAL Unlam, 2008 sekarang D. Pengalaman Organisasi 1. Sekretaris Pengurus Cabang PII (Persatuan Insinyur Indonesia) Kalimantan Selatan, Sekretaris Komisariat HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia) Cabang Kalimantan Selatan, Wakil Ketua HATHI (Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia) Cabang Kalimantan Selatan, 2008 sekarang E. Penelitian 1. Shadiq, Fathurrazie dan Mahmud Modifikasi Parameter α pada Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Nakayasu untuk Sungai-Sungai di Kalimantan Selatan. Penelitian Research Grant TPSDP. 2. Shadiq, Fathurrazie dan Mahmud Studi Eksperimentasi Drainase Porus dalam Menentukan Persamaan Empirik-Analitik Debit yang Meresap ke Dalam Tanah Melalui Dasar dan Dinding Drainase. Penelitian Hibah Bersaing Dibiayai oleh Direktor Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor: 009/SP2H/DP2M/III/2007, tanggal 29 Maret 2007 F. Seminar Nasional 1. Shadiq, Fathurrazie dan Reza Adhi Fajar The Study of Impact Analysis for Sea Water Rising on Barito Estuary to Resettlement Area in and around Banjarmasin. Paper presented in International Symposium on Climate Change and Human Settlements, Denpasar, Bali, Indonesia, March Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 145

161 SEKILAS TENTANG EDITOR 146 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

162 Prof. Dr. Ir. MOCHAMAD ARIEF SOENDJOTO, M.Sc. dilahirkan di Madiun 23 Juni 1960, adalah Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Lambung Mangkurat sejak tahun 1988, Dosen Program Studi Ilmu Kehutanan dan juga Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, sejak tahun 1999, serta Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, Program Pascasarjana, Universitas Lambung Mangkurat, sejak tahun Pendidikan S1 ditempuhnya di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 1984, S2 di Department of Natural Resource Sciences, McGill University, Canada dan selesai tahun 1996, serta S-3 di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor dan selesai tahun Jabatan fungsional Guru Besar diperolehnya setahun setelah lulus S3. Mulai tahun 2006 sampai tahun 2010, penulis dipercaya sebagai Ketua Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat (LPM), Universitas Lambung Mangkurat. Penulis aktif menulis di koran/harian umum, majalah ilmiah popular, dan jurnal ilmiah, berperan sebagai editor beberapa jurnal ilmiah, managing editor Biodiversitas (jurnal ilmiah nasional terakreditasi), serta aktif sebagai narasumber, pembahas, atau peserta dalam berbagai seminar atau lokakarya nasional dan internasional. Karya yang sudah ditulis atau disunting bersama penulis lain dan kemudian diterbitkan berupa prosiding Banjir, Kebakaran, dan Kekeringan: Pencegahan dan Penanganannya (2007) serta buku Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Budaya dan Kearifan Lokal (2007), Jasa dan Produk Teknologi Universitas Lambung Mangkurat, Jilid 1 (2009), Merindukan Alam Asri Lestari (2009), serta Jasa dan Produk Teknologi Universitas Lambung Mangkurat, Jilid 2 (2010). Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan ~ 147

163 Dr. Ir. AHMAD KURNAIN, M.Sc. dilahirkan di Makassar 07 April Alumni S1 Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat tahun 1990 ini mengawali karirnya sebagai Dosen Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat sejak tahun Pendidikan S2 (soil chemistry) ditempuhnya di Wageningen Agricultural University, Belanda dan selesai tahun 1998 serta S3 di Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dan selesai tahun Mulai tahun 2006, Dosen Program Studi Ilmu Agronomi sejak tahun 2007 dan Dosen Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan, Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangkurat sejak tahun 2008 ini, dipercaya sebagai Ketua Lembaga Penelitian (Lemlit), Universitas Lambung Mangkurat. Selain artikel-artikel di jurnal ilmiah nasional dan internasional, karya yang sudah ditulis atau disuntingnya bersama dengan penulis lain adalah prosiding Banjir, Kebakaran, dan Kekeringan: Pencegahan dan Penanganannya (2007). 148 ~ Pengelolaan Sumber Daya Alam dalam Perspektif Kesejahteraan dan Keberlanjutan

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DALAM PERSPEKTIF KESEJAHTERAAN DAN KEBERLANJUTAN Universitas Lambung Mangkurat Press PENGELOLAAN

Lebih terperinci

KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL MERINDUKAN ALAM ASRI LESTARI oleh Abdul Mukti, NIM , Fakultas Pertanian Unpar

KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL MERINDUKAN ALAM ASRI LESTARI oleh Abdul Mukti, NIM , Fakultas Pertanian Unpar KESAN DAN PESAN BUKU BERJUDUL MERINDUKAN ALAM ASRI LESTARI oleh Abdul Mukti, NIM 107040100111018, Fakultas Pertanian Unpar Menurut penulisnya, Soendjoto et al. (2009), bahwa buku berjudul Merindukan Alam

Lebih terperinci

Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan. SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015

Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan. SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015 Sustainable Development Lingkungan Hidup dan Pembangunan SEPNB Hubungan Internasional Universitas Komputer Indonesia 2015 Kerusakan lingkungan hidup hampir selalu membawa dampak paling parah bagi orang-orang

Lebih terperinci

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung

Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung ISSN : 205-421 Menghitung PDRB Hijau di Kabupaten Bandung Randy Maulana Institut Teknologi Bandung E-mail : maulana.randy@fe.unpad.ac.id Abstrak. Ekonomi hijau menunjukan hubungan antara degradasi lingkungan,

Lebih terperinci

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA 30 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA Ada dua kecenderungan umum yang diprediksikan akibat dari Perubahan Iklim, yakni (1) meningkatnya suhu yang menyebabkan tekanan panas lebih banyak dan naiknya permukaan

Lebih terperinci

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK

Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK Sidang Pendadaran, 24 Desember 2016 Prodi Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis ~VK RAFIKA DEWI Fakultas Ekonomi dan Bisnis Prodi Ilmu Ekonomi 2016 Dosen pembimbing: Bapak Ahmad Ma ruf, S.E., M.Si.

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. bawah tanah. Definisi hutan menurut Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang menyimpan kekayaan keanekaragaman hayati dan sumber daya alam lain yang terdapat di atas maupun di bawah tanah. Definisi hutan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas hutan Indonesia sebesar 137.090.468 hektar. Hutan terluas berada di Kalimantan (36 juta hektar), Papua (32 juta hektar), Sulawesi (10 juta hektar) Sumatera (22 juta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Tambang batubara merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dan pembangunan nasional Indonesia baik sebagai sumber energi maupun sumber devisa negara. Deposit batubara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

CRITICAL REVIEW TERHADAP MAKALAH BERJUDUL, SUMBERDAYA ALAM, PEMBANGUNAN PERTANIAN, DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

CRITICAL REVIEW TERHADAP MAKALAH BERJUDUL, SUMBERDAYA ALAM, PEMBANGUNAN PERTANIAN, DAN PENGEMBANGAN WILAYAH CRITICAL REVIEW TERHADAP MAKALAH BERJUDUL, SUMBERDAYA ALAM, PEMBANGUNAN PERTANIAN, DAN PENGEMBANGAN WILAYAH (Mengelola Eksternalitas untuk Memperbaiki Kesejahteraan) Oleh : ABDUL MUKTI NIM 107040100111018

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi

Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Hari Depan Petani dan Pertanian : Rekonstruksi dan Restrukturisasi Prof. Dr. Bungaran Saragih, M.Ec Menteri Pertanian Republik Indonesia Pidato kunci pembukaan Konferensi Nasional Perhimpunan Ekonomi Pertanian

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN

ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN ANALISIS KEBIJAKSANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN RESPON TERHADAP ISU AKTUAL I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perekonomian nasional dan dunia saat ini ditandai dengan berbagai perubahan yang berlangsung secara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam,

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya alam, baik sumberdaya alam yang dapat diperbaharui maupun sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengelolaan sumberdaya hutan pada masa lalu banyak menimbulkan kerugian baik secara sosial, ekonomi, dan ekologi. Laju angka kerusakan hutan tropis Indonesia pada

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN Krisis ekonomi yang sampai saat ini dampaknya masih terasa sebenarnya mengandung hikmah yang harus sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam

PENDAHULUAN. daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam 11 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan, termasuk hutan tanaman, bukan hanya sekumpulan individu pohon, namun merupakan suatu komunitas (masyarakat) tumbuhan (vegetasi) yang kompleks yang terdiri dari pohon,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Organik Saat ini untuk pemenuhan kebutuhan pangan dari sektor pertanian mestinya sudah mengarah pada pertanian yang mempertahankan keseimbangan lingkungan.

Lebih terperinci

Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture. Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian

Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture. Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian TINJAUAN UMUM PENDAHULUAN Negara berkembang [Indonesia] 60-70% agriculture [pertanian] Tanaman dan ternak produksi dari satu area pertanian dengan luasan area kecil [1 3Ha] kaitannya dengan sistem produksi

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR

DAMPAK PEMBANGUNAN DAN PENANGANANNYA PADA SUMBERDAYA AIR ISBN 978-602-9092-54-7 P3AI UNLAM P 3 A I Penulis : Editor : Dr. rer. nat. Ir. H. Wahyuni Ilham, MP Cetakan ke 1, Desember 2012 Peringatan Dilarang memproduksi sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN

KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PERTAMBANGAN Oleh: Dini Ayudia, M.Si. Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA & LH Lahan merupakan suatu sistem yang kompleks

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5360 KESEJAHTERAAN. Pangan. Ketahanan. Ketersediaan. Keamanan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia. Deposit batubara di Kalimantan Timur mencapai sekitar 19,5 miliar ton

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini

Bab I. Pendahuluan. memberikan bantuan permodalan dengan menyalurkan kredit pertanian. Studi ini Bab I Pendahuluan Di setiap negara manapun masalah ketahanan pangan merupakan suatu hal yang sangat penting. Begitu juga di Indonesia, terutama dengan hal yang menyangkut padi sebagai makanan pokok mayoritas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan seperti banjir, erosi dan longsor terjadi dimana-mana pada musim penghujan, sedangkan pada musim kemarau terjadi kekeringan dan kebakaran hutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air

PENUTUP. Degradasi Lahan dan Air BAB VI PENUTUP Air dan lahan merupakan dua elemen ekosistem yang tidak terpisahkan satu-sama lain. Setiap perubahan yang terjadi pada lahan akan berdampak pada air, baik terhadap kuantitas, kualitas,

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lingkungan yang bersih adalah dambaan setiap insan. Namun kenyataannya, manusia jugalah yang melakukan kerusakan di muka bumi ini dengan berbagai macam kegiatan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU

KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU KEANEKARAGAMAN HAYATI (BIODIVERSITY) SEBAGAI ELEMEN KUNCI EKOSISTEM KOTA HIJAU Cecep Kusmana Guru Besar Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang sebenarnya sudah tidak sesuai untuk budidaya pertanian. Pemanfaatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan merupakan tumpuan kehidupan manusia dalam pemenuhan kebutuhan pokok pangan dan kenyamanan lingkungan. Jumlah penduduk yang terus berkembang sementara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Ketiadaan hak kepemilikan (property right) pada sumberdaya alam mendorong terjadinya

Lebih terperinci

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN.

MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN. MODEL IMPLENTASI KEBIJAKAN PENGELOLAAN MANGROVE DALAM ASPEK KAMANAN WILAYAH PESISIR PANTAI KEPULAUAN BATAM DAN BINTAN Faisyal Rani 1 1 Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Riau 1 Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1 ANALISIS DEBIT ANDALAN IRIGASI PASANG SURUT STUDI KASUS IRIGASI TATA AIR MIKRO PERTANIAN PASANG SURUT TERANTANG MARABAHAN KABUPATEN BARITO KUALA KALIMANTAN SELATAN Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan Staf

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KEDEPAN

BAB VI LANGKAH KEDEPAN BAB VI LANGKAH KEDEPAN Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan 367 368 Memperkuat Kemampuan Swasembada Pangan LANGKAH-LANGKAH KEDEPAN Agenda pemerintah untuk mewujudkan kedaulatan pangan melalui swasembada

Lebih terperinci

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011

BUPATI KULONPROGO. Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 BUPATI KULONPROGO Sambutan Pada Acara SOSIALISASI GERAKAN NASIONAL KEMITRAAN PENYELAMATAN AIR (GNKPA) Tanggal, 10 Maret 2011 Assalamu alaikum Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita sekalian. Yang Kami hormati,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5794. KEHUTANAN. Hutan. Kawasan. Tata Cara. Pencabutan (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 326). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs Dr. Ir. Ruandha Agung Sugardiman, M.Sc. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK Plt. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran

KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS. Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran 69 III. KERANGKA PIKIR PENELITIAN DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Referensi menunjukkan, bahwa keberadaan agroforestri mempunyai peran dan berkontribusi penting sebagai sumber nafkah utama

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang membentang dari Sabang sampai Merauke yang dilalui garis khatulistiwa, sehingga memiliki iklim tropis. Kondisi ini menyebabkan iklim

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Iklim merupakan faktor yang sangat penting dalam kehidupan di bumi. Dimana Iklim secara langsung dapat mempengaruhi mahluk hidup baik manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia

PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia PUP (Petak Ukur Permanen) sebagai Perangkat Pengelolaan Hutan Produksi di Indonesia Authors : Wahyu Catur Adinugroho*, Haruni Krisnawati*, Rinaldi Imanuddin* * Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,

Lebih terperinci

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL KALIMANTAN

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL KALIMANTAN 1 SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PERENCANAAN PEMBANGUNAN KEHUTANAN REGIONAL KALIMANTAN Hari selasa, tanggal 8 Juli 2008 Di Hotel Kapuas Palace Pontianak Yth. Sdr. Sekretaris

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sungai dan Daerah Aliran Sungai (DAS) menjadi areal vital bagi manusia dalam memenuhi kebutuhan akan air. Pemanfaatan air sungai banyak digunakan sebagai pembangkit

Lebih terperinci

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF

PERHUTANAN SOSIAL DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT YANG EFEKTIF Peran Penting Masyarakat dalam Tata Kelola Hutan dan REDD+ 3 Contoh lain di Bantaeng, dimana untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemandirian, pemerintah kabupaten memberikan modal dan aset kepada desa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYELENGGARAAN KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu No.89, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Pelaksanaan KLHS. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.69/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG

Lebih terperinci

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN NOMOR : 7 TAHUN 2015 TANGGAL : 18 SEPTEMBER 2015 KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN Sekretariat Kementerian

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma pembangunan berkelanjutan mengandung makna bahwa pengelolaan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan sekarang tidak boleh mengurangi kemampuan sumberdaya

Lebih terperinci

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN

TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN TUGAS TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBER DAYA LAHAN Penanggulangan Kerusakan Lahan Akibat Erosi Tanah OLEH: RESTI AMELIA SUSANTI 0810480202 PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Faktor kepuasan kerja dijelaskan oleh Umam (2010) bahwa terdapat dua indikator yaitu adanya ciri-ciri instrinsik dan ekstrinsik dari suatu pekerjaan yang menentukan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Pada bab sebelumnya telah diuraikan gambaran umum Kabupaten Kebumen sebagai hasil pembangunan jangka menengah 5 (lima) tahun periode yang lalu. Dari kondisi yang telah

Lebih terperinci

di Pusat Kegiatan Akademik (Academic Activity Center) Prof. Dr. Dayan Dawood, MA Universitas Syiah Kuala Jumat, 04 Maret 2016 Oleh

di Pusat Kegiatan Akademik (Academic Activity Center) Prof. Dr. Dayan Dawood, MA Universitas Syiah Kuala Jumat, 04 Maret 2016 Oleh SAMBUTAN REKTOR P A D A RAPAT SENAT TERBUKA UNIVERSITAS SYIAH KUALA DALAM RANGKA PENGUKUHAN GURU BESAR Prof. Dr. Ilyas Ismail, S.H., M.Hum. Prof. Dr. Ir. Samadi, M.Sc., dan Prof. Dr. Drs. Usman Kasim,

Lebih terperinci

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth

Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Pemerintah Indonesia GGGI Program Green Growth Memprioritaskan Investasi: Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau Oktober 2013 Kata Sambutan Dr Ir. Lukita Dinarsyah Tuwo, M.A Wakil Menteri Kementerian Perencanaan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K

-2- saling melengkapi dan saling mendukung, sedangkan peran KLHS pada perencanaan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup bersifat menguatkan. K TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I LINGKUNGAN HIDUP. Strategis. Penyelenggaraan. Tata Cara. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 228) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Laswell dan Kaplan (1970) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program yang memroyeksikan tujuan, nilai, dan praktik yang terarah. Kemudian Dye (1978) menyampaikan

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

Perempuan dan Industri Rumahan

Perempuan dan Industri Rumahan A B PEREMPUAN DAN INDUSTRI RUMAHAN PENGEMBANGAN INDUSTRI RUMAHAN DALAM SISTEM EKONOMI RUMAH TANGGA UNTUK PENINGKATAN KUALITAS HIDUP PEREMPUAN DAN ANAK C ...gender equality is critical to the development

Lebih terperinci

Pengertian Produk Domestik Bruto

Pengertian Produk Domestik Bruto KONTRIBUSI KEHUTANAN TERHADAP PRODUK DOMESTIK BRUTO 1 Dodik Ridho Nurrochmat 2 Pengertian Produk Domestik Bruto Neraca pendapatan nasional (national income accounting) merupakan salah satu inovasi penting

Lebih terperinci

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT

KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu

I. PENDAHULUAN. Gambar 1. Kecenderungan Total Volume Ekspor Hasil hutan Kayu I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sumberdaya hutan tropis yang dimiliki negara Indonesia, memiliki nilai dan peranan penting yang bermanfaat dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

KAJIAN STRATEGI REVITALISASI PERTANIAN INDONESIA DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015

KAJIAN STRATEGI REVITALISASI PERTANIAN INDONESIA DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 KAJIAN STRATEGI REVITALISASI PERTANIAN INDONESIA DALAM RANGKA MENGHADAPI ASEAN ECONOMIC COMMUNITY 2015 Leni Evangalista Marliani leni_evangalista@ymail.com Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci